Anda di halaman 1dari 35

STRUKTUR BETON BERTULANG

( Karakteristik, Fungsi, Bahan Pembentuknya,dan Sifat dari


Beton dan Baja )
Dosen:
Eka Purnamasari, ST.,MT
NIDN:
1102018801
Oleh:
KELOMPOK GENAP
KELAS REGULER PAGI BANJARBARU

PRODI S1 TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD
AL BANJARY
Oktober
2017
Anggota:
- ASILATIN NORJALIDAH
- SINTHYA LISNI EKA PUTRI
- DIRAHESTI
- SA’ADDAH
- M. ABE RIZKY NORZAIM
BETON
Karakteristik Dari Sifat Mekanik Beton

1. Pengertian dasar mengenai beton


Karakteristik dari sifat mekanik beton
Kuat tekan beton : Kemampuan beton untuk menerima gaya tekan per satuan luas dan
dinyatakan dengan Mpa. Kuat tekan beton (f’c) dilakukan dengan melakukan uji silinder beton
dengan ukuran diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Pada umur 28 hari dengan tingkat
pembebanan tertentu. Selama periode 28 hari silinder beton ini biasanya ditempatkan dalam
sebuah ruangan dengan temperatur tetap dan kelembapan 100%.
Modulus elastisitas beton : Perbandingan antara tegangan dan regangan beton. Beton tidak
memiliki modulus elastisitas yang pasti. Nilainya bervariasi tergantung dari kekuatan beton,
umur beton, jenis pembebanan, dan karakteristik dan perbandingan semen dan agregat. Peraturan
ACI menyebutkan bahwa rumus untuk menghitung modulus elastisitas beton yang memiliki
berat beton (wc) berkisar dari 1500-2500 .

Dimana :

wc : berat beton (Kg/m3)

fc’ : mutu beton (Mpa)

Ec : modulus elastisitas (Mpa)

Dan untuk beton dengan berat normal beton yang berkisar 2320 Kg/m3

Kuat tarik beton : Kuat tarik beton bervariasi antara 8% sampai 15% dari kuat tekannya. Alasan
utama dari kuat tarik yang kecil ini adalah kenyataan bahwa beton dipenuhi oleh retak-retak
halus. Retak-retak ini tidak berpengaruh besar bila beton menerima beban tekan karena beban
tekan menyebabkan retak menutup sehingga memungkinkan terjadinya penyaluran tekanan. Jelas
ini tidak terjadi bila balok menerima beban tarik. Meskipun biasanya diabaikan dalam
perhitungan desain, kuat tarik tetap merupakan sifat penting yang mempengaruhi ukuran beton
dan seberapa besar retak yang terjadi. Selain itu, kuat tarik dari batang beton diketahui selalu
akan mengurangi jumlah lendutan. (Karena kuat tarik beton tidak besar, hanya sedikit usaha
yang dilakukan untuk menghitung modulus elastisitas tarik dari beton.

Poisson’s ration : Ketika sebuah beton menerima beban tekan, silinder tersebut tidak hanya
berkurang tingginya tetapi juga mengalami ekspansi (pemuaian) dalam arah lateral.
Perbandingan ekspansi lateral dengan pendekatan longitudinal ini disebut sebagai Perbandingan
Poisson (Poisson’s ratio). Nilainya bervariasi mulai dari 0,11 untuk beton mutu tinggi dan 0,21
untuk beton mutu rendah, dengan nilai rata-rata 0,16. Sepertinya tidak ada hubungan langsung
antara nilai perbandingan ini dengan nilai-nilai, seperti perbandingan air-semen, lamanya
perawatan, ukuran agregat, dan sebagainya.
Shringkage pada beton : Susut adalah perubahan volume yang tidak berhubungan dengan beban
atau berkurangnya volume elemen beton jika terjadi kehilangan uap air karena penguapan.
Proses susut pada beton akan menimbulkan deformasi yang umumnya akan bersifat menambah
deformasi rangkak.
Creep pada beton : Rangkak (creep) adalah penambahan regangan terhadap waktu akibat adanya
beban yang bekerja. Rangkak timbul dengan intensitas yang semakin berkurang setelah selang
waktu tertentu dan kemudian berakhir setelah beberapa tahun.

Karakteristik beton:
 Beton tidak dapat dipergunakan pada elemen kontruksi yang memikul momen lengkung
atau tarikan
 Beton sangat lemat dalam menerima gaya Tarik, sehingga akan terjadi retak yang makin
lama makin besar
 Proses kimia pengikatan semen dengan air menghasilkan panas dan dikenal dengan
proses hidrasi
 Kelebihan air dari jumlah yang dibutuhkan akan menyebabkan butiran semen berjarak
semakin jauh sehingga beton dapat dipadatkan dengan mudah
 Selama proses pengerasan campuran beton, kelembaban beton harus dipertahankan untuk
mendapatkan hasil yang direncanakan
 Setelah 28 hari, beton akan mencapai kekuatan penuh dan elemen konstruksi akan
mampu memikul beban luar yang bekerja padanya
 Untuk menjaga keretakan yang lebih lanjut pada suatu penampang balok, maka dipasang
tulangan baja pada daerah yang tertarik

Perbedaan High strength concrete dan high performance concrete


High strength concrete : 1. Tidak mengandung bahan-bahan daur ulang, 2. Beton mutu tinggi
didefinisikan sebagai betonyang memiliki kuat tekan tertentu untukdesain dari 41 MPa atau
lebih
High performance concrete : 1. Biasanya mengandung bahan-bahan daur ulang. 2. Beton kinerja
tinggi (HPC) telah didefinisikansebagai beton yang memiliki workability yangtinggi, kekuatan
tinggi, dan daya tahan tinggi

Kelebihan dan kekurangan dari material beton

Kelebihan :

 Beton memiliki kuat tekan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan
bahan lain.
 Beton mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan air, bahkan merupakan bahan
struktur terbaik untuk bangunan yang banyak bersentuhan dengan air. Pada peristiwa
kebakaran dengan intensitas rata-rata, batang-batang struktur dengan ketebalan penutup
beton yang memadai sebagai pelindung tulangan hanya mengalami kerusakan pada
permukaannya saja tanpa mengalami keruntuhan.
 Dibandingkan dengan bahan lain, beton memiliki usia layan yang sangat panjang. Dalam
kondisi-kondisi normal, struktur beton bertulang dapat digunakan sampai kapan pun
tanpa kehilangan kemampuannya untuk menahan beban. Ini dapat dijelaskan dari
kenyataannya bahwa kekuatan beton tidak berkurang dengan berjalannya waktu bahkan
semakin lama semakin bertambah dalam hitungan tahun, karena lamanya proses
pemadatan pasta semen.
 Beton biasanya merupakan satu-satunya bahan yang ekonomis untuk pondasi tapak,
dinding basement, tiang tumpuan jembatan, dan bangunan-bangunan semacam itu.
 Salah satu ciri khas beton adalah kemampuannya untuk dicetak menjadi bentuk yang
sangat beragam, mulai dari pelat, balok, dan kolom yang sederhana sampai atap kubah
dan cangkang besar.
 Di sebagian besar daerah, beton terbuat dari bahan-bahan lokal yang murah (pasir,
kerikil, dan air) dan relatif hanya membutuhkan sedikit semen dan tulangan baja, yang
mungkin saja harus didatangkan dari daerah lain.
 Keahlian buruh yang dibutuhkan untuk membangun konstruksi beton bertulang lebih
rendah bila dibandingkan dengan bahan lain seperti struktur baja

Kekurangan :

 Beton mempunyai kuat tarik yang rendah sehingga mudah retak, oleh karena itu
diperlukan baja tulangan untuk menahannya.
 Beton segar mengerut saat pengeringan dan beton keras mengembang jika basah
sehingga dilatasi (construction joint) perlu diadakan pada beton yang berdimensi besar
untuk memberi tempat bagi susut pengerasan dan pengembangan beton.
 Beton dapat mengembang dan menyusut bila terjadi perubahan suhu, sehingga perlu
dibuat dilatasi untuk mencegah terjadinya retak-retak akibat perubahan suhu.
 Beton sulit untuk kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, dan air
yang membawa garam dapat merusak beton.
 Beton bersifat getas sehingga harus dihitung dan didetail secara seksama agar setelah
dikombinasikan dengan baja tulangan menjadi bersifat daktail.

2. Tipe keruntuhan pada beton bertulang :

a. Compression Failure (Keruntuhan Tekan) :

Keruntuhan tekan terjadi bila presentasi baja tulangan suatu penampang balok relatif besar
(balok perkuatan berlebihan, overrinforced beams), sehingga tegangan di serat beton lebih dulu
mencapai kapasitas maksimumnya sebelum tegangan leleh maksimum tulangan baja tercapai.
Pada tahap ini, regangan baja tulangan , dan regangan beton . Keruntuhan terjadi di daerah tekan
beton, terjadi secara tiba-tiba dan disertai ledakan bunyi ledakan beton hancur, dan sebulumnya
tidak ada tanda-tanda berupa defleksi yang besar.
b. Tension Failure (Keruntuhan Tarik)

Keruntuhan tarik akan terjadi bila presentase baja tulangan suatu penampang balok relative kecil
(balok perkuatan kurang, underreinforced beams) sehingga tulangan akan lebih dahulu mencapai
tegangan lelehnya sebelum tegangan tekan beton mencapai maksimum. Pada tahap ini, regangan
baja tulangan , dan regangan beton dan akan terus berlanjut hingga . Tanda-tanda keruntuhan ini
adalah timbulnya retak-retak pada daerah tarik.

c. Balance Failure (Keruntuhan Seimbang)

Keruntuhan seimbang terjadi apabila beton maupun baja tulangan mencapai regangan dan
tegangan maksumumnya secara bersama, keruntuhan ini terjadi secara serentak.

Dari ketiga tipe keruntuhan di atas, keruntuhan tarik (Tension Failure) digunakan dalam
mendesain beton bertulang, dengan dasar factor keselamatan
Macam-macam Jenis Beton dan Fungsinya

Beton adalah bahan bangunan yang terbuat dari campuran antara agregat dan bahan pengikat.
Beton banyak dipilih karena memiliki kekuatan yang kokoh, permukaannya rata, serta bertekstur
halus. Dengan kekuatan yang sama, biaya pembuatan konstruksi beton bahkan jauh lebih murah
daripada konstruksi besi dan baja.

Berdasarkan fungsi dan kegunaannya, jenis beton dapat dibedakan menjadi sepuluh macam. Di
antaranya yaitu beton mortar, beton ringan, beton non-pasir, beton hampa, beton bertulang, beton
pra-tegang, beton pra-cetak, beton massa, beton siklop, dan beton serat.

1. Beton Mortar

Bahan baku pembuatan beton mortar terdiri atas mortar, pasir, dan air. Ada tiga ragam mortar
yang sering digunakan antara lain semen, kapur, dan lumpur. Beton mortar semen yang
dipasangi anyaman tulangan baja di dalamnya dikenal sebagai ferro cement. Beton ini memiliki
kekuatan tarik dan daktilitas yang baik.

2. Beton Ringan

Sesuai namanya, beton ringan dibuat dengan memakai agregat yang berbobot ringan. Beberapa
orang juga kerap menambahkan zat aditif yang bisa membentuk gelembung-gelembung udara di
dalam beton. Semakin banyak jumlah gelembung udara yang tersimpan pada beton, maka pori-
porinya pun akan semakin bertambah sehingga ukurannya juga bakal kian membesar. Hasilnya,
bobot beton tersebut lebih ringan daripada beton lain yang memiliki ukuran sama persis. Beton
ringan biasanya diaplikasikan pada dinding non-struktur.

3. Beton Non-Pasir

Proses pembuatan beton non-pasir sama sekali tidak menggunakan pasir, melainkan hanya
kerikil, semen, dan air. Hal ini menyebabkan terbentuknya rongga udara di celah-celah kerikil
sehingga total berat jenisnya pun lebih rendah. Karena tidak memakai pasir, kebutuhan semen
pada beton ini juga lebih sedikit. Penggunaan beton non-pasir misalnya pada struktur ringan,
kolom dan dinding sederhana, bata beton, serta buis beton.

4. Beton Hampa

Disebut hampa karena dalam pembuatannya dilakukan penyedotan air pengencer adukan beton
memakai vacuum khusus. Akibatnya beton pun hanya mengandung air yang telah bereaksi
dengan semen saja sehingga memiliki kekuatan yang sangat tinggi. Tak heran, beton hampa
banyak sekali dimanfaatkan dalam pendirian bangunan-bangunan pencakar langit.

5. Beton Bertulang

Beton bertulang tercipta dari perpaduan adukan beton dan tulangan baja. Perlu diketahui, beton
mempunyai sifat kuat terhadap gaya tekan, tetapi lemah dengan gaya tarik. Oleh karena itu,
tulangan baja sengaja ditanamkan ke dalamnya agar kekuatan beton tersebut terhadap gaya tarik
meningkat. Beton bertulang biasanya dipasang pada struktur bentang lebar seperti pelat lantai,
kolom bangunan, jalan, jembatan, dan sebagainya.

6. Beton Pra-Tegang

Pada dasarnya, pembuatan beton pra-tegang mirip sekali dengan beton bertulang. Perbedaan tipis
hanyalah terletak pada tulangan baja yang bakal dimasukkan ke beton harus ditegangkan terlebih
dahulu. Tujuannya supaya beton tidak mengalami keretakan walaupun menahan beban lenturan
yang besar. Penerapan beton pra-tegang juga banyak dilakukan untuk menyangga struktur
bangunan bentang lebar.

7. Beton Pra-Cetak

Beton yang dicetak di luar area pengerjaan proyek pembangunan disebut beton pra-cetak. Beton
ini memang sengaja dibuat di tempat lain agar kualitasnya lebih baik. Selain itu, pemilihan beton
tersebut juga kerap didasari pada sempitnya lokasi proyek dan tidak adanya tenaga yang tersedia.
Beton pra-cetak biasanya diproduksi oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang
pembangunan dan pengadaan material.

8. Beton Massa

Beton massa yaitu beton yang dibuat dalam jumlah yang cukup banyak. Penuangan beton ini
juga sangat besar di atas kebutuhan rata-rata. Begitu pula dengan perbandingan antara volume
dan luas permukaannya pun sangat tinggi. Pada umumnya, beton massa memiliki dimensi yang
berukuran lebih dari 60 cm. Beton ini banyak diaplikasikan pada pembuatan pondasi besar, pilar
bangunan, dan bendungan.

9. Beton Siklop

Beton siklop merupakan beton yang menggunakan agregat cukup besar sebagai bahan pengisi
tambahannya. Ukuran penampang agregat tersebut berkisar antara 15-20 cm. Bahan ini lantas
ditambahkan ke adukan beton normal sehingga dapat meningkatkan kekuatannya. Beton siklop
seringkali dibangun pada bendungan, jembatan, dan bangunan air lainnya.

10. Beton Serat

Secara prinsip, beton serat dibuat dengan menambahkan serat-serat tertentu ke dalam adukan
beton. Contoh-contoh serat yang lumrah dipakai di antaranya asbestos, plastik, kawat baja,
hingga tumbuh-tumbuhan. Penambahan serat dimaksudkan untuk menaikkan daktailitas pada
beton tersebut sehingga tidak mudah mengalami keretakan.
BAHAN PEMBENTUK BETON

Secara umum beton tersusun dari tiga bahan pembentuk yaitu: SEMEN,AGREGAT HALUS
(PASIR), AGREGAT KASAR (KORAL,BATU PECAH/SPLIT), AIR, BAHAN TAMBAHAN
KIMIA (JIKA DIPERLUKAN)
SEMEN
1. Semen Non-Hidrolik adalah semen yang tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air.
Contoh jenis semen ini adalah kapur.

2. Semen Hidrolik, Semen yang mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam
air. Contoh semen jenis ini antara lain:kapur hidrolik, semen pozollan, dan semen portland

2.1.Kapur hidrolik,
a. Bahan Kapur hidrolik sebagian besar (65-75%) terbuat dari batu gamping yaitu kalsium
karbonat beserta bahan pengkutnya:silika, alumunium, magnesia dan oksida besi.
b. Cara pembuatannya Batu kapur yang mengandung silika dan lempung dibakar sampai menjadi
klinker dan mengandung cukup kapur dan silika untuk menghasilkan kapur hidrolik yang
berbentuk kapur tohor setelah berhubungan dengan air.
c. Sifat-Sifat Kapur Hidrolik Kapur hidrolik bersifat hidrolik, namun tidak cocok untuk
bangunan-bangunan di dalam air,karena dalam proses pengerasannya membutuhkan udara.

Sifat umum kapur hidrolik adalah:


1. Kekuatannya rendah
2. Berat jenis rata-rata 1000 kg/m3
3. Bersifat hidrolik 4. Dapat terbawa arus, dll.

2.2. Semen Pozollan Semen Pozollan adalah bahan ikat yang mengandung silika amorf, bila
dicampur dengan kapur dan air akan membentuk benda padat dan keras. Bahan yang tergolong
pozollan antara lain: teras, semen merah,abu terbang, dan bubukan terak tanur tinggi (SK. SNI T-
15-1990-03:2)
2.3. Semen Portland Menurut ASTM C-150-1985, semen portland adalah semen hidrolik yang
dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya
terdiri dari satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-
sama dengan bahan utamanya.

Semen portland yang digunakan di Indonesia harus memenuhi syarat SII.0013-81 atau Standar
Uji Bahan Bangunan Indonesia 1986. Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak
digunakan dalam pembangunan fisik di sektor pekerjaan sipil. SIFAT DAN KARAKTERISTIK
SEMEN PORTLAND Semen dapat dibedakan berdasarkan susunan kimianya dan kehalusan
butirnya. Perbandingan bahan-bahan utama penyusun semen portaland adalah: kapur (CaO)
sekitar 60-65%, silika (SiO2) sekitar 20-25%, dan oksida besi serta alumunium (Fe2O3 dan
Al2O3) sekitar 7-12%.

Sifat semen dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sifat fisika dan sifat kimia.
1. Sifat Fisika Sifat-sifat fisika semen portland meliputi kehalusan butir, waktu pengikatan,
kekuatan tekan, panas hidrasi dll. - Kehalusan Butir (fineness) Kehalusan butir semen akan
berpengaruh pada proses hidrasi, waktu pengikatan (setting time), makin halus butiran semen,
maka proses hidrasinya semakin cepat, sehingga kekuatan awal tinggi tetapi kekuatan akhir akan
berkurang. Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya Bleeding.
- Kepadatan (density) Berat jenis semen yang disyaratkan oleh ASTM adalah 3.15 Mg/m3
=3,150.00 kg/m3. Berat jenis semen berpengaruh pada proporsi semen dalam campuran beton.
Pengujian berat jenis semen dapat dilakukan dengan alat “Turbidimeter” dari Wagner. -
Waktu Pengikatan (setting time) Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk
mengeras, terhitung sejak berekasinya air dan menjadi pasta semen cukup kaku menahan tekan. -
Panas Hidrasi Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen bereaksi dengan air.
Dalam pelaksanaan, perkembangan panas ini dapat menimbulkan retakan pada saat
pendinginan.Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan pendinginan melalui perawatan
(curing) pada saat pelaksanaan.

2. Sifat Kimia. Komposisi kimia pada semen portland akan berpengruh pada sifatnya. Di
Indonesia tipe semen portland dibedakan menjadi lima (SK SNI T-15-1990-03:2) sebagai
berikut: - Tipe I, semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persayatan
khusus seperti jenis-jenis lainnya. - Tipe II, semen portland yang dalam penggunaannya
memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.

- Tipe III, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan awal yang tinggi
dalam fase permulaan setalah pengikatan terjadi. - Tipe IV, semen portland yang dalam
penggunaannya memerlukan panas hidrasi rendah - Tipe V, semen portland yang dalam
penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat.

AGREGAT (BUTIRAN)
Dari pengalaman menunjukkan bahwa kandungan agregat dalam campuran beton sangat tinggi
sekitar 60-70% dari berat campuran beton. Walaupun agregat hanya berfungsi sebagai pengisi
tetapi karena komposisinya cukup tinggi, maka karaktiristik agregat perlu dipelajari. Agregat
yang dipergunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam dan agregat buatan
(artificial aggregates). Secara umum agregat dapat dibedakan menurut ukuran butirnya, yaitu
agregat kasar dan agregat halus. Di dalam (SK SNI T-15-1990-03:1) disebutkan bahwa, - agregat
halus adalah pasir alam sebagai hasil desintegarsi secara “alami” dari batu atau pasir yang
dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 5,0 mm.

-agregat kasar, adalah kerikil sebagai hasil disintergarasi secara “alami” dari batu atau batu
pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 540 mm.

AIR
Air yang dipakai untuk membuat campuran beton dan perawatan beton setelah mengeras harus
memenuhi syarat sebagai berikut: 4. Air tawar yang dapat diminum, 5. Air yang bersih dan tidak
mengandung minyak, asam, alkali, garam, zat organis atau bahan yang lain yang dapat merusak
beton atau tulangan.

BAHAN TAMBAHAN KIMIA


Bahan tambahan kimia adalah semua bahan yang ditambahkan pada saat pembuatan spesi
beton,dengan tujuan memperbaiki sifat-sifat tertentu campuran beton. Secara umum dapat
diuraikan bahwa semua pekerjaan untuk berbagai jenis konstruksi sebaiknya mempunyai sifat-
sifat sebagai berikut: g. bahan-bahan beton mudah dicampur h. Spesi beton mudan dilaksakan
pengecorannya i. Mempunyai kekuatan tekan hancur yang tinggi j. Mudah diselesaikan k.
Mempunyai kerapatan yang baik terhadap air

f. mempunyai ketahanan terhadap pengaruh kerusakan g. Mempunyai keawetan yang cukup


lama Untuk memenuhi ketentuan di atas, maka dalam pelaksanaan pencampuran bahan-bahan
beton sering diberi bahan tambahan kimia (chemical addmixture) (ASTM C494-91) seperti di
bawah ini: Type A:--- Water reducing admixture, bahan tambahan mengurangi jumlah air
pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu. Type B:---
Retarding admixture, adalah bahan tambahan kimia yang berfungsi menghambat pengkatan
beton. Type C:--- Accelerating admixture, adalah bahan tambahan kimia yang berfungsi
mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton. Type D: -- Water reducing
and retarding admixture, adalah bahan tambahan yang berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah
air pencampuran dan menghambat pengikatan beton. Type E:--- Water reducing and accelerating
admixture Type F:--- Water reducing, high range admixture Type G:--- Water reducing, high
range and retarding admixture
Sifat - Sifat Beton
Sifat-sifat beton perlu diketahui untuk mendapatkan mutu beton yang diharapkan sesuai tuntutan
konstruksi dan umur bangunan yang bersangkutan. Pada saat segar atau sesaat setelah dicetak,
beton bersifat plastis dan mudah dibentuk. Sedang pada saat keras, beton memiliki kekuatan
yang cukup untuk menerima beban. Sifat beton segar yang baik sangat mempengaruhi
kemudahan pengerjaan sehingga menghasilkan beton dengan berkualitas baik. Adapun sifat-sifat
beton segar adalah :
1. Workabilitas
Sifat ini merupakan ukuran dari tingkat kemudahan campuran untuk diaduk, diangkut, dituang
dan dipadatkan tanpa menimbulkan pemisahan bahan susunan pembentuk beton. Taiji saji (1984)
menguraikan bahwa sifat workabilitas beton segar ditandai dengan enam karakter yaitu :
konsistensi, plasticity (plastisitas), placeability (kemudahan dituang), flowability (keenceran),
finishability (kemudahan dirapikan), dan pumpability (kemudahan dipompa). Sedang Newman
dalam Murdock (1999) menuliskan bahwa sekurang-kurangnya tiga sifat yang terpisah dalam
mendefinisikan sfat ini, yaitu:
a. Kompakbilitas, kemudahan beton dipadatkan
b. Mobilitas, kemudahan beton mengalir dalam cetakan
c. Stabilitas, kemampuan beton untuk tetap sebagai massa yang homogen, koheren dan stabil
selama dikerjakan atau dipadatkan.
Tingkat kompakbilitas campuran tergantung pada nilai faktor air semennya. Semakin kecil nilai
faktor air semen, adukan beton semakin kental dan kaku sehingga makin sulit untuk dipadatkan.
Sebaliknya semakin besar nilai faktor air semen adukan beton semakin encer dan semakin sulit
untuk mengikat agregat sehingga kekuatan beton yang dihasilkan semakin rendah.
Pengamatan workabilitas beton di lapangan pada umumnya dilakukan dengan slump test.
Pengetesan ini merupakan petunjuk dari sifat mobilitas dan stabilitas beton. Neville (1981)
menuliskan bahwa slump test bermanfaat untuk mengamati variasi keseragaman campuran. Pada
beton biasa, pengujian slump dilakukan untuk mencatat konsistensi dalam satuan mm penurunan
benda uji beton segar selama pengujian.
Selain itu workabilitas dapat juga diamati dengan mengukur faktor kepadatan, yaitu rasio antara
berat aktual beton dalam silinder dengan berat beton dalam kondisi padat pada silinder yang
sama. Faktor kepadatan memberikan indikasi bahwa tingkat kemampuan beton tersebut
dipadatkan.
Murdock (1986) membuat suatu hubungan antara tingkat workabilitas, nilai slump dan faktor
kepadatan adukan sebagai berikut :
Tabel Hubungan tingkat workabilitas, nilai slump dan tingkat kepadatan adukan
Tingkat Workabilitas Nilai Slump Faktor Kepadatan
Sangat rendah 0 – 25 0.8 – 0.87
Rendah sampai sedang 25 – 50 0.87 – 0.93
Sedang sampai tinggi 50 – 100 0.93 – 0.95
Tinggi 100 – 175 > 0.95
Pengukuran workabilitas pada mortar beton dilakukan dengan pemeriksaan meja getar (flow
tabel) sesuai dengan ASTM C124-39. Hasil test ini menunjukkan konsistensi mortar dengan
mengukur tingkat penyebaran campuran ketika menerima sentakan pada flow table selama 15
kali dalam 15 detik. Nilai fluiditas didefinisikan sebagai peningkatan diameter penyebaran
mortar segar (D dalam cm) dikurangi diameter sebelumnya (10 cm), secara matematis rumus
fluiditas adalah sebagai berikut :
Flow = D - 10 x 100/10
Untuk mortar beton normal nilainya antara 0 – 150%.
2. Bleeding
Bleeding adalah pengeluaran air dari adukan beton yang disebabkan oleh pelepasan air dari pasta
semen. Sesaat setelah dicetak, air yang terkandung di dalam beton segar cenderung untuk naik ke
permukaan. Selanjutnya Power dalam Neville (1981) berpendapat bahwa naiknya air ke
permukaan dan bersamaan dengan turunnya bahan ke dasar disebabkan oleh pengaruh gravitasi
akibat berat sendiri sebagai fenomena alamiah atau proses “specific sedimentation“.
Adapun penyebab bleeding menurut Neville (1981:224) adalah ketidakmampuan bahan padat
campuran untuk menangkap air pencampur. Ketika bleeding sedang berlangsung, air campuran
terjebak di dalam kantong-kantong yang terbentuk antara agregat dan pasta semen (matriks).
Sesudah bleeding selesai dan beton mengeras, kantong-kantong menjadi kering ketika
berlangsung perawatan dalam keadaan kering. Akibatnya apabila ada tekanan, kantong-kantong
tersebut menjadi penyebab mudahnya retak pada beton, karena kantong-kantong hanya berisi
udara dan bahan lembut semacam debu halus.
Bleeding dihitung dengan cara menghitung banyaknya air yang keluar dari sampel beton segar
sesaat setelah dicetak. Prosedur pemeriksaan diatur dalam ASTM C232-58 (1966). Banyaknya
bleeding adalah volume air (ml) yang keluar dari suatu luasan permukaan beton (A) atau secara
matematis ditulis :
Bleeding = V/A...........................(ml/cm2)............................... (2)
3. Segregasi
Segregasi adalah kecenderungan pemisahan bahan-bahan pembentuk beton. Neville (1981:223)
meuliskan bahwa terdapat dua bentuk segregasi beton segar yaitu :
b. Partikel yang lebih kasar cenderung memisahkan diri dari partikel yang lebih halus.
c. Terpisahnya air semen dari adukan.
Segregasi sangat besar pengaruhnya terhadap sifat beton keras. Jika tingkat segregasi beton
sangat tinggi, maka ketidaksempurnaan konstruksi beton juga tinggi. hal ini dapat berupa
keropos, terdapat lapisan yang lemah dan berpori, permukaan nampak bersisik dan tidak merata
Murdock (1986) menuliskan bahwa segregasi disebabkan oleh :
- Penggunaan air pencampur yang terlalu banyak
- Gradasi agregat yang jelek
- Kurangnya jumlah semen
- Cara pengelolaan yang tidak memenuhi syarat.
Pada saat keras, beton diharapkan mampu memikul beban sehingga sifat yang utama dimiliki
oleh beton adalah kekuatannya.
1. Kekuatan
Kekuatan beton terutama dipengaruhi oleh banyaknya air dan semen yang digunakan atau
tergantung pada faktor air semen dan derajat kekompakannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kekuatan beton :
- Perbandingan berat air dan semen
- Type dan gradasi agregat
- Kualitas semen
- Perawatan (curing)
Kekuatan beton yang utama adalah kuat tekannya. Nilai kuat tekan beton meningkat sejalan
dengan peningkatan umurnya dan pada umur 28 hari, beton mencapai kekuatan maksimal. Nilai
kuat tekan beton diukur dengan membuat benda uji berbentuk silinder atau kubus. Pembacaan
kuat tekan pada benda uji kubus dan silinder relatif berbeda. Perbandingan kuat tekan silinder
dan kubus menurut ISO Standard 3893 – 1977 disajikan pada tabel ....
Tabel Perbandingan Kuat Tekan antara Silinder dan Kubus
Kuat tekan
2
silinder 2 4 6 8 10 12 16 20 30 35 40 45 50
5
(Mpa)
Kuat tekan
kubus 12. 3
2.5 5 7.5 10 15 20 25 35 40 45 50 55
5 0
(Mpa)
Pada umumnya, beton mencapai kuat tekan 70% pada umur 7 hari, dan pada umur 14 hari,
kekuatannya mencapai 85 – 90% dari kuat tekan beton umur 28 hari.
Pengukuran kuat tekan beton didasarkan pada SK SNI M14-1989-F (SNI 03-1974-1990).
Pembebanan pada pengujian kuat tekan termasuk pembebanan statik monotorik dengan
menggunakan Compressive Test. Beban yang bekerja akan terdistribusi secara kontinue melalui
titik berat.
f'cr = P / A.......................(3)
f'cr = kuat tekan beton rata-rata
P = beban
A = luas penampang
Kuat tarik beton berkisar seperdelapan belas kuat tekannya pada umur masih muda dan berkisar
seperduapuluh pada umur sesudahnya. Nilai kuat tekan dan tarik bahan beton tidak berbanding
lurus. Suatu perkiraan kasar dapat dipakai bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal hanya
berkisar antara 9% - 15% dari kuat tekannya. Nilai pendekatan yang diperoleh dari hasil
pengujian berulangkali mencapai kekuatan 0.50 – 0.60 kali √f’c, sehingga untuk beton normal
digunakan nilai 0,57 √f’c.
Pengamatan kuat tarik beton khususnya pada beton bertulang sangat penting pada penentuan
kemungkinan pencegahan keretakan akibat susut dan perubahan panas. Sedang untuk beton tidak
bertulang, hasil pengujian ini dimanfaatkan dalam perencanaan konstruksi jalan raya dan
lapangan terbang serta untuk beton prategang.
Cara yang digunakan untuk mengukur kuat tarik beton adalah dengan pengujian kuat tarik belah
sesuai SK SNI M-60-1990-03 (SNI 03-2492-1991). Spesimen yang digunakan adalah silinder
dan ditekan oleh dua plat paralel pada arah diameternya.
Kuat tarik belah dihitung dengan rumus :
f'ct = 2P/π LD..........................(4)
Dimana : fct = kuat tarik belah (Mpa)
P = beban uji maksimum (N)
L = Panjang benda uji (mm)
D = Diameter benda uji (mm)
2. Penyusutan
Proses susut secara umum didefinisikan sebagai perubahan volume yang tidak berhubungan
dengan beban. Adapun proses susut pada beton yaitu:
a. Penyusutan awal, akibat kehilangan air pada proses penguapan dan perembesan melalui acuan.
b. Penyusutan akibat suhu ketika beton mulai dingin. Penyusutan ini masih dapat diatasi dengan
perawatan yang baik. Terjadinya penyusutan akan berakibat retak-retak plastis pada beton.
- Retak yang lebih luas dari 0,15 mm tidak akan menimbulkan masuknya air pada tulangan
(dapat diabaikan)
- Retak-retak sebesar (0,15 – 0,5 mm) perlu diatasi dengan menutup retakan tersebut (dengan
emulsi latex dan lain-lain)
3. Keawetan
Keawetan beton merupakan lamanya waktu pada material untuk dapat melanjutkan
pemakaiannya seperti yang telah direncanakan. Walaupun terjadi serangan dari luar baik fisik,
mekanik dan kimia. Adapun pengaruh-pengaruh luar yang dapat merusak beton adalah pengaruh
cuaca (hujan sinar matahari) silih berganti dan daya perusak kimiawi, misalnya air
limbah/buangan, air laut, lemak gula dan sebagainya. Untuk mengatasi hal tersebut yaitu :
- Permukaan beton harus mulus (misalnya exposed concrete)
- Tidak porous (rongga) dalam artian pemadatan harus baik.
- Menambah bahan tambahan tertentu untuk keperluan khusus.
4. Pengaruh Suhu
Harga koefisien pemuaian suhu pada beton berubah-ubah tergantung banyaknya semen dalam
campuran kadar air dan agregat. Untuk maksud praktis dapat diambil sebesar 1,0 x 10-6 tiap oC
(beton normal).
BAJA
Karakteristik Baja
Untuk memahami sifat-sifat baja struktural,kiranya perlu dipahami diagram tegangan-regangan.
Diagram ini menyajikan beberapa informasi penting tentang baja struktural dalam berbagai
tegangan.

Perilaku tegangan regangan (uji tarik) baja


Pengujian kuat tarik spesimen baja dapat dilakukan dengan universal testing machine (UTM).
Adapun bentuk spesimen untuk uji tarik dapat dilihat pada Gambar 1. Dengan mesin itu
spesimen ditarik dengan gaya yang berubah-ubah,dari nol diperbesar sedikit demi sedikit sampai
spesimen putus. Pada saat spesimen ditarik, besar gaya atau tegangan dan perubahan panjang
spesimen atau regangan dimonitor terus-menerus.

Gambar 1. Diagram tegangan-regangan baja

Keuletan bahan
Diagram tegangan-regangan normal tipikal yang disajikan pada gambar di bawah ini. memper-
lihatkan hubungan antara tegangan dan regangan pada OA linier. Pada fase tersebut pening-katan
tegangan proporssional dengan peningkatan regangan, sedang di atas A diagram sudah tidak lagi
linier yang berarti bahwa peningkatan tegangan sudah tidak proporsional dengan peningkatan
regangan. Oleh karena itu tegangan pada titik A disebut sebagai tegangan batas proporsional.
(proporsional limit) atau batas sebanding, dan biasa diberi notasi fp. Pada daerah proporsional
(OA) berlaku hukum Hooke yang dinyatakan dengan:

f=Eɛ

dengan : E = modulus elastisitas, f = tegangan dan ɛ = regangan


Sedikit di atas titik A terdapat titik B dengan tegangan fe yang merupakan tegangan batas
elastis bahan. Suatu spesimen yang dibebani tarikan sedemikian sehingga tegangannya belum
melampaui fe, sekalipun mengalami perubahan panjang, tetapi panjang spesimen itu akan
kembali seperti semula apabila beban dilepaskan. Apabila pembebanan telah dilakukan sehingga
tegangan yang terjadi melampaui fe, maka pada saat beban dilepaskan panjang spesimen tidak
dapat kembali sepenuhnya seperti panjang semula. Pada umumnya tegangan fp dan fe relatif
cukup dekat, sehingga seringkali kedua tegangan tersebut dianggap sama. Regangan (ɛ) pada
saat spesimen baja putus dapat dikaitkan dengan sifat liat/ulet baja. Semakin tinggi regangan
yang dicapai pada saat spesimen putus, maka keuletan baja itu juga semakin tinggi. Pada umunya
regangan baja pada saat spesimen putus berkisar sekitar 150-200 kali regangan elastis ɛe. Setelah
titik B tegangan melampaui fe, dan baja mulai leleh. Tegangan yang terjadi pada titik B disebut
sebagai tegangan leleh baja σ1. Pada saat leleh ini baja masih mempunyai tegangan, berarti baja
masih mampu memberikan reaksi atau perlawanan terhadap gaya tarik yang bekerja.
Seperti terlihat pada Gambar 2. kurva bagian leleh ini mula-mula mendekati datar, berarti tidak
ada tambahan tegangan sekalipun regangan bertambah terus. Hal ini menunjukkan bahwa hukum
Hooke sudah tidak berlaku lagi setelah fase leleh dicapai. Bagian kurva yang datar ini berakhir
pada saat mulai terjadi pengerasan regangan (strain hardening).di titik C, tegangan naik lagi
sehingga dicapai kuat tarik (tensile strength) di titik D. Setelah itu kurva turun dan spesimen
mengalami retak (fracture) di titik E.
Diagram tegangan-regangan seperti terlihat pada Gambar 2, dibuat berdasarkan data yang
diperoleh dari pengujian spesimen, dengan anggapan luas tampang spesimen tidak mengalami
perubahan selama pembebanan. Menurut hukum Hooke, suatu batang yang dibebani tarikan
secara uniaksial, luas tampangnya akan mengecil. Sebelum titik C, perubahan luas tampang itu
kurang signifikan, sehingga pengaruhnya dapat diabaikan, tetapi setelah sampai pada fase
pengerasan regangan, tampang mengalami penyempitan yang cukup berarti. Kalau penyempitan
itu diperhitungkan, akan diperoleh kurva dengan garis putus-putus (Gambar 2). Tinggi tegangan
pada titik-titik A, B, C, D, dan E tersebut di atas dipengaruhi oleh jenis baja. Jika diperhatikan
Gambar 2, maka terlihat bahwa bagian kurva untuk berbagai kualitas baja pada fase proporsional
terletak pada satu garis lurus. Hal ini memperlihatkan bahwa elastisitas baja (E) tidak
dipengaruhi oleh tinggi tegangan leleh.
Dengan memperhatikan regangan baja sebelum putus dapat diketahui apakah baja mempunyai
sifat ulet (daktail) atau sebaliknya. Dari Gambar 2 terlihat bahwa baja yang mempunyai kuat
tarik tinggi pada umumnya regangan batasnya rendah atau getas, sedang baja yang kuat tariknya
rendah mempunyai regangan batas yang tinggi sehingga dapat dinyatakan daktail. Pada
umumnya E baja berkisar antara 190-210 Gpa.

Gambar 2. Diagram tegangan-regangan tipikal berbagai baja struktural

Berdasarkan tinggi tegangan leleh, ASTM membagi baja dalam empat kelompok sebagai
berikut:
Carbon steels (baja karbon) dengan tegangan leleh 210—280 Mpa.
High-strength low-alloy steels (baja paduan rendah berkekuatantinggi) dengan tegangan leleh
280 – 490 Mpa.
Heat treated carbon and high-strength low alloy steels (baja paduan rendah dengan perlakuan
karbon panas) mempunyai tegangan leleh 322 – 700 Mpa.
Heat-treated constructional alloy steels (baja struktural paduan rendah dengan perlakuan panas)
dengan tegangan leleh 630 – 700 Mpa.

Tabel 1. Tegangan leleh pada berbagai jenis baja

Perilaku temperatur tinggi


Perilaku baja struktural pada pembebanan secara singkat dengan temperatur tinggi serupa dengan
perilaku baja pada temperatur ruangan, tetapi bentuk diagram tegangan-regangan dan nilai-
nilainya berubah menjadi lebih rendah. Pada temperatur di atas 93˚ C, diagram tegangan-
regangan menjadi non linier. Jika temperatur naik lagi antara 430˚ - 540˚C, maka penurunan
tegangan leleh maksimal.

Gambar 3. Diagram Kuat tarik dan tegangan leleh baja pada berbagai temperatur

Gambar 4. Diagram tegangan-regangan baja SM58 pada temperatur tinggi

Gambar 5. Diagram Modulus elastisitas baja pada berbagai temperatur


Gambar 6. Sketsa kurva creep

Pekerjaan dingin dan pengerasan tegangan


Dalam fabrikasi elemen struktur, berbagai macam bentuk profil seringkali dibuat dari pelat datar
yang dilekukkan secara dingin pada temperatur ruang. Pelaksanaan semacam ini akan
menyebabkan perubahan bentuk inelastis yang menimbulkan regangan sisa (residual strain) dan
disertai dengan tegangan sisa (residual stress). Untuk memberi gambaran umum pengaruh
perubahan bentuk secara dingin, ditinjau suatu spesimen yang dibebani dengan tarikan sampai
terjadi perubahan bentuk plastis. Pembebanan ini dilakukan secara berulang-ulang. Tampak pada
Gambar 7 bahwa setiap beban dilepas, selalu ada regangan sisa, sehingga setelah pembebanan
dilakukan beberapa kali dicapai regangan batas bahan yang apabila spesimen dibebani lagi,
spesimen akan putus. Mengingat hal itu, maka dapat dipahami banwa sifat batang struktur yang
dibentuk secara dingin cukup rumit.

Gambar 7. Pengaruh pengerasan regangan

Kekuatan Letih (fatique)


Dalam praktek sering dijumpai batang-batang struktur yang dibebani secara berulang-ulang
sehingga suatu saat tegangan yang terjadi positif dan tinggi, sedang saat lain tegangannya rendah
atau nol, atau bahkan sampai negatif. Pembebanan secara berulang-ulang semacam ini dapat
mengakibatkan batang struktur putus sekalipun tegangan yang terjadi masih jauh dari tegangan
leleh. Putusnya batang karena tegangan berulang-ulang ini disebabkan oleh kelelahan (fatigue).
Pengujian kelelahan bahan di laboratorium dapat dilakukan dengan batang baja yang dilenturkan
dan diputar terhadap sumbunya.

Gambar 8. Sketsa Mesin putar spesimen

Gambar 9. Diagram tegangan leleh-N putar spesimen

Gambar 10. Diagram tegangan leleh-N tarik spesimen


Resistensi korosi dan baja lapuk
Jika pada permukaan baja gilas terdapat air yang mengandung oksigen, maka akan terjadi reaksi
yang mengubah bijih besi yang mempunyai potensi korosi rendah menjadi ferro hidroksida yang
larut dalam air. Larutan ini bercampur dengan oksigen yang ada di dalam air menghasilkan ferri
hidroksida (karat). Reaksi ini terulang seiring dengan perkembangan korosi. Keadaan lingkungan
dengan kombinasi air dan oksigen yang berubah-ubah, mempengaruhi kecepatan dan
perkembangan korosi. Jika tidak terdapat oksigen dan air, maka proses korosi tidak akan
berjalan.
Mengingat korosi dapat menimbulkan kerugian yang besar, maka upaya harus dilakukan untuk
mencegah proses korosi pada elemen-elemen struktur. Banyak riset telah dilakukan untuk hal
tersebut, beberapa metoda pencegahan korosi telah dikembangkan untuk mengengatasi
permasalahan korosi.

Metoda pencegahan korosi primair


Biasanya metoda ini cukup mahal, yaitu dengan cara menambahkan elemen logam tertentu untuk
meningkatkan ketahanan terhadap korosi, sebagai contoh stainless steel dan weathering steel.

Metoda pencegahan korosi sekunder


Pencegahan korosi sekunder dapat dilakukan dengan cara:
Coating, dilakukan untuk mengisolasi permukaan baja terhadap air yang mengandung oksigen.
Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara. Perlindungan sementara dapat dilakukan dengan
minyak atau paslin. Cara lain adalah dengan pengecatan yang perlu dilakukan secara periodik.
Perlindungan yang lebih permanen dapat dilakukan dengan lapisan logam lain, seperti zink,
timah, atau tembaga, dengan cara disepuh Perlindungan terhadap korosi ini juga dapat dilakukan
dengan cara lining dengan karet, plastik, atau porselin.
Electric protection , dilakukan jika pencegahan korosi sangat diperlukan mengingat elemen
struktur itu tidak dapat direparasi, sebagai contoh adalah tiang pancang. Dalam hal ini
pencegahan dapat dilakukan dengan perlindungan katodik (cathodic protection). Dua pertiga
wilayah Indonesia terdiri atas lautan, mempunyai iklim tropis dengan kelembaban yang relatif
tinggi, sehingga lingkungan ini sangat korosif. Lingkungan yang sangat korosif ini akan semakin
agresif jika terdapat senyawa-senyawa polutan yang berasal dari industri seperti belerang
dioksida, chlorida, sulfat, debu, dan lain sebagainya. Senyawa-senyawa tersebut akan
mempercepat laju korosi logam di udara, termasuk laju korosi komponen bangunan yang terbuat
dari baja atau metal. Berikut ini akan diuraikan beberapa faktor yang ikut berperan pada proses
korosi.
Tegangan Sisa
Tegangan sisa (residual stress) adalah tegangan yang tertinggal pada batang struktur setelah
proses fabrikasi. Hal ini dapat dijelaskan oleh (i) pendinginan setelah penggilasn profil, (ii)
pengerjaan secara dingin, (iii) pelubangan atau pemotongan, dan (iv) pengelasan. Tegangan sisa
yang perlu diperhatikan adalah akibat pendinginan dan pengelasan. Tegangan sisa positif
biasanya berada pada pertemuan plat, sedang tegangan tekan terdapat pada bagian yang jauh dari
pertemuan plat itu. Beberapa contoh bentuk distribusi tegangan sisa pada tampang profil WF
dapat dilihat pada Gambar 11. Sesuai dengan persyaratan kesetim-bangan maka resultan gaya
dan momen yang terdapat pada tampang profil adalah nol.
Dalam analisis tampang secara plastis maka tegangan sisa tidak berpengaruh pada kekuatan
elemen struktur, baik pada batang tarik, batang tekan yang pendek (stocky culmns), maupun
batang lentur. Pada elemen struktur tekan tegangan sisa ini dapat mengakibatkan premature
buckling, sekalipun demikian penelitian Morisco (1986) memperlihatkan bahwa tegangan sisa
yang terdistribusi linier, dengan tegangan sisa ekstrim 30 persen dari tegangan leleh, hanya
menimbulkan penurunan kapasitas batang tekan dari profil WF, antara 0 sampai 4 persen. Dalam
analisis tampang secara plastis maka tegangan sisa tidak berpengaruh pada kekuatan elemen
struktur, baik pada batang tarik, batang tekan yang pendek (stocky culmns), maupun batang
lentur.
Pada elemen struktur tekan tegangan sisa ini dapat mengakibatkan premature buckling, sekalipun
demikian penelitian Morisco (1986) memperlihatkan bahwa tegangan sisa yang terdistribusi
linier, dengan tegangan sisa ekstrim 30 persen dari tegangan leleh, hanya menimbulkan
penurunan kapasitas batang tekan dari profil WF, antara 0 sampai 4 persen.
Gambar 11. Beberapa contoh distribusi tegangan sisa pada profil WF

Retakan getas akibat efek temperatur, efek tegangan multiaksial, efek ketebalan, efek
pembebanan dinamik
Setelah temperatur diturunkan dengan tiba-tiba, maka peningkatan akan terjadi pada tegangan
leleh, kuat tarik, modulus elestisitas, dan tegangan lelah. Sebaliknya keuletan baja yang diukur
dari penyempitan tampang ataupun dari pertambahan panjang, turun akibat penurunan
temperatur. Lebih lanjut pada suatu temperatur tertentu yang relatif rendah, baja struktural
mungkin saja mengalami retak dengan sedikit atau tanpa perubahan bentuk plastis.
Keretakan yang terjadi karena tegangan tarik yang lebih rendah dari tegangan leleh, biasanya
disebut dengan keretakan getas. Keretakan getas (brittle fracture) umumnya terjadi pada baja
struktural jika terdapat kombinasi hal-hal yang merugikan dari tegangan tarik, antara lain laju
regangan pengaruh temperatur dan perubahan tampang secara mendadak. Perubahan bentuk
plastis hanya dapat terjadi jika terdapat tegangan geser. Tegangan geser selalu terjadi pada
pembebanan secara uniaksial atau biaksial, tetapi dalam tegangan triaksial dengan ketiga
tegangan sama besar tegangan geser menjadi nol. Oleh karena itu tegangan tarik triaksial
cenderung mengakibatkan keretakan getas, dan harus dihindari. Tegangan triaksial dapat terjadi
pada pembebanan uniaksial jika terdapat penyempitan tampang atau perubahan bentuk tampang
secara mendadak.
Keretakan getas dapat juga terjadi akibat pengerjaan secara dingin ataupun penuaan regangan.
Pembentukan secara dingin pengaruhnya dapat dikurangi dengan memilih jari-jari pembentukan
sedemikian sehingga regangan yang timbul terbatas.
Jika terdapat tegangan tarik sisa misalnya akibat pengelasan, maka tegangan sisa ini dapat
mengakibatkan tegangan yang jauh lebih besar dari tegangan akibat pembebanan. Keretakan
dapat terjadi jika tegangan sisa ini cukup tinggi. Untuk mengurangi pengaruh tegangan sisa, pada
baja struktural dapat dikenakan perlakuan panas (heat treatment).
Baja Sebagai Fungsi Struktur Bangunan

a) Struktur Rangka (framed structure)

Dimana elemen – elemennya kemungkinan terdiri dari batang – batang tarik, balok, dan batang –
batang yang mendapatkan beban lentur kombinasi dan beban aksial. Kebanyakan konstruksi
bangunan tipikal termasuk dalam kategori ini. Bangunan berlantai banyak biasanya terdiri dari
balok dan kolom, baik yang terhubungkan secara rigid atau hanya terhubung sederhana dengan
penopang diagonal untuk menjaga stabilitas. Meskipun suatu bangunan berlantai banyak bersifat
tiga dimensional, namun biasanya bangunan tersebut didesain sedemikian rupa sehingga lebih
kaku pada salah satu arah ketimbang arah lainnya. Dengan demikian, bangunan tersebut dapat
diperlakukan sebagai serangkaian rangka (frame) bidang. Meskipun demikian, bila perangkaan
sedemikian rupa sehingga perilaku batang – batangnya pada salah satu bidang cukup
mempengaruhi perilaku pada bidang lainnya, rangka tersebut harus diperlakukan sebagai rangka
ruang tiga dimensi. Bangunan – bangunan industrial dan bangunan – bangunan satu lantai
tertentu, seperti gereja, sekolah, dan gelanggang, pada umumnya menggunakan struktur rangka
baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian saja. Khususnya, sistem atap yang mungkin
terdiri dari serangkaian kerangka datar, kerangka ruang, sebuah kubah atau mungkin pula bagian
dari suatu rangka datar atau rangka kaku satu lantai dengan pelana. Jembatan pun kebanyakan
merupakan struktur rangka, seperti balok dan gelagar pelat atau kerangka yang biasanya
menerus.

b) Struktur Tipe Cangkang (shell type structure)


Dimana tegangan aksial lebih dominan. Dalam tipe struktur ini, selain melayani fungi bangunan,
kubah juga bertindak sebagai penahan beban. Salah satu tipe yang umum dimana tegangan
utamanya berupa tarikan adalah bejana yang digunakan untuk menyimpan cairan (baik untuk
temperatur tinggi maupun rendah), diantaranya yang paling terkenal adalah tanki air. Bejana
penyimpanan, tanki dan badan kapal merupakan contoh – contoh lainnya. Pada banyak struktur
dengan tipe cangkang, dapat digunakan pula suatu struktur rangka yang dikombinasikan dengan
cangkang. Pada dinding – dinding dan atap datar, sementara berfungsi bersama dengan sebuah
kerangka kerja, elemen – elemen “kulit”nya dapat bersifat tekan. Conto pada badan pesawat
terbang. Struktur tipe cangkang biasanya didesain oleh seorang spesialis.

c) Struktur Tipe Suspensi (suspension type structure)


Dimana tarikan aksial lebih mendominasi sistem pendukung utamanya. Pada struktur dengan tipe
suspensi, kabel tarik merupakan elemen – elemen utama. Biasanya subsistem dari struktur ini
terdiri dari struktur kerangka, seperti misalnya rangka pengaku pada jembatan gantung. Karena
elemen tarik ini terbukti paling efisien dalam menahan beban, struktur dengan konsep ini
semakin banyak dipergunakan. Telah dibangun pula banyak struktur khusus dengan berbagai
kombinasi dari tipe rangka, cangkang, dan suspensi. Meskipun demikian, seorang desainer
spesialis dalam tipe struktur cangkang ini pun pada dasarnya harus juga memahami desain dan
perilaku struktur rangka.
Proses pembuatan baja
Baja diproduksi didalam dapur pengolahan baja dari besi kasar baik padat maupun cair, besi
bekas ( Skrap ) dan beberapa paduan logam. Ada beberapa proses pembuatan baja antara lain :
 PROSES KONVERTOR
terdiri dari satu tabung yang berbentuk bulat lonjong dengan menghadap kesamping.
Sistem kerja
1. Dipanaskan dengan kokas sampai ± 1500 0C,
2. Dimiringkan untuk memasukkan bahan baku baja. (± 1/8 dari volume konvertor)
Kembali ditegakkan.
3. Udara dengan tekanan 1,5 – 2 atm dihembuskan dari kompresor.
4. Setelah 20-25 menit konvertor dijungkirkan untuk mengelaurkan hasilnya.
5. proses Bassemer (asam)
- lapisan bagian dalam terbuat dari batu tahan api yang mengandung kwarsa asam atau
aksid asam (SiO2), Bahan yang diolah besi kasar kelabu cair, CaO tidak ditambahkan
sebab dapat bereaksi dengan SiO2, SiO2 + CaO CaSiO3
- proses Thomas (basa) Lapisan dinding bagian dalam terbuat dari batu tahan api bisa atau
dolomit [ kalsium karbonat dan magnesium (CaCO3 + MgCO3)], besi yang diolah besi
kasar putih yang mengandung P antara 1,7 – 2 %, Mn 1 – 2 % dan Si 0,6-0,8 %. Setelah
unsur Mn dan Si terbakar, P membentuk oksida phospor (P2O5), untuk mengeluarkan
besi cair ditambahkan zat kapur (CaO), 3 CaO + P2O5 Ca3(PO4)2 (terak cair)

 PROSES SIEMENS MARTIN


1. menggunakan sistem regenerator (± 3000 0C.) fungsi dari regenerator adalah:
2. memanaskan gas dan udara atau menambah temperatur dapur
3. sebagai Fundamen/ landasan dapur
4. menghemat pemakaian tempat
5. Bisa digunakan baik besi kelabu maupun putih,
6. Besi kelabu dinding dalamnya dilapisi batu silika (SiO2),
7. besi putih dilapisi dengan batu dolomit (40 % MgCO3 + 60 % CaCO3)

 PROSES BASIC OXYGEN FURNACE


1. logam cair dimasukkan ke ruang baker (dimiringkan lalu ditegakkan)
2. Oksigen (± 1000) ditiupkan lewat Oxygen Lance ke ruang bakar dengan kecepatan
tinggi. (55 m3 (99,5 %O2) tiap satu ton muatan) dengan tekanan 1400 kN/m2.
3. ditambahkan bubuk kapur (CaO) untuk menurunkan kadar P dan S.
Keuntungan dari BOF adalah:
BOF menggunakan O2 murni tanpa Nitrogen
Proses hanya lebih-kurang 50 menit.
Tidak perlu tuyer di bagian bawah
Phosphor dan Sulfur dapat terusir dulu daripada karbon
Biaya operasi murah

 PROSES DAPUR LISTRIK


temperatur tinggi dengan menggunkan busur cahaya electrode dan induksi listrik.
Keuntungan :
Mudah mencapai temperatur tinggi dalam waktu singkat
Temperatur dapat diatur
Efisiensi termis dapur tinggi
Cairan besi terlindungi dari kotoran dan pengaruh lingkungan sehingga kualitasnya baik
Kerugian akibat penguapan sangat kecil

 PROSES DAPURKOPEL
mengolah besi kasar kelabu dan besi bekas menjadi baja atau besi tuang.
Proses
pemanasan pendahuluan agar bebas dari uap cair.
Bahan bakar(arang kayu dan kokas) dinyalakan selama ± 15 jam.
kokas dan udara dihembuskan dengan kecepatan rendah hingga kokas mencapai 700 – 800 mm
dari dasar tungku.
besi kasar dan baja bekas kira-kira 10 – 15 % ton/jam dimasukkan.
15 menit baja cair dikeluarkan dari lubang pengeluaran.
Untuk membentuk terak dan menurunkan kadar P dan S ditambahkan batu kapur (CaCO3) dan
akan terurai menjadi:
akan bereaksi dengan karbon:
Gas CO yang dikeluarkan melalui cerobong, panasnya dapat dimanfaatkan untuk pembangkit
mesin-mesin lain.

 PROSES DAPUR CAWAN


Proses kerja dapur cawan dimulai dengan memasukkan baja bekas dan besi kasar dalam cawan,
kemudian dapur ditutup rapat.
Kemudian dimasukkan gas-gas panas yang memanaskan sekeliling cawan dan muatan dalam
cawan akan mencair.
Baja cair tersebut siap dituang untuk dijadikan baja-baja istimewa dengan menambahkan unsur-
unsur paduan yang diperlukan
Baja Sebagai Fungsi Struktur Bangunan

a) Struktur Rangka (framed structure)


Dimana elemen – elemennya kemungkinan terdiri dari batang – batang tarik, balok, dan batang –
batang yang mendapatkan beban lentur kombinasi dan beban aksial. Kebanyakan konstruksi
bangunan tipikal termasuk dalam kategori ini. Bangunan berlantai banyak biasanya terdiri dari
balok dan kolom, baik yang terhubungkan secara rigid atau hanya terhubung sederhana dengan
penopang diagonal untuk menjaga stabilitas. Meskipun suatu bangunan berlantai banyak bersifat
tiga dimensional, namun biasanya bangunan tersebut didesain sedemikian rupa sehingga lebih
kaku pada salah satu arah ketimbang arah lainnya. Dengan demikian, bangunan tersebut dapat
diperlakukan sebagai serangkaian rangka (frame) bidang. Meskipun demikian, bila perangkaan
sedemikian rupa sehingga perilaku batang – batangnya pada salah satu bidang cukup
mempengaruhi perilaku pada bidang lainnya, rangka tersebut harus diperlakukan sebagai rangka
ruang tiga dimensi. Bangunan – bangunan industrial dan bangunan – bangunan satu lantai
tertentu, seperti gereja, sekolah, dan gelanggang, pada umumnya menggunakan struktur rangka
baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian saja. Khususnya, sistem atap yang mungkin
terdiri dari serangkaian kerangka datar, kerangka ruang, sebuah kubah atau mungkin pula bagian
dari suatu rangka datar atau rangka kaku satu lantai dengan pelana. Jembatan pun kebanyakan
merupakan struktur rangka, seperti balok dan gelagar pelat atau kerangka yang biasanya
menerus.

b) Struktur Tipe Cangkang (shell type structure)


Dimana tegangan aksial lebih dominan. Dalam tipe struktur ini, selain melayani fungi bangunan,
kubah juga bertindak sebagai penahan beban. Salah satu tipe yang umum dimana tegangan
utamanya berupa tarikan adalah bejana yang digunakan untuk menyimpan cairan (baik untuk
temperatur tinggi maupun rendah), diantaranya yang paling terkenal adalah tanki air. Bejana
penyimpanan, tanki dan badan kapal merupakan contoh – contoh lainnya. Pada banyak struktur
dengan tipe cangkang, dapat digunakan pula suatu struktur rangka yang dikombinasikan dengan
cangkang. Pada dinding – dinding dan atap datar, sementara berfungsi bersama dengan sebuah
kerangka kerja, elemen – elemen “kulit”nya dapat bersifat tekan. Conto pada badan pesawat
terbang. Struktur tipe cangkang biasanya didesain oleh seorang spesialis.

c) Struktur Tipe Suspensi (suspension type structure)


Dimana tarikan aksial lebih mendominasi sistem pendukung utamanya. Pada struktur dengan tipe
suspensi, kabel tarik merupakan elemen – elemen utama. Biasanya subsistem dari struktur ini
terdiri dari struktur kerangka, seperti misalnya rangka pengaku pada jembatan gantung. Karena
elemen tarik ini terbukti paling efisien dalam menahan beban, struktur dengan konsep ini
semakin banyak dipergunakan. Telah dibangun pula banyak struktur khusus dengan berbagai
kombinasi dari tipe rangka, cangkang, dan suspensi. Meskipun demikian, seorang desainer
spesialis dalam tipe struktur cangkang ini pun pada dasarnya harus juga memahami desain dan
perilaku struktur rangka.
Kesimpulan:
kombinasi antara beton dan baja dimana tulangan baja berfungsi menyediakan kuat tarik yang
kuat, sedangkan beton memiliki daya Tarik lemah. Namun dengan menempatkan tulangan
dibagian beton yang mengalami tegangan Tarik akan mengeleminasi kekurangan dari beton
terhadap beban Tarik begitu juga sebaliknya.

Daftar Pustaka:
Sumber: https://desaignercivil.blogspot.co.id/2010/06/bahan-pembentuk-beton.html

Sumber: http://top10iklan.blogspot.co.id/2012/11/baja-sebagai-fungsi-struktur-bangunan.html

Sumber: http://arafuru.com/material/macam-macam-jenis-beton-dan-fungsinya.html

Sumber: http://bestananda.blogspot.co.id/2015/06/karakteristik-baja.html

Sumber: https://junaidawally.blogspot.co.id/2013/05/karakteristik-dari-sifat-mekanik-beton.html

Sumber: http://www.ilmusipil.com/sifat-fisik-dan-mekanis-baja-bahan-bangunan

Anda mungkin juga menyukai