id
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
Secara teoritis, parameter utama dalam menentukan kuat tekan beton dalam beton
normal adalah perbandingan air-semen (w/c ratio) dalam campuran. Semakin tinggi
kandungan semen dalam campuran, semakin tinggi kuat tekannya. Permasalahannya
adalah apabila kandungan semen terus dinaikkan, sampai batas tertentu akan timbul
masalah seperti campuran menjadi terlalu kental sehingga sulit dalam pelaksanaan
pengecoran, serta seringkali timbul retak dan susut berlebihan pada beton setelah
mengeras. Dalam beberapa kasus di lapangan, seringkali pula diperlukan beton dengan
mutu dan slump sangat tinggi, dua hal yang pada dasarnya saling bertolak belakang
pada beton campuran normal. Beton dengan spesifikasi slump sangat tinggi (encer)
lebih dikenal dengan sebutan beton dengan pemadatan mandiri (self compacting
concrete – SCC) (Satryarno, 2011).
Self Compacting Concrete (SCC) merupakan beton yang mampu mengalir dengan
beratnya sendiri yang dapat dicetak pada bekisting dengan tingkat penggunaan alat
pemadat yang sangat sedikit atau tidak memerlukan pemadatan. Beton ini
memanfaatkan pengaturan ukuran agregat, porsi agregat, dan zat admixture berupa
Pembangunan berskala besar sekarang ini membuat lahan untuk membangun semakin
sempit sehingga perlu membangun ke arah vertikal. Bangunan yang tinggi menuntut
kekuatan beton yang tinggi. Beton mutu tinggi adalah beton dengan kekuatan yang
cukup tinggi atau diatas kekuaran standart (Prayitno, 2015).
Beton mutu tinggi (high strength concrete) yang tercantum dalam SNI 03-6468-2000
didefinisikan sebagai beton yang mempunyai kuat tekan yang disyaratkan lebih besar
sama dengan 41,4 MPa.
Beberapa dekade terakhir, bahan tambah (admixture) pozolan seperti silica fume, fly
ash, abu sekam, dan metakaolin digunakan sebagai bahan tambah atau pengganti
semen karena sifatnya yang dapat meningkatkan ketahanan dan kekuatan beton
dibandingkan dengan semen portland biasa. Menurut standar ASTM C 618-94a
(1993), pozolan ialah bahan yang mempunyai silika atau silika alumina dan memiliki
sedikit atau tidak ada sifat semen tetapi apabila dalam bentuk butiran yang halus dan
dengan kehadiran kelembaban, bahan ini dapat bereaksi secara kimia dengan Ca(OH)2
untuk membentuk senyawa bersifat semen pada suhu biasa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id7
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id8
Sementara itu menurut American Concrete Institue (ACI), beton mutu tinggi
merupakan beton dengan perlakuan khusus dan persyaratan seragam yang tidak dapat
selalu dicapai secara rutin hanya dengan pencampuran secara normal dan penggunaan
material konvensional, penempatan, maupun cara perawatannya. Disyaratkan terdapat
kontrol terhadap desain dan pemilihan dari material campuran beton dengan
penambahan bahan tambah yang tepat. Pembuatan beton mutu tinggi dilakukan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id9
dengan adanya pemilihan material, agar harga yang dikeluarkan untuk pembuatan
tidak menyebabkan beton mahal. Oleh sebab itu, diperlukan pengetahuan dan inovasi
tentang teknologi campuran beton yang dapat menghasilkan beton dengan mutu tinggi
tetapi dengan harga terjangkau.
Perbedaan utama antara beton konvensional dengan beton memadat mandiri adalah
komposisi bahan yang digunakan dalam campuran beton. Okamura dan Ozawa
(1994) memberikan saran untuk spesifikasi beton memadat mandiri antara lain sebagai
berikut:
1. Agar mortar dapat melewati sela-sela agregat kasar yang kurang rapat saat proses
mixing, maka komposisi agregat kasar yang digunakan adalah 50% dari volume
solid,
2. Proporsi agregat halus disyaratkan hanya 40% dari volume total mortar,
3. Rasio volume air dan bahan pengikat disyaratkan antara 0,9 hingga 1, tergantung
pada sifat bahan pengikatnya dan,
4. Faktor air semen bahan pengikat dan dosis superplasticizer ditentukan setelahnya
untuk mendapatkan pemadatan secara mandiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id
1. Fillingability, adalah kemampuan beton segar untuk dapat mengisi seluruh ruangan
bekisting tanpa bantuan alat vibrasi,
2. Passingability, adalah kemampuan beton segar untuk dapat melewati tulangan,
3. Segregation resistance, adalah kemampuan campuran beton yang tidak mengalami
segregasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id
besarnya diameter sebaran campuran beton dan homogenitas beton tergantung dari
viskositas campuran yang dapat diamati dengan seberapa cepat beton segar mengalir
meskipun kecepatan aliran juga saling mempengaruhi dengan diameter sebaran.
Sedangkan L-box test digunakan untuk mengetahui kinerja pengaliran beton segar
untuk melewati besi tulangan sebagai penghalang dimana berat beton arah vertikal
pada L-box memberikan gaya dorongan campuran beton untuk melewati celah tulangan
tersebut. L-box juga mengevaluasi stabilitas perataan permukaan mandiri. Kemudian
V-funnel test digunakan untuk mengukur kemampuan mengalir beton segar ketika
proses penuangan, kecepatan yang dihasilkan dari uji V-funnel dapat memberikan
indikasi tingkat viskositas campuran beton (Kumar, 2006).
Kapur (CaO) 60 - 65
Silika (SiO2) 17 - 25
Alumina (Al2O3) 3 - 8
Sulfur (SO3) 1 - 2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan SNI 15 - 2049 - 2004, semen portland merupakan semen hidrolis terdiri
atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dihasilkan dengan cara menggiling terak
semen portland. Proses penggilingan bersamaan dengan bahan tambah berupa satu atau
lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan diperbolehkan menambah dengan
bahan tambah lainnya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton adalah tipe semen yang
digunakan dalam pembuatan campuran beton. Menurut SNI 15 - 2049 - 2004, semen
portland dibagi menjadi beberapa tipe yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id
1. Agregat kasar yang memiliki bentuk butir-butir pipih dapat dipakai apabila total
butir pipih tidak melebihi 20% dari berat agregat seluruhnya. Agregat kasar yang
digunakan sebaiknya berbutir keras dan tidak berpori. Butir-butir agregat kasar
harus tidak hancur atau pecah oleh pengaruh cuaca, seperti terkena hujan maupun
terik matahari yang membuktikan bahwa agregat kasar harus bersifat kekal.
2. Lumpur yang terkandung dalam agregat kasar tidak boleh melebihi 1% dari berat
kering. Apabila melebihi persyaratan maka agregat kasar harus melalui proses
pencucian.
3. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat yang reaktif alkali dan zat-zat yang dapat
merusak beton lainnya.
4. Pemeriksaan kekerasan butir agregat kasar dapat dilakukan dengan mesin Los
Angeles. Selama proses pemeriksaan beratnya tidak boleh hilang lebih dari 50%.
5. Butir agregat kasar terdiri dari beranekaragam ukuran dan apabila dilakukan
pengayakan disyaratkan dalam Pasal 3.5 ayat 1 PBI 1971 susunan ayakan harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Sisa atau tertahan diatas ayakan 31,5 mm harus 0% berat,
b. Sisa atau tertahan diatas ayakan 4 mm harus berkisar antara 90% dan 98% berat,
c. Selisih antara sisa-sisa kumulatif diatas dua ayakan yang berurutan, maksimum
60% dan minimum 10% berat.
6. Maksimum ukuran butir agregat tidak boleh melebihi dari seperlima jarak terkecil
antar bidang-bidang samping cetakan, sepertiga dari jarak bersih minimum antara
berkas tulangan atau batang-batang atau sepertiga dari tebal pelat. Apabila terjadi
penyimpangan dari batasan ini maka perlu penilaian dari Pengawas Ahli agar
diijinkan mengenai cara pengecoran beton dimana meminimalisir akan terjadinya
sarang-sarang kerikil.
Menurut Pujianto (2011), untuk menghasilkan beton mutu tinggi perlu kualitas agregat
yang baik, disyaratkan sebagai berikut:
1. Porositas rendah
Suatu adukan yang seragam (uniform) menunjukan bahwa porositasnya rendah,
yang berarti mempunyai keseragaman atau keteraturan yang baik pada mutu (kuat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id
tekan) maupun nilai slumpnya. Agregat kasar akan sangat baik bila tingkat
penyerapan air (water absorption) nya kurang dari 1%. Apabila melebihi akan
terjadi kesulitan dalam pengontrolan kadar air total yang digunakan dalam
campuran beton segar, dan dapat mengakibatkan kurangnya keteraturan
(irregularity) dan deviasi yang besar pada mutu sekaligus nilai slump beton yang
dihasilkan. Karenanya, sensor kadar air pada setiap group agregat yang akan
digunakan merupakan suatu tahapan yang mutlak perlu dikerjakan.
2. Bentuk fisik agregat
Dalam beberapa penelitian menunjukan bahwa untuk menghasilkan mutu beton
yang baik penggunaan batu pecah dengan bentuk kubikal dan tajam lebih baik
daripada kerikil bulat (Larrard, 1990). Karena lebih memberikan daya lekat mekanik
antara batuan dengan mortar.
3. Ukuran maksimum agregat
Pemakaian agregat yang lebih kecil (< 15 mm) pada beberapa penelitian dapat
menghasilkan mutu beton yang lebih tinggi (Larrard, 1990). Namun penggunaan
agregat dengan ukuran maksimum 25 mm tingkat keberhasilannya masih baik untuk
menghasilkan beton mutu tinggi.
4. Agregat yang digunakan dalam kondisi bersih dan kuat tekan hancur tinggi.
5. Gradasi agregat yang teratur dan baik (diambil dari sumber yang sama).
Persyaratan gradasi agregat kasar (ASTM C33-2006) tercantum dalam Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Syarat Gradasi Agregat Kasar
50 mm (2 in) 100
4,75 mm (No. 4) 0 – 5
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id
Persyaratan gradasi agregat halus (ASTM C33-2006) tercantum dalam Tabel 2.4.
Agregat halus berdasarkan PBI 1971, berupa pasir alam yang mengalami desintegrasi
alami dari batuan atau pemecahan batu yang menghasilkan batu pecah. Syarat agregat
halus (pasir) menurut PBI 1971 (NI-2) Pasal 33, yaitu:
1. Agregat halus tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca yang dalam artian
bersifat kekal, terdiri dari butiran-butiran yang tajam dan keras,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id
2. Kandungan lumpur pada agregat halus tidak boleh lebih dari 5% dari total berat
agregat kering. Apabila lebih maka agregat halus perlu dilakukan pencucian terlebih
dahulu,
3. Kandungan bahan organik pada agregat halus tidak boleh terlalu banyak. Pengujian
dapat dilakukan dengan percobaan warna Abrams Header menggunakan larutan
NaOH,
4. Gradasi agregat halus terdiri dari beranekaragam besarnya butiran dan apabila
dilakukan pengayakan susunan ayakan berdasarkan Pasal 3.5 ayat 1 (PBI 1971),
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Sisa di atas ayakan 4 mm, harus minimum 2% berat,
b. Sisa di atas ayakan 1 mm, harus minimum 10% berat,
c. Sisa di atas ayakan 0,25 mm, harus berkisar antara 80% - 90% berat.
Komposisi agregat halus pada SCC cenderung lebih banyak daripada beton
konvensional karena SCC memanfaatkan perilaku pasta untuk mempermudah aliran
beton segar. Sementara pada beton konvensional agregat kasar yang digunakan sebesar
70% - 75% dari volume beton (As’ad, 2012).
2.2.5.4 Air
Salah satu faktor penting dalam pembuatan beton adalah air, karena semen akan
bereaksi dengan air kemudian menjadi pengikat seluruh agregat dalam campuran. Air
juga memengaruhi kuat tekan beton, apabila dalam campuran kandungan air tinggi
maka menyebabkan penurunan kuat tekan karena porositas yang dihasilkan juga tinggi
setelah air menguap (Lie, 2017).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id
2.2.5.5 Superplasticizer
Pembuatan beton dengan mutu tinggi dibutuhkan penambahan superplasticizer karena
dapat mengurangi kebutuhan air pada campuran beton. Nilai slump yang optimal dapat
dihasilkan dengan adanya penambahan superplasticizer atau high range water reducer
terutama pada beton SCC yang membutuhkan flowability yang baik. Penggunaan
superplasticizer perlu disesuaikan dengan ASTM C494 (2016).
Menurut ASTM C494 (2016), bahan kimia pengurang air yang sangat efektif sebagai
tambahan pada adukan beton adalah superplasticizer. Pemakaian bahan tambah ini
dapat memengaruhi adukan beton dengan faktor air semen lebih rendah namun nilai
kekentalan adukan sama atau kekentalan adukan lebih encer dengan faktor air semen
yang sama, sehingga kuat tekan yang dihasilkan beton lebih tinggi.
2.2.5.6 Metakaolin
Metakaolin mempunyai ukuran partikel lebih kecil dari silica fume yang merupakan
hasil pemanasan dari kaolin pada suhu 450 0C – 900 0C dan banyak mengandung SiO2
(54,64%) serta Al2O3 (42,87%) yang merupakan unsur utama semen sehingga dapat
berperan sebagai pengikat tambahan atau pengganti sebagian semen (Sambowo, 2002).
Kaolin adalah sejenis lempung halus berwarna putih yang biasa digunakan sebagai
bahan porselen tradisional. Metakaolin mempunyai kata awalan “Meta” yang
menunjukkan “perubahan”. Perubahan yang terjadi dalam metakaolin adalah
dehidroksilasi atau reaksi dekomposisi kristal kaolin menjadi suatu struktur tidak
teratur sebagian dalam jangka waktu tertentu. Reaksi ini terjadi pada pemanasan suhu
420 oC, pada 100 oC - 200 oC kaolin kehilangan sebagian besar kandungan air
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id
kemudian sisanya melalui dehidroksilasi pada suhu 500 oC – 800 oC. Reaksi kimia yang
terjadi pada proses ini adalah sebagai berikut (Patil, 2012).
Al2O3.2SiO2.2H2O = Al2O3.2SiO2 + 2H2O (g)
Pemanasan metakaolin yang optimal pada suhu 700 oC karena apabila dibawah 700 oC
masih terdapat kaolin yang tidak reaktif dan apabila diatas 850 oC, terjadi penurunan
reaktivitas serta kaolin berubah menjadi spinel dan mullite. Kaolin cukup stabil dalam
kondisi lingkungan normal. Namun, saat pemanasan hingga suhu 650 °C – 900 °C,
kaolin kehilangan 14% massanya dalam ikatan hydroxyl ion. Pemanasan atau kalsinasi
ini, memecah struktur kaolin sedemikian rupa sehingga lapisan alumina dan silika
menjadi mengerut dan kehilangan keteraturannya kemudian menghasilkan metakaolin,
fase transisi yang sangat reaktif. Metakaolin memiliki sifat hidrolik laten yang sesuai
untuk digunakan sebagai supplementary cementing materials (SCM) dan merupakan
sebuah pozzolan amorf (Justice, 2005).
Metakaolin adalah bahan yang memiliki beberapa reaktivitas hidrolik laten dan
berukuran sangat kecil, dapat mengatasi efek dilusi yang berkontribusi untuk panas dan
kekuatan tekan pada usia sangat dini. Penggunaan metakaolin memiliki efek sangat
besar ketika semen portland (PC) terhidrasi, umumnya 20% - 30% dari massa pasta
menghasilkan kalsium hidrat (CH). Namun saat metakaolin ditambahkan akan bereaksi
cepat dengan senyawa CH yang kemudian menghasilkan kalsium silikat hidrat (C-S-
H) tambahan. Reaksi hidrasi dasar yang terbentuk sebagai berikut:
2C32 + 11H C3S2H8 + 3CH
(C-S-H) (CH)
2C2S + 9H C3S2H8 + CH
C3A + 3CSH2 + 26H C6AS3H32
(gypsum) (ettringite)
2C3A + C6AS3H32 + 4H 3C4ASH12
(monosulfate)
C4ASH12 + 2CSH2 + 16H C6AS3H32
MK [Al2Si2O7] + CH + H C-S-H, C4AH13, C3AH6, C2ASH8
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id
Kaolin yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Desa Semin, Gunung Kidul,
Yogjakarta yang kemudian mengalami pemanasan pada suhu 700 oC selama 6 jam di
Studio Keramik Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tabel 2.6 Range Mix Design yang Disarankan oleh The European Guidelines for Self-
Compacting Concrete (2005)
(semen + metakaolin)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id
Minimum Maksimum
J-ring mm 0 10
V-funnel sec 6 12
U-box (H2/H1) mm 0 30
Fill-box % 90 100
Orimet sec 0 5
1. Fillingability
Pengujian slump flow dan abrams cone pada beton segar yang penghitungannya dapat
dilihat pada Tabel 2.7 untuk menguji parameter fillingability beton.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id
Pengujian L-box pada beton segar yang penghitungannya dapat dilihat pada Tabel 2.7
untuk menguji parameter passingability beton.
3. Segregation Resistance
Pengujian V-funnel T-5 menit pada beton segar yang penghitungannya dapat dilihat
pada Tabel 2.7 untuk menguji parameter segregation resistance beton.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id
Besarnya kuat tekan beton dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain sebagai berikut:
1. Faktor air semen, secara umum semakin rendah nilai faktor air semen semakin tinggi
kuat tekan beton. Namun, pada kenyataannya suatu nilai faktor air semen tertentu
kuat tekan beton semakin rendah. Hal ini disebabkan jika faktor air semen semakin
rendah maka beton semakin sulit dipadatkan dan terjadi pengeroposan. Maka ada
suatu nilai faktor air semen yang optimal yang menghasilkan kuat tekan maksimal.
2. Jenis semen dan kualitas semen yang dipakai dalam campuran mix design.
3. Jenis dan lekuk (relief) bidang permukaan agregat. Kenyataan menunjukkan bahwa
penggunaan agregat batu pecah akan menghasilkan beton dengan kuat tekan
maupun kuat tarik yang lebih besar daripada kerikil.
4. Efisisensi dari perawatan (curing). Kehilangan kekuatan sampai 40% dapat terjadi
bila pengeringan terjadi sebelum waktunya. Perawatan adalah hal yang sangat
penting pada pekerjaan di lapangan dan pada pembuatan benda uji. Perawatan
dilakukan agar beton hasil uji yang dihasilkan baik tanpa banyaknya keretakan yang
akan mempengaruhi kuat tekan saat pengujian yang dilakukan.
5. Suhu pada umumnya kecepatan pengerasan beton bertambah dengan bertambahnya
suhu.
6. Kekuatan beton bertambah dengan bertambahnya umur, tergantung pada jenis
semen. Misalnya semen dengan kadar alumina tinggi menghasilkan beton yang kuat
hancurnya pada 24 jam sama dengan semen portland biasa pada 28 hari. Pengerasan
berlangsung terus secara lambat sampai beberapa tahun.
Nilai kuat tekan beton didapat melalui cara pengujian standard menggunakan mesin
uji dengan cara memberikan beban bertingkat dengan kecepatan peningkatan tertentu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id
atas benda uji silinder beton (diameter 150 mm dan tinggi 300 mm) sampai hancur.
Kuat tekan masing-masing benda uji ditentukan oleh tegangan maksimum (f’c) yang
dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan selama pengujian.
Umur beton memengaruhi keberagaman nilai kuat tekan yang dihasilkan dan umumnya
ditentukan selama 28 hari setelah dilakukan pengecoran. Nilai tegangan hancur pada
benda uji atau sampel silinder dapat dihitung dengan Persamaan 2.1:
Gambar 2.4 menunjukkan bahwa terjadi pembebanan arah aksial beton silinder yang
menghasilkan tegangan tekan (compressive stress). Tegangan normal (normal stress)
memiliki arah yang tegak lurus dengan permukaan potongan. Secara matematis
tegangan dapat dirumuskan dengan Persamaan 2.2:
𝜎 = F / A ......................................................................................................... (2.2)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id
dengan,
𝜎 = Tegangan (MPa)
F = Gaya (N)
A = Luas permukaan penampang (mm2)
Regangan adalah perbandingan antara perubahan panjang terhadap panjang mula-mula
beton silinder. Regangan tidak memiliki satuan. Secara matematis regangan dapat
dirumuskan dengan Persamaan 2.3:
ℰ = ∆l / l0......................................................................................................... (2.3)
dengan,
ℰ = Regangan
∆l = Perubahan panjang (mm)
l0 = Panjang awal (mm)
Gambar 2.5 menunjukkan benda uji silinder yang mendapatkan gaya tekan sebesar (P)
yang mengakibatkan terjadinya regangan tekan (compressive strain) dan silinder
tersebut mengalami pembesaran kearah samping (regangan lateral) dan pemendekan
arah aksial atau longitudinal (regangan longitudinal). Regangan (e) disebut regangan
normal karena regangan ini berkaitan dengan tegangan normal (Gere, 1997).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id
perubahan bentuk pada bahan itu amat tergantung pada sifat tegangan dan regangan
tersebut.
Menurut Murdock dan Brook (1991), modulus elastisitas yang sebenarnya atau
modulus pada waktu tertentu dapat dihitung dengan Persamaan 2.4 sebagai berikut:
E = 𝜎 / ℰ.......................................................................................................... (2.4)
dengan,
Tegangan (𝜎) = P / A .............................................................................................. (2.5)
Regangan (ℰ) = ∆L / L ............................................................................................ (2.6)
dimana,
P = beban yang diberikan (N)
A = luas tampang (mm2)
∆L = perubahan panjang (mm)
L = panjang mula-mula (mm)
Dengan berdasarkan formulasi tersebut maka dapat dihitung nilai modulus elastisitas
beton. Modulus elastisitas adalah kemiringan kurva tegangan-regangan di dalam
daerah elastis linier pada sekitar 40% beban puncak (ASTM STP 169 D Chapter
19,1994). Berikut beberapa rumus empiris eksperimen dan prediksi untuk
penghitungan nilai modulus elastisitas beton:
dengan,
Ec = modulus elastisitas statik (MPa)
ℰ1 = regangan aksial (mm/mm)
𝜎1 = tegangan yang berhubungan dengan ℰ1
fc’ = kuat tekan beton uji silinder 28 hari (MPa)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id
dengan,
Ec = modulus elastisitas statik (MPa)
ℰ = regangan aksial (mm/mm)
fc’ = kuat tekan beton uji silinder 28 hari (MPa)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.6 menunjukan diagram tegangan-regangan pada beberapa jenis beton yang
bersifat sangat getas (tegangan = 17.500 psi) sampai cukup daktail (tegangan = 4.500
psi). Penurunan kurva disebabkan oleh kondisi beton sendiri. Pada pengujian kuat
tekan beton silinder akan hancur pada titik tegangan maksimum. Lendutan akan terjadi
jika beban yang diterima melampaui kapasitas beton dalam menerima beban
maksimum menurut James (1997) didalam (Latifah, 2018).
Kurva regangan-tegangan pada Gambar 2.6 menunjukkan lima bagian yang digunakan
sebagai ketentuan matematis untuk pengujian kuat tekan beton sebagai berikut James
(1997) didalam (Latifah, 2018)
1. Kelandaian awal dari naiknya kurva yang menunjukkan penambahan kekuatan dari
beton. Semakin naik kurva maka kuat tekan beton juga semakin tinggi.
2. Kenaikan dari kurva tegangan-regangan menyerupai sebuah parabola dengan
puncaknya merupakan tegangan maksimum yang terjadi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id
3. Regangan yang terjadi pada saat tegangan maksimum akan bertambah dan
menujukkan penurunan dari kekuatan beton.
4. Kelandaian dari penurunan kurva tegangan-regangan dihasilkan dari keruntuhan
struktur beton, yang disebabkan oleh keretakan-keretakan kecil pada beton yang
kemudian menjalar.
5. Regangan maksimum akan menurun bersamaan dengan kenaikan kekuatan beton.
commit to user