Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkerasan Jalan


Ditjen Bina Marga (2006.b) mendefinisikan perkerasan jalan berdasarkan tipe
konstruksi yang membentuk wujud fisik jalan, secara berurutan dari atas ke bawah
adalah lapis permukaan, lapis pondasi, lapisan pondasi bawah dan lapidan tanah
dasar.
Menurut Sulvia Sukirman (2003, hlm. 4) jenis konstruksi perkerasan
berdasarkan bahan pengikatnya dapat dibedakan atas :
a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan
perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke
tanah dasar.
b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat
beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan
atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul
oleh pelat beton.
c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan
kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur berupa perkerasan
lentur diatas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku di atas perkerasan
lentur.
Untuk memberi rasa aman dan nyaman kepada pengguna jalan, konstruksi
perkerasan jalan harus memenuhi beberapa syarat-syarat tertentu sebagai berikut :
 Syarat-syarat lalu lintas. Konstruksi perkerasan lentur dipandang dari
keamanan dan kenyamanan berlalu lintas harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
- Memiliki permukaan yang rata, tidak berlubang, tidak melendut, dan
tidak bergelombang

5
6

- Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat


beban yang bekerja diatasnya.
- Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban
dan permukaan jalan, sehingga tidak mudah slip
- Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika terkena matahari
 Syarat-syarat kekuatan/struktural. Konstruksi perkerasan jalan dipandang
dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban, harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
- Memiliki ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban,
muatan lalu lintas ketanah dasar
- Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap kelapisan
bawahnya.
- Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan jatuh diatasnya
dapat dialirkan
- Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan
deformasi.
Untuk dapat memenuhi syarat-syarat tersebut diatas, perencanaan dan
pelaksanaan konstruksi perkerasan lentur jalan harus mencakup beberapa hal
yaitu:
1. Perencanaan tebal masing-masing perkerasan yaitu dengan
memperhatikan daya dukung tanah dasar, beban lalu lintas yang dipikul,
keberadaan lingkungan, dan jenis lapisan yang dipilih.
2. Analisa campuran bahan/material, dengan memperhatikan mutu dan
jumlah bahan setempat yang tersedia.
3. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan.
Kapasitas daya dukung tanah dasar dapat diperkirakan dengan menggunakan
hasil klasifikasi atau hasil pemeriksaan CBR, Pembebanan plat uji dan
sebagainya.

2.2 Lapisan Perkerasan


7

Sulvia Sukirman (2003, hlm. 7-8) menyatakan konstruksi Perkerasan lentur


terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah
dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas
dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Secara umum lapisan konstruksi
perkerasan terdiri dari :
a. Lapisan permukaan (surface course)
b. Lapisan pondasi atas (base course)
c. Lapisan pondasi bawah (subbase course)
d. Lapisan tanah dasar (subgrade)

2.3 Lapisan Pondasi (Base Course)


Lapisan perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi bawah dan lapis
permukaan dinamakan lapis pondasi atas (base course). Fungsi lapisan pondasi
atas ini antara lain sebagai :
a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.
b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah
c. Bantalan terhadap lapis permukaan
Material yang akan digunakan untuk lapis pondasi atas adalah material yang
cukup kuat. Untuk lapis pondasi atas tanpa bahan pengkat umumnya
menggunakan material dengan CBR > 50% dan Plastisitas Indeks (PI) < 4%.
Bahan-bahan alam seperti : batu pecah, kerikil pecah, stabilitas tanah dengan
semen dan kapur dapay digunakan sebagai lapis pondasi atas (Sulvia Sukirman,
2003, hlm. 11).

2.4 Lapis Pondasi Agregat Semen (Cement Treated Base /CTB)


Cement Treated Base (CTB) adalah campuran semen, air, serta agregat halus
dan kasar yang melalui proses gradasi laboratorium. Bahan-bahan tersebut
dicampur dengan alat khusu yang dapat menghasilkan campuran beton setengah
basah dengan kadar air minimum.
8

Penggunaan CTB biasanya pada konstruksi perkerasan jalan sebagai lapisan


konstruksi pondasi bawah (sub base) atau pondasi atas (base course). Kelebihan
dari penggunaan konstruksi CTB adalah sebagai berikut :
a. Lapisan konstruksi CTB tidak peka terhadap air, sifat ini sangat
membantu untuk konstruksi di mana muka air tanahnya tinggi dan kondisi
curah hujan yang tinggi.
b. Nilai CBR yang dihasilkan > 100% (lebih tinggi dari agregat biasa).
Sehingga dapat mengurangi tebal rencana perkerasan.
c. Masa pelaksanaan yang relatif cepat.
d. CTB hanya membutuhkan masa curing 3 hari unutk dilalui kendaraan.
e. CTB tidak membutuhkan bekisting atau cetakan dan tulangan
f. CTB dapat mengakomodasi penurunan setempat.
(sumber : Departemen Pekerjaan Umum 2010: DIVISI 5 – Perkerasan Berbutir
dan Beton Semen).
Pada lapis ini menggunakan agregat kelas A, agregat kelas B atau agregat
kelas C yang diberi campuran semen dan berfungsi sebagai lapis pondasi. Adapun
ketentuan sifat campuran setelah perawatan 7 hari di laboratorium seperti pada
Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Ketentuan Sifat Lapis Pondasi Agregat Semen

Kuat Tekan Bebas Umur 7 Hari (Kg/cm2)


Lapis Pondasi
Silinder
Agregat Semen (diameter 70 mm x tinggi
Silinder (diameter 150 mm
x tinggi 300 mm )
140 mm )
Kelas A 45 75
Kelas B 35 55
Kelas C 30 35
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2007

2.5 Fly Ash


Fly ash adalah produk residu dari pembakaran batu bara, yang dikumpulkan
dengan metode elektrostatis atau pengendapan mekanik. Fly ash mempunyai
morfologi yang bulat sehingga memudahkan pengikatan hidrasi dengan semen.
9

Kandungan reaktif SiO2 dan Al2O3 dalam material pozzolan dapat bereaksi
hidrasi dengan kalsium hidroksida yang disediakan oleh hidrasi OPC membentuk
bahan perekat yang sama dengan hidrasi OPC. Reaksi pozzolanik secara kualitatif
disebut aluminosilikat (Ridho Bayuaji, Dkk. 2015)
Berdasarkan jenis batu bara yang digunakansebagai bahan bakar, abu batu
bara (abu terbang/fly ash) dibagi atas 2 kelas yaitu abu terbang kelas F dan kelas C
(ASTM 1986), dan yang baik digunakan sebagai bahan additive untuk beton
adalah abu terbang kelas F, karena mempunyai kandungan oksida silikat (SiO 2),
Al2O3 dan Fe2O3 yang lebih besar (min 70%) dibandingkan dengan abu terbang
kelas C. Umumnya komposisi kimia abu terbang batu bara/fly ash dapat
ditunjukan seperti dibawah ini : ( Fauna Adibroto, Yelvi. 2008 )

Tabel 2.2 Komposisi kimia abu terbang batu bara/fly ash


SiO2 52,00 %
Al2O3 31,86 %
Fe2O3 4,89 %
CaO 2,68 %
MgO 4, 66 %
(Sumber : Fauna Adibroto, Yelvi. 2008)

2.6 Difa Soil Stabilization


Difa Soil Stabilization (Difa SS) merupakan bahan aditif yang berfungsi
untuk memadatkan (solidifikasi) dan menstabilkan (stabillizer) tanah secara fisik-
kimia yang berupa material serbuk halus terdiri dari komposisi mineral anorganik
yang merupakan pengembangan bahan stabilisasi tanah (soil stabilizer) yang
dikembangkan oleh PT. Difa Mahakarya.
Semua jenis tanah dapat distabilkan dengan Difa SS terutama pada tanah di
daerah kurang batu dan pasir. Adapun manfaat dari penggunaan Difa SS, yaitu :
a. Meningkatkan kualitas konstruksi jalan
b. Memaksimalkan fungsi bahan stabilitas seperti semen PC dan kapur
c. Meminimalkan settlement
10

d. Memiliki waktu konstruksi yang cepat, lebih cepat dibandingkan dengan


struktur dasar jalan normal
2.7 Bahan Campuran CTB
Bahan campuran yang digunakan dalam permbuatan CTB menurut panduan
Spesifikasi Umum Bina Marga DIVISI – 5 : 2010. antara lain sebagai berikut :
a. Semen Portland
Semen yang digunakan adalah Semen Portland Type I yang memenuhi
ketentuan SNI 15-2049-2004 atau semen tipe lain yang disetujui oleh
Direksi Pekerjaan. Semua semen harus disimpan terlebih dahulu di tempat
penyimpanan dengan cara yang tepat/cocok.
b. Air
Air harus sesuai dengan SNI 03-6817-2002 dan disetujui oleh Direksi
Pekerjaan. Air harus bebas dari minyak, garam, alkali, gula, tumbuh-
tumbuhan, endapat dan dari bahan lain yang merusak.
c. Agregat
Agregat yang digunakan adalah agregat kasar dan agregat halus. Agregat
kasar yang digunakan haruslah agregat kasar yang tertahan pada ayakan
4,75 mm harus terdiri dari partikel atau pecahan batu yang keras dan awet
memenuhi persyaratan pada Tabel 2.3 Bahan yang pecah bila berulang-
ulang dibasahi dan dikeringkan tidak boleh digunakan. Sedangkan Agregat
halus yang digunakan haruslah agregat halus yang lolos ayakan 4,75 mm
harus terdiri dari partikel pasir alami atau batu pecah halus dan partikel
halus lainnya yang memenuhi persyaratan dalam Tabel 2.3
d. Sifat-Sifat Bahan yang Disyaratkan
Seluruh lapis pondasi agregat harus bebas dari bahan organik dan
gumpalan lempung atau bahan-bahan lain yag tidak dikehendaki dan
setelah dipadtkan harus memenuhi ketentuan gradasi yang diberikan Tabel
2.3 dan Tabel 2.4

Tabel 2.3 Gradasi Lapis Pondasi Agregat


Ukuran Ayakan Persen Berat Yang Lolos
11

ASTM (mm) Kelas A Kelas B Kelas S


2” 50 100
1 ½” 37,5 100 88-95 100
1” 25,0 79-85 70-85 77-89
3/8” 9,50 44-58 30-65 41-66
No.4 4,75 29-44 25-55 26-54
No.10 2,0 17-30 15-40 15-42
No.40 0,425 7-17 8-20 7-26
No.200 0,075 2-8 2-8 4-16
(Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga DIVISI - 5 : 2010)

Tabel 2.4 Sifat-sifat Lapis Pondasi Agregat


Sifat-sifat Kelas A Kelas B Kelas S
Abrasi dari Agregat Kasar (SNI 2417:2008) 0 - 40% 0 - 40% 0 - 40%
Butiran pecah, tertahan ayakan 3/8” (SNI
95/901) 55/502) 55/502)
7619:2012)
Batas Cair (SNI 1967:2008) 0 - 25 0 - 35 0 - 35
Indek Plastisitas (SNI 1966:2008) 0-6 0 - 10 4 - 15
Hasil Kali Indek Plastisitas dgn. % Lolos
Maks.25 - -
Ayakan No.200
Gumpalan Lempung dan Butiran-butiran
0 - 5% 0 - 5% 0 - 5%
Mudah Pecah (SNI 03-4141-1996)
CBR Rendaman (SNI 1744:2012) Min.90% Min.60% Min.50%
Perbandingan Persen Lolos Ayakan No.200
Maks.2/3 Maks.2/3 -
dan No.40
(Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga DIVISI - 5 : 2010)

2.12 Prosedur Pengujian Laboratorium


Dalam suatu pengujian laboratorium terdapat beberapa prosedur kerja yang
harus diikuti sesuai dengan langkah-langkah kerja yang telah ada di buku
panduan, sehingga pengujian yang dilakukan menghasilkan nilai yang sebenarnya.

2.

Anda mungkin juga menyukai