Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang telah umum digunakan untuk
bangunan gedung, jalan, jembatan, dan sebagainya. Beton merupakan kesatuan yang
homogen, yang didapatkan dengan cara mencampur agregat halus, agregat kasar, atau
jenis agregat lain, air, dan dengan semen Portland atau semen hidrolik, dan kadang-
kadang menggunakan bahan campuran yang bersifat kimiawi maupun fisika dengan
perbandingan tertentu sampai menjadi kesatuan yang homogen. Campuran tersebut akan
mengeras seperti batuan, diakibatkan oleh reaksi kimia antara semen dan air.

Beton kuat terhadap gaya tekan namun lemah terhadap gaya tarik, pada
kenyataannya beton selalu mengalami tegangan tarik sehingga seringkali terjadi
keretakan, mulai dari retak rambut sampai retak struktur. Maka dibuat berbagai macam
jenis beton, seperti beton bertulang, beton pra tegang, dan paving block untuk menangani
hal itu.

Setiap langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan beton, baik sejak


pemilihan bahan hingga perbandingan campuran beton, disebut dengan perencanaan
campuran (mix design) beton. Mix design biasanya dilakukan untuk menentukan kekuatan
beton yang diinginkan. Selain itu, mix design diperlukan untuk mengetahui rasio beton,
workability dan kuat tekan nya.

Mutu kekuatan beton biasanya dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya faktor
air semen, sifat agregat, proporsi semen dan jenis semen yang digunakan, serta bahan
tambahan yang digunakan. Pemilihan bahan-bahan yang akan digunakan perlu
diperhatikan. Perencanaan campuran yang sesuai dengan karakteristik bahan yang
digunakan merupakan poin yang penting dalam proses pembuatan beton, sehingga
diperoleh karakteristik beton yang dikehendaki.

1.2 Tujuan dan Manfaat

Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengenal alat-alat dan bahan yang
digunakan untuk membuat sampel uji dan membuat campuran beton yang mana akan
digunakan untuk pembuatan beton secara langsung dan mengetahui fungsi dari setiap
alat. Tujuan lain yang ingin dicapai ialah belajar menggunakan alat dengan baik dan tepat
agar bisa melakukan pengujian dengan hasil yang baik untuk kemudian diproses dan
diolah datanya.

Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi juga dimaksudkan agar mahasiswa tidak


hanya menguasai teori saja, tetapi juga dapat terjun langsung ke lapangan dan
mempelajari secara langsung bagaimana menguji bahan dan membuat beton dengan
perencanaan (mix design) yang telah direncanakan. Akhirnya mahasiswa dapat memiliki
kemampuan dalam teori dan praktik sekaligus sehingga mahasiswa akan lebih siap terjun
di masyarakat sesuai bidang dan keahlian masing-masing.

1.3 Hasil

Hasil yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut.

1
2

1. Kuat tekan beton rata-rata yang diperoleh dari pengujian pembebanan beton umur
3 hari adalah 225,361 kg/cm2 dan kuat tekan karakteristik beton sebesar 200,586
kg/cm2.
2. Kuat tekan beton rata-rata yang diperoleh dari pengujian pembebanan beton umur
28 hari sebesar 205,153 kg/cm2 dan kuat tekan karakteristik beton sebesar
190,891 kg/cm2.

3. Nilai deviasi standar yang diperoleh dari hasil uji tekan 3 buah benda uji silinder
umur 7 hari adalah 15,015, sedangkan untuk pengujian 3 buah silinder beton
umur 28 hari diperoleh standar deviasi sebesar 8,644.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas teori-teori yang berhubungan dengan beton, material-
material penyusun beton, pemeriksaan sifat-sifat fisis material penyusun beton dan
perencanaan komposisi campuran beton yang akan mendukung kegiatan praktikum yang
berkenaan dengan perencanaan campuran beton struktural ini.

2.1 Beton

Betonmerupakansuatuelemenstrukturyang terdiridari partikel-partikel


agregatyang dilekatkanolehpastayang terbuatdarisemenPortlanddanair.Pasta
itumengisiruang-ruangkosongdiantarapartikel-partikelagregatdansetelah betonsegar
dicorkan,iaakanmengerassebagaiakibatdari reaksi-reaksikimia eksotermikantara
semendanairsehinggamembentuksuatubahanstrukturyang padat dan dapat tahan lama,
(Ferguson, 1991).

Mulyono (2004), mengungkapkan bahwa beton merupakan fungsi dari


bahanpenyusunannyayang terdiridari bahansemenhidrolik,agregatkasar, agregathalus,air
dan bahan tambah.SedangkanSafel,dkk, (1994), menguraikan
bahwabetonadalahsuatukompositdaribahanbatuanyang direkatkanolehbahan
ikat.Mutubetondipengaruhiolehbahanpembentukannya serta cara pengerjaannya.
Semenmempengaruhi kecepatan pengerasan beton. Selanjutnya
kadarlumpur,ataspengerjaanyangmencakupcarapenuangan,pemadatan,danperawatan,yan
gpada akhirnyamempengaruhi kekuatan beton.

Menurut Murdock, “banyak bangunan beton yang mempunyai penampilan


memuaskan tetapi lama-kelamaan menjadi buruk akibat pengaruh cuaca, juga oleh
konstruksi-konstruksi yang kurang berhati-hati dan sambungan-sambungan konstruksi
yang kurang baik penempatan nya. Semua ini adalah kesalahan yang dapat dicegah.”
(1999: 7)

Mulyono (2004), mengungkapkan bahwa beton memiliki kelebihan dan juga


kekurangan. Kelebihan dan kekurangan beton diantaranya:

1. Kelebihan:
 Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi
 Mampu memikul beban yang berat
 Tahan terhadap temperatur tinggi
 Biaya pemeliharaan yang kecil.
2. Kekurangan:
 Bentuk yang dibuat sulit untuk diubah
 Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi –
 Berat
 Daya pantul suara yang besar

Berdasarkan bahan campuran yang disesuaikan dengan tujuan


pelaksanaan/pemakaiannya, beton struktural dibagi atas 2 jenis.
4

1.Beton tanpa bahan pemasuk udara (Non-air entrained concrete)


2.Beton dengan bahan pemasuk udara (Air entrained concrete)

Beton tidak berudara di dalam, kuat tekan nya sangat terpengaruh pada
kepadatan, daya lekat partikel-partikel agregat dengan pasta semen dan kekerasan agregat
yang digunakan. Beton dengan bahan pemasuk udara, kuat tekan nya tergantung pada
daya lekat partikel-partikel agregat dengan pasta semen dan kekerasan agregat yang
digunakan.

Beton yang baik adalah beton yang kuat, tahan lama, kedap air, tahan aus, dan
sedikit mengalami perubahan volume atau kembang susut nya kecil (Tjokrodimulyo,
1992).

Kekuatan dari suatu beton pada umur tertentu tergantung pada faktor air semen,
yaitu perbandingan antara berat air dan berat semen dalam campuran beton. Oleh karena
itu faktor ini merupakan kriteria utama dalam mendesain campuran beton (Nawy, 1990).

Konsistensi menunjukkan kekentalan adukan beton, sifat ini dipengaruhi oleh


jumlah dan jenis semen, nilai faktor air semen, susunan butir bahan batuan dan juga
penggunaan zat tambah. Konsistensi dapat diperiksa dengan pengujian kerucut Abrams.
Penurunan puncak kerucut adukan beton terhadap tinggi awal dihitung dan hasil
pengukuran ini yang disebut “slump” dan merupakan ukuran dari kekentalan betonnya
(Antono, 1995).

Maka dari itu, untuk mendapatkan mutu beton dengan mutu dan kuat tekan tinggi
sebesar yang diinginkan dan direncanakan perlu adanya analisis laboratorium terhadap
beberapa faktor penyusunnya. Karakteristik dari beton harus dipertimbangkan dalam
hubungannya dengan kualitas yang dituntut untuk suatu tujuan konstruksi tertentu. Yang
paling diharapkan dari suatu konstruksi adalah dapat memenuhi harapan maksimal
dengan tepat mengikuti variasi sifat-sifat beton. Dari kriteria perencanaan, ukuran kuat
hancur kubus atau silinder beton sebagai benda uji mencerminkan suatu usaha untuk
mempertahankan mutu standar yang seragam dan dapat memberikan informasi yang
cukup.

2.2 Bahan Penyusun Beton

Betonadalahsuatuelemenstrukturyangmemilikikarakteristikyangterdiridari
beberapabahan penyusun, diantaranya sebagai berikut :

2.2.1 Agregat

Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi
dalam campuran beton. Agregat ini kira-kira menempati sebanyak 70% dari volume
beton. Walau hanya bahan pengisi, akan tetapi agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-
sifat betonnya, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam
pembuatan beton (Tjokrodimuljo, 2007).

Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan adalah dengan
didasarkan pada ukuran butirannya. Agregat yang mempunyai ukuran berbutir besar
5

disebut agregat kasar dan agregat yang berbutir halus disebut agregat halus. Dalam
pelaksanaannya di lapangan umumnya agregat dikelompokan menjadi 3 kelompok
(Tjokrodimuljo, 2007), yaitu sebagai berikut:

1. Batu, untuk ukuran butiran lebih dari 40 mm.


2. Kerikil, untuk ukuran butiran antara 5 mm sampai 40 mm.
3. Pasir, untuk ukuran butiran antara 0,15 mm sampai 5 mm.

Untuk mendapatkan beton yang baik, diperlukan agregat berkualitas baik pula.
Menurut Tjokrodimuljo (2007), agregat yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:

1. Butir-butirnya tajam dan keras


2. Kekal, tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca. 16
3. Tidak mengandung lumpur lebih dari 5% untuk agregat halus dan 1% untuk
agregat kasar.
4. Tidak mengandung zat organis dan zat-zat reaktif terhadap alkali.

Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan penggunaan agregat dalam


campuran ada lima yaitu; volume udara, volume kepadatan, berat jenis agregat,
penyerapan, dan kadar air permukaan agregat.

a. Agregat Kasar (Coarse Aggregate)

Agregat kasar biasa juga disebut kerikil sebagai hasil desintegrasi alami dari
batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu, dengan butiran
nya berukuran antara 5 mm – 150 mm. Ketentuan agregat kasar antara lain:

1. Agregat kasar harus terdiri dari butiran yang keras dan tidak berpori. Agregat kasar
yang butiran nya pipih hanya dapat dipakai jika jumlah butir-butir pipih nya tidak
melampaui 20% berat agregat seluruhnya.
2. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% dalam berat
keringnya. Bila melampaui harus dicuci.
3. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat yang relatif alkali.
4. Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil alam dari batuan pecah, umumnya
agregat kasar besar butirnya lebih dari 5 mm.

b. Agregat Halus (Fine Aggregate)

Agregat halus adalah butiran-butiran mineral keras yang bentuknya mendekati


bulat dengan ukuran 0,075 – 5 mm dan kandungan lumpur yang boleh terkandung <
0,063 mm (≤ 5%). Persyaratan agregat halus menurut Peraturan Beton Bertulang
Indonesia (PBBI) adalah:

1. Agregat halus harus terdiri dari butiran-butiran tajam, keras, dan bersifat kekal
artinya tidak hancur oleh pengaruh cuaca dan temperatur.
2. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan
terhadap berat kering). Bila lebih 5% harus dicuci.
6

3. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan organis terlalu banyak dan harus
dibuktikan dengan percobaan warna dari ABRAMS – HARDER dengan larutan
NaOH 3%.
4. Agregat halus yang tidak memenuhi percobaan diatas dapat juga dipakai, asal
kekuatan tekan adukan agregat pada umur 7 dan 28 hari tidak kurang dari 95%
dari kekuatan adukan agregat yang sama tetapi dicuci dalam larutan NaOH 3%
yang kemudian dicuci bersih dengan air pada umur yang sama.
5. Angka kehalusan (fineness modulus) antara 2 – 3,2.
6. Agregat halus harus terdiri dari butiran yang beranekaragam besarnya.
7. Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu beton.
8. Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alami sebagai desintegrasi alami
dari batu-batuan atau pasir buatan yang dihasilkan oleh alat pemecah batu.

2.2.2 Semen Portland (Portland Cement)

Semen Portland adalah semen hidrolis yang terbuat dari serbuk halus mineral
kristalin yang komposisi utamanya adalah kalsium dan aluminium silikat yang bersifat
hidrolis.

Menurut Mulyono (2004), semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak
digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air semen
akan menjadi pasta semen, jika ditambah agregat halus pasta semen akan menjadi mortar,
jika mortar ditambah agregat kasar, maka akan menjadi beton segar yang setelah
mengeras menjadi beton keras atau hard concrete.

Bahan baku pembentuk semen menurut Nawy (1990) adalah:

1. Kapur (CaO) – dari batu kapur,


2. Silika (SiO2) – dari lempung,
3. Alumina (Al2O3) – dari lempung.

Sesuai dengan tujuan pemakaiannya, semen portland dibagi menjadi 5 jenis


(Tjokrodimuljo, 2007) yaitu sebagai berikut:

1 Jenis I Semen Portland untuk konstruksi umum, yang tidak memerlukan


persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain.
2 Jenis II Semen Portland untuk konstruksi yang agak tahan terhadap sulfat dan
panas hidrasi sedang.
3 Jenis III Semen Portland untuk konstruksi dengan syarat kekuatan awal tinggi.
4 Jenis IV Semen Portland untuk konstruksi dengan syarat panas hidrasi yang
rendah.
5 Jenis V Semen Portland untuk konstruksi dengan syarat sangat tahan terhadap
sulfat.
2.2.3 Air (Water)

Air merupakan salah satu bahan yang paling penting dalam pembuatan beton
karena menentukan mutu dalam campuran beton. Fungsi air pada campuran beton adalah
untuk membantu reaksi kimia semen portland dan sebagai bahan pelicin antara semen
dengan agregat agar mudah dikerjakan.
7

Air diperlukan pada adukan beton karena berpengaruh pada sifat pengerjaan
beton (workability). Air yang diperlukan untuk bereaksi dengan semen hanya sekitar 25%
- 30% dari berat semen, namun dalam kenyataannya jika nilai faktor air semen kurang
dari 0,35 maka adukan beton akan sulit dikerjakan. Akan tetapi jumlah air untuk pelicin
pada adukan beton tidak boleh terlalu banyak karena dapat mempengaruhi beton setelah
mengeras yaitu beton akan porous sehingga kekuatannya akan rendah (Tjokrodimuljo,
2007).

Air untuk campuran beton minimal yang memenuhi persyaratan air minum, akan
tetapi bukan berarti air untuk campuran beton harus memenuhi standar persyaratan air
minum. Penggunaan air sebagai bahan campuran beton sebaiknya memenuhi syarat
sebagai berikut (Tjokrodimuljo, 2007):

1. Air harus bersih


2. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda melayang lainnya lebih dari 2
gram/liter.
3. Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak beton (asam,
zat organik) lebih dari 15 gram/liter.
4. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
5. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

Pada percobaan ini, jumlah air yang dipakai untuk membuat adonan/cetakan
harus tepat dengan perbandingan berat atau isi.

2.3 Pemeriksaan Sifat-sifat Fisis Bahan

Sifat-sifat agregat sangat berpengaruh pada mutu campuran beton. Untuk


menghasilkan beton yang mempunyai kekuatan seperti yang diinginkan. Sifat - sifat ini
harus diketahui dan dipelajari agar kita dapat mengambil tindakan yang positif dalam
mengatasi masalah-masalah yang timbul (Mulyono:2004).

Penyelidikan sifat-sifat fisis hanya dilakukan terhadap agregat, sedangkan untuk


air dan semen tidak dilakukan penyelidikan sifat-sifat fisis karena dianggap sudah
memenuhi persyaratan standar yang ditetapkan Persyaratan Umum Bahan Bangunan
Indonesia (PUBI - 1982). Adapun pemeriksaan sifat-sifat fisis yang dilakukan terhadap
agregat meliputi:

2.3.1 Berat volume (Bulk Density)

Berat volume agregat ditinjau dalam dua keadaan yaitu berat volume gembur dan
berat volume padat. Berat volume gembur adalah perbandingan berat agregat sebanyak isi
literan (container) dengan volume literan, sedangkan berat volume padat adalah
perbandingan berat agregat sebanyak isi literan dalam keadaan padat dengan volume
literan. Volume agregat padat merupakan hasil pemadatan standar dalam keadaan kering
absolute.

Penyelidikan ini dilaksanakan berdasarkan metode British Standard (BS) 812-


2:1995. Menurut British Standard 812-2:1995, berat volume agregat yang baik untuk
material beton mempunyai nilai yang lebih besar dari 1,445 kg/L.
8

2.3.2 Berat jenis (Specific Gravity)

Berat jenis agregat adalah perbandingan berat sejumlah volume agregat tanpa
mengandung rongga udara terhadap berat air pada volume yang sama. British standard
812-2:1995 membedakan berat jenis agregat dalam dua keadaan yaitu keadaan jenuh
permukaan (saturated surface dry) dan keadaan kering absolut atau kering oven (oven
dry). Pengukuran dilakukan dengan dua metode, untuk kerikil dengan cara penimbangan
di luar dan di dalam air, sedangkan untuk pasir berdasarkan metode Thallow’s. Jenis
kerikil yang baik untuk material beton berkisar antara 2,50 – 2,80 cm.

2.3.3 Analisa saringan (Sieve Analysis)

Pengujian analisis saringan agregat halus ini dimaksudkan untuk mengetahui


gradasi agregat kasar maupun agregat halus dengan menggunakan hasil analisis saringan
atau ayakan yang kemudian data yang dihasilkan dapat digambarkan kedalam grafik
gradasi. Dalam hal ini agregat halus akan didapatkan zona agregat halus yang
mempengaruhi porositas, selain itu juga berpengaruh terhadap sifat kedap air, dan
berpengaruh terhadap kepadatan. Sedangkan agregat kasarnya akan didapatkan ukuran
agregat kasar yang sedang diteliti. Untuk agregat halus, sebelum dimasukkan ke dalam
analisis saringan harus dalam kondisi konstan terlebih dahulu agar tidak menyerap air.

Ada pun yang akan kita dapat dalam hasil pengujian yaitu, modulus kehalusan
(fineness modulus) atau juga sering disebut modulus halus butir ialah suatu indeks yang
di pakai untuk mengukur kehalusan atau kekerasan butir-butir agregat (Abrams, 1918).

Makin besar nilai fineness modulus suatu agregat semakin besar butiran agregat
nya. Umumnya agregat halus mempunyai fineness modulus sekitar 1,50 – 3,8. Nilai ini
juga dipakai sebagai dasar untuk perbandingan dari campuran agregat. Untuk agregat
campuran nilai fineness modulus yang biasa bisa dipakai sekitar 5,0 – 6,0.

Selain modulus kehalusan ada pula yang dinamakan gradasi agregat. Gradasi
dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu menerus, seragam, dan sela. Untuk mendapatkan
campuran beton yang baik kadang-kadang kita harus mencampur beberapa jenis agregat.
Untuk itu pengetahuan mengenai gradasi menjadi sangat penting. Dalam pekerjaan beton
yang banyak dipakai adalah agregat normal dengan gradasi yang harus memenuhi
standar, namun untuk keperluan yang khusus sering dipakai agregat ringan atau agregat
berat.

Penguraian susunan butiran agregat (gradasi) bertujuan untuk menilai agregat


halus dan kasar yang cocok digunakan pada produksi beton (Hanafiah,1995). Untuk
maksud tersebut, Indonesia sering menggunakan saringan standar berdasarkan SNI
ASTM C136:2012 (pendekatan). Susunan butiran diperoleh dari hasil penyaringan benda
uji dengan menggunakan beberapa fraksi saringan.

Batasan ukuran agregat halus dan agregat kasar yaitu 4,80 (British Standard) atau
4,75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butiran nya lebih
besar dari 4,80 mm (4,75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang ukuran butiran nya
lebih kecil dari 4,80 mm (4,75 mm). Adapun penggunaan saringan standar American
9

Society for Testing of Materials (ASTM) yang digunakan pada praktikum ini adalah: 31,5
mm, 19,1 mm, 9,52 mm, 4,76 mm, 2,38 mm, 1,2 mm, 0,6 mmm, 0,30 mm, dan 0,15 mm.

2.3.4 Penyerapan (Absorption)

Yang dimaksud dengan absorpsi adalah persentase perbandingan antara berat air
yang terserap agregat pada kondisi jenuh permukaan dengan berat agregat dalam keadaan
kering oven.

2.4 Kuat Tekan Beton

Kinerja sebuah beton dapat dibuktikan dengan nilai kuat tekan beton. Kuat tekan
beton merupakan kemampuan beton untuk menerima beban persatuan luas (Mulyono,
2004). Nilai kuat tekan beton seringkali menjadi parameter utama mengenal kinerja
utama beton, karena kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur.
Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu
beton yang dihasilkan. Kuat tekan beton diwakili oleh tegangan maksimum f’c dengan
satuan kg/cm2 atau MPa (Mega Pascal)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton (Tjokrodimuljo, 2007)
antara lain:

2.4.1 Umur Beton

Kuat tekan beton bertambah tinggi dengan bertambahnya umur. Yang dimaksud
umur di sini adalah umur beton dihitung sejak beton dicetak. Kenaikan kuat tekan beton
mula-mula cepat dan lama-lama laju kenaikan itu akan semakin melambat. Laju kenaikan
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: faktor air semen, suhu sekeliling
beton, semen portland dan faktor lain yang sama dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi kuat tekan beton. Untuk rasio kuat tekan beton berbagai umur dapat
dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Rasio Kuat Tekan Beton Berbagai Umur

Hari ke
Umur Beton (Hari) 3 7 14 21 28 90 365
Semen Portland Biasa 0,40 0,65 0,88 0,95 1,00 1,20 1,35
Semen Portland Mutu Tinggi 0,55 0,75 0,90 0,95 1,00 1,15 1,20

2.4.2 FaktorAir Semen

Faktor Air Semen (FAS) adalah perbandingan berat antar air dan semen portland
di dalam campuran adukan beton. Nilai FAS juga sangat berpengaruh pada jumlah semen
yang dibutuhkan pada suatu campuran beton. Secara umum sudah diketahui bahwa
semakin tinggi nilai FAS, maka semakin rendah nilai kuat tekan beton yang didapatkan.
Dan jika nilai FAS semakin kecil, maka nilai kuat tekan beton yang didapatkan akan
semakin tinggi, akan tetapi karena kesulitan pemadatan maka di bawah FAS tertentu
(sekitar 0,30) kekuatan beton menjadi lebih rendah, karena betonnya kurang padat akibat
10

kesulitan pemadatan. Untuk mengatasi kesulitan pemadatan dapat digunakan alat getar
(vibrator) atau dengan bahan kimia tambahan (chemical admixture) yang bersifat
menambah kemudahan pengerjaan (Tjokrodimuljo, 2007). Faktor Air Semen (FAS, w/c)
adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara berat air dan berat semen. Pada
beton mutu tinggi dan sangat tinggi, pengertian w/c bisa diartikan sebagai
watertocementratio, yaitu rasio berat air terhadap berat total semen dan aditif cement
yang umumnya ditambahkan pada campuran beton mutu tinggi (Supartono, 1998).

2.4.3 Jumlah Pasta Semen

Jumlah pasta semen dalam beton berfungsi untuk merekatkan butir-butir agregat.
Pasta semen akan berfungsi secara maksimal jika seluruh pori antar butir-butir agregat
terisi penuh dengan pasta semen, serta seluruh permukaan butir agregat terselimuti pasta
semen. Jika pasta semen sedikit maka tidak cukup untuk mengisi pori-pori antar butir
agregat dan tidak seluruh permukaan butir agregat terselimuti pasta semen, sehingga
rekatan antar butir kurang kuat dan berakibat kuat tekan beton rendah. Akan tetapi, jika
jumlah pasta semen terlalu banyak maka kuat tekan beton lebih didominasi oleh pasta
semen, bukan agregat. Karena pada umumnya kuat tekan pasta semen lebih rendah
daripada agregat, maka jika terlalu banyak pasta semen kuat tekan beton menjadi lebih
rendah.

2.4.4 Kepadatan

Kekuatan beton akan berkurang jika kepadatan beton kurang. Beton yang kurang
padat berarti berisi rongga udara sehingga kuat tekan nya berkurang karena adanya udara
di dalam.

2.4.5 Jenis Semen

Semen portland untuk pembuatan beton terdiri dari beberapa jenis, masing-
masing jenis semen portland mempunyai sifat tertentu misalnya cepat mengeras dan
sebagainya, sehingga mempengaruhi pula terhadap kuat tekan beton.

2.4.6 Sifat Agregat


Jika agregat yang dipakai mempunyai kuat tekan yang rendah maka akan
diperoleh kuat tekan beton yang rendah pula. Hal ini disebabkan karena sekitar 70%
volume beton terisi oleh agregat. Agregat terdiri atas agregat halus dan agregat kasar.
Beberapa sifat agregat yang mempengaruhi kekuatan beton antara lain (Tjokrodimuljo,
2007):
a. Kekerasan Permukaan

Karena permukaan agregat yang kasar dan tidak licin membuat retakan antara
permukaan agregat dan pasta semen lebih kuat dari pada permukaan agregat yang halus
dan licin.

b. Bentuk Agregat

Karena bentuk agregat yang bersudut misalnya pada batu pecah, membuat butir-
butir agregat itu sendiri saling mengunci dan digeserkan berbeda dengan batu kerikil yang
11

bulat. Oleh karena itu beton yang dibuat dari batu pecah lebih kuat dari pada beton yang
dibuat dari kerikil.

Pemeriksaan kuat tekan beton dilakukan untuk mengetahui kuat tekan beton
ringan pada umur 28 hari yang dihasilkan apakah sesuai dengan yang telah disyaratkan.
Pada mesin uji tekan benda diletakkan dan diberikan beban sampai benda runtuh, yaitu
pada saat beban maksimum bekerja (Mulyono, 2004).

Mutu beton ditentukan oleh kuat tekan karakteristiknya. Kuat tekan karakteristik
beton (σbk) diperoleh dari hasil pengetesan benda uji-benda uji pada umur 28 hari.
Benda-benda uji ini dibuat dari hasil pencampuran komposisi campuran beton yang
direncanakan. Komposisi campuran beton yang direncanakan disesuaikan dengan mutu
yang diinginkan. Perencanaannya didasarkan pada ketentuan-ketentuan American
Concrete Institute (ACI) Standard 211.1-91 yang dikombinasikan dengan ketentuan-
ketentuan Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI).

Pencampuran mineral penyusun beton harus memperhatikan proporsi dan


komposisi material penyusun, pengadukan, pengecoran, dan pemadatan mortal semen.
Pemilihan komposisi beton harus didasarkan pada hasil pengujian atau pemeriksaan
terhadap material yang akan digunakan. Oleh karena itu, perencanaan campuran beton
(mix design) sangat penting guna diperoleh mutu beton yang diinginkan. Perencanaan
campuran juga harus memperhatikan faktor air semen (FAS). Karena apabila FAS nya
kecil, maka akan menghasilkan kekuatan yang tinggi, tetapi kemudahan dalam
pengerjaan tidak akan tercapai.

Kuat tekan beton dapat di hitung dengan rumus:

P
A
σbi = ….. (2.1)

Keterangan :

σbi = kuat tekan beton (kg/cm2)

P = berat beban (kg)

A = luas penampang benda uji silinder (cm2)

Luas penampang benda uji yaitu luas lingkaran lingkaran, dihitung dengan
rumus:

1
π
4
A= d2 ….. (2.2)

Keterangan:

A = luas penampang benda uji silinder (cm2)


12

D = diameter benda uji silinder (cm)

2.5 Nilai Slump

Nilai slump digunakan untuk pengukuran terhadap tingkat kelecakan suatu


adukan beton, yang berpengaruh pada tingkat pengerjaan beton (workability). Semakin
besar nilai slump maka beton semakin encer dan semakin mudah untuk dikerjakan.
Sebaliknya, semakin kecil nilai slump, maka beton akan semakin kental dan semakin sulit
untuk dikerjakan.

Kelecakan beton biasanya di periksa dengan uji slump untuk dapat memperoleh
nilai slump yang kemudian dipakai sebagai tolok ukur kelecakan beton segar untuk
kemudahannya dalam mengerjakan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelecakan
beton (Tjokrodimuljo, 2007) antara lain:

1. Jumlah air yang dipakai dalam adukan beton


2. Jumlah pasta dalam campuran adukan 26
3. Gradasi agregat
4. Bentuk butiran agregat
5. Besar butir maksimum agregat

Penetapan nilai slump untuk berbagai pengerjaan beton dapat dilihat pada Tabel
3.2.

Tabel 3.2 Penetapan Nilai Slump Adukan Beton

Pemakaian Beton Nilai Slump (cm)


(Berdasarkan jenis Struktur yang Dibuat) Maksimum Minimum
Dinding, plat pondasi dan pondasi telapak bertulang 12,5 5,0
Fondasi telapak tidak bertulang, kaison dan struktur 9,0 2,5
dibawah tanah
Pelat, balok, kolom dan dinding 15,0 7,5
Perkerasan jalan 7,5 5,0
Pembetonan masal (beton massa) 7,5 2,5

2.6 Standar Deviasi

Dalam statistika dan probabilitas, simpangan baku atau standar deviasi adalah


ukuran sebaran statistik yang paling lazim. Singkatnya, ia mengukur bagaimana nilai-
nilai data tersebar. Bisa juga didefinisikan sebagai, rata-rata jarak penyimpangan titik-
titik data diukur dari nilai rata-rata data tersebut.Simpangan baku didefinisikan
sebagai akar kuadrat varians. Simpangan baku merupakan bilangan tak-negatif, dan
memiliki satuan yang sama dengan data. Misalnya jika suatu data diukur dalam
satuan meter, maka simpangan baku juga diukur dalam meter pula (Wikipedia).
Nilai standar deviasi harus dihitung dalam menghitung kuat tekan karakteristik
beton karena salah satu cara untuk mengetahui mutu beton adalah dengan membuat
banyak benda uji lalu melakukan pengujian terhadap benda uji tersebut. Karena benda uji
13

yang dibuat beberapa buah, tentu saja hasil tes tekan masing-masing benda uji tersebut
berbeda. Dan faktor perbedaan (penyimpangan atau deviasi) ini harus diperhatikan dalam
menghitung besarnya kuat tekan karakteristik beton, karena semakin besar penyimpangan
(deviasi), maka semakin kecil nilai mutu beton yang didapat.
Nilai simpangan baku (standar deviasi) untuk beton dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:


n=i
∑ ( σ bm−σ bi )2
n=1
n−1
S = ….. (2.3)

Keterangan:

S = standar deviasi atau simpangan baku

σbm = kuat tekan beton rata- rata (kg/cm2)

σbi = kuat tekan masing- masing beton (kg/cm2)

2.7 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)

Dalam teknologi beton pada konstruksi struktural biasanya campuran beton


dilaksanakan berdasarkan berat sedangkan pada beton non-struktural digunakan
campuran yang memperbandingkan volume. Perencanaan komposisi campuran beton
pada praktikum ini dilakukan berdasarkan American Concrete Institute (ACI 211.1-91)
yang dikombinasikan dengan Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI 1971).

Ada dua jenis lambang yang biasa digunakan untuk kuat tekan beton yaitu K dan
f`c. K adalah kuat tekan karakteristik dengan sampel standar kubus berukuran 15 x 15 x
15 cm, biasanya memiliki satuan kg/cm 2. Sedangkan f’c adalah kuat tekan karakteristik
dengan sampel standar silinder diameter 15 cm, dan tinggi 30 cm, biasanya memiliki
satuan Mpa. (Panduan Praktikum Universitas Syiah Kuala)

2.7.1 Kuat Tekan Rata-rata

Kuattekan rata-rata untuk beton rencana dihitung dengan persamaan sebagai


berikut:

f’cr = f’c + Z s .…. (2.4)

Keterangan:

F’cr = kuat tekan rata-rata (Mpa)

Z = konstanta dari jumlah sampel (biasa diambil 1.65)

S = simpangan baku

Nilai simpangan baku diambil berdasarkan nilai pada tabel berikut ini:
14

Tabel 3.3 Nilai Simpangan Baku

Variasi Secara Keseluruhan


Simpangan Baku dari Standar Kontrol yang Berbeda
Mutu Pekerjaan Luar Sangat Baik Sedang Kurang
biasa baik baik
Pengujian konstruksi < 2,8 2,8 – 3,4 3,4 – 4,1 4,1 – 4,8 > 4,8
umum
Percobaan di < 1,4 1,4 – 1,7 1,7 – 2,1 2,1 – 2,4 > 2,4
laboratorium

2.7.2 Faktor Air Semen (FAS)

Faktorairsemenadalah perbandingan banyaknya air terhadap semen dalam


campuran 1 m3 beton. Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai FAS, semakin
rendah mutu kekuatan beton. Namun FAS yang semakin rendah tidak selalu berarti
kekuatan beton semakin tinggi. Nilai FAS yang rendah akan menyebabkan kesulitan
dalam pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang akhirnya akan
menyebabkan mutu beton menurun (Mulyono: 2003). Salah satu faktor yang
mempengaruhi nilai FAS adalah nilai f’cr.

Tabel 3.4 Hubungan f’cr dengan Faktor Air Semen

Compressive Strength of Concrete


Water Cement Ratio 40 35 30 25 20 15
Non-air Entrained 0,42 0,47 0,54 0,61 0,69 0,79
Concrete
Air Entrained Concrete 0 0,39 0,45 0,52 0,6 0,7

2.7.3 Air yang Dibutuhkan

Jumlah air yang dibutuhkan tergantung pada ukuran agregat maksimum yang
digunakan dan tinggi slump yang diinginkan.

Tabel 3.5 Perkiraan Volume Air per 1 m3 Beton Berdasarkan Nilai Slump dan Ukuran
Aggregate

Water, Kg/Cm3 Of Concrete for Indicated


Maximum Size of Aggregate in mm
Slump (mm)
9,5 12,5 19 25 37,5 50 75 150
Non-air Entrained Concrete
25 – 50 207 199 190 179 166 154 130 113
75 – 100 228 216 205 193 181 169 145 140
150 – 175 243 228 206 202 202 178 160 -
Approximate amount of
3 2,5 2 1,5 1 0,5 0,3 0,2
entrapped air in non-air
15

entrained concrete
percent

2.7.4 Semen yang Dibutuhkan


Banyaknya semen yang dibutuhkan oleh suatu campuran beton, ditentukan oleh
besarnya nilai FAS berdasarkan persamaan berikut:

Jumlah Air
FAS = .…. (2.5)
Semen

Maka besarnya kebutuhan semen untuk membuat 1 m 3 beton dapat dihitung


dengan persamaan:

Jumlah Air
Jumlah semen = .…. (2.6)
FAS

2.7.5 Agregat Kasar yang Dibutuhkan


Untuk menentukan banyaknya kebutuhan agregat kasar, harus dihitung koefisien
dari agregat kasar dipengaruhi oleh ukuran maksimum agregat yang digunakan, dan
modulus kehalusan dari agregat halus.

Tabel 3.6 Volume Agregat Kasar

Maximum Size Volume of Dry-roded Coarse Aggregate per Unit Volume of


of Aggregate Concrete for Different Fineness Modulus of Band
(mm
2,40 2,60 2,80 3,00
9,50 0,50 0,48 0,46 0,44
12,5 0,59 0,57 0,55 0,53
19,0 0,66 0,64 0,62 0,60
25,0 0,71 0,69 0,67 0,65
37,5 0,75 0,73 0,71 0,69
50,0 0,78 0,76 0,74 0,72
75,0 0,82 0,80 0,78 0,76
150,0 0,87 0,85 0,83 0,81

Kemudian berdasarkan koefisien agregat kasar dan Bulk Density agregat kasar,
dihitung kebutuhan agregat kasar dengan rumus:

Agregat Kasar = Koefisien Agregat Kasar x Bulk Density ….. (2.7)

2.7.6 Berat Beton Segar

Berat beton segar dipengaruhi oleh ukuran maksimum agregat yang digunakan.
Berat beton segar diambil dari tabel berikut:

Tabel 3.7 Berat beton Segar Berdasarkan Ukuran Maksimum Agregat


16

First Estimate of Concrete Weight (kg/m2)


Maximum Size of Non-air Entrained Concrete Air Entrained Concrete
Aggregate (mm)

9,50 2280 2200


12,5 2310 2230
19,0 2345 2275
25,0 2380 2290
37,5 2410 2350
50,0 2445 2345
75,0 2490 2405
150,0 2530 2435

2.7.7 Pasir yang Dibutuhkan

Beton adalah campuran semen, air, agregat kasar, dan juga pasir. Maka
banyaknya pasir yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus:

Pasir = Beton – Air – Semen – Agregat Kasar ….. (2.8


17

BAB III
METODE PRAKTIKUM

Pada bab ini membahas tentang metode pelaksanaan kegiatan praktikum yang
telah dilakukan, yaitu: pemeriksaan sifat-sifat fisis material agregat, perencanaan
campuran, pembuatan benda uji hingga pembebanan untuk mendapatkan kuat tekan
masing-masing benda uji.

3.1 Tempat Praktikum

Adapun tempat penelitian yang dilakukan adalah di Laboratorium Konstruksi dan


Bahan Bangunan Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala.

3.2 Waktu Praktikum

Waktu pelaksanaan penelitian yaitu dari tanggal 15 November sampai 29


Desember2020.

3.3 Penyiapan Agregat

Tanggal pelaksanaan : 15 November 2019

Peralatan :

1. Ayakan ukuran 31,5 mm, 9,54 mm, dan 4,75 mm.


2. Sekop
3. Kereta sorong
4. Timba
5. Baskom

Langkah kerja :

1. Masing-masing agregat diayak.


2. Kemudian masing-masing agregat dipisah ke dalam dua wadah, baskom dan
timba.
3. Agregat dalam wadah baskom dimasukkan ke dalam oven degan suhu 105 °C
selama 24 jam.
4. Agregat dalam wadah timba direndam dalam air selama 24 jam hingga seluruh
permukaan agregat terendam di dalam air.
3.4 Pemeriksaan Sifat-sifat Fisis Agregat

Tanggal pelaksanaan : 20 Oktober 2019

Peralatan :

1. Saringan standar ASTM


2. Wadah/baskom
3. Container
4. Gelas ukur
5. Silinder baja + pemadat
18

6. Natrium oksida
7. Kerucut pasir + pemadat
8. Timbangan kapasitas 5 kg
9. Timbangan kapasitas 5 kg + keranjang kawat + ember
10. Oven

Bahan :

1. Kerikil (coarse aggregate)


2. Pasir (fine aggregate)

3.4.1 Pemeriksaan Berat Jenis (Specific Gravity)

Tujuan : untuk mengetahui berat jenis agregat

Langkah kerja :

1. Ambil sampel agregat sesuai ukurannya, kerikil lolos saringan 31,5 mm dan
tertahan saringan 4,75 mm. Dan pasir lolos saringan 4,75 mm.

2. Lalu rendam masing-masing agregat selama 24 jam, agar tercapai jenuh air.

3. Setelah 24 jam, pisahkan air dari agregat jenuh air dan angin-anginkan agregat
pada tempat teduh untuk mencapai keadaan kering permukaan (SSD).

a. Pemeriksaan Berat Jenis Kerikil (Coarse Aggregate)

Tujuan : untuk menentukan volume kerikil dalam beton

Langkah kerja :

1. Kerikil yang telah jenuh air kemudian dihamparkan di atas lantai sambil dibalik-
balikkan untuk mengeringkan permukaannya secara merata.

2. Kerikil jenuh air permukaan (SSD) dimasukkan ke dalam keranjang lalu


ditimbang beratnya di udara.

3. Kerikil dalam keranjang ditimbang beratnya dalam air.

4. Pisahkan kerikil dari air, dan di oven selama 24 jam dengan temperatur 105 C.

5. Setelah 24 jam, kerikil dalam keadaan kering oven (OD) ditimbang beratnya.

6. Catat hasilnya dalam tabel.

Perhitungan:

1. Berat kerikil dalam keadaan jenuh permukaan (SSD)

Ws = Wcs - Wc
19

2. Berat kerikil dalam air

Ww = Wcsw - Wcw

3. Volum kerikil

Wv = Ws - Ww

4. Berat jenis kerikil dalam keadaan jenuh permukaan

Ws Ws
Ws−Ww Wv
SG (SSD) = atau Sg (SSD) =

5. Berat kerikil kering oven

Wd = Wcd – Wc’

6. Berat jenis kerikil dalam keadaan kering oven

Wd Wd
Ws−Ww Wv
SG (OD) = atau Sg (OD) =

b. Pemeriksaan Berat Jenis Pasir (Fine Aggregate)

Tujuan : untuk menentukan volum pasir dalam beton

Langkah kerja :

1. Agregat yang telah jenuh air, kemudian dihamparkan di atas lantai sambil
dibalik- balikkan untuk mengeringkan permukaannya secara merata.

2. Keadaan SSD diketahui dengan cara memasukkan agregat ke dalam cetakan


kerucut pasir sebanyak 1/3 bagian, masing- masing lapisan dipadatkan dengan
menumbuk sebanyak 25 kali secara merata.

3. Lalu cetakan kerucut pasir diangkat vertikal ke atas.

4. Keadaan SSD ditunjukkan dengan runtuhnya sebagian agregat.

5. Agregat jenuh air SSD di isi ke dalam container A, B, dan C, kemudian


ditimbang beratnya.

6. Kemudian isikan air ke dalam container sampai penuh, dan di tutup dengan
penutup.

7. Bolak- balikkan container sampai tidak terdapat lagi gelembung- gelembung


udara.
20

8. Container berisi agregat dan air serta penutupnya ditimbang beratnya.

9. Kemudian pisahkan kembali air dengan pasir, jangan sampai ada butiran- butiran
pasir yang tercecer.

10. Pasir diisikan ke dalam wadah, di oven selama 24 jam dengan temperatur 105 C.

11. Kemudian agregat kering oven (OD) ditimbang beratnya.

12. Catat hasilnya ke dalam tabel.

Perhitungan:

1. Berat pasir dalam keadaan jenuh permukaan (SSD)

Ws = Wcs - Wc

2. Volum pasir

Wv = Ws – Wcsw’ + Wcw”

3. Berat jenis pasir dalam keadaan jenuh permukaan

Ws
¿¿
Ws
'
Ws−Wcsw +Wcw } } } {¿ Wv
SG (SSD) = atau Sg (SSD) =

4. Berat pasir pada kering oven

Wd = Wcsw’ – Wc’

5. Berat jenis pasir dalam keadaan kering oven

Wd
¿¿
Wd
'
Ws−Wcsw +Wcw } } } {¿ Wv
SG (OD) = atau Sg (OD) =

3.4.2 Absorpsi (Absorption)

Tujuan : untuk menentukan persentase penyerapan air.

Absorpsi diperoleh dengan menghitung selisih antara Aggregate Saturated


SurfaceDry (agregat SSD) dengan Aggregate Oven Dry (agregat OD) dibagi dengan
Aggregate Oven Dry (agregat OD).

(Ws−Wd)
Wd
Absorpsi = x 100%

Keterangan:
21

Ws = berat agregat jenuh air kering permukaan

Wd = berat agregat kering oven

3.4.3 Pengukuran Berat Volume (Bulk Density)

Tujuan : untuk mengetahui berat volume agregat dalam keadaan padat

Langkah kerja :

1. Dalam pemeriksaan ini, coarse aggregate, fine sand, dan coarse aggregate
mendapat perlakuan yang sama.

2. Masukkan agregat ke dalam baskom lebih kurang 5 liter, lalu di oven selama 25
jam pada temperatur 105C.

3. Kemudian keluarkan dan dibiarkan beberapa saat hingga mendingin.

4. Setelah cukup dingin, agregat dimasukkan ke dalam lumpang sebanyak 1/3


bagian lumpang, terdiri dari tiga lapis yang sama tebalnya, setiap lapisan
ditumbuk dengan tongkat besi sebanyak 25 kali tusukan.

5. Setelah dipadatkan, permukaan diratakan sejajar dengan permukaan lumpang.


Berat lumpang beserta agregat ditimbang.

6. Catat hasilnya ke dalam tabel.

Perhitungan:

(Wca−Wc)
Vc
Wv =

Wv = berat volum agregat

Wca = berat container berisi agregat hasil pemadatan standar

Wc = berat container

Vc = volum container

3.4.4 Pemeriksaan Susunan Butiran (Sieve Analysis)

Tujuan : untuk mengetahui gradasi agregat serta untuk menentukan


fineness modulus (FM).

Peralatan :

1. Oven

2. Timbangan kapasitas 5 kg
22

3. Satu set saringan standar ASTM E11-70 (ukuran saringan 31,5 mm, 19,0 mm,
4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,6 mm, 0,3 mm, dan 0,15 mm, dan sisa)

4. Baskom

Langkah kerja :

1. Setelah dilakukan pemeriksaan berat volum pada masing-masing agregat (coarse


aggregate, coarsesand, dan fine sand), ambil agregat tersebut sebanyak 3 bagian.

- 3 bagian untuk coarse aggregate@2000 gram

- 3 bagian untuk coarse sand@1000 gram

- 3 bagian untuk fine sand@500 gram

2. Masing-masing agregat dimasukkan ke dalam susunan saringan secara terpisah

3. Kemudian digoyang-goyangkan hingga butir-butir (fraksi) agregat berada pada


ukuran saringan yang sesuai.

4. Setelah disaring, masing-masing fraksi agregat yang tertinggal di atas saringan


dan ditimbang beratnya.

5. Catat hasilnya ke dalam tabel.

3.5 Perhitungan Rancangan Campuran Benda Uji

Tujuan : untuk mendapatkan komposisi campuran material beton yang


bagus

Tanggal pelaksanaan : 20 Oktober 2019

Langkah :

Terlebih dahulu harus dilakukan pengujian sifat fisis dan mekanis agregat dan
menghasilkan data sebagai berikut:

Fineness Bulk Specific Specific Water


Modulus Density Gravity Gravity Absorption
(kg/m3) SSD OD (%)
Coarse 7,273 1,655 2,691 2,645 1,362
Aggregate
Coarse Sand 2,671 1,730 2,682 2,620 2,367
Fine Sand 2,361 1,561 2,567 2,434 5,479

Kemudian tentukan berapa mutu beton yang diinginkan. Kuat beton yang
diinginkan adalah K 200 kg/cm2. Kemudian harus diubah menjadi f’c
23

K = 200 kg/cm2

f’c = K x 0,83

= 166 kg/cm2

= 16,6 Mpa

3.5.1 menghitung f’cr

Untuk mencari kuat tekan beton rata-rata digunakan rumus 2.4. Nilai s diambil
berdasarkan Tabel 3.3. Berdasarkan keadaan agregat, pelaksana pengecoran, dan aspek
manajemen konstruksi lainnya dipilih nilai s sebesar 2,5, sehingga:

f’cr = 16,6 + (1,65 x 2,5)

= 20,725 Mpa

3.5.2 Faktor Air Semen

Faktor yang mempengaruhi FAS adalah nilai f’cr, dimana f’cr nya sebesar 20,725
Mpa. Kemudian nilai FAS dapat dicari berdasarkan Tabel 3.4. Karena nilai f’cr tidak
sesuai dengan nilai kuat tekan yang tersedia di tabel, maka harus diinterpolasikan:

Kuat Tekan Beton Faktor Air Semen


20 0,69
20,725 ?
25 0,61

25−20 25−20,725
=
0,61−0,69 0,61−x

5 ( 0,61−x )=−0,342

x=0,678

Sehingga didapatkan nilai FAS nya adalah 0,678

3.5.3 Jumlah Air yang Dibutuhkan

Faktor yang mempengaruhi jumlah air adalah ukuran maksimum agregat yaitu
31,5 mm, dan tinggi slump rencana. Tinggi slump rencana yang ditetapkan adalah 75
sampai 100 mm. Jumlah air yang dibutuhkan dihitung berdasarkan Tabel 3.5. Karena
kurang maksimum agregat yang digunakan tidak sesuai dengan tabel, maka harus di
interpolasikan:

Ukuran Maksimum Agregat Jumlah Air


24

25 193
31,5 ?
37,5 181

37,5−25 37,5−31,5
=
181−193 0.69−x

12,5 ( 181−x )=−2334,5

x=186,76

Sehingga diperoleh jumlah air yang dibutuhkan untuk 1 m3 campuran beton


adalah 186,76 kg

3.5.4 Jumlah Semen yang Dibutuhkan

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa FAS adalah jumlah air dibagi dengan
jumlah semen. Karena FAS dan jumlah air telah didapatkan pada langkah sebelumnya
maka jumlah semen bisa dihitung dengan rumus 2.6. Dari perhitungan dengan rumus
tersebut didapatkan jumlah semen sebesar 275,457 kg

3.5.5 Jumlah Coarse Aggregate


a. Koefisien Agregat Kasar

Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien agregat kasar adalah ukuran agregat


maksimum yaitu 31,5 mm, dan fineness modulus agregat halus yaitu 3,561. Koefisien
agregat kasar dihitung dengan Tabel 3.6. Nilai fineness modulus yang diambil adalah 3.
Karena ukuran maksimum agregat tidak sesuai dengan tabel harus di interpolasi

Ukuran Maksimum Agregat Jumlah Air


25 0,65
31,5 ?
37,5 0,69

37,5−25 37,5−31,5
=
0,69−0,65 0,69−x

12,5 ( 0,69−x )=0,24

x=0,671

Sehingga diperoleh koefisien agregat kasar sebesar 0,671.

b. Jumlah Agregat Kasar


25

Jumlah agregat kasar dipengaruhi oleh koefisien agregat kasar yaitu sebesar
0,671, dan Bulk Density agregat kasar yaitu sebesar 1695 kg/m3. Adapun jumlah agregat
kasar yang dibutuhkan dapat dihitung dengan persamaan

Jumlah agregat kasar = koefisien agregat kasar x Bulk Density agregat kasar

= 0,671 x 1,655

= 1,110505 kg

1.1.1 Berat Beton Segar

Faktor-faktor yang mempengaruhi berat beton segar adalah ukuran maksimum


agregat yaitu 31,5 mm. Berat beton segar dapat diambil berdasarkan Tabel 3.7. Ukuran
agregat maksimum yang digunakan tidak sesuai dengan tabel, harus diinterpolasikan.

Ukuran Maksimum Agregat Jumlah Air


25 2380
31,5 ?
37,5 2410

37,5−25 37,5−31,5
=
2410−2380 2410−x

12,5 ( 2410−x )=180

x=2395,6

Dengan interpolasi untuk Non-Air Entrained Concrete diperoleh berat beton


segar sebesar 2395,6 kg.

1.1.2 Jumlah Pasir

Jumlah pasir yang dibutuhkan untuk membuat 1 m 3 beton dapat dicari dengan
rumus:

Pasir = Beton – Air – Semen – Agregat Kasar

= 2395,600 – 186,760 – 289,550 – 1175,050

=744,24kg

3.5.6 Rekapitulasi

Berat 1 m³ non-air entrained concrete dibuat dengan agregat dengan diameter


maksimum 31,50 mm diperkirakan adalah 2395,600 kg (untuk percobaan adukan,
penyesuaian kembali dari perbedaan-perbedaan slump, semen, specific gravity dari
agregat adalah tidak menentukan).
26

Maka perkiraan komposisi campuran 1 m3 beton yang telah dihitungadalah:

Air = 186,76 kg

Semen = 289,550

Agregat Kasar = 1175,050 kg

Pasir = 744,240 kg

Untuk mencampur pada 6 benda uji silinder standar, maka komposisi campuran
yang dibutuhkan dapat dihitung:

V 1 benda uji = ¼  d2 h

V 6 benda uji = 6 (¼) (3,14) (0,15 m)2 (0,30 m)

= 0,032 m3

Untuk menghindari kekurangan pada saat pengecoran, maka perlu ditambahkan


20 %

VCOR + 20 % = 0.032 m3 + 0.032 x (20 / 100)

= 0.038 m3

Volume benda uji yang dibuat 0,038 m 3 dari keseluruhan bahan-bahan


pencampur beton yang dapat digunakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut:

Berat 1 m3 Berat Beton x


Material
Beton (Kg) 0.038 (Kg)

Air 186,760 7.096

Semen 289,550 11,002

Agregat Kasar 1175,050 44,651

Pasir 744,240 28,281

Total 2395,6 91,03

3.6 Pembuatan Benda Uji

Tujuan : mempersiapkan benda uji sesuai yang diinginkan

Tanggal pelaksanaan : 20 Oktober 2019

Peralatan :
27

1. Cetakan benda uji

2. Tongkat pemadatan dari besi, panjangnya 60 cm yang salah satu ujungnya


dibulatkan

3. Martil karet/plastik

4. Sendok beton

5. Bak penampung beton muda (fresh concrete)

6. Peralatan test slump

7. Mesin pengaduk beton/molen

8. Timbangan kapasitas 50 kg

Bahan :

1. Agregat yang sesuai dengan komposisi campuran yang akan diaduk

2. Semen

3. Air

Langkah kerja :

1. Timbang material-material pembentuk beton sesuai dengan jumlah hasil


perencanaan campuran (Mix design).

2. Masukkan satu-persatu material pembentuk beton ke dalam molen dengan


urutan: kerikil, pasir kasar, pasir halus, semen, dan air.

3. Jalankan mesin pengaduk selama 3 sampai 5 menit dengan kemiringan sumbu


bak rata- rata 450.

4. Setelah merata, tuangkan beton muda ke dalam bak penampung, sisa- sisa yang
ada di dalam molen diambil dengan sekop atau martil karet diketuk-ketuk agar
betontersebut mudah keluar.

5. Laksanakan test slump (lihat 3.6.1)

6. Jika mortal telah sesuai dengan yang disyaratkan, isi ke dalam cetakan yang
dipersiapkan, masing-masing diisi 1/3 bagian kemudian dipadatkan dengan
tongkat 25 kali tusukan. Lakukan hal ini sampai cetakan penuh.

7. Sekeliling dinding cetakan digetarkan dengan ketukan martil karet secara


perlahan-lahan.

8. Tiga jam setelah pengecoran, dilakukan capping (diberi topi dengan mengoles
pasta semen 29%) di permukaan pada setiap benda uji
28

9. Kemudian dibiarkan selama 24 jam agar semen mengeras.

3.6.1 Pengukuran Slump (Slump test)

Tujuan : menentukan kekentalan (konsistensi) adukan apakah campuran


tersebut mempunyai kekentalan sesuai dengan yang
diinginkan

Peralatan :

1. Kerucut Abram’s

2. Plat baja ukuran 45 x 45 cm2 dengan tebal 3 mm

3. Alat pemadat dari besi, panjangnya 60 cm

4. Sendok/sekop beton

Bahan :

1. Beton muda (fresh concrete)

Langkah kerja :

1. Letakkan kerucut Abram’s di atas plat baja di tempat yang rata

2. Masukkan mortar beton ke dalam kerucut terdiri dari tiga lapisan yang kira-kira
mempunyai ketebalan yang sama dan setiap lapisan dipadatkan dengan tongkat
pemadatan (dengan cara menusuk-nusuk sebanyak 25 kali).

3. Ratakan permukaan kerucut, dan setelah dibiarkan selama 30 detik kemudian


kerucut ditarik perlahan-perlahan vertical ke atas, jangan sampai terjadi benturan
antara mortar dengan dinding kerucut.

4. Ukur jarak turunnya permukaan adukan beton/mortar tersebut terhadap tingginya


semula.

5. Hasil pengukuran tersebut menyatakan kekentalan (konsistensi) adukan beton


yang dilaksanakan.

3.7 Perawatan Benda Uji

Tujuan : menjaga agar selama berlangsung proses pengerasan


beton tidak kekurangan air

Tanggal pelaksanaan : 26 Oktober 2019

Peralatan :
29

1. Bak perendaman

Bahan :

1. Benda uji yang telah dibuka cetakannya

Langkah kerja :

1. Enam buah benda uji yang berumur 24 jam, dibuka cetakannya.

2. Benda uji diberi kode masing-masing.

3. Kemudian dirawat di dalam bak perawatan (curing), dimana bak perawatan


tersebut telah diisi air sampai benda uji tenggelam.

3.8 Pembebanan Benda Uji

Untuk mengetahui kuat tekan beton dilakukan dua kali pembebanan yaitu pada
saat beton berumur 7 hari dan pada saat beton berumur 28 hari.

3.8.1 Pembebanan Benda Uji Beton 7 Hari

Tujuan : untuk mengetahui kuat tekan dari masing-masing benda


uji

Tanggal pelaksanaan : 02 Oktober 2019

Peralatan :

1. Timbangan

2. Peralatan pembebanan (Compressive Strength Machine)

3. Jangka sorong

4. Mistar/penggaris

5. Stopwatch

Bahan :

1. Dari enam buah benda uji di ambil sampel tiga buah benda uji

Langkah kerja :

1. Benda uji yang telah berumur 6 hari dikeluarkan dari bak perendaman dan
dibiarkan sampai kering permukaan selama 24 jam dengan suhu normal (± 27º).

2. Selanjutnya masing-masing benda uji diukur diameternya menggunakan jangka


sorong, dan tingginya diukur dengan penggaris. Lakukan pengukuran sebanyak
tiga kali atau lebih, lalu ambil nilai rata-rata.
30

3. Kemudian timbang berat masing-masing benda uji dengan timbangan.

4. Percobaan pembebanan tekan dilaksanakan dengan memakai mesin pembebanan


(Compression Machine)

5. Kecepatan pembebanan dari mesin adalah 500 kg/det. Kecepatan di stabilkan


menggunakan Stopwatch.

6. Beban tekan maksimum yang dapat dipikul benda uji adalah beban maksimum
yang terbaca pada jarum manometer mesin pembebanan.

3.8.2 Pembebanan Benda Uji Beton 28 Hari

Tujuan : untuk mengetahui kuat tekan dari masing-masing benda


uji

Tanggal pelaksanaan : 29 November 2019

Peralatan :

1. Timbangan

2. Peralatan pembebanan (Compressive strength)

6. Jangka sorong

7. Mistar/penggaris

8. Stopwatch

Bahan :

2. Tiga buah benda uji umur 28 hari

Langkah kerja :

7. Benda uji yang telah berumur 27 hari dikeluarkan dari bak perendaman dan
dibiarkan sampai kering permukaan selama 24 jam dengan suhu normal (± 27º).

8. Selanjutnya masing-masing benda uji diukur diameternya menggunakan jangka


sorong, dan tingginya diukur dengan penggaris. Lakukan pengukuran sebanyak
tiga kali atau lebih, lalu ambil nilai rata-rata.

9. Kemudian timbang berat masing-masing benda uji dengan timbangan.

10. Percobaan pembebanan tekan dilaksanakan dengan memakai mesin pembebanan


(Compression Machine)

11. Kecepatan pembebanan dari mesin adalah 500 kg/det. Kecepatan di stabilkan
menggunakan Stopwatch.
31

12. Beban tekan maksimum yang dapat dipikul benda uji adalah beban maksimum
yang terbaca pada jarum manometer mesin pembebanan.
32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang diperoleh dari ketiga jenis aggregate yaitu coarse aggregate,
coarse sand dan fine sand, meliputi beberapa bagian sebagai berikut:

4.1 Pemeriksaan Sifat-Sifat Fisis Agregat dan Kimia Pasir

Tabel 5.1. Hasil Sifat-sifat Fisis Agregat

Jenis Aggregate
No. Jenis Pengujian
Coarse aggregate Coarse sand Fine sand

1. Specific Gravity, SSD 2,691 2,367 2,567

2. Specific Gravity, OD 2,619 2,620 2,434

3. Bulk Density 1,655 1,730 1,561

4. Water Absorption 1,362 2,367 5,479

5. Fineness Modulus 7,273 2,671 2,361

Tabel 5.2. Hasil Penelitian Sieve Analysis dari Agregat

Jenis Agregat

Ukuran Saringan (mm) Coarse Fine Aggregate


No. Aggregate
Coarse Sand Fine Sand

1. 31,5 - - -

2. 19,0 40,233 - -

3. 9,54 48,767 - -

4. 4,75 9,166 4,667 -

5. 2,36 1,883 12.200 6,933

6. 1,18 - 12,933 12,800

7. 0,60 - 17,933 19,466

8. 0,30 - 25,467 33,600

9. 0,15 - 21,667 24,666


33

10. Sisa - 5,133 2,533

Jumlah 100,00 100,00 100,00

4.2 Kuat Tekan Benda Uji Beton Umur 7 Hari

Dalam percobaan ini dilakukan pengujian tekan pada umur 7 hari. Dari hasil
pengujian pada umur 7 hari tersebut, kita dapat menghitung kuat tekan beton pada umur
28 hari.

Hasil pengujian seperti terlihat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 5.3 Data Hasil Kuat Tekan Beton Umur 7 Hari

Um Beba
Ben Tanggal Tanggal Ukuran Ting f'c N
ur Mass n f'c 28
da Pembuat Pengujia Diamet gi hari
(hari a Max hari
Uji an n er (cm) (cm) (P/A)
) (kg)

22/11/20 29/11/20 30,27 14,79 2500 140,6 216,4


A 7 15,043
17 17 5 0 0 63 05

22/11/20 30/11/20 30,27 12,78 2500 141,0 216,9


B 7 15,023
17 17 5 0 0 38 82

22/11/20 01/12/20 30,25 12,89 2800 157,7 242,6


C 7 15,033
17 17 0 0 0 53 96

σbm = 225,361

Dari tabel 4.2 diperoleh kuat tekan beton rata-rata pada umur 28 hari adalah:

∑ σ bi
n
σbm =

= 225,361 kg/cm2

Keterangan:

σbm = kuat tekan beton rata- rata (kg/cm2)

σbi = kuat tekan masing- masing beton (kg/cm2)

n = jumlah benda uji silinder standar


34

Data kuat tekan dari tabel harus dicari standar deviasi nya untuk mengetahui
perbedaan (penyimpangan atau deviasi) tiap data kuat tekan beton tersebut, karena
semakin besar penyimpangan (deviasi), semakin kecil nilai kuat tekan beton yang
didapat.

Tabel 5.4 Perhitungan Standar Deviasi Kuat Tekan Beton 7 Hari

Benda Uji σbm - σbi (σbm - σbi)2

A 8,956 80,209

B 8,379 70,208

C -17,335 300,502

Σ= 450,919

Deviasi standar:


n=i
∑ ( σ bm−σ bi )2
n=1
n−1
S =

=
√ 450 , 919
2

= 15,015

Kuat tekan beton karakteristik (mutu beton):

σbk = σbm– 1,65 (S)

= 225,361 – 1,65 (15,015)

= 200.586 kg/cm2

= 20,06 Mpa
35

Um Beba
Ben Tanggal Tanggal Ukuran Ting f'c N
ur Mass n f'c 28
da Pembuat Pengujia Diamet gi hari
(hari a Max hari
Uji an n er (cm) (cm) (P/A)
) (kg)

22/11/20 20/12/20 30,26 12,86 3450 196,2 196,2


A 28 14,960
17 17 7 0 0 75 75

22/11/20 20/12/20 30,23 12,91 3750 213,5 213,5


B 28 14,953
17 17 3 0 0 43 43

22/11/20 20/12/20 30,36 12,89 3650 205,6 205,6


C 28 15,033
17 17 7 0 0 42 45

  σbm = 205,153

4.3 Kuat Tekan Benda Uji Beton Umur 28 Hari

Tabel 5.5 Data Hasil Kuat Tekan Beton Umur 28 Hari

Dari tabel 4.2 diperoleh kuat tekan beton rata-rata pada umur 28 hari adalah:

∑ σ bi
n
σbm =

= 205,153 kg/cm2

Keterangan:

σbm = kuat tekan beton rata- rata (kg/cm2)

σbi = kuat tekan masing- masing beton (kg/cm2)

n = jumlah benda uji silinder standar

Data kuat tekan dari tabel harus dicari standar deviasi nya untuk mengetahui
perbedaan (penyimpangan atau deviasi) tiap data kuat tekan beton tersebut, karena
semakin besar penyimpangan (deviasi), semakin kecil nilai kuat tekan beton yang
didapat.
36

Tabel 5.6 Perhitungan Standar Deviasi Kuat tekan Beton 28 Hari

Benda Uji σbm – σbi (σbm - σbi)2

C 8,878 78,817

D -8,389 70,381

E -0,489 0,239

Σ= 149,437

Deviasi standar:


n=i
∑ ( σ bm−σ bi )2
n=1
n−1
S =

=
√ 149, 437
2

= 8,644

Kuat tekan beton karakteristik (mutu beton):

σbk = σbm– 1,65 (S)

= 205,153 – 1,65 (8,644)

= 190,891 kg/cm2

= 19,89 Mpa

4.4 Berat Volume Benda Uji

Berat volum beton adalah perbandingan antara berat beton dengan volume
volumenya.
37

Tabel 5.6 Data Berat Volume Benda Uji

Umu Diamete Tingg Mass Berat


Tanggal Volume
Bend Tanggal r r i a Volume
Pembuata
a Uji Penguji (Hari
n
) (cm) (cm) (kg) (cm3) (kg/m3)

29/11/201 30,27 14,79 5380,75


A 22/11/2017 7 15,043 2748,687
7 5 0 2

29/11/201 30,27 12,78 5366,45 2.381,46


B 22/11/2017 7 15,023
7 5 0 3 1

29/11/201 30,25 12,89 5369,16


C 22/11/2017 7 15,033 2400,747
7 0 0 3

20/12/201 30,26 12,86 5320,13


D 22/11/2017 28 14,960 2417,233
7 7 0 2

20/12/201 30,23 12,91 5309,18


E 22/11/2017 28 14,953 2431,635
7 3 0 4

20/12/201 30,36 12,89 5389,22


F 22/11/2017 28 15,033 2391,812
7 7 0 0

  2461,929
38

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian perencanaan campuran beton, pemeriksaan secara


menyeluruh dengan mengamati segala kemungkinan yang terjadi selama praktikum,
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi
tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang
dihasilkan dan beton harus dirancang proporsi campurannya agar menghasilkan
suatu kuat tekan rata- rata yang disyaratkan. Faktor- faktor yang mempengaruhi
kekuatan tekan beton yaitu, proporsi bahan- bahan penyusunnya, metode
perancangan, perawatan, dan keadaan pada saat pengecoran dilaksanakan.

2. Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat menunjukkan bahwa agregat yang


digunakan telah memenuhi syarat berdasarkan American Concrete Institute
(ACI).

3. Nilai slump yang diperoleh adalah 8,2 cm, dan telah sesuai dengan nilai slump
rencana yaitu 7,0 – 10,0 cm.

4. Kuat tekan beton rata-rata yang diperoleh dari pengujian pembebanan beton umur
7 hari adalah 225,361 kg/cm2 dan kuat tekan karakteristik beton sebesar 200,586
kg/cm2. Sedangkan untuk pengujian beton umur 28 hari diperoleh kuat tekan
beton rata-rata sebesar 205,153 kg/cm2 dan kuat tekan karakteristik beton sebesar
190,891 kg/cm2 .Artinya kuat tekan karakteristik beton yang diperoleh lebih
besar dari kuat tekan karakteristik beton yang direncanakan.

5. Nilai deviasi standar yang diperoleh dari hasil uji tekan 3 buah benda uji silinder
umur 7 hari adalah 15,015, sedangkan untuk pengujian 3 buah silinder beton
umur 28 hari diperoleh standar deviasi sebesar 8,644.

6. Dalam melakukan uji kekuatan beton kita harus memperhatikan toleransi umur
pembebanan yang dibolehkan, setelah benda uji dikeluarkan dari bak
perendaman. Toleransi yang dibolehkan lebih kurang 3 jam untuk beton berumur
7 hari.

7. Kesalahan-kesalahan lain yang terjadi karena agregat mengandung bahan


organik, persentase air yang dikandung, kekerasan agregat, mengandung kadar
lumpur, kekeliruan dalam perhitungan perbandingan bahan-bahan pencampur
yang digunakan, hilangnya zat cair yang banyak ketika pengerasan beton berjam-
jam awal, kebanyakan penguapan air dari beton pada pengerasan beton hari
pertama, perbedaan temperature dalam beton yang mengakibatkan
retakan/rengat-rengat pada beton, kurangnya ketelitian saat menimbang,
39

mencampur dan mengaduk beton sehingga mempengaruhi komposisi campuran


beton, pada pembuatan benda uji pemadatan nya kurang dan terlalu
berkumpulnya material yang halus atau material yang kasar saat memasukkan
campuran beton ke dalam cetakan. Hal ini akan menyebabkan kekuatan beton
tidak merata pada setiap bagian benda uji.

5.2 Saran
Dalam pelaksanaan praktikum ini penulis menyadari adanya kekurang
telitian. Untuk itu, masih banyak hal yang harus diperbaiki dan ditingkatkan guna
berhasilnya pelaksanaan praktikum dimasa mendatang.
Berdasarkan pengalaman selama melaksanakan praktikum, penulis
menghimbau kepada mahasiswa yang akan melaksanakan praktikum dimasa
mendatang, untuk dapat memahami materi kuliah sebelum melakukan praktikum.
Ketelitian dan kehati-hatian dalam melaksanakan praktikum harus ditingkatkan,
serta dituntut pula kekompakan antara sesama praktikan agar hasil kerja
maksimal.
Kepada karyawan dan staff laboratorium, hendaklah bimbingannya lebih
ditingkatkan, sehingga ketidaktelitian dalam menimbang dan menguji dapat
dikurangi.
40

DAFTAR PUSTAKA

Adiyono. 2006. Konstruksi Beton.Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.

Anonim. 2011. SNI 1974:2011Cara Uji Kuat Tekan Beton dengan Benda Uji Silinder.
Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Brook, L. J. Murdock. 1999. Bahan Dan Praktek Beton, terjemahan Ir. Stephanus
Hindarko. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Diraatmadja. 1982. Membangun Ilmu Bangunan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Moochtar, Ir. Radinal. 1982.Persyaratan Umum Bahan Bangunan diIndonesia. Bandung:


Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Cipta Karya.

Mulyono, Tri. 2014. Teknologi Beton. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Safel, dkk. 1993. Pedoman Pengerjaan Beton. Jakarta: Penerbit Erlangga.


41

Anda mungkin juga menyukai