Anda di halaman 1dari 122

TEKNOLOGI BETON:

DARI TEORI KE PRAKTEK

Universitas Negeri Jakarta


Jl. Rawamangun Muka. Jakarta 13220
http://www.unj.ac.id

 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.


All rights reserved

Buku ini di cetak dengan hurup Times New Roman 12pt


Tata Letak dan desain sampul oleh M.Farhan HK

Perpustakaan Nasional/Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Mulyono, Tri.,
Teknologi Beton: Dari Teori ke Praktek

ISBN: 978 – 602 – 390 – 005 – 3

Cetakan Pertama, Juni 2015

1. Dari Teori ke Praktek 2 Teknologi Beton


I. Judul

Dicetak dan diterbitkan pertama kali oleh: Lembaga Pengembangan Pendidikan - UNJ
Jurusan Teknik Bangunan Fakultas Teknik – Universitas Negeri Jakarta
Jl. Rawamangun Muka – Jakarta 13220 Telp/Fax. +62 (21).4700676
http://www.unj.ac.id

i
ii
BAB IV
BAHAN-BAHAN PENYUSUN BETON
DAN BETON
Berisi tentang tentang garis besar Teori yang terkait dengan
praktek serta standar-standar yang menjadi acuan. Selain itu
direncanakan tentang general procedure yang harus dilakukan
dalam sebuah pengujian dan aplikasinya pada praktek di
laboratorium.

A. Aktivitas Pekerjaan Beton

Aktivitas dalam sebuah pekerjaan beton tidak dipusatkan dalam satu titik kegiatan, tetapi
terdiri dari beberapa kegiatan yang saling berhubungan. Setiap aktivitas kegiatan tersebut
harus di kontrol agar dapat di dapat hasil yang sesuai dengan yang direncanakan.

Kegiatan perencanaan beton di mulai dari quarry atau tempat penambangan sumber
alam didapat. Perencana harus mengambil contoh-contoh material yang akan digunakan
sesuai dengan ketentuan standar baku yang telah ditetapkan. Pengambilan contoh ini
dilakukan secara acak random agar sifat-sifat bahan yang akan di uji terwakili. Contoh uji ini
kemudian dibawah ke dalam laboratorium untuk dilakukan pengecekan dan pengujian. Jika
diketahui paramter besaran dari masing-masing bahan tersebut sesuai dengan syarat yang
diberikan (code standard) maka bahan tersebut dapat digunakan. Jika tidak dilakukan
pencarian sumber bahan yang lainnya atau melakukan pencampuran dari bahan yang
mempunyai mutu kurang yang satu dengan bahan yang lainnya sehingga komposisi bahan
yang dihasilkan dapat sesuai dengan syarat yang ditentukan. Setalah didapat nilai dari
masing-masing bahan tersebut maka dilakukan perancangan beton (mix design).
Perancangan beton ini dapat menggunakan beberapa metode yang dikenal sesuai dengan
spesifikasi yang ditetapkan. Untuk kasus di Indonesia, pada pekerjaan-pekerjaan milik
pemerintah harus menggunakan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Standar baku

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 207
ini dulu dikenal sebagai Standar Industri Indonesi namun saat ini telah di revisi dan di
kembangkan sebagai Standar Nasional Indonesia (SNI).

B. Pekerjaan Beton

Agar kita dapat merancang kekuatannya dengan baik, artinya dapat memenuhi kreteria
aspekk ekonomi, rendah dalam biaya dengan dapat memenuhi aspek teknik yaitu memenehui
kekuatan struktur, maka seorang perencana beton harus mampu merancang campuran beton
yang memenuhi kreteria tersebut. Perancangan beton harus memenuhi kreteria perancangan
standar yang berlaku. Peraturan dan tata cara perancangan tersebut seperti ASTM, ACI, JIS,
ataupun SNI. Metode yang dapat digunakan antara lain Road Note No.4, ACI (American
Concrete Institute), dan cara SNI serta cara coba-coba “Try and Error” (ACI 211.1-91, 1991;
Road Research Laboratory, 1970; SNI 03-2834-2000). Perancangan sendiri di maksudkan
untuk mendapatkan beton yang baik harus memenuhi dua kinerja utamanya, yaitu, kuat Tekan
yang tinggi (minimal sesuai dengan rencana) dan mudah dikerjakan (workability). Selain hal
tersebut beton yang dirancang harus memenuhi kreteria antara lain, tahan lama atau awet
(durability), murah (aspect economic cost) dan tahan aus serta memnuhi kreteria yang
dikehendaki (Kosmatka, Kerkhoff, & and Panarese, 2003).

Pengertian beton didefinisikan sebagai campuran semen portland atau sembarang


semen hidrolik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau menggunakan
bahan tambahan. Macam dan jenis beton terdiri bahan pembentuknya dapat berupa beton
normal, bertulang, pracetak, pratekan, beton ringan, beton tanpa tulangan, beton fiber dan
lainnya.

Proses awal terjadinya beton adalah pasta semen yaitu proses hidrasi antara air dengan
semen, selanjutnya jika ditambahkan dengan agregat halus menjadi mortar dan jika
ditambahkan dengan agregat kasar menjadi beton dengan atau tidak menggunakan bahan
tambah. Penambahan material lain akan membentuk beton menjadi jenisnya seperti beton
bertulang jika ditambahkan dengan tulangan baja.

Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton, secara cepat
kekuatan beton akan linier naiknya sampai umur 28 hari, setelah itu kenaikan kekuatan beton
akan kecil. Laju kenaikan umur beton sangat tergantung dari penggunaan bahan penyusunnya
yang paling utama adalah penggunaan bahan semen karena semen cenderung secara
langsung memperbaiki kinerja tekannya.

Kekuatan Tekan Beton (fc’) mengindentifikasikan mutu dari sebuah struktur artinya,
semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang di kehendaki maka akan dituntut mutu beton

208 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


yang lebih baik. Beton harus di rancang proporsi campurannya agar menghasilkan suatu kuat
tekan rata-rata yang di syaratkan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi, beton yang telah di
rancang campurannya harus di produksi sedemikian hingga memperkecil frekuensi terjadinya
beton dengan kuat tekan yang lebih rendah dari fc’ seperti yang telah di syaratkan, yaitu
kreteria penerimaan beton tersebut harus sesuai dengan standar yang berlaku (SNI 03-2834-
2000).
Empat bagian utama yang mempengaruhi mutu dari kekuatan beton tersebut, yaitu (1)
proporsi bahan-bahan penyusunnya, (2) metode perancangan, (3) perawatan, dan (4)
keadaan pada saat di laksanakan pengecoran, di mana hal ini terutama di pengaruhi oleh
lingkungan setempat.

Campuran Pasta Semen Segar dan Beton akan sangat menentukan kekuatan tekan
beton dan sangat tergantung dengan proses hidrasi yang terjadi. Proses hidrasi yang
berlangsung yang paling utama membutuhkan air. Air yang ada dalam cmpuran semuanya
akan digunakan untuk proses hidrasi. Gabungan antara semen dengan air merupakan pasta
semen. Kontribusi yang di berikan oleh semen terhadap peningkatan kekuatan beton terutama
terdapat dalam tiga faktor, yaitu (1) Faktor Air Semen (FAS), Secara umum bahwa semakin
besar nilai FAS maka semakin rendah mutu kekuatan beton namun demikian tidak selalu
mengakibatkan bahwa semangkin rendah akan semangkin tinggi kekuatan tekannya. Hal ini
ditetapkan dalam batas-batasnya. Penyebabnya bahwa rendahnya FAS akan menyebabkan
kesulitan dalam pengerjaan artinya kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang pada
akhirnya akan menyebabkan mutu beton menurun. (2) Kehalusan Butir Semen merupakan
sifat fisika dari semen, semakin halus butiran semen, maka proses terjadinya hidrasi dari
semen akan semakin cepat. Pengujian ini menentukan kehalusan semen hidrolis dengan
menggunakan ayakan 45μm (No. 325) mengacu kepada ASTM C 430, Standard test method
for fineness of hydraulic cement by the 45 μm (No. 325) sieve (ASTM C430 - 08, 2008). (3)
Komposisi Kimia, akan menyebabkan perbedaan dari sifat-sifat semen, secara tidak langsung
akan menyebabkan perbedaan naiknya kekuatan dari beton yang akan di buat. Jika beton
menggunakan bahan kimia yang dapat mempercepat waktu pengikatan maka kadar
kimia/senyawa kimia C3S dalam semen harus di perbanyak, jika sebaliknya maka harus di
kurangi.

Sifat dan karakteristik campuran beton segar akan mempengaruhinya secara tidak
langsung saat beton telah mengeras. Kekerasan dari pasta semen tidak atau bukan
merupakan elastis sempurna, akan tetapi viscoelastic-solid. Viskositas (viscosity) merupakan
pengukuran dari ketahanan fluida yang diubah baik dengan tekanan maupun tegangan. Pada
masalah sehari-hari (dan hanya untuk fluida), viskositas adalah "Ketebalan" atau "pergesekan
internal". Oleh karena itu, air yang "tipis", memiliki viskositas lebih rendah, sedangkan madu
Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 209
yang "tebal", memiliki viskositas yang lebih tinggi. Sederhananya, semakin rendah viskositas
suatu fluida, semakin besar juga pergerakan dari fluida tersebut. Pengertiannya dalam
terminology beton adalah ukuran ketahanan fluida yang berubah karena pengaruh tegangan
geser (ACI CT-13, January 2013). Viskositas diukur dengan viscometer yaitu alat untuk
menentukan viskositas slurries, mortar, atau beton.

Vicoelasticity adalah sifat dan karakteristik material yang memiliki dua karakteristik
viscous dan elastic saat material mengalami deformasi. Viscoelastic adalah material yang
memiliki dua sifat tersebut (Farlex, 2014). Beton segar sebagai viscoelastic-solid adalah
material padat yang elastic saat masih segar, tegangan akan terjadi dengan cepat saat
material mengalami deformasi dan kembali seperti semula saat tegangan hilang saat beton
mengeras (solid).Gaya gesek dalam, susut dan tegangan yang terjadi biasanya tergantung
dari energi pemadatan dan tindakan preventive terhadap perhatiannya pada tegangan dalam
beton. Hal ini tergantung dari jumlah dan distribusi air, kekentalan aliran gel (pasta semen),
dan penanganan pada saat sebelum terjadi tegangan serta kristalin yang terjadi untuk
pembentukan porinya. Beberapa sifat dan karakteristik beton yang perlu diperhatikan antara
lain; modulus elastisitas beton, kekuatan tekan, permeabilitas, sifat panas yang akan
dijelaskan pada bab berikutnya.

Metode Pencampuran untuk menenentukan Proporsi Bahan (Mix Design), di tentukan


melalui sebuah perancangan beton (mix design). Mix design atau rancangan campuran adalah
suatu rencana proporsi campuran beton yang ekonomis dan dapat digunakan untuk
menghasilkan mortar atau beton sesuai dengan persyaratan yang dinginkan (ACI CT-13,
January 2013). Hal ini di maksudkan agar proporsi dari campuran dapat memenuhi syarat
kekuatan serta menghasilkan beton yang memenuhi persyaratan berikut (SNI 03-2834-2000)
: (1) Kekentalan yang memungkinkan pengerjaan beton (penuangan, pemadatan, dan
perataan) dengan mudah dapat mengisi acuan dan menutup permukaan secara serba sama
(homogen); (2) Keawetan; (3) Kuat tekan; (4) Ekonomis.
Metode perancangan ini pada dasarnya menentukan komposisi dari bahan-bahan
penyusun beton untuk kinerja tertentu yang diharapkan. Metode Pencampuran (mixing), untuk
mendapatkan kelecakan (workability) yang baik sehingga beton dapat dengan mudah di
kerjakan. Pengecoran (Placing), Cara-cara pengecoran akan mempengaruhi kekuatan beton.
Jika syarat-syarat pengecoran tidak terpenuhi maka kemungkinan besar kekuatan tekan yang
di rencanakan tidak akan tercapai (SNI 03-3976-1995). Pemadatan, cara pemadatan yang
tidak baik akan menyebabkan menurunnya kekuatan beton, karena tidak terjadinya
pencampuran bahan yang homogen. Pemadatan yang berlebih pun akan menyebakan
terjadinya bleeding. Hal yang penting adalah melakukan pemadatan sesuai dengan syarat
mutu. Perawatan, dimaksudkan untuk menghindari panas hidrasi yang tidak di inginkan yang
210 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton
terutama di sebabkan oleh suhu. Cara dan bahan serta alat yang di gunakan untuk perawatan
akan menentukan sifat dari beton keras yang di buat, terutama dari sisi kekuatannya. Waktu-
waktu yang di butuhkan untuk merawat beton pun harus terjadwal dengan baik. Kondisi pada
Saat dilakukan Pengerjaan Pengecoran, akan mempengaruhi kualitas dari beton yang di buat,
faktor-faktor tersebut antara lain, (1) Bentuk, dan Ukuran dari Contoh, (2) Kadar Air dari
Contoh, (3) Suhu dari Contoh, (4) Keadaan dari Permukaan Landasan, dan (5) Cara
Pembebanan.

C. Klasifikasi Beton

Beton dapat di klasifikasikan berdasarkan cara pembuatannya, bahan pengisinya, cara


penuangan atau pengecoran atapun lingkungan yang mempengaruhinya. Klasifikasinya
seperti dalam Gambar 4.1.

1. Beton berdasarkan cara pembuatannya

Berdasarkan pembuatan ini dapat juga dikatagorikan menjadi dua yaitu beton
konvensional dan beton modern.

a) Beton Konvensional

Beton adalah material konstruksi yang banyak dipakai di Indonesia, jika dibandingkan
dengan material lain seperti kayu dan baja. Hal ini bisa dimaklumi, karena bahan-bahan
pembentukannya mudah terdapat di Indonesia, cukup awet, mudah dibentuk dan harganya
relatif terjangkau. Ada beberapa aspek yang dapat menjadi perhatian dalan sistem beton
konvensional, antara lain waktu pelaksanaan yang lama dan kurang bersih, kontrol kualitas
yang sulit ditingkatkan serta bahan-bahan dasar cetakan dari kayu dan triplek yang semakin
lama semakin mahal dan langka.
Istilah konvensional sangat sering dipakai oleh para analis. Terkadang pemakaian
sangat pas dan sering pemakaiannya hanya sekedar agar istilah yang dipakai terkesan keren
dan tendensius. Tidak jarang kata ini digunakan untuk menyatakan sesuatu yang telah kuno
yang tidak layak lagi untuk berfungsi atau digunakankan pada masa sekarang dan pada masa
yang akan datang.

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 211
Beton Konvensional Beton Kinerja Normal
(Conventional concrete) (Normal Performance concrete)
BERADASARKAN
CARA PEMBUATAN Beton Kinerja Tinggi
Beton Moderen (High Performance concrete)
(Modern Concrete)
Beton Kinerja Sangat Tinggi
Beton Ringan (Ultra-High Performance concrete)
(light weight concrete)
Beton Super Ringan
BERADASARKAN Beton Normal (Ultra light weight concrete)
AGREGAT PENGISI (Normal Concrete)
Beton Sangat Ringan
Beton Berat
(very light weight concrete)
(Heavy weight Concrete)

Beton Cor Ditempat


(Cast-in-Situ concrete/
BERADASARKAN cast-in-place concrete)
CARA PENGECORAN
Beton Pracetak
(Precast Concrete/ Kuat Tekan Sangat Tinggi
Prefabrication Concrete) (Very Hight Strength Concrete)

Kuat Tekan Rendah


(Low Strength Concrete) Kuat Tekan Super Tinggi
(Ultra Hight Strength Concrete)
BERADASARKAN Kuat Tekan Normal
KUAT TEKAN (Normal Strength Concrete)

Kuat Tekan Tinggi Beton Tanpa Stress Beton Pre-Stress


(High Strength Concrete) (Non-Prestress (Prestressing
concrete) concrete)
Beton Tanpa Tulangan
(Plain concrete) Beton Stressing Beton Post-
BERADASARKAN
PENULANGAN Beton Bertulang Polos atau ulir (Stressing Concrete) Stressing
(Plain/deformed Reinforced (Post-Stresssing
Concrete) Concrete)

Mengalami pembekuan dan F0 - Tidak Ada (N/A)


pencairan F1 – Limit/low (Sedang)
(freezing and thawing exposure)
F2 – Moderate (parah)
F3 – High (sangat parah)
S0 - Tidak Ada (N/A)
BERADASARKAN S1 – Limit/low (Sedang)
KONDISI Beton berhubungan dgn sulfat
LINGKUNGAN (sulfate exposure) S2 – Moderate (parah)
S3 – High (sangat parah)

W0 atau P0 – Tidak disyaratkan


Beton Air/Permeabel
(Water/permebility exposure) W1 atau P1 – disyaratkan
C0 - Tidak Ada (N/A)

Proteksi Korosi C1 – Limit/low (Sedang)


(Corrosions Protect ) C2 – Moderate (parah)

Gambar 4.1: Klasifikasi Beton

Kata konvensional berasal dari kata konvensi. Istilah konvensi awalnya digunakan untuk
menyatakan atau mengkomunikasikan segala sesuatu yang didasarkan kepada kesepakatan.
Kesepakatan itu adalah sejumlah atau banyak orang, yang meliputi daerah tertentu atau yang

212 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


berskala internasional. Beton konvensional dapat diartikan sebagai sebuah beton normal
dengan kekuatan tekan normal yaitu 10 – 40 Mpa. Proses hidrasi yang terjadi antar beton
konvensional (tradiosional) dengan modern diGambarkan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2: Beton Konvensional dengan Beton Modern (Wikidot.com, 2014)

b) Beton Modern

Saat ini perkembangan, penggunaan bahan tambah menjadi penting untuk memodifikasi
sifat dan karakteristik tertentu dari beton konvensional menjadi beton modern, berupa zat-zat
kimia tambahan (chemical additive/admixture) dan mineral/material tambahan. Zat kimia
tambahan tersebut biasanya berupa serbuk atau cairan yang secara kimiawi langsung
mempengaruhi kondisi campuran beton. Sedangkan mineral/material tambahan berupa
agregat yang mempunyai karakteristik tertentu.
Penambahan zat-zat kimia atau mineral tambahan ini diharapkan dapat merubah kinerja
dan sifat-sifat campuran beton sesuai dengan kondisi dan tujuan yang diinginkan, serta dapat
pula sebagai bahan pengganti sebagian dari material utama penyusun beton. Standar
Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 213
pemberian bahan tambahan beton ini pun sudah diatur dalam SNI S-18-1990-03 dan dirubah
terakhir dengan SNI 03-2495-1991 tentang Spesifikasi Bahan Tambahan pada Beton.
Penggunaan bahan tambah ini yang umumnya merupakan dan menjadikan beton moderen
saat ini terutama di industri konstruksi.
Beton modern dibuat untuk menghasilkan dari beton normal menjadi beton yang
bekinerja tertentu melalui suatu modifikasi tertentu baik saat beton segar, mengeras bahwa
setelah melalui masa pengerasannya. Beton modern saat ini dapat diklasifikasikan menjadi
beton bekinerja normal yaitu hanya memenuhi unsur kekuatan tekan normal, durabilitas dan
ekonomi dalam artian dapat dikerjakan dengan mudah. Berikutnya adalah beton kinerja tinggi
(High-performance concrete/HPC) dan beton bekinerja sangat tinggi (Ultra-High-performance
concrete/UHPC).

(1) Beton KinerjaTinggi (High-performance concrete/HPC)

Beton kinerja tinggi (HPC) adalah istilah yang relatif baru untuk beton yang sesuai
dengan pengaplikasian pekerjaan beton, namun tidak terbatas pada kekuatan. Sementara
semua kekuatan tinggi beton juga berkinerja tinggi, tidak semua beton kinerja tinggi adalah
kekuatan tinggi.
Beton mutu tinggi dapat memperkecil dimensi dari struktur sehingga berat struktur
menjadi lebih ringan, hal tersebut menyebabkan beban yang diterima pondasi secara
keseluruhan menjadi lebih kecil pula, jika ditinjau dari segi ekonomi hal tersebut tentu akan
lebih menguntungkan, disamping itu untuk bangunan bertingkat tinggi dengan semakin
kecilnya dimensi struktur kolom pemanfaatan ruangan akan semakin maksimal. Nilai Porositas
yang dihasilkan beton mutu tinggi juga lebih rendah, sehingga akan menghasilkan beton yang
relatif lebih awet dan tahan sulfat karena tidak dapat ditembus oleh air dan zat-zat berbahaya
perusak beton. Oleh sebab itu penggunaan beton bermutu tinggi tidak dapat dihindarkan
dalam perencanaan dan perancangan struktur bangunan. Beton mutu tinggi terkait dengan
kekuatannya dibahas di bagian beton kekuatan tinggi.
Kualitas beton mutu tinggi salah satunya dipengaruhi oleh kualitas agregat, dimana
kualitas (karakteristik) agregat akan berbeda tergantung kondisi geologis, geografis, kondisi
iklim dan proses dimana terbentuknya agregat tersebut. Beberapa contoh standar tersebut
saat ini digunakan dalam kaitannya dengan HPC adalah:

• Kemudahan penempatan
• Pemadatan tanpa segregasi
• Kekuatan usia dini
• Sifat mekanik jangka panjang
• Permeabilitas
• Kepadatan
• Panas hidrasi
214 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton
• Kekerasan
• Stabilitas Volume
• Umur ekonomis dalam lingkungan yang berat
• Tergantung pada lingkungan pelaksanaannya

(2) Beton Ultra-high-performance (UHPC)

Beton Ultra-high-performance adalah jenis baru dari beton yang sedang dikembangkan
oleh instansi terkait dengan perlindungan infrastruktur. UHPC biasanya beton serat dengan
semen bahan komposit dengan kekuatan tekan lebih dari 150 MPa, sampai dengan dan
mungkin melebihi 250 MPa . UHPC juga ditentukan oleh bahan pembentuknya biasanya pasir
halus, silika fume, serat baja kecil, dan campuran khusus semen Portland kekuatan tinggi.
Penggunaan agregat kasar tidak atau jarang digunakan untuk UHPC.

2. Beton berdasarkan bahan pengisi agregat

Berdasarkan bahan pengisi agregat beton dikatagorikan sebagai berat isi beton
(concrete density) dikelompokan menjadi tiga yaitu beton ringan, beton normal dan beton
berat. Pengelompokan ini didasarkan atas berat isi dari beton yang dihasilkan. Disebut dengan
beton normal jika beton mempunyai berat isi 2.200 kg/m3 sampai dengan 2.500 kg/m3 (SNI
03-2834-2000; ACI 211.1-91, 1991; ACI CT-13, January 2013) dibuat dari aggregate normal.
Beton berat adalah beton yang mempunyai berat isi lebih besar dari 2 500 kg/m3 biasanya
digunakan untuk dinding beton radiasi. Sedangkan beton ringan atau low-density concrete
(ACI Committee 318, September 2014; ACI CT-13, January 2013) adalah dengan berat isi 50
lb/ft3 (800 kg/m3) dengan menggunakan agregat ringan, jika menggunakan agregat normal
atau kombinasi dengan agregat ringan beton dikelompokan sebagai beton ringan (lightweight
concrete ) jika memiliki berat antara 70 sampai 120 lb/ft3 (1120 and 1920 kg/m3).

Variabilitas dalam kepadatan dapat digunakan untuk menghasilkan beton dengan berat
isi yang sangat berbeda. Klasifikasi yang paling umum dari agregat dengan berat jenis ringan,
dengan berat isi normal, serta berat. Berdasarkan agregat pengisinya akan menentukan berat
isi beton, yang dapat diklasifikasikan seperti tabel 4.1:

Tabel 4.1: Klasifikasi Beton Berdasarkan Berat


Category Berat Isi Berat Isi Beton Kekuatan Tekan Aplikasi
Agregat (kg/m3) (kg/m3) Tipikal (MPa) Umumnya
Sagat ringan <500 300-1100 <7 Nonstruktural
Ringan 500-800 1100-1600 7-14 Material Isolasi
Ringan 650-1100 1450-1900 17-35 Unit Masonry
Sturktural Struktur
Normal 1100-1750 2100-2550 20-40 Struktural
Berat >2100 2900-6100 20-40 Beton Penahan
Radiasi
Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 215
Agregat ringan (lightweight aggregate) adalah agregat dengan berat isi ringan
berdasarkan hasil uji berat isi (ASTM C567 / C567M - 14, 2014) seperti (1) tanah liat bakar
(expanded or sintered clay), serpihan (shale), slate, serpihan (shale) diatomaceous, perlite,
vermiculite, atau slag; (2) batu apung (natural pumice), scoria, abu vulkanik tuff, dan diatomite;
(3) residu abu-terbang (fly ash) atau residu abu industrial lainnya. Agregat dengan berat isi
berat seperti misalnya barite, magnetite, hematite, limonite, ilmenite, iron, atau steel yang
digunakan untuk beton.

a) Beton Ringan

Beton ringan (lightweight concrete) adalah beton dengan berat yang diijinkan maksimum
1,9 ton/m3 Beton jenis ini sama dengan beton biasa perbedaannya hanya agregat kasarnya
diganti dengan agregat ringan. Selain itu dapat pula dengan beton biasa yang diberi bahan
tambah yang mampu membentuk gelembung udara waktu pengadukanbeton berlangsung.
Beton semacam ini mempunyai banyak pori sehingga berat jenisnya lebih rendah daripada
beton biasa.

Beton ringan dapat merupakan beton yang digunakan untuk struktural (SNI 3402:2008)
ataupun beton ringan non-struktural. Beton agregat ringan dibagi menjadi tiga kelompok
berdasarkan penggunaan dan sifat fisik: struktural, struktural/isolasi, dan isolasi (Holm & Ries,
April 2006).

(1) Beton Ringan Struktural

Dengan satuan berat khas 90 sampai 120 pound per kaki kubik (PCF) atau 1450 to 1920
kg/m3 dan kuat tekan dari 2.500 psi atau lebih dari 8000 psi, beton ringan struktural adalah
bahan bangunan serbaguna. Karena umumnya 20% sampai 40% lebih ringan dari dak beton
normal, beban mati struktur dapat dikurangi, biaya konstruksinya dapat diturunkan, dan beton
dan tulangan yang dibutuhan berkurang. Struktur beton ringan juga tahan api lebih baik dari
beton normal karena memiliki konduktivitas termal yang rendah dan koefisien yang lebih
rendah dari ekspansi termal.

Manfaat penggunaan beton agregat ringan, dalam banyak struktur, yang umumnya
biaya lebih dari beton normal. Kontraktor yang berhasil menggunakan struktur dengan beton
ringan harus memahami karakteristik (Harding, 1995) sebagai berikut: (1) Pemahaman
tentang produk, terutama kualitas yang unik dari agregat ringan (2) Kemampuan untuk
menjalin komunikasi yang baik, terutama dengan pemasok agregat ringan (3) Pengetahuan
tentang uji lapangan dan penyesuaian yang dibutuhkan untuk mengevaluasi dan menjaga
kualitas beton (4) Apresiasi atas penanganan yang tepat dari beton ringan.
216 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton
Menurut definisi, beton ringan struktural mengandung agregat yang baik semua-ringan
atau kombinasi dari ringan dan normalweight agregat. Umumnya, campuran beton ringan
beratnya antara 90 dan 100 PCF; campuran dibuat dengan tiga cara yaitu penggunaan
agregat kasar ringan, agregat ringan halus, dan pasir alam beratnya antara 100 dan 110 PCF;
dan campuran beton agregat ringan kasar dan pasir alam berat 110-120 PCF (Ref. 2).

Proposi campuran beton harus menghasilkan beton ringan yang memenuhi persyaratan
: kelecakan; berat isi; kekuatan; keawetan; dan ekonomis (SNI 03-3449-2002; Tata Cara
Rencana Pembuatan Beton Ringan dengan Agregat Ringan).

Perencanaan campuran beton ringan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1)


pada bagian pekerjaan kontruksi yang berbeda jika digunakan bahan yang berbeda maka
setiap proposi campuran yang akan digunakan harus direncanakan secara terpisah; 2)
perhitungan perencanaan campuran beton ringan harus didasarkan pada dasar sifat-sifat
bahan yang akan dipergunakan dalam produksi beton ringan; 3) susunan campuran beton
ringan yang diperoleh dari perencanaan harus dibuktikan melalui campuran percobaan yang
menunjukan bahwa proposi tersebut dapat memenuhi kekuatan dan berat isi beton ringan
yang disyaratkan; 4) bahan untuk campuran coba harus mewakili bahan yang akan digunakan
dalam produksi beton ringan.

Pemilihan proposi campuran beton ringan harus dilaksanakan menurut ketentuan-


ketentuan sebagai berikut: 1) rencana campuran beton ringan ditentukan berdasarkan
hubungan antara (1) kuat tekan beton ringan terhadap berat jenis; (2) berat jeis terhadap
jumlah fraksi agregat ringan; dan 2) kuat hancur agregat (fc’,A) tidak boleh lebih besar dari
kuat tekan adukan (fc’,M).

Agregat yang akan digunakan untuk beton ringan dapat di dipilih menurut tujuan
kontruksi seperti di lihat Tabel 4.2:

Spesifikasi agregat ringan untuk beton ringan struktural (SNI 03-2461-2002) menjadi
acuan bagi produsen/perencana dan pelaksana pekerjaan beton dalam menilai mutu agregat
ringan yang memenuhi persyratan dan digunakan dalam pembuatan beton struktural dengan
pertimbangan utamanya adalah ringannya bobot dan tinggi kekuatan yang meliputi:
persyaratan komposisi kimia, sifat fisik serta penggantian pasir alam.

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 217
Tabel 4.2: Konstruksi Bangunan dan Jenis Agregat untuk beton Ringan
Konstruksi Beton Ringan Jenis Agregat Ringan
Bangunan Kuat Berat
Tekan Isi
(Mpa) Kg/m3
Struktual : • Agregat yang dibuat melalui
• Minimum 17,24 1400 proses pemanasan dari batu
• Maksimum 41,36 1850
Struktual Ringan • serpih, batu lempung, batu
• Minimum 6,89 800 sabak, terak besi atau terak
• Maksimum 17,24 1400 abu terbang
• Agregat ringan alam : skoria
atau batu apung
Struktual Sangat • Perlit atau vemikulit
Ringan Sebagai - -
Isolasi - 800
• Minimum
• Maksimum
Sumber: SNI 03-3449-2002
Agregat ringan diklasifikasikan menjadi (1) agregat ringan buatan yang merupakan hasil
proses pengembangan, pemanasan atau sintering dari bahan terak tanur tinggi, lempung,
diatome, abu terbang, batu sabak, batu obsidian; (2) agregat ringan alami diperoleh secara
alami, seperti batu apung dan scoria, batu letusan gunung atau batuan lahar.

Gambar 4.3: Penggunaan agregat ringan untuk beton ringan (ACI 213R-79)

218 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Beberapa jenis agregat yang digunakan dalam campuran beton dan akan menghasilkan
beton dengan kepadatan (berat jenis) tertentu sebagai berikut (Gambar 4.3). Kepadatan
kering udara dari beton ringan dari 12 sampai 120 pounds per cubic foot. Beton ringan
struktural (Structural lightweight concretes)dapat mencapai kekuatan 2500 psi atau
lebih.(Adapted from ACI 213R-79). Kandungan udara dalam beton ringan struktural menurut
ACI 213R-79, adalah 4 sampai 8 persen untuk agregat dengan ukuran maksimum ¾ inch dan
5 sampai 9 untuk ukuran maksimum agregat 3/8-inch.

Tabel 4.3: Perkiraan hubungan antara kandungan semen dan rata-rata kuat tekan beton
dengan slum 3 in (75 mm) sampai 4 in (100 mm) dan 5 sampai 7 persen
kandungan udara
Kekuatan Tekan Kandungan Semen (Cement content)
(Compressive strength) pounds per cubic yard (Kg/m3)
psi (Mpa) (Semua beton ringan) Beton Ringan pasir
All lightweight (Sanded lightweight)
2500 (17,24) 400 - 510 (237 - 303) 400 - 510 (237 - 303)
3000 (20,68) 440 - 560 (261 - 332) 420 - 560 (249 - 332)
4000 (27,58) 530 - 660 (314 - 392) 490 - 660 (291 - 392)
5000 (34,47) 630 - 750 (373 - 445) 600 - 750 (356 - 445)
6000 (41,37) 740 - 840 (439 - 498) 700 - 840 (415 - 4980
ACI 213R-79
Perkiraan hubungan antara kandungan semen dan rata-rata kuat tekan beton dengan
slum 3 in (75 mm) sampai 4 in (100 mm) dan 5 sampai 7 persen kandungan udara, menurut
ACI di Tabel 4.3, akan tetapi kekuatan tekan agregat tidak ditentukan oleh kandungan agregat
melainkan oleh rasion air-semen yang uga akan menentukan nilai slump.

Komposisi kimia agregat ringan tidak boleh mengandung bahan kimia yang merusak
dengan batasan sebagai berikut : (1) Kotoran organis hasil pengujian tidak boleh
memperlihatkan warna yang lebih gelap dari warna pembanding (standar), kecuali kalau dapat
dibuktikan bahwa perubahan warna itu mengakibatkan turunnya kekuatan tekan beton (lebih
dari 5%), (2) Noda warna kandungan besi oksida yang menyebabkan noda (Fe 2O3) pada
agregat tidak lebih dari 1,5 mg/200 gr contoh, (3) Hilang pijar pada pembakaran tidak melebihi
5%.

Sifat-sifat fisis dan mekanis meliputi : (1) Gradasi agregat ringan yang diuji harus
memenuhi persyaratan gradasi; (2) Keseragaman gradasi ditentukan berdasarkan besarnya
modulus kehalusan yang harus diuji secara periodik tidak boleh berbeda lebih dari 7%
terhadap nilai modulus kehalusan yang ditentukan. Persyaratan beton ringan meliputi kuat
tekan dan kuat tarik, serta penyusutan akibat pengeringan contoh benda uji tidak boleh
melebihi 0,7% dari yang disyaratkan.

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 219
Pengujian berat isi beton menggunakan cara uji dalam SNI 03 1973-1990 tentang
metode menentukan berat isi campuran beton ringan segar supaya sesuai dengan spesifikasi
pengecoran beton. Prosedur penentuan berat isi dalam keadaan kering oven dan keadaan
seimbang dari beton ringan struktural dengan perhitungan atau pengukuran (SNI 3402:2008),
adalah sebagai berikut

a. Perhitungan berat isi kering oven ditentukan dari jumlah pengadukan dan volume yang
diberikan oleh setiap kali pengadukan beton.
b. Perhitungan berat isi dalam keadaan seimbang diperkirakan dengan menambah suatu
nilai tertentu pada berat isi kering oven.
c. Pengukuran berat isi diperoleh dari penentuan berat benda uji silinder setelah
perlakuan khusus.

Berat isi beton agregat ringan segar merupakan fungsi dari proporsi campuran, kadar
air, kebutuhan udara, berat isi spesifik dan kelembaban agregat ringan. Berkurangnya berat
isi beton ringan disebabkan karena kehilangan kelembaban agregat, kondisi lingkungan,
perbandingan luas permukaan terhadap volume beton. Untuk beton ringan struktural pada
umumnya, berat isi seimbang dicapai sekitar 90 hari, untuk beton ringan mutu tinggi, berat isi
keadaan seimbang dicapai 180 hari. Hasil sejumlah besar penelitian menunjukkan bahwa
akibat variasi dalam kelembaban awal agregat ringan, berat isi keadaan seimbang dicapai
sekitar 50 kg/m3 lebih besar daripada berat isi kering oven.

Pengambilan contoh beton untuk pengujian berat isi beton ringan struktural menurut
ketentuan SNI 03–2458–1991 tentang metode pengambilan contoh untuk beton segar, jika
contoh beton di lapangan dan SNI 03–2493–1991 tentang Metode pembuatan dan perawatan
benda uji beton di laboratorium jika percobaan dilakukan di laboratorium.

Benda uji untuk pengujian berat isi dalam keadaan seimbang dan kering oven dibuat
dalam cetakan silinder ukuran 150 mm X 300 mm, di buat masing-masing sebanyak 3 silinder
dan memenuhi ketentuan SNI 03-1973-1990, tentang Metode pengujian berat isi beton

Metode pemadatan dilakukan berdasarkan nilai slump jika tidak ditentukan dalam
spesifikasi yaitu dengan cara penusukan dan getaran internal. Penggetaran pada pembuatan
benda uji, harus dilakukan seperti yang ditentukan dalam SNI 03 – 2493 – 1991 tentang
Metode pembuatan dan perawatan benda uji beton di laboratorium. Penusukan, pada
pembuatan benda uji, harus dilakukan seperti yang ditentukan dalam SNI 03- 1973-1990,
tentang Metode pengujian berat isi beton Berat benda uji harus dicatat dengan ketelitian 0,3
%.. Berdasarkan nilai slum, cara pemadatannya sebagai berikut (Tabel 4.4):

220 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Tabel 4.4: Nilai Slum dan Cara Pemadatan
Nilai Slum (mm) Cara Pemadatan
lebih besar dari 75 Penusukan
25 < slum < 75 penusukan atau penggetaran internal
Lebih kecil dari 25 penggetaran internal

Beton ditempatkan dalam tiga lapis dengan volume yang sama pada setiap lapis dengan
ketentuan penusukan. Penusukan dilakukan secara merata di atas penampang melintang
wadah ukur dan untuk dua lapis di atasnya, tusukan menembus lapisan di bawahnya sedalam
25 mm. Setelah setiap lapis ditusuk, pukul-pukul setiap sisi sebanyak 10 sampai 15 kali
dengan menggunakan palu karet, untuk mengurangi jumlah pori dalam beton. Tambahkan
lapis terakhir dan hindari pengisian yang terlalu penuh (Gambar 4.4).

Setelah dilakukan pemadatan maka benda uji harus dilakukan perawatan. Apabila tidak
ditentukan lain, silinder uji untuk penentuan berat isi keadaan seimbang harus dirawat selama
6 hari menurut SNI 03-2493-1991 atau standar prosedur perawatan menurut SNI 03-4810-
1998, untuk 24 jam pertama atau sampai saat pengujian, simpan silinder uji untuk menentukan
berat isi kering oven pada kondisi yang dijaga temperaturnya antara 16 oC sampai 27oC dan
dijaga kelembaban dari silinder. Cetakan silinder boleh dibuka setelah 24 jam dan ditutup
dengan lembaran plastik atau karung basah untuk mencegah hilangnya kelembaban, atau
boleh tinggal dalam cetakan tertutup sampai waktu pengujian. Kapasitas tempat untuk
pengukuran berat isi dan jumlah pemadatan dengan penusukan sebagai (Tabel 4.5):

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 221
Gambar 4.4: Pemadatan untuk Pengujian Berat Isi Beton

Tabel 4.5: Kapasitas wadah ukur dan Jumlah Pemadatan


Ukuran maks. agregat kasar Kapasitas
Inch mm wadah ukur Jumlah Pemadatan
(Liter)
1,0 25,0 6 25 tusukan batang penusuk per
1,5 37,5 11 lapis dengan 3 lapisan
2,0 50,0 14
3,0 75,0 28 50 tusukan batang penusuk per
lapis dengan 3 lapisan
4,5 112 70 satu tusukan untuk setiap 20 cm 2
6,0 150 100

(2) Beton Ringan Non-Struktural

Beton ringan non-struktural lebih banyak digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan yang


tidak menahan beban langsung seperti untuk dinding atau untuk estetika. Beberapa produk
paten seperti misalnya untuk bata beton adalah merupakan beton aerasi dengan berat yang
sangat ringan, saat ini dengan mudah ditempukan di pasaran. Beton non struktural antara lain:

(a) Limecrete
222 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton
Limecrete atau kapur beton beton dimana semen diganti dengan kapur. Salah satu
rumus sukses dikembangkan pada pertengahan 1800-an oleh Dr John E. Park. Kita tahu
bahwa kapur telah digunakan sejak jaman Romawi baik sebagai massa beton pondasi atau
sebagai beton ringan menggunakan berbagai agregat dikombinasikan dengan berbagai
pozzolans (material yang dibakar) yang membantu untuk mencapai peningkatan kekuatan dan
kecepatan pengikatannya. Ini berarti bahwa kapur dapat digunakan dalam berbagai aplikasi
yang lebih luas dari sebelumnya seperti lantai, kubah lainnya. Selama dekade terakhir, telah
ada hal baru dalam menggunakan kapur untuk aplikasi ini lagi. Hal ini karena manfaat
lingkungan dan manfaat kesehatanlebih potensial, bila digunakan dengan produk kapur
lainnya.

Lime dibakar pada suhu lebih rendah dari semen dan sebagainya memiliki penghematan
energi langsung dari 20% (dibandingkan dengan pembuatan semen artinya lebih memiliki
nilai manfaat untuk lingkungan). Sebuah mortar kapur standar memiliki sekitar 60-70% dari
energi yang terkandung dari adukan semen dan dianggap lebih ramah lingkungan karena
kemampuan penyemenannya, melalui carbination, untuk kembali menyerap beratnya sendiri
dalam Karbon Dioksida (kompensasi yang dilepaskan selama pembakaran) Lime mortar
memungkinkan komponen bangunan lainnya seperti batu, kayu dan batu bata untuk
digunakan kembali dan didaur ulang karena dapat dengan mudah dibersihkan dari mortar
/limewash. Lime memungkinkan produk alami dan berkelanjutan lainnya seperti kayu
(termasuk woodfibre, papan wol kayu), rami, jerami dll untuk digunakan bersama dengan
kapur, karena kemampuannya untuk mengontrol kelembaban (jika semen yang digunakan,
bangunan ini akan terjadi komposisasi).

Selain ramah terhadap lingkungan Lime plester higroskopis (harfiah berarti water
seeking) yang menarik kelembaban dari internal ke lingkungan eksternal, hal ini membantu
mengatur kelembaban dan menciptakan lingkungan hidup yang lebih nyaman serta
membantu mengendalikan kondensasi dan pertumbuhan jamur yang telah terbukti memiliki
link ke alergi dan asthmas. Lime plester dan limewash tidak beracun, karena itu tidak
berkontribusi terhadap polusi udara seperti beberapa cat modern.

(b) Beton selular (Cellular concrete)

Beton aerasi diproduksi dengan penambahan agen udara-entraining ke beton (atau


agregat ringan seperti agregat tanah liat expanded (expanded clay aggregate) atau butiran
gabus (cork granules) dan vermiculite kadang-kadang disebut beton selular (cellular concrete),
beton ringan aerasi (lightweight aerated concrete), variabel kepadatan beton (variable density
Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 223
concrete), beton berbusa dan ringan( foamed concrete and lightweight) atau beton ultra-
ringan (ultra-lightweight concrete). Beton Selular berbeda dengan beton aerasi diautoklaf,
yang diproduksi off-site menggunakan metode yang sama sekali berbeda, seperti misalnya
beton Hebel (Patent).

Variabel kepadatan biasanya dijelaskan dalam satuan kg per m³, di mana beton normal
adalah 2400 kg/m³. Kepadatan variabel dapat mencapai 300 kg/ m³, meskipun pada
kepadatan ini tidak akan ada integritas struktural sama sekali atau sebagai beton non-
struktural dan akan berfungsi sebagai penggunaan filler atau insulasi saja. Variabel kepadatan
akan mengurangi kekuatan dan meningkatkan termal serta insulasi akustik dengan mengganti
beton yang berat dan lebih padat dengan udara atau bahan ringan seperti tanah liat, butiran
gabus dan vermiculite. Beberapa produk yang dijual dan bersaing dipasaran banyak yang
menggunakan bahan tambah berbusa yang menyerupai krim cukur untuk mencampur
gelembung udara dengan beton. Semua mencapai hasil yang sama yaitu untuk menggantikan
beton dengan udara. Sifat dan karakteristik Beton dengan bahan berbusa sebagai berikut
(Tabel 4.6):

Tabel 4.6: Sifat Beton Foamed (Properties of Foamed Concrete)


Berat Jenis Kekuatan Tekan Konduktivitas Modulus Drying
Kering Umur 7-Hari panas (W/mK) Elastisitas Shrinkage (%)
(kg/m3) (N/mm2) (kN/mm2)
400 0.5 – 1.0 0.10 0.8 – 1.0 0.30 – 0.35
600 1.0 – 1.5 0.11 1.0 – 1.5 0.22 – 0.25
800 1.5 – 2.0 0.17 – 0.23 2.0 – 2.5 0.20 – 0.22
1000 2.5 – 3.0 0.23 – 0.30 2.5 – 3.0 0.18 – 0.15
1200 4.5 – 5.5 0.38 – 0.42 3.5 – 4.0 0.11 – 0.19
1400 6.0 – 8.0 0.50 – 0.55 5.0 – 6.0 0.09 – 0.07
1600 7.5 – 10.0 0.62 – 0.66 10.0 – 12.0 0.07 – 0.06
Sumber: Foamed Concrete Composition and Properties, British Cement Association, 1994.
.

Penggunaan Beton Berbusa (Foamed Concrete) dapat di aplikasi untuk pekerjaan yang
meliputi antara lain:

• Atap Isolasi
• Blok dan Panel untuk Dinding
• Levelling Lantai
• Mengisi Void
• Jalan Sub-Basa dan pemeliharaan
• Abutment jembatan dan perbaikan
• Tanah Stabilisasi

224 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Penggunaan Gabus sebagai limbah dalam sebuah campuran semen (Cork-cement
composites) akan menghasilkan beton selular dengan kepadatan 400-1500 kg/ m³ degan
kekuatan tekan 1-26 MPa, dan kuat lentur 0,5-4,0 Mpa. Butiran gabus (Cork) merupakan
limbah yang diperoleh dari hasil packing barang seperti misalnya elektronik dan lainnya.
Kepadatan gabus sekitar 300 kg/ m³, lebih rendah dari agregat yang paling ringan yang
digunakan untuk membuat beton ringan. Butiran gabus tidak berpengaruh signifikan terhadap
hidrasi semen. Beberapa keunggulan beton yang dibuat dengan menggunakan gabus
dibandingkan beton standar, seperti konduktivitas termal rendah, kepadatan rendah dan
karakteristik penyerapan energi yang baik, selain itu dapat mengurangi pencemaran
lingkungan dengan memanfaatkan limbah gabus sebagai campuran beton.

(c) Beton Gypsum (Gypsum Concrete)

Beton Gypsum juga merupakan salah satu material yang dapat membuat beton ringan,
ini adalah bahan bangunan yang digunakan sebagai underlayment lantai dan saat ini banyak
digunakan sebagai bingkai kayu dan konstruksi beton untuk plafond dan mengurangi bahaya
kebakaran, pengurangan suara, pemanasan. Campuran gipsum, semen Portland, dan pasir
adalah yang digunakan untuk menghasilkan beton gypsum.

(d) Diautoklaf beton aerasi (Autoclaved aerated concrete/AAC)

Beton aerasi diautoklaf (AAC), juga dikenal sebagai beton selular diautoklaf (ACC),
diautoklaf beton ringan (ALC), diautoklaf beton, beton selular, beton berpori, beberapa merek
paten yang diperdagangkan untuk beton Diautoklaf beton aerasi (AAC) adalah Ytong, Hebel
Blok, aircrete, Thermalite, atau BCA, diciptakan pada pertengahan tahun 1920-an oleh arsitek
Swedia dan penemu Johan Axel Eriksson (Hebel,2010).

Gambar 4.5: Aaerated concrete (AAC)

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 225
Produk AAC termasuk blok, panel dinding, lantai dan panel atap, dan ambang,
merupakan produk yang ringan dan merupakan struktur pracetak, beton isolasi dan tahan api
(Gambar 4.5). Telah disempurnakan menjadi bahan berbasis beton yang megisolasi termal
lebih baik, digunakan untuk konstruksi baik internal maupun eksternal. Selain kemampuan
isolasi, salah satu keuntungan dalam konstruksi adalah instalasi yang cepat dan mudah,
karena bahan dapat dialihkan, diampelas, atau dipotong menurut ukuran di lokasi pekerjaan
menggunakan alat-alat potong standar. Meskipun biasa adukan semen digunakan, sebagian
besar bangunan dengan bahan AAC menggunakan lapisan mortar tipis dengan ketebalan
sekitar ⅛ inci, tergantung pada kode bangunan nasional. Bahan AAC bisa dilapisi dengan
semen atau senyawa plester untuk menjaga terhadap unsur-unsur yang merusak, atau ditutupi
dengan bahan lainnya seperti batu bata atau vinyl serta keramik.

AAC telah diproduksi selama lebih dari 70 tahun, dan memeberikan beberapa
keuntungan yang signifikan atas bahan konstruksi semen lainnya, salah satu yang paling
penting adalah dampak terhadap lingkungan yang lebih rendah, yaitu melalui

• Peningkatan efisiensi panas dengan mengurangi pemanasan dan beban pendinginan


pada bangunan.
• Pengerjaan yang memungkinkan pemotongan dengan akurat, yang dapat
meminimalkan timbulnya limbah padat selama penggunaan.
• Efisiensi sumber daya akan memberikan dampak lingkungan yang lebih rendah dalam
semua tahap siklus layanan konstruksi, mulai dari pengolahan bahan baku sampai
pembuangan limbah.
• Ringan dan dapat menghemat biaya dan energi dalam transportasi.
• Ringan dan dapat menghemat biaya tenaga kerja selama pelaksanaan.
• Ringan dan dapat meningkatkan kemungkinan tahan terhadap gempa
• Ukuran yang lebih besar mengarah ke pekerjaan dinding lebih cepat.

Tidak seperti kebanyakan aplikasi beton lainnya, AAC diproduksi tidak menggunakan
agregat lebih besar dari ukuran agregat halus atau pasir (Gambar 4.6). Pasir kuarsa, kapur
dan/atau semen dan air yang digunakan sebagai bahan pengikat. Bubuk aluminium digunakan
sekitar 0,05%-0,08% volume (tergantung pada kerapatan yang ditentukan). Di beberapa
negara, seperti India dan Cina, fly-ash yang dihasilkan dari pembangkit listrik termal dan
memiliki kandungan silika 50-65% digunakan sebagai agregat.

Ketika AAC dicampur dan dicetak, beberapa reaksi kimia terjadi yang memberikan AAC
ringan (20% dari berat beton) dan memberikan sifat termal. Bubuk aluminium bereaksi dengan
kalsium hidroksida dan air untuk membentuk hidrogen. Busa gas hidrogen dan volume ganda

226 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


campuran mentah (menciptakan gelembung gas sampai dengan diameter 3mm (⅛ inci)).
Pada akhir proses berbusa, hidrogen lolos ke atmosfer dan digantikan oleh udara.

Gambar 4.6: Micro-Struktur Beton AAC (http://www.hebel.co.nz/about/index.php)

Ketika bentuk dikeluarkan dari material, akan menghasilkan bentuk padat namun tetap
lembut. selanjutnya dipotong menjadi baik blok atau panel, dan ditempatkan dalam ruang
autoclave selama 12 jam. Selama tekanan uap ini proses pengerasan terjadi, saat suhu
mencapai 190 derajat Celsius (374° Fahrenheit) dan tekanan mencapai 8 sampai 12 bar, pasir
kuarsa bereaksi dengan kalsium hidroksida untuk membentuk kalsium hidrat silika, yang
memberikan AAC kekuatan tinggi dan sifat unik lainnya . Setelah proses autoklaf, bahan siap
untuk segera digunakan di lokasi konstruksi. Tergantung pada densitas, hingga 80% dari
volume blok AAC adalah udara. AAC kepadatan rendah juga menyumbang kekuatan tekan
struktural rendah. Hal ini dapat membawa beban hingga 8 MPa (1.160 PSI), sekitar 50% dari
kekuatan tekan beton biasa. ejak tahun 1980, telah terjadi peningkatan di seluruh dunia dalam
penggunaan bahan AAC. Pabrik produksi baru sedang dibangun di Australia, Bahrain, Cina,
Eropa Timur, India, Israel, dan Amerika Serikat. AAC semakin banyak digunakan oleh
pengembang, arsitek, dan pembangun rumah di seluruh dunia.

b) Beton Normal

Beton normal adalah beton yang mempunyai berat isi (2200-2500) kg/m3 menggunakan
agregat alam yang pecah atau beton yang mengandung hanya agregat yang memenuhi ASTM
C33M. Klasifikasi beton normal adalah beton yang dimaksudkan untuk menahan beban-beban
structural yaitu beeton struktur dan yang tidak menahan beban structural adalah beton non-
struktural.

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 227
(1) Non-Struktural

Beton structural umumnya merupakan beton normal yang tanpa menggunakan tulangan
ataupun perkuatan lainnya termasuk tidak menggunakan bahan tambah, baik sebagai bahan
tambah mineral maupun mineral. Kekuatan tekan beton ini kurang 17,5 MPa pada umur 28
hari. Beton merupakan bahan struktur bangunan dari proses pencampuran semen, pasir,
kerikil, air dan bahan tambah. Campuran beton yang digunakan untuk menghasilkan beton
normal non-struktural umumnya menggunakan campuran dengan berat-volume, dengan
proporsi perbandingan 1 Semen: 2 pasir: 3 batu pecah/kerikil.

(2) Struktural

Sebagai beton normal struktural umumnya akan menghasilkan kuat tekan beton sekitar
17,5-41 Mpa. Seiring dengan peningkatan kekuatan tekan beton normal meningkat termasuk
kinerja dari beton tersebut juga akan meningkat, diantaranya adalah: durabilitas, modolus
elastisitas, permeabilitas, rangkak, dan daya tahan terhadap panas dan korosi.

Beton normal dengan agregat normal sesuai ASTM C33, agar memenuhi syarat-syarat
structural maka umumnya diperkuat dengan tulangan atau bahan lain yang akan
meningkatkan kinerja strukturalnya. Dikatagorikan sebagai beton struktural (Structural
concrete) yaitu semua beton yang digunakan untuk tujuan struktural termasuk beton polos dan
bertulang (SNI 2847:2013, 2013).

c) Beton Berat

Beton diklasifikasikan sebagai beton berat jika berat isinya lebih dari 2500 kg/m 3
dihasilkan dari penggunaan agregat dengan densitas di atas normal sebagai bahan pengisi.
Beton berat mengandung agregat yang alami atau sintetis yang dapat mencapai hingga 4.485
kg/m3. Agregat berat ini paling sering digunakan untuk beton penahan radiasi, dan aplikasi
lain. ASTM C637 mencakup agregat digunakan untuk perisai radiasi dan sifat fisik untuk
agregat berat (Tabel 4.7).

Beton penahan radiasi adalah komponen struktur dari bagian bangunan beton yang
merupakan suatu system pengamanan yang diperlukan pada kegiatan yang berhubungan
dengan radiasi pengion dan radiasi neutron untuk melindungi kesehatan manusia dari
penyinaran lebih yang membahayakan. Radiasi pengion adalah Radiasi yang dapat
menyebabkan udara berupa sinar gamma yang berasal dai nuklida radioaktif dari sinar – X
yang dihasilkan oleh perangkat pembangkit radiasi. Radiasi Neutron adalah Radiasi berupa
pertikel – partikel neutron yang merupakan bagian inti atom yang tidak bermuatan listrik yang

228 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


dapat dihasilkan sebagai produk ikutan dari perangkat pembangkit sinar – X berenergi sangat
tinggi.
Agregat untuk beton penahan radiasi pengion adalah Agregat berat alami dengan
kandungan utama mineral hematite, ilmenit, magnetit dan barit serta agregat berat sintesis
ferofosform yang merupakan campuran fosfida besi. Agregat untuk beton penahan radiasi
neutron Agregat alami dengan kandungan mineral berkadar air tinggi seperti terpentin atau
kandungan boron seperti tumalin dan agregat sintesis boron-frit. Boron-frit adalah Agregat
sintetis yang mengandung untur kimia boron

Tabel 4.7: Sifat dan Karakteristik Agregat Berat


Material Klasifikasi Berat Berat Berat Isi Beton
Jenis Isi (kg/m3) (kg/m3)
Goethite Natural 3.5-3.7 2100-2250 2900-3200
Limonite Natural 3.4-4.0 2100-2400 2900-3350
Barite Natural 4.0-4.6 2300-2550 3350-3700
Illmenite Natural 4.3-4.8 2550-2700 3500-3700
Magnetite Natural 4.2-5.2 2400-3050 3350-4150
Hematite Natural 4.9-5.3 2900-3200 3850-4150
Ferrophosphorus Sintetis 5.8-6.8 3200-4150 4100-5150
Steel Sintetis 6.2-7.8 3700-4650 4650-6100
Sumber: (ASTM C637)
Beton sebagai bahan konstruksi semakin luas penggunaannya, sejalan dengan
berkembangnya teknologi beton dewasa ini, mulai dari konstruksi ringan sampai konstruksi
berat dan konstruksi yang khusus. Penggunaan beton pada konstruksi yang khusus misalnya
terdapat pada pembangunan struktur-struktur yang berhubungan dengan radiasi, seperti di
bidang kedokteran nuklir, pusat penelitian nuklir, dan fasilitas-fasilitas nuklir lainnya. Struktur
penahan radiasi dapat menggunakan berbagai tipe beton.
Sifat-sifat yang dibutuhkan dari beton penahan radiasi adalah beton harus memiliki
kandungan hidrogen tinggi, yang digunakan untuk menangkap neutron cepat, beton juga
harus mempunyai daya tahan terhadap tegangan panas yang diakibatkan panas dari
penangkapan neutron, dan beton harus mempunyai massa yang padat, yang berguna untuk
mengatenuasi sinar gamma.
Kemampuan beton menyerap sinar gamma, proporsional terhadap densitasnya,
ketebalan perisai/penahan bisa dikurangi bila mempergunakan beton dengan densitas tinggi.
Beberapa pembangunan rumah sakit saat ini bahkan mensyaratkan kuat tekan yang lebih
besar dari K-500 (45 Mpa) seperti Pembangunan Gedung Radioterapi 2 lantai seluas + 415,14
m2 yang didalamnya antara lain terdapat Ruang Cobalt 60 seluas + 89,76 m2 dengan
spesifikasi struktur dinding beton penahan radias K-500 yang dapat menahan radiasi, dinding
beton dimaksud tidak boleh terjadi kebocoran dan akan ditest kebocoran oleh (Bapeten) atau
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Pokja ULP - RSUD.Dr.Moewardi, 2012). BAPETEN adalah
Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 229
instansi yang bertugas melaksanakan pengawasan melalui peraturan, perizinan, dan inspeksi
terhadap segala kegiatan Pemanfaatan Tenaga Nuklir. Pemanfaatan adalah kegiatan yang
berkaitan dengan tenaga nuklir yang meliputi penelitian, pengembangan, penambangan,
pembuatan, produksi, pengangkutan, penyimpanan, pengalihan, ekspor, impor, penggunaan,
dekomisioning, dan pengelolaan limbah radioaktif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
(Bapeten, 13 Maret 2013). Prinsip dasar keselamatan nuklir meliputi: keselamatan inheren;
penghalan ganda; margin keselamatan; redundansi; keragaman; kemandirian; gagal-selamat;
dan kualifikasi peralatan.
Radiasi yang digunakan di Radiologi di samping bermanfaat untuk membantu
menegakkan diagnosa, juga dapat menimbulkan bahaya bagi pekerja radiasi dan masyarakat
umum yang berada disekitar sumber radiasi tersebut. Besarnya bahaya radiasi ini ditentukan
oleh besarnya radiasi, jarak dari sumber radiasi, dan ada tidaknya pelindung radiasi. Upaya
untuk melindungi pekerja radiasi serta masyarakat umum dari ancaman bahaya radiasi dapat
dilakukan dengan cara: (1) Mendesain ruangan radiasi sedemikian rupa sehingga paparan
radiasi tidak melebihi batas-batas yang dianggap aman, (2) Melengkapi setiap ruangan radiasi
dengan perlengkapan proteksi radiasi yang tepat dalam jumlah yang cukup, (3) Melengkapi
setiap pekerja radiasi dan pekerja lainnya yang karena bidang pekerjaannya harus berada di
sekitar medan radiasi dengan alat monitor radiasi, (4) Memakai pesawat radiasi yang
memenuhi persyaratan keamanan radiasi, dan (5)Membuat dan melaksankan prosedur
bekerja dengan radiasi yang baik dan aman.
Sehingga perlu ada upaya untuk melakukan proteksi terhadap bahaya radiasi dan
menjamin terhadap bahaya keselamatan dengan cara membuat konstruksi yang memenuhi
persyaratan. Konstruksi adalah kegiatan membangun instalasi nuklir di tapak yang sudah
ditentukan, meliputi pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, tata lingkungan,
pemasangan, dan pengujian struktur, sistem, dan komponen instalasi nuklir tanpa bahan nuklir
(Peraturan Pemerintah No.54 Tahun 2012).
Proteksi Radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi
yang merusak akibat Paparan Radiasi. Keselamatan Radiasi adalah tindakan yang dilakukan
untuk melindungi pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup dari bahaya Radiasi
atau paparan radiasi. Paparan radiasi kepada manusia, kerja baik normal maupun potensi
paparan. Paparan Radiasi adalah penyinaran Radiasi yang diterima oleh manusia atau materi,
baik disengaja atau tidak, yang berasal dari Radiasi interna maupun eksterna. Paparan Kerja
adalah Paparan Radiasi yang diterima oleh Pekerja Radiasi. Paparan Normal adalah Paparan
Radiasi yang diperkirakan akan diterima dalam kondisi pengoperasian normal suatu fasilitas
atau instalasi, termasuk kecelakaan minor yang dapat dikendalikan. Paparan Potensial adalah
Paparan Radiasi yang tidak diharapkan atau diperkirakan tetapi mempunyai kemungkinan

230 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


terjadi akibat kecelakaan Sumber atau karena suatu kejadian atau rangkaian kejadian yang
mungkin terjadi termasuk kegagalan peralatan atau kesalahan operasi. Paparan Medik adalah
Paparan Radiasi yang diterima oleh pasien sebagai bagian dari diagnosis atau pengobatan
medik, dan orang lain sebagai sukarelawan yang membantu pasien (Bapeten, 13 Maret 2013).
Mengurangi radiasi atau paparan akibat radiasi nuklir dalam perkembangan teknologi
material salah satunya dengan membuat konstruksi dengan bahan material yang dapat
mengurangi radiasinya seperti penggunaan material beton dengan densitas tinggi penahan
radiasi. Beton dengan densitas tinggi dapat diperoleh dengan menggunakan material yang
mempunyai berat jenis tinggi sebagai pengganti agregat biasa (SNI 03-2494-2002), Hematit
(Fe2O3), Ilmenit (FeTiO3), Magnetit (FeFe2O4), Gutit (HFeO2), Hematit (Fe2O3), Besi (Fe) dan
Barit (BaS04), serta agregat berat sintesis ferofosform yang merupakan campuran fosfida besi
Forofosforus (Fen P), Boron Frit (B2O31A12O3, Si2CaO), Boron karbit (B4C1B2O3C), Kalsium
borit (CaB6,C). (SNI 03-2494-2002)
Penggunaan berbagai tipe beton sebagai penahan radiasi telah dipergunakan secara
luas sebagai struktur penahan radiasi untuk pekerja dan peralatan terhadap paparan radiasi
yang merusak dan partikel nuklir seperti untuk unit radiologi, instalasi radio metalurgi (RMI)
reaktor untuk penelitian dan reactor nuklir pembangkit listrik yang berhubungan dengan
paparan radiasi. Sifat-sifat yang dibutuhkan dari beton penahan radiasi adalah beton harus
memiliki kandungan Hidrogen tinggi untuk menangkap neutron cepat (fast neutron), beton
harus mempunyai daya tahan terhadap tegangan panas (thermal stresses ) yang diakibatkan
panas dari penangkapan neutron dan selanjutnya beton harus mempunyai massa yang cukup
padat untuk mengatenuasi sinar gamma.
Beton penahan radiasi harus tahan terhadap panas radiasi dari system selama masa
operasi. Diketahui bahwa kemampuan beton menyerap sinar gamma proporsional terhadap
densitasnya, ketebalan perisai bisa dilcurangi bila dipergunakan beton dengan densitas tinggi.
Densitas beton bisa dinaikan dengan mempergunakan agregat dengan specifmc gravity tinggi.
Sehingga perlu diketahui sifat-sifat mekanik yang mempengaruhinya. Hasil penelitian
dari peradiasian pada beton barit (sebagai beton berat) yang menggunakan admixture fly ash
dapat meningkatkan kerapatan beton, oleh karena partikel-partikel fly ash yang sangat kecil
(lebih kecil dari partikel-partikel semen) dapat mengisi rongga-rongga yang ada, sehingga
penyerapan beton barit terhadap radiasi juga meningkat. Hasil penelitian dengan Beton
penahan radiasi yang menggunakan agregat barit dan bahan campur fly ash (Imanuddin,
1997) menunjukan bahwa dengan penambahan fly ash akan meningkatkan nilai slum
sehingga workability meningkat. Penggunaan Barit (BaS04) dari Taiwan kekuatan tekan
optimum didapatkan dengan penambahan substitusi 12,5% fly ash dari berat total semen,
sebaliknya dengan Barit (BaS04) dari local, kekuatan tekannya justru menurun namun secara

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 231
umum bahwa penambahan fly ash tidak meningkatkan kuat tekan beton barit, tetapi hanya
meningkatkan kepadatannya dan workability beton. Penelitian untuk Karakteristik dan sifat
mekanik beton penahan radiasi dengan bahan susun agregat barit (Sudrajat, 1996)
dimaksudkan untuk mempelajari karakteristik atenuasi dari material dan sifat-sifat mekanik
yang memenuhi kriteria sebagai material penahan radiasi seperti ketahanan (durability),
efektivitas terhadap paparan radiasi dan ekonomis. Material barit Taiwan dan pasir besi
menghasilkan berat jenis lebih besar dari 4, kuat tekan yang dihasilkan pada suhu yang
meningkat menghasilkan kuat tekan yang akan meningkat.

Semakin tinggi kerapatan beton, akan semakin tinggi daya serap terhadap radiasi
sehingga dapat mereduksi ketebalan struktur penahan radiasi yang akan dipakai, dengan
ketebalan 30 cm beton barit lebih aman terhadap lingkungan, dibandingkan dengan beton
normal. Bahan barit walaupun secara mekanik dinilai rapuh namun dapat digunakan sebagai
campuran bahan pembuat beton non structural dengan kuat tekan yang telah memenuhi
syarat beton structural. Kelakuan sifat mekanik beton barit menunjukkan pola yang sama
dengan beton normal structural sebaiknya dikombinasi dengan bahan lain yang dapat
menyerap radiasi sehingga kebutuhan untuk pemakaian barit lebih sedikit (Ariyuni, Tjahjono,
Kadarisman, & Suyati, 1999). Penggunaan barit sebagai bahan pengisi dan penggunaan
bahan tambah kimia misalnya produk dari Sikament NN sebagai superplasticizer akan
meningkatkan kuat tekan beton dan daya serap terhadap radiasi. Penambahan
superplasticizer 0,5% dan 1% dalam campuran beton normal dengan barit meningkatkan kuat
tekan 39,68 MPa dan 39,30 MPa dibandingkan dengan beton tanpa superplasticizer sebesar
38,49 MPa. Daya serap radiasi untuk 0,5% dan 1% superplasticizer sebesar 0,014888 cm -1
dan 0,02608 cm -1 untuk radiasi neutron. Untuk neutron cepat sebesar 0,058709 cm -1 dan
0,06666 cm-1 dan neutron thermal sebesar 0,010 cm-1 dan 0,0147 cm-1 (Ikhsan & Pratidina,
2002). Penggunaan pasir besi dan barit sebagai agregat beton berat untuk perisai radiasi sinar
gamma (Sumarni, Satyarno, & Wijatna, Juli 2007) dengan Penambahan bahan tambah
viscocrete-10 membuat adukan mortar menjadi encer, sehingga memudahkan dalam proses
grouting kedalam beton dan membuat beton tidak keropos (porous).

Standar untuk spesifikasi agregat beton penahan radiasi yang digunakan sebagai acuan
bagi produsen agregat/perencana dan pelaksana pekerjaan beton dalam menilai mutu agregat
yang memenuhi persyaratan untuk keperluan beton penahan radiasi harus memenuhi
spesifikasi yang mengacu pada standar spesifikasi internasional dan nasional seperti ASTM
Standars, 1984 Standard specification for aggretates for Radiantion Shielding Concrete, atau
SNI 03-2494-2002. Spesifikasi ini mencakup ketentuan mengenai klasifikasi dan persyaratan
teknis agregat untuk pembuat beton penahan radiasi. Agregat untuk beton penahan radiasi ini
meliputi, golongan agregat tertentu untuk beton penahan radiasil pengion, golongan agregat
232 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton
untuk beton penahan radinsi neutron dengan pertimbangan utama adalah komposisi atau
berat jenis atau keduanya, standar ini menetapkan nilai yang dinyatakan dalam satuan metrik
yang digunakan sebagai standar. Standar ini menjelaskan klasifikasi, persyaratan umum,
peryaratan kandungan utama senyawa kimia dan sejenisnya, persyaratan gradasi agregat,
persyaratan ketahanan keausan agregat kasar.

Beberapa agregat yang memiliki berat jenis tinggi dapat berasal dari alam ataupun
buatan/sintetis. Agregat alami yang mempunyai berat jenis atau kadar air terikat tinggi, yaitu
agregat yang terdiri atau sebagian besar mengandung bahan mineral batis, magnetis, kematis,
ilmenis, dan terpetin. Agregat sintesis seperti besi, ferophosphoris dan boron-frit atau senyawa
boron. Agregat halus terdiri dari pasir alami atau mineral hasil olahan yang mempunyai berat
jenis tinggi. Agregat kasar dapat dari pecahan besi, pecahan batu atau hasil sintesis, atau
kombinasi/campurannya.

Agregat untuk beton penahan radiasi harus memenuhi ketentuan – ketentuan dalam
persyaratan umum sebagai berikut: (1) Agregat untuk beton penahan radiasi harus memenuhi
persyaratan agregat untuk beton normal. (2) penggunaan agregat sintesis boron-frit dalam
campuran beton banyaknya tidak lebih dari 300 kg/m 3 , disyaratkan tidak boleh mengandung
bahan larut dalam air lebih dari 2,0%.

Penyediaan agregat dalam jumlah besar yang pelaksanaannya dilakukan dalam


beberapa kali pengiriman harus memenuhi ketentuan – ketentuan sebagai berikut : (1) Berat
Jenis Kering Permukaan Jenuh (BJKPJ) agregat dan setiap pengiriman harus tidak boleh
menyimpan lebih dari 3 % dan BJKPJ agregat contoh yang telah disepakati; (2) BJKPJ rata –
rata dari keseluruhan agregat yang diterima harus sama atau lebih besar dari BJKPJ yang
telah di sepakati.

3. Beton berdasarkan cara pengecoran

Pengelompokan beton berdasarkan cara pembuatannya, umumnya dikelompokkan


menjadi dua yaitu (1) Beton cor ditempat (cast in-situ or cast-in-place concrete), yaitu beton
yang dicor di tempat, dengan cetakan atau acuan yang dipasang di lokasi elemen struktur
pada bangunan atau gedung atau infrastruktur sampai terjadi pengerasan (ACI CT-13,
January 2013; McGraw-Hill Companies, Inc., 2006); dan (2) Beton Pracetak (pre-cast), yaitu
beton yang dicor di lokasi pabrikasi khusus, dan kemudian diangkut dan dirangkai untuk
dipasang di lokasi elemen struktur pada bangunan atau gedung atau infrastruktur.

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 233
a) Pengecoran di tempat (Cast-in-situ atau cast-in-place concrete)

Pengecoran beton di tempat jika kebutuhan volume beton kecil umumnya digunakan
pengadukan dengan manual atau mesin aduk dengan kapasitas kurang dari satu kubik untuk
menghasilkan beton yang akan dicor ditempat, seperti untuk kebutuhan pembangunan
gedung-gedung sederhana Gambar 4.7. Jika kebutuhan volume besar maka beton segar yang
akan dituangkan ditempat biasanya dihasilkan dari suatu pengolahan beton, kemudianyang
diangkut dalam keadaan segar, terutama merupakan beton siap-pakai yang secara
proporsional telah dicampur dari di batching-plant untuk diangkut ke lokasi proyek. Beton
diangkut umumnya menggunakan agitator truck (Truck Mixer) Gambar 4.8.

(1) Pengecoran dengan Volume Kecil

Gambar 4.7: Pengecoran dengan Mesin aduk (molen)


Sumber: (a) (Ciputra Entrepreneurship, 2011); (b) (Chrisnawati, 2009); (c) (flickr, 2014)

234 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Gambar 4.8: Pengecoran Bore Pile menggunakan (a) Truck Mixer dan (b) Tremi (Riza,
2011)

(2) Ready-Mix Concrete (Beton siap-pakai)

Beton siap-pakai adalah beton yang diproduksi di pabrik atau batching plant sesuai
dengan rancangan campuran, dan kemudian dikirim ke tempat kerja, dengan truk mixer
sampai lokasi pengecoran. Beton siap pakai kadang-kadang lebih dipilih karena alasan
ekonomis dan lokasi pekerjaan yang tidak memungkinkan pencampuran di lokasi pekerjaan.

Beton siap-pakai atau RMC seperti yang populer disebut, mengacu pada beton yang
diproduksi khusus di batching-plant (Gambar 4.9) untuk pengiriman ke lokasi pembangunan
pelanggan dalam keadaan segar dicampur dan plastis atau dikeraskan.

Gambar 4.9: Instalasi Batching Plant (Elkon, 2014)

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 235
Pengiriman RMC dengan umumnya menggunakan truk-mixer (Gambar 4.10). RMC
diproduksi di bawah dikontrol operasi dan diangkut serta ditempatkan di lokasi pekerjaan
menggunakan peralatan canggih dan metode penuangan tertentu.

Gambar 4.10: Truck Mixer (Volodin, 2014)

Kekurangan dari beton siap-pakai adalah bahan-bahan tersebut dicampur di tempat


pengolahan beton (Batching plant), jadi waktu perjalanan dari pabrik ke lokasi menjadi penting
jarak yang lebih jauh kemungkinan akan menyebabkan nilai slum akan turun. Selanjutnya,
akses jalan dan akses lokasi harus mampu membawa bobot yang lebih besar dari truk siap
pakai ditambah beban beton (Beton Segar adalah sekitar. 2,5 ton per m³.) Masalah ini dapat
diatasi dengan memanfaatkan apa yang disebut perusahaan MiniMix 'yang menggunakan
lebih kecil kapasitas mixer 4m3 dan mampu menjangkau lebih banyak dengan lokasi-terbatas.

Waktu yang dijinkan antara pencampuran sampai dengan lokasi pencampuran adalah
dalam waktu 90 menit [ASTM C 94 dan AASHTO M 157], jika lebih admixtures modern

236 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


(superplasticsizer) dapat memodifikasi dengan tepatnya sesuai dengan keadaan waktu dan
jarak antara pencampuran dengan pengecoran.

b) Beton Pracetak (Precast concrete)

Beton pracetak adalah Elemen atau komponen beton tanpa atau dengan tulangan yang
dicetak terlebih dahulu (SNI 7833:2012; DPU, November 2008; McGraw-Hill Companies, Inc.,
2006) atau Beton yang dicetak di pabrik dan dipasang di lapangan, yaitu Bagian-bagian beton
bertulang atau bertulang yang dicetak dalam kedudukan yang lain dari pada kedudukan
akhirnya di dalam konstruksi. Berbeda dengan konstruksi beton cor-in-tempat, di mana kolom,
balok, balok penopang, dan lantai dicor terpadu atau disatukan secara berurutan, beton
pracetak membutuhkan sambungan di lapangan untuk mengikat struktur menjadi satu
kesatuan.
Industrialisasi dalam konstruksi bangunan adalah perkembangan alamiah sebagaimana
juga telah menimpa pada industri yang lain. Justru lebih lambat ketimbang yang lain karena
lebih besarnya rintangan yang dihadapi dalam industri bangunan, yang tidak sekedar bersifat
Fashionable trend (kecenderungan mode mutakhir), tetapi juga berkaitan dengan pernyataan
nilai yang menuntut atas perubahan sikap mental dan pikiran baru dari sebagain ahli
bangunan. Selama ini orang merasa terikat kepada rumah yang harus di hargai secara
individual, maka tentu saja orang akan merasakan sesuatu yang lain ketika tiba-tiba
akomodasi tempat tinggal disediakan dalam bentuk blok-blok atau flat-flat yang bukan
bangunan sebagaimana biasanya atau bangunan tidak didesain secara khusus sebagaimana
permintaan penggunanya secara individu. Selain itu kadangkala bangunan didirikan dalam
bentuk produk yang telah selesai tanpa ada kesempatan intervensi lagi dari pemakainya dan
di desain dengan penampilan yang serupa atau bahkan sama dengan pilihan yang sangat
terbatas.
Ketertinggalan dalam industri bangunan dikembangkan dengan cara industrialisasi yang
terotomastisasi dalam seluruh prosesnya sejak persiapan dan moulding (pembuatan
percetakan), casting (percetakan), concreting/placing (pengecoran), prestressing
(penegangan), storage (penyimpanan), transportation (pengangkutan), erection (pendirian),
lifting (pengangkatan) dan handling (penanganan).
Prefabrication (prefabrikasi) adalah industrialisasi metode konstruksi di mana
komponen-komponennya diproduksi secara massal dirakit (assemble) dalam bangunan
dengan bantuan crane dan alat-alat pengangkat dan penanganan yang lain. Prefabricated
Structural Components (Komponen Struktur Prefabrikasi) dibuat dari beton melalui precast
units/precast numbers atau precast elements (unit cetakan) tergantung pada alternative

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 237
penggunaannya, percetakan dikontrol dengan baik diberi waktu untuk pengerasan dan
mencapai kekuatan tertentu yang diinginkan sebelum diangkat dan dibawa menuju tapak
kontruksi sesungguhnya untuk pekerjaan (Gambar 4.11).

Gambar 4.11: Produk Beton Pracetak (Wika Beton, 2014)

Di Indonesia BUMN yang menjadi pionir dalam pabrikasi beton pracetak adalah WIKA
yang telah memulai konsentrasi pada industri beton pracetak di tahun 1977 dengan

238 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


mengembangkan produk beton pracetak untuk teras perumahan. Sejak saat itu, WIKA terus
mengembangkan produknya dan membentuk anak perusahan, yakni WIKA BETON. Produk
beton pracetak yang dihasilkan yaitu: Tiang beton (PC Poles), pancang beton ( PC Piles),
Bantalan rel kereta api (Railway Sleepers), beton jembatan (Bridge Concrete), Dinding
penahan tanah (Retaining Wall), Struktur bangunan air (Hydro Structure), beton untuk gedung
dan bangunan perumahan (Building And Housing), struktur pelabuhan (Marine Structure) dan
beton lainnya (Wika Beton, 2014).
Pengembangan produk tersebut telah menciptakan beberapa hasil seperti tiang beton
untuk jalur pendistribusian energi dan bantalan beton pracetak serta produk lainnya seperti
bantalan, bantalan rel kereta api, produk beton untuk jembatan, pipa, dinding penahan tanah
dan bangunan gedung dan perumahan yang diimplementasikan untuk berbagai macam
proyek. Produk-produk ini dihasilkan pada waktu yang tepat dan diprediksikan akan menjadi
produk pemimpin di pasaran.
Metode konstruksi yang dibuat dengan menggunakan komponen prefabrikasi secara
kolektif disebut sebagai ‘prefabricated contruction (konstruksi prefabrikasi). Konstruksi
Prefabrikasi dapat berupa sektor aktifitas bangunan utamanya yaitu industrial architecture
(Arsitektur industri), General Engineering (Rekayasa struktur secara umum) dan Civil
Engineering. Secara umum beton ini disebut dengan pra-cetak.
Kebutuhan ideal yang harus dipenuhi dalam teknik konstruksi bangunan dengan sistem
konstruksi prefabrikasi adalah masalah material yaitu kemampuan pembuatan melalui metode
mekanis (beban bawaan dan komponen yang tertutup). Kemungkinan sambungan dan
koneksi struktural yang layak dan memungkinkan untuk dibuat dengan cara yang paling
sederhana. Secara simultan kemungkinan untuk pelaksanaan fungsinya akibat beban bawaan
dan keterbatasan ruang geraknya.
Hal yang paling penting adalah bahwa material harus memiliki kualifikasi sebagai
berikut: (1) Mengisolasi panas, tahan air dan anti pembusukan; (2) Anti api dan dapat dicetak
secara volumetric; (3) Dapat dipaku dan digergaji sehingga memungkinkan untuk perubahan;
(4) Tidak banyak membutuhkan pemeliharaan (maintenance); dan (5) Memiliki kekuatan yang
tinggi.
Keuntungan dan permasalahan konstruksi pracetak dalam industri bangunan adalah
lebih banyak pada waktu konstruksi yang lebih cepat, sejak pekerjaan struktur di tapak,
konstruksi pondasi dan pendirian komponen prefabrikasi. Selain itu kepastian atas
penggunaan material yang dibutuhkan dan kepraktisan dalam penggunaan. Produksi dalam
skala luas menjadikan lebih praktis untuk menggunakan mesin dan karenanya kebutuhan
jumlah pekerja yang terlalu banyak dapat diatasi atau dengan kata lain pengurangan
kebutuhan tenaga kerja manusia dan menuntut memiliki keahlian yang lebih. Jaminan kualitas

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 239
yang dihasilkan melalui pengawasan yang ketat dan tetap, penggunaan mesin dan lingkungan
kerja yang rapi serta pekerjaan konstruksi dapat dilaksanakan tanpa tergantung pada kondisi
cuaca. Permasalahan lainnya adalah transportasi komponen dari pabrik ke proyek. Kesulitan
dalam penanganan di lapangan khususnya dalam erection (pendirian), lifting (pengangkatan)
dan connecting (penyambungan pada saat finalisasi konstruksi). Pelaksanan yang demikian
berarti ada tambahan biaya dan problem teknis.

4. Beton Berdasarkan Kuat Tekan

Berdasarkan kekuatan tekannya beton dapat diklasifikasikan menjadi beton mutu


rendah, sedang (normal) dan tinggi PU (Puslitbang Prasarana Transportasi, Divisi 7 – 2011,
Tabel 4.8. Kekuatan tekan ini didasarkan atas hasil uji menggunakan benda uji silinder
berdiameter 150mm, tinggi 300mm) atau kubus 150 mm x 150 mm x 150 mm. Berdasarkan
standar SNI dan ACI diklasifikasikan kuat tekannya seperti (Tabel 4.9):
Tabel 4.8: Mutu Beton dan Penggunaannya
Jenis Beton σbk’ Uraian
fc’ (MPa) (Kg/cm2)
Mutu tinggi K400 – K800 Umumnya digunakan untuk beton prategang seperti tiang pancang
fc’ > 45 beton prategang, gelagar beton prategang, pelat beton prategang
dan sejenisnya
Mutu sedang K250 –< K400 Umumnya digunakan untuk beton bertulang seperti pelat lantai
20 < fc’ < 45 jembatan, gelagar beton bertulang, diafragma, kerb beton pracetak,
gorong-gorong beton bertulang, bangunan bawah jembatan.
Mutu rendah K175 – <K250 Umumya digunakan untuk bangunan beton tanpa tulangan seperti
15 < fc’ < 20 beton siklop, trotoar dan pasangan batu kosong yang diisi adukan,
pasangan batu.
10 < fc’ <15 K125 – <K175 digunakan sebagai lantai kerja, penimbunan kembali dengan beton
Sumber: Tabel 7.1.1.(1) (Divisi 7: Struktur, 2011)

Tabel 4.9: Klasifikasi Beton berdasarkan kekuatan tekan menurut SNI dan ACI
Klasifikasi1) Standar Nasional Indonesia American Concrete Institute
Kekuatan tekan rendah (low fc’ < 20 MPa2) fc’ < 2000psi4)
strength) fc’ < 14Mpa
Kekuatan tekan normal 20 MPa < fc’ < 41,4 MPa2) 2000psi<fc’ < 6000psi4) 5)
(normal-strength) 14Mpa<fc’ < (42 MPa)
Kekuatan tekan tinggi (high- fc’ > 41,4 MPa3) fc’ > 6000psi4) 5)
strength) fc’ > (42 MPa)
1)
kuat tekan beton yang disyaratkan f’c adalah kuat tekan yang ditetapkan oleh perencana struktur
(berdasarkan benda uji berbentuk silinder diameter 150 mm, tinggi 300 mm)
2)
SNI 03-2834-2000: Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal
3)
SNI 03-6468-2000:Tata cara perencanaan campuran beton berkekuatan tinggi dengan semen
portland dan abu terbang
4)
ACI 211.1-91(Reapproved 2009): Standard Practice for Selecting Proportions for Normal,
Heavyweight, and Mass Concrete---Procedure for Mix Design
5)
ACI 211.4R-08: Guide for Selecting Proportions for High-Strength Concrete with Portland Cement
and Fly Ash: Reported by ACI Committee 211
6)
ACI Committee 318, September 2014:An ACI Standard and Report: Building Code Requirements for
Structural Concrete (ACI 318-14) Commentary on Building Code Requirements for Structural
Concrete (ACI 318R-14)

240 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Menurut ACI 318R-4 Article 19.2.1 (ACI Committee 318, September 2014; SNI
2847:2013, 2013) berdasarkan kuat tekan minimum beton aplikasinya seperti seperti Tabel
4.10 berikut:

Tabel 4.10: Klasifikasi Beton berdasarkan kekuatan tekan menurut SNI dan ACI
Aplikasi Beton Minimum fc’, psi Maximum fc’, psi
(mpa) (mpa)
Struktur Umum Beton normal dan 2500 Tidak ada
beton ringan
Struktur frame Beton normal 3000 Tidak ada
dengan momen Beton ringan 3000 5000 *
khusus dan struktur
dinding khusus
*
Batas tersebut diizinkan melebihi dimana ditunjukkan oleh bukti eksperimental bahwa beton yang
dibuat dengan bahan beton ringan memberikan kekuatan tekan sama dengan atau lebih besar dari
dari bahan beton normal.

a) Kuat Tekan Beton Mutu Rendah

Beton diklasifikasikan sebagai beton mutu rendah jika kekuatan tekannya kurang dari
17,5 MPa, atau secara evaluasi kuat tekan beton jika kekuatan tekannya tidak memenuhi
standar criteria penerimaan. Secara structural beton yang digunakan pada bangunan yang
direncanakan sesuai dengan aturan-aturan SNI tidak boleh kurang daripada 17 MPa (SNI
2847:2013, 2013) pasal 5.1.1, dan harus didasarkan pada uji silinder yang dibuat dan diuji
sebagaimana yang dipersyaratkan dalam uji kuat tekan.

b) Kuat Tekan Beton Mutu Normal (Sedang)

Proporsi bahan untuk beton untuk menghasilkan beton dengan mutu normal harus
dibuat untuk: Memberikan kelecakan dan konsistensi yang menjadikan beton mudah dicor ke
dalam cetakan dan ke celah di sekeliling tulangan dengan berbagai kondisi pelaksanaan;
pengecoran yang harus dilakukan, tanpa terjadinya segregasi atau bleeding yang berlebih;
Memenuhi persyaratan untuk kategori paparan yang sesuai; dan memenuhi persyaratan uji
kekuatan dari hasil evaluasi dan penerimaan beton (SNI 2847:2013, 2013).
Kuat tekan beton normal berkisar dari 17 Mpa sampai 41 MPa. Untuk menghasilkan kuat
tekan beton normal dengan kinerja tertentu umumnya ditambahkan bahan tambah baik
mineral maupun kimia.

c) Kuat Tekan Beton Mutu Tinggi

Meskipun beton kekuatan tinggi seringkali dianggap sebagai bahan yang relatif baru,
perkembangannya secara bertahap telah terjadi selama bertahun-tahun. Seperti

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 241
pembangunan, definisi beton kekuatan tinggi telah berubah. Pada tahun 1950, beton dengan
kuat tekan 5000 psi (34 MPa) dianggap kekuatan tinggi. Pada tahun 1960, beton dengan 6000
dan 7500 psi (41 dan 52 MPa) kekuatan tekan yang digunakan secara komersial.
Perkembangan high strength concrete dimulai pada sekitar akhir tahun 1960-an, melalui
penggunaan admixture untuk mengurangi air (superplasticizer) yang terbuat dari garam-garam
naphthalene sulfonate diproduksi di Jepang dan melamine sulfonate diproduksi di Jerman.
Aplikasi pertama di Jepang yaitu digunakan untuk produk girder dan balok pracetak dan cetak
di tempat. Di Jerman, awalnya ditujukan untuk pengembangan campuran beton bawah air
yang memiliki kelecakan tinggi (nilai slum) tanpa terjadi segregasi.

Pada awal 1970-an, 9000 psi (62 MPa) beton yang diproduksi. Sebelum ditemukannya
superplasticizer, campuran beton dengan kuat tekan 40 MPa atau lebih pada umur 28 hari
disebut sebagai high strength concrete. Saat ini, saat campuran beton dengan kuat tekan 60
MPa – 120 MPa tersedia di pasaran (ready mix), maka ACI Committae 2002 tentang High
Strength Concrete mendefinisikan beton mutu tinggi adalah dengan kuat tekan rencana 55
MPa atau lebih. Baru-baru ini, kekuatan tekan mendekati 20.000 psi (138 MPa) telah
digunakan pada bangunan cor ditempat (ACI 363R-92 (Reapproved 1997), 1992). Aplikasi
beton kekuatan tinggi telah meningkat, dan beton kekuatan tinggi kini telah digunakan di
banyak bagian dunia. Pertumbuhan telah dimungkinkan sebagai akibat dari perkembangan
terakhir di teknologi material dan permintaan untuk beton yang lebih akan kekuatan tinggi.
Pembangunan Chicago Water Tower Place dan 311 South Wacker Drive mungkin tidak terjadi
tanpa pengembangan beton kekuatan tinggi. Penggunaan bangunan atas beton di kabel
jembatan bentang panjang seperti Timur Huntington, Virginia Barat, jembatan di atas Sungai
Ohio tidak akan terjadi tanpa adanya beton kekuatan tinggi.

Beton mutu tinggi (high strength concrete) merupakan beton yang memiliki kekuatan
tekan 6000 psi (40 MPa) atau lebih dari uji silinder. Membuat beton dengan kekuatan tekan
tinggi membutuhkan penelitian dan perhatian yang lebih jauh terhadap kontrol kualitasnya
daripada beton konvensional atau beton normal. Ketersediaan high strength concrete secara
komersial memberikan sebuah penilaian ekonomis alternatif untuk membangun struktur beton.
Alasan penggunaan beton mutu tinggi antara lain: (1) Untuk menempatkan beton pada masa
layannya pada umur yang lebih awal, sebagai contoh pada perkerasan di umur 3 hari. (2)
Untuk membangun bangunan-bangunan tinggi dengan mereduksi ukuran struktur dan
meningkatkan luasan ruang yang tersedia. (3) Untuk membangun sruktur bagian atas dari
jembatan-jembatan bentang panjang dan untuk mengembangkan durabilitas lantai-lantai
jembatan. (4) Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus dari aplikasi-aplikasi tertentu
seperti durabilitas, modulus elastisitas dan kekuatan lentur. Beberapa dari aplikasi ini

242 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


termasuk dam, atap-atap tribun, pondasi-pondasi pelabuhan, garasi-garasi parkir, dan lantai-
lantai heavy duty pada area industri.

Penggunaan agregat dengan ukuran maksimal 10 mm, dengan sifat dan karakteristik
yang memenuhi syarat merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan interlocking yang
lebih baik. Selian itu penggunaan semen dengan tambahan cementious material seperrti fly
ash (tipe C atau F), ground granulated blast furnace slag, silica fume, metakaolin atau bahan-
bahan pozolanik alami akan dapat meningkatkan kekuatan tekan beton. Apalagi jika rasio
factor air semen yang rendah sekitar 0,20 sampai dengan 0,35, persoalannya adalah dengan
Faktor Air Semen rendah maka kemudahan pekerjaan akan rendah, penyelesaiannya melalui
penggunaan admixture kimia (superplasticizer) dalam jumlah dan dosis yang sesuai dengan
beton berkekuatan tinggi (High-strength concrete).

SNI 03-6468-2000 menyatakan bahwa beton mutu tinggi merupakan beton yang
memiliki kekuatan tekan di atas 41,4 Mpa (SNI 03-6468-2000). Standar ini dapat digunakan
untuk menentukan proporsi campuran beton kekuatan tinggi (kuat tekan fc' > 41,4 MPa) dan
untuk mengoptimasi proporsi campuran tersebut berdasarkan campuran coba. standar ini
hanya berlaku untuk beton kekuatan tinggi yang di produksi menggunakan bahan dan metode
produksi konvensional. Penggunaan silica fume dan terak logam (besi, baja nickel) halus tidak
termasuk dalam standar ini.

Sedangkan menurut ACI beton mutu tinggi adalah beton dengan kekuatan tekan 8000
psi (55 MPa) atau lebih besar (ACI CT-13, January 2013), dikatakan beton dengan kekuatan
rendah adalah beton dengan kekuatan tekan 1200 psi (8,3 MPa) atau lebih kecil, klasifikasi
kekuatan tekan menurut ACI CT-13 merupakan revisi ACI 318-08. Beton dengan kekuatan
tekan (high-strength concretes) melebihi 6000 psi (42,25 Mpa) disebut sebagai beton kekuatan
tinggi (McCormac & Brown, 2014; ACI 211.4R-08, December 2008; Kosmatka S. H., 2008).
Kadangkala rancu dengan beton kinerja tinggi (high-performance concretes ) karena beton
kinerja tinggi memiliki karakteristik lainnya selain kekuatan hanya tinggi. Misalnya,
permeabilitas yang rendah dari beton tersebut menyebabkan cukup tahan lama berhubungan
dengan berbagai sifat fisik dan kimia yang dapat menyebabkan kerusakan pada beton.
Sampai beberapa dekade yang lalu, perencana struktural merasa bahwa produk beton
pracetak dengan kekuatan tekan tidak lebih tinggi dari 4000 psi (28,2 Mpa) atau 5000 psi
(35,2Mpa). Sekarang kekuatan tekan sampai setidaknya 9000 psi (63,38 MPa) bahkan lebih
telah digunakan.

Bangunan Two Union Square di Seattle-USA, beton 20.000-psi (140 Mpa) diperoleh
dengan menggunakan beton siap-pakai. Selain itu, beton telah diproduksi di laboratorium
dengan kekuatan yang lebih tinggi dari 20.000 psi (140 Mpa) (McCormac & Brown, 2014;

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 243
Kosmatka S. H., 2008). Mungkin ini yang terakhir beton harus disebut beton kekuatan sangat
tinggi (super-high-strength concretes) dengan kekuatan tekan > 100 MPa merupakan very
high-strength (Mindess S. , Concrete Constituent Materials, 2008) atau beton kinerja sangat
tinggi (super-high-performance). Beton mutu tinggi biasanya merupakan beton pracetak dan
prategang (precast and prestressed). Beton dengan kekuatan tekan 6000 psi sampai 10,000
psi atau 12.000 psi dapat dihasilkan dengan mudah jika ditambahkan bahan tambah mineral
dan kimia seperti silica fume dan superplasticizers. Silica fume, dengan kandungan silica
dioksida lebih dari 90% adalah bubuk halus yang luar biasa bervariasi dalam warna dari terang
ke abu-abu gelap dan bahkan bisa biru-hijau-abu-abu, yang merupakan residu dari produksi
silica metal (metallic silicon) dan lainnya untuk produksi silicon alloys.

Produksi beton kekuatan tinggi yang secara konsisten harus memenuhi persyaratan
untuk kemudahan pekerjaan (workability) dan pengembangan kekuatan (strength
Development) yang lebih ketat pada pemilihan bahan daripada beton dengan kekuatan tekan
rendah. Bahan berkualitas yang dibutuhkan dan spesifikasi memerlukan pengetahuan sifat
dan karakteristik bahan. Beton dengan kekuatan tekan tinggi telah diproduksi dengan
menggunakan berbagai bahan berkualitas berdasarkan hasil campuran uji coba (ACI 363R-
92 (Reapproved 1997), 1992). Penggunaan semen untuk menghasilkan beton kekuatan tekan
tinggi merupakan suatu hal yang penting, misalnya menggunakan semen type 3 untuk
pekerjaan beton prategang, ataupun penggunaan semen untuk beton normal dengan bahan
tambah silica fume ataupun abu terbang. Penggunaan bahan tambah kimia (Chemical
admixtures) serta bahan tambah mineral (mineral admixture) yang tepat akan meningkatkan
kekuatan tekan beton. Pemilihan bahan pengisi yang tepat akan memperkecil rongga pori
beton sehingga meningkatkan kekuatannya.

Beberapa hasil penelitian beton high strength concrete adalah penggunaan material
salah satunya dengan menggunakan material yang mengandung unsur silika. Pasir kuarsa
adalah bahan galian yang terdiri atas kristal-kristal silika (SiO2) dan mengandung senyawa
pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama
pasir putih merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama, seperti
kuarsa dan feldspar. Penambahan filler berupa tepung kuarsa sebagai pengisi rongga pada
beton sebanyak 10% dari kebutuhan semen memberikan kuat tekan maksimum pada data
sekunder yaitu sebesar 71,06MPa pada umur 28 hari dengan modulus of rupture sebesar
4,3522MPa (Fatmawati, 2011).

Hasil pengujian nilai slump menunjukkan bahwa nilai slump menurun seiring
bertambahnya persentase fly ash dalam campuran beton. Kuat tekan pada beton yang
menggunakan 30% Fly Ash sebagai additive akan menaikan kuat tekan beton sekitar 10%

244 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


untuk pengujian pada beton K-300 dan K-500, sedangkan kuat tekan pada beton yang
menggunakan 30% Fly Ash sebagai cementious lebih rendah sebesar 25% pada K300 dan
23% pada K500 dibandingkan beton dengan mix design yang sama (K-300 dan K-500). Hal
ini disebabkan karena Fly Ash tidak mampu sebaik semen menggantikan sifat semen yang
berfungsi utama sebagai pengikat material pada beton. Fly Ash sebagai additive mampu
meningkatkan kuat tekan pada beton yang berfungsi sebagai filler atau pengisi. Dimana pori
yang diisi oleh Fly Ash akan menambah kekedapan beton yang akan berbanding lurus dengan
kuat tekan beton (Haf, Februari 2012). Hasil ini berbeda dengan apa yang diteliti sebelumnya
(Andoyo, 2006) Penambahan abu terbang sebesar 10%; 20% dan 30% serta 40%
menghasilkan kuat tekan 100,72 kg/cm 2 ; 93,96 kg/cm2 dan 83,41 kg/cm 2 serta 70,12 kg/cm2
(umur 56 hari) atau 66,69 kg/cm 2 ; 62,16 kg/cm2 dan 55,17 kg/cm 2 serta 46,42 kg/cm 2 (umur
28 hari). Jika tanpa fly ash kuat tekan pada umur 56 hari sebesar 59,89 kg/cm2 dan kuat tekan
karakteristik pada umur 28 hari sebesar 42,34kg/cm 2.

Sifat dan karakteristik beton kekuatan tinggi beton dari hasil uji untuk proporsi campuran
satu meter kubik pasir 814 kg; Agregat maksimum 20 mm sebesar 1080 kg serta penggunaan
semen 470,8 kg dan air 42,2 lietr dengan bahan tambah (Admixture jenis supertilisizer yaitu
Mighty-150) 6,6 liter, menghasilkan kuat tekan 56 MPa, Normal flexural strength untuk beton
dek jembatan box 6.65 MPa serta modulus elastisitasnya 33 GPa dengan angka Poisson’s
ratio 0.26 (Adnan, Suhatril, & Taib, 2010).

5. Beton berdasarkan penulangan

Berdasarkan penulangannya dikelompokan menjadi beton polos atau beton tak


bertulang (plain concrete) dan beton bertulang baik bertulangan polos (plain deformed)
maupun tulangan berulir (deformed).

a) Beton tanpa tulang/beton polos (plain concrete)

Beton polos atau plain concrete adalah beton tanpa menggunakan tulangan. Beton polos
dapat merupakan beton structural maupun non-struktural. Beton polos seringkali merupakan
beton dengan kekuatan tekan rendah dan digunakan untuk pekerjaan massa atau beton
massa.

b) Beton bertulang (reinforced concrete)

Beton biasa sangat lemah dengan gaya tarik, namun sangat kuat dengan gaya tekan,
batang baja dapat dimasukkan pada bagian beton yang tertarik untuk membantu beton. Beton
yang dimasuki batang baja pada bagian tariknya ini disebut beton bertulang (Gambar 4.12).

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 245
Gambar 4.12: Beton Bertulang untuk Plat Lantai (Dewobroto, 2007)

Pengujian bahan untuk beton bertulang pada pekerjaan konstruksi di lapangan


dilakukan oleh Pengawas lapangan dan berhak memerintahkan diadakan pengujian pada
setiap bahan yang digunakan pada pelaksanaan konstruksi beton untuk menentukan apakah
bahan tersebut mempunyai mutu sesuai dengan mutu yang telah ditetapkan. Pengujian bahan
dan pengujian beton harus dibuat sesuai dengan tata cara-tata cara yang ditentukan oleh
standar dalam hal ini SNI. Laporan lengkap pengujian bahan dan pengujian beton harus
tersedia untuk pemeriksaan selama pekerjaan berlangsung dan pada masa 2 tahun setelah
selesainya pembangunan. Pekerjaan beton bertulang (Gambar 4.13) pada pekerjaan
konstruksi dengan menggunakan semen yang sesuai dengan semen yang digunakan pada
perancangan proporsi campuran dan memenuhi salah satu dari ketentuan. SNI 15-2049-1994,
Semen portland ataupun “Spesifikasi semen blended hidrolis” (ASTM C 595), kecuali tipe S
dan SA yang tidak diperuntukkan sebagai unsur pengikat utama struktur beton, serta
"Spesifikasi semen hidrolis ekspansif" (ASTM C 845).

Agregat untuk beton harus memenuhi “Spesifikasi agregat untuk beton” (ASTM C 33)
atau SNI 03-2461-1991, Spesifikasi agregat ringan untuk beton struktur. Ukuran maksimum
nominal agregat kasar harus tidak melebihi:

(1) 1/5 jarak terkecil antara sisi-sisi cetakan, ataupun


(2) 1/3 ketebalan pelat lantai, ataupun
(3) 3/4 jarak bersih minimum antara tulangan-tulangan atau kawat-kawat, bundel
tulangan, atau tendon-tendon prategang atau selongsong-selongsong.

246 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Gambar 4.13: Pekerjaan Beton Bertulang (Rudy, 2012)

Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-bahan
merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan-bahan lainnya
yang merugikan terhadap beton atau tulangan. Air pencampur yang digunakan pada beton
prategang atau pada beton yang di dalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas
yang terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang
membahayakan sebagai berikut (Tabel 4.11):

Tabel 4.11: Kandungan ion klorida maksimum untuk perlindungan baja tulangan terhadap korosi
Ion klorida terlarut (Cl- ) pada
Jenis komponen struktur
beton persen terhadap berat
semen
Beton prategang 0,06
Beton bertulang yang terpapar lingkungan klorida 0,15
selama masa layannya
Beton bertulang yang dalam kondisi kering atau 1,00
terlindung dari air selama masa layannya
Konstruksi beton bertulang lainnya 0,30
Sumber: (SNI 2847:2013, 2013)

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 247
Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali bahwa
pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton yang
menggunakan air dari sumber yang sama, dan hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada
kubus uji mortar yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus
mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang
dibuat dengan air yang dapat diminum. Perbandingan uji kekuatan tersebut harus dilakukan
pada adukan serupa, terkecuali pada air pencampur, yang dibuat dan diuji sesuai dengan
“Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis (Menggunakan spesimen kubus dengan
ukuran sisi 50 mm)” (ASTM C 109 ).
Bahan tambahan yang digunakan pada beton harus mendapat persetujuan terlebih
dahulu dari pengawas lapangan. Untuk keseluruhan pekerjaan, bahan tambahan yang
digunakan harus mampu secara konsisten menghasilkan komposisi dan kinerja yang sama
dengan yang dihasilkan oleh produk yang digunakan dalam menentukan proporsi campuran
beton sesuai dengan persyaratan (1) kelecakan dan konsistensi yang menjadikan beton
mudah dicor ke dalam cetakan dan ke celah di sekeliling tulangan dengan berbagai kondisi
pelaksanaan pengecoran yang harus dilakukan, tanpa terjadinya segregasi atau bleeding
yang berlebih; (2) Ketahanan terhadap pengaruh lingkungan yaitu persyaratan keawetan
tahan terhadap sulfat dan korosi; (3) Sesuai dengan persyaratan uji kekuatan
Kalsium klorida atau bahan tambahan yang mengandung klorida tidak boleh digunakan
pada beton prategang, pada beton dengan aluminium tertanam, atau pada beton yang dicor
dengan menggunakan bekisting baja galvanis. Bahan tambahan pembentuk gelembung udara
harus memenuhi SNI 03-2496-1991, Spesifikasi bahan tambahan pembentuk gelembung
untuk beton. Bahan tambahan pengurang air, penghambat reaksi hidrasi beton, pemercepat
reaksi hidrasi beton, gabungan pengurang air dan penghambat reaksi hidrasi beton dan
gabungan pengurang air dan pemercepat reaksi hidrasi beton harus memenuhi “Spesifikasi
bahan tambahan kimiawi untuk beton” (ASTM C 494) atau “Spesifikasi untuk bahan tambahan
kimiawi untuk menghasilkan beton dengan kelecakan yang tinggi " (ASTM C 1017).
Abu terbang atau bahan pozzolan lainnya yang digunakan sebagai bahan tambahan
harus memenuhi “Spesifikasi untuk abu terbang dan pozzolan alami murni atau terkalsinasi
untuk digunakan sebagai bahan tambahan mineral pada beton semen portland” (ASTM C
618). Kerak tungku pijar yang diperhalus yang digunakan sebagai bahan tambahan harus
memenuhi “Spesifikasi untuk kerak tungku pijar yang diperhalus untuk digunakan pada beton
dan mortar”(ASTM C 989).
Bahan tambahan yang digunakan pada beton yang mengandung semen ekpansif
(ASTM C 845) harus cocok dengan semen yang digunakan tersebut dan menghasilkan
pengaruh yang tidak merugikan. Silica fume yang digunakan sebagai bahan tambahan harus

248 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


sesuai dengan “Spesifikasi untuk silica fume untuk digunakan pada beton dan mortar semen-
hidrolis” (ASTM C 1240).
Baja tulangan yang digunakan dalam beton bertulang harus sesuai dengan ketentuan
yang disyaratkan dalam pelaksanaan dan kode standar untuk pekerjaan tersebut, utamanya
harus sesuai dengan rancangan desain konstruksi, baik itu mencakup spesifikasi dan
persyaratan lainnya.

6. Berdasarkan (Paparan) Kondisi Lingkungan

Insinyur profesional bersertifikat (licensed design professional) harus menentukan kelas


paparan (SNI 2847:2013, 2013) berdasarkan pada parahnya paparan komponen struktur
beton yang diantisipasi untuk setiap kategori paparan menurut Tabel 4.2.1 SNI 2847:2013.
Katagori beton berdasarkan paparan dalam struktur beton terbagi menjadi S (beton yang
berhubungan dengan sulfat), P (beton yang mensyaratkan permeabilitas) dan C (proteksi
korosi tulangan). kategori beku dan cair (freezing and thawing) tidak relevan dan dihapus
dalam SNI 2847:2013, katagori ini tercantum dalam Katagori beton berdasarkan klasifikasi
struktur yang terexpose menurut ACI 318-14 and commentary dalam Tabel 19.2.2.1 (ACI
Committee 318, September 2014).

Beton di lingkungan khusus pada umumnya dikelompokkan berdasarkan kondisi yang


mengancam ketahanan konstruksi beton. Kondisi lingkungan dan persyaratan minimum kuat
tekan beton serta factor air semen maksimum berdasarkan klasifikasi struktur yang terexpose
(paparan) menurut ACI 318-14 and commentary dalam Tabel 19.3.1.1 dan Tabel 19.2.2.1 (ACI
Committee 318, September 2014), sedangkan menurut SNI 2847:2013 tabel 4.2.1 dan Tabel
4.3.1, adalah sebagai berikut seperti (Tabel 4.12):

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 249
Tabel 4.12: Klasisifikasi berdasarkan paparan, FAS maksimum, Kuat Tekan Minimum
Katagori Kela Tingkat FAS Kuat Kondisi
s Paparan Maks tekan (f’c)
(w/cm Min
maks.) (1)
Beton dengan siklus pembekuan dan pencairan (freezing and thawing)(1)
F F0 Tidak ada N/A 2500 Psi Beton yang tidak ada siklus pembekuan
pembekua (17 MPa) dan pencairan (freezing and thawing
n dan cycles)
pencairan
(freezing F1 Sedang 0.55 3500 psi Beton dengan tingkat paparan sedang
and (24 MPa) terhadap siklus pembekuan dan
thawing) pencairan (freezing and thawing cycles)
dengan paparan air terbatas (limited
exposure to water)

F2 Parah 0.45 4500 Psi Beton dengan tingkat paparan parah


(31 MPa terhadap siklus pembekuan dan
pencairan (freezing and thawing cycles)
dengan paparan air sering (frequent
exposure to water)

F3 Sangat 0.40(2) 5000 Psi Beton dengan tingkat paparan sangat


Parah (35 parah terhadap siklus pembekuan dan
MPa)(2) pencairan (freezing and thawing cycles)
dengan paparan air sering serta
serangan kimua (frequent exposure to
water exposure to deicing chemicals)

Beton yang berhubungan dengan Sulfat


Katagori Kelas Tingkat FAS Kuat Kondisi
Paparan Maks tekan (f’c) Sulfat (SO4) larut air Sulfat (SO4)
(w/cm Min dalam tanah, larut dalam
maks.) (1) dalam persen masa(3) air, dalam
ppm(4)
S S0 Tidak ada N/A 2500 Psi SO4 < 0,10 SO4 < 150
Sulfat (17 MPa)

S1 Sedang 0.50 4000 Psi 0,10 < SO4 < 0,20 150 < SO4 <
(28 Mpa) 1500
Air laut

S2 Parah 0.45 4500 Psi 0,20 < SO4 < 2,00 1500 < SO4
(31 Mpa) < 10.000

S3 Sangat 0.45 4500 Psi SO4 > 2,00 SO4 >


Parah (31 Mpa) 10.000

Katagori Kelas Persyarat FAS Kuat Kondisi


an Maks tekan (f’c)
(w/cm Min
maks.)(1)

Beton yang W0 Tidak ada N/A 2500 Psi Kontak dengan air dimana permeabilitas
berhubung atau (17 MPa) rendah tidak disyaratkan
an dengan P0
Air W1 Disyaratk 0.50 4000 Psi Kontak dengan air dimana permeabilitas
(W atau P) atau an (28 Mpa) rendah disyaratkan
P1
Buku Ajar Berbasis Kurikulum KKNI | 250
Tabel 4.12: Klasisifikasi berdasarkan paparan, FAS maksimum, Kuat Tekan Minimum

Katagori Kelas Tingkat FAS Kuat Kondisi


Keparaha Maks tekan (f’c)
n (w/cm Min
maks.) (1)
C C0 Tidak ada N/A 2500 Psi Beton kering atau terlindung dari
Proteksi (17 MPa) kelembaban
korosi
tulangan
C1 Sedang N/A 2500 Psi Beton terpapar terhadap kelembaban
(17 MPa) tetapi tidak terhadap sumber klorida luar
C2 Parah 0.4 5000 Psi Beton terpapar terhadap kelembaban
(35 MPa) dan sumber klorida eksternal dari bahan
kimia, garam, air asin, air payau, atau
percikan dari sumber-sumber ini
(1)
SNI 2847:2013 tidak memasukan karena kelas paparan F tidak relevan
(2)
tidak berlaku untuk beton ringan
(3)
Persen sulfat dalam masa dalam tanah harus ditentukan dengan ASTM C1580.
(4)
Konsentrasi sulfat larut dalam air dalam ppm harus ditentukan dengan ASTM D516 atau ASTM
D4130.

Kerusakan beton akibat pembekuan dan pencairan (freezing and thawing) tidak
dimasukan dalam SNI ( (SNI 2847:2013, 2013) karena dianggap tidak relevan dengan kondisi
di Indonesia. Hal ini tercantum di ACI ( (ACI Committee 318, September 2014), yang
diklasifikasikan menjadi 4 yaitu: (a) Tingkat Paparan F0 (tidak ada)- beton yang tidak akan dan
terkena siklus pembekuan dan pencairan. (b) Tingkat Paparan F1 (sedang) - beton yang akan
terkena siklus pembekuan dan pencairan sedang, minimal kandungan udara sekitar 3,5-6
persen diperlukan untuk mengurangi potensi kerusakan untuk beton menjadi jenuh. (c) Tingkat
Paparan F2 (parah) - beton yang akan terkena siklus pembekuan dan pencairan dengan
tingkat cukup parah dan yang sering terkena air.

Tingkat paparan parah menunjukkan bahwa beberapa bagian dari beton akan menyerap
air yang cukup dari waktu ke waktu sampai beton memiliki potensi untuk jenuh sebelum
membeku. (d) Tingkat Paparan F3 (sangat parah) - beton yang akan terkena siklus
pembekuan dan pencairan dengan derajat yang sama terkena air sebagai Kelas Exposure F2.
Selain itu, beton Paparan Kelas F3 diperkirakan akan terkena deicing kimia. Deicing kimia
dapat meningkatkan penyerapan air dan retensi, yang akan memungkinkan beton menjadi
lebih mudah jenuh. Contoh aplikasi paparan dalam kondisi lingkungan yang mengalami
pembekuan dan pencairan (freezing and thawing) seperti tabel (Tabel 4.13):

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 251
Tabel 4.13: Aplikasi paparan pada konstruksi beton
Kelas Deskripsi Aplikasi
Paparan
F0 • Beton dengan struktur pada iklim di mana suhu beku tidak akan ditemui
(Tidak ada • Beton yang berada di dalam struktur dan tidak akan terkena pembekuan
paparan) • Fondasi beton yang tidak terpapar pembekuan
• Beton yang terkubur di dalam tanah di bawah garis beku
F1 (sedang) • Beton yang tidak akan terkena akumulasi salju dan es, seperti dinding eksterior,
balok, balok penopang, dan lembaran yang tidak bersentuhan langsung dengan
tanah.
• Dinding pondasi mungkin dalam kelas ini tergantung pada kemungkinan beton
dengan kejenuhan sedang.
F2 (parah) • Beton yang akan terkena akumulasi salju dan es, seperti balok eksterior yang
berada di atas (exterior elevated slabs)
• Dinding pondasi atau basement yang terkena akumulasi salju dan es
• Beton struktur yang horizontal dan vertikal yang berhubungan langsung dengan
tanah
F3 (sangat • Beton yang terkena bahan kimia deicing, seperti struktur horisontal dalam struktur
parah) gedung parker
• Dinding pondasi/basement yang terkena akumulasi salju dan es dengan bahan
kimia deicing
Sumber: (ACI Committee 318, September 2014)

7. Beton Jenis Lainnya

Selain yang telah diuraikan sebelumnya, jenis beton lainnya adalah beton siklop, self-
consolidating concretes, beton tembus (pervious concrete), beton tanpa pasir (no-fines
concrete), beton hampa udara (vacuum concrete), shortcrete, beton massa, beton roller-padat,
atau rcc dan beton serat yang diuraikan sebagai berikut:

a) Beton siklop

Beton siklop adalah beton yang terdiri dari campuran mutu beton fc’=15 Mpa dengan
batu-batu pecah ukuran maksimum 25 cm. Beton jenis ini sama dengan beton normal biasa ,
perbedaannya ialah pada beton ini digunakan ukuran agregat yang relative besar-besar. Beton
ini digunakan pada pembuatan bendungan, pangkal jembatan,dan sebagainnya. Ukuran
agregat kasar maksimum 25 cm dengan proporsi agregat yang lebih besar dari biasanya ini
sebaiknya tidak lebih dari 20 persen dari agregat seluruhnya.

Batu untuk beton siklop harus keras, awet, bebas dari retak, rongga dan tidak rusak oleh
pengaruh cuaca. Batu harus bersudut runcing, bebas dari kotoran, minyak dan bahan-bahan
lain yang mempengaruhi ikatan dengan beton. Di Gambar 4.14 , merupakan salah satu
bendungan yang direncanakan tertinggi di dunia. Dam itu akan dibangun setinggi 315 meter
dan akan menjadi penampung air terbesar Iran sekitar 4,8 miliar meterkubik. Konstuksi akan
mulai dibangun 21 Maret tahun 2012. Proyek akan dipakai untuk mendukung pusat listrik
252 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton
tenaga air 1,500 megawatt. Bangunan ini akan mengalahkan Bendungan Nurek di Tajikistan
yang membendung Sungai Vakhsh. Bendungan Nurek tertinggi dunia saat ini dengan 314
meter. Tertinggi kedua adalah Bendungan Grande Dixence di Swiss dengan ketinggian 284
meter (Tempo.co, 2011).

Gambar 4.14: Beton Siklop pada pelaksanaan bendungan


(http://www.solopos.com/2012/11/20/pembangunan-dam-kali-apu-349141)

b) Self-consolidating concretes (SCC)

Self-consolidating concretes di mulai di Jepang yang ditemukan terutama karena alasan


a) rasio semen air yang tinggi untuk meningkatkan kemampuan kerja, b) kebanyakan
pemadatan yang terjadi sulit karena kebutuhan pembangunan yang lebih cepat di tahun 1960-
70an, Profesor Hajime Okamura membayangkan kebutuhan dari beton yang sangat bisa
diterapkan dan tidak bergantung pada kekuatan mekanis untuk pemadatannya. Selama tahun
1980, Profesor Okamura dan mahasiswa PhD-nya Kazamasa Ozawa (saat ini profesor) di
Universitas Tokyo, Jepang mengembangkan beton disebut Self-consolidating concretes
(SCC) yang kohesif tetapi dapat mengalir dan membentuk dalam bekisting tanpa penggunaan
alat pemadatan mekanis. SCC dikenal sebagai Self-consolidating concretes di Amerika
Serikat. SCC ditandai dengan:
Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 253
1. fluiditas ekstrim yang diukur dengan arus, biasanya antara 650-750 mm di atas meja
alir (Tabel flow), dengan slum tinggi
2. tidak perlu menggunakan vibrator untuk pemadatan beton
3. pengecoran yang lebih mudah.
4. Tidak ada bleeding atau segregasi agregat
5. Peningkatan Liquid Head Pressure, dapat merugikan Keselamatan dan pengerjaan

Gambar 4.15: Pengujian Slum untuk beton SCC (IRMCA, 2014)

SCC dapat menghemat hingga 50% dalam biaya tenaga kerja karena 80% lebih cepat
mengalir dan mengurangi keausan pada bekisting artinya memiliki nilai slum yang tinggi
(Gambar 4.15). Pada tahun 2005, Self-consolidating concretes menempati 10-15% dari
penjualan beton di beberapa negara Eropa. Dalam industri beton pracetak AS, SCC mewakili
lebih dari 75% produksi beton. 38 departemen transportasi di AS menerima penggunaan SCC
untuk proyek jalan dan jembatan. Ini teknologi baru yang dimungkinkan oleh penggunaan
polikarboksilat plasticizer bukan polimer tua berbasis naftalena, dan pengubah viskositas
untuk mengatasi segregasi agregat.

c) Beton Tembus (Pervious Concrete)

Beton jenis ini dibuat tanpa pasir, jadi hanya air, semen, dan kerikil/batu pecah
saja.karena tanpa pasir maka rongga rongga kerikil tidak terisi. Sehingga beton berongga dan
berat jenisnya lebih rendah daripada beton biasa. Selain itu Karena tanpa pasir maka tidak
dibutuhkan pasta semen untuk menyelimuti butir butir pasir sehingga kebutuhan semen
relative lebih sedikit (Gambar 4.16).

254 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Beton tembus atau Pervious Concrete, umumnya yang digunakan dalam lapisan paving
permeabel, berisi jaringan lubang atau void, untuk memungkinkan udara atau air bergerak
melalui beton. Hal ini memungkinkan air mengalir secara alami melalui void sehingga
memberikan infrastruktur drainase permukaan air yang normal, dan memungkinkan pengisian
air tanah ketika beton konvensional tidak dapat melakukannya.

Gambar 4.16: Beton Tembus (Hansen S. , 2014)


Pervious Concrete dibentuk tanpa menggunakan agregat halus atau agregat halus
sedikit. Agregat besar yang tersisa kemudian terikat oleh jumlah yang relatif kecil dari semen
Portland. Biasanya antara 15% dan 25% dari volume beton adalah void, yang memungkinkan
air mengalir di sekitar 5 gal/ft²/min (70 L/m² / menit) melalui beton.

Gambar 4.17: Pervious Concrete (IRMCA, 2014; Pavement Interactive, 2010; TecEco
Pty.Ltd, 2014)

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 255
Beton tembus (Pervious Concrete) dapat secara signifikan mengurangi kebisingan,
dengan memungkinkan udara untuk terebak di antara ban kendaraan dan jalan. Produk ini
tidak dapat digunakan pada jalan raya utama yang membutuhkan beban yang lebih besar
sejauh ini diuji baru mencapai 4500 psi. Merujuk standar ASTM C94/C94M dan ACI 522.1-
08, persyaratan material untuk beton tembus (Pervious Concrete) adalah: Aggregates—
ukuran maksimum nominal agregat tidak boleh lebih dari 1/3 ketebalan perkerasan dan
Admixtures, Fibers, Pigments —Bahan tambah kimia yang digunakan harus sesuai dengan
ketentuan untuk beton beton tembus (Gambar 4.17).

d) Beton Tanpa Pasir (no-fines concrete)

Beton jenis ini hampir sama dengan pervious concrete, dibuat tanpa pasir, jadi hanya
air, semen, dan kerikil/batu pecah saja karena tanpa pasir maka rongga rongga kerikil tidak
terisi. Seringkali dinamakan porous concrete atau open-textured concrete atau nama llainnya
permeconcrete atau pervious concrete.
Beberapa keuntungan yang mengesankan, salah satunya tidak ada tekanan hidrostatik
atau relatif rendah saat basah. Tekanan hidrostatik pada beton rata-rata hanya sekitar
sepertiga dari beton padat. Kondisi ini, ditambah dengan gradasi yang baik, akan
menghilangkan segregasi ketika dituangkan pada ketinggian yang cukup tinggi, dan
memungkinkan unit bekisting yang sangat besar digunakan. Beberapa pekerjaan bahkan
sampai panjang 60 kaki dengan ketinggian hingga 25 meter. Proporsi yang relatif tinggi akan
void yang saling berhubungan, praktis tidak ada pori-pori halus kapiler. Ini berarti bahwa
transfer kelembaban dengan daya tarik kapiler tidak terjadi dan dengan render eksternal
mencegah tekanan angin melalui dinding, untuk konstruksi tahan air. Karena tekanan
hidrostatik rendah, penggunaan yang sangat besar untuk beton ringan dapat digunakan.
Sering, karena tidak adanya pasta semen-pasir, bentuknya hanya terdiri dari jaringan terbuka
baja atau logam yang diperluas pada framing kayu ringan. Kekuatan bentuk dan bracing yang
diterapkan harus cukup untuk menahan tekanan dari beton tanpa deformasi. Bagaimanapun,
ditemukan bahwa faktor desain utama adalah kebutuhan untuk membuat bentuk-bentuk yang
cukup kuat untuk menahan penggunaan berulang, transportasi, dan penanganan.
Pengalaman menunjukkan bahwa expanded metal biasanya akan menahan setidaknya 25
placings dan bingkai kayu sekitar 100 placings. Untuk pertimbangan ekonomi dan kekuatan
bekisting harus mampu menahan pengecoran dari ketinggian, sehingga pekerjaan dapat
dilaksanakan dengan baik (The Aberdeen Group, 1961).
Beton non pasir merupakan bentuk sederhana dari jenis beton ringan, yang dalam
pembuatannya tidak menggunakan aggregat halus (pasir). Tidak adanya agregat halus dalam
campuran menghasilkan beton yang berpori sehingga beratnya berkurang (Tjokrodimulyo,

256 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


2009). Beton non pasir juga dapat disebut permeconcrete atau pervious concrete yaitu beton
yang dibentuk dari campuran semen, aggregate kasar, air dengan bahan tambah atau
admixture. Pervious concrete dibuat dengan menggunakan sedikit anggregat halus atau
bahkan menghilangkan penggunaan aggregat (Van Midde & Son Concrete, 2009).
Pada umumnya beton non pasir memiliki berat jenis yang rendah jika ibandingkan
dengan beton normal. Berat jenis beton non pasir dipengaruhi oleh berat jenis dan gradasi
aggregat penyusunnya. Berat jenis beton non pasir dengan aggregat lempung bekah
(pembakaran shale) berkisar 1,20 (Sumartono, 1993) . Berat jenis beton non pasir dengan
menggunakan aggregat batu apung berkisar 1,60 (Sulistyowati, 2000). Sedangkan kuat tekan
beton non pasir dipengaruhi oleh: Faktor air semen, Rasio volume aggregat dengan semen,
dan jenis aggregatnya.
Faktor air semen pada beton non pasir berkisar 0,36 dan 0,46 sedangkan nilai faktor
air semen optimum sekitar 0,40. Perkiraan faktor air semen tidak dapat terlalu besar karena
jika faktor air semen terlalu besar maka pasta semen akan terlalu encer sehingga pada waktu
pemadatan pasta semen akan mengalir ke bawah dan tidak menyelimuti permukaan aggregat.
Sedangkan jika faktor air semen terlalu rendah maka pasta semennya tidak cukup menyelimuti
butir butir aggregat kasar penyusun beton. Maka pada beton non pasir perlu ditambahkan
admixture untuk menambah workability. Nilai Slump umumnya sangat kecil bahkan mencapai
0, sehingga untuk pada pelaksanaan dalam jumlah besar beton non pasir menggunakan
conveyor dan tidak disarankan menggunakan concrete pump. Dengan nilai faktor air semen
optimum akan dihasilkan pula kuat tekan maksimum suatu beton non pasir (Tjokrodimulyo,
1992)
Rasio volume aggregat dengan semen merupakan proporsi penggunaan aggregat
berbanding semen. Jika nilai rasio aggregat –semen 10 artinya perbandingan aggregat
berbanding dengan semen adalah 10. Pada nilai faktor air semen yang tetap, pengaruh besar
rasio aggregat dengan semen akan berakibat terhadap pasta yang terbentuk, jika semakin
besar rasio aggregat –semen maka semakin sedikit pasta semennya sehingga bahan pengikat
antar aggregat akan sedikit pula sehingga kuat tekan beton non pasir yang terbentuk akan
semakin rendah. Menurut ACI 522R- 06 Persentase rongga adalah 15% s/d 25%.
Menurut Tjokrodimulyo, 2009 Persentase rongga 20 % s/d 25 %. Variasi rasio volume
agregat berbanding semen yang sering digunakan beton non pasir :
• 1 Ak : 2 PC Beton non pasir yang dihasilkan sedikit berongga
• 1 Ak : 4 PC Beton non pasir yang dihasilkan sedikit berongga
• 1 Ak : 6 PC Beton non pasir yang dihasilkan berongga
• 1 Ak : 8 PC Beton non pasir yang dihasilkan berongga
• 1 Ak : 10 PC Beton non pasir yang dihasilkan sangat berongga
• 1 Ak : 12 PC Beton non pasir yang dihasilkan sangat berongga
Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 257
Jenis aggregat yang digunakan mempengaruhi berat jenis dari beton non pasir yang
dibentuk. Berat beton non pasir umumnya berkisar 60% s/d 75% dari beton biasa
(Tjokrodimulyo, 2009). Berat beton non pasir berkisar 2/3 dari beton biasa dengan agregat
yang sama (The Aberdeen Group pada publikasi, 1961), yang membuat bangunan dengan
beton tanpa pasir (Gambar 4.18). Ukuran aggregat maksimum yang lazim dipakai pada beton
non pasir adalah 10 mm samapi 20 mm. Pemakaian aggregat dengan gradasi rapat dan
bersudut tajam (batu pecah) akan menghasilkan beton non pasir yang kuat tekan dan berat
jenisnya sedikit lebih tinggi daripada penggunaan aggregat dengan ukuran seragam dan bulat.
Penggunaaan beton non pasir di dunia internasional sudah cukup lama dikenal. Salah
satunya adalah gedung apartement 4 (empat) lantai yang didirikan di London, Inggris pada
tahun 1961 (Gambar 4.19). Kontraktor lokal asal inggris mengerjakan proyek tersebut dengan
menggunakan imajinatif tekstur yang berbeda, rendering atau menghaluskan semua cor
menggunakan agregat kasar berwarna lokal ada juga beberapa diimpor dalam bentuk keping
batu alam, apabila hujan panel akan bersih dengan bantuan percikan air hujan.

Gambar 4.18: Aplikasi Beton Nir-Pasir Pada Bangunan (The Aberdeen Group, 1961)

258 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Gambar 4.19: Aplikasi Beton Non Pasir pada Bangunan Apartemen (The Aberdeen Group,
1961)

Penggunaan beton non pasir di Indonesia belum populer, tetapi pada perkembangannya
sudah pernah diaplikasikan untuk struktur ringan yaitu kolom dan dinding bangunan
sederhana, bata beton dari beton non pasir, dan buis beton dari beton non pasir.
Aplikasi beton non pasir sebagai perkerasan jalan raya dikenal istilah permeconcrete
atau pervious concrete dengan pertimbangan ramah lingkungan maka perkerasan jalan
menggunakan beton non pasir supaya air hujan dapat meresap ke dalam tanah. Dibawah ini
adalah skema potongan melintang aplikasi beton non pasir pada konstruksi perkerasan jalan
raya. Design perkerasan jalan raya menyediakan jaringan untuk pengangkutan sumber daya
dan limbah, drainase, rute untuk semua layanan, air, saluran air, listrik, gas dan telepon
dibawah perkerasan jalan. Sangat rumit sehingga dibutuhkan koordinasi dengan para ahli
terkait. Perkerasan permeable adalah permukaan perkerasan jalan raya permeabel atau dapat
ditembus air dengan reservoir bawah batu. Reservoir sementara menyimpan limpasan
permukaan sebelum menyusup ke dalam drainase bawah tanah atau sub-permukaan dan
diharapkan dapat berproses meningkatkan kualitas air tanah. Bahan berpori yang digunakan
adalah beton nonpasir.
Aplikasi beton non pasir pada dinding penahan tanah (retaining wall). Selain
pertimbangan ramah yang digunakan, pada konstruksi dinding penahan tanah, pemilihan jenis
beton non pasir untuk alasan stabilisasi tanah dibelakang struktur dinding penahan tanah.
Teksturnya yang berpori meloloskan air membuat dinding penahan tanah sehingga takanan
air dibelakang dinding penahan tanah dapat diminimalisir sehingga konstruksi dinding
penahan tanah lebih tabil terhadap gaya geser maupun gaya guling yang dipengaruhi oleh
tekanan air tanah.
Beton Non Pasir mempunyai kelebihan beberapa diantaranya adalah : (1) Low
Shrinkage , Penyusutan total beton non pasir saat mengeras/kering adalah sekitar setengah

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 259
dari beton padat yang dibuat dengan agregat yang sama. Tingkat penyusutan juga jauh lebih
cepat. Gerakan penyusutan total, telah ditemukan bahwa 50% sampai 80% terjadi dalam 10
hari pertama, dimana untuk beton padat hanya 20 sampai 30 persen akan terjadi pada periode
yang sama. Ini berarti bahwa bahaya retak jauh lebih kecil terjadi jika debandingkan dengan
beton normal. (2) Light Weight, karena penggunaan aggregate ringan maka dihasilkan beton
dengan bobot yang ringan, (3) Thermal insulation, Eliminated segregation, Reduce cement
demand, kebutuhan semen sedikit karena tidak menggunakan pasir, maka luas permukaan
aggregat berkurang, (4) Simple yaitu berarti cara pembuatannya sederhana dan lebih cepat,
(5) Sound insulation, (6) Environment Friendly, mudah meloloskan air dapat digunakan
sebagai bahan pembuat sumur resapan sehingga meningkatkan resapan ke dalam tanah.
Kelemahaanyya (1) Porous, Beton non pasir tidak direkomendasikan dengan baja
tulangan apalagi jika berada pada lingkungan yang agresif, sifatnya yang porous dapat
mempercepat laju korosi pada struktur, dan (2) Kuat tekan rendah, karena bobot ringan maka
kuat tekan beton non pasir sangat rendah sehingga aplikasi sangat terbatas.

e) Beton Hampa Udara (Vacuum Concrete)

Seperti yang telah diketahui bahwa kira-kira separuh air yag dicampurkan saja yang
bereaksi dengan semen, adapun separuh sisanya digunakan untuk mengencerkan adukan.
Beton jenis ini diaduk dan dituang serta dipadatkan sebagaimana beton biasa,n amun setelah
beton tercetak padat kemudian air sisa reaksi disedot dengan cara khusus. Seperti cara
vakum. Dengan demikian air yang tertinggal hanya air yang digunakan untuk reaksi dengan
semen, sehingga beton yang diperoleh sangat kuat (Mishra, Gopal, 2014).
Vacuum beton adalah teknik yang efektif digunakan untuk mengatasi kesulitan
pengerjaan karena persyaratan factor air semen. Dengan teknik ini, beton dapat dibuat dengan
menggunakan air yang lebih banyak sehingga mudah dikerjakan. Kelebihan air setelah
penempatan dan pemadatan beton akan tersedot keluar dengan bantuan pompa vakum.
Teknik ini efektif digunakan dalam industri lantai, tempat parkir dan slab atau lantai jembatan.
Besarnya vakum yang diterapkan biasanya sekitar 0,08 MPa dan kadar air berkurang sampai
20-25%. Pengurangan ini untuk ketebalan beton sekitar 100 - 150 mm.
Salah satu teknik beton vakum adalah dewatering. Tujuan utama dari teknik ini adalah
untuk mengambil air berlebih dari permukaan beton dengan menggunakan dewatering vakum.
Hasilnya pengurangan air yang ditandai rasio air-semen yang efektif dan kinerja beton
meningkatkan secara drastis. Peningkatan ini paling diperlukan lebih pada permukaan.
Empat komponen utama yang diperlukan dalam dewatering vakum beton, adalah (1)
pompa vakum yaitu vakum pompa pompa kecil tapi kuat dengan 5 sampai 10 HP, (2) Pemisah
air, (3) Landasan filter (filtering pad), dan (4) Screed board vibrator.

260 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Dengan menggunakan pompa 5-10 HP, air diekstraksi dengan vakum dan disimpan
dalam pemisah air. Lembaran penampung air ditempatkan di atas bantalan saringan halus,
yang mencegah penghilangan air-semen. Kontrol yang tepat pada volume air yang
dikeluarkan sama dengan kontraksi total volume beton. Pengurangan sekitar 3% pada lapisan
tebal beton terjadi. Filtering pad terdiri dari lembaran kaku, logam atau baja, kawat anyam atau
lembar kain. Sebuah seal karet juga dipasang di sekitar filtering pad seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 4.20. Filtering pad harus memiliki dimensi minimal 90cm x 60cm.

Gambar 4.20: Beton Vakum dengan Dewatering (Mishra, Gopal, 2014)

Beberapa keuntungan dari beton hampa udara adalah


• Karena dewatering melalui vakum, baik pengerjaan dan kekuatan yang dicapai
tinggi secara bersamaan.
• Pengurangan rasio air-semen dapat meningkatkan kuat tekan dengan 10
sampai 50% dan menurunkan permeabilitas .
• meningkatkan ketahanan aus dari permukaan beton.
• Permukaan beton polos dan halus yang dihasilkan setelah dewatering vakum
karena mengurangi penyusutan.
• bekisting dapat tidak digunakan di awal dan permukaan dapat dimanfaatkan
lebih awal.
Keuntungan dari beton vakum dengan dewatering yaitu lebih terlihat pada lapisan atas
dibandingkan dengan lapisan bawah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.21. di atas. Efek
luar kedalaman 150mm diabaikan.

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 261
Gambar 4.21: Beton Vakum dengan Dewatering (Mishra, Gopal, 2014)

f) Shotcrete

Shotcrete beton (atau kadang-kadang mortar) adalah beton yang dikerjakan dengan
teknik konstruksi melalui selang dan pneumatik disemprotkan dengan kecepatan tinggi ke
permukaan,. Shotcrete adalah istilah beton semprot baik untuk campuran basah dan kering.
Dalam industri konstruksi, istilah "shotcrete" mengacu pada campuran basah dan "gunite"
mengacu pada campuran kering. Shotcrete dilakukan pengecoran dan pemadatan pada saat
yang sama karena kekuatan yang diproyeksikan dari nozzle penyemprotan (Gambar 4.22),
dengan menggunakan mesin penyemprot yang berkekuatan tekan tinggi (Gambar 4.23), hal
ini dapat dilakukan untuk semua jenis atau bentuk permukaan, termasuk daerah vertikal
(Gambar 4.24), atau overhead (Gambar 4.25).

Gambar 4.22: nozzle penyemprotan (REED, 2014)

262 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Gambar 4.23: Peralatan Shotcrete (Blastcrete Machinery Co., Ltd, 2014)

Gambar 4.24: Shotcrete pada daerah Gambar 4.25: Shotcrete pada overhead (FCC,
vertikal (Magnum Pumps, 2014)
2014)

g) Beton massa

Beton yang dituang dalam volume besar yaitu perbandingan antara volume dan
permukaannya besar. Bila dimensinya lebih besar dari 60 meter persegi. Pondasi besar, pilar,
bendungan. Harus diperhatikan perbedaan temperature. Untuk tujuan menghasilkan panas
yang rendah, "low heat" semen Portland akan selalu lebih disukai untuk struktur besar seperti
bendungan. Hal ini karena, sisi ekonomi dan naik suhu yang rendah akan dicapai dengan
membatasi kadar semen beton massa ke level nilai tertentu. Gradasi agregat memiliki

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 263
pengaruh yang besar terhadap kemampuan kerja beton. Agregat halus didefinisikan sebagai
yang lewat agregat No 4 (4,76 mm) saringan. Ini mungkin terdiri dari batuan alami, ataupun
yang diproduksi dengan menghancurkan partikel batu dengan ukuran yang lebih besar, atau
campuran keduanya.
Agregat halus harus terdiri dari keras, padat, tahan lama, dan dilapisi un-fragmen
batuan, dan harus tidak mengandung bahan berbahaya dari tanah liat, lumpur, debu, mika,
bahan organik atau kotoran lainnya sedemikian rupa yang akan mempengaruhi sifat-sifat yang
tidak diinginkan dari beton . Agregat kasar didefinisikan sebagai kerikil, kerikil hancur, atau
batu hancur, atau campuran ini, biasanya berkisar dari 4.76 mm sampai 150 mm. Agregat
kasar juga harus terdiri dari keras, padat, tahan lama, dan tidak dilapisi fragmen batuan yang
merusak. Batu yang sangat rapuh atau yang cenderung menurunkan kekuatan selama
pengolahan, pengangkutan, atau dalam penyimpanan harus dihindari. Selanjutnya, batu yang
memiliki penyerapan lebih besar dari 3 persen atau berat jenis kurang dari 2,5 dianggap tidak
cocok untuk beton massa.
Bentuk partikel agregat akan mempengaruhi workability dan kebutuhan air. Partikel bulat
memberikan workability terbaik. Lebih dari 25 persen dari (rasio lebar-tebal lebih besar dari 3)
batuan pipi dan memanjang (panjang-lebar rasio lebih besar dari 3) partikel tidak diijinkan
dalam setiap ukuran agregat. Air yang digunakan untuk mempersiapkan campuran beton
massa harus signifikan tidak mempengaruhi reaksi hidrasi semen Portland atau mengganggu
fenomena yang dimaksudkan untuk terjadi selama pencampuran, menempatkan, dan
perawatan (curing) beton. Air yang cocok untuk konsumsi manusia atau dapat diminum dapat
digunakan dalam beton massal.
Pozzolans digunakan untuk meningkatkan kemampuan kerja dan kualitas beton, untuk
meningkatkan nilai ekonomi, dan melindungi terhadap ekspansi yang mengganggu karena
disebabkan oleh reaksi antara konstituen yang berbeda dari beton massa. Pozzolan
didefinisikan sebagai bahan mengandung silika atau silika dan alumina didalamnya, memiliki
sedikit atau tidak ada nilai semen dalam bentuk halus yang terpisah dan memiliki kelembaban,
bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida pada suhu biasa untuk membentuk senyawa
yang memiliki sifat penyemenan. Bahan pozzolan alam dalam bentuk obsidian, pumicite, abu
vulkanik, tufa, lempung, serpih, dan tanah diatom. Sebagian besar pozzolans ini memerlukan
penghalusan (grinding). Fly ash (debu bahan bakar dari sisa pembangkit listrik pembakaran
batu bara) juga salah satu pozzolan yang sangat baik karena memiliki kandungan karbon yang
rendah, kehalusan hampir sama dengan semen Portland, dan berbentuk bola kaca yang
sangat halus.
Admixtures umumnya digunakan untuk mengubah sifat beton (seperti peningkatan
kinerja beton atau mengurangi kadar air, pengaturan percepatan atau retardasi waktu

264 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


pengikatan, percepatan kekuatan, dan peningkatan daya tahan terhadap cuaca dan serangan
kimia lainnya) lebih cocok untuk tujuan tertentu daapat digunakan. Misalnya, kalsium klorida
dapat digunakan untuk mempercepat pengembangan kekuatan dalam beton massal selama
musim dingin. Air-entraining admixtures (sabun murah, deterjen, dll) untuk meningkatkan
kinerja pengerjaan beton dan dengan demikian memungkinkan penggunaan beeton yang lebih
keras dan menghindari bentuk-bentuk yang merusak yang tidak diinginkan.
Masalah utama yang terkait dengan beton massa adalah probabilitas tegangan tarik
tinggi karena timbulnya panas oleh hidrasi semen berikutnya pendinginan diferensial pada
beton. Penurunan suhu beton menyebabkan perubahan volumetrik mengakibatkan
pengembangan tegangan tarik dan konsekuennya retak pada massa beton. Retak seperti di
bendungan beton tidak diinginkan karena merugikan dan mempengaruhi daya tekan air,
tekanan internal, daya tahan, dan permukaan beton. Penurunan suhu, dikendalikan dengan
mengendalikan melalui pembatasan potensi kenaikan suhu beton, mengendalikan ketebalan
penuangan dan penjadwalan, dapat dieleminisasi melalui penanaman kumparan pendingin.
Keseragaman dicapai bila penggunaan menggunakan bahan tertentu untuk pra-pendinginan
beton massa (Gambar 4.26).

Gambar 4.26: Beton Massa (Mass Concrete)


(http://www.aboutcivil.org/mass-concrete-dams.html)

h) Roller-Compacted Concrete (RCC)

Beton Roller-padat, atau RCC, mengambil nama dari metode konstruksi yang digunakan
untuk membangunnya. Hal ini ditempatkan dengan peralatan paving aspal konvensional atau
high-density, kemudian dipadatkan dengan roller. RCC memiliki bahan dasar yang sama
seperti beton konvensional: semen, air, dan agregat, seperti batu kerikil atau dihancurkan.
Tapi tidak seperti beton konvensional, RCC cukup kering untuk dipadatkan dengan vibratory.
Biasanya, RCC dibangun tanpa sendi/joint. Perlu tidaknya finishing juga tidak memerlukan
Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 265
dowels atau baja tulangan. Karakteristik ini membuat RCC sederhana, cepat, dan ekonomis
(PCA, 2013).

Kualitas ini telah beton RCC dapat langsung diaplikasikan khusus untuk perkerasan
(Gambar 4.27) alasannya sederhana, RCC memiliki kekuatan dan kinerja beton konvensional
dengan nilai ekonomi dan sederhana dibandingkan dengan aspal, ditambah dengan waktu
layanan yang panjang dan perawatan yang minimal, biaya awal yang rendah RCC ini
menambahkan nilai ekonomi.

RCC dimulai pada tahun tujuh puluhan, ketika industri penebangan Kanada mempunyai
wawasan lingkungan, metode pemilahan penebagan kayu (log) berbasis lahan. Industri ini
membutuhkan trotoar yang kuat untuk pembebanan yang besar dan peralatan khusus.

Gambar 4.27: Roller-Compacted Concrete Gambar 4.28: Container yard (lapangan


(Rapid, 2014) Penumpukan Container) Pelabuhan Soekarno-
Hatta, Makasar (Tempo, 2012)

RCC digunakan ketika kebutuhan primer atas kekuatan, daya tahan, dan ekonomi
penting seperti untuk Port, intermodal, dan fasilitas militer, parkir, lapangan penumpukan
kontainer/ penyimpanan (Gambar 4.28) dan area lainnya yang membutuhkan pembebanan
besar; jalan-jalan, persimpangan, dan jalan-kecepatan rendah dan beban yang besar.

Pemadatan adalah tahap yang paling penting dari konstruksi meliputi kepadatan yang
dihasilkan, kekuatan, kehalusan, dan tekstur permukaan. Pemadatan dimulai segera setelah
beton di cor dan berlanjut sampai memenuhi persyaratan kepadatan sesuai spesifikasi.

Perawatan dilakukan untuk menjamin RCC kuat dan tahan lama. Seperti halnya jenis
beton, perawatan untuk membuat kelembaban terjaga agar hidrasi-reaksi kimia untuk
pengerasan beton mencapai kekuatan yang dinginkan. Beberapa feature dan manfaat dari
penggunaan RCC sebagai berikut (Tabel 4.14):

266 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Tabel 4.14: Features dan Manfaat Roller-Compacted Concrete (RCC)
Features Benefits
Kekuatan lentur tinggi (500 Mendukung berat, beban berulang tanpa kegagalan dan
sampai 1000 psi) (3,5 MPa mencakup area tanah dasar yang lunak lokal, dengan
menjadi 7,0 MPa) mengurangi biaya pemeliharaan dan waktu layanan lebih
lama.
Kuat tekan yang tinggi Tahan beban tinggi yang terpusat dan dampak dari industri
(4.000 sampai 10.000 psi) berat, militer, dan aplikasi pertambangan.
(28 MPa sampai 69 MPa)
Kekuatan geser tinggi Menghilangkan perbaikan rutting selanjutnya.
Kepadatan tinggi, Memberikan daya tahan yang sangat baik, bahkan di
penyerapan yang rendah bawah kondisi freeze-thaw, menghilangkan rembesan
yang melalui trotoar.
Kadar air rendah, Meningkatkan kekuatan, mengurangi permeabilitas, dan
perbandingan air / semen meningkatkan daya tahan dan ketahanan terhadap
rendah serangan kimia.
Agregat interlock Memberikan daya tahan geser yang tinggi pada sendi dan
retak yang terkendali untuk mencegah perpindahan vertikal
atau faulting.
Tanpa baja tulangan atau Kecepatan dan menyederhanakan konstruksi, mengurangi
dowels biaya.
Tanpa cetakan atau Kecepatan konstruksi, mengurangi biaya, tenaga kerja
memerlukan penyelesaian meminimalkan.
Tanpa cetakan atau Kecepatan konstruksi, mengurangi biaya. (Untuk
sambungan meningkatkan penampilan, sendi bisa digergaji menjadi
perkerasan RCC.)
Keras, tahan lama, Melawan abrasi, menghilangkan kebutuhan untuk kursus
permukaan berwarna terang permukaan dan mengurangi biaya. Warna cahaya
mengurangi kebutuhan pencahayaan untuk parkir dan
penyimpanan daerah
Sumber: http://www.cement.org/pavements/pv_rcc_chart.asp

i) Beton serat atau Ferrocement

Suatu bahan gabungan yang diperoleh dengan cara memberikan mortar semen suatu
tulangan yang berupa suatu anyaman kawat baja. Istilah ferrocement yang paling umum
digunakan adalah untuk campuran semen Portland dan pasir yang diaplikasikan di atas
lapisan tenunan atau anyaman baja (steel mesh) dengan kerapatan anyaman yang tinggi. Hal
ini dimaksdukan untuk mendapatkan lapisan yang relatif tipis, atau lembaran yang
melengkung untuk membuat lambung kapal, atap shell, tangki air, bangku, dll (Gambar 4.29)
dan digunakan dalam berbagai aplikasi lain, termasuk patung dan komponen bangunan
prefabrikasi. Bentuk yang diinginkan dapat dibangun dari konstruksi berlapis-lapis mesh,
diperkuat dengan angkur, atau grid, tulangan dan diikat dengan kawat. Untuk kinerja optimal,
baja harus tahan karat (galvanis) atau stainless steel.

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 267
Gambar 4.29: Bangku dari Ferrocement (Ahmad, 2009)

Secara ekonomi struktur beton ferro memberikan kekuatan dan lebih tahan lama
dibandingkan beton konvensional. Tergantung pada kualitas konstruksi dan iklim dari lokasi.
Di India, ferro beton sering digunakan karena konstruksi lebih tahan terhadap gempa. Tahan
gempa tergantung pada teknik konstruksi yang baik dan penguatan tambahan beton.

Pada dasarnya ada tiga jenis metode ferrocement, yaitu

a) Sistem Armature: Dalam metode ini kerangka baja dilas dengan bentuk yang
diinginkan pada salah satu sisi yang terikat di beberapa lapis anyaman kawat,
sehingga mortar dapat diisi dengan mudah.
b) Sistem cetakan tertutup: Beberapa lapis anyaman kawat terikat bersama di permukaan
cetakan yang menjaganya dalam posisi sementara martar yang mengisi cetakan dapat
dibersihkan setelah perawatan atau mungkin tetap dalam posisi sebagai bagian
permanen dari struktur sampai selesai..
c) Integrated sistem cetakan: Menggunakan penguatan minimum pada setiap cetakan.
Seperti namanya, cetakan tetap permanen sebagai bagian integral dari struktur sampai
selesai.

Keuntungan dari konstruksi beton ferro yang dibangun adalah bobotnya yang rendah,
biaya pemeliharaan dan umur ekonomisnya dibandingkan dengan konstruksi baja murni.
Kerugian dari konstruksi beton ferro adalah mahal untuk aplikasi industri selain itu, ancaman
terhadap degradasi (karat) dari komponen baja jika rongga udara yang tertinggal lebih banyak,
karena terlalu kering campuran beton yang diterapkan, atau tidak adanya pemadatan.

Beton serat merupakan beton komposit yang terdiri dari beton biasa dan bahan lain yang
berupa serat. Serat berupa batang-batang 5 sampai 500 mm, dengan panjang 25-100
268 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton
mm.serat asbatos, tumbuh-tumbuhanan , serat plastic, kawat baja. Tujuan penambahan serat
tersebut adalah untuk meningkatkan kekuatan tarik beton, sehingga beton tahan terhadap
gaya tarik akibat, cuaca, iklim dan temperatur yang biasanya terjadi pada beton dengan
permukaannya yang luas. Jenis serat yang dapat digunakan dalam beton serat dapat berupa
serat alam atau serat buatan. Serat Alam, umumnya terbuat dari tumbuh-tumbuhan, misalnya:
ijuk; serabut kelapa dan lainnya.

Serat Buatan, umumnya terbuat dari senyawa-senyawa polimer yang mempunyai


ketahanan yang tinggi terhadap pengaruh cuaca misalnya; polypropilene, polyetilene, dan
lainnya. Untuk mendapatkan hasil terbaik dianjurkan menggunakan rasio 50 – 100 dimana jika
diambil diameter serat 1 mm, panjangnya berkisar 50 – 100 mm.

Sifat fisis beton serat akan membuat beton menjadi lebih kaku sehingga memperkecil
nilai slump serta membuat waktu ikat awal (initial setting) lebih cepat. Sifat mekanis beton
serat akan meningkatkan kuat tarik dan kuat lentur, tetapi menurunkan kekuatan tekan jika
penambahan serat sampai batas optimum. Jenis serat tertentu meningkatkan kinerja beton
seperti serat baja dan serat tembaga. Beton serat digunakan pada konstruksi yang harus
mempunyai permukaan luas dimana temperatur, oksidasi dan penguapan mempunyai
pengaruh besar terhadap besarnya susut muai, seperti landasan pacu di bandar udara, plat
atap, jalan, dan lain-lain.

D. Bahan Penyusun Beton

Seperti yang diuraikan sebelumnya bahwa beton merupakan campuran bahan semen,
air dan agregat dengan atau tidak menggunakan bahan tambah yang membentuk massa
padat.

1. Semen

Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah berhubungan
dengan air. Agregat tidak memainkan peranan yang pentingdalam reaksi kimia tersebut, tetapi
berfungsi sebagai bahan pengisi mineral yang dapat mencegah perubahan-perubahan volume
beton setalah selesai pengadukan, dan juga dapat memperbaiki keawetan dari beton yang
dikerjakan. Beton pada umumnya mengandung rongga udara sekitar 1%-2%, pasta semen
(semen dan air) sekitar 25%-40%, dan agregat (agregat halus dan agregat kasar) sekitar 60%-
75%. Jenis Semen 1) semen non-hidrolik dan 2) semen hidrolik.

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 269
a) Semen non-hidrolik

Tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi memerlukan udara untuk
dapat mengeras, contoh utama dari semen non-hidralik adalah kapur. Kapur dihasilkan
berdasarkan proses kimia dan mekanis di alam. Kapur telah digunakan berabad-abad
lamanya sebagai bahan adukan dan plesteran untuk bangunan, yang dapat dilihat dari
pembangunan pyramida-pyramida di Mesir, yang di bangun lebih dari 4500 tahun sebelum
masehi. Kapur digunakan sebagai bahan pengikat selama masa jaman Romawi dan Yunani.
Orang-orang Romawi menggunakan beton untuk membangun Colleseum dan Pantheon,
dengan cara mencampur kapur dengan abu gunung yang di dapat dekat Pozzuoli, Italia, yang
mereka namakan Pozollan.

Kapur tersebut dihasilkan dengan membakar batu kapur atau kalsium karbonat
bersama beserta bahan-bahan kotorannya, yaitu magnesium, silikat, besi, alkali, alumina dan
belerang. Proses pembakaran dilaksanakan dalam tungku tanur tinggi yang berbentuk vertikal
atau tungku putar pada suhu 8000-12000C. Kalsium karbonat terurai menjadi kalsiumoxida dan
karbonokxida dengan reaksi kimia CaCO3 → CaO + CO2 . Kalsiumoxida yang terjadi disebut
kapur tohor, dan jika berhubungan dengan air menjadi kalsium hydroxida di sertai kehilangan
panas, reaksi kimianya adalah, CaO+H2O→ Ca(OH2) + Panas. Proses ini dinamakan proses
mematikan kapur (slaking) dan hasilnya yaitu kalsiumhydroxida sering dinamakan kapur mati.
Kecepatan berlangsungnya reaksi terutama tergantung dari kemurnian kapur, makin tinggi
kemurnian kapur yang bersangkutan makin besar daya reaksinya terhadap air.

Kapur mati dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu ; 1) dapat meatikan dengan
cepat, 2) dapat dimatikan dengan agak lambat, dan 3) dapat dimatikan dengan lambat.

b) Semen hidrolik

Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air,
semen hidrolik antara lain: a) Kapur hydrolik, b) semen pozollan, c) semen terak, d) semen
alam, e) semen portland, f) semen portland-pozolan, g) semen portland terak tanur tinggi, h)
semen alumina, i) semen expansif, dan jenis lainnya, seperti, semen porland putih, semen
warna, dan semen-semen untuk keperluan khusus.

(1) Kapur hidrolik

Kapur hidrolik memperlihatkan sifat hidoliknya, namun tidak cocok untuk bangunan-
bangunan di dalam air, karena untuk mencapai pengerasan membutuhkan udara yang cukup.
Sifat umum dari kapur adalah sebagi berikut: Kekuatannya rendah, Berat jenis rata-rata 1000
kg/m3, Bersifat hidrolik, Tidak menunjukan pelapukan, Dapat terbawa arus.

270 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Penggunaan kapur hidrolik biasanya digabungkan dengan semen Portland untuk
menghemat biaya. Substitusi ini antra 5% sampai dengan 20% yang masih dianggap baik
menghasilkan beton normal (Hawkins, Tennis, & Detwiler, 2003). Penggunaan kapur kurang
dari 10% masih memberikan efek penambahan untuk kuat tekan beton (Sprung & Siebel,
January 1991) serta kemudahan pekerjaan masih didapatkan dengan penambahan 5% kapur
hidrolik dengan reduksi fas dari 0,49 menjadi 0,48 (Tezuka, Gomes, Martins, & Djanikian,
1992). Efek menguntungkan dari penggunaan batu kapur di reologi beton (Schmidt M. ,
February 1992) dalam hal perbaikan distribusi ukuran partikel: Partikel halus menggantikan
beberapa air dari rongga antara partikel kasar, membuatnya tersedia sebagai tambahan atau
sebagai "pelumas internal." Dengan demikian beton kurang kaku dan retensi air menjadi
meningkat. Efeknya lebih diperkuat jika reaksi hidrasi dengan penggunaan sedikit air
dikombinasikan bahan kimia karena inertness dari fraksi batu kapur. Efek yang terakhir akan
tergantung pada kehalusan dan proporsi batu kapur dalam beton. Kadar air dapat dikurangi
sehingga kekuatan meningkat. (Schmidt, Harr, & Boeing, Winter 1993) untuk beton dengan
konsistensi yang sama dari semen portland batu kapur (13% sampai 17% batu kapur) air
berukurang sekitar 10 liter setiap meter-kubik, sehingga air- semen berkurang 0,60 menjadi
0,57 dan kekuatan meningkat sebanyak 8 MPa. Kebutuhan air di beton yang terbuat dari
semen portland dengan dan tanpa 5% kapur tidak terpengaruh oleh adanya batu kapur tetapi
akan menggurangi volume beton dan mengurangi terjadinya bleeding (Moir, 1994).

(2) Semen Pozolan

Semen pozollan adalah bahan ikat yang mengandung silka amorf, apabila dicampur
dengan kapur akan membentuk benda padat yang keras dan bahan yang mengandung
pozollan adalah tras, semen merah, abu terbang, dan bubukan terak tanur tinggi, (SK.SNI T-
15-1990-03:2). Pozollan adalah suatu bahan yang mengandung Silisium atau Aluminium yang
tidak mempunyai sipat penyemenan, dalam butiran yang halus, dapat bereaksi dengan
kalsium-hydroxida pada suhu ruangan dan membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai
sifat-seifat semen.

(3) Semen Masonry

Semen aduk pasangan (Masonry Cement) adalah bahan pengikat hidrolik yang
digunakan pada pembuatan adukan pasangan untuk konstruksi non structural. Semen aduk
pasangan terdiri dari satu macam atau lebih perekat hidrolik ditambah 1 (satu) atau lebih
bahan anorganik yang bersifat inert. Semen aduk pasangan diklasifikasikan dalam tiga jenis
sebagai berikut:

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 271
• Jenis N: Digunakan untuk pembuatan adukan pasangan, sehingga adukan pasangan
yang dihasilkan memenuhi syarat mutu adukan pasangan jenis N, atau bila
ditambahkan semen Portland atau semen hidrolik, campuran dapat menghasilkan
adukan pasangan yang memenuhi syarat mutu jenis S dan atau M.
• Jenis S: Digunakan untuk pembuatan adukan pasangan, sehingga adukan pasangan
yang dihasilkan memenuhi syarat mutu jenis S atau bila ditambahkan semen Portland
atau semen hidrolik, campuran dapat menghasilkan adukan pasangan yang
memenuhi syarat mutu jenis M.
• Jenis M; Digunakan untuk pembuatan adukan pasangan, sehingga adukan
pasangan yang dihasilkan memenuhi syarat mutu jenis M.

Penggunaan semen aduk pasangan sesuai dengan lokasi dan jenis bangunan yang
direkomendasikan SNI 15-3759-1995, Semen aduk pasangan (Masonry Cement) seperti di
(Tabel 4.15):
Tabel 4.15:Petunjuk Pemilihan Semen Aduk Pasangan
Lokasi Jenis Bangunan Tipe semen aduk
Bangunan pasangan (Masonry
Cement)
disarankan pilihan
Bangunan tak terlindungi cuaca
Bangunan Atas Dinding penahan beban N S atau M
Dinding tidak menahan beban - S
Dinding/pagar jembatan N M atau N
Bangunan Dinding Pondasi, dinding penguat (retaining wall), lubang git, S M atau N
Bawah (man holes),pembuang, trotoar, emper (teras)
Bangunan Dinding penahan beban N S atau M
terlindung Partisi tidak menahan beban - N
Sumber: SNI 15-3759-1995

(4) Teras alam

Dibagi menjadi:

• Batu apung, obsidiuan, scoria, tuf, santorin, dan teras yang dihasilkan dari batuan
vulkanik,

• Teras yang mengandung silika halus, amorph yang tersebar dalam jumlah banyak
dan dapat bereaksi dengan kapur jika dibubuhi air, kemudian membentuk silikat
yang mempunyai sifat hidrolik.

• Teras buatan, meliputi abu batu, abu terbang (fly-ash) dari hasil residu PLTU, dan
hasil tambahan daripengolahan biji bauxit. Cara pembuatan teras buatan ini dengan
pembakaran batuan vulkanik a dan kemudian menggilingnya. Semen teras meliputi
semua bahan semen yang dibuat dengan menggunakan teras dan kapur tohor yang
tidak membutuhkan pembakaran. Penggunaan teras buatan ini digunakan pada
bangunan yang tidak memerlukan persyaratan kusus darikonstruksi tetapi

272 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


menggunakan banyak bahan semen. Teras buatan ini digunakan sebagai bahan
tambah.

(5) Semen Terak

Semen terak adalah semen hydrolik yang sebagian besar terdiri dari suatu campuran
seragam serta kuat dari terak tanur kapur tinggi dan kapur tohor, 60% dari berat semen terak
terdiri dari terak tanur tinggi, campuran ini biasanya tidak di bakar. Jenis semen terak, ada dua
jenis, yaitu: 1) dapat digunakan sebagai kombinasi dari dengan portland cement untuk
pembuatan beton dan dalam kombinasi dengan kapur untuk pembuatan adukan tembok. 2)
Bahan yang mengandung bahan pembantu berupa udara, penggunaannya sama seperti jenis
satu. Terak tanur tinggi adalah suatu bahan non-metalik, yang sebagian besar terdiri dari silikat
dan alumina-silikat dan kalsium dan senyawa basa lainnya, yang terbentuk dalam keadaan
cair bersama –sama dengan besi di dalam tanur tinggi.

(6) Semen Alam

Semen alam di hasilkan melalui pembakaran batu kapur yang mengandung lempung,
terdapat secara alamiah, pada suhu lebih rendah dari suatu pengerasan dan kemudian
menggilingnya menjadi serbuk halus.

(7) Semen Portland

Semen portland adalah suatu bahan konstruksi yang paling banyak di gunakan dalam
pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150,1985, Semen portland di definisikan sebagai semen
hidrolik yang di hasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik,
yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan
yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.

Semen portland merupakan semen yang umumnya digunakan untuk pekerjaan betin.
Sejarah Semen Portland dimulai dari saat kerajaan Romawi. Dengan mundurnya Kerajaan
Romawi, beton tidak di pakai lagi. Baru sekitar J.Smeaton,1790, di Inggris menemukan bahwa
jika kapur yang mengandung lempung di bakar, bahan tersebut akan mengeras di dalam air.
Jenis Semen ini menyerupai dengan apa yang di buat pada jaman Romawi. Penyelidikan lebih
lanjut dilakukan oleh J.Parker pada masa yang sama yang lebih mengarah ke komersil,
penggunaannya sekitar awal abad ke –19 di Inggris dan kemudian di Prancis. Karya konstruksi
sipil pertama yakni jembatan pertama yang dibuat dengan beton tak bertulang dilakukan tahun
1816 di Souillac, Prancis. Nama semen portland di usulkan oleh Joseph Aspdin, 1824, karena
bahan ini yaitu bahan campuran air, pasir, dan batu-batuan yang bersifat pozolan dan
berbentuk bubuk dioleh pertama kali di Pulau Portland dekat pantai Dorset, Inggris. Pertama
kali semen portland di produksi di pabrik di Amerika Serikat oleh David Saylor di kota Coplay
Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 273
Pennysilvania, 1875. Sejak saat itu semen portland berkembang di buat sesuai dengan
kebutuhan.

Semen portland di buat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi utamanya
adalah kalsium dan aluminium silikat. Penambahan air pada mineral ini menghasilkan suatu
pasta yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti batu. Berat jenis yang dihasilkan
sekitar antara 3.12 dan 3.16 dan berat volume sekitar 1500 kg/cm3. (Nawy,1985:9). Bahan
utama pembentuk semen portland yaitu kapur (CaO), Silika (SiO3), Alumina (Al2O3) dan di
tambah sedikit prosentase dari magnesia (MgO), dan terkadang sedikit alkali, serta untuk
mengontrol komposisinya terkadang ditambahkan oxida besi. Untuk mengatur waktu ikat
semen di tambahkan gipsum (CaSO4.2H2O).

Pada proses pembuatan semen portland dapat di bedakan menjadi dua, yaitu: a) proses
basah, dan b) proses kering. Secara umum pembuatan semen di laksanakan melalui
beberapa tahapan, yaitu: Penambangan di Quarry, Pemecahan di Crushing Plant,
Penggilingan (Blending), Pencampuran bahan-bahan (Blended), Pembakaran (Ciln),
Penggilingan kembali hasil pembakaran, Penambahan bahan tambah (gipsum), Pengikatan
(Packing Plant).

Perbedaan semen yang satu dengan yang lainnya dibedakan dari susunan kimianya
maupun kehalusan butirnya. Perbandingan utama bahan-bahan penyusun semen portland
adalah Kapur (CaO) sekitar 60%-65%, Silika (SiO2) sekitar 20%-25%, dan oxida besi serta
alumina (Fe2O3 dan Al2O3) sekitar 7%-12%.

Sifat fisik dari semen yaitu, kehalusan butir, waktu pengikatan, kekalan, kekuatan tekan,
pengikatan semu, panas hidrasi, dan hilang pijar. Secara garis besar Sifat dan Karakteristik
Kimia ada 4 (empat) utama senyawa kimia yang penting sebagai penyusun semen portland,
yaitu sbb: (1) Trikalsium Silikat (3CaO. SiO2) yang di singkat menjadi C3S., (2) Dikalsium Silikat
(2CaO. SiO2) yang di singkat menjadi C2S. (3) Trikalsium Aluminat (3CaO. Al2O3) yang di
singkat menjadi C3A. (4) Tertrakalsium aluminoferrit (4CaO. Al2O3.Fe2O3 ) yang disingkat
penjadi C4AF. Sifat kimia semen dapat di jabarkan sebagai berikut, kesegaran semen dan sisa
yang tak larut, dan yang paling utama adalah komposisi syarat yang diberikan. Semen portland
di Indonesia harus memenuhi SNI, Semen Portland”, syarat mutu yang ditetapkan oleh SNI
15-2049-2004 mengadopsi dari syarat mutu dalam ASTM.

(8) Semen Portland Pozollan

Semen portland pozolan adalah campuran dari semen portland dengan bahan-bahan
yang bersifat pozolan seperti, terak tanur tinggi, hasil residu PLTU. Jenis semen ini biasanya
di gunakan untuk beton yang di ekspose terhadap sulfat. Menurut (SK.SNI T-15-1990-03:2),

274 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


semen portland-pozollan dihasilkan dengan mencampurkan bahan semen portland dengan
pozzolan antara 15-40% berat total campuran dan kandungan SiO2 + Al2 O3 + Fe2 O3 , dalam
pozollan minimum 70%. (SK.SNI T-1991-03:2).

(9) Semen Putih

Semen putih adalah semen portland yang kadar oxida besinya rendah, kurang dari 0.5%.
Bahan baku yang di gunakan harus kapur murni, lempung putih yang tidak mengandung oxida
besi dan pasir silika. Semen puti dipergunakan untuk pembuatam siar ubin/keramik dan
biasanya bukan untuk bangunan struktur tetapi lebih banyak ke nilai seninya. Semen putih
telah di produksi secara masal/pabrik.

(10) Semen Alumina

Semen alumina di hasilkan dari hasil pembakaran pada 1600 oC batu kapur dan bauxit
yang telah di giling halus. Hasil pembakaran tersebut berbentuk Clinker dan selanjutnya di
haluskan menyerupai bubuk, jadilah semen Alumina yang berwarna abu-abu. Jenis semen ini
mempunyai kekuatan awal tekan yang tinggi, tahan terhadap serangan asam dan garam-
garam sulfat, tahan api, akan tetapi jika di pergunakn pada suhu lebih dari 29oC, kekuatannya
berangsur-angsur akan berkurang. Oleh karena itu jenis semen ini hanya dapat di pergunakan
untuk negara yang mempunyai musim dingin.

Agar semen yang di simpan tetap dapat memenuhi syarat, maka perlu di perhatikan
beberapa hal tentang cara penyimpanan semen. Semen harus di simpan terbebas dari bahan
kotoran dari luar, Semen dalam bentuk kantong harus di simpan dalam gudang tertutup,
terhindar dari basah dan atau kemungkinan terjadi lembab, di jamin tidak terjadi rusak dan
atau tercampur dengan bahan lain.

Penyimpanan semen dari beberapa jenis harus di kelompokn sedemikian rupa untuk
mencegah kemungkinan tertukarnya jenis semen yang satu dengan yang lainnya. Urutan
penyimpanan harus di atur agar semen yang lebih dahulu masuk gudang di pakai terlebih
dahulu. Semen curah harus di simpan di dalam silo yang terbuat dari baja atau beton dan
harus terhindar dari kemungkinan tercampur dengan bahan lainnya. Timbunan semen zak
maksimum setinggi 2 meter atau sekitar 10 zaks, untuk menghindari pecahnya kantong
semen. Jarak bebas antara bidang dinding dengan semen sekitar 50 cm dan antara lantai
dengan semen sekitar 30 cm.

2. Air

Air yang dapat di minum umumnya dapat di pergunakan sebagai campuran beton. Air
yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula,
Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 275
atau bahan kimia lainnya, bila di pakai dalam campuran beton akan menyebabkan penurunan
kwalitas beton yang di hasilkan dan juga akan mengubah sifat-sifat beton yang di buat. Karena
karakter pasta semen merupakan hasil reaksi kimia antara semen dengan air, maka bukan
perbandingan jumlah air terhadap total berat campuran yang di tinjau, tetapi hanya
perbandingan antara air dengan semen saja atau biasa di sebut faktor air semen (water
cement ratio). Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah
proses hidrasi selesai, sedangkan air yang sedikit akan menyebabkan proses hidrasi
seluruhnya tidak akan tercapai, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kekuatan mutu beton
yang tidak akan tercapai. Untuk itu air yang di pakai jika tidak memenuhi syarat mutu,
umumnya kekuatan pada umur 7 hari atau 28 hari, jika di bandingkan dengan kekuatan mutu
beton yang menggunakan air standar/suling tidak kurang dari 90%. (SNI 2847:2013, 2013).

Sumber air yang dapat di gunakan dapat berasal dari air tawar (sungai, danau, telaga,
kolam, situ, dan lainnya), air laut ataupun air limbah asalkan memenuhi syarat mutu yang telah
di tetapkan. Air tawar yang dapat di minum umumnya dapat di gunakan sebagai campuran
beton, namun jika tidak harus memenuhi syarat mutu kualitas air. Air laut umunya
mengandung 3.5% larutan garam, sekitar 78% adalah sodium klorida dan 15% merupakan
magnesium klorida. Adanya garam-garaman dalam air laut ini akan mengurangi kwalitas dari
beton sampai dengan 20%. Air laut tidak boleh di gunakan sebagai bahan campuran beton
pra-tegang ataupun beton bertulang, karena resiko terhadap karat lebih besar. Air buangan
industri yang mengandung asam alkali tidak boleh di gunakan. Sumber-sumber air yang ada
antara lain: Air yang Terdapat di Udara; Air Hujan; Air Tanah; Air Permukaan; dan Air Laut.

Syarat Umum Air yang di gunakan untuk campuran beton harus bersih, tidak boleh
mengandung minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak beton
atau tulangan. Sebaiknya di pakai air tawar yang dapat di minum. Air yang digunakan dalam
pembuatan beton pratekan dan beton yang di dalamnya akan tertanam logam almunium,
termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung sejumlah ion
klorida dalam jumlah yang membahayakan (ACI 318-89:2-2). Untuk perlindungan terhadap
korosi, jumlah konsentrasi ion klorida maksimum yang terdapat dalam beton yang telah
mengeras pada umur 28 hari yang di dapat dari bahan campura termasuk air, agregat, bahan
bersemen dan bahan campuran tambahan tidak boleh melampaui nilai batas di berikan.

Kandungan garam-garam sulfat yang diijinkan dalam beton adalah maksimum 1000 mg
SO3 per liter. Tetapi kadar sulfat yang dapat di ijinkan dalam air pencampur tergantung dari
kadar sulfat pada agregat dan semen karena faktor yang menentukan adalah besarnya jumlah
sulfat yang terkandung dalam beton. Kadar sulfat dalam beton tidak boleh lebih besar dari 4%
SO3 terhadap berat semen, seperti yang di tentukan dalam British Standard BS.5328-76.

276 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Alkali Karbonat dan Bikarbonat, jika mengandung senyawa ini akan mempengaruhi
waktu pengikatan semen (setting time) dan kekuatan beton, dan kemungkinan terjadinya
resiko reaksi alkali agregat dalam beton besar. Disyaratkan jumlah gabungan kandungan
garam-garam ini tidak lebih dari 100 mg per liter. Beton yang kondisi lingkungannya
mengandung sulfat harus memenuhi persyaratan khusus sesuai standar, atau dibuat dengan
menggunakan semen yang tahan terhadap serangan sulfat yaitu semen type V dan
mennggunakan faktor air semen maksimum atau kuat tekan minimum yang disyaratkan.

Pemilihan air yang di pakai sebagai campuran beton di dasarkan kepada campuran
beton, dimana air tersebut harus berasal dari sumber yang sama. Air tersebut telah di uji dan
menunjukan bahwa mutu beton yang di hasilkan dapat memenuhi syarat. Jika air yang ada
dari suatu sumber tidak memenuhi syarat maka dilakukan uji tekan mortar dengan
mempergunakan air tersebut dan membandingkannya dengan campuran mortar yang
menggunakan air suling. Hasil pengujian usia 7 hari dan 28 hari dari kubus adukan yang di
buat dengan air campuran yang tidak dapat di minum paling tidak harus mencapai 90% dari
kekuatan spesimen serupa yang di buat dengan air yang dapat di minum. Perbandingan uji
kuat tekan harus dilakukan untuk adukan serupa, kecuali penggunaan air pencampurnya,
yang di buat dan di uji berdasarkan “Test Methods for Compressive Strength of Hydraulic
Cement Mortars (using 50 mm cube specimens)”. ASTM C.109.

a) Syarat Mutu Air Menurut Bristis Standard (BS.3148)

Jika ketentuan-ketentuan di bawah ini tidak dapat terpenuhi sebaiknya air tidak di
pergunakan dalam membuat campuran beton. Syarat-syarat tersebut antara lain:

• Garam-garam Anorganik; Gabungan ion-ion tidak boleh melebihi atau lebih besar
dari 2000 mg/lt

• NaCl dan Sulfat; sebesar 20000 ppm pada umumnya dapat di ijinkan.

• Air Asam; tidak dapat digunakan, semakin tinggi nilai asam (pH 3.00) akan
menyulitkan kita dalam pengolahan pekerjaan beton.

• Air Basa; Air dengan konsentrasi Natrium hydroxida < 0.5% dari berat semen, akan
mempengaruhi kekuatan beton.

• Air Gula; > 0.2% dari berat semen, maka waktu pengikatan lebih cepat.

• Minyak; konsentrasi > 2% dari berat semen dapat mengurangi kekuatan beton sampai
dari 20%.

• Rumput Laut; beton menjadi keropos

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 277
• Zat-zat Organik, Lanau dan Bahan-bahan Terapung; mempengaruhi waktu
pengikatan semen dan kekuatan beton.

• Pencemaran Limbah Industri atau Air Limbah; mengandung kira-kira 400 ppm
organik. Menyebabkan turunnya kekuatan tekan.

b) Penilaian Waktu Pengikatan

Penilaian Waktu Pengikatan (Setting Time) dan Uji Kuat Tekan data uji harus
menunjukan: (1) Perbedaan waktu pengikatan awal semen memakai air yang di ragukan di
bandingkan dengan beton yang memakai air suling tidak lebih besar dari 30 menit. (2) Kuat
tekan rata-rata dari kubus beton yang memakai air yang di ragukan tidak boleh kurang dari
90% kuat tekan beton yang memakai air suling.

c) Analisis Kandungan Kimia

Analisis kimia dalam air dimaksudkan untuk mengetahui kandungan atau kadar kimia
dalam air. Hal ini untuk melihat apakah air yang digunakan dalam campuran beton nantinya
memenuhi kriteria standar yang diberikan. Analisis ini meliputi pemeriksaan terhadap sulfat,
magnesium, amonium, klorida, pH, karbondioksida, minyak dan lemak, zat-zat yang
menyusut.

• Sulfat (SO4); Sulfat diperiksa dengan cara gravimetri, yaitu diendapkan sebagai (BaSO 4)
dapat juga dengan cara titrasi dan turbidimetri.

• Magnesium (Mg++); Kalsium (Ca++) dan magnesium (Mg++) ditentukan dengan


compleximetri dengan BDTA n/28. Dipakai indikator Biocrome Black T untuk. Kalsium
(Ca++) dan magnesium (Mg++) dengan indikator muroxide selisih keduanya merupakan
kandungan Magnesium (Mg).

• Amonium (NH4); Ditambahkan dengan reagen Nessler, warnanya dibandingkan dengan


warna standar.

• Magnesium (Cl-); Dititrasi dengan AgNO4 n/10 dengan indikator Chromat (cara Mohr)

• PH; Dilakukan pemeriksaan dengan kertas lakmus (pH-meter)

• Karbondioksida (CO2); Dilakukan dengan cara melarutkan kapur (menurut Heyer).


Contoh: Air ditambahkan dengan kalsium karbonat. Banyaknya kalsium karbonat yang
terlarut bergantung pada banyak CO2 dalam air dan membentuk Bikarbonat. Reaksi

278 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


kimianya sebagai berikut: CaCO3 + CO2 +H2O → Ca (HCO3)2. Berarti bahwa kesadahan
karbonat akan naik. Setelah kalsium karbonat yang tidak terlarut dipisahkan,
karbondioksida (CO2) dihitung dengan menghitung kenaikan kasadahan karbonat dalam
air.

• Minyak dan Lemak; Minyak dan lemak dihitung dengan cara mengetraksi air yang diduga
mengandung minyak menggunakan petroleum-ether. Minyak dan lemak yang terlarut,
kemudian dipisahkan dari air dan diuapkan. Sisa penguapan merupakan berat minyak
dan lemak.

• Zat-zat yang Menyusut; Ditambahkan larutan KMn O4 kemudian dipanasi selama 10


menit. Kelebihan larutan KMnO4 selanjutnya dititrasi.

3. Agregat

Komposisi agregat tersebut menempati sekitar 60%-70% dari berat campuran beton,
hanya sebagai pengisi, tetapi dengan melihat komposisinya yang cukup besar dalam suatu
campuran, maka agregat inipun menjadi penting. Untuk itu perlu dipelajari karakteristik yang
akan menentkan sifat dari mortar atau beton yang akan di bentuk nantinya. Agregat dapat
berasal dari alam ataupun dari agregat buatan (artificial aggregates).

Secara umum agregat dapat di bedakan dari ukuran bentuknya, yang dapat di bedakan
menjadi dua, yaitu, agregat kasar dan agregat halus.Batasan ukuran 4.80 mm, British
Standard atau 4.75 mm, Standar ASTM. Agregat kasar dinyatakan untuk batuan yang ukuran
butirnya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm) dan agregat halus lebih kecil dari 4.80 mm (4.75
mm). Untuk ukuran yang lebih besar dari 4.80 mm di bagi lagi menjadi dua, yaitu untuk
diameter antara 4.80-40 mm di sebut kerikil beton dan yang lebih besar lagi di sebut kerikil
kasar. Agregat yang di gunakan dalam campuran beton biasanya lebih kecil dari 40 mm, untuk
yang lebih besar dari 40 mm di gunakan untuk pekerjaan sipil yang lainnya, misalnya untuk
pekerajaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bronjong, atau bendungan, dan lainnya.
Agregat halus biasanya di namakan pasir dan agregat kasar dinamakn kerikil, spilit,
batupecah, kricak, dan lainnya.

a) Batuan

Batuan dalam penggunaannya di pekerjaan teknik sipil bila dilihat dari ilmu yang
mempelajarinya, dapat di bedakan menjadi dua (Verhoef,1985:112), yaitu (1) Geologis: batuan
sebagai mineral, yang terbentuk melalui proses terbentuknya batuan. (2) Geoteknik: batuan
sebagai mineral yang diatasnya, di dalamnya, atau dengan mana dapat di bangun berbagai
macam konstruksi. Jika di lihat dari proses terbentuknya batuan sebagai mineral dapat di

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 279
bedakan menjadi tiga. Batuan Beku (Magma); sering di sebut dengan batuan beku, terbentuk
dari proses pembekuan magma yang terdapat di dalam lapisan bumi yang dalam atau dari
hasil pembekuan magma yang keluar akibat letusan gunung berapi. Batuan Sedimen; atau
batuan endapan, yang berarti mengendapnya bahan-bahan yang terurai, sehingga
membentuk suatu lapisan endapan bahan padat, yang secara fisik di endapkan oleh angin,
air, atau es dan bahan-bahan terlarut yang secara kimia terendapkan dari lautan, danau atau
sungai. Batuan Metamorph; terjadi karena proses metamorfosis, yaitu perubahan yang di
alami oleh batuan karena perubahan temperatur dan tekanan yang lainnya dari mereka
terbentuk, kita dapat membedakan dari dua jenis metamorfosis, yaitu: (1) Metamorfosis
regional: Perubahan bentuk dalam skala besar yang di alami batuan di dalam kulit bumi yang
lebih dalam, sebagai akibat dari terbentuknya pegunungan (vulkanik), dan (2) Metamorfosis
kontak, perubahan bentuk yang di alami batuan sebagai akibat dari instruksi benda magma
panas di sekitarnya (misalnya granit).

b) Agregat di Indonesia

Batuan di Indonesia umumnya terdiri dari igneous vulkanis yang muda seperti basalt,
dolomit, andesit, porhyries, tuffs, ashes, lebih dalam lagi dapat di temukan granite dan batu-
batuan sedimen di laut, yaitu sandstone, limestone, dan malstone dan sering sekali batu-
batuan ini di dapatkan di lipatan dan patahan pada gugusan atau pegunungan.

Indonesia mempunyai geografi, geologi dan iklim yang panas dan basah berganti
sepanjang tahun, maka batu-batuannya mengalami pelapukan yang cukup dalam yang
tergantung pada jenis batu-batuan, iklim, derat erosi, exposure, dan lainnya. Pengaruh yang
paling besar adalah iklim setempat, yang umumnya semakin panas dan atau semakin dingin
iklimnya maka derajat pelapukannya semakin besar yang akan mengakibatkan dekomposisi
dari batu-batuannya. Produk akhir dari pelapukan ini adalah, terbentuknya tanah residual.

c) Karakteristik dari Agregat

Agregat dapat di bedakan menjadi dua golongan jika di lihat dari sumbernya yaitu
agregat yang berasal dari alam dan agregat buatan (artificial aggregates). Agregat yang
berasal dari sumber alam yaitu pasir alami dan kerikil, sedangkan yang buatan dapat berasal
dari stone crusher ataupun dari hasil residu terak tanur tinggi (blast furnace slag), pecahan
genteng, pecahan beton, fly ash dari residu PLTU, extended shale, expanded slag dan lainnya.
Sumber daya alam dari batu-batuan (deposits), yang di bedakan menjadi tiga, yaitu: Quarry
Batu-batuan dari Bedrock; Pasir dari Sungai dan Batu-batuan yang di Gali; Pasir dari Pesisir
Pantai dan Sumur-sumur yang Mengandung Pasir dan Batu-batuan.

280 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


d) Mengelolah Agregat Alam

Pengolahan agregat alam meliputi penggalian (excavating), pengangkutan (hauling),


pencucian, pemecahan (crushing), dan penetuan ukuran. Akan tetapi bukan hanya usaha-
usaha yang tersebut di atas tetapi juga pengolahan di mulai dari penggalian dan sebagainya.
Dan harus di akhiri dengan penimbunan dan penyerahan agregat di lapangan (Gambar 4.30).

Gambar 4.30: Pengolahan Agregat (SBM, 2012; Weiku, 2014)

e) Jenis Agregat

Seperti yang telah di uraikan di atas agregat dapat di bedakan dari dua jenis utamanya
yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat di
bedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi), dan teksture
permukaannya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan agregat dalam campuran beton ada
lima, yaitu sebagai berikut (Landgren, 1994): (1) Voulume udara, udara yang terdapat dalam
campuran beton akan mempengaruhi beton, terjadinya pada saat proses yang dimulai dari
pasta semen. (2) Volume padat, kepadatan dalam volume untuk agregat akan mempengaruhi
berat isi dari beton jadi nantinya. (3) Berat jenis agregat, akan mempengaruhi proporsi

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 281
campuran dalam berat sebagai kontrol. (4) Penyerapan, akan menyebakan efek terhadap
berat jenis, dan (5) Kadar air permukaan agregat, akan menyebabkan pengaruh terhadap
mpenggunaan air saat pencampuran.

(1) Jenis Agregat Berdasarkan Berat

Dari uraian di atas agregat dapat di bedakan menjadi dua kelompok berdasarkan
sumbernya yaitu agregat alam/alami dan agregat buatan. Agregatpun dapat dibedakan
berdasarkan beratnya, yang dapat di bedakan menjadi tiga jenis, yaitu agregat normal, agregat
ringan dan agregat berat.

Agregat normal di hasilkan dari pemecahan batuan dari quarry atau langsung dari
sumber alam, mempunyai berat jenis rata-rata 2.5-2.7 atau tidak kurang dari 1.2 kg/dm3,
biasanya berasal dari granit, basalt, kuarsa, dan sebagainya. Beton yang di buat dengan
agregat adalah beton normal, yaitu,beton yang memunyai berat isi 2.200-2.500 Kg/m3. Agregat
yang memiliki berat lebih kecil dari agregat normal merupakan agregat ringan dan agregat
yang lebih berat dari agregat normal merupakan agregat berat.

Berat isi dari agregat ringan berkisar antara 350-880 kg/m3 untuk agregat kasarnya dan
750-1200 kg/m3 untuk agregat halus, serta campuran dari agregat tersebut mempunyai berat
isi maksimum 1040 kg/m 3. Agregat ringan yang di gunakan dalam campuran beton harus
memenuhi syarat mutu dari ASTM C-330, “Specification for Lightweight Aggregagtes for
Structural Concrete”.

(2) Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk

Bentuk agregat belum terdefinisikan secara jelas, sehingga sifat-sifat tersebut sulit di
ukur dengan baik. Sejumlah peneliti telah banyak membicarakan tentang hal ini, salah satunya
Mather, yang menyatakan bahwa bentuk butir agregat di tentukan oleh dua sifat yang tidak
saling tergantung yaitu kebulatan/ketajaman sudut (sifat yang tergantung pada ketajaman
relatif) secara numerik dinyatakan dengan rasio antara jari-jari rata-rata dari sudut lengkung
ujung atau sudut butir dari jari-jari maksimum lengkung salah satu ujung/sudutnya, dan yang
kedua adalah sperikal yaitu rasio antara luas permukaan dengan volume butir. Standar test
yang dapat digunakan dalam menentukan bentuk dari agregat ini ASTM D-3398. Klasifikasi
agregat berdasarkan bentuk agregat dapat di bedakan menjadi (Gambar 4.31), yaitu: Agregat
Bulat; Agregat Bulat Sebagian atau Tidak Teratur; Agregat Bersudut; Agregat Panjang;
Agregat Pipih; dan Agregat Pipih dan Panjang.

282 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Gambar 4.31: Bentuk Agregat

(3) Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan

Permukaan yang kasar akan mempunyai ikatan yang lebih baik jika di bandingkan
dengan permukaan agregat yang licin. Jenis lain dari permukaan agregat adalah mengkilap
dan kusam. Umumnya agregat di bedakan menjadi kasar, agak kasar, licin, agak licin.
Berdasarkan pemeriksaan visual, tekstur agregat dapat di bedakan menjadi sangat halus
(glassy), halus, granular, kasar, berkristal (crystalline), berpori, dan berlubang-lubang. Secara
numerik belum di pakai untuk menentukan definisi dari susunan permukaan agregat.
Berdasarkan tekstur permukaannya dapat di bedakan sebagai berikut:

(1) Agregat licin/halus (glassy)


(2) Berbutir (granular)
(3) Agregat Kasar
(4) Agregat Kristalin (Cristalline aggregate)
(5) Agregat Berbentung Sarang Labah (Honeycombs Aggregate)

(4) Jenis Agregat Berdasarkan Kekasaran Permukaan

Berdasarkan tingkat kekasaran permukaannya agregat dibagi menjadi lima (Gambar


4.32), yaitu:
a. Sangat Kasar (High Roughness)
b. Cukup kasar (Moderate Roughness)
c. Sedikit kasar (low roughness)
Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 283
d. Halus (smooth)
e. Sangat halus (polished)

Gambar 4.32: Type kekasaran agregat (FHWA, 2011)

(5) Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Nominal

Ukurannya dapat mempegaruhi kekuatan tekan beton, sebagai dasar perancangan


campuran beton besar butir maksimum agregat, (ACI 318) dan (SNI 03-2847-2002),
memberikan batasan sebagai berikut;

(1) Seperlima dari jarak terkecil antara bidang samping cetakan,

(2) Sepertiga dari tebal plat

(3) Tiga perempat dari jarak bersih minimum di antara batang-batang tulangan atau
berkas-berkas (bundle bar) ataupun dari tendon pre-stress atau ducting.

Dari ukuran agregat ini agregat dapat di bedakan menjadi dua golongan yaitu agregat
kasar dan agregat halus Yaitu: (1) Agregat halus ialah agregat yang semua butirnya
menembus ayakan berlubang 4.8 mm atau 4.75 mm (ASTM C33) atau 5,0 mm (BS.812), dan
(2) Agregat kasar ialah agregat yang semua butirnya tertinggal di atas ayakan 4.8 mm atau
4.75 mm (ASTM C33) atau 5,0 mm (BS.812).

(6) Jenis Agregat Berdasarkan Gradasi

Gradasi agregat ialah distribusi dari ukuran agregat. Distribusi ini bervariasi dapat di
bedakan menjadi tiga yaitu gradasi sela (gap grade), gradasi menerus (continous grade) dan
gradasi seragam (unifor grade). Untuk mengetahui gradasi tersebut dilakukan pegujian melalui

284 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


analisa ayak sesuai dengan standar dari BS 812, ASTM C-33, C136, ASHTO T.27 ataupun
Standar Indonesia. Gradasi Sela (gap gradation); jika salah satu atau lebih dari ukuran butir
atau fraksi pada satu set ayakan tidak ada, gradasi ini dalam grafiknya akan menunjukan satu
garis horizontal. Gradasi Menerus; jika agregat yang semua ukuran butirnya ada dan
terdistribusi dengan baik. Gradasi Seragam; Agregat yang mempunyai ukuran yang sama di
definisikan sebagai agregat seragam. Susunan agregat yang memiliki gradasi yang baik akan
membentuk dalam benton seperti di Gambar 4.33,

Gambar 4.33: gradasi agregat yang baik (menerus/well graded)

a) Kekuatan Agregat

Kekuatan beton tidak lebih tinggi dari kekuatan agregat, oleh karena itu sepanjang
kekuatan tekan agregat lebih tinggi dari beton yang akan di buat maka agregat tersebut masih
cukup aman untuk di gunakan sebagai campuran beton. Pada kasus-kasus tertentu untuk
beton mutu tinggi yang mengalami konsentrasi tegangan lokal cenderung mempunyai
tegangan lebih tinggi dari pada kekuatan selutuh beton, dalam hal ini kekuatan agregat
menjadi kritis.

b) Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Agregat

Kekuatan dari agregat dapat bervariasi dalam batas yang besar. Butir-butir agregat
dapat bersifat kurang kuat karena dua hal (1) karena terdiri dari bahan yang lemah atau terdiri
dari partikel yang kuat tetapi tidak baik dalam hal pengikatan (interlocking). Misalnya Granite,
terdiri dari bahan yang kuat dan keras yaitu kristal quarts dan feldspar tetapi bersifat kurang
kuat dan modulus elastisitasnya lebih rendah daripada gabbros dan diabeses, hal ini karena
butir-butir granite tidak terikat dengan baik, dan yang ke-(2) porositas yang besar, hal ini
mempengaruhi terhadap keuletan, yang merupakan ketahanan terhadap beban kejut.

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 285
c) Cara Pengujian Kekuatan Agregat

Untuk menguji kekuatan agregat dapat menggunakan bejana Rudelloff ataupun Los
Angelos Test. Sesuai dengan SNI. Cara lainnya dengan melakukan uji keuletan (toughness)
caranya di beri beban dengan sebuh mesin kejut (crushing value) dimana nilai kejut ini
biasanya berhubunan dengan kekerasan agregat.

d) Sifat-Sifat Agregat dalam Campuran Beton

Sifat-sifat dari agregat sangat berpengaruh terhadap mutu dari suatu campuran beton,
untuk dapat menghasilkan beton yang mempunyai kekuatan seperti yang di inginkan. Sifat-
sifat ini harus di ketahui dan di pelajari agar kita dapat mengambil tindakan yang positif dalam
mengatasi masalah-masalah yang timbul.

(1) Serapan Air dan Kadar Air Agregat

Serapan Air di hitung dari banyaknya air yang mampu di serap oleh agregat pada kondisi
jenuh permukaan kering (JPK) atau saturated surface dry (SSD), kondisi ini merupakan,
Keadaan kebasahan agregat yang hampir sama dengan agregat dalam beton, sehingga
agregat tidak akan menambah maupun mengurangi air dari pastanya.

Kadar Air adalah banyaknya air yang terkandung dalam suatu agregat. Kadar air agregat
dapat di bedakan menjadi empat jenis yaitu; (1) Kadar air kering tungku, yaitu benar-benar
tidak berair, (2) kadar air kering udara, yaitu kondisi agregat permukaannya kering tetapi
sedikit mengandung air dal;am porinya dan masih dapat menyerap air, (3) Jenuh Kering
Permukaan atau JPK, yaitu tidak ada air di permukaannya tetapi masih mampu menyerap,
pada kondisi ini, air dalam agregat tidak akan menambah atau mengurangi air pada campuran
beton. Dan yang ke (4) adalah kondisi basah, yaitu butir-butir agregat banyak mengandung
air, sehingga pada campuran beton akan menyebabkan penambahan kadar air campuran
(Gambar 4.34).

Gambar 4.34: Kondisi kadar air pada agregat (American Concrete Institute, August 2007)

286 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


(2) Berat Jenis dan Daya Serap Agregat

Hubungan antara berat jenis dengan daya serap adalah jika semakin tinggi nilai berat
jenis agregat maka semakin kecil daya serap air agregat tersebut.

(3) Gradasi Agregat

Gradasi Agregat Normal menurut SNI, syarat-syarat untuk agregat halus, dimana syarat
ini merupakan adopted dari British Standar di Inggris, yang mengelompokan agregat halus
dalam empat zone (daerah), yaitu Daerah Gradasi I Pasir Kasar, Daerah Gradasi II, Pasir Agak
Kasar, Daerah Gradasi III Pasir Halus, dan Daerah Gradasi IV Pasir Agak Halus.
Gradasi Agregat Ringan, Apabila di gunakan agregat ringan sebagai campuran beton,
maka agregat harus memenuhi ketentuan dan syarat-syarat dari ASTM C.330, “Spesification
for Lightweight Aggregates for Structural Concrete”
Gradasi Agregat Campuran adalah gradasi hasil pencampuran agregat agar di dapatkan
gradasi yang baik antara agregat kasar dengan agregat halus. (SNI) memberikan batasan
gradasi yang merupakan adopsi dari B.S. Hal ini dibatasi oleh besar butir nominal 10, 20, 30
dan 40 mm. Terbagi lagi menjadi kurva 1 sampai 4.

(4) Hubungan Antara Pori dalam Mortar dan Beton dengan Kekuatan

Semakin tinggi anggka pori dalam beton yang pada akhirnya akan menyebabkan
turunnya kekuatan beton. Semakin halus butir agregat maka nilai modulus halus butir (mhb)
akan semakin kecil. Modulus Halus Butir (mhb) di definisikan (Abrams,1918) sebagai jumlah
persen kumulatif dari butir agregat yang tertinggal (retained) di atas satu set ayakan
(38,19,9.6,4.8,2.4,1.2,0.6,0.3, dan 0.15 mm), kemudian nilai tersebut di bagi dengan seratus
(Ilsley,1942:232). Makin besar nilai mhb suatu agregat menunjukan semakin besar buturan
agregatnya.

(5) Serangan Kimia

Bahan-bahan kimia pada dasarnya bereaksi dengan komponen-komponen tertentu dari


pasta semen yang telah mengeras, oleh karena itu ketahanan terhadap beton yang telah
mengeras sebagiabn besar tergantung pada jenis semen yang di gunakan, seperti yang di
uraikan di dalam bagian semen portland. Ketahanan terhadap serangan kimia bertambah
dengan bertambahnya kekedapan beton terhadap air.Ketahanan kimia meliputi ketahanan
terhadap Serangan Alkali dan Serangan Sulfat.

(6) Kekekalan

Untuk mengetahui sifat terhadap kekekalan dari agregat dapat dilakukan dengan
mengunakan larutan kimia, dan reaksinya terhadap agregat. Untuk itu harus memenuhi syarat

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 287
seperti yang tercantum dalam SNI, “Mutu dan Cara Uji Agregat Beton” untuk beton normal,
dan jika tidak tercakup dalam syarat tersebut harus memenuhi syarat ASTM C.33, “Standard
Specification for Concrete Aggregates”.

(7) Perubahan Volume

Faktor utama yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam volume


adalah kombinasi reaksi kimia antar semen dengan air di ikuti oleh mengeringnyn beton.

(8) Karakteristik Panas (Sifat Thermal Agregat)

Karakteristik panas dari agregat akan sangat mempengaruhi keawetan dan kualitas dari
beton. Sifat utamanya adalah koefisien muai, panas jenis dan penghantar panas.

• Koefisien Muai bertambahnya sifat termal agregat yang di pakai, tergantung pada
jenis bahan agregatnya. Panas Jenis dan Penghantar Panas perlu di hitung jika
beton di gunakan untuk pekerjaan massa, dan juga dipakai untuk pekerjaan khusus,
seperti isolasi seperti dalam bangunan pabrik.

• Bahan-Bahan Lain yang Mengganggu (deleterious) adalah bahan yang


menyebabkan terganggunya proses pengikatan pada beton serta pengerasan
betonnya.

• Bahan Padat yang Menetap, Lempung, tanah liat dan abu batu tidak dapat di ijinkan
dalam jumlah banyak, oleh karena itu ada kecenderungan untuk penggunaan air yang
lebih banyak dalam campuran beton yang bersangkutan, jika terdapat bahan-bahan
tersebut.

• Bahan-bahan Organik dan Humus akan mengganggu proses hidrasi jika


dipergunakan dalam campuran beton.

e) Pemeriksaan Mutu Agregat & Syarat Mutu Agregat

Pemeriksaan mutu agregat di maksudkan untuk mendapatkan suatu bahan-bahan


campurean beton yang memenuhi syarat, sehingga beton yang di hasilkan nantinya sesuai
dengan yang di harapkan. Syarat Mutu di Indonesia umumnya untuk Agregat Normal Menurut
SNI dan Menurut ASTM C.33. Sifat-sifat fisik dari tipikal agregat yang digunakan untuk beton
normal menurut ACI E-701-07 (American Concrete Institute, August 2007) adalah sebagai
berikut Tabel 4.16):

288 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Tabel 4.16:Range Sifat fisik dari Agregat Normatl untuk Beton
Sifat dan Karakteristik Tipikal Range
Modulus halus butir (ditentukan sebagai berikut) 2.0 sampai 3.3
Fineness modulus of fine aggregate (definedi n the following)
Ukuran maksimum agregat kasar 9.5 sampai 37.5 mm
Nominal maximum size of coarse aggregate (3/8 sampai 1-1/2 in.)
Penyerapan (Absorption) 0.5 sampai 4%
Berat jenis (berat jenis relatif) 2.30 sampai 2.90
Bulk specific gravity (relative density)
Dry-rodded bulk density (Previously dry-rodded unit weight.) of 1280 to 1920 kg/m3
coarse aggregate
(80 to 120 lb/ft3)
Kadar air permukaan (Surface moisture content)
Agregat Kasar (Coarse aggregate ) 0 to 2%
Agregat halus (Fine aggregate) 0 to 10%
Sumber: (American Concrete Institute, August 2007), ACI Education Bulletin E1-07

f) Penyimpanan Agregat

Agregat dalam penyimpanannya biasanya tidak di tempatkan dalam ruang tertutup tetapi
di letakan dalam udara terbuka atau stock field. Persyaratan yang harus di penuhi dalam
penyimpanan agregat ini, antara lain: (1) Pengawasan agregat harus dimulai dari saat
kedatangannya sampai dengan pengambilan kembali, (2) Agregat harus di timbun di atas bak-
bak ber lantai jika volumenya kecil di bawah 10 kubik meter, jika untuk keerluan besar
sebaiknya di buatkan landasan menggunakan land concrete campuran 1:3:5. Hal ini untuk
menghindari tercampurnya tanah dengan agregat pada saat pengambilan bahan untuk
pencampurannya. (3) Jika agregat yang di timbun dalam keadaan kering terutama untuk
agregat yang di timbun di stockpile sebaiknya agregat di siram dengan menggunakan sprinkle
(slang air). (4) Agregat selalu di uji secara berkala sebelum di gunakan, sebagai kontrol
kualitas bahan.

g) Agregat Jenis Lainnya

Agregat untuk Hal-hal Khusus untuk bahan yang harus kuat dan awet. Agregat yang
di gunakan Corundum sintetik (Al2O3) dengan berat isi murni 3.9-4.0 Kg/dm3. Silicone Carbide
dengan berat isi murni 3.1-3.2 kg/dm3. Di samping itu dapat juga di gunakan jenis agregat lain
yang keras seperti batu alam misalnya basalt, terak tanur tinggi, jenis-jenis logam. Beberapa
jenis agregat lainnya antara lain sebagai berikut:
Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 289
• Batu Pecah di kenal dalam pekerjaan beton dengan ukuran 10/20 dan 20/30.

• Pecahan Bata atau Genteng yang halus bersifat; (1) seperti pasir, (2) Sedikit
menaikan kekuatan mortar, dan (3) Menaikan sifat hidrolis dari mortar.

• Tanah Liat Bakar dibuat berbutir sekitar 5 sampai 20 mm, kemudian di bakar. Hasilnya
berbentuk bola, ringan dan berpori. Serapan airnya sekitar 8-20%. Beton dengan
agregat ini berat jenisya sekitar 1900 kg/m 3.

• Herculite atau Haydite hasil pembuatan darishale yang di masukan dalam tungku
putar pada suhu 11000C.

• Agregat Abu Terbang (Sintered Fly-ash Aggregates) hasil pembakaran PLTU, yang
mengeras membentuk butir-butir seperti kerikil.

• Benda Limbah Padat Buangan Limbah padat ini dapatberupa kaleng-kaleng bekas,
juga bahan-bahan bekas bongkaran bangunan, maupun sampah padat dari hasil
limbah industri ataupun rumah tangga.

4. Bahan Tambah

Bahan tambah didefinisikan dalam Standard Definitions of Terminology Relating to


Concrete and Concrete Aggregates, (ASTM C.125-1995:61) dan dalam Cement and Concrete
Terminology, ACI SP-19 sebagai material selain air, agregat dan semen hidrolik yang
dicampurkan dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan
berlangsung. Bahan tambah kimia harus memenuhi syarat yang diberikan dalam ASTM
C.494, ”Standard Spesification for Chemical Admixture for Concrete”.

Definisi Bahan Tambah; menurut ACI Committee 212.1R-81 (Revised 1986) yang
diselalu diperbaiki sejak 1944, 2954, 1963, 1971, dan terakhir dalam (ACI CT-13, 2013) jenis
bahan tambah untuk beton dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu: acceleratng, air-
entraining, water reducer and set-controling, finely devided mineral dan mescellaneous.

Jenis Bahan Tambah dapat dikelompokan menjadi dua yaitu bahan tambah kimia dan
mineral. Bahan tambah yang bersifat kimiawi (chemical admixture) dan bahan tambah yang
bersifat mineral (additive). Bahan tambah admixture ditambahkan saat pengadukan dan atau
saat pelaksanaan pengecoran (placing) sedangkan bahan tambah additive yaitu yang bersifat
mineral ditambahkan saat pengadukan dilaksanakan.

290 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


a) Sejarah Penggunaan Bahan Tambah

Admixtures telah lama diakui sebagai bagian penting dari beton yang digunakan untuk
meningkatkan kinerja beton, namun demikian penggunaan admixtures dalam campuran
semen tidak terdokumentasi dengan baik. Penggunaan admixtures secara alami dalam
campuran beton telah ada sejak jaman Romawi dan mesir yang menggunakan campuran susu
dan lemak babi dan selama abad pertengahan di Eropa penggunaan telur sebagai campuran
beton digunakan. Penggunaan pasta beras ketan sebagai polesan, lacquer, minyak tung,
blackstrap molasses, dan ekstrak dari elm yang direndam dalam air serta direbus pisang
dilakukan oleh orang Cina, dan di Mesoamerika dan Peru, penggunaan jus kaktus dan lateks
dari tanaman karet. Suku Maya juga menggunakan ekstrak kulit batang dan zat lain sebagai
retarder set untuk menjaga semen bisa diterapkan untuk jangka waktu yang panjang
(American Concrete Institute, 2013, pp. E4-2).
Pencampuran beton adalah formulasi kimia yang ditambahkan dalam jumlah tertentu
untuk semen atau beton untuk memenuhi kebutuhan fungsional, estetika, dan desain struktur
sipil. Ini saat ini banyak digunakan dalam pembangunan proyek perumahan, industri,
komersial, dan infrastruktur. Manfaat yang diperoleh dari penggunaan admixtures termasuk
meningkatkan daya tahan, kekuatan, ketahanan kimia, pewarnaan, pengurangan kebutuhan
air semen, dan peniningkatan kemudahan pekerjaan beton. Bahan tambah yang digunakan
mencakup jenis - mineral dan kimia. Admixtures Mineral termasuk fly ash, terak silika, dan abu
vulkanik, sedangkan bahan kimia meliputi super-plasticizer, plasticizers normal, accelerator
agent, retarding, udara entraining-agen (Air-Entrainement), admixtures waterproofing, dan
lain-lain seperti inhibitor korosi dan pewarna beton. Para pemain utama sebagai produsen
bahan tambah kimia (Research and Markets, 2012) antara lain Axim Italcementi Group (Italia),
Ashland Inc (AS), BASF (Jerman), Cico Technologies Ltd (India), The Dow Chemical
Company (AS), Euclid Kimia (AS), Fosroc ( UEA), Sika AG (Swiss), Lanya Beton admixtures
Co Ltd (Cina), CHRYSO (Perancis), dan WR Grace & Co (AS).
Salah satu produsen bahan tambah kimia untuk beton adalah Sika Corporation US,
sejak tahun 1937 yang berpusat di Lyndhurst, NJ, dengan spesialiasi pemasok produk bahan
kimia dan industri material untuk konstruksi, transportati, marine, serta automotive. Produk
Sika’s termasuk bahan tambah beton (concrete admixtures) khususnya mortars, epoxies,
structural strengthening systems, industrial flooring, sealants, adhesives, specialty acoustic
dan reinforcing materials (SIKA Group, 2013).
Selain penggunaan bahan tambah kimia, lebih dari 2000 tahun bangsa Romawi
menggunakan rambut/bulu kuda, yang saat ini digunakan serat polypropylene dalam
campuran mortar untuk mengurangi shrinkage, pada pembuatan aqueducts dan roadways.
Bahkan sengaja menambahkan darah hewan untuk menghasilkan Air-entrained dalam
Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 291
campuran (DJC, 2013). Saat ini para peneliti banyak mengembangkan bahan tambah
meneral secara modern untuk menghasilkan dan merubah sifat dan karakteristik tertentu dari
beton yang digunakan untuk menghasilkan beten tertentu seperti misalnya beton mutu tinggi
atau elektrikal konductivitas (American Concrete Institute, 2013, pp. E4-2). Pekembangan
bahan untuk admixture beton saat ini sangat pesat, jika merujuk direktory produksi di negara
Cina untuk concrete admixture ditemukan sekitar 382 produk (Product List 382 Products
found) dari bahan tambah kimia sampai mineral (China, 2013).

b) Apa itu Admixture?

ACI 116R-00 mendefinisikan terminologi admixture sebagai "bahan selain air, agregat,
semen hidrolik, dan serat tulangan, digunakan sebagai bahan campuran semen untuk
memodifikasi campuran yang baru, waktu pengikatan, atau sifat kekerasan beton yang
ditambahkan ke batch sebelum atau selama pencampurannya." Di ACI 212.3R dinyatakan
sebagai "pencampuran bahan kimia yang digunakan untuk meningkatkan sifat-sifat beton dan
mortar dalam keadaan plastik dan mengeras. Sifat ini dapat dimodifikasi untuk meningkatkan
kekuatan tekan dan lentur pada semua umur, menurunkan permeabilitas dan meningkatkan
daya tahan, menghambat korosi, mengurangi penyusutan, mempercepat atau memperlambat
pengikatan awal, meningkatkan nilai slum dan kemudahan pengerjaan (workability),
meningkatkan kemudahan pemompaan (pumpability) dan penyelesaian akhir (finishability),
meningkatkan efisiensi penggunaan semen, dan meningkatkan nilai ekonomi campuran.
Sebuah campuran atau kombinasi dari admixtures mungkin satu-satunya sarana yang layak
untuk mencapai hasil yang diinginkan. Dalam kasus tertentu, tujuan yang diinginkan dapat
menjadi pencapaian yang terbaik melalui perubahan campuran selain penggunaan campuran
yang tepat". Pencampuran bahan kimia adalah bahan yang ditambahkan ke bahan penyusun
beton pada campuran, dalam kebanyakan kasus, secara khusus ditentukan sebagai volume
yang berhubungan dengan kandungan semen atau kebutuhan total bahan semen. Admixtures
berinteraksi dengan pengikatan semen dinyatakan sebagai proses fisika dan kimia untuk
memodifikasi satu atau lebih dari sifat-sifat beton segar atau beton keras (American Concrete
Institute, 2013, pp. E4-2).
Di Indonesia, melalui SNI yang memuat tentang Spesifikasi Bahan Tambah Untuk Beton,
SNI 03-2495-1991. Ruang lingkup spesifikasi ini mencakup persyaratan fisis bahan tambahan
campuran beton yang dapat digunakan sebagai bahan dalam campuran beton sehingga
didapatkan sifat-sifat khusus dari beton yaitu kemudahan pengerjaan, waktu pengikatan,
pengerasan, kekedapan dan keawetan. Terminologi Bahan Tambah menurut SNI adalah
adalah berupa bubukan atau cairan yang dibubuhkan ke dalam campuran beton selama

292 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


pengadukan dalam jumlah tertentu untuk merubah beberapa sifatnya. Bahan tambahan terdiri
dari tipe A sampai G yang digunakan untuk mengurangi jumlah air campuran, memperlambat
waktu pengikatan, mempercepat waktu pengikatan dan menambah kekuatan awal beton yang
diuji dengan beton pembanding dengan proporsi yang sama tanpa bahan tambahan (SNI-03-
2495-1991).

c) Mengapa menggunakan Admixture?

Menurut sebuah survei yang dilakukan oleh National Ready Mix Concrete Association,
39% of produksi ready mix menggunakan fly ash, dan kurang lebih 70% produksi betonnya
menggunakan water-reducer admixture. Admixtures bervariasi dalam komposisi kimia, dan
kadang kala lebih dari satu fungsinya baik untuk penggunaan kimia dan mineral. Semua
admixtures dalam konstruksi beton harus memenuhi spesifikasi, pengujian agar dapat
dilakukan evaluasi campuran apakah mempengaruhi sifat beton yang akan dibuat dengan
bahan pekerjaan tertentu, di bawah kondisi tertentu dengan prosedur konstruksi yang dapat
diantisipasi lebih awal. Admixtures dibedakan menjadi dua bahan tambah kimia dan mineral.
Bahan tambah mineral seperti fly ash, silika fume [SF], dan terak) biasanya ditambahkan
dalam campuran beton dalam jumlah yang lebih besar untuk meningkatkan workability beton
segar, untuk meningkatkan ketahanan beton terhadap retak termal, alkali-agregat ekspansi,
dan serangan sulfat, dan untuk memungkinkan pengurangan kandungan semen.
Pencampuran bahan kimia yang ditambahkan ke beton biasanya dalam jumlah yang sangat
kecil terutama untuk Air-entrainment, pengurangan kadar air atau semen, meningkatkan
plastisitas campuran beton segar, atau kontrol pengaturan waktu. Tujuh jenis pencampuran
bahan kimia yang ditentukan dalam ASTM, C 494 dan AASHTO M 194, tergantung pada
tujuan konstruksi. Air admixtures entraining sesuai ASTM C 260 dan AASHTO M 154 yang
memuat Persyaratan umum dan fisik untuk setiap jenis campuran yang termasuk dalam
spesifikasinya (FHWA, 2013).

Beberapa alasan penggunaan admixture sesuai fungsinya menurut ACI 212-3R adalah
sebagai berikut (American Concrete Institute, 2013, p. E4.2):

• Meningkatkan workability tanpa meningkatkan kadar air atau mengurangi kadar air
pada kinerja pengerjaan yang sama;

• menghambat (Retard) atau mempercepat waktu pengikatan awal;

• Mengurangi atau mencegah penyusutan atau membuat pengembangan yang kecil


(slight expansion);

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 293
• Memodifikasi tingkat atau kapasitas naiknya air ke permukaan (bleeding);

• Mengurangi segregasi atau terpisahnya butiran kasar;

• Meningkatkan pempaan (pumpability);

• Mengurangi laju kehilangan nilai slum (Slump Loss);

• Retard atau mengurangi evolusi panas selama pengerasan awal;

• Mempercepat kekuatan awal;

• Meningkatkan kekuatan (tekan, tarik, atau lentur);

• Meningkatkan daya tahan atau ketahanan terhadap kondisi yang di ekpose, termasuk
ketahanan terhadap garam deicing (deicing salts) dan bahan kimia lainnya;

• Mengurangi permeabilitas beton;

• Mengontrol ekspansi yang disebabkan oleh potensi reaksi alkali reaktif dalam
agregat;

• Meningkatkan ikatan beton dengan tulangan baja;

• Meningkatkan ikatan antara beton yang sudah ada dan baru;

• Meningkatkan dampak dan ketahanan abrasi;

• Menghambat korosi logam yang tertanam, dan

• Menghasilkan beton atau mortar berwarna

Berdasarkan hal tersebut maka alasan menggunakan bahan tambah dapat


dikelompokan menjadi;

(1) Memodifikasi Beton Segar, Mortar dan Grouting

• Menambah sifat kemudahan pekerjaan tanpa menambah kandungan air atau


mengurangi kandungan air dengan sifat pengerjaan yang sama.

• Menghambat atau mempercepat waktu pengikatan awal dari campuran beton.

• Mengurangi atau mencegah secara preventif penurunan atau perubahan volume


beton.

• Mengurangi segregasi.

• Mengembangkan dan meningkatkan sifat panetrasi dan pemompaan beton segar.

• Mengurangi kehilangan nilai slump.

294 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


(2) Memodifikasi Beton Keras, Mortar dan Grouting

• Menghambat atau mengurangi ecolusi panas selama pengerasan awal (beton muda).

• Mempercepat laju pengembangan kekuatan beton pada umur muda.

• Menambah kekuatan beton (kuat tekan, kuat lentur atau kuat geser dari beton)

• Menambah sifat keawetan beton atau ketahanan dari gangguan luar termasuk
serangan garam-garam sulfat.

• Mengurangi kapilaritas dari air.

• Mengurangi sifat permeabilitas.

• Mengontrol pengembangan yang disebabkan oleh reaksi dari alkali termasuk alkali
dalam agregat.

• Menghasilkan struktur beton yang baik.

• Menambah kekuatan ikatan beton bertulang,

• Mengembangkan ketahanan gaya impact (berulang) dan ketahanan abrasi.

• Mencegah korosi yang terjadi pada baja (embedded metal)

• Menhasilkan warna tertentu pada beton atau mortar.

Selain alasan teknik, penggunaan bahan tambah juga harus mempertimbangkan Aspek
Ekonomi atas Penggunaan Bahan Tambah tersebut. Penambahan bahan tambah dalm
sebuah campuran beton atau mortar tidak merubah komposisi yang besar dari bahan yang
lainnya, karena penggunaan bahan tambah ini cenderung merupakan pengganti atau
substitusi dari dalam campuran beton itu sendiri. Penambahan dari biaya yang keluar mungkin
baru terasa efeknya pada saat pengadaan bahan tambah tersebut yang meliputi biaya
transportasi, penempatannya dilapangan dan biaya penyelesaian akhir beton tersebut.

Pada penggunaan bahan tambah beberapa hal perlu menjadi perhatian penting. Hal
yang perlu dilakukan eveluasi jika menggunakan bahan tambah: (1) penggunaan semen
dengan tipe yang khusus, (2) penggunaan satu atau lebih bahan tambah, (3) petunjuk umum
mengenai penggunaan atau temp[eratur yang diijinkan pada saat pengadukan dan
pengecoran. Selanjutnya hal yang menjadi perhatian adalah (1) Penggantian tipe semen atau
sumber dari semen atau jumlah dari semen yang digunakan atau memodifikasi gradasi
agregat, atau proporsi campuran yang diharapkan. (2) banyak bahan tambah merubah lebih
dari satu sifat beton, kadangkala mala merugikan, (3) efek bahan tambah sangat nyata untuk

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 295
merubah karakteristik beton misalnya FAS, tipe dan gradasi agregat, tipe dan lama
pengadukan.

Selain itu alasan utama penggunaan admixtures adalah: (1) Mengurangi biaya
pembuatan beton konstruksi. (2) Memberikan sifat dan karakteristik tertentu pada beton, (3)
Menjaga kualitas beton selama masa pencampuran/pengadukan, pengangkutan,
penuangan/pengecoran, serta perawatan dan menjaga terhadap gangguan berbagai kondisi
cuaca, dan (4) Menghasilkan kepastian atas tindakan pencegahan yang mungkin dapat
merusak beton selama masa umur beton (Kosmatka, Kerkhoff, & and Panarese, 2003, p. 105).

d) Standar Admixture

Beberapa standar untuk admixture antara lain sebagai berikut (Tabel 4.17):
Tabel 4.17:Beberapa Standar Penggunaan Admixture
Deskripsi Pengujian Standar

Air-Entraining Admixtures ASTM C 260

Standard Specification for Air-Entraining Admixtures for AASHTO M 154


Concrete

Standard Specification for Air-Entraining Admixtures for CRD-C 13


Concrete

Standard Specification for Chemical Admixtures for Concrete ASTM C 494/C494M-12

Standard Specification for Chemical Admixtures for Concrete AASHTO M 194

Standard Specification for Chemical Admixtures for Concrete CRD-C 87

Calcium Chloride ASTM D 98

Standard Specification for Calcium Chloride AASHTO M 144

Foaming Agents ASTM C 869

Admixtures for Shotcrete ASTM C 1141

Admixtures for Use in Producing Flowing Concrete ASTM C 1017

Grout Fluidifier For Preplaced Aggregate Concrete ASTM C 937

Pigments For Integrally Colored Concrete ASTM C 979

Spesifikasi Bahan Tambah Untuk Beton SNI 03-2495-1991


Sumber: (Kosmatka, Kerkhoff, & and Panarese, 2003, p. 105)

296 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


e) Jenis dan Tipe Admixture

Secara umum bahan tambah dibedakan menjadi dua kelompok yaitu bahan tambah
kimia dan mineral. Termasuk bahan tambah mineral adalah abu terbang (fly ash), silica fume,
blast furnace slag dan lainnya. Bahan tambah kimua (Chemical Admixtures) berdasarkan
fungsinya di klasifikasikan sebagai berikut (Kosmatka, Kerkhoff, & and Panarese, 2003):

1. Air-entraining admixtures
2. Water-reducing admixtures
3. Plasticizers
4. Accelerating admixtures
5. Retarding admixtures
6. Hydration-control admixtures
7. Corrosion inhibitors
8. Shrinkage reducers
9. Alkali-silica reactivity inhibitors
10. Coloring admixtures
11. Miscellaneous admixtures such as workability, bonding, dampproofing, permeability
reducing, grouting, gas-forming, antiwashout, foaming, and pumping admixtures.

Efek yang diharapkan untuk penggunaan berbagai tipe admixture dalam sebuah
campuran beton adalah mengurangi penggunaan air sehingga FAS menjadi tetap,
meningkatkan kemudahan pengerjaan, mengurangi kandungan udara dalam beon,
meningkatkan kekuatan tekan awal dan reaksi terhadap alkali dan lainnya. Sesuai dengan
klasifikasinya hasil yang diharapkan dan kandungan kimia dalam admixture (Tabel 4.18):

Tabel 4.18: Klasifikasi Bahan Tambah Beton (Concrete Admixtures)


Type of admixture Desired effect Material
Accelerators Accelerate setting Calcium chloride (ASTM D 98 and AASHTO M 144)
(ASTM C 494 and, and early-strength Triethanolamine, sodium thiocyanate, calcium formate
AASHTO M 194, development calcium nitrite, calcium nitrate
Type C)
Air detrainers Decrease air Tributyl phosphate, dibutyl phthalate, octyl alcohol,
content waterinsoluble esters of carbonic and boric acid,
silicones
Air-entraining Improve durability Salts of wood resins (Vinsol resin), some synthetic-
admixtures in freeze-thaw, detergents, salts of sulfonated lignin, salts of petroleum
(ASTM C 260 and deicer, sulfate, and acids, salts of proteinaceous material, fatty and
AASHTO M 154) alkali reactive resinous
environments acids and their salts, alkylbenzene sulfonates, salts of
Improve workability sulfonated hydrocarbons

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 297
Tabel 4.18: Klasifikasi Bahan Tambah Beton (Concrete Admixtures)
Type of admixture Desired effect Material
Alkali-aggregate Reduce alkali- Barium salts, lithium nitrate, lithium carbonate, lithium
reactivity inhibitors aggregate reactivity hydroxide
expansion
Antiwashout Cohesive concrete Cellulose, acrylic polymer
admixtures for underwater
placements
Bonding Increase bond Polyvinyl chloride, polyvinyl acetate, acrylics,
admixtures strength butadiene-styrene copolymers
Coloring Colored concrete Modified carbon black, iron oxide, phthalocyanine,
admixtures umber, chromium oxide, titanium oxide, cobalt blue
(ASTM C 979)
Corrosion inhibitors Reduce steel Calcium nitrite, sodium nitrite, sodium benzoate,
corrosion activity in certain phosphates or fluosilicates, fluoaluminates,
a chloride-laden ester amines
environment
Dampproofing Retard moisture Soaps of calcium or ammonium stearate or oleate
admixtures penetration into dry Butyl stearate
concrete Petroleum products
Foaming agents Produce Cationic and anionic surfactants
lightweight, foamed Hydrolized protein
concrete with low
density
Fungicides, Inhibit or control Polyhalogenated phenols
germicides and bacterial and fungal Dieldrin emulsions
insecticides growth Copper compounds
Gas formers Cause expansion Aluminum powder
before setting
Grouting Adjust grout See Air-entraining admixtures, Accelerators,
admixtures properties for Retarders, and Water reducers
specific
applications
Permeability Decrease Latex
reducers permeability Calcium stearate
Pumping aids Improve Organic and synthetic polymers
pumpability Organic flocculents
Organic emulsions of paraffin, coal tar, asphalt,
acrylics
Bentonite and pyrogenic silicas
Hydrated lime (ASTM C 141)
Retarders Retard setting time Lignin,
(ASTM C 494 Borax
and AASHTO M Sugars
194 Tartaric acid and salts
Type B)
Shrinkage reducers Reduce drying Polyoxyalkylene alkyl ether
shrinkage Propylene glycol
Superplasticizers* Increase flowability Sulfonated melamine formaldehyde condensates
(ASTM C 1017, of concrete Sulfonated naphthalene formaldehyde condensates
Type 1) uce water-cement Lignosulfonates
ratio Polycarboxylates
Superplasticizer* Increase flowability See superplasticizers and also water reducers
and with retarded set,
Retarder Reduce water–
(ASTM C 1017 cement ratio
Type 2)

298 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Tabel 4.18: Klasifikasi Bahan Tambah Beton (Concrete Admixtures)
Type of admixture Desired effect Material
Water reducer Reduce water Lignosulfonates
(ASTM C 494 and content at least 5% Hydroxylated carboxylic acids Carbohydrates
AASHTO M 194, (Also tend to retard set so accelerator is often added)
Type A)
Water reducer and Reduce water See water reducer, Type A (accelerator is added)
accelerator (ASTM content (minimum
C 494 and 5%) and accelerate
AASHTO M 194 set
Type E)
Water reducer and Reduce water See water reducer, Type A (retarder is added)
retarder (ASTM C content (minimum
494 and AASHTO 5%) and retard set
M 194, Type D)
Water reducer— Reduce water See superplasticizers
high range (ASTM content
C 494 and (minimum12%)
AASHTO M 194,
Type F)
Water reducer— Reduce water See superplasticizers and also water reducers
high range—and content (minimum
retarder (ASTM C 12%) and retard set
494 and
AASHTO M 194,
Type G)
Water reducer— Reduce water Lignosulfonates
mid range content (between 6 Polycarboxylates
and 12%) without
retarding
* Superplasticizers are also referred to as high-range water reducers or plasticizers. These
admixtures often meet both ASTM C 494 (AASHTO M 194) and ASTM C 1017 specification
Source: Kosmatka, Steven H.; Kerkhoff, Beatrix; and Panarese, William C.; Design and Control of
Concrete Mixtures, Chapter 6: Admixture for Concrete, Table 6.1, EB001, 14th edition, Portland
Cement Association, Skokie, Illinois, USA, 2003, p.105

(1) Air-entraining admixtures

Kandungan udara (air voids or entrained air) adalah gelembung udara yang terdapat
dalam beton keras. Beton. Kandungan udara (Air-entrained beton) berisi gelembung udara
yang terdistribusi secara merata di seluruh pasta semen. Kandungan udara ini akan
menentukan tingkat keawetan campuran beton selama proses pengerasan, ketahanan
terhadap sulfat, cenderung mempengaruhi kemudahan pekerjaan, mengurangi kebutuhan air,
dan meningkatkan bleeding dan segregasi (Peter C. Taylor, October 2007, p. 56).

Udara entrained dapat diproduksi dalam beton dengan penggunaan semen Air-
entraining dan dengan campuran kimia Air-entraining, atau dengan kombinasi dari kedua
metode. Semen Air-entraining adalah semen portland menggunakan clinker yang digiling
dengan menambahkan bahan Air-entraining berupa bubuk selama pembuatan. Campuran Air-
entraining dapat ditambahkan langsung ke material beton sebelum atau selama pencampuran
(Chemical Admixture Association, 2013). Udara dalam beton dapat menurunkan kekuatan
Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 299
tekan beton, penggunaan AEA mereduksi kekuatan tekan 5-6% untuk setiap penambahan 1%
udara Oleh karena itu maka udara dalam beton harus dibatasi sampai batas terendahnya
sesuai dengan persyaratan. Namun demikian udara dibutuhkan untuk menghasilkan
kemudahan pekerjaan pada beton segar dengan tetap mempertahankan jumlah air tanpa
kehilangan kekuatan tekan rencana.

Kandungan udara dalam beton digunakan untuk menghasilkan efek tertentu pada saat
beton segar dan keras dengan mempertimbangkan sifat dan karakteristiknya.(Dransfield,
2003, p. 22) seperti: (1) Ketahanan terhadap freeze–thaw pada saat beton mengeras; (2)
Meningkatkan kohesi, mengurangi bleeding dan segregasi pada saat beton keras; (3)
Memudahkan pemadatan dan campuran flow workability termasuk semi-dry concrete; (4)
Stabilitas proses pengerasan; dan (5) Kohesifitas dan mempertahankan sifat dan karakteristis
mortar

Air entrainment sangat sensitif pada saat pencampuran bahan beton, suhu,
pengangkutan, pemompaan dan kandungan udara di tempat pengadukan, hal ini menjadi sulit
jika tidak dilakukan pengendalian. Agar pemanfaatan penggunaan Air-Entrained lebih baik
maka pemahaman terhadap persyaratan dan sifat serta karakteristiknya yang dibutuhkan dan
kontrol terhadap proporsi pencampuran serta pengadukan beton harus dilakukan. Hal ini
menjadi penting, beberapa hal yang perlu dilakukan pengontrolan (Malhotra & Malanka,
1977) adalah sebagai berikut.

• Air-entraining admixtures (AEA) yang digunakan harus sesuai dengan tata cara dan
persyaratan pengguna-annya

• Hal yang penting menjadi perhatian adalah teknik pengadukan dan perawatan tempat
pengadukan yang tidak banyak menggandung udara

• Beton yang datang diproyek harus dilakukan uji slum untuk menghindari penambahan air
sehingga mengurangi durabilitas.

• Kandungan udara harus dikontrol di tempat pengadukan dan dipengecoran

• Udara yang hilang ditempat pengadukan (plant to job site) harus ditambahkan dengan
dosis admixture sesuai persyaratan awal.

• Parameter lainnya dari rongga udara (air-void) pada beton keras harus diperkirakan sesuai
dengan batas standar yang dipersyaratkan.

Selama proses pengadukan jenis bahan tambah pembentuk gelembung udara (Air Entraining
Admixture/AEA) yang digunakan umumnya berupa bahan kimia yang membantu melindungi
terhadap kerusakan yang disebabkan oleh pembekuan ulang dan siklus leleh (freeezing-
thawing) dengan menggunakan beton dibuat dengan dengan berbagai kehalusan butir dan
300 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton
komposisi serta variasi kandungan dan FAS (Bates and Others, 1952 and Lerch, 1960,
Kosmatka, et Al, 2003) (Gambar 4.35) maka AEA akan meningkatkan workability yang lebih
baik, peningkatan homogenitas, penurunan segregasi dan mengurangi bleeding.

Penggunaannya dapat berupa cairan atau bubuk yang ditambahkan selama peng-
adukan (batching) dan dicampur dengan semen. Beberapa Air-entrainment bahan kimia yang
paling sering digunakan adalah: Garam dari resin kayu, sintetis deterjen, Garam dari asam
minyak bumi, serta Lemak dan resin asam dan garam lainnya. Secara umum ada dua jenis
AEA, yaitu jenis detergent dan bukan deterjent. (1) Jenis deterjent AEA pada umumnya adalah
dari jenis deterjent, yaitu zat aktif terhadap permukaan. Zat ini biasanya berupa zat organik
sebagai bahan baku sabun, sehingga bila diaduk dengan air akan menjadi busa dan busa ini
akan tersebar di dalam adukan beton. Gelembung-gelembung ini berada diantara butiran
semen dan agregat yang berfungsi sebagai bola pelincir sehingga adukan beton menjadi lebih
mudah diaduk. Penambahan AEA membuat beton mempunyai sifat penyusutan yang kecil
dan membuat beton lebih kedap air. Bahan yang biasa digunakan untuk membuat AEA adalah
damar vinsol yang merupakan senyawa asam abiet (abietic acid) atau biasa disebut dengan
soda api; dan (2) Jenis bukan deterjent Jenis ini biasanya berupa bubuk aluminium halus.
Bubuk ini apabila bercampur dengan air pada beton akan bereaksi membentuk gelembung
udara gas hidrogen. Biasanya digunakan juga bahan stabilisator (Natrium Stearat) agar
gelembungnya dapat tersebar merata dan stabil.

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 301
Gambar 4.35: Efek Air-Entrained pada ketahan beton terhadap pembekuan dan siklus leleh di Test
Laboratorium. (Bates and Others, 1952 and Lerch, 1960 on Kosmatka, Steven H.; Kerkhoff, Beatrix;
and Panarese, William C, 2003)

Standar Air-entrainment admixtures menurut ASTM C 260, dengan dosis penggunan


berkisar dari 15 sampai dengan 130 ml per 100 kg (¼ sampai 2 oz fl per 100 lb.) dari berat
semen, khususnya berkisar 5% sampai 8% dari volume beton. Sebelum dilakukan pengecoran
beton sebaiknya tes harus dilakukan untuk mengetahui kadar udara entrained sesuai ASTM
C 231 dan ASTM C 173. Metode Uji Standar untuk pencampuran Air-entrained adalah ASTM
C 233.

Kadar udara akan meningkat seiring dengan meningkatnya kadar alkali semen. Semakin
besar butiran agregat akan mening-katkan jumlah kan-dungan udara dalam beton jika
dibanding-kan dengan beton non-AEA (Kosmatka, Kerkhoff, & and Panarese, 2003, p. 138)
lihat (Gambar 4.36) dan (Gambar 4.37). Menambahkan kal-sium klorida sedikit akan
meningkatkan kadar udara.

302 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Gambar 4.37: Hubungan antara
Gambar 4.36: Hubungan antara ukuran
prosentase agregat halus dan kandungan
butir agregat maksimum , semen dan
udara dalam beton PCA Major Series 336
kandungan udara dalam beton dengan AEA
(Bates and Others, 1952 and Lerch, 1960
dan tidak menggunakan AEA. PCA Major
on Kosmatka, Steven H.; Kerkhoff, Beatrix;
Series 336 (Bates and Others, 1952 and
and Panarese, William C, 2003)
Lerch, 1960 on Kosmatka, Steven H.;
Kerkhoff, Beatrix; and Panarese, William C,
2003)

Beberapa super plasticizer atau High-Range Water Reducer (HRWR), berinteraksi


dengan semen dan Air-entraining admixtures yang akan menghasilkan peningkatkan kekuatan
dan pemukaan beton yang baik (Gambar 4.38). Penggunaan Admixtures Mineral bersamaaan
berpengaruh pada penggunaan Air-entrainment admixtures seperti campuran yang
mengandung fly ash, maka akan membutuhkan lebih banyak Air-entrainment admixtures
untuk menghasilkan kadar udara yang sama dalam campuran tanpa fly ash.

Namun tidak demikian dengan menggunakan Silica fume. Udara entrainment


berbanding terbalik dengan suhu. Ketika suhu naik, entrained udara turun. Oleh karena itu
penambahan AEA tetap harus mempertahankan kekuatan tekan rencana salah satunya
menggunakan kombinasi penambahan water reducer admixture (WRA) agar FAS tetap sesuai
dengan rencana campuran. Hubungan antara FAS dengan kekuatan tekan (Gambar 4.39).

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 303
Gambar 4.38: Hubungan antara kandungan udara dan kekuatan beton umur 28 hari dengan 3 kondisi
kadar air. Kandungan Air akan mengurangi kandungan udara jika nilai slum konstant (Cordin, 1946)

Gambar 4.39: Hubungan kekuatan tekan beton umur 28-hari dengan Faktor Air Semen (FAS) dengan
variasi air-entrained concretes menggunakan Semen Type I Kosmatka, S.H. and Panarese, W.C., Design
and Control of Concrete Mixtures, 14th ed., Portland Cement Association, Skokie, IL, 2003.p.135)

304 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Sifat utama beton yang dipengaruhi oleh Air-entrainment disajikan dalam tabel
berikut ringkasan singkat (Tabel 4.19) dan Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar
udara beton pada dosis tertentu campuran admixture (Tabel 4.20):
Tabel 4.19: Efek dari Kandungan Udara (Entrained Air) pada sifat dan karakteristik beton
Properties Efek
Abrasi Berefek Sedikit; Meningkatkan Kekuatan Tekan dan Ketahanan terhadap
Abrasi
Daya Serap Berefek Sedikit
Reaksi Alkali-silica Menunrunkan Expansion dengan menggurangi kadar udara
Bleeding Mengurangi secara signifikan
Pengikatan Tulangan Menurunkan pengikatan
Kekuatan Tekan Menurunkan sekitar 2% sampai 6% setiap penambahan 1% udara; harsh
or lean mixes may gain strength
Rangkak (Creep) Berefek Sedikit
Deicer scaling Mengurangi secara signifikan
Kepadatan Mengurangi dengan bertambahnya kandungan udara
Fatigue Berefek Sedikit
Penyelesaian Akhir Reduced due to increased cohesion (stickiness)
(Finishability)
Kekuatan Lentur Mengurangi sekitar 2% sampai 4% setiap penambahan 1% udara
Freeze-thaw Mengembangkan secara signifikan ketahanan terhadap water-saturated
freeze-thaw deterioration
Panas Hidrasi Tidak berefek signifikan
Modulus Elastisitas Menurunkan sekitar 720 sampai 1380 MPa (105,000 to 200,000 psi)
(static) dengan penambahan udara setiap 1%
Permeabilitas Little effect; reduced water-cement ratio reduces permeability
Scaling Mengurangi secara signifikan
Shrinkage (drying) Efek sedikit
Slump Meningkat sekitar 25 mm (1 in.) dengan penambahan udara setiap per 1⁄2
to 1%
Specific heat Tidak Berefek
Ketahanan Sulfat Significantly improved
Stickiness Increased cohesion—harder to finish
Suhu Beton Segar No effect
(Temp. of wet concrete)
Konduktivitas Panas Menurunkan1% to 3% setiap penambahan 1% udara
(Thermal conductivity)
Difusi Panas (Thermal Menurunkan 1.6% setiap penambahan 1% udara
diffusivity)
Kadar Air Bebas Beton Menurunkan air sekitar 3 to 6 kg/m3 (5 to 10 lb/yd3) setiap penambahan
Segar dgn Slum Sama 1% udara
(Water demand of wet
concrete for equal
slump)
Watertightness Increases slightly; reduced water-cement ratio increases watertightness
Kemudahan Pekerjaan Bertambah jika kandungan udara bertambah
(Workability )
Source: Kosmatka, Steven H.; Kerkhoff, Beatrix; and Panarese, William C.; Design and Control of
Concrete Mixtures, Chapter 8: Air-entrained concrete, Table 8.1, EB001, 14th edition, Portland
Cement Association, Skokie, Illinois, USA, 2003, p.130
Sumber: (Kosmatka, Kerkhoff, & and Panarese, 2003)

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 305
Tabel 4.20: Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar udara beton pada dosis tertentu campuran
admixture
Factor Mempengaruhi kadar udara
Cement Peningkatan kehalusan semen akan menurunkan kadar udara.
Peningkatan kandungan alkali pada semen kandungan udara dapat meningkat.
Peningkatan jumlah bahan semen dapat menurunkan kadar udara.
Fine aggregate Peningkatan fraksi halus lolos saringan 150 μm (No. 100) akan mengurangi
jumlah udara entrained.
Peningkatan fraksi tengah lolos saringan 1,18 mm (No. 16), namun tertahan
pada saringan 600 μm (No. 30) dan 300 μm (No. 50), akan meningkatkan kadar
udara.
Coarse Debu pada agregat kasar akan menurunkan kadar udara.
aggregate Penggunaan batu pecah memiliki kandungan udara lebih rendah dari beton
kerikil.
Sejumlah kecil dari deterjen limbah rumah tangga atau industri akan mencemari
Water air dapat mempengaruhi jumlah udara entrained.
Jika air keras digunakan untuk batching, kandungan udara dapat berkurang
Pozzolans and Abu terbang (Fly ash), silika fume, pozzolans alami, dan tanah pasir blast furnace
slag slag-dapat mempengaruhi tingkat atau dosis penggunaan Air-entraining
admixtures
Admixtures Pencampuran bahan kimia umumnya mempengaruhi tingkat atau dosis Air-
entraining admixtures
Slump Kurang atau lebih kecil dari 75 mm (3 in) nilai slum, campuran tambahan
mungkin diperlukan. Peningkatan nilai slump sampai sekitar 150 mm (6 inci)
akan meningkatkan kadar udara.
Pada slump di atas 150 mm (6 in), udara bisa menjadi kurang stabil dan kadar
udara dapat berkurang.
Temperature Peningkatan suhu beton akan menurunkan kadar udara. Peningkatan suhu 21-38
° C (70 sampai 100 ° F) dapat mengurangi isi udara sebesar 25%.
Penurunan 21-4 ° C (70 sampai 40 ° F) dapat meningkatkan isi udara sebanyak
40%. Dosis udara-entraining admixtures harus disesuaikan pada saat perubahan
suhu beton berlangsung
Concrete mixer Jumlah udara yang ada pada alat pengaduk (stasioner, paving, atau transit) akan
berkurang akibat keausan atau dilapisi karena adanya beton mengeras pada
alat aduk.
Isi udara sering meningkat selama 70 putaran pertama pencampuran maka perlu
dikurangi.
Kandungan udara akan meningkat jika mixer dimuat kurang dari kapasitas dan
akan menurun jika mixer kelebihan beban. Dalam beban yang sangat kecil dalam
mixer drum, bagaimanapun, udara menjadi lebih sulit untuk tercampur dalam
beton.
Sumber: (Kosmatka, Kerkhoff, & and Panarese, 2003)

(2) Water Reducing dan Retarding Admixture

Jenis bahan tambah kimia menurut American Society for Testing and Materials (ASTM)
C 494 dan dalam the American Concrete Institute (ACI) Manual of Concrete Practice 212.3R
and 212.4 serta SNI 03-2495-1991 terbagi menjadi 7 tipe: (1) Tipe A : Water Reducing
Admixture (WRA), (2) Tipe B : Retarding Admixture, (3) Tipe C : Accelerating Admixtures, (4)
Tipe D : Water Reducing and Retarding Admixture, (5) Tipe E : Water Reducing and
Accelerating Admixture, (6) Tipe F : Water Reducing, High Range Admixture, dan (7) Tipe G
: Water Reducing, High Range Retarding admixtures.

306 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Water reducing adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi penggunaan air
pengaduk untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu yaitu Type A dan F
umumnya disebut dengan plastisizer dan superplastisizer. Dengan menggunakan jenis bahan
tambah ini akan dapat dicapai tiga hal, yaitu :

o Hanya menambah/meningkatkan workability. Menambahkan WRA ke dalam beton


maka dengan fas (kadar air dan semen) yang sama akan didapatkan beton dengan nilai
slump yang lebih tinggi. Slump yang lebih tinggi akan menghasilkan beton segar yang
lebih mudah dituang, diaduk dan dipadatkan. Karena jumlah semen dan air tidak
dikurangi dan workability meningkat maka akan diperoleh kekuatan tekan beton keras
yang lebih besar dibandingkan beton tanpa WRA.
o Menambah kekuatan tekan beton. Dengan mengurangi/memperkecil fas (jumlah air
dikurangi, jumlah semen tetap) dan menambahkan WRA pada beton segar akan
diperoleh beton dengan kekuatan yang lebih tinggi. Dari beberapa hasil penelitian
ternyata dengan fas yang lebih rendah tetapi workability tinggi maka kuat tekan beton
meningkat, dan
o Mengurangi biaya (ekonomis). Dengan menambahkan WRA dan mengurangi jumlah
semen serta air, maka akan diperoleh beton yang memiliki workability sama dengan
beton tanpa WRA dan kekuatan tekannya juga sama dengan beton tanpa WRA. Dengan
demikian beton lebih ekonomis karena dengan kekuatan yang sama dibutuhkan jumlah
semen yang lebih sedikit.

Plasticizer atau Superplatisizer dapat digunakan dengan cara-cara sebagai berikut: (1)
Kadar semen tetap, air dikurangi; Cara ini untuk memproduksi beton dengan nilai
perbandingan atau faktor air semen (fas) yang rendah. Dengan faktor air semen yang rendah
akan meningkatkan kuat tekan beton. Dengan penambahan plasticizer, walaupun fas rendah,
beton tetap memiliki sifat workabilitas yang baik; (2) Kadar semen tetap, air tetap; Cara ini
untuk memproduksi beton dengan slump yang lebih tinggi. Tingginya nilai slump akan
memudahkan penuangan adukan; (3) Kadar semen dikurangi, faktor air semen tetap; cara ini
dilakukan untuk memperoleh beton dengan penggunaan semen yang lebih sedikit, sehingga
mengurangi biaya.

Berdasarkan komposisinya diklasifikasikan secara umum menjadi 5 kelas: (1) Asam


lignosulfonic dan kandungan garam-garam; (2) Modifikasi dan turunan asam lignosulfonic dan
kandungan garam-garam; (3) Hydroxylated carboxylic acids dan kandungan garamnya; (4)
Modifikasi hydroxylated carboxylic acids dan kandungan garamnya; (5) Material lain seperti,
Material inorganik seperti seng, garam-garam, barak, posfat, klorida; Asam amino dan

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 307
turunannya; Karbohidrat, polisakarin dan gula asam; Campuran polimer, seperti eter, turunan
melamic, naptan, silikon, hidrokarbon-sulfat.

Berdasarkan prosentase pengurangan jumlah air, dibedakan menjadi 3 macam: (1)


Normal water reducer : Penggunaan jenis ini mampu mengurangi air antara 5 – 10%. (2) Mid-
range water reducer : Penggunaan jenis ini mengurangi air antara 10 – 15%, dan (3) High-
range water reducer : Jenis ini biasa disebut superplasicizers, mampu mengurangi air antara
20 – 40%.

Mekanisme (Breins Engineering, 2010) adanya penambahan plasticizer dalam


campuran beton ketika senyawa diserap oleh bidang muka antara air dengan zat padat,
partikel padat tersebut mengandung muatan sisa pada permukaannya dapat positif atau
negatif ataupun keduanya. Pada pasta semen, akibat perbedaan muatan tersebut, partikel
dengan muatan berbeda yang posisinya berdekatan menyebabkan gaya elektrostatik,
selanjutnya partikel mengalami flokulasi/ penggumpalan (Gambar 4.40). Sejumlah air diikat
oleh gumpalan tersebut dan diserap pada permukaan padat, sedang sedikit air yang tersisa
mampu mengurangi viskositas/kekentalan pada pasta dan juga pada beton. Molekul pada
plasticizer berfungsi menetralisir muatan pada permukaan atau membuat seluruh permukaan
tersebut bermuatan seragam. Kemudian partikel tersebut saling tolak menolak (tidak lagi
saling tarik menarik), sehingga semua partikel saling berpencar/dispersi dalam pasta (Gambar
4.41). Hal ini membuat sebagian besar air mampu untuk mengurangi viskositas pada semen
dan beton.

Gambar 4.40: Flokulasi/ Gambar 4.41: Dispersi Partikel Semen


penggumpalan partikel semen (Breins Engineering, 2010)
(Breins Engineering, 2010)

308 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Interaksi pada permukaan ini hampir pasti diketahui terjadi pada partikel semen, dan
dapat pula terjadi pada fraksi terhalus dari agregat halus. Hal yang sama berlaku juga untuk
superplatisizer (Gambar 4.42).

(a) (b)
Gambar 4.42: Aksi Dispersi akibat Plasticizer: (a) Pasta menggumpal; (b) Pasta berpencar
(Breins Engineering, 2010)

Pengunaan WRA (Type A) dalam campuran beton umumnya sekitar 5% sampai 12%.
Penambahan WRA tanpa mengurangi Faktor Air Semen (FAS) akan menghasilkan campuran
dengan nilai slum yang lebih tinggi. Kehilangan nilai slum dibanyak kasus akan menyebabkan
berkurangnya workability dan kehilangan waktu untuk pengecoran jika hal ini tidak dikontrol
akan menyebabkan retak pada beton. Penggunaan WRA akan mengurangi penggunaan
semen dan air dalam campuran, ketika penggunaan FAS yang sama maka jika tanpa WRA
kekuatan beton akan turun dan menyebabkan kehilangan nilai slum. Kehilangan nilai slump
akan mengurangi workability, pada beton normal yang tidak menggunakan WRA maka slump
akan turun sekitar 5 – 10 cm setiap satu jam setelah pengadukan beton seperti dapat di
(Gambar 4.43), menurut Previte, 1977(Domone, 2003, p. 25). Penggunaan WRA dalam
campuran beton dibandingkan dengan beton tanpa WRA akan menghasilkan kehilangan
slump yang kecil (Whiting & Dziedzic, Effects of Conventional and High-Range Water
Reducers on Concrete Properties, 1992), yang dapat di lihat Gambar 4.44, termasuk
menggunakan HWRA (Gambar 4.45).

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 309
Gambar 4.43: Tipe Kehilangan Nilai Slum beton tanpa bahan tambah (Previte, 1977 on Domone,
P.L., PART 1: Fresh concrete, Chapter 1: Fresh concrete, Advanced Concrete Technology, Concrete Properties:, ,Newman.,
John dan Choo., Ban Seng, (editor), Great Britain: Elsevier Ltd, 2003.,p.23).

Gambar 4.44: Kehilangan Nilai Slump pada 23°C (73°F) dalam beton konvensional/normal
dengan WRA (ASTM C 494 and AASHTO M 194 Type D) dibandingkan dengan campuran tanpa
WRA (Control) (Whiting and Dziedzic 1992)

Gambar 4.45: Kehilangan Nilai Slump pada 23°C (73°F) dalam beton normal dengan HWRA (ASTM
C 494 and AASHTO M 194 Type D) dibandingkan dengan campuran tanpa HWRA (Control) (Whiting
and Dziedzic 1992)

Type A atau WRA banyak digunakan untuk pengecoran dengan kondisi yang sulit
misalnya dengan pemompaan atau tremi. Dosis penggunaan sekitar 130 to 390 ml per 100 kg
310 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton
(2 to 6 fl oz. per 100 lb) dari campuran semen. Kandungan yang terdapat dalam WRA adalah
(1) Lignosulfonic acids and their salts; (2) Hydroxylated polymers; (3) Hydroxylated carboxylic
acids (HC) and their salts; (4) Sulfonated melamine or naphthalene formaldehyde
condensates; and (5) Polyether-polycarboxylates (Cement and Concrete Institute, 2013).

Peningkatan slump berbeda sesuai dengan jenis dan dosis. Tingkat Dosis umum
didasarkan pada kandungan bahan semen (mililiter per seratus kilogram), yang
mengGambarkan pengaruh dosis lignosulfonat dan asam HC pada Slump (Gambar 4.46). Hal
ini ditunjukkan bahwa HC asam memberikan Slump yang lebih tinggi dibandingkan dengan
lignosulfonat dengan dosis yang sama Water reducers, atau plasticizers, atau bahkan High-
range water reducers (HRWRs), superplasticizers, yang dikembangkan untuk menghasilkan
plastisitas yang tinggi dengan kadar beton yang rendah untuk konsistensi yang dapat dengan
mudah dipompa sampai ketinggian yang lebih tinggi tanpa mengorbankan kekuatan atau daya
tahan.

Gambar 4.46: Pengaruh Asam Hydroxylated carboxylic dan Lignosulfat pada Slump (Rixom.,
Roger dan Mailvaganam., Noel ,Chemical admixtures for concrete , 3rd ed., Chapter 1: Water-
reducing agents, USA, New York, NY: Taylor & Francis Group, 1999,)

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 311
Gambar 4.47: Perubahan Nilai Slump dengan penggunaan Bahan Tambah (Rixom., Roger
dan Mailvaganam., Noel ,Chemical admixtures for concrete , 3rd ed., Chapter 1: Water-reducing
agents, USA, New York, NY: Taylor & Francis Group, 1999,)

Pertambahan nilai slum awal dengan penggunaan bahan tambah water reducer seperti
di Gambar 4.47 (Rixom & Mailvaganam, 1999). Kemudian, polimer organik seperti lateks dan
epoxies dikembangkan untuk memodifikasi matriks beton sedemikian rupa untuk
meningkatkan ikatan beton sampai keras pada substrat tertentu atau untuk mengurangi
permeabilitas dan beton keras dengan kadangkala untuk beton mutu tinggi. Sistem Monomer
juga telah digunakan untuk menghasikan beton dengan semen Portland, mengisi pori-pori
kecil, kapiler, dan void dengan cairan yang cepat mengeras, pori yang lebih sedikit, modulus
yang lebih tinggi, dan lebih tahan terhadap serangan kimia. Semua admixtures telah
disempurnakan untuk memberikan rancangan beton dan pilihan konstruksi yang lebih banyak
serta kemampuan beradaptasi yang lebih besar untuk memperluas berbagai aplikasi dan
kondisi yang meragukan.

Diperkirakan bahwa pencampuran bahan kimia satu atau lebih, tidak termasuk Air-
entraining agen, Sekitar 80% digunakan dalam campuran beton, dan angka tersebut
meningkat menjadi hampir 100% ketika Air-entraining agent dimasukan (Whiting, et al., 1994).
Penggunaan asam HC sebagai WRA membutuhkan kandungan air lebih tinggi dibandingkan
dengan lignosulfonat. Bleeding yang cepat merupakan masalah bagi beton dengan asam HC
karena naiknya nilai kelecakan beton. (Rixom & Mailvaganam, 1999); (Neville, A.M, 1995);
(PSU, 2013).

312 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Menurut (Mindess S. , Concrete Constituent Materials, 2008). Superplasticizer
dibedakan menjadi 4 jenis : (1) Modifikasi Lignosulfonat tanpa kandungan klorida; (2)
Kondensasi Sulfonat Melamine Formaldehyde (SMF) dengan kandungan klorida sebesar
0.005%; (3) Kondensasi Sulfonat Nephtalene Formaldehyde (SNF) dengan kandungan
klorida yang diabaikan; dan (4) Carboxyl acrylic ester copolymer.

Jenis SMF dan SNF yang disebut garam sulfonik lebih sering digunakan karena
lebih effektif dalam mendispersikan butiran semen, juga mengandung unsur-unsur yang
memperlambat pengerasan. Superplasticizer adalah zat-zat polymer organik yang dapat larut
dalam air yang telah dipersatukan dengan mengunakan proses polymerisasi yang komplek
untuk menghasilkan molekul-molekul panjang dari massa molecular yang tinggi. Molekul-
molekul panjang ini akan membungkus diri mengelilingi partikel semen dan memberikan
pengaruh negatif yang tinggi sehingga antar partikel semen akan saling menjauh dan menolak.
Hal ini akan menimbulkan pendispersian partikel semen sehingga mengakibatkan keenceran
adukan dan meningkatkan workabilitas. Perbaikan workabilitas ini dapat dimanfaatkan untuk
menghasilkan beton dengan workability yang tinggi atau menghasilkan beton dengan kuat
tekan yang tinggi. Efek penggunaan superplastizer di Gambar 4.48 (Mindess & Young, 1981)

Gambar 4.48: Efek of superplasticizer dan kehilangan nilai slump (Mindess, S. and Young,
J.F., Concrete, Prentice Hall, Englewood Cliffs, NJ, 1981.)

Strategi pertimbangan untuk penggunaan WRAS secara ekonomi, dikategorikan


sebagai berikut (Collepardi, 1984): (1) Mengurangi rasio air / semen untuk kekuatan yang lebih
tinggi dan meningkatkan daya tahan sambil mempertahankan kinerja pengerjaan yang sama
Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 313
pada campuran; (2) Mengurangi porsi pasta dari campuran bahan air dan semen, dengan
tujuan untuk mengurangi susut dan pengembangan panas dalam pengecoran yang besar
besar, workability, kekuatan, dan daya tahan yang dipertahankan pada tingkat komparatif; (3)
Penggunaan air dan semen yang sama dan mempertahankan kekuatan dan daya tahan yang
sama tetapi meningkatkan aliran dan workability.

HRWRs bekerja sama dengan WRA tapi jauh lebih efisien. Superplasticizers dapat
mengurangi kebutuhan air sebanyak 30%. HRWRs dapat ditambahkan ke dalam mixer selama
pencampuran di pengolahan beton atau lapangan/site dan kinerja pengerjaan dapat terus
disesuaikan sesuai aplikasi kebutuhan spesifik dengan mengurangi slump-loss (Fisher, 1994,
pp. 547-550). Generasi superplasticizers (Whitney, 2008, pp. 3-5):

• Generasi-Pertama superplasticizers terutama dari bahan anionik yang menciptakan


muatan negatif pada partikel semen, sehingga gesekan berkurang karena partikel
muatan yang sama saling menghambat. HRWRs tidak berpengaruh pada proses
hidrasi, tetapi penggunaannya untuk mengurangi air / semen rasio tanpa penambahan
retarder membuat waktu pengikatan akan lebih cepat. Kadangkala waktu pengerjaan
beton yang singkat pada generasi pertama HRWRs biasanya ditambahkan yang
memungkinkan pengurangan air dari 20% sampai 30%.

• Generasi kedua superplasticizers, yang biasanya ditambahkan pada saat


pencampuran di batching plant yaitu partikel semen dengan bahan thixatropic, bahan
ini akan melumasi campuran, memungkinkan lebih rendah air / semen rasio, dan
meningktakan kontrol terhadap proses hidrasi. Generasi kedua HRWRs dapat
digunakan pada suhu yang lebih tinggi beton, sehingga mengurangi atau
menghilangkan kebutuhan air 20 sampai 30%, dan waktu pengerjaan yang lebih tinggi
dapat diperpanjang.

• generasi Ketiga superplasticizers merupakan partikel semen yang ditambahkan di


batching plant, seperti generasi kedua HRWRs. Ketiga generasi superplasticizers
menawarkan keuntungan yang sama seperti generasi kedua HRWRs, dengan
tambahan lebih mempertahankan karakteristik pengikatan awal beton dan
menghasilkan campuran yang sangat plastik pada rasio air / semen sangat rendah.
Superplasticizers generasi kedua dan generasi ketiga yang relatif mahal (biasanya $ 5
sampai $ 6 per-yard beton), tetapi telah membuktikan biaya yang efektif dalam aplikasi
seperti concreting pada saat cuaca panas, pengecoran dinding, penempatan crane
dan batch, Slabs pada gelagar, dan pemompaan beton (Guennewig, 1993). Tren saat
ini menggunakan polikarboksilat (polycarboxylates) dengan lignin tersulfonasi
314 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton
(sulfonated lignins) atau produk melaminebased, karena jauh lebih efektif sebagai
superplastisizer.

Strategi untuk penggunaan HRWRs termasuk WRA, memerlukan pertimbangan tepat


dan keputusan atas jenis dan kuantitas yang diperlukan untuk menghasilkan beton yang tepat.
Menentukan dosis superplasticizer yang optimal dapat menjadi tugas yang relatif kompleks
yang akan melibatkan pertimbangan biaya, reologi dari beton segar, sifat mekanik pada usia
dini, dan daya tahan jangka panjang dalam kondisi pelayanan yang diharapkan. Dosis yang
optimal sangat tergantung pada penentuan saturasi konsentrasi-rasio tertinggi massa padat
HRWR ke massa bahan semen di mana setiap dosis yang lebih tinggi tidak akan secara
signifikan meningkatkan workability dari pasta (Gagne, Boisvert, & Pigeon, 1996). Rasio ini
biasanya 0,8 sampai 1,2% dan dipengaruhi oleh jenis dan kualitas superplasticizer, kehalusan
semen, kandungan C3A, jenis dan isi dari sulfat, dan kecepatan serta jenis mixer yang
digunakan (Baalbaki, 1990, pp. 49-57).

Pengurangi jumlah air pencampur sebanyak 12 % atau lebih yang diperlukan untuk
menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu,. Dengan menambahkan bahan ini ke dalam
beton diharapkan kekuatan beton yang dihasilkan tinggi dengan jumlah air sedikit, tetapi
tingkat kemudahan pekerjaan (workability beton) juga lebih tinggi. Superplasticizer juga
mempunyai pengaruh yang besar dalam meningkatkan workabilitas bahan ini merupakan
sarana untuk menghasilkan beton mengalir tanpa terjadi pemisahan (segregasi/bleeding)
yang umumnya terjadi pada beton dengan jumlah air yang besar, maka bahan ini berguna
untuk pencetakan beton ditempat-tempat yang sulit seperti tempat pada penulangan
yang rapat.

Superplasticizer dapat memperbaiki workabilitas namun tidak berpengaruh besar


dalam meningkatkan kuat tekan beton untuk faktor air semen yang diberikan. Namun
kegunaan superplasticizer untuk beton mutu tinggi secara umum sangat berhubungan
dengan pengurangan jumlah air dalam campuran beton. Pengurangan ini tergantung dari
kandungan air yang digunakan, dosis dan tipe dari superplasticizer yang dipakai. Untuk
meningkatkan workability campuran beton, penggunaan dosis superplasticizer secara
normal berkisar antara 1-3 liter tiap 1 meter kubik beton. Larutan superplasticizer terdiri dari
40% material aktif. Ketika superplasticizer digunakan untuk menguarangi jumlah air, dosis
yang digunakan akan lebih besar, 5 sampai 20 liter tiap 1 meter kubik beton. (Neville, A.M,
1995)

Retading Admixtures (type B dan G) merupakan reaksi kimia yang memperlambat


proses hidrasi semen, C3A dan C3S.(Collepardi, M, 1993) biasanya proses hidrasi dimulai
pada tahap awal yang akhirnya, proses hidrasi mempercepat reaksi kimia karena kelompok

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 315
lain reaksi awalnya lambat, dan panas hidrasi memungkinkan untuk melanjutkan pada tingkat
normal sampai selesai. Efek perlambatan di Gambar 4.49 dan di Gambar 4.50 secara
signifikan khususnya selama 24 sampai 72 jam pertama. Retarder dapat mengurangi sifat fisik
penting bila digunakan secara berlebihan. Perubahan sifat beton keras karena retarder
biasanya berhubungan dengan pengembangan kekuatan awal yang tertunda, yang dapat
mempengaruhi (terutama plastik) pada saat awal terjadinya susut dan creep.

Gambar 4.49: Efek Perlambatan penggunaan retading admixture ((Mindess, S. and Young,
J.F., Concrete, Prentice Hall, Englewood Cliffs, NJ, 1981) (Whiting and Dziedzic 1992)

Bahan tambah yang berfungsi untuk memperlambat proses waktu pengikatan beton.
Biasanya digunakan pada saat kondisi cuaca panas, memperpanjang waktu untuk
pemadatan, pengangkutan dan pengecoran dengan volume besar dengan tetap tidak
mempengaruhi kekuatan tekan beton. Konstruksi jalan raya dan konstruksi jembatan paling
banyak menggunakan retarding admixture. Retarding Admixture terdiri dari bahan organik dan
anorganik. (1) Retardants organik termasuk kalsium yang dimurnikan, natrium, NH4, garam
dari asam lignosulfonic, asam hydrocarboxylic, dan karbohidrat. (2) Retardants anorganik
termasuk oksida timbal dan seng, fosfat, garam magnesium, fluorates dan borat. Sebagai
contoh efek yang tahan terhadap sifat beton, asam lignosulfate dan asam karboksilat
dihidroksilasi memperlambat waktu setting awal oleh setidaknya satu jam dan tidak lebih dari
tiga jam bila digunakan pada 65 sampai 100 derajat Fahrenheit.

316 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Gambar 4.50: Kehilangan Nilai Slump pada 23°C (73°F) dalam beton normal dengan
retarder dibandingkan dengan campuran tanpa retarder. (Whiting and Dziedzic 1992)

Penggunaan retarding admixtures memberikan manfaat lebih banyak yaitu:


menghilangkan biaya relokasi pabrik pencampuran yang jauh dari pusat atau menjamin beton
tetap plastis selama pengangkutan; waktu untuk texturing atau grooving plastik pada trotoar
beton; waktu untuk menyelesaikan akhir; mengurangi kerusakan beton karena cold-joint;
ketahanan terhadap retak karena defleksi yang dapat terjadi; mengurangi bleeding;
mengurangi Slump loss; Meningkatkan kekuatan tekan; Mengurangi Shringkage dan Creep;
Baik untuk pengerjaan perkerasan pada cuaca panas; menjamin kualitas beton karena
keterlambatan penuangan atau karena panas hidrasi. Dari Gambar 15 dapat dilihat bahwa
dengan menggunakan retarding nilai slump yang hilang dapat diperkecil. Garam dan asam
lignosulfat (Salts of lignosulfonic acids) sebagai bahan admixtures akan mengurangi
penggunaan air, menghasilkan campuran yang lebih baik, cenderung menghasilkan
kandungan udara dalam beton lebih baik (1-2%); dan menghasilkan beton lebih kaku, kuat
pada saat penyelesaian akhir. Polimer hidroxylated (Hydroxylated polymer) admixtures akan
memudahkan pada saat pengangkutan, kemudahan pengerjaan, penuangan, mengurangi
segregasi, memudahkan penyelesaian akhir, tidak mengurangi kandungan udara dan
memudahkan pemompaan. Bahan tambah dengan Hydroxylated carboxylic acid (HC) akan
mengurangi bleeding dan lainnya sama dengan hydroxylated polymers.
Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 317
Jenis bahan tambah kimia lainnya adalah bahan yang berfungsi ganda yaitu untuk
mengurangi jumlah air pengaduk yang diperlukan pada beton tetapi tetap memperoleh adukan
dengan konsistensi tertentu sekaligus memperlambat proses pengikatan awal dan
pengerasan beton (Water Reducing dan Retarding Admixture/Type D). Dengan
menambahkan bahan ini ke dalam beton, maka jumlah semen dapat dikurangi sebanding
dengan jumlah air yang dikurangi. Bahan ini berbentuk cair sehingga dalam perencanaan
jumlah air pengaduk beton, maka berat admixture ini harus ditambahkan sebagai berat air total
pada beton.

(3) Accelerating Admixtures

Jenis bahan tambah yang berfungsi untuk mempercepat proses pengikatan dan
pengembangan kekuatan awal beton merupakan tipe C sesuai standar ASTM. Bahan ini
digunakan untuk memperpendek waktu pengikatan semen sehingga mempecepat pencapaian
kekuatan beton. Yang termasuk jenis accelerator adalah : kalsium klorida, bromide, karbonat
dan silikat. Pada daerah-daerah yang menyebabkan korosi tinggi tidak dianjurkan
menggunakan accelerator jenis kalsium klorida. Dosis maksimum yang dapat ditambahkan
pada beton adalah sebesar 2 % dari berat semen.
Efek percepatan (accelerating) dapat dimanfaatkan dalam dua cara (EFCA , 2005) : (1)
Seperti 'mengatur akselerator' untuk mengurangi waktu dimulainya transisi campuran dari
plastik ke kaku/keras (2) Sebagai pengerasan akselerator untuk meningkatkan laju
perkembangan kuat tekan awal beton dengan atau tanpa mempengaruhi pengaturan waktu.

Calcium chloride (CaCl2) adalah bahan kimia umum yang digunakan sebagai
accelerating admixtures khususnya untuk beton tidak bertulang. Untuk beton bertulang harus
memenuhi persyaratan ASTM D 98 (AASHTO M 144) dan dengan menggunakan penggujian
sesuai dengan ASTM D 345. Penggunaan calcium chloride sebagai accelerating admixtures
haruslah didasarkan atas data dan pengalaman atas efek kimia yang timbul pada beton.
Disamping menguntungkan terhadap peningkatan kekuatan tekan, calcium chloride juga akan
menimbulkan shrinkage, petensi karosi terhadap tulangan, perubahan warna beton (a
darkening of concrete), dan meningkatkan perubahan betntuk(potential for scaling). Ketika
menggunakan calcium chloride kedalam campuran beton, kadar calcium chloride pada
material penyusun beton harus diperhatikan. Kandungan yang disyaratkan dalam beton yang
tidak mempengaruhi pengikatan sebesar 2% . Kelebihan penggunaannya akan menimbulkan
masalah pada laju pengerasan beton (rapid stiffening), besarnya shrinkage, korosi tulangan
dan kehilangan kuat tekan pada umur mudah menurut Abrams 1924 dan Lackey 1992 dalam
PCA, 2003 (Kosmatka, Kerkhoff, & and Panarese, 2003, p. 113).

318 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Persyaratan total calcium chloride untuk beton bertulang harus memenuhi rekomendasi
ACI 318 dan dilakukan pengetesan menggunakan standar ASTM C 1218. Perhatian penting
pada penggunaan bahan admixture dengan calcium chloride untuk pembuatan beton adalah
: (1) Jika beton dirawat dengan penguapan; (2) beton yang digambungkan dengan bahan
metals, khususnya yang berhubungan dengan elektikal pada baja tulangan; (3) Penguat slabs
beton dengan bentuk baja galvanis; dan (4) Beton yang diekspose (Colored concrete).

Sebaiknya admixture dengan calcium chloride tidak digunakan untuk konstruksi: (1)
Garasi Parkir; (2) Beton prategang; (3) beton yang diembeded dengan aluminum (Misalnya:
conduit) karena akan bermasalah dengan kelembaban lingkungan; (4) Agregat yang tidak
memenuhi tess standar karena berpotensi menyebabkan kerusakan (deleteriously reactive);
(5) Beton ekspose terhadap sulfat dalam tanah atau air; (6) Slab lantai yang harus kering; (7)
Lingkungan dengan udara panas; dan (8) Massive concrete placements.

(4) Admixtures Ganda

Jenis bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu untuk mengurangi jumlah air pengaduk
yang diperlukan pada beton tetapi tetap memperoleh adukan dengan konsistensi tertentu
sekaligus mempercepat proses pengikatan awal dan pengerasan beton yaitu Tipe E (Water
Reducing and Accelerating Admixture) dan Tipe G (Water Reducing, High Range Retarding
admixtures). Beton yang ditambah dengan bahan tambah Tipe E akan dihasilkan beton
dengan waktu pengikatan yang cepat serta kadar air yang rendah tetapi tetap workable.
Dengan menggunakan bahan ini diinginkan beton yang mempunyai kuat tekan tinggi dengan
waktu pengikatan yang lebih cepat (beton mempunyai kekuatan awal yang tinggi). Sedangkan
Tipe G adalah Jenis bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur
yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12 % atau
lebih sekaligus menghambat pengikatan dan pengerasan beton. Bahan ini merupakan
gabungan superplasticizer dengan memperlambat waktu ikat beton. Digunakan apabila
pekerjaan sempit karena keterbatasan sumberdaya dan ruang kerja.

(5) Persyaratan Bahan Tambah Kimia (Chemical Admixtures)

Bahan Tambah Kimia menurut standar ASTM. C.494 (1995: .254) dan (SNI-03-2495-
1991), dibedakan menjadi tujuh tipe bahan tambah. Type A “Water Reducing Admixtures”
adalah bahan tambah yang mengurangi air pencampur yang di perlukan untuk menghasilkan
beton dengan konsistensi tertentu.

Type B “Retarding Admixtures” adalah bahan tambah yang berfungsi untuk di


pergunakan menghambat waktu pengikatan beton.

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 319
Type C “Accelerating Admixtures” berfungsi untuk mempercepat pengikatan dan
pengembangan kekuatan awal beton. Type D “Water Reducing and Retarding Admixtures”
berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang di perlukan untuk menghasilkan
beton yang konsistensinya tertentu dan menghambat pengikatan awal. Water Reducing and
Retarding Admixtures yaitu Pengurang Air dan Pengkontrol Pengeringan (Water Reducing
Admixture).

Type E “Water Reducing and Accelerating Admixtures” berfungsi ganda yaitu


mengurangi jumlah air pencampur yang di perlukan untuk menghasilan beton yang
konsistensinya tertentu dan mepercepat pengikatan awal.

Type F “Water Reducing, High Range Admixtures” berfungsi untuk mengurangi jumlah
air pencampur yang di perlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu,
sebanyak 12% atau lebih.

Type G “Water Reducing, High Range Retarding Admixtures” untuk mengurangi jumlah
air pencampur yang di perlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu,
sebanyak 12% atau lebih dan juga untuk menghambat pengikatan beton.

(6) Syarat Mutu Bahan Tambah Kimia

Syarat umum, Beton yang dalam pembuatannya di pakai jenis-jenis bahan tambah dari
yang di sebutkan di atas, harus memenuhi persyaratan fisika seperti yang termuat dalam
ASTM C.494, Standard Spesification for Chemical Admixture for Concrete. Atas permintaan
pembeli/pemakai, produsen bahan tambah harus menyatakan secara tertulis bahwa bahan
yang di sediakan untuk suatu pekerjaan beton, adalah sama dalam segala halnya dengan
bahan yang di ujikan untuk memenuhi persyaratan mutu. Atas permintaan pembeli/pemakai,
produsen bahan tambah yang akan di pakai untuk beton pratekan, produsen harus
menyatakan secara tertulis bahwa kadar klorida di dalam bahan tambah tersebut, dan apakah
kadar klorida sudah di tambahkan selama pembuatanya.

Persyaratan fisika dan kimia bahan tambahan untuk campuran beton (SNI-03-2495-
1991) sebagai berikut Tabel 4.21):

Keseragaman dan Kesamaan (Komposisi), Apabila di tentukan oleh pembeli/pemakai


bahwa perlu dilakukan uji kesergaman terhadap jumlah bahan tambah yang di suplly, maka
uji ini dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Pengujian dilakukan terhadap contoh
awal (initial sample) dan hasil uji di jadikan refrensi untuk membandingkan hasil-hasil uji atas
contoh yang di ambil dari sembarang kumpulan bahan (lot). (2) Analisis infra-red, hasil spektra
absorbsi sejauh mungkin harus sama antara contoh awal dengan contoh dari suatu lot. (3)
320 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton
Residu pengerinan di dalam oven, bila di uji dengan cara dan ketentuan dalam ASTM C.494,
variasi antara nilai contoh awal dengan contoh yang di ambil dari lot, harus berada pada batas
variasi: di mana 5% untuk bahan tambah cair dan 4% untuk bahan tambah non cair. (4) Berat
jenis untuk bahan tambah cair, perbedaan untuk contoh awal dengan air sulig dan dengan
contoh daro lot tidak boleh lebih besar dari 10%.

Tabel 4.21: Persyaratan fisis bahan tambahan untuk campuran beton


Macam TIPE
No.
Pengujian A B C D E F G
1. Kadar air,
maks
terhadap 95 - - 95 95 88 88
pembanding
(%)
2. Waktu pengikatan penyim pangan yg diperbolehkan terhadap pembanding, menit
a. waktu pengikatan awal:
- Minimum - 60mnt lebih 60mnt 60mnt 60mnt - 60mnt
lambat lebih cepat lebih lebih lebih
lambat cepat lambat
- Maksimum 60mnt lebih 210 mnt 210 mnt 120 mnt 210 mnt 60mnt lebih 210 mnt
cepat dan lebih lambat lebih cepat lebih lebih cepat dan lebih
juga 90 mnt lambat cepat juga 90 mnt lambat
Ibh lambat Ibh lambat
b. waktu pengikatan akhir:
- Minimum - - - - - - -
- Maksimum 60mnt lebih 210 mnt 60 mnt 210 mnt 60 mnt 60mnt lebih 210 mnt
cepat dan lebih lambat lebih cepat lebih lebih cepat dan lebih
juga 90 mnt lambat cepat juga 90 mnt lambat
Ibh lambat Ibh lambat
3. Kuat tekan, minimum thd pembanding (%): 1)
1 hari - - - - - 140 125
3 hari 110 90 125 125 125 125 125
7 hari 110 90 100 110 110 115 115
28 hari 110 90 100 110 110 110 110
6 bulan 110 90 90 100 100 100 100
1 tahun 110 90 90 100 100 100 100
4. Kuat lentur, minimum thd pembanding (%): 1)
3 hari 100 90 110 100 110 110 110
7 hari 100 90 100 100 100 100 100
28 hari 100 90 90 100 100 100 100
5. Perubahan panjang maks. Penyusutan: 2)
a. penambahan di
atas pembanding 0,35 0,35 0,35 0,35 0,35 0,35 0,35
b. penambahan
di atas pembanding 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010
Catatan:
1)
Angka-angka yang tercantum merupakan pembanding (%) antara beton yang memakai bahan kimia tambahan dengan
beton pembanding.
2)
Apabila perubahan panjang dari pembanding pada umur 14 hari < 0,030 % digunakan 5a, apabila panjang dari
pembanding pada umur 14 hari > 0,030 % digunakan 5 b.
Sumber: (SNI-03-2495-1991)

f) Bahan Tambah Mineral (Additive)

Beberapa keuntungan dari penggunaan bahan tambah mineral ini antara lian (Cain,
1994: 500-508).; memperbaiki kinerja workability, Mengurangi panas hidrasi, Mengurangi
biaya pekerjaan beton, Mempertinggi daya tahan terhadap serangan sulfat, Mempertinggi

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 321
daya tahan terhadap serangan reaksi alkali-silika, Mempertinggi usia beton, Mempertinggi
kekuatan tekan beton, Mempertinggi keawetan beton, Mengurangi penyusutan, dan
Mengurangi porositas dan daya serap air dalam beton.

Abu Terbang Batu Bara hasil residu pembakaran batubara atau bubuk batu bara.
Klasifikasi fly ash (ASTM C.618) dapat dibedalkan menjadi dua F yaitu abu terbang yang
normal yang dihasilkan dari pembakaran batubara antrasit atau batubara bitomius. Dan kelas
C adalah yang dihasilkan dari batubara jenis lignite atau subbitumeus. Pada abu terbang jenis
C kemungkinan mengandung kapur (lime) lebih dari 10% beratnya.

Slag residu pembakaran tanur tinggi. Difinisi slag dalam ASTM. C.989, “Standard
spesification for ground granulated Blast-Furnace Slag for use in concrete and mortar”, (ASTM,
1995: 494) sebagai produk non-metal yang merupakan material berbentuk halus, granular
hasil pembakaran kemdian didinginkan misalnya dengan air pencelupan dalam air.

Silika Fume, Menurut Standar Sfesification for Silica Fume for Use in Hydraulic-Cemen
Concrete and Mortar, (ASTM.C.1240,1995: 637-642). Definisi silica fume adalah material
pozzolan yang halus, dimana komposisi silika lebih banyak yang dihasilkan dari tanur tinggi
atau sisa produksi silikon atau besi silikon alloy.(dikenal sebagai gabungan antara microsilika
dengan silika fume).

Penghalus Gradasi (Finely Diveded Mineral Admixtures), Bahan ini berupa mineral yang
di pakai untuk memperhalus perbedaan-perbedaan pada campuran beton dengan
memberikan ukuran yang tidak ada atau kurang dalam agregat.

Salah satu cara untuk meningkatkan kekuatan beton adalah meningkatkan


pemadatannya, yaitu meminimumkan pori atau rongga yang terbentuk di dalam beton.
Penggunaan bahan tambah Minarex H dapat membantu meningkatkan kuat tekan beton.
Crude oil (minyak mentah /minyak bumi), dapat menghasilkan bermacam jenis produk, tidak
hanya produk BBM tetapi juga produk non BBM serta produk petrokimia. Proses pengolahan
minyak PT. Pertamina, menghasilkan produk hasil ekstraksi yang diberi nama Minarex
(Pertamina Extract). Sejalan dengan pertumbuhan industri di Indonesia, maka kebutuhan akan
pengolahan minyak (processing oil) terus mengalami peningkatan. Guna memenuhi
kebutuhan tersebut, Pertamina memproduksi processing oil baik dari golongan paraffine
(paraffinic) maupun aromatic (Minarex H). Khusus

Minarex, ada beberapa jenis yang diproduksi yaitu Minarex-A, B, dan H (Hybrid).
Minarex H yaitu Processing Oil untuk Industri Karet dan Tinta Cetak Industri dalam negeri
membutuhkan bermacam-macam jenis minyak proses (Processing oil) untuk pembuatan ban,
industri barang jadi karet (tali kipas, suku cadang kendaraan). Selain itu, processing oil juga
dapat digunakan sebagai bahan baku pada industry tinta cetak dan sebagai plasticizer /
322 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton
extender pada industry kompon PVC. Hasil penelitian (Azam, Salim, & Marhendi, 2014) yang
dilakukan melihat pengaruh bahan tambah Minarex H dengan kuat tekan maximal 19,3 Mpa
dengan nilai slump 11.5 Cm.

Bahan tambah lainnya, Air Entraining membentuk gelembung-gelembung udar


berdiameter 1 mm atau lebih kecil di dalam beton atau mortar selama pencampuran, dengan
maksud mempermudah pengerjaan beton pada saat pengecoran dan menambahkan
ketahanan awal pada beton.

Beton Tanpa Slump yaitu beton yang mempunyai slump sebesar 1 inch (25.4 mm) atau
kurang, sesaat setelah pencampuran. Polimer, Ini adalah produk bahan tambah yang baru
yang dapat menghasilkan kekuatan tekan beton yang tinggi sekitar 15.000 psi (1.000psi = 6,9
Mpa) atau lebih, dan kekuatan belah tariknya sekitar 1.500 Psi atau lebih.

Bahan Pembantu untuk Mengeraskan Permukaan Beton (Hardener Concrete), untuk


beton yang harus menanggung bebab-beban yang berat dan hidup serta selalu dalam
keadaan berputar atau berpindah-pindah, seperti lantai untuk bengkel-bengkel alat alat berat
(heavy equiment), dan lainnya. Bahan Pembantu Kedap Air (Water Proofing), Jika beton
terletak di dalam air atau berada di dekat permukaan air tanah, seperti pembuatan tunnel,
maka beton tersebut tidak di kehendaki terjadinya rembesan, untuk itu di usahakan beton di
buat kedap air. Bahan Tambah Pemberi Warna, jika expose terhadap permukaannya biasanya
memerlukan keindahan.

Bahan Tambah untuk Memperkuat Ikatan Beton Lama dengan Beton Baru (Bonding
Agent for Concrete), biasanya di sebut bonding agent yang merupakan larutan polimer.

E. Latihan Soal

1. Jelaskan secara singkat sejarah perkembangan beton?

2. Jelaskan parameter-parameter yang paling penting mempengaruhi kekuatan beton?

3. Jelaskan kelebihan dan kekurangan dari penggunaan beton dalam sebuah struktur?

4. Kinerja Beton merupakan cerminan dari sifat-sifat dan karakteristik material


penyusun beton akan mempengaruhi kinerja dari beton yang dibuat, jelaskan kinerja
beton:

a. Kekuatan Tekan Beton

b. Kemudahan Pekerjaan

c. Rangkak dan susud

Mulyono, Tri., (2015), Teknologi Beton:dari Teori ke Praktek, Jakarta, LPP-UNJ | 323
5. Aktivitas dalam sebuah pekerjaan beton tidak dipusatkan dalam satu titik kegiatan,
tetapi terdiri dari beberapa kegiatan yang saling berhubungan, jelaskan aktifitas
pekerjaan beton?

6. Jelaskan pengertian dan definisi beton menurut SNI?

7. Jelaskan empat bagian utama yang mempengaruhi mutu dari kekuatan beton?

8. Kontribusi yang di berikan oleh semen terhadap peningkatan kekuatan beton


terutama terdapat dalam tiga faktor! Jelaskan?

9. Metode Pencampuran untuk menenentukan Proporsi Bahan (Mix Design), di


tentukan melalui sebuah perancangan beton (mix design)! Jelaskan maksud dan
tujuan perancangan?

10. Apa yang dimaksud dengan beton konvensional dan beton modern?

11. Apa yang dimaksud dengan Prefabrication (prefabrikasi) dalam industri konstruksi?
Jelaskan juga mengenai keuntungan dan permasalahan dalam industri konstruksi?

12. Jelaskan minimal 5 (lima) jenis dari beton?

13. Jelaskan jenis Semen a. semen non-hidrolik dan b. semen hidrolik?

14. Jelaskan jenis-jenis agregat yang digunakan untuk bahan beton?

15. Jelaskan jenis-jenis bahan tambah yang digunakan untuk bahan beton?

324 | BAB IV: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Penulisan Buku Ajar Berbasis Kurikulum KKNI | 325
Penulisan Buku Ajar Berbasis Kurikulum KKNI | 326

Anda mungkin juga menyukai