EVOLUSI
BIOLOGI SMA KELAS XII
TITIS MELIA SANINI
KOMPETENSI DASAR
Menganalisis tentang teori evolusi dan seleksi alam dengan pandangan
3.9. baru mengenai pembentukan spesies baru di bumi berdasarkan studi
literatur.
3.9.2. Menjelaskan perbedaan antara teori evolusi Darwin dengan teori evolusi
Lammarck
3.9.3. Mengaitkan hubungan antara variasi dengan proses mutasi dan kompetisi
serta adaptasi.
TUJUAN PEMBELAJARAN
B.2. Lammarck
a. Teori Evolusi Lammarck
Jean Baptis Lammarck (tahun 1744 - 1824) berpendapat bahwa evolusi terjadi
karena makhluk hidup beradaptasi dengan lingkungan. Inti dari isi bukunya yang berjudul
"Philosophic zoologique" adalah sebagai berikut
1. Alam sekitar/lingkungan mempunyai pengaruh pada ciri-ciri/sifat-sifat yang
diwariskan.
2. Prinsip use and disuse (digunakan dan tidak digunakan) menyatakan bahwa organ atau
bagian tubuh yang digunakan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya akan
berkembang dengan baik sehingga akan menjadi lebih kuat dan besar. Sementara itu,
bagian tubuh yang tidak digunakan akan mengalami kemunduran sehingga menyusut
menjadi lebih kecil.
3. Ciri-ciri/sifat-sifat yang didapat (terbentuk oleh lingkungan selama hidupnya) akan
diwariskan kepada keturunannya.
b. Perbandingan Teori Evolusi Darwin dan Lammarck
Lammarck menjelaskan tentang evolusi jerapah. Ia berpendapat bahwa nenek
moyang Jerapah adalah jerapah yang berleher pendek pemakan daun-daunan di pohon,
bukan pemakan rumput. Untuk mencapai daun-daun yang tinggi, jerapah berleher pendek
harus meregangkan dan memanjangkan lehernya sehingga lehernya semakin panjang. Sifat
leher panjang diwariskan pada keturunannya dan proses ini terus berlanjut hingga sekarang
hingga semua jerapah yang hidup pada saat ini berleher panjang.
Darwin berpendapat lain, yaitu evolusi terjadi melalui seleksi alam. Darwin
berpendapat bahwa nenek moyang Jerapah adalah jerapah berleher panjang dan jerapah
berleher pendek. Pada saat daun-daun dia di pohon yang rendah dan tinggi, baik jerapah
berleher pendek maupun jerapah berleher panjang, bisa hidup. Namun, semakin lama daun-
daun pohon yang rendah semakin berkurang dan habis sehingga jerapah berleher pendek
tidak dapat memperoleh makanannya. Jerapah berleher pendek akhirnya mati dan
mengalami kepunahan. Sementara itu, jerapah berleher panjang tetap mendapatkan
makanannya dan mampu hidup terus bahkan berkembang biak hingga sekarang. Jadi,
jerapah berleher panjang bersifat lebih adaptif daripada jerapah yang berleher pendek.
Pendapat Lammarck dan Darwin mempunyai kesamaan yaitu, evolusi terjadi
karena adanya perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan yang menyebabkan evolusi
Jerapah adalah perubahan jumlah makanan berupa daun-daun yang pohon yang rendah
semakin berkurang dan habis.
Gambar perbandingan proses evolusi jerapah menurut Lamarck (a) dan Darwin (b).
C. PETUNJUK ADANYA EVOLUSI
C.1. Fosil
Fosil (Latin, fossilis = menggali) adalah sisa-sisa organisme masa lalu yang mengalami
mineralisasi di dalam batuan. Ilmu yang mempelajari fosil adalah paleontologi. Lokasi
Penemuan fosil, biasanya pada batuan sedimen atau batuan endapan yang terbentuk dari pasir
dan lumpur yang mengendap di dasar laut, danau, rawa.
Melalui penelitian fosil, dapat diketahui bahwa telah terjadi perubahan, perkembangan,
suksesi organisme yang merupakan bukti langsung dari evolusi yaitu dari organisme
sederhana menjadi organisme yang semakin kompleks dan semakin beragam. Namun, suksesi
ini tidak berlangsung secara terus menerus. Ada saatnya ketika perkembangan terhenti karena
bencana alam, habitat telah penuh, atau kepunahan organisme karena tidak mampu
beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.
Fosil tidak hanya berbentuk tulang, cangkang, gigi, dan bagian lain tubuh hewan yang
tertinggal, tetapi juga meliputi cetakan (impresi) atau jejak yang ditinggalkan oleh organisme
zaman dahulu. Tapak kaki atau jejak dari suatu bagian organisme dalam lumpur lunak yang
kemudian mengeras merupakan fosil yang paling sering ditemukan. Dari sisa-sisa para ahli
dapat menduga-duga mengenai struktur dan lokomosi (jejak aktivitas kehidupan) hewan yang
membuatnya.
(a) (b)
Gambar (a) Fosil kecoa di dalam resin, (b) Fosil daun Comptonia columbiana.
Jarang sekali fosil ditemukan dalam keadaan utuh. Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor
terhadap proses pembentukan fosil tersebut, antara lain sebagai berikut.
• faktor lingkungan, air,pH, suhu, kadar garam, dan angin.
• organisme pengurai (misalnya bakteri dan jamur)
• Hewan predator dan pemakan bangkai
• bencana alam dan terjadinya lipatan batuan bumi
• struktur tubuh organisme yang tidak memungkinkan terjadinya proses pembentukan
fosil, misalnya daun. Fosil daun biasanya ditemukan dalam bentuk cetakan.
Jika suatu organisme mati di tempat yang tidak memungkinkan terjadinya pembusukan,
seluruh tubuhnya dapat terawetkan sebagai fosil. Contohnya organisme yang terjerat pada
tetesan-tetesan resin dari pohon. Resin tersebut akan mengeras, berwarna kekuningan, dan
mengubur organisme tersebut.
(a) (b)
Gambar (a) Wilhelm Weinberg (1862-1937), (b) Godfrey Hardy (1877-1947).
Hukum Hardy-Weinberg memberikan standar ideal untuk para ahli genetika untuk
melakukan suatu perbandingan populasi yang sebenarnya dan mendeteksi perubahan evolusi.
Bila salah satu saja syarat tidak dipenuhi maka frekuensi gen berubah, artinya populasi
tersebut telah dan sedang mengalami evolusi (Biologi Media Center, 2011). Dua hal utama
dalam hukum Hardy-Weinberg, yaitu :
1. Jika tidak ada gangguan maka frekuensi alel yang berbeda dalam populasi akan
cenderung tetap/tidak berubah sepanjang waktu.
2. Dengan tidak adanya faktor pengganggu, maka frekuensi genotipe juga tidak akan
berubah setelah generasi I.
Syarat berlakunya asas Hardy-Weinberg:
• Setiap gen mempunyai viabilitas dan fertilitas yang sama
• Perkawinan terjadi secara acak
• Tidak terjadi mutasi gen atau frekuensi terjadinya mutasi, sama besar.
• Tidak terjadi migrasi
• Jumlah individu dari suatu populasi selalu besar
Jika syarat yang diajukan dalam kesetimbangan Hardy Weinberg tadi banyak dilanggar,
jelas akan terjadi evolusi pada populasi tersebut, yang akan menyebabkan perubahan
perbandingan alel dalam populasi tersebut. Definisi evolusi sekarang dapat dikatakan sebagai,
“Perubahan dari generasi ke generasi dalam hal frekuensi alel atau genotipe populasi”.
Dalam perubahan dalam kumpulan gen ini (yang merupakan skala terkecil), spesifik dikenal
sebagai mikroevolusi.
1. Genetic Drift (Hanyutan Genetik)
Bayangkan anda melempar uang 10x dan mendapatkan hasil 3 angka,7 gambar.
Anda masih bisa menerimanya. Jika anda melempar 100.000x dan mendapatkan 30.000x
gambar, anda akan curiga dengan mata uang tersebut. Semakin kecil ukuran sampel,
semakin besar peluangnya untuk terjadi penyimpangan dari hasil ideal yang diharapkan.
Misalkan, ada populasi bunga liar yang anggaplah konstan terdiri dari 10 tumbuhan
dengan AA=5, Aa=3, aa=1. Pada generasi pertama, hanya 5 yang bereproduksi (1AA,
3Aa, dan 1aa). Selanjutnya, akan terjadi 10 tumbuhan dengan AA=3, Aa=4, aa=3. Jika
selenjutnya hanya 3 tumbuhan yang menghasilkan keturunan (2AA dan 1Aa), pastilah
alel a semakin tereduksi dalam populasi tersebut. Inilah satu contoh mikroevolusi.
Lainnya adalah Efek Leher Botol (Bottleneck Effect), yakni faktor non seleksi alam
(misalkan bencana alam) yang memilih korban benar-korban secara acak). Contoh klasik
dari efek leher botol adalah habisnya variasi genetik anjing laut gajah utara yang nyaris
punah pada 1890 ketika jumlahnya hanya 20 ekor. Ketika diuji pada 1970-an, 30.000
anjing laut gajah utara tidak memiliki variasi genetik sama sekali yang dimungkinkan
akibat pergeseran genetik. Perbandingan, variasi genetik melimpah pada anjing laut gajah
selatan yang hidup tentram.
2. Gene Flow (Aliran Genetik)
Gene Flow yaitu suatu pelanggaran syarat Kesetimbangan Hardy-Weinberg yang
mengatakan bahwa populasi harus terisolasi dari populasi lain. Misalkan ada dua populasi
bunga liar. Jika serbuk sari aa dari populasi pertama tertiup ke populasi kedua, frekuensi
alel aa akan meningkat terus pada populasi kedua.
3. Mutasi
Meskipun mutasi dalam lokus gen tertentu jarang terjadi, dampak kumulatifnya
dapat berakibat nyata. Hal ini disebabkan karena tiap individu punya ribuan gen dan
banyak populasi memiliki jutaan individu. Tentunya dalam jangka panjang, mutasi sangat
penting bagi evolusi karena posisinya sebagai sumber asli variasi genetik yang merupakan
seleksi alam.
4. Perkawinan Tak Acak
Perkawinan tak acak adalah pelanggaran syarat kesetimbangan Hardy-Weinberg
yang mengharapkan perkawinan acak. Nyatanya, individu akan lebih sering kawin
dengan tetangganya (bahkan kawin dengan dirinya sendiri/selfing yang amat umum pada
tumbuhan). Hal ini akan mengurangi jumlah heterozygote dan meningkatkan jumlah
homozygote dominan dan resesif. Pun ada jenis perkawinan berdasar pilihan (assortative
mating), yakni individu (biasanya betina) cenderung memilih jantan engan ciri-ciri
khusus. Bisa ditebak, ini menyebabkan pergeseran dalam perbandingan alel tertentu.
5. Seleksi Alam
Seleksi alam didefinisikan sebagai reproduksi diferensial individu atau genotip
pada suatu populasi. Diferensial reproduksi disebabkan oleh perbedaan antara individu
dalam ciri seperti kematian, kesuburan, fekunditas, keberhasilan kawin, dan
kelangsungan hidup keturunan. Seleksi alam didasarkan pada ketersediaan variasi genetik
di antara individu dalam karakter yang terkait dengan keberhasilan reproduksi. Ketika
populasi terdiri dari pada-dividuals yang tidak berbeda dari satu sama lain dalam ciri-ciri
seperti itu, tidak tunduk pada seleksi alam. Seleksi alam menyebabkan perbandingan alel
yang diturunkan ke generasi berikutnya menjadi berubah dibandingkan perbandingan alel
di populasi awal. Di antara semua faktor mikroevolusi yang kita bahas, hanya seleksi
alam yang mampu menyesuaikan populasi dengan lingkungannya. Seleksi alam
mengakumulasi dan mempertahankan genotipe yang menguntungkan dalam populasi.
Jika lingkungan berubah, seleksi alam akan “merespons” dengan mempertahankan
genotipe yang cocok dengan lingkungan yang baru. Akan tetapi, derajat adaptasi hanya
dapat diperluas dalam ruang lingkup keanekaragaman genetik populasi tersebut.
Menurut O’Neil (2012) Bila p didefinisikan sebagai frekuensi alel dominan dan q seperti
frekuensi alel resesif bagi suatu sifat dikendalikan oleh sepasang alel (A dan a). Dengan kata
lain, p sama dengan semua alel pada individu yang homozigot dominan (AA) dan ditambah
dengan setengah dari alel yang heteroigot (Aa) dalam suatu populasi. Secara matematis
hukum tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
p = AA + ½ Aa
Demikian juga, q sama dengan semua alel pada individu yang homozigot resesif (aa)
dan setengah lainnya dari alel yang heterozigot (Aa).
q = aa + ½ Aa
Karena hanya ada dua alel dalam kasus ini, frekuensi satu ditambah frekuensi yang lain
harus sama dengan 100%, yang berarti
p+q=1
p=1-q
Ada hanya beberapa langkah singkat Hardy dan Weinberg untuk menyadari bahwa
kemungkinan semua kemungkinan kombinasi alel yang terjadi secara acak adalah dengan
menjadi
(P + q) ² = 1
p ² + 2PQ + q ² = 1
Asas Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel dan frekuensi genotipe dalam
suatu populasi akan tetap konstan, yakni berada dalam kesetimbangan dari satu generasi ke
generasi lainnya kecuali apabila terdapat pengaruh-pengaruh tertentu yang mengganggu
kesetimbangan tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut meliputi perkawinan tak acak, mutasi,
seleksi, ukuran populasi terbatas, hanyutan genetik, dan aliran gen. Adalah penting untuk
dimengerti bahwa di luar laboratorium, satu atau lebih pengaruh ini akan selalu ada. Oleh
karena itu, kesetimbangan Hardy-Weinberg sangatlah tidak mungkin terjadi di alam.
Kesetimbangan genetik adalah suatu keadaan ideal yang dapat dijadikan sebagai garis dasar
untuk mengukur perubahan genetik. (O’Neil, 2012)
Plot keseimbangan frekuensi genotif Hardy-Weinberg (Sumber: Andrews, 2010)
Hukum ini dapat dilihat misalnya pada populasi siput yang dapat melakukan fertilisasi
sendiri secara acak (langkah 1). Siput-siput ini memiliki sebagian gen-gen dominan untuk
warna cangkang, misalnya biru, kuning, atau hijau. Dengan menganalisis perubahan frekuensi
dari gen warna ini dengan persamaan Hardy-Weinberg maka kita akan dapat menentukan
apakah populasi siput tersebut berkembang.
Masing-masing dari ke 5 siput tersebut bersifat diploid dengan 2 kopi gen pengendali
warna. Satu alel dari gen (A) menyebabkan warna biru, 1 alel (a) menyebabkan warna kuning
dan heterozigot (Aa) menyebabkan warna hijau. Pada unggun gen populasi ini ada 10 alel: 6
alel A dan untuk alel a. Jika simbol q menggambarkan peluang dari alel a, maka q = 4/10 atau
0,4. Karena jumlah alel A ditambah dengan alel a menggambarkan semua jumlah alel pada
gen dalam populasi siput, maka 0,6 + 0,4 = 1 atau p + q = 1. Ini adalah persamaan unggun
gen. (Felsenstein, 2013)
D.2. Spesiasi
Terbentuknya spesies baru dalam suatu populasi diawali dengan adanya perubahan faktor
dalam (intrinsik) akibat dari tekanan faktor luar (ekstrinsik). Faktor luar berkaitan dengan
keadaan lingkungan. Sementara itu, prinsip berkaitan dengan gen. Perubahan faktor intrinsik
dari generasi ke generasi dapat mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk, kebiasaan, dan
sifat suatu jenis dari aslinya sehingga akan memunculkan jenis baru.
Individu-individu dalam suatu populasi pada awalnya dapat mengadakan perkawinan
sehingga dapat berkembang biak. Namun, individu-individu tersebut terpisah pada tempat
yang berlainan dan letaknya berlainan sehingga masing-masing individu tersebut akan
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Di tempat yang baru, organisme yang
terpisah akan mengalami perubahan alat, cara, dan waktu bereproduksi. Jika suatu saat hasil
keturunan individu-individu yang telah lama terpisah tersebut disatukan kembali, tidak akan
dapat bereproduksi seperti semula (terjadi isolasi reproduksi).
Faktor yang memisahkan suatu populasi disebut sawar atau barrier (penghalang). Sawar
dapat berupa keadaan geografi, misalnya jurang, hutan yang luas, gurun, dan gunung yang
tinggi. Individu-individu satu spesies yang terpisah disebut alopatrik (allos = lain, patris sama
dengan tanah air). Individu-individu terpisah dalam waktu yang lama dan sudah mengalami
perubahan jika suatu saat berada kembali dalam satu lingkungan disebut simpatrik (sym =
bersama-sama). Individu-individu tersebut sudah berbeda spesies, disebut spesies simpatrik.
Penyebab terjadinya isolasi reproduksi, antara lain sebagai berikut.
1. Isolasi ekogeografi terjadi pada dua spesies simpatrik yang tidak dapat melakukan
perkawinan karena sudah lama berada pada lingkungan yang berbeda dan masing-masing
tempat berkembangbiak di lingkungannya sendiri. Contohnya tanaman Plantanus
occidentalis yang hidup di wilayah sebelah timur Indonesia dengan Plantanus orientalis
yang hidup di wilayah sebelah barat Indonesia. Jika kedua jenis tanaman tersebut ditanam
di lokasi yang sama, tidak pernah terjadi penyerbukan. Namun, jika dilakukan
penyerbukan buatan akan menghasilkan keturunan yang fertil.
2. Isolasi habitat terjadi pada dua spesies simpatrik yang memiliki habitat yang berbeda.
Jika ditempatkan pada lokasi yang sama, perkawinan antar individu dalam satu populasi
lebih sering terjadi dari habitat yang sama dibandingkan dengan perkawinan antar
individu dari populasi yang habitatnya berbeda. Contohnya katak Bufo woodhousei yang
hidup di habitat air tenang dengan katak Bufo americanus yang hidup di habitat kubangan
air hujan. Keduanya tidak mau melakukan perkawinan, tetapi jika dilakukan perkawinan
buatan akan menghasilkan keturunan yang fertil.
3. Isolasi musim atau temporal terjadi pada dua spesies simpatrik yang tidak dapat
melakukan perkawinan karena mempunyai musim kawin yang berbeda. Contohnya Pinus
radiata yang berbunga pada bulan Februari dengan Pinus muricata yang berbunga Pada
bulan April.
4. Isolasi perilaku terjadi pada dua spesies simpatrik yang tidak dapat melakukan
perkawinan karena mempunyai perbedaan tingkah laku saat akan melakukan perkawinan.
Perilaku ini dapat ditunjukkan berupa suara, perubahan warna kulit, atau gerakan khusus.
Contohnya pada beberapa jenis serangga, jika musim kawin tiba serangga jantan akan
mengeluarkan bunyi yang khas yang hanya dimengerti oleh serangga betina dalam
populasi yang sama.
5. Isolasi mekanik terjadi pada dua spesies simpatrik yang tidak dapat melakukan
perkawinan karena bentuk dan ukuran alat kelaminnya tidak sesuai atau tidak cocok.
Contohnya adalah bunga salvia apiana dengan Salvia mellifera. Lebah yang membawa
serbuk sari bunga Salvia apiana tidak dapat masuk untuk menyerbuki putik bunga Salvia
mellifera. Contoh lainnya adalah anjing jantan ras pudel yang bertubuh kecil dan berkaki
pendek tidak dapat mengawini anjing betina ras chow chow yang besar.
RANGKUMAN
• Evolusi adalah perubahan perlahan-lahan yang sangat lama. Waktu proses evolusi sangat
lama, yaitu ratusan, ribuan, hingga jutaan tahun. Evolusi dapat dibedakanmenjadi evolusi
kosmik (evolusi universe), evolusi organic (evolusi makhluk hidup), mikroevolusi dan
makroevolusi (evolusi transpesifik), evolusi progresif dan evolusi regresif, serta evolusi
divergensi dan evolusi konvergensi.
• Teori evolusi darwin menjelaskan bahwa evolusi terjadi akibat adanya seleksi alam
• Teori Evolusi Lammarck menjeaskan bahwa evolusi terjadi karena makhluk hidup
beradaptasi dengan lingkungan.
• Petunjuk adanya evolusi dapat dilihat dari fosil, perbandingan anatomi, perbandingan
embriologi, organ tubuh yang tersisa, dan peristiwa domestikasi
• Hukum Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel dan genotif dalam kumpulan
gen suatu populasi tetap konstan selama beberapa generasi kecuali kalau ada yang
bertindak sebagai agen selainan rekombinasi seksual
• Spesiasi adalah suatu proses pembentukan spesies baru yang diawali dengan adanya
perubahan faktor dalam (intrinsik) akibat dari tekanan faktor luar (ekstrinsik).
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A. Jane B. Reece and Lawrence G. Mitchell. (2000). Biologi. edisi 5. jilid 3. Alih
Bahasa: Wasman manalu. Jakarta: Erlangga.
Djuita, N.R. (2012). Evolusi, Spesiasi, dan Hibridisasi Pada Beberapa Anggota Sapindaceae.
Bioedukasi. 5(2): 13 – 24.