Anda di halaman 1dari 39

KLIPING PRINSIP DAN STRUKTUR BANGUNAN

STRUKTUR BETON BERTULANG

DOSEN:
1. IMANUEL MBAKE ST., MT
2. LODWIK DAHOKLORY ST., M.Sc

ANGGOTA KELOMPOK:
1. CINDY C.G.L.G.A. LAA (2206090009)
2. ADEL A.S. TOI (2206090007)
3. NI NYOMAN NIKITA SUMARTIANI (2206090071)
4. YOHANES H. UE (2206090040)
5. EUTIKIAN F.F. KOPONG DEMON PUGEL (2206090097)
6. VIKTORIUS S. TAMAT (2206090060)

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK


UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
penyertaan dan perlindungan-Nya, kliping berjudul “STRUKTUR BETON BERTULANG” ini
dapat terselesaikan dengan baik guna memenuhi tugas mata kuliah Prinsip dan Struktur
Bangunan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada para dosen yang telah membantu baik secara
moral maupun materi. Terima kasih juga kepada teman-teman yang telah bekerja sama hingga
akhir sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu.
Kliping ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang dapat membangun dan memperbaiki kekurangan kami, sehingga dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam penyusunan kliping selanjutnya. Kami berharap agar kliping
ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang bermanfaat bagi pembaca mengenai
struktur bangunan.

Kupang, 2 Maret 2023

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1
1.1. LATAR BELAKANG 1
1.2. RUMUSAN MASALAH 1
1.3. TUJUAN 1
1.4. MANFAAT 2
BAB II 3
2.1. KARAKTERISTIK BETON BERTULANG 3
2.1.1. Karakter dan Sifat Beton 3
2.1.2. Modulus Elastisitas Bahan 7
2.1.3. Bahan Kimia dan Aditif 9
2.2. MUTU BETON 9
2.2.1. Jenis-jenis Mutu Beton 9
2.2.2. Penempatan Mutu Beton 11
2.2.3. Aplikasi Beton Khusus 12
2.3. SISTEM STRUKTUR BETON 14
2.3.1. Struktur Rangka Beton 14
2.3.2. Flat Slab Dua Arah 20
2.3.3. Wafel Slab Dua Arah 22
2.3.4. Cangkang (Shell) 23
2.3.5. Lipat 29
BAB III 34
3.1. KESIMPULAN 34
3.2. SARAN 34
DAFTAR PUSTAKA 35

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Beton merupakan bahan komposit dari agregat batuan dan semen sebagai bahan
pengikat yang dapat dianggap sebagai sejenis pasangan bata tiruan karena beton memiliki sifat
yang hampir sama dengan bebatuan dan batu bata (berat jenis yang tinggi, kuat tekan yang
sedang, dan kuat tarik yang kecil). Beton dibuat dengan pencampuran semen kering dan
agregat dalam komposisi yang tepat dan kemudian ditambahkan dengan air, yang
menyebabkan semen mengalami hidrolisasi dan kemudian seluruh campuran berkumpul dan
mengeras untuk membentuk sebuah bahan dengan sifat batuan. Beton mempunyai satu
keuntungan lebih dibandingkan dengan bebatuan, yaitu bahwa beton tersedia dalam bentuk
semi cair selama proses pembangunan dan hal ini mempunyai tiga akibat penting. Pertama, hal
ini berarti bahwa bahan-bahan lain dapat digabungkan ke dalamnya dengan mudah untuk
mengubah sifat yang dimilikinya misalnya penggunaan baja pada beton bertulang. Baja yang
biasa digunakan untuk menjadi tulangan pada beton adalah baja dalam bentuk batang tulangan
tipis yang memberikan kekuatan tarik, kekuatan lentur dan kekuatan tekan pada bahan
komposit. Kedia, tersedianya beton dalam bentuk cairan membuatnya dapat dicetak ke dalam
variasi bentuk yang luas. Ketiga, proses pencetakan memberikan sambungan antar elemen
yang sangat efektif dan menghasilkan struktur yang menerus yang menaikkan efisiensi struktur.
Beton bertulang merupakan bahan yang kuat sehingga dapat digunakan pada berbagai
bentuk struktur seperti pada rangka kerja di mana diperlukan bahan yang kuat dan
elemen-elemen yang ramping. Beton bertulang juga dapat digunakan untuk membuat struktur
bentang panjang dan struktur tinggi, dan bertingkat banyak.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah yang diambil yaitu:
1. Apa saja karakteristik beton bertulang?
2. Bagaimana mutu beton bertulang?
3. Bagaimana sistem struktur beton bertulang?

1.3. TUJUAN
Adapun tujuan penyusunan kliping ini adalah:
1. Untuk mengetahui karakteristik beton bertulang
2. Untuk mengetahui mutu beton bertulang
3. Untuk mengetahui sistem struktur beton bertulang

1
1.4. MANFAAT
Adapun manfaat dari penyusunan kliping ini yaitu dapat menambah wawasan
mahasiswa arsitektur tentang penggunaan beton bertulang pada konstruksi bangunan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. KARAKTERISTIK BETON BERTULANG

2.1.1. Karakter dan Sifat Beton


1. Kuat Tekan Beton
Kekuatan tekan (f’c) merupakan salah satu kinerja utama beton. Kekuatan tekan
adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan per satuan luas, dan dinyatakan
dengan Mpa atau N/mm2. Walaupun dalam beton terdapat tegangan tarik yang sangat
kecil, diasumsikan bahwa semua tegangan tekan didukung oleh beton tersebut.
Penentuan kuat tekan dapat dilakukan dengan alat uji tekan dan benda uji
berbentuk silinder dengan prosedur uji ASTM C-39 pada umum benda uji 28 hari. Kuat
tekan beton ditetapkan oleh perencana struktur (dengan benda uji berbentuk silinder
diameter 150 mm dan tinggi 300 mm), untuk dipakai dalam perencanaan struktur beton,
Berdasarkan SNI 03-2847-2002, beton harus dirancang sedemikian hingga
menghasilkan kuat tekan sesuai dengan aturan-aturan dalam tata cara tersebut dan
tidak boleh kurang daripada 17,5 Mpa.
2. Kemudahan Pengerjaan
Kemudahan pengerjaan beton juga merupakan karakteristik utama yang juga
dipertimbangkan sebagai material struktur bangunan. Walaupun suatu struktur beton
dirancang agar mempunyai kuat tekan yang tinggi, tetapi jika rancangan tersebut tidak
dapat diimplementasikan di lapangan karena sulit untuk dikerjakan maka rancangan
tersebut menjadi percuma. Secara garis besar pengerjaan beton mengikuti diagram alir
seperti pada

3
Gambar 1. Bagan alir aktivitas pengerjaan beton
Sumber: Mulyono, 2005

3. Rangkak dan Susut


Setelah beton mengeras, maka beton akan mengalami pembebanan. Pada
kondisi ini maka terbentuk suatu hubungan tegangan dan regangan yang merupakan
fungsi dari waktu pembebanan. Beton akan menunjukan sifat elastisitas murni jika
mengalami waktu pembebanan singkat, jika tidak maka beton akan mengalami
regangan dan tegangan sesuai lama pembebanannya.
Rangkak (creep) adalah penambahan regangan terhadap waktu akibat adanya
beban yang bekerja. Rangkak timbul dengan intensitas yang semakin berkurang setelah
selang waktu tertentu dan kemudian berakhir setelah beberapa tahun. Nilai rangkak
untuk beton mutu tinggi akan lebih kecil dibandingkan dengan beton mutu rendah.
Umumnya, rangkak tidak mengakibatkan dampak langsung terhadap kekuatan struktur,
tetapi akan mengakibatkan redistribusi tegangan pada beban yang bekerja dan
kemudian mengakibatkan terjadinya lendutan (deflection).
Susut adalah perubahan volume yang tidak berhubungan dengan beban. Proses
susut pada beton akan menimbulkan deformasi yang umumnya akan bersifat
menambah deformasi rangkak. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya rangkak dan
susut:

4
● Sifat bahan dasar beton (komposisi dan kehalusan semen, kualitas adukan, dan
kandungan mineral dalam agregat)
● Rasio air terhadap jumlah semen
● Suhu pada saat pengerasan
● Kelembaban nisbi pada saat proses penggunaan
● Umur beton pada saat beban bekerja
● Nilai slump
● Lama pembebanan
● Nilai tegangan
● Nilai rasio permukaan komponen struktur
4. Standar Nasional Indonesia (SNI)
Standar Nasional Indonesia (SNI) yang berkaitan dengan struktur beton untuk
bangunan gedung adalah SNI 03-2847-2002 tentang Tata cara perhitungan struktur
beton untuk bangunan gedung, yang menggunakan acuan normatif:
● SK SNI S-05-1989-F, Standar spesifikasi bahan bangunan bagian B (bahan
bangunan dari besi/baja).
● SNI 03 2492 1991, Metode pengambilan benda uji beton inti.
● SNI 03-1726-1989, Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan
gedung.
● SNI 03-1727-1989-F, Tata cara perencanaan pembebanan untuk rumah dan
gedung.
● SNI 03-1974-1990, Metode pengujian kuat tekan beton.
● SNI 03-2458-1991, Metode pengujian pengambilan contoh untuk campuran
beton segar.
● SNI 03-2461-1991, Spesifikasi agregat ringan untuk beton struktur.
● SNI 03-2492-1991, Metode pembuatan dan perawatan benda uji beton di
laboratorium.
● SNI 03-2496-1991, Spesifikasi bahan tambahan pembentuk gelembung untuk
beton.
● SNI 03-2834-1992, Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal.
● SNI 03-3403-1991-03, Metode pengujian kuat tekan beton inti pemboran.
● SNI 03-3403-1994, Metode pengujian kuat tekan beton inti.
● SNI 03-4433-1997, Spesifikasi beton siap pakai.
● SNI 03-4810-1998, Metode pembuatan dan perawatan benda uji di lapangan.
● SNI 07-0052-1987, Baja kanal bertepi bulat canai panas, mutu dan cara uji.
● SNI 07-0068-1987, Pipa baja karbon untuk konstruksi umum, mutu dan cara uji.
● SNI 07-0722-1989, Baja canai panas untuk konstruksi umum.
● SNI 07-3014-1992, Baja untuk keperluan rekayasa umum.
● SNI 07-3015-1992, Baja canai panas untuk konstruksi dengan pengelasan.
● SNI 15-2049-1994, Semen portland.
● ANSI/AWS D1.4, Tata cara pengelasan – Baja tulangan.
● ASTM A 184M, Standar spesifikasi untuk anyaman batang baja ulir yang
difabrikasi untuk tulangan beton bertulang.
● ASTM A 185, Standar spesifikasi untuk serat baja polos untuk beton bertulang.

5
● ASTM A 242M, Standar spesifikasi untuk baja struktural campuran rendah mutu
tinggi.
● ASTM A 36M-94, Standar spesifikasi untuk baja karbon struktural.
● ASTM A 416M, Standar spesifikasi untuk strand baja, tujuh kawat tanpa lapisan
untuk beton prategang.
● ASTM A 421, Standar spesifikasi untuk kawat baja penulangan - Tegangan tanpa
pelapis untuk beton prategang.
● ASTM A 496-94, Standar spesifikasi untuk kawat baja untuk beton bertulang.
● ASTM A 497-94a, Standar spesifikasi untuk jaring kawat las ulir untuk beton
bertulang.
● ASTM A 500, Standar spesifikasi untuk las bentukan dingin dan konstruksi pipa
baja karbon tanpa sambungan.
● ASTM A 501-93, Standar spesifikasi untuk las canai-panas dan dan pipa baja
karbon struktural tanpa sambungan.
● ASTM A 53, Standar spesifikasi untuk pipa, baja, hitam dan pencelupan panas,
zinc pelapis las dan tanpa sambungan.
● ASTM A 572M, Standar spesifikasi untuk baja struktural mutu tinggi campuran
columbium vanadium.
● ASTM A 588M, Standar spesifikasi untuk baja struktural campuran rendah mutu
tinggi dengan kuat leleh minimum 345 MPa pada ketebalan 100 mm.
● ASTM A 615M, Standar spesifikasi untuk tulangan baja ulir dan polos gilas untuk
beton bertulang.
● ASTM A 616M-96a, Standar spesifikasi untuk rel baja ulir dan polos untuk,
bertulang termasuk keperluan tambahan S1.
● ASTM A 617M, Standar spesifikasi untuk serat baja ulir dan polos untuk beton
bertulang.
● ASTM A 645M-96a, Standar spesifikasi untuk baja gilas ulir dan polos - Tulangan
baja untuk beton bertulang.
● ASTM A 706M, Standar spesifikasi untuk baja ulir dan polos paduan rendah
mutu tinggi untuk beton prategang.
● ASTM A 722, Standar spesifikasi untuk baja tulangan mutu tinggi tanpa lapisan
untuk beton prategang.
● ASTM A 767M-90, Standar spesifikasi untuk baja dengan pelapis seng (galvanis)
untuk beton bertulang.
● ASTM A 775M-94d, Standar spesifikasi untuk tulangan baja berlapis epoksi.
● ASTM A 82, Standar spesifikasi untuk kawat tulangan polos untuk penulangan
beton.
● ASTM A 82-94, Standar spesifikasi untuk jaringan kawat baja untuk beton
bertulang.
● ASTM A 884M, Standar spesifikasi untuk kawat baja dan jaring kawat las
berlapis epoksi untuk tulangan.
● ASTM A 934M, Standar spesifikasi untuk lapisan epoksi pada baja tulangan yang
di prefabrikasi.

6
● ASTM C 1017, Standar spesifikasi untuk bahan tambahan kimiawi untuk
menghasilkan beton dengan kelecakan yang tinggi.
● ASTM C 109, Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis.
● ASTM C 109-93, Standar metode uji kuat tekan mortar semen hidrolis
(menggunakan benda uji kubus 50 mm).
● ASTM C 1240, Standar spesifikasi untuk silica fume untuk digunakan pada beton
dan mortar semen-hidrolis.
● ASTM C 31-91, Standar praktis untuk pembuatan dan pemeliharaan benda uji
beton di lapangan.
● ASTM C 33, Standar spesifikasi agregat untuk beton.
● ASTM C 33-93, Standar spesifikasi untuk agregat beton.
● ASTM C 39-93a, Standar metode uji untuk kuat tekan benda uji silinder beton.
● ASTM C 42-90, Standar metode pengambilan dan uji beton inti dan pemotongan
balok beton.
● ASTM C 494, Standar spesifikasi bahan tambahan kimiawi untuk beton.
● ASTM C 595, Standar spesifikasi semen blended hidrolis.
● ASTM C 618, Standar spesifikasi untuk abu terbang dan pozzolan alami murni
atau terkalsinasi untuk digunakan sebagai bahan tambahan mineral pada beton
semen portland.
● ASTM C 685, Standar spesifikasi untuk beton yang dibuat melalui penakaran
volume dan pencampuran menerus.
● ASTM C 845, Standar spesifikasi semen hidrolis ekspansif.
● ASTM C 94-94, Standar spesifikasi untuk beton jadi.
● ASTM C 989, Standar spesifikasi untuk kerak tungku pijar yang diperhalus untuk
digunakan pada beton dan mortar.

2.1.2. Modulus Elastisitas Bahan


1. Modulus elastisitas statis
Beton tidak memiliki modulus elastisitas yang pasti. Nilainya bervariasi
tergantung dari kekuatan beton, umur beton, jenis pembebanan, dan karakteristik dan
perbandingan semen dan agregat. Berikut beberapa definisi mengenai modulus
elastisitas:
a. Modulus awal adalah kemiringan diagram tegangan-regangan pada titik asal
kurva.
b. Modulus tangan adalah kemiringan dari salah satu tangen (garis singgung)
pada kurva tersebut di titik tertentu di sepanjang kurva. Misalnya 50% dari
kekuatan maksimum beton.
c. Kemiringan dari suatu garis yang ditarik dari titik asal kurva ke suatu titik pada
kurva tersebut di suatu tempat di antara 25% sampai 50% dari kekuatan tekan
maksimalnya disebut modulus sekan.
d. Modulus yang lain, disebut modulus semu (apparent modulus) atu modulus
jangka-panjang, ditentukan dengan menggunakan tegangan dan regangan
yang diperoleh setelah beban diberikan selama beberapa waktu.

7
Peraturan ACI menyebutkan bahwa rumus berikut ini dapat digunakan untuk
menghitung modulus elastisitas beton yang memiliki berat 90 sampai 155 lb/ft3.

🇨
🇨
E = modulus elastisitas (psi),
w = berat beton (lb/ft3)
,
∫ = kuat tekan 28 hari dari beton (psi)
𝑐

Untuk beton dengan berat normal kira-kira 145 lb/ft3, peraturan ACI menyatakan bahwa
versi yang telah disederhanakan dari rumus sebelumnya dapat digunakan untuk menentukan
modulus, yaitu:

. Istilah beton satuan unit (unit weight) digunakan secara konstan oleh struktur yang
bekerja di Amerika Serikat. Namun ketika kita menggunakan sistem SI, istilah ini harus diganti
dengan istilah kerapatan massa (mass density). Kilogram bukanlah suatu satuan gaya dan
hanya menunjukkan banyaknya materi (matter) dalam suatu benda. Massa suatu benda di
tempat manapun di bumi selalu sama, sedangkan berat dari suatu benda dalam satuan yang
biasa dipakai di Amerika Serikat berubah-ubah tergantung ketinggian sebagai akibat adanya
perubahan percepatan gravitasi bumi.

🇨
Beton dengan kekuatan di atas 6000 psi disebut sebagai beton mutu-tinggi. Pengujian
telah menunjukkan bahwa bila persamaan ACI yang biasa digunakan untuk menghitung E
dipakai untuk menghitung beton bermutu tinggi, nilai yang didapat terlalu besar.
Berdasarkan studi yang dilakukan di Cornell University, persamaan berikut ini
,
direkomendasikan untuk digunakan pada beton dengan berat normal yang memiliki nilai ∫
𝑐
,
antara 6000 dan 12000 psi, dan untuk beton ringan dengan ∫ antara 6000 dan 9000 psi.
𝑐

2. Modulus elastisitas dinamis


Modulus elastisitas donamis, yang berkorespons dengan regangan-regangan
sesaat yang sangat kecil, biasanya diperoleh dari uji sonik. Nilainya biasanya lebih
besar 20%-40% daripada nilai modulus elastis status dan kira-kira sama dengan

8
modulus awal. Modulus dinamis ini biasanya dipakai pada analisis struktur dengan
beban gempa atau tumbukan.

2.1.3. Bahan Kimia dan Aditif


Bahan kimia tambahan (admixtures) suatu bahan produksi di samping bahan semen,
agregat campuran dan air, yang juga dicampurkan dalam campuran spesi-beton. Tujuan dari
penambahan bahan kimia ini adalah untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu dari campuran beton
lunak dan keras. Takaran bahan kimia tambahan ini sangat sedikit dibandingkan dengan bahan
utarna hingga takaran bahan ini dapat diabaikan. Bahan kimia tambahan tidak dapat
mengoreksi komposisi spesi-beton yang buruk. Karenanya harus diusahakan komposisi beton
seoptimal mungkin dengan bahan-bahan dasar yang cocok.
Dari macam-macam bahan kimia tambahan yang ada harus diadakan percobaan awal
terlebih dahulu derni kepentingan apakah takarannya memenuhi sifat-sifat yang dituju.
Beberapa bahan tambahan mungkin mempunyai garis-garis besar atau norma yang
menentukan pemakaiannya. Suatu pemakaian dari bahan kimia tambahan yang penting adalah
untuk menghambat pengikatan serta meninggikan konsistensinya tanpa pertambahan air. Oleh
karena itu, spesi mudah diangkut serta mempertinggi kelecakan agar pada bentuk-bentuk
bekisting yang sulit pun dapat terisi pula dengan baik.
Bahan kimia tambahan yang umum dipakai adalah:
● Super-plasticizer, untuk mempertinggi kelecakan (zona konsistensi dipertinggi),
mengurangi jumlah air pencampur;
● Pembentuk gelembung udara meninggikan sifat kedap air, meninggikan
kecelakaan;
● 'Retarder', memperlambat awal pengikatan atau pengerasan, memperpanjang
waktu pengerjaan; digunakan pada siar ccr, membatasi panas hidratasi (struktur
tingkat berat);
● Bahan warna, untuk memberi warna permukaan.

2.2. MUTU BETON

2.2.1. Jenis-jenis Mutu Beton


Menurut Mulyono (2006) secara umum beton dibedakan kedalam 2 kelompok, yaitu :
1. Beton berdasarkan kelas dan mutu beton.
Kelas dan mutu beton ini, dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu:
a. Beton kelas I adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan non struktural.
Untuk pelaksanaannya tidak diperlukan keahlian khusus. Pengawasan
mutu hanya dibatasi pada pengawasan ringan terhadap mutu
bahan-bahan, sedangkan terhadap kekuatan tekan tidak disyaratkan
pemeriksaan. Mutu kelas I dinyatakan dengan B0.
b. Beton kelas II adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan struktural secara
umum. Pelaksanaannya memerlukan keahlian yang cukup dan harus

9
dilakukan di bawah pimpinan tenaga-tenaga ahli. Beton kelas II dibagi
dalam mutu-mutu standar B1, K 125, K 175, dan K 225. Pada mutu B1,
pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan terhadap mutu
bahan-bahan sedangkan terhadap kekuatan tekan tidak disyaratkan
pemeriksaan. Pada mutu-mutu K 125 dan K 175 dengan keharusan untuk
memeriksa kekuatan tekan beton secara kontinu dari hasil-hasil
pemeriksaan benda uji.
c. Beton kelas III adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan struktural yang
lebih tinggi dari K 225. Pelaksanaannya memerlukan keahlian khusus dan
harus dilakukan di bawah pimpinan tenaga-tenaga ahli. Disyaratkan
adanya laboratorium beton dengan peralatan yang lengkap serta dilayani
oleh tenaga-tenaga ahli yang dapat melakukan pengawasan mutu beton
secara kontinu.

2. Beton berdasarkan jenis


a. Beton Ringan
Beton ringan merupakan beton yang dibuat dengan bobot yang lebih
ringan dibandingkan dengan bobot beton normal. Agregat yang
digunakan untuk memproduksi beton ringan pun merupakan agregat
ringan juga. Agregat yang digunakan umumnya merupakan hasil dari
pembakaran shale, lempung, slates, residu slag, residu batu bara dan
banyak lagi hasil pembakaran vulkanik. Berat jenis agregat ringan sekitar
1900 kg/m3 atau berdasarkan kepentingan penggunaan strukturnya

10
berkisar antara 1440 – 1850 kg/m3 , dengan kekuatan tekan umur 28 hari
lebih besar dari 17,2 Mpa.
b. Beton Normal
Beton normal adalah beton yang menggunakan agregat pasir sebagai
agregat halus dan batu pecah sebagai agregat kasar sehingga
mempunyai berat jenis beton antara 2200 kg/m3 – 2400 kg/m3 dengan
kuat tekan sekitar 15 – 40 Mpa.
c. Beton Berat
Beton berat adalah beton yang dihasilkan dari agregat yang memiliki
berat isi lebih besar dari beton normal atau lebih dari 2400 kg/m3. Untuk
menghasilkan beton berat digunakan agregat yang mempunyai berat
jenis yang besar.
d. Beton massa (mass concrete)
Dinamakan beton massa karena digunakan untuk pekerjaan beton yang
besar dan masif, misalnya untuk bendungan, kanal, pondasi, dan
jembatan.
e. Ferro-Cement
Ferro-Cement adalah suatu bahan gabungan yang diperoleh dengan cara
memberikan suatu tulangan yang berupa anyaman kawat baja sebagai
pemberi kekuatan tarik dan daktil pada mortar semen.
f. Beton serat (fibre concrete)
Beton serat (fibre concrete) adalah bahan komposit yang terdiri dari beton
dan bahan lain berupa serat. Serat dalam beton ini berfungsi mencegah
retak-retak sehingga menjadikan beton lebih daktil daripada beton
normal.

2.2.2. Penempatan Mutu Beton


Mutu beton diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:
1. Beton kelas I.
Beton yang termasuk dalam kelas I adalah beton K-100, K125, K-150, K-175,
dan K-200. Beton kelas I diaplikasikan dalam pengecoran non struktural atau beton
yang tidak menggunakan tulangan beton. Misalnya diaplikasikan pada area taman dan
teras sebagai stepping concrete.
2. Beton kelas II.
Beton yang masuk dalam kelas ini adalah beton K-225, K-250 dan K-275.Jenis
kelas beton ini umumnya diaplikasikan pada pekerjaan struktur bangunan, contohnya
adalah pengecoran plat lantai, kolom, balok, pondasi, sloof dan lain sebagainya.
Sehingga untuk struktur bangunan rumah tinggal yang memiliki 1-2 lantai, klasifikasi
beton kelas II ini adalah yang paling tepat untuk diaplikasikan.
Selain itu beton kelas II juga cocok diaplikasikan pada dinding, langit-langit, dan
plat lantai bangunan rumah tinggal, sehingga bisa sekaligus memberikan tampilan
stylish pada fasad maupun interior hunian.
3. Beton kelas III.

11
Beton kelas III ini meliputi beton K-325, K-350, K-375, K450 dan K-500. Kelas
beton ini merupakan klasifikasi beton khusus dan digunakan pada jenis konstruksi yang
memiliki beban lebih berat jika dibandingkan dengan 2 mutu beton sebelumya. Misalnya
diaplikasikan untuk membuat balok dan lantai jembatan, landasan pacu di lapangan
terbang, dermaga, fly over, underpass, dan lain-lain.

2.2.3. Aplikasi Beton Khusus


1. Shotcrete
Shotcrete adalah suatu proses dimana beton diproyeksikan atau disemprotkan di
bawah tekanan dengan menggunakan suatu alat bantu atau alat semprot ke suatu
permukaan untuk membentuk bentuk structural seperti dinding, lantai dan atap.
Permukaan yang dapat disemprot berupa kayu, baja, polystyrene, atau permukaan lain
dimana beton dapat diproyeksikan pada permukaannya. Metoda shotcrete pertama kali
diciptakan oleh seorang yang berkebangsaan Amerika Serikat yang bernama Carl Ethan
Akeley pada tahun 1907. Sistem penyemprotan shotcrete ada 2 yaitu wet mix dan dry
mix. Pada awalnya alat shotcrete adalah sistem dry mix, seiring dengan
perkembangannya muncul sistem wet mix. Timbulnya sistem ini karena merupakan
jawaban dari persoalan debu. Perbedaan antara sistem wet mix dan dry mix terletak
pada input mortar, dimana pada dry mix air dicampur pada ujung nozzle sedangkan wet
mix pencampuran air dilakukan sebelum dimasukkan ke dalam alat penyemprot.
Shotcrete atau beton tembak biasa digunakan di operasi penambangan dan
umumnya meninjau dua pertimbangan utama, yaitu kebutuhan jangka pendek pada
stabilisasi bukaan serta keamanan selama proses penggalian dalam tahapan
pengembangan. Pertimbangan selanjutnya yaitu pemenuhan kebutuhan penyanggahan
untuk stabilisasi bukaan jangka panjang. Pada lokasi fasilitas tambang yang akan
terbuka untuk jangka waktu lama bersamaan dengan usia penambangan, misalnya
pada bukaan ruangan (chamber) untuk infrastruktur perkantoran, bengkel bawah tanah,
stasiun pemecah batu (crusher), akan memerlukan kajian tersendiri terhadap rekayasa
sistem penyanggah bukaan yang sesuai dan sifatnya akan permanen.
Dalam beberapa kasus, shotcrete digunakan untuk mengidentifikasi perilaku
batuan utama pada gaya tekanan aktif seiring dengan berlangsungnya kegiatan operasi
penambangan. Misalnya dengan penggunaan shotcrete pada permukaan lokasi tertentu
agar memudahkan observasi secara visual saat terjadinya deformasi batuan, yaitu
melalui visualisasi retakan atau kerusakan oleh adanya tekanan atau pergerakan aktif
batuan oleh aktivitas penambangan.
Rekayasa desain sistem penyanggah dengan shotcrete juga memerlukan
elaborasi untuk beradaptasi secara baik terhadap perilaku batuan yang berdampak oleh
adanya pembebanan pada aktivitas bukaan terowongan maupun stabilitas jangka
panjang si areal yang berdampak oleh tekanan aktif. Perilaku batuan itu sendiri dapat
berbeda antara satu lokasi dengan yang lainnya oleh karena struktur geologi yang
umumnya bervariatif ditambah dengan kondisi lainnya yang juga berpengaruh serta
signifikan pada penggunaan semen, misalnya pada kondisi basah dan berair. Umumnya

12
para desainer proyek terowongan melakukan desain rekayasa shotcrete berdasarkan
kajian awal serta evaluasi terhadap kekuatan massa batuan kemudian menambahkan
beberapa nilai sebagai faktor keamanan.
Fungsi shotcrete pada sebuah kegiatan penggalian adalah sebagai penahan dan
juga dapat sekaligus melakukan fungsi perkuatan. Shotcrete di peruntukkan untuk
menambah kekakuan terhadap sekeliling perimeter permukaan terowongan agar
membatasi pergerakan batuan yang diakibatkan oleh adanya tekanan. Shotcrete
memberikan bantuan perkuatan pada batuan agar dapat menahan bebannya sendiri
melalui perbaikan kuat tekan maupun elastisitas untuk tahanan beban tarik dengan
menaikkan mutu mortar, mempertebal lapisan dan kombinasi penggunaan material
lainnya. Menaikkan mutu mortar dilakukan dengan teknik rekayasa campuran shotcrete
untuk mempertinggi tahanan kuat tekan, umumnya melalui kajian-evaluasi campuran
agregat (pasir) dan semen yang lebih besar.

Gambar 2. Ilustrasi aplikasi Shotcrete kering


Sumber:https://www.google.co.id/books/edition/Safety_By_Design_Seri_Aspek_Geoteknis_da/bIJqEA
AAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=penggunaan+shotcrete&pg=PA91&printsec=frontcover

Gambar 3. Ilustrasi aplikasi Shotcrete basah


Sumber:https://www.google.co.id/books/edition/Safety_By_Design_Seri_Aspek_Geoteknis_da/bIJqEA
AAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=penggunaan+shotcrete&pg=PA91&printsec=frontcover

13
Gambar 4: Ilustrasi penyemprotan dengan menggunakan mesin roboshot
Sumber:https://www.google.co.id/books/edition/Safety_By_Design_Seri_Aspek_Geoteknis_da/bIJqEA
AAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=penggunaan+shotcrete&pg=PA91&printsec=frontcover

2.3. SISTEM STRUKTUR BETON

2.3.1. Struktur Rangka Beton


Sistem konstruksi beton yang digunakan antara lain:
a. Slab dan Balok
Di antara semua sistem beton bertulang, yang paling sederhana adalah slab satu
arah konvensional. Salah satu keuntungan sistem ini adalah mudah dalam
pelaksanaannya. Sistem dengan tinggi konstan ini khususnya cocok untuk bentang
kecil. Untuk bentang besar, berat slab sendiri menjadi sangat besar sehingga akan lebih
efisien kalau menggunakan slab ber-rusuk.

14
a.) Plat dasar satu arah (dicor di tempat) b.) Sistem balok dan slab satu arah (di cor di
tempat)

c.) Sistem Jolst pan satu arah (di cor di tempat) d.) Plat datar dua arah (di cor di tempat)

e.) Salb datar dua arah (di cor di tempat) f.) Slab dan balok dua arah (di cor di tempat)

Gambar 5. Sistem konstruksi untuk struktur beton


Sumber: Schodek, 1999

Sistem balok satu arah dengan slab satu arah melintang dapat digunakan untuk
bentang yang relatif panjang (khususnya apabila balok tersebut post-tensioned) dan
memikul bentang besar. Sistem demikian biasanya tinggi. Jarak balok biasanya
ditentukan berdasarkan kebutuhan untuk menumpu slab melintang.

15
g.) Slab wafel dua arah (dicor di tempat) h.) Papan beton prategang bentang lebar (pracetak)

i.) Prestressed channel (precast) j.) Prestressed single tees (precast)

k.) Beam and column system (precast) l.) Housing system (precast and planks post-tensioned
together)

Gambar 5. Sistem konstruksi untuk struktur beton (lanjutan)


Sumber: Schodek, 1999

b. Sistem Plat Ber-rusuk Satu Arah


Sistem pelat dengan rusuk satu arah adalah pelat berusuk yang dibuat dengan
mengecor (menuang) beton pada perancah baja atau fiberglass berbentuk khusus.
Balok melintang dengan berbagai tinggi dapat dengan mudah dicor di tempat sehingga
pada sistem ini pola denah kolom dapat sangat bervariasi. Balok longitudinal
(memanjang) juga dapat dengan mudah dicor di tempat, yaitu dengan mengatur jarak

16
pan. Plat ber-rusuk ini dapat mempunyai bentang lebih besar dibandingkan dengan plat
masif, terlebih lagi kalau plat ber-rusuk itu diberi pasca tegangan (post-tensioned).
Penumpu vertikal pada sistem ini dapat berupa kolom-kolom atau dinding bata
pemikul beban. Sistem kolom dan plat ber-rusuk mempunyai kemampuan besar dalam
memikul beban horizontal karena balok membujur maupun melintang dicor secara
monolit dengan sistem lantai. Dengan demikian, aksi rangka (frame action) akan
diperoleh pada kedua arah (transversal dan longitudinal).

c. Konstruksi Plat Datar


Plat datar adalah sistem slab beton bertulang dua arah bertinggi konstan.
Konstruksi ini cocok digunakan untuk beban atap dan lantai ringan dan bentang relatif
pendek. Sistem demikian banyak digunakan pada konstruksi rumah. Meskipun sistem
demikian lebih cocok digunakan dengan pola kolom teratur, kita dapat saja membuat
pola kolom tidak teratur. Plat datar sering digunakan apabila ortogonalitas kaku yang
disyaratkan pada banyak sistem lain terhadap pola tumpuan vertikal tidak dikehendaki
atau tidak mungkin dilaksanakan. Tetapi, pada konstruksi ini bentangnya tidak dapat
sebesar sistem yang menggunakan balok maupun yang menggunakan rusuk.
Dengan konstruksi plat datar ini kita dapat memperoleh jarak plafon ke lantai
yang lebih kecil daripada sistem-sistem lainnya. Pada sistem plat datar ini diperlukan
tulangan baja lebih banyak sebagai akibat tipisnya plat yang digunakan. Faktor desain
yang menentukan pada plat datar umumnya geser pons pada plat di pertemuannya
dengan kolom. Dengan demikian, untuk mengatasinya di daerah ini diperlukan tulangan
khusus. Selain itu, kolom yang terletak di tepi plat biasanya diletakkan agak ke dalam
untuk menjamin bahwa luas kritis pons tetap besar. Kestabilan lateral untuk keseluruhan
susunan plat dan kolom juga perlu diperhatikan. Karena plat dan kolom dicor secara
monolit, titik hubungnya relatif kaku sehingga memberi kontribusi pada tahanan lateral
struktur, dan hal ini sudah cukup untuk gedung bertingkat rendah. Akan tetapi, karena
tipisnya elemen plat, tahanan ini sangat terbatas.
Untuk struktur bertingkat tinggi, kestabilan terhadap beban lateral baru terpenuhi
dengan menggunakan dinding geser atau elemen inti yang dicor di tempat pada gedung,
yang biasanya terdapat di sekitar elevator (lift) atau di sekitar tangga. Pada sistem ini,
keuntungan lain yang dapat diperoleh adalah mudahnya membuat perancah. Perilaku
planar pada permukaan bawah juga memudahkan desain dan penempatan komponen
gedung lainnya. Sistem ini sering digunakan pada gedung apartemen dan asrama yang
umumnya membutuhkan ruang fungsi yang tidak besar, tetapi banyak.

d. Konstruksi Slab Datar


Slab datar adalah sistem beton bertulang dua arah yang hampir sama dengan
plat datar, hanya berbeda dalam hal luas kontak antar plat dan kolom yang diperbesar
dengan menggunakan drop panels dan atau kepala kolom (column capitals). Drop
panels atau kepala kolom itu berfungsi mengurangi kemungkinan terjadinya keruntuhan
geser pons. Sistem demikian khususnya cocok untuk kondisi pembebanan relatif berat
(misalnya untuk gudang), dan cocok untuk bentang yang lebih besar daripada bentang

17
pelat datar. Drop panels dan kepala kolom juga memberikan kontribusi dalam
memperbesar tahanan sistem slab-dan-kolom terhadap beban lateral.

e. Konstruksi Slab dan Balok Dua Arah


Sistem slab dan balok dua arah terdiri atas plat dengan balok beton bertulang
yang dicor di tempat secara monolit, dan balok tersebut terdapat di sekeliling plat.
Sistem ini baik untuk kondisi beban besar dan bentang menengah. Beban terpusat yang
besar juga dapat dipikul apabila bekerja langsung di atas balok. Pada sistem ini selalu
digunakan kolom sebagai penumpu vertikal. Karena balok dan kolom dicor secara
monolit, sistem ini secara alami akan membentuk rangka pada dua arah. Hal ini sangat
meningkatkan kapasitas pikul beban lateral.

f. Slab Wafel
Slab wafel (waffle slab) adalah sistem beton bertulang dua arah bertinggi
konstan yang mempunyai rusuk dalam dua arah. Rusuk ini dibentuk oleh cetakan
khusus yang terbuat dari baja atau fibreglass. Rongga yang dibentuk oleh rusuk sangat
mengurangi berat sendiri struktur. Untuk situasi bentang besar, slab wafel lebih
menguntungkan dibandingkan dengan plat datar. Slab wafel juga dapat diberi pasca
tarik untuk digunakan pada bentang besar.
Di sekitar kolom, slab biasanya dibiarkan tetap tebal. Daerah yang kaku ini
berfungsi sama dengan drop panels atau kepala kolom pada slab datar. Dengan
demikian, kemungkinan terjadinya keruntuhan geser pons akan berkurang, dan
kapasitas tahanan momen sistem ini akan meningkat termasuk pula kapasitas pikul
bebannya.

g. Bentuk Lengkung
Setiap bentuk lengkung tunggal maupun ganda (silinder, kubah, dan sebagainya)
selalu dapat dibuat dari beton bertulang. Pada umumnya di dalam cangkang beton
terdapat jaring tulangan baja. Biasanya pada lokasi yang mengalami gaya internal
besar, tulangan itu semakin banyak. Pemberian pasca tarik pada umumnya dilakukan
untuk elemen-elemen khusus (misalnya cincin tarik pada kubah).

h. Elemen Beton Pracetak


Elemen beton pracetak dibuat tidak di lokasi bangunan, dan harus diangkut ke
lokasi apabila akan digunakan. Elemen ini umumnya berupa elemen yang membentang
satu arah, yang pada umumnya diberi pratarik.
Banyak bentuk penampang melintang yang dapat dibuat untuk berbagai kondisi
bentang dan beban. Elemen ini umumnya digunakan untuk beban terpusat (pada lantai
maupun atap) yang terdistribusi merata dan tidak untuk beban terpusat atau beban
terdistribusi yang sangat besar. Elemen struktur pracetak ini hampir selalu ditumpu
sederhana.
Hubungan yang mampu menahan gaya momen harus dibuat dengan konstruksi
khusus, tetapi hal ini umumnya sulit dilakukan. Dengan demikian, penggunaan elemen

18
ini sebagai kantilever besar juga sulit. Penggunaan elemen pracetak akan sangat terasa
untuk bagian yang berulang.

i. Papan Beton Pracetak


Papan beton pracetak berbentang pendek mempunyai bentang sedikit lebih
besar daripada papan kayu. Biasanya di atas papan beton pracetak ini ada permukaan
beton yang dicor di tempat (wearing surface). Permukaan ini memang biasanya
digunakan di atas balok beton bertulang pracetak atau joist web terbuka. Papan beton
bentang besar dapat mempunyai bentang antara 16 dan 34 ft (5 dan II m), bergantung
pada lebar dan tinggi eksak elemen. Papan beton bentang besar ini umumnya diberi
prategang dan juga diberi rongga untuk mengurangi berat dirinya. Beton yang dicor di
tempat di atas papan pracetak mempunyai fungsi sebagai penghubung geser antara
elemen-elemen yang dihubungkannya sehingga struktur ini dapat berperilaku sebagai
pelat satu arah. Papan beton umumnya cocok digunakan untuk memikul beban atap
atau beban lantai yang tidak besar. Papan beton pracetak selalu ditumpu sederhana dan
seringkali digunakan bersama dinding pemikul beban sebagai sistem penumpu
vertikalnya (dinding ini harus terbuat dari bata atau beton, bukan kayu). Papan tersebut
juga dapat digunakan bersama balok beton bertulang maupun balok baja.

j. Bentuk T Rangkap dan Kanal


Elemen prategang, pracetak, satu arah, yang ber-rusuk dapat digunakan untuk
bentang panjang. Jenis elemen ini biasa digunakan untuk beban mati dan hidup pada
atap. Di atas elemen ini biasanya digunakan beton yang dicor di tempat sebagai lantai
guna, juga sebagai penghubung dengan elemen T lain di dekatnya.

k. Bentuk T Tunggal
Elemen prategang, pracetak, dan besar yang umumnya mempunyai bentang
relatif panjang. Elemen ini sangat jarang digunakan untuk situasi bentang kecil karena
sulitnya melaksanakan perakitannya. Elemen ini selalu ditumpu sederhana. Elemen ini
dapat digunakan untuk beban yang relatif besar. Sebagai contoh, elemen ini dapat
digunakan untuk garasi dan gedung lain yang mempunyai bentang besar dan beban
yang lebih besar dari beban biasa.

l. Sistem Gedung Khusus


Kita dapat menyatukan sejumlah sistem yang secara lengkap membentuk suatu
gedung. Sistem-sistem yang dirancang. secara khusus untuk konstruksi rumah ini umum
dilakukan. Pendekatan yang digunakan biasanya dapat dimasukkan ke dalam dua
kelompok:
1.) Sistem-sistem yang mempunyai elemen planar atau linear (yang tidak diproduksi
di lokasi), seperti dinding atau sistem lain yang membentang secara horizontal
yang kemudian digabungkan di lokasi (biasanya dengan sistem pasca tarik)
sehingga membentuk suatu volume; dan
2.) Sistem-sistem yang sudah membentuk volume di luar lokasi yang kemudian
diangkut ke lokasi.

19
2.3.2. Flat Slab Dua Arah
Apabila struktur pelat beton ditopang di keempat sisinya, dan rasio antara bentang
panjang terhadap bentang pendeknya kurang dari 2, maka pelat tersebut dikategorikan sebagai
sistem pelat dua arah. Sistem pelat dua arah sendiri dapat dibedakan menjadi beberapa
macam jenis berikut :
1. Sistem balok-pelat dua arah
Pada struktur ini pelat beton ditumpu oleh balok di keempat sisinya. Beban dari
pelat ditransfer ke keempat balok penumpu yang selanjutnya mentransfer bebannya ke
kolom. Sistem pelat dua arah dengan balok ini dapat digunakan untuk bentangan 6-9
meter, sehingga lendutan yang terjadi akan relative kecil.
2. Sistem slab datar (flat slab)
Ini merupakan sistem struktur pelat beton dua arah yang tidak memiliki balok
penumpu di masing-masing sisinya. Beban pelat ditransfer langsung ke kolom. Kolom
cenderung akan menimbulkan kegagalan geser pons pada pelat, yang dapat dicegah
dengan beberapa alternatif sebagai berikut:
a. Memberikan penebalan setempat pada pelat (drop panel) serta menyediakan
kepala kolom (column capital)
b. Menyediakan penebalan panel namun tanpa kepala kolom, panel disekitar kolom
harus cukup tebal untuk memikul terjadinya tegangan tarik diagonal yang muncul
akibat geser pons
c. Menggunakan kepala kolom tanpa ada penebalan panel, namun hal ini jarang
diaplikasikan.
Sistem slab datar dapat digunakan untuk bentangan 6-9 meter, dengan beban hidup
sebesar 4-7 kN/m2.

1. Konstruksi pelat dua arah


Pelat dengan tulangan pokok dua arah ini akan dijumpai jika pelat beton menahan
beban yang berupa momen lentur pada bentang dua arah. Contoh pelat 2 arah adalah pelat
yang ditumpu oleh empat sisi yang saling sejajar. Karena momen lentur bekerja pada dua
arah, yaitu searah dengan bentang (lx) dan bentang (ly), maka tulangan pokok juga
dipasang pada dua arah yang saling tegak lurus (bersilangan), sehingga tidak perlu
tulangan bagi. Tetapi pada pelat di daerah tumpuan hanya bekerja momen lentur satu arah
saja, sehingga untuk daerah tumpuan ini tetap dipasang tulangan pokok dan bagi, seperti
terlihat pada gambar dibawah. Bentang (ly) selalu dipilih > atau = (lx), tetapi momennya Mly
selalu < atau = Mlx, sehingga tulangan arah (lx) (momen yang besar ) dipasang di dekat tepi
luar (urutan ke-1).

20
Gambar 6. Tampak depan pelat dengan tulangan pokok dua arah
Sumber : Asroni (2010)

Gambar 7. Tampak atas pelat dengan tulangan pokok dua arah


Sumber : Asroni (2010)

21
2. Membaca gambar penulangan
Aturan dan penggambaran pelat dua arah (dan semua pelat lainnya) adalah
sama seperti aturan penggambaran pada pelat satu arah, jadi simbol-simbol yang
digunakan juga sama. Perlu ditegaskan untuk pelat dua arah, bahwa di daerah lapangan
hanya ada tulangan pokok saja (baik arah lx maupun arah ly) yang saling bersilangan,
tetapi di daerah tumpuan ada tulangan pokok dan tulangan bagi.
● Aturan umum dalam penggambaran, yaitu harus dapat dilihat / dibaca dari
bawah dan / atau sebelah kanan diputar kebawah.
● Tulangan yang dipasang diatas diberi tanda berupa segitiga dengan bagian
lancip di bawah, disebut simbol mendukung. Sesuatu yang didukung pasti
berada di atas.
● Tulangan yang dipasang di atas diberi tanda berupa segitiga dengan bagian
lancip di atas, disebut simbol menginjak. Sesuatu yang diinjak pasti berada di
bawah.

2.3.3. Wafel Slab Dua Arah


Pelat dengan balok grid dikenal juga dengan nama Waffle Slab. Pelat ini memiliki
beberapa keuntungan, diantaranya adalah mempunyai kekakuan yang besar, tebal pelat yang
tipis dan jumlah kolom-kolomnya dapat dikurangi sehingga dapat memberi ruang yang lebih
luas.
Pelat berusuk dua arah (waffle slab) yaitu kumpulan balok T yang saling menyilang
dan menyatu pada bidang horizontal dimana gaya-gaya dominan yang bekerja adalah
tegak lurus terhadap bidang tersebut dan titik hubung balok T ini bersifat kaku. Pada umumnya
pelat berusuk dua arah (waffle slab) ini menggunakan bahan dari konstruksi beton bertulang
dengan ketebalan plat yang tipis dan pemakaian besi tulangan yang cukup hemat pada
pelatnya dikarenakan pelat berusuk dua arah (waffle slab) ini memiliki kekakuan yang besar
pada pelat sehingga lendutan pada pelat relatif kecil. Di sisi lain pelat berusuk dua arah (waffle
slab) juga berpengaruh pada tata letak kolom. Semakin kecilnya lendutan pada balok maka
jarak antar kolom pada portal bisa lebih jauh dari struktur yang biasa dan pada umumnya bisa
mencapai bentang 7,5 – 12,5 meter.
Plat wafel dua arah dipergunakan untuk bentangan yang lebar dengan beban yang
berat. Jarak bentangan 20’ s/d 40’ (6,6 m s/d 13,3 m). Ketebalan untuk plat lantai adalah : 1/24
X bentangan plat lantai.

22
Gambar 8. Slab wafel beton bertulang
Sumber:http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ARSITEKTUR/197612072005011-FA
UZI_RAHMANULLAH/STRUKTUR_DAN_KONSTRUKSI__BANGUNAN/

2.3.4. Cangkang (Shell)


Menurut 'Joedicke' (1963) struktur shell adalah plat yang melengkung ke satu arah atau
lebih yang tebalnya jauh lebih kecil daripada bentangnya. Sedangkan menurut ‘Schodeck'
(1998), shell atau cangkang adalah bentuk struktural tiga dimensional yang kaku dan tipis yang
mempunyai permukaan lengkung. Sejalan dengan pengertian diatas, menurut 'Ishar' (1995),
cangkang atau shell bersifat tipis dan lengkung. Jadi, struktur yang tipis datar atau lengkung
tebal tidak dapat dikatakan sebagai shell.
Struktur shell biasanya digunakan hanya dalam keadaan dimana persyaratan struktur
khusus diperlukan untuk mencapai tingkat efisiensi struktur yang tinggi, baik karena diperlukan
bentang yang sangat panjang atau karena diperlukan berat struktur yang sangat ringan.
Struktur cangkang memiliki persyaratan, antara lain:
● Harus memiliki bentuk lengkung, tunggal, maupun ganda (single or double
curved)
● Harus tipis terhadap permukaan atau bentangannya

23
● Harus dibuat dari bahan yang keras, kuat, ulet dan tahan terhadap tarikan dan
tekanan.
Material yang paling cocok untuk konstruksi struktur shell adalah beton, karena beton
adalah material yang ketika dicampur dengan air dapat membentuk berbagai macam bentuk
yang berpusat di dalam bekisting. Bagian kecil tulangan bisa ditekuk untuk mengikuti
kelengkungan shell. Saat semen sudah mengering dan beton sudah mengeras. Membran
berperan sebagai shell yang kuat dan kaku dan berfungsi sebagai struktur sekaligus penutup
bangunan.
1. Keuntungan
● Konstruksi yang sangat ringan. Untuk Shell rentangan 30 meter dibutuhkan
ketebalan sekitar 60 mm.
● Beban mati dapat mengurangi beban pondasi dan sistem penopangnya
● Mendapatkan keuntungan dari fakta bahwa bentuk yang melengkung dapat
terentang lebih panjang
● Secara estetika, Shell terlihat lebih bagus dibandingkan dengan bentuk
konstruksi lainnya

2. Kerugian
● Diperlukan akurasi yang lebih besar pada bekisting
● Diperlukan tenaga kerja dan pengawasan yang baik

3. Klasifikasi bentuk cangkang


a. Berdasarkan bentuk terjadinya
i.) Rational Surface; suatu garis lengkung yang datar diputar terhadap suatu
sumbu. Shell dengan permukaan rotasional dapat dibagi tiga yaitu:

Spherical Surface

Merupakan shell yang bidang


permukaanya terbentuk jika suatu
segmen lingkaran berputar terhadap
sumbu vertikal.

24
Eliptical Surface

Bidang permukaannya terbentuk jika


½ ellips berputar terhadap sumbu
vertikal (kurang mampu memikul
beban vertikal dibandingkan Spherical
dome Surface

Parabolic Surface

Bidang permukaannya terbentuk jika


½ parabola berputar terhadap sumbu
vertikal (lebih kuat memikul beban
vertikal dibandingkan Spherical dome
Surface.

Gambar 9. Rational Surface


Sumber: Shell structure

ii.) Spherical Surface Eliptical Surface

Adalah bidang yang diperoleh bilamana ujung-ujung suatu garis lurus


digeser pada dua bidang sejajar. Shell dengan permukaan translasional dibagi
dua yaitu cylindrical surface dan elliptic paraboloid.

25
Gambar 10. Spherical Surface Elliptical Surface
Sumber: Shell structure

iii.) Translational surface


Adalah bidang yang diperoleh jika suatu garis lengkung yang datar
digeser sejajar diri sendiri terhadap garis lengkung yang datar lainnya. Shell
dengan permukaan ruled ada dua macam, yaitu Hyperbolic Paraboloid dan
Conoid.

Gambar 11. Transitional Surface


Sumber: Shell structure

b. Berdasarkan melengkungnya bidang


i.) Single curved shell, terbentuk dari perpindahan bidang lengkung.yang
permukaanya digeser atau dibentuk konus yang sama.
ii.) Double curved shell with principle curves in the same direction (domical shell)
dibentuk dengan memutar bidang lengkung terhadap sumbu pada bidang
tersebut dan membentuk lengkungan ke arah sumbunya.

c. Berdasarkan kedudukan kurva

26
Kurva-kurva membuka ke arah yang Kurva-kurva ke arah yang saling
sama (synclastic) berlawanan (antisynclastic)

Gambar 12. Shell structure berdasarkan kurva


Sumber: Shell structure

d. Berdasarkan bentuk geometris

Gambar 13. Shell structure berdasarkan bentuk geometris


Sumber: Shell structure

27
4. Penyaluran beban
Kulit cangkang yang tipis dapat memikul suatu beban lembut dengan
tegangan-tegangan membran, dan bahwa tegangan-tegangan membran yang dikerahkan
dalam suatu kulit cangkang terutama tergantung pada kondisi-kondisi tumpuan
perbatasannya. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menimbulkan tegangan
membran murni didalam sebuah kulit cangkang, antara lain:
● Gaya-gaya reaksi pada perbatasan kulit cangkang harus sama dan berlawanan
dengan gaya-gaya membran pada perbatasan yang ditimbulkan oleh beban.
● Tumpuan harus mengizinkan perbatasan kulit cangkang untuk mengalami
perindahan yang ditimbulkan oleh regangan membran.
Jika salah satu atau keduanya tidak tepenuhi, maka akan timbul tegangan lentur
didalam struktur cangkang yang disebabkan oleh:
❖ Gaya meridional, merupakan gaya internal pada cangkang asimetris yang
terbagi rata dan dinyatakan dalam gaya per satuan luas
❖ Gaya-gaya melingkar, dinyatakan sebagai gaya persatuan pnnjang yang
dapat diperoleh dengan meninjau keseimbangan dalam arah transversal.
❖ Distribusi gaya, distribusi gaya melingkar dan meredional dapat diperoleh
dengan memplot persamaan kedua gaya tersebut.
❖ Gaya terpusat, beban ini harus dihindari dari struktur cangkang
❖ KOndisi tumpuan, kondisi ini sangat mempengaruhi perilaku dan desain
struktur. Secara ideal tumpuannya tidak boleh menimbulkan momen
lentur pada permukaan cangkang. Jadi kondisi jepit harus dihindari.
Menggunakan hubungan sendi sama saja dengan memberikan gaya
pada cangkang, yang berarti menimbulkan momen lentur.
5. Contoh bangunan

Teater IMAX Keong Mas, TMII JAKARTA


Center of new industries and technology,
Paris

28
Sydney Opera House Zarzuela hippodrome, Madrid

Gambar 14. Contoh bangunan yang menggunakan struktur cangkang


Sumber: Shell structure

2.3.5. Lipat
Struktur lipat adalah bentuk yang terjadi pada lipatan bidang-bidang datar dimana
kekakuan dan kekuatannya terletak pada keseluruhan bentuk itu sendiri. Bentuk lipatan ini
mempunyai kekakuan yang lebih dibandingkan dengan bentuk-bentuk yang datar dengan luas
yang sama dan dari bahan yang sama pula. Hal ini dapat dijelaskan karena momen energia
yang didapat dari bentuk lipatan akan jauh lebih besar daripada momen energia yang didapat
dari bidang datar. Karakteristik suatu struktur bidang lipat adalah masing-masing elemen pelat
berukuran relatif rata (merupakan sederetan elemen tipis yang saling dihubungkan sepanjang
tepinya)
1. Bentuk dasar
Berdasarkan bentuk-bentuk yang ada pada alam, manusia mencoba untuk
mempergunakan bentuk-bentuk itu untuk kebutuhan hidupnya. Sesuai dengan
perkembangan cara berpikir manusia maka pengetahuan teknik dan penemuan bahan
berkembang pula serta semakin bertambah maju. Dengan bekal yang dimiliki manusia
tersebut, maka konstruksi lipatan dikembangkan pula, baik dalam bentuknya maupun
bahan yang dipergunakannya. Bentuk lipatan ini sekarang banyak dipergunakan untuk
dinding atap, lantai, bangunan dengan berbagai bentuk dan bahan.
2. Struktur lipat
Menurut Sutrisno (1984) jenis struktur plat lipat dibagi menjadi 3 jenis
dikembangkan dari bentuk dasar. Pertama adalah bentuk prismatis yaitu bentuk yang
terdiri dari bidang-bidang datar yang bersudut siku-siku dan bidang-bidang yang
melintang tegak lurus pada kedua sisi ujung bidang datar bersudut siku-siku tersebut.
Bentuk piramidal yaitu bentuk yang terdiri dari bidang-bidang dasar berbentuk segitiga.
Bentuk semi prismatis yaitu bentuk gabungan dari bentuk-bentuk diatas.
Menurut Benjamin (1984) jenis struktur lipat berdasarkan konstruksinya dibagi
menjadi, antara lain:
a. Plat lipat dua segmen. Komponen dasar dari struktur plat lipat terdiri dari:
plat miring, plat tepi yang digunakan untuk menguatkan plat yang lebar,

29
pengaku untuk membawa beban ke penyangga dan menyatukan plat, serta
kolom untuk menyangga struktur.
b. Plat lipat tiga segmen. Pengaku terakhirnya berupa rangka yang lebih kaku
daripada balok penopang bagian dalam. Kekuatan dari reaksi plat di atas
rangka kaku tersebut akan cukup besar dan di kolom luar tidak akan
diseimbangkan oleh daya tolak dari plat yang berdekatan. Ukuran rangka
dapat dikurangi dengan menggunakan tali baja antara ujung kolom.
c. Plat lipat kubah. Plat yang memiliki bentuk kubah.
d. Folded plate arch. Folded plate arch merupakan folded plate dengan
bentuk melengkung seperti busur.
e. Bentuk Z. Masing-masing unit di atas mempunyai satu plat miring yang
lebar dan dua plat tepi yang diatur dengan jarak antar unit dengan jendela.
Bentuk ini disebut R shell dan sama dengan louver yang digunakan untuk
ventilasi jendela.
f. Dinding yang menerus dengan plat. Pada struktur ini, dinding merupakan
konstruksi beton yang miring. Dinding didesain menerus dengan plat atap.
Kolom tidak dibutuhkan di pertemuan tiap-tiap panel dinding karena
dinding ditahan di ujung atas.
g. Kanopi. Bentuk ini digunakan untuk kanopi kecil di main entrance
bangunan. Struktur ini mempunyai empat segmen. Pengaku struktur
diletakkan tersembunyi di permukaan atas sehingga tidak terlihat dan plat
(shell) akan muncul untuk menutup kolom vertikal.
h. C (tapered folded plate). Struktur ini dibentuk oleh elemen-elemen
runcing. Berat plat di tengah bentang merupakan dimensi kritis untuk
kekuatan tekukan.
i. Plat lipat penyangga tepi (edge support folded plate). Plat tepi dapat
dikurangi dan struktur atap dapat dibuat terlihat sangat tipis jika plat tepi
ditopang oleh rangkaian kolom. Struktur ini cocok digunakan untuk
bangunan dengan estetika tinggi dengan desain atap yang tipis.
j. Plat lipat kuda-kuda (folded plate truss). Terdapat ikatan horizontal
melintang di sisi lebar, di tepi bangunan. Hal ini memungkinkan folded
plate digunakan pada bentang lebar dengan pertimbangan struktural yang
matang.
k. Rangka kaku folded plate. Sebuah lengkung dengan segmen lurus
biasanya disebut rangka kaku. Struktur ini tidak efisien untuk bentuk
kurva lengkung karena momen tekuk lebih besar.

30
Plat lipat dua segmen

Plat lipat tiga segmen

Folded plate arch Plat lipat penyangga tepi

Rangka Kaku

Kanopi

31
Plat lipat penyangga tepi
Plat lipat kuda-kuda

Plat lipat dinding


Bentuk Z

Gambar 15. Jenis-jenis plat lipat


Sumber: https://www.academia.edu/36333618/Lipat

3. Contoh bangunan

Gambar 15. Masjid Kuala Lumpur


Sumber: https://www.academia.edu/36333618/Lipat

32
Gambar 16. United Air Force Academy Cadet Chapel, US.
Sumber: http://archipress-ub.blogspot.com/2013/05/struktur-lipat.html

33
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Beton merupakan bahan komposit dari agregat batuan dan semen sebagai bahan
pengikat yang dapat dianggap sebagai sejenis pasangan bata tiruan karena beton memiliki sifat
yang hampir sama dengan bebatuan dan batu bata.
Beton memiliki karakteristik yaitu kuat tekan, yang dimana kekuatan tekan beton
merupakan kemampuan beton untuk menerima gaya tekan. Maka dari itu beton harus
dirancang sedemikian hingga menghasilkan kuat tekan yang sesuai dengan aturan dan tata
cara khusus. Kemudahan pengerjaan beton juga merupakan karakteristik utama yang juga
dipertimbangkan sebagai material struktur bangunan.
Mutu beton diklasifikasikan menjadi 3, yaitu beton kelas 1, beton kelas 2, dan beton
kelas 3. Untuk sistem strukturnya yang prtama ada struktur rangka beton seperti slab dan balok,
ini merupakan sistem beton bertulang yang paling sederhana. Kemudian ada plat berusuk satu
arah yang dibuat mengecor beton pada perancah baja berbentuk khusus. Lalu ada kontruksi
plat datar yaitu sistem beton bertulang 2 arah bertinggi konstan, dan sistem struktur lainnya
seperti konstruksi slab datar. Konstruksi slab dan balok dua arah, slab wafel, bentuk lengkung,
elemen beton pracetak, papan beton pracetak, bentuk T rangkap dan kanal, serta sistem
gedung khusus. Itu merupakan yang termasuk dalam struktur rangka.
Sistem struktur beton yang kedua adalah Flab Slab Dua Arah. Yang ketiga yaitu wafel
slab 2 arah, yang keempat cangkang, dan yang kelima sistem lipat. semua sistem tersebut
mempunyai kelebihan dan kekurangan serta metode pengerjaan khusus yang berbeda.

3.2. SARAN
1. Bagi Mahasiswa Arsitektur
Sebaiknya para mahasiswa arsitektur harus memahami secara menyeluruh dan
lebih mendalam mengenai beton serta sistem strukturnya agar dapat merancang sesuai
dengan karakteristik dan sifat beton.
2. Bagi masyarakat
Sebaiknya masyarakat dapat mengenal mengenai beton ini sendiri agar dapat
mengetahui daya tahan tekan atau standar beton yang baik agar terhindar dari penipuan
dan dapat memperkirakan biaya dalam membuat bangunan yang menggunakan
konstruksi beton.

34
DAFTAR PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Beton Beton didefinisikan sebagai campuran dari

bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan,

http://eprints.polsri.ac.id/1522/3/BAB%20II.pdf. Accessed 3 Maret 2023.

Ariestadi, Dian. Teknik Struktur Bangunan Jilid III. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah

Kejuruan, 2008.

“BAB II TINJAUAN PUSTAKA.” Digital Repository Universitas Medan Area,

https://repositori.uma.ac.id/bitstream/123456789/284/5/118110074_file5.pdf. Accessed 4

Maret 2023.

Dewi, Ayu Komalasari. “(PPT) PPT SHELL STRUCTURE | Ayu Komalasari Dewi.”

Academia.edu, https://www.academia.edu/35186284/PPT_SHELL_STRUCTURE.

Accessed 4 Maret 2023.

Haloho, Candra. “Lipat.” Academia.edu, https://www.academia.edu/36333618/Lipat. Accessed 4

Maret 2023.

“Kuliah Ke-7 Sistim Lantai Beton [Compatibility Mode].” Direktori File UPI,

http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ARSITEKTUR/1976120720050

11-FAUZI_RAHMANULLAH/STRUKTUR_DAN_KONSTRUKSI__BANGUNAN/Kuliah_St

ruktur_Konstruksi_Bangunan_I/Kuliah_Ke-7_Sistim_Lantai_Beton_%5BCompatibility_M

ode%5D.pdf. Accessed 4 Maret 2023.

Macdonald, Angus John. Struktur & Arsitektur Ed.2. 2 ed., Erlangga, 2001,

https://www.google.co.id/books/edition/Struktur_Arsitektur_Ed_2/9u5coSlTfEkC?hl=en&

gbpv=1&dq=beton+bertulang&pg=PA34&printsec=frontcover. Accessed 2 Maret 2023.

McCormac, Jack C. Desain Beton Bertulang. V ed., Erlangga, 2003.

“Mengenal Klasifikasi Kelas dan Mutu Beton Beserta Aplikasinya.” Mata Air Persada, 17 June

2022,

35
https://mataair.id/2022/06/17/mengenal-klasifikasi-kelas-dan-mutu-beton-beserta-aplikasi

nya/. Accessed 5 Maret 2023.

Schodek, Daniel L. STRUKTUR. Bandung, PT ERESCO, 1991. Accessed 2 Maret 2023.

“struktur cangkang (sell structure) kel. 4.” SlideShare, 8 January 2016,

https://www.slideshare.net/dhaniedhona/struktur-cangkang-sell-structure-kel-4.

Accessed 4 Maret 2023.

Susanti, Eka, et al. 25 STUDI PERBANDINGAN PELAT BERUSUK DUA ARAH (WAFFLE

SLAB) DAN PELAT KONVENSIONAL, 2016. ResearchGate,

https://www.researchgate.net/publication/324800581_STUDI_PERBANDINGAN_PELAT

_BERUSUK_DUA_ARAH_WAFFLE_SLAB_DAN_PELAT_KONVENSIONAL. Accessed

4 Maret 2023.

Toba, Rudi. Safety By Design, Seri Aspek Geoteknis dan Perencanaan Sistem Penyanggah

Lubang Bukaan. Deepublish, 2022.

36

Anda mungkin juga menyukai