PENDAHULUAN
1
Laporan Praktikum Beton Pendahuluan
1.2 Tujuan
Pelaksanaan praktikum beton memiliki beberapa tujuan diantaranya sebagai
berikut:
1. Mampu melakukan pengujian agregat kasar dan halus untuk menentukan
berat volume, analisis saringan, kadar air yang terkandung, specific gravity,
zat organik yang terkandung, dan kadar lumpur yang terkandung.
2. Mendapatkan data untuk mix design sebagai komposisi bahan dalam
pembuatan beton.
3. Mampu melakukan pembuatan campuran adukan beton dalam mesin
pengaduk.
4. Mampu melakukan pengujian slump beton untuk menentukan workability.
5. Mampu melaksanakan pembuatan benda uji beton.
6. Melakukan perawatan dan pemeriksaan kuat tekan beton pada hari ke-7, ke-
14, dan hari ke-28 dengan mesin compression testing machine.
7. Mendapatkan analisis data dari uji kuat tekan.
8. Mendapatkan hasil dan kesimpulan dari analisis kekuatan tekan beton
karakteristik.
semen hidraulik lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan
tambahan yang membentuk masa padat.
Beton normal adalah adalah beton yang mempunyai berat isi 2200 kg/m3
sampai 2500 kg/m3 menggunakan agregat alam yang dipecah atau tanpa dipecah
yang tidak menggunakan bahan tambahan (Sugiyanto dkk.2000).
Beton segar merupakan gabungan antara semen, agregat halus, agregat
kasar dan air yang saling mengikat dan belum mengalami pengerasan serta masih
bersifat lunak dan masih sangat mudah untuk dikerjakan atau dibentuk. Beton segar
umumnya memiliki sifat workability, segregation dan bleeding. Menurut
Tjokrodimuljo (2000), beton segar yang baik adalah beton segar yang dapat diaduk,
dapat diangkut, dapat dituang, dapat dipadatkan, tidak ada kecenderungan untuk
terjadi segregasi (pemisahan kerikil dari adukan) maupun bleeding (pemisahan air
dan semen dari adukan). Hal ini karena segregasi maupun bleeding mengakibatkan
beton yang diperoleh akan jelek.
Sebagai tolak ukur suatu pengerjaannya, beton segar memiliki tiga sifat.
Pada umumnya sifat-sifat beton segar segar tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mudah dikerjakan (workability)
Kemudahan pengerjaan (workability) merupakan tingkat kemudahan
campuran untuk diaduk, diangkut, dituang dan dipadatkan tanpa menimbulkan
pemisahan bahan susunan pembentuk beton.
Sifat workabilitas beton segar ditandai dengan enam karakter yaitu
konsistensi, plasticity (plastisitas), placeability (kemudahan dituang), flowability
(keenceran), finishability (kemudahan dirapikan), pumpability (kemudahan
dipompa). Newman dalam Murdock (1999) menuliskan bahwa sekurang-
kurangnya tiga sifat yang terpisah dalam mendefinisikan sifat ini, yaitu:
1) Kompakbilitas, kemudahan beton dipadatkan.
2) Mobilitas, kemudahan beton mengalir dalam cetakan.
3) Stabilitas, kemampuan beton untuk tetap sebagai massa yang homogen,
koheren dan stabil selama dikerjakan atau dipadatkan.
Tingkat kompakbilitas campuran tergantung pada nilai faktor air semennya.
Semakin kecil nilai faktor air semennya, adukan semakin kental dan kaku sehingga
semakin sulit untuk dipadatkan. Sebaliknya semakin besar nilai faktor air semennya
adukan beton semakin encer dan semakin sulit untuk mengikat agregat sehingga
kekuatan beton yang dihasilkan semakin rendah.
Pengamatan workabilitas beton di lapangan pada umumnya dilakukan
dengan uji slump. Neville (1981) menuliskan bahwa slump test (uji slump)
bertujuan untuk mengamati variasi keseragaman campuran. Pada beton biasa,
pengujian slump dilakukan untuk mencatat konsistensi dalam satuan mm
penurunan benda uji beton segar selama pengujian.
2. Bleeding (Pemisahan air)
Bleeding adalah pengeluaran air dari adukan beton yang disebabkan oleh
pelepasan air dari pasta. Menurut Soetjipto (1987), pengeluaran air pada adukan
beton disebabkan oleh pengeluaran air sebagian dari pasta semennya. Pasta semen
merupakan larutan kental, yang labil oleh gravitasi.
Bila digunakan air adukan yang lebih banyak daripada yang digunakan
untuk proses hidrasi dengan semen (pengikatan dan pengerasan) maka kelebihan
air akan naik ke permukaan adukan beton dengan membawa butiran semen yang
belum bereaksi secara sempurna dan kemudian membentuk lapisan yang lemah,
serta berpori karena adanya lapisan buih/busa semen (laitance).
Nevillle mengemukakan penyebab bleeding adalah ketidakmampuan bahan
padat campuran untuk menangkap air pencampur (Neville.1981). Ketika bleeding
sedang berlansung, air campuran terjebak didalam kantong-kantong yang terbentuk
antara agregat dan pasta semen (matriks). Setelah proses bleeding selesai dan beton
mengeras, kantong-kantong menjadi kering ketika berlansung perawatan dalam
keadaan kering. Akibatnya apabila ada tekanan, kantong-kantong tersebut menjadi
penyebab mudahnya retak pada beton, karena kantong-kantong hanya berisi udara
dan bahan lembut seperti debu halus.
Besarnya nilai bleeding dapat dihitung dengan cara menghitung banyaknya
air yang keluar dari sampel beton segar sesaat setelah dicetak. Sehingga banyaknya
bleeding adalah volume air (mL) yang keluar dari suatu luasan permukaan beton
(A) atau secara matematis dapat ditulis dengan:
3. Segregation (Pemisahan kerikil)
2. Proporsi campuran
Yang dimaksud adalah proporsi volume dari bermacam macam bahan
pilihan dari campuran beton yang mempengaruhi workabilitas.
3. Kadar air
Faktor kepadatan dikaitkan dengan kadar air beton. Kadar air dalam volume
campuran adalah penting menentukan w/c yang sekecil mungkin sehingga
pori-pori beton semakin kecil.
sifat beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian yang penting
dalam pembuatan beton.
Agregat memiliki beberapa sifat dalam penerapannya. Sifat-sifat agregat
dibagi dalam dua kategori yaitu sifat mekanik dan fisik agregat.
1) Sifat mekanik agregat
a. Daya lekat (bond)
Bentuk butir dan tekstur permukaan agregat akan mempengaruhi
kekuatan beton terutama beton mutu tinggi. Tekstur lebih kasar akan
menyebabkan daya lekat yang lebih besar antara partikel dengan pasta.
b. Kekuatan
Kekuatan yang dibutuhkan pada agregat lebih tinggi daripada
kekuatan beton karena tegangan sebenarnya yang terjadi pada masing-
masing partikel lebih tinggi daripada tegangan nominal yang diberikan.
c. Kekerasan
Kekerasan sangat diperlukan khususnya pada beton untuk struktur
jalan atau pada lantai beton yang memikul beban lalu lintas yang berat.
Kekerasan agregat dapat diukur dengan Los Angeles Test.
d. Keuletan
Keuletan merupakan daya tahan agregat terhadap pecah akibat
tumbukan, pengukuran keuletan biasanya dilakukan dengan uji kejut.
2) Sifat fisik agregat
a. Specific gravity (berat jenis)
Berat jenis agregat adalah perbandingan berat agregat diudara dari
suatu unit volume terhadap berat air dengan volume yang sama.
Pengukuran berat jenis dapat dilakukan pada tiga kondisi, yaitu:
a) Apparent specific gravity (berat jenis absolut) yaitu
perbandingan berat agregat tanpa pori udara dengan volumenya.
b) Bulk specific gravity (Saturrated Surface Dry) yaitu
perbandingan berat agregat termasuk berat air dalam pori
volumenya.
c) Bulk specific gravity (dry) yaitu perbandingan berat agregat,
termasuk pori udara dengan porinya.
d. Gradasi yang baik dan teratur (diambil dari sumber yang sama).
Tabel 1.1 Batas Gradasi Agregat Halus
Persen butiran yang lewat ayakan
Lubang
Zona I Zona II Zona III Zona IV
ayakan (mm)
(pasir kasar) (pasir sedang) (pasir agak halus) (pasir halus)
9,6 100 – 100 100 – 100 100 – 100 100 – 100
4,8 90 – 100 90 – 100 90 – 100 95 – 100
2,4 60 – 95 75 – 100 85 – 100 95 – 100
1,2 30 – 70 55 – 90 75 – 100 90 – 100
0,6 15 – 34 35 – 59 60 – 79 80 – 100
0,3 5 – 20 8 – 30 12 – 40 15 – 50
0,15 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 15
sumber: SNI 03-2834-2000
2) Agregat kasar
Agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan
atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan
mempunyai ukuran butir antara 5-40 mm (SNI 03-2847-2002).
PBI (1971) menyatakan ketentuan mengenai penggunaan agregat kasar
untuk beton harus memenuhi syarat, antara lain:
a. Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil sebagai hasil
disintegrasi alami dari batuan-batuan atau berupa batu pecahan yang
diperoleh dari pemecahan batu. Pada umumnya pneggolongan agregat
kasar dimulai dari butir yang berukuran 5 mm.
b. Harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori.
c. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%.
d. Tidak boleh mengandung zat-zat yang merusak beton seperti zat-zat
relatif alkali.
e. Terdiri dari berbagai macam butir yang besarnya berbeda-beda.
2. Semen portland
Semen berasal dari bahasa latin caementum yang berarti bahan perekat.
Secara umum, semen didefinisikan sebagai bahan perekat yang memiliki sifat
mampu mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kompak dan kuat
(Pangaribuan.2012).
Ada dua macam semen yaitu semen hidrolis dan non hidrolis. Semen
portland termasuk semen hidrolis, yang dimaksud semen hidrolis adalah semen
yang akan mengeras bila bereaksi dengan air, tahan terhadap air, dan stabil didalam
air setelah mengeras. Sedangkan semen non hidrolis adalah semen yang dapat
mengeras diudara tapi tidak stabil dalam air.
Berdasarkan SNI 15-2049-2002, semen portland adalah semen hidrolis
yang dihasilkan dengan cara menggiling terak (clinker) portland terutama yang
terdiri dari kalsium silikat (xCaO.SiO2) yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-
sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa
kalsium sulfat (CaSO4.xH2O) dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain
(Mineral in component).
Campuran semen dan air disebut pasta semen, jika ditambahkan agregat
halus disebut mortar, jika ditambahkan lagi dengan agregat kasar akan terbentuk
adukan yang biasa disebut beton segar. Senyawa kimia utama penyusun semen
portland antara lain Trikalsium silikat (C3S), Dikalsium silikat (C2S), Trikalsium
aluminat (C3A), Tetrakalsium aluminoferit (CaAF).
Berdasarkan SK-SNI-S-04-1989-F, semen portland dibagi menjadi lima
jenis kategori sesuai dengan tujuan pemakaiannya, yaitu:
1) Tipe I
Semen portland untuk konstruksi umum yang tidak memerlukan syarat
khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain. Semen tipe ini cocok
digunakan di lokasi yang memiliki kadar sulfur rendah dan jauh dari pantai.
Biasanya semen tipe ini digunakan dirumah permukiman, gedung,
bertingkat dan jalan raya.
2) Tipe II
Semen portland untuk konstruksi yang agak tahan terhadap sulfa tantara
0,1% hingga 0,2% dan panas hidrasi yang sedang. Umumnya semen tipe ini
banyak dijadikan bahan material bangunan yang letaknya dipinggir laut,
bendungan, dermaga, saluran irigasi dan tanah rawa.
3) Tipe III
Semen portland untuk konstruksi dengan syarat kekuatan awal yang
tinggi. Semen tipe ini memiliki daya tekan awal yang tinggi pada permulaan
setelah proses pengikatan terjadi, lalu kemudian segera dilakukan
penyelesaiannya. Ketahanan semen tipe ini memiliki daya tekan awal dan
dapat menyamai kekuatan umur 28 hari beton yang menggunakan portland
tipe I. Umumnya semen tipe ini banyak digunakan untuk pembuatan
bangunan tingkat tinggi, bandar udara, jalan bebas hambatan dan bangunan
air.
4) Tipe IV
Semen portland untuk konstruksi dengan syarat panas hidrasi yang
rendah. Semen tipe ini digunakan untuk pembuatan dam dan lapangan di
udara.
5) Tipe V
Semen portland untuk konstruksi dengan syarat sangat tahan terhadap
sulfat lebih dari 0,2%. Jenis bangunan yang membutuhkan semen tipe ini
diantaranya bendungan, pelabuhan, konstruksi dalam air hingga pembangkit
listrik tenaga nuklir.
Bahan dasar semen ada tiga macam yaitu klinker atau terak (70%-95%
merupakan hasil olahan pembakaran untuk batu kapur, batu silika, pasir besi, dan
batu lempung), gypsum (sekitar 5% sebagai zat pelambat pengerasan) dan material
selanjutnya seperti batu kapur, pozzolan, abu terbang, dan lain-lain. Jika unsur
tersebut tidak lebih dari sekitar 3% umumnya masih memenuhi dan termasuk jenis
semen OPC (Ordinary Portland Cement) atau kualitas semen tipe I. Namun bila
kandungan material ketiga lebih tinggi hingga sekitar maksimum 6%-35%, maka
semen tersebut akan berganti tipe menjadi PCC (Portland Cement Composite) (SNI
15-7064-2004).
Berdasarkan SNI 15-2049-2004, Ordinary Portland Cement (OPC) semen
tipe I didefinisikan sebagai semen portland untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukan persyaratan khusus. Pada semen jenis ini hanya terdiri dari terak
semen (klinker) dan gypsum tanpa ada bahan tambahan anorganik seperti yang
terdapat pada semen jenis PCC. Panas hidrasi yang dihasilkan dari semen jenis ini
lebih tinggi jika dibandingkan dengan semen jenis PCC.
Portland Composite Cement (PCC) didefinisikan sebagai bahan pengikat
hidrolis hasil penggilingan bersama-sama terak semen portland dan gips dengan
satu atau lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran antara bubuk semen
portland dengan bubuk bahan anorganik lain. Bahan anorganik tersebut antara lain
terak tanur tinggi (blast furnace slag), pozzolan, senyawa silika, batu kapur, dengan
kadar total bahan anorganik 6%-35% dari masa Portland Composite Cement.
Semen jenis PCC dapat digunakan pada konstruksi umum seperti pekerjaan beton,
pasangan bata, selokan, jalan, pagar dinding dan pembuatan elemen bangunan
khusus seperti beton pracetak, beton pratekan, panel beton, bata beton (paving
block) dan sebagainya (SNI 15-7064-2004).
Praktikum ini menggunakan semen dengan merk Semen Baturaja jenis
PCC. Semen Baturaja jenis PCC memenuhi standar SNI 15-7064-2004 dan EN
197-1:2000 (42.5 N&42.5 R). Semen Baturaja jenis ini digunakan untuk bangunan-
bangunan pada umumnya, sama dengan penggunaan semen portland tipe I dengan
kuat tekan yang sama. PCC mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah selama
proses pendinginan dibandingkan dengan semen portland tipe I, sehingga
pengerjaannya akan lebih mudah dan menghasilkan permukaan beton/plester yang
rapat dan lebih halus.
Kelebihan Semen Baturaja jenis ini yaitu menghasilkan beton yang kokoh
dan tahan terhadap gempa, mempermudah pekerjaan, menghasilkan permukaan
plesteran dan beton lebih halus serta kedap air.
3. Air
Faktor air sangat mempengaruhi dalam pembuatan beton, karena air dapat
bereaksi dengan semen yang akan menjadi pasta pengikat agregat. Air juga
berpengaruh terhadap kuat tekan beton, karena kelebihan air akan menyebabkan
penurunan kekuatan beton itu sendiri. Selain itu, kelebihan air akan mengakibatkan
beton akan menjadi bleeding, yaitu air bersama-sama semen akan bergerak ke atas
permukaan adukan beton segar yang baru saja dituang. Hal ini akan menyebabkan
kurangnya lekatan antara lapis-lapis beton dan mengakibatkan beton menjadi
lemah. Air pada campuran beton akan berpengaruh pada:
1) Sifat workability adukan beton.
2) Besar kecilnya nilai susut beton.
3) Kelangsungan reaksi dengan semen portland, sehingga dihasilkan
kekuatan dalam selang beberapa waktu.
4) Perawatan keras adukan beton guna menjamin pengerasan yang baik.
Air adalah alat untuk mendapatkan kelecakan yang perlu untuk penggunaan
beton. Jumlah air yang digunakan tentu tergantung pada sifat material yang
digunakan. Air yang mengandung kotoran yang cukup banyak akan mengganggu
proses pengerasan atau ketahanan beton. Pengaruh kotoran secara umum dapat
menyebabkan:
1) Gangguan pada hidrasi dan pengikatan.
2) Gangguan pada kekuatan dan ketahanan.
3) Perubahan volume yang dapat menyebabkan keretakan.
4) Korosi pada tulangan baja maupun kehancuran beton.
5) Bercak-bercak pada campuran beton.
Air untuk pembuatan beton minimal memenuhi syarat sebagai air minum
yang tawar, tidak berbau, dan tidak mengandung bahan-bahan yang dapat merusak
beton, seperti minyak, asam, alkali, garam atau bahan-bahan organis lainnya yang
dapat merusak beton atau tulangannya. (Tata Cata Perhitungan Standar Beton
Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-2847-2002).
Ekom Ofronazel – M1C118016 17
Laporan Praktikum Beton Pendahuluan
Selain untuk reaksi pengikatan, dapat juga untuk perawatan sesudah beton
dituang. Air untuk perawatan (curing) harus memiliki syarat-syarat yang lebih
tinggi dari air untuk pembuatan beton. Keasamannya tidak boleh PH-nya >6, juga
tidak dibolehkan terlalu sedikit mengandung kapur.
Untuk tingkat pemaparan yang sangat buruk, w/c atau w/(c+p) harus
dipertahankan tetap rendah sekalipun persyaratan kekuatan mungkin
dicapai dengan nilai lebih tinggi. tabel 1.6 memberikan batasan nilai-
nilainya.
Tabel 1.6 Maksimum Rasio Air-Semen Untuk Beton Tingkat Pemaparan Berat
Struktur selalu atau Struktur yang
Tipe struktur seringkali basah dan dipengaruhi air laut
terpapar pembekuan atau sulfat
serta pencairan
Bagian tipis (pegangan tangga, gili-gili,
silis, talang, ornamental work) dan
bagian selimut beton kurang dari 25
mm 0,45
Struktur lain 0,50 0,40
0,45
Sumber: SNI 7656:2012