Anda di halaman 1dari 10

BAB 3

ELABORASI TEMA

3.1 Pengertian Tema

Tema perancangan bangunan pada kawasan Situ Pengasinan adalah


arsitektur ekologis. Arsitektur ekologis merupakan pembangunan berwawasan
lingkungan, dimana memanfaatkan potensi alam semaksimal mungkin. Info
lingkungan kualitas arsitektur biasanya sulit diukur, garis batas antara arsitektur
yang bermutu dan yang tidak bermutu. Kualitas arsitektur biasanya hanya
memperhatikan bentuk bangunan dan konstruksinya, tetapi mengabaikan yang
dirasakan sipengguna dan kualitas hidupnya. Apakah pengguna suatu bangunan
merasa tertarik.

Prinsip-prinsip ekologi tersebut antara lain:

1. Flutuation
Prinsip fluktuasi menyatakan bahwa bangunan didisain dan dirasakan
sebagai tempat membedakan budaya dan hubungan proses alami.
Bangunan seharusnya mencerminkan hubungan proses alami yang terjadi
di lokasi dan lebih dari pada itu membiarkan suatu proses dianggap
sebagai proses dan bukan sebagai penyajian dari proses, lebihnya lagi akan
berhasil dalam menghubungkan orang-orang dengan kenyataan pada
lokasi tersebut.

2. Stratification
Prinsip stratifikasi menyatakan bahwa organisasi bangunan seharusnya
muncul keluar dari interaksi perbedaan bagian-bagian dan tingkat-tingkat.
Semacam organisasi yang membiarkan kompleksitas untuk diatur secara
terpadu.

57
3. Interdependence (saling ketergantungan)
Menyatakan bahwa hubungan antara bangunan dengan bagiannya adalah
hubungan timbal balik. Peninjau (perancang dan pemakai) seperti halnya
lokasi tidak dapat dipisahkan dari bagian bangunan, saling ketergantungan
antara bangunan dan bagian-bagiannya berkelanjutan sepanjang umur
bangunan.

Eko arsitektur menonjolkan arsitektur yang berkualitas tinggi meskipun


kualitas di bidang arsitektur sulit diukur dan ditentukan, takada garis batas yang
jelas antara arsitektur yang bermutu tinggi dan arsitektur yang biasa saja.
Fenomena yang ada adalah kualitas arsitektur yang hanya memperhatikan bentuk
dan konstruksi gedung dan cenderung kurang memperhatikan kualitas hidup dan
keinginan pemakainya, padahal mereka adalah tokoh utama yang jelas.

Dalam pandangan eko-arsitektur gedung dianggap sebagai makhluk atau


organik, berarti bahwa bidang batasan antara bagian luar dan dalam gedung
tersebut, yaitu dinding, lantai, dan atap dapat dimengerti sebagai kulit ketiga
manusia (kulit manusia sendiri dan pakaian sebagai kulit pertama dan ke dua).
Dan harus melakukan fungsi pokok yaitu bernapas, menguap, menyerap,
melindungi, menyekat, dan mengatur (udara, kelembaban, kepanasan, kebisingan,
kecelakaan, dan sebagainya). Oleh karena itu sangat penting untuk mengatur
sistem hubungan yang dinamis antara bagian dalam dan luar gedung. Dan eko-
arsitektur senantiasa menuntut agar arsitek (perencana) dan penguna gedung
berada dalam satu landasan yang jelas.

Pada perkembangannya eko arsitektur disebut juga dengan istilah green


architecture (arsitektur hijau) mengingat subyek arsitektur dan konteks
lingkungannya bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari hasil arsitektur dan
lingkungannya. Dalam perspektif lebih luas, lingkungan yang dimaksud adalah
lingkungan global alami yang meliputi unsur bumi, udara, air, dan energi yang
perlu dilestarikan. Ekoarsitektur atau arsitektur hijau ini dapat disebut juga

58
sebagai arsitektur hemat energi yaitu salah satu tipologi arsitektur yang ber-
orientasi pada konservasi lingkungan global alami.
Standar-standar yang harus ada dalam bangunan hemat energi, yaitu:

 SNI 6389:2011, Konservasi energi selubung bangunan pada bangunan


gedung.
 SNI 6390:2011, Konservasi energi tata udara bangunan gedung.
 SNI 6197:2011, Konservasi energi pada sistem pencahayaan.
 SNI 6196:2011, Prosedur audit energi pada bangunan gedung.

3.2 Interpretasi Tema

Pembangun yang menghemat energi dan bahan baku melibatkan beberapa hal :

1. Perhatikan pada iklim setempat Penggunaan tumbuhan dan air sebagai


pengatur iklim Pembangunan yang menghemat energi Orientasi terhadap
sinar matahari dan angin Penyesuain pada perubahan suhu siang-malam

2. Subsitusi sumber energi yang tidak dapat diperbaharui Meminimalisasi


penggunaan energi untuk alat pendingin Menghemat sumber energi yang
tidak dapat diperbaharui Optimalisasi penggunaan sumber energi yang
tidak dapat diperbaharui saha memajukan penggunaan energi alternatif
Penggunaan energi surya

3. Penggunaan bahan bangunan yang dapat dibudidayakan dan yang


menghemat energi Memilih bahan bahan bangunan menurut penggunaan
energi Menghemat sumber bahan mentah yang tidak dapat diperbaharui
Minimalisasi penggunaan sumber bahan yang tidak dapat diperbaharui
Upaya memajukan penggunaan energi alternatif Penggunaan kembali sisa-
sisa bangunan (limbah)Optimalisasi bahan bangunan yang dapat
dibudidayakan

4. Pembentukan peredaran yang utuh di antara peneyediaan dan pembuangan


bahan bangunan, energi, dan air Gas kotor, air limbah, sampah, dihindari

59
sejauh mungkin Menghemat sumberdaya alam (Udara, air, dan
tanah)Perhatian pada bahan mentah dan sampah yang tercemar erhatian
pada peredaran air bersih dan limbah air

5. Penggunaan teknologi tepat guna yang manusiawi Memanfaatkan/


mengguanakan bahan bangunan bekas pakai. Menghemat hasil produk
bahan bangunan.Mudah dirawat dan dipelihara Produksi yang sesuai
dengan pertukangan hipotesis Gaia

Yang paling berpengaruh dasar perencanaan arsitektur masa depan adalah


Hipotesis Gaia sebagai berikut : Kehidupan bukan menciptakan lingkungan
menurut kebutuhannya, dan kehidupan bukan faktor penentu, melainkan sistem
keseluruhan termasuk lingkungan dan kehidupan,

Hipotesis ini kemudian dibuktikan karena organisme-organisme dan


lingkungan fisik kimia dalam evolusinya yang berhubungan erat sehingga bumi
papat dianggap sebagai makhluk hidup, sebagai organik yang mengatur suhu,
iklim dan susunan kimia. Perencanaan benda apapun yang dihasilkan melalui
kecerdasan manusia adalah bagian mikrokosmos. Cara kehidupan manusia sangat
erat kaitannya dengan kehidupan makhluk-makhluk lainnya. Kerusakan bumi
yang dikaibatkan oleh manusia di muka bumi ini akan menyakiti bumi sebgai
Gaia dan akan menghancurkan dasar kehidupan manusia. Pencahayaan dan Warna

Pencahayaan dan pembayangan akan memengaruhi orientasi dalam ruang.


Bagian ruang yang tersinari dan yang dalam keadaan gelap akan menentukan nilai
psikis yang berhubungan dengan ruang, Cahaya matahari memberi kesan vital
dalam ruang, terutama jika cahaya matahari masuk dari jendela yang orientasinya
terhadap mata angin. Perpaduan antara cahaya, warna dan bayangan dapat
menciptakan suasana yang mendukung kehidupan lewat kelenjar hormon,
epiphisis dan hipothalamus yang semuanya terdapat simultan dari cahaya.

Di alam pencahayaan selalu berasal dari atas yaitu matahari. Pencahayaan mata
hari di daerah tropis mengandung gejala sampingan dengan sinar panas, maka
daerah tropis manusia menganggap ruang yang agak gelap sebagai kesejukan,

60
akan tetapi untuk ruang kerja ketentuan tersebut melawan kebutuhan cahaya untuk
mata manusia.

Berhubung pencahayaan buatan dengan bola lampu dan sebagainya


mempegaruhi kesehatan manusia, maka dibutuhkan pencahayaan alam yang
terang tanpa silau dan tanpa sinar panas. Untuk memenuhi tuntutan yang
berlawanan ini maka sebaiknya sinar matahari tidak diterima langsung secara
langsung melainkan dipantulkan terlebih dahulu ke dalam air kolam, lantai atau
lewat langit-langit bangunan. Pencahayaan alam mengandung efek penyembuhan
dan meningkatkan kretivitas manusia.

3.3 Studi Banding Tema Sejenis

Obyek arsitektur yang dijadikan studi banding tema sejenis adalah Sharma
Springs Bali oleh biro arsitektur IBUKU sebagai studi banding dan juga arsitektur
vernakular rumah adat di kampung naga Tasikmalaya.

3.3.1 Sharma Spring Bali – IBUKU

Sharma Springs dirancang di atas 750 meter lahan yang menghadap ke lembah
sungai Ayung, yang hampir seluruhnya terbuat dari bambu. Akses masuk
bangunan adalah melalui jembatan terowongan yang dramatis yang membawa
pengunjung langsung ke ruang tamu terbuka.

Tangga mengelilingi menara pusat ke tingkat di bawah ini: ruang bermain,


serta empat kamar tidur dan sebuah perpustakaan yang masing-masing
tertutup untuk AC dengan jendela dan pintu kaca berputar panjang penuh.
Pengamatan lantai 6 adalah kursi barisan depan dengan pemandangan
matahari terbenam yang menakjubkan di atas lembah sungai Ayung dan Desa
Hijau.

61
Gambar 3.1. Sharma Springs Bali Exterior - IBUKU
Sumber : www.archdaily.com

Prinsip ekologis sangat terasa pada bangunan ini, yang mana bangunan ini
menggunakan material ramah lingkungan yang berkelanjutan yaitu bamboo
sebagai bahan konstruksi dan juga bahan material detail arsitektur lainnya.
Dengan demikian bangunan ini memiliki emisi karbon yang sangat rendah,
material yang dapat didaur ulang, dan juga secara visual menyatu dengan
alam.

Gambar 3.2. Sharma Springs Bali Aerial - IBUKU


Sumber : www.archdaily.com

62
Prinsip menyatu dengan alam tidak hanya diterapkan secara visual, namun
juga secara system yang mana bangunan ini sangat ramah lingkungan dan
tidak merusak ekosistem namun tetap bisa mengakomodir aktivitas manusia di
dalamnya.

Gambar 3.3. Sharma Springs Bali Interior - IBUKU


Sumber : www.archdaily.com

3.3.2 Kampung Naga Tasikmalaya

Kampung Naga terletak di Tasikmalaya, Jawa Barat, merupakan suatu


perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat
dalam memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya, dalam hal ini adalah
adat Sunda. Seperti permukiman Badui, Kampung Naga menjadi objek kajian
antropologi mengenai kehidupan masyarakat pedesaan Sunda pada masa
peralihan dari pengaruh Hindu menuju pengaruh Islam di Jawa Barat.

63
Gambar 3.4. Kampung Naga Tasikmalaya
Sumber : travel.kompas.com

Kampung Naga merupakan sebuah kampung adat yang masih lestari.


Masyarakatnya masih memegang adat tradisi nenek moyang mereka. Mereka
menolak intervensi dari pihak luar jika hal itu mencampuri dan merusak
kelestarian kampung tersebut. Namun, asal mula kampung ini sendiri tidak
memiliki titik terang.

Gambar 3.5. Aerial Kampung Naga Tasikmalaya


Sumber : travel.kompas.com

64
Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung, bahan rumah dari
bambu dan kayu. Atap rumah harus dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang,
lantai rumah harus terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah harus
menghadap kesebelah utara atau ke sebelah selatan dengan memanjang kearah
Barat-Timur. Dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu dengan anyaman
sasag. Rumah tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni. Bahan rumah
tidak boleh menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok
atau gedung (gedong).

Gambar 3.6. Rumah Di Kampung Naga Tasikmalaya


Sumber : travel.kompas.com

3.4. Kesimpulan Studi Banding

Dari perbandingan studi banding diatas dapat disimpulkan bahwa kedua


bangunan tersebut memang mengutamakan prinsip ekologis yang merupakan
salah satu sifat utama terwujudnya green architecture. Dengan menjadikan kedua
bangunan tersebut menjadi bangunan yang ramah lingkungan tentunya akan
memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitarnya, baik terhadap alam
maupun terhadap manusia yang berperan sebagai pengguna bangunan-bangunan
tersebut.

65
3.5. Implementasi Tema dalam Perancangan

Penerapan tema arsitektur ekologis terhadap desain mengacu


terhadap bagaimana prinsip dasar dari arsitektur ekologis itu
sendiri dimasukan ke dalam unsur perancangan, dengan beberapa
parameter yang menjadi implementasi dalam perancangan :

 Merancang system bangunan yang berkelanjutandan


ramah lingkungan
 Menggunakan material dasar bangunan yang ramah
material, dalam hal ini adalah bambu.
 Mengurangi penggunaan bahan bakar dengan cara
memanfaatkan sumber-sumber energi dari alam seperti
panas matahari, angina, dan air.
 Memperbanyak ruang terbuka hijau dan vegetasi pada
area yang dirancang

66

Anda mungkin juga menyukai