Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beton
Beton menurut Standar Satuan Indonesia adalah campuran antara semen
Portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan
atau tampa bahan tambah membentuk massa padat sedangkan beton normal adalah
beton yang mempunyai berat isi (2200 2500) kg/m3 menggunakan agregat alam
yang dipecah.
Beton didefinisikan sebagai sekumpulan interaksi mekanis dan kimiawi dari
material pembentuknya (Nawy, 1990). Murdock dan Brook (1986) secara jelas
menyebutkan bahwa beton adalah suatu bahan bangunan dan bahan konstruksi, yang
sifat-sifatnya dapat ditentukan lebih dahulu dengan mengadakan perencanaan dan
pengawasan yang teliti terhadap bahan-bahan yang dipilih. Bahan-bahan pilihan itu
adalah ikatan keras, yang ditimbulkan oleh reaksi kimia antar semen dan air, serta
agregat, dimana semen yang mengeras itu ber-adhesi dengan baik maupun kurang
baik. Agregat boleh berupa kerikil, batu pecah, sisa bahan mentah tambang, agregat
ringan buatan, pasir, atau bahan sejenis lainnya.

Kekuatan, keawetan, dan sifat beton tergantung dari nilai perbandingan


bahan dasar beton, sifat bahan dasarnya, cara pengadukan, pengerjaan, penuangan,
pemadatan serta perawatan selama proses pengerasan. Pencapaian kuat beton yang
baik perlu diperhatikan kepadatan dan kekerasan massanya karena umumnya
semakin keras dan padat massa penyusunnya makin tinggi kekuatan dan
durability-nya.

Untuk memperoleh kekuatan desak beton yang tinggi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan selain faktor air semen dan kepadatan semen. Menurut
Mulyono (2004) faktor-faktor tersebut diantaranya:
a. kualitas semen,
b. proporsi semen terhadap air dalam campuran,
c. kekuatan dan kebersihan agregat,
d. interaksi adhesi antara pasta semen dengan agregat,
e. pencampuran yang cukup dari bahan-bahan pembentuk beton,
f. penempatan yang benar, penyelesaian dan kompaksi beton segar,
g. perawatan pada temperatur yang tidak lebih rendah dari 50F pada saat
beton hendak mencapai kekuatan,
h. kandungan klorida tidak melebihi 0,15% dalam beton yang diekspos
dan 1% bagi beton yang tidak diekspos.

Jika ingin membuat beton yang baik, dalam arti memenuhi persyaratan
yang lebih ketat karena tuntutan yang lebih tinggi, maka harus diperhitungkan
dengan seksama cara cara memperoleh adukan beton (beton segar/fresh
concrete) yang baik dan beton (beton keras/hardened concrete) yang dihasilkan
juga baik. Beton yang baik ialah beton yang kuat, tahan lama/awet, kedap air,
tahan aus, dan sedikit mengalami perubahan volum (kembang susutnya kecil).
Faktor faktor yang membuat beton banyak digunakan karena memiliki
keunggulan keunggulan antara lain:

1. Kemudahan pengolahan, yaitu dalam keadaan plastis beton dapat


diendapkan dan diisi dalam cetakan.
2. Material yang mudah didapat, sebagian besar dari material material
pembentuknya biasanya tersedia dilokasi dengan harga murah atau
pada tempat yang tidak terlalu jauh dari lukasi konstruksi.
3. Kekuatan tekan tinggi, seperti juga kekuatan tekan pada batu alam
yang membuat beton cocok untuk dipakai sebagai elemen yang
terutama memikul gaya tekan, seperti kolom dan konstruksi busur.
4. Daya tahan yang tinggi terhadap api dan cuaca merupakan bukti dari
kelebihan.
5. Harge relative murah.
6. Mampu memikul beban yang berat.
7. Mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi.
8. Biaya pemeliharaan/perawatannya kecil.
Sedangkan beton juga memiliki kekurangan diantaranya:
1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. Oleh
karena itu perlu diberi baja tulangan atau tulangan kasa (meshes).
2. Beton sulit untuk dapat kedap air secara sempurna, sehingga selalu
dapat dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat
merusak beton.
3. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah.
4. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi.

2.2 Proses Terjadinya Beton


Proses terjadinya beton adalah pasta semen yaitu proses hidrasi antara air
dan semen (Mulyono, 2004). Selanjutnya jika ditambahkan dengan agregat halus
menjadi mortar dan jika ditambahkan dengan agregat kasar menjadi beton.
Sehingga, bahan penyusun beton adalah semen portland, air, agregat kasar, agregat
halus, dan beberapa bahan admixture. Adapun proses terbentuknya beton dapat
dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Diagram Alir Beton
(Sumber: Mulyono, 2004)

2.3 Sifat Beton


Beton yang baik ialah yang mempunyai kuat tekan tinggi, kuat tarik
tinggi, kuat lekat tinggi, rapat air, tahan ausan, tahan cuaca, tahan kimia,
susutannya kecil, elastisitasnya tinggi.
Pada umumnya apabila beton mempunyai kuat tekan tinggi, sifat sifat
yang lain juga akan lebih baik. Pada dasarnya beton bukan bahan yang elastic,
karena beton akan bersifat elastic hanya bila bebannya kecil saja. Beban yang terus
menerus bekerja pada betpn menyebabkan beton mengalami deformasi tetap,
yang disebut creep atau rayapan. Deformasi rayapan ini lebih besar daripada
deformasi elastic dan pada beton umumnya deformasi rayapan ini berakibat baik,
karena menjadikan beban terdistribusi dengan baik di dalam struktur.
(Suryadi HS, 2008)
2.3.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability)
Salah satu sifat beton sebelum mengeras (beton segar) adalah kemudahan
pengerjaan (workability). Workability adalah tingkat kemudahan pengerjaan beton
dalam mencampur, mengaduk, menuang dalam cetakan dan pemadatan tanpa
homogenitas beton berkurang dan beton tidak mengalami bleeding (pemisahan) yang
berlebihan untuk mencapai kekuatan beton yang diinginkan. Workability akan lebih
jelas pengertiannya dengan adanya sifat-sifat berikut:

Mobility adalah kemudahan adukan beton untuk mengalir dalam cetakan.


Stability adalah kemampuan adukan beton untuk selalu tetap homogen,
selalu mengikat (koheren), dan tidak mengalami pemisahan butiran
(segregasi dan bleeding).
Compactibility adalah kemudahan adukan beton untuk dipadatkan
sehingga rongga-rongga udara dapat berkurang.
Finishibility adalah kemudahan adukan beton untuk mencapai tahap akhir
yaitu mengeras dengan kondisi yang baik.
Sifat beton yang mudah untuk diolah saat pengerjaannya dikarenakan sifat
beton yang workability, sehingga unsur-unsur yang mempengaruhi sifat workability
antara lain:

Jumlah air yang digunakan dalam campuran adukan beton. Semakin


banyak air yang digunakan, maka beton segar semakin mudah
dikerjakan.
Penambahan semen ke dalam campuran juga akan memudahkan cara
pengerjaan adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan
bertambahnya air campuran untuk memperoleh nilai fas tetap.
Gradasi campuran pasir dan kerikil. Bila campuran pasir dan kerikil
mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan, maka adukan
beton akan mudah dikerjakan.
Pemakaian butir-butir batuan yang bulat mempermudah cara
pengerjaan beton.
Pemakaian butir maksimum kerikil yang dipakai juga berpengaruh
terhadap tingkat kemudahan dikerjakan.
Cara pemadatan adukan beton menentukan sifat pengerjaan yang
berbeda. Bila cara pemadatan dilakukan dengan alat getar maka
diperlukan tingkat kelecakan yang berbeda, sehingga diperlukan
jumlah air yang lebih sedikit daripada jika dipadatkan dengan tangan.
(Tjokrodimuljo, 1996)
2.3.2 Segregation (Pemisahan Kerikil)
Kecenderungan butir-butir kasar untuk lepas dari campuran beton
dinamakan segregasi (Mulyono, 2004). Hal ini akan menyebabkan sarang kerikil
pada beton akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini
disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
1. Campuran kurus dan kurang semen.
2. Terlalu banyak air.
3. Ukuran maksimum agregat lebih dari 40 mm.
4. Permukaan butir agregat kasar yang terlalu kasar.
Terjadinya segresi pada beton dapat mengakibatkan beton memiliki mutu
yang kurang baik, sehingga segresi dapat dicegah jika,
1. Tinggi jatuh diperpendek.
2. Penggunaan air sesuai dengan syarat.
3. Cukup ruangan antara batang tulangan dengan acuan.
4. Ukuran agregat sesuai dengan syarat.
5. Pemadatan baik.
2.3.3 Bleeding
Bleeding adalah pengeluaran air dari adukan beton yang disebabkan oleh
pelepasan air dari pasta semen. Sesaat setelah dicetak, air yang terkandung di dalam
beton segar cenderung untuk naik ke permukaan. Akibat dari peristiwa ini maka,
1. Bagian atas lapis terlalu basah, yang akan menghasilkan beton berpori
dan lemah.
2. Air naik membawa serta bagian-bagian inert dan semen yang membentuk
lapis buih semen (laintace) pada muka lapis (merintangi lekatan pada
lapis kemudian, maka harus dihilangkan).
3. Air dapat berkumpul dalam-dalam krikil-krikil dan baja tulangan
horizontal, hingga menimbulkan rongga-rongga besar.

Sehingga untuk menjaga beton memiliki mutu yang baik maka bleeding
dilakukan dengan cara sebagai berikut,

1. Jumlah air campuran yang tidak melebihi kebutuhan untuk mencapai


Workability.
2. Campuran dengan semen lebih banyak.
3. Jenis semen yang butir-butirnya lebih halus.
4. Bahan batuan bergradasi lebih baik.
5. Pasir alam yang agak bulat-bulat dengan persentase butir halus lebih
besar.
6. Zat tambah guna perbaikan gradasi bahan batuan (kadang-kadang
digunakan bubuk Al, yang menyebabkan pengembangan sedikit pastanya,
guna mengimbangi susut oleh pengeluaran air).
(Mulyono, 2004)

2.4 Pengadukan Beton


Proses pencampuran antara bahan bahan dasar beton, yaitu semen air,
pasir, dan kerikil, dalam perbandingan yang baik disebut proses pengadukan boten.
Pengadukan ini dilakukan sampai warna adukan tampak rata, kelacakan yang cukup
(tidak cair maupun tidak padat), dan tampak campurannya juga hmogen, Pemisah
butir butir seharusnya tidak boleh terjadi selama proses pengadukan ini. Cara
pengadukan dapat dilakukan dengan mesin atau metode konvensional.
2.4.1 Pengadukan Metode Konvensional
Pengadukan dengan metode konvensional atau tradisional dengan umumnya
dilakukan dengan menggunakan cangkul atau tangan apabila jumlah beton yang
dibuat hanya sedikit. Cara ini juga dilakukan apabila tidak ada mesin aduk betonm
atau tidak diiringi suara berisi yang ditimbulkan oleh mesin.
Mula mula semen dan pasir dicampur secara kering di atas tempat yang
rata, bersih, keras, dan tidak menyerap air. Pencampuran secara kering ini dilakukan
sampai warnanya sama. Campuran yang kering ini kemudian dicampur dengan kerikil
dan diaduk kembali sampai merata. Alat pencampur dapat berupa cangkul, sekup,
atau cetok. Kemudian ditengah adukan tersebut dibuat lubang dan ditambahkan air
sebanyak 75% dari jumlah air yang diperlukan, lalu adukan diulangi dan ditambahkan
sisa air sampai adukan tampak rata.

2.4.2 Pengadukan Dengan Mesin


Untuk pekerjaan pekerjaan besar yang menggunakan beton dalam jumlah
banyak, pengadukan dengan mesin dapat lebih murah dan memuaskan. Beton yang
dibuat dengan mesin dapat lebih homogeny dan dapat dilakukan dengan faktor air
semen yang lebih sedikit daripada bila diaduk dengan metode konvensional.
(Suryadi HS, 2008)

2.5 Perawatan Beton


Perawatan beton ialah suatu pekerjaan menjaga agar permukaan beton segar
selalu lembab, sejak adukan beton dipadatkan sampai aduukan beton dianggap cukup
keras. Kelembaban permukaan beton itu harus dijaga untuk menjamin proses hidrasi
semen (reaksi semen dan air) berlangsung dengan sempurna. Bila hal ini dilakukan
akan terjadi beton yang kurang kuat dan juga timbul retak retak. Selain itu
kelembapan permukaan juga menambah beton lebih tahan cuaca dan lebih kedap air.
(Suryadi HS, 2008)

2.6 Kekuatan Beton


Sifat paling penting dari beton pada umumnya ialah kuat tekan. Kuat tekan
beton biasanya berhubungan dengan sifat sifat lain, maksudnya bila kuat tekannya
tinggi sifat sifat yang lain juga baik.
Pengukuran kuat tekan beton dilakukan dengan membuat uji berupa kubus
beton dengan ukuran 150 mm atau silinder beton dengan diameter 150 mm dan tinggi
300 mm. Kedua benda uji kemudian ditekan dengan mesin tekan sampai pecah.
Beban tekan maksimum yang memecahkan itu dibagi dengan luas penampang kubus
atau luas penampang silinder diperoleh nilai kuat tekan. Nilai diperoleh bahwa kuat
tekan beton dengan benda uji silinder menghasilkan kuat tekan sekitar 84% daripada
dengan benda uji kubus.
Kuat tekan beton setelah mengeras tergantung pada;
1. Faktor air semen
2. Umur beton
3. Jenis semen
4. Gradasi batuan
5. Ukuran maksimum batuan
6. Cara pengerjaan (pencampuran, pengangkutan, pemadatan, dan
perawatan)
2.6.1 Faktor Air Semen
Faktor air semen ialah perbandingan antara berat air dan berat semen di
dalam campuran adukan beton. Kekuatan dan kemudahan pengerjaan campuran
adukan beton sangat dipengaruhi oleh jumlah air campuran yang dipakai. Untuk suatu
perbandingan bahan pencampuran beton tertentu diperlukan jumlah air tertentu pula
agar diperoleh kekuatan beton yang maksimum. Jumlah air yang lebih banyak atau
kurang dari jumlah tertentu tersebut akan menghasilkan kekuatan beton yang lebih
rendah.
Pada dasarnya semen membutuhkan air sekitar 35% berat semen untuk
bereaksi secara sempurna. Akan tetapi apabila berat air kurang dari 40% berat semen
reaksi kimia tersebut tidak dapat selesai dengan sempurna, lagi pula adukan beton
sulit dipadatkan. Sulitnya pemadatan adukan beton ini berakibat beton yang terjadi
berongga sehingga kekuatan beton berkurang. Jadi air dibutuhkan untuk bereaksu
dengan semen dan untuk memudahkan oemadatan beton sehingga tidak berongga
(keropos).
Hubungan antara faktor air semen dan kekuatan beton dapat ditulis menurut
Duff Abrams (1919) dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan persamannya,

= 1,5 (2.1)

dimana,
= kekuatan beton pada umur tertentu
X = perbandungan berat antara air dan semen
A dan B = konstanta
(Suryadi HS, 2008)

Gambar 2.1 Hubungan kuat tekan dan faktor air semen


(Sumber: Suryadi HS, 2008)
2.6.2 Umur Beton
Kekuatan beton (kuat tekan, kuat tarik, dan kuat lekat) bertambah tinggi
dengan bertambahnya umur. Yang dimaksudkan umur disini dihitung sejak beton
dibuat. Kenaikan kekuatan beton mula mula cepat akan tetapi lama lama kenaikan
itu menjadi makin lambat dan dapat dilihat pada Gambar 2.2.Oleh karena itu sebagai
standar kekuatan beton dipakai kekuatan pada umur yang kurang dari 28 hari, dapat
dilakukan dengan menguji kuat tekan beton pada umur 3 hari misalnya dan hasilnya
dikalikan dengan faktor tertentu untuk mendapatkan perkiraan kuat tekan beton umur
28 hari.

Gambar 2.2 Hubungan antara umur dan kuat tekan pada beton

(Sumber: Suryadi HS, 2008)

2.7 Semen
Semen dibagi menjadi semen portland dan semen pozollan yang biasa
digunakan pada beton sebagai perekat bahan bahan beton.
2.7.1 Semen Portland
Semen Portland adalah bahan kontruksi yang paling banyak digunakan
dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150,1985, semen Portland didefinisikan
sebagai hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium
silkat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat
sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. Semen
Portland yang digunakan di Indonesia harus memenuhi syarat SSI.0013-81 atau
Standar Uji Bahan Indonesia 1986, dan harus memenuhi persyaratan yang di tetapkan
dalam standar tersebut (PB.1989:3.2-8).
Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam
pembangunan fisik di sector kontruksi sipil. Jika tambah air, semen akan menjadi
pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika
digabungkan dengan agregat kasar akan menjadicampuran beton segar yang setelah
mengeras akan menjadi beton keras (concrete). Semen yang digunakan untuk
pekerjaan beton harus disesuaikan dengan rencana kekuatan dan spesifikasi teknik
yang diberikan. Pemilihan tipe semen ini kelihatannya mudah dilakukan karena
semen dapat langsung diambil dari sumbernya (pabrik). Hal ini hanya benar jika
standar devisi yang ditemui kecil, sehingga semen yang berasal beberapa sumber
langsung dapat digunakan. Akan tetapi, jika standar deviasi hasil uji kekuatan semen
besar, hal tersebut akan menjadi masalah. Saat ini banyak tipr semen yang ada di
pasaran sehingga kemungkinan variasi kekuatan semennya pun besar (ACI 318-89:2-
1).

Fungsi utama semen adalah mengikat butir-butir agregat hingga membentuk


suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butir-butir agregat.
Walaupun komposisi semen dalam beton hanya sekitar 10%, namun karena funsinya
sebagai bahan pengikat maka peranan semen menjadi penting.

2.7.2 Semen Portland Pozollan


Semen Portland pozollan adalah campuran semen Portland dan bahan-bahan
yang bersifat pozollan seperti terak tanur tinggi dan hasil residu PLTU. Semen jenin
ini biasanya digunakan untuk beton yang diekspos terhadap sulfat. Menurut (SK.SNI
T-15-1990-03:2), semen Portland-pozollan dihasilkan dengan mencampurkan bahan
semen Portland dan pozollan (15-40 dari berat total campuran), dengan kandungan
SiO2 + Al2 O3 + Fe2 O3 dalam pozollan minimum 70%(SK.SNI T-1991-03:2).

Suatu kontruksi sipil yang menggunakan semen Portland pozollan sebagai


bahan ikat harus memenuhi standar SII 0132 Mutu dan Cara Uji Semen Portland
Pozollan atau syarat ASTM C.595-82, yaitu Spesification for Blend Hydraulic
Cement. (SKBI.1.4.53:4). Abu terbang (fly ash) atau bahan pozollan lainnya yang
dipakai sebagai bahan campuran tambahan harus memenuhi Spesification for Fly
Ash and Raw or Calcined Natural Pozollan for Use as a Mineral Admixture in
Portland Cement (ASTM C.618).

2.8 Agregat Halus


Agregat halus adalah butiran mineral dengan ukuran 4,75 mm yang
berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran adukan beton atau mortar. Agregat
halus berfungsi sebagai bahan pengisi pada rongga campuran beton. Agregat halus
sering juga disebut dengan istilah pasir. Pasir yang merupakan agregat halus
merupakan hasil dari disintegrasi batuan. Berdasarkan tempat terjadinya, pasir
dibedakan menjadi:
Pasir galian
Pasir sungai
Pasir laut
Untuk menggunakan pasir sebagai bahan utama dari beton maka ukuran
butirannya harus memenuhi syarat. Gradasi agregat adalah susunan ukuran butiran
dari agregat tersebut. Apabila butir-butir agregat mempunyai ukuran yang sama,
maka volume pasir akan menjadi besar. Sebaliknya jika ukuran bervariasi maka
ukuran volumenya akan menjadi kecil. Pada pembuatan beton diinginkan suatu
butiran yang kemampatannya tinggi, karena volume porinya sedikit, maka akan
membutuhkan bahan pengikat yang sedikit pula.
Pernyataan gradasi digunakan sebagai prosentase dari berat butiran yang
tertinggal atau lolos dari suatu ayakan.Gradasi agregat halus sangat penting untuk
menjamin mutu beton yang berkualitas sesuai dengan ukuran yang diinginkan.
Menurut PBI 1971 pasal 33 ayat 1 gradasi agregat halus yang baik adalah:
Sisa diatas ayakan 4 mm minimal 2% berat
Sisa diatas ayakan 1 mm minimal 10% berat
Sisa diatas ayakan 0,25 mm minimal 80%-95% berat
Menurut ASTM harga modulus kehalusan berkisar antara 2,3-3,1. Dengan
adanya ketentuan seperti diatas maka kita sangat perlu memeriksa gradasi pasir
sebelum digunakan untuk campuran adukan beton untuk mengetahui kelayakannya.
Ukuran agregat halus dibagi menjadi 4 zona yang dapat diketahui dari uji gradasi.
Tabel 1.1 Batasan susunan butiran agregat halus sesuai ASTM C 33-81
Ukuran Prosentase lolos saringan
saringan
Daerah I Daerah II Daerah III Daerah IV
(mm)
10,00 100 100 100 100
4,80 90-100 90-100 95-100 95-100
2,40 60-95 75-100 85-100 95-100
1,20 30-70 55-90 75-100 90-100
0,60 15-34 35-59 60-79 80-100
0,30 5-20 8-30 12-40 15-50
0,15 0-10 0-10 0-10 0-15
(sumber : Teknologi beton ; Kardiyono Tjokrodimulyo, 1994)

Untuk mendapatkan mutu beton yang baik juga dipengaruhi dari mutu
agregat yang baik, FAS, serta dengan pemeliharaan yang baik pula. Penentuan berat
jenis pasir serta daya serap pasir tersebut didalam air dilakukan dalam dua tahap:

Tahap I: Penentuan keadaan fisik bahan (pasir dalam keadaan kering


permukaan atau SSD)
Tahap II: Penentuan berat jenis pasir (Spesific gravity)

Perbandingan berat pasir kering dengan volume pasir total:


Bulk spesific gravity= (2.2)
+

Perbandingan berat pasir dalam keadaan SSD dengan volume pasir total:


Bulk spesific gravity SSD = + (2.3)

Perbandingan berat pasir kering dibanding volume pasir kering:



Appearant spesific gravity = + (2.4)

Besarnya air yang diserap pasir:


Absorption = x 100% (2.5)

Keterangan :

A = Berat pasir oven

B = Berat volumetric flash air

C = Berat pasir + air + volumetric flash

D = Berat pasir SSD

2.9 Agregat Kasar


Agregat kasar terbagi menjadi kerikil (alami) dan batu pecah (industri).
Agregat kasar didefinisikan sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau berupa
batu pecah hasil industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir 5,0 mm sampai
dengan 40,0 mm. Syarat syarat yang harus dipenuhi oleh agregat kasar atau kerikil
dalam campuran beton yaitu berbutir keras (tidak mudah hancur) dan tidak berpori
agar dapat menghasilkan beton yang keras dan sifat tembus airnya kecil, tidak
mengandung lempung lebih dari 1%, tidak mengandung zat reaktif alkali (dapat
menyebabkan pengembangan beton).

2.10 Air
Syarat air menurut SK SNI 03-2847-2002 adalah air yang dapat digunakan
dalam proses pencampuran beton adalah harus bersih dan bebas dari bahan-bahan
merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan-bahan
lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.Air pencampur yang digunakan
pada beton prategang atau pada beton yang didalamnya tertanam logam aluminium,
termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion
klorida dalam jumlah yang membahayakan.

2.11 Bahan Tambahan (Admixture)

Bahan kimia tambahan adalah material selain semen, air danagregat yang
digunakan dalam campuran beton dan ditambahkan secepatnya kedalam bak
pengaduk sebelum atau selama pengadukan. Berdasarkan ASTM 1993 bahan tambah
ini adalah termasuk bahan tambah kimia (chemical admixture), sejalan dengan ASTM
C494 yaitu bahan tambah yang berupa cairan kimia yang berfungsi mengendalikan
waktu pengerasan (mempercepat atau memperlambat), mereduksi kebutuhan air, serta
meningkatkan kemudahan pengerjaan beton (workability).

Jenis jenis bahan tambahan kimia (chemical admixture) berdasarkan


ASTM C494 adalah :

1. Type A
Water-reducing Admixture, adalah bahan tambahan yang bersifat
mengurangi jumlah air pencampuran beton untuk menghasilkan beton
pada konsistensi tertentu.

2. Type B
Retarding Admixture, adalah bahan tambahan yang berfungsi
menghambat pengikatan beton. Banyak dipakai pada saat pengangkutan
readymix dari pabrik kelokasi proyek untuk menunda pengerasan beton.

3. Type C
Accelerating Admixture, adalah bahan tambahan yang berfungsi
mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton.
Banyak digunakan pada perbaikan konstruksi beton maupun pada
bangunan konstruksi.

4. Type D
Water Reducing dan Retarding Admixture, adalah bahan tambahan yang
berfungsi ganda mengurangi jumlah air pencampuran yang dibutuhkan
untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu dan menghambat
pengikatan beton.

5. Type E
Water Reducing dan Accelerating Admixture, adalah bahan tambahan
berfungsi ganda mengurangi jumlah air pencampuran yang dibutuhkan
untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu dan mempercepat
pengikatan beton.

6. Type F
Water Reducing , High Range Admixture, adalah bahan tambahan yang
berfungsi mengurangi jumlah air pencampuran air pencampuran yang
diperlukan untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu lebih
dari 12%.

7. Type G
Water Reducing High Range dan Retarding Admixture, adalah bahan
tambahan yang berfungsi mengurangi jumlah air pencampuran yang
diperlukan untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu, lebih
dari 12 % atau lebih dan juga menghambat pengikatan beton.

Anda mungkin juga menyukai