Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam pekerjaan teknik sipil dikenal 2 jenis pekerjaan konstruksi yaitu
konstruksi berat dan konstruksi ringan. Pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak lepas
dari kebutuhan akan material atau bahan-bahan tertentu. Dalam pelaksanaannya,
sehingga suatu konstruksi bangunan yang kuat dan utuh sesuai dengan yang
diharapkan.
Hingga saat ini bahan bangunan yang paling banyak diminati adalah beton.
Hal ini disebabkan antara lain oleh kemudahan untuk dibuat menjadi berbagai
bentuk, relatif tidak memerlukan tenaga yang sangat ahli dalam pembangunan,
relatif tidak memerlukan perawatan pasca pembangunan yang berarti, dan dari
segi ekonomis bahan beton adalah paling murah bila dibandingkan kostruksi baja
atau kayu, lebih tahan terhadap bahaya kebakaran, serta relatif kaku.
Disamping itu beton mempunyai beberapa kekurangan seperti kekuatan
fisik tarik yang rendah, memerlukan bekisting dan penumpu saat konstruksi,
perbandingan kekuatan terhadap berat yang relatif lebih rendah dan stabilitas
volumenya relatif rendah.
Sekarang ini penggunaan beton banyak digunakan untuk sebagai
konstruksi, misalnya jalan, jembatan, lapangan terbang, waduk, bendungan dan
lainnya. Dengan melakukan analisa bahan maka dalam hal pembuatan beton harus
lebih teliti dengan berbagai macam material-material yang digunakan dalam
pembuatan tersebut, dikrenakan apabila suatu material dalam beton itu tidak bagus
maka hasil dari beton tersebut tidak akan mencapai pada hasil yang
diinginkan.Sehingga dengan diadakannya analisa bahan terhadap material yang
akan digunakan untuk pembuatan beton maka hasil dapat diperoleh dengan baik.
Perkembangan lebih lanjut dari teknologi beton adalah diperkenalkannya
beton mutu tinggi dengan kuat tekan dapat mencapai 135 MPa, dan kuat tarik
sebesar 12,5 MPa. Selain itu dikenal pula jenis-jenis beton lainnya seperti beton
berserat (fiber concrete), beton ringan (light weight concrete), beton polimer

1
Laporan Praktikum Beton Pendahuluan
(polymer concrete), latex modified concrete, gap-graded concrete, no-fines
concrete, no-fines concrete, dan lain-lain.
Dalam praktikum beton ini direncanakan membuat benda uji kubus dengan
ukuran sisi 15 cm serta dengan rencana mutu beton K300 atau 24,9 MPa.

1.2 Tujuan
Pelaksanaan praktikum beton memiliki beberapa tujuan diantaranya
sebagai berikut:
1. Mampu melakukan pengujian agregat kasar dan halus untuk menentukan
berat volume, analisis saringan, kadar air yang terkandung, specific
gravity, zat organik yang terkandung, dan kadar lumpur yang terkandung.
2. Mendapatkan data untuk mix design sebagai komposisi bahan dalam
pembuatan beton.
3. Mampu melakukan pembuatan campuran adukan beton dalam mesin
pengaduk.
4. Mampu melakukan pengujian slump beton untuk menentukan workability.
5. Mampu melaksanakan pembuatan benda uji beton.
6. Melakukan perawatan dan pemeriksaan kuat tekan beton pada hari ke-7,
ke-14, dan hari ke-28 dengan mesin compression testing machine.
7. Mendapatkan analisis data dari uji kuat tekan.
8. Mendapatkan hasil dan kesimpulan dari analisis kekuatan tekan beton
karakteristik.

1.3 Landasan Teori


1.3.1 Beton
Dalam konstruksi, beton adalah sebuah bahan bangunan komposit yang
terbuat dari kombinasi agregat dan pengikat semen. Bentuk paling umum dari
beton adalah beton semen Portland, yang terdiri dari agregat mineral, semen dan
air.
Menurut Nawy (1985) beton dihasilkan dari sekumpulan interaksi mekanis
dan kimia sejumlah material pembentuknya. Berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) 03-2847-2002, beton adalah campuran antara semen portland

Ekom Ofronazel – M1C118016 2


Laporan Praktikum Beton Pendahuluan
atau semen hidraulik lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa
bahan tambahan yang membentuk masa padat.
Beton normal adalah adalah beton yang mempunyai berat isi 2200 kg/m3
sampai 2500 kg/m3 menggunakan agregat alam yang dipecah atau tanpa dipecah
yang tidak menggunakan bahan tambahan (Sugiyanto dkk.2000).
Beton segar merupakan gabungan antara semen, agregat halus, agregat
kasar dan air yang saling mengikat dan belum mengalami pengerasan serta masih
bersifat lunak dan masih sangat mudah untuk dikerjakan atau dibentuk. Beton
segar umumnya memiliki sifat workability, segregation dan bleeding. Menurut
Tjokrodimuljo (2000), beton segar yang baik adalah beton segar yang dapat
diaduk, dapat diangkut, dapat dituang, dapat dipadatkan, tidak ada kecenderungan
untuk terjadi segregasi (pemisahan kerikil dari adukan) maupun bleeding
(pemisahan air dan semen dari adukan). Hal ini karena segregasi maupun
bleeding mengakibatkan beton yang diperoleh akan jelek.
Sebagai tolak ukur suatu pengerjaannya, beton segar memiliki tiga sifat.
Pada umumnya sifat-sifat beton segar segar tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mudah dikerjakan (workability)
Kemudahan pengerjaan (workability) merupakan tingkat kemudahan
campuran untuk diaduk, diangkut, dituang dan dipadatkan tanpa menimbulkan
pemisahan bahan susunan pembentuk beton.
Sifat workabilitas beton segar ditandai dengan enam karakter yaitu
konsistensi, plasticity (plastisitas), placeability (kemudahan dituang), flowability
(keenceran), finishability (kemudahan dirapikan), pumpability (kemudahan
dipompa). Newman dalam Murdock (1999) menuliskan bahwa sekurang-
kurangnya tiga sifat yang terpisah dalam mendefinisikan sifat ini, yaitu:
1) Kompakbilitas, kemudahan beton dipadatkan.
2) Mobilitas, kemudahan beton mengalir dalam cetakan.
3) Stabilitas, kemampuan beton untuk tetap sebagai massa yang homogen,
koheren dan stabil selama dikerjakan atau dipadatkan.
Tingkat kompakbilitas campuran tergantung pada nilai faktor air
semennya. Semakin kecil nilai faktor air semennya, adukan semakin kental dan
kaku sehingga semakin sulit untuk dipadatkan. Sebaliknya semakin besar nilai

Ekom Ofronazel – M1C118016 3


Laporan Praktikum Beton Pendahuluan
faktor air semennya adukan beton semakin encer dan semakin sulit untuk
mengikat agregat sehingga kekuatan beton yang dihasilkan semakin rendah.
Pengamatan workabilitas beton di lapangan pada umumnya dilakukan
dengan uji slump. Neville (1981) menuliskan bahwa slump test (uji slump)
bertujuan untuk mengamati variasi keseragaman campuran. Pada beton biasa,
pengujian slump dilakukan untuk mencatat konsistensi dalam satuan mm
penurunan benda uji beton segar selama pengujian.
2. Bleeding (Pemisahan air)
Bleeding adalah pengeluaran air dari adukan beton yang disebabkan oleh
pelepasan air dari pasta. Menurut Soetjipto (1987), pengeluaran air pada adukan
beton disebabkan oleh pengeluaran air sebagian dari pasta semennya. Pasta semen
merupakan larutan kental, yang labil oleh gravitasi.
Bila digunakan air adukan yang lebih banyak daripada yang digunakan
untuk proses hidrasi dengan semen (pengikatan dan pengerasan) maka kelebihan
air akan naik ke permukaan adukan beton dengan membawa butiran semen yang
belum bereaksi secara sempurna dan kemudian membentuk lapisan yang lemah,
serta berpori karena adanya lapisan buih/busa semen (laitance).
Nevillle mengemukakan penyebab bleeding adalah ketidakmampuan
bahan padat campuran untuk menangkap air pencampur (Neville.1981). Ketika
bleeding sedang berlansung, air campuran terjebak didalam kantong-kantong yang
terbentuk antara agregat dan pasta semen (matriks). Setelah proses bleeding
selesai dan beton mengeras, kantong-kantong menjadi kering ketika berlansung
perawatan dalam keadaan kering. Akibatnya apabila ada tekanan, kantong-
kantong tersebut menjadi penyebab mudahnya retak pada beton, karena kantong-
kantong hanya berisi udara dan bahan lembut seperti debu halus.
Besarnya nilai bleeding dapat dihitung dengan cara menghitung banyaknya
air yang keluar dari sampel beton segar sesaat setelah dicetak. Sehingga
banyaknya bleeding adalah volume air (mL) yang keluar dari suatu luasan
permukaan beton (A) atau secara matematis dapat ditulis dengan:
3. Segregation (Pemisahan kerikil)
Segregation adalah kecenderungan pemisahan bahan-bahan pembentuk
beton. Terdapat 2 bentuk segregasi beton segar menurut Neville yaitu partikel

Ekom Ofronazel – M1C118016 4


Laporan Praktikum Beton Pendahuluan
yang lebih kasar cenderung memisahkan diri dari partikel yang lebih halus dan
terpisahnya air semen dari adukan (Neville.1981). Segregasi dapat disebabkan
oleh penggunaan air pencampur yang terlalu banyak, gradasi agregat yang jelek,
kurangnya jumlah semen ataupun cara pengelolaan yang tidak memenuhi syarat
(Murdock, Brook & Dewar.1991).
Segresi memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap sifat beton keras.
Jika tingkat segresi beton sangat tinggi, ketidaksempurnaan konstruksi beton juga
tinggi. Hal ini dapat berupa keropos, terhadap beton segar terdapat lapisan yang
lemah dan berpori, permukaan nampak bersisik dan tidak merata.
Pada saat beton mengalami pengerasan, beton tersebut diharapkan mampu
menahan atau memikul beban sehingga sifat-sifat yang utama yang akan dimiliki
beton adalah kekuatannya.
Nugraha (2007) mengungkapkan bahwa pada beton yang baik, setiap butir
agregat seluruhnya terbungkus dengan mortar. Demikian pula halnya dengan
ruang antar agregat, harus terisi oleh mortar. Jadi kualitas pasta atau mortar
menentukan kualitas beton. Semen adalah unsur kunci dalam beton, meskipun
jumlahnya hanya 7-15% dari campuran. Beton dengan jumlah semen yang sedikit
(sampai 7%) disebut beton kurus (lean concrete), sedangkan beton dengan jumlah
semen yang banyak disebut beton gemuk (rich concrete).
Menurut Mulyono (2006) secara umum beton dibedakan kedalam 2
kelompok, yaitu:
1. Beton berdasarkan kelas dan mutu beton.
Kelas dan mutu beton ini, dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu:
1) Beton kelas I adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan non struktural.
Untuk pelaksanaannya tidak diperlukan keahlian khusus. Pengawasan
mutu hanya dibatasi pada pengawasan ringan terhadap mutu bahan-
bahan, sedangkan terhadap kekuatan tekan tidak disyaratkan
pemeriksaan. Mutu kelas I dinyatakan dengan B0.
2) Beton kelas II adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan struktural
secara umum. Pelaksanaannya memerlukan keahlian yang cukup dan
harus dilakukan dibawah pimpinan tenaga-tenaga ahli. Beton kelas II
dibagi dalam mutu-mutu standar B1, K125, K175, K225. Pada mutu

Ekom Ofronazel – M1C118016 5


Laporan Praktikum Beton Pendahuluan
B1, pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan terhadap mutu
bahanbahan sedangkan terhadap kekuatan tekan tidak disyaratkan
pemeriksaan. Pada mutu-mutu K125 dan K175 dengan keharusan
untuk memeriksa kekuatan tekan beton secara kontinu dari hasil-hasil
pemeriksaan benda uji.
3) Beton kelas III adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan struktural yang
lebih tinggi dari K225. Pelaksanaannya memerlukan keahlian khusus
dan harus dilakukan di bawah pimpinan tenaga-tenaga ahli.
Disyaratkan adanya laboratorium beton dengan peralatan yang lengkap
serta dilayani oleh tenaga-tenaga ahli yang dapat melakukan
pengawasan mutu beton secara kontinu.
2. Berdasarkan jenisnya, beton dibagi menjadi 6 jenis, yaitu:
1) Beton ringan
Beton ringan merupakan beton yang dibuat dengn bobot yang lebih
ringan dibandingkan dengan bobot beton normal. Agregat yang
digunakan untuk memproduksi beton ringan pun merupakan agregat
ringan juga. Berat jenis agregat ringan sekitar 1900 kg/m3 atau
berdasarkan kepentingan penggunaan strukturnya berkisar antara
1440-1850 kg/m3, dengan kekuatan tekan umur 28 hari lebih besar dari
17,2 MPa.
2) Beton normal
Beton normal adalah beton yang menggunakan agregat pasir sebagai
agregat halus dan batu pecah sebagai agregat kasar sehingga
mempunyai berat jenis beton antara 2200 kg/m3-2400 kg/m3 dengan
kuat tekan sekitar 15-40 MPa.
3) Beton berat
Beton berat adalah beton yang dihasilkan dari agregat yang memiliki
berat isi lebih besar dari beton normal atau lebih dari 2400 kg/m 3.
Untuk menghasilkan beton berat digunakan agregat yang mempunyai
berat jenis yang besar.
4) Beton massa (mass concrete)

Ekom Ofronazel – M1C118016 6


Laporan Praktikum Beton Pendahuluan
Dinamakan beton massa karena digunakan untuk pekerjaan beton yang
besar dan masif, misalnya untuk bendungan, kanal, pondasi, dan
jembatan.
5) Ferro-cement
Ferro-Cement adalah suatu bahan gabungan yang diperoleh dengan
cara memberikan suatu tulangan yang berupa anyaman kawat baja
sebagai pemberi kekuatan tarik dan daktil pada mortar semen.
6) Beton serat (fibre concrete)
Beton serat (fibre concrete) adalah bahan komposit yang terdiri dari
beton dan bahan lain berupa serat. Serat dalam beton ini berfungsi
mencegah retak-retak sehingga menjadikan beton lebih daktil daripada
beton normal.

Menurut (Sugiyanto dkk.2000), secara umum dalam volume beton


terkandung ± 68% agregat, ± 11% semen, ± 17% air dan ± 4% udara. Untuk
keperluan perancangan dan pelaksanaan struktur beton maka perlu diketahui sifat-
sifat umum dari beton, yaitu:
1. Kekuatan
Kekuatan atau kuat tekan merupakan salah satu kinerja utama beton.
Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan per satuan
luas. Walaupun dalam beton terdapat tegangan tarik yang kecil, diasumsikan
bahwa semua tegangan tekan didukung oleh beton tersebut (Mulyono.2003). Serta
nilai kuat tariknya berkisar antara 9%-15% dari kuat tekanan.
2. Keawetan (Durability)
Keawetan merupakan kemampuan beton bertahan seperti kondisi yang
direncanakan tanpa terjadi korosi dalam jangka waktu yang direncanakan. Dalam
hal ini perlu pembatasan nilai faktor air semen maksimum maupun pembatasan
dosis semen minimum yang digunakan sesuai dengan kondisi lingkungan
(Sugiyanto dkk.2000).
3. Modulus elastisitas
Modulus elastisitas adalah perbandingan antara kuat tekan beton biasanya
ditentukan pada 25%-50% dari kuat beton (Sugiyanto dkk.2000). Modulus
elastisitas tergantung pada modulus elastisitas agregat dan pastanya.
Ekom Ofronazel – M1C118016 7
Laporan Praktikum Beton Pendahuluan
4. Workability
Workability beton adalah kemampuan untuk dilaksanakan atau dikerjakan,
yang meliputi bagian beton itu mudah dipadatkan, mudah dikerjakan dan mudah
untuk dilakukan finishing. Workability dipengaruhi oleh jumlah air semen serta
tingkat gradasi agregat.
5. Susut (Shrinkage)
Susut terjadi saat beton mengeras yang menyebabkan volume beton
berkurang atau lebih kecil daripada volume beton segar. Penguapan air pada pasta
semen menyebabkan terjadinya susut karena volume agregat tidak berubah. Oleh
karena itu, semakin banyak pasta semen semakin besar susut beton.
6. Pemisahan agregat kasar (segregation)
Segregation adalah peristiwa pemisahan komponen material dalam
campuran beton. Jika tingkat Segregation pada beton sangat tinggi akan
menyebabkan sarang agregat kasar yang pada akhirnya membuat beton menjadi
keropos. Segregation disebabkan oleh tiga hal yaitu:
1) Penggunaan air terlalu banyak
2) Gradasi agregat yang jelek
3) Penggunaan semen yang kurang
4) Permukaan agregat kasar karena semakin kasar permukaannya maka
semakin mudah terjadi segregation.
Dibandingkan bahan bangunan lain beton memiliki beberapa kelebihan
(Tjokrodimuljo.2012), antara lain yaitu:
1. Harganya relative murah karena menggunakan bahan-bahan dasar yang
umumnya tersedia didekat lokasi pembangunan, kecuali semen portland.
Hanya untuk daerah tertentu yang sulit mendapatkan pasir atau kerikil.
Mungkin hal tersebut akan menyebabkan harga beton agak mahal.
2. Termasuk bahan yang awet, tahan aus, tahan kebakaran, tahan terhadap
pengkaratan atau pembusukan oleh kondisi lingkungan, sehingga biaya
perawatan murah.
3. Kuat tekannya cukup tinggi sehingga jika dikombinasikan dengan baja
tulangan dapat dikatakan mampu dibuat untuk struktur berat. Beton dan
baja tulangan boleh dikatakan mempunyai koefisien muai yang hampir

Ekom Ofronazel – M1C118016 8


Laporan Praktikum Beton Pendahuluan
sama. Saat ini beton bertulang banyak dipakai untuk pondasi, kolom,
balok, dinding, jalan, landasan pesawat udara, gedung, penampang air,
pelabuhan, bendungan, jembatan dan sebagainya.
4. Beton segar dapat mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk dan
ukuran sesuai keinginan. Cetakan dapat pula dipakai beberapa kali
sehingga sehingga secara ekonomi menjadi murah.
Walaupun beton mempunyai kelebihan, namun beton juga mempunyai
kekurangan. Beberapa kekurangannya ialah sebagai berikut:
1. Bahan dasar penyusun beton (agregat halus maupun kasar) bermacam-
macam sesuai dengan lokasi pengambilannya, sehingga cara
perencanaannya bermacam-macam pula.
2. Beton keras mempunyai beberapa kelas kekuatan sehingga harus
disesuaikan dengan bagian bangunan yang dibuat.
3. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga getas atau rapuh dan
mudah retak. Oleh karena itu perlu diberikan cara-cara mengatasinya.
Misalnya dengan memberikan baja tulangan, serat dan sebagainya.

1.3.2 Kepadatan beton


Untuk mendapatkan mutu beton yang baik harus diperhatikan adalah
kepadatan beton. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepadatan beton antara lain:
1. Gradasi agregat
Gradasi agregat mempengaruhi kepadatan beton serta kuat tekan beton.
Agregat kasar yang tidak pecah atau kerikil alami biasanya licin dan bulat
menghasilkan beton yang mempunyai kuat tekan yang relatif rendah
dibandingkan dengan beton yang memakai batu pecah.

2. Proporsi campuran
Yang dimaksud adalah proporsi volume dari bermacam macam bahan
pilihan dari campuran beton yang mempengaruhi workabilitas.
3. Kadar air

Ekom Ofronazel – M1C118016 9


Laporan Praktikum Beton Pendahuluan
Faktor kepadatan dikaitkan dengan kadar air beton. Kadar air dalam
volume campuran adalah penting menentukan w/c yang sekecil mungkin
sehingga pori-pori beton semakin kecil.

1.3.3 Pemadatan beton


Pemadatan dapat dilakukan pada beton dalam kadaan segar dan dalam
keadaan setting awal. Tujuan pemadatan pada beton dalam keadaan segar adalah:
1. Untuk mengurangi rongga-rongga udara dalam beton, dapat dilakukan
dengan penekanan awal (initial pressure) sebelum beton mengeras.
2. Untuk mendapatkan kepadatan beton yang optimal
Pemadatan beton dapat dilakukan menggunakan batang penumbuk baja
dengan menusukkan pada beton, menggunakan alat getar mekanis (vibrator),
menggunakan mesin penggetar dan mesin sentrifugal, juga dapat memberikan
tekanan awal pada beton segar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat dilakukan pemadatan adalah:
1. Pemadatan dilakukan sebelum waktu setting, biasanya antara 1 sampai 2
jam tergantung apakah ada pemakaian admixture.
2. Alat pemadat tidak boleh menggetarkan pembesiannya, karena akan
menghilangkan melepaskan kuat lekat antar besi dengan beton yang baru
dicor dan memasuki tahap waktu setting.
3. Pemadatan tidak boleh terlalu lama untuk menghindari bleeding, yaitu
naiknya air atau pasta semen keatas permukaan beton dan meninggalkan
agregat di bagian bawah.

1.3.4 Material pembentuk beton


1. Agregat
Agregat adalah butiran mineral yang merupakan hasil disintegrasi alami
batu-batuan atau juga hasil mesin pemecah batu dengan memecah batu alami.
Agregat merupakan salah satu bahan pengisi pada beton, namun demikian peranan
agregat pada beton sangatlah penting. Kandungan agregat dalam beton kira-kira
mencapai 70%-75% dari volume beton. Agregat sangat berpengaruh terhadap
sifat-sifat beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian yang
penting dalam pembuatan beton.

Ekom Ofronazel – M1C118016 10


Laporan Praktikum Beton Pendahuluan
Agregat memiliki beberapa sifat dalam penerapannya. Sifat-sifat agregat
dibagi dalam dua kategori yaitu sifat mekanik dan fisik agregat.
1) Sifat mekanik agregat
a. Daya lekat (bond)
Bentuk butir dan tekstur permukaan agregat akan mempengaruhi
kekuatan beton terutama beton mutu tinggi. Tekstur lebih kasar akan
menyebabkan daya lekat yang lebih besar antara partikel dengan
pasta.
b. Kekuatan
Kekuatan yang dibutuhkan pada agregat lebih tinggi daripada
kekuatan beton karena tegangan sebenarnya yang terjadi pada masing-
masing partikel lebih tinggi daripada tegangan nominal yang
diberikan.
c. Kekerasan
Kekerasan sangat diperlukan khususnya pada beton untuk struktur
jalan atau pada lantai beton yang memikul beban lalu lintas yang
berat. Kekerasan agregat dapat diukur dengan Los Angeles Test.
d. Keuletan
Keuletan merupakan daya tahan agregat terhadap pecah akibat
tumbukan, pengukuran keuletan biasanya dilakukan dengan uji kejut.
2) Sifat fisik agregat
a. Specific gravity (berat jenis)
Berat jenis agregat adalah perbandingan berat agregat diudara dari
suatu unit volume terhadap berat air dengan volume yang sama.
Pengukuran berat jenis dapat dilakukan pada tiga kondisi, yaitu:
a) Apparent specific gravity (berat jenis absolut) yaitu
perbandingan berat agregat tanpa pori udara dengan
volumenya.
b) Bulk specific gravity (Saturrated Surface Dry) yaitu
perbandingan berat agregat termasuk berat air dalam pori
volumenya.

Ekom Ofronazel – M1C118016 11


Laporan Praktikum Beton Pendahuluan
c) Bulk specific gravity (dry) yaitu perbandingan berat agregat,
termasuk pori udara dengan porinya.
b. Bulk density (berat volume)
Berat volume adalah berat aktual yang akan mengisi satu
penampung atau wadah dengan volume satuan. Berat volume diukur
dalam kondisi padat dan gembur.
c. Porositas dan absorpsi
Porositas dan absorpsi mempengaruhi daya lekat antara agregat
dengan pasta, daya tahan terhadap abrasi dan mempengaruhi nilai
specific gravity. Absorpsi agregat ditentukan dengan pengurangan
berat dari kondisi SSD (Saturrated Surface Dry) ke kondisi oven.
d. Kadar air
Kadar air ditentukan dengan pengurangan berat agregat dari
kondisi tertentu ke kondisi kering oven. Kadar air adalah
perbandingan antara pengurangan berat tersebut terhadap berat kering
dalam persen. Pengukuran kadar air sangat diperlukan pada
pelaksanaan pencampuran beton sehingga kelecakan dan faktor air
semen adukan beton tetap seperti yang direncanakan semula.
Dengan memperhatikan sifat mekanik dan sifat fisik agregat maka akan
didapatkan beton sesuai kualitas yang telah ditentukan.
Agregat dibedakan menjadi dua macam, yaitu agregat halus dan agregat
kasar yang di dapat secara alami atau buatan.
1) Agregat halus
Agregat sebagai bahan pengisi yang memberikan sifat kaku dan
stabilitas dimensi dari beton. Agregat halus sebaiknya berbentuk bulat dan
halus dikarenakan untuk mengurangi kebutuhan air. Agregat halus yang
pipih akan membutuhkan air yang lebih banyak dikarenakan luas
permukaan agregat (surface area) akan lebih besar.
Gradasi agregat halus sebaiknya sesuai dengan spesifikasi ASTM C-
33, yaitu:
a. Mempunyai butiran yang halus.
b. Tidak mengandung lumpur lebih dari 5%.

Ekom Ofronazel – M1C118016 12


Laporan Praktikum Beton Pendahuluan
c. Tidak mengandung zat organik lebih dari 0,5%. Untuk beton mutu
tunggi dianjurkan dengan modulus kehalusan 3,0 atau lebih.
d. Gradasi yang baik dan teratur (diambil dari sumber yang sama).
Tabel 1.1 Batas Gradasi Agregat Halus
Persen butiran yang lewat ayakan
Lubang
Zona I Zona II Zona III Zona IV
ayakan (mm)
(pasir kasar) (pasir sedang) (pasir agak halus) (pasir halus)
9,6 100 – 100 100 – 100 100 – 100 100 – 100
4,8 90 – 100 90 – 100 90 – 100 95 – 100
2,4 60 – 95 75 – 100 85 – 100 95 – 100
1,2 30 – 70 55 – 90 75 – 100 90 – 100
0,6 15 – 34 35 – 59 60 – 79 80 – 100
0,3 5 – 20 8 – 30 12 – 40 15 – 50
0,15 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 15
sumber: SNI 03-2834-2000

2) Agregat kasar
Agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil disintegrasi alami dari
batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu
dan mempunyai ukuran butir antara 5-40 mm (SNI 03-2847-2002).
PBI (1971) menyatakan ketentuan mengenai penggunaan agregat
kasar untuk beton harus memenuhi syarat, antara lain:
a. Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil sebagai hasil
disintegrasi alami dari batuan-batuan atau berupa batu pecahan yang
diperoleh dari pemecahan batu. Pada umumnya pneggolongan agregat
kasar dimulai dari butir yang berukuran 5 mm.
b. Harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori.
c. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%.
d. Tidak boleh mengandung zat-zat yang merusak beton seperti zat-zat
relatif alkali.
e. Terdiri dari berbagai macam butir yang besarnya berbeda-beda.

Ekom Ofronazel – M1C118016 13


Laporan Praktikum Beton Pendahuluan

Tabel 1.2 Batas Gradasi Agregat Kasar


Persentase berat butir lewat ayakan
Lubang ayakan
Ukuran maks. Ukuran maks. Ukuran maks,
(mm)
10 mm 20 mm 40 mm
76 100 – 100
38 100 – 100 95 – 100
19 100 – 100 95 – 100 35 – 70
9,6 50 – 85 30 – 60 10 – 40
4,8 0 - 10 0 - 10 0–5
Sumber: SNI 03-2834-2000

2. Semen portland
Semen berasal dari bahasa latin caementum yang berarti bahan perekat.
Secara umum, semen didefinisikan sebagai bahan perekat yang memiliki sifat
mampu mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kompak dan
kuat (Pangaribuan.2012).
Ada dua macam semen yaitu semen hidrolis dan non hidrolis. Semen
portland termasuk semen hidrolis, yang dimaksud semen hidrolis adalah semen
yang akan mengeras bila bereaksi dengan air, tahan terhadap air, dan stabil
didalam air setelah mengeras. Sedangkan semen non hidrolis adalah semen yang
dapat mengeras diudara tapi tidak stabil dalam air.
Berdasarkan SNI 15-2049-2002, semen portland adalah semen hidrolis
yang dihasilkan dengan cara menggiling terak (clinker) portland terutama yang
terdiri dari kalsium silikat (xCaO.SiO2) yang bersifat hidrolis dan digiling
bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal
senyawa kalsium sulfat (CaSO4.xH2O) dan boleh ditambah dengan bahan
tambahan lain (Mineral in component).
Campuran semen dan air disebut pasta semen, jika ditambahkan agregat
halus disebut mortar, jika ditambahkan lagi dengan agregat kasar akan terbentuk
adukan yang biasa disebut beton segar. Senyawa kimia utama penyusun semen
portland antara lain Trikalsium silikat (C3S), Dikalsium silikat (C2S), Trikalsium
aluminat (C3A), Tetrakalsium aluminoferit (CaAF).
Berdasarkan SK-SNI-S-04-1989-F, semen portland dibagi menjadi lima
jenis kategori sesuai dengan tujuan pemakaiannya, yaitu:

Ekom Ofronazel – M1C118016 14


Laporan Praktikum Beton Pendahuluan

1) Tipe I
Semen portland untuk konstruksi umum yang tidak memerlukan
syarat khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain. Semen tipe ini
cocok digunakan di lokasi yang memiliki kadar sulfur rendah dan jauh dari
pantai. Biasanya semen tipe ini digunakan dirumah permukiman, gedung,
bertingkat dan jalan raya.
2) Tipe II
Semen portland untuk konstruksi yang agak tahan terhadap sulfa
tantara 0,1% hingga 0,2% dan panas hidrasi yang sedang. Umumnya
semen tipe ini banyak dijadikan bahan material bangunan yang letaknya
dipinggir laut, bendungan, dermaga, saluran irigasi dan tanah rawa.
3) Tipe III
Semen portland untuk konstruksi dengan syarat kekuatan awal yang
tinggi. Semen tipe ini memiliki daya tekan awal yang tinggi pada
permulaan setelah proses pengikatan terjadi, lalu kemudian segera
dilakukan penyelesaiannya. Ketahanan semen tipe ini memiliki daya tekan
awal dan dapat menyamai kekuatan umur 28 hari beton yang
menggunakan portland tipe I. Umumnya semen tipe ini banyak digunakan
untuk pembuatan bangunan tingkat tinggi, bandar udara, jalan bebas
hambatan dan bangunan air.
4) Tipe IV
Semen portland untuk konstruksi dengan syarat panas hidrasi yang
rendah. Semen tipe ini digunakan untuk pembuatan dam dan lapangan di
udara.
5) Tipe V
Semen portland untuk konstruksi dengan syarat sangat tahan terhadap
sulfat lebih dari 0,2%. Jenis bangunan yang membutuhkan semen tipe ini
diantaranya bendungan, pelabuhan, konstruksi dalam air hingga
pembangkit listrik tenaga nuklir.
Bahan dasar semen ada tiga macam yaitu klinker atau terak (70%-95%
merupakan hasil olahan pembakaran untuk batu kapur, batu silika, pasir besi, dan

Ekom Ofronazel – M1C118016 15


Laporan Praktikum Beton Pendahuluan
batu lempung), gypsum (sekitar 5% sebagai zat pelambat pengerasan) dan material
selanjutnya seperti batu kapur, pozzolan, abu terbang, dan lain-lain. Jika unsur
tersebut tidak lebih dari sekitar 3% umumnya masih memenuhi dan termasuk
jenis semen OPC (Ordinary Portland Cement) atau kualitas semen tipe I. Namun
bila kandungan material ketiga lebih tinggi hingga sekitar maksimum 6%-35%,
maka semen tersebut akan berganti tipe menjadi PCC (Portland Cement
Composite) (SNI 15-7064-2004).
Berdasarkan SNI 15-2049-2004, Ordinary Portland Cement (OPC) semen
tipe I didefinisikan sebagai semen portland untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukan persyaratan khusus. Pada semen jenis ini hanya terdiri dari terak
semen (klinker) dan gypsum tanpa ada bahan tambahan anorganik seperti yang
terdapat pada semen jenis PCC. Panas hidrasi yang dihasilkan dari semen jenis ini
lebih tinggi jika dibandingkan dengan semen jenis PCC.
Portland Composite Cement (PCC) didefinisikan sebagai bahan pengikat
hidrolis hasil penggilingan bersama-sama terak semen portland dan gips dengan
satu atau lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran antara bubuk semen
portland dengan bubuk bahan anorganik lain. Bahan anorganik tersebut antara lain
terak tanur tinggi (blast furnace slag), pozzolan, senyawa silika, batu kapur,
dengan kadar total bahan anorganik 6%-35% dari masa Portland Composite
Cement. Semen jenis PCC dapat digunakan pada konstruksi umum seperti
pekerjaan beton, pasangan bata, selokan, jalan, pagar dinding dan pembuatan
elemen bangunan khusus seperti beton pracetak, beton pratekan, panel beton, bata
beton (paving block) dan sebagainya (SNI 15-7064-2004).
Praktikum ini menggunakan semen dengan merk Semen Baturaja jenis
PCC. Semen Baturaja jenis PCC memenuhi standar SNI 15-7064-2004 dan EN
197-1:2000 (42.5 N&42.5 R). Semen Baturaja jenis ini digunakan untuk
bangunan-bangunan pada umumnya, sama dengan penggunaan semen portland
tipe I dengan kuat tekan yang sama. PCC mempunyai panas hidrasi yang lebih
rendah selama proses pendinginan dibandingkan dengan semen portland tipe I,
sehingga pengerjaannya akan lebih mudah dan menghasilkan permukaan
beton/plester yang rapat dan lebih halus.

Ekom Ofronazel – M1C118016 16


Laporan Praktikum Beton Pendahuluan
Kelebihan Semen Baturaja jenis ini yaitu menghasilkan beton yang kokoh
dan tahan terhadap gempa, mempermudah pekerjaan, menghasilkan permukaan
plesteran dan beton lebih halus serta kedap air.
3. Air
Faktor air sangat mempengaruhi dalam pembuatan beton, karena air dapat
bereaksi dengan semen yang akan menjadi pasta pengikat agregat. Air juga
berpengaruh terhadap kuat tekan beton, karena kelebihan air akan menyebabkan
penurunan kekuatan beton itu sendiri. Selain itu, kelebihan air akan
mengakibatkan beton akan menjadi bleeding, yaitu air bersama-sama semen akan
bergerak ke atas permukaan adukan beton segar yang baru saja dituang. Hal ini
akan menyebabkan kurangnya lekatan antara lapis-lapis beton dan mengakibatkan
beton menjadi lemah. Air pada campuran beton akan berpengaruh pada:
1) Sifat workability adukan beton.
2) Besar kecilnya nilai susut beton.
3) Kelangsungan reaksi dengan semen portland, sehingga dihasilkan
kekuatan dalam selang beberapa waktu.
4) Perawatan keras adukan beton guna menjamin pengerasan yang baik.
Air adalah alat untuk mendapatkan kelecakan yang perlu untuk
penggunaan beton. Jumlah air yang digunakan tentu tergantung pada sifat material
yang digunakan. Air yang mengandung kotoran yang cukup banyak akan
mengganggu proses pengerasan atau ketahanan beton. Pengaruh kotoran secara
umum dapat menyebabkan:
1) Gangguan pada hidrasi dan pengikatan.
2) Gangguan pada kekuatan dan ketahanan.
3) Perubahan volume yang dapat menyebabkan keretakan.
4) Korosi pada tulangan baja maupun kehancuran beton.
5) Bercak-bercak pada campuran beton.
Air untuk pembuatan beton minimal memenuhi syarat sebagai air minum
yang tawar, tidak berbau, dan tidak mengandung bahan-bahan yang dapat
merusak beton, seperti minyak, asam, alkali, garam atau bahan-bahan organis
lainnya yang dapat merusak beton atau tulangannya. (Tata Cata Perhitungan
Standar Beton Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-2847-2002).

Ekom Ofronazel – M1C118016 17


Laporan Praktikum Beton Pendahuluan
Selain untuk reaksi pengikatan, dapat juga untuk perawatan sesudah beton
dituang. Air untuk perawatan (curing) harus memiliki syarat-syarat yang lebih
tinggi dari air untuk pembuatan beton. Keasamannya tidak boleh PH-nya >6, juga
tidak dibolehkan terlalu sedikit mengandung kapur.

1.3.5 Perencanaan Beton


Pelaksanaan campuran beton mempunyai langkah awal dalam penentuan
pemilihan campuran beton normal dan beton berat. Berikut langkah–langkah yang
perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan beton dengan ketentuan yang
diuraian berikut :

1. Pemilihan slump

Bila slump tidak disyaratkan, gunakan tabel 1.3 dibawah ini. Rentang nilai
slump tersebut berlaku bila beton dipadatkan dengan digetar.
Tabel 1.3 Nilai Slump yang Dianjurkan untuk Berbagai Pekerjaan Konstruksi
Slump
Tipe konstruksi (mm)
Maksimum Minimum
Pondasi beton betulang (dinding dan pondasi telapak) 75 25
Pondasi telapak tanpa tulangan, pondasi tiang pancan, 75 25
dinding bawah tanah.
Balok dan dinding bertulang 100 25
Kolom bangunan 100 25
Perkerasaan dan pelat lantai 75 25
Beton massa 50 25
Sumber: SNI 7656:2012

2. Pemilihan ukuran besar butir agregat maksimum

Ukuran nominal agregat kasar maksimum dengan gradasi yang baik


memiliki rongga udara yang lebih sedikit dibandingkan dengan agregat
berukuran lebih kecil. Beton dengan agregat berukuran lebih besar
membutuhkan lebih sedikit adukan mortar per satuan isi beton. Ukuran
nominal agregat maksimum tidak boleh melebihi 1/5 dari ukuran terkecil
dimensi antara dinding-dinding cetakan/bekisting, 1/3 tebalnya pelat lantai,
dan 3/4 jarak minimum antar masing-masing batang tulangan, berkas-
berkas tulangan, atau tendon tulangan pra-tegang (pretensioning strands).
Ekom Ofronazel – M1C118016 18
Laporan Praktikum Beton Pendahuluan

3. Perkiraan air pencampur dan kandungan udara

Banyaknya air untuk tiap satuan isi beton yang dibutuhkan agar
menghasilkan slump tertentu tergantung pada ukuran nominal maksimum,
bentuk partikel dan gradasi agregat, temperatur beton, perkiraan kadar
udara, dan penggunaan bahan tambahan kimia. Slump tidak terlalu
dipengaruhi oleh jumlah semen atau bahan bersifat semen lainnya dalam
tingkat pemakaian yang normal, penggunaan sedikit bahan tambahan
mineral yang halus dapat mengurangi kebutuhan air, perkiraan kebutuhan
air untuk beberapa ukuran agregat dan target slump yang diinginkan lihat
tabel 1.4.
Tabel 1.4 Perkiraan Kebutuhan Air Pencampur dan Kadar Udara
Air (kg/m3) untuk ukuran nominal agregat maksimum batu pecah
Slump 9,5 12,7 19 25 37,5 50 75 150
(mm) mm mm mm mm mm mm mm Mm
Beton tanpa tambahan udara
25-50 207 199 190 179 166 154 130 113
75-100 228 216 205 193 181 169 145 124
150-175 243 228 216 202 190 178 160 -
>175 - - - - - - - -
Banyaknya udara dalam
3 2,5 2 1,5 1 0,5 0,3 0,2
beton (%)
Beton dengan tambahan udara
25-50 181 175 168 160 150 142 122 107
75-100 202 193 184 175 165 157 133 119
150-175 216 205 197 184 174 166 154 -
>175 - - - - - - - -
Jumlah kadar udara yang
disarankan untuk tingkat
pemaparan sebagai berikut 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0
:
Ringan (%)
Sedang (%) 6,0 5,5 5,0 4,5 4,5 4,0 3,5 3,0
Berat (%) 7,5 7,0 6,0 6,0 5,5 5,0 4,5 4,0
Sumber: SNI 7656:2012

4. Pemilihan rasio air-semen atau rasio air-bahan bersifat semen

Rasio w/c atau w/(c+p) yang diperlukan tidak hanya ditentukan oleh syarat

Ekom Ofronazel – M1C118016 19


Laporan Praktikum Beton Pendahuluan
kekuatan, tetapi juga oleh beberapa faktor diantaranya oleh keawetan, oleh
karena agregat, semen, dan bahan bersifat semen yang berbeda-beda
umumnya menghasilkan kekuatan yang berbeda untuk rasio w/c atau
w/(c+p) yang sama, sangat dibutuhkan adanya hubungan antara kekuatan
dengan w/c atau w/(c+p) dari bahan-bahan yang sebenarnya akan dipakai,
bila data ini tidak ada, maka perkiraan dan nilai lama dari beton yang
menggunakan semen portland tipe I, dengan bahan-bahan tertentu, nilai
w/c atau w/(c+p) akan memberikan kekuatan seperti dalam tabel 1.5,
berdasarkan hasil pengujian benda uji umur 28 hari yang dipelihara dalam
kondisi baku di laboratorium. Kekuatan rata-rata harus melebihi kekuatan
yang disyaratkan dengan perbedaan yang cukup tinggi untuk
menggunakan hasil-hasil uji yang rendah dalam rentang batas tertentu.
Tabel 1.5 Hubungan Antara Rasio Air-Semen dan Kekuatan Beton
Rasio air-semen (berat)
Kekuatan beton
Beton tanpa tambahan Beton dengan tambahan
umur 28 hari, Mpa
udara udara
40 0,42 -
35 0,47 0,39
30 0,54 0,45
25 0,61 0,52
20 0,69 0,60
15 0,79 0,70
Sumber: SNI 7656:2012

Untuk tingkat pemaparan yang sangat buruk, w/c atau w/(c+p) harus
dipertahankan tetap rendah sekalipun persyaratan kekuatan mungkin
dicapai dengan nilai lebih tinggi. tabel 1.6 memberikan batasan nilai-
nilainya.

Tabel 1.6 Maksimum Rasio Air-Semen Untuk Beton Tingkat Pemaparan Berat
Struktur selalu atau Struktur yang
Tipe struktur seringkali basah dan dipengaruhi air laut
terpapar pembekuan atau sulfat
serta pencairan
Bagian tipis (pegangan tangga, gili-gili,
silis, talang, ornamental work) dan
bagian selimut beton kurang dari 25
mm 0,45
Struktur lain 0,50 0,40

Ekom Ofronazel – M1C118016 20


Laporan Praktikum Beton Pendahuluan
0,45
Sumber: SNI 7656:2012

5. Perhitungan kadar semen

Banyaknya semen untuk tiap satuan volume beton diperoleh dari


penentuan dalam contoh-contoh di langkah 3 dan langkah 4 tersebut di
atas. Kebutuhan semen adalah sama dengan perkiraan kadar air pencampur
(langkah 3) dibagi rasio air-semen (langkah 4), bila persyaratannya
memasukkan pembatasan pemakaian semen minimum secara terpisah
selain dari persyaratan kekuatan dan keawetan, campuran haruslah
didasarkan pada kriteria apapun yang mengarah pada pemakaian semen
yang lebih banyak. Penggunaan bahan pozolanik atau bahan tambahan
kimia akan mempengaruhi sifat-sifat dari beton baik beton segar maupun
beton yang telah mengeras.

6. Perkiraan kadar agregat kasar

Agregat dengan ukuran nominal maksimum dan gradasi yang sama akan
menghasilkan beton dengan sifat pengerjaan yang memuaskan bila
sejumlah tertentu volume agregat (kondisi kering oven) dipakai untuk tiap
satuan volume beton. Volume agregat kasar per satuan volume beton dapat
dilihat pada tabel 1.7 atau dilakukan perhitungan secara analitis atau
grafis. Untuk beton dengan tingkat kemudahan pengerjaan yang lebih baik
bila pengecoran dilakukan memakai pompa, atau bila beton harus
ditempatkan ke dalam cetakan dengan rapatnya tulangan baja, dapat
mengurangi kadar agregat kasar sebesar 10% dari nilai yang ada dalam
tabel 1.7. Tetap harus berhati-hati untuk meyakinkan agar hasil-hasil uji
slump, rasio air-semen atau rasio air-(semen+bahan bersifat semen), dan
sifat-sifat kekuatan dari beton tetap memenuhi rekomendasi dalam langkah
1 dan langkah 4 serta memenuhi persyaratan spesifikasi proyek yang
bersangkutan. Volume ini dipilih dari hubungan empiris untuk
menghasilkan beton dengan sifat pengerjaan untuk pekerjaan konstruksi
secara umum. Untuk beton yang lebih kental (kelecakan rendah), seperti

Ekom Ofronazel – M1C118016 21


Laporan Praktikum Beton Pendahuluan
untuk konstruksi lapis lantai (pavement), nilainya dapat ditambah sekitar
10 %.

Tabel 1.7 Volume Agregat Kasar Per Satuan Volume Beton


Ukuran nominal agregat Volume agregat kasar kering
maksimum (mm) 2,40 2,60 2,80 3,00
9,5 0,50 0,48 0,46 0,44
12,5 0,59 0,57 0,55 0,53
19,0 0,66 0,64 0,62 0,60
25,0 0,71 0,69 0,67 0,65
37,5 0,75 0,73 0,71 0,69
50,0 0,78 0,76 0,74 0,72
75,0 0,82 0,80 0,78 0,76
150,0 0,87 0,85 0,83 0,81
Sumber: SNI 7656:2012

7. Perkiraan kadar agregat halus

Bila berat per satuan volume beton dapat dianggap atau diperkirakan dari
pengalaman, maka berat agregat halus yang dibutuhkan adalah perbedaan
dari berat beton segar dan berat total dari bahan-bahan lainnya. Umumnya,
berat satuan dari beton telah diketahui dengan ketelitian cukup dari
pengalaman sebelumnya yang memakai bahan-bahan yang sama. Hal
informasi semacam ini tidak diperoleh, tabel 1.8 dapat digunakan untuk
perkiraan awal, sekalipun bila perkiraan berat beton per m3 tadi adalah
perkiraan cukup kasar, proporsi campuran akan cukup tepat untuk
memungkinkan penyesuaian secara mudah berdasarkan campuran
percobaan seperti yang akan ditunjukkan dalam contoh-contoh.

Tabel 1.8 Perkiraan Awal Berat Beton Segar


Perkiraan awal berat beton, kg/m3
Ukuran nominal agregat
maksimum (mm) Beton tanpa tambahan Beton dengan
udara tambahan udara
9,5 2280 2200
12,5 2310 2230
19,0 2345 2275
25,0 2380 2290
37,5 2410 2320

Ekom Ofronazel – M1C118016 22


Laporan Praktikum Beton Pendahuluan
50,0 2445 2345
75,0 2490 2405
150,0 2530 2435
Sumber: SNI 7656:2012

8. Penyesuaian terhadap kelembaban agregat

Jumlah agregat yang harus ditimbang untuk beton harus memperhitungkan


banyaknya kandungan air yang terserap dalam agregat. Agregat ada dalam
keadaan lembab, sehingga berat keringnya harus ditambah sebanyak
persentase air yang dikandungnya. Banyaknya air pencampuran yang
harus ditambahkan ke dalam campuran haruslah dikurangi sebanyak air
bebas yang didapat dari agregat, yaitu jumlah air dikurangi air terserap.
Perencanaan proporsi campuran berdasarkan pengalaman lapangan dan
atau hasil campuran uji dalam SNI 03-2847-2002:
Tabel 1.9 Faktor Modifikasi untuk Deviasi Standar
Jumlah Pengujian Faktor Modifikasi Untuk Deviasi Standar
Kurang dari 15 contoh Gunakan Tabel 1.8
15 contoh 1,16
20 contoh 1,08
25 contoh 1,03
30 contoh atau lebih 1,00
Sumber: SNI 03-2847-2002

Catatan proporsi campuran beton yang diusulkan untuk menghasilkan kuat


tekan rata-rata yang sama atau lebih besar daripada kuat tekan rata-rata harus
terdiri dari satu catatan hasil uji lapangan, beberapa catatan hasil uji kuat tekan,
atau hasil uji campuran percobaan.
Tabel 1.10 Kuat Tekan Rata-Rata Perlu Jika Data Tidak Tersedia
Persyaratan kuat tekan, f’c Kuat tekan rata-rata perlu, f’c
Mpa Mpa
Kurang dari 21 fc’+ 7,0
21 sampai dengan 25 fc’+ 8,5
Lebih dari 35 fc’ + 10,0
Sumber: SNI 03-2847-2002

Ekom Ofronazel – M1C118016 23

Anda mungkin juga menyukai