Anda di halaman 1dari 35

BANGUNAN BERTINGKAT SEDANG

Bangunan bertingkat sedang : dua lantai sampai 10 lantai


Lebih dari 10 lantai sampai 20 lantai
merupakan bangunan tinggi.
Lebih dari 20 lanti merupakan bangunan
sangat tinggi (high rise building).

STRATEGI PERANCANGAN

Dalam perancangan bangunan tinggi yang


melibatkan aplikasi teknologi dan sistim
bagunan secara terpadu, ada beberapa
strategi untuk menghasilkan bangunan
tinggi yang lebih peduli pada lingkungan.

1. Memperhatikan masalah iklim

2. Memperhatikan masalah penggunaan


energi dengan pemahaman hemat
energi

3. Memperhatikan penataan ruang,


antara ruang-ruang yang dilayani dan
ruang-ruang yang melayani.

Luas lantai bangunan efektif

Program arsitektur untuk bangunan tinggi harus memperhitungkan


beberapa hal :

1. Luas lantai yang dibutuhkan untuk sirkulasi vertikal dan horisontal


2. Penempatan perlengkapan/peralatan bangunan baik peralatan
mekanikal maupun elektrikal
3. Luas lantai yang dibutuhkan untuk struktur bangunan : kolom,
dinding geser dan inti bangunan (core)
4. Penempatan ruang-ruang penyelamatan terhadap bahaya kebakaran.

1
Tabel Perbandingan luas efektif (luas neto) dan luas bruto
(luas tipikal)

Fungsi Bangunan Koefisien

Apartemen 0,64
Asrama 0,65
Auditorium 0,70
Balai Pertemuan Umum 0,58
Bank 0,72
Bangunan Institusional/Administrasi 0,67
Gedung Parkir O,85
Gudang 0,93
Hotel 0,63
Museum 0,80
Pengadilan 0,61
Perbelanjaan/Pertokoan 0,81
Perkantoran 0,80
Perpustakaan 0,76
Restoran 0,70
Rumah Sakit 0,55
Sekolah (laboratorium) 0,59
Sekolah (ruang peragan biologi) 0,62
Sekolah (ruang kelas) 0,66

Rancangan Luas Bruto sesuai Fungsi per Unit Okupansi


Fungsi Bangunan Unit Luas Bruto (m2)

Apartemen Unit 80,0


Asrama Tempat Tidur 18,5
Auditorium Kursi 2,5
Bioskop/Teater Kursi 1,5
Gedung Parkir Mobil 33,5
Hotel Kamar 85,0
Rumah Sakit Tempat Tidur 30,0
Restoran Kursi 3,0
2
Sekolah Dasar Murid 7,0
Sekolah Lanjutan Pertama Murid 10,0
Sekolah Menengah Umum Murid 12,0

BATASAN DAN KETENTUAN PERUNTUKAN

Di Jakarta DKI berlaku ketentuan regulasi yang mengatur bangunan


tinggi, memenuhi tata guna lahan.

KDB : Koefisien Dasar Bangunan


KLB : Koefisien Lantai Bangunan
KDH : Koefisien Lantai Hijau
KTB : Koefisien Tapak Basement
Maksimum Ketinggian Lantai
GSB : Garis Sepadan Bangunan
GSJ : Garis Sepadan Jalan
Jarak Bebas antar Bangunan

L lt dasar L total
KLB= KLB =
L DP L DP

LDP = Luas Daerah Perencanaan


Ltotal = Luas Total Lantai Bangunan

Dalam peta Rencana Tata Lingkungan Bangunan (RTLB) nilai-nilai ini tertera seperti
diagram dibawah ini :

3
Peraturan jarak bebas dan lantai-lantai bangunan menurut Surat Keputusan
Gubernur DKI Jakarta nomor 678 tahun1994

Jarak bebas dan ketinggian bangunan

Jarak bebas dua bangunan trnasparan

Y = jarak bebas
bangunan

Yang dimaksud “transparan” adalah : dinding bangunan menggunakan bahan kaca.


Kaca yang digunakan pada umumnya menggunakan kaca gelap sampai 60 %. Kaca
gelap semacam ini tidak terlalu mengganggu “mata”. Tidak menyilaukan.
Tetapi apabila bangunan menggunakan material kaca yang menolak cahaya luar,
mengakibatkan pandangan mejadi silau terhadap gedung sebelahnya.

4
Jarak bebas antar bangunan transparan dan masif

Jarak bebas dua bangunan masif

Jarak GSB – GSJ ¿ Y

Untuk ketinggian bangunan empat lapis, jarak bebas minimum bidang terluar massa
bangunan dengan GSJ = nilai GSB

5
Denah lantai dasar sampai denah lantai tertinggi : sama

Jika denah lantai dasar suatu bangunan sampai dengan denah lantai tertinggi
membentuk bidang vertikal (yang lurus), maka jarak bebas minimum dikurangi
sebesar 10% dari ketentuan.

Denah bangunan berbentuk U dan H

Apabila suatu massa bangunan mempunyai denah berbetuk U dan H (dengan


lekukan) dan bila kedalaman lekukan melebihi Y, maka bangunan tersebut dianggap
dua massa bangunan dan antara kedua massa tersebut harus ada lebar minimum
diperlukan = Y

Jarak maksimum antar lantai bangunan

6
Jika pada bangunan terdapat basement, maka :

1. Jarak basement tidak boleh kurang dari 3.00 meter dari pagar pekarangan
2. Lantai dasar tidak boleh lebih tinggi dari 1,20 meter
3. Kemiringan (ramp) tidak boleh melebihi 1 : 7
4. Jarak ketinggian bebas basement minimum 2,10 meter
5.

STANDAR PARKIR

Seseuai dengan peraturan Pemda DKI, stndar jumlah parkir adalah sebagai berikut.

APARTEMEN PREDIKAT STNDAR PARKIR


1(SATU) MOBIL

Apartemen Setiap1 unit


Bangunan Olah Raga Setiap 15 penonton/kursi
Bioskop Kelas A – I Setiap 7 kursi
Kelas A – II Setiap 10 kursi
Kelas A – III Setiap 15 kursi
Gedung Padat Setiap 4 m2 lantai bruto
Pertemuan/Konversi Tidak Padat Setiap 10 m2 lantai bruto
Hotel Bintang 4 – 5 Setiap 5 unit kamar
Bintang 2 – 3 Setiap 7 unit kamar
Bintang 1 ke bawah Setiap 10 unit kamar
Pasar Tingkat Kota Setiap 100 m2 lantai bruto
Tingkat Wilayah Setiap 200 m2 lantai bruto
Tingkat alingkungan Setiap 300 m2 lantai bruto
Perdagangan/Toko Setiap 60 m2 lantai bruto
Pergudangan Setiap 200 m2 lantai bruto
Perguruan Tinggi Setiap 200 m2 lantai bruto
Perkantoran Setiap 100 m2 lantai bruto
Restoran / Hiburan Kelas I Setiap 10 m2 lantai bruto
Kelas II Setiap 20 m2 lantai bruto
Penggunan Predikat Standar Parkir
1 (satu) Mobil

Rumah Sakit VIP Setiap 1 tempat tidur


Kelas I Setiap 5 tempat tidur
Kelas II Setiap 10 tempat tidur
Sekolah Setiap 100 m2 lantai bruto

7
SISTIM STRUKTUR BANGUNAN TINGGI
Sumber : Panduan Sistim Bangunan Tinggi, Ir. Jimmy S. Juwana, MSAE. ISBN 979-741-685-2. Th.2005. Penerbit Erlangga.

Fungsi utama dari sistim struktur adalah untuk memikul secara aman dan efektif
beban yang bekerja pada bangunan. Beban yang bekerja pada bangunan terdiri dari
beban vertikal, horizontal, perbedaan temperatur, getaran dan gempa bumi.
Dalam berbagai sistem struktur, baik yang menggunakan bahan beton bertulang,
baja maupun komposit, selalu ada komponen (subsistim) yang dapat dikelompokkan
dalam sistem yang digunakan untuk menahan gaya gravitasi dan sistem untuk
manahan gaya lateral.

Sistim struktur penahan


Gaya gravitasi

I. Sistim Struktur

Sistim struktur :
1. Sistim struktur rangka (frame structure system, skeleton structure system)
a) Rangka ruang
b) Rangka batang/kolom
2. Sistim sturktur bidang (surface structures system)
a) Bidang datar, sejajar dan atau berpotongan sudut (siku, lancip, tumpul)
b) Bidang lengkung
c) Bidang lipatan

8
3. Sitim struktur dinding, sistim struktur padat (wall structure system)
4. Struktur majemuk (composite structure sytem) : gabungan struktur rangka
dan bidang.

Bahan utama yang biasa dipakai untuk struktur gedung tinggi adalah :
1. Baja
2. Beton bertulang.

Adapun jenis struktur yang banyak dipakai dalam pembangunan gedung tinggi
adalah :
1. Struktur bidang (surface structure) dengan beton bertulang.
2. Struktur rangka (skeleton structure) dengan bahan beton bertulang atau baja.
3. Struktur majemuk (composite structures) dengan bahan beton bertulang atau
beton bertulang + baja.

II. BEBAN PADA BANGUNAN TINGGI

Beban pada bangunan tinggi maupun bangunan rendah, sifatnya sama. Tetapi
pada
bangunan tinggi, beban-beban harus diperhitungkan dengan cermat. Beban yang
harus diperhatikan adalah :

1. Beban vertical karena gravitasi : beban berat sendiri bangunan dan beban
hidup.
2. Beban gempa (seismic).
3. Beban horizontal/lateral karena angin

Dibahas terlebih dahulu mengenai gempa.

1. Beban Gempa

Untuk bangunan di Indonesia terutama bangunan tinggi, beban karena gempa


terlebih dahulu diteliti. Dalam hal ini penelitian geologi sangat diperlukan dan
menentukan. Penentuan keputusan beban gempa sampai pada : apakah
bangunan tinggi tersebut jadi dibanguan di lokasi proyek, atau tidak jadi
dibangun.

Gempa pada kekuatan skala richter tertentu akan menyebabkan tanah rusak,
yang berakibat rusaknya pondasi, bahkan jenis pondasi apapun, sehingga
pondasi tidak dapat mendukung kekokohan bangun. Gempa tediri dari :
gempa vulkanis dan gempa tektonik.
Gempa vulkanis : adalah gempa yang disebabkan oleh letusan gunung api.
Gempa tektonis : adalah gempa yang disebabkan oleh gerakan lempeng bumi.

9
Indonesia terletak di pertemuan sirkum pasifik dan trans atlantik
(Sumber : Ir. Hasan Porbo, M.Arch .Struktur dan Konstruksi Bangunan Tinggi, jilid II, hal 10)

Wilayah-wilayah gempa di Indonesia

( Hasan Porbo. 2000. Struktur dan Konstruksi Bangunan Tinggi, II-10. Jakarta Penerbit
Jembatan)

Tabel gempa skala richter :

SKALA PERCEPATAN RADIUS KERUSAKAN


3 0,003 g 25 km
4 0,10 g 50 km
5 0,03 g 100 km
6 0,10 g 200 km
7 0,30 g 400 km

10
8 1,00 g 700 km

Catatan : g = percepatan gravitasi bumi = 9,8 m/detik 2 (ketentuan)

WILAYAH GEMPA DI INDONESIA

Sumber : Jimmy S. Juwana, 2002 Sistim Bangunan Tinggi hal 28. Penerbit
Erlangga

Urutan pemeriksaan stabilitas gedung terhadap gempa

Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum mengluarkan


pedoman mengenai besarnya coefisien seismis dalam hubungannya dengan
letak gedung dalam wilayah gempa dan waktu getar alami.
Waktu getar alami tergantung pada demensi ketinggian gedung, lebar, bahan
dan system struktur.

Untuk gedung dengan struktur Portal Beton Bertulang :

T = 0,06 √4 H 3 T = waktu getar alami

H = tinggi total gedung

11
Untuk gedung dengan Portal Baja :

T = 0,85 √4 H 3 T = waktu getar alami H = tinggi total gedung

Untuk gedung dengan struktur lain :

0,09 H
T= T = waktu getar alami
√B
B = lebar gedung

Untuk menghindari keruntuhan gedung tinggi akibat gempa, dalam batas-


batas tertentu perlu diperhitungkan momen tumbang (overtuning moment)
dan momen penahan tumbang. Untuk dapat menghitung momen tumbang,
harus dihitung terlebih dahulu gaya geser dasar (base shear gedung).

Perlu dipahami rumus-rumus berikut ini.

Menghitung gaya, geser dasar (base shear) gedung.

V=CIKW

V = gaya geser dasar gedung

C = koefisien seismic, yaitu perbandingan percepatan gempa terhadap


gravitasi bumi (lihat tabel gempa skala richter).

I = factor keutamaan gedung atau importance factor , untuk gedung umum


ditentukan = 1,5

K = factor jenis struktur


Untuk struktur kotak/box = 1,2
Untuk struktur lainnya = 1

W = beban mati + beban hidup dengan reduksi sesuai Peraturan


Pembebanan Gedung yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan
Umum.

Setelah V diketahui, dapat dihitung momen tumbang total : M E

M E = V x H (kgm)
V = gaya geser gedung (kg)
H = tinggi total gedung (meter) H

12
MD = momen penahan tumbang= Wt x ½ B (kgm)

Wt = berat total gedung (kg)


B = lebar gedung yang tersempit (meter)
Wt
Momen Tumbang ( M E ) harus dapat ditahan oleh Momen Penahan Tumbang

(M D ). Oleh karena itu M D /M E = 1,5 (minimal).

Artinya : besarnya momen penahan tumbang harus 1,5 kali lipat dari momen
tumbang.

Untuk bangunan tinggi tahan gempa, perbandingan tinggi total gedung


terhadap lebarnya adalah sekitar 5 (khusus untuk Indonesia).

H
H meter
=5
B

B meter

Nilai H (tinggi total gedung dihitung dari dasar) diberi koefisien berdasarkan
bentuk gedung. Bentuk prismatic diberi koefisien 2/3, untuk bentuk-bentuk
lain diberi koefisien 1.
Sehingga bentuk prismatic = 2/3 H, sedang lainnya = 1 H.
Karena bentuk bangunan ikut menentukan tahanan terhadap bahaya tekuk
karena adanya gaya lateral.

Momen Tumbang Total ( M E ) berhubungan dengan tinggi gedung. Maka


perlu diperiksa ME pada tiap tingkat. ME tiap tingkat = Mi

H - hi
hi
Mi = x ME total
H
H

13
KELAKUAN STRUKTURAL PORTAL BERTINGKAT BANYAK TERHADAP GEMPA

Gaya aksial kolom akibat Gaya aksial kolom akibat Momen kolom
beban mati (BM) + momen tumbang gempa akibat gaya geser
beban hidup (BH) gempa tingkat.
WT = BM+BH HE: resultante gaya Kolom lantai dasar :
gempa tingkat V x h0
WT =berat total
ht : 2/3H untuk gedung Kolom lantai tingkat
prismatis Vi x ½ hi

ME : Momen tumbang Gaya geser dasar


gedung akibat per portal dibagi ke
gempa = kolom-kolom sesaui
HE x h E’ kekakuannya

CONTOH PERHITUNGAN KEKOKOHAN GEDUNG BERTINGKAT

Sebuah gedung bertingkat 4


dengan lebar lantai dasar 6 m,
tinggi antar lantai 4 m, sehingga
tinggi gedung 16 m.
Diketahui :
BM (berat mati) = 359 t
BH (berat hidup) = 35 t
Koreksi kekokohon gedung
apabila coefisien gempa pada
lokasi proyek = 0,5
Angka kutamaan gedung (I) =
1,5 sesuai ketentuan dari Men
PU.

14
K= faktor jenis gedung yang
berbentuk kotak/box = 1,2

Perhitungan koreksi :
WT = BM + BH = 359 + 35 = 394 t
MD = Wt x b = 394 x 3 = tm (ton meter)
ME = V x H
Dicari nilai V = C I K Wt
V = 0,5 x 1,5 x 1,2 x Wt
V = 0,9 x Wt
V = 0,9 x 394 = 354.6 t
ME = 354,6 x H dimana H = 16m tinggi gedung
Jadi ME = 354,6 x 16 = 5.673,6 tm

Syarat kekokohan struktur : MD / ME = 1,5

Hasil dari koreksi kekokohan struktur gedung : 2154/ 5673 = 0. 3798


Jadi tidak memenuhi sayarat
Bagaima supaya memenuhi syarat kekokohan ?
Setelah melalui koreksi dan ternyata kurang memenuhi syarat, bagi arsitek tentunya
harus mencari solusi.

1. Membuat Podium untuk lantai dasar

Dengan adanya podium, akan


memperbesar jarak d sehingga nilai M D
akan bertambah besar. Dan hal ini
diperlukan untuk menahan ME (momen
guling).

2. Membuat Basement

Adanya basement akan menyebabkan


penambahan nilai MD yang diperolah dari
Tekanan Tanah Pasif (P) sehingga
Momen Penahan Guling menjadi :

MD = WT . d + P . e

15
P = adalah resultante tekanan
pasif tanah pada basement
e = adalah titik tangkap gaya
resultante terhadap muka tanah

3. Gabungan Podium dan Basement

Penggabungan Podium dab


Basement dengan atau tanpa tiang
pancang pada bangunan tinggi
bukan saja akan memperbesar nilai d
tetapi juga nilai MD

4. Menggunakan tiang pancang


untuk Pondasi.

Adanya tiang pancang di dasar


bangunan maka bangunan seolah
mempunyai akar yang mengikat
tanah di sekitar tiang pancang.
Jumlah hambatan pelekat membuat
bangunan menjadi lebih kokoh.

Selain ketentuan MD / Me = 1,5 diperhatikan juga perbandingan antara tinggi


bangunan dan lebar bangunan. Hal ini dimaksudkan agar bangunan aman
terhadap gaya lateral dan proposional.
Angka nisbah yang digunakan di Indonesia untuk struktur portal bertingkat tanpa
inti / dinding geser adalah :

H = tinggi bangunan H
16 =5
B
B = sisi bangunan terpendek

Masing-masing negara mempunyai


Ketentuan lain

JADI YANG HARUS DIPAHAMI :

UNTUK STABILITAS BANGUNAN TINGGI TERHADAP


BEBAN GEMPA LEBIH MENYANDARKAN DIRI PADA
MASSA BANGUNAN

BAGAIMANA STABILITAS BANGUNAN TERHADAP BEBAN


ANGIN ?

Dimuka telah dijelaskan mengenai banguan tinggi dan semua bangunan (yang
tidak tinggi) akan menerima dan menderita karena tiupan angin. Tekanan angin
di Indonesia, sesuai ketentuan pemrintah RI adalah : minimum 25 kg/m 2. Sedang
di tepi laut sejauh 5 km dari pantai minimum 40 kg/m 2. Semua diperhitungkan
tiupan angin terhadap bidang datar tegak lurus tanah.

Jika ada kemungkinan kecepatan angin mengakibatkan tekanan tiup lebih besar,
maka tekanan tiup harus dihitung menurut rumus :

V2
V = kecepatan angin
P= kg/m2
dalam m/det
16

Beban angin pada bangunan lebih dikenal sebagai gaya lateral.


Pengaku bangunan tinggi untuk menahan gaya lateral : portal, dinding geser
atau rangka pengaku.

Portal penaham momen terdiri dari : komponen horisontal, yaitu balok

17
Komponen vertikal, yaitu kolom
Balok dan kolom dihubungkan secara kaku ; rigid joints
Kekakuan portal tergantung pada : demensi balok dan kolom,
Proporsi jarak antar kolom dan antar lantai

Jarak kolom Jarak antar kolom dan antar lantai


ditentukan oleh jenis bahan struktur,
aspek asrsitektur yaitu proporsioanal
bentuk, kapasitas dan fungsi serta
Jarak lantai
elemen bangunan keseluruhan.
Termasuk juga aspek-aspek fisika
bangunan seperti penghawaan,
Jarak lantai penerangan dan suara (akustik).

Dinding geser (shear wall) merupakan komponen struktur yang dinilai sangat
kaku. Penggunaan dinding untuk menahan gaya-gaya lateral memiliki syarat
teknis yaitu : tidak diperkenankan memiliki lobang-lobang, harus utuh masif.
Pembuatan lobang pada dinding geser hanya diperkenan 5 % dari luas dinding
geser.

Fungsi dinding geser berubah menjadi dinding penahan beban apabila dinding
geser menerima beban tegak lurus bidang dinding, sehingga dinding tersebut
menjadi : bearing wall atau shear wall atau dinding geser.

Rangka pengaku (braced frame ) terdiri dari balok dan kolom. Untuk lebih kokoh
ditambahkan pengaku diagonal (lihat gambar pengaku konsentris dan eksentris).
Adanya pengaku horisontal akan berpengaruh pada fleksibilitas
perpanjangan/perpendekan lantai di mana pengaku diagonal tersebut
ditempatkan.
Rangka pengaku banyak digunakan pada bangunan tinggi yang berbahan baja –
struktur baja.

Pada bangunan tinggi sering digunakan gabungan antara portal penahan momen
dengan dinding geser. Terutama pada daerah-daerah yang terpengaruh gempa
bumi. Penggabungan dinding geser dan portal penahan momen pada umumnya
digunakan pada bangunan tinggi struktur beton. Hal ini dapat memberikan hasil
yang baik untuk memperolah kekenyalan/daktibilitas (ductility) dan kekakuan
sistim struktur (lihat gambar berikut).

18
Perilaku
sistim
gabungan
penahan
gaya
lateral

Penempatan dinding geser dapat dilakukan pada sisi luar bangunan atau pada
sisi dalam bangunan yang disebut : inti struktural ( structural core).

CONTOH GAMBAR DINDING GESER

Unyuk bangunan tinggi 20 lantai

INTI BANGUNAN

19
Fungsi inti bangunan : Sebagai inti struktural yang menahan momen guling yang
disebabkan oleh gempa dan gaya lateral lainnya yaitu
angin.
Selain itu juga digunakan sebagai pusat jaringan utilitas
(saluran listrik, air kotor, air bersih, aliran udara, sirkulasi
vertikal : lift, tangga kebakaran)= shaft

Tata letak inti struktural pada bangunan:

1. Inti diapit oleh dua sayap bangunan

Pada gambar ini, inti tidak sepenuhnya berfungsi sebagai inti struktural.
Hotel Atlit Century, Hotel Horison, dan Wisma Metropolitan di Jakarta adalah
contoh bangunan yang menggunakan inti seperti ini. Stabilitas bangunan
dipikul oleh Dinding Geser. Inti berfungsi sebagai pusat saluran utilitas
(shaft).

2. Inti berada di tengah bangunan.

Inti pada contoh gambar ini berfungsi penuh sebagai inti struktural, selain
sebagai pusat saluran utilitas (shaft). Di Jakarta bangunan seperti ini adalah
Wisma Indosemen. Stabilitas bangunan dipikul oleh Inti dan Portal.

3. Inti berada di tengah bangunan.

20
Pada bangunan ini terdapat dua jalur koridor.
Gedung DEPDIKNAS di Jakarta memiliki denah seperti ini.
Bangunan Inti gedung tidak sepenuhnya berfungsi sebagai Inti Sruktural,
fungsi lainnya adalah pusat saluran utilitas (Shaft). Stabilitas bangunan
dipikul oleh gabungan Inti dan Dinding Geser.

4. Inti pada Bangunan dengan Bentuk Silang

Gedung Patra Jasa di Jakarta. Inti disini berfungsi sebagai Inti Struktural
selain sebagai pusat utilitas.

Bangunan dengan bentuk “silang” dan bentuk “Y” , “T” , “H” dan “V”
merupakan variasi dari bentu memanjang. Bentuk seperti ini dimaksudkan
untuk memperoleh lantai tipikal yang cukup luas tetapi tetap dapat
memanfaatkan pencahayaan alamiah.

5. Inti di pusat bangunan.

21
Gedung ini berbentuk Y
Contoh disamping adalah
gedung Duta Merlin di Jakarta.
Inti disini berfungsi sebagai Inti
Struktural selain sebagai pusat
saluran utilitas (Shaft ).

6. Inti pada bangunan bentuk acak.

Inti diletakkan di luar bangunan


dan ditempatkan secara acak
kurang menguntungkan bagi
perencanaan bangunan tahan
gempa. Pada bangunan ini jalur
koridor tidak berpola.

Gedung MBT Tower di Penang


dan Conrad International
Contennial di Singapura
merupakan contoh dari
penempatan inti bangunan yang
tidak beraturan.
Sumber : Jimmy S Juwana. 2002.
Panduan Sistim Bangunan Tinggi.
Penerbit Erlangga. Hal 89.

PERANCANGAN INTI BANGUNAN

Inti bangunan digunakan sebagai struktur yang memperkaku bangunan,


terutama untuk menahan gaya lateral (tiupan angin, goncangan gempa bumi).

22
Selain itu dalam perancangan inti bangunan memikirkan juga masalah
transportasi vertikal dan distribusi arah vertikal bagi jaringan mekanika dan
elektrikal. Arsitek adalah merancang ruang, maka sejalan dengan rancangan
struktur, dirancang juga optimasi ruang yang dapat dimanfaatkan untuk fungsi
bangunan. Penempatan inti bangunan akan memberikan pengaruh pada
bangunan. Rancangan inti bangunan juga memikirkan mengenai fleksibilitas
ruang yang dapat disewa/dimanfaatkan.

KARAKTERISTIK TATA LETAK INTI BANGUNAN

FLEKSIBILTAS RUANG YANG DAPAT DIMANFAATKAN UNTUK TUJUAN-TUJUAN


PENYEWAAN

Akibat rancangan inti bangunan yang memerlukan ruang dan bangunan


bertingkat memiliki keterbatasan luas lantai tingkat, maka perlu rancangan
letak inti bangunan yang masih tetap menguntungkan luas lantai tingkat.

23
LUBANG UTILITAS (SHAFT) DAN JALUR UTILITAS

24
Penempatan inti bangunan akan berdampak kemungkinan penempatan jalur
distribusi jaringan utilitas, baik pada arah vertikal yang berdampak rancangan
denah bangunan, maupun apad arah horisontal yang berdampak apad
potongan bangunan.

FONDASI

Fondasi Tiang Pancang


Fondasi Bangunan Tinggi 25

Fondasi Bor Pile


Fondasi Rakit / Basement

Catatan : Fondasi Rakit/Basement sering diperkuat dengan fondasi tiang.

Dalam perencanaan fondasi tiang perlu dilakukan penyelidikan tanah,


khususnya percobaan “sondir” untuk memperoleh nilai :

q c =nilai konus

Jumlah Hambatan Pelekat (JHP) = τ (gaya geser)

qc dan τ diperlukan untuk menghitung kapasitas daya pikul satu tiang

Pada fondasi tiang dikenal dua jenis fondasi tiang :

1. Fondasi tiang yang bertumpu pada lapisan tanah keras (point bearing pile)
Pada kondisi ini tiang dianggap bertumpu pada lapisan tanah keras dengan
nilai qc ≥ 200 kg/cm2

2. Fondasi yang mengandalkan lekatan tanah ( frictian pile)


Mengingat lapisan tanah keras berada jauh di dalam tanah, maka daya
pikul tiang pancang dihitung berdasarkan rumus :

A = luas penampang tiang


qc = tegangan konus tanah
qc O. .L keras = 200 kg/cm2
Ptiang = + O = keliling penampang
τ =JHP = 0,2 kg/cm2
3 6
L = panjang tiang
Ptiang= daya pikul tiang
panc

Di atas fondasi tiang, terutama


jika digunakan kelompok tiang,
maka diberi pelat pengikat yang
diberi nama poer (pile cap).

26
Tebal poer diperhitungkan
dengan memperhatikan
tegangan pons

1 Pkolom
pons = √ bk 1+
6 14
Akolom

Selanjutnya tebal poer dapat


diperoleh dengan rumus :

P kolom
pons = (kolom persegi empat)
(a+b+2t) 2t

P kolom
pons = (kolom lingkaran)
(2r+t) .t

r = jari-jari lingkaran kolom apabila bentuk kolom bulat.

FONDASI RAKIT BERUPA BASEMENT

Daya dukung fondasinya dihitung berdasarkan :

Prakit = WG + WFondasi = WTanah + (σ tanah . AFondasi)

27
Dimana :

WG : berat bangunan
WFondasi : berat fondasi rakit
WTanah : berat tanah yang dipindahkan
σ tanah : daya dukung tanah keras dibawah fondasi ≥ 3 kg/cm2
A fondasi : luas tapak fondasi = L x B

Skematik basement :

FONDASI RAKIT DIGABUNGKAN DENGAN FONDASI TIANG

Junmlah tiang pancang dapat di-


Hitung sebagai berikut :

WG - PRakit
n=
PTiang

WG : beban bangunan
PRakit : daya pikul fondasi rakit
PTiang : daya pikul satu fondasi

TRNASPORTASI VERTIKAL

Ada dua jenis lift :

LIFT HIDROLIK

28
Memiliki karakteristik :

a) Tidak mengakibatkan tambahan


beban pada puncak bangunan.
b) Hanya digunakan untuk
kecepatan rendah
c) Hanya digunakan untuk
melayani lantai yang jumlahnya
sedikit.
d) Ada kemungkinan bau minyak
merebak ke dalam kereta lift.
e) Sangat baik untuk beban berat.
f) Tidak membutuhkan beban
pengimbang.
g) Alas lantai kereta dapat berada
pada level bangunan secara
tepat.
h) Menimbulkan suara berisik.

LIFT MOTOR

Biasa digunakan pada bangunan


bertingkat banyak. Menurut standar
dari Pemerintah RI, untuk
bangunan diatas 5 lantai baru boleh
menggunakan lift.
Kecepatan lift dengan motor yang
dipasang di atas adalah antara 2,5
sampai 9 meter/detik. Kereta lift
memiliki perbedaan 6 mm dengan
permukaan lantai bangunan.
Lift dengan motor diletakkan di
bawah hanya dapat digunakan
untuk melayani paling banyak 8
lantai. Dan biayanya 50% lebih
mahal dibanding dengan lift yang
mesinnya diletakkan di atas.

TATA LETAK LIFT

Tabung lift ditentukan dari jumlah lift dan konfigurasi tata lift, dengan jumlah
maksimal empat (4) lift dalam satu deretan. Di depan lift tidak diperkenankan
hambatan apapun, harus clear ang clean.

29
Untuk bangunan lebih dari 25 lantai dianjurkan untuk membagi layanan lift
dengan mengelompokkan lantai yang dilayani yaitu : konsep zona.
Setiap zona dilayani oleh sejumlah lift.

Jika pembagian zona masih mengakibatkan jumlah lift tetap banyak, dapat
digunakan sejumlah lift dengan pintu masuk (entrance) terpisah dan
ditempatkan pada lantai transfer yang disebut : sky lobby.
Dalam sky lobby ditempatkan utilitas gedung : mecanical, electrical, water
pomp, mesin pengkondisian udara, restoran, lobby hotel, ruang penglola,
kolam renang dan fasilitas lain yang diperlukan.

30
Dengan adanya berbagai fasilitas tersebut, maka skay lobby dibuat kokoh dan
kaku, sehingga dapat menambah stabilitas bangunan tinggi terhadap gaya-
gaya lateral.
Pada umumnya sebuah lift (satu jalur tabung) melayani 12 – 15 lantai.

Sky lobby

Zona lift dengan sky lobby Zona lift tanpa sky lobby

JIKA PENGGUNAAN SKY LOBBY BELUM MEMENUHI KETENTUAN “LUAS INTI”


YANG DISYARATKAN, MAKA DAPAT DIGUNAKAN LIFT DOUBLE DECKER

31
KEBUTUHAN RUANG LIFT
1. Ruang Luncur Lift (Lift Shaft )

Secara umum kebutuhan luas ruang lift adalah :

a) Luas ruang luncur antara 0,30 – 0,36 m2 / orang


Dalam rancangan bisa diambil 0,36 m2 / orang

b) Luas kereta lift (car lift ) antara 0,18 – 0,22 m2 / orang

32
Dalam rancangan biasa diambil nilai 0,20 m 2 / orang, dengan jrak antar
kereta kurang lebih 0,30 meter.

Demensi Ruang Luncur Lift

2. Ruang Lobby Lift

3. Demensi Ruang Mesin lift / Pit

Demensi ruang mesin disediakan untuk menempatkan mesin penggerak


traksi yang ditempatkan tepat di atas ruang luncur lift. Pit perlu disediakan
di dasar ruang luncur untuk menahan mendaratnya lift di lantai dasar.

33
Perkiraan Jumlah dan Kapasitas Lift untuk Bangunan Perkantoran, Hotel dan
Apartemen

34
35

Anda mungkin juga menyukai