LANDASAN TEORI
6
7
structural jalan dengan cara memberi lapisan tambahan atau lapis ulang jalan
maupun mendesain struktur jalan tersebut menggunakan perkerasan kaku
(overlay) atau beton semen (rigid pavement).
2.2.2 Penyebab Kerusakan Jalan
Menurut Sukirman (1999) ada beberapa faktor atau hal penyebab kerusakan
pada konstruksi jalan adalah sebagai berikut:
1. Lalu lintas, dimana setiap tahunnya selalu mengalami perubahan peningkatan
kendaraan dan repetisi beban yang terjadi
2. Air, dimana terdapatnya sistem drainase jalan yang jelek sehingga
menyebabkan air yang datang dari hujan mengalami kapilaritas akibat naiknya
air tersebut.
3. bahan-bahan penyusun dari konstruksi perkerasan itu sendiri. Sehubungan
dengan kasus ini penyebabnya adalah akibat dari pengolahan material atau
bahan yang tidak optimal dan efisien.
4. Iklim. Seperti yang kita telah ketahui bersama indonesia beriklim tropis, yang
mana curah hujan pada umumnya cukup tinggi sehingga menyebabkan
terjadinya kerusakan pada jalan tersebut.
5. Kestabilan tanah dasar. Dalam kasus ini biasanya dapat terjadi karena sifat dari
tanah dasar itu sendiri yang jelek maupun pada proses pengerjaan di lapangan
yang tidak sempurna.
6. kurang optimalnya proses pekerjaan pemadatan langsung lapisan yang terdapat
di atas tanah dasar
Pada umumnya jalan yang mengalami kerusakan terjadi tidak hanya
diakibatkan dari faktor-faktor di atas saja, namun bisa juga disebabkan oleh
beberapa hal yang saling mengaitkan satu sama lain sehingga terjadilah gabungan
dari penyebab-penyebab tersebut.
Ada tiga hal yang perlu dievaluasi dalam menentukan kerusakan yang terjadi pada
jalan, ialah:
a) Penyebab kerusakan serta jenis-jenis dari kerusakan tersebut.
b) Tingkatan-tingkatan atau level dari kerusakan tersebut.
c) Total jumlah dari kerusakan yang terjadi
11
garis lengkung kurva level kerusakan yang diperoleh, kemudian setelah itu
menarik garis secara horizontal ke arah kiri dengan lurus sampai memperoleh
nilai DV, bisa dilihat pada Gambar 2.3.
Besaran nilai DV yang telah didapatkan harus sudah dicocokkan atau
disesuaikan dengan tipikal struktur dari perkerasan jalan yang digunakan
seperti contoh perkerasan menggunakan lapisan dengan aspal maupun
perkerasan menggunakan lapisan beton dan semen. Terdapat perbedaan
mendasar dalam penggunaan nilai DV antara perkerasan menggunakan aspal
dan perkerasan menggunakan beton. Nilai DV yang digunakan untuk
perkerasan aspal ialah lebih besar atau sama dengan 2 (q>2 atau q=2) yang
berarti nilai minimum atau nilai yang boleh dipakai wajib lebih besar dari
angka 2. Sementara, nilai DV yang akan digunakan oleh perkerasan
menggunakan beton ialah lebih besar atau sama dengan 5 (q>5 atau q=5) yang
memiliki arti bahwa nilai minimum atau nilai yang boleh dipakai ialah harus
atau wajib lebih besar dari angka 5. Dan juga, bisa terjadi kemungkinan
bahwa hanya terdapat 1 nilai DV maka dapat secara langsung memakai nilai
TDV sebagai nilai pengurangan. Namun sebaliknya, Jika terdapat nilai DV
yang lebih dari satu maka yang dilakukan adalah dengan mencari nilai CDV
maksimum.
dengan,
mi = nilai pengurang ijin
15
diketahui bahwa luasan retak kulit buaya tidak cukup luas. Namun, bila terdapat area
dengan luasan yang luas, maka hal itu bisa disebabkan oleh beban yang dapat dipikul
oleh jalan tersebut sudah tidak mampu menahan atau menerima repetisi beban lalu
lintas yang semakin meningkat pada kawasan tersebut. Biasanya penanganan pada
kasus seperti ini adalah dengan penggunaan lapisan burda, burtu, atau pun laston jika
celah yang dimiliki kurang dari atau sama dengan 3 mm. Retak buaya akibat repitisi
beban dapat ditangani dengan cara memberi lapis tambahan. Karena jika tidak
ditangani lama kelamaan air yang meresap dapat menyebabkan lubang-lubang
sehingga terjadinya pelepasan butiran-butiran aspal permukaan.
Retak susut dapat dilihat pada Gambar 2.7 merupakan retakan yang terjadi
tunggal atau single tidak dapat bersambung satu sama lain yang dapat menyebar
secara melintang dan memanjang pada perkerasan jalan tersebut. Biasanya retak
ini dapat disebabkan oleh beban-beban kerja lalu lintas yang dapat menimbulkan
batas kuat Tarik telah terlampaui oleh besarnya tegangan dan regangan, dan juga
dapat terjadi juga akibat gerakan perkerasan, perubahan temperatur, dan penuaan
akibat bahan pengikat aspal yang telah menyusut. Retak ini dapat ditangani
dengan cara mengisi retakan sehingga mereduksi air yang masuk ke dalam
perkerasan.
19
sejajar dengan as jalannya. Alur dapat terlihat secara jelas ketika terjadi hujan
dan terdapat genangan air pada permukaan jalan setelah hujan. Alur juga
dapat disebabkan oleh hal-hal lain contohnya proses pemadatan yang kurang
sempurna, campuran bahan aspal yang memiliki stabilitas bahan yang rendah.
Proses penanganannya adalah dengan pemberian lapis tambahan sesuai
dengan lapisan permukaan.
2) Bergelombang atau keriting dapat dilihat pada Gambar 2.10 terjadi pada
melintang jalan. Akibat adanya deformasi plastis yang menyebabkan
gelombang gelombang melintang pada perkerasan jalan. Pada saat keriting
muncul pada lapisan permukaan maka jalan tersebut sudah tidak optimal atau
maksimal dalam memberikan pelayanan karena memberikan rasa yang tidak
aman dan nyaman kepada pengemudi jalan itu sendiri keriting biasanya
terjadi karena persentase campuran yang tidak seimbang atau kelebihan dan
kekurangan dalam kadar aspalnya, penggunaan agregat halus yang
berlebihan, serta stabilitas campuran yang rendah. Ada pula upaya
penanganan yang dapat dilakukan untuk menangani kerusakan berjenis
keriting adalah sebagai berikut:
a. Perbaikan yang paling baik dilakukan ialah menambal diseluruh
kedalaman.
b. Pemberian lapis ulang jalan atau lapisan tambahan untuk keriting dangkal
yang telah di bongkar.
21
tambahan atau lapis ulang pada lapisan yang terjadi pelepasan butir kemudian
dibersihkan dan dikeringkanlah lapisan tersebut.
Lapis Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau 0.35 – 0.40
permuk hanya
aan terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah
Beton
aspal <10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau
<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi 0.25 – 0.35
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau 0.08 – 0.15
>10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi
Lapis Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau 0.20 – 0.35
pondasi hanya
yang terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah
distabilisasi
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau 0.15 – 0.25
<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi
(1+𝑔)𝑛 −1
W18 = W18pertahun x …………………………….……….(2.8)
𝑔
Dimana:
W18 = jumlah beban gandar tunggal standar komulatif
W18 pertahun = beban gandar standar komulatif selama 1 tahun
n = umur pelayanan (tahun)
g = perkembangan lalu lintas (%)
Tabel 2.5 Faktor Distribusi Lajur (DL)
7. Modulus Resilien
Modulus resilien merupakan parameter atau batasan-batasan dari tanah
dasar yang dipakai untuk perencanaan tebal perkerasan lentur berdasarkan
pedoman perencanaan ini. Nilai modulus resilien sendiri dapat diperoleh dari CBR
standar dikalikan dengan nilai koefisien 1500. Dimana nilai tersebut merupakan
hasil dari tes soil index. Rumus perhitungan modulus resilien dapat dilihat
dibawah ini
MR (psi) = 1.500 x CBR ………………......................................(2.9)
8. Reliabilitas
Reliabilitas merupakan konsep yang mengupayakan untuk menyertai suatu
nilai pasti dari derajat kepastian dan dimasukkan ke dalam proses perencanan
agar dapat menjamin beragam-ragam alternatif perencanaan yang dapat bertahan
sesuai dengan umur rencana yang direncanakan pada perencanaan. Reliabilitas
sendiri memiliki faktor-faktor perencanaan yang harus diperhitungkan yaitu
perkiraan kumulatif lalu lintas (W18) dan perkiraan dari kinerja (W18) itu
sendiri. Dan oleh karena itu jika mampu memberikan tingkat pelayanan
30
reliabilitas (R) maka struktur perkerasan akan dapat bertahan atau mampu
menjaga kondisinya sampai dengan waktu dan umur yang direncanakan.
Pemilihan tingkat reliabilitas yang lebih tinggi dapat menekan kinerja dari
volume lalu lintas dan kesukaraan dalam mengalihkan lalu lintas yang
diharapkan resikonya dapat ditekan. Berdasarkan pada Tabel 2.6 dapat dilihat
bahwa terdapatnya beberapa rekomendasi tingkat reliabilitas untuk masing-
masing klasifikasi jalan. Perlunya diketahui bahwa jalan yang melayani lalu
lintas yang banyak memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi pula, sebaliknya jalan
yang melayani lalu lintas yang lebih rendah maka tingkat reliabilitasnya juga
rendah contohnya seperti jalan lokal.
Tabel 2.6 Rekomendasi Tingkat Reliabilitas Untuk Bermacam - macam
Klasifikasi Jalan.
Klasifikasi Jalan Rekomendasi tingkat reliabilitas
Perkotaan Antar Kota
Bebas Hambatan 85 – 99.9 80 – 99,9
Arteri 80 – 99 75 – 95
Kolektor 80 – 95 75 – 95
Lokal 50 – 80 50 – 80
Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002 .
Dengan pengertian:
R : Faktor pertumbuhan lalu lintas.
i : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.
UR : Umur rencana (tahun).
2. Repetisi Sumbu Yang Terjadi
Dalam menghitung repetisi sumbu yang terjadi memiliki beberapa langkah-
langkah antara lain sebagai berikut:
a) Menghitung jumlah sumbu dan beban sumbu, serta proporsi beban kendaraan
b) Menghitung jumlah repetisi yang terjadi dengan mengalikan proporsi beban
dengan proporsi sumbu dengan lalu lintas rencana
c) Menghitung total kumulatif yang terjadi sesuai umur rencana.
3. Faktor Keamanan Beban
Faktor keamanan beban didapatkan dengan cara mengalikan beban sumbu
dengan faktor keamanan beban itu sendiri (FKB) pada penentuan beban rencana.
Pada Tabel 2.9. Didapatkan nilai (FKB) yang bisa digunakan untuk tingkat
reliabilitas perencanaan
35
4. CBR Efektif
Penentuan nilai CBR efektif didapatkan dari Gambar 2.16.
mandor atau kepala tukang. Maka dari itu untuk menghitung harga satuan tenaga
kerja dapat dilihat pada rumus dibawah ini
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑝𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎
Harga satuan tenaga (Rp/Sat.Pek) = ………....................(2.13)
𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑎𝑛
peringkat atau skor mulai dari 1 dengan penilaian klasifikasi sulit dan mahal, 2
dengan sedang, 3 dengan mudah dan murah. Setelah itu dijumlahkan semua skor
dari berbagai pertimbangan dan didapat lah perbaikan dengan skor atau nilai
tertinggi. Metode perbaikan dengan skor tertinggi lah yang akan digunakan
untuk perbaikan jalan pada ruas jalan Surabaya – Malang (khususnya Kecamatan
Gempol).