Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kabupaten Sentani merupakan kota provinsi Papua, Indonesia.
Kabupaten sentani merupakan kota provinsi yang terletak paling timur di
Indonesia. Kabupaten Sentani merupakan sebuah wilayah yang sedang
berkembang dengan berbagai pembangunan di segala pembangunan di segala
bidang untuk mewujudkan warga masyarakat sentani yang maju. Kemajuan
itu tentunya tidak bisa terlepas dari pertumbuhan infrastruktur.

Perkembangan yang terus menerus meningkat di provinsi papua


membawa dampak dan konsekuensi pada pertumbuhan pembangunan yang
begitu pesatdi berbagai aspek kehidupan di provinsi Papua. Salah satu
pembangunan di sentani yang mengalami perkembangan cukup pesat adalah
Proyek Pembangunan Ruang Kelas Dan Sarana Penunjang Relokasi SMP
Negeri 1 Sentani Papua.

Pertumbuhan infrastruktur tentu saja diikuti dengan meningkatnya


pembangun yang menyediakan berbagai pelayanan, untuk menunjang fungsi
tersebut maka di kawasan Kabupaten Sentani bermunculan berbagai macam
gedung dengan memanfaatkan penggunaan lahan untuk kawasan Proyek
Pembangunan Pembangunan Ruang Kelas Dan Sarana Penunjang Relokasi
SMP Negeri 1 Sentani Papua, di bangun oleh PT. PUNCAK BERKAH
Pemilahan lokasi yang dekat dengan tempat tinggal masyarakat, dan tempat
usaha seperti toko-toko dan melibatkan warga sekitar dan tokoh adat.

kerja praktek kami mengamati dan meninjau Pembangunan Ruang


Kelas Dan Sarana Penunjang Relokasi SMP Negeri 1 Sentani Papua yang
terdiri atas elemen struktural dan non struktural. Elemen struktural suatu
bangunan adalah pondasi, kolom, balok, dan plat. Dalam mendirikan
bangunan diperlukan perencanaan konstruksi yang aman, efektif, kuat,dan
ekonomis.

Kerja praktek dilaksanakan pada tanggal 12 September 2019 hingga


16 November 2019, bertempat di proyek Pembangunan Pembangunan
Pembangunan Ruang Kelas Dan Sarana Penunjang Relokasi SMP Negeri 1
Sentani dengan judul peninjauan pelaksanaan pekerjaan kolom pada proyek
pembangunan smp negeri 1 sentani papua.

1.2 Tujuan
Pelaksanaan pekerjaan kolom yang ditinjau pada pembangunan
ruang kelas dan sarana penunjang relokai smp negeri 1 sentani papua.
Mengunakan mutu beton f’c 19,3 Mpa, mutu baja fy 390 Mpa , jumlah
tulangan 16 D19 dengan dimensi kolom 450 mm x 400 mm.
Dari hasil analisis penulangan pada kolom tersebut diperoleh nilai:
 Beban nominal lebih besar dari beban ultimate (Pn>Pu).
 Momen nominal lebih besar dari momen ultimate (Mn>Mu)
 Penulangan mengunakan besi ulir 16 D19 pada kolom dengan dimensi
450 mm x 400 mm.
Sehingga penulangan pada kolom yang ditinjau aman.
1.3 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan hal-hal yang telah dipaparkan dalam latar
belakang maka masalah yang akan di bahas dapat di rumuskan sebagai
berikut ini :
 Meninjau pelaksanaan pekerjaan kolom pada Pembangunan
Ruang Kelas Dan Sarana Penunjang Relokasi SMP Negeri 1
Sentani Papua yang terletak di Jalan Ifar Gunung Sentani, Papua

1.4 Batasan Masalah


Pembangunan struktur Kolom di Proyek Pembangunan Ruang Kelas
Dan Sarana Penunjang Relokasi SMP Negeri 1 Sentani Papua terdapat
banyak permasalahan yang ditinjau dan dibahas, maka di dalam laporan ini
sangatlah penting untuk membatasi masalah agar semua yang dipaparkan
tidak menyimpang dari tujuan semula. Walaupun demikian, hal ini
tidaklah berarti akan memperkecil arti dari pokok-pokok masalah yang di
bahas di sini, namun dalam penulisan laporan ini yang di tinjau hanya
pada:
1. Hanya meninjau pada pekerjaan struktur kolom .
2. Tidak akan meninjau pekerjaan bangunan struktur lainnya.

1.5 Tujuan Kerja Praktek


1. Untuk mengetahui pelaksanaan pekerjaan kolom dan kekuatan kolom pada
pembangunan ruang kelas dan sarana penunjang relokasi smp negeri 1
sentani papua.
2. Untuk mengetahui cara pelaksanaan pekerjaan kolom.

1.6 Manfaat Kerja Praktek


1. Agar mahasiswa dapat lebih memahami teori yang di dapat di pendidikan
kampus dengan dengan ada nya praktekdi lapangan secara langsung.
2. Sebagai bahan refrensi bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian
tugas akhir tentang struktur bangunan kususnya pada struktur kolom.
1.7 Metodelogi Penelitian
Dalam penulis laporan kerja praktek ini dilakukan beberapa cara
untuk dapat mengumpulkan data yang mendukung agar tugas laporan kerja
praktek ini dapat dilaksanakan dengan baik. Beberapa cara yang dilakukan
antara lain:
a. Metode observasi
Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan data teknis struktur
pelat lantai di peroleh dari lokasi proyek pembangunan Ruang Kelas Dan
Sarana Penunjang Relokasi SMP Negeri 1 Sentani Papua
b. Melakukan study keperpustakaan
Membaca buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang ditinjau
untuk penulisan laporan kerja praktek.
c. Gambar kerja dan data-data lain yang diperoleh.
d. Dokumentasi berupa foto.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Beton Bertulang


2.1.1 Pengertian Beton
Beton bertulang adalah suatu bahan konstruksi yang dihasilkan dari
kombinasi antara beton dengan baja sebagai tulangan. Beton merupakan hasil
pencampuran antara semen, air, dan bahan agregat (pasir, kerikil). Kualitas
beton sangat tergantung kepada kualitas bahan penyusunnya.
Beton bertulang bersifat sama dengan sifat bahan penyusunnya yaitu
beton dan baja. Yang dimana, beton memiliki sifat utama yaitu kuat terhadap
beban tekan, akan tetapi beton lemah terhadap beban tarik. Sedangkan bahan
lainnya, yaitu baja memiliki kekuatan yang besar, baik dalam menahan beban
tarik maupun tekan. Akan tetapi, mengingat harga dari baja yang mahal,
maka untuk menghindari penggunaan baja yang besar serta mendapatkan nilai
ekonomis dengan kualitas yang baik, akhirnya dilakukanlah kombinasi
(komposit) antar keduanya sehingga bahan beton dihitung sebagai penahan
beban tekan, sedangkan baja sebagai penahan beban tarik.
Pada masa sekarang ini, disaat proses pembangunan meningkat pesat,
adanya beton bertulang ini dirasa semakin penting. Banyak aspek
pembangunan yang membutuhkan beton bertulang sebagai struktur
pembentuknya, seperti pada bangunan gedung bertingkat, bangunan
jembatan, jembatan bertingkat (jembatan layang), bendungan, dan bahkan
jalan raya.
Berdasarkan SNI – 03 – 2847 – 2012, beton merupakan campuran dari
semen, agregat halus, agregat kasar, dan air serta tanpa atau dengan bahan
tambah (admixture). Beton sering digunakan sebagai bahan bangunan –
bangunan struktur gedung, jembatan, bendungan, maupun jalan. Beton
merupakan bahan yang mudah diproduksi dan memiliki kuat desak yang baik,
namun memiliki kuat tarik yang lemah sehingga biasanya penggunaan beton
bersamaan dengan penggunaan tulangan baja yang memiliki kuat tarik cukup
tinggi. Beberapa sifat beton yang sering dipakai antara lain sebagai berikut ini,
(Tjokrodimuljo, 2012) :

1. Kekuatan

Beton bersifat getas, sehingga mempunyai kuat tekan tinggi namun


kuat tariknya rendah. Kuat tekan beton biasanya berhubungan dengan sifat-
sifat lain, maksudnya bila kuat tekannya tinggi, umumnya sifat-sifat yang
lain juga baik.Betonsederhana dipakai untuk pembuatan bagian-bagian non-
struktur, misalnya perkerasan lantai, dinding bukan penahan beban, dan
sebagainya.Beton jenis ini kuat tekannya dibawah 10 MPa.Beton normal
dipakai untuk struktur beton bertulang, bagian-bagian struktur penahan
beban, misalnya kolom, balok, dinding yang menahan beban, dan
sebagainya.Kuat tekan beton normal berkisar antara 15 MPa - 30
MPa.Khusus untuk struktur beton yang berada di daerah gempa, kuat
tekannya minimum 20 MPa.Beton prategang untuk balok prategang, yaitu
balok dengan baja tulangan yang ditarik (ditegangkan) dulu sebelum diberi
beban.Kuat tekan beton ini berkisar antara 30 MPa - 40
MPa.Biasanyadigunakan untuk balok jembatan dan balok gedung dengan
bentang agak panjang (sekitar 35 meter), tiang pancang, dan
sebagainya.Beton kuat tekan tinggi dan sangat tinggi dipakai pada struktur
khusus, misalnya bantalan rel kereta api, tiang pancang, balok, dan kolom
pada gedung bertingkat sangat banyak.

2. Berat Jenis

Beton normal yang dibuat dengan agregat normal (pasir dan kerikil
normal berat jenisnya antara 2,5 - 2,7) mempunyai berat jenis sekitar 2,3 -
2,4. Apabila dibuat dengan pasir atau kerikil yang ringan atau diberikan
rongga udara maka berat jenis beton dapat berkurang dari 2,0.
3. Modulus Elastisitas

Modulus elastisitas beton tergantung pada modulus elastisitas agregat


dan pastanya. Dalam perhitungan struktur boleh diambil modulus beton
sebagai berikut :

Ec = (Wc)1,5.0,043 √𝑓′𝑐 ; untuk Wc = 1,5 - 2,5

Ec = 4700 √𝑓′𝑐 ; untuk beton normal

Dengan :

Ec = Modulus elastisitas beton (MPa)

Wc = Berat jenis beton (kg/m3)

f’c = kuat tekan beton (Mpa)

Beton bertulang terdiri dari bahan beton dan baja. Beton dan baja
membentuk material komposit dengan ikatan diantaranya disebut dengan
lekatan (bond).Beton merupakan material yang dapat menahan gaya tekan
(compression)yang besar, tetapi sangat lemah terhadap gaya tarik (kekuatan
tarik beton kecil yang dapat diabaikan). Kekuatan tarik ini diperkuat
(reinforced) oleh tulangan baja (reinforcement).Oleh sebab itu material
komposit ini disebut beton bertulang yang dapat menahan tarik dan
tekan.Beton tanpa tulangan hanya dapat memikul beban yang relatif kecil
karena timbul retak beton akibat tarik.Dengan adanya tulangan baja maka
beton bertulang (baja) dapat menahan beban lentur yang jauh lebih besar
dibandingkan beton tanpatulangan.Beton bertulang merupakan suatu bahan
konstruksi yang dihasilkan dari kombinasi antara beton dengan baja sebagai
tulangan.Kualitas beton sangat tergantung kepada kualitas bahan
penyusunnya.
Beton bertulang bersifat sama dengan sifat bahan penyusunnya yaitu
beton dan baja. Yang dimana, beton memiliki sifat utama yaitu kuat
terhadap beban tekan, akan tetapi beton lemah terhadap beban tarik.
Sedangkan bahan lainnya, yaitu baja memiliki kekuatan yang besar, baik
dalam menahan beban tarik maupun tekan.Akan tetapi, mengingat harga
dari baja yang mahal, maka untuk menghindari penggunaan baja yang besar
serta mendapatkan nilai ekonomis dengan kualitas yang baik, akhirnya
dilakukanlah kombinasi (komposit) antar keduanya sehingga bahan beton
dihitung sebagai penahan beban tekan, sedangkan baja sebagai penahan
beban tarik.
Pada masa sekarang ini, disaat proses pembangunan meningkat pesat,
adanya beton bertulang ini dirasa semakin penting. Banyak aspek
pembangunan yang membutuhkan beton bertulang sebagai struktur
pembentuknya, seperti pada bangunan gedung bertingkat, bangunan
jembatan, jembatan bertingkat (jembatan layang), bendungan, dan bahkan
jalan raya.

2.1.2 Material-Material Pengikat Beton


Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa beton tersusun atas
beberapa material yaitu: Semen, Agregat Halus (Pasir), Agregat Kasar
(Kerikil), dan Air. Berikut penulis jabarkan syarat teknis dari setiap bahan
tersebut.
1. Air
Dalam pembuatan beton, air merupakan salah satu faktor penting,
karena air dapat bereaksi dengan semen, yang akan menjadi pasta pengikat
agregat. Air juga berpengaruh terhadap kuat desak beton, karena kelebihan
air akan menyebabkan penurunan pada kekuatan beton itu sendiri. Selain itu
kelebihan air akan mengakibatkan beton menjadi bleeding, yaitu air
bersama-sama semen akan bergerak ke atas permukaan adukan beton segar
yang baru saja dituang. Hal ini akan menyebabkan kurangnya lekatan antara
lapis-lapis beton. Penggunaan air untuk beton sebaiknya air memenuhi
persyaratan sebagai berikut ini, (Tjokrodimulyo, 2012).
1. Tidak mengandung lumpur atau benda melayang lainnya lebih dari 2
gr/ltr.

2. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat


organik) lebih dari 15 gr/ltr.

3. Tidak mengandung Klorida (Cl) lebih dari 0,5 gr/ltr.

4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gr/ltr.


Syarat-syarat yang harus dipenuhi :
1. Air untuk pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung
minyak, asam alkali, garam, bahan organis atau bahan-bahan lain yang
dapat merusak beton atau baja tulangan. Dalam hal ini sebaiknya
dipakai air bersih yang dapat diminum.
2. Apabila terdapat keraguan mengenai air dianjurkan untuk mengirim
contoh air tersebut kelaboratorium, diselidiki sampai seberapa jauh air
tersebut mengandung zat-zat yang dapat merusak beton dan tulangan.
3. Air tersebut dianggap dapat dipakai apabila kelewatan tekanan moretel
dengan memakai air tersebut pada umur 7 hari dan 28 hari paling
sedikt adalah 90% dari kekuatan tekan moretel dengan memakai air
suling pada umur yang sama.
4. Jumlah air yang dapat dipakai untuk membuat adukan beton dapat
ditentukan dengan ukuran isi atau ukuran berat dan harus dilakukan
setepat-tepatnya sesuai dengan keterangan diatas maka air sungai
mempengaruhi mutu beton.

Reaksi semen dan air membentuk pasta yang dapat mengikat pasir dan
batu belah menjadi bahan beton yang bersifat keras seperti batu. Proses
pembentukan pasta ini disebut proses HIDRASI. Proses hidrasi
membutuhkan waktu dari lembek sampai dengan keras. Pada saat lembek
adukan beton dapat dicor pada cetakan ( Form Work / Bekisting) yang telah
diberi tulangan baja. Setelah beton mengeras, material komposit beton
bertulang dapat digunakan sebagai elemen struktur ( balok, kolom, dan
pelat) yang dapat menahan beban.

2. Semen
Menurut SII 0031-81 (Tjokrodimuljo: 1996) didalam buku balok dan
pelat beton bertulang (Ali Asroni: 2010), disebutkan bahwa semen yang
dipakai di Indonesia terbagi menjadi 5 jenis, yaitu:
1) Jenis I : Semen portland untuk penggunaan umum, tidak memerlukan
persyaratan khusus,
2) Jenis II : Semen portland untuk beton tahan sulfat dan mempunyai
panas hidrasi sedang,
3) Jenis III : Semen portland untuk beton dengan kekuatan awal tinggi
(cepat mengeras),
4) Jenis IV : Semen portland untuk beton yang memerlukan panas
hidrasi rendah,
5) Jenis V : Semen portland untuk beton yang sangat tahan terhadap
sulfat.
3. Agregat Halus (Pasir)
Pasir yang digunakan sebagai bahan penyusun beton harus memenuhi
persyaratan berikut:
1) Berbutir tajam dan keras,
2) Bersifat kekal, yaitu tidak mudah lapuk/ hancur oleh perubahan
cuaca, seperti terik matahari dan hujan,
3) Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat keringnya,
jika kandungan lumpur lebih dari 5%, maka pasir tersebut harus
dicuci.
4) Tidak boleh digunakan pasir laut (kecuali dengan petunjuk staf ahli),
karena pasir laut ini banyak mengandung garam yang dapat merusak
beton/ baja tulangan.
(Ali Asroni: 2010)
4. Agregat Kasar (kerikil)
Kerikil merupakan agregat kasar yang mempunyai ukuran diameter 5mm
~ 40mm. Sebagai pengganti keriukil dapat pula dipakai batu pecat (split).
Kerikil atau batu pecah yang mempunyai ukuran diameter lebih dari
40mm tidak baik untuk pembuatan beton.
Kerikil atau batu pecah yang digunakan sebagai bahan beton, harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Bersifat padat dan keras, tidak berpori.
2) Harus bersih, tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%. Jika
kandungan lumpur lebih dari 1%, maka kerikil/batu pecah tersebut
harus dicuci.
3) Pada keadaan terpaksa, dapat dipakai kerikil bulat.
(Ali Asroni: 2010)

2.1.3 Hal-hal yang berpengarug terhadap mutu beton


Mutu beton sangat dipengaruhi oleh kualitas kuat tekan beton.
Sehingga pada umumnya untuk mengetahui seberapa besar mutu beton
dilapangan, hal yang diukur adalah kuat tekan dari beton itu sendiri.
Sedangkan kualitas kuat tekan beton bergantung kepada: faktor air semen,
usia beton, sifat agregat, jenis dan jumlah semen. Berikut ini dijelaskan
bagaimana pengaruh dari bahan-bahan diatas:
1. Pengaruh fas terhadap kuat tekan beton, pengaruh dari fas terhadap
kuat tekan beton adalah semakin besar nilai fas, maka semakin rendah
kuat tekan beton yang dihasilkan. Dan berlaku sebaliknya, semakin
kecil nilai fas, maka semakin besar kuat tekan beton.
2. Pengaruh umur terhadap kuat tekan beton,kuat tekan beton ini akan
bertambah sesuai dengan bertambahnya umur beton tersebut. Tetapi
kuat tekan beton ditetapkan pada usia 28 hari. Hal tersebut karena
perubahan kuat tekan beton setelah usia tersebut tidak terlalu
signifikan lagi.
3. Pengaruh jumlah dan jenis semen terhadap kuat tekan beton. Jumlah
kandungan semen yang digunakan pada adukan akan berpengaruh
terhadap kuat tekan beton, dengan penjelasan sebagai berikut:
1) Pada fas yang sama, jika jumlah semen yang terlalu sedikit atau
terlalu berlebihan, maka akan diperoleh kuat tekan betonnya
rendah. Pada jumlah semen terlalu sedikit, berarti jumlah air juga
sedikit, sehingga adukan beton sulit dipadatkan dan akibatnya kuat
tekan beton rendah. Demikian pula pada jumlah semen berlebihan,
berarti jumlah air juga berlebihan, sehingga beton mengandung
banyak pori dan akibatnya kuat tekan betonnya menjadi rendah.
2) Pada nilai slump sama, beton dengan kandungan semen lebih
banyak mempunyai kuat tekan lebih tinggi. Hal ini karena pada
niali slump sama, jumlah air juga hampir sama, sehingga
penambahan semen berarti pengurangan nilai fas, yang berakibat
penambahan kuat tekan beton.
3) Jenis semen juga berpengaruh terhadap kuat tekan beton. Dari
beberapa percobaan terhadap 5 jenis semen apada adukan beton,
ternyata kelima jenis semen tersebut mempunyai kuat tekan yang
berbeda (Tjokrodimuljo: 1996)
4. Pengaruh sifat agregat terhadap kuat tekan beton, sebetulnya
pengaruh sifat agregat terhadap kuat tekan beton tidak terlalu
besar, karena umumnya kekuatan agregat lebih tinggi daripada
pastanya. Tetapi jika dikehendaki beton dengan kuat tekan yang
tinggi, maka diperlukan agregat yang kuat/ tidak lebih rendah dari
pastanya. Sifat agregat yang paling berpengaruh adalah kekasaran
permukaan dan ukuran butir maksimumnya.
(Ali Asroni: 2010)
2.2 Bangunan Gedung Bertingkat
Bangunan bertingkat adalah bangunan yang mempunyai lebih dari
satu lantai secara vertikal. Pada umumnya bangunan bertingkat dibangun
atas dasar keterbatasan tanah, mahalnya harga tanah diperkotaan, dan
tingginya tingkat permintaan ruang untuk berbagai macam kegiatan.
Pada prinsipnya bangunan bertingkat yang memiliki jumlah lantai
yang banyak, akan mampu meningkatkan daya tampung suatu wilayah.
Tetapi dalam pelaksanaannya diperlukan perencanaan yang matang, yang
harus melibatkan berbagai disiplin ilmu.
Bangunan bertingkat pada umumnya dibagi menjadi dua, bangunan
bertingkat rendah dan bangunan bertingkat tinggi. Pembagian ini dibedakan
berdasarkan persyaratan teknis struktur bangunan. Bangunan dengan
ketinggian di atas 40 meter digolongkan ke dalam bangunan tinggi karena
perhitungan strukturnya lebih kompleks.
Berdasarkan jumlah lantai,bangunan bertingkat digolongkan menjadi
bangunan bertingkat rendah (2 – 4 lantai) dan bangunan berlantai banyak (5
– 10 lantai) dan bangunan pencakar langit. Pembagian ini disamping
didasarkan pada sistem struktur juga persyaratan sistem lain yang harus
dipenuhi dalam bangunan. Dalam pembangunan gedung bertingkat terdapat
3 struktur pembentuknya yaitu: struktur atap, struktur utama, struktur
pondasi. Struktur utama terbagi menjadi tiga bagian, yaitu plat, kolom dan
balok.

2.3 Kolom
2.3.1 Pengertian Kolom
Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang
memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan
yang memegang peranan penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan
pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan
runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total ( total
collapse) seluruh struktur.

SK SNI T-15-1991-03 mendefinisikan kolom adalah komponen


struktur bangunan yang bertugas utamanya menyangga beban aksial tekan
vertical dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali
dimensi lateral terkecil. Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh
bangunan ke pondasi.

Bila diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang


memastikan sebuah bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk
meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup (manusia
dan barang-barang), serta beban hembusan angin. Kolom berfungsi sangat
penting, agar bangunan tidak mudah roboh. Beban sebuah bangunan dimulai
dari atap.Beban atap akan meneruskan beban yang diterimanya ke kolom.

Seluruh beban yang diterima kolom didistriusikan ke permukaan tanah


di bawahnya. Kesimpulannya, sebuah bangunan akan aman dari kerusakan
bila besar dan jenis pondasinnya sesuai dengan perhitungaan. Namun,
kondisi tanah pun harus benar-benar sudah mampu meneriman bebsan dari
ponndasi.

Kolom menerima beban dan meneruskannya ke pondasi, karena itu


pondasinya juga harus kuat, terutama untuk konstruksi rumah bertingkat,
harus diperiksa kedalaman tanah kerasnya agar bila tanah ambles atau
terjadi gempa tidak mudah roboh. Struktur dalam kolom dibuat dari besi dan
beton. Keduanya merupakan gabungan antara material yang tahan tarikan
dan tekanan. Besi adalah material yang tahan tarikan, sedangkan beton
adalah material yang tahan tekanan. Gabungan kedua material ini dalam
struktur beton memungkinkan kolom atau bagian struktural lain seperti sloof
dan balok bisa menahan gaya tekan dan gaya tarik pada bangunan.
2.3.2 Fungsi Kolom
Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke
pondasi.Bila diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang
memastikan sebuah bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk
meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup (manusia
dan barang-barang), serta beban hembusan angin.

Kolom berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah roboh.


Beban sebuah bangunan dimulai dari atap. Beban atap akan meneruskan
beban yang diterimanya ke kolom. Seluruh beban yang diterima kolom
didistribusikan ke permukaan tanah di bawahnya.Struktur dalam kolom
dibuat dari besi dan beton.Keduanya merupakan gabungan antara material
yang tahan tarikan dan tekanan.Besi adalah material yang tahan
tarikan, sedangkan beton adalah material yang tahan tekanan. Gabungan
kedua material ini dalam struktur beton memungkinkan kolom atau bagian
struktural lain seperti sloof dan balok bisa menahan gaya tekan dan gaya
tarik pada bangunan.

2.3.3 Jenis – Jenis Kolom

Menurut Wang (1986) dan Ferguson (1986) jenis-jenis kolom ada tiga yaitu:
 Kolom ikat (tie column).
 Kolom spiral (spiral column).
 Kolom komposit (composite column).
Dalam buku struktur beton bertulang (Istimawan Dipohusodo, 1994), ada
tiga jenis kolom beton bertulang yaitu :
1. Struktur Kolom Lateral menggunakan pengikat sengkang lateral.
Kolom ini merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang
tulangan pokok memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat
dengan pengikat sengkang ke arah lateral. Tulangan ini berfungsi untuk
memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh pada
tempatnya.  Bentuk penampang kolom bisa berupa bujur sangkar atau
berupa empat persegi panjang. Kolom dengan bentuk empat persegi ini
merupakan bentuk yang paling banyak digunakan, mengingat
pembuatannya yang lebih mudah, perencanaannya yang relatif lebih
sederhana serta penggunaan tulangan longitudinal yang lebih efektif
(jika ada beban momen lentur) dari type lainnya.
2. Struktur Kolom Spiral menggunakan pengikat spiral. Kolom ini
mempunyai bentuk yag lebih bagus dibanding bentuk yang pertama di
atas, namun pembuatannya lebih sulit dan penggunaan tulangan
longitudinalnya kurang efektif (jika ada beban momen lentur)
dibandingkan dari type yang pertama di atas. Hanya saja sebagai
pengikat tulangan pokok memanjang adalah tulangan spiral yang
dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom.
Fungsi dari tulangan spiral adalah memberi kemampuan kolom untuk
menyerap deformasi cukup besar sebelum runtuh, sehingga mampu
mencegah terjadinya kehancuran seluruh struktur sebelum proses
redistribusi momen dan tegangan terwujud.
3. Struktur kolom komposit merupakan komponen struktur tekan yang
diperkuat pada arah memanjang dengan gelagar baja profil atau pipa,
dengan atau tanpa diberi batang tulangan pokok memanjang.
Untuk kolom pada bangunan sederhan bentuk kolom ada dua jenis yaitu
kolom utama dan kolom praktis,
 Kolom Utama
Yang dimaksud dengan kolom utama adalah kolom yang fungsi
utamanya menyanggah beban utama yang berada diatasnya. Untuk
rumah tinggal disarankan jarak kolom utama adalah 3.5 m, agar
dimensi balok untuk menompang lantai tidak tidak begitu besar, dan
apabila jarak antara kolom dibuat lebih dari 3.5 meter, maka struktur
bangunan harus dihitung. Sedangkan dimensi kolom utama untuk
bangunan rumah tinggal lantai 2 biasanya dipakai ukuran 20/ 20,
dengan tulangan pokok 8  d 12 mm, dan begel d 8-1 0cm ( 8 d 12
maksudnya jumlah besi beton diameter 12 mm 8 buah, 8 – 10 cm
maksudnya begel diameter 8 dengan jarak 10 cm).
 Kolom Praktis
Letak kolom dalam konstruksi. Kolom portal harus dibuat terus
menerus dari lantai bawah sampai lantai atas, artinya letak kolom- kolom
portal tidak boleh digeser pada tiap lantai, karena hal ini akan
menghilangkan sifat kekakuan dari struktur rangka portalnya. Jadi harus
dihindarkan denah kolom portal yang tidak sama untuk tiap- tiap lapis
lantai. Ukuran kolom makin ke atas boleh makin kecil, sesuai dengan beban
bangunan yang didukungnya makin ke atas juga makin kecil. Kolom praktis
merupakan struktur kolom yang biasanya terpasang dalam jarak tiga sampai
empat meter pada dinding bangunan. Bahan yang umumnya dipakai adalah
beton, supaya kestabilan dindingnya kuat dan tahan lama. Tanpa kolom
praktis, risiko keruntuhan atau keseluruhan bangunan akan lebih besar.
Rangka struktur dari kolom praktis biasanya berada dalam posisi vertikal
untuk menopang beban balok.
Perubahan dimensi kolom harus dilakukan pada lapis lantai, agar pada
suatu lajur kolom mempunyai kekakuan yang sama. Prinsip penerusan gaya
pada kolom pondasi adalah balok portal merangkai kolom- kolom menjadi
satu kesatuan. Balok menerima seluruh beban dari plat lantai dan
meneruskan ke kolom- kolom pendukung. 
Gamabar.2.1 Jenis-Jenis Kolom

2.4 Pembebanan
Jenis beban-beban utama yang bekerja dan diperhitungkan pada
stuktur bangunan gedung adalah sebagai berikut:
2.4.1 Beban Mati
Yang dimaksud beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu
gedung yang bersifat tetap, termasuk unsur tambahan serta peralatan tetap
yang merupakan bagian yang tak tak terpisahkan dari gedung itu.Adapun
berat jenis dari masing-masing bahan yang bekerja pada stuktur dari SNI-
1727-2013 (Beban Minimun Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan
Struktur Lain) yang diterbitkan oleh BSN (Badan Standarisasi Nasional)
adalah sebagai berikut :
1. Berat penutup atap genting dengan reng dan usuk / kaso per m 2
bidang atap .....................................................................(50 kg/m2)
2. Berat plafon dan penggantung langit-langit......................(7 kg/m2)
3. Berat beton bertulang..................................................(2400 kg/m2)
4. Berat pasangan 1/2 batu bata..........................................(250 kg/m2)
5. Berat pasangan satu batu bata.......................................(450 kg/m2)
6. Berat penutup lantai dari keramik tanpa adukan.............(24 kg/m2)
2.4.2 Beban Hidup
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung, dan termasuk beban pada lantai yang berasal dari
barang- barang yang dapat dipindahkan,mesin-mesin serta peralatan yang
tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan (menyatu) dari gedung dan
dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu sehingga mengakibatkan
perubahan dalam pembebanan lantai atap tersebut.Khusus untuk atap
kedalam beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan,baik
akibat genangan maupun tekanan jatuh dari butiran-butiran air SNI-1727-
2013 (Beban Minimun Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur
Lain) yang diterbitkan oleh BSN (Badan Standarisasi Nasional).
Adapun beban hidup yang bekerja pada lantai gedung menurut
fungsinya masing-masing adalah sebagai berikut:
1. Lantai dan tanggga rumah tinggal.................................(400 kg/m2)
2. Lantai dan tanggga rumah tinggal sederhana................(125 kg/m2)
3. Lantai Restoran.............................................................(480 kg/m2)
4. Lantai Hotel...................................................................(150 kg/m2)
5. Lantai dan Balkon untuk ruang pertemuan...................(480 kg/m2)
6. Lantai untuk pabrik,ruang alat-alat dan mesin..............(400 kg/m2)

2.4.3 Beban Angin


Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif
(dinding dipihak angin) dan tekanan negatif/isapan (dinding dibelakang
angin), yang bekerja tegak lurus pada dinding yang ditinjau. Besarnya
tekanan tiup angin adalah 25 kg/m2 untuk daerah yang jauh dari laut,
sedangkan untuk bangunan yang berada didaerah tepi laut sampai jarak 5
km dari pantai harus diambil minimum 40 kg/m2. Beban angin yang
digunakan dalam desain SPBAU untuk bangunan gedung tertutup atau
tertutup sebagian tidak boleh kecil dari 16 lb/ft2 (0,77 kN/m2) dikalikan
dengan luas dinding bangunan gedung dan 8 lb/ft2 (0,38 kN/m2) dikalikan
dengan luas atap bangunan gedung yang terproyeksi pada bidang vertikal
tegak lurus terhadap arah angin yang diasumsikan. Beban dinding dan atap
harus diterapkan secara simultan. Gaya angin desain untuk bangunan
gedung terbuka harus tidak kurang dari 16 lb/ft 2 (0,77 kN/m2) dikalikan
dengan luas Af (SNI 1727-2013).

2.4.4 Beban Gempa


Beban gempa yang bekerja pada struktur yaitu beban horizontal yang
bekerja dalam arah sumbu-sumbu utama struktur atau terpusat pada
permukaan atap dan lantai masing-masing tingkat dan beban vertikal yang
bekerja pada unsur-unsur penahan gaya normal, seperti penyangga, kolom,
konstruksi gantung dan lain-lain.
Prosedur Perhitungan Gaya Lateral Ekivalen
A. Geser Dasar Seismik
Geser dasar seismik, V dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan
sesuai dengan persamaan
V =CsW
Dengan :
Cs = koefisien respons seismik.
W = berat seismik efektif (kN)

B. Perhitungan Koefisien Respons Seismik


Koefisien respons seismik, Cs harus ditentukan sesuai dengan :
S ds
Cs=
R /Ie
Dengan :
Sds = parameter percepatan spekturm respons desain dalam rentang
perioda pendek
R = faktor modifikasi respons yang ditentukan oleh sistem penahan
gempa yang dipilih
Ie = faktor keutamaan gempa yang ditentukan kategori risiko

Cs harus tidak kurang dari Cs = 0,044SDSIe > 0,01


C. Penentuan Perioda
Perioda fundamental struktur, T, dalam arah yang ditinjau harus
diperoleh menggunakan properti struktur dan karakteristik deformasi
elemen penahan dalam analisis yang teruji. Perioda fundamental struktur,
T, tidak boleh melebihi hasil koefisien untuk batasan atas pada perioda
yang dihitung (Cu) dan perioda fundamental pendekatan, Ta yang
ditentukan sesuai persamaan. Sebagai alternatif, pada pelaksanaan
analisis untuk menentukan perioda fundamental struktur, T, diijinkan
secara langsung menggunakan perioda bangunan pendekatan, Ta, yang
dihitung dengan persamaan berikut :
Ta = Ct x h xn
Dengan :
hn adalah ketinggian struktur, dalam (m), di atas sampai tingkat tertinggi
struktur, dan nilai parameter perioda pendekatan Ct dan xditentukan
dalam Tabel 2.11 Nilai Parameter Perioda Pendekatan Ct dan x (SNI
1727-2013).

D. Distribusi Vertikal Gaya Gempa


Gaya gempa lateral (Fx), dalam (kN), yang timbul di semua tingkat
harus
ditentukan dari persamaan
Fx = (Wxhx /Σ Wxhxk) V
Dengan :
Cvx = faktor distribusi vertikal
V = gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur (kN)
wi dan wx = bagian berat seismik efektif total struktur yang ditempatkan
atau dikenakan pada tingkat i atau x (kN)
hi dan hx = tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x (m)
k = eksponen yang terkait dengan perioda struktur berikut:
struktur dengan perioda 0,5 atau kurang, k=1
struktur dengan perioda 2,5 atau lebih, k=2
struktur dengan perioda 0,5 -2,5 k=2, atau interpolasi linear antara 1 dan
2.

E. Distribusi Horizontal Gaya Gempa


Geser tingkat desain gempa di semua tingkat (Vx) dalam (kN) harus
ditentukan dari persamaan:
n
Vx=∑ Fi
i=x

Dengan:
Fi adalah bagian dari geser dasar seismik (V) yang timbul di tingkat i,
dalam kilo newton (kN).
Geser tingkat desain gempa (Vx), dalam (kN) harus didistribusikan pada
berbagai elemen vertikal sistem penahan gaya gempa di tingkat yang
ditinjau berdasarkan pada kekakuan lateral relatif elemen penahan
vertikal dan diafragma.

2.4.5 Kombinasi Pembebanan


Peninjauan dan penghitungan beban pada perancangan gedung ini
berdasarkan pada Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung
SNI 2847-2013 pasal 9.2.1 dan Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa
untuk StrukturBangunan Gedung dan Non Gedung SNI 1726-2012 Pasal
4.2.2 dan Pasal 7.4.
1. 1,4 D
2. 1,2D + 1,6L + 0,5(Lr atau R)
3. 1,2D + 1,6(Lr atau R) + (1,0Latau 0,5W)
4. 1,2D + 1,0W + 1,0L+ 0,5(Lr atau R)
5. 1,2D + 1,0E + 1,0L
6. 0,9D + 1,0W
7. 0,9D + 1,0E
Dengan pengaruh beban gempa, E ditentukan oleh persamaan
1. Untuk penggunaan dalam kombinasi beban 5
E = Eh + Ev
2. Untuk penggunaan dalam kombinasi beban 7
E = Eh - Ev
Dengan Eh dan Ev ditentukan oleh persamaan:
Eh = ρQE
Ev = 0,2SDSD
Dengan :
U = kuat perlu
D = beban mati
L = beban hidup
Lr = beban hidup pada atap
R = beban hujan
W = beban angin
E = beban gempa
Eh = pengaruh beban gempa horizontal
Ev = pengaruh beban gempa vertikal
ρ = faktor redundansi
QE = pengaruh gaya gempa horizontal dari V atau Fp
SDS = parameter percepatan spektrum respons desain pada
perioda pendek
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1 Spesifikasi Proyek


Proyek dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mencapai
suatu tujuantertentu yang dibatasi oleh waktu dan sumber daya yang terbatas.
Usaha tersebutdibatasi oleh tiga variabel proyek, yaitu waktu (Time), mutu
(Quality) dan harga (Cost).Kegiatan-kegiatan ini menghasilkan suatu output,
baik software (design), maupunhardware (pelaksanaan fisik).
Unsur-unsur yang dikelola dalam sebuah proyek, yaitu :
 Money (uang dan material)
 Man (tenaga kerja, tenaga ahli)
 Machine (alat-alat untuk mempermudah pelaksanaan proyek)
 Methode (mekanisme dan prinsip kerja yang diterapkan dalam
menjalankan suatuproyek).
Sebuah proyek diawali oleh adanya gagasan atau ide dari pihak
pengguna jasa(owner) yang kemudian dituangkan ke dalam pekerjaan
perencanaan dan direalisasikan menjadi suatu wujud fisik tiga dimensional.
Dalam hal ini yang akan dibahas secara mendalam adalah proyek dalam
kelompok industri konstruksi.

3.1.1 Lokasi Proyek


Secara geografis letak proyek Pembangunan Ruang Kelas Dan Sarana
Penunjang Relokasi SMP Negeri 1 Sentani Papua.
Gambar 3.1 Peta Lokasi Proyek
(Sumber Google Maps 2019)

3.1.2 Data Proyek


Proyek pembangunan gedung Kantor Bank Mandiri Region XII Papua
sebagai berikut :
Nama Proyek : PEMBANGUNAN RUANG KELAS DAN
SARANA PENUNJANG RELOKASI SMP
NEGERI 1 SENTANI PAPUA
Lokasi Proyek : JALAN IFAR GUNUNG SENTANI
PAPUA
Anggaran Proyek : Rp.8.567.100.000,-
Sumber dana : DAU NO DPA SKPD(1.01.1.01.16.01)
Sifat Kontrak : LUMPSUMP (LS)
Luas Bangunan : ± 30.000 m2
Luas Lahan : ± 875 m2
Jumlah Lantai : 3 LANTAI RUANG KELAS.
Pemilik proyek : PT. PUNCAK BERKAH
Waktu Pelaksanaan : 150 HARI KALENDER
Konsultan Perencana : CV. ART LIXAL
Konsultan Pengawas : CV. DITA CONSULTAN
Kontraktor Pelaksana : PT. PUNCAK BERKAH

3.1.3 Data Teknis


Data teknis mengenai Proyek Pembangunan Gedung Kantor Bank
Mandiri Region XII Papua sebagai berikut :
Luas Lahan : ± 30.000 m2
Luas Bangunan : ± 875 m2

3.1.4 Unsur – Unsur Organisasi Proyek


Unsur-unsur yang terlibat langsung di dalam proyek ini, pada
dasarnya kita bagi menjadi :
 Pemilik Proyek
 Konsultan Perencana
 Kontraktor Pelaksana
3.1.5 Struktur Oganisasi Proyek

Gambar 3.2 Struktur Organisasi Proyek

3.2 Prosedur Pekerjaan Kolom


Pekerjaan kolom dilaksanakan setelah pekerjaan pemasangan
tiang pancang. Pekerjaan kolom meliputi beberapa kegiatan antara lain :
Penentuan As kolom, Pemasangan tulang kolom, pemasangan sepatu
kolom, pemasangan bekisting kolom, seting bekisting kolom,inspeksi,
pengecoran kolom, pembongkaran bekisting kolom.
Start

Penentuan As Kolom

Pemasangan Tulang Kolom

Pemasangan Bekisting Kolom

Pengecoran Kolom

Pembongkaran Bekisting Kolom

Gambar 3.3 Diagram Alur Pekerjaan Kolom

3.2.1 Marking Kolom (Penentuan As Kolom)


Titik As kolom diperoleh dari hasil pekerjaan pengukuran, yaitu
marking berupa titik-tiktik atau garis yang digunakan sebagai dasar penentuan
letak kolom. Sebelumnya, Marking dilakukan oleh tim surveyor dengan cara
sebagai berikut :

1. Menyiapkan semua peralatan ke lokasi kolom yang akan diukur


2. Membaca gambar shopdrawing untuk melihat posisi kolom,
bentuk, dan ukurannya
3. Memasang Level tepat di atas garis pinjaman tegak lurus dengan
lantai di bawahnya, menyetel alat sehingga benar-benar tegak,
datar, dan siku dari garis pinjaman bangunan.
4. Membidik Level pada area kolom yang akan diukur, surveyor
lainnya memegang spidol untuk diarahkan ke posisi titik yang pas
sesuai hasil bidikan levelsehingga ditemukan dua titik rencana as
grid.
5. Menyipat dua titik as grid dengan alat sipatan sehingga membentuk
garis pada lantai beton.
6. Mengukur posisi kolom berdasarkan as grid, jika as grid satu meter
maka posisi as kolom adalah sejauh satu meter dari as grid.
7. Setelah penentuan titik kolom selesai maka bisa dilanjutkan dengan
pemasangan besi tulangan dan bekisting. Lalu surveyor kembali
melakukan pengecekan jarak bekisting dari as grid apakah telah
sesuai atau belum
8. Setelah bekisting kolom berada pada posisi yang pas dan benar-
benar tegak maka bisa dilakukan pengecoran.

Gambar 3.4 Penentuan As Kolom

Gambar 3.5 Proses Marking Kolom


3.2.2 Penulangan Kolom
Pada suatu konstruksi bangunan, kolom berfungsi sebagai pendukung
beban-beban dari balok dan pelat untuk diteruskan ke tanah dasar melalui
pondasi.Beban balok dan pelat ini merupakan beban aksial tekan serta
momen lentur (akibat kontinuitas konstruksi).Oleh karena itu dapat
didefinisikan kolom ialah suatu struktur yang mendukung beban aksial
dengan/tanpa momen lentur (Asroni, 2010).

Struktur dalam kolom dibuat dari besi dan beton. Keduanya

merupakan gabungan antara material yang tahan tarikan dan tekanan. Besi

adalah material yang tahan tarikan, sedangkan beton adalah material yang

tahan tekanan. Gabungan kedua struktur ini memungkinkan kolom bisa

menahan gaya tekan dan gaya tarik, sehingga disebut sebagai beton

bertulang. Fungsi utama beton adalah untuk menahan gaya tekan dan

menutup besi tulangan agar tidak berkarat, sedangkan fungsi besi tulangan

adalah untuk menahan gaya tarik serta mencegah retak beton agar tidak

melebar. Ada dua jenis tulangan yang dipakai dalam proyek, yaitu:

1. Tulangan Ulir (Deformed Bar)


Tulangan ulir adalah tulangan beton dengan bentuk khusus yang

permukaannya memiliki sirip atau ulir.Tulangan ulir menggunakan

simbol D untuk menyatakan diameter tulangan ulir. Berdasarkan

ketentuan SNI T-15-1991-03 pasal 3.5, baja tulangan ulir lebih

diutamakan pemakaiannya untuk batang tulangan. Salah satu tujuan

dari ketentuan ini adalah agar struktur beton bertulang tersebut

memiliki keandalan terhadap gempa dan akan terdapat lekatan yang


lebih baik antara beton dengan tulangannya. Syarat yang harus

dipenuhi untuk tulangan ulir menurut SNI T-15-1991-03 diantaranya

sebagai berikut:

a. Mutu dan cara uji harus sesuai dengan SII-0136-86 atau


ekivalen JLS. G 3112
b. Baja tulangan ulir mempunyai kuat leleh lebih besar dari
400 KN/cm2 boleh dipakai asalkan fy adalah tegangan yang
memberikan regangan 0,30%.

2. Tulangan Polos (Plain Bar)


Tulangan polos adalah tulangan berpenampang bundar dengan

permukaan rata tidak bersirip.Tulangan polos memiliki kuat leleh 240

KN/m2.ini tersedia dalam beberapa macam diameter namun karena

ketentuan SNI T-15-1991-03 hanya memperkenankan pemakaiannya

untuk sengkang dan tulangan spiral.

Dalam proyek pembangunan Ruang Kelas Dan Sarana Penunjang Relokasi

SMP Negeri 1 Sentani Papua. tulangan utama yang digunakan merupakan

baja tulangan ulir (deformed bar) D19 dan D16 yang sesuai dengan SNI 03-

2847-2002 pasal 5.5.1 bahwa tulangan yang digunakan haruslah tulangan

ulir atau BJTD, sementara tulangan polos digunakan sebagai tulangan spiral

(tulangan geser) atau sengkang untuk menahan gaya geser. Tulangan utama

menggunakan tulangan ulir dimaksudkan agar struktur beton bertulang

memiliki keandalan terhadap gempa, dikarenakan akan terdapat ikatan yang

baik antara beton dan tulangannya, sehingga struktur bangunan juga akan
lebih kuat. Berdasarkan Spesifikasi Teknis, detail dan pemasangan

pembesian harus sesuai dengan gambar rencana dan standar yang belaku.

Kolom yang di tinjau pada proyek konstruksi ini, yaitu Kolom lantai 2

dengan ukuran atau dimensi suatu kolom 450/400. Berdasarkan Spesifikasi

Teknis, detail dan pemasangan pembesian harus sesuai dengan gambar

rencana dan standar yang belaku. Detail tulangan yang digunakan dalam

proyek konstruksi ini

Gambar 3.6 Denah Type Kolom Lantai 2


Gambar 3.7 Denah Type Ukuran Kolom Parkiran Lantai 1

Gambar 3.8 Denah Balok Lantai 2


Gambar 3.9 Detail Kolom

Besi yang digunakan adalah besi SNI dengan panjang setiap lonjornya

adalah 12 meter. Untuk itu lonjoran besi tersebut harus dipotong serta

dibengkokkan agar sesuai dengan besi yang diinginkan untuk diaplikasikan

ke lapangan. Pembesian kolom berfungsi untuk menahan gaya tarik yang

terjadi pada beton. Adapun proses pekerjaan pembesian/penulangan kolom

dalam proyek ini adalah sebagai berikut:

 Sebelum tulangan dipasang dilakukan pemotongan dan


pembengkokkan tulangan. Proses pemotongan besi menggunakan alat
Bar Cutter yang dapat, sedangkan pembengkokkan besi menggunakan
alat Bar Bender.
sesuai dengan SNI 03-2847-2002 pasal 9.3 tentang cara
pembengkokkan tulangan, dimana tulangan yang dibengkokkan harus dalam
keadaan dingin. Batang tulangan harus sudah ditekuk sebelum dipasang
dalam cetakan dan apabila sebagian tulangan telah tertanam pada beton
maka pembengkokkan tidak diperbolehkan kecuali diizinkan pengawas.
Gambar 3.10 Bar Cutter
(sumber Google)

Gambar 3.11 Bar Bender


(sumber Google)

 Selanjutnya adalah perakitan tulangan utama dengan sengkang sesuai


dengan shopdrawing desain tulangan yang telah dibuat. Setiap
pertemuan antara tulangan utama dengan sengkang diikat dengan
menggunakan kawat bendrat.
Gambar 3.12 Perakitan tulangan dan sengkang

 Untuk besi tulangan precast, diangkut menggunakan Tower Crane


ke lokasi yang akan dipasang.
 Setelah besi tulangan terpasang pada posisinya dan cukup kaku,
selanjutnya dipasang beton decking. Beton decking adalah beton atau
spesi yang dibentuk sesuai dengan selimut beton yang telah
direncanakan.

Gambar 3.13 Hasil Perakitan Tulangan

Gambar 3.14 Hasil Perakitan Tulangan


Gambar 3.16 Hasil Pemasangan Sepatu Kolom
(Sumber Google Sketchup)

3.2.3 Pemasangan Bekisting


Setelah penulangan kolom selesai, tahap selanjutnya adalah

pemasangan bekisting. Bekisting adalah cetakan sementara yang digunakan

untuk menahan beton selama beton dituang dan dibentuk sesuai dengan

bentuk yang diinginkan. Dikarenakan berfungsi sebagai cetakan sementara,

bekisting akan dilepas atau dibongkar apabila beton yang dituang telah

mencapai kekuatan yang cukup (Stephen, 1985).

Menurut Ervianto (2006), persyaratan umum yang harus dipenuhi bagi

cetakan beton antara lain:

a. Mempunyai volume stabil sehingga dapat menghasilkan dimensi


beton yang akurat
b. Dapat digunakan berulang kali
c. Mudah dibongkar pasang dan dipindahkan
d. Rapat air, sehingga tidak memungkinkan air agregat akan keluar
dari cetakan
e. Mempunyai daya lekat rendah dengan beton sehingga mudah
dipindahkan.
Jenis bekisting yang dipakai dalam proyek ini adalah bekisting knock
down yang menggunakan bahan besi hollow dan plat baja. Penggunaan
bekisting ini menghasilkan bentuk yang lebih  jika dibandingkan dengan
penggunaan triplek dan papan pada sistem bekisting konvensional.
 bekisting knock down memang lebih mahal dibandingkan bekisting
konvensional yang menggunakan triplek dan papan. Namun bekisting knock
down bisa dipakai berulangkali, tahan lama dan juga awet. Cara pemakaian
dan perawatan yang tepat dapat membuat bekisting knock down ini semakin
tahan lebih lama. Setelah pemakaian, elemen bekisting knock down ini
sebaiknya dibersihkan dari sisa-sisa material yang menempel agar dapat
digunakan lagi dengan kualitas yang tidak berkurang.

Tahap-tahap pemasangan bekisting adalah sebagai berikut :

1. Persiapan bahan bekisting diantaranya papan bekisting, sabuk


bekisting, besi holo, paku, palu, dan scaffolding.
2. Pembersihan bekisting sebelum dipasang. Adanya kotoran pada
bekisting akan menimbulkan hasil cor tidak rapi bahkan retak
3. Pemberian pelumas atau mould oil pada bekisting agar pada saat
pengecoran beton tidak menempel pada bekisting sehingga hasil
cor rapi
4. Pemasangan sepatu kolom pada dasar kolom atau lantai dengan
cara dipaku.
5. Pemasangan besi holo di belakang papan bekisting. Pemakaian besi
holo pada sisi papan bekisting dilakukan untuk membantu papan
bekisting berdiri tegak. Besi holo yang dipasang pada papan
bekisting vertikal dengan papan dan tidak boleh miring
6. Pemasangan sabuk bekisting untuk mengunci papan bekisting.
7. Pemasangan support yang berupa besi yang berguna untuk
menegakkan dan memperkuat bekisting. Support dipasang di sisi-
sisi bekisting yang sudah berdiri agar bekisting berdiri tegak dan
saat pengecoran bekisting tidak roboh
8. Pengecekan ketegakan bekisting dengan alat unting-unting atau
benang. Unting-unting ditempatkan pada kedua sisi bekisting.
Gambar 3.17 Pemasangan Bekisting

3.2.4 Pengecoran Kolom


Pengecoran adalah proses penuangan beton segar ke dalam cetakan

suatu elemen struktur yang sebelumnya telah dipasang besi tulangan, beton

decking, dan bekisting. Pada saat pengecoran sebelumnya harus disiapkan

beton ready mix dahulu. Beton yang akan digunakan dalam proses

pengecoran ini dihasilkan oleh Batching Plant yang berada di dalam area

proyek.

 Tahap Pengecoran Kolom

1. Setelah tahap pembuatan beton selesai maka dilakukan


pengecoran pada kolom. Pengecoran kolom dibantu oleh mobil
concrete pump yang berfungsi untuk menyalurkan beton dari
mixer truck ke kolom yang akan dicor. Pengecoran kolom
menggunakan beton K250 atau kekuatan rencananya 19 Mpa.
2. Dalam SNI 03-2847-2002, proses pengangkutan adukan beton
dari tempat pengadukan ke tempat pengecoran harus dilakukan
dengan cara-cara yang dapat mencegah pemisahan (segregasi)
atau hilangnya bahan-bahan.
Gambar 3.18 Proses Pengecoran Kolom

3. Setelah perojokan selesai, digunakan vibrator atau alat


penggetar yang berfungsi untuk memadatkan beton yang
dimasukkan ke dalam bekisting. Tujuannya yaitu agar udara
yang masih di dalam beton bisa keluar sehingga tidak
menimbulkan rongga atau lubang. Vibrator memberikan efek
pada beton menjadi padat, rata, kuat, dan tidak ada rongga.
4. Proses penuangan dan pemadatan dilakukan berulang-ulang
hingga bekisting penuh agar hasil kolom padat, tidak keropos,
dan kuat.

3.2.5 Pelepasan Bekisting


Setelah pengecoran selesai, maka dapat dilakukan pembongkaran atau

pelepasan bekisting. Proses pembongkarannya dilakukan secara manual

sebagai berikut:

1. Setelah beton berumur 24-48 jam maka bekisting kolom sudah


dapat dibongkar. Pada proyek ini, setelah umur kolom 24 jam,
bekisting kolom dilepas dan dilakukan perawatan beton
2. Papan bekistingdipukul-pukul dengan menggunakan palu agar
lekatan beton pada papan bekistingdapat terlepas.
3. Push pull (penyangga bekisting) dikendorkan kemudian dilepas
4. Baut-baut pada bekisting dikendorkan sehingga panel bekisting
terlepas
5. Pelepasan papan bekisting dilakukan oleh 2-3 orang pekerja dengan
hati-hati agar tidak merusak beton pada kolom.

SNI 02-2847-2002 menyebutkan bahwa pembongkaran cetakan dan

acuan hanya boleh dilakukan apabila bagian konstruksi tersebut telah

mencapai kekuatan yang cukup untuk memikul beban sendiri dan beban-

beban pelaksanaan yang bekerja padanya.Cetakan harus dibongkar dengan

cara-cara yang tidak mengurangi keamanan dan kemampuan layan struktur.

Beton akan mengalami pengerasan secara sempurna setelah 28 hari.

Pada struktur kolom, pembongkaran bekisting dilakukan setelah 1 hari

setelah pengecoran. Menurut SNI 03-2847-2002 menyebutkan bahwa

struktur yang didukung cukup kuat di atas penopang, cetakan sisi balok,

girder, kolom, dinding, dan cetakan vertikal yang serupa pada umumnya

dapat dibongkar setelah waktu rawat komulatif selama 12 jam asalkan

cetakan sisi tidak menahan beban selain tekanan lateral beton plastis.

Gambar 3.19 Pelepasan Bekisting


Gambar 3.20 Hasil Kolom

Setelah bekisting di lepas maka beton tersebut harus di rawat, menurut

SNI 03-2847-2002 beton harus dirawat pada suhu di atas 10 o dan dalam

kondisi lembab untuk sekurang-kurangnya 7 hari setelah pengecoran. yaitu

tabel konversi beton, pada umur 7 hari beton akan memiliki kuat tekan 70%,

untuk itu perawatan diperbolehkan selama 7 hari agar kolom memiliki

kekuatan yang cukup baik.

Fungsi plastik adalah menjaga beton agar jika terjadi penguapan maka

permukaan beton tetap lembab karena air akan terperangkap diantara

permukaan beton dan lembaran plastik. Plastik yang digunakan dalam

proses perawatan beton yaitu plastik yang sesuai dengan peraturan ASTM

C171 yaitu jenis plastik lapisan Polyethylene dengan ketebalan 4 mm.

Kelebihan plastik ini yaitu ringan, efektif sebagai penghalang penguapan

air, serta mudah diterapkan. Dengan menjaga kelembaban beton, maka

lekatan antara pasta semen dengan agregat menjadi bagus sehingga

menghasilkan beton dengan kualitas baik, kuat, dan tahan lama.


3.3 Analisis Kolom
Maksud dan tujuan dalam pembahasan ini adalah menganalisis
penulangan kolom yang telah ditentukan ukuran dan dimensinya. Data- data
sebagi berikut :
Ukuran Kolom :
b = 450 mm
h = 400 mm
Mutu Beton Fc’ = 19,3 Mpa
Mutu Baja Fy = 390 Mpa
Tinggi Selimut Beton = 40 mm
Tulangan Utama = 16 D19
Tulangan Sengkang = D10 – 100
Beban Ultimate Pu (sap 2000 v.14) = 621985.54 N
Momen Ultimate Mu (sap 2000 v. 14) = 372495914 N-mm
Panjang Kolom = 3650 mm
Tinggi Balok = 300 mm
Panjang Efektif Kolom = L-Tinggi Balok
= 3250 mm
Pn > Pu/Ø = 1221410.52647 > 956900.83 (ok)
Mn > Mu*Ø = 632155300.2 > 573070637  (ok)
BAB IV
PENUTUP

Setelah melaksanaka Kegiatan Kerja praktek yang dilakukan selama satu


bulan ini banyak memberikan pengalaman yang kami dapatkan baik itu ilmu,
pengalaman, serta pengetahuan tentang konstruksi. Beberapa kesimpulan dan
saran yang dapat penulis berikan dalam laporan ini adalah sebagai berikut.

4.1. Kesimpulan
Dari hasil pelaksanaan kerja praktek pada pembangunan ruang kelas dan
sarana penunjang relokasi smp negeri 1 sentani papua oleh PT.PUNCAK
BERKAH di simpulkan bahwa.
1. Peerjaan kolom
Kolom yang di gunakan pada proyek ini ada dua type yaitu kolom 450-
400 dan kolom 300-300 yang memiliki mutu beton k225 atau memiliki
kuat tekan 225kg/cm².

4.2 Saran

1. Pelaksanaan pembangunan proyek harus di usahakan cepat dan tepat


dalam segala pelaksanaanya sesuai dengan time schedule yang telah di
buat dengan tetap memperhatikan mutu dan kualitas bangunan. Untuk
memperlancar kegiatan proyek agar selesai tepat pada waktunya
diperlukan kerjasama yang baik antara pihak – pihak yang terkait
dalam pembangunan proyek tersebut
2. Sebaiknya pihak pengawas lebih tegas lagi dalam hal pengawasan,
monitoring, penilaian dan evaluasi pekerjaan agar hasil dari pekerjaan
nantinya sesuai dengan rencana.
3. Pelaksanaan poyek harus disesuaikan dengan rencana kerja dan syarat-
syarat yang telah di tentukan agar dapat menghasilkan stuktur
bangunan yang sesuai dengan yang di harapkan maupun persyaratan
4. Sebaiknya pihak pengawas lebih tegas lagi dalam hal pengawasan,
monitoring, penilaian dan evaluasi pekerjaan agar hasil dari pekerjaan
nantinya sesuai dengan rencana.
DAFTAR PUSTAKA

1. DPU. 1984. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia.


Bandung: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan.
2. DPU. 1987. Pedoman Perencanaan Bangunan Baja Untuk Gedung.
Jakarta: Yayasan Badan Penerbit PU.
3. Asiz Sila, Ardi. 2003. Materi Kuliah Strukur Beton II. Jurusan Teknik
Sipil FTSI Uniyap.
4. DPU. 1991. “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan
Gedung”. Bandung: Yayasan LPMB.
5. SNI 1727:1989.Tata Cara Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan
Gedung
6. SNI 2847:2013, Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung
7. DPU. 1989. Pedoman Beton. Bandung: Yayasan Penerbit PU.

Anda mungkin juga menyukai