Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Beton


Beton merupakan campuran antara semen Portland, air, dan agregat (dan
kadang-kadang bahan tambah yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia
tambahan, serat, sampai bahan buangan non kimia) pada perbandingan tertentu.
Bahan penyusun beton meliputi air, semen, agregat kasar dan agregat halus dan
bahan tambah dimana setiap bahan penyusun mempunyai fungsi dan pengaruh yang
berbeda-beda. Sifat yang penting pada beton adalah kuat tekan, bila kuat tekan
tinggi maka sifat-sifat yang lain pada umumnya juga baik. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kuat tekan beton terdiri dari kualitas bahan penyusun, nilai faktor air
semen, gradasi agregat, ukuran maksimum agregat, cara pengerjaan (pencampuran,
pengangkutan, pemadatan, dan perawatan) serta umur beton (Tjokrodimulyo, 1996).

2.2 Penyusun Beton


Beton merupakan campuran antara bahan agregat halus dan kasar dengan
pasta semen (kadang-kadang juga ditambahn (admixture), campuran tersebut apabila
dituangkan ke dalam cetakan kemudian didiamkan akan menjadi keras seperti
batuan. Proses pengerasan terjadi karena adanya reaksi kimiawi antara air dengan
semen yang berlangsung terus dari waktu ke waktu, hal ini menyebabkan kekerasan
beton terus bertambah sejalan dengan waktu. Beton juga dapat dipandang sebagai
batuan buatan dimana adanya rongga pada partikel yang besar (agregat halus akan
diisi oleh pasta (campuran air dan semen) yang juga berfungsi sebagai bahan perekat
sehingga penyusun dapat menyatu menjadi massa yang padat.
Berikut beberapa penjelasan dari campuran beton yang digunakan:
1. Semen
Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara
menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium
yang bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan.

5
2. Air
Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting namun harganya
paling murah. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta untuk
bahan pelumas antara butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dan
dipadatkan. Untuk bereaksi dengan semen, air yang diperlukan hanya
25% berat semen saja, namun kenyataannya nilai faktor air semen yang
dipakai sulit kurang dari 0,35. Kadar air dalam beton tidak boleh terlalu
banyak karena mengakibatkan kekuatan beton akan rendah seta betonnya
porous (berlubang-lubang).
3. Agregat
Agregat dapat didefinisikan yaitu butiran mineral yang berfungsi sebagai
bahan pengisi dalam campuran mortar (aduk) dan beton. Agregat aduk
dan beton dapat juga didefinisikan sebagai bahan yang dipakai sebagai
pengisi atau pengkurus, dipakai bersama dengan bahan perekat, dan
bahan membentuk suatu massa yang keras, padat bersatu yang disebut
adukan beton
4. Bahan tambah
Bahan tambah ialah bahan selain unsur pokok (air, semen, dan agregat)
yang ditambahkan pada adukan beton, sebelum, segera, atau selama
pengadukan beton. Tujuannya ialah untuk mengubah satu atau lebih sifat-
sifat beton sewaktu masih dalam keadaan segar atau setelah mengeras.
Bahan kimia tambahan (chemical admixture) adalah bahan kimia (berupa
bubuk atau cairan) yang dicampurkan pada adukan beton selama
pengadukan dalam jumlah tertentu untuk mengubah beberapa sifatnya.

2.3 Pengecoran Beton


Pengecoran beton pada balok dan pelat lantai dapat dilaksanakan setelah
struktur kolom selesai dikerjakan. Dilanjutkan dengan pemasangan perancah dan
bekisting, terakhir dilanjutkan dengan penulangan balok dan pelat lantai. Setelah
semua tahapan pekerjaan selesai, baru dilanjutkan dengan pengecoran beton.

6
2.3.1 Proses Pengecoran Beton
Proses pengecoran beton dimulai saat beton plastis dituangkan ke dalam
cetakan baik menggunakan bucket (dibantu dengan alat berat) maupun melalui pipa,
beton yang sudah dituang ke area pengecoran kemudian dikonsolidasikan dan
diratakan. Konsolidasi dilakukan bertujuan untuk mengurangi rongga dalam beton,
dapat dilakukan secara manual dengan cara menusuk menggunakan besi batang atau
sekop, dan dapat dilakukan dengan alat penggetar (vibrator). Setelah proses
konsolidasi maka permukaan beton diratakan dan dibiarkan mengering. Pada saat
beton mengering, suhu dan kelembaban pada permukaan beton harus dijaga untuk
menghindari retak dengan cara memberi penutup yang basah langsung di atas beton
atau menyemprotkan air di permukaan beton.

2.3.2 Beton Ready Mix (Beton Siap Pakai)


Beton ready mix menurut Nilson, dkk. (2008) dalam Nastiti (2004) adalah
beton yang dibuat atau pencampuran bahan materialnya di lokasi perusahaan
batching plan, kemudian beton ready mix diangkut menggunakan truk pengangkut ke
lokasi proyek yang memesan beton ready mix dalam bentuk beton segar.
Penerapan beton ready mix pada konstruksi bangunan sangat menguntungkan
jika dibandingkan dengan beton yang diproduksi sendiri, terutama jika dipergunakan
pada konstruksi pracetak. Keuntungan ini didapat dari waktu yang seharusnya
dipergunakan untuk proses pembuatan beton dapat dihilangkan sehingga pekerjaan
hanya dibutuhkan saat proses pengecoran beton selain itu mutu beton yang
diharapkan dapat terpenuhi.
Beton ready mix dapat disiapkan dengan beberapa jalan, yaitu (Peurifoy et
al., 1996):
1. Central-mixed concrete, dimana beton dicampur sepenuhnya di dalam suatu
mixer dan diangkut ke proyek dengan menggunakan truk molen.
2. Shrink-mixed concrete, dimana setengah pencampuran beton dilakukan di
dalam suatu mixer kemudian beton dicampur sepenuhnya di dalam truk
mixer, pencampuran ini biasanya dilakukan dalam perjalanan ke lokasi
proyek.

7
3. Truck-mixed concrete, dimana beton dicampur sepenuhnya di dalam truk
mixer, dengan 70 sampai 100 putaran pada suatu kecepatan yang cukup untuk
mencampur beton. Beton jenis ini pada umumnya disebut “transit mixer
concrete” karena dicampur dalam perjalanan.
Truk mixer merupakan alat yang digunakan untuk membawa campuran beton
basah dari pabrik pembuatan ready mix (batching plan) ke lokasi proyek dengan
sistem bak yang terus berputar dengan kecepatan yang sudah diatur sedemikian rupa
supaya campuran beton selama dalam perjalanan tidak berkurang kualitasnya.

Gambar 2.1 Truk Mixer


Sumber: Wikipedia.org (2015)

Truk mixer dibuat dalam berbagai ukuran dengan kapasitas mulai 3,0 m3 sampai 7,0
m3. Drum berputar dengan tenaga penggerak yang bersumber dari kendaraan yang
bersangkutan.
Beton ready mix dapat dipesan dengan beberapa cara, yaitu (Peurifoy et al.,
1996):
1. Recipe batch, yaitu pembeli bertanggung jawab dalam menentukan proporsi
campuran beton, termasuk menetapkan isi semen, jumlah maksimum air yang
diijikan, dan campuran bahan kimia yang dibutuhkan. Pembeli juga boleh
menetapkan jumlah dan jenis dari agregat kasar dan agregat halus. Dalam hal
ini pembeli bertanggung jawab penuh terhadap kekuatan dan ketahanan
campuran.

8
2. Performance batch, yaitu pembeli menetapkan kebutuhan dari kekuatan
beton, dan pabrik bertanggung jawab penuh dalam menentukan proporsi
campuran.
3. Part performance and part recipe, yaitu pembeli menetapkan isi semen
minimum, campuran yang diperlukan, kekuatan yang dibutuhkan dan
membiarkan pabrik menentukan proporsi campuran beton.
Kebanyakan pembeli menggunakan pendekatan yang ketiga, yaitu part performance
and part recipe, dengan memperhatikan ketahanan minimum sambil memberi
kesempatan kepada penyalur beton ready mix untuk menyediakan campuran yang
paling ekonomis.
Keuntungan pemakaian beton ready mix dapat dilihat dari segi:
1. Mutu
Mutu beton yang terjamin karena beton ready mix diproduksi di pabrik beton
ready mix di bawah pengawasan ahli dan menggunakan mesin – mesin yang
bekerja secara otomatis dalam melakukan penakaran material beton sesuai
dengan mutu yang dibutuhkan oleh konsumen, sehingga dapat memberikan
jaminan ketepatan mutu beton yang diinginkan.
2. Waktu
Waktu untuk memproses material beton menjadi lebih cepat dibandingkan
dengan cara konvensional, sehingga pekerjaan akan cepat selesai.
3. Lahan
Beton ready mix sangan cocok dan praktis diterapkan di daerah atau lokasi
proyek yang lahannya terbatas atau lahannya tidak cukup luas untuk
penimbunan material pembuat beton.
Selain memiliki keuntungan, beton ready mix juga memiliki kelemahan seperti:
1. Apabila terjadi kesalahan dalam perhitungan volume pengecoran yang
dibutuhkan terutama apabila terjadi kelebihan campuran beton maka resiko
ini ditanggung oleh pihak konsumen.
2. Jika terjadi masalah yang menyangkut penyediaan campuran ke lokasi
proyek, misalnya terjadi kemacetan lalu lintas sepanjang perjalanan menuju
lokasi proyek atau kerusakan pada mesin truck mixer, hal ini dapat
menghambat campuran beton ke lokasi pengecoran.

9
Sebelum melakukan pengecoran dengan menggunakan beton ready mix pada
beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan penggunaan concrete
mixer truck (truk molen pengangkut beton ready mix) di lapangan adalah:
 Perlu adanya koordinasi antara pengawas lapangan dengan site manager
khususnya mengenai perhitungan volume beton yang diperlukan pada saat
pengecoran. Hal ini sangat penting dilakukan agar volume beton yang
dipesan sesuai dengan yang direncanakan.
 Pengaturan keluar masuknya truk mixer ke lokasi proyek agar berjalan lancar.
 Jarak lokasi pengecoran dengan lokasi perusahaan beton ready mix berada
serta waktu tempuh yang diperlukan truk mixer dari perusahaan beton ready
mix untuk sampai ke lokasi pengecoran. Hal ini sangat penting untuk
diketahui agar perusahaan beton ready mix dapat memperkirakan waktu
siklus satu truk mixer yang akan dikirim ke lokasi pengecoran.

2.4 Alat Berat Pengecoran


Adanya pengaruh perkembangan teknologi yang semakin maju dan
memberikan kemudahan dalam pelaksanaan pekerjaan industri konstruksi. Suatu
konstruksi menggunakan bantuan peralatan tersebut dalam hal proses pengecoran
beton. Penggunaan peralatan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dilapangan.

2.4.1 Pemilihan Peralatan


Menurut Rostiyanti (2008), pemilihan peralatan untuk suatu proyek harus
sesuai dengan kondisi lapangan, agar dapat berproduksi seoptimal dan seefisien
mungkin. Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu :
1. Spesifikasi alat disesuaikan dengan jenis pekerjaannya, seperti
pemindahan tanah, penggalian, produksi agregat, penempatan beton
2. Syarat – syarat kerja serta rencana kerja yang tertulis dalam kontrak
3. Kondisi lapangan, seperti keadaan tanah, keterbatasan lahan
4. Letak daerah/ lokasi, meliputi keadaan cuaca, temperature, angin,
ketinggian, sumber daya
5. Jadwal rencana pelaksanaan yang digunakan
6. Keberadaan alat untuk dikombinasikan dengan alat yang lain

10
7. Pergerakan dari peralatan, meliputi mobilisasi dan demobilisasi
8. Kemampuan satu alat untuk mengerjakan bermacam-macam pekerjaan
Peralatan yang dipakai dalam pengecoran beton harus memberikan
kemudahan dalam pelakanaannya, dan juga tidak merugikan bagi beton itu sendiri,
misalnya pengecoran yang tidak sempurna sehingga dapat mengurangi mutu beton.
Perlu diketahui bahwa pemilihan peralatan untuk dipakai pada pengangkutan bahan
cor beton dari mixer ke bidang yang hendak di cor, memerlukan tiga pertimbangan
yakni (Rochmanhadi, 1992):
1. Jarak antara mixer dan bidang pengecoran
2. Volume pengecoran
3. Metode yang dipakai dalam pencampuran beton dan cara pengecoran
beton
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengecoran ini adalah masalah
transportasi dari tempat pengadukan ke tempat yang hendak dicor, apalagi tempat
yang akan dicor terletak jauh atau berada di lantai dua,tiga dan seterusnya. Jadi dapat
diperhitungkan berapa banyak pekerja dan alat angkut beton yang diperlukan untuk
mempercepat pelaksanaan pengecoran, karena ada batas waktu sehubungan dengan
waktu ikat beton.

2.4.2 Sumber Peralatan


Dalam pelaksanaan pembangunannya, suatu proyek dapat memperoleh
peralatan dengan jalan menyewa maupun membeli. Pada kondisi tertentu, pembelian
peralatan dapat menguntungkan secara finansial, sedangkan pada kondisi yang lain
dapat lebih ekonomis dan efisien untuk menyewanya. Terdapat tiga alternative dalam
kepemilikan alat berat yaitu (Rostiyanti, 2008):
1. Membeli alat berat
Perusahaan konstruksi dapat membeli alat berat sebagai asset perusahaan.
Keuntungan dari pembelian ini adalah biaya pemakaian per jam yang
sangat kecil jika alat tersebut dipergunakan secara optimal.
2. Menyewa-membeli (leasing) alat berat
Pengadaan alat juga dapat berasaldari perusahaan leasing alat berat.
Sewa-beli alat umumnya dilakukan jika pemakaian alat tersebut

11
berlangsung dalam jangka waktu lama. Sewa-beli yang dimaksud adalah
pengadaan alat dengan pembayaran pada perusahaan leasing dalam
jangka waktu lama dan di akhir masa sewa-beli tersebut alat menjadi
milik pihak penyewa. Biaya pemakaian umumnya lebih tinggi daripada
memiliki alat tersebut, namun terhindar dari resiko investasi alat yang
besar diawal.
3. Menyewa alat berat
Perusahaan konstruksi juga dapat mengadakan alat berat dari perusahaan
penyewaan. Alat berat yang disewa umumnya dalam jangka waktu yang
tidak lama. Biaya pemakaian alat berat sewa adalah yang tertinggi, tetapi
tidak akan berlangsung lama karena penyewaan dilakukan pada waktu
yang singkat. Metode ini dapat membuat perusahaan konstruksi terbebas
dari biaya investasi alat yang cukup besar.

2.4.3 Jenis Peralatan


Peralatan pengecoran yang digunakan dalam pelaksanaan pengecoran
konstruksi gedung bertingkat dilapangan yaitu tower crane dan concrete pump.
Masing-masing memiliki spesifikasi, produktifitas dan teknis pengecoran yang
berbeda-beda.

2.4.3.1 Tower Crane


Tower crane merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengangkat
material secara vertical dan horizontal ke suatu tempat yang tinggi pada ruang gerak
terbatas (Rostiyanti, 2008). Disebut tower karena memiliki rangka vertical dengan
bentuk standart dan ditancapkan pada perletakan yang tetap. Fungsi utama dari
tower crane adalah adalah mendistribusikan material dan peralatan yang dibutuhkan
oleh proyek baik dalam arah vertical maupun horizontal. Tower crane dapat
dijadikan sebagai alat bantu dalam proses pengecoran beton, yaitu mendistribusikan
beton yang ditampung dalam bucket ke area pengecoran.
Tower crane juga memiliki beberapa jenis, yang dapat disesuaikan dengan
keadaan lokasi proyek. Namun biaya pengadaan tower crane yang mahal

12
mengharuskan perencana untuk merencanakan waktu penggunaan tower crane ini
secara maksimal dan optimal agar tidak terjadi pemborosan biaya pekerjaan.

Gambar 2.2 Tower Crane


Sumber : Dokumentasi proyek (2015)

Jenis-jenis tower crane dibagi berdasarkan cara crane tersebut berdiri yaitu
(Rostiyanti, 2008) :
1. Free Standing Crane
Crane yang berdiri bebas (free standing crane) berdiri di atas pondasi
yang khusus dipersiapkan untuk alat tersebut. Jika crane harus mencapai
ketinggian yang besar maka kadang-kadang digunakan pondasi dalam
seperti tiang pancang.
2. Rail Mounted Crane
Penggunaan rel pada rail mounted crane mempermudah alat untuk
bergerak sepanjang rel tersebut. Tetapi supaya tetap seimbang gerakan
crane tidak dapat terlalu cepat. Kelemahan dari crane tipe ini adalah
harga rel yang cukup mahal, rel harus diletakkan pada permukaan yang
datar sehingga tiang tidak terjadi miring. Keuntungannya adalah adanya
rel yang membuat jangkauan crane menjadi lebih besar.

13
3. Climbing Tower Crane
Crane diletakkan didalam struktur bangunan yaitu pada core atau inti
bangunan. Crane ini bergerak naik bersamaan dengan struktur naik.
Pengangkatan crane dimungkinkan dengan adanya dongkrak hidrolis atau
hydraulic jacks.
4. Tied In Crane
Crane tipe ini mampu berdiri bebas pada ketinggian kurang dari 100
meter. Jika diperlukan crane dengan ketinggian lebih dari 100 meter,
maka crane harus ditambatkan atau dijangkar pada struktur bangunan.
Fungsinya untuk menahan gaya horizontal.

Gambar 2.3 Jenis-jenis Tower Crane


Sumber : Rostiyanti (2008)

14
Tipe-tipe tower crane memiliki bagian-bagian yang mempunyai fungsi sama
yaitu :

Gambar 2.4 Bagian-bagian Tower Crane


Sumber : Rostiyanti (2008)

Keterangan:
a. Base
Merupakan tempat kedudukan tower crane berfungsi menahan gaya aksial
dan gaya tarik di balok beton/tiang pancang.
b. Base Section
Bagian/segmen paling dasar dari badan tower crane yang langsung
dipasang/dijangkar ke pondasi
c. Mast Section
Bagian dari tower crane yang berupa segmen kerangka yang dipasang
untuk menambah ketinggian tower crane
d. Climbing Frame
Bagian dari tower crane yang berfungsi sebagai penyangga saat
penambahan mast

15
e. Support Seat
Merupakan kedudukan/tumpuan yang menumpu slewing ring dalam
mekanisme putar, terdiri dari bagian atas (upper) dan bagian bawah
(lower)
f. Cat Head
Puncak tower crane yang berfungsi sebagai tumpuan kabel penahan dan
counter jib
g. Jib
Lengan pengangkut beban dengan panjang bermacam-macam tergantung
kebutuhan
h. Counter Jib
Lengan penyeimbang terhadap momen lattie jib
i. Counter Weight
Blok beton yang merupakan pemberat, yang dipasang pada ujung counter
jib
j. Cabin set
Ruang operator pengendali tower crane
k. Trolley
Alat untuk membawa hook sehingga dapat bergerak secara horizontal
sepanjang lattice jib
l. Hook
Alat pengait beban yang terpasang pada trolley
Untuk memindahkan beton dengan tower crane menuju ke tempat
pengecoran, dipergunakanlah concrete bucket yang dikaitkan pada hook atau kait
pada tower crane. Concrete bucket adalah alat yang digunakan untuk membawa atau
menampung campuran beton dari truck mixer yang kemudian didistribusikan ke
lokasi pengecoran baik oleh tower crane. Kapasitas concrete bucket yang digunakan
diantaranya adalah 0,5 – 0,8 m3.
Mekanisme kerja tower crane terdiri dari :
1. Hoising Mechanism (mekanisme angkat)
Mekanisme ini digunakan untuk mengangkat beban. Gerakan ini adalah
gerakan naik/turun beban yang telah dipasang pada kait diangkat atau

16
diturunkan dengan menggunakan drum/hook, dalam hal ini putaran drum
disesuaikan dengan drum/hook yang sudah direncanakan. Hook
digerakkan oleh motor listrik dan gerakan drum/hook dihentikan dengan
rem sehingga beban tidak akan naik/turun setelah posisi yang ditentukan
sesuai dengan yang direncanakan.
2. Slewing Mechanism (mekanisme putar)
Mekanisme ini digunakan untuk memutar jib dan counter jib sehingga
dapat mencapai radius yang diinginkan.
3. Trolley Traveling Mechanism (mekanisme jalan trolley)
Mekanisme ini digunakan untuk menjalankan trolley maju dan mundur
sepanjang jib
4. Traveling Mechanism (mekanisme jalan)
Mekanisme ini digunakan untuk menjalankan bogie (kereta) untuk
traveling tower crane
Pada pelakasanaan pengecoran dengan menggunakan tower crane
melibatkan proses, antara lain :
1. Mobilisasi
Proses pemindahan/pengangkutan komponen-komponen tower crane dari
pool ke lokasi proyek
2. Erection
Proses merakit komponen dasar dari tower crane
3. Operasional
4. Dismalting
Proses pembongkaran/pelepasan komponen tower crane sehingga dapat
dilakukan demobilisasi
5. Demobilisasi
Proses pemindahan/pengangkatan komponen-komponen tower crane dari
lokasi proyek ke pool.
Pemilihan tower crane sebagai alat untuk pengecoran harus direncanakan
sebelum proyek dimulai. Hal tersebut disebabkan karena pengoperasian crane harus
diletakkan di suatu tempat yang tetap selama proyek berlangsung, sehinngga crane

17
harus mampu memenuhi kebutuhan akan pemindahan metarial dari suatu tempat ke
tempat berikutnya sesuai daya jangkau yang ditetapkan.

2.4.3.2 Concrete Pump


Concrete pump merupakan alat untuk menuangkan beton basah dari truck
mixer ke tempat yang ditentukan. Concrete pump digunakan pada saat pengecoran
balok, kolom, plat. Concrete pump banyak digunakan dalam pengecoran karena :
1. Concrete pump dalam pelaksanaannya lebih halus dan lebih cepat
dibandingkan metode lain
2. Concrete pump dilengkapi dengan pipa delivery, sehingga sangat flexible
untuk menempatkan beton segar dilokasi yang tidak dapat dijangkau oleh
alat lain.
Berdasarkan jenis pompanya terdapat tiga macam concrete pump, yaitu:
1. Piston pump
Menggunakan langkah piston untuk menghisap beton basah dari corong
penerima (langkah hisap) dan mengeluarkannya melalui katup
pengeluaran (langkah buang) ke pipa delivery.
2. Pneumatic Pump
Menggunakan udara yang dimampatkan untuk menghisap beton dan
mengeluarkan dari pembuluh tekan ke pipa delivery.
3. Squezze – pressure Pump
Menggunakan roda penggiling (roller) untuk menghisap beton basah.
Menampatkannya dan mengeluarkannya ke pipa delivery.

18
Gambar 2.5 Concrete Pump
Sumber : Dokumentasi Proyek (2015)

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan penggunaan concrete pump


sebagai alat untuk pengecoran adalah :
1. Terdapat ruang yang cukup untuk penyangga (outrigger).
2. Terletak pada permukaan tanah yang horizontal dan solid/padat.
3. Terletak di posisi yang meminimumkan geraknya.
4. Terletak di tempat yang mudah dijangkau oleh truck mixer
Pengecoran dengan menggunakan concrete pump tergantung dari faktor-
faktor yang mempengaruhi kapasitas alat tersebut, yaitu :
1. Jenis concrete pump
Masing-masing pabrik pembuatannya mengeluarkan kapasitas cor yang
berbeda-beda.
2. Panjang pipa
Semakin panjang pipa kapasitas cornya semakin kecil.
3. Diameter pipa
Semakin besar diameter pipa maka semakin kecil kapasitas cornya.
4. Nilai slump
Semakin besar nilai slump maka kapasitas cornya semakin besar.

19
2.5 Produktifitas Peralatan
Produktifitas adalah perbandingan antar hasil yang dicapai (output) dengan
seluruh sumber daya yang digunakan (input). Produktifitas alat teragantung pada
kapasitas dan waktu siklus alat. Rumus dasar untuk mencari produktifitas alat adalah
(Rostiyanti, 2008)
kapasitas
Produktifitas = (2.1)
CT
atau
volume pekerjaan
Produktifitas = (2.2)
durasi

Umumnya waktu siklus alat ditetapkan dalam menit sedangkan produktivitas


alat dihitung dalam produksi/jam sehingga perlu adanya perubahan dari menit ke
jam. Jika faktor efisiensi alat dimasukan maka rumus diatas menjadi :

60
Produktifitas = kapasitas x x efisensi (2.3)
CT

Keterangan :
Produktifitas alat dihitung dalam m3/jam
Kapasitas = kapasitas bucket untuk menampung beton dalam m3
60 = umumnya waktu alat ditetapkan dalam menit sedangkan
produktivitas dalam produksi/jam
CT = cyclus time/waktu siklus (menit)
Efisiensi = waktu efektif alat bekerja dalam satu jam (menit/jam)

Siklus kerja dalam pemindahan material merupakan suatu kegiatan yang


dilakukan berulang. Pekerjaan utama dalam kegiatan tersebut adalah memuat,
memindahkan, membongkar muatan dan kembali lagi ke kegiatan awal. Semua
kegiatan tersebut dilakukan oleh satu alat atau beberapa alat. Waktu yang diperlukan
dalam siklus kegiatan tersebut disebut siklus atau cycle time (CT). Waktu siklus atau
cycle time (CT) dirumuskan sebagai berikut (Rostiyanti, 2008) :
20
CT = LT + HT + DT + RT + ST (2.4)

Keterangan :
1. Waktu muat atau loading time (LT), yaitu waktu yang dibutuhkan oleh suatu
alat untuk memuat material ke dalam alat angkut sesuai kapasitas alat angkut
2. Waktu angkut atau haulding time (HT), yaitu waktu yang diperlukan suatu
alat untuk bergerak dari tempat pemuatan ke tempat pembongkaran material.
3. Waktu pembongkaran atau dumping time (DT), yaitu waktu yang diperlukan
untuk pembongkaran material di tempat yang ditentukan.
4. Waktu kembali atau return time (RT), yaitu waktu yang diperlukan alat untuk
kembali ke tempat pemuatan
5. Waktu tunggu atau spotting time (ST), yaitu alat menunggu sampai alat diisi
kembali

Dalam pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan alat berat terdapat


beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas alat yaitu efisiensi alat. Efisiensi
alat tersebut bekerja tergantung dari beberapa hal yaitu :
1. Kemampuan operator pemakai alat
2. Pemilihan dan pemeliharaan alat
3. Perencanaan dan pengaturan letak alat
4. Topografi dan volume pekerjaan
5. Kondisi cuaca
6. Metode pelaksanaan alat

Dalam kenyataan di lapangan sulit untuk menentukan besarnya efisiensi kerja


alat, tetapi dengan dasar pengalaman-pengalaman dapat ditentukan efisiensi yang
mendekati kenyataan seperti pada tabel 2.1 (Rochmanhadi, 1985).

21
Tabel 2.1 Efisiensi Kerja
Pemeliharaan Mesin
Kondisi
Baik Buruk
Operasi Alat Baik Sedang Buruk
Sekali Sekali
Baik Sekali 0,83 0,81 0,76 0,70 0,63
Baik 0,78 0,75 0,71 0,65 0,60
Sedang 0,72 0,69 0,65 0,60 0,54
Buruk 0,63 0,61 0,57 0,52 0,45
Buruk Sekali 0,52 0,50 0,47 0,42 0,32
Sumber: Rochmanhadi 1985

2.6 Analisis Biaya dan Waktu Pelaksanaan


Pada dasarnya setiap pembangunan tidak terlepas dari kecermatan seorang
pelaksana untuk merancang suatu metode kerja yang efesien. Metode kerja yang
sangat efesien sangat berpengaruh pada biaya yang diperlukan untuk melakukan
pekerjaan tersebut. Selain metode yang digunakan juga harus diperhatikan, karena
akan berpengaruh terhadap biaya dam waktu pelaksanaan.
Menurut Soedradjat (1994), dalam menentukan harga satuan analisis
didasarkan pada 5 komponen biaya, yaitu biaya bahan/material, tenaga kerja,
peralatan, biaya tak terduga (overhead), dan keuntungan (profit).
1. Biaya Material
Untuk menaksir biaya material biasanya dibuat suatu daftar bahan yang
menjelaskan mengenai banyaknya, ukuran, beratnmya dan ukuran-ukuran
yang diperlukan. Harga bahan yang dipakai merupakan harga bahan di
tempat pekerjaan jadi harga ini sudah termasuk biaya angkutan, biaya
menaikkan dan biaya menurunkan.
2. Upah Tenaga Kerja
Produktifitas tenaga kerja adalah kemampuan tenaga kerja untuk
menyelesaikan suatu unit produksi dalam satuan waktu tertentu. Dalam
suatu proyek konstruksi dengan diketahuinya beberapa variabel seperti
volume pekerjaan, durasi, produktivitas, maka jumlah tenaga kerja yang

22
dibutuhkan dalam pelaksanaan suatu jenis pekerjaan dapat ditentukan,
sehingga biaya yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja dapat dihitung
3. Biaya Peralatan
Suatu peralatan yang diperlukan untuk suatu jenis pekerjaan konstruksi,
haruslah termasuk didalamnya bangunan-bangunan sementara, mesin-
mesin dan alat-alat tangan. Peralatan ini bisa merupakan peralatan milik
sendiri maupun sewa dari pihak lain. Perhitungan analisis biaya peralatan
dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu biaya kepemilikan alat dan biaya
pengoperasian alat. Jika peralatan yang digunakan merupakan sewa dari
pihak lain, maka faktor biaya yang harus diperhitungkan adalah biaya
sewa dan pajak yang harus diperhitungkan adalah biaya sewa dan pajak
yang harus ditanggung penyewa.
4. Biaya Tak Terduga
Biaya tak terduga dimaksudkan untuk mengurangi resiko-resiko yang
terjadi akibat suatu hal diluar perkiraan dan perencanaan, misalnya
kenaikan harga bahan, upah, sewa alat dan sebagainya. Jumlah biaya tak
terduga dapat ditentukan secara langsung dengan membandingkan jumlah
biaya total
5. Keuntungan
Keuntungan biasanya dinyatakan dengan prosentase dan jumlah biaya
total. Jumlah prosentase yang diambil berkisar antara 8% sampai 15%
tergantung dan besarnya resiko pekerjaan, tingkat kesulitan yang akan
dihadapi dalam menyelesaikan perejaan tersebut, dan cara pembayaran
dari pemberi pekerjaan.
Titik optimal dan optimum merupakan kondisi terbaik dari suata variabel
yang menghasilkan laba maksimum (Taylor,2001). Dalam pelaksanaan proyek ada
dua variabel yang berkaitan yaitu biaya dan waktu. Biaya dan waktu dapat dikatakan
dalam kondisi optimum yaitu biaya minimum dari setiap pelaksanaan pekerjaan dan
waktu tercepat yang dapat dilakukan dalam penyelesaian pekerjaan tersebut,
sehingga dapat menghasilkan laba atau keuntungan maksimum.

23
2.7 Regresi dan Korelasi
Regresi dan korelasi digunakan untuk mempelajari pola dan mengukur
statistik antara dua atau lebih variabel, jika digunakan hanya dua variabel disebut
regresi dan korelasi sederhana dan jika digunakan lebih dari dua variabel disebut
regresi dan korelasi berganda (Wirawan, 2012). Menurut Dajan (2008) analisis
regresi adalah analisis yang dapat mengubah suatu data menjadi suatu fungsi.
Dengan analisis ini bisa mengubah data-data survey atau eksperimen di lapangan
menjadi suatu fungsi matematik. Data tersebut terdiri dari 2 kelompok dan dapat
diperoleh dari berbagai bidang kegiatan yang menghasilkan pasangan observasi atau
pengukuran sebanyak n sebagai (Xi, Yi) dimana i = 1,2,…,n.
Penggunaan analisis regresi diterapkan hampir disemua bidang ilmu, untuk
menaksir atau meramalkan nilai satu variabel lain yang nilainya telah diketahui, dan
kedua variabel tersebut memiliki hubungan fungsional atau sebab akibat satu dengan
lainnya. Contoh yang dapat menggambarkan hal tersebut misalnya luas tanah dan
bangunan mempengaruhi besarnya pajak yang harus dibayarkan. Dalam bahasa
matematisnya luas tanah dan bangunan disebut variabel bebas (variabel yang
mempengaruhi) dan umumnya disimbolkan dengan X. Sedangkan besarnya pajak
disebut variabel terikat (variabel yang dipengaruhi), atau variabel yang nilainya
ditentukan oleh variabel X, dan umumnya disimbolkan dengan Y (Wirawan, 2012).
Hubungan fungsional (sebab-akibat) antara variabel bebas (X) dan variabel
terikat (Y) dalam bentuk fungsi dinyatakan sebagai Y = f(x), yang artinya nilai
variabel Y tergantung dari atau dipengaruhi oleh nilai variabel X. Sifat hubungan
antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y), dapat positif, negative atau
tidak ada hubungan. Hubungan positif yang juga disebut hubungan searah, artinya
bila nilai X naik maka nilai Y juga naik atau sebaliknya bila nilai X turun maka nilai
Y juga turun. Hubungan negatif disebut juga hubungan berlawanan arah, artinya bila
nilai X naik maka nilai Y akan turun atau sebaliknya bila nilai X turun maka nilai Y
akan naik. Tidak ada hubungan, artinya bila nilai X berubah (naik/turun), maka nilai
Y tidak akan berubah (tetap). Bila ketiga jenis sifat hubungan antara dua variabel
tersebut dinyatakan dalam garfik, maka garafiknya seperti Gambar 2.5

24
Y Y Y

0 X 0 X
0 X
a. Hubungan positif b. Hubungan negatif c. Tidak ada hubungan

Gambar 2.6 Tiga grafik yang menyatakan hubungan variabel X dan Y


Sumber: Wirawan (2012)

Tiga tujuan utama dari analisis regresi (1) untuk memperoleh suatu
persamaan garis yang menunjukan persamaan hubungan antara dua variabel. (2)
Untuk mengetahui besarnya pengaruh perubahan tiap unit varibel bebas terhadap
perubahan variabel terikatnya. Pengaruh perubahan tiap unit variabel bebas
ditunjukan oleh nilai koefisien regersinya. (3) Untuk menaksir nilai variabel terikat
(Y) berdasarkan variabel (X) yang nilainya telah diketahui.

2.7.1 Analisis Regresi Linier Sederhana


Secara umum persamaan garis regersi linier sederhana dinyatakan sebagai
berikut : (Wirawan, 2012)
Y = a + bX (2.5)
Rumus persamaan regresi tersebut diperoleh dengan menggunakan Metode Kuadrat
Terkecil (Least Squares Method). Apabila diberikan serangkaian data sampel (X i, Yi)
dengan I = 1,2,3,……n, maka nilai dengan (peramalan) kuadrat terkecil bagi
parameter dalam persamaan garis regresi dinyatakan sebagai berikut :
Ŷ  a  bX (2.6)

Metode kuadrat terkecil akan memberikan jumlah kuadrat deviasi vertikal


(tegak) dari titik-titik observasi ke garis regresi tersebut sekecil mungkin, atau
dengan kata lain metode kuadrat terkecil memberikan Σ (Yi – Ŷ)2 = Σ (ei)2 yang

25
terkecil. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Mengenai kriteria kuadrat
terkecil.

Y
(Xi , Yi)

ei

(Ŷ= a + bX)

0 X

Gambar 2.7 Kriteria Kuadrat Terkecil


Sumber : Wirawan (2012)

Agar jumlah kuadrat simpangan vertikal ke garis regresi yaitu Σ ( Yi – Ŷ )2


sekecil mungkin, maka Σ ( Yi – Ŷ )2 = Σ (ei)2 diminimumkan terhadap a dan b. untuk
menentukan nilai a dan b diberikan dengan rumus berikut :

n  XY -  X  Y
b (2.7)
n  X 2  ( X) 2

 Y  b X 
a (2.8)
n

Keterangan :

Ŷ = Taksiran nilai Y

X = Variabel bebas (data pengamatan)

Y = Variabel terikat (data pengamatan)

a = Konstanta atau titik potong dengan sumbu Y, bila X = 0

26
b = Arah garis regresi, yang menyatakan perubahan nilai Y akibat perubahan 1
unit X

n = banyaknya pasangan data obeservasi/pengukuran

Nilai koefisien regresi bisa bertanda positif atau negatif, hal tersebut
menyatakan arah hubungan atau pengaruh variabel bebas X terhadap variabel terikat
Y. Interpretasi terhadap nilai koefisien regresi (b) adalah sebagai berikut :
- b = A ( b bertanda positif), artinya bila nilai variabel bebas X
naik/bertambah 1 unit, maka nilai variabel Y naik/bertambah sebesar 1
unit. Sebaliknya bila nilai variabel bebas X turun/berkurang 1 unit, maka
nilai variabel Y turun/berkurang sebesar 1 unit.
- b = -A (b bertanda negatif), artinya bila nilai variabel bebas X
naik/bertambah 1 unit, maka nilai variabel Y akan turun/berkurang
sebesar 1 unit. Sebaliknya bila nilai variabel bebas X turun/berkurang 1
unit, maka niali variabel Y akan naik/bertambah sebesar 1 unit.

2.7.2 Analisis Korelasi Sederhana


Analisis korelasi bertujuan untuk mengetahui keeratan hubungan (kuat-
lemahnya) hubungan antara variabel bebas X dengan variabel terikat Y, tanpa
melihat bentuk hubungannya, apakah linier atau tan-linier. Kuat-lemahnya hubungan
antara dua variabel dilihat dari koefisien korelasinya. Koefisien korelasi linier (r)
adalah ukuran hubungan linier antara dua variabel/peubah acak X dan Y untuk
mengukur sejauh mana titik-titik menggerombol sekitar sebuah garis lurus regresi.
Sedangkan koefisien determinasi ( r2 ) merupakan alat untuk mengukur ketepatan
garis regresi terhadap sebaran datanya. Rumusan untuk koefisien korelasi ada dua
yaitu :
1. Koefisien korelasi melalui regresi
Analisis korelasi biasanya dilakukan secara bersamaan dengan analisis
regresi. Jika analisis korelasi dilakukan secara bersamaan dengan analisis
regresi, maka koefisien korelasi merupakan akar dari koefisien
determinasi, yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut

r  r2 (2.9)

27
r
a  Yi  b Xi Yi  n Ŷ 2


(2.10)
 Yi 2  n Ŷ
2

2. Koefisien korelasi tanpa analisis regresi


Untuk mengetahui kuat-lemahnya hubungan antara dua variabel tanpa
berkeinginan untuk mengadakan penafsiran, dapat langsung dihitung
dengan beberapa cara. Salah satu cara yang digunakan diantaranya adalah
metode Karl Pearson atau produk Moment. Menurut metode ini, koefisien
korelasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

n  XiYi   Xi Yi
r (2.11)
n  Xi 2   Xi . n  Yi   Yi 
2 2 2

Interpretasi terhadap nilai koefisien korelasi bertujuan untuk mengetahui


kuat-lemahnya tingkat atau derajat hubungan antara variabel X dan Y,
pedoman yang dapat digunakan tercantum pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Interpretasi Terhadap Nilai Koefisien


Besar Koefisien
Korelasi ( r ) Interpretasi
(positif/negatif)
Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang
sangat lemah atau sangat rendah sehingga korelasi itu
0,00 - 0,20
diabaikan (dianggap tidak ada korelasi anatar
variabel X dan Y)
Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang
0,20 - 0,40
lemah atau rendah
Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang
0,40 - 0,70 sedang atau cukup
Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang kuat
0,70 - 0,90 atau tinggi
Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang
0,90 - 1,00
sangat kuat atau sangat tinggi
Sumber : Wirawan (2012)

28
Interpretasi terhadap nilai koefisien korelasi bertujuan untuk mengetahui
arah hubungan atau pengaruh variabel bebas X terhadap variabel terikat Y
yang dinyatakan sebagai berikut :
- Nilai koefisien regresi (b) juga berpengaruh terhadap nilai
koefisien korelasi, yaitu jika b positif maka r positif sedangkan
jika b negatif maka r negatif.
- Bila (r) bernilai positif menunjukan arah variabel yang searah,
yaitu jika variabel bebas X naik/bertambah, maka nilai variabel Y
juga naik/bertambah. Sebaliknya bila nilai variabel bebas X
turun/berkurang, maka nilai variabel Y juga turun/berkurang.
- Bila (r) bernilai negatif menunjukan arah variabel yang
berlawanan, yaitu jika variabel bebas X naik/bertambah, maka
nilai variabel Y akan turun/berkurang. Sebaliknya bila nilai
variabel bebas X turun/berkurang, maka nilai variabel Y akan
naik/bertambah.

2.8 Titik Impas (Break Even Point/BEP)


Break Even Point (BEP) memiliki pengertian yang sama dengan kata-kata
titik impas, tidak rugi-tidak untung atau seimbang (Soehardi, 1995). Menurut
Nugraha (1985) dalam Nastiti (2004), break event point adalah suatu keadaan
tertentu (titik), dimana keadaan netral, tidak untung dan tidak rugi atau keadaan
dimana suatu alternatif tidak lebih baik ataupun tidak lebih jelek dari alternatif yang
lainnya. Sebaliknya dikatakan bahwa di atas atau di bawah titik tersebut, keadaan
adalah jelek atau baik, alternatif A lebih baik dari alternatif B, dan sebagainya.
Penggunaan analisis BEP dapat digunakan untuk mengetahui titik impas, dari
pengecoran beton ready mix pada balok dan pelat lantai gedung mengunakan
peralatan yang satu dengan yang lainnya. Dalam analisis BEP ini, dicari perpotongan
dari persamaan garis regresi dari masing-masing peralatan pengecoran. Perpotongan
dari persamaan garis yang dapat digunakan adalah metode eliminasi, yaitu dengan
cara mengalikan dengan sebuah angka sehingga ada variabel yang mempunyai
koefisien yang sama. Misalkan terdapat dua buah persamaan garis yaitu 2x + 5y = 6
dan 3x - 7y = 5, maka penyelesaian titik potongnya yaitu:

29
Masing-masing persamaan dikalikan dengan 3 (persamaan I) dan 2 (persamaan II)
untuk mengeliminasi nilai x (untuk mendapatkan nilai y) menjadi :
2x + 5y = 6 (x 3)  6x + 15y = 18
3x - 7y = 5 (x 2)  6x − 14y = 10
0 + 29y = 8
y = 0,276
Kemudian subtitusi nilai y yang didapat kedalam rumus pertama atau ke dua (untuk
mendapatkan nilai x)
2x + 5y = 6  2x + 5(0,276) = 6
2x = 6 – 1,38
x = 4,62/2 = 2,31
Sehingga titik potongnya berada di koordinat (x = 2,31 ; y = 0,276)
Gambaran penggunaan analisis perpotongan dua buah persamaan garis break
even point pada persamaan di atas untuk mengetahui titik impas antara peralatan
pengecoran yang satu dengan yang lainnya dapat dilihat pada tabel 2.3 dan gambar
2.10.
Tabel 2.3 Contoh Data Perpotongan Dua Buah Persamaan Garis
x Y1 Y2
-5 -19 -11
-4 -14.7 -8
-3 -10.4 -5
-2 -6.1 -2
-1 -1.8 1
0 2.5 4
1 6.8 7
2 11.1 10
3 15.4 13
4 19.7 16
5 24 19
Sumber : Nastiti (2004)

30
Gambar 2.8 Titik Potong Dua Persamaan Garis
Sumber: Nastiti (2004)

31

Anda mungkin juga menyukai