Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Pasir dan Batu
2.1.1. Pasir
Pasir merupakan agregat alam yang berasal dari gunung berapi, sungai,
dalam tanah, dan pantai oleh karena itu pasir dapat digolongkan dalam 3 macam
yaitu pasir galian, pasir laut, dan pasir sungai.
pasir untuk konstruksi di bedakan menjadi 2, yaitu :
1. Pasir beton.
Pasir beton adalah butiran butiran mineral keras dan tajam berukuran
antara 0,075 5 mm. Pasir beton sering digunakan untuk pekerjaan cor coran
struktur seperti kolom, balok dan pelat lantai.
2. Pasir pasang.
Berdasarkan tempat penambangan, maka pasir pasang dibedakan dalam
2 jenis, yaitu :
1. Pasir gunung.
Pasir gunung adalah pasir yang diperoleh dari hasil galian,
butirannya kasar dan tidak terlalu keras. biasanya pasir jenis ini
mengandung pozolan (jika dicampur dengan kapur padam dan air setelah
beberapa waktu dapat mengeras sehingga membentuk suatu massa padat
dan sukar dalam air).
2. Pasir sungai.
Pasir sungai adalah pasir yang diperoleh dari sungai yang merupakan
hasil kikisan batu batuan yang keras dan tajam pasir jenis ini butirannya
cukup baik antara 0,063 mm 5 mm, sehingga merupakan adukan yang
baik untuk pekerjaan pasangan.
2.1.2

Batu
Batu adalah sejenis bahan yang terdiri daripada mineral dan dikelaskan

menurut komposisi mineral. Pengkelasan ini dibuat dengan berdasarkan :


1. Kandungan mineral, yaitu jenis jenis mineral yang terdapat di dalam batu.
2. Tekstur batu, yaitu ukurun dan bentuk hablur hablur mineral dalam batu.
3. Struktur batu, yaitu susun hablur mineral didalam batu.
4. Proses pembentukan.
2.2. Kajian Umum Konstruksi Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah bagian dari lalu lintas, yang bila mana kita
perhatikan secara struktural pada penampang melintang jalan, merupakan

penampang struktur dalam kedudukan paling sentral dalam suatu badan jalan.
(Hamirwan Saodang, 2005)
Konstrukisi perkerasan lentur terdiri dari lapisan lapisan yang diletakan
diatas tanah dasar yang dipadatkan. Lapisan lapisan tersebut berfungsi untuk
menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya kelapisan dibawahnya. (Silvia
Sukirman, 1999)

Gambar 2.1 Penyebaran beban roda melalui lapis perkerasan jalan


Pada gambar 2.1 diatas terlihat bahwa beban kendaraan ditimpahkan
keperkerasan jalan melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi rata P 0.
Beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan dan disebarkan ketanah dasar
menjadi P1 yang lebih kecil dari pada tanah dasar.
Adpun lapisan lapisan konstruksi perkerasan jalan yang dimaksud terdiri
dari :
1.
2.
3.
4.

Lapis permukaan (surface coourse)


Lapis pondasi atas (base coourse)
Lapis pondasi bawah (subbase coourse)
Lapis tanah dasar (subgrade)

Untuk melihat lebih jelasnya mengenai lapisan lapisan konstruksi


perkerasn jalan lihat pada gambar 2.2

Lapis Permukaan (Surface Coourse)

Lapis Pondasi Atas (Base Cours)


Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)

Lapis Tanah Dasar (Subgrade)


Gambar 2.2 susunan lapisan konstruksi perkerasan jalan
Beban atau gaya gaya lalulintas yang bekerja pada konstruksi perkerasan
jalan dapat dibedakan atas :
1. Muatan kendaraan berupa gaya vertikal
2. Gaya rem kendaran berupa gaya horizontal
3. Pukulan roda kendaraan berupa getaran getaran
Penyebaran gaya gaya / muatan lalulintas dari lapisan permukaan ke
lapisan tanah dasar membentuk sudut 45. Apabila gaya gaya tersebut makain
menyebar, maka pengaruhnya makin kebawah makin berkurang shingga muatan
yang diterima oleh bagian bagian konstruksi perkerasan tersebut juga berbeda
beda dengan penyebaran sebagai berikut :
a. Lapisan Permukaan (Surface Course)
Lapisan ini menerima muatan vertikal horizontal dan getaran getaran
secara penuh sehingga lapisan ini mempunyai persyaratan yang paling berat
dan berfungsi sebagai :

1. Lapis perkerasan penehan beban roda, lapisan yan gmempunyai stabilitas


yang tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.
2. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap
kelapisan bawahnya dan melehmahkan lapisan lapisan tersebut.
3. Lapis aus (wearing course ) lapisan yang langsung menerima gesekan akibat
rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
4. Lapis yang menyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga dapat dipikul
oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih jelek.
Guna dapat memenuhi fungsi diatas, pada umumnya lapisan permukaan
dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan
lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama.
Pemilihan bahan untuk lapisan permukaan akan juga memprtimbangkan
kegunaan serta mamfaat pada konstruksi
b. Lapis Pondasi Atas (Base Course)
Lapisan perkerasan ini terletak diantara lapis pondasi bawah dan lapis
permukaan dinamakan lapis pondasi atas (base course). Fungsi dari lapis
pondasi atas ini antar lain sebagai :
1. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban kelapisan dibawahnya.
2. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
3. Bantalan terhadap lapisan permukaan.
Material yang akan digunakan untuk lapis pondasi atas adalah material
yang cukup kuat. Bahan bahan seperti batu pecah, kerikil, stabilitas tanah
dengan semen dan kapur dapat digunakan sebagai lapis pondasi atas.
c. Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course)
Lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar
dinamakan lapis pondasi bawah.
Lapisan ponadasi bawah ini berfungsi sebagai :

1. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah


2.
3.
4.
5.
6.

dasar.
Effisiensi penggunaan material.
Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal.
Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
Lapisan untuk mencegah partikel partikel halus dari tanah dasar naik ke
lapisan pondasi atas.

d. Lapis Tanah Dasar (Sub Grade)


Lapisan tanah setebal 50-100 cm diatas mana akan diletakkan lapisan
pondasi bawah dinamakan lapisan tanah dasar.
Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah
aslinya baik, tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan atau
tanah yang distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya.Ditinjau dari muka
tanah asli, maka lapisan tanah dasar dibedakan atas :
1. Lapisan tanah dasar tanah galian.
2. Lapisan tanah dasar tanah timbunan,
3. Lapisan tanah dasar tanah asli.

Tanah Dasar Tanah Galian

Tanah Dasar Tanah Timbunan Tanah Dasar Tanah Asli

Gambar 2.3 Jenis tanah dasar ditinjau dari muka tanah asli
Sebelum diletakan lapisan-lapisan lainnya, tanah dasar dipadatkan terlebih
dahulu sehingga tercapai kestabilan yang tinggi terhadap perubahan volume .

10

2.3.

Lapis Pondasi Agregat


Lapis pondasi agregat adalah lapis pondasi yang bahan utamanya terdiri

atas agregat atau batu atau granular material. Agregat adalah material berbutir
yang keras dan kompak dan yang dimaksud agregat mencakup antara lain batu
bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir.
Disamping untuk lapis pondasi agregat mempunyai peranan yang sangat
penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini pada perkerasan
jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik
agregat yang di gunakan.
Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat
Menentukan Dalam Keberhasilan Pembangunaan Atau Pemeliharaan Jalan.
Lapis Pondasi Agregat terdiri dari 3 (tiga) kelas yang berbeda yaitu Kelas
A, Kelas B dan Kelas S. Lapis Pondasi terdiri atas Agregat Kelas A atau Kelas B,
sedangkan Lapis Pondasi Bawah terdiri atas Agregat Kelas S.
Adapun syarat untuk mengetahui gradasi lapis pondasi agregat dan sifat
sifat lapis pondasi agregat lihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.1 Gradasi Lapis Pondasi Agregat


Ukuran ayakan
Persen Berat Yang Lolos
ASTM
(mm)
Kelas A
Kelas B
Kelas S
2
50
100
1
37,5
100
88 - 95
100
1
25,0
79 - 85
70 - 85
89 - 100
3/8
9,50
44 - 58
30 - 65
55 - 90
No.4
4,75
29 - 44
25 - 55
40 - 75
No. 10
2,0
17 - 30
15 - 40
26 - 59
No. 40
0,425
7 - 17
8 - 20
12 - 33
No.200
0,075
2-8
2-8
4 - 22
Sumber : SPESIFIKASI UMUM 2010 (Revisi 2) Divisi 5-5
Tabel 2.2 Sifat - sifat Gradasi Lapis Pondasi Agregat
Sifat - sifat
Abrasi dari agregat kasar (SNI 2417:2008 )

Kelas A
0 40 %

Kelas B
0 40 %

Kelas S
0 40 %

11

Indek Plastisitas (SNI 1966:2008 )


0-6
6 - 12
Hasil kali Indek Plastisitas dgn, % Lolos
Maks. 25
Ayakan No. 200
Batas Cair (SNI 1967:2008 )
0 - 25
0 - 35
Bagian yang lunak (SNI 03-4141-1966)
05%
05%
CBR (SNI 03-1744-1989)
Min. 90 % Min. 60 %
Sumber : SPESIFIKASI UMUM 2010 (Revisi 2)Divisi 5-5
2.4.
SNI
SNI
SNI
SNI

4 - 15
0 - 35
05%
Min. 50 %

Standar Acuan
03-1744-1989, Pengujian CBR Laboratorium.
03-1966-1990, Pengujian Batas Pelastis Tanah.
03-1967-1990, Pengujian Batas Cair dengan Alat Casagrande
03-1968-1990, Pengujian Tentang Analisa Saringan Agregat Halus dan

Agregat Kasar.
SNI 03-1969-1990, Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar.
SNl 03-1970-1990, Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus.
SNl 03-4141-1996, Pengujian Gumpalan Lempung dan Butir-Butir Mudah
Pecah Dalam Agregat.
SNl 1743 : 2008, Pengujian Kepadatan Berat Untuk Tanah.
SNl 2417 : 2008, Pengujian Keausan Agregat dengan Mesin Los Angeles.
2.5. Pengertian Umum Agregat
Agregat atau batuan secara umum didefinisikan sebagai deformasi kulit
bumi yang keras dan kenyal (Sivia Sukirman, 1999)
(ASTM, 1974) mendefinisikan batuan sebagai suatu bahan yang terdiri
dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen
fragmen.
Agregat atau batuan merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan
jalan dengan demikian daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan
ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain.
2.5.1. Klasifikasi Agregat
Ditinjau dari asal kejadian agregat atau batuan dapat dibedakan atas batuan
beku (igneous rock), batuan sedimen dan batuan metamorf (batuan malihan).
(Sivia Sukirman, 1999)
A. Berdasarkan Asal Kejadiannya
Berdasarkan asal kejadiannya batuan dapat dibedakan atas batuan beku,
batuan sedimen dan batuan metamorf.

12

1. Batuan beku
Batuan beku berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Batuan
inipun dibedakan atas 2 bagian yaitu batuan beku luar dan batuan beku dalam.
Batuan beku luar dibentuk dari material yang keluar dari permukaan bumi disaat
gunung merapi meletus akibat pengaruh cuaca mengalami pendinginan dan
membeku. Batuan jenis ini umumnya berbutir halus seperti batu apung, andesit,
basalt, opsidian dan lain lain. Sedangkan batuan betu dalam terbentuk dari
magma yang tak dapat keluar permukaan bumi dan mengalami pendinginan dan
membeku secara perlahan lahan. Batuan ini bertekstur kasar dan dapat ditemui
dipermukaan bumi akibat proses erosi dan pergerakan bumi. Adapun jenisnya
adalah garanit, gabro, diorite dan lain lain.
2. Batuan sedimen
Batuan sedimen dapat berasal dari campuran partikel material, sisa sisa
hewan dan tanaman. Pada umumnya merupakan lapisan pada lapisan kulit bumi,
hasil endapan di danau, dan sebagainya.
Berdasarkan cara pembentukannya batuan sedimen dapat dibedakan atas :
1. Batuan sedimen yang dibentuk secara mekanik seperti breksi, konglomerat,
batuan pasir, batuan lempung. Batuan ini banyak mengandung silioa.
2. Batuan sedimen yang dibentuk secara organik seperti batu gamping, batu
bara, dan aspal.
3. Batuan sedimen yang dibentuk secara kimiawi seperti batu gaping, garam,
gips dan flint.
3. Batuan metamorf
Batuan Metamorf berasal dari batuan sedimen ataupun batuan yang beku
yang mengalami perubahan bentuk akibat adanya tekanan dan temperatur dari
kulit bumi. Berdasarkan bentuknya dapat dibedakan atas batuan Metamorf yang
masih seperti marmer, warsit, dan batuan Metamorf yang berpoliasi / berlapis
seperti batu sabak, filit, dan sekis.

13

B. Berdasarkan Proses Pengolahannya


Berdasarkan proses pengolahannya agregat dipergunakan pada perkerasan
lentur dapat dibedakan atas agregat alam, agregat yang mengalami proses
pengolahan terlebih dahulu dan agregat batuan.
1. Agregat Alam
Agregat yang dapat dipergunakan sebagai bentuk dialam atau dengan
sedikit pengolahannya, dinamakan agregat alam. Agregat ini terbentuk melalui
erosi dan degradasi. Bentuk partikel dari agregat alam ditentukan dari proses
pembentukannya. Aliran sungai membentuk partikel partikel yang bulat
dengan permukaan yang licin. Degradasi agregat dibukit bukit membentuk
partikel partikel yang bersudut dengan permukaan kasar. Dua bentuk agregat
alam yang sering mempergunakan adalah kerikil dan pasir. Kerikil adalah
agregat dengan ukuran partikel < inch (6,35 mm), sedangkan pasir
merupakan agregat dengan ukuran partikel < inch tetapi lebih besar 0,075
mm (saringan No. 200). Berdasarkan tempat asalnya agregat alam dapat
dibedakan atas pitrun yaitu agregat alam yang diambil dari tempat terbuka
dialam dan dikakrun yaitu agregat yang berasal dari sungai atau endapan
sungai.
2. Agregat yang Melalui dari Proses Pengolahan
Gunung gunung atau bukit bukit sering ditemui agregat masih
berbentuk batu gunung, sehingga diperlukan proses pengolahan terlebih dahulu
dapat digunakan sebagai agregat konstruksi perkerasan jalan. Disungai sering
pula diperoleh agregat melebihi dari ukuran yang diinginkan. Agregat ini harus
melalui proses pemecahan terlebih dahulu dengan alat tertentu sehingga dari
hasil pemecahan itu dinamakan batu pecah.
3. Agregat Batuan
Agregat yang merupakan material piler atau pengisi (partikel dengan
ukuran 0,075 mm) yang diperoleh dari hasil sampingan pabrik pabrik semen
pemecah batu.
C. Berdasarkan Besar Partikel Partikel Agregat

14

Berdasarkan besar kecilnya partikel partikel agregat, maka agregat ini


dapat di bedakan atas :

Gambar 2.4 Jenis agregat berdasarkan ukuran


1. Agregat kasar, yaitu agregat dengan ukuran partikel lebih besar dari 4,75 mm
menurut ASTM atau lebih besar dari 2 mm menurut AASHTO.
2. Agregat halus, yaitu agregat dengan ukuran partikel lebih kecil dari 4,75 mm
menurut ASTM atau lebih kecil dari 2 mm dan lebih besar dari 0,075 mm
menurut AASHTO.
3. Abu batu / material filler, yaitu agregat halus yang umumnya lolos saringan
No. 200.
2.5.2. Karakterisrik Agregat
Sifat dan kwalitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul
beban lalu-lintas. Agregat dengan kwalitas dan sifat yang baik dibutuhkan untuk
lapisan permukaan yang langsung memikul beban lalulintas dan menyebarkannya
kelapisan dibaawahnya. (Silvia Sukirman,1999)
Dapat atau tidaknya suatu jenis agregat dapat digunakan lapis pondasi atas
pada kontruksi perkerasan lentur ditentukan dari karakteristik bahan itu sendiri,
antara lain :
1. Gradasi.
2. Berat jenis agregat.
3. Kadar lempung.
4. Daya tahan agregat.
5. Bentuk dan tekstur agregat.
A. Gradasi dan Ukuran Maksimum
Gradasi atau distribusi partikel partikel berdasarkan ukuran agregat
merupakan hal penting dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi agregat

15

mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dan
kemudahan dalam proses pelaksanaan.
Gradasi agregat diproses dari hasil analisa saringan dengan menggunakan
1 set saringan dimana saringan yang paling kasar diletakkan diatas dan saringan
yang paling halus terletak paling bawa. Analisa saringan dapat dilkukan dengan
menggunakan analisa kering atau analisa basah. Analisa kering mengikuti
AASHTO T-27-74 sedangkan analisa basah mengikuti AASHTO T-11-74. Analisa
basah umumnya dilakukan jika agregat yang akan disaring mengandung butirbutir halus sehingga fraksi butir-butir dapat terdeteksi dengan baik. Jika agregat
kasar itu berisi sedikit sekali mengandung butir halus dapat menggunakan analisa
kering. Gradasi agregat dapat dibedakan atas 3 yaitu :
1. Gradasi seragam (Uniform Graded), adalah agregat yang memiliki ukuran yang
hampir sama / sejenis atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya
sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Gradasi seragam disebut
pula gradasi terbuka. Agregat yang memiliki gradasi seragam akan
menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas
kurang dan berat volume kecil.
2. Garadasi rapat (Danse Graded) merupakan campuran agregat kasar dan halus
dalam porsi yang seimbang, sehingga dinamakan juga agregat bergradasi baik.
Agregat dengan gradasi rapat akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan
stablitas tinggi, kurang kedap air, sifat drainase jelek dan berat volume besar.
3. Gradasi buruk / jelek (Poorly Graded) merupakan campuran agregat yang tidak
memenuhi 2 kategori diatas. Agregat yang bergradasi buruk umumnya
digunakan untuk lapisan perkerasan lentur yaitu gradasi celah (gap graded)
yaitu merupakan campuran agregat dengan 1 fraksi hilang atau 1 fraksi sedikit
sekali. Sering juga disebut gradasi yang akan menghasilkan lapisan perkerasan
yang mutunya terletak antara kedua jenis diatas. Sifat sifat yang dimiliki
ketiga agregat dapat dilihat pada tabel dibaawah ini mengenai sifat gradasi
agregat.
Tabel 2.3. Sifat Gradasi Agregat

16

Gradasi Seragam

Gradasi Baik

Gradasi Jelek

Kontak antara butir

Kontak antara butir

Kontak antara butir

baik

baik

jelek

Kepadatan bervariasi

Seragam dan

Seragam tetapi

tergantung dari

kepadatan tinggi

kepadatan jelek

Stabilitas tinggi

Stabilitas sedang

Kuat menahan

Stabilitas sangat

deformasi

rendah pada

segresi yang terjadi

Stabilitas dalam
keadaan terbatasi
tinggi

Stabilitas dalam
keadaan lepas rendah

keadaan basah
Sukar untuk
dipadatkan

Sukar sampai

Mudah dipadatkan

sedang dipadatkan

Mudah diresapi air


dan tidak dipengaruhi
kadar air

Tingkat

Tingkat

permeabilitas

permeabilitas

cukup dan

rendah dan kurang

pengaruh variasi

dipengaruhi oleh

kadar air cukup

variasi kadar air

Sumber : silvia sukirman, 1999

Semua lapisan perkerasan lentur membutuhkan agregat yang terdistribusi


dari besar sampai kecil. Semakin besar ukuran maksimum partikel agregat yang
digunakan makin banyak variasi ukuran dari besar sampai kecil yang dibutuhkan.

17

Batasan ukuran maksimum yang digunakan dibatasi oleh tebal lapisan yang
diharapkan. Penggunaan partikel agregat dengan ukuran menguntungkan karena
usaha dari pemecahan partikel lebih sedikit sehingga biayanya lebih murah dan
luas permukaan yang harus diselimuti aspal lebih sedikit sehingga kebutuhan akan
aspal akan kurang.
Terdapat dua cara untuk menyatakan ukuran partikel agregat yaitu dengan cara :
1. Ukuran maksimum merupakan ukuran ayakan atau saringan terkecil dimana
agregat tersebut lolos 100%.
2. Ukuran nominal maksimum merupakan ukuran ayakan atau saringan terbesar
dimana agregat tertahan ayakan atau saringan tidak lebih 10%.
B. Berat Jenis Agregat
Berat jenis agregat adalah perbandingan antara berat volume agregat dan
berat volume air. Besarnya serat jenis agregat penting dalam perencanaan
campuran agregat dengan aspal karena pada umumnya direncanakan berdasarkan
perbandingan berat dan juga untuk menentukan banyak pori agregat. Agregat
dengan berat jenis yang kecil mempunyai volume yang besar sehingga dengan
berat yang sama membutuhkan jumlah aspal yang lebih banyak. (Silvia
Sukirman,1999, hal 58)
Ada tiga jenis pemeriksaan berat jenis yang dapat ditentukan berdasarkan
manual PB 0202 76 atau AASHTO 85 74 yaitu :
1. Berat jenis curah (bulk specific gravity) adalah perbandingan antara berat
agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam
keadaan jenuh pada suhu tertentu.
2. Berat jenis kering permukaan jenuh (Saturated Ssurfacedry Specific Grafity)
adalah perbandingan antara berat kering permukaan jenuh dan berat air suling
yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.

18

3. Berat jenis semu (Apparent specific gravity) adalah perbandingan antara berat
agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam
keadaan kering suhu tertentu.

C. Kadar Lempung
Dalam melakukan pemeriksaan untuk menentukan kadar lempung yang
dikandung oleh campuran agregat itu dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : (Silvia
Sukirman, 1999)
1. Atterberg Limit
Dilakukan untuk campuran agregat yang agak halus. Atterberg limit
yang umum digunakan adalah batas cair mengikuti prosedur pemeriksaan PB
0109 76 atau AASHTO T89 81, dan indeks plastis mengikuti prosedur PB
0110 76 atau AASHTO T89 81 dilakukan untuk contoh tanah lolos
saringan No. 40. Alat yang digunakan untuk pemeriksaan batas cair terlihat
seperti pada gambar 2.5.

19

Gambar 2.5 Alat pemeriksaan batas cai

2. Sand Equivalent
Dilakukan untuk partikel agregat yang lolos saringan No. 4 sesuai
prosedur AASHTO T 179 73.

D. Daya Tahan Agregat


Daya tahan agregat adalah ketahanan agregat untuk tidak hancur atau
pecah oleh pengaruh mekanis atau kimia.
Degradasi didefinisikan kehancuran agregat menjadi partikel partikel
yang lebih kecil akibat gaya yang diberikan pada waktu penimbunan, pemadatan
ataupun oleh beban lalu lintas. Sedangkan disentegrasi didefinisikan sebagai
pelapukan pada agregat menjadi butir butir halus akibat pengaruh kimiawi
seperti kelembaban, kepanasan atau perbedaan temperatur sehari hari. Agregat
yang digunakan untuk lapisan perkerasan haruslah mempunyai daya tahan
terhadap

degradasi

(pemecahan)

yang

mungkin

timbul

selama

proses

pencampuran, pemadatan, repitisi beban lalu lintas dan disentegradasi


(penghancuran) yang terjadi selama masa pelayanan jalan tersebut. (Silvia
Sukirman,1999, hal 51)
Faktor yang mempengaruhi tingkat degradasi adalah :
1. Jenis agregat, agregat yang lunak mengalami degradasi yang lebih besar dari
agregat yang lebih keras.
2. Gradasi, gradasi terbuka mempunyai tingkat gradasi yang lebih besar
dibandingkan dengan gradasi rapat.
3. Bentuk, partikel bulat akan mengalami degradasi yang lebih besar dari yang
terbentuk kubus atau bersudut.
4. Ukuran partikel, partikel yang lebih kecil mempunyai tingkat degradasi yang
lebih kecil dari pada partikel besar.

20

Ketahanan agregat terhadap penghancuran atau degradasi diperiksa dengan


pengujian abrasi. Alat untuk menguji tingkat keausan dari material dengan mesin
Los Angeles (Abrasion Los Angeles Test), berdasarkan PB 0206 76 atau
AASHTO T 96 74 nilai abrasi dinyatakan dalam persentase. Nilai abrasi lebih
besar dari 40 % menunjukkan bahwa agregat tidak mempunyai perkerasan. Nilai
abrasi lebih kecil dari 30 % baik sebagai bahan lapis penutup. Nilai abrasi lebih
kecil dari 40 % dapat dipergunakan sebagai bahan lapis pondasi, sedangkan nilai
abrasi lebih besar dari 50 % digunakan sebagai bahan lapis pondasi bawah.
Ketahanan agregat terhadap cuaca (desintegrasi) umumnya digunakan
dengan melakukan pengujian soun ness test. Percobaan ini dilakukan dengan cara
merendam agregat dalam natrium sulfat pekat atau sodium sulfat sampai jenuh
kemudian dicuci dan direndamkan kembali sebanyak 5 kali berdasarkan
AASHTO T104 77. Kehilangan berat akibat perendaman ini dinyatakan dalam
persen. Agregat dengan soundness lebih kecil atau sama dengan 12 %
menunjukkan agregat yang cukup tahan terhadap pengaruh cuaca dan dapat
dipengaruhi untuk lapisan permukaan besarnya nilai soundness dipengaruhi juga
oleh jenis material agregatnya.
E. Bentuk dan Tekstur Agregat
(Silvia Sukirman, 1999) bentuk dan tekstur mempengaruhi stabilitas dari
lapisan permukaan yang dibentuk oleh agregat tersebut partikel agregat dapat
berbentuk :
1. Bulat (Rounded)
Agregat yang dijumpai disungai pada umumnya telah mengalami
pengikisan oleh air sehingga menjadi bulat.
2. Lonjong (Elongted)
Agregat dikatan lonjong jika ukuran terpanjang > 1,8 kali diameter rata
rata. Indeks kelonjongan adalah perbandingan dalam persen dari berat
agregat lonjong terhadap berat total.

21

3. Kubus
Partikel berbentuk kubus merupakan bentuk agregat hasil dari pemecah
batu.
4. Pipih (Flaky)
Partikel agregat berbentuk pipih dapat merupakan hasil dari pemecah
batu ataupun memegang merupakan sifat agregat pipih. Agregat pipih adalah
agregat yang lebih tipis 0,6 kali diameter rata rata. Indeks kepipihanadalah
berat total agregat yang pipih terukur nominal tertentu.
Agregat berbentuk pipih mudah pecah pada waktu pencampuran,
pemadatan ataupun akibat beban lalu lintas. Oleh karena itu banyak agregat
pipih ini dibatasi dengan menggunakan nilai indeks kepipihan diisyaratkan.
1. Tak Beraturan (Irreguler)
Partikel agregat tak beraturan, tidak mengikuti salah satu yang
disebutkan diatas. Gesekan yang timbul antara partikel menentukan juga
stabilitas dan daya dukung dari lapisan perkerasan. Besarnya gesekan
dipengaruhi oleh jenis permukaan agregat yang dapat dibedakan atas :
1. Agregat yang permukaannya halus
2. Agregat yang permukaannya kasar
3. Agregat yang permukaannya licin dan mengkilat (gissy)
4. Agregat yang permukaannya berpori (porous) mempunyai satu bidang pecah

Anda mungkin juga menyukai