Anda di halaman 1dari 10

Nama : Findhira Retiyani

No. Mahasiswa : 11317244011


Kelas : Pendidikan Biologi Intrnasional

1. Pengertian distribusi geografis latitudinal dan longitudinal
a. Latitudinal
Distribusi latitude menentukan posisi utara-selatan tergantung pada garis lengkung
yang teratur di permukaan bumi. Ekuator, garis di bumi yang dibentuk oleh titik di
antara dua kutub adalah hal yang paling natural untuk memulai latitude. Jarak utara-
selatan dalam bulatan bumi antara tiap derajat latitude authalic adalah sama persis,
dan hanya bergantung pada kondisi lingkar bumi. Untuk WGS 84 lingkar authalic
adalah 40.030,2km, jarak antara tiap derajat latitude adalah 111,20km. Dalam bulatan
authalic Clarke 1866, lingkarnya adalah sama.

Karena adanya distribusi geografis ini, maka hewan-hewan yang hidup pada setiap
titik garis lengkung bumi mempunyai perbedaan karakteristik. Makhluk hidup yang
hidup dan mnetap di daerah garis khatulistiwa dan sekitarnya cenderung mampu
bertahan dengan suhu yang panas. Misal : badak, sapi, pohon jati, dan kaktus.
Sedangkan makhluk hidup yang hidup di daerah yang mendekati kutub cenderung
tahan terhadap suhu dingin. Misal : beruang kutub, penguin, tumbuhan lumut,
tumbuhan paku, berang-berang.

b. Longitudinal
Distribusi longitude, posisi timur- barat di bumi, dihubungkan dengan meridian tanpa
batas, tegak lurus dengan parallel.Tidak seperti ekuator di system latitude, tidak ada
meridian yang memiliki dasar alami untuk memulai garis yang dikenal posisi timur
barat. Selama abad terakhir, banyak Negara mulai menerima merdiain Royal
Observatory di Greenwhich dekat London, inggris, sebagai 0
o
.tahun 1884, secara
universal disetujui saat international meridian conference di Washington, DC.

Garis Wallace adalah sebuah garis hipotetis yang memisahkan wilayah geografi
hewan Asia dan Australasia. Bagian barat dari garis ini berhubungan dengan spesies
Asia; di timur kebanyakan berhubungan dengan spesies Australia. Garis ini
dinamakan atas Alfred Russel Wallace, yang menyadari perbedaan yang jelas pada
saat dia berkunjung ke Hindia Timur pada abad ke-19. Garis ini melalui Kepulauan
Melayu, antara Borneo dan Sulawesi; dan antara Bali (di barat) dan Lombok (di
timur). Adanya garis ini juga tercatat oleh Antonio Pigafetta tentang perbedaan
biologis antara Filipina dan Kepulauan Maluku, tercatat dalam perjalanan Ferdinand
Magellan pada 1521. Garis ini lalu diperbaiki dan digeser ke Timur (daratan pulau
Sulawesi) oleh Weber. Batas penyebaran flora dan fauna Asia lalu ditentukan secara
berbeda-beda, berdasarkan tipe-tipe flora dan fauna. Garis ini lalu dinamakan
"Wallace-Weber".

Garis Weber adalah sebuah garis khayal pembatas antara dunia flora dan fauna di
paparan sahul dan di bagian lebih barat Indonesia. garis ini membujur dari utara ke
selatan antara kepulauan Maluku dan Papua serta antara Nusa Tenggara Timur
dengan Australia. Garis ini dicetuskan oleh Max Carl Wilhelm Weber atau Max
Wilhelm Carl Weber
2. Ragam burung Finch yang ada akibat isolasi geografis
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Cambridge, dan melakukan perjalanan
mengelilingi dunia dengan para ahli ilmu alam melalui ekspedisi H.M.S. Beagle (1832
1837) dan juga pada ekspedisi Beagle yang berikutnya (1837 1838) ke kepulauan
Galapagos, Darwin mengalami masa-masa yang paling krusial dalam kehidupannya
berkenaan dengan kenyataan yang terlihat di alam. Dalam ekspedisi ini yang dikerjakan
oleh Darwin adalah mengoleksi burung-burung (burung Finch) yang terdapat atau hidup
di kepulauan Galapagos. Kenyataan yang dilihat Darwin, bahwa terdapat variasi paruh
burung Finch dari satu pulau dengan pulau yang lain di kepulauan Galapagos. Awalnya,
Darwin menduga bahwa semua burung Finch yang terdapat di kepulauan Galapagos
adalah satu spesies, tetapi kenyataannya setiap pulau memiliki spesies berbeda. Ia
menduga bahwa burung-burung finch mengalami perubahan dari suatu nenek moyang
yang sama. Dari kenyataan ini Darwin menerima idea yang menyatakan bahwa spesies
dapat berubah.
Tahap berikutnya, ia mengemukakan teori yang dapat menjelaskan mengapa spesies
berubah. Ia mencatat dalam buku catatannya bahwa ada waktu dimana organisme
berjuang untuk tetap hidup (survive). Teorinya tidak hanya menjelaskan mengapa spesies
berubah, tetapi juga mengapa mereka (burung finch) terbentuk berjuang untuk hidup.
Perjuangan untuk hidup (struggle for existence), menghasilkan adaptasi ciri-ciri atau
karakter terbaik yang dapat memunginkan organisme tersebut tetap survive kemudian
menurunkan ciri-ciri tersebut ke-offspring dan secara otomatis meningkatkan frekuensi
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sementara kenyataan lain menunjukkan bahwa
lingkungan tidak pernah tetap, tetapi selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu.

Burung finch (satu genus dengan burung pipit) di Kepulauan Galapagos yang dulu
dipakai Charles Darwin untuk mengembangkan teori evolusi, kini terbukti cocok dengan
teori itu, mereka memang berevolusi. Burung-burung finch yang berukuran sedang, yang
dulu diteliti Darwin, ternyata perlahan-lahan memperkecil paruhnya untuk mendapatkan
aneka jenis biji-bijian. Perubahan ini mulai terjadi sekitar duapuluh tahun setelah
kedatangan burung pesaing mereka yang berukuran lebih besar, dan memperebutkan
sumber makanan yang sama.
Perubahan ukuran paruh menunjukkan bahwa spesies yang berkompetisi untuk
mendapatkan makanan dapat mengalami evolusi, demikian kata Peter Grant dari
Princeton University, yang memublikasikan hasil penelitiannya itu pada jurnal Science.
Sedangkan risetnya didanai oleh National Science Foundation. Grant telah mempelajari
burung-burung finch di Kepulauan Galapagos selama beberapa puluh tahun dan pada
mulanya bermaksud meneliti perubahan-perubahan yang terjadi ketika beradaptasi
dengan kekeringan yang turut pula mengubah jenis makanan yang tersedia di sana.

Tahun 1982 pasangan burung-burung finch besar, Geospiza magnirostris, tiba di pulau
itu untuk kawin, dan memulai kompetisi untuk mendapatkan biji-bijian ukuran besar dari
tanaman Tribulus. Burung-burung itu bisa membuka dan makan biji-bijian itu tiga kali
lebih cepat dari burung Geospiza fortis, sehingga menurunkan persediaan biji jenis ini.
Tahun 2003 dan 2004 hujan turun dan kian menipisnya persediaan makanan. Akibatnya
burung finch jenis G. fortisberparuh besar banyak yang mati, dan menyisakan hanya yang
berparuh lebih kecil, yang mampu memakan biji dari tanaman yang lebih kecil dan tak
perlu berkompetisi dengan burung G. magnirostris yang lebih besar.

Dalam teori evolusi Darwin, perubahan itu dikenal dengan istilah character
displacement, yang terjadi ketika seleksi alam yang menghasilkan perubahan
pada generasi berikutnya. Perubahan ini menyebabkan banyaknya jenis burung finch di
Kepuluan Galapagos. Berikut beberapa jenis burung Finch yang hidup di Kepulaun
Galapagos beserta ciri-ciri paruh dan jenis makanannya
1. Platyspiza crassirostriss (burung finch pohon pemakan tumbuhan)
- Pemakan tunas tumbuhan
- Burung finch pohon
- Paruh seperti paruh bebek
2. Camarhynchus pallidus (burung finch pelatuk)
- Pemakan serangga
- Burung finch pohon
- Paruh panjang dan runcing (paruh pematuk)
3. Camarhynchus parvulus (burung finch pemakan serangga kecil)
- Pemakan serangga
- Burung finch pohon
- Paruh penggenggam
4. Camarhynchus psittacula (burung finch pemakan serangga besar)
- Pemakan serangga
- Burung finch pohon
- Paruh penggenggam
5. Certhidea olivacea (burung finch berkicau)
- Pemakan serangga
- Burung finch pohon
- Paruh panjang dan runcing
6. Geospiza scandens
- Pemakan kaktus
- Burung finch tanah
- Paruh panjang dan runcing
7. Geospiza difficilis
- Pemakan benih
- Burung finch tanah
- Paruh tajam untuk menghancurkan makanan
8. Geospiza fuliginosa
- Pemakan benih/biji
- Burung finch tanah
- Paruh tajam untuk menghancurkan makanan.
Suatu bukti untuk kompetisi masa lalu adalah pengamatan bahwa spesies yang sama
tampaknya selalu memperlihatkan beberapa perbedaan relung ketika hidup besama-sama dalam
suatu komunitas. Pola pembagian sumberdaya (resource partitioning), di mana spesies simpatrik
mengkonsumsi makanan yang sedikit berbeda atau mkenggunakan sumberdaya lain dengan cara
yang sedikit berbeda, telah tercatat dengan baik, khususnya pada hewan, terutama kawanan
burung finch ini.
Bukti kedua akan keutamaan kompetisi datang dari pembandingan spesies-spesies yang
berkerabat dengan populasinya kadang-kadang simpatirk dan kadang-kadang allopatrik.
Meskipun populasi allopatrik spesies seperti itu strukturnya mirip dan menggunakan sumberdaya
yang sama, populasi simpatrik sering kali menunjukkan perbedaan dalam struktur tubuh dan
dalam sumber daya yang mereka gunakan. Kecendrungan karakter-karakter agar menjadi lebih
berbeda dalam populasi simpatrik dua spesies dibandingkan dengan dalam populasi allopatrik
dua spesies, disebut pergantian karakter (character displacement).
Burung finch Galapagos memberikan contoh baik mengenai pergantian karakter dalam
ukuran paruh dan, barangkali, dalam biji yang dapat mereka makan secara paling efisien.
Populasi allopatrik Geopiza fuliginosa dan G. fortis memliki paruh yang serupa, tetapi di pulau
di mana kedua spesies ini ditemukan, suatu perbedaan yang signifikan mengenai paruh telah di
evolusikan. Perbedaan ini barangkali memungkinkan kedua spesies itu menghindari kompetisi
dengan cara memekan biji-bijian yang ukurannya beerbeda dan barangkali menunjukkan hantu
yang disebabkan oleh kompetisi masa silam.
Pembagian relung atau sumberdaya di sini sangat erat kaitannya dengan asas persaingan
Gause dimana asas ini memiliki konsekuensi yang sangat penting. Asas Persaingan Gause
berbunyi: kompetisi dsecara terus menerus antara dua spesies akan sangat jarang terjadi di
dalam komunitas alami. Salah satu dari spesies tersebut pasti mengendalikan spesies lain menuju
ke kepunahan atau keterusiran, atau dengan kata lain, seleksi alam akan mengurangi kompetisi di
antara keduanya
Mekanisme perkembangan burung Ficnh
Ketika Darwin berada di kepulauan Galapagos, ia mengamati beberapa makhluk hidup
khususnya hewan memiliki karakteristik yang berbeda dari daerah lainnya. Burung Finch adalah
salah satu yang diamati oleh Darwin, burung finch adalah sejenis burung kecil yang pada daratan
eropa merupakan burung pemakan biji-bijian. Di Kepulauan Galapagos ia mengamati bahwa
terdapat perbedaan karakteristif fisik antara burung yang berhabitat di sini (Galapagos) dengan
burung Finch yang berasal dari daratan Eropa.

Mekanisme perkembangan Burung Finch tersebut adalah :
1. Telah terjadi proses evolusi pada burung finch, yang menyebabkan terjadinya perubahan fisik
burung finch yang terdapat di Kepulauan ini.
2. Perubahan-perubahan ini disebabkan karena adanya seleksi alam yang menyebabkan beberapa
populasi burung finch mengalami perubahan bentuk fisik.
3. Seleksi alam yang terjadi dikarenakan karena minimnya persediaan makanan serta isolasi
geografi yang terjadi.
4. Perubahan fisik yang terjadi meliputi perubahan pada paruh burung yang disesuaikan dengan
jenis makanan yang ada.

5. Proses tersebut telah terjadi dari generasi ke generasi selama ribuan tahun.
6. Proses Adaptasi yang terjadi menyebabkan terjadinya perubahan dalam pewarisan sifat makhluk
hidup terutama burung finch.
Teori yang dikemukakan oleh Darwin, sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh
seorang ahli Ekonomi yang bernama Thomas Robert Maltus (1766 -1834) dalam bukunya Essay
on the principle of population. Ia mengatakan bahwa pertambahan jumlah populasi penduduk
tidak seimbang dengan pertambahan jumlah persediaan makanan. Ia mengatakan bahwa
pertambahan jumlah penduduk lebih besar daripada jumlah pertambahan makanan. Hal tersebut
yang kemudian memberikan inspirasi kepada Darwin, yang kemudian berpendapat bahwa setiap
makhluk hidup berjuang untuk hidup. Pendapatnya ini merupakan awal dari pemikiran tentang
adanya mekanisme seleksi alam dalam proses evolusi.
Pengaruh Sumber daya alam terhadap perkembangan Burung Ficnh
Paruh burung finch (sejenis burung manyar) menjadi topik pemikiran Darwin yang
mendasari evolusi teorinya. Ketika berada di kepulauan Galapagos, bagian dari ekspedisi HMS
Beagle, Darwin melihat bahwa paruh burung finch berbeda-beda, tergantung dari pulau mana
asalnya. Ini adalah salah satu contoh bagaimana burung finch menyesuaikan diri dengan kondisi
pulau yang berbeda-beda. Contohnya, di pulau yang satu, paruh burung finch kuat dan pendek
dan cocok untuk memecahkan kulit kacang yang keras. Di pulau lainnya, paruh burung finch
sedikit lebih panjang dan lebih tipis, cocok untuk mengisap jenis makanan yang berada di pulau
itu. Hal ini membuat Darwin berpikir akan suatu kemungkinan bahwa burung finch tidak
diciptakan begitu saja, melainkan melalui proses adaptasi.

Waktu adalah faktor penting dalam evolusi. Proses evolusi memerlukan waktu yang sangat lama.
Menurut Darwin, ada dua mekanisme yang mendasari evolusi. Pertama, proses evolusi
membawa spesies yang ada untuk berinteraksi dengan kondisi ekologinya. Contohnya, karena
hasi evolusi, beberapa burung mempunyai paruh yang hanya bisa dipakai untuk menghisap madu
bunga. Selama bunga itu masih tersedia, burung ini akan hidup.
Tetapi, bila bunga ini, karena sesuatu hal, punah, maka burung itu kemungkinan besar
akan punah juga. Mekanisme yang kedua adalah kelahiran spesies baru dari hasil variasi di
spesies yang ada. Ini terjadi bila suatu group makhluk hidup menjadi terpisah dan pada akhirnya
mempunyai gaya hidup yang sangat berbeda. Contoh klasik adalah burung finch di atas. Asal
mulanya, nenek moyang burung dari bermacam pulau di Galapagos adalah berasal dari daratan
Amerika Selatan. Karena bertebaran di bermacam pulau, burung ini akhirnya mengembangkan
gaya hidup yang
berbeda-beda. Waktu (melalui banyak generasi burung) dan perjuangan untuk hidup
(survival) adalah dua hal yang dibutuhkan untuk melahirkan generasi baru burung finch. Waktu
yang lebih panjang lagi dan melalui proses yang sama, menurut Darwin akan dapat menjelaskan
evolusi dari semua makhluk hidup di muka bumi yang berasal dari satu common ancestor.
Keragaman burung finch di Pulau Galapagos menginspirasi Charles Darwin untuk
mengembangkan konsep evolusi yang mendasarkan pada seleksi alam. Namun hal tersebut
benar-benar terbukti dan berhasil diamati. Salah satu spesies burung finch darat yang berukuran
sedang memilih untuk mengembangkan paruh yang berukuran kecil. Hal tersebut dilakukan
setelah daerah jelajahnya kedatangan burung pesaing yang lebih besar dalam 20 tahun terakhir.
"Perubahan ukuran paruh menunjukkan bahwa persaingan untuk memperoleh jenis makanan
dapat mendorong evolusi," kata penelitinya Peter Grant dari Universitas Princeton. Paruh yang
kecil akan lebih menguntungkan karena dapat digunakan untuk memangsa biji-bijian yang lebih
kecil. Penemuan ini sangat berharga sebab perubahan makhluk hidup karena persaingan jarang
bisa diamati.
"Umumnya, perubahan fisik dapat diamati pada makhluk hidup yang berpindah habitat
atau mengalami perubahan iklim sehingga harus menemukan sumber makanan baru," kata
Robert C. Fleischer, seorang pakar genetika di Museum Sejarah Alam dan Kebun Binatang
Nasional Smithsonian. Menurut Fleischer, ini merupakan kasus evolusi mikro yang berhasil
didokumentasikan. Grant mempelajari burung finch darat berukuran sedang dari jenis Geospiza
fortis yang sebelumnya tidak menghadapi persaingan untuk mendapatkan makanan berukuran
kecil maupun besar. Pada 1982, populasi burung finch darat yang berukuran lebih
besar, Geospiza magnirostris, masuk ke wilayah tersebut.

Burung finch yang berukuran lebih besar memangsa biji-bijian berukuran besar dari
tumbuhan Tribulus. Karena memiliki paruh lebih besar, Geospiza magnirostris dapat memecah
biji-bijian yang berukuran besar tiga kali lebih cepat daripada finch yang berukuran sedang. Biji-
bijian besar yang merupakan sumber makanan finch berukuran sedang mulai berkurang. Apalagi,
curah hujan tahunan sangat rendah sepanjang 2003 dan 2004. Tingkat kematian spesies Geospiza
fortis yang memiliki paruh relatif besar meningkat sehingga populasi yang tersisa hanya yang
memiliki paruh kecil yang dapat memecah biji-bijian kecil. Selain itu, finch dengan paruh kecil
tidak perlu bersaing dengan Geospiza magnirostris yang hanya mencari biji-bijian besar.
Begitulah proses evolusi yang disebut pergeseran karakter di mana seleksi alam akan
menghasilkan perubahan bagi generasi berikutnya. Grant melaporkan hasil pengamatannya
dalam jurnal Science.


3. Contoh-contoh kategori spesies menurut IUCN (7)
a. Extinct (EX; Punah) adalah status konservasi yag diberikan kepada spesies yang
terbukti (tidak ada keraguan lagi) bahwa individu terakhir spesies tersebut sudah
mati. Dalam IUCN Redlist tercatat 723 hewan dan 86 tumbuhan yang berstatus
Punah. Contoh satwa Indonesia yang telah punah diantaranya adalah; Harimau Jawa
dan Harimau Bali.
b. Extinct in the Wild (EW; Punah Di Alam Liar) adalah status konservasi yang
diberikan kepada spesies yang hanya diketahui berada di tempat penangkaran atau di
luar habitat alami mereka. Dalam IUCN Redlist tercatat 38 hewan dan 28 tumbuhan
yang berstatus Extinct in the Wild.
c. Critically Endangered (CR; Kritis) adalah status konservasi yang diberikan kepada
spesies yang menghadapi risiko kepunahan di waktu dekat. Dalam IUCN Redlist
tercatat 1.742 hewan dan 1.577 tumbuhan yang berstatus Kritis. Contoh satwa
Indonesia yang berstatus kritis antara lain; Harimau Sumatra, Badak Jawa, Badak
Sumatera, Jalak Bali, Orangutan Sumatera, Elang Jawa, Trulek Jawa, Rusa Bawean.
d. Endangered (EN; Genting atau Terancam) adalah status konservasi yang diberikan
kepada spesies yang sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar yang tinggi
pada waktu yang akan datang. Dalam IUCN Redlist tercatat 2.573 hewan dan 2.316
tumbuhan yang berstatus Terancam. Contoh satwa Indonesia yang berstatus
Terancam antara lain; Banteng, Anoa, Mentok Rimba, Maleo, Tapir,
Trenggiling,Bekantan, dan Tarsius.
e. Vulnerable (VU; Rentan) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies
yang sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar pada waktu yang akan datang.
Dalam IUCN Redlist tercatat 4.467 hewan dan 4.607 tumbuhan yang berstatus
Rentan. Contoh satwa Indonesia yang berstatus Terancam antara lain; Kasuari, Merak
Hijau, dan Kakak Tua Maluku.
f. Near Threatened (NT; Hampir Terancam) adalah status konservasi yang diberikan
kepada spesies yang mungkin berada dalam keadaan terancam atau mendekati
terancam kepunahan, meski tidak masuk ke dalam status terancam. Dalam IUCN
Redlist tercatat 2.574 hewan dan 1.076 tumbuhan yang berstatus Hampir Terancam.
Contoh satwa Indonesia yang berstatus Terancam antara lain; Alap-alap Doria, Punai
Sumba,
g. Least Concern (LC; Berisiko Rendah) adalah kategori IUCN yang diberikan untuk
spesies yang telah dievaluasi namun tidak masuk ke dalam kategori manapun. Dalam
IUCN Redlist tercatat 17.535 hewan dan 1.488 tumbuhan yang berstatus Contoh
satwa Indonesia yang berstatus Terancam antara lain; Ayam Hutan Merah, Ayam
Hutan Hijau, dan Landak.
h. Data Deficient (DD; Informasi Kurang), Sebuah takson dinyatakan informasi
kurang ketika informasi yang ada kurang memadai untuk membuat perkiraan akan
risiko kepunahannya berdasarkan distribusi dan status populasi. Dalam IUCN Redlist
tercatat 5.813 hewan dan 735 tumbuhan yang berstatus Informasi kurang. Contoh
satwa Indonesia yang berstatus Terancam antara lain; Punggok Papua, Todirhamphus
nigrocyaneus,
i. Not Evaluated (NE; Belum dievaluasi); Sebuah takson dinyatakan belum dievaluasi
ketika tidak dievaluasi untuk kriteria-kriteria di atas. Contoh satwa Indonesia yang
berstatus Terancam antara lain; Punggok Togian,

Anda mungkin juga menyukai