Anda di halaman 1dari 28

1

Pertemuan 1 Penjelasan Mengenai Perkuliahan Struktur Beton 1

Nama Mata Kuliah : Struktur Beton I


Kode Mata Kuliah :
SKS/Semester : 2 (Teori) / IV
Jam/Minggu : 4 Jam
Tujuan :
Setelah menyelesaikan Mata Kuliah ini mahasiswa akan mampu menghitung struktur beton
bertulang sederhana (tulangan lentur, geser, dan torsi).
Topik :
1. Karakteristik Beton Bertulang
2. Perhitungan Pembebanan
3. Perhitungan Tulangan Balok (Syarat-Syarat tulangan balok dan tulangan geser;
Menggambar tulangan)
4. Perhitungan Tulangan Plat
- Syarat-syarat tulangan plat
- Menghitung tulangan plat satu arah
- Menggambar tulangan plat satu arah
- Menghitung tulangan plat dua arah
- Menggambar tulangan plat dua arah
Praktek:
Aplikasi Perhitungan Balok dan Pelat pada Bangunan Gedung Lantai 2
Pustaka:
1. PEDC, Causnute Konstruksi Beton
2. 2. PBI 1971/Tata Cara Perencanaan dan Pelaksanaan Konstruksi Beton, 1998
3. Dasar-Dasar Perencanaan Beton Bertulang Berdasarkan SKSNI T.15 1991-03 oleh W. E. Vis
dan Gideon Kusuma, Erlangga, 1993.
4. Gideon Kusuma, Takim Andriono, “Desain Struktur Rangka Batang” 1994
5. Istimawan Dipohusodo, Struktur Beton Bertulang Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03,
Departemene Pekerjaan Umum RI, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999.
6. Indra Cahya, Beton Bertulang I, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Malang, 1996.
7. Indra Cahya, Beton Bertulang Lanjutan, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Malang,
1996.
2

8. Heinz Frick dan Pujo L. Setiawan, Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Kanisius Jogjakarta,
2001.
9. Imran, Iswandi., dan Zulkifli, Ediansjah., Perencanaan Dasar Struktur Beton Bertulang,
Institut Teknologi Bandung, 2014.
10. Imran, Iswandi., dan Zulkifli, Ediansjah., Perencanaan Lanjut Struktur Beton Bertulang,
Institut Teknologi Bandung, 2014.
11. Asroni, H. Ali, Teori dan Desain Balok Plat Beton Bertulang Berdasarkan SNI 2847-2013,
Muhamadiyah University Press, 2017.
12. Badan Standarisasi Nasional, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan
Gedung SNI 03 2847-2002, 2002.
13. Badan Standarisasi Nasional, Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung SNI
2847-2013, 2013.
14. Badan Standarisasi Nasional, Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung dan
Struktur Lain SNI 1727-2013, 2013.
15. Badan Standarisasi Nasional, Baja Tulangan Beton SNI 2052-2014, 2014.

Perjanjian Kuliah:
1. Penilaian :
a. Tugas 30%
b. UTS 30%
c. UAS 30%
d. Kehadiran 10%
2. Absen Tatap Muka
Mahasiswa yang terlambat 30 menit dinyatakan Alpa
3

KARAKTERISTIK BETON BERTULANG


1. Keunggulan dan Kelemahan
Material beton bertulang memiliki keunggulan dibanding material lainnya:
a. Lebih murah
b. Mudah dibentuk
c. Ketahanan terhadap api yang tinggi
d. Mempunyai kekakuan yang tinggi
e. Biaya perawatan yang rendah
f. Material pembentuk mudah diperoleh
Kekurangan material beton bertulang adalah:
a. Membutuhkan bekisting atau cetakan serta penumpu sementara selama konstruksi
b. Rasio kekuatan terhadap berat yang rendah
c. Stabilitas volumenya relatif rendah
Karakteristik beton bertulang terlihat dari materi penyusunnya yaitu beton dan tulangan baja.
Kedua jenis material ini bergabung menjadi satu material bangunan yang disebut beton bertulang
(reinforcement concrete) dengan memiliki peran masing-masing sehingga menghasilkan struktur
yang kuat dan murah.
2.1 Beton
Beton (concrete) adalah campuran semen portland atau semen hidrolis lainnya, agregat halus,
agregat kasar, dan air, dengan atau tanpa bahan campuran tambahan (admixture) (SNI 2847-2013).
Dalam material beton bertulang, beton berguna menahan gaya tekan yang terjadi pada suatu
elemen struktur karena kapasitas kuat tekannya yang lebih besar dibanding kuat tariknya yang
sangat kecil. Menurut SNI Beton Pasal 11.3.3.2 hubungan kuat tarik langsung, f cr, terhadap kuat
tekan beton fc’ :

𝑓 = 0.33 𝑓
Kapasitas Kuat tekan dihasilkan dari kualitas materi penyusun beton (campuran semen, agregat
halus, agregat kasar, dan air) dan rasio air semen nya (RAS). Skema bahan penyusun beton terlihat
pada gambar berikut:

Beton
Agregat Pasta
Halus Kasar Air Semen
Pasir Kerikil

Gambar 1.1. Bahan Pembentuk Beton


4

- Air
Menurut peraturan Beton Bertulang Indonesia Tahun 1971 (PBI 1971), air yang digunakan untuk
pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, garam-garam,
baha-bahan organis atau bahan-bahan lain yang dapat merusak beton dan baja tulangan.
- Semen
Semen portland dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi utamanya adalah
kalsium dan alumunium silikat. Bahan baku penyusun semen adalah kapur (CaO), silika (SiO2),
dan alumina (Al2O3).
Terdapat 5 jenis semen yaitu:
a. Jenis I : semen portland untuk penggunaan umum, tidak memerlukan persyaratan khusus
b. Jenis II : semen portland untuk beton tahan sulfat dan mempunyai panas hidrasi sedang
c. Jenis III : semen portland untuk beton dengan kekuatan awal tinggi (cepat mengeras)
d. Jenis IV : semen portland untuk beton yang memerlukan panas hidrasi rendah
e. Jenis V : semen portland untuk beton yang sangat tahan terhadap sulfat.
- Pasir
Merupakan agregat halus beriameter 1mm – 5 mm yang harus memenuhi syarat berikut:
a. BerPasal tajam
b. Tidak mudah lapuk/hancur oleh perubahan cuaca
c. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% berat keringnya
d. Bukan pasir laut (karena mengandung garam)
- Kerikil
Merupakan agregat kasar berukuran diameter 5 mm – 40 mm. kerikil dapat juga diganti dengan
batu pecah atau split. Syarat kerikil :
a. Bersifat padat dan keras serta tidak berpori
b. Bersih, tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%
c. Tidak boleh bulat kecuali dalam keadaan terpaksa.
- Bahan campur tambahan
Bahan campuran tambahan (admixtures) yaitu bahan yang bukan air, agregat, dan semen yang
ditambahkan ke dalam campuran beton. Terdapat jenis bahan tambahan sebagai berikut,
a. Bahan tambahan percepatan pengeringan
b. Bahan tambahan penghalus gradasi
c. Polimer
d. Superplastisizer
5


Agregat
Beton

Pasta semen

Gambar 1.2 Hubungan Regangan Agregat, Beton, dan Pasta


(Sumber: Perencanaan Dasar Struktur Beton Bertulang,2013:12)
Karena berfungsi menahan gaya tekan maka mutu beton didasarkan pada kapasitas kuat tekan.
Semakin besar kuat tekan, semakin tinggi pula mutu betonnya. Mutu beton dicapai pada saat beton
berumur 28 hari.

Gambar 1.3 Hubungan Tegangan dan Regangan Tekan Beton


(Sumber: Teori dan Desain Balok Plat Beton Bertulang, 2013:13)
Perilaku beton ketika diberi beban tekan dalam satu arah (uniaksial) terlihat pada gambar 1.3
diatas,
Ketika beban tekan mencapai 30-40% fc’, perilaku tegangan regangan beton masih linear. Retak-
retak lekatan yang sebelum pembebanan sudah terbentuk.
Ketika beban tekan melebihi 30-40% fc’, retak-retak lekatan mulai terbentuk dan terjadi deviasi
pada hubungan tegangan regangan dari kondisi linear.
Ketika tegangan mencapai 75-90%, retak-retak lekatan merambat ke mortar sehingga terbentuk
pola retak yang kontinyu.
Modulus Elastisitas Beton
Modulus elastisitas beton adalah kemiringan dari kurva tegangan-regangan di daerah deformasi
leastis (gambar 1.3). Modulus Elastisitas beton dihitung dengan rumus berikut:
6

SNI Beton Pasal 8.5


.
𝐸 = (𝑊 ) ∗ 0.043 𝑓
di mana,
Ec = Modulus elastisitas beton
Wc =1500 – 2500 kg/m3 (berat satuan beton berat normal)
Untuk beton normal, modulus elastisitas dapat dihitung sebagai berikut:

𝐸 = 4700 𝑓

Susut, Rangkak, dan Pengaruh Temperatur


Susur terdiri dari dua jenis yaitu susut plastis dan susut pengeringan. Susut plastis terjadi beberapa
jam setelah beton segar dicor. Susut pengeringan terjadi setelah beton mencapai bentuk akhirnya
dan proses hidrasi pasta semen telah selesai.
Susut adalah pemendekan beton selama proses pengerasan dan pengeringan pada temperatur
konstan. Nilai susut meningkat sebanding umur beton.
𝜀 (𝑡, 𝑡 ) = 𝜀 𝛽 (𝑡, 𝑡 )

Rangkak adalah regangan beton yang terjadi akibat beban tetap dalam waktu yang lama. Nilai
rangkat sebanding dengan umur beton.
𝜎 (𝑡 )
𝜀 (𝑡, 𝑡 ) = 𝜙(𝑡, 𝑡 )
𝐸 (28)
di mana:
Ec(28) = modulus elastisitas beton pada umur 28 hari
φ(t,t0) = φ0βc(t,t0)

Pengaruh temperatur pada beton diwakilkan pada koefisien pemuaian beton α c. koefisien
pemuaian tergantung pada komposisi beton, kandungan moisture dan umur beton. Regangan
akibat pengaruh suhu yaitu,
𝜀 = 𝛼 ∆𝑇

Dengan demikian regangan total pada beton pada waktu t yang dibebani secara uniaksial dengan
beban konstan σc(t0) pada t0 adalah jumlah dari regangan akibat pengaruh tegangan, akibat
pengaruh rangkak, akibat pengaruh susut, akibat pengaruh suhu. Secara matematis tertulis sebagai
berikut:
𝜀 (𝑡) = 𝜀 (𝑡 ) + 𝜀 (𝑡) + 𝜀 (𝑡) + 𝜀 (𝑡)
7

2.2 Baja Tulangan


Baja tulangan adalah baja berbentuk batang berpenampang bundar dengan permukaan polos
atau ulir/sirip yang digunakan untuk penulangan beton, yang diproduksi dari bahan baku
billet dengan cara canai panas (hot rolling) (SNI 2052-2014). Dalam struktur beton bertulang, baja
tulangan berfungsi menahan gaya tarik. Mutu baja tulangan ditentukan berdasarkan kuat tariknya.
Kuat tarik baja tulangan diberi notasi fy. Baja tulangan diproduksi dalam dua bentuk yaitu baja
tulangan polos dan baja tulangan tarik. Untuk elemen struktur, tulangan yang diperbolehkan untuk
digunakan adalah tulangan ulir. Tulangan polos hanya digunakan untuk tulangan spiral ata baja
prategang (SNI 2847-2013 Pasal 3.5).

Gambar 1.4 Baja tulangan ulir

Gambar 1.5 Hubungan tegangan regangan baja


(Sumber: Teori dan Desain Balok Plat Beton Bertulang, 2013:16)
Menurut SNI 2847-2013 Pasal 8.5.2 modulus elastisitas baja tulangan non prategang Es sebesar
200000 MPa. Tulangan polos yang ada dipasaran adalah φ6, φ8, φ10, φ12, φ14, dan φ16. Tulangan
ulir yang ada dipasaran yaitu D10, D13, D16, D19, D22, D25, D29, D32, D36.
8

Tegangan tekan

Tegangan tarik

Gambar 1.6 Distribusi Tegangan pada Penampang sebelum Retak


(Sumber: Perencanaan Dasar Struktur Beton Bertulang, 2013:2)

Tegangan tekan
pada beton

Tegangan tarik
pada baja

Tulangan baja

Gambar 1.7 Distribusi Tegangan pada Penampang Retak


(Sumber: Perencanaan Dasar Struktur Beton Bertulang, 2013:3)
9

Tugas 1 Kunjungi dan foto elemen struktu bangunan beton bertulang, balok dan plat, yang
sementara dikerjakan .
Tugas 2 Jawab pertanyaan-pertanyaan dibawa ini:
1. Sebutkan definisi beton berdasarkan SNI 2847-2002?
2. Sebutkan definisi beton berdasarkan SNI 2847-2013?
3. Sebutkan perbedaan fungsi tulangan antara SNI 2847-2002 dan SNI 2847-2013?
4. Apa fungsi material beton dalam struktur beton bertulang?
5. Apa fungsi material baja tulangan dalam struktur beton bertulang?
6. Berapa mutu beton (kuat tekan) yang digunakan untuk bangunan tahan gempa?
7. Sebutkan rumus rasio air semen?
8. Hitung kebutuhan semen pada untuk balok dengan panjang 4 m, lebar balok b 20 cm,
tinggi balok h = 40 cm, rasio air semen 0.52.
9. Mutu beton dapat dilihat dari nilai apa? Sebutkan 3 pembagian mutu beton?
10. Apa itu regangan beton? berapa nilai regangan batas/runtuh/ultimate dari beton?
11. Apa itu beton normal (menurut SNI 2847-2013)?
12. Apa itu modulus elastisitas beton?
13. Berapa nilai modulus elastisitas dari beton dengan mutu fc' = 20 MPa?
14. Apa arti BJTP-24? Apa arti BJTP-30?
15. Berapa nilai modulus elastisitas dari baja tulangan?
16. Gambar hubungan tegangan-regangan beton dan gambar hubungan-tegangan
regangan baja tulangan?
10

PEMBEBANAN

Beban Mati (D)


Berdasarkan SNI 1727-2013 Beban mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung
yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap, finishing,
klading gedung dan komponen arsitektural dan struktural lainnya serta peralatan layan terpasang
lain termasuk berat keran. Dalam menentukan beban mati untuk perancangan, harus digunakan
berat bahan dan konstruksi yang sebenarnya, dengan ketentuan bahwa jika tidak ada informasi
yang jelas, nilai yang harus digunakan adalah nilai yang disetujui oleh pihak yang berwenang. Dalam
menentukan beban mati rencana, harus diperhitungkan berat peralatan layan yang digunakan
dalam bangunan gedung seperti plambing, mekanikal elektrikal, dan alat pemanas, ventilasi, dan
sistem pengondisian udara. Contoh beban mati yaitu,
a. Beban balok
b. Beban Kolom
c. Beban Plat
d. Beban Dinding
Daftar beban mati dapat dilihat pada Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG)
tahun 1983. Contoh: beban mati untuk beton bertulang adalah 2400 kg/m3.
11

Tabel 2.1 Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Gedung (PPIUG 1983)
12

Contoh: Soal
Hitunglah beban mati D dari balok beton bertulang dengan panjang 4 m, lebar balok b 30 cm, tinggi
balok h 60 cm.
Penyelesaian,
Diketahui:
L=4m
b = 30 cm = 0.3 m
h = 60 cm = 0.6 m
Material beton bertulang sehingga berat jenis beton bertulang (tabel 2.1) = 2400 kg/m 3
Ditanya:
Dbalok = . . . ?
Jawab:
Dbalok = L x b x h x Bj beton bertulang
= 4 m x 0.3 m x 0.6 m x 2400 kg/m3 = 1728 kg.

Beban Hidup (L)


Berdasarkan SNI 1727-2013 beban hidup adalah beban yang diakibatkan oleh pengguna dan
penghuni bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi dan beban
lingkungan, seperti beban angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir, atau beban mati.
Contoh : beban fungsi bangunan, beban manusia, dll. Dapat dilihat pada tabel 4.1 SNI 1727-2013.
Beban hidup atap adalah beban pada atap yang diakibatkan (1) pelaksanaan pemeliharaan oleh
pekerja, peralatan, dan material dan (2) selama masa layan struktur yang diakibatkan oleh benda
bergerak, seperti tanaman atau benda dekorasi kecil yang tidak berhubungan dengan penghunian.
Beban hidup yang digunakan dalam perancangan bangunan gedung dan struktur lain harus beban
maksimum yang diharapkan terjadi akibat penghunian dan penggunaan bangunan gedung, akan
tetapi tidak boleh kurang dari beban merata minimum yang ditetapkan dalam Tabel 4-1 SNI 1727-
2013. Contoh tabel 4.1 dapat dilihat dibawah ini.
13

Tabel 2.2 Beban hidup terdistribusi merata minimum, L0 dan beban hidup terpusat minimum
(Sumber Tabel 4.1 SNI 1727-2013:)
14

Beban Angin (W)


Beban angin adalah beban horisontal yang disebabkan oleh besarnya tekanan angin. Beban angin
sangat berbahaya bagi bangunan tinggi dan jembatan berbentang panjang. Beban angin sangat
dipengaruhi faktor topografi dan luasan bangunan.

Beban Gempa (E)


Beban gempa adalah beban yang terjadi pada struktur karena bergeraknya tanah akibat terjadinya
gempa. Beban gempa yang digunakan dalam analisis disesuikan dengan metode analisisnya. Untuk
analisis statik, beban yang digunakan adalah beban gempa statik ekivalen yang dihitung secara
manual. Untuk analisis dinamik, beban yang digunakan dalam bentuk respon spektra dan rekaman
gempa. Untuk respon spektra setiap wilayah di Indonesia dapat dilihat pada website
www.puskim.pu.go.id sementara untuk rekaman gempa dapat di akses ke website-website seperti
www.usgs.gov.

Mengacu kepada metode desain yang dianut yaitu metode beban terfaktor (berasal dari singkatan
LRFD adalah Load Resistance Factor Desain) maka struktur direncanakan dengan memperhitungkan
2 faktor yaitu faktor beban dan faktor reduksi kekuatan.
a. Faktor beban, yaitu faktor yang berkaitan dengan beban yang bekerja pada struktur (beban
luar).
Faktor beban terlihat pada kombinasi pembebanan dari metode beban terfaktor yang diatur dalam
SNI 1727-2013 yaitu,
1. 1.4D
2. 1.2D + 1.6L + 0.5(Lr atau S atau R)
3. 1.2D + 1.6(Lr atau S atau R) + 0.5(L atau 0.5W)
4. 1.2D + 1W + L + 0.5(Lr atau S atau R)
5. 1.2D + 1W + L + 0.2S
6. 0.9D + 1W
7. 0.9D + 1E

b. Faktor reduksi kekuatan φ, yaitu faktur yang berkaitan dengan gaya dalam (kekuatan struktur).
Faktor reduksi ini memperhitungkan ketidakpastian kekuatan bahan terhadap pembebanan pada
komponen struktur. Faktor ini diatur dalam SNI 2847-2013 Pasal 9.3.
15

1. Pasal 9.3.2.1 struktur dengan penampang terkendali tarik (yaitu jika regangan baja tarik terjauh
(ԑt) ≥ 0,005 pada saat regangan beton tekan mencapai batas asumsi 0,003 misalnya balok),
φ=0,9.
2. Pasal 9.3.2.2 struktur dengan penampang terkendali tekan (yaitu jika regangan baja tarik terjauh
(ԑt) < 0,005 pada saat regangan beton tekan mencapai batas asumsi 0,003):
a. Komponen struktur dengan tulangan spiral, φ = 0,75
b. Komponen struktur dengan tulangan lainnya, φ = 0,65
3. Pasal 9.3.2.3 geser dan torsi, φ = 0,75
4. Pasal 9.3.2.4 tumpuan pada beton, φ = 0,65

Kekuatan Beton Bertulang


Terdapat 3 jenis kekuatan beton bertulang menurut SNI 2847-2013 Pasal 2.2 yaitu
1. Kuat nominal (Rn) yaitu kekuatan komponen struktur atau penampang yang dihitung sesuai
dengan ketentuan dan asumsi metode desain kekuatan sebelum dikalikan dengan faktor reduksi
kekuatan φ. Simbol-simbol kuat nominal berbeda sesuai dengan gaya dalamnya yaitu momen
Mn, geser Vn, torsi Tn, dan aksial Pn.
2. Kuat desain (Rd) yaitu kekuatan komponen struktur atau penampang yang diperoleh dari hasil
perkalian antara kuat nominal dan faktor reduksi kekuatan φ. Simbol-simbol kuat desain
berbeda sesuai dengan gaya dalamnya yaitu momen Md, geser Vd, torsi Td, dan aksial Pd.
3. Kuat perlu (Ru) yaitu kekuatan komponen struktur atau penampang yang diperlukan untuk
menahan beban terfaktor atau momen dan gaya dalam terkait dalam suatu kombinasi
pembebanan. Simbol-simbol kuat perlu berbeda sesuai dengan gaya dalamnya yaitu momen M u,
geser Vu, torsi Tu, dan aksial Pu.
Dengan demikian agar struktur terjamin keamanannya maka harus memenuhi syarat berikut,
Kuat desain Rd harus ≥ kuat perlu Ru.
Momen desain Md harus ≥ kuat perlu Mu.
Kuat desain Vd harus ≥ kuat perlu Vu.
Kuat desain Td harus ≥ kuat perlu Tu.
Kuat desain Pd harus ≥ kuat perlu Pu.
16

Beban ekivalen
Beban ekivalen merupakan usaha memudahkan perhitungan gaya dalam secara manual (tanpa
software) karena
1 𝑙 1
𝑞 = 𝑞. . 𝑙 − 𝑙
2 𝑙 3
1
𝑞 = 𝑞. 𝑙
3
17

Part 4
BALOK TULANGAN TUNGGAL

Definisi
Balok adalah elemen struktur yang memikul momen dan geser. Dalam struktur suatu portal elemen
ini diletakan secara horisontal (lihat gambar 3.1).

Balok beton bertulang

Gambar 3.1 Balok pada struktur rangka beton bertulang


Sumber : www.structuralengineeringbasics.com

Gambar 3.2 Elemen balok beton bertulang


18

Bagaimana balok memikul dan bereaksi terhadap beban?


Balok memikul beban yang berada langsung di atasnya (seperti dinding, plat lantai) dan beban lain
yang disalurkan kepadanya (beban manusia dan perabot di atas plat lantai). Seperti telah dijelaskan
di materi sebelumnya bahwa balok beton bertulang memikul momen dan geser. Beban ini
menyebabkan balok beton bertulang menjadi tertekan dan tertarik sehingga terjadi tegangan dan
regangan pada penampang beton yang dapat dilihat pada gambar 3.3 (a-c) berikut.

Reg batas 0.85 f c'


Sisi tekan c

C
c
Sumbu
d h Netral

As
T =Asf s
s (untuk  s> y )
b
Sisi tarik
(a) (b) (c)
Penampang balok Distribusi regangan pada Kondisi tegangan aktual pada
bertulangan tunggal kondisi ultimite kondisi regangan ultimite

Gambar 3.3 Gambaran tegangan-regangan pada balok beton bertulang tulangan tunggal

Bagaimana mendesain balok agar kuat memikul beban?


Prinsip-prinsip dan peraturan dalam mendesain perhitungan balok beton bertulang.
1. Asumsi dasar pada teori lentur penampang beton menurut SNI Beton.
a. Penampang tegak lurus sumbu lentur berupa bidang datar sebelum lentur akan tetap
berupa bidang datar setelah lentur (Pasal 10.2.2).
b. Tidak terjadi slip antara beton dan tulangan baja tulangan (pada level yang sama, regangan
pada beton adalah sama dengan regangan pada baja (Pasal 10.2.2).
c. Tegangan pada beton dan tulangan dapat dihitung dari regangan dengan menggunakan
hubungan tegangan-regangan beton dan baja (Pasal 10.2.4).
d. Untuk perhitungan kekuatan lentur penampang, kuat tarik beton diabaikan (Pasal 10.2.5)
e. Beton diasumsikan runtuh pada saat regangan tekannya mencapai regangan batas tekan
𝜀 = 𝜀 = 0.003 (Pasal 10.2.3).
f. Hubungan tegangan-regangan beton dapat diasumsikan persegi, trapesium atau parabola
atau lainnya (Pasal 10.2.6).
19

2. Asumsi mekanisme keruntuhan balok yang ingin dicapai


Balok direncanakan untuk kuat memikul beban sehingga menghindari keruntuhan. Namun
untuk beban yang sangat besar (gempa besar), balok harus runtuh namun tidak
membahayakan penghuni bangunan. Untuk itu dari tiga mekanisme keruntuhan yang dapat
terjadi keruntuhan tarik yang diijinkan untuk terjadi dan menjadi acuan dalam mendesain.
3 mekanisme keruntuhan balok:
a. Keruntuhan tarik, bersifat ductile (penampang terkontrol tarik)
Pada keruntuhan jenis ini, tulangan leleh sebelum beton hancur (yaitu mencapai regangan
batas lelehnya). Keruntuhan jenis ini terjadi pada penampang dengan rasio tulangan yang kecil.
Balok yang mengalami keruntuhan ini disebut under reinforced (gambar ).
b. Keruntuhan tekan, bersifat Brittle (getas) (penampang terkontrol tekan).
Di sini, beton hancur sebelum tulangan leleh. Keruntuhan seperti ini terjadi pada penampang
dengan rasio tulangan yang besar. Balok yang mengalami keruntuhan ini disebut “over
reinforced” (gambar ).
c. Keruntuhan seimbang (Balanced), bersifat Brittle.
Pada keruntuhan jenis ini, kondisi beton hancur dan tulangan leleh terjadi secara bersamaan.
Balok seperti ini mempunyai tulangan yang balanced (seimbang)(gambar ).

3. Distribusi tegangan regangan beton bertulang

Reg batas 0.85 f c'


Sisi tekan c

C a/2
c a =  1c C
Sumbu
d h Netral jd = (d-a/2)

As
T =Asf s
s (untuk  s> y ) T
b
Sisi tarik
(a) (b) (c) (d)
Penampang balok Distribusi regangan pada Kondisi tegangan aktual pada Blok tegangan tekan
bertulangan tunggal kondisi ultimite kondisi regangan ultimite persegi ekivalen

Gambar 3.4 Blok tegangan tekan persegi ekivalen balok beton tulangan tunggal
b = lebar penampang balok, mm.
h = tinggi penampang balok, mm.
d = tinggi efektif penampang balok, mm.
20

ds = jarak antara titik berat tulangan tarik dan tepi serat beton tarik, mm.
f c’ = tegangan tekan beton, MPa.
fs = tegangan tarik tulangan baja, MPa.
fy = tegangan tarik tulangan baja saat leleh, MPa.
Mu = momen ultimit, kNm.
Mn = momen nominal, kNm.
φ = faktor reduksi
K = faktor momen pikul
a = tinggi blok tegangan ekivalen, mm.
As = luas tulangan tarik, mm2.
Es = modulus elastisitas baja tulangan, MPa.
Ts = gaya tarik tulangan baja, kN.
β1 = faktor pembentuk tegangan tekan persegi beton.
ԑ’c = regangan tekan beton.
ԑs = regangan tarik tulangan baja.
ԑy = regangan tarik tulangan baja pada saat leleh.

4. Dimensi minimum penampang minimum balok beton bertulang


Dimensi minimum penampang ditetapkan berdasarkan:
a. Persyaratan defleksi.
Tabel 9.5(a) pada SNI Beton memberikan tinggi penampang minimum balok atau pelat, yang
jika dipenuhi, pengecekan lendutan tidak perlu dilakukan (Tabel 2.1).
b. Persyaratan selimut beton (SNI Beton Pasal 7.7).
c. Persyaratan spasi tulangan (SNI Beton Pasal 7.6).

5. Tulangan Minimum
21

Berdasarkan SNI Beton Pasal 10.5 luas tulangan tarik pada penampang balok tidak boleh kurang
dari:

. .
𝐴 = . 𝑏. 𝑑 atau 𝐴 = . 𝑏. 𝑑

As min dipilih yang besar dari kedua hasil perhitungan. Batas bawah diperlukan agar tulangan yang
digunakan tidak terlalu sedikit.
Dari persamaan di atas maka dapat diperoleh persamaan rasio tulangan terhadap penampang
balok,

0,25. 𝑓 1,4
𝜌 = atau 𝜌 =
𝑓 𝑓
Dipilih nilai ρmin yang besar.
Konsekuensi luas tulangan yang terlalu kecil:
a) ԑs besar (lendutan yang terjadi besar)
b) Ketika beton retak (Ms > Mcr), balok akan segera runtuh karena Mn < Mcr.
6. Tulangan Maksimum
Agar tidak terjadi keruntuhan getas (brittle) pada elemen lentur, SNI Beton lampiran B.10.31
membatasi rasio tulangan ρ ≤ 0,75ρb. secara matematis ρb dapat diturunkan sebagai berikut,
Pada keadaan balanced (seimbang)
𝜀′ = 𝜀′ = 0,003
𝑓 𝑓
𝜀 = 𝜀 = 0,003 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝜀 = =
𝐸 200000
𝑐 𝜀′ 0,003 600
= = =
𝑑 𝜀′ + 𝜀 0,003 + 𝑓 /200000 600 + 𝑓
600. 𝑑
𝑐 = karena 𝑎 = 𝛽 . 𝑐
600 + 𝑓
600. 𝛽 . 𝑑
𝑎 =
600 + 𝑓
𝐶 , = 𝑇,
0,85. 𝑓 . 𝑎 . 𝑏 = 𝐴 , .𝑓
0,85. 𝑓 . 𝑎 . 𝑏
𝐴 , =
𝑓
Maka dapat dihitung rasio tulangan balanced:
𝐴, 0,85. 𝑓 . 𝑎 600. 𝛽 . 𝑑
𝜌 = = 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑎 =
𝑏. 𝑑 𝑓 .𝑑 600 + 𝑓
Maka
22

510. 𝛽 . 𝑓
𝜌 =
600 + 𝑓 . 𝑓
Dengan demikian rasio tulangan maksimum adalah:
382,5. 𝛽 . 𝑓
𝜌 = 0,75. 𝜌 =
600 + 𝑓 . 𝑓

7. Penggunaan distribusi tegangan tekan persegi ekivalen


SNI Beton Pasal 10.2.7 mengizinkan penggunaan distribusi tegangan tekan persegi ekivalen untuk
perhitungan kuat ultimit penampang.
Blok tegangan tekan persegi ekivalen tersebut didefinisikan sebagai berikut,
a. Tegangan tekan merata sebesar α1fc’ (dimana α1 = 0.85) diasumsikan bekerja disepanjang
zona tekan ekivalen yang berjarak a = β1c dari serat tekan terluar (ekstrem).
b. Jarak c ditentukan dari posisi serat tekan terluar ke sumbu netral diukur tegak lurus
terhadap sumbu netral tersebut.
c. Nilai β1 diambil sebagai berikut,
1. Untuk fc’≤ 30 MPa, β1 = 0.85
2. Untuk 30 MPa < fc’ ≤ 55 MPa, β1 = 0.85 – 0.008 (fc’ – 30)
3. Untuk fc’ > 55 MPa, β1 = 0.65
Jadi, hanya perlu digunakan dua parameter yaitu d dan β1 untuk dapat menggambarkan blok
tegangan-tekan persegi ekivalen. Berdasarkan distribusi tegangan tersebut, kekuatan lentur
dihitung sebagai berikut,
Cc = 0.85 fc’ a.b
Ts = As.fy
(tulangan diasumsikan sudah leleh sebelum beton mencapai regangan batas tekannya).
Syarat keseimbangan -> Cc = T sehingga
0,85 𝑓 . 𝑎. 𝑏 = 𝐴 . 𝑓
maka
𝐴 .𝑓
𝑎=
0,85. 𝑓 . 𝑏
Dan
𝑎 𝑎
𝑀 =𝐶 . 𝑑− = 0,85 𝑓 . 𝑎. 𝑏. (𝑑 − )
2 2
23

8. Faktor momen pikul K dan tinggi blok tegangan ekivalen a


Faktor momen pikul K didefinisikan sebagai momen nominal (Mn) dibagi hasil perkalian antara luas
efektif (b.d) dan tinggi balok (d) sehingga,
𝑀 𝑀
𝐾= atau 𝐾 =
𝑏. 𝑑 ∅. 𝑏. 𝑑
𝑎 𝑎
𝑀 = 𝐶 . 𝑑 − atau 𝑀 = 0,85 𝑓 . 𝑎. 𝑏. (𝑑 − )
2 2
Maka
𝑎 𝑎
𝑑−2 𝑑−2
𝐾 = 0,85 𝑓 . 𝑎. 𝑏. atau 𝐾 = 0,85 𝑓 . 𝑎.
𝑏. 𝑑 𝑑
𝐾. 𝑑 𝐾. 𝑑
= 𝑎. 𝑑 − 0,5. 𝑎 atau 0,5. 𝑎 − 𝑑. 𝑎 + =0
0,85. 𝑓 0,85𝑓

4.0,5. 𝐾. 𝑑
−(−𝑑) ± 𝑑 −
0,85. 𝑓 2. 𝐾
𝑎 , = =𝑑± 1− .𝑑
2.0,5 0,85. 𝑓

2. 𝐾
𝑎 = 1− 1− .𝑑
0,85. 𝑓

Berkaitan dengan pembatasan tulangan maksimum (ρmaks) maka,


𝑇 =𝐴 . 𝑓 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑇 = 𝜌 . 𝑏. 𝑑. 𝑓
Karena
382,5. 𝛽 . 𝑓
𝜌 = 0,75. 𝜌 =
600 + 𝑓 . 𝑓
Sehingga
382,5. 𝛽 . 𝑓 . 𝑏. 𝑑
𝑇 =
(600 + 𝑓 )
Selanjutnya karena,
𝐶 =𝑇
382,5. 𝛽 . 𝑓 . 𝑏. 𝑑
0,85. 𝑓 . 𝑎. 𝑏 =
(600 + 𝑓 )
450. 𝛽 . 𝑑
𝑎=
(600 + 𝑓 )
𝑎 382,5. 𝛽 . 𝑓 . 𝑏. 𝑑 . (600 + 𝑓 − 225. 𝛽 )
𝑀 =𝑇. 𝑑− =
2 600 + 𝑓
Jadi,
𝐾 =𝑀 , /(𝑏. 𝑑 )
24

382,5. 𝛽 . 𝑓 . (600 + 𝑓 − 225. 𝛽 )


𝐾 =
600 + 𝑓

9. Penempatan tulangan
Penempatan tulangan perlu diatur agar tulangan dapat bekerja secara efektif. SNI 2847-2013
mengaturnya dalam pasala 7.6 dan pasal 7.7 (lihat gambar 3.3). Notasi yang diperhatikan dalam
penempatan tulangan yaitu,
Sb = tebal selimut beton minimal (Pasal 7.7.1).
Jika berhubungan dengan cuaca :
Untuk D ≥ 19 mm, tebal Sb = 50 mm.
Untuk D ≤ 16 mm, tebal Sb = 40 mm.
Jika tak berhubungan dengan cuaca, tebal Sb = 40 mm.
b = jarak maksimum (as-as) tulangan samping (Pasal 3.3.6.7 SK SNI T-15-1991-03), diambil ≤
300 mm dan ≤ (1/6) kali tinggi efektif balok. Tinggi efektif = tinggi balok – ds atau d = h –
ds.
Snv = jarak bersih tulangan pada arah vertikal (Psl 7.6.2 SNI 2847-2013) diambil ≥ 25 mm, dan ≥
D.
Sn = jarak bersih tulangan pada arah mendatar (Psl 7.6.1 SNI 2847-2013) diambil ≥ 25 mm, ≥
D, dan disarankan ≥ 4/3.Φagregat, untuk memudahkan pengecoran (agar kerikil dapat
memasuki celah tulangan).
D = diameter tulangan longitudinal, mm.
ds = jarak titik berat tulangan tarik sampai serat tepi beton bagian tarik, sebaiknya diambil ≥
60 mm.
Sb

Sb

Tulangan Sengkang/Geser

Snv

ds

Sn D

Gambar 3.3 Detail penempatang tulangan


25

1
𝑏, ℎ, 𝑑, 𝑑 , 𝑓 , 𝑓 , 𝑀 , 𝜙, 𝐷

𝑀
2 𝑑≥
𝑏. 𝐾
𝑀
𝑀 =
𝜙

3 5a
𝑀
𝐾= Perbesar dimensi
𝑏. 𝑑 (b, h, d)

382,5. 𝛽 . 𝑓 . (600 + 𝑓 − 225. 𝛽 )


4
𝐾 =
600 + 𝑓

𝐾 ≤𝐾 No

Yes
6
2. 𝐾
𝑎 = 1− 1− .𝑑
0,85. 𝑓

7
0,85. 𝑓 . 𝑎. 𝑏 𝑓 1,4
𝐴 = ;𝐴 = 𝑏. 𝑑 ; 𝐴 = 𝑏. 𝑑
𝑓 4. 𝑓 𝑓

𝐴 = nilai terbesar dari ketiga A diatas


8

9
Menentukan diameter dan menghitung jumlah
tulangan longitudinal

C A B
26

C A B

10
𝑓 1,4
𝜌 = ;𝜌 =
4. 𝑓 𝑓

382,5. 𝛽 . 𝑓 11
𝜌 = 0,75. 𝜌 =
600 + 𝑓 . 𝑓

13b 12 13a
𝜌<𝜌 𝐴 𝜌>𝜌
𝜌=
Perkecil Balok 𝑏. 𝑑 Perbesar Balok

13

No 𝜌 ≤𝜌 ≤𝜌 No

Jika syarat kotak 13


terpenuhi maka
nilai Asu kotak 8
Yes telah dapat dipakai
14 sebagai hasil desain.
𝐴 .𝑓
𝑎=
0,85. 𝑓 . 𝑏

𝑎
15
𝑀 = 𝐴 .𝑓 . 𝑑 −
2

16
𝑀 = 𝜙. 𝑀

𝐴
17
𝑛=
1
. 𝜋. 𝐷
4

Gambar 3.3 Skema perhitungan tulangan longitudinal balok tulangan tunggal


27

Notasi:
b = lebar penampang balok, mm.
h = tinggi penampang balok, mm.
d = tinggi efektif penampang balok, mm.
ds = jarak antara titik berat tulangan tarik dan tepi serat beton tarik, mm.
f c’ = tegangan tekan beton, MPa.
fs = tegangan tarik tulangan baja, MPa.
fy = tegangan tarik tulangan baja saat leleh, MPa.
Mu = momen ultimit, kNm.
Mn = momen nominal, kNm.
Md = momen desain, kNm.
φ = faktor reduksi
K = faktor momen pikul, MPa.
Kmaks = faktor momen pikul maksimum, MPa.
a = tinggi blok tegangan ekivalen, mm.
As = luas tulangan tarik, mm2.
Asu = luas tulangan tarik ultimit, mm2.
Es = modulus elastisitas baja tulangan, MPa.
Ts = gaya tarik tulangan baja, kN.
β1 = faktor pembentuk tegangan tekan persegi beton.
ԑ’c = regangan tekan beton.
ԑs = regangan tarik tulangan baja.
ԑy = regangan tarik tulangan baja pada saat leleh.
ρ = rasio tulangan
ρb = rasio tulangan balanced
ρmaks = rasio tulangan maksimum
ρmin = rasio tulangan maksimum
28

Anda mungkin juga menyukai