Anda di halaman 1dari 17

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Beton Bertulang


2.1.1 Definisi Beton
Beton merupakan hasil pencampuran antara semen, air, dan
bahan agregat (pasir, kerikil). Kualitas beton sangat tergantung kepada
kualitas bahan penyusunnya. Beton bertulang adalah suatu bahan
konstruksi yang dihasilkan dari kombinasi antara beton dengan baja
sebagai tulangan.
Beton bertulang bersifat sama dengan sifat bahan penyusunnya
yaitu beton dan baja. Yang dimana, beton memiliki sifat utama yaitu
kuat terhadap beban tekan, akan tetapi beton lemah terhadap beban
tarik. Sedangkan bahan lainnya, yaitu baja memiliki kekuatan yang
besar, baik dalam menahan beban tarik maupun tekan. Akan tetapi,
mengingat harga dari baja yang mahal, maka untuk menghindari
penggunaan baja yang besar serta mendapatkan nilai ekonomis dengan
kualitas yang baik, akhirnya dilakukanlah kombinasi (komposit) antar
keduanya sehingga bahan beton dihitung sebagai penahan beban
tekan, sedangkan baja sebagai penahan beban tarik.
Pada masa sekarang ini, disaat proses pembangunan meningkat
pesat, adanya beton bertulang ini dirasa semakin penting. Banyak
aspek pembangunan yang membutuhkan beton bertulang sebagai
struktur pembentuknya, seperti pada bangunan gedung bertingkat,
bangunan jembatan, jembatan bertingkat (jembatan layang),
bendungan, dan bahkan jalan raya.

4
5

2.1.2 Material-material Penyusun Beton.


Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa beton
tersusun atas beberapa material yaitu: Semen, Agregat Halus (Pasir),
Agregat Kasar (Kerikil), dan Air. Berikut penulis jabarkan syarat
teknis dari setiap bahan tersebut.
1. Air
Air yang digunakan dalam pembuatan beton, sebaiknya
digunakan air bersih (air yang dapat diminum). Menurut Peraturan
Beton Bertulang Indonesia tahun 1971 (PBI-1971), air yang
digunakan untuk pembuatan dan perawatan beton tersebut, harus
tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, garam-garam,
bahan-bahan organis atau bahan-bahan lain yang merusak beton
dan atau baja tulangan.
2. Semen
Menurut SII 0031-81 (Tjokrodimuljo: 1996) didalam buku
balok dan pelat beton bertulang (Ali Asroni: 2010), disebutkan
bahwa semen yang dipakai di Indonesia terbagi menjadi 5 jenis,
yaitu:
 Jenis I : Semen portland untuk penggunaan umum, tidak
memerlukan persyaratan khusus,
 Jenis II : Semen portland untuk beton tahan sulfat dan
mempunyai panas hidrasi sedang,
 Jenis III : Semen portland untuk beton dengan kekuatan awal
tinggi (cepat mengeras),
 Jenis IV : Semen portland untuk beton yang memerlukan
panas hidrasi rendah,
 Jenis V : Semen portland untuk beton yang sangat tahan
terhadap sulfat.
3. Agregat Halus (Pasir)
Pasir yang digunakan sebagai bahan penyusun beton harus
memenuhi persyaratan berikut:
6

 Berbutir tajam dan keras,


 Bersifat kekal, yaitu tidak mudah lapuk/ hancur oleh
perubahan cuaca, seperti terik matahari dan hujan,
 Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat
keringnya, jika kandungan lumpur lebih dari 5%, maka pasir
tersebut harus dicuci.
 Tidak boleh digunakan pasir laut (kecuali dengan petunjuk staf
ahli), karena pasir laut ini banyak mengandung garam yang
dapat merusak beton/ baja tulangan.
 (Ali Asroni: 2010)
4. Agregat Kasar (kerikil)
Kerikil merupakan agregat kasar yang mempunyai ukuran
diameter 5mm ~ 40mm. Sebagai pengganti kerikil dapat pula
dipakai batu pecat (split). Kerikil atau batu pecah yang
mempunyai ukuran diameter lebih dari 40mm tidak baik untuk
pembuatan beton.
Kerikil atau batu pecah yang digunakan sebagai bahan
beton, harus memenuhi syarat sebagai berikut:
 Bersifat padat dan keras, tidak berpori.
 Harus bersih, tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%.
Jikakandungan lumpur lebih dari 1%, maka kerikil/batu pecah
tersebut harus dicuci.
 Pada keadaan terpaksa, dapat dipakai kerikil bulat.
 (Ali Asroni: 2010)
2.1.3 Hal-Hal Yang Berpengaruh Terhadap Mutu Beton.
Mutu beton sangat dipengaruhi oleh kualitas kuat tekan
beton.Sehingga pada umumnya untuk mengetahui seberapa besar
mutu beton dilapangan, hal yang diukur adalah kuat tekan dari beton
itu sendiri. Sedangkan kualitas kuat tekan beton bergantung kepada:
7

faktor air semen, usia beton, sifat agregat, jenis dan jumlah semen.
Berikut ini dijelaskan bagaimana pengaruh dari bahan-bahan diatas:
1. Pengaruh fas terhadap kuat tekan beton, pengaruh dari fas
terhadap kuat tekan beton adalah semakin besar nilai fas, maka
semakin rendah kuat tekan beton yang dihasilkan. Dan berlaku
sebaliknya, semakin kecil nilai fas, maka semakin besar kuat tekan
beton.
2. Pengaruh umur terhadap kuat tekan beton,kuat tekan beton ini
akan bertambah sesuai dengan bertambahnya umur beton tersebut.
Tetapi kuat tekan beton ditetapkan pada usia 28 hari. Hal tersebut
karena perubahan kuat tekan beton setelah usia tersebut tidak terlalu
signifikan lagi.
3. Pengaruh jumlah dan jenis semen terhadap kuat tekan beton.
Jumlah kandungan semen yang digunakan pada adukan akan
berpengaruh terhadap kuat tekan beton, dengan penjelasan sebagai
berikut:
1) Pada fas yang sama, jika jumlah semen yang terlalu sedikit atau
terlalu berlebihan, maka akan diperoleh kuat tekan betonnya
rendah. Pada jumlah semen terlalu sedikit, berarti jumlah air juga
sedikit, sehingga adukan beton sulit dipadatkan dan akibatnya kuat
tekan beton rendah. Demikian pula pada jumlah semen berlebihan,
berarti jumlah air juga berlebihan, sehingga beton mengandung
banyak pori dan akibatnya kuat tekan betonnya menjadi rendah.
2) Pada nilai slump sama, beton dengan kandungan semen lebih
banyak mempunyai kuat tekan lebih tinggi. Hal ini karena pada
nilai slump sama, jumlah air juga hampir sama, sehingga
penambahan semen berarti pengurangan nilai fas, berakibat
penambahan kuat tekan beton. Jenis semen juga berpengaruh
terhadap kuat tekan beton. Dari beberapa percobaan terhadap 5
jenis semen apada adukan beton, ternyata kelima jenis semen
8

tersebut mempunyai kuat tekan yang berbeda (Tjokrodimuljo:


1996)
4. Pengaruh sifat agregat terhadap kuat tekan beton, sebetulnya
pengaruh sifat agregat terhadap kuat tekan beton tidak terlalu besar,
karena umumnya kekuatan agregat lebih tinggi daripada pastanya.
Tetapi jika dikehendaki beton dengan kuat tekan yang tinggi, maka
diperlukan agregat yang kuat/ tidak lebih rendah dari pastanya. Sifat
agregat yang paling berpengaruh adalah kekasaran permukaan dan
ukuran butir maksimumnya.(Ali Asroni: 2010)

2.2 Bangunan Gedung Bertingkat


Bangunan bertingkat adalah bangunan yang mempunyai lebih dari
satu lantai secara vertikal. Pada umumnya bangunan bertingkat dibangun atas
dasar keterbatasan tanah, mahalnya harga tanah diperkotaan, dan tingginya
tingkat permintaan ruang untuk berbagai macam kegiatan.
Pada prinsipnya bangunan bertingkat yang memiliki jumlah lantai
yang banyak, akan mampu meningkatkan daya tampung suatu wilayah.
Tetapi dalam pelaksanaannya diperlukan perencanaan yang matang, yang
harus melibatkan berbagai disiplin ilmu.
Bangunan bertingkat pada umumnya dibagi menjadi dua, bangunan
bertingkat rendahdan bangunan bertingkat tinggi. Pembagian ini dibedakan
berdasarkan persyaratan teknisstruktur bangunan. Bangunan dengan
ketinggian di atas 40 meter digolongkan ke dalambangunan tinggi karena
perhitungan strukturnya lebih kompleks.
Berdasarkan jumlah lantai,bangunan bertingkat digolongkan menjadi
bangunan bertingkat rendah (2 – 4 lantai) dan bangunan berlantai banyak (5 –
10 lantai) dan bangunan pencakar langit. Pembagian ini disamping didasarkan
pada sistem struktur juga persyaratan sistem lain yang harus dipenuhidalam
bangunan. Dalam pembangunan gedung bertingkat terdapat 3 struktur
pembentuknya yaitu: struktur atap, struktur utama, struktur pondasi. Struktur
utama terbagi menjadi tiga bagian, yaitu pelat, kolom dan balok.
9

2.3 Balok
2.3.1 Pengertian Balok
Balok merupakan elemen struktural yang utamanya memikul
beban lateral. Beban-beban yang bekerja pada balok akan
menghasilkan gaya reaksi pada titik tumpu/perletakan balok. Beban-
beban yang bekerja juga akan menghasilkan gaya geser dan momen
lentur pada balok, Efek total dari semua gaya yang bekerja pada
balok menghasilkan gaya geser dan momen lentur pada balok,
menimbulkan gaya dalam berupa tarikan dan tekanan, dan
menimbulkan lendutan pada balok. Balok dapat berbeda-beda
berdasarkan jenis perletakan, profil (bentuk potongan melintang),
panjang, dan jenis materialnya.

Gambar 2.1 Lendutan belok disebabkan oleh beban metara

Balok identik dengan bangunan atau elemen struktural


teknik sipil, padahal setiap struktur seperti rangka mobil, komponen
pesawat terbang, rangka mesin, dan lainnya mekanis atau sistem
struktural lainnya menggunakan struktur balok yang dirancang dan
dianalisis dengan cara yang sama yaitu untuk memikul beban lateral.
Secara historis balok dibuat menggunakan kayu berbentuk persegi.
Ternyata balok juga dapat dibuat dengan logam, batu, atau
kombinasi dari kayu dan logam seperti flitch balok. Balok dapat
10

memikul beban vertikal gravitasi namun diutamakan untuk memikul


beban horisontal (misalnya, beban akibat gempa atau angin atau
tegangan sebagai tie beam atau (biasanya) tekanan sebagai collar
beam). Beban-beban yang dipikul oleh balok disalurkan
ke kolom, dinding, atau girder, yang kemudian disalurkan ke fondasi
hingga akhirnya ke tanah. Dalam konstruksi rangka ringan, balok
dapat bertumpu pada balok.( Wikipedia bahasa Indonesia)

2.3.2 Jenis Balok


Hingga perkembangan teknologi konstruks saat ini, telah
dikembangkan beberapa jenis balok sesuai dengan fungsi dan
posisinya pada bangunan. Berikut ini adalah jenis-jenis balok :

1. Balok sederhana

Gambar 2.2 Balok sederhana

Balok sederhana bertumpu pada kolom diujung-


ujungnya, dengan satu ujung bebas berotasi dan tidak memiliki
momen tahan. Seperti struktur statis lainnya, nilai dari semua
reaksi,pergeseran dan momen untuk balok sederhana adalah
tidak tergantung bentuk penampang dan materialnya

2. Kaltilever

Gambar 2.3 Balok kantilever

Kantilever adalah balok yang diproyeksikan atau struktur kaku


lainnya didukung hanya pada satu ujung tetap. Kantilever
menanggung beban di ujung yang tidak disangga.

3. Balok teritisan
11

Gambar 2.4 Balok teritisan

Balok teristisan adalah balok sederhana yang memanjang


melewati salah satu kolom tumpuannya.

4. Balok dengan ujung-ujung tetap

Gambar 2.5 Balok dengan ujung tetap

Balok dengan ujung-ujung tetap ( dikaitkan kuat ) dibuat untuk


menahan translasi dan rotasi. Ujung-ujung dari balok ini dikunci
sedemikian kuat sehingga tidak bergerak ataupun bertotasi
karena momen.

5. Balok bentangan tersuspensi

Gambar 2.6 Balok bentangan tersusplensi

Bentangan tersuspensi adalah balok sederhana yang ditopang


oleh teristisan dari dua bentang dengan konstruksi sambungan
pin pada momen nol.

6. Balok menerus atau kontinyu


12

Gambar 2.7 Balok menerus atau kontinyu

Balok Menerus memanjang secara menerus melewati lebih dari


dua kolom tumpuan untuk menghasilkan kekakuan yang lebih
besar dan momen yang lebih kecil dari serangkaian balok tidak
menerus dengan panjang dan beban yang sama.

2.3.3 Jenis balok berdasarkan bahannya


Berdasarkan bahan, balok juga di bagi menjadi beberapa kelompok,
yaitu :
1. Balok beton
Balok beton konversional tidak bertulang dapat juga memikul
beban struktur (sebagai balok structural) tetapi kemampuannya
terbatas( tidak dapat untuk memikul beban konstruksi berat). Pada
balok beton bertulang konvensional yang menggunakan tulangan
baja yang terletak dibagian bawah balok yaitu pada bagian yang
menahan raya tarik akibat balok memikul bebannya.
2. Balok baja
Pada balok baja, sering sekali terdapat masalah yang dihadapi
yaitu pemberian kekuatan lentur dan geser yang cukup pada
setiap tempat dalam suatu bentangtan balok. Dan untuk bentangan
pendek, yang paling ekonomis memakai tampang balok tunggal
sepanjang bentang, dan dalam hal ini hanya nilai nilai maksimum
momen lentur dan geser yang perlu ditentukan.
3. Balok kayu
Merupakan suatu elemen struktur yang digunakan untuk
balok struktural dan non struktural. Dan sekarang ini balok kayu
masih banyak digunakan pada konstruksi bangunan tradisional
seperti rumah panggung.
13

2.4 Balok menurut fungsinya


2.4.1 Balok induk
Adalah semua balok yang melintang tanpa topang pada seluruh lebar
bangunan dan pada kedua ujungnya bertumpu pada kolom.

2.4.2 Balok anak


Adalah balok yang pada kedua ujungnya bertumpu pada balok
induk, digunakan untuk memperkecil petak-petak lantai disetiap
ruangan.

2.4.3 Balok pembagi


Adalah balok yang pada kedua ujungnya bertumpu pada balok anak
atau balok induk atau pada salah satunya bertumpu pada balok anak
atau balok induk. Digunakan untuk memperkecil petak-petak lantai
disetiap ruangan.

2.5 Sifat Perletakan Balok Berdasarkan Mekanika Teknik


2.5.1 Statis tertentu
Perletakan balok statis tertentu merupakan suatu perletakan
dimana diagram momen lentur untuk suatu struktur balok
tersebut dapat ditentukan secara mudah menurut mekanika
teknik.
2.5.2 Statis tak tentu
Perletakan balok statis tak tentu merupakan suatu perletakan
struktur balok dimana momen lentur tidak dapat ditentukan
hanya dengan menggunakan tiga persamaan keseimbangan
yang telah disebutkan pada penjelasan statis tertentu.

2.6 Pendekatan dimensi balok


Balok yang memakai bahan beton mempunyai tinggi ± 1/10 sampai
dengan 1/12 panjang bentang, dan mempunyai lebar ½ sampai dengan 2/3
14

dari tinggi balok. Balok yang memakai bahan kayu mempunyai tinggi ±
1/20 panjang bentang dan mempunyai lebar 5/3 dari tinggi balok. Balok
yang memakai bahan baja mempunyai tinggi 1/25 bentang. Dimensi balok-
balok tersebut tidak mutlak benar, hanya digunakan sebagai pendekatan
kasar saja pada tahap pra-desain bangunan, karena kondisi diatas masih
tergantung pada jarak antara balok dan besarnya beban/ muatan yang
bekerja pada elemen tersebut.

2.7 Pembebanan
Jenis beban-beban utama yang bekerja dan diperhitungkan pada
stuktur bangunan gedung adalah sebagai berikut:
2.7.1 Beban Mati
Yang dimaksud beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu
gedung yang bersifat tetap, termasuk unsur tambahan serta peralatan tetap
yang merupakan bagian yang tak tak terpisahkan dari gedung itu.Adapun
berat jenis dari masing-masing bahan yang bekerja pada stuktur dari PPIUG
1983 (Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung Tahun 1983) yang
diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum RI (DPU RI) adalah sebagai
berikut :
1. Berat penutup atap genting dengan reng dan usuk / kaso per m 2 bidang
atap ........................................................................................(50 kg/m2)
2. Berat plafon dan penggantung langit-langit.............................(7 kg/m2)
3. Berat beton bertulang.........................................................(2400 kg/m2)
4. Berat pasangan 1/2 batu bata.................................................(250 kg/m2)
5. Berat pasangan satu batu bata..............................................(450 kg/m2)
6. Berat penutup lantai dari keramik tanpa adukan....................(24 kg/m2)

2.7.2 Beban Hidup


Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian
atau penggunaan suatu gedung, dan termasuk beban pada lantai yang
berasal dari barang- barang yang dapat dipindahkan,mesin-mesin serta
15

peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan (menyatu) dari
gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu sehingga
mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai atap tersebut. Khusus
untuk atap kedalam beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air
hujan,baik akibat genangan maupun tekanan jatuh dari butiran-butiran air
(PPIUG 1983 Pasal 1).
Adapun beban hidup yang bekerja pada lantai gedung menurut
fungsinya masing-masing adalah sebagai berikut:
1. Lantai dan tanggga rumah tinggal........................................(200 kg/m2)
2. Lantai dan tanggga rumah tinggal sederhana.......................(125 kg/m2)
3. Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran, hotel,
asrama dan rumah sakit........................................................(250 kg/m2)
4. Lantai ruang olahraga...........................................................(400 kg/m2)
5. Lantai dan balkon dalam untuk ruang pertemuan yang lain yang disebut a
s/d d, seperti masjid, gereja, ruang pagelaran, rauang rapat, bioskop dan
panggung penonton dengan tempat duduk tetap..................(400 kg/m2)
6. Lantai untuk pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip, took
buku, ruang alat-alat dan mesin, harus direncanakan terhadap beban
hidup yang ditentukan sendiri minimum..............................(400 kg/m2)

2.7.3 Beban Angin


Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif
(dinding dipihak angin) dan tekanan negatif/isapan (dinding dibelakang
angin), yang bekerja tegak lurus pada dinding yang ditinjau. Besarnya
tekanan tiup angin adalah 25 kg/m2 untuk daerah yang jauh dari laut,
sedangkan untuk bangunan yang berada didaerah tepi laut sampai jarak 5
km dari pantai harus diambil minimum 40 kg/m2, (PPIUG 1983 pasal 4.2).
tetapi ada ketentuan khusus mengenai tekanan angin pada PPIUG 1983
pasal 44 yaitu :
1. Pada gedung tertutup dan rumah tinggal dengan tinggi tidak lebih dari 16
meter, dengan lantai-lantai dan dinding yang memberikan kekakuan yang
16

cukup, struktur utamanya tidak perlu diperhitungkan terhadap beban


angin.
2. Apabila tinggi bangunan lebih dari 16 meter dapat diberikan pembebanan
atas peninjauan beban angin.

2.7.4 Beban Gempa


Beban gempa yang bekerja pada struktur yaitu beban horizontal
yang bekerja dalam arah sumbu-sumbu utama struktur atau terpusat pada
permukaan atap dan lantai masing-masing tingkat dan beban vertikal yang
bekerja pada unsur-unsur penahan gaya normal, seperti penyangga, kolom,
konstruksi gantung dan lain-lain.
Rumus yang digunakan untuk menghitung beban geser dasar akibat
gempa sepanjang gedung adalah menurut Pedoman Perencanaan Ketahanan
Gempa Untuk Rumah dan Gedung 1987 (1987:31) sebagai berikut :
1. Perhitungan waktu getar alami (T)
Tx = Ty = 0.06 H ¾
2. Perhitungan koefesien gempa (C), lihat digrafik koefesien gempa dasar.
3. Perhitungan Faktor Keutamaan Struktur (1) dan Fakor Jenis Struktur (K),
diperoleh dari table 2.1 dan 2.2 PPKGURG-1987.
4. Perhitungan Gaya Horizontal Akibat Gempa (V)
Vx = Vy = C.I.K.Wtotal
Dimana :
Vx = Vy : gaya horizontal arah X dan Y
5. Perhitungan beban gempa (Fi)
Fi = (Wihi/Σ Wihi) V
Dimana :
Fi = beban gempa horizontal dalam arah yang ditinjau pada tingkat i
Wi = bagian dari seluruh beban vertikal yang disumbangkan oleh
beban-beban vertical yang bekerja pada tingkat i (kg).
hi = ketiggian pada tingkat i diukur dari tingkat penjepitan lateral (m).
17

V = beban geser dasar akibat gempa (kg).

2.7.5 Kombinasi Pembebanan


SK SNI T-15-1991-03 mengatur tentang ”faktor pembebanan”
antara lain sebagai berikut :
1. Beban mati dan beban hidup, pasal 3.2.1
U = 1,2 D + 1,6 L
Dimana U adalah kuat perlu, D adalah beban mati, L adalah bebana
hidup.
2. Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan
dalam perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban D,L,W berikut
harus dipelajari untuk menentukan nilai U yang terbesar, SK SNI T-15-
1991-03 pasal 3.2.2.
U = 0,75 (1,2D + 1,6L + 1,6W).
Atau
U = 0,9 D + 1,3 W
3. Struktur yang direncanakan terhadap beban gempa (beban E), SK SNI T-
15-1991-03 pasal 3.2.3.
U = 1,05 (D + L + E).
Atau
U = 0,9 (D + E).

4. Diantara nilai di atas pilih yang terbesar. Beban yang paling terbesar
tersebut yang digunakan dalam perhitungan struktur

2.7.6 Penentuan Mn dan Mu


Menentukan Mn, dimana Mn ≥ Mu
Momen nominal di kalikan dengan faktor reduksi =0,8

ØMn = As*Fy(d-a/2)
18

Dimana d= h.1/2.D

2.7.7 Tulangan miminum pada komponen struktur lentur


Pada setiap penampang dari suatu komponen lentur, dimana
berdasarkan analisis diperlukan tulangan tarik, maka luas As,
yang ada tidak boleh kurang dari:

Tidak lebih dari luas tulangan yang digunakan


As tul .=n . π . r 2
Dan tidak lebih dari
As max = 0.025*b*h

2.7.8 Syarat underreinforced

Syarat =r<rb
Dimana:
r = As/Fy*d
=r = 0.00627216
As/Fy*d
dan
= 0.00627216
r=b = r0.0325125
max /0,75
= 0.0325125

2.7.9 Kuat geser


Ga
BG
B
19

Gambar 2.8
Balok
Jarak
Jaraksengkang
sengkangmax
max s s == Av*Fy*d/Vs
Av*Fy*d/Vs
Jarak sengkang
Jarak max ssVc
sengkang max Vc=== 1/6*F'c^0.5*bw*d
1/6*F'c^0.5*bw*d
Av*Fy*d/Vs
= Av*Fy*d/Vs
Vc =
Vc = 1/6*F'c^0.5*bw*d
1/6*F'c^0.5*bw*d

dimana,
dimana,ØVn>Vu
ØVn>Vu
dimana, ØVn>Vu
ØVn>Vu Vn
Vn== Vc+Vs
Vc+Vs
dimana,
Vu
Vu=
Vn = = Geser
Geserultimate
= Vc+Vs
Vc+Vs ultimate
Vn
Vn
Vn=== Geser
Vu Gesernominal
Geser nominalbalok
ultimate balok
Vu = Geser ultimate
Vc
Vc=== Geser
Vn Geserbeton
Geser beton balok
nominal
Vn = Geser nominal balok
Vs
Vs=== Geser
Vc Gesernominal
Geser nominaldrdrtulg.
beton tulg.Geser
Geser
Vc
Ø = Geser beton
=
Vs = Faktor
= Geser reduksi
Geser nominal
nominal dr
dr tulg. 0.75
tulg. Geser
Geser
Vs
dd
dimana:
Vc
Vc== 1/6*F'c^0.5*bw*d
1/6*F'c^0.5*bw*d
dd
Vc =
Vc = 1/6*F'c^0.5*bw*d
1/6*F'c^0.5*bw*d
ØVs
ØVs== Vu-Vc
Vu-Vc
ØVs =
ØVs = Vu-Vc
Vu-Vc
Vn
Vn== Vc+Vs
Vc+Vs
Vn =
Vn = Vc+Vs
Vc+Vs
Jika
JikaØ*Vc
Ø*Vc<< Vu
Vu≤≤3*Ø*Vc
3*Ø*Vc
Jika Ø*Vc
Jika Ø*Vc < < Vu Vu ≤≤ 3*Ø*Vc
3*Ø*Vc
Maka
Makatulangan
tulangangeser
gesersengkang
sengkangharusharusdihitung
dihitung(s)
(s)memenuhi
memenuhisyarat
syarat
Maka tulangan
tulangan geser
geser sengkangs s ≤≤600
sengkang harus600 mm
mm dan
dan
harus dihitung≤≤d/2
dihitung (s)d/2
(s) memenuhi
memenuhi syarat
syarat
Maka
ss ≤≤ 600
600 mm
mm dan
dan ≤≤ d/2
d/2
s smax
max== Av*Fy*d/Vs
Av*Fy*d/Vs AvAv
maxs s=
ss max =≤≤ d/2
d/2
Av*Fy*d/Vs
Av*Fy*d/Vs Av
Av
ss ≤ ≤ d/2
d/2
Syarat
Syarat: : s < d/2 dan < 600 mm
Syarat ::
Syarat
Luas
Luastulangan
tulanganpembantu
pembantuAs' As'
Luas tulangan
tulangan pembantu
pembantu As' == 70%*tulangan
As'As'
As' 70%*tulanganutama
utamaAsAs
Luas
As' =
As' = 70%*tulangan
70%*tulangan utama
utama As As

tulangan
tulanganpem
pembantu
bantu
4D16
4D16
tulangan pem
tulangan pem bantu
bantu
4D 16
4D 16

tulangan
tulangansengkang
sengkang
2D 10-150
2D10-150
tulangan sengkang
tulangan sengkang
2D 10-150
2D 10-150
tulangan
tulanganutam
utamaa
5D10-16
5D 10-16
20

1.
2.
3.
4.
4.1.
4.2.
4.3.

Anda mungkin juga menyukai