BAB 1
BETON BERTULANG
1.1 Pengertian
Beton merupakan batuan buatan yang tersusun atas campuran semen, agregat
halus, agregat kasar dan air dengan perbandingan tertentu. Beton bertulang merupakan
beton yang diberi tambahan tulangan baja. SNI 2847 – 2013 (Persyaratan Beton Struktural
Untuk Bangunan Gedung) menyebutkan beberapa pengertian yang berhubungan dengan
beton, diantaranya:
Beton (concrete)
Campuran semen portland (PC) atau semen hidrolis lainnya, agregat halus, agregat
kasar dan air, dengan atau tanpa bahan campuran tambahan (admixture)
Beton ringan (concrete lightweigt)
Beton yang mengandung agregat ringan dan berat volume setimbang (equilibrium),
sebagaimana ditetapkan oleh ASTM C567 antara 1140 dan 1840 kg/m3
Beton normal (concrete normalweight)
Beton yang mengandung hanya agregat yang memenuhi ASTM C33M
Beton bertulang
Beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah yang tidak kurang dari nilai
minimum, yang disyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan
berdasarkan asumsi bahwa kedua material (beton dan baja) bekerja bersama-sama
dalam menahan gaya yang bekerja
Beton pracetak
Elemen atau komponen beton tanpa atau dengan tulangan yang dicetak terlebih
dahulu sebelum dirakit menjadi bangunan
Gambar 1.1 a). Tulangan Polos b). Tulangan Deform; 3). Jaring Kawat Baja Las (JKBL)
1.4 Sifat-Sifat Beton Bertulang
Pemahaman akan sifat-sifat beton sangat penting dalam perencanaan. Hal ini akan
membantu untuk merencanakan struktur beton yang aman. Beton memiliki perilaku
tertentu yang dapat diketahui dari sifat-sifatnya.
Sifat-sifat beton antara lain:
Kuat tekan
Kuat tekan beton (f’c) diperoleh dari hasil pengujian silinder beton dengan ukuran
diameter 15 cm dan tinggi 30 cm pada umur 28 hari dengan tingkat pembebanan
tertentu yang dinyatakan dalam satuan MPa (Mega Pascal; 1 MPa = 1 N/mm2).
Nilai-nilai kuat tekan beton seperti yang diperoleh dari hasil pengujian sangat
dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk dari elemen uji dan cara pembebanannya. Di
banyak negara, benda uji yang digunakan adalah kubus berukuran 20 cm. Untuk
beton-beton uji yang sama, pengujian terhadap silinder-silinder 15 cm x 30 cm
menghasilkan kuat tekan yang besarnya hanya sekitar 80% dari nilai yang diperoleh
dari pengujian beton uji kubus.
Kuat tarik
Kuat tarik beton bervariasi antara 8% sampai 15% dari kuat tekannya. Alasan
utama dari kuat tarik yang kecil ini adalah kenyataan bahwa beton dipenuhi oleh
retak-retak halus. Retak-retak ini tidak berpengaruh besar bila beton menerima
beban tekan karena beban tekan menyebabkan retak menutup sehingga
memungkinkan terjadinya penyaluran tekanan. Hal ini tidak terjadi bila beton
menerima beban tarik.
Kuat geser
Melakukan pengujian untuk memperoleh keruntuhan geser yang betul-betul murni
tanpa dipengaruhi oleh tegangan-tegangan lain sangatlah sulit. Akibatnya,
pengujian kuat geser beton selama bertahun-tahun selalu menghasilkan nilai-nilai
leleh yang terletak di antara 1/3 sampai 4/5 dari kuat tekan maksimumnya.
Modulus elastis (Ec)
Nilainya bervariasi tergantung dari kekuatan beton, umur beton, jenis pembebanan,
dan karakteristik dan perbandingan semen dan agregat.
SNI 03 -2847 – 2002, pasal 10.5.1 merumuskan:
a. Beton yang memiliki berat (wc) antara 1500 kg/m3 – 2500 kg/m3
Ec = wc1,5. (0,043).ƒ𝑓′c 1.1
b. Beton dengan berat normal, berkisar 2320 kg/m3
Ec = 4700 ƒ𝑓′c 1.2
wc (berat beton) dalam kg/m3, dan modulus elastis (Ec) dalam MPa.
Perbandingan poison
Ketika sebuah beton menerima beban tekan, silinder tersebut tidak hanya berkurang
tingginya tetapi juga mengalami ekspansi (pemuaian) dalam arah lateral.
Perbandingan ekspansi lateral dengan pendekatan longitudinal ini disebut sebagai
Perbandingan Poisson (Poisson’s ratio).
Susut (shringkage)
Susut pada beton ada dua jenis, yaitu susut plastis dan susut pengeringan. Susut
plastis terjadi beberapa jam setelah beton segar dicor ke dalam acuan. Susut
pengeringan terjadi setelah beton mencapai bentuk akhirnya dan proses hidrasi
pasta semen telah selesai.
Rangkak (creep)
Merupakan penambahan regangan terhadap waktu akibat adanya beban yang
bekerja.
Kurva tegangan regangan
Hubungan tegangan-regangan beton perlu diketahui untuk menurunkan persamaan-
persamaan analisis dan desain juga prosedur-prosedur pada struktur beton.
Gambar 1.3 (a) Balok dengan Pembebanan Sederhana; (b) Lendutan Pada Balok
Jika sebuah balok beton yang ditumpu sendi – rol yang menerima beban luar P
serta akibat berat sendiri (gambar 1.3 a), maka pada balok tersebut akan terjadi
momen lentur, sehingga balok akan mengalami lendutan ke bawah (perhatikan
gambar 1.3 b).
Balok yang mengalami lendutan ke bawah, pada dasarnya ditahan oleh kopel gaya-
gaya dalam yang berupa tegangan tekan dan tarik. Serat-serat balok bagian tepi atas
akan menahan tegangan tekan dan semakin ke bawah tegangan tekan akan semakin
kecil. Sebaliknya pada serat-serat balok bagian tepi bawah akan menahan tegangan
tarik dan semakin ke atas tegangan tarik akan semakin kecil. Pada bagian tengah,
yaitu batas antara tegangan tekan dan tarik, serat balok tidak mengalami tegangan
sama sekali (tegangan tekan dan tarik bernilai nol).
Apabila beban yang bekerja semakin besar, maka serat-serat beton pada bagian tepi
bawah akan mengalami tegangan tarik yang semakin besar pula, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya retak pada bagian bawah balok.
Oleh karena beton lemah terhadap tarik, maka untuk menahan tegangan tarik pada
bagian tepi bawah perlu diberi baja tulangan sehingga disebut dengan istilah beton
bertulang.
1.6 Fungsi Utama Beton dan Tulangan
Fungsi utama dari beton adalah:
Menahan gaya tekan
Beton sangat baik menahan gaya tekan. Sebenarnya beton juga dapat menahan gaya
tarik dalam jumlah yang relatif kecil.
Menutup tulangan baja agar tidak berkarat
Selain mampu menahan gaya tekan, beton juga dapat menjamin agar tulangan tidak
mudah berkarat khususnya untuk daerah –daerah yang memiliki kadar garam dan
sulfat yang tinggi. Terdapat persyaratan-persyaratan tertentu terkait dengan
ketebalan penutup beton (selimut beton).
1. Beton adalah campuran antara semen portland (PC) atau semen hidraulik yang lain,
agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang
membentuk masa padat.
2. Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah yang tidak
kurang dari nilai minimum, yang disyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan
direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material (beton dan baja) bekerja
bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja.
3. Kelebihan beton sebagai bahan bangunan antara lain mempunyai kuat tekan yang
tinggi, tahan terhadap air dan api, strukturnya kokoh, biaya pemeliharaannya relatif
kecil, usia layanan yang panjang, mudah dibentuk, harga relatif murah, tidak terlalu
membutuhkan tenaga yang sangat terampil dalam proses pembuatannya.
4. Kekurangan beton antara lain memiliki kuat tarik yang kecil, memerlukan biaya
tambahan untuk bekisting, memiliki berat sendiri yang besar, kekuatannya tidak dapat
dipastikan dengan tepat karena tergantung pada proporsi campuran.
5. Sifat-sifat beton bertulang yang menjadi perhatian dalam perencanaan antara lain
adalah kuat tekan, kuat tarik, kuat geser, modulus elastis, angka poison, susut dan
rangkak.
6. Beton sangat baik dalam menerima gaya tekan, tetapi lemah terhadap gaya tarik. Oleh
karena itu pada bagian atau daerah yang mengalami/menerima gaya tarik diberikan
tulangan. Sehingga beton dan tulangan bekerja secara bersama-sama sebagai satu
kesatuan struktur yang disebut sebagai beton bertulang. Inilah yang menjadi prinsip
dasar dalam merencanakan struktur beton bertulang.
7. Sistem struktur beton yang utama berupa slab (plat), balok, kolom, dinding, pondasi.
SOAL-SOAL LATIHAN
Asroni, Ali, 2010, Balok dan Pelat Beton Bertulang, Graha Ilmu, Yogyakarta
Badan Standardisasi Nasional, 2013, Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung.
SNI 2847 – 2013
MacGregor, 1997, Reinforced Concrete Mechanics and Design Third Edition, Prentice Hall,
New Jersey
Nawy E. G., 1989, Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar, Diterjemahkan Oleh:
Bambang Suryoadmono B., PT. Refika Aditama, Bandung
Setiawan, 2016, Perancangan Struktur Beton Bertulang Berdasarkan SNI 2847:2013, Erlangga,
Jakarta
Tim Penyusun, 2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung: SNI 03
- 2847 – 2002, ITS Press, Surabaya