Anda di halaman 1dari 35

ARSITEKTUR EKOLOGI

PENDEKATAN
INTEGRASI TANAMAN
ARSITEKTUR EKOLOGI

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 1


ARSITEKTUR EKOLOGI

ARSITEKTUR EKOLOGI BERDASARKAN PENDEKATAN INTEGRASI TANAMAN

Abstrak:Kehidupan manusia semakin hari semakin bertumbuh dan berkembang. Dengan berkembang dan
bertumbuhnya kehidupan manusia maka kebutuhan akan energi semakin bertambah, namun hal ini tidak berbanding
lurus disebabkan kebutuhan akan energi meningkat tetap sumber energi terbatas. Krisis dan keterbatasan energi
mendorong para arsitek untuk lebih peduli dengan lingkungan dan merancang bangunan yang ramah dan hemat
energi.

Penekanan arsitektur ekologi disebabkan oleh issue global warming. Arsitektur ekologi akan tercipta bila suatu
rancangan menggunakan pendekatan yang ekologis yaitu alam sebagai basis rancangan. Perwujudan dari desain
arsitektur ekolgi yaitu bangunan yang berwawasan lingkungan atau sering disebut green building. Dalam hal ini
arsitek berperan penting dalam penghematan energi. Desain yang hemat energi ialah desain yang meminimalkan
penggunaan energi namun tidak mengurangi fungsi bangunan maupun kenyamanan dan produktivitas pengguna.

Kata Kunci: Ekologi, Hemat Energi, Suistanable.

Abstract:Human life is increasingly growing and developing. By developing and growing human life the demand for
energy is increasing, but it is not directly proportional due to the need for increased energy remains finite energy
sources. Crisis and energy constraints encourage the architects to be more concerned with the environment and
designing buildings that are friendly and energy efficient.

Emphasis ecological architecture caused by global warming issue. Ecological architecture will be created when a
design using an ecological approach that is natural as the base design. Ekolgi embodiment of architectural design
that is environmentally sustainable buildings often called green building. In this case the architect plays an important
role in saving energy. Energy-efficient design is a design that minimizes energy usage but does not reduce the
function of the building as well as the comfort and productivity of the user.

Keyword: Ecology, Energy Saving, Suistanable.

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 2


ARSITEKTUR EKOLOGI

BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Dunia arsitektur dewasa ini juga kini dihadapkan pada suatu isu baru. Krisis energi karena sumber daya alam yang
dieksploitasi sejak era industrialisasi dunia kini terasa gejalanya. Perubahan iklim, pemanasan global, dan bencana
lainnya menjadi dampak dari krisis energi dan perusakan lingkungan. Jelas sekali dunia konstruksi menjadi salah
satu penyebabnya.
Tantangan ini yang kemudian menjadi “pekerjaan rumah” (PR) para arsitek muda kita sekarang dan untuk masa
akan datang. Menjaga unsur lokalitas dan arus globalitas, antara tradisi dan isu terkini harus segera dijawab dengan
sebuah karya yang nyata dan berkesinambungan.

LANDASAN TEORI
PENGERTIAN EKOLOGI DAN EKO-ARSITEKTUR
Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Emst Haeckel, ahli dari ilmu hewan pada tahun 1869 sebagai ilmu
interaksi dari segala jenis makhluk hidup dan lingkungan. Arti kata ekologi dalam bahasa yunani yaitu “oikos” adalah
rumah tangga atau cara bertempat tinggal dan “logos” bersifat ilmu atau ilmiah. Menurut Heinz Frick (1998), Eko
diambil dari kata ekologi yang didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk
hidup dan lingkungannya. Ekologi Arsitektur adalah :

• Holistis, berhubungan dengan sistem keseluruhan, sebagai suatu kesatuan yang lebih penting dari pada sekadar
kumpulan bagian
• Memanfaatkan pengalaman manusia, (tradisi dalam pembangunan) dan pengalaman lingkungan alam terhadap
manusia
• Pembangunan sebagai proses, dan bukan sebagai kenyataan tertentu yang statis
• Kerja sama, antara manusia dengan alam sekitarnya demi keselamatan kedua belah pihak

Prinsip-prinsip ekologi sering berpengruh terhadap arsitektur (Batel Dinur, Interweaving Architecture and Ecology - A
theoritical Perspective). Adapun prinsip-prinsip ekologi tersebut antara lain :

a. Flutuation

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 3


ARSITEKTUR EKOLOGI

Prinsip fluktuasi menyatakan bahwa bangunan didisain dan dirasakan sebagai tempat membedakan budaya dan
hubungan proses alami. Bangunan seharusnya mencerminkan hubungan proses alami yang terjadi di lokasi dan
lebih dari pada itu membiarkan suatu proses dianggap sebagai proses dan bukan sebagai penyajian dari proses,
lebihnya lagi akan berhasil dalam menghubungkan orang-orang dengan kenyataan pada lokasi tersebut.

b. Stratification
Prinsip stratifikasi menyatakan bahwa organisasi bangunan seharusnya muncul keluar dari interaksi perbedaan
bagian-bagian dan tingkat-tingkat. Semacam organisasi yang membiarkan kompleksitas untuk diatur secara terpadu.

c. Interdependence (saling ketergantungan)


Menyatakan bahwa hubungan antara bangunan dengan bagiannya adalah hubungan timbal balik. Peninjau
(perancang dan pemakai) seperti halnya lokasi tidak dapat dipisahkan dari bagian bangunan, saling ketergantungan
antara bangunan dan bagian-bagiannya berkelanjutan sepanjang umur bangunan.
Eko arsitektur menonjolkan arsitektur yang berkualitas tinggi meskipun kualitas di bidang arsitektur sulit diukur dan
ditentukan, takada garis batas yang jelas antara arsitektur yang bermutu tinggi dan arsitektur yang biasa saja.
Fenomena yang ada adalah kualitas arsitektur yang hanya memperhatikan bentuk dan konstruksi gedung dan
cenderung kurang memperhatikan kualitas hidup dan keinginan pemakainya, padahal mereka adalah tokoh utama
yang jelas.

Dalam pandangan eko-arsitektur gedung dianggap sebagai makhluk atau organik, berarti bahwa bidang batasan
antara bagian luar dan dalam gedung tersebut, yaitu dinding, lantai, dan atap dapat dimengerti sebagai kulit ketiga
manusia (kulit manusia sendiri dan pakaian sebagai kulit pertama dan ke dua). Dan harus melakukan fungsi pokok
yaitu bernapas, menguap, menyerap, melindungi, menyekat, dan mengatur (udara, kelembaban, kepanasan,
kebisingan, kecelakaan, dan sebagainya). Oleh karena itu sangat penting untuk mengatur sistem hubungan yang
dinamis antara bagian dalam dan luar gedung. Dan eko-arsitektur senantiasa menuntut agar arsitek (perencana) dan
penguna gedung berada dalam satu landasan yang jelas.

Pada perkembangannya ekoarsitektur disebut juga dengan istilahgreenarchitecture (arsitektur hijau)


mengingatsubyek arsitektur dan konteks lingkungannya bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari hasil arsitektur
dan lingkungannya. Dalam perspektif lebih luas, lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan global alami yang
meliputi unsur bumi, udara, air, dan energi yang perlu dilestarikan. Ekoarsitektur atau arsitektur hijau ini dapat
disebut juga sebagai arsitektur hemat energi yaitu salah satu tipologi arsitektur yang ber-orientasi pada konservasi
lingkungan global alami.
DASAR-DASAR EKO-ARSITEKTUR

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 4


ARSITEKTUR EKOLOGI

Dalam eko-arsitektur terdapat dasar-dasar pemikiran yang perlu diketahui, antara lain :
Penjabaran prinsi-prinsip green architecture beserta langkah-langkah mendesain green building menurut: Brenda
dan Robert Vale, 1991, Green Architecture Design fo Sustainable Future:

1. Conserving Energy (Hemat Energi)

Sungguh sangat ideal apabila menjalankan secara operasional suatu bangunan dengan sedikit mungkin
menggunakan sumber energi yang langka atau membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkannya kembali.
Solusi yang dapat mengatasinya adalah desain bangunan harus mampu memodifikasi iklim dan dibuat beradaptasi
dengan lingkungan bukan merubah lingkungan yang sudah ada. Lebih jelasnya dengan memanfaatkan potensi
matahari sebagai sumber energi. Cara mendesain bangunan agar hemat energi, antara lain:

1. Banguanan dibuat memanjang dan tipis untuk memaksimalkan pencahayaan dan menghemat energi listrik.
2. Memanfaatkan energi matahari yang terpancar dalam bentuk energi thermal sebagai sumber listrik dengan
menggunakan alat Photovoltaicyang diletakkan di atas atap. Sedangkan atap dibuat miring dari atas ke bawah
menuju dinding timur-barat atau sejalur dengan arah peredaran matahari untuk mendapatkan sinar matahari
yang maksimal.
3. Memasang lampu listrik hanya pada bagian yang intensitasnya rendah. Selain itu juga menggunakan alat
kontrol penguranganintensitas lampu otomatis sehingga lampu hanya memancarkan cahaya sebanyak yang
dibutuhkan sampai tingkat terang tertentu.
4. Menggunakan Sunscreen pada jendela yang secara otomatis dapat mengatur intensitas cahaya dan energi
panas yang berlebihan masuk ke dalam ruangan.
5. Mengecat interior bangunan dengan warna cerah tapi tidak menyilaukan, yang bertujuan untuk meningkatkan
intensitas cahaya.
6. Bangunan tidak menggunkan pemanas buatan, semua pemanas dihasilkan oleh penghuni dan cahaya
matahari yang masuk melalui lubang ventilasi.
7. Meminimalkan penggunaan energi untuk alat pendingin (AC) dan lift.

2. Working with Climate (Memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami)

Melalui pendekatan green architecture bangunan beradaptasi dengan lingkungannya. Hal ini dilakukan dengan
memanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungannya sekitar ke dalam bentuk serta pengoperasian bangunan,
misalnya dengan cara:

1. Orientasi bangunan terhadap sinar matahari.


2. Menggunakan sistem air pump dan cros ventilation untuk mendistribusikan udara yang bersih dan sejuk ke
dalam ruangan.
3. Menggunakan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim. Misalnya dengan membuat kolam air di sekitar
bangunan.
4. Menggunakan jendela dan atap yang sebagian bisa dibuka dan ditutup untuk mendapatkan cahaya dan
penghawaan yang sesuai kebutuhan.

3. Respect for Site (Menanggapi keadaan tapak pada bangunan)

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 5


ARSITEKTUR EKOLOGI

Perencanaan mengacu pada interaksi antara bangunan dan tapaknya. Hal ini dimaksudkan keberadan bangunan
baik dari segi konstruksi, bentuk dan pengoperasiannya tidak merusak lingkungan sekitar, dengan cara sebagai
berikut.

1. Mempertahankan kondisi tapak dengan membuat desain yang mengikuti bentuk tapak yang ada.
2. Luas permukaan dasar bangunan yang kecil, yaitu pertimbangan mendesain bangunan secara vertikal.
3. Menggunakan material lokal dan material yang tidak merusak lingkungan.

4. Respect for User (Memperhatikan pengguna bangunan)

Antara pemakai dan green architecture mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Kebutuhan akan green architecture
harus memperhatikan kondisi pemakai yang didirikan di dalam perencanaan dan pengoperasiannya.

5. Limitting New Resources (Meminimalkan Sumber Daya Baru)

Suatu bangunan seharusnya dirancang mengoptimalkan material yang ada dengan meminimalkan penggunaan
material baru, dimana pada akhir umur bangunan dapat digunakan kembali unutk membentuk tatanan arsitektur
lainnya.

6. Holistic

Memiliki pengertian mendesain bangunan dengan menerapkan 5 poin di atas menjadi satu dalam proses
perancangan. Prinsip-prinsip green architecturepada dasarnya tidak dapat dipisahkan, karena saling berhubungan
satu sama lain. Tentu secar parsial akan lebih mudah menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena itu,
sebanyak mungkin dapat mengaplikasikan green architecture yang ada secara keseluruhan sesuai potensi yang ada
di dalam site.

Dengan mengetahui dasar-dasar eko-arsitektur di atas jelas sekali bahwa dalam perencanaan maupun
pelaksanaan, eko-arsitektur tidak dapat disamakan dengan arsitektur masa kini. Perencanaan eko-arsitektur
merupakan proses dengan titik permulaan lebih awal. Dan jika kita merancang tanpa ada perhatian terhadap ekologi
maka sama halnya dengan bunuh diri mengingat besarnya dampak yang terjadi akibat adanya klimaks secara
ekologi itu sendiri. Adapun pola perencanaan eko-arsitektur yang berorientasi pada alam secara holistik adalah
sebagai berikut :
a. Penyesuaian pada lingkungan alam setempat.
b. Menghemat energi alam yang tidak dapat diperbaharui dan mengirit penggunaan energi.
c. Memelihara sumber lingkungan (air, tanah, udara).
d. Memelihara dan memperbaiki peredaran alam dengan penggunaan material yang masih dapat digunakan di masa
depan.
e. Mengurangi ketergantungan pada pusat sistem energi (listrik, air) dan limbah (air limbah, sampah)
f. Penghuni ikut secara aktif dalam perencanaan pembangunan dan pemeliharaan perumahan.

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 6


ARSITEKTUR EKOLOGI

h.Kedekatan dan kemudahan akses dari dan ke bangunan.


i. Kemungkinan penghuni menghasilkan sendiri kebutuhan sehari-harinya.
j. Menggunakan teknologi sederhana (intermediate technology), teknologi alternatif atau teknologi lunak.

BAB II
ISI
PENGERTIAN
Seiring dengan era globalisasi, pembangunan kota di berbagai belahan bumi berkembang dengan pesat,. besarnya
kebutuhan terhadap fasilitas bangunan baru dihadapkan pada permasalahan bahwa lahan yang tersedia semakin
terbatas. Menghadapi kondisi ini, maka dengan teknologi yang juga terus berkembang, alternatif pemecahan
masalahnya adalah dengan pembangunan secara vertikal, yaitu dengan mendirikan multy-storey building. Bahkan
pada kota-kota besar yang benarbenar telah padat, orientasi pembangunan adalah pada bangunan pencakar langit
(skycrapers).Hal ini bukan satu-satunya permasalahan sebagai dampak dari pembangunan yang terjadi dalam
konteks urban. Permasalahan serius lainnya adalah berkurangnya rasio area terbuka hijau (urban green area) bila
dibandingkan dengan luasan area terbangun, dimana hal ini sangat mempengaruhi kondisi mikroklimatik suatu area.

Berkurangnya ruang terbuka hijau ini ditengarai sebagai penyebab utama terjadinya ‘urban heat island’, yaitu suatu
fenomena dimana temperatur pada suatu daerah terus meningkat, bahkan di saat malam harii (Stahler dalam
Pramujadi, 2002). Penyebab lain dari urban heat island ini adalah kecenderungan penggunaan material bangunan
dan penutup tanah (land cover) dengan karakteristik ‘high thermal capacity’ dan penggunaan material yang
memantulkan radiasi matahari seperti kaca atau material reflektif lainnya. Efek lain dari berkurangnya area hijau
disampaikan oleh Hough dalam Pramujadi (2002) yaitu bahwa berkurangnya tanaman-tanaman tersebut mempunyai
kontribusi yang sangat besar pada terganggunya siklus air hujan dan erosi tanah.

Dalam jangka panjang, fenomena inilah yang berkontribusi besar dalam terjadinya ‘global warming’ dan tentu saja
pada akhirnya akan berpengaruh terhadap iklim dan keberlanjutan lingkungan.Dalam menyikapi permasalahan ini,
konsep ‘sustainable development’ menjadi suatu dasar yang sangat penting bagi setiap pembangunan yang
dilakukan. Sustainable development (menurut World Commision and Environment and Development, WCED,
1987) adalah “…..is the development which meets the needs of present, without compromising the ability of future
generation to meet with their own needs”. Penerapan konsep sustainability dalam suatu kota atau yang disebut oleh
Richard Rogers (dalam Hussein, 2000) sebagai ‘sustainable city’, mempunyai arti bahwa kota berperan antara lain
sebagai: (1) ‘a beautiful city’, yaitu dimana seni, arsitektur dan lansekap dapat membangkitkan imajinasi dan spirit,
dan (2) ‘an ecological city’, dimana dampak ekologis diminimalkan, yaitu dengan mewujudkan keseimbangan antara
lansekap dan bentuk terbangun, mewujudkan keamanan bangunan dan infrastrukturnya, serta efisiensi sumber

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 7


ARSITEKTUR EKOLOGI

daya.Pernyataan diatas menjelaskan bahwa lansekap merupakan suatu strategi yang potensial dalam mewujudkan
konsep disain berkelanjutan.

Pemanfaatan lansekap untuk desain berkelanjutan tidak hanya terbatas pada disain secara horisontal di permukaan
tanah. Bila mengingat kecenderungan tuntutan akibat keterbatasan lahan dan efisiensi penggunaan lahan saat ini,
perlu dipikirkan strategi disain lansekap yang dapat mengatasi tuntutan terebut. Yeang (1998) mencetuskan konsep
‘vertical landscape’ sebagai strategi untuk menerapkan konsep sustainability, terutama untuk desain bangunan
tinggi. Konsep Yeang ini merupakan suatu alternatif strategi yang sangat potensial untuk dieksplorasi lebih lanjut.

-Vegetation Potensial in Energy-Efficient.

Beberapa potensi vegetasi dalam menentukan kondisi mikroklimatik yaitu peran vegetasi sebagai kontrol radiasi
sinar matahari, angin, kelembaban (precipitation and humidity) dan temperatur (McClenon, 1979). Efektifitas vegetasi
sebagai kontrol iklim bergantung pada bentuk dan karakteristik vegetasi, iklim setempat dan persyaratan khusus site.
McClenon (1976) juga menyebutkan bahwa dampak vegetasi pada iklim cukup besar. Vegetasi mampu menyerap
radiasi yang mengenainya lebih dari 90%, mereduksi kecepatan angin dalam suatu area kurang lebih 10%
dibandingkan aliran pada area terbuka, atau bahkan dapat pula meningkatkan kecepatan angin serta
mengarahkannya, mereduksi suhu udara pada siang hari sekitar 15 0F, dan pada kondisi tertentu dapat pula
meningkatkan suhu udara di malam hari, dimana hal ini sangat diinginkan di beberapa jenis iklim, yaitu di daerah
beriklim moderat dan iklim dingin.Beberapa prinsip pemilihan vegetasi berkaitan dengan efisiensi energi menurut
McClenon (1979) adalah sebagai berikut:

1. Pepohonan besar / kecil dan semak dapat digunakan untuk menyaring aliran angin yang tidak diinginkan, cemara
(conifer) dapat digunakan untuk mengarahkan angin.

2. pepohonan dapat digunakan sebagai saluran angin (channel wind), untuk meningkatkan ventilasi di area tertentu.

3. vegetasi dapat mereduksi akumulasi salju di permukaan tanah, atau sebagai perisai radiasi sinar matahari.

4. Vegetasi khususnya dengan daun khususnya jarum, dapat digunakan untuk menangkap kabut, serta dapat
meningkatkan pencapaian sinar matahari pada permukaan tanah.

5. Pepohonan yang berdaun rontok dapat menyaring direct sunlight selama musim panas, sehingga mereduksi
beban pendinginan (cooling load) bangunan. Sebaliknya pada musim dingin, menyaring sinar sehingga mereduksi
beban pemanasan (heating load) pada bangunan.

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 8


ARSITEKTUR EKOLOGI

6. Area hijau dapat menjadi lebih dingin pada siang hari, dan biasanya sedikit melepas panas pada malam hari.Dua
hal penting tentang efek lansekap berkaitan dengan radiasi matahari pada bangunan yaitu karakteristik elemen:
ukuran, transmisivity, kapasitas penyimpanan panas dan lokasi – orientasi. Faktor-faktor yang menjadi
pertimbangan perletakan vegetasi pada desain bangunan di suatu site dalam konteks efisiensi energi, yaitu: kapan
saat terjadi pembayangan dan dimana pembayangan itu diperlukan. Bila pertimbangan diatas diabaikan, maka
desain yang dihasilkan dapat menjadi lebih besar dalam penggunaan energinya.Dampak keberadaan vegetasi di
sekeliling bangunan terhadap iklim (Givoni, 1998) antara lain adalah sebagai berikut:

- Mereduksi solar heat gain dengan efek pembayaran (untuk pohon dengan canopy tinggi).
- Sebagai insulasi (vegetasi berupa semak tinggi disamping dinding).
- Mereduksi pantulan radiasi sinar matahari (vegetasi berupa ‘ground cover’).
- Menurunkan ambient temperature dii sekeliling kondensor AC
- Mereduksi kecepatan angin di sekeliling bangunan.
- Mereduksi energi matahari untuk pemanasan (pada kondisi ‘winter’ dengan vegetasi di sisi selatan bangunan).
-Vegetasi Sebagai Kontrol Radiasi
Sinar Matahari Untuk menciptakan kondisi yang nyaman dalam suatu bangunan, perlu dilakukan pengendalian atau
kontroll radiasi sinar matahari baik yang diserap ataupun yang dipantulkan kembali ke atmosfer. Pada dasarnya
peran vegetasii dalam kontrol radiasi ini adalah pantulan dengan :
- Mengendalikan efek radiasi melalui filtrasi sinar radiasi (direct radiation).
- Kontrol permukaan tanah (ground surface).
- Kontrol re-radiasi.
- Menghalangi (obstruction).
- Vegetasi sebagai Kontrol Angin
Sebagaimana telah diketahui bahwa pencapaian manusia diperoleh salah satunya dengan kontrol terhadap aliran
angin yang masuk ke dalam bangunan. Berkaitan dengan hal ini, vegetasii mempunyai potensi sebagai modifying
factor untuk melakukan kontrol terhadap aliran angin melalui berbagai cara, antara lain :
- Menghalangi dan menyaring aliran (obstruction and filtering).
- Mengarahkan aliran angin (redirecting) atau channeling guidance.
- Defleksi dan intesepsi.
Berkaitan dengan fungsi vegetasi sebagai pemecah aliran angin (windbreak device), maka desain perletakan
vegetasii pada site sangat penting. Vegetasi harus ditata sesuai dengan pola kecepatan dan arah angin, juga
ditentukan oleh jarak antara perletakan vegetasi tersebut terhadap bangunan. Tujuan dari strategi ini adalah untuk
menjamin masuknya sinar matahari ke dalam bangunan. Tujuan dari strategi ini adalah untuk meminimalkan

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 9


ARSITEKTUR EKOLOGI

infiltrasi udara dan terjadinya convective heat loss, namun bisa tetap menjamin masuknya sinar matahari ke dalam
bangunan.
- Vegetasi sebagai Kontrol Kelembaban(Precipitation and Humadity)
Dalam kontrol kelembaban, pada dasarnya vegetasi mengendalikan dampak dari hujan (baik berupa air, es ataupun
salju), mengendalikan intensitas dan lokasi embun dan evaporasi serta kelembaban permukaan tanah.
- Vegetasi sebagai Kontrol Temperatur
Vegetasi juga menyebabkan terjadinya perbedaan temperatur udara, baik secara, harian (antara siang dan malam),
musiman (seasonal) ataupun temperatur tahunan (annual temperature).

- Urban Green Area Option

Strategi multilevel urban green area/vertical landscape ini dikemukakan oleh Ken Yeang (1994) dalam Bioclimatic
Skycrapers. Dalam pembahasannya, vertical landscape atau garden in the sky menurut Yeang meliputi:

- Vegetasi yang diletakkan di sepanjang selubung bangunan (vertical planting).

- Vegetasi yang diletakkan pada atap bangunan (roof garden, skycourt, green roof, roof-top garden).Kedua desain
lansekap ini dilakukan untuk memberi proporsi seimbang antara bangunan dengan area hijau (green area), karena
tuntutan efisiensi lahan. Tujuan utama penggunaan strategi ini adalah dalam konteks efisiensi energi, dimana
dengan strategi ini diharapkan dapat membantu mereduksi panas (terutama solar heat gain) yang masuk ke dalam
bangunan. Dengan direduksinya heat gain ini, diharapkan beban pendinginan (cooling load) pada bangunan dapat
berkurang sehingga energi (baik heat maupun electricity) juga dapat dikurangi.

- Vertical Planting

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 10


ARSITEKTUR EKOLOGI

Secara harafiah taman vertikal adalah taman yang dibangun secara tegak lurus atau vertikal (90o), dan
pada umumnya menempel di dinding. Di dunia internasional taman vertikal memiliki banyak sebutan,
diantaranya: vertical garden, vertical landscape, greenwall, living wall dan lain sebagainya.
Terdapat 2 jenis taman vertikal yaitu green façades dan living walls. Green Facades merupakan dinding
yang ditumbuhi dengan tanaman yang merambat yang langsung tumbuh di dinding, sedangkan Living
Wall merupakan dinding yang diberi media tanam untuk tanaman. Jenis ini biasanya terdiri dari
rangka (frame), panel tanaman, sistim irigasi/penyiraman dan pemupukan, media tanam dan tanaman itu
sendiri.
Taman vertikal dapat membantu menyelesaikan masalah penghijauan pada area yang memiliki
lahan/bidang horizontal yang luasnya terbatas.

MANFAAT TAMAN VERTIKAL


 Menambah keindahan alami lingkungan
 Menciptakan taman cantik di lahan terbatas
 Menahan panas dari luar
 Mengurangi tingkat kebisingan suara
 Mengurangi polusi udara
 Menangkap partikel-partikel kotoran
 Mengurangi efek tampias hujan
 Meningkatkan suplai oksigen

APLIKASI TAMAN VERTIKAL


Aplikasi taman vertikal dapat dikelompokan menjadi :
 Di luar ruangan (Outdoor)

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 11


ARSITEKTUR EKOLOGI

 Di dalam ruangan (indoor)

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 12


ARSITEKTUR EKOLOGI

 Penyekat/pemisah

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 13


ARSITEKTUR EKOLOGI

 Penutup bangunan (building façade)

POLA / PATRON TAMAN VERTIKAL


Pola penyusunan tanaman pada suatu taman vertikal dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
 Satu jenis tanaman

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 14


ARSITEKTUR EKOLOGI

 Pola tertentu

 Alamiah (natural/wild)

METODE PEMBUATAN TAMAN VERTIKAL


Banyak cara atau metode untuk membuat taman vertikal, beberapa diantaranya dengan :
 Batu Bata
 Pipa Pralon
 Rak
 Panel
 Modul
 Kantong

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 15


ARSITEKTUR EKOLOGI

 Dan lain-lain

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 16


ARSITEKTUR EKOLOGI

MEDIA DAN JENIS TANAMAN


Karena dipasang di bidang vertikal, pertimbangan penting untuk mewujudkan taman ini adalah pemilihan
jenis tanaman dan media tanam. Disarankan memakai media tanam yang ringan agar tidak membebani
struktur dinding. Contohnya campuran peatmoss (gambut) dan cocopeat. Gambut mengandung nutrisi
untuk pertumbuhan dan cocopeat baik untuk menyimpan air. Media tanam pada umumnya bukan tanah.
beberapa media tanam yang kerap digunakan pada taman vertikal : cocopeat, sekam, pumice, perlite,
rumput laut dan lain-lain.
Sedangkan tanaman dipilih dari jenis yang dapat merambat atau tumbuh menjuntai ke bawah agar terlihat
cantik. Misalnya: adiantum (suplir), lili paris, phytonia, bromelia, kadaka, tanduk menjangan, sirih gading,
pakis boston dan masih banyak lagi jenis.

Taman vertikal menggunakan lebih dari satu jenis tanaman. Komposisi tanaman sebaiknya dipilih dengan
variasi warna yang beragam. Tanaman juga harus disesuaikan dengan kebutuhan indoor dan outdoor.
Untuk aplikasi di dalam ruangan, taman harus dibantu dengan lampu artifisial sebagai sumber cahaya untuk
proses fotosintesis.

SISTIM PENYIRAMAN DAN PEMUPUKAN


Apabila ukuran taman vertikal tidak terlalu besar dan tinggi (maks. 2.5m), penyiraman dapat dilakukan
secara manual menggunakan selang. Sedangkan pemupukan dapat menggunakan penyemprot (sprayer).
Bila ukurannya besar maka harus menggunakan sistim penyiraman mekanis dengan pompa dan
pemupukan dengan infus atau dosing unit. Agar tidak merepotkan, dapat digunakan pengatur waktu (timer)
yang akan mengatur secara otomatis waktu-waktu penyiraman dan pemupukan.
Lay-out sistim penyiraman taman vertikal untuk ukuran besar :

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 17


ARSITEKTUR EKOLOGI

JENIS – JENIS TANAMAN PENGHIAS TAMAN VERTIKAL

Kuping gajah(Anthurium crystalinum), Kuping gajah jenis


lama biasanya berhelai besar dan berhelai kecil untuk jenis baru. Ciri
yang dimiliki tanaman ini adalah daun berbentuk hati dengan urat
daun putih keperakan. Untuk taman vertikal, jenis daun kecil lebih
kerap digunakan.

Tanduk rusa (Platycerium bifurcatum), memiliki daun yang mirip dengan


tanduk rusa jantan. Tumbuhnya menempel di barang kayu, marga ini
dibiakkan dengan spora, ia menyukai tempat yang teduh dan lembab.

Lili paris (Chlorophytum comosum), daun tanaman ini panjang


dengan garis putih kekuningan. Biasanya digunakan untuk
tanaman border atau pot gantung. Lili paris tahan terhdap
matahari langsung dan tumbuh optimal di tempat yang
ternaungi.

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 18


ARSITEKTUR EKOLOGI

Cryptanthus, memiliki banyak warna daun, mulai dari


hijau, abu-abu, coklat hingga garis-garis putih.
Cryptanthus juga merupakan tanaman yang tahan
terhadap sinar matahari yang terik serta bisa hidup di
tempat yang memiliki naungan. Diterapkan sebagai aksen
di taman vertikal, dengan Bromeliaceae sebagai teman
sandingannya.

Kucai, kucai merupakan jenis bawang-


bawangan terkecil dari famili Alliaceae.
Tanaman umbi-umbian setinggi 30-50
sentimeter dan lebar 1 sentimeter, dengan
daun berbentuk tabung hampa sekitar 50
sentimeter ini memiliki tekstur lembut. Bunga
dari Kucai berwarna pucat ungu, berbentuk
bintang dengan enam kelopak bunga lebar

Neoregelia, marga ini kerap dinamakan dengan bromelia.


Padahal bromelia adalah nama keluarga dari banyak genus
tanaman. Neoregelia yang umum digunakan di taman
vertikal antara lain jenis Neoregelia olens dengan daun
merah polus berujung rata, lalu Neoregelia carolinae dengan
corak daun bergaris.

Lipstik(Aeschynantus Radicans), tanaman ini tumbuh menjalar dengan batang


yang panjang. Daunnya berbentuk ginjal (cordata), berwarna merah hati dnegan
garis perak dan berbulu. Bunganya berwarna merah menyala.

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 19


ARSITEKTUR EKOLOGI

Kadaka (Asplenium scolopendrium), tanaman ini hampir sama


dengan Paku sarang burung, hanya jenis daunnya lebih kecil.
Pinggirnya bergelombang berwarna hijau muda.

Sirih Merah, jenis tanaman ini menyenangi tempat teduh, tumbuhnya


menjalar dengan batang berbuku, daunnya berwarna merah dengan garis
perak. Sebagai tanaman pengisi taman vertikal, Sirih Merah tampil dengan
warna merahnya.

Singonium, tumbuhan perdu dengan tinggi tak lebih dari 30


sentimeter ini memiliki daun berbentuk hati dengan warna daun
campuran antara putih dan hijau. Tanaman ini gampang tumbuh
asalkan cukup air.

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 20


ARSITEKTUR EKOLOGI

- Roof Garden

Green roof system pada intinya adalah optimalisasi dari atap bangunan dengan menjadikannya lahan untuk
tanaman. Konsep dari green roof dipelopori oleh babylon di abad ke-7 sebelum masehi, yang diwujudkan kepada
pembangunan The Hanging Garden Of Babylon, namun pelopor dari modern green roof sendiri adalah Jerman yang
dimulai pada tahun 1960.

Illustration of The Hanging Garden, created by Martin Heemskerck

Sistem dari green roof sendiri pada umumnya bisa diaplikasikan di atap mana saja oleh siapa saja selama
memenuhi kebutuhan standard green roof, yaitu :

lapisan anti-air (waterproofing) dan sistem root-repellant berkualitas


Sistem pengairan
Kain penyaring
Media untuk tanaman tumbuh yang berbobot ringan
Tanaman (tentunya)

Setiap komponen diatas disusun secara modular (per-parts) agar nantinya bisa dipindahkan secara mudah dari satu
atap ke atap lain jika diinginkan. Green roof dikategorikan menjadi 2 macam yaitu intensive dan extensive. Kedua
tipe green roof dikategorikan berdasarkan kemampuan atap tersebut menanggung bobot tanaman, Untuk Intensive,
atap tipe ini mampu menopang bobot tanaman berat mulai dari semak-semak hingga pepohonan dan juga memiliki
struktur lapisan atap yang rumit seperti pengairan dan lapisan pelindung atap itu sendiri, bobot yang mampu
ditopang umumnya berkisar antara 36-68 Kilogram per 0,3 Meter persegi.

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 21


ARSITEKTUR EKOLOGI

The Chicago City Hall green roof

Untuk Extensive merupakan kebalikan dari Intensive, yaitu, tidak membutuhkan struktur lapisan yang
complex dan ringan maintenance namun tidak mampu menopang bobot tanaman yang terlalu berat
umumny hanya berkisar antara 7-23 Kilogram per 0,3 Meter per segi. In the end tipe mana yang akan kamu
pilih bergantung dari tujuan kamu, jika tujuan kamu hanya pure appearance saja dan bukannya
fungsionalitas maka tipe green roof Extensive akan cocok untuk kamu, tapi jika kamu ingin sebuah taman di
atap kamu yang memiliki fungsionalitas tinggi seperti berkebun maka tipe yang cocok untuk kamu adalah
Intensive.

Fungsi penggunaan roof garden pada bangunan antara lain:

- Mereduksi panas akibat radiasi matahari dengan penambahan elemen vegetasi, yang memberi pembayangan
pada permukaan atap, juga secara langsung berfungsi sebagai lapisan (layer) yang dapat mereduksi solar hear
gain.

- Memanfaatkan area atap sebagai ruang terbuka hijau. Pada beberapa disain dimungkinkan adanya aktifitas yang
dapat ditampung di roof garden.

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 22


ARSITEKTUR EKOLOGI

- Memelihara kualitas udara (fresh and clear air) di sekitar bangunan, vegetasi tersebut dapat menyerap CO, CO2
dan gas polutan lain, serta melepas O2 di malam hari.

- Menjaga kelembaban udara di sekitar bangunan dengan presipitasi.Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wong
(2003), penggunaan roof-topgarden di daerah tropis (Singapura), terbukti dapat menghemat konsumsii energi
bangunan sekitar 0.6 – 14.5 % per tahun. Penelitian ini dilakukan dengan dua macam jenis vegetasi, yaitu semak
dan pohon. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa vegetasi yang potensial untuk diaplikasikan pada roof
garden adalah jenis semak.

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 23


ARSITEKTUR EKOLOGI

Konstruksi Green Roof


- Lapisan 1 Water Proof Membrane Lapisan untuk menutupi keseluruhan permukaan atap
- Lapisan 2 Drain mat Lapisan sebagai tempat/ruang bergeraknya aliran air yang berasal dari air
penyiraman dan air hujan menuju kepembuangan akhir
- Lapisan 3 Filter Cloth Lapisan untuk memisahkan lapisan ‘drain mat’ dan media pertumbuhan
- Lapisan 4 Growing medium Lapisan tempat pertumbuhan tanaman komposisi tanah dicampur
sand,salts,clay,organic matter dan lava rock
- Lapisan 5 Tanaman Banyak tanaman dapat dipergunakan tergantung dari konsep disain lansekap taman

I
Studi Kasus
House on outskirts of Brussels by Samyn and Partners

Rumah inidi dekat Brusselsyang di rancang oleh arsitekSamyndan rekannya, bangunan ini memilikidinding kacadi
depan dantanaman yang-menutupidinding padabagian belakang yang di miliki oleh Musisi Prancis Patrick blanc.

Bangunan ini selesai pada tahun 2007,rumah empat lantai ini digunakan juga sebagai tempat kerja sinematografi
dan keluarga.Sebuahaluryangmengitarirumahmemberikan efek cahaya darijendela, menyingkap ke studiobawah
tanah.Pada bagian barat bangunan sepenuhnya adalahkacadan dapat memperlihatkaninteriordasar, dari
lantaipertama dan kedua, tetapi dapatdisaringoleh dindingtirai.

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 24


ARSITEKTUR EKOLOGI

Inirumah sebuah senimanyang mencakuptingkatjalandarisebuah rumahkecil . itu termasuk


ruangmasuk,ruangkeluarga dandapur, denganruang tamudantanggaberada didalambangunan.

Lantaikedua mencakupkamar tidur utamadengankamar mandi nya, serta lima kamar untuk anakdan instalasisanitasi.
Merekadilengkapi denganmezzanineyang dilindungi olehtekstiljaringyang akanmengarah padafasadkaca-dinding.

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 25


ARSITEKTUR EKOLOGI

Rumahini menyajikanfasadmelengkungdanvegetalisedyangsangat pribadidantertutup untuktetanggadi sebelah utara,


timur danselatan. Sebaliknya, fasadbaratsepenuhnyaberdinding kacaseolah-olah ituadalahsatu jendelabesardipartisi.

Direncanakan yang Sangat Besar tirai poliester translucid putih lebar 1,6 m ditangguhkan dari atas struktur
ke lantai dasar akan berjalan sepanjang jendelabesar untuk memastikan teduh di musim panas.

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 26


ARSITEKTUR EKOLOGI

Pada awalnyadisusun sebagaidindingtanaman merambatdengan ataptembagapatinated,


fasadvegetalisedakhirnyaterdiri daripilihantanaman eksotisyang dipiliholeh senimanbotaniPatrickBlanc, dan
meluasuntuk menutupiatap.

Disini di rancang struktur untuk membuat jaringan pipa saluran kotoran menuju sebuah wadah dimana akan di
salurkan menuju tempat penyaringan yang akan membuat kotoran dicerna menjadi pupuk tanaman.

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 27


ARSITEKTUR EKOLOGI

Stacking Green by Vo Trong Nghia

Lapisan tebaldaritanaman yang berada di dalambetonmembuattaman vertikalpada fasadrumah inidiKota


HoChiMinhVietnamVooleh arsitekTrongNghia.

Bangunan ini di bangun untuk sebuah keluarga, dimanabangunan ini mempunyai panjang 20mdan lebar 4mdi
Vietnam.

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 28


ARSITEKTUR EKOLOGI

Tanaman yang berada di dalammenjangkaudi antaradinding sampinguntuk menutupibagian depandan


fasadbelakang, dan ditempatkansesuai dengan ketinggiantanaman.

Dibelakang rumah, tanggaeksteriordiposisikandi antaraPekebundandinding belakang,


sementarakacamemisahkanbagian depanrumahdaritanaman.

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 29


ARSITEKTUR EKOLOGI

Pipairigasi otomatisdipasangdi dalamPekebunmemungkinkanuntuk penyiramanmudah dan pemeliharaan.

Sebuah tamanatapmenyediakantempat berlindungdari kebisingandan polusidarijalanan di bawah.Di dalam rumah,


ada beberapadinding partisiuntuk memaksimalkanpemandanganfasadhijau danmendorongventilasi.
Pararooflightsjuga memungkinkancahaya alamiuntuk menembus.Sinar mataharimasukmelaluidauntanamanuntuk
membiaskanbayangandi dindinggranit.

Kamimenamakanrumah, tropisyang unikdan hijau"Penumpukan Hijau" karena façadesyangdipenuhidengan tanaman


hijauyang kuatdan vital

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 30


ARSITEKTUR EKOLOGI

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 31


ARSITEKTUR EKOLOGI

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 32


ARSITEKTUR EKOLOGI

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 33


ARSITEKTUR EKOLOGI

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Strategi desain arsitektur dalam konteks energi merupakan aspek yang sangat penting, mengingat semua
keterbatasan (energi, lahan, sumber daya alam) yang akan dihadapi pada masa yang akan datang.
Paradigma konsep low- energy yang paling potensial untuk diterapkan di Indonesia adalah paradigma
Green-Architecture, mengingat dalam penerapannya tidak memerlukan teknologi dan biaya yang besar.
Multilevel urban green area merupakan salah satu manifestasi dari konsep desain sadar energi.
Pemanfaatan vegetasi sebagai elemen arsitektur yang diterapkan secara vertikal, berperan sebagai berikut:
(1) Planting and landscaping tidak hanya digunakan untuk kepentingan ekologis dan estetis, namun juga
terbukti potensial untuk pendinginan bangunan. Keberadaan vegetasi, baik di sepanjang fasade bangunan
atau di atas bangunan tinggi juga berperan sebagai layer pereduksi radiasi dalam ruang,
(2) Planting dapat diwujudkan sebagai vertikal lansekap di sepanjang fasade bangunan tinggi atau
sebagai suatu ruang terbuka atau taman.
(3) Vegetasi dapat menyerap CO2, dan menghasilkan O2Penerapan strategi penataan vegetasi secara
vertikal ini dapat dioptimalkan bila dikaitkan dengan analisa operating-energy ‘selective mode’ (Hawks,
1996), dimana lingkungan bangunan dikontrol dengan kombinasi automatic dan manual serta
menggunakan perpaduan natural dan artificial, serta dengan mempertimbangkan potensi lingkungan
secara optimal. Sehingga tercapai sinergi antara metode pasif dan aktif dengan material dan instrumen
hemat energi.

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 34


ARSITEKTUR EKOLOGI

Daftar Pustaka
http://eprints.undip.ac.id/32380/1/Paper_A-004_sukawi_untuk_RAPI.pdf
http://sigitwijionoarchitects.blogspot.com/2012/04/arsitektur-ekologi-eco-architecture.html
http://yudha-arch.blogspot.com/2009/09/green-architecture_30.html
http://ndyteen.blogspot.com/2012/07/green-architecture-arsitektur-hijau.html
http://eprints.upnjatim.ac.id/1317/1/TA-Pranoto_43.pdf
s

INTERGRASI TANAMAN DALAM ARSITEKTUR 35

Anda mungkin juga menyukai