Anda di halaman 1dari 25

BAB 2

KAJIAN LITERATUR

2.1. Beton
Menurut SNI 2847:2013, beton didefiniskan sebagai campuran dari bahan
penyusunnya yang terdiri dari bahan hidrolik (portland cement), agregat kasar,
agregat halus, dan air dengan atau tanpa menggunakan bahan tambah (admixture
atau additive). Seiring dengan penambahan umur, beton usia 28 hari.

Beton adalah material konstruksi yang pada saat ini sudah sangat umum
digunakan. Saat ini berbagai bangunan sudah menggunakan material dari beton.
Pentingnya peranan konstruksi beton menuntut suatu kualitas beton yang memadai.
Penelitian-penelitian telah banyak dilakukan untuk memperoleh suatu penemuan
alternatif penggunaan konstruksi beton dalam berbagai bidang secara tepat dan
efisien, sehingga akan diperoleh mutu beton yang lebih baik. Beton merupakan unsur
yang sangat penting, mengingat fungsinya sebagai salah satu pembentuk struktur
yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Keadaan ini dapat dimaklumi,
karena sistem konstruksi beton mempunyai banyak kelebihan jika dibandingkan
dengan bahan lain. Keunggulan beton sebagai bahan konstruksi antara lain
mempunyai kuat tekan yang tinggi, dapat mengikuti bentuk bangunan secara bebas,
tahan terhadap api dan biaya perawatan yang relatif murah.

Hal lain yang mendasari pemilihan dan penggunaan beton sebagai bahan
konstruksi adalah faktor efektifitas dan tingkat efisiensinya. Secara umum bahan
pengisis (filler) beton terbuat dari bahan-bahan yang mudah diperoleh, mudah diolah
(workability) dan mempunyai keawetan (durability) serta kekuatan (strenght) yang
sangat diperlukan dalam pembangunan suatu konstruksi. Beton yang bermutu baik
mempunyai beberapa kelebihan diantaranya mempunyai kuat tekan tinggi, tahan
terhadap pengkaratan atau pembusukan oleh kondisi lingkungan, tahan aus, dan tahan
terhadap cuaca (panas, dingin, sinar matahari, hujan). Beton juga mempunyai
beberapa kelemahan, yaitu lemah terhadap kuat tarik, mengembang dan menyusut
bila terjadi perubahan suhu, sulit kedap air secara sempurna, dan bersifat getas
(Tjokrodimuljo, 1996).

Nilai kuat tekan beton relatif lebih tinggi dibanding dengan kuat tariknya, dan
beton merupakan bahan bersifat getas (runtuh seketika). Nilai kuat tariknya hanya
berkisar 9% - 15% dari kuat tekannya. Pada penggunaan sebagai komponen struktural
bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan baja sebagai bahan
yang dapat bekerja sama dan dapat membantu kelemahannya, terutama pada bagian
yang menahan gaya tarik. Dengan demikian tersusun pembagian tugas, dimana
batang tulangan baja untuk memperkuat dan menahan gaya tarik, sedangkan beton
hanya diperhitungkan untuk menahan gaya tekan (Dipohusodo, 1994).

Seiring dengan penambahan umur, beton akan semakin mengeras dan akan
mencapai kekuatan rencana (fc) pada usia 28 hari. Kecepatan kekuatan beton ini
sangata dipengaruhi pada Faktor Air Semen (FAS) dan suhu selama perawatan. Salah
satu kinerja beton yang sering diperhatikan adalah kekuatan tekan. Kekuatan tekan
adalah kemampuan beton untuk dapat menerima gaya per satuan luas ( Ir. Tri
Mulyono MT., 2004. Teknologi Beton).

2.1.1. Sifat Beton


Sifat-sifat beton segar hanya penting sejauh mana mempengaruhi pemilihan
peralatan yang dibutuhkan dalam pengerjaan dan pemadatan serta kemungkinan
mempengaruhi sifat-sifat beton pada saat mengeras. Ada dua hal yang harus dipenuhi
dalam pembuatan beton yaitu pertama sifat-sifat yang harus dipenuhi dalam jangka
waktu lama oleh beton yang mengeras seperti kekuatan, keawetan dan kestabilan
volume. Kedua sifat yang harus dipenuhi dalam jangka waktu pendek ketika beton
dalam kondisi plastis (workability) atau kemudahan pengerjaan tanpa adanya
bleeding dan segregasi. Akan tetapi sifat ini tidak dapat dirumuskan dengan pasti dan
berlaku untuk semua jenis bahan baku, kondisi lingkungan dan cuaca disekitar lokasi
pekerjaan. Sebagai contoh, campuran yang mudah dikerjakan untuk pekerjaan lantai
belum tentu akan mudah dikerjakan pada cetakan balok dengan penampang sempit
serta mempunyai penulangan yang rapat.

Campuran beton direncanakan berdasarkan asumsi adanya hubungan antara


siat-sifat komposisi campuran dan sifat-sifat beton setelah mengeras. Untuk dapat
bertahan dengan sifat-sifat ini, maka beton harus dipadatkan secara seragam pada
cetakannya. Dengan demikian, pengetahuan tentang sifat beton merupakan hal
penting dalam upaya menghasilkan beton yang berkualitas baik setelah mengeras.
Kemudahan pengerjaan ini diindikasikan melalui nilai slump. Maka sifat ini dapat
dijabarkan kedalam sifat-sifat yang lebih spesifik, yaitu: 1. Sifat kemampuan untuk
dipadatkan (compactibility). 2. Sifat kemampuan untuk dialirkan (mobility). 3. Sifat
kemampuan untuk tetap dapat bertahan seragam (stability). Keseluruhan sifat yang
dibutuhkan untuk suatu campuran yang baik, dipengaruhi oleh faktor internal dan
faktor eksternal.

a. Kemudahan pengerjaan (workability)

Salah satu sifat beton sebelum mengeras (beton segar) adalah kemudahan pengerjaan
(workability). Workability adalah tingkat kemudahan pengerjaan beton dalam
mencampur, mengaduk, menuang dalam cetakan dan pemadatan tanpa homogenitas
beton berkurang dan beton tidak mengalami bleeding (pemisahan) yang berlebihan
untuk mencapai kekuatan beton yang diinginkan. Workability akan lebih jelas
pengertiannya dengan adanya sifat-sifat sebagai berikut.

1. Mobility adalah kemudahan adukan beton untuk mengalir dalam cetakan.


2. Stability adalah kemampuan adukan beton untuk selalu tetap homogen, selalu
mengikat, dan tidak mengalami pemisahan butiran (segregasi dan bleeding).
3. Compactibility adalah kemudahan adukan beton untuk dipadatkan sehingga
rongga-rongga udara dapat berkurang.
4. Finishibility adalah kemudahan adukan beton untuk mencapai tahap akhir yaitu
mengeras dengan kondisi yang baik.

Unsur-unsur yang mempengaruhi sifat workability antara lain sebagai berikut.


1. Jumlah air yang digunakan dalam campuran adukan beton. Semakin banyak air
yang digunakan, maka beton segar semakin mudah dikerjakan.
2. Penambahan semen ke dalam campuran juga akan memudahkan cara pengerjaan
adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan bertambahnya air campuran untuk
memperoleh nilai fas tetap.
3. Gradasi campuran pasir dan kerikil. Bila campuran pasir dan kerikil mengikuti
gradasi yang telah disarankan oleh peraturan, maka adukan beton akan mudah
dikerjakan.
4. Pemakaian butir-butir batuan yang bulat mempermudah cara pengerjaan beton.
5. Pemakaian butir maksimum kerikil yang dipakai juga berpengaruh terhadap
tingkat kemudahan dikerjakan.
6. Cara pemadatan adukan beton menentukan sifat pengerjaan yang berbeda.

Bila cara pemadatan dilakukan dengan alat getar maka diperlukan tingkat
kelecakan yang berbeda, sehingga diperlukan jumlah air yang lebih sedikit daripada
jika dipadatkan dengan tangan (Tjokrodimuljo, K., 2007).

Konsistensi/kelecakan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian slump


yang didasarkan pada ASTM C 143-74. Percobaan ini menggunakan corong baja
yang berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnya, yang disebut kerucut Abrams.
Bagian bawah berdiameter 30 cm (disebut sebagai kerucut Abrams), seperti yang
ditunjuk pada gambar.

Gambar 2.1 Kerucut Abrams Slump Test


Variasi yang terjadi antara nilai slump adanya beberapa ukuran akibat tiga buah jenis
slump yang terdiri dalam praktek yaitu:

1. Penurunan umum dan seragam tanpa ada yang pecah, oleh karena itu dapat
disebut slump yang sebenarnya. Pengambilan nilai slump sebenarnya dengan
mengukur penurunan minimum dari puncak kerucut.

Gambar 2.2 Slump Sebenarnya

2. Slump geser yang terjadi bilamana paruh puncaknya tergeser atau tergelincir
ke bawah pada bidang miring. Pengambilan nilai slump geser ini ada dua cara
yaitu dengan mengukur penurunan minimum dan penurunan rata-rata dari puncak
kerucut.
Gambar 2.3 Slump Geser

3. Campuran beton pada kerucut runtuh seluruhnya. Pengambilan nilai slump


collapse dengan mengukur penurunan minimum dari puncak kerucut.

Gambar 2.4 Slump Runtuh

b. Pemisahan Kerikil (Segregation)

Kecenderungan butir-butir kasar untuk lepas dari campuran beton dinamakan


segregasi (Mulyono, 2004). Hal ini akan menyebabkan sarang kerikil pada beton
akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton. Penyebab segregasi adalah sebagai
berikut.

1. Campuran kurus dan kurang semen.


2. Terlalu banyak air.
3. Ukuran maksimum agregat lebih dari 40 mm.
4. Permukaan butir agregat kasar yang terlalu kasar.
5. Campuran beton yang kurang pasir.
6. Diameter maximum terlalu besar dibanding dengan demensi begisting.
7. Bila agregat terlalu berat dan terlalu ringan.
8. Gap graded.
9. Pengecoran, pengangkutan yang ceroboh.
10. Bila begisting banyak sudut-sudut yang tajam dan kurang teratur.

Pada prinsipnya dibedakan 2 macam segregasi.


1. Internal segregation (pemisahan setelah saat pemadatan)

Internal segregation adalah pengelompokan timbunan batu pecah (kerikil) yang


mempunyai berat jenis terlalu berat dan ø maksimum yang mengelompok di dasar
begisting. Segregation di atas biasanya ditimbulkan oleh campuran beton yang terlalu
basah, kadar semen yang rendah, ukuran ø maksimum agregat yang terlalu besar gap
graded aggregate. Segregasi ini terjadi bila kohesif dari beton berkurang karena
faktor-faktor tersebut di atas. Internal segregation ini bisa dikurangi dengan
menambah cohesiveness (lekatan) dari spesi beton sehingga semen portal tetap
melekat pada agregat-agregat campuran beton tersebut.

Beberapa anjuran untuk meningkatkan cohesiveness campuran beton:

 Menambah kadar semen


 Mengganti pasir kasar (zone 1) menjadi agak lebih halus (zone 2)
 Menambah kadar-kadar semen + filler seperti yang dianjurkan
 Mengurangi agregat kasar yang berdiameter 40 mm
 Menghilangkan oversize material (diameter material yang terlalu besar)
 Membetulkan gap graded material menjadi graded yang lebih continue h) Air
endrained.
2. External segregation (pemisahan sebelum pemadatan)

External segregation ialah pemisahan agregat kasar dari campuran beton diakibatkan
karena penanganan, pengangkutan dan pencampuran, sebelum didapatkan external
segregation umumnya terjadi pada campuran beton yang kadar semennya rendah dan
campuran beton yang agak kering (dry mixs) dan juga beton yang gap graded. Untuk
memperbaiki campuran beton yang mempunyai gejala external segregatioin ialah
dilakukan dengan:

 Menambah pasta semen pada campuran yang kadar semennya rendah dan
pencampuran beton jumlah airnya rendah (lean dan dry mixs).
 Menambah presentasi pasir bila campuran beton kurang pasir.
 Membuat grading campuran lebih continue.
c. Pemisahan air (Bleeding)
Bleeding merupakan peristiwa naiknya air ke permukaan pada beton yang baru
dicor karena bahan-bahan pada mengendap dan bahan-bahan susun kurang mampu
memengang air campuran secara terbagi merata seluruh campuran. Akibat dari
peristiwa ini adalah sebagai berikut.
1. Bagian atas lapis terlalu basah, yang akan menghasilkan beton berpori dan lemah.
2. Air naik membawa serta bagian-bagian inert dan semen yang membentuk lapis
buih semen pada muka lapis (merintangi lekatan pada lapis kemudian, maka harus
dihilangkan).
3. Air dapat berkumpul dalam-dalam krikil-krikil dan baja tulangan
horizontal, hingga menimbulkan rongga-rongga besar.
Cara mengurangi bleeding adalah sebagai berikut.
1. Jumlah air campuran yang tidak melebihi kebutuhan untuk mencapai
workability.
2. Campuran dengan semen lebih banyak.
3. Jenis semen yang butir-butirnya lebih halus.
4. Bahan batuan bergradasi lebih baik.
5. Pasir alam yang agak bulat-bulat dengan % butir halus lebih besar.
6. Zat tambah guna perbaikan gradasi bahan batuan (kadang-kadang
digunakan bubuk Al, yang menyebabkan pengembangan sedikit pastanya, guna
mengimbangi susut oleh pengeluaran air).

2.1.2. Bahan Dasar Beton


Bahan penyusun beton pada umumnya adalah campuran antara semen, pasir,
krikil, dan air. Namun dapat juga diberi bahan tambah berupa mineral additive
ataupun chemical additive untuk meningkatkan performa beton itu sendiri. Bahan –
bahan penyusun beton adalah sebagai berikut.
2.1.2.1. Semen
Semen berasal dari kata Caementum yang berarti bahan perekat yang
mampu mempersatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan
yang kokoh atau suatu produk yang mempunyai fungsi sebagai bahan perekat antara
dua atau lebih bahan sehingga menjadi suatu bagian yang kompak atau dalam
pengertian yang luas adalah material plastis yang memberikan sifat rekat antara
batuan-batuan kontruksi bangunan.

Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan dengan cara


membakar batu kapur dan tanah liat. Joseph Aspadain yang merupakan orang inggris,
pada tahun 1824 mencoba membuat semen dari kalsium campuran batu kapur dengan
tanah liat yang telah dihaluskan, digiling, dan dibakar menjadi lelehan dalam tungku,
sehingga terjadi penguraian batu kapur (CaCO3) menjadi batu tohor (CaO) dan
karbon dioksida (CO2). Batu kapur tohor (CaO) bereaksi dengan senyawa- senyawa
lain membentuk klinker kemudian digiling sampai menjadi tepung yang kemudian
dikenal dengan Portland. Jenis Portland semen yang digunakan ada 5 jenis yaitu : I,
II, III, IV, V. Jenis-jenis semen tersebut mempunyai laju kenaikan kekuatan yang
berbeda sebagai mana tampak pada Gambar 2.2.

Gambar 2.5 Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe


Portland semen (Tri Mulyono, 2003)
Jika faktor air semen sama (slump berubah), beton dengan jumlah kandungan
semen tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi sebagaimana tampak pada Gambar
2.5 pada jumlah semen yang terlalu sedikit sehingga adukan beton sulit didapatkan

yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Namun jika jumlah semen berlebihan
berarti jumlah air juga berlebihan sehingga beton mengandung banyak pori yang
mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Jika nilai slump sama (fas berubah), beton
dengan kandungan semen lebih banyak mempunyai kuat tekan lebih tinggi.

Gambar 2.6 Pengaruh jumlah semen terhadap kuat tekan beton pada faktor air semen sama
(Kardiyono, 1998)

Berhubungan dengan perbandingan jumlah semen yang digunakan saat


pembuatan mix design dan jenis semen yang digunakan berdasarkan peruntukkan
beton yang akan dibuat. Penentuan jenis semen yang digunakan mengacu pada
tempat dimana struktur bangunan yang menggunakan material beton tersebut dibuat,
serta pada kebutuhan perencanaan apakah pada saat proses pengecoran membutuhkan
kekuatan awal yang tinggi atau normal.

1. Semen Portland

Portland cement merupakan bahan pengikat utama untuk adukan beton dan pasangan
batu yang digunakan untuk menyatukan bahan menjadi satu kesatuan yang kuat. Jenis
atau tipe semen yang digunakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kuat tekan beton, dalam hal ini perlu diketahui tipe semen yang distandarisasi di
Indonesia. Menurut SNI 0031-81, semen Portland dibagi menjadi lima tipe, yaitu :

Tipe I : Ordinary Portland Cement (OPC), semen untuk pengunaan


umum, tidak memerlukan persyaratan khusus (Panas hidrasi, ketahanan terhadap
sulfat, kekuatan awal)

Tipe II : Moderate Sulphate Cement, semen untuk beton yang tahan


terhadap sulfat sedang dan mempunyai panas hidrasi sedang.

Tipe III : High Early Strenght Cement, semen untuk beton dengan
kekuatan awal tinggi (cepat mengeras).

Tipe IV : Low Heat of Hydration Cement, semen untuk beton yang


memerlukan panas hidrasi rendah, dengan kekuatan awal rendah.

Tipe V : High Sulphate Resistance Cement, semen untuk beton yang


tahan terhadap kadar sulfat tinggi.

2. Sifat Kimia Semen

Sifat kimia semen yang berpengaruh adalah Faktor air semen (FAS), yaitu
merupakan perbandingan antara jumlah air terhadap jumlah semen dalam suatu
campuran beton. Fungsi FAS yaitu Untuk memungkinkan reaksi kimia yang
menyebabkan pengikatan dan berlansungnya pengerasan dan memberi kemudahan
dalam pengerjaan beton (workability)

Perbandingan air terhadap semen merupakan faktor utama di dalam penentuan


kekuatan beton (Wang, 1986). Hampir untuk semua tujuan, beton yang mempunyai
FAS minimal dan cukup untuk memberikan workabilitas tertentu yang dibutuhkan
untuk pemadatan merupakan beton yang terbaik (Murdock & Brooks, 1979).
Semen rendah nilai faktor air semen semakin kuat tekan betonnya, namun
kenyataannya pada suatu nilai faktor air semen tertentu semakin rendah nilai faktor
air semen kuat tekan betonnya semakin rendah pula.

Maka jika faktor air semen terlalu rendah adukan beton sulit dipadatkan. Dengan
demikian ada suatu nilai faktor air semen tertentu (optimum) yang menghasikan kuat
tekan beton maksimum. Duff dan Abrams (1919) meneliti hubungan antara faktor
air semen dengan kekuatan beton pada umur 28 hari dengan uji silinder yang dapat
dilihat pada gambar 2.3. kepadatan adukan beton sangat mempengaruhi kuat tekan
betonnya setelah mengeras. Untuk mengatasi kesulitan pemadatan adukan beton
dapat dilakukan dengan cara pemadatan dengan alat getar (vibrator) atau dengan

memberi bahan kimia tambahan (chemical admixture) yang bersifat mengencerkan


adukan beton sehingga lebih mudah didapatkan.

Gambar 2.7 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton selama masa
perkembangannya (Tri Mulyono, 2003)

Peningkatan air semen dapat menyebabkan rongga udara meningkat, sehingga


penurunan durabilitasi,sifat kedap air pada beton. Kebutuhan air dalam pencampuran
diharapkan cukup untuk mendukung proses hidrasi pada semen, penambahan air pada
pencampuran beton yang dapat menyebabkan terjadinya rongga pada beton, sehingga
kualitas beton yang dihasilkan menurun.
Selain itu kadar kapur yang tinggi tetapi tidak berlebihan cenderung
memperlambat pengikatan, tetapi menghasilkan kekuatan awal yang tinggi.
Kekurangan zat kapur menghasilkan semen yang lemah, dan bilamana kurang
sempurna pembakarannya, menyebabkan ikatan yang cepat (L.J Murdock dan K.M.
Brook, 1979). Sifat kimia serta komposisi semen Teknologi Beton (Tri Mulyono,
2003)

3. Sifat Fisik semen

Ada beberapa sifat yang dimiliki oleh semen, salah satu nya yaitu sifat fisik semen.

a. Kehalusan butir. Semakin halus semen, maka permukaan butirnya akan semakin
luas, sehingga persenyawaanya dengan air akan semakin cepat dan
membutuhkan air dalam jumlah yang besar pula.
b. Berat jenis. Berat semen pada umumnya berkisar 3.15 kg/liter.
c. Waktu pengerasan. Pada pengerasan semen dikenal denagan adanya waktu
pengikatan awal ( Initial setting) dan waktu pengikatan akhir (Final Setting).
Waktu pengikatan awal dihitung sejak semen tercampur dengan air hingga
mengeras. Pengikat awal untuk semen harus diantara 60-120 menit.
d. Kekekalan bentuk. Pasta semen yang dibuat dalam bentuk tertentu dan
bentuknya tidak berubah pada waktu mengeras, maka semen tersebut
mempunyai sifat kekal bentuk.
e. Pengerasan awal palsu. Gips yang terurai lebih dulu dapat menimbulkan efek
Pengerasan palsu, seolah-olah semen tidak berubah. Pengerasan palsu biasanya
terjadi jika semen mengeras Kurang dari 60 menit.
f. Pengaruh suhu. Pengikatan semen berlangsung dengan baik pada suhu 300C dan
berjalan dengan lambat pada suhu dibawah 150C.

2.1.2.2. Agregat
Agregat adalah bahan – bahan campuran beton yang saling diikat oleh
perekat semen (CUR 2, 1993) Pada beton biasanya terdapat sekitar 65% sampai 80%
volume agregat terhadap volume keseluruhan beton (Istone & Domone, 2001).
Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton adalah
kekasaran permukaan dan gradasi butiran agregat, (agregat halus maupun agregat
kasar). Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa beton
dapat berfungsi sebagai satu kesatuan yang utuh, homogen, dan rapat, dimana agregat
yang berukuran

kecil berfungsi sebagai pengisi celah yang ada di antara agregat yang
berukuran besar (Nawy,1998). Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga
seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai benda yang utuh , homogen, rapat,
dimana agregat yang kecil berfungsi sebagai pengisi celah yang ada di antara agregat
berukuran besar (Nawy,1998):

a. Agregat halus (pasir alami dan buatan)


Agregat halus didefinisikan sebagai material granular, misalnya pasir, kerikil,
batu pecah, dan kerak tungku besi yang dipakai bersama-sama dengan suatu media
pengikat untuk membentuk mortar atau beton semen hidrolik atau adukan. Agregat
halus disebut pasir, baik berupa pasir alami yang diperoleh langsung dari sungai atau
tanah galian, atau dari hasil pemecahan batu. Agregat yang butir-butirannya lebih
kecil dari 1,2 mm disebut pasir halus, sedangkan buti-butir yang lebih kecil dari 0,07
mm disebut silt, dan yang lebih kecil dari 0,002 mm (SK SNI T-15-1991-30).
Persyaratan mengenai propprsi agregat dengan gradasi ideal yang
direkomendasikan dalam atandar ASTM C 33/03 “Standard Sfesification for
Concorete Agregates” Sedangkan untuk syarat modulus halus butir agregat halus
berkisar antara 1,5 – 3,8 (SNI 03 – 1750 – 1990). Persyaratan lainnya mengacu pada
SK SNI S -04- 1989- F.

b. Agregat kasar
Agregat Kasar (kerikil, batu pecah, atau pecahan dari (blast furnance). Menurut
PBBI 1971 N.I – 2, agregat kasar adalah agregat dengan ukuran butir lebih besar
dari 5 mm. Ketentuan mengenai agregat kasar antara lain:
 Harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori.
 Butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur
oleh pengaruh-pengaruh cuaca seperti trik matahari dan hujan.
 Tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton, sperti zat-zat yang
relatif alkali.
 Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%. Apabila kadar lumpur
melampaui 1%, maka agregat kasar harus dicuci.
Persyaratan mengenai proporsi gradasi saringan untuk campuran beton
berdasarkan standar yang direkomendasikan ASTM C 33/03 “standard Spesification
for Concrete Agregates” (lihat Tabel 2.1). dan standar pengujian lainnya mengacu
pada standar yang direkomendasikan pada ASTM.

Tabel 2. 1 Gradasi saringan ideal agregat kasar

Diameter Saringan (mm) Persen Lolos (%) Gradasi Ideal (%)

25,00 100 100

19,00 90 – 100 95

12,50 - -

9,50 20–55 37,5

4,75 0–10 5

2,36 0–5 2,5


Sumber : ASTM C 33/03

2.1.2.3. Air
Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting. Air diperlukan
untuk bereaksi dengan semen serta sebagai bahan pelumas antara butir-butir agregat
agar dapat mudah dikerjakan dan dipadatkan. Untuk bereaksi dengan semen, air yang
diperlukan kurang lebih 25% dari berat semen. Namun, dalam kenyataannya nilai
faktor air semen yang kurang dari 0,35 sulit dilaksanakan. Kelebihan air yang ada
digunakan sebagai pelumas. Penambahan air untuk pelumas tidak boleh terlalu
banyak karena kekuatan beton akan berkurang.Selain itu, akan menimbulkan
bleeding. Hasil bleeding ini berupa lapisan tipis yang mengurangi lekatan antara
lapis-lapis beton. Fungsi air di dalam campuran beton adalah sebagai berikut.

1. Sebagai pelicin bagi agregat halus dan agregat kasar.


2. Bereaksi dengan semen untuk membentuk pasta semen.
3. Penting untuk mencairkan bahan / material semen ke seluruh permukaan agregat.
4. Membasahi agregat untuk melindungi agregat dari penyerapan air vital yang
diperlukan pada reaksi kimia.
5. Memungkinkan campuran beton mengalir ke dalam cetakan.

Penggunaan banyaknya air dapat dinyatakan dalam suatu berat atau satuan
volume. Dalam praktek yang normal, air biasa diukur dengan satuan volume yaitu
liter. Kuantitas (jumlah) air yang akan digunakan untuk beton dengan mutu tertentu
harus dihitung setelah melalui kelembaban (kadar air) dari agregat halus dan
agregat kasar. Kadar air dari agregat akan mengurangi jumlah air yang diperlukan
untuk campuran beton. Sebaliknya, kadang-kadang agregat dapat menyerap air dari
campuran beton. Dalam hal ini, perlu ditemukan cara untuk mengatasi penyerapan
tersebut yaitu dengan meningkatkan jumlah air yang perlu ditambahkan dalam
camakan dijelaskan sebagai berikut. Air yang diserap dalam agregat, yang membuat
agregat dalam keadaan jenuh kering permukaan (Saturated Surface Dry = SSD). Air
yang ditambah selama proses pencampuran (mixing). Jumlahnya dikoreksi dengan air
permukaan pada agregat dan atau tanpa air yang diserap dalam agregat, tergantung
pada pengambilan dasar perhitungan dalam perbandingan air / semen (FAS). Air
permukaan pada agregat. Jumlahnya bervariasi serta mempengaruhi jumlah air total
untuk campuran beton.

Menurut SNI 03-6861.1-2002 persyaratan air untuk campuran beton adalah:

1. Harus bersih, tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya
yang dapat dilihat secara visual
2. Tidak mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gram/liter
3. Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan merusak beton ( asam-
asam, zat organik, dan lain-lain)
4. Kandungan klorida (Cl) < 0.50 gram/liter, dan senyawa sulfat < 1 gram/liter
sebagai SO3
5. Bila dibandingkan denga kekuatan tekan adukan beton yang menggunakan air
suling, maka penurunan kekuatan beton yang menggunakan air yang diperiksa
tidak lebih dari 10%
6. Khusus untuk beton pratekan, kecuali syarat-syarat diatas air mengandung klorida
lebih dari 0.05 gram/liter.
Untuk air yang digunakan sebagai perawatan beton, dapat digunakan air
yang digunakan pada saat pengadukan. Namun air tersebut adalah air yang tidak
menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna permukaan agar permukaan
beton tetap sedap dipandang.

2.1.3. Perawatan Beton


Tujuan perawatan beton adalah memelihara beton dalam kondisi tertentu
pasca pembukaan bekisting (demoulding of form work) agar optimasi kekuatan
beton dapat dicapai mendekati kekuatan yang telah direncanakan. Perawatan ini
berupa pencegahan atau mengurangi kehilangan/penguapan air dari dalam beton
yang ternyata masih diperlukan untuk kelanjutan proses hidrasi. Bila terjadi
kekurangan/kehilangan air maka proses hidrasi akan tergangu/terhenti dan dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan perkembangan kekuatan beton, terutama
penurunan kuat tekan (Libis,1986; Mulyono, 2004; dan Amri, 2005).
Sehari setelah pengecoran merupakan saat yang penting untuk periode
sesudahnya. Oleh sebab itu diperlukan perwatan dengan air sehingga untuk jangka
panjang, kualitas beton, baik kekuatan maupun kekedapan airnya, dapat lebih baik.
Perawtan dengan cara membasahi menghasilkan beton yang terbaik. Semakin erat
pendekatan kondisi perawatan, semakin kuat beton yang dihasilkan.

Dalam menafsirkan hasil pengujian laboratorium, harus diperhitungkan


bahwa bahan yang diuji umumnya kecil. Oleh karenanya sifat-sifat bahan ini
sangat dipengaruhi oleh perubahan dari lapisan permukaanya. Karena umumnya
lapisan permukaan mudah terpengaruh oleh kondisi perawtan. Hal ini dibuktikan
oleh kerusakan tampang melintan yang tebal jauh lebih kecil dari pada yang
ditunjukan oleh contoh bahan uji yang lebih kecil.

2.1.4. Pengujian Beton


Mengingat vitalnya material beton dalam bangunan ini, tentu bahan atau
agregat penyusun beton seperti pasir, semen, air, kerikil, dll juga harus berkualitas
baik. Selain penggunaan bahan penyusun yang baik, umumnya akan dilakukan
pengujian beton untuk mengetahui kekuatan beton tersebut. Pengujian beton
dilakukan dengan mengukur tingkat kekerasan beton dengan berbagai metode.
Berikut berbagai macam metode pengujian beton :

2.1.4.1. Kuat Tekan


Kuat tekan beton adalah beban tekan maksimum yang dapat dipikul oleh
beton persatuan luas sampai beton itu hancur. Uji ini dilakukan untuk mengetahui
mutu beton dari hasil rancangan, apakah memenuhi kuat tekan beton yang sudah
direncanakan atau tidak. Selain itu kekuatan tekan beton digunakan untuk menilai dan
mengendalikan mutu pekerjaan pembetonan dilapangan dalam memenuhi persyaratan
spesifikasi. Cara yang digunakan untuk pemeriksaan kekuatan tekan beton adalah
dengan menggunakan mesin tekan.
Prinsip pengujian kuat tekan beton dengan alat mesin tekan adalah
mengukur besarnya beban yang dapat dipikul oleh satu satuan luas beton (benda uji)
sampai benda uji itu hancur.
Rumus-rumus perhitungan kekuatan tekan adalah sebagai berikut :
1. Rumus umum tegangan, adalah :
P
σ= A P = Tekanan (KN)
A = Luas bidang tekan (mm2)

2. Rumus kuat tekan beton, adalah :


P
fc = A (MPa) P = Tekanan (KN)
A = Luas bidang tekan (mm2)

3. Rumus kuat tekan rata-rata, adalah :


n
∑ f 'c i
n=1

fcr = n n = Jumlah benda uji

4. Standar Deviasi :


n
∑ ( f ' c −f ' c
i r )2
n=1

Sd = n−1

Gambar 2.8 Contoh benda uji kuat tekan


2.1.4.2. Kuat lentur
Kuat lentur beton merupakan nilai lentur max dari beton biasa (tanpa ada
tulangan) yang diletakkan diatas dua tumpuan kemudian dibebani pada setiap 1/3 dari
bentang sehingga menghasilkan momen lentur yang mengalihkan tegangan –
tegangan tarik dan tegangan – tegangan tekan pada bagian bawah dan bagian atas
balok tersebut. Balok tersebut patah akibat tegangan tarik dari kekuatan lentur yang
dihasilkan. Third Point Loading dilakukan karena implementasi pada perkerasan
jalan, dimana jalan akan dilalui kendaraan yang bebannya terletak antara jarak
rodanya.

Untuk menghitung besar kuat lentur atau modulus of rupture (MR) beton berdasarkan
dua beban digunakan rumus :

M max
Kuat Lentur (MR) = W

Gambar 2. 9 Contoh benda uji


kuat lentur

Dimana :

PL
Mmax = 6
1
W = 6 b h2
PL
6
bh 2
MR = 6

PL
2
= bh

MR = Kuat lentur

P = Beban Lentur Maksimum

L = Panjang Bentang (mm)

b = Lebar Balok (mm)

h = Tebal/tinggi balok (mm)

f`c = Kuat tekan balok beton selama 28 hari

W = Momen Tahanan (mm3)

Mmax = Momen Maksimum (Nmm)

Syarat beton memenuhi syarat yaitu, besar kuat lentur aktual > besar kuat lentur
teoritis. Besar Kuat lentur beton Teoritis Menurut ACI 319-83:

MR = 0,94 √ f c c MPa
2.1.4.3. Kuat Tarik (Split Test)
Split test bertujuan untuk menentukan besarnya kemampuan beton
menerima beban tarik tidak langsung, sesuai dengan prosedur pengujian.
Beberapa komponen beton disyaratkan untuk dapat menahan tegangan tarik yang
ditimbulkan oleh perlawanan beton, terhadap konstruksi akibat faktor lingkungan
seperti penyusutan akibat beban suhu. Menentukan tarik dalam beton dengan cara
langsung lebih sulit dilakukan, oleh karena itu telah dikembangkan cara – cara
pengujian kuat tarik tidak langsung.
Dari cara – cara yang telah dikembangkan, cara yang paling mudah
dan sering dilakukan adalah percobaan membelah silinder tersebut (Split Cylinder
Test). Dengan membelah sylinder ini, maka terjadi pengalihan tegangan –
tegangan tarik melalui bidang tempat salah satu diameter dari silinder beton
tersebut terbelah sepanjang diameter yang dibebani.
Besarnya tegangan tarik tidak langsung yang dialihkan saat beton itu
belah, dapat dihitung menggunakan rumus :

2P
f’sp = π . L. D

Dimana :

P = beban tekan maksimum (Kgf)

L = panjang benda uji (cm)

D = diameter benda uji (cm)

π = 22/7 = 3,14

Kuat tarik tidak langsung menurut ACI 318 – 89 adalah sebagai berikut:

f’sp = 6.5 √ f ' c ( Psi)


f’c = kuat tekan beton karakteristik (Psi)

f’sp = Kuat tarik teoritis (Psi)


P

L
Gambar 2. 10 Ilustrasi kuat tarik

2.2. Genting
Genting atap adalah komponen dari atap yang menutupi permukaan bagian atas,
yang terdiri dari bagian-bagian yang tersusun saling bertindih (overlapping). Genting
atap dapat dibuat dalam bentuk dan cara pemasangan yang bervariasi, tetapi bentuk
yang paling umum adalah segi empat. Atap dapat dibuat dari berbagai jenis bahan
seperti kayu, batu, tanah liat, serat, aspal, plastik, asbes, dan logam tergantung
kebutuhan dan biaya pembangunan. Genting atap harus dibuat tahan air karena
melindungi bangunan dari hujan.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan genting yang terbuat dari tanah liat
karena memiliki sifat yang mirip dengan agregat kasar. Genting ini sebetulnya serupa
dengan batu bata serta keramik yang dibuat secara tradisional dari bahan tanah liat.
Dalam prosesnya, genting yang telah dicetak kemudian dibakar pada tungku
tradisional hingga kering, kuat, dan rapi. Selain digunakan pada konstruksi atap
tradisional, kombinasi baja ringan genting tanah liat juga sering ditemukan karena
hasilnya lebih kokoh dan memuaskan. Anda bisa menemukan genting ini dalam
beragam bentuk dan ukuran yang tersedia dalam dua jenis finishing, yaitu natural dan
glazur transparan.
Genting tanah liat masih bertahan dan tetap digunakan hingga saat ini karena
memiliki banyak sekali kelebihan. Beberapa kelebihan utama dari genting tanah liat
di antaranya:
1. Harganya relatif lebih murah
2. Bobotnya cukup ringan
3. Daya tekan sangat kuat
4. Dapat menyerap panas
5. Tak bising saat terkena hujan
6. Kokoh dan teruji
7. Tahan lama
Dan berikut beberapa kekurangan genting tanah liat yang perlu diketahui:
1. Rawan bocor bila tak dirawat dengan hati-hati
2. Mudah berlumut dan berjamur
3. Proses pemasangan agak rumit
4. Warnanya cepat pudar

Agregat pecahan genting ini dapat digunakan untuk mengganti sebagian atau
seluruhnya agregat alami. Nilai kuat tekan beton dengan agregat pecahan genting
dengan berbagai variasi prosentase penggantian agregat alami berkisar antara 60%
sampai 100% dari kuat tekan beton dengan agregat alami seluruhnya. Agregat
pecahan genting mempunyai daya serap yang tinggi sehingga dalam pengadukan
beton akan cepat keras hanya dalam beberapa menit saja setelah pencampuran. Untuk
mengatasi hal itu maka sebelum dipakai agregat ini harus dalam keadaan SSD. (As'ad
dan Agustina, 2012). Untuk mengatasi tingkat penyerapan yang tinggi pada agregat
ringan, yaitu 15% atau lebih, maka nilai fas yang efektif diperlukan untuk mengontrol
kekuatan beton, walaupun terkadang sulit untuk diprediksi. (Taylor, 1994).

2.3. Calcium Carbonat


Kalsium karbonat adalah senyawa kimia penting yang terdiri dari satu atom
kalsium yang terikat pada satu atom karbon dan tiga atom oksigen. Rumus molekul
nya adalah CaCO3. Nama umum untuk senyawa ini meliputi batu kapur, kalsit,
aragonit, kapur tulis, dan marmer, dan sementara semuanya mengandung zat yang
sama, masing-masing memiliki proses yang berbeda yang mendasari formasinya.
Kalsium karbonat digunakan dalam semen dan mortir, pembuatan kapur, digunakan
di industri baja, industri kaca, dan sebagai batu hias.

Senyawa ini biasanya terlihat seperti bubuk putih atau batu. Kalsium karbonat
akan menyengat dan melepaskan karbon dioksida saat kontak dengan asam kuat,
seperti asam klorida. Setelah karbon dioksida dilepaskan, sisanya adalah kalsium
oksida (CaO), biasa disebut quicklime atau kapur mentah atau kapur tohor.

Ketika kalsium karbonat bersentuhan dengan air yang jenuh dengan karbon
dioksida, ia membentuk senyawa terlarut, kalsium bikarbonat. Dibawah tanah,
proses ini sering mengarah pada pembentukan gua. Reaksinya adalah sebagai
berikut :

CaCO3 + CO2 + H2O → Ca(HCO3)2

Kalsium karbonat menjadi marmer saat sangat dikompres dan dipanaskan jauh
di bawah permukaan bumi. Di gua-gua, ketika dilarutkan oleh mekanisme kimia di
atas, ia menciptakan speleothem yang luar biasa, formasi gua seperti stalagmit,
stalagmit, dan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai