Anda di halaman 1dari 32

SILABUS

MK. PENGANTAR STRUKTUR LINGKUNGAN (3 SKS)

POKOK BAHASAN:
Kode :
Nama Mata Kuliah : Pengantar Struktur Lingkungan
Jenis Mata Kuliah : Mata Kuliah Dasar Keahlian
Jumlah SKS : 2 - Diusulkan menjadi 3 sks
Metode : [x] Kuliah [x] Responsi [ ] Praktikum [x] Tugas
Tujuan : Agar mahasiswa memahami dasar-dasar ilmu struktur bangunan untuk
keperluan pemahaman design struktur bangunan-bangunan dalam bidang
teknik lingkungan.
Silabus : Aspek Mekanika Rekayasa dan Hubungannya dengan
Perancangan Elemen Struktur; Karakteristik bahan beton dan baja
tulangan; Beton bertulang sebagai bahan komposit; Tegangan izin;
Perancangan cara elastik; Konsep regangan batas; Perancangan cara
kekuatan batas; Faktor tahanan dan faktor beban (konsep LRFD); Kriteria
Perancangan dan analisis balok lentur; Perancangan tulangan geser
balok; Perancangan struktur kolom; Detail penulangan; Topik tambahan :
(Struktur kayu)
Tipe-tipe struktur baja; Sifat-sifat mekanik bahan baja; Analisis
bidang tarik; Batang tekan dengan profil tunggal dan tersusun, pelat
kopel, pelat simpul; Perencanaan akibat pembebanan lentur;
Sambungan las, baut, paku keling
Mahasiswa harus menyelesaikan tugas mekanika teknik
Pustaka : 1. Wang. Salmon, desain Beton Bertulang (Ed 4) diterjemahkan
Hariandja, Eriangga, 1987
2. Salmon, Jonhson; Steel Structure design and Behaviour, Haper & Row
Publisher
3. Breyer, Design of Wood Structures, Mc Graw Hill, 1988
4. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia, Dirjen Cipta Karya PU, 1987
Prasyarat : Fisika Dasar, Kalkulus, dan Mekanika Teknik
Pustaka:
1. Johndston, Lin, Galambos: Basic Stell Structures Design; Prentice-Hall; Inc, 1980.
2. Salmon, Jhonson; Steel Structure Design and Behavior; Harver & Row Publisher, 1980.
3. Bowles; Structural Steel design; McGraw-Hill Book Co., New York, 1980.
4. Istimawan Dipohusodo; Struktur Beton Bertulang berdasarkan SK-SNI T-15-1991-03
Dep. PU, Gramedia, Jakarta. 1994.
5. Kardiyono Tjokrodimuljo, Teknologi Beton, NAFIRI, Yogyakarta, 1996.
6. R. Sagel, P. Kole, Gideon; Pedoman Pengerjaan Beton; Erlangga; Jakarta; 1994.
Pertemuan 1: Aspek mekanika dan hubungannya dengan perancangan elemen struktur

Pertemuan 2: Karakteristik bahan beton dan baja tulangan (kuis)

Pertemuan 3: Beton bertulang sebagai bahan komposit (Konsep tegangan izin;


Perancangan cara elastik; Konsep regangan batas; Perancangan cara
kekuatan batas; Faktor tahanan dan faktor beban (konsep LRFD))

Pertemuan 4: Kriteria Perancangan dan analisis balok lentur tulangan tunggal (tugas)

Pertemuan 5: Perancangan tulangan geser balok; Detail Penulangan


Pertemuan 6: Topik tambahan : (Struktur kayu) (tugas makalah)

Pertemuan 7: Topik tambahan : (Struktur kayu) (presentasi)

Pertemuan 8 : Mid Semester


MEKANIKA REKAYASA DAN HUBUNGANNYA DENGAN
PERANCANGAN ELEMEN STRUKTUR

Kriteria perancangan suatu konstruksi harus memenuhi beberapa persyaratan meliputi:

1. Persyaratan teknis
a. Segi kekuatan (strength)
b. Segi kekakuan (stiffness)
c. Stabilitas (stability)
d. Ketahanan (durability)

2. Persyaratan ekonomis

3. Persyaratan aspek fungsional

4. Persyaratan estetika

5. Persyaratan aspek lingkungan

6. Aspek ketersediaan bahan di pasaran

KARAKTERISTIK BETON

Beton sudah dikenal masyarakat sejak lama dan hampir seluruh


masyarakat pernah melihat/melakukan kegiatan pelaksanaan
pencampuran adukan beton, baik dengan cara biasa berdasarkan
pengalaman maupun dengan cara teknis dikendalikan dengan baik. Kualitas
beton yang dihasilkan tergantung dari banyak faktor, oleh karena itu
diperlukan informasi yang memadai untuk menjamin kualitas tersebut,
terutama oleh para pekerja/tukang yang selalu berhubungan dengan pekerjaan
pembetonan tersebut. Pekerjaan pencampuran adukan beton secara sepintas terkesan sangat
sederhana namun untuk mendapatkan kualitas beton yang baik dan mutu lebih tinggi, maka
diperlukan pemahaman teori yang mendukung disamping pengalaman yang sudah dimiliki.
Apabila pemahaman teknis dipadukan dengan pengalaman yang sudah ada, maka akan dapat
diharapkan hasil akhir kualitas mutu beton yang lebih baik. Makalah ini menyajikan uraian
mengenai teknologi pelaksanaan pencampuran adukan beton serta aspek-aspek yang
mempengaruhi mutu beton.

Definisi umum:
Beton merupakan campuran agregat {(agregat halus (pasir) dan agregat
kasar(kerikil/batu pecah)} yang diikat dengan pasta (semen + air).

Untuk tujuan tertentu, ditambah bahan tambah (admixture), gunanya antara lain:
o memperlambat pengerasan;  pengecoran yang jauh dari lokasi adukan, biasanya
diangkut dari lokasi pembuatan beton (ready mix) untuk proyek yang relatif jauh
tempatnya atau proyek dalam kota yang sering terjadi kemacetan yang lama sehingga
memerlukan waktu beberapa jam dalam perjalanan.
o mempercepat pengerasan;  biasanya digunakan untuk pembuatan beton prategang.
o membuat adukan lebih encer  untuk menabah kemudahan dalam pengerjaan atau
biasa disebut dengan workability.

Sifat-sifat beton:
a. Kebaikan beton:
o Harga relatif murah (bahan pasir, kerikil, air), kecuali harga semen.
o Kuat tekan tinggi, bila cara pengolahannya baik, dapat menyamai kekuatan
batuan alami.
o Mudah diangkut, dituang, dicetak, dibentuk sesuai keinginan.
o Dapat dikombinasikan dengan bahan baja untuk komponen struktur yang berat
karena angka muainya yang sama. Kerjasama beton (kuat tekan) dan baja (kuat
tekan dan tarik) dapat digunakan untuk struktur balok, kolom, dinding, plat lantai,
dan sebaginya.
o Beton segar dapat disemprotkan untuk menutup beton lama, atau dapat
dipompa dan dituang sehingga mudah dillakukan pada tempat-tempat yang
posisinya sulit.
o Beton lebih tahan aus dan kebakaran dibandingkan baja dan kayu.

b. Kejelekan beton:
o Kuat tariknya rendah sehingga mudah retak, perlu diberi baja atau tulangan
kasa.
o Beton segar mengerut saat pengeringan dan beton keras akan mengembang
bila basah, sehingga perlu diadakan dilatasi (pemutusan) pada bentangan yang
panjang/lebar agar tidak terjadi retak akibat perubahan kembang-susut.
o Beton keras juga mengembang da menyusut bila terjadi peruahan suhu. Dilatasi
juga diperlukan untuk mencegah retakan beton akibat perubahan suhu.
o Beton keras bersfat getas, mudah retak, perlu diberi tulangan baja agar tidak
rusak/runtuh secara tiba-tiba.

Beberapa istilah yang sering digunakan dalam teknologi beton:


Pasta-semen : Campuran antara semen + air  (yang belum mengeras)
Spesi-mortar : Campuran antara semen + agregat halus + air  (belum mengeras)
Mortar : Campuran antara semen + agregat halus + air  (sudah mengeras)
Spesi-beton : Campuran antara semen + agregat campuran (agregat halus dan
agregat kasar) + air  (yang belum mengeras)

Beton : Campuran antara semen + agregat campuran (agregat halus dan


agregat kasar) + air  (yang sudah mengeras)
Air

Pasta

Semen Spesi -
portland Mortar

Spesi-Beton/
Pasir AdukanBeton
Segar

Kerikil/
batu pecah
Terjadi Proses
Hidrasi

Beton Keras

Gambar Skema Pencampuran Adukan Beton

Kuat tekan beton normal : pada umumnya 17 – 30 MPa atau setara dengan mutu
beton K170 (kg/cm2) sampai K300 (kg/cm2).
Kuat tekan beton mutu tinggi : diatas 55 MPa
Kuat tekan beton prategang : pada umumnya 30 – 45 MPa

Nilai kuat tekan beton, berdasarkan peraturan beton


tahun 1991 (SK SNI -1991) disimbolkan dengan fc’ (dalam
Mpa), misalnya fc’ 20, fc’ 30 dan sebagainya, sedangkan
peraturan lama (PBI1971) disimbolkan dengan K atau
karakteristik (dalam kg/cm2), misalnya K200, K 300 dan
sebagainya. Untuk menguji kuat tekan beton digunakan mesin
uji seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar Mesin Uji Tekan Beton


Kuat tekan beton (normal) naik secara cepat sampai umur 28 hari, seterusnya
kenaikan kuat tekan berlangsung lambat dalam hitungan bulan atau tahun, sehingga pada
umumnya kekuatan beton dipakai sebagai acuan pada umur 28 hari.
Kuat tekan beton umur 7 hari sekitar 70% terhadap umur beton 28 hari sedangkan kuat
tekan beton umur 14 hari sekitar 85% terhadap beton 28 hari (seperti terlihat pada Gambar 2).
Dari hasil penelitian ternyata kekuatan beton terus naik sampai umur 50 tahun.

85% 100%
fc’

70%

7 hari 14 hari 28 hari 5 Bln 5 Thn (Umur Beton)


Gambar Kuat tekan beton terhadap umur

Di negara-negara yang sudah maju seperti di Jepang dan Prancis, mereka dapat membuat
beton dengan kuat tekan mencapai 100 Mpa atau setara 1000 kg/cm2 dengan cara
mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton.

Kekuatan beton dipengaruhi oleh banyak faktor, beberapa faktor yang sangat menentukan,
yakni :
1. Sifat bahan dasarnya,
2. Komposisi campuran,
3. Pelaksanaan
4. Perawatannya.
Uraian selanjutnya menerangkan keempat faktor tersebut. Beberapa uraian mungkin
terlalu teknis uji laboratorium, namun beberapa uraian menyangkut aspek di lapangannya.

1. SIFAT BAHAN DASAR BETON:

Sifat bahan dasar beton mempengaruhi kekuatan beton, berikut dibahas tentang bahan-
bahan dasar pembentuk beton, yakni semen, agregat dan air.

a. Semen Portland
Sesuai tujuannya, semen portland di Indonesia dibagi menjadi 5 jenis:
Jenis I: Untuk penggunaan yang umum.
Jenis II: Untuk pemakaian yang memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas
hidrasi sedang.
Jenis III: Untuk persyaratan kekuatan awal yang tinggi.
Jenis IV: Untuk pengunaan panas hidrasi yang rendah.
Jenis V: Ketahanan yang tinggi terhadap sulfat.
Semen lainnya yang diproduksi yakni semen portland pozolan. Semen jenis ini
menghasilkan panas hidasi lebih sedikit, lebih tahan terhadap kotoran dalam air, cocok untuk
bangunan di laut, bangunan pengairan dan beton massa, namun kuat tekannya optimumnya
berjalan lebih lama, biasanya sampai tiga bulan, sedangkan beton biasa kuat tekan
optimumnya pada umur 28 hari (satu bulan).

Semen yang dijual di pasaran hanya dapat bertahan selama beberapa bulan saja.
Penyimpanan seman dalam waktu lama agar mutunya tetap terjaga dilakukan dengan cara
menghindari dari uap air, yakni pada ruangan yang kering, lantai yang tidak porous, jendela
tertutup serta bagian bawahnya diberi lembaran lapisan kedap air. Semen yang disimpan lebih
dari tiga bulan perlu dicek kekuatannya sebelum digunakan.

b. Agregat
Agregat merupakan bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Jumlah agregat
dalam beton mencapai 70 persen. Dalam praktek, agregat digolongkan menjadi 3 kelompok:
 Batu, ukuran butirnya lebih besar dari 4 cm.
 Kerikil, ukuran butirnya antara 0,5 cm sampai 4 cm.
 Pasir, ukuran butirnya antara 0,015 cm sampai 0,5 cm.
Agregat yang diterangkan tadi adalah agregat alami. Ada lagi agregat buatan, antara lain:
 Batu pecah.
 Pecahan genteng.
 Tanah liat bakar.
 Kerak besi.
 Shale atau lempung bakar.
 Pasir dari batu yang dipecah, dan sebagainya.

Agregat yang baik sebenarnya adalah batu pecah, agregat batu bulat karena lekatannya
kurang baik, apalagi yang berbentuk pipih atau panjang, agregat pipih dalm adukan beton akan
mudah udara terperangkap di sisi bawahnya.
Syarat agregat:
 Butirannya tajam, kuat dan bersudut.
 Tidak mengandung kotoran atau tanah. Untuk beton mutu 10 Mpa, maksimal
kotoran hanya 5 persen. Untuk mutu beton yang lebih tinggi, kotoran tidak lebih dari
2, persen. Kotoran tersebut adalah apabila lebih kecil dari ukuran saringan dengan
ayakan 0,075 mm.
 Tidak mengandung zat organis, biasanya diuji dengan larutan NaOH sebanyak 3%
pada larutan air.
 Mempunyai variasi ukuran butir (gradasi) yang baik (bervariasi)
 Untuk agregat kasar tidak boleh mengandung butiran pipih atau lonjong lebih dari
20 persen.

c. Air
Bila semen bersentuhan dengan air, maka semen bereaksi dan tejadi proses hidrasi
pada setiap butirannya. Reaksi tersebut berlangsung selama 2 sampai 5 jam, setelah itu semen
berubah dalam bentuk gel (butiran yang sangat halus) yang mengembang, pengembangan
tersebut menyebabkan pasta semen menjadi berpori atau terdapat celah-celah kecil dalam
pasta semen, hal inilah salah satunya yang menyebabkan beton sulit untuk dapat kedap air.
Jumlah air yang diperlukan untuk membuat gel yakni sebanyak 25 persen saja dari
berat semen, jadi faktor air semen (fas) sebanyak 25 persen sudah cukup untuk membuat
pasta semen bereaksi membentuk gel yang akan menghasilkan pasta semen yang
sangat kuat, namun apabila cuaca sangat panas, air dalam pasta semen akan menguap,
disamping itu jumlah air yang sedikit tersebut akan sulit untuk mengaduk dan menuangkan
beton atau sifat pengerjaannya (workability). Kebanyakan di lapangan, jumlah air ditambahkan
sebanyak 25 persen, jadi sekitar 40 persen air, penambahan air harus dikontrol supaya tidak
berlebihan, kelebihan air akan sangat merugikan dan sangat menurunkan kualitas betonnya,
agar supaya beton mudah dikerjakan (workability), maka faktor air semen yang umum
digunakan sebanyak 40 sampai 60 persen dari jumlah semennya.
Ketentuan kualitas air untuk beton:
 Tidak boleh mengandung butiran melayang (lumpur) lebih dari 2 gram/liter, kalau
lebih maka kekuatan beton jadi rendah.
 Tidk boleh mengandung garam-garaman lebih dari 15 gram/liter. Air laut
mengandung garam, akan merusak tulangan baja, sehingga tidak baik untuk
campuran beton.
 Tidak mengandung clorida lebih dari 0,5 gram/liter.
 Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
Air yang layak diminum biasanya memenuhi syarat untuk campuran beton, tapi bukan
berarti syarat air untuk beton sama dengan syarat air minum. Air yang layak untuk campuran
beton apabila kekuatan beton mencapai 90 persen dari beton yang dibuat dengan air suling.

2. KOMPOSISI CAMPURAN:

Sebagaimana diterangkan sebelumnya, bahwa beton merupakan campuran agregat


yang diikat (dilem) dengan bahan pasta semen, jadi agregat sangat berperan dalam adukan
beton. Komposisi campuran agregat diharapkan dapat mengisi dengan padat sehingga rongga
yang ada seminimal mungkin. Caranya yakni: agregat kasar (kerikil atau batu pecah) haruslah
berukuran yang terdiri dari berbagai ukuran supaya rongganya sedikit, rongga yang belum terisi
akan diisi oleh agregat halus (pasir). Apabila ukuran agregat tersebut beragam, maka akan
diperoleh campuran yang padat dengan sedikit rongga. Komposisi ukuran butiran agregat
juga disebut gradasi ukuran butir.
Gradasi ukuran butir yang optimum telah digrafikkan, dibagi 4 wilayah, gradasi sangat
kasar sampai sangat halus, gradasi tersebut sangat erat hubungannya dengan sifat pengerjaan
beton, dan akan mudah dalam pengadukan dan pengecorannya. Apabila gradasi sangat kasar,
maka jumlah semen yang dibutuhkan akan lebih sedikit dibandingkan gradasi yang lebih halus
karena luas permukaan gradasi kasar akan lebih sedikit.
Untuk mendapatkan gradasi campuran agregat di
laboratorium digunakan saringan seperti terlihat pada
Gambar 3.
Saringan agregat terdiri dari berbagai ukuran, mulai
dari 0,15 mm, 0,30 mm, 0,6 mm, 1,2 mm, 2,4 mm, 5 mm
untuk saringan agregat halus (pasir) dan saringan ukuran
10 mm, 20 mm dan 40 mm untuk sarigan agregat kasar
(kerikil). Untuk bahan yang tersedia di lapangan dapat diuji
dulu sampel baha di laboratorium untuk menentukan
gradasinya ideal atau tidak.
Gambar Saringan Agregat
Apabila telah diperoleh persentase agregat yang disaring, maka dapat ditentukan
wilayah gradasinya, masuk wilayah 1 atau 2, atau 3 atau 4. Contoh grafik gradasi diberikan
pada Gambar berikut (untuk ukuran agregat maksimum 40 mm atau 4 cm). Apabila ukuran butir
agregat masuk ke dalam salah satu wilayah tersebut, maka gradasinya baik. Untuk wilayah 1
dan 2 akan diperoleh beton yang banyak agregat kasarnya, sebaliknya untuk wilayah 3 dan 4
akan lebih banyak agregat halusnya. Apabila gradasi agregat tidak memenuhi grafik
tersebut, maka akan banyak diperoleh rongga-rongga, serta lebih sulit dikerjakan
(pencapuran dan penuangannya), serta mutunya akan lebih rendah.
100 100

Butir agregat yang lolos (%) 90 Kerikil


80
75
70 Pasir 67
60 60 59
50 52 50
47
44
40 38 40
36
30 30 31 32
23 24 25 24
20 17 17 18
15
10 11 12 12
5 7 7
2 3
0 0
Lubang ayakan
Wilayah 1 Wilayah 2 Wilayah 3 Wilayah 4

0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 5 10 20 40

Gambar Grafik Gradasi Agregat

Ukuran agregat kasar (kerikil/batu pecah) untuk tujuan tertentu haruslah dibatasi
ukurannya, hal tersebut berkaitan dengan jarak bersih antar tulangan bajanya, prinsipnya
adalah agar kerikil/batu pecah haruslah dapat mesuk ke seluruh volume beton dan tidak
terhalang oleh tulangan bajanya. Misalnya jarak besih antar tulangan pada kolom adalah 3 cm,
maka ukuran maksimum kerikil/batu pecah tidak boleh sampai 3 cm, tapi dibatasi maksimal 70
persen dari diameter maksimum ukuran agregat kasar, jadi 0,7 x 3 = 2,1 cm atau 2 cm.
Biasanya dalam bestek diuraikan ketentuan pemakaian ukuran maksimum kerikil atau batu
pecah yang boleh digunakan.
Komposisi campuran adukan beton disarankan menggunakan perbandingan
berat, namun di lapangan seringkali lebih disukai perbandingan volume (isi), kedua hal tersebut
menghasilkan komposisi perbandingan dan kualitas beton yang berbeda. Pencampuran adukan
beton dengan perbandingan volume 1 : 2 : 3 atau 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil untuk beton biasa
serta perbandingan 1 : 1,5 : 2,5 untuk beton kedap air rupanya kurang memuaskan karena
menghasilkan kuat tekan beton yang beragam. Berdasarkan Pedoman Beton 1989,
perbandingan volume di atas hanya boleh dilakukan untuk beton mutu kurang dari 10 MPa atau
beton K100, dengan nilai slam (slump) tidak lebih dari 10 cm. Untuk mendapatkan mutu beton
yang baik perlu dilakukan pengujian beberapa contoh uji beton yang dilakukan dengan
perbandingan volume tersebut, hal yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah masalah
gradasi agregat, mutu agregat, tingkat kelecakan beton segar, kualitas air serta faktor air
semen.
Perbandingan volume menjadi tidak sesuai apabila kondisi bahan di lapangan selalu
berubah-ubah kualitas dan gradasinya, serta kadar air dalam agregat (basah atau kering).
Misalnya saja agregat halus (pasir), pada kondisi basah akan mengembang. Pasir dengan
kadar air 20 persen akan mengembang (dari volume pasir kering atau jenuh air) sebesar 20
persen, jadi volumenya bertambah karena adanya selaput permukaan (air) di sekitar butir-butir
pasir. Pengembangan volume pasir yan paling bsar terjadi pada saat kadar air dalam
pasir sebanyak 5 persen (pengembangan volumenya sampai 30 persen). Demikian juga
kerikil, akan mengembang pada kadar air tertentu. Hal tersebut yang menyebabkan
perbandingan volume tidak menjamin mutu beton dan antara satu adukan dengan adukan
lainnya akan selalu beragam kekuatannya.
3. PELAKSANAAN:

a. Pengadukan Beton
Pengadukan beton adalah pencampuran bahan-bahan beton yaitu semen, air, pasir
dan kerikil, dalam perbandingan tertentu. Pengadukan dilakukan sampai warna adukan
tampak rata, kelecakan yang cukup (tidak cair tidak padat), dan tampak campurannya juga
homogen. Pemisahan butir-butir seharusnya tidak boleh terjadi selama proses pengadukan ini.
Cara pengadukan dapat dilakukan dengan mesin atau tangan.

Pengadukan dengan tangan. Pengadukan dengan tangan biasanya dipilih apabila


jumlah beton yang dibuat hanya sedikit. Cara ini juga dilakukan apabila tidak ada mesin aduk
beton, atau tidak diinginkan suara berisik yang ditimbulkan oleh mesin.
Mula-mula semen dan pasir dicampur secara kering di atas tempat yang rata, bersih dan
keras serta tidak menyerap air. Pencampuran secara kering ini dilakukan sampai warnanya
sama. Campuran yang kering ini kemudian dicampur dengan kerikil dan diaduk kembali
sampai merata. Alat pencampur dapat berupa cangkul, sekop atau cetok. Kemudian di
tengah adukan tersebut dibuat lubang dan ditambahkan air sebanyak 75 persen dari
jumlah air yang diperlukan, lalu adukan diulangi dan ditambahkan sisa air yang 25 persen
sampai adukan tampak merata.

Pengadukan dengan mesin. Untuk pekerjaan-pekerjaan besar yang menggunakan


beton dalam jumlah banyak, pengadukan dengan mesin dapat lebih memuaskan. Beton yang
dibuat dengan mesin lebih homogen dan dapat dibuat dengan faktor air semen yang lebih
sedikit daripada bila diaduk dengan tangan.

Beberapa sifat beton segar yaitu:


 Kemudahan dikerjakan (workability).
 Pemisahan kerikil (segregasi).
 Pemisahan air (bleeding) atau pendarahan.

Unsur-unsur yang mempengaruhi kemudahan pengerjaan yakni:
 Jumlah air yang dipakai; makin banyak air, makin mudah dikerjakan.
 Penambahan semen juga semakin mudah dikerjakan, karena pasti bertambah pula air
yang dipakai agar nilai faktor air semen (fas) tetap.
 Gradasi yang ideal akan semakin mudah dikerjakan, seperti contoh grafik gradasi pada
Gambar 4.
 Pemakaian butir-butir batuan yang bulat semakin mudah dikerjakan.
 Pemakaian butir agregat yang lebih kecil semakin mudah dikerjakan.
 Pemakaian alat penggetar untuk pemadatan beton, lebih mudah dikerjakan.

Tingkat kemudahan pengerjaan dapat diuj dengan uji slam (slump) untuk mengetahui
tingkat kelecakan beton. Pada umumnya nilai slam antara 5 cm sampai 12,5 cm.
Ukuran alat uji slump adalah kerucut baja yang berukuran tinggi 30 cm, lebar sisi bawah 20
cm dan sisi atas 10 cm, sisi atas dan bawahnya berlobang. Mula-mula spesi dimasukkan
sebanyak kira-kira 1/3 bagian ke dalam kerucut slump (lihat Gambar A), kemudian ditusuk-
tusuk dengan tongkat baja sebanyak 25 kali. Selanjutnya adukan ke dua dimasukkan kira-
kira sebanyak 1/3 bagian serta ditusuk-tusuk pula, terakhir adukan ke tiga juga demikian.
Setelah selesai, permukaan bagian atas diratakan, tunggu 1 menit, lalu tarik kerucut
keatas (Gambar B). Nilai slam seperti tergambar, yakni penurunan spesi dari sisi atas
kerucut. Slam yang baik seperti tergambar. Apabila betonnya lebih dari 12,5 cm, maka
beton tersebut terlalu encer, kurang baik. Sebaliknya, bila slam kecil dari 5 cm, sulit
dikerjakan (diaduk dan dituang serta dipadatkan).
Spesi

Nilai
Slump

(A) (B)

Gambar 5. Alat Uji Slump untuk Menentukan Kelecakan Beton

b. Penuangan Spesi Beton


Cara penuangan/pengecoran dan perawatan dan spesi beton sangat besar
pengaruhnya terhadap kualitas akhir beton di lapangan. Jika seorang teknisi beton telah
memilih suatu komposisi campuran yang tepat dan hahan-bahan dasar dicampur secara
akurat, maka pada prinsipnya telah merupakan suatu dasar kualitas beton yang baik.
Sebelum penuangan beton, perlu direncanakan jumlah beton yang akan dicor serta
jumlah tenaga kerja dan alat-alat bantu yang tersedia. Di samping itu, bekisting harus
diperiksa kemanfaatannya dan harus dibersihkan dari sisa-sisa: kotoran, kawat-pengikat dan
kayu-kayu. Kayu bekisting (acuan) harus disemprot sampai basah atau diminyaki dengan
minyak-bekisting agar pembongkaran bekisting mudah dikerjakan.

Untuk proyek-proyek yang dilakukan dengan pelelangan, biasanya dilengkapi dengan


bestek, banyak syarat-syarat yang ditentukan untuk beton dicantumkan dalam sebuah bestek.
Syarat minimal yang perlu dicantumkan adalah:
 Tingkat kekuatan beton;
 Tingkat lingkungan;
 Kondisi konstruksi (beton pra-tekan, beton bertulang, beton tidak bertulang).
Jika mungkin ditambah dengan:
 Mutu beton;
 Zona konsistensi (nilai slump);
 Jenis semen;
 Bahan kimia tambahan (admixtures);
 Ukuran butir-butir agregat;
 Syarat-syarat untuk tujuan yang khusus: misalnya beton dalam air, beton kedap air.
Untuk situasi yang khusus, sewaktu pelaksanaannya harus dapat diperhitungkan
ketentuan-ketentuannya.

c. Pengangkutan spesi beton


Pengangkutan dari pabrik beton ke lokasi bangunan dapat memakai truk-mixer dan isinya
bervariasi dari 4 m3 sampai 8 m3. Isi dari truk-mixer sering dituangkan sementara dalam silo-
beton, akan tetapi bila mungkin lebih cenderung spesi beton langsung dicor dalam bekisting.
Seandainya beton dicampur pada lokasi bangunan, maka angkutan ke lokasi bangunan
ditiadakan.

d. Penuangan
Pengisian acuan dengan beton sering pula disebut “penuangan atau pengecoran”.
Karena spesi beton harus dikerjakan dalam waktu yang singkat, maka ini merupakan suatu
pekerjaan yang kritis. Beton mulai mengeras setelah satu jam, maka waktu dari
pengadukan beton sampai penuangannya tidak boleh lebih dari satu jam. Ketika
pengecoran, harus dilakukan penjagaan yang cukup. Apabila pada penuangan terjadi suatu
kesalahan; maka tindakan biaya perbaikannya tinggi dan besar. Pengecoran elemen-elemen:
dinding, kolom atau lantai struktural harus dijaga masalah-masalah yang spesifik. Untuk
dinding dan kolom jarak “tinggi-jatuh" dari spesi beton tidak boleh jauh, agar mencegah
segregasi (pemisahan) spesi beton. Percampuran spesi ini disebabkan karena bahan-bahan
yang terberat dan terbesar akan jatuh ke bawah lebih dahulu. Pencampuran beton yang
sebelumnya diaduk/dicampur dengan baik itu akan terpengaruh dan kualitas beton buruk
sekali akibat pelaksanaan penuangan yang jelek. Tinggi jatuh penuangan beton segar
maksimal dibatasi 1 meter. Untuk pengecoran yang lebih tinggi, gunakan talang-cor atau
klep-cor pada bekisting.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum pengecoran:
 Apakah tulangan telah terpasang sesuai gambar kerja.
 Apakah bekisting/acuan telah dibasahi atau diminyaki.
 Apakah perancah, tangga dan papan injak telah memadai.
 Apakah tenaga yang terlibat telah cukup.
 Lampu/listrik telah tersedia (pengecoran malam hari; pemakaian alat
penggetar/concrete-vibrator).
 Apakah bahan-bahan cukup.
 Apakah bahan tambahan tersedia.
 Apakah tersedia alat pemadatan.
 Bagaimana kondisi cuaca.
 Bagaimana kondisi jalan masuk ke lokasi proyek/rute pengangkutan.
Apabila seluruh aspek tersebut telah beres, maka spesi beton sudah dapat dituang. Jika
beton berasal dari produk beton ready-mix dari produsen tertentu, maka perlu dibuat perjajian
yang meliputi aspek-aspek antara lain:
 Banyaknya spesi beton yang disuplai.
 Komposisi campuran beton, Kekuatan mutu beton;
 Konsistensi (nilai slump);
 Tanggal dan waktu disuplai;
 Suplai spesi beton dalam m3 per jam;
 Keinginan spesial yang berkaitan dengan bahan kimia tambahan (admixture).

e. Pemadatan
Apabila spesi beton dituangkan dalam bekisting, maka di antara dinding dan spesi
beton juga di dalam campuran spesi beton sendiri terdapat banyak udara. Jika selanjutnya
tidak dikerjakan apa-apa, maka udara itu akan membentuk banyak ruang-kosong dalam beton.
Ruang-kosong ini sangat merugikan bagi kualitas beton. Karenanya, spesi beton yang baru
dicor harus "dipadatkan". Pemadatan berarti ruang-kosong (biasanya berupa gelembung
udara terperangkap di sekitar tulangan dan di sudut-sudut bekisting) dalam spesi beton
akan ditiadakan, agar spesi beton akan menempati seluruh sudut-sudut bekisting dan
sekeliling tulangan secara optimal.
Metode pemadatan beton banyak cara dan berbeda-beda pula. Pemadatan dengan
tangan yaitu: dengan cara menusuk-nusuk dan menumbuk dengan sepotong kayu atau
batang lain misalnya diamter 16 mm yang dinamakan batang tusukan atau rojokan,
sedangkan menumbuk yakni dengan menggunakan palu mengetuk-ketuk bekisting. Cara
menusuk-nusuk ini didapat spesi-beton yang cukup padat dan kelecakan harus cukup pula
agar mendapat hasil yang baik. Karena tenaga tusukan yang digunakan kecil, maka
pemadatan spesi beton yang kurang lecak tidak begitu baik.
Metode menumbuk dapat digunakan bila spesi yang dipakai kental. misalkan pada
lantai yang tidak begitu tebal. Beton dapat dipadatkan dengan menumbuk untuk tebal lapisan
Setinggi-tingginya 100 mm atau 10 cm.
Disamping metode tangan ini untuk pekerjaan beton skala besar biasanya digunakan
pemadatan mekanis dan yang umum dipakai adalah jarum-penggetar (concrete vibrator).
Jarum penggetar terdiri dari mesin dan selang karet dengan baja lancip yang menggetar
antara 3000 dan 12000 getaran per menit.

Pemadatan beton pada pelaksanaan merupakan pekerjaan yang sangat penting dalam
menentukan kekuatan beton dan ketahanan beton. Banyak sekali kegagalan beton
diakibatkan kurangnya pemadatan, dan terjadinya keropos-keropos pada beton. Dalam
praktek, bahaya akibat kurang padat lebih banyak terjadi dibanding dengan kelebihan
pemadatannya.
Makin lecak betonnya semakin mudah pemadatannya. Sebaliknya, makin rendah
slumpnya makin sulit pemadatannya dan kalau pemadatannya kurang makin tajam penurunan
kekuatannya. Di negara seperti Indonesia hampir setiap tahun penuangan beton dilakukan
pada cuaca panas, penurunan kelecakan dapat terjadi dalam jangka waktu pendek, oleh
karena itu keadaan slump yang rendah seialu merupakan masalah utama.
Jika slumpnya rendah dan beton mulai mengikat, maka tahanan yang dilakukan
beton pada alat penggetar sangat besar sehingga pemadatan seialu kurang sempuma dan
sering terjadi kerusakan pada alat penggetamya. Alat penggetar cadangan harus selalu
tersedia pada setiap proyek. Bila tidak ada alat penggetar cadangan yang berjumlah minimal
satu sebaiknya pengecoran dibatalkan.
Agar diinginkan nilai slumpnya tetap tinggi dan kekuatan tekannya tidak menurun,
sebaiknya digunakan plasticizer atau super plasticizer untuk menunda pengikatannya. Cukup
tidaknya pemadatan yang dilakukan pada suatu proyek sangatlah penting untuk diperhatikan
karena dalam kenyataan di lapangan mengukur cukup atau tidaknya pemadatan
merupakan masalah yang utama. Para pekerja yang melakukan pekerjaan ini harus dibekali
cara-cara praktis untak mengetahui cukup tidaknya pemadatan. Dengan menggunakan panca-
indra yang ada diharapkan dapat dilakukan keputusan-keputusan apakah telah atau belum
cukup pemadatan yang dilakukan.
Dalam proses pemadatan dapat dilihat keluamya gelembung udara dari beton, dimulai
dengan gelembung-geiembung udara yang besar kemudian disertai gelembung-
gelembung udara yang kecil (Iihat Gambar). Juga dapat dilihat pada permukaan beton
akan mulai bersinar akibat air semen naik ke permukaan akibat pendarahan ('bleeding').
Banyak atau sedikit terjadinya pendarahan tergantung dan susunan butir, banyaknya air dan
kecepatan spesi mengeras. Akibat dari bleeding ini akan menghasilkan kualitas
permukaan beton sangat buruk.

Udara Air naik ke


permukaan

Sangkar kerikil

Gambar Gelembung Udara, Sangkar Kerikil dan


Pendarahan (bleeding)

Penggunaan indra pendengaran digunakan untuk memeriksa frekuensi dan alat


penggetar. Alat penggetar yang berada di luar beton akan mengeluarkan suara yang nyaring
berfrekuensi tinggi, tetapi begitu dimasukkan dalam campuran beton maka suaranya menjadl
rendah dan frekuensinya rendah pula, kemudian lambat laun suaranya akan mencapai
frekuensi yang konstan, bila hal ini terjadi maka pemadatan sudah cukup.

Akibat dari tinggi-jatuh yang tinggi atau kerapatan tulangan


dalam bekisting, dan jarak dinding bekisting yang terlalu dekat,
dapat terjadi sangkar kerikil (Gambar). Hal ini adalah
pengumpulan kerikil di satu tempat di mana kadar pasir dan
semennya sedikit. Sangkar kerikil ini dapat dicegah secara:
- tinggi-jatuh yang rendah (maksimal 1 meter saja),
- kecukupan ruangan antara tulangan dan bekisting,
- ukuran butir-butir sesuai dengan ruang bebas di bekisting,
- serta pemampatan yang baik.

Gambar Kesalahan pemadatan beton; Keropos

Beberapa pedoman umum yaitu:


 pada tempat-tempat yang dekat jaraknya dilakukan dengan waktu getar yang pendek;
masukkan jarum-penggetar dalam arah vertikal dan dengan beratnya sendiri (jangan
dipaksakan);
 bila tampak permukaan di sekitar jarum-penggetar mulai licin, tarik perlahan-lahan
sehingga lubang yang ditinggalkan jarum-penggetar akan menutup dengan sendirinya;
 perhatikan letak kerja dan alat penggetar, jarak yang digetarkan harus sedemikian agar
tidak baling. Jangan sampai menggetarkan konstruksi tulangan;
 hindarkan singgungan antara alat penggetar dan bekisting;
pengangkutan/memindahkan spesi beton dengan alat penggetar tidak diizinkan.

f. Perawatan Kemudian (Rawatan Keras)

Bila seluruh pekerjaan yang dibahas di atas diterapkan dengan benar, ini akan
merupakan dasar dari beton yang baik. Tetapi ketika mengeras perlu perawatan juga.
Tindakan-tindakan yang diambil setelah penuangan, agar mendapat situasi pengerasan yang
optimal akan dirangkum dalam paragraf "perawatan-kemudian".
Fungsi primer dari perawatan-kemudian adalah menghindarkan:
- kehilangan zat-cair yang banyak ketika pengerasan beton jam-jam awal;
- kebanyakan penguapan air dari beton pada pengerasan beton hari pertama;
- perbedaan temperatur dalam beton yang mengakibatkan rengat-rengat atau retakan
pada beton.

Retakan umumnya tidak diinginkan (tampak yang jelek), tetapi yang lebih berbahaya
adalah akibat retakan ini kualitas permukaan beton sangat berkurang. Juga, karena retakan ini
bahan-bahan perusak dapat masuk mencapai tulangan dan hal ini tidak diingini. Penanggulan
kehilangan zat-cair (air) persis setelah penuangan, dapat dicapai sebagai berikut:
- dibiarkan dalam bekisting;
- menutupi dengan lembar plastik;
- menutupi dengan goni-basah;
- menggenangi dengan air (bagian struktur yang datar);
- menyemprot/memerciki dengan air terus-menerus pada permukaan beton;
- menyemprot permukaan beton dengan 'curing compound'
4. KARAKTERISTIK BAJA TULANGAN

Tahun 1960 sebagian besar bangunan di USA menggunakan baja konstruksi carbon steel
A7 (yield stress 33 ksi). Tahun 1971 telah digunakan baja dengan yield stress 24 ksi sampai
100 ksi.n
Carbon steel adalah baja dengan unsur carbon tinggi (1,70%), unsurnya:
1,70% carbon
1,65% manganese
0,60% silikon
0,60% copper
Carbon dan manganese, adalah bahan pokok untuk meninggikan tegangan dari baja murni.

Baja  ingot iron (baja bongkah), tanpa karbon sama sekali.


Baja  cost iron (baja tuang) yang kadar karbonnya bervariasi dan disebut:
 Low karbon  0,15%
 Mild karbon  0,15% - 0,29%
 Medium karbon  0,30 – 0,59%
 High karbon  0,6%

Kelebihan baja sebagai bahan bangunan dibandingkan dengan bahan bangunan lainnya:
1. Kuat tarik (juga kuat tekan) tinggi, memungkinkan membuat struktur yang
langsing dengan bentang yang panjang. Hal lain dapat mempertinggi ruang
efektif bangunan serta volume ruang.
2. Kemudahan pemasangan; dapat difabrikasi di bengkel, selanjutnya dipasang
di lapangan. Profil baja sudah standar serta mudah diperoleh
3. Homogen; Sifat baja lebih homogen karena proses produksinya dikendalikan
dengan baik. Faktor ketidakpastian mutu bahan lebih kecil.
4. Daktail; Dapat mengalami deformasi yang besar pada tegangan yang cukup
tinggi sehingga dapat mencegah robohnya bangunan secara tiba-tiba.
Keuntungan lainnya:
1. Proses perakitan di lapangan berlangsung cepat.
2. Dapat dilas.
3. Komponen-komponennya dapat dibogkar pasang.
4. Komponen yang sudah tak terpakai dapat dilebur lagi.
5. Struktur yang dihasilkan dapat bertahan lama dengan pemeliharaan yang
baik.

Terdapat kelemahan baja:


a. Lemah terhadap suhu relatif tinggi bila dibandingkan dengan bahan beton;
mudah meleleh (bukan terbakar). Bahan kayu dengandimensi besar juga
lebih tahan terhadap serangan api. Alternatif: baja dapat dilindungi dengan
lapisan beton setebal 1 inci, atau dengan gips dan sebagainya yang tahan
api.
b. Perlu biaya pemeliharaan dari bahaya karat. Solusi  dicat atau pakai baja
tahan korosi
c. Mudah menekuk karena komponen yang langsing. Didisain untuk
mengantisipasi batas tekuk.
Baja tulangan yang digunakan untuk perencanaan harus mengunakan baja tulangan
ulir/sirip (deformed bar). Sedangkan tulangan polos (plain bar) hanya dapat digunakan untuk
tulangan spiral dan tendon, kecuali untuk kasus-kasus tertentu.
Berikut adalah ukuran baja tulangan yang dapat digunakan untuk perencanaan beton
bertulang:

No Penamaan Diameter nominal Luas penampang nominal Berat nominal


(mm) (cm2) (kg/m)

1 S.6 6 0,2827 0,222


2 S.8 8 0,5027 0,395
3 S.10 10 0,7854 0,617
4 S.13 13 1,327 1,04
5 S.16 16 2,011 4,58
6 S.19 19 2,835 2,23
7 S.22 22 3,801 2,98
8 S.25 25 4,909 3,85
9 S.39 29 6,625 5,18
10 S.32 32 8,042 6,31
11 S.36 36 10,18 7,99
12 S.40 40 12,57 9,88
13 S.50 50 19,64 17,4

Sebagai tambahan, baja tulangan ulir yang akan digunakan dalam beton bertulang
harus memenuhi ketentuan dari ASTM:
 Spesifikasi untuk batang baja billet ulir dan polos untuk penulangan beton” (ASTM
A615M).
 Spesifikasi untuk batang baja axle ulir dan polos untuk penulangan beton” (ASTM
A617M).
 Spesifikasi untuk baja ulir dan polos low-alloy untuk penulangan beton” (ASTM A706M)

batas ultimit, σu

Batas leleh; σl

fs
Es = Tan  = ε s

s

elastis plastis region strain hardening

Modulus elastisitas baja, Es = tangen  atau tegangan / regangan


= 200.000 MPa
5. BETON BERTULANG
Sejarah Analisis dasar perhitungan di Indonesia

1. PBI 1955 – PBI 1971 yang lebih dikenal dengan perhitungan lentur cara – n.
Metode analisis yang dipakai adalah batas elastisitas bahan

2. SK SNI 1991 ( T-15-1991-03) tentang Standart Tata Cara Perhitungan Struktur Beton
Metode analisis yang dipakai adalah batas ultimit bahan

a. Metode Analisis dan Perancangan


Selama kurun waktu cukup lama perancangan serta analisis didasarkan pada metode
tegangan kerja (Working Stress Design method, WSD method) dan dinamakan juga sebagai
metode elastik, cara-n.
Pada metode tegangan kerja, beban yang diperhitungkan adalah service loads (beban
kerja), sedangkan penampang komponen struktur direncana atau dianalisa berdasarkan pada
nilai tegangan tekan lentur ijin yang umumnya ditentukan bernilai 0,45 fc’, dimana pola
distribusi tegangan tekan linear atau sebanding lurus dengan jarak terhadap garis netral. Pada
metode tegangan kerja unsur strukturnya direncanakan terhadap beban kerja sedemikian rupa
sehingga tegangan yang terjadi lebih kecil dari pada tegangan ijin yang diizinkan, yaitu
σ≤σ
Sebagai alternatif dari metode kekuatan ultimit, SNI 03-2847-2002 membolehkan
dilakukannya perencanaan berdasarkan beban kerja. Pada metode perencanaan ini tegangan
yang terjadi pada komponen struktur tidak boleh melebihi tegangan izin. Sebagai contoh, pada
kondisi lentur, tegangan elastik maksimum yang terjadi pada penampang tidak boleh melebihi
0,45 fc’ (pada beton) atau 0,50 fy (pada baja). Beerdasarkan metode beban kerja ini, kondisi
batas ultimit di asumsikan terpenuhi secara otomatis dengan diadopsinya parameter tegangan
izin. Namun walaupun demikian, SNI 03-2847-2002 tetap mengharuskan dilakukunnya
pengecekan kondisi batas defleksi dan kondisi batas lebar atau retak terhadap hasil desain
awal.
Pada metode kekuatan batas (ultimit), service loads diperbesar, dikalikan suatu faktor
beban dengan maksud untuk memperhitungkan terjadinya beban pada saat keruntuhan telah
di ambang pintu. Kekuatan pada saat runtuh tersebut dinamakan kuat ultimit dari beban yang
bekerja pada atau dekat dengan saat runtuh dinamakn beban ultimit, yang unsur struktur nya
direncanakan terhadap beban berfaktor sedemikian rupa sehingga unsur tersebut mempunyai
kuat rencana yang diinginkan, yaitu
Mu ≤ Mn
Anggapan-anggapan yang dipakai sebagai dasar untuk metode kekuatan batas
(ultimit) pada dasarnya mirip dengan yang digunakan untuk metode tegangan kerja.
Perbedaan nya terletak pada kenyataan yang didapat dari berbagai hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa tegangan beton tekan kira-kira sebanding dengan regangannya hanya
sampai pada tingkat pembebanan tertentu. Pada tingkat pembebanan ini, apabila beban
ditambah terus, keadaan sebanding akan lenyap dan kurva tegangan-regangan beton akan
cenderung menurun.

b. Beban Terfaktor dan Kuat Perlu


Beban yang bekerja pada komponen struktur dapat berupa berat sendiri, serta hal lain:
beban tembok, lantai, angin, salju, gempa bumi, berat orang serta benda-benda lainnya.
Beban bekerja ada yang searah sumbu batang (aksial) yang menyebabkan perpanjangang
(tarik) atau perpendekan (tekan) pada batang. Beban ada juga yang bekerja tegaklurus batang
(lateral) yang menyebabkan bengkokan atau lenturan pada batang, disamping itu juga terjadi
gaya geser (biasa kita namakan balok). Beban ada juga yang bekerja memutar tegaklurus
sumbu batang yang menyebabkan momen puntir. Selain itu beban juga dapat menyebabkan
kombinasi gaya-gaya yang terjadi pada batang  Perlu mekanika rekayasa atau analisa
struktur.

c. Pembebanan
c.1. Beban Mati
` Beban mati adalah beban sendiri dari bahan-bahan bangunan penting dan dari
beberapa komponen gedung yang harus ditinjau.

No Bahan Bangunan Satuan


1 Baja 7.850 kg/m³
2 Batu alam 2.600 kg/m³
3 Batu belah, batu bulat, batu gunung (berat tumpuk) 1.500 kg/m³
4 Batu karang (berat tumpuk) 700 kg/m³
5 Batu pecah 1.450 kg/m³
6 Besi tuang 7.250 kg/m³
7 Beton 2.200 kg/m³
8 Beton bertulang 2.400 kg/m³
9 Kayu kelas I 1.000 kg/m³
10 Kerikil, koral (kering udara sampai lembab, tanpa diayak) 1.650 kg/m³
11 Pasangan bata merah 1.700 kg/m³
12 Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung 2.200 kg/m³
13 Pasangan batu cetak 2.200 kg/m³
14 Pasangan batu karang 1.450 kg/m³
15 Pasir (kering udara sampai lembab) 1.600 kg/m³
16 Pasir (jenuh air) 1.800 kg/m³
17 Pasir kerikil,koral (kering udara sampai lembab) 1.850 kg/m³
18 Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai 1.700 kg/m³
19 lembab) 2.000 kg/m³
20 Tanah, lempung dan lanau (basah) 11.400 kg/m³
Timah hitam (timbel)
Tabel 2.1. Berat sendiri bahan bangunan. Sumber PPI 1983

KOMPONEN GEDUNG Kg/m2


Adukan, per cm tebal :
 Dari semen 21 kg/m2
 Dari kapur,semen merah atau tras 17 kg/m2
Aspal, termasuk bahan-bahan mineral penambah, per cm tebal 14 kg/m2
Dinding pasangan bata merah :
 Satu batu 450 kg/m2

 Setengah batu 250 kg/m2

Dinding pasangan batako :


200 kg/m2
 Tebal dinding 20 cm (HB 20)
120 kg/m2
 Tebal dinding 10 cm (HB 10)
Tanpa lubang :
300 kg/m2
 Tebal dinding 15 cm
200 kg/m2
 Tebal dinding 10 cm
Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya tanpa
penggantung langit-langit atau pengaku), terdiri dari :
 Semen asbes (eternity dan bahan lain sejenisnya),
11 kg/m2
dengan tebal 4mm.
10 kg/m2
 Kaca, degan tebal 3-4 cm.
Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit-langit
4 kg/m2
dengan bentang maksimum 5m dan untuk beban hidup
maksimum 200 kg/m2.
Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan bentang
7 kg/m2
maksimum 5m dan jarak s.k.s minimum 0,80 m.
Penutup atap genteng dengan reng dan usuk/kaso, per m2
50 kg/m2
bidang atap.
Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso, per m 2 bidang 40 kg/m2
atap
Tabel 2.2 Berat sendiri komponen gedung. Sumber PPI 1983

c.2. Beban Hidup


Beban hidup adalah berat dari benda-benda atau orang yang bergerak tidak tetap atau
statis dan berat-berat statis lainnya yang harus ditinjau dari suatu gedung.

No Komponen Gedung Satuan


a Lantai dan tangga rumah tinggal 200 kg/m²
b Lantai dan tangga rumah tinggal sederhana dan gudang- 125 kg/m²
gudang tidak penting yang bukan untuk toko, pabrik atau
bengkel.
c Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran 250 kg/m²
hotel, asrama dan rumah sakit
d Lantai ruang olah raga 400 kg/m²
e Lantai ruang dansa 500 kg/m²
f Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan 400 kg/m²
yang lain dari pada yang disebut dalam a s/d e, seperti
mesjid
gereja, ruang pagelaran, ruang rapat, bioskop dan
g panggung 500 kg/m²
penonton dengan tempat duduk tetap.
h Panggung penonton dengan tempat duduk tidak tetap atau 300 kg/m²
untuk penonton yang berdiri 500 kg/m²
Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam c
i Tangga, bordes tangga dan dari yang disebut 250 kg/m²
dalam d, e, f dan g.
j Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam c, d, e, f, 400 kg/m²
dan g
Lantai untuk pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang
arsip, toko buku, toko besi, ruang alat-alat dan ruang mesin,
k harus direncanakan terhadap beban hidup yang ditentukan
tersendiri, dengan minimum.
Lantai gedung parkir bertingkat: 800 kg/m²
 untuk lantai bawah 400 kg/m²
l  Untuk lantai tingkat lainnya 300 kg/m²
Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus
rencanakan terhadap beban hidup dari lantai ruang yang
berbatasan, dengan minimum
Tabel 2.3.Beban hidup yang terdapat pada komponen gedung. Sumber PPI 1983

c.3. Kombinasi Beban


SNI 03-2847-2002 Pasal 11.2 menguraikan tentang faktor-faktor beban dan
kombinasi-kombinasi beban terfaktor untuk perhitungan pengaruh-pengaruh beban.
Kombinasi-kombinasi beban terfaktor tersebut adalah:
1. Kombinasi beban mati dan beban hidup:
U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)
2. Jika pengaruh angin ikut diperhitungkan:
U = 1,2 D + 1,0L ± 1,6 W + 0,5(A atau R)
Atau
U = 0,9 D ± 1,6 W
diambil pengaruh yang terbesar
3. Jika pengaruh gempa harus diperhitungkan:

U =1,2 D + L R ± E atau
U = 0,9 D ± E

d. Kuat Rencana

Kuat rencana suatu komponen struktur ( φ Rn) didapat dengan mengalikan kuat

nominal Rn dengan faktor reduksi kekutan φ . Berdasarkan SNI 03-2847-2002 pasal 11.3 nilai
faktor reduksi kekuatan φ adalah sebagai berikut:
1. Lentur, tanpa beban aksial 0,80
2. Beban aksial dan beban aksial dengan lentur
a. aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur 0,80
b. aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur:
i. komponen struktur dengan tulangan spiral atau sengkang ikat 0,70
ii. komponen struktur dengan tulangan sengkang biasa 0,65

untuk nilai aksial tekan yang rendah φ dapat ditingkatkan berdasarkan


aturan berikut:
 Untuk komponen struktur yang memenuhi syrat berikut:
- fy ¿ 400 Mpa,
- Tulangan bersifat simetris, dan
- (h – d’ – ds)/h ¿ 0,70

maka nilai φ boleh ditingkatkan secara linear menjadi 0,80 untuk nilai

φ Pn yang berkurang dari 0,1 f’c A g ke nol.

 Untuk komponen struktur yang lain, nilai φ boleh ditingkatkan secara linear menjadi

0,80 untuk nilai φ Pn yang berkurang dari 0,1 f’c A g atau φ Pb (ambil nilai yang
terkecil) ke nol.
3. Geser dan torsi 0,75
4. Tumpuan pada beton 0,65

e. Modulus Elastisitas Beton


Berdasarkan SNI 03-2847-2002 butir 10.5, modulus elastisitas beton dapat ditentukan
berdasarkan:

Ec=(Wc)
1,5
* 0,043 √f ' c (Mpa)
Dimana Wc=1500 – 2500 kg/m³ (berta satuan beton berat normal)
Untuk beton normal, modulus elastisitas beton diambil sebagai berikut:

Ec= 4700 √f ' c (Mpa)

f. Kerjasama Beton dan Besi Tulangan


Koefisien muai (hampir) sama.
Koefisien muai besi λ = 12 x 10-6 m/m per derajat
Koefisien muai beton λ = 10 x 10-6 m/m per derajat.
Dengan demikian, bila tulangan telah terbungkus beton dengan kuat, perubahan temperatur
yang terjadi tidak akan mengakibatkan terlepasnya ikatan tersebut, sehingga dapat dianggap
bahwa perubahan panjang tulangan dan beton di setiap penampang adalah sama sehingga:
εs = εc
fs = n fc

Koefisien n = Es / Ec disebut angka ekuivalensi.


Persamaan εs = εc menunjukkan bahwa setiap penampang beton bertulang, regangan yang
terjadi pada tulangan sama dengan regangan yang terjadi pada beton. Persamaan ini
kemudian merupakan dasar pemikiran ilmu beton bertulang.

Regangan maksimum

f’c

0,002 0,003 0,05 Regangan


SK SNI  regangan kerja maksimum = 0,003 atau 3 % sebagai batas hancur

 Secara mekanis, kombinasi beton dan baja tulangan saling melengkapi: Beton
mempunyai kekuatan tekan yang tinggi, namun rendah terhadap kekuatan tarik,
sedangkan baja tulangan mempunyai kapasitas yang tinggi terhadap beban tarik,
tetapi mempunyai kapasitas tekan yang rendah karena bentuknya yang langsing (akan
mudah mengalami tekuk terhadap beban tekan). Namun, dengan menempatkan
tulangan dibagian beton yang mengalami tegangan tarik akan mengeliminasi
kekurangan dari beton terhadap beban tarik. Demikian juga bila baja tulangan ditaruh
dibagian beton yang mengalami tekan, beton disekeliling tulangan bersama-sama
tulangan sengkang akan mencegah tulangan mengalami tekuk.
 Perhitungan tulangan memanjang, kemampuan gaya tarik beton diabaikan.
Namun dalam perencanaan tulangan geser dan puntir, kemampuan beton terhadap
tegangan tarik diperhitungkan.

Kuat Lentur Balok Penampang Persegi


Pada suatu komposisi tertentu balok menahan beban sedemikian hingga regangan

tekan lentur beton maksimum ( ε ' b maks) mencapai 0.003 sedangkan tegangan tarik baja
tulangan mencapai keseimbangan tegangan leleh fy. Berdasarkan pada anggapan-anggapan
tersebut dapat dilakukan pengujian regangan, tegangan dan gaya yang timbul pada
penampang balok yang bekerja menahan momen batas, yaitu momen akibat beban luar yang
timbul tepat pada saat terjadinya keruntuhan balok. Momen mencerminkan kekuatan dan di
masa lalu disebut sebagai kuat lentur ultimit balok. Kuat lentur suatu balok beton tersedia
karena berlangsungnya mekanisme tegangan dalam yang timbul di dalam balok yang pada
keadaan tertentu dapat diwakili oleh gaya-gaya dalam.

Gambar Balok menahan momen ultimit

Seperti tampak pada gambar 2.1, ND adalah resultante gaya tekan dalam merupakan
resultante seluruh gaya tekan pada daerah di atas garis netral. Sedangkan N T adalah
resultante gaya tarik dalam, merupakan jumlah seluruh gaya tarik yang diperhitungkan untuk
daerah di bawah garis netral. Kedua gaya ini, arah garis kerjanya sejajar, sama besar, tetapi
berlawanan arah dan dipisahkan dengan jarak z sehingga membentuk kopel momen tahanan
dalam dengan nilai maksimumnya disebut sebagai kuat lentur atau momen tahanan
penampang komponen struktur terlentur. ( Dipohusudo,1994 )

Metode Kekuatan Batas


Metode kekuatan batas (Ultimate Strength Design) merupakan metoda
perancangan yang beban kerjanya dinaikkan secukupnya dengan beberapa faktor
untuk mendapatkan beban pada saat keruntuhan diambang batas.beban ini disebut
beban berfaktor (factored load) atau beban layan berfaktor (factored service load).
Struktur tersebut di proporsikan sedemikian hingga mencapai kekuatan pada saat
bekerjanya beban berfaktor. Perhitungan dari kekuatan ini memperhitungkan sifat
hubungan yang tidak linear antara tegangan dan regangan dari beton.
2. Konsep dan Anggapan-anggapan
Anggapan-anggapan dasar yang digunakan metode kekuatan batas untuk
komponen sturktur terlentur adalah:
1. Penampang tegak lurus sumbu lentur yang berupa bidang datar sebelum lentur
akan tetap berupa bidang datar setelah lentur (Pasal 12.2.2).
2. Tidak terjadi slip antara beton dan tulangan baja (pada level yang sama, regngan
pada beton adalah sama dengan regangan pada baja) (Pasal 12.2.2).
3. Tegangan pada beton dan tulangan dapat dihitung dari regangan dengan
menggunakan hubungan tegangan dan regangan beton dan baja (Pasal 12.2.4).
4. Untuk perhitungan kekuatan lentur penampang, kuat tarik beton diabaikan (Pasal
12.2.5).
5. Beton diasumsikan runtuh pada saat regangan tekannya mencapai regangan batas
tekan (Pasal 12.2.3).
6. Hubungan tegangan regangan beton dapat diasumsikan persegi, trapesium atau
parabola atau lainnya (Pasal 12.2.6).
Berdasarkan SNI pasal 12.2.3, regangan batas tekan pada beton dapat diambil
sebesar 0,003. Asumsi (6) juga ditegaskan pada SNI pasal 12.2.6 yang membolehkan
penggunaan berbagai bentuk hubungan tegangan regangan beton selama prediksi
kekuatan yang dihasilkan sesuai dengan hasil pengujian.
3. Dasar Perhitungan Kuat lentur Nominal Balok
SNI Beton pasal 12.2.7 mengizinkan penggunaan distribusi tegangan tekan persegi
ekivalen untuk perhitungan kuat ultimit penampang.

Gambar Blok tegangan persegi ekivalen

Blok tegangan persegi ekivalen tersebut didefenisikan sebagai berikut:


1. Tegangan tekan merata sebesar α 1 fc’(dimana α 1 =0,85) diasumsikan bekerja

disepanjang zona tekan ekivalen yang berjarak α = β 1c dari serat tekan terluar
(ekstrim).
2. Jarak c dari posisi serat tekan terluar ke sumbu netral diukur tegak lurus terhadap
sumbu netral tersebut.

3. Nilai β 1 diambil sebagai berikut:

Untuk fc’ ¿ 30 Mpa β 1= 0,85

Untuk 30 < fc’ ¿ 55 β 1= 0,85-0,008 (fc’-30)

Untuk fc’ > 55 Mpa β 1= 0,65


4. Persyaratan Kekuatan
Pada perencanaan terhadap lentur, harus selalu dipenuhi:
φ Mn ¿ Mu

Dengan φ Mn = kuat lentur rencana


Mu = momen ultimit perlu atau kuat lentur perlu
Mn = kuat lentur nominal
φ = Faktor reduksi kekuatan (untuk lentur φ = 0,80)

5. Jenis Penulangan Penampang Balok


1. Penampang Balok Bertulang Seimbang
Letak garis netral tergantung pada jumlah tulangan baja tarik yang dipasang dalam
suatu penampang, sehingga blok tegangan tekan beton mempunyai kedalaman
cukup agar dapat tercapai keseimbangan gaya-gaya, di mana resultante tegangan
tekan seimbang dengan resultante tegangan tarik (∑H=0). Apabila pada
penampang tersebut luas tulangan baja tariknya ditambah, kedalaman blok
tegangan beton tekan akan bertambah pula, dan letak garis netral akan bergeser
kebawah lagi. Apabila jumlah tulangan tarik sedemikian sehingga letak garis netaral
pada posisi di mana akan terjadi secara bersamaan regangan lebih pada baja tarik
dan regangan beton tekan maksimum 0,003 maka penampang disebut bertulang
seimbang.
2. Penampang Balok Bertulang Lebih
Apabila penampang balok beton bertulang mengandung jumlah tulangan baja tarik
lebih banyak dari yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan,
penampang balok demikian disebut bertulang lebih (overreinforced). Berlebihnya
tulangan baja tarik mengakibatkan garis netral bergeser ke bawah, mengakibatkan
beton mendahului mencapai regangan maksimum 0,003 sebelum tulangan baja
tariknya leleh, maka akan berlangsung keruntuhan dengan beton hancur secara
mendadak tanpa diawali dengan gejala-gejala peringatan terlebih dahulu.
3. Penampang Balok Bertulang Kurang
Apabila suatu penampang balok beton bertulang mengandung jumlah tulangan
baja tarik kurang dari yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan,
penampang demikian disebut bertulang kurang (underreinforced). Letak garis netral
akan lebih naik sedikit dari pada keadaan seimbang, dan tulangan baja tarik akan
mendahului mencapai regangan lelehnya, sebelum beton mencapai regangan
maksimum 0,003.

(A) (B) (C)

A = Balok tulangan tunggal


B = Balok tulangan rangkap
C = Balok T

Tulangan
montase

Sengkang/
begel

Tulangan
pokok
PERANCANGAN BALOK TULANGAN TUNGGAL

Mula

Data :
 Tentukan b, d dan h
 f’c, fy

Hitung :
a
C=
 ρb=0,85.f’c.β. β
 ρmaks=0,75 ρb

 ρmin=
( 1,4fy )
Hitung :
 Momen Luar Rencana (Mu) YA
 Momen Nominal Penampang (Mn)

TIDAK
Mu Perbesar
< Mn penampang
φ ?

YA TIDAK
Desain Elemen Balok
Desain Elemen Balok Bertulangan Tunggal
Bertulangan Rangkap

Hitung Rasio Tulangan (ρ) :


fy
m=
 0,85f ' c
Tdk

 Rn= φbd
Mn
2
, ρ=
1
m( √ )
1−
2m. Rn
fy
Refisi Penampang ρ<ρmak
s

Ya
ρ=ρmin Ya ρ<ρmin Tdk ρ
Ya

Luas Tulangan Perlu :


As = ρ.b.d

Selesai

CONTOH PERANCANGAN BALOK TULANGAN


TUNGGAL

kN -
Data: Mu= 45,00 M
b= 300 mm
d= 430 mm
beta= 0,85
fc'= 20 Mpa
fy= 240 MPa

Cb= 307,14 cm
ab= 261,07 cm
rho b= 0,04301
Asb= 5547,768 mm2 dipakai tul. Dia. 16 mm
200,9
rhomaks= 0,03225 Luas tulangan= 6 mm2
Asmaks= 4160,826 mm2
Rho min= 0,00583
As min= 752,500 mm2
ND= 5100 a …..(1) As= 21,25 a …..(3)
NT= 240 As ….(2)
43
Mu/Theta= 56250000 = 21,25 ax 240 x ( 0 - a/2)
2E+0
56250000 = 6 a- 2550,0 a2
atau:
2550,000 a2 - 2193000 a + 56250000 =0
22058,823
atau: a2 - 860 a + 5 =0
persamaan ABC:

X1= 833,54 mm d= 430,000 mm


mm, jadi a
X2= 26,46 = 26,464 mm
Asmaks= 4160,826
As = 562,363 mm2
As min= 752,500

2D16
Pakai As 430 mm
minimum
Jumlah Bua
tulangan= 3,7 atau = 4 h
4D16

300 mm

CONTOH ANALISIS KAPASITAS BALOK TULANGAN TUNGGAL

b= 300 mm
h= 650 mm
d= 570 mm
fc'= 20 MPa
fy= 240 MPa
beta= 0,85
Jumlah tulangan
= 3 buah
Diameter tulangan
= 16 mm
As = 602,9 mm2

As maks = 5364,6 mm2


As min = 770,0 mm2

ND= 5100 a …..(1)


NT= 144691 ….….(2)
a= 28,37 mm …..(3)

Mn = ND * ( d - (a/2))
8E+07 N - mm
= 80,421 kN-M
Mr = Mu * Theta
= 64,337 kN-M
PERENCANAAN BALOK TULANGAN TUNGGAL

Dik : b = 350,00 mm Ø = 0,8


d = 525,000 mm
Ln = 6,00 m
LL = 3,00 kN-m
DL = 2,00 kN-m
f'c = 20,00 Mpa
fy = 250,00 Mpa
200.000,0
Es = 0 Mpa
β1 = 0,85
Dit : 1. Tulangan Yang dibutuhkan
2. Kapasitas Penampang (Mn)
Jawab :
1. Menghitung Momen Terfaktor (Mu)
ωu = 1,2 *DL + 1,6*LL
= 7,20 kN-m
Mn = (1/8*ωu*(Ln)2)/Ø
= 40,50 kN-m

2. Hitung Rasio Tulangan 0,85  f '  600




1 c
 0.75*ρ
ρmin = 1,4/fy ρb = f
y
 600  f y  ρmaks = b
 
= 0,0056 = 0,0306

= 0,0408
ρ = 0,5*ρmaks
= 0,0153

3. Check Rasio Penulangan


` ρmin < ρ < ρmaks
0,0056 < 0,0153 <
0,0306

4. Hitung Luas Tulangan Yang Diperlukan


As = ρ*b*d
= 2811,38 mm

5. Tentukan Diameter dan Jumlah Tulangan


Ambil Tulangan Dia
25 mm As
n = A

= 6 Buah Tulangan

6. Hitung a dan c a
a = As f y c = 1
0,85 f ' c b m
= 138,97 m
= 118,13 mm

7. Hitung Kapasitas Penampang


Mn = 0,85*f'c*b*a(d-a/2)*10^-6
= 327,48 kN/m

8. Check Kapasitas Penampang


Mn penampang > Mn akibat beban luar
327,48 kN/m > 40,5 kN/m ……………………….
Ok..!!!!!

Anda mungkin juga menyukai