DOSEN:
1. IMANUEL MBAKE ST., MT
2. LODWIK DAHOKLORY ST., M.Sc
ANGGOTA KELOMPOK:
1. CINDY C.G.L.G.A. LAA (2206090009)
2. ADEL A.S. TOI (2206090007)
3. NI NYOMAN NIKITA SUMARTIANI (2206090071)
4. YOHANES H. UE (2206090040)
5. EUTIKIAN F.F. KOPONG DEMON PUGEL (2206090097)
6. VIKTORIUS S. TAMAT (2206090060)
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
penyertaan dan perlindungan-Nya, kliping berjudul “STRUKTUR BETON BERTULANG” ini
dapat terselesaikan dengan baik guna memenuhi tugas mata kuliah Prinsip dan Struktur
Bangunan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada para dosen yang telah membantu baik secara
moral maupun materi. Terima kasih juga kepada teman-teman yang telah bekerja sama hingga
akhir sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu.
Kliping ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang dapat membangun dan memperbaiki kekurangan kami, sehingga dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam penyusunan kliping selanjutnya. Kami berharap agar kliping
ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang bermanfaat bagi pembaca mengenai
struktur bangunan.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1
1.1. LATAR BELAKANG 1
1.2. RUMUSAN MASALAH 1
1.3. TUJUAN 1
1.4. MANFAAT 2
BAB II 3
2.1. KARAKTERISTIK BETON BERTULANG 3
2.1.1. Karakter dan Sifat Beton 3
2.1.2. Modulus Elastisitas Bahan 7
2.1.3. Bahan Kimia dan Aditif 9
2.2. MUTU BETON 9
2.2.1. Jenis-jenis Mutu Beton 9
2.2.2. Penempatan Mutu Beton 11
2.2.3. Aplikasi Beton Khusus 12
2.3. SISTEM STRUKTUR BETON 14
2.3.1. Struktur Rangka Beton 14
2.3.2. Flat Slab Dua Arah 20
2.3.3. Wafel Slab Dua Arah 22
2.3.4. Cangkang (Shell) 23
2.3.5. Lipat 29
BAB III 34
3.1. KESIMPULAN 34
3.2. SARAN 34
DAFTAR PUSTAKA 35
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. TUJUAN
Adapun tujuan penyusunan kliping ini adalah:
1. Untuk mengetahui karakteristik beton bertulang
2. Untuk mengetahui mutu beton bertulang
3. Untuk mengetahui sistem struktur beton bertulang
1
1.4. MANFAAT
Adapun manfaat dari penyusunan kliping ini yaitu dapat menambah wawasan
mahasiswa arsitektur tentang penggunaan beton bertulang pada konstruksi bangunan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Gambar 1. Bagan alir aktivitas pengerjaan beton
Sumber: Mulyono, 2005
4
● Sifat bahan dasar beton (komposisi dan kehalusan semen, kualitas adukan, dan
kandungan mineral dalam agregat)
● Rasio air terhadap jumlah semen
● Suhu pada saat pengerasan
● Kelembaban nisbi pada saat proses penggunaan
● Umur beton pada saat beban bekerja
● Nilai slump
● Lama pembebanan
● Nilai tegangan
● Nilai rasio permukaan komponen struktur
4. Standar Nasional Indonesia (SNI)
Standar Nasional Indonesia (SNI) yang berkaitan dengan struktur beton untuk
bangunan gedung adalah SNI 03-2847-2002 tentang Tata cara perhitungan struktur
beton untuk bangunan gedung, yang menggunakan acuan normatif:
● SK SNI S-05-1989-F, Standar spesifikasi bahan bangunan bagian B (bahan
bangunan dari besi/baja).
● SNI 03 2492 1991, Metode pengambilan benda uji beton inti.
● SNI 03-1726-1989, Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan
gedung.
● SNI 03-1727-1989-F, Tata cara perencanaan pembebanan untuk rumah dan
gedung.
● SNI 03-1974-1990, Metode pengujian kuat tekan beton.
● SNI 03-2458-1991, Metode pengujian pengambilan contoh untuk campuran
beton segar.
● SNI 03-2461-1991, Spesifikasi agregat ringan untuk beton struktur.
● SNI 03-2492-1991, Metode pembuatan dan perawatan benda uji beton di
laboratorium.
● SNI 03-2496-1991, Spesifikasi bahan tambahan pembentuk gelembung untuk
beton.
● SNI 03-2834-1992, Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal.
● SNI 03-3403-1991-03, Metode pengujian kuat tekan beton inti pemboran.
● SNI 03-3403-1994, Metode pengujian kuat tekan beton inti.
● SNI 03-4433-1997, Spesifikasi beton siap pakai.
● SNI 03-4810-1998, Metode pembuatan dan perawatan benda uji di lapangan.
● SNI 07-0052-1987, Baja kanal bertepi bulat canai panas, mutu dan cara uji.
● SNI 07-0068-1987, Pipa baja karbon untuk konstruksi umum, mutu dan cara uji.
● SNI 07-0722-1989, Baja canai panas untuk konstruksi umum.
● SNI 07-3014-1992, Baja untuk keperluan rekayasa umum.
● SNI 07-3015-1992, Baja canai panas untuk konstruksi dengan pengelasan.
● SNI 15-2049-1994, Semen portland.
● ANSI/AWS D1.4, Tata cara pengelasan – Baja tulangan.
● ASTM A 184M, Standar spesifikasi untuk anyaman batang baja ulir yang
difabrikasi untuk tulangan beton bertulang.
● ASTM A 185, Standar spesifikasi untuk serat baja polos untuk beton bertulang.
5
● ASTM A 242M, Standar spesifikasi untuk baja struktural campuran rendah mutu
tinggi.
● ASTM A 36M-94, Standar spesifikasi untuk baja karbon struktural.
● ASTM A 416M, Standar spesifikasi untuk strand baja, tujuh kawat tanpa lapisan
untuk beton prategang.
● ASTM A 421, Standar spesifikasi untuk kawat baja penulangan - Tegangan tanpa
pelapis untuk beton prategang.
● ASTM A 496-94, Standar spesifikasi untuk kawat baja untuk beton bertulang.
● ASTM A 497-94a, Standar spesifikasi untuk jaring kawat las ulir untuk beton
bertulang.
● ASTM A 500, Standar spesifikasi untuk las bentukan dingin dan konstruksi pipa
baja karbon tanpa sambungan.
● ASTM A 501-93, Standar spesifikasi untuk las canai-panas dan dan pipa baja
karbon struktural tanpa sambungan.
● ASTM A 53, Standar spesifikasi untuk pipa, baja, hitam dan pencelupan panas,
zinc pelapis las dan tanpa sambungan.
● ASTM A 572M, Standar spesifikasi untuk baja struktural mutu tinggi campuran
columbium vanadium.
● ASTM A 588M, Standar spesifikasi untuk baja struktural campuran rendah mutu
tinggi dengan kuat leleh minimum 345 MPa pada ketebalan 100 mm.
● ASTM A 615M, Standar spesifikasi untuk tulangan baja ulir dan polos gilas untuk
beton bertulang.
● ASTM A 616M-96a, Standar spesifikasi untuk rel baja ulir dan polos untuk,
bertulang termasuk keperluan tambahan S1.
● ASTM A 617M, Standar spesifikasi untuk serat baja ulir dan polos untuk beton
bertulang.
● ASTM A 645M-96a, Standar spesifikasi untuk baja gilas ulir dan polos - Tulangan
baja untuk beton bertulang.
● ASTM A 706M, Standar spesifikasi untuk baja ulir dan polos paduan rendah
mutu tinggi untuk beton prategang.
● ASTM A 722, Standar spesifikasi untuk baja tulangan mutu tinggi tanpa lapisan
untuk beton prategang.
● ASTM A 767M-90, Standar spesifikasi untuk baja dengan pelapis seng (galvanis)
untuk beton bertulang.
● ASTM A 775M-94d, Standar spesifikasi untuk tulangan baja berlapis epoksi.
● ASTM A 82, Standar spesifikasi untuk kawat tulangan polos untuk penulangan
beton.
● ASTM A 82-94, Standar spesifikasi untuk jaringan kawat baja untuk beton
bertulang.
● ASTM A 884M, Standar spesifikasi untuk kawat baja dan jaring kawat las
berlapis epoksi untuk tulangan.
● ASTM A 934M, Standar spesifikasi untuk lapisan epoksi pada baja tulangan yang
di prefabrikasi.
6
● ASTM C 1017, Standar spesifikasi untuk bahan tambahan kimiawi untuk
menghasilkan beton dengan kelecakan yang tinggi.
● ASTM C 109, Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis.
● ASTM C 109-93, Standar metode uji kuat tekan mortar semen hidrolis
(menggunakan benda uji kubus 50 mm).
● ASTM C 1240, Standar spesifikasi untuk silica fume untuk digunakan pada beton
dan mortar semen-hidrolis.
● ASTM C 31-91, Standar praktis untuk pembuatan dan pemeliharaan benda uji
beton di lapangan.
● ASTM C 33, Standar spesifikasi agregat untuk beton.
● ASTM C 33-93, Standar spesifikasi untuk agregat beton.
● ASTM C 39-93a, Standar metode uji untuk kuat tekan benda uji silinder beton.
● ASTM C 42-90, Standar metode pengambilan dan uji beton inti dan pemotongan
balok beton.
● ASTM C 494, Standar spesifikasi bahan tambahan kimiawi untuk beton.
● ASTM C 595, Standar spesifikasi semen blended hidrolis.
● ASTM C 618, Standar spesifikasi untuk abu terbang dan pozzolan alami murni
atau terkalsinasi untuk digunakan sebagai bahan tambahan mineral pada beton
semen portland.
● ASTM C 685, Standar spesifikasi untuk beton yang dibuat melalui penakaran
volume dan pencampuran menerus.
● ASTM C 845, Standar spesifikasi semen hidrolis ekspansif.
● ASTM C 94-94, Standar spesifikasi untuk beton jadi.
● ASTM C 989, Standar spesifikasi untuk kerak tungku pijar yang diperhalus untuk
digunakan pada beton dan mortar.
7
Peraturan ACI menyebutkan bahwa rumus berikut ini dapat digunakan untuk
menghitung modulus elastisitas beton yang memiliki berat 90 sampai 155 lb/ft3.
🇨
🇨
E = modulus elastisitas (psi),
w = berat beton (lb/ft3)
,
∫ = kuat tekan 28 hari dari beton (psi)
𝑐
Untuk beton dengan berat normal kira-kira 145 lb/ft3, peraturan ACI menyatakan bahwa
versi yang telah disederhanakan dari rumus sebelumnya dapat digunakan untuk menentukan
modulus, yaitu:
. Istilah beton satuan unit (unit weight) digunakan secara konstan oleh struktur yang
bekerja di Amerika Serikat. Namun ketika kita menggunakan sistem SI, istilah ini harus diganti
dengan istilah kerapatan massa (mass density). Kilogram bukanlah suatu satuan gaya dan
hanya menunjukkan banyaknya materi (matter) dalam suatu benda. Massa suatu benda di
tempat manapun di bumi selalu sama, sedangkan berat dari suatu benda dalam satuan yang
biasa dipakai di Amerika Serikat berubah-ubah tergantung ketinggian sebagai akibat adanya
perubahan percepatan gravitasi bumi.
🇨
Beton dengan kekuatan di atas 6000 psi disebut sebagai beton mutu-tinggi. Pengujian
telah menunjukkan bahwa bila persamaan ACI yang biasa digunakan untuk menghitung E
dipakai untuk menghitung beton bermutu tinggi, nilai yang didapat terlalu besar.
Berdasarkan studi yang dilakukan di Cornell University, persamaan berikut ini
,
direkomendasikan untuk digunakan pada beton dengan berat normal yang memiliki nilai ∫
𝑐
,
antara 6000 dan 12000 psi, dan untuk beton ringan dengan ∫ antara 6000 dan 9000 psi.
𝑐
8
modulus awal. Modulus dinamis ini biasanya dipakai pada analisis struktur dengan
beban gempa atau tumbukan.
9
dilakukan di bawah pimpinan tenaga-tenaga ahli. Beton kelas II dibagi
dalam mutu-mutu standar B1, K 125, K 175, dan K 225. Pada mutu B1,
pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan terhadap mutu
bahan-bahan sedangkan terhadap kekuatan tekan tidak disyaratkan
pemeriksaan. Pada mutu-mutu K 125 dan K 175 dengan keharusan untuk
memeriksa kekuatan tekan beton secara kontinu dari hasil-hasil
pemeriksaan benda uji.
c. Beton kelas III adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan struktural yang
lebih tinggi dari K 225. Pelaksanaannya memerlukan keahlian khusus dan
harus dilakukan di bawah pimpinan tenaga-tenaga ahli. Disyaratkan
adanya laboratorium beton dengan peralatan yang lengkap serta dilayani
oleh tenaga-tenaga ahli yang dapat melakukan pengawasan mutu beton
secara kontinu.
10
berkisar antara 1440 – 1850 kg/m3 , dengan kekuatan tekan umur 28 hari
lebih besar dari 17,2 Mpa.
b. Beton Normal
Beton normal adalah beton yang menggunakan agregat pasir sebagai
agregat halus dan batu pecah sebagai agregat kasar sehingga
mempunyai berat jenis beton antara 2200 kg/m3 – 2400 kg/m3 dengan
kuat tekan sekitar 15 – 40 Mpa.
c. Beton Berat
Beton berat adalah beton yang dihasilkan dari agregat yang memiliki
berat isi lebih besar dari beton normal atau lebih dari 2400 kg/m3. Untuk
menghasilkan beton berat digunakan agregat yang mempunyai berat
jenis yang besar.
d. Beton massa (mass concrete)
Dinamakan beton massa karena digunakan untuk pekerjaan beton yang
besar dan masif, misalnya untuk bendungan, kanal, pondasi, dan
jembatan.
e. Ferro-Cement
Ferro-Cement adalah suatu bahan gabungan yang diperoleh dengan cara
memberikan suatu tulangan yang berupa anyaman kawat baja sebagai
pemberi kekuatan tarik dan daktil pada mortar semen.
f. Beton serat (fibre concrete)
Beton serat (fibre concrete) adalah bahan komposit yang terdiri dari beton
dan bahan lain berupa serat. Serat dalam beton ini berfungsi mencegah
retak-retak sehingga menjadikan beton lebih daktil daripada beton
normal.
11
Beton kelas III ini meliputi beton K-325, K-350, K-375, K450 dan K-500. Kelas
beton ini merupakan klasifikasi beton khusus dan digunakan pada jenis konstruksi yang
memiliki beban lebih berat jika dibandingkan dengan 2 mutu beton sebelumya. Misalnya
diaplikasikan untuk membuat balok dan lantai jembatan, landasan pacu di lapangan
terbang, dermaga, fly over, underpass, dan lain-lain.
12
para desainer proyek terowongan melakukan desain rekayasa shotcrete berdasarkan
kajian awal serta evaluasi terhadap kekuatan massa batuan kemudian menambahkan
beberapa nilai sebagai faktor keamanan.
Fungsi shotcrete pada sebuah kegiatan penggalian adalah sebagai penahan dan
juga dapat sekaligus melakukan fungsi perkuatan. Shotcrete di peruntukkan untuk
menambah kekakuan terhadap sekeliling perimeter permukaan terowongan agar
membatasi pergerakan batuan yang diakibatkan oleh adanya tekanan. Shotcrete
memberikan bantuan perkuatan pada batuan agar dapat menahan bebannya sendiri
melalui perbaikan kuat tekan maupun elastisitas untuk tahanan beban tarik dengan
menaikkan mutu mortar, mempertebal lapisan dan kombinasi penggunaan material
lainnya. Menaikkan mutu mortar dilakukan dengan teknik rekayasa campuran shotcrete
untuk mempertinggi tahanan kuat tekan, umumnya melalui kajian-evaluasi campuran
agregat (pasir) dan semen yang lebih besar.
13
Gambar 4: Ilustrasi penyemprotan dengan menggunakan mesin roboshot
Sumber:https://www.google.co.id/books/edition/Safety_By_Design_Seri_Aspek_Geoteknis_da/bIJqEA
AAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=penggunaan+shotcrete&pg=PA91&printsec=frontcover
14
a.) Plat dasar satu arah (dicor di tempat) b.) Sistem balok dan slab satu arah (di cor di
tempat)
c.) Sistem Jolst pan satu arah (di cor di tempat) d.) Plat datar dua arah (di cor di tempat)
e.) Salb datar dua arah (di cor di tempat) f.) Slab dan balok dua arah (di cor di tempat)
Sistem balok satu arah dengan slab satu arah melintang dapat digunakan untuk
bentang yang relatif panjang (khususnya apabila balok tersebut post-tensioned) dan
memikul bentang besar. Sistem demikian biasanya tinggi. Jarak balok biasanya
ditentukan berdasarkan kebutuhan untuk menumpu slab melintang.
15
g.) Slab wafel dua arah (dicor di tempat) h.) Papan beton prategang bentang lebar (pracetak)
k.) Beam and column system (precast) l.) Housing system (precast and planks post-tensioned
together)
16
pan. Plat ber-rusuk ini dapat mempunyai bentang lebih besar dibandingkan dengan plat
masif, terlebih lagi kalau plat ber-rusuk itu diberi pasca tegangan (post-tensioned).
Penumpu vertikal pada sistem ini dapat berupa kolom-kolom atau dinding bata
pemikul beban. Sistem kolom dan plat ber-rusuk mempunyai kemampuan besar dalam
memikul beban horizontal karena balok membujur maupun melintang dicor secara
monolit dengan sistem lantai. Dengan demikian, aksi rangka (frame action) akan
diperoleh pada kedua arah (transversal dan longitudinal).
17
pelat datar. Drop panels dan kepala kolom juga memberikan kontribusi dalam
memperbesar tahanan sistem slab-dan-kolom terhadap beban lateral.
f. Slab Wafel
Slab wafel (waffle slab) adalah sistem beton bertulang dua arah bertinggi
konstan yang mempunyai rusuk dalam dua arah. Rusuk ini dibentuk oleh cetakan
khusus yang terbuat dari baja atau fibreglass. Rongga yang dibentuk oleh rusuk sangat
mengurangi berat sendiri struktur. Untuk situasi bentang besar, slab wafel lebih
menguntungkan dibandingkan dengan plat datar. Slab wafel juga dapat diberi pasca
tarik untuk digunakan pada bentang besar.
Di sekitar kolom, slab biasanya dibiarkan tetap tebal. Daerah yang kaku ini
berfungsi sama dengan drop panels atau kepala kolom pada slab datar. Dengan
demikian, kemungkinan terjadinya keruntuhan geser pons akan berkurang, dan
kapasitas tahanan momen sistem ini akan meningkat termasuk pula kapasitas pikul
bebannya.
g. Bentuk Lengkung
Setiap bentuk lengkung tunggal maupun ganda (silinder, kubah, dan sebagainya)
selalu dapat dibuat dari beton bertulang. Pada umumnya di dalam cangkang beton
terdapat jaring tulangan baja. Biasanya pada lokasi yang mengalami gaya internal
besar, tulangan itu semakin banyak. Pemberian pasca tarik pada umumnya dilakukan
untuk elemen-elemen khusus (misalnya cincin tarik pada kubah).
18
ini sebagai kantilever besar juga sulit. Penggunaan elemen pracetak akan sangat terasa
untuk bagian yang berulang.
k. Bentuk T Tunggal
Elemen prategang, pracetak, dan besar yang umumnya mempunyai bentang
relatif panjang. Elemen ini sangat jarang digunakan untuk situasi bentang kecil karena
sulitnya melaksanakan perakitannya. Elemen ini selalu ditumpu sederhana. Elemen ini
dapat digunakan untuk beban yang relatif besar. Sebagai contoh, elemen ini dapat
digunakan untuk garasi dan gedung lain yang mempunyai bentang besar dan beban
yang lebih besar dari beban biasa.
19
2.3.2. Flat Slab Dua Arah
Apabila struktur pelat beton ditopang di keempat sisinya, dan rasio antara bentang
panjang terhadap bentang pendeknya kurang dari 2, maka pelat tersebut dikategorikan sebagai
sistem pelat dua arah. Sistem pelat dua arah sendiri dapat dibedakan menjadi beberapa
macam jenis berikut :
1. Sistem balok-pelat dua arah
Pada struktur ini pelat beton ditumpu oleh balok di keempat sisinya. Beban dari
pelat ditransfer ke keempat balok penumpu yang selanjutnya mentransfer bebannya ke
kolom. Sistem pelat dua arah dengan balok ini dapat digunakan untuk bentangan 6-9
meter, sehingga lendutan yang terjadi akan relative kecil.
2. Sistem slab datar (flat slab)
Ini merupakan sistem struktur pelat beton dua arah yang tidak memiliki balok
penumpu di masing-masing sisinya. Beban pelat ditransfer langsung ke kolom. Kolom
cenderung akan menimbulkan kegagalan geser pons pada pelat, yang dapat dicegah
dengan beberapa alternatif sebagai berikut:
a. Memberikan penebalan setempat pada pelat (drop panel) serta menyediakan
kepala kolom (column capital)
b. Menyediakan penebalan panel namun tanpa kepala kolom, panel disekitar kolom
harus cukup tebal untuk memikul terjadinya tegangan tarik diagonal yang muncul
akibat geser pons
c. Menggunakan kepala kolom tanpa ada penebalan panel, namun hal ini jarang
diaplikasikan.
Sistem slab datar dapat digunakan untuk bentangan 6-9 meter, dengan beban hidup
sebesar 4-7 kN/m2.
20
Gambar 6. Tampak depan pelat dengan tulangan pokok dua arah
Sumber : Asroni (2010)
21
2. Membaca gambar penulangan
Aturan dan penggambaran pelat dua arah (dan semua pelat lainnya) adalah
sama seperti aturan penggambaran pada pelat satu arah, jadi simbol-simbol yang
digunakan juga sama. Perlu ditegaskan untuk pelat dua arah, bahwa di daerah lapangan
hanya ada tulangan pokok saja (baik arah lx maupun arah ly) yang saling bersilangan,
tetapi di daerah tumpuan ada tulangan pokok dan tulangan bagi.
● Aturan umum dalam penggambaran, yaitu harus dapat dilihat / dibaca dari
bawah dan / atau sebelah kanan diputar kebawah.
● Tulangan yang dipasang diatas diberi tanda berupa segitiga dengan bagian
lancip di bawah, disebut simbol mendukung. Sesuatu yang didukung pasti
berada di atas.
● Tulangan yang dipasang di atas diberi tanda berupa segitiga dengan bagian
lancip di atas, disebut simbol menginjak. Sesuatu yang diinjak pasti berada di
bawah.
22
Gambar 8. Slab wafel beton bertulang
Sumber:http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ARSITEKTUR/197612072005011-FA
UZI_RAHMANULLAH/STRUKTUR_DAN_KONSTRUKSI__BANGUNAN/
23
● Harus dibuat dari bahan yang keras, kuat, ulet dan tahan terhadap tarikan dan
tekanan.
Material yang paling cocok untuk konstruksi struktur shell adalah beton, karena beton
adalah material yang ketika dicampur dengan air dapat membentuk berbagai macam bentuk
yang berpusat di dalam bekisting. Bagian kecil tulangan bisa ditekuk untuk mengikuti
kelengkungan shell. Saat semen sudah mengering dan beton sudah mengeras. Membran
berperan sebagai shell yang kuat dan kaku dan berfungsi sebagai struktur sekaligus penutup
bangunan.
1. Keuntungan
● Konstruksi yang sangat ringan. Untuk Shell rentangan 30 meter dibutuhkan
ketebalan sekitar 60 mm.
● Beban mati dapat mengurangi beban pondasi dan sistem penopangnya
● Mendapatkan keuntungan dari fakta bahwa bentuk yang melengkung dapat
terentang lebih panjang
● Secara estetika, Shell terlihat lebih bagus dibandingkan dengan bentuk
konstruksi lainnya
2. Kerugian
● Diperlukan akurasi yang lebih besar pada bekisting
● Diperlukan tenaga kerja dan pengawasan yang baik
Spherical Surface
24
Eliptical Surface
Parabolic Surface
25
Gambar 10. Spherical Surface Elliptical Surface
Sumber: Shell structure
26
Kurva-kurva membuka ke arah yang Kurva-kurva ke arah yang saling
sama (synclastic) berlawanan (antisynclastic)
27
4. Penyaluran beban
Kulit cangkang yang tipis dapat memikul suatu beban lembut dengan
tegangan-tegangan membran, dan bahwa tegangan-tegangan membran yang dikerahkan
dalam suatu kulit cangkang terutama tergantung pada kondisi-kondisi tumpuan
perbatasannya. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menimbulkan tegangan
membran murni didalam sebuah kulit cangkang, antara lain:
● Gaya-gaya reaksi pada perbatasan kulit cangkang harus sama dan berlawanan
dengan gaya-gaya membran pada perbatasan yang ditimbulkan oleh beban.
● Tumpuan harus mengizinkan perbatasan kulit cangkang untuk mengalami
perindahan yang ditimbulkan oleh regangan membran.
Jika salah satu atau keduanya tidak tepenuhi, maka akan timbul tegangan lentur
didalam struktur cangkang yang disebabkan oleh:
❖ Gaya meridional, merupakan gaya internal pada cangkang asimetris yang
terbagi rata dan dinyatakan dalam gaya per satuan luas
❖ Gaya-gaya melingkar, dinyatakan sebagai gaya persatuan pnnjang yang
dapat diperoleh dengan meninjau keseimbangan dalam arah transversal.
❖ Distribusi gaya, distribusi gaya melingkar dan meredional dapat diperoleh
dengan memplot persamaan kedua gaya tersebut.
❖ Gaya terpusat, beban ini harus dihindari dari struktur cangkang
❖ KOndisi tumpuan, kondisi ini sangat mempengaruhi perilaku dan desain
struktur. Secara ideal tumpuannya tidak boleh menimbulkan momen
lentur pada permukaan cangkang. Jadi kondisi jepit harus dihindari.
Menggunakan hubungan sendi sama saja dengan memberikan gaya
pada cangkang, yang berarti menimbulkan momen lentur.
5. Contoh bangunan
28
Sydney Opera House Zarzuela hippodrome, Madrid
2.3.5. Lipat
Struktur lipat adalah bentuk yang terjadi pada lipatan bidang-bidang datar dimana
kekakuan dan kekuatannya terletak pada keseluruhan bentuk itu sendiri. Bentuk lipatan ini
mempunyai kekakuan yang lebih dibandingkan dengan bentuk-bentuk yang datar dengan luas
yang sama dan dari bahan yang sama pula. Hal ini dapat dijelaskan karena momen energia
yang didapat dari bentuk lipatan akan jauh lebih besar daripada momen energia yang didapat
dari bidang datar. Karakteristik suatu struktur bidang lipat adalah masing-masing elemen pelat
berukuran relatif rata (merupakan sederetan elemen tipis yang saling dihubungkan sepanjang
tepinya)
1. Bentuk dasar
Berdasarkan bentuk-bentuk yang ada pada alam, manusia mencoba untuk
mempergunakan bentuk-bentuk itu untuk kebutuhan hidupnya. Sesuai dengan
perkembangan cara berpikir manusia maka pengetahuan teknik dan penemuan bahan
berkembang pula serta semakin bertambah maju. Dengan bekal yang dimiliki manusia
tersebut, maka konstruksi lipatan dikembangkan pula, baik dalam bentuknya maupun
bahan yang dipergunakannya. Bentuk lipatan ini sekarang banyak dipergunakan untuk
dinding atap, lantai, bangunan dengan berbagai bentuk dan bahan.
2. Struktur lipat
Menurut Sutrisno (1984) jenis struktur plat lipat dibagi menjadi 3 jenis
dikembangkan dari bentuk dasar. Pertama adalah bentuk prismatis yaitu bentuk yang
terdiri dari bidang-bidang datar yang bersudut siku-siku dan bidang-bidang yang
melintang tegak lurus pada kedua sisi ujung bidang datar bersudut siku-siku tersebut.
Bentuk piramidal yaitu bentuk yang terdiri dari bidang-bidang dasar berbentuk segitiga.
Bentuk semi prismatis yaitu bentuk gabungan dari bentuk-bentuk diatas.
Menurut Benjamin (1984) jenis struktur lipat berdasarkan konstruksinya dibagi
menjadi, antara lain:
a. Plat lipat dua segmen. Komponen dasar dari struktur plat lipat terdiri dari:
plat miring, plat tepi yang digunakan untuk menguatkan plat yang lebar,
29
pengaku untuk membawa beban ke penyangga dan menyatukan plat, serta
kolom untuk menyangga struktur.
b. Plat lipat tiga segmen. Pengaku terakhirnya berupa rangka yang lebih kaku
daripada balok penopang bagian dalam. Kekuatan dari reaksi plat di atas
rangka kaku tersebut akan cukup besar dan di kolom luar tidak akan
diseimbangkan oleh daya tolak dari plat yang berdekatan. Ukuran rangka
dapat dikurangi dengan menggunakan tali baja antara ujung kolom.
c. Plat lipat kubah. Plat yang memiliki bentuk kubah.
d. Folded plate arch. Folded plate arch merupakan folded plate dengan
bentuk melengkung seperti busur.
e. Bentuk Z. Masing-masing unit di atas mempunyai satu plat miring yang
lebar dan dua plat tepi yang diatur dengan jarak antar unit dengan jendela.
Bentuk ini disebut R shell dan sama dengan louver yang digunakan untuk
ventilasi jendela.
f. Dinding yang menerus dengan plat. Pada struktur ini, dinding merupakan
konstruksi beton yang miring. Dinding didesain menerus dengan plat atap.
Kolom tidak dibutuhkan di pertemuan tiap-tiap panel dinding karena
dinding ditahan di ujung atas.
g. Kanopi. Bentuk ini digunakan untuk kanopi kecil di main entrance
bangunan. Struktur ini mempunyai empat segmen. Pengaku struktur
diletakkan tersembunyi di permukaan atas sehingga tidak terlihat dan plat
(shell) akan muncul untuk menutup kolom vertikal.
h. C (tapered folded plate). Struktur ini dibentuk oleh elemen-elemen
runcing. Berat plat di tengah bentang merupakan dimensi kritis untuk
kekuatan tekukan.
i. Plat lipat penyangga tepi (edge support folded plate). Plat tepi dapat
dikurangi dan struktur atap dapat dibuat terlihat sangat tipis jika plat tepi
ditopang oleh rangkaian kolom. Struktur ini cocok digunakan untuk
bangunan dengan estetika tinggi dengan desain atap yang tipis.
j. Plat lipat kuda-kuda (folded plate truss). Terdapat ikatan horizontal
melintang di sisi lebar, di tepi bangunan. Hal ini memungkinkan folded
plate digunakan pada bentang lebar dengan pertimbangan struktural yang
matang.
k. Rangka kaku folded plate. Sebuah lengkung dengan segmen lurus
biasanya disebut rangka kaku. Struktur ini tidak efisien untuk bentuk
kurva lengkung karena momen tekuk lebih besar.
30
Plat lipat dua segmen
Rangka Kaku
Kanopi
31
Plat lipat penyangga tepi
Plat lipat kuda-kuda
3. Contoh bangunan
32
Gambar 16. United Air Force Academy Cadet Chapel, US.
Sumber: http://archipress-ub.blogspot.com/2013/05/struktur-lipat.html
33
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Beton merupakan bahan komposit dari agregat batuan dan semen sebagai bahan
pengikat yang dapat dianggap sebagai sejenis pasangan bata tiruan karena beton memiliki sifat
yang hampir sama dengan bebatuan dan batu bata.
Beton memiliki karakteristik yaitu kuat tekan, yang dimana kekuatan tekan beton
merupakan kemampuan beton untuk menerima gaya tekan. Maka dari itu beton harus
dirancang sedemikian hingga menghasilkan kuat tekan yang sesuai dengan aturan dan tata
cara khusus. Kemudahan pengerjaan beton juga merupakan karakteristik utama yang juga
dipertimbangkan sebagai material struktur bangunan.
Mutu beton diklasifikasikan menjadi 3, yaitu beton kelas 1, beton kelas 2, dan beton
kelas 3. Untuk sistem strukturnya yang prtama ada struktur rangka beton seperti slab dan balok,
ini merupakan sistem beton bertulang yang paling sederhana. Kemudian ada plat berusuk satu
arah yang dibuat mengecor beton pada perancah baja berbentuk khusus. Lalu ada kontruksi
plat datar yaitu sistem beton bertulang 2 arah bertinggi konstan, dan sistem struktur lainnya
seperti konstruksi slab datar. Konstruksi slab dan balok dua arah, slab wafel, bentuk lengkung,
elemen beton pracetak, papan beton pracetak, bentuk T rangkap dan kanal, serta sistem
gedung khusus. Itu merupakan yang termasuk dalam struktur rangka.
Sistem struktur beton yang kedua adalah Flab Slab Dua Arah. Yang ketiga yaitu wafel
slab 2 arah, yang keempat cangkang, dan yang kelima sistem lipat. semua sistem tersebut
mempunyai kelebihan dan kekurangan serta metode pengerjaan khusus yang berbeda.
3.2. SARAN
1. Bagi Mahasiswa Arsitektur
Sebaiknya para mahasiswa arsitektur harus memahami secara menyeluruh dan
lebih mendalam mengenai beton serta sistem strukturnya agar dapat merancang sesuai
dengan karakteristik dan sifat beton.
2. Bagi masyarakat
Sebaiknya masyarakat dapat mengenal mengenai beton ini sendiri agar dapat
mengetahui daya tahan tekan atau standar beton yang baik agar terhindar dari penipuan
dan dapat memperkirakan biaya dalam membuat bangunan yang menggunakan
konstruksi beton.
34
DAFTAR PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Beton Beton didefinisikan sebagai campuran dari
Ariestadi, Dian. Teknik Struktur Bangunan Jilid III. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan, 2008.
https://repositori.uma.ac.id/bitstream/123456789/284/5/118110074_file5.pdf. Accessed 4
Maret 2023.
Dewi, Ayu Komalasari. “(PPT) PPT SHELL STRUCTURE | Ayu Komalasari Dewi.”
Academia.edu, https://www.academia.edu/35186284/PPT_SHELL_STRUCTURE.
Maret 2023.
“Kuliah Ke-7 Sistim Lantai Beton [Compatibility Mode].” Direktori File UPI,
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ARSITEKTUR/1976120720050
11-FAUZI_RAHMANULLAH/STRUKTUR_DAN_KONSTRUKSI__BANGUNAN/Kuliah_St
ruktur_Konstruksi_Bangunan_I/Kuliah_Ke-7_Sistim_Lantai_Beton_%5BCompatibility_M
Macdonald, Angus John. Struktur & Arsitektur Ed.2. 2 ed., Erlangga, 2001,
https://www.google.co.id/books/edition/Struktur_Arsitektur_Ed_2/9u5coSlTfEkC?hl=en&
“Mengenal Klasifikasi Kelas dan Mutu Beton Beserta Aplikasinya.” Mata Air Persada, 17 June
2022,
35
https://mataair.id/2022/06/17/mengenal-klasifikasi-kelas-dan-mutu-beton-beserta-aplikasi
https://www.slideshare.net/dhaniedhona/struktur-cangkang-sell-structure-kel-4.
Susanti, Eka, et al. 25 STUDI PERBANDINGAN PELAT BERUSUK DUA ARAH (WAFFLE
https://www.researchgate.net/publication/324800581_STUDI_PERBANDINGAN_PELAT
_BERUSUK_DUA_ARAH_WAFFLE_SLAB_DAN_PELAT_KONVENSIONAL. Accessed
4 Maret 2023.
Toba, Rudi. Safety By Design, Seri Aspek Geoteknis dan Perencanaan Sistem Penyanggah
36