Nim : 2004101010060
MK : Konstruksi Bangunan Gedung
Dalam perancangan bangunan tinggi, terdapat tiga strategi utama untuk mencapai integrasi
sistem bangunan sambil memenuhi kebutuhan fungsional bangunan tanpa mengabaikan
kekuatannya dan kenyamanan. Tiga strategi tersebut didasarkan pada pertimbangan
lingkungan, penghematan energi, dan integrasi sistem bangunan seperti ventilasi,
pengkondisian udara, sirkulasi vertikal, sistem listrik, dan pipa.
1
Kadang-kadang luas lantai bruto ditentukan berdasarkan unit okupansi dari fungsi bangunan,
sebagaimana tercantum dalam table 2.2.
Tabel 2.2. Rancangan Luas Bruto sesuai Fungsi per Unit Okupansi
2
Dalam perhitungan kebutuhan luas bruto untuk hotel, dapat pula digunakan pendekatan
lain. Dengan menganggap luas yang diperlukan untuk sirkulasi horizontal (10% luas bruto) dan
sirkulasi vertical (25% luas bruto), maka luas brutto untuk kamar:
Lkm-bruto = ,
+ ,
. (∑kamar) . (Lkamar) Persamaan
2.1.
di mana: ∑ kamar adalah jumlah kamar yang akan disediakan
Lkamar adalah luas netto kamar tidur (Tabel 6.3)
Di samping kebutuhan luas lantai untuk kamar tidur, diperlukan pula ruangan-ruangan bagi
kebutuhan penunjang kegiatan produktif (restoran, bangquete, took, dan lain-lain):
Lpenj-prod = 40% Lkm-bruto Persamaan
2.2.
Dengan demikian jumlah luas lantai produktif menjadi:
Lprod = Lkm-bruto + Lpenj-prod Persamaan
2.3.
Selanjutnya, kebutuhan lantai non-produktif (ruangan pengelolaan hotel, mekanikal &
elektrikal, dan lain-lain) mengikuti:
Lprod : Lnon-prod = 60% : 40% Persamaan
2.4.
Atau
3
Tabel 2.5. Ketentuan Dasar Rumah Sakit
Klasifikasi Rumah Luas Lantai Bruto per tempat tidur (m2) Kapasitas Tempat
Sakit Tidur
Kelas A 30 1000
Kelas B 20 800
Kelas C 10 500
KLB = Persamaan
2.8.
Dimana : LDP adalah luas Daerah Perencanaan luas tanah di belakang GSJ
Ltotal adalah luas total lantai bangunan
Menurut Peraturan Daerah (Perda) Pemerintah Propinsi DKI Jakarta nomor 4 tahun
1975, Perda nomor 7 DKI tahun 1991, dan Surat keputusan Gubernur Pemerintah Propinsi DKI
Jakarta nomor 678 tahun 1994, ketentuan tentang jarak bebas dan lantai-lantai bangunan
disyaratkan sebagaimana terlihat dalam gambar 2.3.
4
Untuk Jarak bebas antar massa bangunan dalam satu Daerah Perencanaan (DP), ketentuannya
adalah sebagai berikut:
a. Kedua Dinding Berjendela/Transparan
Jarak Bebas Minimum = YA + YB
5
d. Jika nilai Jarak GSB – GSJ kurang dari Y
Untuk ketinggian lebih dari 4 lapis, jarak Bebas minimum bidang terluar massa
bangunan dengan GSJ = Yn (lihat gambar 2.3)
Untuk ketinggian bangunan empat lapis, Jarak bebas minimum bidang terluar massa
bangunan dengan GSJ = nilai GSB
Ketentuan lainnya adalah menyangkut jarak lantai ke lantai, sebagaimana terlihat pada
gambar di bawah ini :
6
Jika pada bangunan terdapat basemen, maka:
1) Jarak basemen tidak boleh kurang dari 3,00 meter dari pagar perkarangan,
2) Lantai dasar tidak boleh lebih tinggi dari 1,20 meter
3) Kemiringan (ramp) tidak boleh melebihi 1 : 7
4) Jarak ketinggian bebas basemen minimum 2,10 meter
7
yang digunakan untuk menahan gaya gravitasi dan sistem untuk menahan gaya lateral (Gambar
3.1).
Sistem struktur lantai biasanya merupakan kombinasi dari pelat dengan balok induk (girder)
atau anak balok (beam) atau rusuk (rib atau joist), yang ketebalannya tergantung pada bentang,
beban, dan kondisi tumpuannya (Gambar 3.2).
8
Pelat satu arah (one way slab) ditumpu oleh balok anak yang ditempatkan sejajar satu
dengan lainnya, dan perhitungan pelat dapat dianggap sebagai balok tipis yang ditumpu oleh
banyak tumpuan.
Pelat rusuk satu arah (one way rib/joist slab) ditumpu oleh rusuk anak, anak balok yang
jarak satu dengan lainnya sangat berdekatan, sehingga secara visual hamper sama dengan plat
satu arah.
Pelat yang keempat sisinya ditumpu oleh balok dengan perbandingan Ix/Iy 2, disebut
pelat dua arah, sehingga perhitungan pelat perlu dilakukan dengan pendekatan dua arah.
Pelat lantai ditumpu langsung oleh kolom tanpa penebalan di sekeliling kolom (drop
panel) dan/atau kepala kolom (coloumn capital), sehingga beban vertical langsung dipikul oleh
kolom dari segala arah (flat plate). Sedangkan pada Flat slab terdapat penebalan pelat lantai
pada puncak kolom, sehingga dapat memikul gaya geser atau momen lentur yang lebih besar.
Pelat wafel adalah pelat dua arah yang ditumpu oleh rusuk dua arah. Pelat ini
memberikan kekakuan yang cukup besar, sehingga dapat memikul beban vertical atau dapat
digunakan untuk bentang lantai yang lebih besar.
9
3.3. SISTEM PENAHAN GAYA LATERAL
Hal yang penting pada struktur bangunan tinggi adalah stabilitas dan kemampuannya
untuk menahan gaya lateral, baik yang disebabkan oleh angina tau gempa bumi. Beban angin
terkait pada dimensi ketinggian bangunan, sedangkan beban gempa lebih terkait dengan massa
bangunan.
Kolom pada bangunan tinggi perlu diperkokoh dengan sistem pengaku untuk dapat
menahan gaya lateral, Pengaku gaya lateral yang lazim digunakan adalah portal penahan
momen, dinding geser atau rangka pengaku.
Portal penahan momen terdiri dari komponen (subsistem) horizontal berupa balok dan
komponen (subsistem) vertikal berupa kolom yang dihubungkan secara kaku (rigid joints).
Kekakuan portal tergantung pada dimensi balok dan kolom, serta proporsional terhadap jarak
lantai ke lantai dan jarak kolom ke kolom.
Dinding geser (Shear wall) didefinisikan sebagai komponen struktur vertikal yang
relatif sangat kaku. Dinding geser pada umumnya hanya boleh mempunyai bukaan sedikit
(sekitar 5 %) agar tidak mengurangi kekakuannya. Fungsi dinding geser berubah menjadi
dinding penahan beban (bearing wall), jika dinding geser menerima beban tegak lurus dinding
geser.
Rangka pengaku (braced frame) terdiri dari balok dan kolom yang ditambahkan pengaku
diagonal. Adanya pengaku diagonal ini akan berpengaruh pada fleksibilitas
perpanjangan/perpendekan lantai dimana pengaku tersebut ditempatkan.
Pada bangunan tinggi sering digunakan gabungan antara portal penahan momen dengan
dinding geser, terutama pada bangunan tinggi yang dibangun di daerah yang terkena pengaruh
gempa bumi. Hal ini dapat memberikah hasil yang baik untuk memperoleh daktilitas dan
kekakuan sistem struktur.
10
genangan maupun akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air. Beban hidup tidak termasuk
beban angin dan beban gempa.
3.4.3. Beban Angin (BA)
Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada bangunan, atau bagian bangunan,
yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Tekanan tiup harus diambil minimal 25
kg/m2, dan di tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil minimum 40 kg/m2. Jika
ada kemungkinan kecepatan angin mengakibatkan tekanan tiup yang lebih besar, maka tekanan
tiup harus dihitung menurut rumus:
P= (kg/m2)
11
T = 0,085 H3/4 Untuk Poratl Baja
T = 0,06 H3/4 Untuk Portal Beton
,
T= Untuk struktur lainnya.
√
12