Anda di halaman 1dari 25

SISTEM STRUKTUR BETON PRACETAK YANG MENDUKUNG

EFISIENSI ENERGI SERTA RAMAH LINGKUNGAN PADA


TEKNOLOGI KONSTRUKSI

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas


mata kuliah Bahasa Indonesia (FT1122B)
dosen pengampu Siti Hamidah, S.Pd., M.Pd.

disusun oleh:
Deagam Hendrawan NPM 41155030150034
Deni Efendi NPM 41155030150067
Egi Muhamad Soleh NPM 41155030150004

JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LANGLANGBUANA
KOTA BANDUNG
2015
SISTEM STRUKTUR BETON PRACETAK YANG MENDUKUNG
EFISIENSI ENERGI SERTA RAMAH LINGKUNGAN PADA
TEKNOLOGI KONSTRUKSI

Deagam Hendrawan, Deni Efendi, Egi Muhamad Soleh


Mahasiswa Jurusan Arsitektur
Fakultas Teknik
Universitas Langlangbuana

ABSTRAK
Teknologi beton pracetak telah lama diketahui dapat menggantikan operasi
pembetonan tradisional yang dilakukan dilokasi proyek pada beberapa jenis
konstruksi karena beberapa potensi manfaatnya. Beberapa prinsip yang dipercaya
dapat memberikan manfaat lebih dari teknologi beton pracetak ini antara lain
terkait dengan waktu, biaya, kualitas, keandalan, produktivitas, kesehatan,
keselamatan, lingkungan, koordinasi serta inovasi. Di Indonesia, hingga saat ini
telah banyak aplikasi teknologi beton pracetak terhadap jenis-jenis konstruksi
seperti, Hollow Core Slab, Half Slab, Hollow Core Wall, Mini Pile, Façade,
Precast Concrete Fence, U-Ditch, Tangga Precast, Concrete Pipe dan lain-lain.
Sistem struktur tersebut telah diuji di laboratorium dan telah di aplikasikan pada
sektor konstruksi berupa bangunan rumah tinggal maupun gedung.
Penggunanan beton pracetak pada konstruksi bangunan dari segi efisiensi
dalam aspek biaya, beton pracetak mampu mereduksi hingga 10% dibandingkan
dengan beton konvesional , sedangkan dari segi aspek waktu mampu mereduksi
waktu konstruksi sampai 50% dan kualitas mutu beton yang lebih baik
dibandingkan dengan beton konvesional. Sistem beton pracetak telah banyak
diaplikasikan di Indonesia, baik yang sistem dikembangkan di dalam negeri
maupun yang didatangkan dari luar negeri.
Metode penulisan yang dipakai untuk menyusun makalah ini adalah
penelitian kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan sumber-sumber dari buku,
jurnal, internet dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang erat kaitannya dengan
maksud dan tujuan dari penyusunan karya ilmiah ini.

I. PENDAHULUAN
Beton adalah material konstruksi yang banyak dipakai di Indonesia, jika
dibandingkan dengan material lain seperti kayu dan baja. Ada beberapa aspek
yang dapat menjadi perhatian dalam sistem beton konvensional, antara lain waktu
pelaksanaan yang lama dan kurang bersih, kontrol kualitas yang sulit ditingkatkan
serta bahan-bahan dasar cetakan dari kayu dan triplek yang semakin mahal dan
langka. [1]

1
2

Konstruksi beton pracetak telah mengalami perkembangan yang sangat pesat


di dunia, termasuk di Indonesia dalam dekade terakhir ini, karena sistem ini
mempunyai banyak keunggulan dibanding sistem konvensional.
A. Latar Belakang
Sistem beton pracetak adalah metode konstruksi yang mampu menjawab
kebutuhan di era ini. Pada dasarnya sistem ini melakukan pengecoran komponen
di tempat khusus di permukaan tanah (pabrikasi), lalu dibawa ke lokasi
(transportasi) untuk disusun menjadi suatu struktur utuh (ereksi). [2]
Penggunanan beton pracetak pada konstruksi bangunan dari segi efisiensi
dalam aspek biaya, beton pracetak mampu mereduksi hingga 10% dibandingkan
dengan beton konvesional , sedangkan dari segi aspek waktu mampu mereduksi
waktu konstruksi sampai 50% dan kualitas mutu beton yang lebih baik
dibandingkan dengan beton konvesional. Sistem beton pracetak telah banyak
diaplikasikan di Indonesia, baik yang sistem dikembangkan di dalam negeri
maupun yang didatangkan dari luar negeri. [2]
Saat ini, telah terdapat berbagai macam sistem struktur beton pracetak yang
telah dikembangkan oleh berbagai perusahaan swasta, instansi pemerintah,
maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mendukung sektor konstruksi
di Indonesia. Jenis sistem struktur yang paling dikembangkan saat ini adalah
sistem join balok-kolom beton pracetak, sistem panel dinding geser beton
pracetak, serta sistem struktur pada pembatas jalan. Perkembangan sistem struktur
join dan panel beton pracetak terutama untuk mendukung program pemerintah,
yaitu pembangunan rumah susun sederhana yang terjangkau harganya untuk
masyarakat golongan menengah ke bawah. Dalam rencana pembangunan jangka
menengah nasional tahun 2004-2009, target yang ditetapkan adalah 60.000 rumah
susun sewa (rusunawa) dan 25.000 rumah susun milik (rusunami). Sejak tahun
2003 sampai dengan tahun 2006, rumah susun 4-6 telah terbangun 50 blok/tahun.
Dengan adanya program percepatan pembangunan rusunawa sejak tahun 2006,
maka jumlah rusunawa berupa bangunan bertingkat sedang (4-6 lantai) adalah
sekitar 150 blok/tahun dan rusunami berupa bangunan bertingkat tinggi (10-20
lantai) sebanyak 300 blok/tahun sampai dengan tahun 2011. Jumlah yang sangat
besar tersebut menyebabkan perlunya pembangunan yang efisien dengan tetap
3

memperhatikan persyaratan teknis perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan


(Sidjabat, 2007). [3]
Sistem struktur beton pracetak juga digunakan untuk pembangunan gedung
asrama, rumah toko, ataupun gedung perkantoran. Pemilihan sistem beton
pracetak adalah karena sistem ini mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan
dengan sistem struktur beton yang dicor ditempat, yaitu: [3]
1. Pelaksanaan pekerjaan di lapangan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan
lebih mudah sehingga mengurangi masa konstruksi; [3]
2. Pelaksanaan lebih cepat sehingga dapat mengurangi biaya konstruksi; [3]
3. Pengontrolan mutu pekerjaan lebih baik karena pengerjaan komponen frame
dilakukan sebelum pemasangan (instalasi) sebagai struktur bangunan,
sehingga kualitas konstruksi lebih terjamin; [3]
4. Mengurangi bahan cetakan dari bahan kayu mendukung pelestarian
lingkungan; [3]
5. Mengurangi penggunaan perancah; [3]
6. Mengurangi jumlah tenaga kerja di lapangan; [3]
7. Kondisi lapangan lebih bersih. [3]

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebutkan diatas, masalah
yang akan diangkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan sejarah beton pracetak?
2. Apa saja contoh produk beton pracetak?
3. Bagaimana proses standarisasi komponen beton pracetak?
4. Apa saja aspek dalam penggunaan teknologi beton pracetak?
5. Bagaimana keuntungan dan kelemahan menggunakan struktur beton
pracetak?

C. Tujuan Pengkajian
Tujuan pengkajian makalah beton pracetak ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui perkembangan beton pracetak.
2. Menjadikan perbandingan dalam menggunakan bahan konstruksi.
3. Mengetahui tentang penerapan pada tahap pengadaan material, proses
produksi dan produk beton pracetak.

D. Manfaat Pengkajian
Hasil dari pengkajian ini diharapkan mempunyai manfaat antara lain:
1. Memberikan informasi tentang pengadaan material, proses produksi dan
penanganan produk beton pracetak.
2. Sebagai patokan bagi masyarakat dalam menggunakan bahan konstruksi.

II. PEMBAHASAN
A. Sejarah Beton Pracetak
Sistem pracetak berkembang mula-mula di negara Eropa. Struktur pracetak
pertama kali digunakan adalah sebagai balok beton pracetak untuk Casino di
Biarritiz, yang dibangun oleh kontraktor Coignet, Paris 1891. Pondasi beton
bertulang diperkenalkan oleh sebuah perusahaan Jerman, Wayss & Freytag di
Hamburg dan mulai digunakan tahun 1906. Tahun 1912 bangunan bertingkat
menggunakan sistem pracetak berbentuk komponen-komponen, seperti dinding
kolom dan lantai diperkenalkan oleh John E.Conzelmann. [4]
Struktur komponen pracetak beton bertulang juga diperkenalkan di Jerman
oleh Philip Holzmann AG, Dyckerhoff & Widmann G Wayss & Freytag KG,
Prteussag, Loser dan lain-lain. Sistem pracetak tahan gempa dipelopori
pengembangannya di Selandia Baru. Amerika dan Jepang yang dikenal sebagai
negara maju di dunia, ternyata baru melakukan penelitian intensif tentang sistem
pracetak tahan gempa pada tahun 1991. Dengan membuat program penelitian
bersama yang dinamakan PRESS (Precast Seismic Structure System). [4]
Sejarah perkembangan cara membangun ini dapat dikelompokkan menjadi
beberapa terminologi. Dari waktu ke waktu selalu terjadi perkembangan bentuk,
jenis material dan metode. Mengutip tulisan Widodo (1991), menyatakan bahwa
sejarah perkembangan arsitektur adalah sebagai berikut : Industri Bangunan
Generasi 1 (1945-1960) dikenal dengan “Element Building”. Pada zaman ini
metode membangun ditujukan untuk meningkatkan produktivitas tenaga tidak
terampil, menurunkan harga bangunan, meningkatkan kualitas bangunan. Pada

4
5

zaman ini telah dilakukan pracetak untuk komponen dinding dalam, panel muka
dan plat lantai. [5]
Industri Bangunan Generasi II (1995-1965) dikenal dengan “RATRAD”.
Pada zaman ini terjadi rasionalisasi dari metode membangun tradisional atau
“Rationalized Traditional Building” disingkat “RATRAD”. Pada zaman ini
pracetak dilakukan bagian bangunan yang berdimensi kecil dan lebih bersifat
padat karya. Industri Bangunan Generasi III (1960-1970) dikenal dengan
“Building Site”. Perkembangan terakhir (1970-sekarang). [5]
Menilik perkembangan arsitektur diatas, sedikit banyak biaya bangunan
cukup berpengaruh dalam perkembangan metode konstruksi. Biaya dalam sebuah
bangunan digunakan untuk kepentingan pembelian material, pembayaran upah
pekerja, penggunaan alat, biaya overhead dan keuntungan bagi penyedia jasa.
Komposisi biaya untuk pembayaran upah kurang lebih sebesar 35% dari total
biaya proyek, sisanya untuk keperluan material, alat, overhead dan lainnya. [5]
Kecenderungan biaya konstruksi akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan.
Bila dibandingkan dengan biaya pada industri manifaktur, biaya konstruksi
melesat jauh kedepan. Salah satu penyebab terjadinya hal tersebut adalah
tingginya upah tenaga lapangan dan proses konstruksi secara tradisional. [5]
Indonesia telah mengenal sistem pracetak yang berbentuk komponen.
Seperti tiang pancang, balok jembatan, kolom dan plat lantai sejak tahun 1970an.
Sistem pracetak semakin berkembang dengan ditandai munculnya berbagai
inovasi seperti System Column Slab (1996), Sistem L-Shape Wall (1996), Sistem
All Load Bearing Wall (1997), Sistem Bresphaka (1999) dan sistem T-Cap
(2000). [2]
6

B. Contoh Produk Beton Pracetak

Gambar 1. Produk Beton Pracetak Hollow Core Slab

1. Hollow Core Slab

Hollow Core Slab biasanya digunakan dalam pembangunan lantai dibagian


bagunan gedung. Hollow Core Slab sangat popular di negara-negara dimana
penekanan konstruksi gedung telah di beton pracetak, termasuk Eropa Utara dan
Eropa Timur. Lembaran Hollow Core Slab biasanya di produksi dengan panjang
sekitar 120 meter. Proses ini melibatkan ekstrusi beton basah bersama dengan tali
kawat baja, kemudian dipotong oleh mesin pemotongan besar sesuai dengan
panjang dan lebar. [6]

2. Half Slab
Half Slab adalah pekerjaan plat
lantai beton bertulang dengan cara
separuh pracetak dan separuhnya lagi
dibuat ditempat, alasan hanya dibuat
separuh pracetak karena menyesuaikan
beban maksimal yang masih aman
diangkat oleh derek, jadi jikalau dilokasi
proyek tersedia alat berat yang mampu
mengangkat seluruh terpal plat maka
akan lebih baik jika menggunakan
sistem satu pracetak utuh, hal ini bisa
terjadi pada lantai dengan bentangan

Gambar 2. Produk Beton Pracetak Half Slab kecil. [6]


7

3. Mini Pile

Gambar 3. Contoh Produk Beton Pracetak Mini Pile


Mini pile adalah beton pracetak yang mampu menahan gaya orthogonal ke
sumbu tiang dengan cara menyerap benturan , Mini Pile dibuat menjadi satu
kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah
konstuksi dengan tumpuan pondasi. [6]

4. Railway Concrete Products


Beton pracetak dapat digunakan
sebagai dudukan dalam rel kerata api,
di bandingkan dengan dudukan dari
kayu ternyata Railway Concrete lebih
ekonomis karena kekutan dan stabilitas
yang baik sehingga dapat mengurangi
waktu pemasangan dan biaya

Gambar 4. Contoh Produk Railway Concrete pemeliharaan. [6]

5. Bridge Concrete Product


Bridge Concrete Products adalah
beton pracetak yang digunakan sebagai
bagian komponen jembatan dengan dua
sistem pra-ketegangan pratekan dan pasca-
ketegangan. Untuk sistem pra-ketegangan,
produksi biasanya dilakukan dengan bentuk
non segmental. Sedangkan untuk sistem
Gambar 5. Contoh Produk Bridge Concrete
8

pasca-ketegangan, produksi dapat dilakukan dalam dua bentuk, baik segmental


dan non-segmental. Kedua sistem ini, masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan. [7]
Sistem pra-ketegangan memiliki kelebihan karena tidak ada biaya angkut
sehingga biaya produksi relatif terjangkau. Apalagi untuk jangka yang cukup
panjang, produk yang dibuat dalam bentuk non segmental akan menjadi masalah
dalam hal distribusi/pengiriman. Produk ini dibuat dengan mutu beton K-500
(C40) melalui K-800 (C 65). [7]

6. U-Ditch
U-Ditch adalah saluran beton
bertulang dengan bentuk penampang
huruf U dan juga bisa diberi tutup.
Umumnya digunakan sebagai saluran
drainase ataupun irigasi. Ketinggian
saluran terbuka ini dapat bervariasi
mengikuti kebutuhan di lapangan atau
Gambar 6 Contoh Produk Beton Pracetak U-Ditch elevasi saluran yang di inginkan. [6]

7. Canstein
Canstein merupakan produk beton
pracetak yang berfungi sebagai penguat
tepi jalan yang dipasang paving
blok/konblok. Canstein biasa digunakan
pada trotoar, tepi jalan, jalan taman dan
sebagainya. [6]

Gambar 7. Contoh Produk Beton Pracetak Canstein


9

8. Marine Structure
Marine Structure merupakan
produk beton pracetak yang berfungsi
untuk memecahkan ombak/gelombang,
dengan menyerap sebagian energi
gelombang. Pemecahan gelombang
digunakan untuk mengendalikan abrasi
yang menggerus garis pantai dan untuk

Gambar 8. Contoh Produk Beton Pracetak Marine


menenangkan gelombang di pelabuhan
Structure sehingga kapal dapat merapat di
pelabuhan dengan lebih mudah. [7]

C. Proses Standarisasi Komponen Beton Pracetak


1. Proses Pracetak
a. Moulding/membuat cetakan, pabrik beton pracetak biasanya telah memiliki
bengkel khusus (workshop) untuk membuat dan maintenance cetakan,
tempat merakit tulangan (barcatching) dan sambungan. [8]
[8]
b. Reinforcing, tulangan yang telah dirakit ditempatkan kedalam cetakan.
c. Concreting, biasanya dipabrik tersedia concrete batching plant, yang
[8]
memiliki kontrol kualitas secara komputer.
[8]
d. Compaction, memakai external vibrator dengan high-fruequency.
e. Curing, stim curing, convensional of curing. Pada elemen-elemen beton
yang besar stim curing diberikan kedalam beton dengan cara diselubungi.
Suhu 60-70O C selama 2-3 jam. [8]

f. Handling, pasca umur beton memenuhi, unit beton pracetak dipindahkan ke


[8]
gudang, disusun secara vertical dan diberi bantalan antar unit pracetak.
[8]
g. Kirim kelapangan → Transportasi unit pracetak.
h. Install/Erection, memasang unit pracetak pada struktur, memasang joint
[8]
(cast-in-site).
[8]
i. Finishing, no-coating.
10

2. Standarisasi Komponen Beton Pracetak


a. Factory precast telah membuat standarisasi komponen pracetak pada
[8]
penampang-penampang yang paling diminati.
b. Mould telah dibuat secara standar, tetapi perubahan penampang tidak dapat
dihindari untuk memenuhi keinginan user, variasi bentuk dan dimensi. [8]
[8]
c. Dimensi cetakan memiliki konsekuensi penambahan biaya produksi.
d. Jumlah produksi komponen berpengaruh terhadap indeks biaya produksi
[8]
(yang baik CI = 1, dimana N = 10).

D. Aspek Dalam Penggunaan Teknologi Beton Pracetak

1. Aspek Teknis
Meskipun teknologi beton pracetak telah berkembang dan digunakan sejak
lama, khususnya di Indonesia, efektifitas aplikasi tersebut perlu dikaji dengan
seksama. Kajian tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui dengan benar manfaat
dan keuntung dari aplikasi beton pracetak bagi industri konstruksi Indonesia.
Berbagai faktor yang harus ditinjau dengan cermat agar dapat diyakinkan
keuntungan yang akan diperoleh adalah : perencanaan, sistem struktur,
sumberdaya manusia, produksi, transportasi, pemasangan, connection dan
perbaikan. Teknologi beton pracetak layak digunakan jika permasalahan yang
[5]
ditimbulkan dari semua faktor tersebut diatas dapat diatasi.
a. Faktor Perencanaan
Perencanaan struktur dengan teknologi beton pracetak dilaksanakan dalam
tiga tahap. Tahap pertama adalah perencanaan yang dilaksanakan oleh seorang
arsitek. Tahap kedua, perencanaan dilakukan oleh structure engineer. Tahap yang
ketiga perencanaan dilakukan oleh produsen/instalator, yang ditekankan pada
[5]
kemudahan pelaksanaan dilapangan.
Struktur organisasi dari tim proyek sangat menentukan keberhasilan
pengaplikasian teknologi beton pracetak. Koordinasi dari pengguna jasa (owner),
arsitek, ahli struktur dan dari disiplin ilmu yang lain merupakan hal yang penting
[5]
sehinga dibutuhkan kesinambungan informasi pada setiap tahap pelaksanaan.
11

b. Faktor Sistem Struktur


Sistem struktur yang dapat digunakan pada bangunan gedung bertingkat
lebih ditentukan proses produksi di pabrik, proses transportasi dan proses
pelaksanaan konstruksi di lapangan. Dalam memproduksi komponen beton
pracetak untuk bangunan gedung yang perlu diperhatikan adalah berat serta
dimensi komponen, hal ini dipengaruhi oleh:
[5]
1. Ketinggian dan jumlah lantai bangunan.
[5]
2. Kapasitas angkat crane/derek.
[5]
3. Lokasi pabrikasi komponen beton pracetak.
[5]
4. Bentang portal dan jarak antar portal.
[5]
5. Beban yang didukung oleh komponen beton pracetak.
Jenis-jenis sistem struktur teknologi beton pracetak yang dapat dilaksanakan
dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu (Tihamer Koncs, 1979) :
[5]
1. Struktur rangka dengan kolom tanpa sambungan (menerus).
[5]
2. Struktur rangka dengan kolom sambungan (tidak menerus).
[5]
3. Struktur rangka dengan unit rangka berbentuk portal.
c. Faktor Sumberdaya Manusia
Karakteristik pekerja yang bekerja dalam lingkungan pabrik berbeda dengan
mereka yang bekerja pada kondisi lingkungan kerja dilapangan terbuka. Kondisi
ini akan mempengaruhi produktifitas pekerja sehingga kontinuitas hasil produksi
tidak dapat diprediksi dengan tepat. Dalam lingkungan pabrik, pekerjaan yang
dilakukan merupakan suatu pengulangan sehingga memperkecil kemungkinan
terjadinya kegagalan yang disebabkan oleh pekerja. Keberhasilan produk dari
hasil produksi industri konstruksi sangat tergantung dari kejelian dan kemampuan
manager konstruksi dalam membuat perencanaan serta penggunaan metode yang
[5]
tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
Secara umum perbedaan antara industri konstruksi dengan industri
manufaktur adalah sebagai berikut (Oglesby C.H.,1989) :
1. Pada proyek konstruksi waktu yang disediakan sangat terbatas, konsekuensi
dari hal ini adalah tim manajemen harus dibentuk secara cepat dan tepat.
Juga pemilihan metode konstruksi serta penggunaan alat untuk operasional
[5]
hanya terjadi satu kali.
12

2. Sifat dari lokasi proyek adalah tidak tetap, pada industri manufaktur lokasi
kerja berada dalam satu lokasi dan bersifat tetap. Kadang-kadang pekerja
proyek harus melaksanakan pekerjaannya dalam ruang yang terbatas
sehingga akan mempengaruhi produktifitasnya, sedang pekerja pabrik ruang
geraknya dapat direncanakan sebaik mungkin agar dapat bekerja dengan
[5]
nyaman dengan harapan produktifitasnya tidak terganggu.
3. Hasil produksi biasanya unik dan selalu berbeda dari lokasi proyek yang
satu dengan yang lain, sehingga tidak dibuat standarisasi penggunaan alat
[5]
bantu dan metode konstruksi untuk berbagai proyek.
4. Dalam industri konstruksi lebih banyak dibutuhkan pekerja dengan
keterampilan yang cukup dibandingkan dengan pekerja tidak mempunyai
keterampilan. Pemilihan pekerja yang cakap akan sangat mempengaruhi
[5]
ketepatan rencana pekerjaan sesuai dengan jadwal.
5. Pelaksanaan pekerjaan biasanya berada diluar/dilapangan terbuka dengan
variasi yang ditimbulkan oleh hujan, panas serta kondisi geografis lokasi
[5]
proyek.
6. Proyek konstruksi biasanya berskala besar, tidak praktis dan pemasangan
[5]
peralatan besar dan berat sehingga tidak mudah untuk melaksanakannya.
7. Dalam proyek konstruksi owner selalu terlibat dalam melakukan
pengawasan proses konstruksi sedangkan untuk industri manufaktur pembeli
[5]
hanya melihat hasil akhir dari proses produksi.
d. Faktor Produksi
Produksi mutlak merupakan peran pabrikator. Sepanjang tidak terdapat
halangan yang berkaitan dengan logistik, maka masalah yang ada biasanya
berkaitan dengan hal-hal teknis, sehingga dengan menyerahkan pekerjaan tersebut
[5]
pada pabrikator yang professional hambatan teknis dapat diredam.
Penting dalam faktor produksi adalah menentukan prioritas, mana yang lebih
dahulu dipabrikasi, sehingga dibutuhkan koordinasi antara pabrikator dengan
instalator. Area produksi harus tertata dengan baik, mulai dari tempat
penumpukan material dasar, proses pengecoran, proses rawatan beton serta
penyimpanan komponen beton pracetak. Konsekuensi dari unit ini menyediakan
13

lahan kerja yang cukup luas, karena lahan penumpukan bahan dan komponen
[5]
beton pracetak yang diproduksi berukuran dengan berkuantitas besar.
Hakikat dari pabrikasi beton pracetak adalah:
[5]
1. Kebutuhan akan tenaga kerja relatif lebih sedikit.
[5]
2. Kecepatan proses produksi.
[5]
3. Perbaikan kualitas produk.
Dibandingkan dengan proses konstruksi tradisional, hal yang menonjol
dalam produksi beton pracetak adalah penggunaan mesin dalam pabrik untuk
menghasilkan komponen beton pracetak. Selain membutuhkan tenaga kerja lebih
sedikit penggunaan mesin akan mengurangi kesalahan yang diakibatkan oleh
“faktor manusia” sehingga akan dihasilkan produk dengan kualitas lebih seragam.
[5]

e. Faktor Transportasi
Produsen beton pracetak pada umumnya tidak hanya bertanggung jawab
dalam masalah produksi saja tetapi juga bertanggung jawab pada masalah
transportasi atau bahkan masalah pemasangan dari komponen beton pracetak.
Pada umumnya produsen mempunyai modal transportasi sendiri untuk
mentransportasikan produknya ke lokasi pekerjaan, atau mensubkontrakkan
masalah transportasi kepada perusahaan transportasi. Pengiriman komponen
biasanya digunakan truk, dengan konsekuensi bahwa jalur transportasi harus
sudah disurvey untuk memastikan bahwa jalur tersebut dapat dilewati truk dengan
[5]
muatannya.
Komponen beton pracetak biasanya didukung pada dua tumpuan untuk
menghindari timbulnya tegangan yang tidak semestinya yang ditimbulkan selama
proses transportasi ke lokasi pekerjaan. Komponen beton pracetak juga harus
dirancang titik-titik pengangkatan yang digunakan pada saat pemasangan maupun
handling. Untuk keperluan pemasangan , sistem dua titik angkat digunakan jika
komponen beton pracetak berupa double T, inverted T, L beam, hollow-core slab
[5]
(Sheppard & Phillips,1989).
Terhadap jalur jalan yang akan dilalui harus dilakukan pengecekan
mengenai kemampuan dukungnya serta berat maksimum yang diijinkan. Hal
serupa juga dilakukan terhadap jembatan-jembatan yang akan dilewati. Sistem
14

pengangkutan yang dapat dilakukan dalam mentransportasikan komponen beton


pracetak dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu secara horizontal dan secara vertikal
[5]
(Lewicki B.,1966).
f. Faktor Pemasangan
Salah satu kunci keberhasilan pengaplikasian teknologi beton pracetak
adalah faktor pemasangan. Pemahaman mengenai masalah yang timbul serta
penanganannya harus benar-benar diperhitungkan secara matang agar tujuan
utama penggunaan komponen pracetak tercapai, yaitu dapat mereduksi waktu
pelaksanaan pekerjaan. Perencanaan yang matang pada setiap tahap proses
konstruksi sangat penting untuk mencapai pemasangan yang efisien, juga harus
didukung koordinasi yang baik antara erektor dengan kontraktor. Setiap orang
yang terlibat dalam proyek harus memahami benar tentang pentingnya
[5]
pemasangan dan pengaruhnya terhadap faktor lainnya.
Perancang menentukan dimensi dan berat dari komponen beton pracetak
pada awal proyek. Berat komponen disarankan untuk tidak lebih dari 11 ton,
termasuk komponen arsitektur dan strukturnya (Tihamer Koncs,1979). Jika
melebihi berat tersebut harus dikonfirmasikan dengan ahli untuk
[5]
mempertimbangkan pelaksanaan transportasi dan pemasangan.
Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk satu tim pemasangan umumnya
berkisar 5 (lima) orang : 2 (dua) orang berada dibawah, 2 (dua) orang berada
diatas untuk melakukan penyetelan unit pracetak, dan satu orang sebagai
pengendali derek. Jumlah tersebut akan bertambah dengan pekerja las dan
[5]
grouting.
Proses penyatuan komponen beton pracetak menjadi satu kesatuan bangunan
yang utuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah :
[5]
1. Sistem struktur bangunan.
[5]
2. Jenis alat sambung yang akan digunakan.
[5]
3. Kapasitas angkat derek yang tersedia.
[5]
4. Kondisi lapangan.
Metode yang dapat digunakan dibedakan menjadi dua, yaitu vertical method
[5]
dan horizontal method (Tihamer Koncs,1979).
15

1. Vertical Method, pemasangan dengan metode vertikal adalah pengangkatan


dan penyatuan komponen beton pracetak yang dilaksanakan pada arah
vertikal pada struktur bangunan yang mempunyai kolom menerus dari lantai
dasar hingga lantai paling atas. Dengan cara demikian sambungan-
sambungan pada lantai di atasnya harus dapat segera berfungsi secara
efisien. Pada bangunan yang mempunyai ketinggian tertentu selama proses
pemasangan harus ditambah/ditopang oleh struktur sementara (bracing)
yang berfungsi untuk menahan gaya-gaya yang ditimbulkan selama
pemasangan. Pemasangan bracing ini pada umumnya tidak mengalami
kesulitan namun demikian hal ini membutuhkan waktu untuk
pelaksanaannya sehingga akan menambah siklus waktu pemasangan.
Komponen beton pracetak yang berbentuk dinding disebut dengan tilt-up
construction. Pelaksanaan pemasangan komponen ini dengan cara
[5]
memiringkannya kemudian ditegakkan dan ditopang oleh steel support..
2. Horizontal Method, penyatuan komponen beton pracetak dengan metode
horisontal adalah proses pemasangan yang pelaksanaannya dilakukan tiap
satu lantai (arah horisontal bangunan). Metode ini digunakan untuk struktur
bangunan yang terdiri dari komponen kolom pracetak dengan sambungan
pada tempat-tempat tertentu. Sambungan pada metode ini tidak harus segera
dapat berfungsi sehingga tersedia waktu yang cukup untuk pengerasan
beton, sambungan yang cocok untuk metode ini adalah in-situ concrete
[5]
joint.
g. Faktor Connection
Proses penyatuan komponen-komponen struktur beton pracetak menjadi
sebuah struktur bangunan yang monolit merupakan hal yang amat penting dalam
mengaplikasikan teknologi beton pracetak. Material yang harus disatukan terdiri
dari dua jenis. Yang pertama adalah penyatuan material beton dan yang kedua
adalah penyatuan material baja (tergantung dari sistem connection). Sambungan
antar komponen pracetak tidak hanya berfungsi sebagai penyalur beban tetapi
harus mampu secara efektif mengintegrasikan komponen-komponen tersebut,
sehingga secara keseluruhan struktur dapat berperilaku monolit (Suprobo
P.,1996). Gaya-gaya yang harus disalurkan dalam struktur bangunan adalah gaya
16

horisontal, yaitu gaya yang ditimbulkan akibat beban horisontal (beban


angin/beban gempa) dan gaya vertikal, yaitu gaya yang ditimbulkan akibat beban
[5]
gravitasi (berat sendiri komponen).
Metode yang digunakan dalam usaha menyatukan komponen-komponen
beton pracetak dibedakan menjadi dua cara (Tihamer Koncs,1979), yaitu cara
yang pertama adalah dengan menggunakan sambungan kering sedangkan cara
[5]
yang kedua adalah dengan sambungan basah.
Metode sambungan kering adalah metode penyambungan komponen beton
pracetak dimana sambungan tersebut dapat segera berfungsi secara efektif. Yang
termasuk dalam metode ini adalah alat sambung berupa las dan baut. Sambungan
basah adalah metode penyambungan komponen beton pracetak dimana
sambungan tersebut baru dapat berfungsi secara efektif setelah beberapa waktu
[5]
tertentu. Yang termasuk jenis ini adalah sambungan in-situ concrete joints.
h. Faktor Perbaikan
Jika terjadi kerusakan pada komponen beton pracetak, sebaiknya komponen
tersebut tidak digunakan lagi. Pada batas-batas tertentu kerusakan yang terjadi
dapat diperbaiki, tetapi hal ini harus mendapat rekomendasi dari tenaga ahli. Jika
kerusakan terjadi setelah komponen beton pracetak terpasang pada posisinya,
tindakan yang dilakukan adalah mengevaluasi apakah komponen tersebut masih
layak digunakan. Salah satu cara untuk mengevaluasi hollow core slab yang retak
setelah terpasang adalah dengan dilakukan pengujian beban sederhana, yaitu
dengan memberikan beban pada plat tersebut kemudian dicek lendutan yang
terjadi. Jika dari hasil uji beban disimpulkan tidak layak maka plat tersebut harus
dilepas dan diganti dengan plat yang baru, dengan kata lain plat yang rusak tidak
[5]
dapat digunakan lagi dan harus dibuang.

2. Aspek Ekonomis
Faktor-faktor ekonomis yang mempengaruhi aplikasi teknologi beton
pracetak :
1. Faktor waktu, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pelaksanaan konstruksi bangunan sampai dengan bangunan tersebut dapat
[5]
berfungsi sesuai dengan rencana penggunaannya.
[5]
2. Faktor mutu, yaitu hasil yang dicapai dari proses pelaksanaan konstruksi.
17

3. Faktor biaya, faktor-faktor yang mempengaruhi ekonomis tidaknya aplikasi


teknologi beton pracetak dapat diidentifikasi sebagai berikut :
[5]
a. Kebutuhan material untuk seluruh bangunan.
b. Biaya produksi, yang ditentukan oleh waktu pelaksanaan serta investasi
[5]
peralatan yang diperlukan.
[5]
c. Biaya yang dibutuhkan untuk transportasi.
[5]
d. Biaya yang dibutuhkan untuk pemasangan.
[5]
e. Biaya untuk penyelesaian.
Contoh pelaksanaan pembangunan gedung dengan menggunakan dua
metode, yaitu satu gedung dengan teknologi beton pracetak sedangkan yang

Gambar 9 Comparative cost of industrialised system for high, medium and low rise building.
[5]
(Sumber : Seeley I.H.,1972)
lainnya menggunakan proses konstruksi tradisional. Perbandingan biaya yang
dibutuhkan antara dua metode tersebut adalah biaya total pelaksanaan dengan
teknologi beton pracetak sebesar 10.302 sedangkan dengan metode site build
dibutuhkan biaya 11.318, sehingga didapatkan penghematan sebesar 9,9% (Bengt
[5]
H., 1996).
Pada gambar 9 diperlihatkan diagram perbandingan biaya pada beberapa
sistem yang berbeda dalam satuan tiap meter persegi lantai bangunan. Keuntungan
penggunaan teknologi beton pracetak dapat terlihat dengan jelas, yaitu biaya yang
18

dibutuhkan setiap meter persegi lantai bangunan lebih kecil daripada in-situ
[5]
concrete sistem terutama pada bangunan tingkat tinggi.
Faktor Waktu, dari segi waktu pelaksanaan konstruksi, penggunaan
teknologi beton pracetak akan lebih singkat bila dibandingkan dengan
pelaksanaan konstruksi secara tradisional. Sebagai gambaran tahapan penggunaan
[5]
teknologi beton pracetak dibandingkan dengan proses konstruksi tradisional.

[5]
Gambar 10. Perbandingan tahapan konstruksi antara proses konstruksi

Dari gambar 10 terlihat selisih waktu yang didapatkan dari penggunaan


beton pracetak, meskipun demikian perlu diperhatikan waktu yang dibutuhkan
untuk pemasangan kolom, pemasangan balok, pemasangan plat lantai. Bila waktu
pemasangan dari tiap item pekerjaan tersebut dapat dimunculkan maka akan dapat
[5]
diketahui dengan pasti berapa banyak waktu yang dapat dihemat/dipercepat.
Satu proyek percobaan yang dilaksanakan pada pembangunan hotel dengan
jumlah kamar sebanyak 40 buah. Dalam proyek ini terdapat dua buah bangunan
yang sama, salah satu bangunan menggunakan teknologi beton pracetak dan yang
lainnya menggunakan proses konstruksi tradisional. Hasil perbandingan dari
[5]
kedua metode tersebut.

Gambar 11. Perbandingan penggunaan teknologi beton pracetak


dengan proses konstruksi tradisional. (Sumber : Hansson B., Lund
19

Faktor Mutu, dalam industri manufaktur masalah pengendalian kualitas


produk yang dihasilkan dapat terpantau dengan jelas, metode statistik dan teknik
pengendalian yang tepat dapat memberikan informasi dini bagi manajemen
tentang produk yang dihasilkan. Jika terjadi penyimpangan kualitas dari produk
maka dengan segera dapat dilakukan tindakan sehingga kualitas produk dapat
sesuai dengan standar yang disyaratkan. Produk yang dihasilkan mempunyai
akurasi dimensi yang tinggi sehingga dalam pelaksanaan di lapangan relatif lebih
[5]
mudah serta mempunyai kenampakan yang lebih baik.

E. Keuntungan dan Kelemahan Menggunakan Beton Pracetak


1. Keuntungan memakai struktur beton pracetak
a. Kualitas produk lebih baik, karena dibuat dengan kontrol yang ketat (in-
factory), penampang lebih standar, biasanya mutu tinggi digunakan pada
[5]
beton pracetak prategang.
b. Waktu pelaksanaan konstruksi lebih cepat, dilakukan secara pararel factory-
[5]
in site.
c. Biaya lebih ekonomis, produk massal dan repetitif, pemakaian tenaga kerja
disesuaikan dengan kebutuhan produksi, penggunaan perancah/scaffolding
[5]
tidak perlu.
d. Penyelesaian finishing mudah, variasi untuk finishing permukaan struktur
pracetak dilakukan saat pembuatan komponen, termasuk coating untuk
[5]
attack-hazard seperti korosif, kedap suara.
e. Cocok untuk lahan yang terbatas atau tidak luas, mengurangi kebisingan,
[5]
lebih bersih dan ramah lingkungan.

2. Kelemahan Memakai Struktur Beton Pracetak


[5]
a. Tidak ekonomis bagi produksi tipe elemen yang jumlahnya sedikit.
b. Perlu ketelitian yang tinggi agar tidak terjadi devasi yang besar antara
elemen yang satu dengan elemen yang lain, sehingga tidak menyulitkan
[5]
dalam pemasangan di lapangan.
c.
Panjang dan bentuk elemen pracetak yang terbatas, sesuai dengan kapasitas
[5]
alat angkat dan alat angkut.
d. Jarak maksimum transportasi yang ekonomis dengan menggunakan truk
adalah antara 150 sampai 250 km, tetapi ini juga tergantung dari tipe
produknya. Sedangkan untuk angkutan laut, jarak maksimum transportasi
[5]
dapat sampai diatas 1000 km.
e. Di Indonesia yang kondisi alamnya sering timbul gempa dengan kekuatan
besar, konstruksi beton pracetak cukup berbahaya terutama pada daerah
sambungan, sehingga masalah sambungan merupakan persoalan yang utama
[5]
yang dihadapi pada perencanaan beton pracetak.
[5]
f. Memerlukan lahan besar untuk pabrikasi dan penimbunan (stock yard).
g. [5]
Memerlukan perhatian yang lebih besar terhadap safety.

III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dipaparkan, dapat diambil kesimpulan bahwa
sistem struktur beton pracetak merupakan salah satu alternatif teknologi dalam
perkembangan konstruksi di Indonesia yang bisa dilakukan dengan lebih
terkontrol, lebih ekonomis, serta mendukung efisiensi waktu, efisiensi energi, dan
mendukung pelestarian lingkungan. Sistem tersebut cocok digunakan pada
bangunan modular, seperti rumah susun, asrama, rumah toko, ataupun kantor.
Perkembangan teknologi tersebut masih sangat terbuka dengan membuat berbagai
variasi sistem struktur dan penyempurnaan dari sistem struktur yang telah ada.

B. Saran
Saran untuk sistem struktur beton pracetak adalah sebagai berikut:
1. Perkembangan konstruksi beton pracetak bisa lebih dikembangkan sebagai
alternatif pengganti sistem beton bertulang konvensional dengan
mengaplikasikannya ke berbagai macam bangunan sesuai fungsinya.
2. Peningkatan kinerja struktur dengan inovasi perkuatan struktur baik dari segi
konfigurasi baja tulangan, dimensi penampang sistem, maupun mutu bahan
bangunan. Selain itu, pengontrolan kualitas pembangunan harus terjaga agar
sistem struktur bisa bekerja sesuai dengan desain dan mampu menahan
beban yang ada.

20
DAFTAR PUSTAKA

[1] Dunia Bangunan. (2013, Juni) Dunia Bangunan. [Online].


http://duniabangunan87.blogspot.co.id/2013/06/sejarah-beton-pracetak.html

[2] Ardiansyah, "Studi Manajemen Mutu Produk Beton Precast Pada PT.WIKA
BETON Lampung," Skripsi, pp. 1-2, 2014.

[3] Siti Aisyah Nurjannah, "Perkembangan Sistem Struktur Beton Pracetak


Sebagai Alternatif Pada Teknologi Konstruksi Indonesia Yang Mendukung
Efisiensi Energi Serta Ramah Lingkungan," Jurnal Penelitian Prosiding
Seminar Nasional AVoER ke-3, pp. 234-235, Oktober 2011.

[4] Rahman Ashar. (2014, September) Beton pracetak. [Online]. http://rahman-


betonpracetak.blogspot.co.id/2014/09/perkembangan-beton-pracetak.html

[5] Wulfram I. Ervianto, "Studi Implementasi Teknologi Beton Pracetak Bagi


Bangunan Gedung," Jurnal Ilmiah, pp. 1-2.

[6] PT BEP. (2015) BEP Precast and Prestress Concrete. [Online].


http://beton.co.id/products/mini-pile/

[7] Wijaya Karya Beton. PT. WIKA BETON. [Online].


http://www.wikabeton.co.id/

[8] Hendra Cahyadi, "Beton Pracetak - Precast Concrete," Karya Ilmiah, pp. 1-13,
Mei 2012.

21
LAMPIRAN

KOMPONEN BETON

KOMPONEN PLAT

JOINT COLUMN-TO-COLUMN

22
23

JOIN COLUMNT-TO-BEAM

JOINT BEAM TO SLAB


24

BANGUNAN BETON PRA CETAK

Stamfortl Resort Dago Pakar Pile, Bandung

Rumah Sakit Tasik Medika Citra Tama

Anda mungkin juga menyukai