Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN DESAIN KONSTRUKSI BETON II

DOSEN PENGAMPU

Harriad Akbar Syarif, ST., MT.


NIDN. 1001069301

DI SUSUN OLEH:

Erika Desvina
NIM. 2013011

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN

TA. 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN DESAIN KONSTUKSI BETON II

Disusun Oleh:

Erika Desvina
NIM. 2013011

Mengetahui,

Dosen Pengampu Mata Kuliah Asisten Dosen

Konstruksi Beton II

Harriad Akbar Syarif, ST., MT. Fatimah Azzuhriyah


NIDN. 1001069301 NIM. 1913009
LEMBAR ASISTENSI
DESAIN KONTRUKSI BETON II

Nama : Erika Desvina


Nim : 2013011
Dosen Pengampu : Harriad Akbar Syarif, ST., MT.

NO HARI/TANGGAL URAIAN PARAF


1. ,09 Oktober 2022  Perbaiki nama Asdos
 Perbaiki data tugas
sesuaokan dengan soal
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim
Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia–Nya sehingga saya masih diberi kesempatan untuk
menyelesaikan penulisan laporan akhir yang berjudul “Desain Konstruksi Beton
II” tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Konstruksi Beton II. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan bagi para pembaca dan juga saya sebagai penulis.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Harriad Akbar Syarif,
ST., MT. yang telah memberikan tugas ini sehingga penulis dapat menambah
wawasan dan pengetahuan Konstruksi Beton. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membagikan pengetahuannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari, laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan
laporan ini.

Pasir Pengaraian, 08 Oktober 2022

Erika Desvina
NIM. 2013011

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Desain Struktur Beton II merupakan salah satu tugas yang harus diselesaikan oleh mahasiswa Program Studi S1
Teknik Sipil untuk dapat lulus dalam mata kuliah Struktur Beton II setelah mempelajari tentang Struktur Beton I. Dimana
tugas desain ini akan membantu mahasiswa dalam menerapkan materi-materi yang telah dipelajari dalam kelas menjadi
suatu perencanaan struktur yang lebih nyata.
Struktur yang merupakan rangka dari suatu bangunan memiliki peranan yang sangat penting dalam berdirinya
bangunan tersebut, juga kestabilannya. Struktur yang direncanakan harus mampu menahan gaya-gaya yang disebabkan oleh
beban-beban yang bekerja pada bangunan dan kemudian menyalurkan secara bertahap dari balok, kolom, sampai akhirnya
ke pondasi. Ada beberapa bahan bangunan yang dapat digunakan untuk pembangunan struktur suatu gedung seperti beton,
baja, baja komposit dan kayu.
Struktur bangunan dengan beban beton memiliki berbagai keunggulan dan kekurangan. Adapun keunggulannya
antara lain adalah:
1. Beton memiliki kuat tekan yang relatif tinggi dibandingkan dengan kebanyakan bahan lain.
2. Beton bertulang memiliki ketahanan yang tinggi terhadap api dan air.
3. Struktur beton bertulang sangat kokoh.
4. Beton bertulang tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi.
5. Usia layan beton sangat panjang.
6. Merupakan bahan yang cukup ekonomis.
7. Beton dapat dicetak dalam bentuk yang beragam.
Perencanaan struktur beton ini harus dilakukan sebaik mungkin, sesuai dengan peraturan yang berlaku supaya
bangunan aman dari kegagalan konstruksi. Dari seluruh uraian pentingnya struktur bangunan, maka perencanaan struktur
beton ini harus dilakukan dengan baik dan benar, agar dapat memenuhi syarat keamanan, efisien dan ekonomis.
Adapun tugas dalam desain struktur beton ini secara umum yaitu mendesain dimensi dan penulangan pelat, balok dan
kolom, serta menyajikan hasil desain komponen struktur tersebut sesuai dengan gambar teknik.

1.2 Permasalahan
Dalam perencanaan struktur gedung, yang paling utama adalah kemampuan struktur untuk menahan beban, yang
dalam hal ini adalah struktur yang direncanakan adalah struktur beton. Untuk mampu melayani pembebanan yang terjadi,
maka perencanaan harus dilakukan sebaik mungkin dan harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-2847-
2019 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung dan Standar Nasional Indonesia (SNI) 1726-2019
tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan Non Gedung. Adapun data-data tugas pada
desain ini yaitu sebagai berikut:
1. Gedung yang direncanakan adalah gedung dengan fungsi sebagai bangunan rumah sakit.
2. Bangunan gedung tersebut akan berdiri pada jenis tanah lunak.
3. Gedung direncanakan pada denah 1 lantai tingkat 1 (dasar) sampai lantai tingkat 5, dengan tinggi antar lantai adalah
sebesar 4 m, dan jarak antar kolom adalah sebesar 5 m.
4. Gedung direncanakan pada denah 2 lantai tingkat 6 sampai lantai tingkat 11, dengan tinggi antar lantai adalah sebesar
4 m, dan jarak antar kolom adalah sebesar 5 m.
Perhitungan konstruksi beton bertulang mengacu pada metode ultimit sesuai dengan ketentuan Standar Nasional
Indonesia (SNI) 03-2847-2019 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung, Peraturan Pembebanan
Indonesia untuk Gedung (PPIUG) tahun 1983 dan Standar Nasional Indonesia (SNI) 1726-2019 tentang Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan Non Gedung.
Tugas yang harus dilakukan yaitu mendesain dimensi dan penulangan pelat, balok dan kolom, serta menyajikan hasil
desain komponen struktur tersebut sesuai dengan gambar teknik.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Beton Bertulang


Pada dasarnya beton bertulang merupakan gabungan logis dari dua jenis bahan/material yaitu beton polos dan
tulangan baja. Beton polos merupakan bahan yang memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi memiliki kekuatan tarik
yang rendah. Sedangkan tulangan baja akan memberi kekuatan tarik yang besar sehingga tulangan baja akan memberi
kekuatan tarik yang diperlukan.
Dengan adanya kelebihan masing-masing elemen tersebut, maka konfigurasi antara beton dan tulangan baja
diharapkan dapat saling bekerjasama dalam menahan gaya-gaya bekerja dalam struktur tersebut, dimana gaya tekan ditahan
oleh beton, dan tarik ditahan oleh tulangan baja.
Baja dan beton dapat bekerjasama atas dasar beberapa hal:
1. Lekatan (bond) yang merupakan interaksi antara tulangan baja dengan beton di sekelilingnya, yang akan mencegah
slip dari baja relatif terhadap beton.
2. Campuran beton yang memadai yang memberikan sifat anti resap yang cukup dari beton untuk mencegah karat baja.
3. Angka kecepatan mulai yang relatif serupa menimbulkan tegangan antara baja dan beton yang dapat diabaikan di
bawah perubahan suhu udara.

2.2 Material Pembentuk Beton Bertulang


Unsur utama pembentuk beton adalah semen, air dan agregat. Agregat disini terdiri dari agregat halus yang umumnya
menggunakan pasir dan agregat kasar yang umumnya menggunakan batu kerikil. Selain itu kadang-kadang juga
ditambahkan material campuran (admixture).
Semen dan air membentuk pasta pengikat yang akan mengisi rongga dan mengeras di antara butir-butir pasir dan
agregat, sedangkan agregat akan menentukan kekuatan dan kualitas beton.

2.2.1 Semen
Semen merupakan suatu jenis bahan yang memiliki sifat yang adesif dan kohesif yang memungkinkan
melekatnya fragmen-fragmen mineral menjadi suatu massa yang padat. Dalam hal ini bahan semen akan menjadi
keras karena adanya faktor air, yang kemudian dinamakan semen hidraulis (Hydraulic Cement).
Semen hidrolik yang biasa digunakan pada beton adalah semen Portland (Portland Cement) yang umumnya
membutuhkan sekitar 14 hari untuk mencapai kekuatan yang cukup dan membutuhkan waktu 28 hari untuk mencapai
kekuatan rencana.

2.2.2 Agregat
Pada material beton, agregat memenuhi sekitar 70% - 75% dari isi total beton, sehingga perilaku beton
sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat agregat. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya agregat biasanya terdiri dari 2
macam yaitu agregat halus yang umumnya berupa pasir dan agregat kasar yang pada umumnya berupa kerikil.
Agregat halus adalah bahan yang lolos dari saringan no. 4 (lebih kecil dari 3/16 inci, berdasarkan ASTM).
Dan agregat kasar adalah bahan-bahan yang berukuran lebih besar.

2.2.3 Air
Air merupakan bahan utama dalam campuran beton karena air yang mengakibatkan partikel-partikel semen
saling mengikat baik mengikat antar partikel maupun dengan tulangan baja.

2.2.4 Bahan Campuran


Disamping bahan-bahan utama di atas, terdapat bahan campuran tambahan yang juga sering ditambahkan
pada campuran beton, baik sebelum atau ketika sedang mencampur.
Campuran admixture dapat dipakai untuk mengubah sifat beton agar berfungsi lebih baik atau lebih
ekonomis, di antara kegunaannya adalah:
a) Meninggikan gaya tahan terhadap kemunduran mutu akibat siklus dari pembekuan-pencairan.
b) Meninggikan kelayanan tanpa menambahkan kadar air.
c) Mempercepat perkembangan kekuatan pada usia dini.
d) Memperlambat perkembangan.
e) Meninggikan kekuatan.

2.3 Pembebanan
Spesifikasi pembebanan dapat mengacu pada peraturan pembebanan Indonesia (SNI) atau peraturan pembebanan
Amerika (ACI).

2.3.1 Beban mati


Beban mati adalah berat dari seluruh bagian bangunan yang permanen, besar beban tetap dan lokasinya juga
tetap. Beban mati bergantung pada berat jenis material bangunan. Sebagai contoh untuk material beton berat normal.
Berat jenis 2400 kg/m3. Contoh beban mati antara lain:
1. Berat struktur seperti dinding, lantai, atap, langit-langit dan tangga.
2. Perlengkapan bangunan yang sifat tetap seperti HVAC, perpipaan, kabel dan sebagainya.

Tabel 2.1 Beban Mati, Berat Sendiri Bahan Bangunan Komponen Gedung
Beban Mati, berat sendiri bahan bangunan komponen gedung
BAHAN BANGUNAN
 Baja 7.850 kg/m3
 Batu Alam 2.600 kg/m3

 Batu belah, batu bulat, batu gunung (berat tumpuk) 1.500 kg/m3

 Batu karang (berat tumpuk) 700 kg/m3


1.450 kg/m3
 Batu pecah
7.250 kg/m3
 Besi tuang
2.200 kg/m3
 Beton (1)
2.400 kg/m3
 Beton bertulang (2)
1.000 kg/m3
 Kayu (Kelas I) ( ) 3
1.650 kg/m3
 Kerikil, koral (kering udara sampai lembap, tanpa diayak)
 Pasangan bata merah 1.700 kg/m3
 Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung 2.200 kg/m3
 Pasangan batu cetak 2.200 kg/m3
 Pasangan batu karang 1.450 kg/m3
 Pasir (kering udara sampai lembap) 1.600 kg/m3
 Pasir (jenuh air) 1.800 kg/m3
 Pasir kerikil, koral (kering udara sampai lembap) 1.850 kg/m3

 Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai lembap) 1.700 kg/m3

 Tanah, lempung dan lanau (basah) 2.000 kg/m3


11.400 kg/m3
 Tanah hitam

(Sumber : PPIUG 1983)

Tabel 2.2 Komponen Gedung


KOMPONEN GEDUNG
Adukan, per cm tebal :
- Dari semen 21 kg/m2
- Dari kapur, semen merah atau tras 17 kg/m2
Aspal, termasuk bahan-bahan mineral tambahan, per cm tebal 14 kg/m2
Dinding Pas. Bata Merah :
- Satu batu 450 kg/m2
- Setengah batu 250 kg/m2
Dinding pasangan batako :
Berlubang
- Tebal dinding 20 cm (HB 20) 200 kg/m2
- Tebal dinding 10 cm (HB 10) 120 kg/m2
Tanpa lubang
- Tebal dinding 15 cm 300 kg/m2
- Tebal dinding 10 cm 200 kg/m2

(Sumber : PPIUG 1983)

2.3.2 Beban Hidup


Beban hidup adalah beban yang dihasilkan akibat pemanfaatan struktur, yang biasanya berupa beban
maksimum yang mungkin terjadi akibat pemanfaatan bangunan. Besarnya beban hidup yang diambil tidak boleh lebih
kecil dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam peraturan. Tergantung pada jenis elemen struktur dan beban
yang di tinjau, nilai beban hidup dapat direduksi.

Tabel 2.3 Beban Hidup Pada Lantai Gedung


Beban Hidup pada lantai gedung, sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai dengan kegunaan dan juga dinding
pemisah ringan (q ≤ 100 kg/m2). Beban berat dari lemari arsip, alat dan mesin harus ditentukan tersendiri.
BEBAN HIDUP PADA LANTAI GEDUNG
a. Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang disebut dalam b. 200 Kg/m2
b Lantai dan tangga rumah sederhana dan gudang-gudang tidak 125 Kg/m2
. penting yang bukan untuk toko, pabrik atau bengkel
c. Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko,toserba, restoran, hotel, 250 Kg/m2
asrama, dan rumah sakit.
d Lantai ruang olahraga 400 Kg/m2
.
e. Lantai ruang dansa 500 Kg/m2
f. Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan yang 400 Kg/m2
lain dari pada yang disebut dalam a s/d e, seperti masjid, gereja,
ruang pagelaran, ruang rapat, bioskop dan panggung penonton.
g Panggung penonton dengan tempat duduk tidak tetap atau ntuk 500 Kg/m2
. penonton yang berdiri.
h Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam c. 300 Kg/m2
.
i. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam d, e, f, g 500 Kg/m2
j. Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam c, d, e, f, g. 250 Kg/m2
k Lantai untuk: pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip, 400 Kg/m2
. toko buku, toko besi, ruang alat-alat dan ruang mesin, harus
direncanakan terhadap beban hidup yang ditentukan tersendiri,
dengan minimum.
l. Lantai gedung parkir bertingkat:
- Untuk lantai bawah 800 Kg/m2
- Untuk lantai tingkat lainnya 400 Kg/m2
m Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus direncanakan 300 Kg/m2
terhadap beban hidup dari lantai ruang yang berbatasan
*Catatan 100 kg/m2 = 0,980665 kN/m2
Gambar 2.3 : Beban Mati Komponen gedung (Sumber : PPIUG 1983)

2.3.3 Beban Gempa


Beban gempa mengacu pada peraturan SNI 03-1726-2019 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa. Analisis beban gempa dilakukan dengan 2 cara yaitu statik ekuivalen dan dinamik respons spectrum. Untuk
perhitungan gempa statik ekuivalen dapat dilakukan secara otomatis dengan Auto Lateral Loads dan secara manual
dengan cara menginput besarnya beban gempa ke pusat massa struktur tiap lantai. Selain beban mati dan beban hidup,
dalam perencanaan ini juga ada yang namanya beban gempa. Beban gempa adalah beban yang bertambah akibat
adanya gempa bumi (seismic). Gempa ini bisa terjadi searah X maupun Y, sehingga dalam perencanaan ini beban
gempa diinisialkan sebagai EQX dan EQY. Pada perencanaan ini ada yang dikenal dengan Faktor keutamaan gempa,
yaitu: DFSFDA

Tabel 2.4 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung Untuk Beban
Gempa
Jenis Pemanfaatan Kategori
resiko
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa manusia
pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain:
- Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan I
- Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori resiko
I,III, IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Perumahan
- Rumah toko dan rumah kantor
- Pasar
- Gedung perkantoran II
- Gedung apartemen/rumah susun
- Pusat perbelanjaan/mall
- Bangunan industri
- Fasilitas manufaktur
- Pabrik
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa manusia
pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Bioskop
- Gedung pertemuan
- Stadion
- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedan dan unit gawat
darurat
- Fasilitas penitipan anak
- Penjara
- Bangunan untuk orang jompo
III
Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori resiko IV, yang
memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dari atau
gangguan massal terhadap kehidupan masyakat sehari-hari bila terjadi
kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Pusat pembangkit listrik biasa
- Fasilitas penanganan air
- Fasilitas penanganan limbah
- Pusat telekomunikasi

Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori resiko IV,
(termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufatur, proses, penanganan,
penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya,
bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak)
yang mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan
bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang
dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.
Gedung dan non gedung yang dianjurkan sebagai fasilitas yang penting,
termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
- Bangunan-bangunan monumental
- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas IV
bedah dan UGD
- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, garasi
kendaraan darurat

Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi


struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori resiko IV.

(sumber :SNI 1726-2019)


Tabel 2.5 Faktor Keutamaan Gempa
Kategori resiko Faktor keutamaan gempa, Ie
I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,5
(sumber :SNI 1726-2019)

Sistem penahan gaya gempa yang berbeda diijinkan untuk digunakan, untuk menahan gaya gempa dimasing-
masing arah kedua sumbu orthogonal struktur. Sehingga nilai R, Cd, dan Ω0 diatur pada tabel berikut:

Tabel 2.6 Faktor R, Cd, dan Ω0 untuk sistem penahan gaya gempa
No Sistem penahan gaya R Cd Ωo Batasan sistem struktur dan
Seismic batasan tinggi struktur, hn (m)
Kategori desain seismik
B C D E F
Sistem rangka pemikul

1 Rangka baja pemikul 8 3 5,5 TB TB TB TB TB


momen
2 Rangka batang baja 7 3 5,5 TB TB 48 30 TI
pemikul
3 Rangka baja pemikul 4,5 3 4 TB TB 10 TI TI
momen
4 Rangka baja pemikul 3,5 3 3 TB TB TI TI TI
momen
5 Beton bertulang pemikul 8 3 5,5 TB TB TB TB TB
6 Beton bertulang pemikul 5 3 4,5 TB TB TI TI TI

7 Beton bertulang pemikul 3 3 2,5 TB TI TI TI TI

8 Rangka baja dan beton 8 3 5,5 TB TB TB TB TB


komposit pemikul momen
khusus
9 Rangka baja dan beton 5 3 4,5 TB TB TI TI TI
komposit pemikul momen
menengah
10 Rangka baja dan beton 6 3 5,5 48 48 30 TI TI
komposit terkekang parsial
pemikul momen
11 Rangka baja dan beton 3 3 2,5 TB TI TI TI TI
komposit pemikul momen
biasa
12 Rangka baja canai dingin 3,5 3 3,5 10 10 10 10 10
pemikul momen khusus
dengan pembautan
(sumber :SNI 1726-2012)

2.3.4 Distribusi Gaya Gempa


Gaya gempa lateral (Fx) (kN) yang timbul disemua tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut:
Fx = CvxV
dan
Cvx = wxhxk
Ʃwihik
Keterangan:
Cvx = faktor distribusi
V = gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur (kN)
wi dan wx=bagian berat seismik efektif total struktur (W) yangditempatkan atau dikenakan pada tingkat i atau x
hi dan hx = tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x, dinyatakan dalam (m)
k = eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut:
untuk struktur yang yang mempunyai perioda sebesar 0,5 detik atau kurang, k=1
untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 2,5 detik atau lebih, k=2
untuk struktur yang mempunyai perioda antara 0,5 dan 2,5 detik, k harus sebesar 2 atau
harus ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2
2.3.5 Beban Lingkungan
1. Gempa bumi
2. Angin
3. Tekanan tanah/air
4. Genangan air hujan
5. Perbedaan suhu dan perbedaan penurunan

2.3.6 Beban Atap


Beban atap adalah beban minimum pekerja dan peralatan/material kontruksi selama masa pembangunan dan
perawatan/perbaikan. Genangan air hujan:
1. Atap harus dapat memikul beban dari air hujan yang terkumpul pada saat saluran tersumbat.
2. Keruntuhan pada tampungan:
a. Genangan air hujan terjadi di daerah defleksi maksimum
b. Akibat meningkatkan defleksi
c. Mengakomodasikan penambahan air
d. Potensi keruntuhan

2.3.7 Beban saat konstruksi


Contoh beban saat konstruksi antara lain:
1. Peralatan konstruksi
2. Beban pekerja
3. Beban bekisting yang memikul berat beton segar (beton yang belum mengeras)

Kombinasi-kombinasi beban:
a. Kombinasi beban mati dan beban hidup:
U = 1.2 DL + 1.6 LL + 0.5 (Lr atau R)
b. Jika dipengaruhi angin ikut diperhitungkan:
U = 1.2 DL + 1.6 (Lr atau R) (LL atau 0.5 W)
U = 1.2 DL + 1.0 W + L + 0.5 (Lr atau R)
U = 0.9 DL + 1.0 W
c. Jika dipengaruhi gempa harus diperhitungkan:
U = 1.2 DL +1.0 E + LL
U = 0.9 DL + 1.0 E
Ket: Lr = Beban atap
R = Beban hujan

Beberapa ketentuan dasar SNI:


a. Kuat tekan beton struktural minimum: 17,5 Mpa (k-210).
b. Untuk struktural tahan gempa, kuat tekan beton minimum: 25 Mpa (k-250)
c. Baja tulangan yang digunakan haruslah tulangan ulir. Baja polos hanya diperkenankan untuk tulangan spiral atau
tendon.
d. Batasan tulangan di atas tidak berlaku untuk jaringan kawat baja polos.

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Beton


Beberapa kelebihan struktur beton yaitu:
1. Ekonomis
a. Sistem lantai yang relatif tipis yang dapat mengurangi tinggi bangunan beban angin yang lebih kecil dan
mengurangi kebutuhan cladding
b. Bahannya mudah diperoleh
2. Material beton cocok digunakan untuk fungsi arsitektural (dapat dibentuk) dan struktural
3. Tahan terhadap api
Bangunan beton memiliki ketahanan terhadap api selama 1-3 jam tanpa harus dilindungi bahan tahan api (bangunan),
kayu dan baja harus dilindungi bahan tahan api untuk mencapai tingkat ketahanan yang sama.
4. Kekakuan
Kekakuan dan massa yang lebih besar sehingga dapat mengurangi goyangan akibat angin dan getaran lantai (akibat
pengaruh orang berjalan).
5. Biaya perawatan yang rendah
6. Ketersediaan material
a. Pasir, kerikil, semen, air, dan fasilitas pencampuran beton mudah diperoleh.
b. Baja tulangan: lebih mudah dibawa kelokasi konstruksi dibanding profil baja.

Beberapa kekurangan struktur beton, yaitu:


1. Rawan retak
2. Kuat tarik yang rendah
0.1 f’c → jika diberikan penulangan yang tepat, maka akan terjadi retak.
3. Membutuhkan bekisting dan perancah
a. Diperlukan bekisting (acuan) untuk membentuk penampang.
b. Diperlukannya sistem perancah untuk menambahkan beban yang memadai.
c. Biaya tambahan tenaga kerja dan material, yang tidak akan ada bilamana digunakan material bangunan lain
seperti baja atau kayu.
4. Kekuatan per-unit volume relatif rendah
a. f’c (5-10% dari kekuatan baja).
b. Membutuhkan volume yang lebih besar.
c. Bangunan bentang panjang biasanya menggunakan baja.
5. Peerubahan volume dengan bertambahnya waktu
a. Beton dan baja mengalami perpendekan dan perpanjangan yang relatif sama akibat suhu.
b. Beton dapat mengalami susut, yang dapat menyebabkan defleksi tambahan dan keretakan.
c. Beton juga mengalami rangkak pada saat menahan beban tetap, yang menyebabkan peningkatan defleksi seiring
dengan bertambahnya waktu.

2.5 Pelat Lantai


Pelat beton bertulang merupakan bagian struktur bangunan yang menahan beban permukaan (beban vertikal),
biasanya mempunyai arah horizontal, dengan permukaan atas dan bawahnya sejajar. Pelat dapat ditumpu balok beton
bertulang, dinding pasangan bata ataupun dinding beton bertulang, batang-batang struktur baja, tertumpu secara langsung di
kolom, atau tertumpu secara menerus pada tanah. Pelat dapat ditumpu pada dua sisi yang sejajar, biasanya disebut pelat satu
arah (one way). Pelat juga dapat ditumpu pada keempat sisinya yang biasanya disebut pelat dua arah (two way). Pada kondisi
ini beban lantai dipikul dalam kedua arah oleh keempat balok pendukung sekeliling pelat.
Apabila Lx ≥ 0,4 Ly seperti gambar dibawah, pelat dianggap sebagai menumpu pada balok B1, B2, B3, B4 yang
lazimnya disebut sebagai pelat yang menumpu keempat sisinya. Dengan demikian pelat tersebut dipandang sebagai pelat dua
arah (arah x dan arah y), tulangan pelat dipasang pada kedua arah yang besarnya sebanding dengan momen-momen setiap
arah yang timbul.
Lx Lx

B2
B1 B3 LY
B4

a. Lx ≥ 0,4 LY b. Lx < 0.4 LY

Apabila Lx < 0,4 Ly seperti pada gambar, pelat tersebut dapat dianggap
sebagai pelat menumpu balok B1 dan B3, sedangkan balok B2 dan B4 hanya kecil
didalam memikul beban pelat. Dengan demikian pelat dapat dipandang sebagai
pelat dapat dipandang sebagai pelat satu arah (arah x), tulangan utama dipasang
pada arah x dan pada arah y hanya sebagai tulangan pembagi.
Pelat lantai atau slab merupakan elemen bidang tipis yang memikul beban
transversal melalui aksi lentur ke masing-masing tumpuan dari pelat. Beberapa
tipe pelat lantai yang banyak digunakan pada konstruksi diantaranya:
a. Sistem Lantai Flat Slab, merupakan pelat beton bertulang yang langsung di
tumpu oleh kolom-kolom tanpa adanya balok-balok.(Gambar a)
b. Sistem Lantai Grid (Waffle System), mempunyai balok-balok yang saling
bersilangan dengan jarak yang relatif rapat, dengan pelat atas yang tipis.
(Gambar b)
c. Sistem Pelat dan Balok, sistem pelat lantai ini terdiri dari lantai (slab)
menerus yang di tumpu oleh balok-balok. (Gambar c)

Gambar 2.1 Flat Slab Gambar 2.2 Grid Gambar 2.3 Pelat dan Balok

2.6 Balok
Balok adalah suatu bagian konstruksi dari bangunan yang berfungsi sebagai
penerima beban dari pelat lantai lalu menyalurkan beban-beban tersebut ke kolom.
Balok merupakan elemen pendukung struktur yang mengalami momen lentur,
gaya geser, gaya torsi, dan gaya aksial berupa tarik maupun tekan. Berdasarkan
fungsinya balok dibagi atas beberapa jenis, antara lain sebagai berikut:
1) Balok sloof
Balok sloof berfungsi sebagai penerima beban dari dinding lalu diteruskan ke
pondasi.
2) Balok induk dan balok anak
Balok induk berfungsi sebagai penerima beban dari slab lantai lalu disalurkan
ke kolom, sedangkan balok anak berfungsi sebagai penghubung antara balok
induk sehingga konstruksi lebih stabil.

2.7 Kolom
Kolom merupakan elemen tekan yang menumpu/menahan balok yang
memikul beban-beban pada lantai. Sehingga kolom ini sangat berarti bagi
struktur. Jika kolom runtuh, maka runtuh pulalah bangunan secara keseluruhan.
Elemen struktur beton bertulang dikategorikan sebagai kolom jika,
1. L/b ≥ 3, L = panjang kolom, b = lebar penampang kolom
2. Jika L/b < 3, elemen tersebut dinamakan pedestal.
Pada umumnya kolom beton tidak hanya menerima beban aksial tekan, tapi
juga momen. Dalam buku struktur beton bertulang (Istimawan dipohusodo, 1994)
ada tiga jenis kolom beton bertulang yaitu:
1. Kolom menggunakan kolom pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan
kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang, yang
pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral.
Tulangan ini berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar
tetap kokoh pada tempatnya.
2. Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan yang pertama
hanya saja sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah tulangan
spiral yang dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom.
Fungsi dari tulangan spiral adalah memberi kemampuan kolom untuk
menyerap deformasi cukup besar sebelum runtuh, sehingga mampu mencegah
terjadinya kehancuran seluruh struktur sebelum proses redistribusi momen
dan tegangan terwujud.
3. Struktur kolom komposit merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat
pada arah memanjang dengan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa
diberi batang tulangan pokok memanjang.

2.8 Tangga
Tangga adalah sebuah kontruksi yang berupa jalur bergerigi (memiliki trap-
trap) dan dirancang untuk menjembatani dua tingkat vertikal yang berjarak jauh
satu sama lain. Tangga terdiri dari anak tangga-anak tangga yang memiliki tinggi
yang sama. Tangga dapat berbentuk lurus, memutar atau merupakan kombinasi
dari keduanya. Tangga sangat umum dirumah berlantai dua atau lebih. Tangga
juga mempunyai fungsi sebagai jalan darurat, direncanakan dekat dengan pintu
keluar, sebagai antisipasi terhadap bencana kebakaran, gempa keruntuhan dan
lain-lain.

Gambar 2.4 Tangga


Adapun bagian-bagian dari tangga, antara lain sebagai berikut:
1. Pondasi Tangga
Dasar tumpuan (landasan) agar tangga tidak mengalami penurunan dan
pergeseran. Pondasi tangga terletak di pangkal tangga. Pondasi tangga dapat
berupa pasangan batu kali, beton bertulang atau kombinasi antara keduanya.
Pada lantai tingkat, dibawah pangkal tangga harus diberi balok anak agar
lantai tidak menahan beban terpusat yang besar.
Gambar 2.5 Pondasi Tangga

2. Ibu Tangga
Konstruksi utama yang menahan beban tangga, membentang dari bawah
ke atas atau dapat juga didefenisikan sebagai bagian konstruksi pokok yang
berfungsi mendukung anak tangga. Ibu tangga (boom) dapat merupakan
konstruksi yang menjadi satu dengan rangka bangunannya, tapi boleh juga
dibuat terpisah, tergantung cara mana yang dianggap paling menguntungkan.
Apabila ibu tangga (boom) menempel pada dinding maka disebut boom
tembok, bila tidak menempel disebut boom bebas.

Gambar 2.6 Ibu Tangga


3. Anak Tangga
Bagian dari tangga yang berfungsi untuk bertumpunya telapak kaki. Anak
tangga dipasang secara teratur agar aman dan nyaman untuk dilalui. Bentuk
dan lebar serta selisih tinggi masing-masing tangga harus dibuat sama. Anak
tangga terdiri dari langkah tegak (optrede) dan langkah datar (aantrede).
Anak tangga dapat dibuat secara menerus bersambung dari bawah sampai
atas. Bila menghendaki variasi bentuk lain, anak tangga dapat juga dibuat
secara terpisah dengan bentuk sesuai selera.

Gambar 2.7 Anak Tangga

4. Pagar Tangga (Baluster)


Pelindung disampin sisi tangga untuk melindungi agar orang tidak
terperosok jatuh. Pada sisi tangga yang langsung berbatasan dengan tembok,
tidak perlu dipasang pagar tangga, tapi disisi lain yang bebas harus diberi
pagar. Bentuk pagar tangga dapat dibuat berbagai motif, yang sederhana
cukup dibuat dari papan yang dipakukan pada tiang-tiang yang ditanam pada
anak tangga. Kalau menghendaki bentuk yang artistik, dapat dipakai kayu
yang diukir atau batang baja kecil yang dibentuk berbagai model.

Gambar 2.8 Pagar Tangga


5. Pegangan Tangga (Railing)
Batang yang dipasang sepanjang anak tangga untuk bertumpunya tangan,
agar orang yang naik turun tangga merasa lebih aman. Pegangan tangga
dipasang bertumpu pada tiang-tiang pagar tangga, maka tiang-tiang ini harus
ditanam kuat pada anak tangga atau ibu tangga, agar tidak mudah roboh
kesamping. Pada sisi yang berbatasan dengan dinding, pegangan tangga dapat
bertumpu pada begel yang ditanam pada dinding.

Gambar 2.9 Pegangan Tangga

6. Bordes
Plat datar diantara anak-anak tangga, berguna sebagai tempat untuk
memberi kesempatan orang yang naik tangga beristirahat sejenak. Bordes
dipasang pada tangga lurus yang terlalu panjang atau pada sudut sebagai
tempat peralihan arah tangga yang berbelok. Bordes dapat dibuat lebih dari
satu, apabila arah beloknya tangga lebih dari dua kali.

Gambar 2.10 Bordes

Beban pada tangga meliputi beban mati berupa antrede (bagian mendatar),
optrede (bagian tegak), dan finishing berupa pasangan keramik. Ukuran lebar
tangga standar ialah:
a. Dilalui 1 orang lebar ± 80 cm
b. Dilalui 2 orang lebar ± 120 cm
c. Dilalui 3 orang lebar ± 160 cm
Dua teknis tangga dalam perencanaan adalah sebagai berikut:

Gambar 2.11 Komponen Tangga


BAB III
DESAIN PENDAHULUAN
(PRELIMINARY DESIGN)

3.1 Standar Perencanaan


Perencanaan dilakukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-
2847-2019 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung. SNI ini
merupakan adopsi modifikasi dari ACI 318M-11 (Building Code Requirements
for Structural Concrete).
3.2 Gambar Rencana Struktur Bangunan

Gambar rencana struktur bangunan


Denah Lantai 1 (Dasar) –6 Denah Lantai 6 – Lantai 11 (Atap)
Gambar denah bangunan (tampak atas)

Gambar tampak bangunan

Tampak samping belakang Tampak samping kiri


(typical dengan tampak depan)
3.3 Prediksi Tinggi dan Lebar Balok
Tinggi balok diprediksi dengan rumus (dari SNI Tabel 9.5(a)):
h = 1/18,5 (balok dengan satu ujung menerus)
h = 1/21 (balok dengan kedua ujung menerus)
karena dalam denah bangunan terdapat balok dengan satu ujung maupun dua
ujung menerus, maka untuk simplifikasi desain, digunakan tinggi balok yang
paling besar, yaitu:
h1 =L/18,5 = 5000/18,5 = 270,27 mm
h2 =L/21 = 5000/21 = 238,09 mm
h = 270,27 mm
Karena fy tidak sama dengan 410 MPa, maka harus dikoreksi dengan faktor :

h = 270,27 . (0,4 + 270,27 /700) = 212,35 mm


Memperhatikan runtuh struktur yang diperoleh dari software ETABS, maka digunakan tinggi penampang balok dan
lebar penampang balok, h = 800 mm dan b = 600 mm.

3.4 Prediksi Tebal Pelat Lantai


Dengan panjang dan lebar pelat seperti pada denah, maka pelat lantai akan
didesain sebagai pelat dua arah. Tebal pelat diprediksi dengan rumus (dari SNI
Tabel 9.5 (c)):
h1 = ln/36 = 5000/36 = 138,889 mm (fy = 410 MPa)
h1 = ln/33 = 5000/33 = 151,515 mm (fy = 410 MPa)
Interpolasi fy = 410 MPa, sehingga h = 139,790 mm
(panel eksterior dengan balok pinggir/panel interior tanpa penebalan)

Maka, dicoba h = 120 mm


Selain itu, tebal pelat perlu juga dikontrol terhadap SNI pasal 9.5.3.3 :
lnmax = 5000 - ½ . 600 - ½ . 600 = 4400 mm
lnmin = 5000 - ½ . 600 - ½ . 600 = 4400 mm
β = lnmax/ lnmin = 1
Kemudian dihitung faktor α:
α = (4Ecb . Ib/lb) / (4Ecs . Is/ls)

Karena Ecb = Ecs dan lb = ls, maka: α = Ib/Is


Menurut Wight dan MacGregor (Reinforced Concrete Mechanics and
Design), luasan yang digunakan untuk menghitung Ib dan Is adalah:

Untuk Pelat A-B-1-2 (Balok Eksterior)


Contoh perhitungan untuk α1:

5m
3,7 m

53,7mm

Is = 1/12 b . h3
= 1/12 (5 x 1000/2 + 600/2) x 1203
= 561600000 mm4
Untuk menentukan Ib, perlu ditentukan dulu lokasi titik pusat luasan:
A = 120 x (600+800-120) + (600 x (800-120)) = 561600 mm2
yc = ((5358400 x 340) + (408000 x 460))/ 561600 = 3578,234 mm

Io = 1/12 bh3 A(y-yc)2


No Luas (mm2) y (mm) y-yc (mm)
(mm4) (mm4)
1 5358400,000 340,000 -3238,234 33539413333 5,6189E+13
2 408000,000 460,000 -3118,234 15721600000 3,96714E+12

Ib = ∑I0 + A . y2 = 26367590897062,50 mm4


800 mm

A1 200 mm

600 mm
A2
400 mm

400 mm 400 mm

Maka, α1 = Ib/Is = 26367590897062,50 / 1044900000 = 25234,559


Gambar luasan untuk menentukan Ib

Tabel 3.2 Perhitungan Is untuk Pelat A-B-1-2:


No b (mm) h (mm) Is (mm4)
1 2550 120 367200000
2 2550 120 367200000
3 4500 120 648000000
4 4500 120 648000000

Tabel 3.3 Perhitungan Titik Pusat Luasan Balok (yc) untuk Pelat A-B-1-2:

No. A1 A2
Balok
b (mm) h (mm) A (mm2) b (mm) h (mm) A (mm2)
1&2 720,00 120,00 86400 600 120 72000
3&4 840 120 100800 600 120 72000

y1 y2 Atot ΣA.y yc

60 180 158400 18144000 114,545


60 180 172800 19008000 110

Tabel 3.4 Perhitungan Ib untuk Pelat A-B-1-2:

No. Balok No. Luasan Luas (mm2) y (mm)


1 86400 60
1&2
2 72000 180
1 100800 60
3&4
2 72000 180

Io = 1/12 bh3 A (y-yc)2


y-yc (mm) Ib = Σ(Io+Ay2)
(mm4) (mm4)
-54,54545455 103680000 257057851,2
755607272,7
65,45454545 86400000 308469421,5
-50 120960000 252000000
812160000
70 86400000 352800000
Tabel 3.5 Perhitungan α untuk Pelat A-B-1-2:
No Ib Is α
α1 755607272,7 367200000 2,058
α2 755607272,7 367200000 2,058
α3 812160000 648000000 1,253
α4 812160000 648000000 1,253

αm = (α1+α2+α3+α4)/4 = (2,085+2,085+1,253+1,253) /4= 1,662


Karena αm >2, maka berdasarkan SNI rumus (9-13):

= 5000 x (0,8 + (410/1400)) = 121 mm > 90 mm


36 + 9 x 1,00
= 90 mm

5m

Tabel 3.6 Perhitungan


5m Is untuk pelat B-C-2-3:
No b (mm) h (mm) Is (mm4)
1&3 5000 120 720000000
2&4 5000 120 720000000

A1 A2
No.
b
Balok
b (mm) h (mm) A (mm2) (mm) h (mm) A (mm2)
1, 2,
3 & 4 840,000 120,000 100800,000 600 120,000 72000,000
Tabel 3.7 Perhitungan Titik Pusat Luasan Balok (yc) untuk Pelat B-C-2-3:

y1 y2 Atot ΣA.y yc

60,000 180 172800 19008000 110

Tabel 3.7 Perhitungan Titik Pusat Luasan Balok (yc) untuk Pelat B-C-2-3:

No. Balok No. Luasan Luas (mm2) y (mm)

1, 2, 3 & 1 100800 60
4 2 72000 180

Io = 1/12 bh3 A (y-yc)2 Ib =


y-yc (mm)
(mm4) (mm4) Σ(Io+Ay2)
-50 120960000 252000000
812160000
70 86400000 352800000

Tabel 3.8 Perhitungan Is untuk Pelat B-C-2-3:


No Ib Is α
α1 812160000,00 720000000,00 1,128
α2 812160000,00 720000000,00 1,128
α3 812160000,00 720000000,00 1,128
α4 812160000,00 720000000,00 1,128

αm = (α1+α2+α3+α4)/4 = (1,128+1,128 +1,128+1,128)/4 = 1,128

Karena 0,2< αm>2, maka berdasarkan SNI rumus (9-12):

= 5000
x (0,8 + (410/1400)) = 136,641 < 180 mm .
36 + 5 x 1,00 (0,998-0,2)
= 180 mm

Maka, digunakan tebal pelat = 180 mm > 90 mm

Maka, digunakan tebal pelat = 180 mm > 90 mm

a) Balok Eksterior b) Balok Interior


BAB IV

PEMBEBANAN

4.1 Standar Pembebanan


Pembebanan diambil dari ketentuan yang tercantum dalam Peraturan
Pembebanan Indonesia untuk Gedung (PPIUG) tahun 1983 dan Standar Nasional
Indonesia (SNI) 1726-2019 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa
untuk Bangunan Gedung dan Non Gedung.

4.2 Pembebanan
4.2.1 Pelat Lantai
A. Lantai 11
Beban Mati (DL)
Plesteran (2,5 cm) = 52,50 kg/m2
Water proofing = 5,00 kg/m2
Mekanikal dan elektrikal = 25,00 kg/m2
Plafon + penggantung = 18,00 kg/m2 +
100,50 kg/m2
Beban Hidup (LL)
Atap datar (dapat dicapai dan dibebani) = 100,00 kg/m2

B. Lantai 1 – 10
Beban Mati (DL)
Plesteran (2,5 cm) = 52,50 kg/m2
Keramik = 24,00 kg/m2
Spesi (0,5 cm) = 10,5 kg/m2
Mekanikal dan elektrikal = 25,00 kg/m2
Plafon + penggantung = 18,00 kg/m2 +
130,00 kg/m2
Beban Hidup (LL)
Lantai gedung bangunan monumental = 250 kg/m2
Lantai 1 = 1,0 x 250 kg/m2 = 250 kg/m2
Lantai 2 = 1,0 x 250 kg/m2 = 250 kg/m2
Lantai 3 = 0,9 x 250 kg/m2 = 225 kg/m2
Lantai 4 = 0,8 x 250 kg/m2 = 200 kg/m2
Lantai 5 = 0,7 x 250 kg/m2 = 175kg/m2
Lantai 6 = 0,6 x 250 kg/m2 = 150 kg/m2
Lantai 7 = 0,5 x 250 kg/m2 = 125 kg/m2
Lantai 8 = 0,4 x 250 kg/m2 = 100 kg/m2
Lantai 9 = 0,4 x 250 kg/m2 = 100 kg/m2
Lantai 10 = 0,4 x 250 kg/m2 = 100 kg/m2
Lantai 11 = 0,4 x 250 kg/m2 = 100 kg/m2
4.2.2 Balok Tepi
Beban balok tepi dimaksudkan bahwa hanya pada balok tepi struktur
yang menggunakan dinding, selanjutnya pembatas ruangan diasumsikan
menggunakan fiber yang dianggap tidak membebani balok interior ataupun
struktur. Adapun beban balok tepi hanya dibebankan pada balok tepi struktur
lantai 1 hingga lantai 6, sedangkan atap tidak dibebani (tidak ada lagi dinding
atau ruangan di atasnya), dan beban balok tepi merupakan beban mati (DL).
Berikut besar beban balok tepi tersebut:
Berat dinding pasangan ½ bata merah = 250,00 kg/m2
Maka berat dinding pada balok adalah berat dinding dikalikan dengan
tinggi dinding (per lantai), yaitu:
Berat dinding = 250 kg/m2 x 5m = 1250 kg/m = 12,26 kN/m

4.3 Prediksi Dimensi Kolom


Beban hidup (LL) = 250 kg/m2 = 2,4517kN/m2
Beban mati (DL) = 130,00 kg/m2 = 1,2749 kN/m2
Jumlah tingkat (N) = 11
Mutu beton (f’c) = 31 MPa
lx =5m
ly =5m
Beban terfaktor (U) = 1,2 DL + 1,6 LL
= 1,2 (1,2749) + 1,6 (2,4517)
= 5,4526 kN/m2
Beban terpusat (P) = U . lx . l y . N
= 5,4526. 5 .5. 11
= 1499,47 kN
𝝈izin = ⅓ . f’c
= ⅓ . 31 MPa
= 10,3 MPa
Akolom = P/𝝈Izin
= 1499,47/10,3 : 1000
= 0,145 m2
Dimensi kolom = b = h = A0.5
= 0,38 m
Maka, digunakan kolom berbentuk persegi (900 mm x 900 mm)

4.4 Kombinasi Pembebanan


Kombinasi pembebanan yang digunakan yaitu:
1) 1,4 DL Kombinasi 1
2) 1,2 DL + 1,6 LL Kombinasi 2
Ket:
DL = Beban mati (Dead Load)
LL = Beban hidup (Live Load)
BAB V

ANALISIS STRUKTUR

5.1 Perencanaan Balok


Tabel 5.1 Gaya-gaya pada Balok (tidak semua ditampilkan)
Dari tabel tersebut, didapat nilai momen pada balok yang
paling besar yaitu Balok B11 di lantai 11 untuk balok interior
bentang 5 meter seperti pada gambar diatas. Nilai momen
maksimum ini digunakan untuk menghitung perencanaan tulangan
pada balok
Nilai Momen, dan Torsi maksimum pada Balok Interior B11 yang ditinjau

Gambar Diagram Gaya-Gaya Dalam pada Balok B23 Interior 3,7 m

Nilai gaya-gaya dalam pada balok interior bentang 3,7 m B382:


a) Mu kiri = -96,9980 kN.m
b) Mu lapangan = 42,1096 kN.m
c) Mu kanan = 265,8565 kN.m
d) V kiri = -107,4899 kN
e) V kanan = 133,076 kN
f) Torsi = 181,9886 kN.m
5.2 Perencanaan Kolom
Tabel 5.2 Gaya-gaya pada Kolom (tidak semua ditampilkan)

Dari tabel tersebut, didapat nilai gaya aksial pada kolom yang paling besar
yaitu kolom C3 di lantai 1 yang ditinjau untuk kolom ukuran 800 x 600 mm2.
Nilai gaya aksial maksimum ini digunakan untuk menghitung perencanaan
tulangan pada kolom.

Letak Kolom C3 – Lantai 1


Gambar gaya-gaya diagram dalam pada kolom lantai 1

Nilai gaya-gaya dalam pada kolom bawah lantai 1 C3


Pu = -1974,3473 KN
Mu2 = -79,0408 KN.m
Mu3 = -104,8798 KN.m
Vu = -57,4404 KN
5.3 Perencanaan Pelat Lantai
BAB VI

PERENCANAAN PELAT LANTAI

6.1 Perencanaan Penulangan Pelat Lantai


Dalam perencanaan penulangan, tulangan momen positif (tulangan atas) dan
momen negatif (tulangan bawah) dianggap sama, maka perencanaan dilakukan
sekali perhitungan saja (mengabaikan tanda positif atau negatif) yaitu berdasarkan
nilai momen terbesar pada lantai yang ditinjau, yaitu lantai 5.
Tabel 6.1 Gaya-gaya pada pelat lantai (tidak semua di tampilkan)

Sumber : ETABS
Dari tabel tersebut, didapat nilai momen arah X (M11) paling besar yaitu
Pelat F8 di lantai 5 untuk pelat setebal 120 mm. Spesifikasi pelat lantai tinjauan
pada lantai 5 diuraikan sebagai berikut:
Diameter tulangan, D = 10 mm
Mutu beton, f’c = 31 MPa
Mutu baja, fy = 410 Mpa
Tebal pelat lantai = 180 mm
Selimut beton (D ≤ 36 mm ¿ = 22 mm
Lebar tinjauan, bw = 1000 mm
d = tebal pelat – selimut beton – 0,5D = 180 – 22 – (0,5 x 10) = 153 mm

Dari data spesifikasi perencanaan pelat lantai, dapat dihitung rasio tulangan
dan momen pikul maksimum pelat lantai.

a) Gambar Denah Pelat Lantai b) Gambar Denah Pelat Lantai


1 (Dasar) – 5 6 – Atap

Gambar Denah Pelat Lantai

6.1.1 Momen Pikul Maksimum Pelat Lantai (Kmaks)


Momen pikul maksimum pada pelat lantai berdasarkan ukuran
penampang efektif pelat lantai diperoleh sebagai berikut:

'
0 , 05 x (f c−28) 0 , 05 x (31−28)
β 1=0 , 85− =0 , 85− =0,829
7 7
382, 5 x β 1 x f ' c x [ 600+ fy−(225 x 0,829) ]
Kmaks =
(600+ fy)²
382, 5 x 0,829 x 31 x [ 600+410−( 225 x 0,829) ]
=
(600+410)²

= 9,39 MPa

6.1.2 Rasio Tulangan ( ρ ¿


Rasio tulangan pelat lantai dihitung berdasarkan mutu beton dan
tulangan yang digunakan, sesuai dengan ketentuan berikut:
Rasio tulangan minimum( ρ ⁡min)

ρ ⁡min = √ f ' c = √31 =¿0,003


4 fy 4 x 410

Rasio tulangan seimbang ( ρ ⁡balance)


β1 = 0,829

( )
'
0 , 85 x β 1 x f c 600
= x
fy 600+ fy

=
0 , 85 x 0,829 x 31
410
x (
600
600+ 410 )
= 0,032

Rasio tulangan maksimum ( ρ ⁡maks)


( ρ ⁡maks) = 0,75 x ( ρ ⁡balance) = 0,75 x 0,032 =0,024

Catatan:

Jika ρ perlu < ρ ⁡min, maka ρ pakai = ρ ⁡min

Jika ρ ⁡min < ρ perlu, maka ρ pakai = ρ perlu

Jika ρ perlu > ρ ⁡maks, maka perhitungan diulang

6.1.3 Perhitungan Penulangan Arah Bentang Pendek 3,5 m


Data-data perencanaan:
Mu- = 6,387 kgm = 6387 Nmm
Mu+ = 11,006 kgm = 1100,6 Nmm
6.1.3.1 Tulangan Momen Negatif
Mu- = 6387 Nmm
¿
K = Mu− φ x b x d ² ¿

6387
=
0 , 8 x 1000 x 153²
= 0,669 Mpa < Kmaks (ukuran pelat mencukupi)

Luas tulangan perlu (As perlu)

a ( √ 0 , 852 xxKf ' c ) x d


= 1− 1

√ 0 , 85 x 31 ) x153 = 9,554 mm
= (1− 1−
2 x 1,594

'
0 , 85 x f c x a x b
As perlu =
fy
0 , 85 x 31 x 9,553 x 1000
=
410
= 613,96 mm2

Kontrol terhadap Rasio Tulangan ( ρ ¿


A s perlu 613 , 96
ρ perlu = =
bxd 450 x 153 = 0,009
ρ min = 0,007 < ρ perlu 0,009
As min = ρ perlu x b d = 0,009 x 450 x 153=619 ,65 mm 2

Jarak antar tulangan


1 1
x πD² xS x 3 ,14 x 10² x 1000
Sperlu = 4 = 4 = 126,75 mm
A s min 619 ,65
Smaks = ≤(2 h=2 x 180=360 mm)
Smaks = ≤ 450 mm
Maka diambil spasi antar tulangan 200 mm.

Kontrol kecukupan dimensi tulangan.


1 1
x πD² xS x 3 ,14 x 10² x 1000
As aktual = 4 = 4 = 392,699 mm2
s 200
As aktual > Sperlu  OK !
Dari hasil perhitungan diperoleh tulangan momen negatif dan positif
yang dipasang pada daerah tumpuan bentang 5 m, yakni besi D10 dan spasi
tulangan 200 mm.
BAB VII
PERENCANAAN BALOK
7.1 Umum
Untuk penyerderhanaan, balok yang akan direncanakan adalah balok dengan
gaya dalam yang terbesar pada daerah yang ditinjau. Dalam keruntuhan balok
yang paling mempengaruhi adalah gaya momen, maka dalam perencanaan balok
ini didasarkan pada balok dengan gaya momen terbesar pada daerah yang ditinjau.
Desain balok mencakup desain tulangan lentur (longitudinal bar) dan
tulangan transversal/sengkang (stirrups).
7.2 Gambar Denah Balok Rencana

Gambar Denah Balok Rencana

Balok yang direncanakan adalah balok interior (balok B23 di lantai 5) sesuai
dengan daerah yang ditinjau.
7.3 Perencanan Balok
Dari hasil analisis struktur dengan software ETABS, balok memiliki gaya
dalam momen terfaktor maksimum sebesar :
Momen positif, Mu+ = 85,5263 kN.m
Momen negatif maks, Mu- = -96,998 kN.m
7.3.1 Pengecekan Kebutuhan Tulangan Untuk Torsi (SNI Pasal 11.5.1)
be1 = L/12 + bw = 5000/12 + 450 = 866,67 mm
be2 = 6t + bw = 6 x 180 + 450 = 1530 mm
be3 = 0,5(jarak bersih antar balok) = 0,5(5000) + 450 = 2950 mm
beef = min (be1 : be2 : be3) = 816,67 mm
Acp = bw . h + (beff - bw) . hf = 450 x 800 + (816,67- 450) x 180
= 426000,6 mm2
Pcp = bw + h + beff + hf (beff - bw) + (h - hf)
= 450 + 800 + 816,67 + 180 + (816,67 - 450) + (800 - 180)
= 3233,34 mm
Tth = ∅ . f ' c 0,5 (Acp²/Pcp)
= 0,75 . 300,5 (426000,6 / 3233,34)
= 576,18 kN.m
Tu = 85,5263 kN.m < 576,18 kN.m, maka balok Tidak Butuh
Tulangan Torsi.

7.3.2 Perencanaan Tulangan Momen

hf = 180 mm f’c = 31 MPa


hw = 450 fy = 410 MPa
h = 800 bw = 450 mm

Panjang bentang balok (pusat ke pusat tumpuan), I = 5000 mm


Jarak dari pusat ke pusat antar balok, I2 = 5000 mm
Beff = 816,67 mm
Perkiraan tulangan
J = 0,95
∅ = 0,90
Mu = 50,4038 kN.m
d = (800 - 40) = 760 mm ( digunakan selimut bersih 40 mm)
As = (Mu . 106) / (∅ . fy . j . d)
= (50,4038. 106)/(0,90 . 410 . 0,95 . 760) = 189,19 mm2
As = 189,19 mm²
Asmin 1 = (0,25 . f’c 0,5 . bw . d)/fy = 233,74 mm2
Asmin2 = (1,4 . bw .d)/fy = 235,098 mm²
Digunakan 4 tulangan ulir dengan diameter 22 mm (4D22)
As = n (0,25 . π . db² ) = 1519,76 mm² (>As perlu= 394,32 mm2...OK !!!)
Pengecekan Penampang Terkontrol Tarik
daktual = 800 - 40 - 10 - 22/2 = 737mm
ϕ1 = 0,9
a = (As . fy) / (0,85 . f’c . beff) = 3,605 mm
c = a/ ϕ 1 = 4,01 mm ( < hf ... OK!!! )
fs = [0,003 . (dt - c)] / c = 0,548

Pengecekan Kapasitas Penampang


Φ = 0,9 (Penampang terkontrol tarik)
ϕ. Mn= ϕ . As . fy (d - a/2) = 798,081 kN.m

Karena ϕ. Mn = 798,081 kN.m > |Mu| = 627,46 kN.m, maka besar


penampang balok cukup besar untuk menahan momen tarik yang
terjadi.

Pengecekan Spasi Tulangan Tarik


s = (800 – 2 . (40+10) – 5. 22) / 3 = 196,67 mm (spasi aktual)
smin = 22 mm (> db = 22 mm) SNI
fs = 2/3 . fy = 2/3 . 410 = 273,3 MPa
cc = 40 mm (selimut bersih)
smax = 380 (280/fs) – 2,5 . cc = 2893158 mm

Karena smin < s < smax, maka spasi aktual tulangan memenuhi
syarat. “Tahanan momen negatif menggunakan 4 tulangan Diameter
25, 4D25”
Perencanaan Tulangan Transversal (Sengkang)
Dari hasil analisis struktur gedung dengan software ETABS, grafik
distribusi gaya geser terfaktor sepanjang balok dari pusat ke pusat
tumpuan (5 m), Vu=2726,2028kN.

Penampang geser kritis berada pada jarak d dari muka tumpuan, maka:
d= 543,500 mm
Pengecekan Kebutuhan Sengkang
bw = 450 mm
f’c = 31 MPa
fyt = 410 MPa
ϕ = 0,75
Vc = 0,17 . ϕ . f’c0,5 . bw . d = 58.651 kN (SNI Pers. 11- 3)
0,5 . ϕ . Vc = 101,19 kN

Karena 0,5 . Vc = 83,725 kN < |Vu| = 105,739 kN, maka dibutuhkan


sengkanguntuk membantu balok menahan gaya geser Vu.

Pengecekan Kecukupan Penampang


Vs maks = 0,66 . f’c0,5 . bw .d . 1/1000 = 1079,38 kN (SNI Pasal 11.4.7.9)
Vc+Vs maks = 269,84 + 1079,38 = 1349,22 kN
ϕ (Vc + Vs maks) = 1011,92 kN

Karena ϕ (Vc + Vs maks) = 1011,92kN > |Vu| = 13,36kN, maka


penampang balok cukup besar untuk menahan gaya geser.
BAB VIII
PERENCANAAN KOLOM
8.1 Umum
Untuk penyederhanaan, kolom-kolom bangunan akan didesain dengan
dimensi dan detail penulangan yang sama, menggunakan beban kolom terbesar
(momen biaksial dan gaya aksial).
Penggambaran diagram interaksi menggunakan software SPColumn, dengan
persyaratan lainnya akan dicek secara manual.
8.2 Gambar Denah Kolom Rencana

Gambar Denah Kolom Rencana

Kolom yang direncanakan adalah kolom C3, kolom interior yang berada pada
kolom kedua dari sebelah kanan gedung rumah sakit dan baris pertama dari depan
gedung rumah sakit.

8.3 Perencanaan Kolom


Properti material dan dimensi kolom pada lantai 5 adalah sebagai berikut:
Material Beton Material Baja Tulangan Dimensi Kolom
f’c = 31 MPa fy = 410 MPa b = 800 mm
β1 = 0,81 Es = 200000 MPa h = 600 mm
Ec = 27081.1MPa

Dari hasil software ETABS , kolom C3 memiliki gaya dalam sebagai berikut:
Gaya aksial (Pu) = -2440.77 kN

Momen lentur arah x (Mux) = -273.138 kN.m


Momen lentur arah y (Muy) = -101.179 kN.m
Gaya geser (Vu) = -32.8035 kN

Dengan software SPColumn, diperoleh penulangan dan diagram interaksi

gaya aksial - momen biaksial sebagai berikut:

60

60
800
Digunakan Tulangan
Longitudinal 14D22

Tulangan Transversal
Sengkang Persegi D-

600
Gambar 8. 2 Diagram Interaksi Aksial dan momen

Gambar 8. 3 Diagram Interaksi Gaya Aksial dan Momen (satu arah)

Maka dari gambar diagram interaksi di atas dapat disimpulkan bahwa


penulangan kolom di atas sudah memenuhi syarat kekuatan. Akan tetapi, masih
ada persyaratan detail penulangan yang harus diperiksa secara manual.

Pengecekan Tahanan Geser untuk Perencanaan Sengkang


bw = 800 mm |Nu| = 958,688 kN
f’c = 30 MPa |Vu| = 16,4497 kN fyt = 200 MPa
ϕ = 0,75
Vc =[(1 + Nu) / (14 . Ag)] f’c0,5 . bw . d = 388,755 kN (SNI Pers. 11- 4) 0,5 . ϕ.
Vc = 145,783kN
Karena 0,5 .ϕ. Vc = 60,31 kN > |Vu| = 1,79 kN, maka diperlukan
tulangan untuk menahan geser tetapi tetap perlu disediakan tulangan
sengkang untuk kolom.

Perencanaan Spasi Sengkang (SNI Pasal 21.3.5.2)


smax 1 = 8 . db tulangan longitudinal = 176 mm
smax 2 = 24 . db sengkang = 400 mm
smax 3 = setengah dimensi penampang terkecil kolom = 600 mm
smax 3 = 300 mm

Maka, digunakan sengkang persegi D-10 dengan spasi 150 mm


BAB IX
PENUTUP

9.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan mengenai pengaruh kombinasi
beban yang dibantu dengan software ETABS, maka dari perencanaan struktur
bangunan monumental 11 lantai ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari perhitungan kontrol masing-masing elemen aksial dan momen yang
menggunakan mutu beton f’c = 31 MPa (Kolom) dan mutu kolom dan plat
lantai f’c = 30 MPa serta mutu tulangan fy = 410 MPa, diperoleh bahwa
desain masing-masing elemen telah memenuhi syarat dan aman digunakan
untuk portal gedung rumah sakit 11 lantai.
2. Desain ini menggunakan Balok berdimensi 800 x 600 mm.
3. Kolom pada lantai 1-5 menggunakan dimensi 800 x 600 mm.
4. Pelat lantai menggunakan ketebalan sebesar 180 mm.

9.2 Saran
Berdasarkan proses dalam perencanaan struktur bangunan kantor ini, saran
yang perlu dikembangkan pada perencanaan ini adalah:
1. Perlu dilakukan analisis struktur secara menyeluruh. Perlu ditambahkan
beban lateral yaitu angin agar struktur bangunan lebih teruji sebagai
bangunan monumental tingkat tinggi.
2. Pada pembebanan yang ada, perlu ditambahkan beban yang lebih detail lagi,
seperti beban tangga, lift, pendingin ruangan dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Asroni, H. A. (2010). “Balok dan Pelat Beton Bertulang”. Yogyakarta: Graha


Ilmu Badan Standarisasi Nasional (BSN). (2002). “SNI 07-2052-2002Baja
Tulangan Beton”.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional

Badan Standarisasi Nasional (BSN). (2012). “SNI 1726:2012Tata Cara


Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non
Gedung”. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional

Badan Standarisasi Nasional (BSN). (2013). “SNI 03-2847-2013 Persyaratan


Beton Struktural untuk Bangunan Gedung”. Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional

Departemen Pekerjaan Umum (1983). “Peraturan Pembebanan Indonesia untuk


Gedung (PPIUG) tahun 1983”. Bandung: Departemen Pekerjaan Umum

Dipohusodo, I. (1996). Struktur Beton Bertulang, Berdasarkan SK SNI T-15-


1991-03 Departemen Pekerjaan Umum RI”. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama

McCormac, J. C. dan Brown, R. H. (2012). “Design of Reinforced Concrete”.


United States of America: John Wiley & Sons, Inc

Wight, K. J. dan MacGregor, G. J. (2012). “Reinforced Concrete, Mechanics &


Design 6th Edition”. New Jersey: Perason Education,
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai