Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk yang semakin pesat, maka


permintaan akan tempat tinggal seperti apartment, dan pusat kegiatan ekonomi atau
perkantoran untuk menunjang berbagai kehidupan masyarakat pun semakin meningkat.
Bangunan gedung biasanya dibangun dengan metode konvensional dimana semua
bahan konstruksi yang diperlukan dicetak di tempat proyek konstruksi, contohnya seperti
beton untuk kolom dan balok yang dicor langsung di tempat proyek. Ada beberapa hal
yang menjadi perhatian dalam metode konvensional ini, yaitu waktu pelaksanaan
konstruksi yang lama dan kurang bersih, Quality control yang sulit untuk ditingkatkan,
serta bahan dasar cetakkan yang semakin mahal dan langka yang menyebabkan harga
konstruksi menjadi semakin mahal.
Sehingga saat ini mulai banyak pembangunan gedung bertingkat yang
menggunakan metode pracetak, metode pracetak artinya struktur bangunan tidak dicetak
ditempat konstruksi/diatas seperti metode konvensional, melainkan dicetak ditempat
pabrikasi/plan atau di lokasi site (dibawah) sehingga mutunya dapat terjaga dengan baik,
dan dapat diproduksi secara massal. Pada metode pracetak ini setelah dilakukan fabrikasi
kemudian komponen pracetak ini akan dibawa ke tempat konstruksi/dilangsir untuk
kemudian disusun menjadi satu kesatuan konstruksi bangunan. Namun tingkat efisiensi
dari setiap gedung berbeda, hal ini tergantung dari tingkat bangunan. Oleh karna itu
sampai sekarang masih banyak pembangunan yang dibangun dengan metode
konvesional.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Beton Bertulang Konvesional ?


2. Apakah perbedaan antara Beton Bertulang Konvesional dan Beton Bertulang Pra
cetak ?
3. Apa saja kekurangan dan kelebihan menggunakan Beton bertulang konvesional ?
4. Bagaimana proses pelaksanaan Beton Bertulang konvesional pada struktur kolom ?

1.3 Tujuan penulisan

Tujuan penulis membuat atau menyelesaikan laporan ini yang pertama adalah
untuk menyelesaikan tugas besar kelompok sebelum Ujian Tengah Semester.Selanjutnya
memberi dan menambah pemahaman kepada anggota kelompok serta rekan-rekan
mahasiswa lain untuk mengetahui tentang beton bertulang konvesional, mengetahui
perbedaan antara beton bertulang konvesional dan beton bertulang pra cetak, mengetahui
kukurangan dan kelebihan menggunakan beton bertulang konvesional serta mengetahui
bagaimana proses pelaksanaan Beton Bertulang konvesional pada struktur kolom.
BAB 11

STUDI LITERATUR

2.1 Definisi Beton

Dalam Teknologi Beton, Kardiono Tjokrodimuljo (2004), beton pada dasarnya


adalah campuran yang terdiri dari agregat kasar dan agregat halus yang dicampur dengan
air dan semen sebagai pengikat dan pengisi antara agregat kasar dan agregat halus serta
kadang-kadang ditambahkan additive.

Menurut Wuryati S. dan Candra R (2001), dalam bidang bangunan yang


dimaksud dengan beton adalah campuran dari agregat halus dan agregat kasar ( pasir,
kerikil, batu pecah atau jenis agregat lain ) dengan semen yang dipersatukan oleh air
dalam perbandingan tertentu.

Menurut Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBBI 1971), beton didefinisikan


sebagai bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus, agregat kasar, semen
portland dan air ( tanpa aditif ).

Sedangkan SK. SNI T 15 1990 03 mendefinisikan beton sebagai campuran


antara semen Portland atau semen hidrolik yang lainnya, agregat halus, agregat kasar dan
air, dengan atau tanpa bahan campuran tambahan yang membentuk massa padat.

Dalam perencanaan beton sering dikenal dengan istilah beton konvensional.Beton


konvensional adalah beton dengan penggunaan material, teknologi dan peralatan yang
masih sederhana. Kekuatan tekan dari beton konvensional maksimum 25 Mpa pada umur
28 hari. Beton mempunyai massa jenis =2400 kg/m3.

Penggunaan konstruksi beton diminati karena beton memiliki sifat sifat yang
menguntungkan, seperti ketahannya terhadap api, awet, kuat tekan yang tinggi dan dalam
pelaksanaannya mudah untuk dibentuk sesuai dengan bentuk yang dikehendaki. Tetapi
konstruksi beton juga mempunyai kelemahan kelemahan, antara lain kemampuan
menahan tarik yang rendah sehingga konstruksinya mudah retak jika mendapatkan
tegangan tarik.

Nilai kekuatan tekan dari beton (SK.SNI.M-10-1991-03) diketahui dengan


melakukan pengujian kuat tekan terhadap benda uji silinder (diameter 150 mm, tinggi
300 mm) yang dibebani dengan gaya tekan sampai benda uji hancur.

Nilai kuat tarik beton sangat kecil, berkisar antara 9% - 15% dari nilai kuat
tekannya. Kecilnya nilai kuat tarik dari beton inilah yang merupakan kelemahan terbesar
dari beton. Sehingga untuk menambah kuat tarik beton dapat dilakukan dengan diberi
tulangan yang mampu menahan gaya tarik.
2.2 Material Penyusun Beton

Semen yang diaduk dengan air akan membentuk pasta semen. Jika pasta semen
ditambah dengan pasir akan menjadi mortar semen. Jika ditambah lagi dengan kerikil/batu
pecah disebut beton.
Pada umumnya, beton mengandung rongga udara sekitar 1% - 2%, pasta semen
(semen dan air) sekitar 25% - 40% dan agregat (agregat halus dan agregat kasar) sekitar 60%
- 75%. Untuk mendapatkan kekuatan yang baik, sifat dan karakteristik dari masing-masing
bahan penyusun tersebut perlu dipelajari.(Tri Mulyono, 2003)

1. SEMEN PORTLAND
Semen portland didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan klinker
yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk
kalsium sulfat sebagai bahan tambahan, yang digiling bersama-sama bahan utamanya. Bahan
utama penyusun semen adalah kapur (CaO), silica (SiO3), dan alumina (Al2O3). (ASTM C-
150)
Fungsi utama semen pada beton adalah mengikat butir-butir agregat sehingga
membentuk suatu massa padat. Selain itu juga untuk mengisi ronggarongga udara diantara
butir-butir agregat.

2. AGREGAT
Dalam SK SNI T-15-1991-03, agregat didefinisikan sebagai material granular
misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku besi yang dipakai bersama-sama dengan
suatu media pengikat untuk membentuk beton semen hidrolik atau adukan.Kandungan
agregat dalam suatu campuran beton biasanya sangat tinggi,komposisinya dapat mencapai
60% - 70% dari berat campuran beton.Walaupun fungsinya hanya sebagai bahan
pengisi,tetapi karena komposisinya yang cukup besar, maka peran agregat menjadi sangat
penting. Karena itu karakteristik dari agregat perlu dipelajari dengan baik, sebab agregat
dapat menentukan sifat mortar atau beton yang akan dihasilkan. (Tri Mulyono,2004)

a. Penggunaan agregat dalam beton adalah untuk :

Menghemat penggunaan semen portland


Menghasilkan kekuatan yang besar pada beton.
Mengurangi susut pengerasan beton.
Mencapai susunan beton yang padat. Dengan gradasi yang baik, maka akan
didapatkan beton yang padat.
Mengontrol workabilty beton. Dengan gradasi agregat yang baik (gradasi
menerus), maka akan didapatkan beton yang mudah dikerjakan. (Wuryati S.
dan Candra R., 2001)

b. Persyaratan Agregat
Persyaratan-persyaratan yang diperlukan agar agregat dapat digunakan sebagai
campuran beton terdapat dalam Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBBI 1971).
Persyaratan Agregat Halus :
Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras. Butir-butir
agregat halus harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh
pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik matahari atau hujan.
Kandungan lumpur tidak boleh lebih dari 5% (ditentukan terhadap berat
kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian yang dapat
melalui ayakan 0.063 mm. Jika lebih dari 5 % maka agregat harus dicuci.
Tidak boleh mengandung bahan-bahan organis yang terlalu banyak, yang
harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams-Harder (dengan
larutan NaOH).Agregat halus yang tidak memenuhi persyaratan dari
percobaan warna ini dapat juga dipakai, asal kekuatan tekan adukan agregat
tersebut pada umur 7 dan 28 hari tidak boleh kurang dari 95 % dari kekuatan
adukan agregat yang sama tetapi dicuci dalam larutan NaOH 3 %, yang
kemudian dicuci hingga bersih dengan air, pada umur yang sama.
Agregat halus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya dan
apabil diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan berturut-turut 31.5
mm, 16 mm, 8 mm, mm, 2 mm, 1 mm, 0.5 mm, 0.25 mm (PBI 1971), harus
memenuhi syarat sebagi berikut :
a). Sisa diatas ayakan 4 mm, harus minimum 2 % berat.
b). Sisa diatas ayakan 1 mm, harus minimum 10 % berat.
c). Sisa diatas ayakan 0.25 mm, harus minimum 80% - 95% berat.
Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu beton,
kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahan yang
diakui

Persyaratan Agregat Kasar :


Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil sebagai hasil disintegrasi
alami dari batuan-batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari
pemecahan batu. Yang dimaksud dengan agregat kasar adalah agregat dengan
besar butir lebih dari 5 mm.
Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori.
Agregat kasar yang mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai apabila
jumlah butir-butir pipih tersebut tidak melampaui 20 % dari berat agregat
seluruhnya. Butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah
atau hancur oleh pengaruh pengaruh cuaca, seperti terik matahari atau hujan.
Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1 % (ditentukan
terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur lebih dari 1 %, maka agregat
kasar harus dicuci. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang
merusak beton, seperti zat-zat alkali yang reaktif.
Kekerasan dari butir-butir agregat kasar diperiksa dengan Impact test dengan
penumbuk seberat 15 lbs, dimana prosentase kehancuran maksimum adalah
30%. Selain itu juga dapat digunakan mesin pengaus Los Angeles, dimana
tidak boleh terjadi kehilangan berat lebih dari 50 %.
Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya dan
apabila diayak dengan susunan ayakan berturut-turut sebagai berikut : 31.5
mm, 16 mm, 8 mm, 4 mm, 2 mm, 1 mm, 0.5 mm, 0.25 mm, harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
a). Sisa diatas ayakan 31.5 mm, harus 0 % berat.
b). Sisa diatas ayakan 4 mm, harus berkisar antara 90 % - 98 % berat.
c). Selisih antara sisa-sisa kumulatif di atas dua ayakan yang berurutan,
adalah maksimum 60 % dan minimum 10 %.
Besar butir agregat maksimum tidak boleh lebih dari seperlima jarak terkecil
antara bidang-bidang samping dari cetakan, sepertiga dari tebal pelat atau tiga
perempat dari jarak bersih minimum diantara batang-batang atau
berkasberkas tulangan. Penyimpangan dari pembatasan ini diijinkan, apabila
menurut penilaian pengawas ahli, cara-cara pengecoran beton adalah
sedemikian rupa sehingga menjamin tidak terjadinya sarang-sarang kerikil.

3. AIR
Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi beton,
membasahi agregat, dan memberikan kemudahan dalam pengerjaan beton. Air yang dapat
diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran dalam pembuatan beton. Air yang
mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula, atau
bahan-bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kualitas
beton, bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang dihasilkan.

Pemakaian air untuk campuran beton sebaiknya memenuhi persyaratan (PBI 1971 ) :
a). Tidak mengandung lumpur (atau benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.
b).Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan
sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.
c). Tidak mengandung klorida ( Cl ) lebih dari 0.5 gram/liter.
d). Tidak mengandung senyawa-senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
Karena pasta semen merupakan hasil reaksi kimia antara semen dengan air, maka
bukan perbandingan jumlah air terhadap total berat campuran beton yang penting, tetapi
justru perbandingan air dengan semen atau biasa disebut Faktor Air Semen (water cement
ratio). Air yang terlalu berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah
proses hidrasi selesai dan hal tersebut akan mengurangi kekuatan beton yang dihasilkan.
Sedangkan terlalu sedikit air akan menyebabkan proses hidrasi tidak tercapai seluruhnya,
sehingga dapat mempengaruhi kekuatan beton yang dihasilkan.

2.3 Definisi Kolom

Kolom adalah merupakan elemen vertikal yang sangat banyak digunakan. Kolom
tidak selalu harus berarah vertikal , meskipun suatu elemen struktur bisa berarah miring,
asalkan bisa memenuhi definisi kolom, yaitu beban aksial hanya diberikan diujung-
ujungnya dan tidak ada beban transversal.

Menurut SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung, kolom adalah struktur dengan rasio tinggi terhadap dimensi lateral
terkecil melebihi 3 yang digunakan terutama yang mendukung beban aksial tekan. Kolom
adalah batang struktural vertikal yang kaku dan relatif ramping, serta dirancang untuk
menopang beban tekan yang diberikan pada ujung-ujung batang. Kolom merupakan
elemen struktur vertikal pada rangka bangunan yang menyalurkan beban dari atas secara
aksial dan menstranfer gaya tersebut ke pondasi.

2.4 Klasifikasi Kolom beton bertulang

Kolom di klasifikasikan berdasarkan bentuk dan susunan tulangnya, cara


pembebanan, posisi beban pada penampang dan panjang kolom dan hubungannya dengan
dimensi lateral.
Jenis-jenis Kolom Menurut Wang (1986) dan Ferguson (1986) jenis-jenis kolom ada tiga:
1. Kolom ikat (tie column)
2. Kolom spiral (spiral column)
3. Kolom komposit (composite column)

Dalam buku struktur beton bertulang (Istimawan dipohusodo, 1994) ada tiga jenis kolom
beton bertulang yaitu :
1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom
brton yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang, yang pada jarak
spasi tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral. Tulangan ini
berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh pada
tempatnya.
2. Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan yang pertama
hanya saja sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah tulangan spiral
yang dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom. Fungsi
dari tulangan spiral adalah memberi kemampuan kolom untuk menyerap
deformasi cukup besar sebelum runtuh, sehingga mampu mencegah terjadinya
kehancuran seluruh struktur sebelum proses redistribusi momen dan tegangan
terwujud.
3. Struktur kolom komposit . Merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat
pada arah memanjang dengan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa
diberi batang tulangan pokok memanjang.

2.5 Syarat-syarat Kolom Beton Bertulang


Syarat syarat Kolom Beton Bertulang berdasarkan Peraturan Beton Bertulang
Indonesia, SNI 03-2847-2002, yaitu :
1. Ukuran penampang kolom tak boleh kurang dari 15 cm,
2. Luas tulangan memanjang kolom tak boleh diambil kurang dari 1%
penampang beton, dengan minimum satu batang tulangan di masing-masing
sudut penampang,
3. Dalam segala hal, luas tulangan memanjang kolom tidak boleh diambil lebih
dari 6% dari luas penampang beton. Apabila tulangan memanjang kolom
disambung dengan sambungan lewatan pada stek, maka luas tulangan
memanjang maksimum dibatasi sampai 4% dari luas penampang beton yang
ada.
4. Tulangan kolom sedapat mungkin harus dipasang simetris terhadap masing-
masing sumbu utama penampang. Pada kolom-kolom yang memikul gaya
normal dengan eksentrisitas terhadap titik berat penampang kurang dari 1/10
dari ukuran kolom diarah eksentrisitas itu, tulangan-tulangan memanjang
harus disebar merata sepanjang keliling teras kolom.
5. Tulangan memanjang kolom harus diikat oleh sengkang-sengkang dengan
jarak maksimum sebesar ukuran terkecil penampang 15 kali diameter baja
tulangan memanjang yang tersebar dengan minimum 6mm pada baja lunak
dan baja sedang dan 5mm pada baja keras.
6. Apabila tulangan memanjang kolom disambung lewat tulangan pada stek,
maka ujung-ujung batang tidak boleh diberi kait kecuali apabila ditempat itu
tersedia cukup ruang sehingga kemungkinan terjadinya sarang-sarang kerikil
dapat dianggap tidak ada.
BAB 111

PEMBAHASAN

3.1 Definisi Beton Bertulang Konvesional

Beton konvensional adalah beton dengan penggunaan material, teknologi dan peralatan
yang masih sederhana. Kekuatan tekan dari beton konvensional maksimum 25 Mpa pada umur
28 hari. Tulangan yang digunakan dapat berupa besi polos atau besi ulir.Beton mempunyai
massa jenis
=2400 kg/m.

3.2 Perbedaan antara Beton Bertulang Konvesional dan Beton Bertulang Pra cetak

1. Beton bertulang konvesional dibuat dengan cara tradisional atau di cetak ditempat.
Sedangakan Beton bertulang pra cetak. Sedangkan Beton bertulang pra cetak adalah suatu
kompenen atau elemen struktur yang tidak di-cor/ dicetak ditempat dimana elemen
tersebut dipasang, melainkan dicetak/ di-cor di tempat lain dimana proses pengecoran dan
perawatan dilakukan dengan baik sesuai metode yang ada.
2. Pada beton bertulang konvesional pada saat pekerjaan bekisting dibutuhkan perancah,
sedangkan beton bertulang pra cetak tidak memerlukan perancah hanya saja
membutuhkan alat pengangkut sehingga tidak menimbulkan limbah.
3. Untuk pengerjaan beton bertulang konvesional biasanya membutuhkan banyak tenaga
kerja yang banyak pada saat pelaksanaan, sedangkan untuk beton bertulang pra cetak
tidak memerlukan banyak tenaga kerja.
4. Beton bertulang konvesional dibuat secara masal dan berulang sedangkan pada beton
bertulang pra cetak dalam sekali pembuatan atau percetakan bias menghasilkan beberapa
struktur beton.

3.3 Kekurangan dan kelebihan Beton bertulang konvesional

Beton cor di tempat atau sering disebut cast in situ adalah beton yang langsung dicor
pada lokasi elemen struktur yang direncanakan. Keunggulan dari beton cor di tempat
adalah :

1. Lebih ekonomis dari segi biaya, tidak memerlukan biaya tambahan untuk transportasi
material dan alat berat khusus misalnya crane untuk proses pemasangan / perangkaian.
2. Meminimalisir terjadinya masalah pada sambungan elemen struktur.

Sedangkan kekurangan penggunaan beton cor di tempat adalah :

1. Waktu pelaksanaan konstruksi lebih lama, karena masing-masing elemen struktur yang
saling ketergantungan harus dikerjakan secara berurutan.
2. Mutu kurang terjamin, terutama permukaan betonnya tidak sehalus beton precast.

3.4 Proses pelaksanaan Beton Bertulang konvesional pada struktur Kolom

a. Metode pelaksanaan pemasangan tulangan pada kolom :

Langkah langkah pemasangan tulangan pada kolom adalah sebagai berikut:

Untuk kolom lantai pertama, Tulangan utama kolom (tulangan memanjang) bagian
bawahnya dibengkokkan dan dimasukkan kedalam rangkaian tulangan fondasi atau pelat
poer.
Pemasangan tulangan utama kolom (tulangan memanjang) dilakukan dengan bantuan
perancah untuk menyangga tulangan agar tetap tegak.
Setelah selesai memasang semua tulangan utama kolom (tulangan memanjang), pasang
tulangan sengkang yang berfungsi menjaga agar tulangan utama kolom (tulangan
memanjang)tidak bergeser atau berubah posisinya.
Tulangan sengkang dapat dipasang dengan cara dimasukkan dari atas atau samping
mengelilingi tulangan utama kolom (tulangan memanjang
Pada kondisi tertentu, tulangan kolom dapat dirangkai ditempat terpisah atau tidak
dirangkai langsung pada posisi seperti yang ditunjukkan gambar rencana. Namun pada
pelaksanaan yang demikian diperlukan alat untuk mengangkat rangkaian tulangan secara
utuh, misalnya menggunakan crane.

Dalam pemasangan besi tulangan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:

Besi atau baja tulangan harus bersih dari kotoran


Rangkaian tulangan harus dibuat sedemikian rupa sesuai dengan gambar rencana dan
tidak boleh terlalu rapat pada penempatannya
Ikatan yang dilakukan pada tulangan harus benar benar kuat
Apabila diperlukan penyambungan, maka besi atau baja tulangan harus diberi
overlapping sesuai spesifikasi teknis
Pada penyimpanan besi tulangan perlu diperhatikan agar besi tulangan tidak menyentuh
tanah secara langsung dan tidak terkena air.

b. Alur kerja pekerjaan bekisting beton bertulang

Pekerjaan bekisting bisa jadi hal penting dalam proyek bangunan, kesalahan dalam
perencanaa, pengadaan atau pengelolaanya bisa menyebabkan keterlambatan atau bahkan
kegagalan proyek. Apalagi jika proyek yang kerjakan tergolong skala besar seperti gedung
bertingkat tinggi atau jembatan besar. setiap langkah perlu berjalan dengan baik agar dapat
dihasilkan formwork terbaik, termurah, sekaligus kualitas beton terbagus. Nah.. dsini kita akan
coba mengungkap seperti apakah alur kerja pekerjaan bekisting beton bertulang dari awal sampai
akhir, o.k langsung saja kita mulai .
Perencanaan bekisting

1. Mempelajari struktur bangunan yang akan dibuat.


2. Cek desain struktur, arsitektur dan mekanikal elektrikal apakah ada yang perlu diubah
atau disesuaikan.
3. Menentukan metode pelaksanaan pekerjaan yang akan dipakai.
4. Pembuatan gambar shop drawing bekisting.
5. Menghitung jumlah dan jenis material bekisting yang akan digunakan.
6. Menghitung berapa jumlah biaya yang diperlukan untuk pekerjaan bekisting tersebut.
7. Dari mana bekisting didatangkan, apakah mau membeli atau menyewa dari supplier.
disini ada proses pengajuan penawaran dan negoisasi dengan penyedia bekisting.
8. Bagaimana dan siapa tenaga kerja yang akan melakukan pengiriman, pemasangan dan
pembongkaran.
9. Proses evaluasi, apakah metode kerja, biaya, dan kualitas pekerjaan nantinya sudah
bagus, jika belum maka perlu dilakukan inovasi atau pertimbangan untuk menggunakan
tipe bekisting lain.

Pengadaan bekisting

1. Kapan dan bagaimana cara pengiriman bekisting dari supplier atau pabrik ke lokasi
proyek.
2. Monitoring pendatangan material bekisting berdasarkan data kebutuhan saat
perencanaan.
3. Bagaimana penyimpanan form work di area proyek, apakah mau di stock dulu atau
langsung dipasang.

Pemasangan bekisting
1. Pengukuran lokasi pekerjaan dengan tepat berdasarkan gambar shop drawing bekisting.
2. Selalu membersihkan bekisting sebelum dipasang, adanya kotoran pada dinding bekisting
dapat menimbulkan hasil cor beton tidak rapi, retak atau bahkan kegagalan struktur.
3. Pemasangan menyesuaikan garis marka ukur yang telah dibuat.
4. Cek ukuran (posisi, ketegakan, kedataran).
5. Cek Perkuatan bekisting apakah sudah benar-benar kuat.
6. Jika sudah maka bisa dilakukan pengecoran beton.

Pembongkaran bekisting

1. Kapan bekisting bisa dibongkar?


2. Bagaimana urutan pembongkaranya, ini dimaksudkan agar dapat membongkar dalam
waktu yang lebih cepat.
3. Untuk apa lagi bekisting yang sudah dibongkar, apakah mau di stock, dipakai lagi untuk
pekerjaan selanjutnya atau dikeluarkan dari lokasi proyek.

Pembuangan bekisting

1. Memilah-milah mana bekisting yang sudah tidak terpakai, ada material yang terpaksa
dibuang ditempat sampah, ada yang bisa dijual kembali karena masih memiliki nilai
harga jual.
2. Sampai disini proses pekerjaan bekisting sudah selesai.

c. Pekerjaan Pengecoran beton dan beton bertulang

Pekerjaan beton dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku
(SNI03 2847 Tahun 2002) dengan jenis beton yang akan dilaksanakan sesuai dengan
Rencana Anggaran dan Biaya (RAB).
Persyaratan uji :

Trial Test dan Mix Design, Merupakan uji awal sebelum pengecoran dilaksanakan, untuk
mengetahui takaran sesuai dengan mutu beton yang disyaratkan dan dipakai sebagai
acuan untuk pelaksanaan pekerjaan selanjutnya, khususnya untuk pelaksanaan beton
struktur.
Actual Random Test, Merupakan uji acak selama pelaksanaan pengecoran berlangsung
untuk mengetahui mutu beton pada bagian struktur tertentu.
Slump Cone Test, Merupakan uji acak untuk mengetahui mutu adukan beton dalam hal
ini jumlah volume airnya, untuk menjaga konsistensi perbandingan air, semen sehingga
didapat mutu beton seperti yang disyaratkan.
Tes Tekan Beton, Pada saat pelaksanaan pengecoran pondasi, balok, plat dan kolom
harus dibuatkan silinder dengan ukuran dan jumlah disesuaikan dengan ketentuan yang
dimuat dalam (SNI03 2847 Tahun 2002), dan dilakukan pengetesan di Laboratorium
konstruksi beton.
Adukan beton dengan perbandingan 1 pc : 3 ps : 5 kr digunakan untuk beton tidak
bertulang seperti : rabat beton dan lantai kerja, sedangkan adukan beton dengan
campuran 1 pc : 2 ps : 3 kr dipakai untuk kolom praktis, balok latai, ring balk atau beton
yang bukan struktur.
Bahan untuk adukan beton:

Semen :

Untuk pekerjaan konstruksi beton bertulang harus memakai semen sesuai standart SNI.
Dalam pelaksanaan pekerjaan diharuskan memakai semen satu produk/merk.
Semen yang didatangkan harus baik dan baru serta di dalam kantong-kantong semen
yang masih utuh.
Untuk penyimpanan diletakkan min. 20 cm diatas tanah. Semen yang mulai mengeras
harus segera dikeluarkan dari lapangan/lokasi.

Agregat Beton :

Pasir beton harus tajam, keras, bersih dari kotoran-kotoran dan bahan kimia, bahan
organik dan susunan diameter butirnya memenuhi persyaratan-persyaratan (SNI03
2847 Tahun 2002) jumlah butiran lumpur lembut harus kurang dari 5% keseluruhannya.
Ukuran maksimum dari batu pecah/split adalah 2 cm dengan bentuk lebih kurang seperti
kubus dan mempunyai bidang pecah minimum 3 muka dan split harus bersih, keras dan
bebas dari kotoran-kotoran lain yang dapat mengurangi mutu beton dan memenuhi
persyaratan (SNI03 2847 Tahun 2002).
Susunan ukuran koral/pembagian butir harus termasuk susunan batu agregat campuran di
daerah baik menurut (SNI03 2847 Tahun 2002).

Air :

Untuk adukan, air yang dipergunakan harus bebas dari asam, garam, bahan alkali dan
bahan organik yang dapat mengurangi mutu beton.

Besi Beton :

Pembengkokkan dan pemotongan baja tulangan harus dilaksanakan menurut gambar /


rencana detail dengan menggunakan alat potong dan mal-mal yang sesuai dengan
diameter masing-masing.

Kayu untuk cetakan beton :

Kayu untuk beton dipakai kayu kelas II sesuai syarat dalam PPKI 70 atau dipakai kayu
meranti.
Papan bekisting dari papan meranti tebal 2 cm / multiplek tebal 9 mm dan
pemakaiannya maksimum 2 (dua) kali. Sebelum pengecoran bidang multiplek dilapis
cairan mud oil sampai rata agar pada waktu pembongkaran, beton tidak menempel pada
papan / multiplek, perancah bekesting dipergunakan kayu meranti ukuran minimum 5/7
cm atau rangka baja/schafolding.

Pelaksanaan Pekerjaan Beton :

Pekerjaan pengecoran harus dilaksanakan sekaligus dan harus dihindarkan penghentian


pengecoran, kecuali bila sudah diperhitungkan pada tempat-tempat yang aman.
Untuk mendapatkan campuran beton yang baik dan merata harus memakai mesin
Pengaduk beton / Concrete mixer pengaduk (untuk pembuatan beton praktis campuran 1
pc : 2 ps : 3 kr) dan memakai Ready Mix (untuk pembuatan beton struktur dengan mutu
beton fc 22 Mpa).
Segera setelah beton dituangkan kedalam bekesting, adukan harus dipadatkan dengan
concrete vibrator
Selama waktu pengerasan, beton harus dihindarkan dari pengeringan yang terlalu cepat
dan melindunginya dengan menggenangi air diatas permukaan terus menerus selama
paling tidak 10 (sepuluh) hari setelah pengecoran plat lantai, sedangkan untuk kolom
struktur harus dilindungi dengan membungkus dengan karung goni yang dibasahi.
Pembongkaran bekesting tidak boleh dilakukan sebelum waktu pengerasan dipenuhi dan
pembongkarannya dilakukan dengan hati-hati dan tidak merusak beton yang sudah
mengeras
Apabila konstruksi beton bertulang langsung terletak diatas tanah, maka sebelumnya
harus dibuat lantai kerja yang rata dengan campuran 1 pc : 3 ps : 6 kr dengan ketebalan
minimum 5 cm.

Pekerjaan Bekisting :

Untuk mendapatkan bentuk penampang, ukuran dari beton seperti yang ditentukan dalam
gambar konstruksi, bekesting harus dikerjakan dengan baik, teliti dan kokoh.
Bekesting untuk pekerjaan beton, yaitu kolom, lantai, balok dll. dibuat dari papan/
multiplek t = 9 mm yang berkwalitas baik dan tidak pecah-pecah.
Konstruksi dari bekesting seperti sokongan-sokongan perancah dan lain-lain yang
memerlukan perhitungan
Cetakan harus menghasilkan konstruksi akhir yang mempunyai bentuk, ukuran dan tepi-
tepi yang sesuai dengan gambar-gambar rencana dan syarat-syarat pelaksanaan.
Bambu disarankan tidak digunakan sebagai tiang cetakan, disamping kekuatan dan
kekakuan dari cetakan juga stabilitas perlu diperhitungkan dengan baik, terutama
terhadap berat beton sendiri serta bahan-bahan lainnya yang timbul selama pengecoran,
seperti akibat vibrator dan berat para pekerja.
Sebelum pengecoran dimulai, bagian dalam dari bekesting harus bersih dan kering dari
air limbah, minyak dan kotoran lainnya.

Pekerjaan Baja Tulangan :

Gambar rencana kerja untuk baja tulangan meliputi rencana pemotongan, pembengkokan,
sambungan, penghentian dll. Untuk semua pekerjaan tulangan harus dipersiapkan
menurut SNI03 2847 Tahun 2002.
Pemasangan tulangan harus sesuai dengan jumlah dan jarak yang ditentukan dalam
gambar.
Tulangan harus ditempatkan dengan teliti pada posisi sesuai rencana, dan harus dijaga
jarak antara tulangan dengan tulangan, jarak antara tulangan dengan bekesting untuk
mendapatkan tebal selimut beton / beton decking yang cukup.
mempergunakan penyekat / spacer, dudukan / chairs dari blok beton atau baja.
Bila dipakai blok beton, maka mutu beton harus sesuai dengan beton yang bersangkutan
atau dengan campuran 1 Pc : 2 Ps dan dipasang sudah dalam kondisi kering, semua
tulangan harus diikat dengan baik dan kokoh sehingga dijamin tidak bergeser pada waktu
pengecoran.
Sebelum melakukan pengecoran, semua tulangan harus diperiksa terlebih dahulu untuk
memastikan ketelitian penempatannya, kebersihan dan untuk mendapatkan perbaikan bila
perlu.
Tulangan yang berkarat harus segera dibersihkan atau diganti
Khusus untuk tebal selimut beton, dudukan harus cukup kuat dan jaraknya sedemikian
sehingga tulangan tidak melengkung dan beton penutup tidak kurang dari yang
disyaratkan. Toleransi yang diperkenankan terhadap bidang horizontalnya adalah 2.5
mm.

3.5 PEKERJAAN PEMASANG KOLOM


Alat dan Bahan
Alat:
-Palu -Unting-unting -Kape
-Gergaji -Water Pass Kuas Rol
-

-Impact Wranch -Benang


-Circle Saw - Long Socket
-Meteran -Torx Bit
-Siku -Sling kap
Bahan:
- Multiplek
-Paku

Langkah Kerja:
1. Pembuatan Mall:
a) Alas kerja untuk tempat perakitan harus rata atau datar,untuk mempermudah
pekerjaan.
b) Buat stoper dari balok kayu atau plywood yang lurus untuk column waler dan
girder.Kemudaian cek kesikuan,karena kesikuan pada pekerjaan ini sangat besar
dampaknya terhadap hasil pekerjaan nantinya.
c) Buat mall column dari plywood sesuai ukuran yang telah ditentukan,kemudian
cek diagonal mall column waler.
d) Buat mall untuk girder dan jaraknya disesuaikan dengan gambar konstruksi,sesuai
dengan jumlah girder yang dipakai.

2. Perakitan Column Waler


a.) Letakkan column waler ke mall column waler,kemudian cek kembali jarak antar
column waler,kesikuan dan diagonalnya.

3. Perakitan Girder:
a) Letakkan girder GT 21 ke column waler,kemudian pasang hook strap HB 24 ke
girder GT 24.Kencangkan dengan long socket dan impact wrench.
b) Pasang girder GT 24 ke column waler,pemasangan dimulai dari dari
bawah,kemudian pasang hook strap HB 24 dan kencangkan dengan long socket
dan impact wrench.
c) Untuk pemasangan girder berikutnya dibuatkan penyangga girder GT 24 dengan
balok kayu sesuai jarak antar girder GT 24.
d) Satukan kedua ujung girder GT 24,kemudian pasang extetion splice ke pertemuan
girder GT 24 dan kencangkan dengan wingnut.
e) Pasang girder GT 24 sisipan di sebelah sambungan extension splice dan harus
menumpu pada dua column waler.Penyambungan girder GT 24 ke column waler
memakai hook strap HB 24.
f) Letakkan kedua girder GT 24 bersebelahan,kedua girder GT 24 tersebut harus
menumpu pada dua column waler,kemudian sambung kedua girder GT 24
tersebut menggunakan double hook strap.

4. Perakitan Plywood:
a) Potong plywood sesuai yang direncanakan.kemudian letakkan plywood ke girder
GT 24.Ujung plywood bagian bawah dibuat cantilever 5 cm,kemudian dipaku
sementara,jangan terlalu kuat untuk nantinya bisa dibuka dan diatur kembali
jaraknya.
b.) Cek kesikuan panel kemudian pasang torx screw 6 x 60 dengan menggunakan
torx bit screw driver dengan menyesuaikan jarak sesuai dengan ukuran yang telah
ditentukan.
c.) Pasang kasau 5/7 diujung bawah plywood,kemudian pasang plywood(triplek)
penutup pada girder atas agar material dibawahnya tidak terkena adukan beton
nantinya.

5. Pemasangan Base Plate:


a.) Tentukan titik perletakan base plate sesuai dengan gambar kerja,kemudian pasang
angkur tanam D10 mm sebelum dilakukan pengecoran.Kemudian pasang base
plate ke angkur,lalu tekuk besi angkur untuk mengunci base plate.

6. Pemasangan Crane splice:


a.) Pasang crane splice ke girder GT 24,kemudian kunci dengan locking pin dan
cotter pin.Kemudian pasang segel sling ke crane splice.

7. Pemasangan Push Pull Props & Kicker Brace AV:


a.) Pasang push pull props& kicker brace AV ke base plate,kemudian pasang push
pull props ke panel.lalu pasang kicker brace AV ke panel dan cek kesikuannya,

8. Pemasangan ke Base Plate:


a.) Pasang push pull props ke base plate dan kunci dengan locking pin dan cotter
pin,kemudian pasang kicker brace AV ke push pull props dan kunci dengan
locking pin dan cotter pin.

9. Pemasangan Wedge Head Piece:


a.) Pasang wedge head piece ke column waler,lalu kunci dengan wedge K,kemudian
pasang push pull props ke wedge head piece,kunci dengan locking pin dan cotter
pin.

10. Pemasangan Girder Head piece:


a.) Pasang girder head piece ke girder GT 24 dan kencangkan murnya,lalu pasang
push pull props ke girder head piece.Kunci dengan locking pin dan cotter pin.

11. Pemasangan Tie Rod:


a.) Pasang PVC tube dan PVC cone pada colom,lalu pasang tie rod tepat ke lubang
PVC yang telah dipasang dan tembus ke column waler sisi samping.
b.) Pasang counter plate dan kencangkan dengan wing nut.

11. Penyambungan dengan Tie Yoke:


a.) Pasang tie yoke ke column waler lalu kunci dengan wedge KZ.Kemudian
masukkan tie rod ke tie yoke dan kencangkan dengan wingnut,hingga ujung
plywood rata dan tidak ada lobang,kemudian cek kesikuan dan diagonalnya.

12. Penyambungan dengan Coupling:


a.) Pasang coupling ke coulumn waler lalu kunci dengan wedge KZ.kencangkan
wedge KZ dengan menggunakan palu,hingga ujung plywood rapat,kemudian
cek kesikuannya.

13. Pemasangan Scaffolding Bracket:


a.) pasang scaffold bracket ke girder GT 24,lalu pasang papan horizontal 5cm x 20
cm ke scaffold bracket setelah itu dipaku.
b.) Pasang kayu vertikal 5 cm x 10 cm ke kupingan scaffold bracket dan dipaku.

Pengerjaan kolom padaGedung Bertingkat Tinggi

Pada pembangunan kolom beton gedung bertingkat tinggi prosesnya sebagai berikut :

1. Pada tahap perencanaan, buat gambar desain bangunan untuk


menggambarkan bentuk kosntruksinya dan menentukan letak kolom struktur.
2. Lakukan perhitungan struktur bangunan untuk mendapatkan dimensi
kolom dan bahan bangunan yang kuat untuk digunakan namun tetap ekonomis.
3. Lakukan pengerjaan pengukuran untuk menentukan posis i kolom
bangunan, ini harus pas sesuai dengan gambar rencana apalagi pada gedung
bertingkat tinggi yang angka toleransin kesalahan hanya berkisar 1 cm, jika salah
dalam mengukur maka ada resiko keruntuhan gedung.
4. Menghitung kebutuhan besi tulangan dan bentuk potongan besi yang
perlu dipersiapkan, sering disebut sebagai bestek besi.
5. Merangkai potongan besi sesuai dengan bentuk kolom yang telah
direncanakan.
6. Memasang rangkaian besi tulangan pada lokasi kolom yang akan dibuat .
7. Membuat bekisting, bisa terbuat dari kayu, plat aluminium atau media
lain yang mampu menahan saat proses pekerjaan pengecoran beton.
8. Memasang bekisting sehingga membungkus besi tulangan.
9. Melakukan pengecekan posisi bekisting apakah sudah sesuai deng an
ukuran rencana dan sudah benar-benar tegak.
10.Menghitung kebutuhan beton yang dibutuhkan.
11.Membuat adukan beton atau memesan beton precast dengan kualitas sesuai hasil
perhitungan semula, misalnya mau menggunakan mutu beton K-250, K-300, K-400
dan seterusnya.
12.Melakukan pekerjaan pengecoran kolom, penentuan tinggi cor bisa dilakukan
dengan perpedoman pada ukuran bekisting atau mengukur sisa cor dari ujung atas
bekisting.Pada setiap rangkaian pelaksanaan tersebut membutuhkan
pengecekan bersama dengan konsultan perencana, kontraktor, konsultan pengawas
maupun pemilik gedung secara langsung. Hal ini dimaksudkan untuk.
BAB 1V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Banyak kekurangan dan kelebihan jika menggunakan beton bertulang konvesional


pada pekerjaan struktur kolom, salah satunya pekerjaan akan membutuhkan waktu yang
lama, menimbulkan limbah dan membutuhkan tenaga kerja yang banya. Dengan
berkembangnya teknologi maka sudah ada metoda pekerjaan beton bertulang precast.
Pada metode ini bias meminimalkan waktu pelaksanaan, tidak akan menimbulkan
limbah, biaya bias akan lebih diperkecil serta kwalitas struktur kolom akan sama. Jadi
pemilihan metoda dalam pelaksaanaan harus memperhatikan aspek aspek yang sesuai.

4.2 Saran

Dari hasil analisa dua metode yaitu cast in situ dengan pracetak adapun saran sebagai
berikut :

Pemilihan metode pelaksanaan yang menguntungkan berupa multiple choice


yaitu pemilihan tergantung kebutuhan masing masing prioritas antara biaya
dengan waktu.
Untuk mengetahui metode pelaksanaan yang lebih menguntungkan dapat
dilakukan dengan melakukan percepatan waktu ( crashing ) pada metode
pelaksanaan cast in situ sampai didapatkan waktu yang sama dengan metode
pracetak sehingga terjadi perbedaan biaya dengan waktu yang sama dengan
demikian dapat diketahui metode yang menguntungkan terhadap biaya dan
waktu
Perlunya pengembangan teknologi dan riset tentang beton pracetak serta
memasyarakatkan penggunaan metode pracetak pada jasa konstruksi di
Indonesia.
Demi efektifitas dan efisiensi dari metode pracetak , jumlah elemen seragam
yang dibuat perlu diperhatikan.
Pelaksanaan metode pracetak sangat dimungkinkan untuk dilaksanakan, namun
membutuhkan ketelitian dan keahlian dalam proses pembuatan hingga
pemasangannya.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai