Blog ini memuat tentang aktivitas saya selama mengikuti perkuliahan di jurusa
teknik sipil unud.
Klasik
Kartu Lipat
Majalah
Mozaik
Bilah Sisi
Cuplikan
Kronologis
1.
May
27
BAB I
PENDAHULUAN
Selain itu banjir juga disebabkan oleh gangguan fungsi drainase yang ada akibat
tumpukan sampah. Jalan dari beton maupun aspal bersifat kedap air, sehingga air hujan
akan langsung tergenang di jalan-jalan tersebut. Jalan di area permukiman umumnya
merupakan paving block atau paving stone, namun paving stone di area tersebut memiliki
kemampuan yang masih rendah dalam meresapkan air limpasan ke tanah.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 UMUM
Perkerasan merupakan struktur lapisan yang terletak di atas tanah dasar, yang
bersifat konstruktif sehingga memiliki nilai struktural dan fungsional. Nilai struktural
berkaitan dengan daya dukung perkerasan untuk mendukung repetisi beban lalu lintas
kendaraan dan kemampuannya untuk tetap stabil, mantap dan aman terhadap pengaruh
infiltrasi air permukaan dan perubahan cuaca. Nilai fungsional berkaitan dengan
performansi permukaan jalan dalam melayani lalu lintas kendaraan dengan aman dan
nyaman yang meliputi aspek - aspek teknis, antara lain: kerataan, kekesatan dan
kemiringan permukaan.
2.3.1 Agregat
Agregat adalah material berbutir keras dan kompak, yang termasuk di dalamnya
antara lain kerikil alam, agregat hasil pemecahan oleh stone crusher, abu batu dan pasir.
Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkerasan jalan, dimana agregat
menempati proporsi terbesar dalam campuran, umumnya berkisar antara 90 - 95 % dari
berat total campuran, atau 75 - 85 % dari volume campuran. Mutu, keawetan dan daya
dukung perkerasan sangat dipengaruhi oleh karakteristik agregat. Oleh karena itu, sebelum
digunakan sebagai bahan campuran dalam perkerasan jalan, harus dilakukan terlebih
dahulu pemeriksaan di laboratorium untuk mengetahui karakteristiknya.
1. Ukuran Butir
Ukuran agregat dalam campuran beraspal terdistribusi dari yang berukuran besar sampai
ke yang kecil. Semakin besar ukuran maksimum agregat yang dipakai semakin banyak
variasi ukurannya dalam campuran tersebut.
Istilah-istilah lainnya yang biasa digunakan sehubungan dengan ukuran agregat, yaitu:
2. Gradasi Agregat
Seluruh spesifikasi perkerasan mensyaratkan bahwa partikel agregat harus berada dalam
rentang ukuran tertentu dan untuk masing-masing ukuran pertikel harus dalam proporsi
tertentu. Distribusi dari variasi ukuran butir agregat ini disebut gradasi agregat. Gradasi
agregat mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan menentukan sifat mudah
dikerjakan dan stabilitas campuran.
Gradasi agregat ditentukan oleh analisa saringan, dimana contoh agregat harus melalui
satu set saringan. Ukuran saringan menyatakan ukuran bukaan jaringan kawatnya dan
nomor saringan menyatakan banyaknya bukaan jaringan kawat per inchi per segi dari
saringan tersebut. Gradasi agregat dinyatakan dalam persentase berat masing-masing
contoh yang lolos pada saringan tertentu. Persentase ini ditentukan dengan menimbang
agregat yang lolos atau tertahan pada masing-masing saringan.
3. Kebersihan Agregat
Kebersihan agregat menentukan sifat campuran perkerasan aspal yang akan dibuat.
Agregat yang berasal dari alam biasanya banyak mengandung kotoran-kotoran yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk, maupun dari batuan-batuan muda
yang mempunyai kekerasan yang rendah. Kotoran pada agregat juga dapat berupa lempung
yang tidak stabil struktur tanahnya. Untuk menganalisa sifat ini dapat dilakukan secara
visual, tetapi untuk mendapat hasil yang lebih baik bias dilakukan dengan penyaringan
basah. Selain itu khusus untuk menganalisa lempung yang terdapat pada agregat, dapat
dilakukan pengujian sand equivalent.
4. Kekerasan (Toughness)
Semua agregat yang digunakan harus kuat, mampu menahan abrasi dan degradasi
selama proses produksi dan operasionalnya di lapangan. Agregat yang akan digunakan
sebagai lapis permukaan perkerasan harus lebih keras (lebih tahan) dari pada agregat yang
digunakan untuk lapis bawahnya. Hal ini disebabkan karena lapisan permukaan perkerasan
akan menerima dan menahan tekanan dan benturan akibat beban lalu lintas paling besar.
Untuk itu, kekuatan agregat terhadap beban merupakan suatu persyaratan yang mutlak
harus dipenuhi oleh agregat yang akan digunakan sebagai bahan jalan. Uji kekuatan agregat
di laboratorium biasanya dilakukan dengan uji abrasi dengan mesin Los Angeles (Los
Angeles Abration Test).
Bentuk partikel agregat yang bersudut memberikan ikatan antara agregat (aggregate
interlocking) yang baik yang dapat menahan perpindahan (displacement) agregat yang
mungkin terjadi. Agregat yang bersudut tajam, berbentuk kubikal dan agregat yang
memiliki lebih dari satu bidang pecah akan mengasilkan ikatan antar agregat yang paling
baik.
Dilain pihak, film aspal lebih mudah merekat pada permukaan yang kasar sehingga akan
menghasilkan ikatan yang baik antara aspal dan agregat dan pada akhirnya akan
menghasilkan campuran beraspal yang kuat. Agregat yang berasal dari sungai biasanya
memiliki permukaan yang halus dan berbentuk bulat, oleh sebab itu agar dapat
menghasilkan campuran beraspal dengan sifat-sifat yang baik agregat sungai ini harus
dipecahkan terlebih dahulu. Pemecahan ini dimaksudkan untuk menghasilkan tekstur
permukaan yang kasar pada bidang pecahnya dan mengubah bentuk butir agregat.
2.3.3 Aspal
Aspal merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat
viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan
sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan
agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan masa pelayanannya. Pada
dasarnya aspal terbuat dari suatu rantai hidrokarbon yang disebut bitumen. Oleh sebab itu,
aspal sering disebut material berbituminous. Silvia Sukirman (1993) menyatakan bahwa,
berdasarkan cara diperolehnya aspal dapat dibedakan menjadi:
BAB III
KONSTRUKSI INOVASI
Hampir semua jalan menggunakan campuran agregat batu pecah dan aspal. Musuh
utama aspal adalah air, karena air bisa melonggarkan ikatan antara agregat dengan aspal.
Kerusakan yang umum terjadi di jalan perkotaan adalah adanya air yang menggenangi
permukaan jalan. Pada saat ikatan aspal dan agregat longgar karena air, kendaraan yang
lewat memberi beban yang merusak ikatan tersebut dan permukaan jalan pada akhirnya.
Tipikal kerusakan karena pengaruh air adalah lubang. Sekali lubang terbentuk, maka air
tertampung di dalamnya sehingga dalam hitungan minggu lubang yang semula membesar
dengan cepat. Itulah sebabnya kerusakan jalan sering dikatakan bersifat eksponensial.
Ketika ikatannya longgar, sebenarnya tidak masalah kalau tidak ada beban. Namun, ketika
ikatannya longgar lalu ada kendaraan lewat, inilah yang mengawali kerusakan. Awalnya
muncul lubang kecil, kecil tadi semakin membesar. Hubungan kerusakan jalan terhadap
waktu terjadi secara eksponensial. Sebenarnya, ketika jalan didesain, jalan harus kuat
terhadap beban lalu lintas. Umur rencana 5 tahun umumnya diterapkan untuk jalan baru.
Jalan yang rusak karena beban biasanya bercirikan retak dan kadang disertai dengan
amblas.
Kerusakan jalan memang menjadi keluhan klasik masyarakat. Bahkan tak jarang,
warga melakukan bentuk protes menanam pohon di jalan yang berlubang. Aksi ini
dilakukan sebagai bentuk protes kepada Pemerintah provinsi karena membiarkan jalan
tersebut rusak dan telah banyak menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
Rozi (63), salah satu warga Nepen, mengatakan, warga terpaksa menanam jalan
yang berlubang dengan pohon pisang hanya memberikan tanda agar pengendara yang
melintas tidak menjadi korban kecelakaan lalu lintas. “Jalan Desa Randusari- Kopen itu,
rusak para karena banyak dilalui kendaraan pasir dari arah Kabupaten Klaten, dan truk
kontainer dari perusahan garmen. Kondisi ini, sudah lama terjadi, tetapi jalan belum ada
perbaikan,” kata Rozi. Menurut dia, jalur tersebut setiap hari dilalui ratusan pengedara yang
mayoritas pegawai pabrik, sehingga dengan tanda pohon pisang di jalan yang berlubang
tersebut diharapkan tidak ada korban lagi yang mengalami kecelakaan lalu lintas akibat
terperosok ke lubang. Bahkan, kata dia, pada musim hujan saat ini, jalan yang berlubang
tertutup air, sehingga pengendara harus ekstra hati-hati saat melintas. Karena, mereka bisa
terperosok ke lubang jalan karena tidak mengenal jalan. “Pohon pisang itu, hanya sebagai
tanda agar tidak terjadi kecelakaan lalu lintas,” katanya
Selain itu, pihaknya juga berharap Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Boyolali segera
memperbaiki jalan yang rusak tersebut, karena sudah puluhan pengendara sepeda
motor yang terjatuh terperosok lubang jalan, tetapi kejadia itu, memang tidak sampai ada
korban jiwa. Warga lainnya, Atmo Pawiro (62) mengatakan, pohon pisang tersebut
ditanam warga karena beberapa kali karyawan pabrik yang melintas terjatuh akibat jalan
berlubang. Warga merasa khawatir mengantisipasi dengan tanam pohon pisang agar
jumlah korban kecelakaan lalu lintas tidak bertambah. Mereka akan lebih berhati-hati jika
ada tanda pohon pisang ini.
“Jalan ini biasa dilewati para karyawan pabrik. Mereka kebanyakan buru-buru,
sehingga banyak yang tidak bisa menghindari lubang dan terjatuh,” katanya. Namun, kata
dia, dengan kondisi jalan yang rusak parah tersebut kelihatan belum ada upaya perbaikan
dari pemerintah. “Warga berharap segera diperbaiki agar jalan lebih nyaman,” katanya
(anjas).
3.2 BRAINSTORMING
Ditahap ini kami mencoba untuk berdiskusi dan menemukan solusi yang tepat untuk
mengatasi permasalahan mengenai kerusakan konstruksi jalan raya. Dari hasil diskusi
kelompok, maka kami mengusulkan untuk menggunakan Beton Berpori sebagai solusi
mengatasi kerusakan konstuksi jalan raya yang ramah lingkungan.
3.3 ALTERNATIVE
3.3.1 Beton Berpori (Pervious Concrete)
Beton Berpori adalah salah satu tipe spesial dari beton dengan karakteristik
porositas yang tinggi. Biasanya digunakan untuk aplikasi pada lantai, karena pada beton
ini dapat mengalirkan air dari hujan maupun sumber lainnya sehinggga air tidak mengalir
dipermukaan tapi langsung dapat meresap ke dalam tanah. Dengan demikian dengan
menggunakan beton tipe ini pada flatwork application dapat mereduksi runoff pada suatu
tempat dan dapat mengisi kembali level air tanah.
Porositas (void content) dari beton berpori ini berkisar 18% - 35% dengan kuat
tekan berkisar antara 2,7 MPa - 37,5 MPa. Tingkat infiltrasi yang dapat diperoleh dengan
Beton Berpori adalah antara 80 – 720 L/ m2 (Obla K, 2007). Biasanya Beton Berpori
menggunakan sedikit atau tidak sama sekali pasir, beton ini hanya menggunakan aggregat
dan semen untuk memperbesar void rasio. Dibandingkan beton normal, beton pervious
memiliki kuat tekan yang lebih kecil, permeabilitas lebih besar, dan berat volume lebih
rendah.
Akibat dari regulasi tersebut, untuk mengembangkan Real Estate menjadi sangat
mahal karena harus memenuhi kebutuhan dari sistem drainase yang disyaratkan. Oleh
karena itu beton berpori menjadi salah satu solusi untuk mereduksi surface runoff dengan
harga lebih ekonomis daripada harus memperluas daerah resapan hujan dengan
menyediakan ruang terbuka hijau. Namun demikian, penggunaan beton berpori terkendala
karena ketahanannya terhadap beban berat. Beton berpori biasanya digunakan pada area
dengan kepadatan kendaraan rendah.
Seperti halnya beton normal komposisi yang digunakan untuk beton berpori tidak
jauh berbeda, dimana material umum yang digunakan tetaplah semen, agregat, admixture
dan air. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan beton berpori adalah:
A. Agregat
Agregat adalah butir-butir batu pecah, kerikil, pasir, atau mineral lain, berasal dari alam
maupun buatan yang berbentuk mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil. Agregat
sendiri merupakan komponen utama dari berbagai macam konstruksi, mulai dari
konstruksi struktural yang menggunakan beton sampai dengan infrastruktur perkerasan
jalan. Sebagai perkerasan, agregat sendiri berkisar 90 – 95% berdasarkan persentase berat
keseluruhan dan 75 – 85% dari persentase volume perkerasan. Sehingga kualitas dari
pekerjaan struktur dan infrastruktur seperti beton dan perkerasan jalan ditentukan dari sifat
agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain. Pada campuran beton agregat
digunakan sebagai bahan pengisi, untuk mengurangi penyusutan pada waktu beton
mengeras (stabilitas volume), serta meningkatkan kekuatan dan keawetan dari beton.
Karakteristik bagian luar agregat, terutama bentuk partikel dan tekstur permukaan
agregat memegang peranan yang sangat penting, terutama pada campuran beton. Dimana
batuan yang berbentuk kaku memiliki permukaan yang rata dan kasar, sehingga tiap
permukaan batuan akan saling mengikat satu sama lain. Dengan permukaan yang kaku
agregat akan saling mengunci posisi, membuat agregat menolak pergerakan memutar serta
pergeseran antar agregat. Sedangkan untuk agregat yang berbentuk bulat akan mudah
untuk saling berputar dan bergeser, dimana permukaan agregat yang licin dapat
mengurangi ikatan antara pasta beton dengan agregat itu sendiri. Sehingga biasanya
agregat yang digunakan dihancurkan terlebih dahulu untuk mendapatkan agregat yang
tidak berbentuk bulat.
Gambar 3.3 Batuan Kaku Dengan Sudut (a) Batuan Bulat (b)
B. Semen
Semen yang biasa digunakan adalah semen Portland yaitu semen hidrolik yang
dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik dan bahan
tambahan berbentuk kalsium sulfat. Fungsi semen adalah untuk mempersatukan agregat
kasar dan agregat halus menjadi satu kesatuan yang kuat setelah semen bereaksi dengan
air. Semen yang dibutuhkan dalam pembuatan beton berpori sebaiknya dalam kondisi yang
baik serta memenuhi standard SNI 15-2049-2004 mengenai semen Portland. Jenis semen
yang digunakan adalah Portland Composite Cement.
C. Air
Kualitas air yang digunakan dalam campuran beton berpori tidak berbeda dengan
beton normal, dimana air yang digunakan memiliki kualitas yang baik juga. Sesuai dengan
persyaratan SNI 03-6817-2002, air yang dapat digunakan dalam proses pencampuran beton
adalah sebagai berikut:
1. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-bahan yang
merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan-bahan
lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.
2. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang di dalamnya
tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak
boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan.
3. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali ketentuan
berikut terpenuhi.
Faktor air semen berpengaruh sangat besar, dimana terlalu banyak air pada
campuran akan mengakibatkan rongga-rongga pada beton berpori akan tertutup oleh pasta
semen yang cair (bleeding). Sedangkan terlalu sedikit air akan membuat beton menjadi
rapuh karena daya lekat semen dan antar agregat tidak sempurna, sehingga membuat
ketahanan serta kuat tekan beton berpori menurun. Pengaruh kurangnya air pada campuran
beton berpori sangat dirasakan ketika proses pelepasan benda uji dari cetakan dilakukan,
dimana beton berpori yang rapuh sangat mudah hancur ketika dilepas dari cetakannya.
Sehingga air tidak dapat ditambahkan sembarangan saat pengadukan pasta beton, tetapi
harus disesuaikan dengan kebutuhan dalam kemudahan pengerjaan serta mutu beton yang
diinginkan.
Menurut ACI 522R-10 persentase faktor air semen yang paling baik dicapai oleh
beton berpori pada 0,26 sampai dengan 0,45, dimana memberikan kondisi pasta yang stabil
dan lapisan yang cukup merata pada agregat.
Gambar 3.6 Campuran Beton Deangan Jumlah Air yang Tepat
Persyaratan standard mengenai mutu beton berpori belum terdapat pada SNI, sehingga
nilai kuat tekan beton penelitian yang dilakukan berpacu pada nilai mutu yang tercantum
pada SNI 03-0691-2002 tentang Bata Beton (Paving Block). Dimana klasifikasi bata beton
dibagi menjadi 4 jenis menurut kelas penggunaannya, yaitu :
(Tri-North Builders)
Proses curing dilakukan 20 menit dari proses pengecoran. Semakin cepat proses
curing dilaksanaan semakin baik, hal ini dilakukan untuk menghindari proses dehidrasi
pada permukaan lapisan beton berpori. Dimana seluruh permukaan beton berpori dilapisi
oleh polyethylene sheet. Kemudian diletakan pemberat seperti kayu atau benda lain untuk
mencagah lembaran penutup diterbangkan oaleh angin atau hujan. Proses curing sendiri
berlangsung minimal selama 7 hari.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Pengolahan air hujan lebih baik, beton berpori sebagai material konstruksi yang
multifungsi selain berfungsi sebagai komponen struktural juga berfungsi sebagai
saluran drainase air masuk ke dalam tanah sehingga mampu mengurangi
limpasan permukaan.
b. Membantu menambah cadangan penyimpanan air tanah, dengan air hujan yang
langsung mengalir ke dalam tanah maka akan membantu tanah dalam
menambah cadangan air yang biasanya tidak terjadi pada perkerasan yang tidak
tembus air.
c. Mengurangi potensi banjir, penanganan air hujan membantu peresapan air lebih
baik dimana lahan permukaan peresapan air ke dalam tanah menjadi lebih luas.
d. Mengurangi kelicinan pada jalan terutama pada saat hujan, permukaan yang
lebih kasar dari perkerasan normal sangat membantu pada saat terjadinya hujan.
e. Membantu peresapan air lebih baik ke tanah sehingga dapat mencapai akar
pepohonan walau perkerasan menutupi pohon.
f. Dapat didaur ulang, tidak seperti pada beton konvensional, setelah mencapai
umur rencana beton berpori dapat didaur ulang menjadi material beton berpori
yang baru sehingga tidak menimbulkan limbah buangan.
g. Instalasi yang lebih cepat, dimana proses pemasangan beton berpori akan lebih
cepat selesai jika dibandingkan dengan pemasangan perkerasan bata beton.
h. Rongga pada beton berpori dapat meredam kebisingan suara yang ditimbulkan
oleh roda kendaraan, hal ini disebabkan karena pori-pori pada beton terbentuk
secara tidak teratur dan memiliki permukaan yang tidak rata, sehingga
gelombang suara yang dipantulkan secara baur oleh pori-pori pada beton
menjadi saling bertumbukan dan saling meredam.
i. Mengurangi tingkat pencemaran terhadap air tanah, fungsi utama beton berpori
adalah mengalirkan air yang ada di permukaan sehingga dapat diserap oleh
tanah. Karena tidak menggunakan bahan kimia berbahaya di dalam campuran
beton, maka potensi tercemarnya air tanah menjadi semakin kecil.
j. Dibandingkan dengan beton aspal dan perkerasan bata beton, perkerasan dengan
menggunakan beton berpori memiliki keuntungan berjangka panjang. Walaupun
biaya awal pada beton berpori lebih mahal dibandingkan dengan beton aspal,
tetapi karena kekuatan dan daya tahan beton berpori yang lebih besar
dibandingkan dengan aspal ataupun bata beton, maka menyebabkan biaya
pemeliharaan yang diperlukan pada beton berpori selama umur rencana beton
menjadi lebih kecil.
Namun, dibalik keuntungan yang bisa diperoleh, beton berpori juga memiliki
keterbatasan dan butuh banyak pertimbangan dalam perencanaannya. Kekurangan
potensial lain yang dimiliki adalah:
a. Kurang baik digunakan untuk perkerasan yang membutuhkan kuat tekan besar atau
lalu lintas yang padat, hal ini dikarenakan oleh nilai kuat tekan beton berpori yang
relatif kecil membuat aplikasi beton berpori sebagai perkerasan jalan sangat terbatas.
b. Dibutuhkan waktu proses curing yang lebih lama, dimana proses curing beton
berpori harus dilakukan sesegera mungkin dari saat pengecoran dan baru selesai
kurang lebih sekitar 7 hari.
c. Sensitif terhadap faktor air semen sehingga dibutuhkan kontrol air yang cermat
karena untuk mengontrol kadar air beton berpori di lapangan sangatlah sulit, terlebih
pada keadaan cuaca yang panas atau terlalu dingin.
= Rp. 184.417,-/m2
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
a. Kerusakan konstruksi jalan raya dapat disebabkan oleh repetisi beban, sehingga
menyebabkan kelelahan akibat beban berulang, dan juga disebabkan oleh
sistem drainase yang tidak baik.
b. Pada Beton Berpori didapatkan biaya sebesar Rp. 142.232/m2, sedangkan
pada perkerasan lentur didapat biaya yang lebih kecil yaitu Rp.184.471,-/m2.
Jadi dengan menggunakan Beton Berpori maka biaya yang dikeluarkan lebih
ekonomis dibandingkan dengan Perkerasan Lentur. Beton berpori juga
berfungsi sebagai; Pengolahan air hujan lebih baik, membantu menambah
cadangan penyimpanan air tanah, mengurangi potensi banjir, mengurangi
penggunaan lahan untuk drainase, mengurangi kelicinan pada jalan terutama
pada saat hujan, membantu peresapan air lebih baik ke tanah, dapat didaur
ulang, dan rongga pada beton berpori dapat meredam kebisingan suara yang
ditimbulkan oleh roda kendaraan,
5.2 SARAN
a. Pemerintah hendaknya cepat tanggap dalam mengatasi permasalahan
kerusakan konstruksi jalan raya agar kerusakan yang kecil tidak semakin
membesar.
b. Perlu pengawasan yang maksimal saat Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi jalan
raya, agar kualitas yang dihasilkan dapat maksimal.
Tambahkan komentar
2.
May
27
TENTANG
PENGELOLAAN SAMPAH
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Definisi
Pasal 1
1. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat.
2. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya
memerlukan pengelolaan khusus.
3. Sumber sampah adalah asal timbulan sampah.
4. Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang
menghasilkan timbulan sampah.
5. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
6. Tempat penampungan sementara adalah tempat sebelum sampah diangkut ke
tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
7. Tempat pengolahan sampah terpadu adalah tempat dilaksanakannya kegiatan
pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan
pemrosesan akhir sampah.
8. Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan
sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
9. Kompensasi adalah pemberian imbalan kepada orang yang terkena dampak negatif
yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir
sampah.
10. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau badan hukum.
11. Sistem tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka
pengendalian yang meliputi pencegahan dan penanggulangan kecelakaan akibat
pengelolaan sampah yang tidak benar.
12. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
13. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Menteri adalah menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup
dan di bidang pemerintahan lain yang terkait.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 2
c. Sampah spesifik.
(2) Sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berasal dari
kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
(3) Sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas
umum, dan/atau fasilitas lainnya.
(4) Sampah spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis sampah spesifik di luar ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang lingkungan hidup.
BAB II
Pasal 3
Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas
berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas
keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi.
Pasal 4
BAB III
Bagian Kesatu
Tugas
Pasal 5
Pasal 6
Tugas Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 terdiri
atas:
Bagian Kedua
Wewenang Pemerintah
Pasal 7
Bagian Ketiga
Pasal 8
Pasal 9
(2) Penetapan lokasi tempat pengolahan sampah terpadu dan tempat pemrosesan akhir
sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan bagian dari rencana tata
ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pembagian Kewenangan
Pasal 10
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 11
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan hak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan peraturanpemerintah dan peraturan daerah sesuai dengan
kewenangannya.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 12
(1) Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan
lingkungan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan sampah
rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan peraturan daerah.
Pasal 13
Pasal 14
Setiap produsen harus mencantumkan label atau tanda yang berhubungan dengan
pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan dan/atau produknya.
Pasal 15
Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat
atau sulit terurai oleh proses alam.
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan fasilitas pemilahan sampah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, tata cara pelabelan atau penandaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14, dan kewajiban produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal
BAB V
PERIZINAN
Pasal 17
(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pengelolaan sampah wajib memiliki izin
dari kepala daerah sesuai dengan kewenangannya.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan Pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 18
(1) Keputusan mengenai pemberian izin pengelolaan sampah harus diumumkan kepada
masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha pengelolaan sampah yang mendapatkan
izin dan tata cara pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
peraturan
daerah.
BAB VI
Bagian Kesatu
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
Pasal 19
Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri atas:
Paragraf Kesatu
Pengurangan sampah
Pasal 20
(1) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi kegiatan:
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sebagai berikut:.
a. Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu
tertentu;
(3) Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna
ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 21
(1)Pemerintah memberikan:
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, dan tata cara pemberian insentif dan
disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Paragraf Kedua
Penanganan Sampah
Pasal 22
(1) Kegiatan penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b meliputi:
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan sampah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah atau dengan peraturan
daerah sesuai dengan kewenangannya.
Bagian Kedua
Pasal 23
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah spesifik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
BAB VII
Bagian Kesatu
Pembiayaan
Pasal 24
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah.
Bagian Kedua
Kompensasi
Pasal 25
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat
memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan
oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah.
a. Reloksasi
b. Pemulihan lingkungan;
c. Biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau
d. Kompensasi dalam bentuk lain.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai dampak negatif dan kompensasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi oleh pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau
peraturan daerah.
BAB VIII
Pasal 26
(1) Pemerintah daerah dapat melakukan kerja sama antarpemerintah daerah dalam
melakukan pengelolaan sampah.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk kerja
sama dan/atau pembuatan usaha bersama pengelolaan sampah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman kerja sama dan bentuk usaha bersama
antardaerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
Bagian Kedua
Kemitraan
Pasal 27
(2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk perjanjian
antara pemerintah daerah kabupaten/kota dan badan usaha yang bersangkutan.
(3) Tata cara pelaksanaan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
BAB IX
PERAN MASYARAKAT
Pasal 28
(1) Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(2) Peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara peran masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan
daerah.
BAB X
LARANGAN
Pasal 29
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
e, huruf f, dan huruf g diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota.
(4) Peraturan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
menetapkan sanksi pidana kurungan atau denda terhadap pelanggaran ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf f, dan huruf g.
BAB XI
PENGAWASAN
Pasal 30
(1) Pengawasan terhadap kebijakan pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah dilakukan
oleh Pemerintah.
Pasal 31
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pengelola
sampah dilakukan oleh pemerintah daerah, baik secara sendiri-sendiri maupun secara
bersamasama.
(2) Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) didasarkan pada norma, standar, prosedur, dan kriteria pengawasan yang diatur oleh
Pemerintah.
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 32
(1) Bupati/walikota dapat menerapkan sanksi administratif kepada pengelola sampah yang
melanggar ketentuan persyaratan yang ditetapkan dalam perizinan.
a. Paksaan pemerintahan;
b. Uang paksa; dan/atau
c. Pencabutan izin.
BAB XIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 33
(1) Sengketa yang dapat timbul dari pengelolaan sampah terdiri atas:
(2) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui
penyelesaian di luar pengadilan ataupun melalui pengadilan.
(3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Bagian Kedua
Pasal 34
(2) Apabila dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak tercapai kesepakatan, para pihak yang bersengketa dapat mengajukannya ke
pengadilan.
Bagian Ketiga
Pasal 35
(2) Gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mensyaratkan penggugat membuktikan unsurunsur kesalahan, kerugian, dan hubungan
sebab akibat antara
(3) Tuntutan dalam gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat berwujud ganti kerugian dan/atau tindakan tertentu.
Bagian Keempat
Bagian Kelima
Pasal 37
(2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan
untuk melakukan tindakan tertentu, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
BAB XIV
PENYIDIKAN
Pasal 38
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil
tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang pengelolaan persampahan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di
bidang pengelolaan sampah;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang berkenaan dengan peristiwa tindak
pidana di bidang pengelolaan sampah;
d. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
e. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti,
pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap
bahan dan barang hasil kejahatan yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak
pidana di bidang pengelolaan sampah; dan
f. Meminta bantuan ahli dalam pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang
pengelolaan sampah.
(3) Penyidik pejabat pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik pejabat pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 39
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan dan/atau mengimpor sampah
rumah tangga dan/atau sampah sejenis sampah rumah tangga ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah);
(2) Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan dan/atau mengimpor sampah
spesifik ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dengan pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling
sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah);
Pasal 40
(1) Pengelola sampah yang secara melawan hukum dan dengan sengaja melakukan
kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau
kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan,
pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau
luka berat, pengelola sampah diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp100.000.000 (seratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah).
Pasal 41
(1) Pengelola sampah yang karena kealpaannya melakukan kegiatan pengelolaan sampah
dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran
lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau
luka berat, pengelola sampah diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan
Pasal 42
(1) Tindak pidana dianggap sebagai tindak pidana korporasi apabila tindak pidana
dimaksud dilakukan dalam rangka mencapai tujuan korporasi dan dilakukan oleh pengurus
yang berwenang mengambil keputusan atas nama korporasi atau mewakili korporasi untuk
melakukan perbuatan hukum atau memiliki kewenangan guna mengendalikan dan/atau
(3) Jika tuntutan dilakukan terhadap korporasi, panggilan untuk menghadap dan
penyerahan surat panggilan ditujukan kepada pengurus pada alamat korporasi atau di
tempat pengurus
(4) Jika tuntutan dilakukan terhadap korporasi yang pada saat penuntutan diwakili oleh
bukan pengurus, hakim dapat memerintahkan pengurus agar menghadap sendiri ke
pengadilan.
Pasal 43
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, dan Pasal 42
adalah kejahatan.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44
(1) Pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir
sampah yang menggunakan system pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun
terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2) Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang
menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak
berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 45
BAB XVII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 46
Khusus untuk daerah provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 29 ayat
(3) dan ayat (4), serta Pasal 32 merupakan kewenangan pemerintah daerah provinsi.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47
(1) Peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang diamanatkan Undang-Undang ini
diselesaikan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
(2) Peraturan daerah yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lama 3
(tiga) tahun terhitung sejak Undang- Undang ini diundangkan.
Pasal 48
Pasal 49
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
www.hukumonline.com
Tambahkan komentar
2.
Mar
11
PENDAHULUAN
Jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial, dan
budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna
menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Oleh karena itu, penyelenggaraan
jasa konstruksi perlu diatur lebih lanjut untuk mewujudkan tertib pengikatan dan
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Peraturan mengenai jasa konstruksi diatur dalam
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (“UU No. 18/1999”),
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
(“PP No. 29/2000”) dan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 tentang Perubahan
atas PP No. 29/2000 (“PP No. 59/2010”).
Dalam suatu pekerjaan konstruksi, dikenal 2 (dua) pihak, yaitu pihak pengguna jasa
dan pihak penyedia jasa. Pihak pengguna jasa dan pihak penyedia jasa ini terikat dalam
suatu hubungan kerja jasa konstruksi, dimana hubungan kerja tersebut diatur dan
dituangkan dalam suatu kontrak kerja konstruksi. Banyaknya jenis dan standar kontrak
yang berkembang dalam industri konstruksi memberikan beberapa alternatif pada pihak
pemilik untuk memilih jenis dan standar kontrak yang akan digunakan. Beberapa jenis dan
standar kontrak yang berkembang diantaranya adalah Federation Internationale des
Ingenieurs Counseils (FIDIC), Joint Contract Tribunal (JCT), Institution of Civil
Engineers (I.C.E), General Condition of Goverment Contract for Building and Civil
Engineering Works (GC/Works), dan lain-lain.
Secara substansial, kontrak konstruksi memiliki bentuk yang berbeda dari bentuk
kontrak komersial lainnya, hal ini dikarenakan komoditas yang dihasilkan bukan
merupakan produk standar, namun berupa struktur yang memiliki sifat yang unik dengan
batasan mutu, waktu, dan biaya. Dalam kenyataannya, kontrak konstruksi terdiri dari
beberapa dokumen yang berbeda dalam tiap proyek.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengantar
Dari keempat batasan di atas terlihat bahwa di dalam kontrak demikian pihak
penyedia jasa memikul resiko yang cukup besar, misalnya volume pekerjaan yang
sesungguhnya (seandainya diukur ulang) lebih besar dari pada yang tercantum didalam
kontrak maka yang dibayarkan kepada penyedia jasa adalah volume yang tercantum di
dalam kontrak. Akan tetapi bila sebaliknya yang terjadi, maka pihak penyedia jasa
mendapatkan keuntungan mendadak (windfall profit).
Contoh :
Volume Kontrak 1.000 m3, bila diukur ulang 1100 m3 → yang dibayar tetap 1000 m3
bukan 1100 m3. Diperintahkan pengurangan 200 m3 → yang dibayar 1.000 - 200 = 800
m3 dan bukan 1100 - 200 = 900 m3.
Salah pengertian yang menyatakan bahwa dalam kontrak fixed lump sum, nilai
kontrak tidak boleh berubah (bila diperintahkan perubahan → nilai kontrak berubah).
Setelah pekerjaan selesai, diperintahkan untuk diukur ulang, ternyata volume pekerjaan
hasil pengukuran ulang lebih kecil dari volume kontrak, minta selisih nilai dikembalikan
→ ini juga pengertian keliru.
Dari keempat batasan di atas terlihat bahwa bentuk kontrak harga satuan tidak
mengandung resiko bagi pihak pengguna jasa untuk membayar lebih karena volume
pekerjaan yang tercantum di dalam kontrak lebih besar daripada kenyataan sesungguhnya
sehingga pihak penyedia jasa mendapat keuntungan tak terduga. Sebaliknya, pihak
penyedia jasa juga tidak menanggung resiko kerugian apabila volume pekerjaan
sesungguhnya lebih besar daripada yang tercantum di dalam kontrak karena yang
dibayarkan kepada penyedia jasa adalah pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan. Yang
menjadi masalah dalam bentuk kontrak ini adalah banyaknya pekerjaan pengukuran ulang
yang harus dilakukan secara bersama-sama yang berpeluang menimbulkan kolusi antara
petugas pengguna jasa dan petugas penyedia jasa.
Suatu bentuk kontrak dimana penyedia jasa hanya dibayarkan biaya pekerjaan
yang dilaksanakan tanpa mendapat imbalan jasa. Pada jenis kontrak ini kontraktor dibayar
berdasarkan atas semua biaya pengeluarannya. Kontrak jenis ini biasanya untuk proyek-
proyek pembangunan tempat ibadah, yayasan sosial dan lain-lain.
Pada kontrak jenis ini, kontraktor akan menerima pembayaran atas pengeluarannya,
ditambah dengan biaya untuk overhead dan keuntungan. Besarnya biaya overhead dan
keuntungan, umumnya didasarkan atas prosentase biaya yang dikeluarkan kontraktor.
Prosentase jasa biasanya 10% atas biaya (tidak ada batasan biaya). Tidak ada rangsangan
efisiensi → penggunaan bahan/peralatan cenderung boros karena tak ada batasan biaya.
Kontrak jenis ini umumnya digunakan jika biaya aktual dari proyek belum bisa
diestimasi secara akurat, karena perencanaan belum selesai, proyek tidak dapat
digambarkan secara akurat, proyek harus diselesaikan dalam waktu singkat, sementara
rencana dan spesifikasi belum dapat diselesaikan. Kekurangan dari kontrak jenis ini, yaitu
pemilik tidak dapat mengetahui biaya aktual proyek yang akan dilaksanakan.
Kesimpulan:
Setiap prestasi diukur pada akhir bulan lalu dibayar. Kelemahan dari cara pembayaran
bulanan yaitu sekecil apapun prestasi harus dibayar.
PP No.29 tahun 2000 Pasal 20 ayat (3) huruf c ayat 2 mencantumkan cara pembayaran ini.
Dalam bentuk kontrak dengan sistem/ cara seperti ini, pembayaran kepada
penyedia jasa dilakukan atas dasar prestasi yang dicapai dalam satuan waktu (bulanan).
Biasanya besarnya prestasi dinyatakan dalam persentase. Sering pula cara pembayaran
seperti ini disebut pembayaran termin/ angsuran.
Seringkali prestasi yang diakui penyedia jasa bukan saja prestasi fisik (pekerjaan
selesai) tetapi termasuk pula prestasi bahan mentah dan setengah jadi walaupun barang –
barang tersebut sudah berada di lapangan (front end loading).
Kesimpulan:
Pembayaran atas dasar prosentase kemajuan fisik yang telah dicapai. Biasanya
dengan memperhitungkan uang muka dan uang Jaminan atas Cacat.
Masih tetap belum sepenuhnya aman karena kemungkinan prestasi bahan yang banyak.
Penyedia Jasa meningkatkan prestasi dengan cara menimbun bahan yang lazim disebut
“front end loading”.
“Stokes”: “Progress Payment”, Pengguna Jasa tidak dapat mengharapkan seluruh biaya
ditanggung oleh Penyedia Jasa tapi juga tidak bisa diharapkan Pengguna Jasa membiayai
seluruh pekerjaan. Penyedia Jasa harus membayar upah, bahan, jauh sebelum mendapatkan
pembayaran dari Pengguna Jasa. Bila gagal membayar, kontrak dapat putus.
2.4.3 Cara Pembayaran Pra Pendanaan Penuh dari Penyedia Jasa (Contractor’s Full
Prefinanced)
Dalam bentuk kontak dengan sistem/cara pembayaran seperti ini, Penyedia Jasa
harus mendanai dahulu seluruh pekerjaan sesuai kontrak. Setelah pekerjaan selesai 100%
dan diterima pengguna jasa, barulah penyedia jasa mendapatkan pembayaran sekaligus.
Dapat saja pada saat itu yang dibayar Pengguna Jasa adalah sebesar 95% dari nilai kontrak
karena yang 5% ditahan (retention money) selama tanggung jawab atas cacat atau
pembayaran penuh 100%, tapi Penyedia Jasa harus memberikan jaminan untuk masa
tanggung jawab atau cacat, satu dan lain hal sesuai kontrak.
Kesimpulan:
Pekerjaan didanai penuh terlebih dulu oleh Penyedia Jasa sampai selesai. Setelah pekerjaan
selesai dan diterima baik oleh Pengguna Jasa baru mendapatkan pembayaran dari
Pengguna Jasa. Sering dirancukan dengan Design Build / Turnkey. Dari cara pembayaran
memang sama, tapi Penyedia Jasa tidak ditugasi pekerjaan perencanaan / design. Perlu
Jaminan Pembayaran dari Pengguna Jasa. Jaminan Pembayaran bukan instrumen
pembayaran kecuali diatur secara tegas. Jaminan Pembayaran baru boleh dicairkan bila
terbukti Pengguna Jasa ingkar janji untuk membayakan. Dalam sistem ini, Penyedia Jasa
menanggung biaya uang (cost of money) dalam bentuk Interest During Construction (IDC).
Nilai kontrak sedikit lebih tinggi dari sistem pembayaran karena ada IDC.
Sesungguhnya bentuk kontrak ini adalah sebuah pola kerja sama antara pemilik
tanah/lahan dan investor yang akan mengolah lahan tersebut menjadi satu fasilitas untuk
perdagangan, hotel, resort, atau jalan tol. Terlihat di sini kegiatan yang dilakukan oleh
investor dimulai dari membangun fasilitas sebagaimana yang dikehendaki pemilik
lahan/tanah. Inilah yang dimaksud dengan istilah B (Build).
Setelah pembangunan fasilitas selesai, investor diberi hak untuk mengelola dan
memungut hasil dari fasilitas tersebut selama kurun waktu tertentu. Inilah yang dimaksud
istilah O (Operate). Setelah masa pengoperasian/konsesi selesai, fasilitas tadi
dikembalikan kepada pemilik lahan (pengguna jasa). Inilah yang dimaksud dengan istilah
T (Transfer), sehingga secara keseluruhan disebu Kontrak Build, Operate and Transfer
(BOT).
Sesungguhnya bentuk kontrak ini mirip dengan rancang bangun. Bedanya dengan
bentuk rancang bangun adalah setelah fasilitas dibangun tidak ada masa konsesi yang
diberikan kepada penyedia jasa rancang bangun untuk mendapatkan pengembalian dana
yang telah diinvestasikan (return of investement) karena biaya fasilitas dibayar langsung
oleh pengguna jasa.
Bentuk kontrak Build, Lease, Transfer (BLT) sedikit berbeda dengan bentuk BOT.
Di sini setelah fasilitas selesai dibangun, pemilik fasilitas seolah-olah menyewa fasilitas
yang baru dibangun untuk suatu kurun waktu tertentu (Lease) kepada investor sebagai
angsuran dari investasi yang sudah ditanamkan atau fasilitas tersebut dapat pula disewakan
kepada pihak lain. Tentu saja untuk itu diperlukan perjajian sewa (lease agreement).
Setelah masa sewa berakhir, fasilitas diserahkan kepada pemilik fasilitas (Transfer).
Bentuk kontrak ini sesungguhanya mirip dengan bentuk rancang bangun seperti
yang telah diuraikan di dalan paragraf 5.3 sebelumnya. Kontrak rancang bangun yang
dikenal dengan istilah design build / turn key dimaksudkan untuk pekerjaan konstruksi
sipil/bangunan gedung sedangkan kontrak EPC ditujukan pada pembangunan pekerjaan-
pekerjaan di bidang industri minyak, gas bumi dan petrokimia, pembangkit listrik.
Didalam kontrak EPC yang dinilai bukan saja penyelesain seluruh pekerjaan
melainkan juga kinerja dari pekerjaan tersebut. Sebagai contoh pembangunan sebuah
pabrik pupuk urea. Dalam hal ini penyedia jasa hanya menerima pokok-pokok acuan tugas
dari pengguna jasa untuk sebuah pabrik yang akan dibangun, sehingga mulai dari
perencanaan/design dilanjutkan dengan proses pengadaan dan peralatannya sampai dengan
pemasangan/pengerjaannya menjadi tanggung jawab penyedia jasa. Hasil pekerjaan akan
dinilai apakah kinerjanya sesuai dengan TOR yang telah ditentukan.
Penggabungan ketiga fungsi tersebut dikenal antara lain dalam penggabungan perencanaan
dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model
penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build) dengan tetap menjamin
terwujudnya efisiensi. Dengan demikian bentuk kontrak EPC ini belum diatur tata cara
pelaksanaannya didalam peraturan perundang-undangan, apakah dalam undang-undang
tersendiri atau merupakan peraturan pelaksanaan dari UU No.18/1999 tentang Jasa
Konstruksi sebagai peraturan pemerintah.
Pada saat ini sudah semakin banyak kontrak EPC yang dipakai di Indonesia
terutama di kalangan dunia perminyakan dan gas serta listrik seperti Pertamina dan PLN.
Di antara para penyedia jasa, EPC sudah mulai ada yang berpengalaman dari kalangan
BUMN dan juga swasta.
Terlihat disini bahwa yang menjadi kriteria penilaian adalah kinerja. Jadi mungkin
saja suatu design yang dipakai relatif mahal, tetapi memiliki kinerja yang sangat baik dan
biaya pemeliharaan sangat minimum. Sayang sekali di Indonesia bentuk kontrak seperti ini
belum memiliki payung hukum dalam arti belum ada perundang-undangan yang mengatur
tata cara pemakain bentuk kontrak ini. Sejauh yang diketahui baru PU yang telah
melakukan uji coba untuk suatu ruas jalan di atas tanah lunak di daerah Jawa Tengah. Di
negara-negara barat bentuk kontrak seperti ini sudah banyak dipakai seperti Eropa dan
Amerika karena terbukti lebih efisien.
“Swakelola”
Swakelola adalah langkah pokok pengguna jasa terhadap keterikatan proyek dan
tanggung jawab. Inilah pendekatan klasik “Kerjakan Sendiri”. Dalam kasus yang ekstrim,
pengguna jasa merencanakan dan atau membangun seluruh proyek, menggunakan pegawai
dan peralatan sendiri. Seperti dalam semua pendekatan yang sudah dijelaskan, pengguna
jasa mempunyai pegawai yang ditugaskan mengerjakan proyek. Akan tetapi dengan pihak-
pihak lain, pengguna jasa membentuk fungsi-fungsi pengelolahan, pengawasan atau
pemantauan.
Dengan Swakelola, pengguna jasa juga memilik angkatan kerja yang sesungguhnya
(tukang kayu, tukang besi, tukang beton) dalam daftar pembayarannya. Pekerja/tukang
masuk dalam pengeluaran mereka. Biasanya dengan sistem swakelola, pengguna jasa
mendelegasikan beberapa pekerjaan khusus kepada pihak luar. Variasi pendekatan
Swakelola terjadi jika pengguna jasa alih-alih menempatkan tenaga kerja dalam daftar gaji
mereka, pengguna jasa menyewa pialang/mandor pekerja untuk menyediakan para
pekerja.
Dengan metode pialang buruh, pialang mandor berbeda dengan penyedia jasa
karena dia tidak menaggung risiko untuk menyelesainkan pekerjaan dan tidak bertanggung
jawab terhadap pekerjaan itu sendiri. Hal ini diserahkan kepada pihak pengguna jasa, oleh
karena itu mandor pekerja hanya menyediakan para pekerja atas dasar permintaan.
Untuk jasa ini, mandor pekerja dibayar jasanya, yang biasanya persentase dari total
upah yang dibayarkan kepada pekerja yang disediakan. Para pekerja dipekerjakan oleh
mandor tetapi digunakan atas dasar permintaan. Tak perlu dikatakan bahwa pendekatan
Swakelola menempatkan tuntutan-tuntutan pokok pada pengguna jasa. Itulah sebabnya
kebanyakan pengguna jasa kecuali untuk program-program konstruksi jangka panjang –
menghindari strategi ini. Meski demikian, para pembangun terus mengemukakan alasan-
alasan berikut ini untuk tidak melakukan konstruksi Swakelola :
a. Kemungkinan timbul reaksi dari luar pihak (organisasi penyedia jasa, pemangku
kepentingan dan lain-lain).
b. Keterbatasann sumber daya manusui.
c. Penghimpunan pegawai, pelatihan dan biaya retensi.
d. Ketentuan kepemilikan peralatan dan juga pasokan yang besar.
e. Kesulitan di dalam hubungan antara pekerja dan konstruksi.
f. Peningkatan pertanggung jawaban untuk tugas-tugas yang berhubungan dengan
pekerjaan konstruksi seperti pengangkutan, logistik, keselamatann dan keamanan
(Gilbreath, 1992).
2.6.1 Pengantar
2.6.2 Kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud di dalam pasal 20 ayat 3 dibedakan
berdasarkan:
Bentuk imbalan yang terdiri dari:
a. Lump Sum
b. Harga satuan
c. Biaya tambahan imbalan jasa
d. Gabungan Lump Sum dan harga satuan
e. Aliansi
Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang terdiri dari:
a. Tahun tunggal
b. Tahun jamak
Cara pembayaran hasil pekerjaan:
a. Sesuai kemajuan pekerjaan; atau
b. Secara berkala.
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
1. 1. Aspek – aspek yang dibahas di dalam Bentuk – Bentuk Kontrak Konstruksi ada
empat aspek, yaitu:
a. Aspek Perhitungan Biaya,
b. Aspek Perhitungan Jasa,
c. Aspek Cara Pembayaran dan
d. Aspek Pembagian Tugas.
Secara berkala.
Diposting 11th March 2016 oleh Renhard Manurung
1
Lihat komentar
3.
Makasih
Balas
2.
Mar
11
KUMPULAN SOAL
1. Jelaskan prinsip cara yang bisa digunakan untuk menguji kepadatan lapangan!
2. Mengapa pasir yang dipakai untuk tes kerucut pasir? Data apa yang diperlkukan
dari pasir yang dipakai?
4. Uraikan dengan bantuan diagram dan atau sketsa grafik, tentang pengertian
dan cara uji
5. Apa yang biasanya dilakukan dari sampel hasil core drill? Di bagian mana dari
perkerasan jalan yang dites core drill?
7. Uraikan apa yang saudara ketahui tentang zeta potential pada teknologi emulsi!
8. Jelaskan cara melakukan coating test pada pada campuran aspal emulsi dingin!
9. Apabila pada penyelimutan terbaik ternyata campuran agak encer, apa yang perlu
dilakukan sebelum pemadatan?
10. Jelaskan aspek kecocokan antara jenis agregat dan jenis aspal.
11. Jelaskan mengapa aspal emulsi kationik, dikatakan bermuatan positip!
12. Apa yang dimaksud dengan electric double layer, pada sistem emulsi? Jelaskan!
13. Mengapa campuran aspal emulsi dingin cocok dinegara beriklim tropis?
14. Mengapa campuran aspal emulsi umumnya memerlukan enersi pemadatan tinggi?
16. Uraikan tentang faktor kecocokan (affinity) antara agregat dan aspal emulsi.
18. Upaya apa yg bisa dilakukan untuk mempercepat penguatan CAED pada cuaca
lembab?
19. Jelaskan apa yang dimaksud dengan capillary soaking pada curing CAED!
22. Mengapa pada DGEMs digunakan aspal emulsi jenis CSS? Bagaimana d
engan yang
OGEM?
23. Apa sebabnya campuran aspal emulsi dingin cenderung memerlukan enersi
pemadatan dan porositas yang lebih tinggi dari pada campuran aspal panas?
24. Untuk meningkatkan kekuatan awal CAED bisa ditambah semen, kenapa?
Berapa jumlah semen yg bisa ditambahkan? Jelaskan!
25. Apa yang dimaksud dengan kekuatan ultimate campuran aspal emulsi dingin?
Bagaimana cara memperolehnya?
26. Sebutkan dan beri penjelasan singkat jenis-jenis campuran aspal dingin!
29. Sebutkan jenis-jenis flux oil, dan efeknya tehadap campuran aspal cutback!
30. Uraikan perbedaan dan persamaan cara pemakaian antara aspal emulsi dengan
aspal busa
(foamed asphalt)! Jelaskan hal ihwal lain dari kedua jenis aspal tsb!
32. Apa yang dimaksud dengan half life pada campuran aspal busa?
33. Apa yang dimaksud cutback asphalt, dan apa kelebihan dan kekurangannya?
34. Jelaskan cara pemakaian dan manfaat prime coat dan tack coat!
35. Tes apa saja yg biasanya dilakukan untuk perkerasan jalan yang sudah
dipadatkan?
Jelaskan!
37. Jelaskan apa yang dimaksud sifat viscoelastis campuran aspal! Jelaskan dengan
diagram!
39. Jelaskan secara singkat prinsip dan maksud tes ITSM, Creep, Fatigue, dan ITS!
40. Jelaskan perihal tes durabilitas akibat pengaruh temperatur dan air terhadap
campuran aspal!
41. Apa yg dimaksud dengan Short Term Oven Ageing (STOA) dan Long Term
Oven Ageing
(LTOA)?
43. Jelaskan urutan cara pemadatan dan pekerjaan sambungan pada perkerasan jalan!
44. Jelaskan cara penggilasan campuran aspal perkerasan jalan, bila dilaku
kan secara bersamaan dengan memakai 2 mesin pemadat.
45. Jelaskan cara penggilasan campuran aspal perkerasan jalan, bila dilakukan
pada daerah tikungan jalan!
46. Pemadatan akhir perkerasan lentur harus dilakukan pada suhu tertentu. Apa
yang menjadi patokan? Jelaskan!
47. Mangapa perkerasan kaku perlu disambung? Apa yang perlu diberikan pada
sambungan?
50. Jelaskan peran dan perlakuan terhadap temperatur aspal pada pekerjaan jalan!
51. Apa yang dimaksud dengan pothole, patching dan bleeding pada pemeliharaan
jalan?
53. Bagaimana cara perbaikannya, bila terjadi penurunan setempat pada permukaan
jalan?
54. Apa akibatnya kalau terjadi kelebihan atau kekuragan aspal pada campuran
perkerasan 55. Jelaskan jeni-jenis gerakan pemecahan agregat, dan gerakan
pemecahan mana yang dipakai dalam mesin-mesin pemecah agregat?
56. Jelaskan apa yang dimaksud close circuit dan open circuit pada pemecahan
agregat! Apa lebih kurangnya?
58. Uraikan prinsip kerja, kelebihan dan kekurangan Jenis AMP Continuous, Batch
Plant, dan yang tipe Drum mix.
59. Jelaskan jeni-jenis gerakan pemecahan agregat, dan gerakan pemecahan mana
yang dipakai dalam mesin-mesin pemecah agregat!
60. Apa nama komponen AMP yang dipergunakan untuk menimbang berat a
gregat, dan bagaimana prinsip cara kerjanya?
61. Uraikan minimal tiga hal yang mempengaruhi ketelitian daur ulang campuran
aspal!
63. Apa saja prinsip umum yang perlu diperhatikan untuk daur ulang campuran aspal
panas?