TEKNOLOGI BETON:
DARI TEORI KE PRAKTEK
Mulyono, Tri.,
Teknologi Beton: Dari Teori ke Praktek
ISBN: 978-602-390-005-3
Anakku
M. Farhan Husain Khadafi
Nasywa Salsabila Anggraini
Azzarah Nunadhika Afiah Maharani
&
Istriku
Suryana Utami
| iii
KATA PENGANTAR
| iv
PRAKATA
Assalamuallaikum, wr.wb
Allhamdulillah, atas berkat rahmat dan ridho ALLAH juahlah maka penulis dapat
menyelesaikan buku Teknologi Beton : Dari Teori ke Praktek dan merupakan buku yang
tidak terpisahkan dari Buku Teknologi Beton yang telah dipublikasikan sebelumnya.
Praktek teknologi beton adalah suatu pengujian bahan penyusun beton untuk menghasilkan
input data yang tepat sesuai dengan sifat dan karakteristik bahan yang di uji yaitu atas dasar
pengujian di laboratorium. Input data ini nantinya dapat digunakan untuk membuat suatu
rancangan campuran beton yang proporsi campurannya dapat menghasilkan suatu mutu
beton sesuai dengan rencana.
Kualitas mutu suatu pekerjaan pada dasarnya tidak selalu sama dengan hasil perancangan
akan tetapi nilai yang dihasilkan dari suatu pekerjaan beton yang diharapkan umumnya
diberikan batas nilai minimum 95% dari nilai perancangan atau nilai yang cacat atau boleh
gagal maksimum sebesar 5%.
Selain itu praktek teknologi beton itu sendiri dimaksudkan untuk melakukan justifikasi dan
menyesuiakan keadaan-keadaan bahan yang ada yang ditunjukan dengan data-data hasil
pengujian mengenai sifat dan karakteristik bahan yang diuji yang berasal dari lapangan
atau dari alam. Kemudian dilakukan penyesuaian dengan pekerjaan-pekerjaan yang akan
dilaksanaan melalui suatu metode perancangan yang menjadi acuan.
Hasil pengujian yang dilakukan untuk bahan-bahan beton dan beton yang diuji diharapkan
nantinya dapat digunakan sebagai dasar perancangan dan untuk mengontrol hasil
rancangan (quality control).
Ruang lingkup praktek teknologi beton umumnya menyangkut semua bahan pembentuk
beton dari mulai semen, air, agregat, bahan tambah termasuk bahan-bahan substitusi
sebagai pengganti semisal bahan-bahan artifisial atau buatan. Selain itu pengujian bahan
ini termasuk terhadap kondisi bahan, jumlah, keseragaman, tata cara dan lainnya seperti
yang tercantum didalam standar-standar normatif. Pengujian bahan beton sendiri meliputi
pengujian terhadap sifat dan karakteristik saat beton muda sampai dengan beton keras
sampai dengan usia 28 hari bahkan lebih. Banyak dan ragam pengujian yang dilakukan
akan sangat tergantung terhadap kepentingan pekerjaan
Kekuatan sebuah struktur yang menggunakan bahan beton akan sangat dipengaruhi oleh
kekuatan tekan beton yang dibuat. Karakteristik kekuatan tekan beton dipengaruhi oleh
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | v
sifat dan karakteristik bahan penyusunnya. Beton tersusun dari bahan penyusun yang terdiri
dari semen, air, agregat dan dengan atau tidak menggunakan bahan tambah. Pemahaman
akan sifat dan karakteristik bahan penyusun beton yang baik terutama dalam hal
penjaringan data untuk kebutuhan perancangan beton tergantung dari apa dan bagaimana
mendapatkan data berdasarkan hasil pengujian di laboratorium. Pengetahuan dan
ketrampilan dalam melakukan penyelidikan bahan penyusun beton dan beton di
laboratorium sesuai dengan standar yang berlaku akan dapat menghasilkan data yang baik
sebagai dasar perancangan campuran beton yang akhirnya akan menghasilkan karakteritik
beton sesuai dengan rencana.
Buku ini berisi tentang pengenalan kembali bahan penyusun beton yang meliputi semen,
air, agregat dan bahan tambah serta pengujian beton yang meliputi beton muda, beton keras
dan evaluasi kekuatan tekan rencana yang dilakukan di laboratorium. Selanjutnya buku ini
membahas pengujian beton keras dengan tidak merusak (non-destructive Test/NDT), semi
NDT.
Berdasarkan tujuan mata kuliah dan deskripsinya, maka Daftar Praktek untuk mata kuliah
ini dapat disusun sebagai berikut: Semen (Bahan Pengikat Campuran Beton), Pemeriksaan
Berat Jenis Semen, Pemeriksaan Konsistensi Semen, Pemeriksaan Kekekalan Semen,
Pemeriksaan Waktu Pengikatan, Pemeriksaan Kuat Tekan Mortar.
Pengujian Agregat (Bahan Pengisi Campuran Beton), Pemeriksaan Kadar Air Agregat
Halus, Pemeriksaan Kandungan Organis Dalam Pasir, Pemeriksaan Kandungan Lumpur
dalam Pasir, Pemeriksaan Butiran yang Lolos Ayakan #200, Sand Equivalent Test,
Pemeriksaan Berat Isi Agregat, Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus,
Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar, Pemeriksaan Ketahanan
Agregat Terhadap Beban Kejut dengan Impact Machine, Pemeriksaan Analisa Gradasi
Perancangan Campuran Beton dan Pengujian Beton Keras (Mix Design and Fresh Concrete
Test) mencakup Perancangan Campuran Beton Normal, Desain rancangan campuran (Job
Mix Design). Selain itu perlu dilakukan Pengujian Beton Segar (Fresh concrete test) adalah
Tata cara pengadukan beton , Uji Slum (Slump Test), Tata Cara Pembuatan Benda Uji
(Specimen Test), Pemeriksaan Kandungan Udara Beton Segar, Pemeriksaan Berat Isi dan
Bleeding Beton Segar, serta Pengujian Beton Keras dan Evaluasi Pekerjaan Beton yaitu Uji
Kuat Tekan (Compression Test), Pemeriksaan Modulus Elastisitas Beton, Uji Kuat Tarik
Belah Silinder Beton, Uji Kuat Lentur Beton, Evaluasi Kuat Tekan Beton,Penyusunan
Laporan.
Materi yang dijabarkan dalam buku ini terbagi menjadi 4 (empat) Bagian yaitu Bagian
Pertama (I) Beton dan Perkembangannya, Bagian Kedua (II) adalah Bahan Beton dan
Beton, dan Bagian Tiga (III) : Pengujian Bahan Beton dan Beton, serta pada Bagian
Akhir buku ini merupakan BAGIAN IV: Pengujian Struktur Beton.
Bagian Pertama (I) Beton dan Perkembangannya. Pada bagian ini terdiri dari 2 Bab
yaitu BAB 1 Pendahuluan dan Bab II: Beton dan Perkembangannya. BAB 1: Pendahuluan
berisi latar belakang, tujuan, ruang lingkup, manfaat dan petunjuk penggunaan buku. BAB
2: Berisi tentang perkembangan pekerjaan beton mencakup perkembangan penggunaan
material beton, cara pengujian, metode pelaksanaan saat ini baik di Indonesia maupun di
Negara-negara lain termasuk perkembangan keahlian dan klasifikasi bidang.
Pada Bagian Tiga (III) : Pengujian Bahan Beton, terdiri dari 6 (enam) bab yaitu sebagai
berikut: BAB 6 : Semen untuk Pekerjaan Beton, berisi tentang maksud dan tujuan
pengujian bahan semen untuk pekerjaan beton (Bahan Pengikat Campuran Beton)
dikaitkan dengan kompetensi yang hendak dicapai berdasarkan teori yang terkait.
Kompetensi ini dikaitkan dengan kemampuan daya saing lulusan di sektor industri
konstruksi. Pengujian semen untuk konstruksi sipil mencakup Pemeriksaan Berat Jenis
Semen;Pemeriksaan Konsistensi Semen; Pemeriksaan Kekekalan Semen; Pemeriksaan
Waktu Pengikatan; Pemeriksaan Kuat Tekan Mortar. Pada bab 6 ini dilengkapi juga dengan
contoh-contoh hitungan dan Latihan soal.
Air dibahas pada Bab 7, berisi tentang maksud dan tujuan pengujian air untuk pekerjaan
beton dikaitkan dengan kompetensi yang hendak dicapai berdasarkan teori yang terkait.
Kompetensi ini dikaitkan dengan kemampuan daya saing lulusan di sektor industri
konstruksi. Pada bab ini membahas tentang penggunaan air sebagai campuran beton dan
cara-cara pengambilan contoh uji kualitas air, pengujian kadar minyak dan lemak dalam
air secara gravimetric dan pemeriksaan keasaman air yang akan digunakan dalam
campuran beton.
Agregat (Bahan Pengisi Campuran Beton), pada Bab 8 berisi tentang maksud dan tujuan
pengujian bahan agregat untuk pekerjaan beton (Bahan Pengisi Campuran Beton) dikaitkan
dengan kompetensi yang hendak dicapai berdasarkan teori yang terkait. Kompetensi ini
dikaitkan dengan kemampuan daya saing lulusan di sektor industri konstruksi. Pengujian
Bahan Pengisi Campuran Beton untuk konstruksi sipil mencakup; Pemeriksaan Kadar Air
Agregat Halus; Pemeriksaan Kandungan Organis Dalam Pasir; Pemeriksaan Kandungan
Lumpur dalam Pasir; Pemeriksaan Butiran yang Lolos Ayakan #200; Sand Equivalent Test;
Pemeriksaan Berat Isi Agregat; Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus;
Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar; Pemeriksaan Ketahanan Agregat
Terhadap Beban Kejut dengan Impact Machine; Pemeriksaan Analisa Gradasi. Pada bab 8
ini dilengkapi juga dengan contoh-contoh hitungan dan Latihan soal.
Perancangan Campuran Beton (Concrete Mix Design), berisi tentang maksud dan
tujuan Perancangan Campuran Beton dan Pengujian Beton Keras (Mix Design and Fresh
Concrete Test) untuk pekerjaan beton dikaitkan dengan kompetensi yang hendak dicapai
berdasarkan teori yang terkait. Kompetensi ini dikaitkan dengan kemampuan daya saing
lulusan di sektor industri konstruksi, di uraikan pada Bab 9. Perancangan Campuran Beton
dan Pengujian Beton Keras (Mix Design and Fresh Concrete Test) untuk konstruksi sipil
mencakup: Perancangan Campuran Beton Normal dengan berbagai metode SNI, ACI
| vii
ataupun BS dan Desain rancangan campuran (Job Mix Design) jika diimplementasikan
pada pekerjaan di laboratorium dan di lapangan. Pada bab 9 ini dilengkapi juga dengan
contoh-contoh hitungan rancangan dan Latihan soal.
Beton Segar (Fresh concrete), berisi tentang maksud dan tujuan pembuatan dan pengujian
Beton Segar (Fresh concrete) untuk pekerjaan beton dikaitkan dengan kompetensi yang
hendak dicapai berdasarkan teori yang terkait. Kompetensi ini dikaitkan dengan
kemampuan daya saing lulusan di sektor industri konstruksi. Pembuatan dan pengujian
Beton Segar (Fresh concrete) untuk konstruksi sipil mencakup: Tata cara pengadukan
beton; Uji Slum (Slump Test);Tata Cara Pembuatan Benda Uji (Specimen Test);
Pemeriksaan Kandungan Udara Beton Segar dan Pemeriksaan Berat Isi dan Bleeding Beton
Segar. Pada bab 10 ini dilengkapi juga dengan contoh-contoh hitungan dan Latihan soal.
Beton Keras (Hard concrete) dan Evaluasi Pekerjaan Beton, dibahas pada bab 11 berisi
tentang maksud dan tujuan Beton Keras (Hard concrete) dan Evaluasi Pekerjaan Beton
untuk pekerjaan beton dikaitkan dengan kompetensi yang hendak dicapai berdasarkan teori
yang terkait. Kompetensi ini dikaitkan dengan kemampuan daya saing lulusan di sektor
industri konstruksi. Beton Keras (Hard concrete) dan Evaluasi Pekerjaan Beton untuk
konstruksi sipil mencakup: Uji Kuat Tekan (Compression Test); Pemeriksaan Modulus
Elastisitas Beton; Uji Kuat Tarik Belah Silinder Beton; Uji Kuat Lentur Beton; Evaluasi
Kuat Tekan Beton dan Penyusunan Laporan Pekerjaan beton. Pada bab 11 ini dilengkapi
juga dengan contoh-contoh hitungan pengujian beton keras dan evaluasi dan Latihan soal.
Pada Bagian Akhir buku ini merupakan BAGIAN IV: Pengujian Struktur Beton, dalam
buku ini membahas pengujian beton keras dengan tidak merusak (non-destructive
Test/NDT), semi NDT dan pengujian Destructive Test, terdiri dari 4 BAB yaitu BAB 12:
Pengujian Struktur Beton dengan Metode Non Destructive Test menggunakan Hammer
Test. Berisi tentang penjelasan umum dan jenis produk hammer test, Kelebihan dan
kekurangan “Hammer test”, Kalibrasi dan Spesifikasi alat, Prosedur dan Tata Cara
Pengujian meliputi persiapan, Tata Cara Pengujian sesuai dengan type Hammer Test.
Dilengkapi dengan contoh hitungan dan latihan.
Pada BAB 13: Metode Pengujian Non Destructive Test (NDT) lainnya, yaitu break of
number, cast in place cylinder, Probe Penetration, dan Ultrasonic Pulse Velocity. Dalam
bagian ini berisi tentang maksud dan tujuan, prosedur pengujian dan dilengkapi dengan
contoh hitungan dan latihan. Metode Pengujian Semi Destructive Test diuraikan di Bab 14,
berisi tentang pengujian-pengujian semi tidak merusak untuk konstruksi sebagai bab
terakhir.
Harapannya buku ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan pengujian di
laboratorium. Referensi yang digunakan untuk menyusun buku ini berasal dari beberapa
referensi yang berhubungan dengan pengujian bahan beton dan beton yang bersumber dari
standar ASTM, AASTHO, British Standard dan terutama Standar Nasional Indonesia yang
disesuaikan dengan kebutuhan akademik. Buku ini juga memuat lembaran kerja mengenai
tata cara mendapatkan data-data pengujian dilengkapi juga dengan contoh hitungan.
Atas selesainya laporan penulisan buku berbasis KKNI (Draft Kemajuan Penulisan) ini
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu terutama teman-teman sesama staf pengajar dan karyawan di Jurusan Teknik
Bangunan, Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta.
Jakarta, 2014
Penulis
| ix
DAFTAR ISI
|x
BAB 3 APA DAN BAGAIMANA PENGUJIAN BAHAN BETON DAN
BETON __________________________________________________87
3.1 Maksud dan Tujuan Pengujian ________________________________ 91
3.1.1 Pengujian Semen ____________________________________________ 92
3.1.2 Pengujian Agregat ___________________________________________ 92
3.1.3 Pengujian Bahan Tambah _____________________________________ 92
3.1.4 Pengujian Beton Segar _______________________________________ 93
3.1.5 Pengambilan Contoh Uji Beton Keras ___________________________ 94
3.2 Kegunaan Pengujian ________________________________________ 94
3.3 Ruang Lingkup Pengujian ___________________________________ 94
3.4 Pengambilan Contoh Uji ____________________________________ 95
3.4.1 Pengambilan Contoh Uji bahan _______________________________ 96
3.4.2 Penyimpanan dan Persiapan Contoh Uji di Laboratorium ___________ 110
3.5 Pertimbangan Statistik untuk Analisa Data _______________________ 118
3.6 Prinsip Dasar Pengujian Beton _______________________________ 119
3.6.1 Reology Beton Segar________________________________________ 120
3.6.2 Parameter yang Mempengaruhi Rheology Beton __________________ 122
3.6.3 Istilah dan Definisi Bahan-bahan Penyusun Beton menurut SNI ______ 123
3.6.4 Pengolahan Beton __________________________________________ 123
3.6.5 Pengujian Beton Struktur ____________________________________ 135
3.7 Evaluasi Beton ___________________________________________ 137
Latihan Soal 150
BAB 4 BAHAN-BAHAN PENYUSUN BETON DAN BETON __________153
4.1 Aktivitas Pekerjaan Beton ____________________________________ 153
4.2 Pekerjaan Beton __________________________________________ 154
4.3 Klasifikasi Beton _________________________________________ 158
4.3.1 Beton berdasarkan cara pembuatannya __________________________ 158
4.3.2 Beton berdasarkan bahan pengisi agregat ______________________ 163
4.3.3 Beton berdasarkan cara pengecoran ____________________________ 185
4.3.4 Beton Berdasarkan Kuat Tekan________________________________ 192
4.3.5 Beton berdasarkan penulangan ________________________________ 199
4.3.6 Berdasarkan (Paparan) Kondisi Lingkungan _____________________ 203
4.3.7 Beton Jenis Lainnya ________________________________________ 207
4.5 Bahan Penyusun Beton_____________________________________ 224
4.5.1 Semen __________________________________________________ 224
Daftar Isi | xi
4.5.2 Air 232
4.5.3 Agregat _________________________________________________ 236
4.5.4 Bahan Tambah ___________________________________________ 249
Latihan Soal 285
BAB 5 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) _______________________ 287
5.1 Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) ____________________ 292
5.2 Symbol-Symbol Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) ____________ 293
5.3 Penggunaan Alat Proteksi Diri _________________________________ 296
5.4 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Laboratorium ____________ 299
5.4.1 Bahaya dalam Laboratorium _________________________________ 301
5.4.2 Tindakan Pencegahan _______________________________________ 305
5.5 Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Pelaksanaan Konstruksi ________ 309
5.5.1 Klasifikasi Kecelakaan Kerja _________________________________ 310
5.5.2 Meminimalisasi Kecelakaan Kerja _____________________________ 310
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | xiii
DAFTAR GAMBAR
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | xiv
Gambar 3.5: slotted tube sampler ________________________________________________ 100
Gambar 3.6: Alat Pengambilan Contoh Semen Curah ________________________________ 103
Gambar 3.7: Alat Pengambilan Contoh Semen Kemasan (Zak) _________________________ 103
Gambar 3.7: Penyimpanan Semen Zak ____________________________________________ 104
Gambar 3.8: stock-pile (lapangan penumpukan) Agregat ______________________________ 106
Gambar 3.10: Fly ash (abu terbang) untuk beton ____________________________________ 107
Gambar 3.11: Pozzollan untuk Beton _____________________________________________ 107
Gambar 3.12: Pengambilan contoh ui dari truk mixer dan beberapa type peralatan pengujian 109
Gambar 3.13: Mesin pembagi contoh uji untuk Agregat Kasar _________________________ 113
Gambar 3.14: Mesin pembagi contoh uji untuk Agregat Halus __________________________ 113
Gambar 3.15: Cara 1 Seperempat Bagian __________________________________________ 115
Gambar 3.16: Cara 2 Seperempat Bagian __________________________________________ 116
Gambar 3.17: Metode Gundukan Mini ____________________________________________ 118
Gambar 3.18: Hirarki Penyelidikan Bahan Beton dan Beton ___________________________ 118
Gambar 3.19: Proses Terjadinya Beton____________________________________________ 120
Gambar 3.20: Parameters of rheology of fresh concrete (ACI C309, 1981) ________________ 121
Gambar 3.21: Batching Plant ___________________________________________________ 127
Gambar 3.22: Mixers Beton Stasioner kapasitas 100 m3 ______________________________ 129
Gambar 3.23: Berbagai Konfigurasi untuk Pan Mixer. Tanda panah menunjukkan arah putaran
pan, pisau (blade), dan scraper.__________________________________________________ 130
Gambar 3.24: Beberapa Type Alat Aduk Berputar Vertikal ____________________________ 130
Gambar 3.25: Jenis Mesin Pengaduk Twin Shaft Kapasitas 1 m3 _____________ 131
Gambar 3.26: Mesin Pengaduk Berputar Miring (Half Bag Tilting Mixer) ________________ 131
Gambar 3.27: Mesin Pengaduk Berputar Horizontal (Reverse Drum Concrete Mixer)_______ 132
Gambar 3.28: Proses pengadukan dengan Mesin Pengaduk Berputar Miring _____________ 132
Gambar 3.29: Sistem pengadukan dengan pengaduk horizontal ______________ 132
Gambar 3.30: Truck Mixer _____________________________________________________ 133
Gambar 3.31: Beton yang terjadi Segregasi ________________________________________ 134
Gambar 3.32: Jenis Benda Uji Beton Keras ________________________________________ 137
Gambar 3.33: Hasil Pengujian Beton dengan Benda Uji Silinder _______________________ 138
Gambar 3.34: Pengujian dengan Hammer Test ______________________________________ 144
Gambar 3.35: Peralatan Rebound Hammer Test _____________________________________ 144
Gambar 3.36: Peralatan Non-Destructive Test ______________________________________ 145
Gambar 3.37: Alat Core Drill dan Pengambilan Contoh dengan Core-Drill _______________ 146
Gambar 4.1: Klasifikasi Beton___________________________________________________ 159
Gambar 4.2: Beton Konvensional dengan Beton Modern ______________________________ 160
Gambar 4.3: Penggunaan agregat ringan untuk beton ringan __________________________ 167
Gambar 4.4: Pemadatan untuk Pengujian Berat Isi Beton _____________________________ 170
Gambar 4.5: Aaerated concrete (AAC) ____________________________________________ 175
Gambar 4.6: Micro-Struktur Beton AAC _________________________________________ 176
Gambar 4.9: Instalasi Batching Plant _____________________________________________ 187
Gambar 4.10:Truck Mixer _____________________________________________________ 187
Gambar 4.13: Pekerjaan Beton Bertulang _________________________________________ 200
Gambar 4.14: Beton Siklop pada pelaksanaan bendungan _____________________________ 207
Gambar 4.16: Beton Tembus ___________________________________________________ 210
Gambar 4.17: Pervious Concrete ________________________________________________ 211
Gambar 4.20: nozzle penyemprotan ______________________________________________ 216
Gambar 4.21: Peralatan Shotcrete _______________________________________________ 216
Gambar 4.23: Shotcrete pada overhead ___________________________________________ 216
Gambar 4.24: Beton Massa (Mass Concrete) _______________________________________ 219
Gambar 4.25: Roller-Compacted Concrete _________________________________________ 220
Gambar 4.26: Container yard (lapangan Penumpukan Container) ______________________ 220
Gambar 4.27: Bangku dari Ferrocement __________________________________________ 222
Gambar 4.29: Bentuk Agregat ___________________________________________________ 240
Gambar 4.30: Type kekasaran agregat ____________________________________________ 241
Daftar Gambar | xv
Gambar 4.31: gradasi agregat yang baik (menerus/well graded) _______________________ 243
Gambar 4.32: Kondisi kadar air pada agregat _____________________________________ 245
Gambar 4.33: Efek Air-Entrained pada ketahan beton terhadap pembekuan dan siklus leleh di
Test Laboratorium. ___________________________________________________________ 261
Gambar 4.34: Hubungan antara ukuran butir agregat maksimum , semen dan kandungan udara
dalam beton dengan AEA dan tidak menggunakan AEA. PCA Major Series 336 ____________ 262
Gambar 4.35: Hubungan antara prosentase agregat halus dan kandungan udara dalam beton
PCA Major Series 336 _________________________________________________________ 262
Gambar 4.36: Hubungan antara kandungan udara dan kekuatan beton umur 28 hari dengan 3
kondisi kadar air. Kandungan Air akan mengurangi kandungan udara jika nilai slum konstant
Sumber: (Cordin, 1946)________________________________________________________ 263
Gambar 4.37: Hubungan kekuatan tekan beton umur 28-hari dengan Faktor Air Semen (FAS)
dengan variasi air-entrained concretes menggunakan Semen Type I _____________________ 263
Gambar 4.40: Aksi Dispersi akibat Plasticizer: (a) Pasta menggumpal; (b) Pasta berpencar _ 268
Gambar 4.41: Tipe Kehilangan Nilai Slum beton tanpa bahan tambah ___________________ 269
Gambar 4.42: Kehilangan Nilai Slump pada 23°C (73°F) dalam beton konvensional/normal
dengan WRA (ASTM C 494 and AASHTO M 194 Type D) dibandingkan dengan campuran tanpa
WRA (Control) 270
Gambar 4.43: Kehilangan Nilai Slump pada 23°C (73°F) dalam beton normal dengan HWRA
(ASTM C 494 and AASHTO M 194 Type D) dibandingkan dengan campuran tanpa HWRA
(Control) ___________________________________________________________________ 270
Gambar 4.44: Pengaruh Asam Hydroxylated carboxylic dan Lignosulfat pada Slump _______ 271
Gambar 4.45: Perubahan Nilai Slump dengan penggunaan Bahan Tambah ______________ 271
Gambar 4.46: Efek of superplasticizer dan kehilangan nilai slump _____________________ 273
Gambar 4.47: Efek Perlambatan penggunaan retading admixture ((Mindess, S. and Young, J.F.,
Concrete, Prentice Hall, Englewood Cliffs, NJ, 1981) ________________________________ 276
Gambar 4.48: Kehilangan Nilai Slump pada 23°C (73°F) dalam beton normal dengan retarder
dibandingkan dengan campuran tanpa retarder. (Whiting and Dziedzic 1992) ____________ 277
Gambar 5.1: Contoh Symbol Bahan-bahan berbahaya _______________________________ 294
Gambar 5.3: Contoh Symbol Larangan ___________________________________________ 295
Gambar 5.4: Contoh Symbol Perhatian ___________________________________________ 296
Gambar 5.5: Contoh Symbol Informasi Umum ______________________________________ 296
Gambar 5.6: Simbol Bahan Berbahaya ___________________________________________ 308
Gambar 5.7: Contoh Petunjuk di depan Direksi Keet sebuah Proyek ____________________ 312
Gambar 5.8: Beberapa contoh petunjuk kecelakaan __________________________________ 313
Gambar 5.9: Penggunaan Alat Proteksi Diri di Pekerjaan Konstruksi ___________________ 314
Beton yang digunakan untuk struktural dalam konstruksi teknik sipil, dapat
dibedakan menjadi beberapa bagian, dalam teknik sipil struktur beton digunakan
untuk bangunan pondasi, kolom, balok, pelat ataupun pelat cangkang, dalam teknik
sipil hydro digunakan untuk bangunan air seperti bendung, bendungan, saluran,
ataupun pada perencanaan drainase perkotaan. Beton juga digunakan dalam teknik
sipil transportasi untuk pekerjaan rigid pavement (lapis keras permukaan yang
kaku), saluran samping, gorong-gorong, dan lainnya. Jadi beton hampir digunakan
dalam semua aspek didalam ilmu teknik sipil. Artinya semua struktur dalam teknik
sipil akan menggunakan beton, minimal dalam pekerjaan pondasi.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 1
estetika yang beragam (Fiorato, 2006). Beton telah sudah ada sejak jaman romawi
(gambar 1.1), beton modern saat ini (gambar 1.2).
secara umum selain digunakan untuk struktural juga dapat digunakan untuk
untuk non-struktural yang dimaksudkan untuk memperbaiki estetika dan
pengurangan beban structural seperti misalnya bata beton (beton aerasi) ataupun
paving block dan beton non-struktural lainnya. Pengertian non structural adalah
beton yang tidak dimaksudkan untuk menahan beban-beban struktural.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 3
kekuatan tekan tinggi maka penggunaan air atau faktor air terhadap semen haruslah
kecil, akan tetapi hal ini akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, dengan
semakin majunya teknologi hal ini bukanlah menjadi masalah dengan
diketemukannya bahan tambah untuk beton.
Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan
semen hidrolis (portland cement), Agregat kasar, agregat halus, air dan dengan
menggunakan atau tidak bahan tambah (admixture atau additive) atau campuran
antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar
dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk masa padat (SNI 03
– 2847 - 2002).
Menurut Terminology (ASTM C-125, 2007) adalah “composite material that
consists essentially of a binding medium within which are embedded particles or
fragments of aggregate; in hydrauliccement concrete, the binder is formed from a
mixture of hydraulic cement and water” atau material komposit yang pada dasarnya
terdiri dari media yang mengikat dan didalamnya terdapat partikel atau fragmen
agregat; dalam beton semen hidrolik, pengikat terbentuk dari campuran semen
hidrolik dan air. Semen hidrolik (ASTM C 219 14a, 2014) adalah semen yang
mengikat dan mengeras berdasarkan reaksi kimia dengan air dan mampu juga
didalam air.
Bahan penyusunnya yaitu semen, agregat dan air dan jika di perlukan di
tambahkan bahan tambah (admixture) tertentu untuk merubah sifat-sifat tertentu
dari beton yang bersangkutan. Semen merupakan bahan campuran yang secara
kimiawi aktif setelah berhubungan dengan air. Agregat tidak memainkan peranan
yang penting dalam reaksi kimia tersebut, tetapi berfungsi sebagai bahan pengisi
mineral yang dapat mencegah perubahan-perubahan volume beton setelah selesai
pengadukan, dan juga dapat memperbaiki keaweta dari beton yang dikerjakan.
Beton yang dicampur dengan cara volume multak (campuran berat-volume) pada
umumnya (gambar 1.3) mengandung rongga udara sekitar 1% - 3% untuk air-
Gambar 1.3: Range Campuran Bahan Beton dengan proporsi Absolute Volume.
Bar 1 dan 3 reperesentatif campuran dengan Agregat ukuran kecil dan Bar 2 dan 4
reperesentatif campuran dengan Agregat ukuran besar
Sumber: (Kosmatka, Kerkhoff, & and Panarese, 2003)
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 5
pekerjaan dan investigasi serta studi kelayakan bahan dan kekuatan beton yang akan
digunakan. Pada tahapan konstruksi merupakan implementasi hasil rancangan dan
pada pascakonstruksi, meliputi operasi, pemeliharaan, monitoring, dan evaluasi.
Pada tahap ini merupakan penilaian atas pekerjaan serta pemecahan atas persoalan
yang timbul dari saat pra sampai denga konstruksi.
Pengujian bahan penyusun beton dan beton merupakan salah satu bagian dari
kegiatan tahap prakonstruksi. Aktivitas pada setiap tahapan diatur dalam suatu
ketentuan tertulis dan dilandasi oleh dasar hukum yang berlaku yang
keseluruhannya dituangkan dalam Standar, Pedoman, Manual atau dalam sebuah
kegiatan proyek dituangkan dalam suatu rencana kerja dan syarat-syarat teknis
(RKS).
Pada tahapan pengujian bahan beton dan beton, pekerjaan ini haruslah
mengikuti standar-standar yang berlaku, terutama Standar Nasional Indonesia
(SNI) untuk pekerjaan yang dikerjakan dan dilaksanakan di wilayah Republik
Indonesia. Acuan standar tersebut adalah suatu spesifikasi teknis atau sesuatu yang
dibakukan, disusun berdasarkan konsensus semua pihak terkait, dengan
memperhatikan syarat-syarat kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan,
perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni (IPTEKS), pengalaman,
perkembangan masa kini dan mendatang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-
besarnya.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 7
Mengacu pada pedoman tentang Pengembangan SNI yang mencakup
kelembagaan dan proses yang berkaitan dengan perumusan, penetapan, publikasi
dan pemeliharaan SNI. Agar SNI memperoleh keberterimaan yang luas diantara
para stakeholder, maka sesuai dengan WTO Code of good practice pengembangan
SNI harus memenuhi sejumlah norma, yakni: (a) Openess; Terbuka bagi agar
semua stakeholder yang berkepentingan dapat berpartisipasi dalam pengembangan
SNI. (b) Transparency; Transparan agar semua stakeholder yang berkepentingan
dapat mengikuti perkembangan SNI mulai dari tahap pemrograman dan perumusan
sampai ke tahap penetapannya . Dan dapat dengan mudah memperoleh semua
informsi yang berkaitan dengan pengembangan SNI; (c) Consensus and
impartiality; Tidak memihak dan konsensus agar semua stakeholder dapat
menyalurkan kepentingannya dan diperlakukan secara adil; (d) Effectiveness and
relevance; Efektif dan relevan agar dapat memfasilitasi perdagangan karena
memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; (e) Coherence; Koheren dengan
pengembangan standar internasional agar perkembangan pasar negara kita tidak
terisolasi dari perkembangan pasar global dan memperlancar perdagangan
internasional; dan (f) Development dimension; Berdimensi pembangunan agar
memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam meningkatkan
daya saing perekonomian nasional (BSN, 2012) .
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 9
semen dalam campuran, yang dikenal sebagai 'air untuk semen' rasio. Rasio air-
semen: Rasio air-semen adalah rasio berat air terhadap berat semen yang digunakan
dalam campuran beton dan memiliki pengaruh penting pada kualitas beton yang
dihasilkan. Rasio air-semen rendah menyebabkan kekuatan yang lebih tinggi dan
daya tahan, tetapi dapat membuat campuran lebih sulit untuk dikerjakan. Kesulitan
penempatan dapat diatasi dengan menggunakan plasticizer atau super-plasticizer.
Gambar 1.4: Hubungan Faktor Air Semen dengan Kekuatan Tekan Beton
Sumber: (Abrams D. A., Design of Concrete Mixtures. Bulletin 1, Structural Materials Research Laboratory, Lewis
Institute, May, 1919)
Hasil penelitian ini untuk melihat hubungan rasio-air semen pertama kali
diterbitkan dalam (Abrams D. A., Design of Concrete Mixtures. Bulletin 1,
Structural Materials Research Laboratory, Lewis Institute, May, 1919). Pengujian
kekuatan beton semen Portland dibuat pada umur 3 hari sampai 2 1/3 tahun dengan
menggunakan air campuran dari berbagai jenis, banyak yang dianggap tidak cocok
untuk digunakan dalam beton, menunjukan bahwa semakin tinggi rasionya maka
kekuatan tekan akan rendah begitu juga sebaliknya (Abrams, 1924). Duff A.
Abrams (1880, Illinois, – 1965, New York) adalah peneliti, profesor, dan direktur
laboratorium penelitian dari Asosiasi Semen Portland di Chicago yang menjadi
presiden dari American Association Beton (ACI) dari tahun 1930 sampai 1931.
Hasil penelitian hubungan antara factor air semen dengan kekuatan tekan beton
seperti gambar 1.4. Ia meneliti pengaruh komposisi campuran beton untuk meneliti
Sebagai contoh, campuran beton yang mengandung 400 kg semen dan 240
liter (= 240 kg) air akan memiliki rasio air / semen dari 240/400 = 0,6. Rasio air /
semen dapat disingkat 'w / c rasio' atau hanya 'w/ c' atau Faktor Air Semen (FAS).
(2) Kekuatan agregat: itu akan menjadi jelas bahwa jika agregat dalam beton lemah,
beton juga akan lemah. Batu dengan kekuatan intrinsik yang rendah, seperti kapur,
jelas tidak cocok untuk digunakan sebagai agregat. Integritas ikatan antara pasta
dan agregat sangat penting, dan (3) Parameter semen: banyak parameter yang
berkaitan dengan komposisi mineral semen dan proporsi yang dapat mempengaruhi
laju peningkatan kekuatan dan kekuatan akhir yang dicapai beton seperti misalnya
kandungan alite, reaktivitas alite dan belite serta kadar sulfat semen. Karena alite
adalah mineral semen yang paling reaktif yang memberikan kontribusi signifikan
terhadap kekuatan beton, Alite yang besar harus memberikan kekuatan awal yang
lebih baik (sekitar 7 hari). Untuk semen tertentu, akan dipengaruhi seperti
'kandungan optimum sulfat,' atau 'kandungan optimum gypsum.' Sulfat dalam
semen, baik sulfat klinker dan ditambahkan gipsum, menghambat hidrasi dari fase
alumina. Selain itu agregat yang digunakan dalam campuran beton harus bebas dari
zat-zat yang merusak (Schuster, 1957).
Kekuatan beton sangat dipengaruhi oleh banyak factor (Mishra, 2014), seperti
kualitas bahan baku (semen, air, agregat atau bahan tambah), rasio air / semen, kasar
/ rasio agregat halus, umur beton, pemadatan beton, suhu, kelembaban relatif dan
perawatan (curing) beton. Sifat fisik dan mineralogi lainnya agregat harus diketahui
sebelum pencampuran beton untuk mendapatkan campuran yang diinginkan.
Properti ini termasuk bentuk dan tekstur, ukuran gradasi, kadar air, berat jenis,
reaktivitas, kesehatan dan satuan berat massal. Properti ini bersama dengan rasio
air-semen menentukan kekuatan, kemampuan kerja, dan daya tahan beton. (The
Pennsylvania State University, 2014).
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 11
Menurut (Nawy E. G., 2009), parameter-parameter yang paling penting
mempengaruhi kekuatan beton antara lain; 1) kualitas semen, 2) proporsi semen
terhadap campuran (Abrams & Walker, Quantities of Material for Concrete,
Bulletin 9 Structural Materials Research Laboratory, Lewis Institute, 1921), 3)
kekuatan dan kebersihan agregat , 4) Interaksi atau adesi antara pasta semen dengan
agregat, 5) pencampuran yang cukup dari bahan-bahan pembentuk beton, 6)
penempatan yang benar, penyelesaian dan pemadatan beton, 7) perawatan beton
(Abrams D. A., Effect of Curing Condition on the Wear and Strength of Concrete,
Bulletin 2 Structural Materials Research Laboratory, May, 1919), dan 8) kandungan
klorida tidak melebihi 0.15% dalam beton yang diekspos dan 1% bagi beton yang
tidak diekspos (Solvay Sales Corporation, 9 February 1931).
Dalam keadaan yang mengeras beton itu bagaikan batu karang dengan
kekuatan tinggi. Oleh karena itu beton dalam keadaan segar dapat diberi bermacam
bentuk, maka kelebihan ini dapat digunakan untuk membentuk seni arsitektur atau
Nilai kuat tekan beton dengan kuat tariknya tidak berbanding lurus, setiap
usaha perbaikan mutu kekuatan tekan hanya disertai dengan peningkatan yang kecil
dari kuat tariknya. Suatu perkiraan kasar nilai kuat tarik berkisar antara 9%-15%
kuat tekannya, nilai pastinya sulit diukur, pendekatan hitungan dengan
menggunakan modulus of rapture, yaitu tegangan tarik beton yang muncul pada
saat pengujian tekan beton normal (normal concrete). Karena kecilnya kuat tarik
beton ini juga merupakan salah satu kelemahan dari beton biasa. Untuk
mengatasinya beton tersebut biasanya dikombinasikan dengan tulangan beton
biasanya digunakan baja sebagai tulangannya. Alasan menggunakan baja sebagai
tulangan beton karena koefisien baja hampir sama dengan kofisien beton (Abrams
& Walker, Quantities of Material for Concrete, Bulletin 9 Structural Materials
Research Laboratory, Lewis Institute, 1921). Beton didefinisikan sebagai (SNI 03
– 2847 - 2002) beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah yang tidak kurang dari
jumlah minimum yang disyaratkan didalam pedoman perencanaan, dengan atau
tanpa pratekan, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material
bekerja sama dalam menahan gaya yang bekerja.
Beton juga dapat dicampur dengan bahan lain seperti beton composite atau
sesuai dengan prilaku yang diberikan terhadap beton tersebut misalnya beton pra-
tekan atau beton pra-tegang (pre-stressing), beton pra-cetak (pre-cast). Beton juga
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 13
dapat digunakan untuk struktur yang memerlukan bahan struktur yang ringan
misalnya beton ringan struktural yaitu beton yang mengandung agregat ringan dan
mempunyai massa kering udara yang sesuai dengan syarat seperti yang ditentukanc
oleh (ASTM C-567). Beratnya tidak lebih dari 1900 kg/m3.
Biaya pembuatan beton relatif lebih murah karena semua bahan bisa di dapat
di dalam negeri untuk material dasar (availability), seperti ageregat dan air dapat di
temukan di daerah setempat. bahan termahal pembuat beton adalah semen. Jika
material beton digabungkan dengan material lain seperti tulangan beton maka akan
menjadi beton bertulang. Secara ekonomi biaya penggunaan stuktur baja dalam
konstruksi lebih mahal dibandingkan dengan beton bertulang (Concrete
Reinforcing Steel Intitute, 1961).
Beton ringan bisa di pakai untuk blok dan panel. Beton arsitektural bisa untuk
keperluan dekoratif (Murdock & Brook, Concrete materials and practice, 1979).
Beton bertulang bisa dipakai untuk berbagi setruktur yang lebih berat, seperti
jembatan, gedung, bangunan maritim, landasan pacu pesawat terbang, kapal, dan
sebagainnya. Artinya beton mempunyai kemampuan beradaptasi (adaptability)
seperti dapat dicetak dengan bentuk dan ukuran berapapun, misalnnya pada struktur
cekung (shell) maupun bentuk-bentuk khusus 3 dimensi dan dapat diproduksi
dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan situasi sekitar dari cara sederhana
yang tidak memerlukan ahli khusus, sampai alat moderen di pabrik yang serba
otomatis dan terkomputerisasi contohnya bangunan arsitektur gambar 1.5.
Secara umum kelebihan beton (1) Bisa dengan mudah membentuknya sesuai
dengan kebutuhan konstruksi, (2) mampu memikul beban yang berat, (3) tahan
terhadap temperatur yang tinggi, (4) biaya pemeliarahan yang kecil, dll.
Kekurangannya adalah antara lain (1) Bentuk yang telah dibuat sulit untuk
dirubah, (2) Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi, (3) Berat
sendiri yang besar, (4) Daya pantul suara yang besar.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 15
SPESIFIKASI
DAN
PERENCANAAN CAMPURAN
PROSES PENGADAAN
(Batching, Mixing, Transportasi,
Pengecoran, Finishing, Perawatan)
KINERJA BETON
(Konstruktibiliti, Kekuatan,
Durabilitas)
Sampai saat ini beton masih menjadi pilihan utama dalm pembuatan struktur,
hal ini disebabkan selain kemudahan dalam menadapatkan material penyusunnya
juga akan melibatkan penggunaan tenaga yang cukup besar sehingga dapat
mengurangi masalah penyediaan lapangan kerja. Selain dua kinerja utama yang
disebutkan diatas kekuatan tekan yang tinggi dan kemudahan pengerjaanya, pada
proses produksinya yang menjadi perhatian untuk mewujudkan hal tersebut adalah
kelangsungan proses pengadaan beton.
Cement
Fine Agg
Coarse Agg
Fly Ash
Water Reducer, Retarders
Air-Entraining Admix
Lightweight Agg
Slag
Silica Fume
Water
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Avg. Ranking (1=Most and 10=Least Important
Gambar 1.7: Persepsi Dampak Penggunaan Material dalam Membentuk Kinerja Beton
Sumber: (STP 169D, Concrete and Concrete-Making Materials, p.31)
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 17
Secara praktis di lapangan, penilaian kepentingan akan penggunaan bahan
yang digunakan dalam membuat kinerja tertentu akan berbeda yang tergantung dari
untuk apa beton tersebut dibuat. Penggunaan semen untuk rumah tinggal akan lebih
banyak jika dibandingkan untuk penggunaan perumahan komersil atau beton mutu
tinggi. Jadi komposisi bahan penyusun juga harus dilihat untuk apa beton tersebut
dibuat. Berdasarkan katagori rumah tinggal, perumahan dan beton mutu tinggi
dampak pengaru terhadap kinerja beton yang dihasilkan jika dilihat dari variabel
bahan penyusunnya dapat dilihat seperti gambar 1.8 menjelaskan bahwa
penggunaan semen dalam sebuah campuran beton sangatlah penting, dan pengaruh
penggunaan air terhadap pembentukan kinerja beton tidak begitu berpengaruh hal
ini juga dijelaskan oleh (Abrams D. A., Design of Concrete Mixtures. Bulletin 1,
Structural Materials Research Laboratory, Lewis Institute, May, 1919) yang
meneliti pengaruh air dalam perbandingannya dengan semen (FAS/WCR) bahwa
semakin tinggi penggunaan air dengan fas atau water content ratio lebih besar dari
0.6 kinera kekuatan beton akan semakin turun begitu juga sebaliknya. Namun
demikian mengingat biaya semen mahal maka untuk skala pekerjaan yang besar
penggunaan semen inipun diusahakan seminimal mungkin. Hal ini mendorong
penggunaan bahan pengganti semen.
Fly Ash
High Tech., Higt-Strength
Air-Entraining Admix
Lightweight Agg
Slag
Silica Fume
Water
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kekuatan tekan relatif antara benda uji silinder diameter 150 mm dan tinggi
300 mm dengan kubus (150 x 150 x 150) mm seperti (Neville, 1995) lihat tabel 1.1
dan menurut standar lainnya (ISO 3893, 1977) dalam lihat tabel 1.2 sebagai berikut:
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 19
Kuat Tekan 7.00 15.20 20.00 24.10 26.20 34.50 36.50 40.70 44.10 50.30
(Mpa)
Kuat Rasio 0.76 0.77 0.81 0.87 0.91 0.94 0.87 0.92 0.91 0.96
Silinder/Kubus
Sumber: Neville, “Properties of Concrete”, 3rd Edition, Pitman Publishing, London, 1981, p.544
Tabel 1.2:Perbandingan antara Nilai Kuat Tekan Antara Silinder dan Kubus
Kuat Tekan 2 4 6 8 10 12 16 20 25 30 35 40 45 50
Silinder (Mpa)
Menurut (British Standard, 1983) BS 1881 : Part 116 : 1983, rasio kubus
terhadap silinder (Cube/cylinder) untuk semua kelas = 1.25, sedangkan (Day K. W.,
2006), kekuatan tekan kubus jika dibandingkan dengan silinder dinyatakan dalam
persamaan 1.1 dan 1.2 dengan nilai kuat tekan kubus dan silinder dinyatakan dalam
Mpa atau N/mm2.
19
f 'ck f 'c (1.1)
f ' c
20
f 'c f 'ck (1.2)
f 'ck
Menurut Pedoman Beton 1989 (draft), LPMB, 1991 Pasal 4.1.2.1
(Departemen Pekerjaan Umum. Badan Penelitian dan Pengembangan PU, 1989)
memberikan hubungan antara kuatan tekan kubus dengan silinder dalam persamaan
1.3.
f
f ' c [0.76 0.2.Log ck ) f ck (1.3)
15
Tabel 1.3: Konversi Nilai Kuat Tekan Antara Silinder dan Kubus Menurut SNI
Daftar Konversi Bentuk benda uji Perbandingan
Kubus : 15 cm x 15 cm x 15 cm 1,0
Kubus : 20 cm x 20 cm x 20 cm 0,95
Silinder : 15 cm x 30 cm 0,83
Pemeriksaan kekuatan tekan beton biasanya pada umur 3 hari, 7 hari, dan 28 hari, hasil
pemeriksaan diambil nilai rata-rata dari minimum 2 buah benda uji, apabila
pengadukan dilakukan dengan tangan (hanya untuk perencanaan campuran beton), isi
bak pengaduk maksimum 7 dm3 dan pengadukan tidak boleh dilakukan untuk
campuran beton tanpa slump
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 21
tidak singkat akan mengalami regangan dan tegangan sesuai dengan jangka waktu
pembebanannya.
Hubungan antara waktu dengan regangan pada beton ditunjukan pada gambar
1.9 (Nawy E. G., 2009) Rangkak tidak dapat langsung dilihat hanya dapat diketahui
apabila regangan elastis dan susutnyabeserta deformasi totalnya diketahui.
Meskipun susut dan rangkak adalah penomena yang saling terkait, dapat dianggap
berlakuk superposisi regangan, yaitu, regangan total adalah regangan elastis
ditambah rangkak dan susud.
Komposisi beton pada dasarnya dapat didefinisikan dengan faktor air semen,
jenis semen dan agregat, juga kandungan semen dan agregat. Dengan demikian,
seperti halnya susut, semakin besar faktor air semen dan kandungan semen, maka
rangkak semakin besar. Juga seperti pada susut semangkin banyak agregat yang
digunakan semakin sedikit susut yang terjadi. Faktor pengaruh besarnya rangkak
dan susut dapat dijabarkan sebagai berikut:
(1) Sifat bahan dasar beton (komposisi dan kehalusan semen, kualitas
adukan, dan kandungan mineral dalam agregat),
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 23
(4) Kelembaban nisbi pada saat proses penggunaan (humidity),
Tujuan dari buku untuk menjelaskan input data yang tepat sesuai dengan
sifat dan karakteristik bahan yang di uji dikaitkan dengan teori dan praktek serta
implementasinya di pekerjaan nantinya yaitu industry konstruksi sipil. Input data
ini nantinya dapat digunakan untuk membuat suatu rancangan campuran beton yang
proporsi campurannya dapat menghasilkan suatu mutu beton sesuai dengan
rencana.
Selain itu tujuan dari pengujian bahan penyusun beton dan beton itu sendiri
dimaksudkan untuk melakukan justifikasi dan menyesuiakan keadaan-keadaan
bahan yang ada yang ditunjukan dengan data-data hasil pengujian mengenai sifat
dan karakteristik bahan yang diuji yang berasal dari lapangan atau dari alam,
kemudian dilakukan penyesuaian dengan pekerjaan-pekerjaan yang akan
dilaksanaan melalui suatu metode perancangan yang menjadi acuan.
Atas dasar tersebut maka buku yang akan ditulis tujuan utamanya adalah
sebagai pedoman bagi mahasiswa di Diploma 3 Teknik Sipil, Fakultas Teknik UNJ.
Selain itu dapat dijadikan peganggan baik sebagai mahasiswa di Level D3 ataupun
S1 dan bahkan S2 dan S3 yang akan melakukan riset-riset terkait dengan pekerjaan
beton sebagai referensi tambahan. Para praktisi di industry konstruksi diharapkan
Merujuk pada pihak yang akan terlibat pada aktivitas pekerjaan beton, maka
buku ini diharapkan dapat berguna sehingga dengan pemahaman tentang beton,
pekerjaan dapat bersinergi antar pihak yang terlibat dalam pekerjaan sipil.
Aktivitas dalam sebuah pekerjaan beton tidak dipusatkan dalam satu titik
kegiatan, tetapi terdiri dari beberapa kegiatan yang saling berhubungan. Setiap
aktivitas kegiatan tersebut harus di kontrol agar dapat di dapat hasil yang sesuai
dengan yang direncanakan.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 25
pemerintah. Dalam sebuah perencanaan beton harus memenuhi standar mutu yang
telah ditetapkan oleh pemerintah.
Setelah hasil perancangan beton ini di dapat, maka perlu dilakukan pengujian
lanjutan, dalam sebuah pengujian campuran beton di laboratorium. Pengujian
campuran beton ini meliputi pengujian beton segar dan pengujian beton keras.
Pengujian beton segar dimaksudkan untuk mengetahui sifat workability, atau
kemudahan dalam pengerjaannya. Indikator dari kemudahan dalam pengerjaan ini
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 27
didalam standar-standar normatif. Pengujian bahan beton sendiri meliputi
pengujian terhadap sifat dan karakteristik saat beton muda sampai dengan beton
keras sampai dengan usia 28 hari bahkan lebih. Banyak dan ragam pengujian yang
dilakukan akan sangat tergantung terhadap kepentingan pekerjaan.
Ruang lingkup juga akan mengacu berbagai standar yang berlaku untuk
pekerjaan konstruksi sipil dan utamanya adalah standar nasional Indonesia (SNI),
baik untuk pelaksanaan laboratorium maupun pelaksanaan di lapangan.
Selama masa pelaksanaan pun proses kontrol tidak berhenti, pada masa
pelaksanaan pekerjaan beton ini harus di lihat juga apakah pelaksanaan
pengecorannya, pemadatannya, perawatannya dan penyelesaian akhirnya telah
benar. Setelah beton mengeras pada umur 28 hari di lakukan uji tekan untuk
mengetahui apakah kekuatan yang direncanakan terpenuhi syaratnya. Jika tidak di
lakukan tindakan sesuai dengan syarat pengevaluasian beton keras. Apakah harus
di lakukan pengujian beton melalui core drill atau load test ataupun dengan
melakukan perancangan ulang mekanikanya dengan menggunakan mutu beton
aktual (f’ca). Bagan alir dari aktivitas kegiatan beton dapat dilihat di gambar 1.11.
Spesifikasi Teknik
Penyelidikan Bahan-
bahan Penyusun Beton
Sifat Beton lain yang diinginkan
Pengujian Sampel
Laboratorium
Bahan Penyusun
ya Tidak
Pengolahan Beton
Tidak
Pengangkutan Beton
Pengambilan Sampel
Penuangan Beton Beton segar & Pembuatan
Benda Uji Tekan
Pemadatan Beton
Manfaat dari buku ini bagi para pembaca dan menjelaskan keutamanya buku
ini terhadap manfaatnya sebagai pedoman bagi mahasiswa di Diploma 3 Teknik
Sipil, Fakultas Teknik UNJ. Selain itu dapat dijadikan peganggan baik sebagai
mahasiswa di Level D3 ataupun S1 dan bahkan S2 dan S3 yang akan melakukan
riset-riset terkait dengan pekerjaan beton sebagai referensi tambahan di luar UNJ.
Para praktisi di industri konstruksi diharapkan juga dapat menjadikan buku ini
sebagai pendamping dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi sipil.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 29
ini diharapkan agar mahasiswa dapat memahami, menganalisis, dan melakukan
setiap tahap pekerjaan yang diperlukan dalam proses pembuatan beton secara benar
di laboratorium dan di lapangan pada berbagai macam proyek untuk mendapatkan
beton dengan mutu yang diharapkan. Manfaatnya mahasiswa dapat memahami
tentang cara pengujian bahan yang akan digunakan untuk bahan beton dan proses
pembuatan beton dengan lebih baik, sehingga nantinya setelah lulus dapat menjadi
bekal untuk kompetisi di dunia kerja.
Buku ini diharapkan menjadi bagian dari para pelaku konstruksi dan
bermanfaat untuk membantu memahami sifat dan karakteristik semen, air
pencampur, agregat, bahan-bahan tambah kimia maupun mineral serta karakteristik
beton segar pada proses pelaksanaan konstruksi dan beton keras pada
Pada bagian pertama dan kedua dari buku ini dapat digunakan untuk
membantu mempelajari teori yang terkait dengan teknologi beton dan pada bagian
ketiga dan keempat digunakan untuk mempelajari pengujian-pengujian beton
dilapangan ataupun di laboratorium.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 31
1.5.2 Petunjuk penggunaan bagi pengajar/dosen
Bagi dosen atau pengajar dapat menggunakan pada bagian pertama dan kedua
dari buku untuk mengajar teori teknologi beton di kelas dan pada bagian ketiga dan
keempat digunakan untuk memberikan pengajaran di laboratorium.
PERTANYAAN:
1.2 Jelaskan kelebihan dan kekurangan beton yang digunakan sebagai struktur?
1.3 Pertimbangan apa yang harus diambil bagi seorang perencana untuk membuat
sebuah campuran beton?
1.4 Langkah apa yang harus diambil untuk mengatasi kelemahan beton terhadap
kuat tarik?
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 33
material keras pada permukaan pelindung. Ini tidak nyata, tapi itu adalah awal dari
perkembangan semen. Material komposit awal cementicious biasanya termasuk
mortar-hancur, batu kapur dibakar, pasir dan air, yang digunakan untuk bangunan
dengan batu, sebagai bahan pengecoran materi dalam cetakan, yang pada dasarnya
adalah bagaimana beton modern digunakan dengan cetakan untuk menjadi bentuk
beton.
Sebagai salah satu unsur utama dari beton modern, semen telah ada sejak
lama. Sekitar 12 juta tahun lalu di wilayah yang sekarang disebut Israel, deposit
alam dibentuk oleh reaksi antara batu kapur dan serpihan minyak yang dihasilkan
oleh pembakaran spontan. Namun, semen tidak konkret. Beton merupakan bahan
bangunan komposit dan bahan-bahan dan semen adalah salah satunya yang telah
berubah dari waktu ke waktu dan berubah bahkan sampai sekarang. Karakteristik
kinerja dapat berubah sesuai dengan kekuatan yang berbeda bahwa beton akan perlu
meningkat terus kekuatannya. Kekuatan ini dapat dilakukan secara bertahap atau
intens, mungkin berasal dari atas (gravitasi), bawah (tanah naik-turun), sisi (beban
lateral), atau mungkin mengambil bentuk erosi, abrasi atau serangan kimia. Bahan-
bahan beton dan proporsinya disebut campuran desain. Sejarah perkembangan
beton secara “timeline”. (lihat gambar 2.1).
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 35
2.2 Penggunaan awal Beton pada Bangunan
Beton pertama adalah seperti struktur yang dibangun oleh pedagang Nabataea
atau Badui yang yang menduduki dan menguasai oasis dan mengembangkan
kerajaan kecil di wilayah selatan Suriah dan Yordania utara di sekitar 6500 SM.
Mereka kemudian menemukan keuntungan dari penggunaan kapur hidrolik - yaitu,
semen yang mengeras di bawah air - dan pada 700 SM, mereka membangun kiln
untuk memasok mortar untuk pembangunan rumah atau dinding, lantai beton, dan
waduk tahan air bawah tanah. Waduk dirahasiakan dan salah satu alasan Nabataea
yang mampu tumbuh subur di padang pasir.
2.2.1 Nabataea
Nabataea adalah suatu daerah di jajirah Arab yang dalam pembuatan beton
dilakukukan dan dipahami bahwa kebutuhan untuk menjaga campuran sampai
kering atau slum serendah mungkin sudah ada seak dulu, karena kelebihan air
menyebabkan void dan kelemahan kekuatan beton. Pada bangunan Nabataea kuno
(gambar 2.2) pada pelaksanaan pembuatannya termasuk penempatan dan
pemadatan beton baru, ditempatkan dengan alat khusus. Proses tamping
(pemadatan) menghasilkan lebih gel, yang merupakan bahan pengikat yang
dihasilkan oleh reaksi kimia yang terjadi selama hidrasi yang ikatan partikel dan
agregat bersama.
Seperti Romawi, pada 500 tahun kemudian, Nabataea memiliki bahan yang
tersedia secara lokal yang dapat digunakan untuk membuat semen dan tahan air.
Dalam wilayah mereka deposit permukaan utamanya adalah pasir silika halus.
Tanah merembes melalui silika dapat mengubahnya menjadi bahan pozzolan, yang
merupakan abu vulkanik berpasir. Untuk membuat semen, yang terletak di deposit
Nabataea dan menggunakannnya serta dikombinasikan dengan kapur, kemudian
dipanaskan dalam tanur untuk digunakan untuk membuat tembikar dengan suhu
dalam kisaran yang sama. Sekitar 5600 SM di sepanjang Sungai Danube di daerah
bekas negara Yugoslavia, rumah yang dibangun menggunakan jenis beton untuk
lantai.
2.2.2 Mesir
Pada sekitar 3000 SM, orang Mesir kuno menggunakan lumpur dicampur
dengan jerami untuk membentuk batu bata. Lumpur dengan jerami lebih mirip
dengan adobe dari beton. Namun, mereka juga menggunakan mortar gipsum dan
kapur dalam membangun piramida, meskipun sebagian besar dari kita berpikir
mortar dan beton sebagai dua bahan yang berbeda. Piramida Besar di Giza (Vyse
& Howard, 1784-1853) diperlukan sekitar 500.000 ton mortar (gambar 2.3), yang
digunakan sebagai bahan tempat tidur untuk batu casing yang membentuk
permukaan dari piramida. Hal ini memungkinkan tukang batu untuk mengukir dan
mengatur casing batu sendi dengan membuka tidak lebih luas dari 1/50-inch.
Salah satu misteri Mesir Great Pyramid diteliti awal September 2002, ketika
arkeolog menembus poros yang dibuat 4.500 tahun hanya untuk menemukan batu
lain menghalangi jalan masuk selama berabad-abad yang dibuat dari kapur dengan
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 37
angkur tembaga dan mungkin telah tertanam saat pembangun piramida yang
digunakannya sebagai alat perekat (Gupton, 2003). Sekitar tahun 2550 SM,
Pyramid terbesar dibangun di Giza dengan menara setinggi 481 kaki (147 meter) di
atas dataran tinggi. Estimasi 2,3 juta blok batu masing-masing berat rata-rata 2,5
sampai 15 ton digunakan (Handwerk, 2014).
2.2.3 Cina
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 39
2.2.4 Roma
Pada 600 SM, orang Yunani telah menemukan bahan pozzolan alami yang
dikembangkan sifat hidrolik bila dicampur dengan kapur. Orang-orang Yunani
adalah pekerja produktif dalam membangun dengan beton di Roma. Pada 200 SM,
Roma sedang membangun dan sangat berhasil menggunakan beton, tapi itu tidak
seperti beton yang digunakan saat ini. Itu bukan beton plasits yang dituangkan ke
dalam bentuk yang mengalir, tetapi lebih seperti puing-puing yang disemen. Bangsa
Romawi membangun sebagian besar struktur bangunan dengan menumpuk batu
berbagai ukuran dan mengisi ruang antara batu dengan mortar. Di atas tanah, pada
dinding dilapisi bagian dalam dan luar dengan batu bata tanah liat yang juga
berfungsi sebagai pembentuk beton. Bata memiliki sedikit atau tidak ada nilai
struktural dan penggunaannya terutama hanya kosmetik. Dahulu, dan di sebagian
besar pada waktu itu (termasuk 95% dari Roma), mortar umum digunakan adalah
semen kapur sederhana yang mengeras perlahan-lahan dari bereaksi dengan karbon
dioksida di udara, hal ini merupakan hidrasi kimia.
The Pantheon (gambar 2.5) memiliki eksterior dinding pondasi 26 meter dan
lebar 15 meter dan terbuat dari semen pozzolana (kapur, pasir vulkanik reaktif dan
air) yang dipadatkan diatas lapisan agregat batu padat. Kubah tersebut masih ada
sampai saat ini walaupun terjadi perubahan pergerakan selama hampir 2.000 tahun,
bersama dengan gempa bumi sesekali, telah menciptakan keretakan, biasanya akan
melemah struktur. Dinding eksterior yang mendukung kubah berisi tujuh relung
spasi merata dengan ruang antara dinding yang memanjang ke luar. Relung dan
ruang ini awalnya dirancang hanya untuk meminimalkan berat struktur, lebih tipis
dari bagian utama dari dinding dan bertindak sebagai kontrol sendi yang
mengontrol lokasi retak. Tekanan disebabkan oleh pergerakan yang terjadi dengan
retak di relung dan ruang ini berarti bahwa kubah pada dasarnya didukung oleh 16
pilar beton struktural. Cara lain untuk menghemat berat adalah penggunaan agregat
ringan dalam struktur, penggunaannya seperti batu apung pada dinding tinggi dan
kubah atau lancip dengan ketebalan yang tipis untuk mengurangi berat struktur itu
sendiri.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 41
Gambar 2.5:The Pantheon di Roma
Sumber: (Encyclopædia Britannica’s, 2014)
Selain the The Pantheon bangunan lainnya adalah Guilds Romawi (gambar
2.6). Rahasia lain untuk keberhasilan Romawi adalah penggunaan serikat dagang.
Setiap perdagangan memiliki serikat yang anggotanya bertanggung jawab untuk
atas pengetahuan tentang bahan, teknik dan alat untuk magang di Legions Romawi.
Selain pertempuran, legiun dilatih untuk menjadi mandiri, sehingga mereka juga
dilatih dalam metode konstruksi dan rekayasa (Stoeger, 2009).
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 43
Denis, sebuah tempat di pinggiran utara Paris. Gedung ini dirancang oleh arsitek
lokal Theodore Lachez.
Joseph Aspdin (1778 - 1855) adalah putra tertua dari Thomas Aspdin, seorang
tukang batu Hunslet. Ia masuk dalam Bisnis ayahnya dan membangun bisnis di
J.L. Lambot, 1850 (gambar 2.9) untuk pertama kalinya membuat kapal kecil
dari bahan semen atau saat ini dikenal sebagai ferrocement untuk dipamerkan pada
Pameran Dunia Tahun 1855 di Paris (Hartley & Brookes Associates, 2014). J.
Monier, seorang ahli taman dari Prancis, mematenkan rangka metal sebagai
tulangan beton untuk mengatasi tariknya yang digunakan untuk tempat
tanamannya, dan Koenen, 1886 menerbitkan tulisannya tentang teori dan
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 45
perancangan struktur beton. C.A.P Turner, 1906, mengembangkan plat slab tanpa
balok (Kurrer, 2008; Roads and Maritime, 2005). Dengan kemajuan besar yang
terjadi dalam bidang ini terbentuklah German Committee Reinforce Concrete,
Australian Concrete Committee, American Concrete Institute, dan British Concrete
Institute. Di Indonesia sendiri melalui Departmen Pekerjaan Umum selalui
mengikuti perkembangan beton melalui Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan
(LPMB). Melalui lembaga ini diterbitkan peraturan-peraturan standar beton yang
biasanya mengadopsi dari peraturan internasional (code standard international)
yang disesuaikan dengan kondisi bahan dan jenis bangunan di Indonesia.
Gambar 2.9: kapal kecil dari bahan semen dibuat J.L. Lambot,1850 untuk
dipamerkan pada Pameran Dunia Tahun 1855 di Paris
Sumber: ( Escales Maritimes, 2008)
Perkembangan yang cepat dalam bidang seni dan analisis perancangan dan
konstruksi beton telah menyebabkan dibangunnya struktur-struktur beton yang
sangat khas (Nawy, 1985) seperti Auditorium Kresge di Boston, Kemudian Marina
Tower, Lake Point Tower di Chicago, dan lainnya seperti Keong Mas di Taman
Mini Indonesia.
Gambar 2.10: Rumah yang dibangun oleh William Ward (Ward’s Castle in Rye Brook, NY )
Sumber: (BN Products, 2013)
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 47
Pada era 1840 – 1849, The Starrucca Viaduct (gambar 2.11), adalah dinding
bata jembatan dari New York dan Erie Railroad, adalah salah satu struktur yang
paling awal antara pesisir timur dan Midwest di USA (Navickas, 2010).
Pembangunan dilaksanakan dalam waktu singkat dan yang pertama, sebagai beton
struktural. The Starrucca Viaduct dari Perusahaan Kereta Api Erie yang melintasi
Starrucca Creek di Lanesboro, Pennsylvania. Ini adalah salah satu bangunan yang
tertua dan yang terpanjang sebagai jembatan kereta api di Pennsylvania. Bangunan
in 18 slender, dengan arsitektur lengkungan batu berbentuk setengah lingkaran
masing-masing rentang 50 meter dan struktur setinggi 110 meter di atas sungai.
Ketika dibangun, diyakini menjadi jembatan kereta api yang paling mahal di
dunia pada saat itu. Biaya pembangunan $ 320.000 dengan lebih dari 800 pekerja,
yang dibayar $ 1 per hari, untuk menyelesaikan seluruh jembatan selama setahun.
Setengah juta kayu digunakan dalam perancah itu, digunakan sebagau kerangka
kayu sementara untuk mendukung lengkungan batu cincin sampai keystones
ditempatkan.
Gambar 2.12: Court Street di Bellefontaine, Ohio, Jalan Beton Tertua di Amerika
Sumber: (flickr, 2011)
Selama akhir abad ke-19, penggunaan beton bertulang baja yang sedang
dikembangkan lebih atau kurang secara bersamaan oleh Jerman, GA Wayss,
seorang Prancis, Francois Hennebique, dan Amerika, Ernest L. Ransome. Ransome
mulai membangun dengan beton bertulang baja pada tahun 1877 dan mematenkan
sistem yang digunakan dengan memutar batang persegi untuk meningkatkan ikatan
antara baja dan beton. Sebagian besar struktur yang dibangun adalah industri.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 49
menjual waralaba di kota-kota besar. Dia mempromosikan metodenya melalui
ceramah di konferensi dan mengembangkan standar perusahaan sendiri. Seperti
yang dilakukan Ransome, sebagian besar struktur Hennebique yang dibangun
adalah industri. Pada tahun 1879, Wayss membeli hak sebuah sistem yang
dipatenkan oleh orang Prancis bernama Monier, yang mulai menggunakan baja
untuk memperkuat pot bunga beton dan wadah tanam. Wayss mempromosikan
sistem Wayss-Monier.
Pada tahun 1902, Agustus Perret merancang dan membangun sebuah gedung
apartemen di Paris menggunakan beton bertulang baja untuk kolom, balok dan pelat
lantai. Bangunan ini tidak memiliki dinding bantalan, tapi itu memiliki façade yang
elegan, yang membantu membuat beton lebih dapat diterima secara
sosial/masyarakat (gambar 2.14). Bangunan ini secara luas dikagumi dan
penggunaan beton menjadi lebih banyak digunakan sebagai bahan arsitektur serta
bahan bangunan. Desain ini sangat mempengaruhi dalam desain bangunan beton di
tahun-tahun berikutnya.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 51
dan setelah selesai bangunan ini adalah yang tertinggi lengkungan gravitasi
menggunakan pasangan batu untuk bendungan di dunia. Struktur bendungan
merupakan struktur penting dalam pasokan air untuk Denver. Tiga tahun masa
pelaksanaan konstruksi, banjir menyapu struktur batu pengisi yang sebagian telah
selesai. Bendungan yang solid selesai hanya dalam waktu lima tahun - suatu prestasi
besar untuk proyek terpencil dan kompleks. Ketika sudah selesai, bendungan lebih
tinggi dari gedung tertinggi di Denver- Colorado.
Era 1900-1909 bangunan bendung Buffalo Bill (gambar 2.17) dibangun pada
tahun 1905 dan selesai 1910 terletak di Park County negara bagian WY-USA.
Ketika selesai, Buffalo Bill Dam adalah yang tertinggi di dunia, dan satu-satunya
dengan tinggi / lebar rasio lebih besar dari satu.
The Buffalo Bill Dam, yang dikenal sebagai Shoshone Dam sampai 1946,
adalah bendungan yang pertama menggunakan beton massa di Amerika,
merupakan bendungan tertinggi di dunia pada saat penyelesaian, dengan tinggi
hampir 325 meter.Bangunan ini merupakan satu lengkungan bendungan pertama di
Amerika Serikat yang akan dirancang menggunakan metode analisis matematis.
Insinyur Edgar Wheeler sebagai konsultan dianggap mengubah ketinggian
permukaan air, variasi masalah suhu dan defleksi, hal ini memungkinkan dia untuk
menentukan distribusi beban secara horisontal dan vertikal. Ini adalah pendahulu
Pada saat konstruksi, Atlantic City Municipal Convention Hall (gambar 2.18)
diyakini aula terbesar di dunia, yang mampu duduk 40.000 orang. Hal ini terus
berfungsi sebagai tempat pertemuan untuk acara, kontes, acara olahraga, dan
konvensi. Bangunan ini dibangun pada tahun 1926 dan selesai 1929. Jumlah
material yang digunakan di dalam gedung mengejutkan pada saat itu yaitu 12.000
ton baja struktural; 42.000 meter kubik beton - yang terdiri dari 65.000 barel semen
dan 25.000 ton pasir; 360.000 kaki tiang pancang; dan 10.000.000 batu bata serta
lebih dari 365.000 meter kubik pasir yang digali untuk ruang bawah tanah.
Convention Hall dibangun dengan biaya sebesar $ 15 juta.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 53
Gambar 2.18: Atlantic City Convention Hall
Sumber: (ASCE, 2014)
Bangunan ini adalah struktur proporsi heroic dengan atap ruang utama, yaitu
488 meter dan lebar 288 kaki memiliki ketinggian langit-langit 137 meter, didukung
oleh tiga lengkungan truss tiga berengsel terbesar yang pernah dibangun dalam
struktur permanen. Meskipun lengkungan secara rutin digunakan dalam
pembangunan gudang senjata, di Convention Hall, dengan rentang 350-kaki, sekitar
130 meter lebih panjang dari biasanya yang digunakan pada saat itu.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 55
Gambar 2.21: Hanggar pesawat raksasa dengan parabola melengkung di Bandara
Orly, Paris
Sumber: (MacDonald, 2003)
Selain beton Air Entrainment, Beton Tipis (Thin Shell) dikembangkan oleh
ahli beton. Keahlian dalam membangun dengan beton bertulang, memungkinkan
pengembangan cara baru bangunan beton, teknik Thin-shell merupakan struktur
bangunan, seperti atap, dengan cangkang yang relatif tipis beton. Kubah,
lengkungan dan kurva senyawa biasanya dibangun dengan metode ini, karena akan
membentuk secara alami lebih kuat. Pada tahun 1930, insinyur Eduardo Torroja di
Spanyol merancang kubah bertingkat rendah untuk pasar di Algeciras, dengan
ketebalan 3 ½ inci yang membentang 150 meter. Kabel baja yang digunakan untuk
membentuk sebuah cincin prategang. Pier Luigi Nervi (Newby, 2001), di Italia
mulai membangun hanggar untuk Angkatan Udara Italia (gambar 2.22).
Hanggar yang di cor di tempat, tapi banyak karya Nervi yang digunakan
adalah beton pra-cetak. Mungkin orang yang paling berhasil ketika datang ke
gedung menggunakan teknik shell beton adalah Felix Candela, seorang
matematikawan Spanyol-insinyur-arsitek yang menggunakan Thin-Shell sebagian
besar di Mexico City (gambar 2.23). Atap Laboratorium Ray Cosmic di University
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 57
of Mexico City dibangun dengan tebal 5/8-inch (Newby, 2001). Bentuk khasnya
adalah paraboloid hiperbolik. Beberapa atap paling mencolok di mana saja telah
dibangun menggunakan teknologi thin-shell, seperti Sidney Opera House,
Australia, dan Keong Mas di TMMI Indonesia.
Gedung Opera Sydney (Sydney Opera House) di Sydney, New South Wales
(gambar 2.24) adalah salah satu bangunan abad ke-20 yang paling unik dan terkenal
di desain oleh Jørn Utzon dari Denmark pada tahun 1955 melalui sebuah kompetisi.
Utzon sendiri datang ke Sydney untuk supervisi pada 1957. Gedung ini terletak di
Bennelong Point di Sydney Harbour dekat Sydney Harbour Bridge dan
pemandangan kedua bangunan ini menjadi ikon tersendiri bagi Australia. Bagi
jutaan turis yang datang, gedung ini memiliki daya tarik dalam bentuknya yang
seperti cangkang. Selain sebagai objek pariwisata, gedung ini juga menjadi tempat
berbagai pertunjukkan teater, balet, dan berbagai seni lainnya. Gedung ini dikelola
Gedung ini juga masuk kedalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO pada
tahun 2007. Desain gedung opera ini berbentuk mirip cangkang yang dilapisi
dengan keramik putih Swedia, membuat pantulan sinar matahari dari fajar hingga
senja menghasilkan nuansa artistik. Perusahaan engineering Ove Arup dan Partners
digandeng untuk mewujudkan desain di atas kertas menjadi sebuah konstruksi
nyata. Proyek pembangunan gedung opera dibagi dalam tiga tahap yaitu Tahap I –
podium atas dimulai awal tahun 1959 dan selesai pada tanggal 31 Agustus 1962
dengan berbagai hambatan seperti desain yang belum sempurna, masalah struktural,
hingga cuaca buruk. Pada tahap ini ditemukan bahwa kolom podium terlalu lemah
sehingga harus dibangun ulang. Kondisi ini menyebabkan jadwal penyelesaian
tertinggal 42 minggu.
Tahap II – konstruksi bagian luar dimulai pada tahun 1963 juga tak lepas
dari masalah. Pembangunan atap berbentuk cangkang ternyata menjadi tantangan
teknis tersendiri sehingga membuat sang arsitek, Utzon, dan perusahaan konstruksi
Ove Arup harus menghabiskan empat tahun untuk memecahkan masalah tersebut.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 59
Konstruksi cangkang akhirnya dibangun oleh perusahaan Jerman, Hornibrook
Group Pty Ltd. Berbagai perubahan dalam desain asli yang disertai kenaikan biaya
menimbulkan ketegangan antara pemerintah NSW dan semua yang terlibat dalam
proyek. Akhirnya, konstruksi tahap II bisa diselesaikan empat tahun kemudian
pada 1967. Tahap III – desain interior dan konstruksi keseluruhan. Di tengah-tengah
semua kritik, pekerjaan terus dilakukan dengan berbagai perubahan dari desain
awal Utzon. Tahap ketiga akhirnya selesai pada tahun 1973, dengan perkiraan biaya
$ 102 juta. Pembangunan Sydney Opera House berlangsung selama sepuluh tahun
dengan anggaran empat belas kali lebih besar dari rencana awal $ 7 juta.
Hoover Dam di bangun pada tahun 1935, Bendungan Hoover (gambar 2.26)
selesai dengan menggunakan sekitar 3.250.000 meter beton, dengan tambahan
1.110.000 meter yang digunakan dalam pembangkit listrik dan struktur bendungan-
terkait lainnya. Ingatlah bahwa ini adalah kurang dari 20 tahun setelah formula
standar untuk semen didirikan.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 61
dibor 660-880 meter (dalam granit) untuk mengisi setiap celah yang mungkin
melemahkan tanah di bawah bendungan.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 63
a. Tahan terhadap serangan Sulfat dan Chlor maupun lingkungan yang
agresif pada daerah laut.
b. Panas hidrasi yang terjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan semen tipe
lain.
c. Permeabilitas lebih kecil dari semen tipe lain
Penggunaan beton dalam konstruksi, dari sisi pasar tenaga kerja, pembangunan
prasarana jalan dalam menciptakan peluang usaha dan menampung angkatan kerja
juga sangat besar dan berpotensi untuk mem-berikan multiplier effect terhadap
perekonomian lokal maupun kawasan.
Menara Willis (Willis Tower atau dulu dikenal Sears Tower) adalah pencakar
langit di Chicago, Illinois. Gedung ini merupakan gedung tertinggi di Amerika
Serikat sejak tahun 1973 setelah mengalahkan ketinggian World Trade Center.
Sebelumnya, World Trade Center merupakan gedung tertinggi di AS selama
setahun setelah mengungguli Gedung Empire State yang berada di kota yang sama,
New York City. Menara Sears dibangun konglomerat bisnis eceran Sears, Roebuck
and Company. Perancangnya adalah arsitek kepala Bruce Graham dan insinyur
struktur Fazlur Khan dari Skidmore, Owings and Merrill.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 65
peralatan mekanik sebagai lantai 110. Tinggi gedung sampai ke atap adalah 442 m,
dihitung dari pintu masuk sebelah timur.
The Burj Khalifa adalah struktur mixed-use, dengan sebuah hotel, kantor dan
ruang ritel, restoran, klub malam, kolam renang, dan 900 tempat tinggal. Konstruksi
menggunakan 431.600 meter kubik beton dan 61.000 ton besi/rebar. Bangunan itu
memiliki berat kosong sekitar 500.000 ton seperti Piramida Besar di Giza. Burj
Khalifa dapat menampung 35.000 orang sekaligus. Untuk menutupi 160 lantainya,
Sebanyak 57 elevator dengan kecepatan 40 mph digunakan. Panas, iklim lembab
Dubai, dikombinasikan dengan pendingin udara yang diperlukan untuk menangani
suhu luar yang mencapai lebih dari 120°F, menghasilkan begitu banyak kondensasi
air yang dikumpulkan dalam tangki penampungan di bawah tanah (ground water
tank) dan digunakan untuk irigasi lanskap. Piramida Besar di Giza memegang rekor
sebagai buatan manusia tertinggi struktur dunia selama sekitar 4.000 tahun. Sebuah
bangunan 568 meter lebih tinggi dari Burj Khalifa dijadwalkan selesai pada tahun
2016 di Kuwait.
Wisma 46 diresmikan pada tahun 1996 dan memiliki 50 lantai. Gedung ini
memiliki bentuk yang unik, seperti sebuah pena yang berdiri tegak. Menurut data
Emporis, Wisma 46 tidak lagi masuk dalam 200 gedung tinggi di dunia (emporis,
2012). Berdasarkan data terbaru Emporis gedung Wisma 46 merupakan gedung
tertinggi di Indonesia, dan 20 Gedung tinggi di Indonesia semuanya ada di Jakarta,
berikut daftar gedung tinggi di Indonesia (lihat tabel 2.2)
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 67
68 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya
Gambar 2.31: Beberapa Bangunan Tinggi
Sumber: (Deskarati, 2012)
Tabel 2.1: World's tallest buildings - Top 50
Urutan Lantai Tinggi Tahun
Gedung (Building) Kota (City)
(#) (Floors) (Height) (Year)
1 Burj Khalifa Dubai 163 828 m 2010
2 Shanghai Tower Shanghai 121 632 m 2014
Makkah Clock Royal Tower Makkah
3 [Abraj Al Bait] 120 601 m 2012
One World Trade Center New York City
4 [New World Trade Center] 104 541 m 2014
CTF Finance Centre Guangzhou
5 [Guangzhou Twin Towers] 116 530 m 2016
6 Taipei 101 Taipei 101 509 m 2004
Shanghai World Financial Shanghai
7 Center 101 492 m 2008
International Commerce Hong Kong
8 Centre [Union Square] 118 484 m 2010
Petronas Tower 1 [Petronas Kuala Lumpur
9 Towers] 88 452 m 1998
Petronas Tower 2 [Petronas Kuala Lumpur
10 Towers] 88 452 m 1998
11 Zifeng Tower Nanjing 66 450 m 2010
12 Willis Tower Chicago 108 442 m 1974
13 KK100 Shenzhen 100 442 m 2011
Guangzhou International Finance Guangzhou
14 Center [Guangzhou Twin Towers] 103 438 m 2010
15 432 Park Avenue New York City 96 426 m 2015
Trump International Hotel & Chicago
16 Tower 98 423 m 2009
17 Jin Mao Tower Shanghai 88 421 m 1999
Two International Finance Hong Kong
Centre [International Finance
18 Centre] 88 415 m 2003
19 Princess Tower Dubai 101 413 m 2012
20 Al Hamra Tower Kuwait City 80 412 m 2011
21 23 Marina Dubai 89 393 m 2012
22 CITIC Plaza [CITIC Plaza] Guangzhou 80 391 m 1997
Eton Place Dalian 1 [Eton Dalian
23 Place Dalian] 81 388 m 2014
Capital Market Authority Riyadh
24 Headquarters 77 385 m 2014
Shun Hing Square [Shun Hing Shenzhen
25 Square] 69 384 m 1996
26 The Domain [Central Market] Abu Dhabi 88 382 m 2014
27 Empire State Building New York City 102 381 m 1931
28 Elite Residence Dubai 91 380 m 2012
29 Central Plaza Hong Kong 78 374 m 1992
30 Bank of China Tower Hong Kong 70 367 m 1990
31 Bank of America Tower New York City 58 366 m 2009
32 Almas Tower Dubai 68 363 m 2009
33 The Pinnacle Guangzhou 60 360 m 2012
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 69
Urutan Lantai Tinggi Tahun
Gedung (Building) Kota (City)
(#) (Floors) (Height) (Year)
JW Marriott Marquis Dubai 1 Dubai
34 [JW Marriott Marquis Dubai] 77 355 m 2012
JW Marriott Marquis Dubai 2 Dubai
35 [JW Marriott Marquis Dubai] 77 355 m 2014
Emirates Office Tower Dubai
36 [Emirates Towers] 54 355 m 2000
OKO Apartment Tower Moscow
37 [OKO] 85 352 m 2015
38 Tuntex Sky Tower Kaohsiung City 85 348 m 1997
39 Aon Center Chicago 83 346 m 1973
40 The Center Hong Kong 73 346 m 1998
41 John Hancock Center Chicago 100 344 m 1969
42 ADNOC Headquarters Abu Dhabi 75 342 m 2014
Ahmed Abdul Rahim Al Attar Dubai
43 Tower 76 342 m 2014
44 The Wharf Times Square Wuxi 68 339 m 2015
45 Global Financial Building Chongqing 73 339 m 2014
46 Mercury City Moscow 75 339 m 2013
Tianjin Global Financial Tianjin
47 Center 72 337 m 2011
48 The Torch Dubai 79 337 m 2011
Keangnam Hanoi Landmark Hanoi
49 Tower 72 336 m 2012
50 Wenzhou Trade Center Wenzhou 68 333 m 201
Sumber: (Emporis GMBH, 2014)
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 71
(1) Struktur yang dihasilkan harus dapat dibuktikan cukup aman dengan
bantuan perhitungan dan/atau percobaan.
(2) Tanggung jawab atas penyimpangan yang terjadi dipikul oleh perencana
dan pelaksana yang bersangkutan.
Industri Konstruksi Dunia adalah salah satu industri terbesar di seluruh dunia.
Kontribusi industri ini memberikan kontribusi terhadap GDP global berkisar
sepersepuluh dari jumlah total. Industri Konstruksi Dunia juga merupakan
generator kerja potensial dan memberikan pekerjaan untuk hampir tujuh persen
pekerja yang bekerja total di seluruh dunia. Luasnya industri ini telah menjadi
begitu besar sehingga energi, dalam bentuk listrik maupun bahan bakar, yang
dikonsumsi sekitar dua-seperlima dari total energi yang dikonsumsi di seluruh
dunia. Sumber daya yang digunakan dalam Industri Konstruksi Dunia juga
mengejutkan tingginya dan mengkonsumsi lima puluh persen dari total sumber
daya dunia. Industri Konstruksi Dunia adalah dasar dari perekonomian dunia yang
dicapai melalui pembangunan properti real estate (perumahan dan komersial),
jembatan, terowongan, jalan, rel kereta api dan kompartemen, bandara, dan lainnya.
Industri Konstruksi Dunia saat ini sebagai dasar untuk menilai kinerja kondisi
ekonomi suatu negara. Industri ini bukanlah entitas homogen tetapi memiliki
karakteristik heterogen. (EconomyWatch, 2010).
Demikian juga di Indonesia, seperti halnya pada industri lain, pasar jasa
konstruksi sangat dipengaruhi oleh daya beli dari masyarakat dan pemerintah,
dimana daya beli ini berkaitan erat dengan perkembangan ekonomi makro
Indonesia yang mengalami gangguan akibat krisis ekonomi yang terjadi pada
tahun 1997/1998 tersebut. Sebelum krisis ekonomi pada tahun 1997, Biro Pusat
Statistik (BPS, 2006) mencatat adanya pertumbuhan di sektor konstruksi yang
mencapai 13,71% per tahun. Tingkat pertumbuhan ini lebih tinggi dari
pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 7,85%. Akan tetapi setelah
krisis ekonomi menyerang Indonesia, konstruksi merupakan sektor yang paling
merasakan imbas dari krisis ekonomi tersebut dimana sektor konstruksi pada tahun
1998 terpuruk hingga minus 36,4% dan mengalami pertumbuhan yang paling parah
dibandingkan sektor ekonomi yang lainnya seperti manufaktur dan pertanian.
Dalam kurun waktu tersebut perusahaan-perusahaan jasa konstruksi sangat terpukul
pada saat terjadinya krisis ekonomi karena volume pekerjaan konstruksi berkurang
drastis, proyek ditangguhkan atau dihentikan sementara oleh pemiliknya dan juga
pemilik proyek banyak yang kesulitan melakukan pembayaran kepada kontraktor.
Sementara dalam waktu yang bersamaan, kontraktor memiliki kewajiban
membayar kepada pihak ketiga, terutama pengusaha golongan ekonomi lemah,
disamping harus membayar bunga pinjaman kepada pihak perbankan yang mana
pada saat itu suku bunga perbankan melonjak drastis sampai mencapai sekitar 25-
26% per tahunnya.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 73
dan Agresi Militer Belanda II (1948). Tahun 1950, Indonesia kembali menjadi
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan membubarkan Republik Indonesia
Serikat (RIS), karena nya dalam periode ini belum tumbuh pembangunan atau
industri jasa konstruksi. Perusahaan jasa konstruksi yang ada dalam periode ini
kebanyakan adalah perusahaan Belanda seperti NV de Hollandshe Beton
Maatschappij (PT. Hutama Karya), NV Volker Associate (PT. Adhi Karya), NV
Nederlandshe Aanneming Maatschappij (PT. Nindya Karya), NV Volker
Aanneming Maatschappij (PT. Waskita Karya).
Periode 1951 – 1959: Sejak tahun 1951 sampai dengan 1959, Pemerintah
Republik Indonesia yang menggunakan sistem Kabinet Parlementer tidak pernah
stabil. Kabinet silih berganti, karena itu dalam periode ini industri jasa konstruksi
tetap masih belum bangkit. Perencanaan pembangunan yang definitive belum ada.
Bentuk kontrak mengacu kepada satu – satunya ketentuan warisan Belanda, yaitu
AV41.
Periode 1960 – 1966: Pada periode ini, pembangunan baru dimulai dan
dipimpin langsung oleh Bung Karno dengan nama proyek “Proyek – Proyek
Mandataris”, seperti MONAS, Monumen Irian Barat, Hotel Indonesia, Samudra
Beach, Bali Beach, Wisma Nusantara, Jembatan Semanggi, Gelora Senayan dan
lainnya. Hingga tahun 1966 bentuk kontrak pada umumnya adalah cost plus fee.
Pekerjaan langsung ditunjuk langsung oleh Pemerintah (tanpa tender) dan sektor
swasta belum ikut serta. Setelah tahun 1966, Pemerintah melarang bentuk kontrak
cost plus fee. Kontrak ini dinilai tidak begitu baik karena mudah terjadi manipulasi
dan tidak efisien sehingga biaya proyek menjadi tidak terukur.
Periode 1967 – 1996: Pada awal tahun 1969, Pemerintah menetapkan suatu
program pembangunan yang terencana. Program ini dikenal dengan nama
Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJP I) Tahun 1969 – 1994 yang terdiri dari
5 (lima) Rencana Pembanguna Lima Tahun (REPELITA) dan Pembangunan
Jangka Panjang Tahap II (PJP II) Tahun 1994 – 2019, yang dimulai dengan
REPELITA VI Tahun 1994 – 1999. Kontrak konstruksi sebagian besar
menggunakan standar atau versi Pemerintah kecuali sektor swasta dan proyek yang
Periode 1997 – 2002: Pada pertengahan tahun 1997 terjadi krisis moneter.
Industri jasa konstruksi mengalami goncangan yang sangat hebat. Proyek – proyek
mendadak berhenti dikarenakan Pengguna Jasa tidak mampu membayar Penyedia
Jasa. Pada tahu 1999, Pemerintah membuat peraturan perundang – undangan baku
mengenai industri jasa konstruksi, yaitu Undang – Undang No. 18 Tahun 1999
tentang Jasa Konstruksi diikuti dengan 3 (tiga) Peraturan Pemerintah sebagai
peraturan pelaksanaannya, yaitu PP No. 28, 29 dan 30 Tahun 2000. Selain itu
melalui BSN, pemerintah secara kontinyu mengembangkan standar-standar yang
berkaitan dengan konstruksi.
Di tengah ketatnya kondisi persaingan bisnis jasa konstruksi ini, para pelaku
bisnis jasa konstruksi di Indonesia, dalam hal ini adalah kontraktor jasa konstruksi,
berupaya keras untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaannya. Terjaganya
eksistensi suatu perusahaan di-antaranya tergantung pada kemampuan
perusahaan tersebut untuk melihat peluang-peluang pasar yang ada.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 75
tersebut, meningkat 14,9 persen dari alokasi belanja modal dalam APBN-P tahun
2012
Tabel 2.3:Pasar Industri Konstruksi di Indonesia
Pasar Konstruksi Nasional 2012 2014
APBN Rp.93 triliun Rp.150 triliun
APBD Rp.40 triliun Rp.60 triliun
BUMN & BUMD Rp.97 triliun Rp.70 triliun
Swasta Rp.170 triliun Rp.200 triliun
Total Rp. 400 triliun Rp. 480 triliun
(AKI, 2013)
Beberapa factor yang menjadi kendala dalam sektor konstruksi antara lain
adalah (1) Tingginya suku bunga sehingga daya saing dengan kontraktor asing
menjadi sangat lemah. (2) Masalah pajak juga menjadi kendala berat karena PPH
final yang cukup besar. (3) Terbatasnya SDM tenaga skill mulai dari mandor hingga
project manager, karena banyak pekerja yang memilih untuk bekerja di luar negeri
melalui PJTKI, padahal sebenarnya pendapatan tenaga skill ini juga cukup tinggi di
dalam negeri. Kurangnya informasi kepada masyarakat mengenai besarnya
pendapatan. (4) Tidak adanya kesepahaman mengenai berbagai hal yang
menyangkut konstruksi mulai dari desain sampai dengan pelaksanaan, terutama
ketidak sepahaman dari penegak hukum. Hal ini sangat memprihatinkan karena
memperlambat kinerja dan efisiensi. Sebagai conton, 1 proyek bisa diperiksa oleh
5 penegak hukum, padahal dengan 2 pemeriksa saja sudah cukup.
Gambar 2.32: Visi ASCE untuk mempersiapkan karir di Teknik Sipil (Adapted
from ASCE Policy Statement 465
Sumber: (Hansen & Zenobia, 2011)
Sejak tahun 1999 melalui Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi mewajibkan setiap orang yang terlibat dalam usaha jasa konstruksi
memiliki sertifikat baik itu sertifikat keahlian maupun sertifikat keterampilan.
Untuk orang-orang dengan keterampilan tertentu, misalnya juru gambar
professional memang wajar harus punya sertifikat keterampilan yang menunjukkan
bahwa dia memang terampil dalam bidang gambar teknik.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 77
Tujuan sertifikasi adalah menciptakan orang-orang mumpuni dibidangnya.
Sertifikasi digolongkan menjadi Sertifikat Keahlian (SKA) dan Sertifikat
Ketrampilan (SKT). SKA adalah bukti kompetensi dan kemampuan profesi
keahlian kerja tenaga ahli bidang Jasa Pelaksana Konstruksi (KONTRAKTOR),
Jasa Perencana Konstruksi atau Jasa Pengawas Konstruksi (KONSULTAN),
dengan kualifikasi tenaga ahli tenaga ahli Jasa Konstruksi adalah; (1) Ahli Utama,
(2) Ahli Madya, dan (3) Ahli Muda.
Sebuah badan usaha jasa konstruksi harus memiliki tenaga ahli bersertifikat
keahlian (SKA) untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT) atau
Penanggung Jawab Bidang (PJB) yang merupakan salah satu persyaratan utama
untuk mengajukan permohonan Sertifikasi dan Registrasi Badan Usaha bidang Jasa
Konstruksi. SKA dan SKT tersebut dikeluarkan oleh asosiasi profesi jasa konstruksi
yang telah diakreditasi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). SKT
hanya untuk tenaga ahli perusahaan Jasa Pelaksana Konstruksi (kontraktor);
sedangkan SKA berlaku baik untuk kontraktor maupun konsultan.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 79
Tabel 2.4:Asosiasi Profesi
No Sub Bidang Kode Deskripsi
Keahlian Asosiasi Profesi
Sipil/Klasifikasi
6 Ahli Teknik Landasan Terbang/206 Ahli Teknik Landasan Terbang
Perencana AS304 adalah ahli yang memiliki
Landasan kompetensi merancang bentuk
HPJI geometri dan struktur landasan
Terbang
terbang, melaksanakan dan
mengawasi pekerjaan
Pelaksana AS309 konstruksi landasan terbang.
Landasan
HPJI
Terbang
Pengawas AS314
Landasan
HPJI
Terbang
7 Ahli Teknik Jalan Rel/207 Ahli Teknik Jalan Rel adalah ahli
Perencana Jalan AS305 yang memiliki kompetensi
HPJI merancang geometri dan struktur
Rel
jalan rel, melaksanakan dan
Pelaksana Jalan AS310
HPJI mengawasi pekerjaan konstruksi
Rel jalan rel.
Pengawas Jalan AS315
HPJI
Rel
8 Teknik Sipil (Ahli Teknik Dermaga/208) Ahli Teknik Dermaga adalah ahli
yang memiliki kompetensi
merancang bentuk dan struktur
dermaga, melaksanakan dan
mengawasi pekerjaan konstruksi
dermaga dan melakukan
pengawasan
pekerjaan dermaga.
9 Teknik Sipil (Ahli Teknik Bangunan Lepas Ahli Teknik Bangunan Lepas
Pantai/209) Pantai adalah ahli yang memiliki
kompetensi merancang bentuk
dan struktur bangunan lepas
pantai, melaksanakan konstruksi
bangunan lepas pantai.
10 Bendungan AS401 Ahli Teknik Bendungan Besar
Besar adalah ahli yang memiliki
kompetensi merancang bentuk
KNI-BB dan struktur bendungan besar,
melaksanakan dan mengawasi
pekerjaan konstruksi bendungan
besar.
11/ Sumber Daya AS400 (211) Ahli Teknik Sungai dan
12/ Air (Ahli Teknik Drainase adalah ahli yang
13 Sungai dan memiliki kompetensi merancang
Drainase bentuk dan struktur sungai dan
drainase, melaksanakan dan
(211)/Ahli mengawasi pekerjaan konstruksi
HAKI/PII/HATHI
Teknik Irigasi sungai dan drainase.
(212)/Ahli (212) Ahli Teknik Irigasi adalah
Teknik Rawa ahli yang memiliki kompetensi
dan Pantai merancang bentuk dan struktur
(213)) irigasi termasuk bendung,
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 81
2.5.3 Peran Ahli Beton
Pada tahap study kelayakan dan pre-engineering, ahli beton akan memilih
alternatif material apa dan struktur yang bagaimana yang akan dibangun dengan
mempertimbangkan rencana arsitekturalnya. Pilihannnya jika dimensi besar atau
tinggi, kemungkinan penggunaan kekuatan tekan beton dalam struktur menjadi
lebih longgar, akan tetapi jika dimensi yang dipilih haruslah ekonomis dengan
tingkat kekuatan yang besar maka kekuatan tekan beton yang dipilih haruslah cukup
tinggi atau di atas beton normal.
Technical Specifications
(Rencana Kerja & syarat-Syarat)
Fase Perencanaan oleh Konsultan
Bidding Process
(Proses Tender)
Fase Procurement /Pengadaan
Contract
Hand Over
(Kontrak)
(Serah Terima)
Fase Konstruksi
Latihan Soal
1. Jelaskan secara singkat perkembangan beton?
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 83
3. Jelaskan perkembangan semen setelah masa penemuan semen yang
diproduksi sebagai semen Portland?
6. Jelaskan bagaimana peran ahli beton dalam industri konstruksi dari mulai
tahap studi kelayakan sampai dengan serah terima pekerjaan?
7. Apa saja tindakan yang harus diambil jika hasil evaluasi kekuatan tekan
beton dari benda uji silinder tidak memenuhi kriteria penerimaan syarat
yang ditetapkan?
| 85
| 86
BAB 3
APA DAN BAGAIMANA
PENGUJIAN BAHAN BETON
DAN BETON
Berisi tentang maksud dan tujuan pengujian bahan beton, beton segar
dan beton keras dikaitkan dengan kompetensi yang hendak dicapai
berdasarkan teori yang terkait. Kompetensi ini dikaitkan dengan
kemampuan daya saing lulusan di sektor industri konstruksi.
Beton umumnya terdiri dari tiga bahan penyusun yaitu semen, agregat dan air
dan jika di perlukan di tambahkan bahan tambah (admixture) tertentu untuk
merubah sifat-sifat tertentu dari beton yang bersangkutan. Semen merupakan bahan
campuran yang secara kimiawi aktif setelah berhubungan dengan air. Agregat tidak
memainkan peranan yang penting dalam reaksi kimia tersebut, tetapi berfungsi
sebagai bahan pengisi mineral yang dapat mencegah perubahan-perubahan volume
beton setalah selesai pengadukan, dan juga dapat memperbaiki keaweta dari beton
yang dikerjakan. Beton pada umumnya mengandung rongga udara sekitar 1% - 2%,
pasta semen (semen dan air) sekitar 25% - 40%, dan agregat (agregat halus dan
agregat kasar) sekitar 60% - 75%. Untuk mendapatkan kekuatan rencana yang baik
maka perlu dipelajari sifat dan karakteristik dari masing-masing bahan penyusun
tersebut. Untuk dapat mempelajari sifat dan karakteristik bahan penyusun beton dan
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 87
beton itu sendiri maka perlu dilakukan pengujian baik yang dilakukan pada bahan
beton, beton muda dan pada saat beton keras.
Pengujian bahan penyusun beton dan beton merupakan salah satu bagian dari
kegiatan tahap prakonstruksi. Aktivitas pada setiap tahapan diatur dalam suatu
ketentuan tertulis dan dilandasi oleh dasar hukum yang berlaku yang
keseluruhannya dituangkan dalam Standar, Pedoman, Manual atau dalam sebuah
kegiatan proyek dituangkan dalam suatu rencana kerja dan syarat-syarat teknis atau
disingkat RKS (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 27 Desember 2007).
Pada tahapan pengujian bahan beton dan beton, pekerjaan ini haruslah
mengikuti standar-standar yang berlaku, terutama Standar Nasional Indonesia
untuk pekerjaan yang dikerjakan dan dilaksanakan di wilayah Republik Indonesia.
Acuan standar tersebut adalah suatu spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan,
disusun berdasarkan konsensus semua pihak terkait, dengan memperhatikan syarat-
syarat kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan, perkembangan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni (IPTEKS), pengalaman, perkembangan masa kini
dan mendatang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 89
Standardisasi Nasional (SSN). (Peraturan Pemerintah, 10 November 2000). Pada
dasarnya merupakan akumulasi pengetahuan, teknologi dan pengalaman dari para
pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat proses pencapaian kesepakatan.
Pengembangan suatu standar melalui 2 (dua) pendekatan berbeda: (1) Berbasis
konsensus, kesepakatan terhadap suatu rancangan standar di kalangan para
pemangku kepentingan(stakeholders); (2) Berbasis scientific evidence, kesepakatan
terhadap suatu rancangan standar yang berlandaskan pada pembuktian secara
ilmiah. Mengacu pada pedoman tentang Pengembangan SNI yang mencakup
kelembagaan dan proses yang berkaitan dengan perumusan, penetapan, publikasi
dan pemeliharaan SNI. Agar SNI memperoleh keberterimaan yang luas diantara
para stakeholder, maka sesuai dengan WTO Code of good practice (WTO, 2007-
08-31) pengembangan SNI harus memenuhi sejumlah norma, yakni: (a) Openess;
Terbuka bagi agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat berpartisipasi
dalam pengembangan SNI. (b) Transparency; Transparan agar semua stakeholder
yang berkepentingan dapat mengikuti perkembangan SNI mulai dari tahap
pemrograman dan perumusan sampai ke tahap penetapannya . Dan dapat dengan
mudah memperoleh semua informsi yang berkaitan dengan pengembangan SNI; (c)
Consensus and impartiality; Tidak memihak dan konsensus agar semua stakeholder
dapat menyalurkan kepentingannya dan diperlakukan secara adil; (d) Effectiveness
and relevance; Efektif dan relevan agar dapat memfasilitasi perdagangan karena
memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; (e) Coherence; Koheren dengan
pengembangan standar internasional agar perkembangan pasar negara kita tidak
terisolasi dari perkembangan pasar global dan memperlancar perdagangan
internasional; dan (f) Development dimension; Berdimensi pembangunan agar
memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam meningkatkan
daya saing perekonomian nasional (BSN, 2012) .
Maksud dan tujuan dari suatu pengujian bahan penyusun beton adalah untuk
memberikan input data yang tepat sesuai dengan sifat dan karakteristik bahan yang
di uji. Input data ini nantinya dapat digunakan untuk membuat suatu rancangan
campuran beton yang proporsi campurannya dapat menghasilkan suatu mutu beton
sesuai dengan rencana.
Kualitas mutu suatu pekerjaan pada dasarnya tidak selalu sama dengan hasil
perancangan akan tetapi nilai yang dihasilkan dari suatu pekerjaan beton yang
diharapkan umumnya diberikan batas nilai minimum 95% dari nilai perancangan
dengan kata lain bahwa nilai yang cacat atau boleh gagal maksimum sebesar 5%.
Selain itu tujuan dari pengujian bahan penyusun beton dan beton itu sendiri
dimaksudkan untuk melakukan justifikasi dan menyesuiakan keadaan-keadaan
bahan yang ada yang ditunjukan dengan data-data hasil pengujian mengenai sifat
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 91
dan karakteristik bahan yang diuji yang berasal dari lapangan atau dari alam.
Kemudian dilakukan penyesuaian dengan pekerjaan-pekerjaan yang akan
dilaksanaan melalui suatu metode perancangan yang menjadi acuan.
Tujuan utama pengujian Agregat ada dua yaitu (1) menentukan kelayakan
(kegunaan) agregat jika digunakan untuk bahan beton termasuk pengujian terhadap
abrasi, kekerasan, berat jenis, siklus freeze-thaw, ketahanan terhadap reaksi alkali;
dan (2) untuk menjamin keseragaman seperti kontrol terhadap kandungan kadar air,
berat jenis relatif dan gradasi agergat. Beberapa pengujian kadangkala digunakan
untuk kedua tujuan tersebut. (Kosmatka, Kerkhoff, & and Panarese, 2003)
Pengujian yang dilakukan antara lain untuk pengujian kadar air, hilang pijar,
dan kehalusan butir semen secara berkala secara harian (atau setidaknya setiap 360
Mg) pengujian, sedangkan tes fisik lainnya dan analisis kimia yang
direkomendasikan hanya pada bulanan. Standar ini juga membedakan antara
sumber-sumber baru dan lama, yang terakhir membutuhkan enam bulan catatan
untuk jaminan kualitas (Poole, 2006)
Pengambilan contoh uji dari batch tunggal beton segar termuat dalam ASTM
C 172. Pada standar ini dihindari pengambilan sampel pada adukan pertama atau
terakhir untuk menghindari hal ini untuk menjamin kualitas beton yang akan diuji.
Kebalikan dengan ASTM C 94 untuk menjamin keseragaman pengadukan sampel
beton segar maka sengaja sampel pertama dan terakhir bagian dari batch. Secara
khusus untuk pengambilan sampel dari mixer stasioner, paving mixer, truk mixer
atau agitasi, dan truk terbuka-top, truk non-agitasi dilakukan dengan cara tersendiri.
Instruksi khusus juga diberikan untuk pengambilan sampel beton yang mengandung
besar nominal agregat tertentu dan beton yang dilakukan dengan penyaringan
basah.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 93
3.1.5 Pengambilan Contoh Uji Beton Keras
Pengambilan contoh uji beton keras (ASTM C823 / C823M - 12, 2012),. Cara
ini membedakan dua jenis masalah, masing-masing membutuhkan pendekatan yang
berbeda untuk sampling. Pertama adalah sampel untuk tujuan mengidentifikasi
penyebab beberapa jenis masalah beton, dan kedua sampling untuk tujuan
menggambarkan rata-rata dan distribusi sifat beton dalam struktur. Sampling
dilakukan untuk tujuan analisis masalah secara konkret yang terjadi pada beton
secara relatif dapat dilakukan sederhana jika lokasi masalah dikenal. Pengambilan
contoh uji harus memastikan bahwa contoh uji merupakan ekspresi keseluruhan
dari masalah atau masalah yang diwakili.
Hasil pengujian yang dilakukan untuk bahan-bahan beton dan beton yang
diuji diharapkan nantinya dapat digunakan sebagai dasar untuk suatu perancangan
dan untuk mengontrol hasil rancangan.
Pengertian sampel atau contoh uji dalam beton adalah bagian kecil dari suatu
bentuk besar secara universal dalam sebuah material seperti misalnya pengapalan,
stockpile (penimbunan material), batch, truck, mobil angkut, atau belt-conveyor.
Karakteristik sampel menunjukan tingkat sifat dan karakteristik material yang diuji
tersebut. Alat ukur dan metode pengambilan sampel dapat mengikuti aturan statistic
(Nawy E. G., 2008). Pengertian sampel dalam statistik adalah contoh uji dalam
populasi yaitu sekumpulan sampel uji yang diduga mempunyai sifat dan
karakteristik yang homogen.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 95
kecenderungan subjectivitas atau keputusan perencana sendiri tanpa melalui
proses pengujian awal.
Pengambilan contoh uji bahan lainnya seperti agregat juga tetap harus
memenuhi kaidah-kaidah statistik. Untuk suatu sampel yang berada di stokpile
(timbuanan material dilapangan) ataupun yang berasal dari alam (quarry) maka
contoh uji bahan haruslah mewakili minimal dari jumlah luasan dan kedalaman
sumber bahan-bahan yang diuji.
Dua metode standar pengambilan contoh uji yang digunakan untuk tujuan
pengujian (Poole, 2006) yaitu: (1) dari sebuah conveyor (proses langsung) sampai
ke penyimpanan semen curah (bulk storage); (2). Selama pemindahan antar
penyimpanan (transfer between storage bins). Pengambilan sampel umumnya
dilakukan di tempat produksi semen (gambar 3.1).
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 97
Gambar 3.1: Site Plan Cement Manufactur
Sumber: http://www.robson.co.uk/cement_conveyors/cement.gif
Empat metode yang dapat dipilih dalam pengambilan sampel uji yaitu dari:
(1). Titik-titik tertentu pada gudang semen cura/bulk storage (gambar 3.2); (2)
Gudang semen curah dan pengiriman curah (bulk) di ambil menggunakan tabung
sample (a slotted tube sampler); (3) dari kantong/zak semen (gambar 3.3).; (4) dari
kapal semen yang dikirim melalui kereta atau truk (gambar 3.4).
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 99
Gambar 3.5: slotted tube sampler
http://www.coffeelabequipment.com/slottedsampler.html
Perbedaan antara data spesifikasi yang tertulis dalam manual (mill) certificate
dengan data hasil uji pengguna merupakan masalah yang serius, seperti misalnya
spsifikasi batasan alkali (Na2O) dan kandungan sulfate (Poole, 2006).
Pengambilan contoh uji semen dilakukan untuk sejumlah Lot. Lot adalah
jumlah spesifik dari semen yang diajukan untuk pemeriksaan pada setiap waktu
tertentu. Satu lot bisa mewakili dari satu atau lebih bin yang telah diisi semen secara
berurutan. Satu lot bisa juga mewakili dari isi satu atau lebih unit alat transport yang
dikeluarkan dari bin yang sama. Contoh semen untuk pengujian minimal dari dua
contoh semen yang diperoleh dari setiap lot yang ada, dan disiapkan untuk
pengujian. Penggunakan faktor kemungkinan (probability) dan dirancang
sedemikian rupa sehingga apabila hasil uji dari kedua contoh tersebut memenuhi
persyaratan dari rencana pengujian, bisa diartikan dengan 95% tingkat kepercayaan
dan kurang dari 5% dari contoh akan berada diluar batas spesifikasinya.
100 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
pesyaratan spesifikasi penerimaan. Pengujian contoh semen dilakukan dengan
menggunakan metode tertentu untuk menetapkan apakah hasil uji yang didapat dari
contoh semen tersebut memenuhi spesifikasi dan hasil uji dinyatakan sebagai dasar
penerimaan atau penolakan dari lot semen yang diwakili contohnya.
Contoh kutip (grab sample) yaitu semen yang diperoleh dari ban berjalan,
dari gudang semen curah atau dari kapal semen curah dapat juga diambil dari aliran
semen secara kontinyu dalam selang waktu 10 menit dengan menggunakan alat
pengambil contoh otomatis disebut juga contoh kutip. Contoh kutip yang diambil
pada setiap selang waktu tersebut, selama periode waktu tertentu harus
digabungkan menjadi contoh komposit, mewakili semen yang diproduksi selama
periode waktu tertentu. Semua contoh semen, baik contoh kutip atau contoh
komposit beratnya sekurangkurangnya 5 kg.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 101
minimal 5 kg pada selang waktu kira-kira 6 jam. Pengambilan contoh semen pada
saat dipindahkan dari Bin satu ke Bin lainnya untuk setiap 400 ton semen atau
kelipatannya, tetapi pengambilan contoh tidak boleh kurang dari contoh-contoh
kutip semen dan digabungkan untuk mendapatkan contoh komposit. Metode lain
pengambilan contoh (SNI 15-2049-2004) adalah apabila kedua metode
pengambilan contoh dari ban berjalan (belt conveyor) dan dari bin saat dipindahkan
tidak bisa digunakan, contoh semen bisa diperoleh dengan menggunakan salah satu
metode dibawah ini:
(1) Dari gudang semen curah pada lubang pengeluaran: Ambil contoh semen
dari lubang pengeluaran pada saat aliran semen konstan, hingga
pengambilan contoh selesai seluruhnya. Perkiraan jumlah semen yang harus
harus diambil dalam ton dengan menggunakan rumus:
Apabila contoh semen diambil dari gudang semen curah yang berbentuk
silinder, pengambilan contoh hanya dilakukan dari salah satu lubang
pengeluaran saja. Apabila jumlah semen curah dalam gudang tersebut
melebihi 1200 ton, dan juga apabila gudangnya berbentuk segi empat,
contoh semen yang diambil tetapi tidak dari lubang pengeluaran, jumlahnya
sedemikian rupa sehingga harus mewakili lebih dari setengah jumlah semen
yang tersimpan dalam gudang tersebut. Pada saat semen sedang mengalir
melalui lubang pengeluaran ambil contoh semen pada setiap selang waktu
tertentu, sehingga harus mewakili lebih dari setengah jumlah semen yang
tersimpan dalam gudang tersebut. Pada saat semen mengalir, pada setiap
aliran 400 ton semen diambil paling sedikit 2 contoh kutip dari bin atau silo.
102 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
(2) Dari gudang semen curah dan kapal semen curah dengan menggunakan alat
pengambilan contoh. Apabila kedalaman semen curah yang akan diambil
contohnya tidak melebihi 2,1 meter, contoh semen bisa didapat dengan
menggunakan alat pengambil contoh untuk semen curah yang terlihat pada
gambar 3.6. Panjang antara 1,5 m sampai 1,8 m dan diameter luar kira-kira
35 mm, yang terdiri dari 2 pipa dilapisi kuningan dengan sederet lubang-
lubang yang bisa dibuka dan ditutup dengan jalan memutar pipa bagian
dalam. Ujung pipa luar berbentuk runcing sehingga memudahkan untuk
penetrasi. Ambil contoh semen dari titik-titik yang tersebar dengan rata
dengan kedalaman yang berbeda sehingga keseluruhan semen yang diambil
akan terwakili.
(3) Dari kantong semen dengan menggunakan alat pengambil contoh dalam
kantong. Tusukkan alat pengambil contoh dalam kantong seperti terlihat
pada gambar 3.7, secara melintang melalui lubang kantong semen.
Kemudian tutup lubang udara dengan ibu jari, lalu tarik alat tersebut. Ambil
satu contoh dari kantong semen untuk setiap 5 ton atau kelipatannya.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 103
Pengambilan contoh semen dari kereta api atau truk pengangkut semen
dibedakan menjadi dua berdasarkan cara pengiriman (1) Pengiriman tunggal;
apabila pengiriman dilakukan hanya dengan menggunakan satu gerbong kereta atau
satu truk semen, yang secara terus menerus dimuat dan yang berasal dari satu
sumber, ambil satu contoh semen yang beratnya 5 kg. Apabila tidak terus menerus
dimuat dan tidak diketahui sumbernya, gabungkan 5 atau lebih bagian contoh
semen dari beberapa titik yang berlainan untuk dijadikan contoh uji; (2) Pengiriman
jamak. apabila pengiriman terdiri dari beberapa gerbong kereta api atau beberapa
truk semen yang dimuat dari sumber yang sama dan pada hari yang sama, ambil
contoh semen untuk setiap 100 ton atau kelipatannya, tetapi tidak boleh kurang dari
2 contoh. Perlakuan contoh semen tersebut sebagai contoh lot semen. Dan uji
contoh sesuai dengan prosedur untuk berat contoh pengujian.
104 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
Penyimpanan Zak semen dalam setiap tumpukannya maksimal 25 Zak
dengan kondisi distribusinya jika 25 tumpukan semen disyaratkan dapat mencapai
15 hari sebelum digunakan dan 20 tumpukan zak semen tidak melebihi 30 hari serta
15 zak dan 10 zak tumpukan semen tidak melebihi 60 hari dan 90 hari untuk
digunakan pada saatnya (gambar 3.8). Jika tidak harus dilakukan pencataan. Semen
zak sebaiknya di simpan dalam gudang tertutup dengan sirkulasi udara yang baik
(PT. Semen Gresik (PERSERO) Tbk, 2011).
Pengambilan sampel uji agregat dari ban berjalan (conveyor) sangat mudah
karena relatif tidak terjadi segregasi (pemisahan butiran) di lokasi tersebut
dibandingkan dengan pengambilan contoh agregat kasar atau agregat campuran
ataupun agregat halus dari stock-pile (lapangan penumpukan) dan unit transportasi,
terutama jika pengujian agregat menjadi salah satu sifat penting yang akan diuji.
Masalah yang mungkin terjadi pada pengambilan sampel pada ban berjalan adalah
kesulitan mendapatkan sampel dengan berbagai variasi (Poole, 2006).
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 105
Gambar 3.9: stock-pile (lapangan penumpukan) Agregat
Sumber: (Liming Heavy Industry, 2010)
Hal utama yang menjadi perhatian dalam pengambilan sampel produk cair
bahan kimia adalah pemisahan pada saat penyimpanan karena kemungkinan
mengendap atau mengambang dari satu atau lebih komponen kimia dalam suatu
campuran bahan tersebut. Hal ini karena suspensi atau emulsi partikel padat dalam
senyawa cair. Sehingga perlu dilakukan pengadukan sebelum pengambilan sampel.
Dalam kasus tangki penyimpanan yang besar yang tidak dapat diaduk, pengambilan
sampel pada tingkat yang berbeda dari tangki menggunakan botol sampel khusus
diperlukan. Untuk admixtures padat (disebut admixtures non-cair dalam
spesifikasi), pada pengambilan sampel lebih menyerupai teknik yang digunakan
untuk pengambilan sampel bahan semen.
106 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
sampel unit diperlukan, maka analisis harus pada sampel yang ambil. dari masing-
masing.
Pengambilan contoh uji abu terbang atau fly ash (gambar 3.10) dan pozzolans
alami (gambar 3.11) menggunakan Metode (ASTM C311 / C311M - 13, 2013).
Untuk penerimaan hasil pengujian dibutuhkan informasi jenis sampel, ukuran
sampel, dan frekuensi sampel. Seperti semen hidrolik, pozzolan disimpan dan
dikirim dalam beberapa konfigurasi. Tiga prosedur sampling standar yang
diizinkan:
(1) dari penyimpanan massal di titik penumpukan, dari mobil kereta api, dan dari
truk (kapal tanker jalan);
(2) dari kantong/zak;
(3) dari ban berjalan (conveyor) ke lapangan penumpukan.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 107
Pengujian yang dilakukan antara lain untuk pengujian kadar air, titik leleh,
dan kehalusan secara berkala secara harian (atau setidaknya setiap 360 Mg)
pengujian, sedangkan tes fisik lainnya dan analisis kimia yang direkomendasikan
hanya pada bulanan. Standar ini juga membedakan antara sumber-sumber baru dan
lama, yang terakhir membutuhkan enam bulan catatan untuk jaminan kualitas
(Poole, 2006).
Pengambilan contoh uji beton segar dan keras untuk menentukan jangkauan
dan distribusi properti beton dilakukan jika terutama ketika variasi properti tidak
jelas pada pemeriksaan visual, atau lebih rumit. Jika sampel tidak dilakukan dengan
benar, deskripsi yang salah tentang keadaan struktur dapat mengakibatkan kesalah
keputusan. Pada prinsipnya pengambilan contoh uji dengan menggunakan cara
acak yang mengekpresikan keadaaan struktur yang sebenarnya (gambar 3.12).
Beton segar adalah campuran beton yang telah selesai diaduk sampai
beberapa saat karakterisitknya tidak berubah (masih plastis dan belum terjadi
pengikatan). Pengayakan beton basah adalah proses pemisahan agregat yang lebih
besar dari ukuran yang ditentukan dari campuran beton segar dengan cara
penyaringan menurut ukuran saringan yang ditentukan, agar agregat yang tidak
sesuai dapat dipisahkan.
108 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
Gambar 3.12: Pengambilan contoh ui dari truk mixer dan beberapa type peralatan
pengujian
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 109
Tabel 3.2: Jenis Pengujian dan Volume Contoh Beton Segar
No. Macam Pengujian Volume Contoh ( liter )
1. Slump 8
2. Berat Jenis 6
3. Kadar Udara 9
4. Uji Kuat Tekan (3 contoh) 28
5. Uji Kuat Lentur (3 contoh) 28
6. Uji Kuat Tarik (3 contoh) 28
7 Uji Modulus Elastisitas (3 contoh) 28
Catatan: Contoh yang lebih sedikit dapat diizinkan untuk pengujian
kandungan udara dan slump secara rutin dari tiap contoh yang diambil
dan besarnya ditentukan oleh ukuran maksimum agregat.
.
Pengambilan contoh dari pengaduk yang stasioner dilakukan selama
pengeluaran adukan diambil contoh 2 kali atau lebih dengan selang waktu yang
teratur pada bagian tengah adukan, dan jangan dilakukan pada bagian awal dan
akhir dari pengeluaran saja. Pelaksanaan pengambilan contoh sesuai dalam batas
waktu tidak boleh lebih dari 15 menit dan semua contoh diaduk kembali menjadi
satu hingga homogen. Bila pengeluaran terlalu cepat, pengambilan cantoh
menggunakan wadah yang cukup besar agar seluruh adukan tertampung untuk
menghindari segregasi. Kemudian dilakukan pengambilan contoh dengan cara yang
sama seperti diatas. Aliran campuran yang keluar dari pengaduk, harus dijaga
sehingga tidak tertahan oleh wadah yang dapat menyebabkan terjadinya segregasi;
hal ini berlaku untuk pengaduk dengan pengungkit maupun tanpa pengungkit.
Setelah contoh uji diambil, segera tempatkan pada tempat yang kedap udara
dan uap air untuk mencegah terjadinya penyerapan air atau aerasi dari contoh
tersebut. Apabila contoh ditempatkan pada tempat yang terbuat dari kaleng, tutup
rapat-rapat dan segera disegel. Gunakan kantong yang terdiri dari beberapa lapis
kertas yang kedap uap air, atau kantong plastik, yang cukup kuat sehingga tidak
pecah, usahakan segera disegel setelah pengisian sedemikian rupa agar udara dalam
kantong tersebut keluar dan penyerapan uap air serta aerasi dicegah.
110 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
Penyiapan contoh uji semen sebelum pengujian, ayak semen melalui ayakan
berukuran 850 μm (ayakan no. 200 atau ayakan lainnya yang mempunyai ukuran
bukaan yang kira-kira sama). Agar contoh tercampur dengan baik, pecahkan
gumpalan-gumpalan, dan ambil kotorankotoran. Buang kotoran dan gumpalan yang
telah mengeras yang tidak bisa pecah selama pengayakan. Simpan semen ditempat
yang kedap udara untuk mencegah penyerapan uap air sebelum dilakukan
pengujian.
Apabila ketentuan ini tidak diberikan, prosedur di bawah ini harus digunakan.
Lakukan pengujian ulang dari sebagian contoh semen yang digunakan pada
pengujian awal. Gunakan metode lain untuk penentuan dari sifat-sifat semen yang
diperlukan dalam pengujian ulang. Pengujian ulang harus terdiri dari sejumlah
penetapan yang diperlukan sebagaimana untuk pengujian awal. Jumlah
pengulangan yang digunakan merupakan dasar pada ketentuan ketelitian. Apabila
dua atau lebih penetapan diperlukan, harga yang dilaporkan harus merupakan harga
rata-rata dari semua hasil uji yang berada pada batas-batas ketelitian pada metode
95% tingkat kepercayaan, sebagaimana dinyatakan pada spesifikasi yang
digunakan atau dikenal secara umum.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 111
1990) dapat menggunakan (1) Metode A – Mesin pengurang/pembagi sampel
(Mechanical Splitter); (2) Metode B – Seperempat Bagian (Quartering); dan (3)
Metode C – Miniatur Gundukan (Miniature Stockpile).
Istilah dan definisi dari benda uji agregat adalah bagian dari contoh agregat
yang telah disiapkan dengan cara tertentu dan siap diuji. Contoh agregat adalah
material yang diambil dari satu kelompok material dengan cara tertentu sehingga
mewakili kelompok tersebut.
112 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
3.4.2.1 Metode Spliter
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 113
(1) Siapkan spliter yang mempunyai ukuran lubang kira-kira 1,5 kali ukuran
butir agregat terbesar;
(2) Letakkan kedua penampang di bawah lubang pembagi;
(3) Isikan contoh agregat secukupnya ke dalam nampan pemasok;
(4) Ratakan contoh agregat tersebut pada seluruh lebar nampan pemasok
sehingga dapat terbagi rata masuk ke dalam spliter;
(5) Tumpahkan contoh agregat tersebut ke dalam spliter dengan kecepatan
tertentu sehingga terjadi aliran bebas melalui lubang persegi;
(6) Teruskan kegiatan (1) sampai dengan (5) hingga semua contoh uji terbagi
menjadi dua bagian;
(7) Kerjakan kegiatan( 1) sampai dengan (6) terhadap salah satu hasil
pembagian sampai diperoleh jumlah benda uji yang direncanakan. Simpan
hasil pembagian yang lain dan gunakan untuk penyiapan benda uji bila basil
pembagian yang pertama tidak mencukupi;
(8) Masukkan semua bahan hasil pembagian yang telah diperoleh ke dalam
wadah wadah seperti yang telah disiapkan dalam (1).
114 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
(3) Tekan puncak kerucut tersebut dengan sekop secara hati-hati
sehingga terbentuk kerucut terpancung dengan ketebalan dan
diameter yang seragam. Usahakan diameter kerucut terpancung ini
kira-kira 4 sampai 8 kali ketebalannya.
(5) Ambil 2 bagian yang bersilangan dengan sekop dan dengan kwas
sampai seluruh material terbawa seperti yang terlihat dalam
gambar 3.15.
(6) Teruskan pembagian seperti urutan (1) sampai dengan (4) terhadap
bagian contoh yang telah dikerjakan pada (5) sampai mendapatkan
jumlah bahan benda uji yang direncanakan.
(1) Buka terpal atau lembaran plastik yang telah disediakan yaitu terpal atau
lembaran plastik ukuran kira-kira 2 x 2,5m untuk penempatan agregat yang
akan dibagi.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 115
(2) Tumpahkan contoh dari semua wadah ke atas terpal atau lembaran plastik
tersebut.
(3) Aduk contoh agregat tersebut dan bentuklah menjadi kerucut dengan sekop
seperti pada cara 1. Pengadukan serta pembentukan kerucut ini dapat juga
dilakukan dengan jalan mengangkat ujung plastik secara bergantian
sehingga contoh teraduk dengan sempurna dan membentuk kerucut
(gambar 3.16).
(5) Bagilah kerucut terpancung menjadi 4 bagian seperti cara 1. Bila lantai
dasar tidak rata, masukkan tongkat ke bawah tepat dibawah pusat kerucut
terpancung, kemudian angkat kedua ujungnya. Terpal akan terlipat dan
membagi contoh menjadi 2 bagian yang sama (1)
(6) Tarik tongkat dari bawah terpal kemudian masukkan. kembali dalam arah
tegak lurus dengan pembagian yang pertama. Kemudian angkat tongkat
tersebut sehingga contoh terbagi menjadi 4 bagian yang sama.
(7) Ambil 2 bagian seperempatan contoh yang bersilangan sampai tidak ada
yang tersisa seperti cara 1. Teruskan pembagian seperti urutan (1) sampai
(7) terhadap bagian contoh yang telah dikerjak-an pada (7) sampai
mendapatkanjumlah bahan benda uji yang direncanakan.
(8) Masukkan semua bahan hasil pembagian yang telah didapat ke dalam
wadah serta beri label seperti yang telah disiapkan.
116 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
3.4.2.3 Metode Gundukan Mini (Miniature Stockpile)
(1) Tumpahkan contoh agregat yang akan diuji ke suatu permukaan lantai
yang keras, halus, rata dan tidak mudah terkelupas;
(2) Aduk contoh tersebut sampai rata dan bentuklah suatu gundukan mini
menyerupai kerucut;
(3) Ambil contoh agregat sampai mendapatkan jumlah yang diinginkan paling
sedikit dari lima tempat secara acak dari gundukan mini tersebut dengan
menggunakan sendok atau sekop kecil.
Pengambilan contoh agregat kasar dari lapangan harus sesuai dengan SNI
03-6889-2002. Dari contoh uji agregat kasar, diambil sejumlah contoh untuk diuji
sesuai dengan tata cara penyiapan benda uji dari contoh agregat (SNI 13-6717-
2002). Benda uji agregat kasar harus dalam keadaan kering, dan berat benda uji
disesuaikan dengan ukuran nominal maksimum agregat tersebut. Berat benda uji
untuk masing-masing ukuran nominal maksimum adalah tabel 3.4 berikut:
Tabel 3.4: Berat Benda uji untuk Masing-masing Ukuran Nominal Maksimum
Ukuran Nominal Maksimum Berat Minimum Contoh Uji
mm (inci) kg
9,5 (3/8) 1
12,5 (1/2) 2
19,0 (3/4) 5
25,0 (1) 10
37,5 (1½) 15
50,0 (2) 20
63,0 (2½) 35
75,0 (3) 60
90,0 (3½) 100
100,0 (4) 150
112,0 (4½) 200
125,0 (5) 300
150,0 (6) 500
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 117
Gambar 3.17: Metode Gundukan Mini
ASPEK EKONOMI
KELAYAKAN MATERIAL SECARA PRAKTIS
(Jarak Angkut, Harga, kalitas dll)
Survey Pendahuluan
PROSEDUR STANDAR
PENGUJIAN SAMPEL
DAN
(Prosedur Standar)
KAIDAH STATISTIK
ANALISIS DATA
Pengujian Bahan Penyusun
118 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
Secara hirarki penyelidikan bahan beton dan beton dimulai dari saat
pengambilan matrial di sumbernya (quarry) yang merupakan penyelidikan
pendahulaan. Penyelidikan ini dpat dilakukan dengan pendekatan-pendekatan
praktis. Setelah dilakukan anlisis kalayakan maka barulah diambil sampel ujinya
untuk kebutuhan laboratorium. Pengambilan ini mengikuti kaidah statistik ataupun
prosedur baku yang dtentukan. Kemudian dilakukan penyelidikan dilaboratorium.
Haslinya dianalisis dan diberikan suatu rekomendasi untuk tahap
pengujianselanjutnya. Jika kelayakan hasil uji laboratorium didapat, berdasarkan
karakteristik dan sifatnya dilakukan tahapan perancangan komposisi, pengadukan
dan pengambilan sampel uji beton segar serta pengambilan contoh uji untuk tahap
pengujian beton keras. Secara sistematik tahapan pengujian mengikuti diagram alir
seperti gambar 3.18. untuk pekerjaan beton yang besar.
Proses awal terjadinya beton adalah pasta semen yaitu proses hidrasi antara
air dengan semen, selanjutnya jika ditambahkan dengan agregat halus menjadi
mortar dan jika ditambahkan dengan agregat kasar menjadi beton dengan atau tidak
menggunakan bahan tambah. Penambahan material lain akan membentuk beton
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 119
menjadi jenisnya seperti beton bertulang jika ditambahkan dengan tulangan baja.
Prosesnya dapat dilihat di gambar 3.19.
SEMEN PORTLAND
DITAMBAHKAN:
TULANGAN, SERAT, AGREGAT RINGAN, JENIS BETON
PRESTRESS, PRECAST, DAN LAINNYA
Reologi adalah ilmu deformasi dan aliran materi, dan penekanan pada aliran
berarti bahwa itu berkaitan dengan hubungan antara stres, ketegangan, laju
regangan dan waktu (Banfill, 2006; Wong, Alexander, Haskins, Poole, Malone, &
Wakeley, April 2001; Ferraris, Larrard, & Martys, 2011; Hočevar, Kavčič, &
Bokan-Bosiljkov, 2013; FHWA, July 2009).
Rheology adalah ilmu tentang deformation and flow atau “the branch of
physics that studies the deformation and flow of matter” (Artikata.com, 2014)
menurut KBBI reologi adalah kajian tentang berubahnya bentuk dan mengalirnya
materi (KBBI Online, 2014). Rheology membahas mengenai berbagai zat yang
tidak mengikuti hukum Newton sehingga sering dibilang non-Newtonian flow
dalam teknik, secara sederhana rheology itu membahas mengenai aliran dan sifat
fisik suatu bahan.
120 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
Arus berkaitan dengan gerakan relatif unsur-unsur yang berdekatan cair dan
memiliki dua tipe dasar, aliran geser dan ekstensional. Dalam kasus komposit
semen, aliran geser adalah hal utama yang penting. Dalam geser mengalir aliran
unsur cairan di atas atau telah teradi, sementara arus ekstensional adalah elemen
arus yang menuju atau menjauh dari satu sama lain. Dalam aliran geser, lapisan
paralel imajiner bergerak cair dalam merespon tegangan geser untuk menghasilkan
gradien kecepatan, yang disebut sebagai laju geser, setara dengan laju peningkatan
regangan geser (Douglas, Gassiorek, & Swaffield, 2000; Ferraris & Larrard, 1998;
Larrard, 1999; Flatt, Martys, & Bergström, 2004). Dalam reologi beton segar,
hukum yang mengatur deformasi geser dari matriks pada keadaan segar masih
diselidiki.
(Internal Friction
(Segregation)
(Cohesion)
Visikositas
(Viscosity)
(Bleeding)
Segregasi
Bliding
Kohesi
Angle)
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 121
kepadatan dan mobilitas berhubungan dengan gesekan sudut, kekuatan ikatan
internal dan viskositas. Meskipun parameter utama yang terkait dengan reologi
beton segar telah diidentifikasi tidak ada hubungan yang jelas antaranya. Misalnya
tiga faktor yang mempengaruhi mobilitas campuran mungkin mempengaruhi
kompatibilitas.
Ada berbagai parameter yang sangat mempengaruhi sifat reologi beton segar,
tabel 3.5 berikut merangkum faktor-faktor dan dampaknya terhadap sifat-sifat
aliran beton segar. Faktor yang mempengaruhi aliran beton segar dan dampaknya
terhadap sifat reologi (Flatt, Martys, & Bergström, 2004).
122 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
3.6.3 Istilah dan Definisi Bahan-bahan Penyusun Beton menurut SNI
Istilah dan pengertian yang berkaitan dengan bahan beton dan beton tertuang
dalam setiap bagian pertama pada Standar Nasional Indonesia untuk yang berkaitan
dengan bahan beton dan beton. Pada standar lainnya seperti yang tertuang dalam
ACI CONCRETE TERMINOLOGY — 2013 (ACI CT-13, 2013) memuat istilah
dan pengertian yang lengkap. Beberapa istilah dapat dilihat di lampiran.
Beton normal adalah beton yang mempunyai berat isi (2200 – 2500) kg/m3
menggunakan agregat alam yang dipecah. kuat tekan beton yang disyaratkan fc’
adalah kuat tekan yang ditetapkan oleh perencana struktur (berdasarkan benda uji
berbentuk silinder diameter 150 mm, tinggi 300 mm dan kuat tekan beton yang
ditargetkan fcr adalah kuat tekan rata rata yang diharapkan dapat dicapai yang lebih
besar dari fc’.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 123
keawetan; kuat tekan; dan ekonomis. Beton yang dibuat harus menggunakan bahan
agregat normal tanpa bahan tambah
124 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
Tabel 3.6: Pedoman awal untuk perkiraan proporsi takaran campuran
Mutu Beton Jenis Beton Ukuran Rasio Air / Kadar
Agregat Semen Semen Min.
fc’(Mpa) σbk’ Maks (mm) Maks. (kg/m3 dari
(kg/cm2) (terhadap campuran)
berat)
Mutu Tinggi 50 K600 19 0.35 450
45 K500 37 0.40 395
25 0.40 430
19 0.40 455
38 K450 37 0.425 370
25 0.425 405
19 0.425 430
Mutu Sedang 35 K400 37 0.45 350
25 0.45 385
19 0.45 405
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 125
Agar tetap terjaga konsistensi rancangannya maka, tahapan dalam
pengolahan beton lebih lanjut perlu di perhatikan. Komposisi yang baik, yang
direncanakan akan menghasilkan suatu kuat tekan yang baik, akan tetapi jika pada
saat pelaksanaannya tidak di kontrol dengan baik kemungkinan akan menghasilkan
beton yang tak sesuai dengan rencana lebih besar. Cara pengolahan ini akan
menentukan kualitas dari beton yang akan dibuat. Adapun tahapan dalam
pelaksanaan dilaboratorium pada prinsipnya sama dengan pekerjaan dilapangan
yang meliputi dari mulai Pekerjaan persiapan, Penakaran, Pengadukan (Mixing),
penuangan atau pengecoran (Placing), Pemadatan (Vibrating), Penyelesaian Akhir
(Finishing) dan Perawatan (Curing) dan dilanjutkan dengan pengujian benda uji.
126 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
warna adukan merata, kelecakan yang cukup, dan tampak homogen. Pengadukan
yang di lakukan harus dilakukan pendataan yang rinci mengenai, (1) jumlah batch-
aduk yang di hasilkan, (2) proporsi material, (3) perkiraan lokasi dari penuangan
akhir pada struktur, dan (4) waktu dan tanggal pengadukan serta penuangan.
Cara pengadukan dapat dibedakan menjadi dua antara lain dengan manual
dan dengan masinal. Pengadaukan dengan manual dilakukan dengan tangan dan
masinal dengan bantuan alat aduk seperti molen, batching plant, dll. Pengadukan
dengan tangan biasanya dilakukan jika kebutuhan akan beton lebih kecil dari 10 m3
dalam satu periode yang pendek. Untuk kasus ini SNI memberikan syarat jika
kebutuhan adukan lebih kecil dari 10 campuran dapat digunakan perbandingan
campuran 1:2:3, yang artinya secara langsung untuk kebetuhan beton lebih besar
dari 10 m3, harus di rencanakan desain campurannya.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 127
menjadi dua, yaitu alat aduk yang dapat dipindah-pindahkan mobile
(mobile/portable mixer) dan mempunyai kapasitas yang kecil (dinamakan mixer
atau molen), serta alat aduk stasioner yang biasanya mempunyai kapasitas besar
(dinamakan batching plant) seperti gambar 3.21. Berdasarkan jenis drum
pengadauknya utamanya dibedakan menjadi tiga yaitu (1) Drum yang tetap (Non-
tilting drum) atau biasanya disebut dengan mesin pengaduk yang berputar vertical
atau pan drum mixer, (2) reversing drum atau mesin pengaduk yang berputar
horizontal, dan (3) tilting drum, yaitu mesin pengaduk beton yang berputar miring
(Ferraris C. F., 2001).
128 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
Gambar 3.22: Mixers Beton Stasioner kapasitas 100 m3
Sumber: (Stetter, 2014)
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 129
sumbu pan (panah 2 pada gambar (d) dan e). Kemungkinan lain adalah memiliki
dua poros yang berputar dengan cara yang disinkronkan (poros ganda c), yaitu pisau
yang ditempakan pada sudut dekat dinding dalam pan yang berperan untuk
mencampur beton yang cenderung stagnan di dekat dinding pan dan mendorongnya
ke dalam sehingga bertemu pisau dan berputar. Jika pan berputar, scraper tetap.
Jika panci tetap, scraper harus bergerak untuk mencampur beton. Biasanya
komponennya yaitu: pisau, panci, dan scraper bergerak, secara sendiri-sendiri
dengan motor pengerak. Untuk mengeluarkan campuran beton segar, panci
biasanya dikosongkan melalui perangkap di bagian bawah. Untuk mixer kecil
(kurang dari 20 L atau 0,02 m3), pisau diangkat dan panci dapat kosongkan. Pada
gambar 3.24 beberapa produk mixer di pasaran yang berputar vertical.
Gambar 3.23: Berbagai Konfigurasi untuk Pan Mixer. Tanda panah menunjukkan
arah putaran pan, pisau (blade), dan scraper.
Sumber: (Beitzel, 1984)
130 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
Gambar 3.25: Jenis Mesin Pengaduk Twin Shaft Kapasitas 1 m3
Sumber: (Meka, 2014; Pioneer, 2014)
Gambar 3.26: Mesin Pengaduk Berputar Miring (Half Bag Tilting Mixer)
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 131
Gambar 3.27: Mesin Pengaduk Berputar Horizontal (Reverse Drum Concrete Mixer)
Sumber: (Pioneer, 2014)
132 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
(3) Truck Truck Mixer atau agigator
Truck Mixer (gambar 3.30) digunakan untuk transportasi beton dari satu
daerah ke daerah lain, sering digunakan untuk menuangkan dengan tujuan di
beberapa daerah dengan satu batching plant. Truck mixer memungkinkan kontrol
kuantitas beton yang diperlukan, dan memberikan fleksibilitas dengan bahan
campuran kering dan campuran dihasilkan selama transportasi. Bahan campuran
dimuat ke dalam truk semen, dan keadaan cair dari campuran diaduk secara agitasi
atau rotasi drum sampai ketempat pengecoran. Interior Drum Mixer memiliki pisau
spiral yang mendorong dan memutar campuran beton, sehingga mempertahankan
keadaan plastis yang diinginkan.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 133
harus sedemikian hingga dapat mencegah terjadinya pemisahan atau kehilangan
material. Alat angkut yang di gunakan harus mampu menyediakan beton di tempat
penyimpanan akhir dengan lancar tanpa mengakibatkan pemisahan dari bahan yang
di campur dan tanpa hambatan yang dapat mengakibatkan hilangnya plastisitas
beton antara pengangkutan yang berurutan. Dalam penuangan beton, ada beberapa
hal yang perlu di perhatikan dalam pelaksanaan ini. Hal ini di lakukan terutama
untuk menghindari terjadinya segregasi dan bleeding seperti dalam gambar 3.31.
Perawatan ini dilakukan setelah beton mencapai final setting, artinya beton
telah mengeras. Perawatan ini dilakukan agar proses hidrasi selanjutnya tidak
mengalami gangguan. Jika hal ini terjadi maka akan menyebabkan beton retak-
retak, karena kehilangan air yang begitu cepat. Perawatan di lakukan minimal
selama 7 (tujuh) hari dan beton berkekuatan awal tinggi minimal selama 3 (tiga)
hari serta harus di pertahankan dalam kondisi lembab, kecuali di lakukan dengan
perawatan yang di percepat. Perawatan ini tidak hanya di maksudkan untuk
mendapatkan kekuatan tekan beton yang tinggi tapi juga di maksudkan untuk
134 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
memperbaiki mutu dari keawetan beton, kekedapan terhadap air, ketahanan
terhadap aus, serta stabilitas dari dimensi struktur.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 135
Pengujian Agregat untuk beton harus memenuhi salah satu dari ketentuan
berikut: (1) “Spesifikasi agregat untuk beton” (ASTM C33 / C33M - 13, 2013); (2)
Spesifikasi agregat ringan untuk beton struktur (SNI 03-2461-1991; ASTM C330
/ C330M - 14, 2014). Ukuran maksimum nominal agregat kasar yang digunakan
harus tidak melebihi: (1) 1/5 jarak terkecil antara sisi-sisi cetakan, ataupun; (2) 1/3
ketebalan pelat lantai, ataupun; (3) 3/4 jarak bersih minimum antara tulangan-
tulangan atau kawat-kawat, bundel tulangan, atau tendon-tendon prategang atau
selongsong-selongsong.
Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-
bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau
bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan. Air pencampur
yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang di dalamnya tertanam
logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh
mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan.
Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali
ketentuan berikut terpenuhi: (1) Pemilihan proporsi campuran beton harus
didasarkan pada campuran beton yang enggunakan air dari sumber yang sama. (2)
Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat dari
adukan engan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan sekurang-
kurangnya sama engan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang
dapat diminum.
136 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
3.7 Evaluasi Beton
Pengujian ini bertujuan antara lain (Neville & Brooks, 2010) untuk (1)
melakukan verifikasi dalam suatu teknik pengujian eksprimen di laboratorium, (2)
membandingkan hasil uji suatu contoh dalam suatu pengadukan atas keseusainnya
dengan spesifikasi, (3) membandingkan hasil uji atas supply suatu campuran beton
jadi oleh pembeli dari produsen.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 137
dan tinggi 300 mm atau kubus ukuran 150 x 150 x 150 mm. Evalusainya selalu
dalam bentuk pengujian silinder, jika data dihasilkan dari benda uji berbentuk
kubus atau ukuran yang lebih kecil dari standar maka harus dilakukan konversi
kedalam bentuk silinder. Satuan yang digunakan adalah N/mm2 atau Mpa.
Menurut SNI 03-6815-2002, Tata Cara Evaluasi Hasil Uji Kekuatan Beton,
yang merupakan adopsi dari ( ACI 214-1977, Reapproved 1989 ), pengujian
kekuatan beton dimaksudkan untuk menentukan terpenuhinya spesifikasi kekuatan
dan mengukur variabilitas beton (SNI 03-6815-2002, 2002).
138 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
frekuensi normal. Jika dilakukan kontrol yang baik, nilai kekuatan beton bertambah
akan berkumpul mendekati nilai rata-rata, dan kurva berbentuk tinggi dan sempit.
Benda uji beton bersifat homogen dan setiap variasi antara silinder yang
dibuat dari sampel yang diberikan, disebabkan oleh cara pembuatan, pemeliharaan,
dan variasi-variasi pengujian. Pengadukan tunggal beton tidak dapat yang cukup
untuk analisis statistik, dan diperlukan benda uji silinder yang diambil dari paling
sedikit sepuluh pengaduan beton untuk menetapkan nilai R yang dapat dipercaya.
Deviasi standar dan koefisien variasi dapat dihitung sebagai berikut:
1
1 R dan V1 1 x100
d2 X
Dimana
1 = deviasi standar dalam pengujian.
1/d2 = suatu konstanta yang tergantung pada jumlah silinder uji yang di rata-
rata untuk menghasilkan suatu hasil uji.
R = rentang rata-rata dalam grup contoh.
V1 = koefisien variasi dalam pengujian.
X = kekuatan rata-rata
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 139
namun, beton yang berkualitas cukup dapat dihasilkan jika dilakukan kontrol
yang baik, hasil uji diinterprestasikan dengan akurat dan mempertimbangkan
batasan-batasan yang ada. Kontrol yang baik dapat dicapai dengan menggunakan
bahan-bahan yang memenuhi syarat, penakaran dan pencampuran bahan yang
benar, sesuai dengan kualitas yang diinginkan, serta pelaksanaan yang baik dalam
pengangkutan, penuangan, perawatan dan pengujian. Meskipun sifat alamiah beton
yang komplek menghalangi kesempurnaan homogenitas beton.
Kadangkala yang terjadi adalah kontrol yang tidak baik saat pelaksanaan
akan menyebabkan adanya variasi kekuatan. Peningkatan kontrol dalam
pelaksanaan dapat mereduksi biaya beton bila kekuatan rata-rata beton yang
direncanakan dapat dibuat dengan variasi yang kecil atau dengan nilai deviasi yang
kecil.
Kesimpulan atas penerimaan hasil dari suatu pekerjaan beton hanya dapat
dilakukan melalui suatu tindakan pengujian dan hasilnya dilakukan evaluasi yang
menyajikan karakteristik beton sehingga diperlukan data yang cukup untuk
menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan dan dilakukan evaluasi dengan suatu
prosedur statistik.
Besarnya variasi kekuatan contoh uji beton tergantung pada mutu material,
pembuatan, dan kontrol dalam pengujiannya. Perbedaan kekuatan dapat
disebabkan karena utamanya dua hal (1) Perbedaan dalam perilaku kekuatan
yang terbentuk dari campuran beton dan bahan penyusunnya, dan (2) Perbedaan
jelas dalam kekuatan yang disebabkan oleh perpaduan variasi dalam
pengujian.
Variasi kekuatan dalam perilaku beton dapat disebabkan oleh hal (1) Perubahan
dalam rasio air-semen yang timbulkan karena kontrol air yang jelek, variasi yang
140 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
sangat besar dari kelembaban dalam agregat, ataupun perubahan sifat. (2) Variasi
dalam kebutuhan air karena ukuran butir agregat, penyerapan, bntuk partikel, perilaku
semen dan bahan encampur ataupun waktu antar/pengiriman beton dan temperature.
(3) vriasi dalam karakteristik dan proporsi bahan-bahan beton: agregat, semen,
pozzolan, atau bahan pencampur lainnya, (4) variasi dalam pengangkutan,
penempatan dan pemadatan, serta (5) variasi temperature dan pemeliharaan.
Pengujian kuat tekan tidak perlu dilakukan bila bukti terpenuhinya kuat tekan
diserahkan dan disetujui oleh pengawas lapangan dengan kondisi bahwa jika
volume total dari suatu mutu beton yang digunakan kurang dari 40 m3. Suatu uji
kuat tekan harus merupakan nilai kuat tekan rata-rata dari dua contoh uji silinder
yang berasal dari adukan beton yang sama dan diuji pada umur beton 28 hari atau
pada umur uji yang ditetapkan untuk penentuan nilai kuat tekan (fc’)
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 141
Beton harus diuji dengan ketentuan sesuai dengan SNI 03-2847-2002 Pasal
7.6. Teknisi pengujian lapangan yang melakukan pengujian harus memenuhi
kualifikasi dan harus melakukan pengujian beton segar di lokasi konstruksi,
menyiapkan contoh-contoh uji silinder yang diperlukan dan mencatat suhu beton
segar pada saat menyiapkan contoh uji untuk pengujian kuat tekan. Teknisi
laboratorium yang mempunyai kualifikasi harus melakukan semua pengujian-
pengujian laboratorium yang disyaratkan.
Benda uji yang dirawat di laboratorium, Contoh untuk uji kuat tekan harus
diambil menurut SNI 03-2458-1991, Metode pengujian dan pengambilan contoh
untuk campuran beton segar. Benda uji silinder yang digunakan untuk uji kuat
tekan harus dibentuk dan dirawat di laboratorium (SNI 03-4810-1998) dan diuji
kekuatan tekannya (SNI 03-1974-1990). Kuat tekan suatu mutu beton dapat
dikategorikan memenuhi syarat jika dua hal berikut dipenuhi:
(1) Setiap nilai rata-rata dari tiga uji kuat tekan yang berurutan mempunyai
nilai yang sama atau lebih besar dari fc’
(2) Tidak ada nilai uji kuat tekan yang dihitung sebagai nilai rata-rata dari
dua hasil uji contoh silinder mempunyai nilai di bawah fc’ melebihi dari
3,5 MPa.
Jika salah satu dari persyaratan di atas tidak terpenuhi, maka harus diambil
langkah-langkah untuk meningkatkan hasil uji kuat tekan rata-rata pada pengecoran
beton berikutnya. Jika nilai kuat tekan rata-rata dua benda uji contoh silinder
mempunyai nilai di bawah fc’ melebihi dari 3,5 Mpa, Maka perlu dilakukan
penyelidikan untuk hasil uji kuat tekan beton yang rendah tersebut.
Suatu uji kuat tekan benda uji silinder yang dirawat di laboratorium jika
menghasilkan nilai di bawah fc’ sebesar minimal 3,5 MPa atau bila uji kuat tekan
benda uji yang dirawat di lapangan menunjukkan kurangnya perlindungan dan
perawatan pada benda uji, maka harus dilakukan analisis untuk menjamin bahwa
tahanan struktur dalam memikul beban masih dalam batas yang aman.
142 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
Kepastian nilai kuat tekan beton yang rendah jika telah diketahui dan hasil
perhitungan menunjukkan bahwa tahanan struktur dalam memikul beban berkurang
secara signifikan, maka harus dilakukan uji contoh beton uji yang diambil dari
daerah yang dipermasalahkan (SNI 03-2492-1991) yaitu, Metode pengujian kuat
tekan beton inti. Pada uji contoh beton inti tersebut harus diambil paling sedikit tiga
benda uji untuk setiap uji kuat tekan yang mempunyai nilai 3,5 MPa dibawah nilai
persyaratan fc’.
Pengujian ini merupakan salah satu cara yang dikenal pengujian tidak
merusak dalam pengambilan contoh uji melalui cara pengeboran atau core drill,
yang dilakukan pada daerah yang diperkirakan tidak memenuhi syarat. Bila beton
pada struktur berada dalam kondisi kering selama masa layan, maka benda uji beton
inti harus dibuat kering udara (pada temperatur 15°C hingga 25°C, kelembaban
relatif kurang dari 60%) selama 7 hari sebelum pengujian, dan harus diuji dalam
kondisi kering. Bila beton pada struktur berada pada keadaan sangat basah selama
masa layan, maka beton inti harus direndam dalam air sekurang-kurangnya 40 jam
dan harus diuji dalam kondisi basah.
Beton pada daerah yang diwakili oleh uji beton inti harus dianggap cukup
secara struktur. Kriteria penerimaannya adalah:
(1) Jika kuat tekan rata-rata dari tiga beton inti adalah minimal sama dengan 85%
fc’, dan;
(2) tidak ada satupun beton inti yang kuat tekannya kurang dari 75% fc’ .
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 143
(Bungey & Millard, 2004) Karakteristik campuran yang tergantung dari type
semen, kandungan semen dan type agregat kasar yang digunakan, (2) Karakteristik
lainnya yaitu massa/berat jenis beton, kepadatan, type permukaan, umur, laju
pengerasan dan type perawatan beton, karbonisasi permukaan, kondisi kelembaban
beton dan kondisi peregangan serta temperatur beton. Jenis alat rebound hummer
test seperti gambar gambar 3.34, gambar 3.35 dan 3.36 dibawah berikut:
144 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
Gambar 3.36: Peralatan Non-Destructive Test
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 145
selama uji beban ternyata masih memenuhi kriteria penerimaan, maka struktur atau
bagian dari struktur tersebut boleh tetap digunakan untuk jangka waktu tertentu.
Pemeriksaan secara berkala harus dilakukan jika dianggap perlu oleh konsultan
penilai.
Penentuan dimensi struktur dan sifat bahan yang diperlukan sesuai dengan
Pasal 22.2 SNI 03-2847-2002 adalah sebagai berikut: (1) Dimensi komponen
struktur harus diukur pada bagian atau penampang yang kritis; (2) Lokasi dan
ukuran batang tulangan, jaring kawat las, atau tendon harus ditentukan dengan cara
pengukuran. Penentuan lokasi tulangan boleh dilakukan berdasarkan gambar kerja
yang tersedia asalkan gambar tersebut telah dikonfirmasi dengan melakukan
pemeriksaan acak di beberapa tempat. (3) Bila dibutuhkan, kuat tekan beton harus
ditentukan berdasarkan hasil uji silinder beton atau sampel bor inti yang diambil
dari bagian struktur yang kekuatannya diragukan. Kuat tekan beton harus
ditentukan sesuai dengan persyaratan SNI 03-2847-2002.
Gambar 3.37: Alat Core Drill dan Pengambilan Contoh dengan Core-Drill
Metode pengambilan dan pengujian sampel bor inti (gambar 3.37) harus
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (SNI 03-2492 1991, Metode
pengambilan benda uji beton inti, SNI 03-3403-1991-03, Metode pengujian kuat
tekan beton inti pemboran). (4) Bila dibutuhkan, kuat tarik batang tulangan atau
tendon harus ditentukan berdasarkan hasil uji tarik benda uji yang mewakili bahan
struktur yang kekuatannya diragukan. (5) Bila dimensi dan sifat fisik bahan yang
diperlukan ditentukan melalui pengukuran dan pengujian, dan bila perhitungan
146 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam pasal 22.1(2) SNI 03-2847-2002,
maka faktor reduksi kekuatan yang berlaku pada Pasal 11.3 SNI 03-2847-2002
boleh diperbesar, tetapi faktor reduksi kekuatan tersebut tidak boleh melebihi nilai
pada tabel 3.8, berikut:
Jika pengujian dengan bor inti, persyaratan pertama tidak terpenuhi maka
diambil tindakan perbaikan untuk meningkatkan kekuatan tekan. Jika langkah
kedua yang tidak terpenuhi tindakan yang diambil adalah dengan menguji apakah
kekuatan struktur masih cukup kuat dengan nilai kekuatan aktual, dengan cara
menganalisa ulang struktur menggunakan kekuatan tekan aktualnya atau dengan
menguji cara uji tidak merusak (nondestructive tests).
Pengujian merusak merupakan tindakan tahap akhir dari pengujian struktur
beton hal ini jika masih juga tidak memenuhi maka dilakukan pengambilan contoh
langsung pada struktur (destructive test), langkah ini dapat dilakukan dengan
pengujian beban langsung (load test) pada struktur. Pembebanan diberikan sesuai
dengan batas pembebanan yang direncanakan, jika kekuatan dan deformasnya
memenuhi, maka struktur dapat diterima. Cara paling akhir adalah mereduksi
beban-beban yang semula direncanakan dengan memberikan batas kekuatan sesuai
dengan kekuatan hasil pengujian. Cara ini dengan melakukan analisa ulang
terhadap struktur yang dibuat.
Prosedur pengujian sesuai dengan ketentuan dalam pasal 22.3 SNI 03-2847-
2002. Perencanaan dan pelaksanaan uji-beban serta besarnya intensitas beban uji
harus mengikuti ketentuan berikut: (1) Jumlah dan pengaturan pola bentangan atau
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 147
panel yang dibebani harus dipilih sedemikian rupa agar didapatkan nilai lendutan
dan tegangan maksimum di daerah yang kritis dari komponen struktur yang
kekuatannya diragukan. Penggunaan beberapa pola pembebanan harus dilakukan,
bila pola pembebanan tunggal yang digunakan tidak akan menghasilkan secara
bersamaan nilai maksimum respon struktur, seperti lendutan, puntir atau tegangan,
yang diperlukan untuk pembuktikan cukup tidaknya kekuatan struktur. (2) Beban
uji total, termasuk beban mati yang sudah ada pada struktur, tidak boleh kurang
daripada 0,85(1,4D +1,7L). pengurangan nilai L diizinkan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku (Pedoman perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung). (3)
Uji-beban tidak boleh dilakukan terhadap struktur atau bagian struktur yang
berumur kurang dari 56 hari. Namun, bila pemilik struktur bangunan, pemborong
dan seluruh pihak yang terlibat menyetujui, maka uji beban tersebut boleh
dilakukan pada umur yang lebih awal.
Kriteria pembebanan menurut SNI - 03 - 2847 – 2002; bahwa Bacaan nilai
awal untuk setiap respon struktur yang diukur (seperti: lendutan, rotasi, regangan,
slip, lebar retak) harus diperoleh dalam waktu tidak lebih dari satu jam sebelum
pengaplikasian tahapan beban pertama. Pengukuran harus dilakukan pada lokasi
dimana respon maksimum diharapkan akan terjadi. Pengukuran tambahan harus
dilakukan bila diperlukan. Beban uji harus diaplikasikan dalam tidak kurang dari
empat tahapan peningkatan beban yang sama. Beban uji merata harus diaplikasikan
sedemikian untuk menjamin tercapainya keseragaman distribusi beban pada
struktur atau bagian struktur yang diuji. Terjadinya kondisi lengkung dari beban uji
harus dihindari. Rangkaian pengukuran respon struktur harus dilakukan pada setiap
saat setelah tahapan pembebanan diaplikasikan, dan pada saat beban total telah
diaplikasikan pada struktur selama tidak kurang dari 24 jam. Beban uji total harus
segera dilepaskan setelah seluruh pengukuran respon yang didefinisikan telah
dilakukan. Rangkaian pengukuran akhir harus dilakukan pada 24 jam setelah beban
uji dilepaskan.
Syarat penerimaan untuk pengujian dengan pembebanan langsung adalah
sebagai berikut:
148 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
(1) Bagian struktur yang diuji-beban tidak boleh memperlihatkan tanda-
tanda kegagalan/keruntuhan. Retak-belah dan pecah pada bagian beton
yang tertekan dapat dianggap sebagai indikasi kegagalan/keruntuhan.
(2) Lendutan maksimum terukur harus memenuhi salah satu dari kondisi
berikut:
Dimana f ,maks adalah lendutan maksimum yang diukur selama uji-beban kedua
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 149
Latihan Soal
1. Beton umumnya terdiri dari tiga bahan penyusun yaitu semen, agregat dan
air dan jika di perlukan di tambahkan bahan tambah (admixture) tertentu
untuk merubah sifat-sifat tertentu dari beton yang bersangkutan. Jelaskan
tujuan dari pengujian
a. Bahan penyusun beton yang meliputi semen, air, agregat dan bahan
tambah
3. Kekuatan rencana yang baik akan didapatkan jika dipelajari sifat dan
karakteristik dari masing-masing bahan penyusun tersebut. Data-data apa
saja yang minimal dibutuhkan untuk perancangan campuran beton normal
dari masing-masing bahan penyusun tersebut?
150 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
10. Jelaskan metode pengujian tidak merusak dan syarat evaluasi penerimaan
kekuatan tekannya?
13. Apa saja tindakan yang harus diambil jika hasil evaluasi kekuatan tekan
beton dari benda uji silinder tidak memenuhi kriteria penerimaan syarat
yang ditetapkan?
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 151
BAB 4
BAHAN-BAHAN PENYUSUN
BETON DAN BETON
Berisi tentang tentang garis besar Teori yang terkait dengan praktek
serta standar-standar yang menjadi acuan. Selain itu direncanakan
tentang general procedure yang harus dilakukan dalam sebuah
pengujian dan aplikasinya pada praktek di laboratorium.
Aktivitas dalam sebuah pekerjaan beton tidak dipusatkan dalam satu titik
kegiatan, tetapi terdiri dari beberapa kegiatan yang saling berhubungan. Setiap
aktivitas kegiatan tersebut harus di kontrol agar dapat di dapat hasil yang sesuai
dengan yang direncanakan.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 153
dapat sesuai dengan syarat yang ditentukan. Setalah didapat nilai dari masing-
masing bahan tersebut maka dilakukan perancangan beton (mix design).
Perancangan beton ini dapat menggunakan beberapa metode yang dikenal sesuai
dengan spesifikasi yang ditetapkan. Untuk kasus di Indonesia, pada pekerjaan-
pekerjaan milik pemerintah harus menggunakan standar yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Standar baku ini dulu dikenal sebagai Standar Industri Indonesi namun
saat ini telah di revisi dan di kembangkan sebagai Standar Nasional Indonesia
(SNI).
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 155
semangkin rendah akan semangkin tinggi kekuatan tekannya. Hal ini ditetapkan
dalam batas-batasnya. Penyebabnya bahwa rendahnya FAS akan menyebabkan
kesulitan dalam pengerjaan artinya kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang
pada akhirnya akan menyebabkan mutu beton menurun. (2) Kehalusan Butir Semen
merupakan sifat fisika dari semen, semakin halus butiran semen, maka proses
terjadinya hidrasi dari semen akan semakin cepat. Pengujian ini menentukan
kehalusan semen hidrolis dengan menggunakan ayakan 45μm (No. 325) mengacu
kepada ASTM C 430, Standard test method for fineness of hydraulic cement by the
45 μm (No. 325) sieve (ASTM C430 - 08, 2008). (3) Komposisi Kimia, akan
menyebabkan perbedaan dari sifat-sifat semen, secara tidak langsung akan
menyebabkan perbedaan naiknya kekuatan dari beton yang akan di buat. Jika beton
menggunakan bahan kimia yang dapat mempercepat waktu pengikatan maka kadar
kimia/senyawa kimia C3S dalam semen harus di perbanyak, jika sebaliknya maka
harus di kurangi.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 157
serta alat yang di gunakan untuk perawatan akan menentukan sifat dari beton keras
yang di buat, terutama dari sisi kekuatannya. Waktu-waktu yang di butuhkan untuk
merawat beton pun harus terjadwal dengan baik. Kondisi pada Saat di Lakukan
Pengerjaan Pengecoran, akan mempengaruhi kualitas dari beton yang di buat,
faktor-faktor tersebut antara lain, (1) Bentuk, dan Ukuran dari Contoh, (2) Kadar
Air dari Contoh, (3) Suhu dari Contoh, (4) Keadaan dari Permukaan Landasan, dan
(5) Cara Pembebanan.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 159
digunakankan pada masa sekarang dan pada masa yang akan datang. Kata
konvensional berasal dari kata konvensi. Istilah konvensi awalnya digunakan untuk
menyatakan atau mengkomunikasikan segala sesuatu yang didasarkan kepada
kesepakatan. Kesepakatan itu adalah sejumlah atau banyak orang, yang meliputi
daerah tertentu atau yang berskala internasional. Beton konvensional dapat
diartikan sebagai sebuah beton normal dengan kekuatan tekan normal yaitu 10 – 40
Mpa. Proses hidrasi yang terjadi antar beton konvensional (tradiosional) dengan
modern digambarkan pada gambar 4.2.
Beton kinerja tinggi (HPC) adalah istilah yang relatif baru untuk beton yang
sesuai dengan pengaplikasian pekerjaan beton, namun tidak terbatas pada kekuatan.
Sementara semua kekuatan tinggi beton juga berkinerja tinggi, tidak semua beton
kinerja tinggi adalah kekuatan tinggi.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 161
Beton mutu tinggi dapat memperkecil dimensi dari struktur sehingga berat
struktur menjadi lebih ringan, hal tersebut menyebabkan beban yang diterima
pondasi secara keseluruhan menjadi lebih kecil pula, jika ditinjau dari segi ekonomi
hal tersebut tentu akan lebih menguntungkan, disamping itu untuk bangunan
bertingkat tinggi dengan semakin kecilnya dimensi struktur kolom pemanfaatan
ruangan akan semakin maksimal. Nilai Porositas yang dihasilkan beton mutu tinggi
juga lebih rendah, sehingga akan menghasilkan beton yang relatif lebih awet dan
tahan sulfat karena tidak dapat ditembus oleh air dan zat-zat berbahaya perusak
beton. Oleh sebab itu penggunaan beton bermutu tinggi tidak dapat dihindarkan
dalam perencanaan dan perancangan struktur bangunan. Beton mutu tinggi terkait
dengan kekuatannya dibahas di bagian beton kekuatan tinggi.
Kualitas beton mutu tinggi salah satunya dipengaruhi oleh kualitas agregat,
dimana kualitas (karakteristik) agregat akan berbeda tergantung kondisi geologis,
geografis, kondisi iklim dan proses dimana terbentuknya agregat tersebut. Beberapa
contoh standar tersebut saat ini digunakan dalam kaitannya dengan HPC adalah:
Kemudahan penempatan
Pemadatan tanpa segregasi
Kekuatan usia dini
Sifat mekanik jangka panjang
Permeabilitas
Kepadatan
Panas hidrasi
Kekerasan
Stabilitas Volume
Umur ekonomis dalam lingkungan yang berat
Tergantung pada lingkungan pelaksanaannya
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 163
Agregat ringan (lightweight aggregate) adalah agregat dengan berat isi
ringan berdasarkan hasil uji berat isi (ASTM C567 / C567M - 14, 2014) seperti (1)
tanah liat bakar (expanded or sintered clay), serpihan (shale), slate, serpihan (shale)
diatomaceous, perlite, vermiculite, atau slag; (2) batu apung (natural pumice),
scoria, abu vulkanik tuff, dan diatomite; (3) residu abu-terbang (fly ash) atau residu
abu industrial lainnya. Agregat dengan berat isi berat seperti misalnya barite,
magnetite, hematite, limonite, ilmenite, iron, atau steel yang digunakan untuk
beton.
Beton ringan (lightweight concrete) adalah beton dengan berat yang diijinkan
maksimum 1,9 ton/m3 Beton jenis ini sama dengan beton biasa perbedaannya hanya
agregat kasarnya diganti dengan agregat ringan. Selain itu dapat pula dengan beton
biasa yang diberi bahan tambah yang mampu membentuk gelembung udara waktu
pengadukanbeton berlangsung. Beton semacam ini mempunyai banyak pori
sehingga berat jenisnya lebih rendah daripada beton biasa.
Beton ringan dapat merupakan beton yang digunakan untuk struktural (SNI
3402:2008) ataupun beton ringan non-struktural. Beton agregat ringan dibagi
menjadi tiga kelompok berdasarkan penggunaan dan sifat fisik: struktural,
struktural/isolasi, dan isolasi (Holm & Ries, April 2006).
Dengan satuan berat khas 90 sampai 120 pound per kaki kubik (PCF) atau
1450 to 1920 kg/m3 dan kuat tekan dari 2.500 psi atau lebih dari 8000 psi, beton
ringan struktural adalah bahan bangunan serbaguna. Karena umumnya 20% sampai
40% lebih ringan dari dak beton normal, beban mati struktur dapat dikurangi, biaya
konstruksinya dapat diturunkan, dan beton dan tulangan yang dibutuhan berkurang.
Struktur beton ringan juga tahan api lebih baik dari beton normal karena memiliki
konduktivitas termal yang rendah dan koefisien yang lebih rendah dari ekspansi
termal.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 165
berat jeis terhadap jumlah fraksi agregat ringan; dan 2) kuat hancur agregat (fc’,A)
tidak boleh lebih besar dari kuat tekan adukan (fc’,M).
Agregat yang akan digunakan untuk beton ringan dapat di dipilih menurut
tujuan kontruksi seperti di lihat table 4.2:
Tabel 4.2: Konstruksi Bangunan dan Jenis Agregat untuk beton Ringan
Konstruksi Beton Ringan Jenis Agregat Ringan
Bangunan Kuat Berat
Tekan Isi
(Mpa) Kg/m3
Struktual : Agregat yang dibuat melalui
Minimum 17,24 1400 proses pemanasan dari batu
Maksimum 41,36 1850
Struktual Ringan serpih, batu lempung, batu sabak,
Minimum 6,89 800 terak besi atau terak abu terbang
Maksimum 17,24 1400 Agregat ringan alam : skoria atau
batu apung
Struktual Sangat Perlit atau vemikulit
Ringan Sebagai Isolasi - -
Minimum - 800
Maksimum
SNI 03-3449-2002
Tabel 4.3: Perkiraan hubungan antara kandungan semen dan rata-rata kuat tekan beton
dengan slum 3 in (75 mm) sampai 4 in (100 mm) dan 5 sampai 7 persen
kandungan udara
Kekuatan Tekan Kandungan Semen (Cement content)
(Compressive strength) pounds per cubic yard (Kg/m3)
psi (Mpa) (Semua beton ringan) Beton Ringan pasir
All lightweight (Sanded lightweight)
2500 (17,24) 400 - 510 (237 - 303) 400 - 510 (237 - 303)
3000 (20,68) 440 - 560 (261 - 332) 420 - 560 (249 - 332)
4000 (27,58) 530 - 660 (314 - 392) 490 - 660 (291 - 392)
5000 (34,47) 630 - 750 (373 - 445) 600 - 750 (356 - 445)
6000 (41,37) 740 - 840 (439 - 498) 700 - 840 (415 - 4980
ACI 213R-79
Perkiraan hubungan antara kandungan semen dan rata-rata kuat tekan beton
dengan slum 3 in (75 mm) sampai 4 in (100 mm) dan 5 sampai 7 persen kandungan
udara, menurut ACI di table 4.3, akan tetapi kekuatan tekan agregat tidak ditentukan
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 167
oleh kandungan agregat melainkan oleh rasion air-semen yang uga akan
menentukan nilai slump.
Komposisi kimia agregat ringan tidak boleh mengandung bahan kimia yang
merusak dengan batasan sebagai berikut : (1) Kotoran organis hasil pengujian tidak
boleh memperlihatkan warna yang lebih gelap dari warna pembanding (standar),
kecuali kalau dapat dibuktikan bahwa perubahan warna itu mengakibatkan
turunnya kekuatan tekan beton (lebih dari 5%), (2) Noda warna kandungan besi
oksida yang menyebabkan noda (Fe2O3) pada agregat tidak lebih dari 1,5 mg/200
gr contoh, (3) Hilang pijar pada pembakaran tidak melebihi 5%.
Sifat-sifat fisis dan mekanis meliputi : (1) Gradasi agregat ringan yang diuji
harus memenuhi persyaratan gradasi; (2) Keseragaman gradasi ditentukan
berdasarkan besarnya modulus kehalusan yang harus diuji secara periodik tidak
boleh berbeda lebih dari 7% terhadap nilai modulus kehalusan yang ditentukan.
Persyaratan beton ringan meliputi kuat tekan dan kuat tarik, serta penyusutan akibat
pengeringan contoh benda uji tidak boleh melebihi 0,7% dari yang disyaratkan.
Pengujian berat isi beton menggunakan cara uji dalam SNI 03 1973-1990
tentang metode menentukan berat isi campuran beton ringan segar supaya sesuai
dengan spesifikasi pengecoran beton. Prosedur penentuan berat isi dalam keadaan
kering oven dan keadaan seimbang dari beton ringan struktural dengan perhitungan
atau pengukuran (SNI 3402:2008), adalah sebagai berikut
a. Perhitungan berat isi kering oven ditentukan dari jumlah pengadukan dan
volume yang diberikan oleh setiap kali pengadukan beton.
b. Perhitungan berat isi dalam keadaan seimbang diperkirakan dengan
menambah suatu nilai tertentu pada berat isi kering oven.
c. Pengukuran berat isi diperoleh dari penentuan berat benda uji silinder
setelah perlakuan khusus.
Berat isi beton agregat ringan segar merupakan fungsi dari proporsi
campuran, kadar air, kebutuhan udara, berat isi spesifik dan kelembaban agregat
Pengambilan contoh beton untuk pengujian berat isi beton ringan struktural
menurut ketentuan SNI 03–2458–1991 tentang metode pengambilan contoh untuk
beton segar, jika contoh beton di lapangan dan SNI 03–2493–1991 tentang Metode
pembuatan dan perawatan benda uji beton di laboratorium jika percobaan dilakukan
di laboratorium.
Benda uji untuk pengujian berat isi dalam keadaan seimbang dan kering oven
dibuat dalam cetakan silinder ukuran 150 mm X 300 mm, di buat masing-masing
sebanyak 3 silinder dan memenuhi ketentuan SNI 03-1973-1990, tentang Metode
pengujian berat isi beton
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 169
Beton ditempatkan dalam tiga lapis dengan volume yang sama pada setiap
lapis dengan ketentuan penusukan. Penusukan dilakukan secara merata di atas
penampang melintang wadah ukur dan untuk dua lapis di atasnya, tusukan
menembus lapisan di bawahnya sedalam 25 mm. Setelah setiap lapis ditusuk,
pukul-pukul setiap sisi sebanyak 10 sampai 15 kali dengan menggunakan palu
karet, untuk mengurangi jumlah pori dalam beton. Tambahkan lapis terakhir dan
hindari pengisian yang terlalu penuh (gambar 4.4).
(a) Limecrete
Limecrete atau kapur beton beton dimana semen diganti dengan kapur. Salah
satu rumus sukses dikembangkan pada pertengahan 1800-an oleh Dr John E. Park.
Kita tahu bahwa kapur telah digunakan sejak jaman Romawi baik sebagai massa
beton pondasi atau sebagai beton ringan menggunakan berbagai agregat
dikombinasikan dengan berbagai pozzolans (material yang dibakar) yang
membantu untuk mencapai peningkatan kekuatan dan kecepatan pengikatannya. Ini
berarti bahwa kapur dapat digunakan dalam berbagai aplikasi yang lebih luas dari
sebelumnya seperti lantai, kubah lainnya. Selama dekade terakhir, telah ada hal
baru dalam menggunakan kapur untuk aplikasi ini lagi. Hal ini karena manfaat
lingkungan dan manfaat kesehatanlebih potensial, bila digunakan dengan produk
kapur lainnya.
Lime dibakar pada suhu lebih rendah dari semen dan sebagainya memiliki
penghematan energi langsung dari 20% (dibandingkan dengan pembuatan semen
artinya lebih memiliki nilai manfaat untuk lingkungan). Sebuah mortar kapur
standar memiliki sekitar 60-70% dari energi yang terkandung dari adukan semen
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 171
dan dianggap lebih ramah lingkungan karena kemampuan penyemenannya, melalui
carbination, untuk kembali menyerap beratnya sendiri dalam Karbon Dioksida
(kompensasi yang dilepaskan selama pembakaran) Lime mortar memungkinkan
komponen bangunan lainnya seperti batu, kayu dan batu bata untuk digunakan
kembali dan didaur ulang karena dapat dengan mudah dibersihkan dari mortar
/limewash. Lime memungkinkan produk alami dan berkelanjutan lainnya seperti
kayu (termasuk woodfibre, papan wol kayu), rami, jerami dll untuk digunakan
bersama dengan kapur, karena kemampuannya untuk mengontrol kelembaban (jika
semen yang digunakan, bangunan ini akan terjadi komposisasi).
Atap Isolasi
Blok dan Panel untuk Dinding
Levelling Lantai
Mengisi Void
Jalan Sub-Basa dan pemeliharaan
Abutment jembatan dan perbaikan
Tanah Stabilisasi
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 173
kg/ m³ degan kekuatan tekan 1-26 MPa, dan kuat lentur 0,5-4,0 Mpa. Butiran gabus
(Cork) merupakan limbah yang diperoleh dari hasil packing barang seperti
misalnya elektronik dan lainnya. Kepadatan gabus sekitar 300 kg/ m³, lebih rendah
dari agregat yang paling ringan yang digunakan untuk membuat beton ringan.
Butiran gabus tidak berpengaruh signifikan terhadap hidrasi semen. Beberapa
keunggulan beton yang dibuat dengan menggunakan gabus dibandingkan beton
standar, seperti konduktivitas termal rendah, kepadatan rendah dan karakteristik
penyerapan energi yang baik, selain itu dapat mengurangi pencemaran lingkungan
dengan memanfaatkan limbah gabus sebagai campuran beton.
Beton Gypsum juga merupakan salah satu material yang dapat membuat
beton ringan, ini adalah bahan bangunan yang digunakan sebagai underlayment
lantai dan saat ini banyak digunakan sebagai bingkai kayu dan konstruksi beton
untuk plafond dan mengurangi bahaya kebakaran, pengurangan suara, pemanasan.
Campuran gipsum, semen Portland, dan pasir adalah yang digunakan untuk
menghasilkan beton gypsum.
Beton aerasi diautoklaf (AAC), juga dikenal sebagai beton selular diautoklaf
(ACC), diautoklaf beton ringan (ALC), diautoklaf beton, beton selular, beton
berpori, beberapa merek paten yang diperdagangkan untuk beton Diautoklaf beton
aerasi (AAC) adalah Ytong, Hebel Blok, aircrete, Thermalite, atau BCA, diciptakan
pada pertengahan tahun 1920-an oleh arsitek Swedia dan penemu Johan Axel
Eriksson (Hebel,2010).
Produk AAC termasuk blok, panel dinding, lantai dan panel atap, dan ambang,
merupakan produk yang ringan dan merupakan struktur pracetak, beton isolasi dan
tahan api (gambar 4.5). Telah disempurnakan menjadi bahan berbasis beton yang
megisolasi termal lebih baik, digunakan untuk konstruksi baik internal maupun
eksternal. Selain kemampuan isolasi, salah satu keuntungan dalam konstruksi
adalah instalasi yang cepat dan mudah, karena bahan dapat dialihkan, diampelas,
atau dipotong menurut ukuran di lokasi pekerjaan menggunakan alat-alat potong
standar. Meskipun biasa adukan semen digunakan, sebagian besar bangunan
dengan bahan AAC menggunakan lapisan mortar tipis dengan ketebalan sekitar ⅛
inci, tergantung pada kode bangunan nasional. Bahan AAC bisa dilapisi dengan
semen atau senyawa plester untuk menjaga terhadap unsur-unsur yang merusak,
atau ditutupi dengan bahan lainnya seperti batu bata atau vinyl serta keramik.
AAC telah diproduksi selama lebih dari 70 tahun, dan memeberikan beberapa
keuntungan yang signifikan atas bahan konstruksi semen lainnya, salah satu yang
paling penting adalah dampak terhadap lingkungan yang lebih rendah, yaitu melalui
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 175
Efisiensi sumber daya akan memberikan dampak lingkungan yang lebih
rendah dalam semua tahap siklus layanan konstruksi, mulai dari pengolahan
bahan baku sampai pembuangan limbah.
Ringan dan dapat menghemat biaya dan energi dalam transportasi.
Ringan dan dapat menghemat biaya tenaga kerja selama pelaksanaan.
Ringan dan dapat meningkatkan kemungkinan tahan terhadap gempa
Ukuran yang lebih besar mengarah ke pekerjaan dinding lebih cepat.
Ketika AAC dicampur dan dicetak, beberapa reaksi kimia terjadi yang
memberikan AAC ringan (20% dari berat beton) dan memberikan sifat termal.
Bubuk aluminium bereaksi dengan kalsium hidroksida dan air untuk membentuk
hidrogen. Busa gas hidrogen dan volume ganda campuran mentah (menciptakan
Beton normal adalah beton yang mempunyai berat isi (2200-2500) kg/m3
menggunakan agregat alam yang pecah atau beton yang mengandung hanya agregat
yang memenuhi ASTM C33M. Klasifikasi beton normal adalah beton yang
dimaksudkan untuk menahan beban-beban structural yaitu beeton struktur dan yang
tidak menahan beban structural adalah beton non-struktural.
(1) Non-Struktural
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 177
tekan beton ini kurang 17,5 MPa pada umur 28 hari. Beton merupakan bahan
struktur bangunan dari proses pencampuran semen, pasir, kerikil, air dan bahan
tambah. Campuran beton yang digunakan untuk menghasilkan beton normal non-
struktural umumnya menggunakan campuran dengan berat-volume, dengan
proporsi perbandingan 1 Semen: 2 pasir: 3 batu pecah/kerikil.
(2) Struktural
Beton normal dengan agregat normal sesuai ASTM C33, agar memenuhi syarat-
syarat structural maka umumnya diperkuat dengan tulangan atau bahan lain yang akan
meningkatkan kinerja strukturalnya. Dikatagorikan sebagai beton struktural
(Structural concrete) yaitu semua beton yang digunakan untuk tujuan struktural
termasuk beton polos dan bertulang (SNI 2847:2013, 2013).
Beton diklasifikasikan sebagai beton berat jika berat isinya lebih dari 2500
kg/m3 dihasilkan dari penggunaan agregat dengan densitas di atas normal sebagai
bahan pengisi. Beton berat mengandung agregat yang alami atau sintetis yang dapat
mencapai hingga 4.485 kg/m3. Agregat berat ini paling sering digunakan untuk
beton penahan radiasi, dan aplikasi lain. ASTM C637 mencakup agregat digunakan
untuk perisai radiasi dan sifat fisik untuk agregat berat (table 4.7):
Beton penahan radiasi adalah komponen struktur dari bagian bangunan beton
yang merupakan suatu system pengamanan yang diperlukan pada kegiatan yang
berhubungan dengan radiasi pengion dan radiasi neutron untuk melindungi
kesehatan manusia dari penyinaran lebih yang membahayakan. Radiasi pengion
adalah Radiasi yang dapat menyebabkan udara berupa sinar gamma yang berasal
Agregat untuk beton penahan radiasi pengion adalah Agregat berat alami
dengan kandungan utama mineral hematite, ilmenit, magnetit dan barit serta agregat
berat sintesis ferofosform yang merupakan campuran fosfida besi. Agregat untuk
beton penahan radiasi neutron Agregat alami dengan kandungan mineral berkadar
air tinggi seperti terpentin atau kandungan boron seperti tumalin dan agregat
sintesis boron-frit. Boron-frit adalah Agregat sintetis yang mengandung untur kimia
boron
Beton sebagai bahan konstruksi semakin luas penggunaannya, sejalan dengan
berkembangnya teknologi beton dewasa ini, mulai dari konstruksi ringan sampai
konstruksi berat dan konstruksi yang khusus. Penggunaan beton pada konstruksi
yang khusus misalnya terdapat pada pembangunan struktur-struktur yang
berhubungan dengan radiasi, seperti di bidang kedokteran nuklir, pusat penelitian
nuklir, dan fasilitas-fasilitas nuklir lainnya. Struktur penahan radiasi dapat
menggunakan berbagai tipe beton.
Sifat-sifat yang dibutuhkan dari beton penahan radiasi adalah beton harus
memiliki kandungan hidrogen tinggi, yang digunakan untuk menangkap neutron
cepat, beton juga harus mempunyai daya tahan terhadap tegangan panas yang
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 179
diakibatkan panas dari penangkapan neutron, dan beton harus mempunyai massa
yang padat, yang berguna untuk mengatenuasi sinar gamma.
Kemampuan beton menyerap sinar gamma, proporsional terhadap
densitasnya, ketebalan perisai/penahan bisa dikurangi bila mempergunakan beton
dengan densitas tinggi. Beberapa pembangunan rumah sakit saat ini bahkan
mensyaratkan kuat tekan yang lebih besar dari K-500 (45 Mpa) seperti
Pembangunan Gedung Radioterapi 2 lantai seluas + 415,14 m2 yang didalamnya
antara lain terdapat Ruang Cobalt 60 seluas + 89,76 m2 dengan spesifikasi struktur
dinding beton penahan radias K-500 yang dapat menahan radiasi, dinding beton
dimaksud tidak boleh terjadi kebocoran dan akan ditest kebocoran oleh (Bapeten)
atau Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Pokja ULP - RSUD.Dr.Moewardi, 2012).
BAPETEN adalah instansi yang bertugas melaksanakan pengawasan melalui
peraturan, perizinan, dan inspeksi terhadap segala kegiatan Pemanfaatan Tenaga
Nuklir. Pemanfaatan adalah kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir yang
meliputi penelitian, pengembangan, penambangan, pembuatan, produksi,
pengangkutan, penyimpanan, pengalihan, ekspor, impor, penggunaan,
dekomisioning, dan pengelolaan limbah radioaktif untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat (Bapeten, 13 Maret 2013). Prinsip dasar keselamatan nuklir
meliputi: keselamatan inheren; penghalan ganda; margin keselamatan; redundansi;
keragaman; kemandirian; gagal-selamat; dan kualifikasi peralatan.
Radiasi yang digunakan di Radiologi di samping bermanfaat untuk membantu
menegakkan diagnosa, juga dapat menimbulkan bahaya bagi pekerja radiasi dan
masyarakat umum yang berada disekitar sumber radiasi tersebut. Besarnya bahaya
radiasi ini ditentukan oleh besarnya radiasi, jarak dari sumber radiasi, dan ada
tidaknya pelindung radiasi. Upaya untuk melindungi pekerja radiasi serta
masyarakat umum dari ancaman bahaya radiasi dapat dilakukan dengan cara: (1)
Mendesain ruangan radiasi sedemikian rupa sehingga paparan radiasi tidak
melebihi batas-batas yang dianggap aman, (2) Melengkapi setiap ruangan radiasi
dengan perlengkapan proteksi radiasi yang tepat dalam jumlah yang cukup, (3)
Melengkapi setiap pekerja radiasi dan pekerja lainnya yang karena bidang
pekerjaannya harus berada di sekitar medan radiasi dengan alat monitor radiasi, (4)
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 181
(FeTiO3), Magnetit (FeFe2O4), Gutit (HFeO2), Hematit (Fe2O3), Besi (Fe) dan Barit
(BaS04), serta agregat berat sintesis ferofosform yang merupakan campuran fosfida
besi Forofosforus (Fen P), Boron Frit (B2O31A12O3, Si2CaO), Boron karbit
(B4C1B2O3C), Kalsium borit (CaB6,C). (SNI 03-2494-2002)
Penggunaan berbagai tipe beton sebagai penahan radiasi telah dipergunakan
secara luas sebagai struktur penahan radiasi untuk pekerja dan peralatan terhadap
paparan radiasi yang merusak dan partikel nuklir seperti untuk unit radiologi,
instalasi radio metalurgi (RMI) reaktor untuk penelitian dan reactor nuklir
pembangkit listrik yang berhubungan dengan paparan radiasi. Sifat-sifat yang
dibutuhkan dari beton penahan radiasi adalah beton harus memiliki kandungan
Hidrogen tinggi untuk menangkap neutron cepat (fast neutron), beton harus
mempunyai daya tahan terhadap tegangan panas (thermal stresses ) yang
diakibatkan panas dari penangkapan neutron dan selanjutnya beton harus
mempunyai massa yang cukup padat untuk mengatenuasi sinar gamma.
Beton penahan radiasi harus tahan terhadap panas radiasi dari system selama
masa operasi. Diketahui bahwa kemampuan beton menyerap sinar gamma
proporsional terhadap densitasnya, ketebalan perisai bisa dilcurangi bila
dipergunakan beton dengan densitas tinggi. Densitas beton bisa dinaikan dengan
mempergunakan agregat dengan specifmc gravity tinggi.
Sehingga perlu diketahui sifat-sifat mekanik yang mempengaruhinya. Hasil
penelitian dari peradiasian pada beton barit (sebagai beton berat) yang
menggunakan admixture fly ash dapat meningkatkan kerapatan beton, oleh karena
partikel-partikel fly ash yang sangat kecil (lebih kecil dari partikel-partikel semen)
dapat mengisi rongga-rongga yang ada, sehingga penyerapan beton barit terhadap
radiasi juga meningkat. Hasil penelitian dengan Beton penahan radiasi yang
menggunakan agregat barit dan bahan campur fly ash (Imanuddin, 1997)
menunjukan bahwa dengan penambahan fly ash akan meningkatkan nilai slum
sehingga workability meningkat. Penggunaan Barit (BaS04) dari Taiwan kekuatan
tekan optimum didapatkan dengan penambahan substitusi 12,5% fly ash dari berat
total semen, sebaliknya dengan Barit (BaS04) dari local, kekuatan tekannya justru
menurun namun secara umum bahwa penambahan fly ash tidak meningkatkan kuat
Semakin tinggi kerapatan beton, akan semakin tinggi daya serap terhadap
radiasi sehingga dapat mereduksi ketebalan struktur penahan radiasi yang akan
dipakai, dengan ketebalan 30 cm beton barit lebih aman terhadap lingkungan,
dibandingkan dengan beton normal. Bahan barit walaupun secara mekanik dinilai
rapuh namun dapat digunakan sebagai campuran bahan pembuat beton non
structural dengan kuat tekan yang telah memenuhi syarat beton structural.
Kelakuan sifat mekanik beton barit menunjukkan pola yang sama dengan beton
normal structural sebaiknya dikombinasi dengan bahan lain yang dapat menyerap
radiasi sehingga kebutuhan untuk pemakaian barit lebih sedikit (Ariyuni, Tjahjono,
Kadarisman, & Suyati, 1999). Penggunaan barit sebagai bahan pengisi dan
penggunaan bahan tambah kimia misalnya produk dari Sikament NN sebagai
superplasticizer akan meningkatkan kuat tekan beton dan daya serap terhadap
radiasi. Penambahan superplasticizer 0,5% dan 1% dalam campuran beton normal
dengan barit meningkatkan kuat tekan 39,68 MPa dan 39,30 MPa dibandingkan
dengan beton tanpa superplasticizer sebesar 38,49 MPa. Daya serap radiasi untuk
0,5% dan 1% superplasticizer sebesar 0,014888 cm-1 dan 0,02608 cm-1 untuk
radiasi neutron. Untuk neutron cepat sebesar 0,058709 cm-1 dan 0,06666 cm-1 dan
neutron thermal sebesar 0,010 cm-1 dan 0,0147 cm-1 (Ikhsan & Pratidina, 2002).
Penggunaan pasir besi dan barit sebagai agregat beton berat untuk perisai radiasi
sinar gamma (Sumarni, Satyarno, & Wijatna, Juli 2007) dengan Penambahan bahan
tambah viscocrete-10 membuat adukan mortar menjadi encer, sehingga
memudahkan dalam proses grouting kedalam beton dan membuat beton tidak
keropos (porous).
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 183
Standar untuk spesifikasi agregat beton penahan radiasi yang digunakan
sebagai acuan bagi produsen agregat/perencana dan pelaksana pekerjaan beton
dalam menilai mutu agregat yang memenuhi persyaratan untuk keperluan beton
penahan radiasi harus memenuhi spesifikasi yang mengacu pada standar spesifikasi
internasional dan nasional seperti ASTM Standars, 1984 Standard specification for
aggretates for Radiantion Shielding Concrete, atau SNI 03-2494-2002. Spesifikasi
ini mencakup ketentuan mengenai klasifikasi dan persyaratan teknis agregat untuk
pembuat beton penahan radiasi. Agregat untuk beton penahan radiasi ini meliputi,
golongan agregat tertentu untuk beton penahan radiasil pengion, golongan agregat
untuk beton penahan radinsi neutron dengan pertimbangan utama adalah komposisi
atau berat jenis atau keduanya, standar ini menetapkan nilai yang dinyatakan dalam
satuan metrik yang digunakan sebagai standar. Standar ini menjelaskan klasifikasi,
persyaratan umum, peryaratan kandungan utama senyawa kimia dan sejenisnya,
persyaratan gradasi agregat, persyaratan ketahanan keausan agregat kasar.
Beberapa agregat yang memiliki berat jenis tinggi dapat berasal dari alam
ataupun buatan/sintetis. Agregat alami yang mempunyai berat jenis atau kadar air
terikat tinggi, yaitu agregat yang terdiri atau sebagian besar mengandung bahan
mineral batis, magnetis, kematis, ilmenis, dan terpetin. Agregat sintesis seperti besi,
ferophosphoris dan boron-frit atau senyawa boron. Agregat halus terdiri dari pasir
alami atau mineral hasil olahan yang mempunyai berat jenis tinggi. Agregat kasar
dapat dari pecahan besi, pecahan batu atau hasil sintesis, atau
kombinasi/campurannya.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 185
(1) Pengecoran dengan Volume Kecil
Gambar 4.8: Pengecoran Bore Pile menggunakan (a) Truck Mixer dan (b) Tremi
Sumber: (Riza, 2011)
Beton siap-pakai adalah beton yang diproduksi di pabrik atau batching plant
sesuai dengan rancangan campuran, dan kemudian dikirim ke tempat kerja, dengan
truk mixer sampai lokasi pengecoran. Beton siap pakai kadang-kadang lebih dipilih
karena alasan ekonomis dan lokasi pekerjaan yang tidak memungkinkan
pencampuran di lokasi pekerjaan.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 187
yang disebut perusahaan MiniMix 'yang menggunakan lebih kecil kapasitas mixer
4m3 dan mampu menjangkau lebih banyak dengan lokasi-terbatas.
Beton pracetak adalah Elemen atau komponen beton tanpa atau dengan
tulangan yang dicetak terlebih dahulu (SNI 7833:2012; DPU, November 2008;
McGraw-Hill Companies, Inc., 2006) atau Beton yang dicetak di pabrik dan
dipasang di lapangan, yaitu Bagian-bagian beton bertulang atau bertulang yang
dicetak dalam kedudukan yang lain dari pada kedudukan akhirnya di dalam
konstruksi. Berbeda dengan konstruksi beton cor-in-tempat, di mana kolom, balok,
balok penopang, dan lantai dicor terpadu atau disatukan secara berurutan, beton
pracetak membutuhkan sambungan di lapangan untuk mengikat struktur menjadi
satu kesatuan.
Industrialisasi dalam konstruksi bangunan adalah perkembangan alamiah
sebagaimana juga telah menimpa pada industri yang lain. Justru lebih lambat
ketimbang yang lain karena lebih besarnya rintangan yang dihadapi dalam industri
bangunan, yang tidak sekedar bersifat Fashionable trend (kecenderungan mode
mutakhir), tetapi juga berkaitan dengan pernyataan nilai yang menuntut atas
perubahan sikap mental dan pikiran baru dari sebagain ahli bangunan. Selama ini
orang merasa terikat kepada rumah yang harus di hargai secara individual, maka
tentu saja orang akan merasakan sesuatu yang lain ketika tiba-tiba akomodasi
tempat tinggal disediakan dalam bentuk blok-blok atau flat-flat yang bukan
bangunan sebagaimana biasanya atau bangunan tidak didesain secara khusus
sebagaimana permintaan penggunanya secara individu. Selain itu kadangkala
bangunan didirikan dalam bentuk produk yang telah selesai tanpa ada kesempatan
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 189
Gambar 4.11: Produk Beton Pracetak
Sumber: (Wika Beton, 2014)
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 191
kondisi cuaca. Permasalahan lainnya adalah transportasi komponen dari pabrik ke
proyek. Kesulitan dalam penanganan di lapangan khususnya dalam erection
(pendirian), lifting (pengangkatan) dan connecting (penyambungan pada saat
finalisasi konstruksi). Pelaksanan yang demikian berarti ada tambahan biaya dan
problem teknis.
Tabel 4.10: Klasifikasi Beton berdasarkan kekuatan tekan menurut SNI dan ACI
Aplikasi Beton Minimum fc’, psi Maximum fc’, psi
(mpa) (mpa)
Struktur Umum Beton normal 2500 Tidak ada
dan beton ringan
Struktur frame Beton normal 3000 Tidak ada
dengan momen Beton ringan 3000 5000 *
khusus dan
struktur dinding
khusus
*
Batas tersebut diizinkan melebihi dimana ditunjukkan oleh bukti eksperimental bahwa beton
yang dibuat dengan bahan beton ringan memberikan kekuatan tekan sama dengan atau lebih
besar dari dari bahan beton normal.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 193
didasarkan pada uji silinder yang dibuat dan diuji sebagaimana yang dipersyaratkan
dalam uji kuat tekan.
Proporsi bahan untuk beton untuk menghasilkan beton dengan mutu normal
harus dibuat untuk: Memberikan kelecakan dan konsistensi yang menjadikan beton
mudah dicor ke dalam cetakan dan ke celah di sekeliling tulangan dengan berbagai
kondisi pelaksanaan; pengecoran yang harus dilakukan, tanpa terjadinya segregasi
atau bleeding yang berlebih; Memenuhi persyaratan untuk kategori paparan yang
sesuai; dan memenuhi persyaratan uji kekuatan dari hasil evaluasi dan penerimaan
beton (SNI 2847:2013, 2013).
Kuat tekan beton normal berkisar dari 17 Mpa sampai 41 MPa. Untuk
menghasilkan kuat tekan beton normal dengan kinerja tertentu umumnya
ditambahkan bahan tambah baik mineral maupun kimia.
Pada awal 1970-an, 9000 psi (62 MPa) beton yang diproduksi. Sebelum
ditemukannya superplasticizer, campuran beton dengan kuat tekan 40 MPa atau
lebih pada umur 28 hari disebut sebagai high strength concrete. Saat ini, saat
Beton mutu tinggi (high strength concrete) merupakan beton yang memiliki
kekuatan tekan 6000 psi (40 MPa) atau lebih dari uji silinder. Membuat beton
dengan kekuatan tekan tinggi membutuhkan penelitian dan perhatian yang lebih
jauh terhadap kontrol kualitasnya daripada beton konvensional atau beton normal.
Ketersediaan high strength concrete secara komersial memberikan sebuah
penilaian ekonomis alternatif untuk membangun struktur beton. Alasan penggunaan
beton mutu tinggi antara lain: (1) Untuk menempatkan beton pada masa layannya
pada umur yang lebih awal, sebagai contoh pada perkerasan di umur 3 hari. (2)
Untuk membangun bangunan-bangunan tinggi dengan mereduksi ukuran struktur
dan meningkatkan luasan ruang yang tersedia. (3) Untuk membangun sruktur
bagian atas dari jembatan-jembatan bentang panjang dan untuk mengembangkan
durabilitas lantai-lantai jembatan. (4) Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
khusus dari aplikasi-aplikasi tertentu seperti durabilitas, modulus elastisitas dan
kekuatan lentur. Beberapa dari aplikasi ini termasuk dam, atap-atap tribun, pondasi-
pondasi pelabuhan, garasi-garasi parkir, dan lantai-lantai heavy duty pada area
industri.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 195
Penggunaan agregat dengan ukuran maksimal 10 mm, dengan sifat dan
karakteristik yang memenuhi syarat merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan interlocking yang lebih baik. Selian itu penggunaan semen dengan
tambahan cementious material seperrti fly ash (tipe C atau F), ground granulated
blast furnace slag, silica fume, metakaolin atau bahan-bahan pozolanik alami akan
dapat meningkatkan kekuatan tekan beton. Apalagi jika rasio factor air semen yang
rendah sekitar 0,20 sampai dengan 0,35, persoalannya adalah dengan Faktor Air
Semen rendah maka kemudahan pekerjaan akan rendah, penyelesaiannya melalui
penggunaan admixture kimia (superplasticizer) dalam jumlah dan dosis yang sesuai
dengan beton berkekuatan tinggi (High-strength concrete).
Sedangkan menurut ACI beton mutu tinggi adalah beton dengan kekuatan
tekan 8000 psi (55 MPa) atau lebih besar (ACI CT-13, January 2013), dikatakan
beton dengan kekuatan rendah adalah beton dengan kekuatan tekan 1200 psi (8,3
MPa) atau lebih kecil, klasifikasi kekuatan tekan menurut ACI CT-13 merupakan
revisi ACI 318-08. Beton dengan kekuatan tekan (high-strength concretes)
melebihi 6000 psi (42,25 Mpa) disebut sebagai beton kekuatan tinggi (McCormac
& Brown, 2014; ACI 211.4R-08, December 2008; Kosmatka S. H., 2008).
Kadangkala rancu dengan beton kinerja tinggi (high-performance concretes )
karena beton kinerja tinggi memiliki karakteristik lainnya selain kekuatan hanya
tinggi. Misalnya, permeabilitas yang rendah dari beton tersebut menyebabkan
cukup tahan lama berhubungan dengan berbagai sifat fisik dan kimia yang dapat
menyebabkan kerusakan pada beton. Sampai beberapa dekade yang lalu, perencana
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 197
akan meningkatkan kekuatan tekan beton. Pemilihan bahan pengisi yang tepat akan
memperkecil rongga pori beton sehingga meningkatkan kekuatannya.
Hasil pengujian nilai slump menunjukkan bahwa nilai slump menurun seiring
bertambahnya persentase fly ash dalam campuran beton. Kuat tekan pada beton
yang menggunakan 30% Fly Ash sebagai additive akan menaikan kuat tekan beton
sekitar 10% untuk pengujian pada beton K-300 dan K-500, sedangkan kuat tekan
pada beton yang menggunakan 30% Fly Ash sebagai cementious lebih rendah
sebesar 25% pada K300 dan 23% pada K500 dibandingkan beton dengan mix
design yang sama (K-300 dan K-500). Hal ini disebabkan karena Fly Ash tidak
mampu sebaik semen menggantikan sifat semen yang berfungsi utama sebagai
pengikat material pada beton. Fly Ash sebagai additive mampu meningkatkan kuat
tekan pada beton yang berfungsi sebagai filler atau pengisi. Dimana pori yang diisi
oleh Fly Ash akan menambah kekedapan beton yang akan berbanding lurus dengan
kuat tekan beton (Haf, Februari 2012). Hasil ini berbeda dengan apa yang diteliti
sebelumnya (Andoyo, 2006) Penambahan abu terbang sebesar 10%; 20% dan 30%
serta 40% menghasilkan kuat tekan 100,72 kg/cm2 ; 93,96 kg/cm2 dan 83,41
kg/cm2 serta 70,12 kg/cm2 (umur 56 hari) atau 66,69 kg/cm2 ; 62,16 kg/cm2 dan
55,17 kg/cm2 serta 46,42 kg/cm2 (umur 28 hari). Jika tanpa fly ash kuat tekan pada
umur 56 hari sebesar 59,89 kg/cm2 dan kuat tekan karakteristik pada umur 28 hari
sebesar 42,34kg/cm2.
Beton polos atau plain concrete adalah beton tanpa menggunakan tulangan.
Beton polos dapat merupakan beton structural maupun non-struktural. Beton polos
seringkali merupakan beton dengan kekuatan tekan rendah dan digunakan untuk
pekerjaan massa atau beton massa.
Beton biasa sangat lemah dengan gaya tarik, namun sangat kuat dengan gaya
tekan, batang baja dapat dimasukkan pada bagian beton yang tertarik untuk
membantu beton. Beton yang dimasuki batang baja pada bagian tariknya ini disebut
beton bertulang (gambar 4.12).
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 199
Pengujian bahan untuk beton bertulang pada pekerjaan konstruksi di lapangan
dilakukan oleh Pengawas lapangan dan berhak memerintahkan diadakan pengujian
pada setiap bahan yang digunakan pada pelaksanaan konstruksi beton untuk
menentukan apakah bahan tersebut mempunyai mutu sesuai dengan mutu yang
telah ditetapkan. Pengujian bahan dan pengujian beton harus dibuat sesuai dengan
tata cara-tata cara yang ditentukan oleh standar dalam hal ini SNI. Laporan lengkap
pengujian bahan dan pengujian beton harus tersedia untuk pemeriksaan selama
pekerjaan berlangsung dan pada masa 2 tahun setelah selesainya pembangunan.
Pekerjaan beton bertulang (gambar 4.13) pada pekerjaan konstruksi dengan
menggunakan semen yang sesuai dengan semen yang digunakan pada perancangan
proporsi campuran dan memenuhi salah satu dari ketentuan. SNI 15-2049-1994,
Semen portland ataupun “Spesifikasi semen blended hidrolis” (ASTM C 595),
kecuali tipe S dan SA yang tidak diperuntukkan sebagai unsur pengikat utama
struktur beton, serta "Spesifikasi semen hidrolis ekspansif" (ASTM C 845).
Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali
bahwa pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton
yang menggunakan air dari sumber yang sama, dan hasil pengujian pada umur 7
dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak
dapat diminum harus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90%
dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum. Perbandingan
uji kekuatan tersebut harus dilakukan pada adukan serupa, terkecuali pada air
pencampur, yang dibuat dan diuji sesuai dengan “Metode uji kuat tekan untuk
mortar semen hidrolis (Menggunakan spesimen kubus dengan ukuran sisi 50 mm)”
(ASTM C 109 ).
Bahan tambahan yang digunakan pada beton harus mendapat persetujuan
terlebih dahulu dari pengawas lapangan. Untuk keseluruhan pekerjaan, bahan
tambahan yang digunakan harus mampu secara konsisten menghasilkan komposisi
dan kinerja yang sama dengan yang dihasilkan oleh produk yang digunakan dalam
menentukan proporsi campuran beton sesuai dengan persyaratan (1) kelecakan dan
konsistensi yang menjadikan beton mudah dicor ke dalam cetakan dan ke celah di
sekeliling tulangan dengan berbagai kondisi pelaksanaan pengecoran yang harus
dilakukan, tanpa terjadinya segregasi atau bleeding yang berlebih; (2) Ketahanan
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 201
terhadap pengaruh lingkungan yaitu persyaratan keawetan tahan terhadap sulfat dan
korosi; (3) Sesuai dengan persyaratan uji kekuatan
Kalsium klorida atau bahan tambahan yang mengandung klorida tidak boleh
digunakan pada beton prategang, pada beton dengan aluminium tertanam, atau pada
beton yang dicor dengan menggunakan bekisting baja galvanis. Bahan tambahan
pembentuk gelembung udara harus memenuhi SNI 03-2496-1991, Spesifikasi
bahan tambahan pembentuk gelembung untuk beton. Bahan tambahan pengurang
air, penghambat reaksi hidrasi beton, pemercepat reaksi hidrasi beton, gabungan
pengurang air dan penghambat reaksi hidrasi beton dan gabungan pengurang air
dan pemercepat reaksi hidrasi beton harus memenuhi “Spesifikasi bahan tambahan
kimiawi untuk beton” (ASTM C 494) atau “Spesifikasi untuk bahan tambahan
kimiawi untuk menghasilkan beton dengan kelecakan yang tinggi " (ASTM C
1017).
Abu terbang atau bahan pozzolan lainnya yang digunakan sebagai bahan
tambahan harus memenuhi “Spesifikasi untuk abu terbang dan pozzolan alami
murni atau terkalsinasi untuk digunakan sebagai bahan tambahan mineral pada
beton semen portland” (ASTM C 618). Kerak tungku pijar yang diperhalus yang
digunakan sebagai bahan tambahan harus memenuhi “Spesifikasi untuk kerak
tungku pijar yang diperhalus untuk digunakan pada beton dan mortar”(ASTM C
989).
Bahan tambahan yang digunakan pada beton yang mengandung semen
ekpansif (ASTM C 845) harus cocok dengan semen yang digunakan tersebut dan
menghasilkan pengaruh yang tidak merugikan. Silica fume yang digunakan sebagai
bahan tambahan harus sesuai dengan “Spesifikasi untuk silica fume untuk
digunakan pada beton dan mortar semen-hidrolis” (ASTM C 1240).
Baja tulangan yang digunakan dalam beton bertulang harus sesuai dengan
ketentuan yang disyaratkan dalam pelaksanaan dan kode standar untuk pekerjaan
tersebut, utamanya harus sesuai dengan rancangan desain konstruksi, baik itu
mencakup spesifikasi dan persyaratan lainnya.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 203
Tabel 4.12: Klasisifikasi berdasarkan paparan, FAS maksimum, Kuat Tekan Minimum
Katagori Kelas Tingkat FAS Maks Kuat tekan (f’c) Kondisi
Paparan (w/cm Min
maks.) (1)
Beton dengan siklus pembekuan dan pencairan (freezing and thawing)(1)
F F0 Tidak ada N/A 2500 Psi (17 MPa) Beton yang tidak ada siklus pembekuan dan pencairan
pembekuan dan pencairan (freezing and thawing cycles)
(freezing and thawing) F1 Sedang 0.55 3500 psi (24 MPa) Beton dengan tingkat paparan sedang terhadap siklus
pembekuan dan pencairan (freezing and thawing
cycles) dengan paparan air terbatas (limited exposure
to water)
F2 Parah 0.45 4500 Psi (31 MPa Beton dengan tingkat paparan parah terhadap siklus
pembekuan dan pencairan (freezing and thawing
cycles) dengan paparan air sering (frequent exposure to
water)
F3 Sangat Parah 0.40(2) 5000 Psi (35 Beton dengan tingkat paparan sangat parah terhadap
MPa)(2) siklus pembekuan dan pencairan (freezing and thawing
cycles) dengan paparan air sering serta serangan kimua
(frequent exposure to water exposure to deicing
chemicals)
Beton yang berhubungan dengan Sulfat
Katagori Kelas Tingkat FAS Maks Kuat tekan (f’c) Kondisi
Paparan (w/cm Min Sulfat (SO4) larut air Sulfat (SO4) larut
maks.) (1) dalam tanah, dalam air, dalam ppm(4)
dalam persen masa(3)
S S0 Tidak ada N/A 2500 Psi (17 MPa) SO4 < 0,10 SO4 < 150
Sulfat
S1 Sedang 0.50 4000 Psi (28 Mpa) 0,10 < SO4 < 0,20 150 < SO4 < 1500
Air laut
S2 Parah 0.45 4500 Psi (31 Mpa) 0,20 < SO4 < 2,00 1500 < SO4 < 10.000
S3 Sangat Parah 0.45 4500 Psi (31 Mpa) SO4 > 2,00 SO4 > 10.000
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 204
Tabel 4.12: Klasisifikasi berdasarkan paparan, FAS maksimum, Kuat Tekan Minimum
Katagori Kelas Persyaratan FAS Maks Kuat tekan (f’c) Kondisi
(w/cm maks.)(1) Min
Beton yang berhubungan W0 Tidak ada N/A 2500 Psi (17 MPa) Kontak dengan air dimana permeabilitas rendah tidak
dengan Air atau P0 disyaratkan
(W atau P) W1 Disyaratkan 0.50 4000 Psi (28 Mpa) Kontak dengan air dimana permeabilitas rendah
atau P1 disyaratkan
Katagori Kelas Tingkat FAS Maks Kuat tekan (f’c) Kondisi
Keparahan (w/cm Min
maks.) (1)
C C0 Tidak ada N/A 2500 Psi (17 MPa) Beton kering atau terlindung dari kelembaban
Proteksi
korosi
tulangan
C1 Sedang N/A 2500 Psi (17 MPa) Beton terpapar terhadap kelembaban tetapi tidak
terhadap sumber klorida luar
C2 Parah 0.4 5000 Psi (35 MPa) Beton terpapar terhadap kelembaban dan sumber
klorida eksternal dari bahan kimia, garam, air asin, air
payau, atau percikan dari sumber-sumber ini
(1)
SNI 2847:2013 tidak memasukan karena kelas paparan F tidak relevan
(2)
tidak berlaku untuk beton ringan
(3)
Persen sulfat dalam masa dalam tanah harus ditentukan dengan ASTM C1580.
(4)
Konsentrasi sulfat larut dalam air dalam ppm harus ditentukan dengan ASTM D516 atau ASTM D4130.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 205
Kerusakan beton akibat pembekuan dan pencairan (freezing and thawing)
tidak dimasukan dalam SNI ( (SNI 2847:2013, 2013) karena dianggap tidak relevan
dengan kondisi di Indonesia. Hal ini tercantum di ACI ( (ACI Committee 318,
September 2014), yang diklasifikasikan menjadi 4 yaitu: (a) Tingkat Paparan F0
(tidak ada)- beton yang tidak akan dan terkena siklus pembekuan dan pencairan. (b)
Tingkat Paparan F1 (sedang) - beton yang akan terkena siklus pembekuan dan
pencairan sedang, minimal kandungan udara sekitar 3,5-6 persen diperlukan untuk
mengurangi potensi kerusakan untuk beton menjadi jenuh. (c) Tingkat Paparan F2
(parah) - beton yang akan terkena siklus pembekuan dan pencairan dengan tingkat
cukup parah dan yang sering terkena air. Tingkat paparan parah menunjukkan
bahwa beberapa bagian dari beton akan menyerap air yang cukup dari waktu ke
waktu sampai beton memiliki potensi untuk jenuh sebelum membeku. (d) Tingkat
Paparan F3 (sangat parah) - beton yang akan terkena siklus pembekuan dan
pencairan dengan derajat yang sama terkena air sebagai Kelas Exposure F2. Selain
itu, beton Paparan Kelas F3 diperkirakan akan terkena deicing kimia. Deicing kimia
dapat meningkatkan penyerapan air dan retensi, yang akan memungkinkan beton
menjadi lebih mudah jenuh. Contoh aplikasi paparan dalam kondisi lingkungan
yang mengalami pembekuan dan pencairan (freezing and thawing) seperti tabel
(table 4.13):
Tabel 4.13: Aplikasi paparan pada konstruksi beton
Kelas Deskripsi Aplikasi
Paparan
F0 Beton dengan struktur pada iklim di mana suhu beku tidak akan ditemui
(Tidak ada Beton yang berada di dalam struktur dan tidak akan terkena pembekuan
paparan) Fondasi beton yang tidak terpapar pembekuan
Beton yang terkubur di dalam tanah di bawah garis beku
F1 (sedang) Beton yang tidak akan terkena akumulasi salju dan es, seperti dinding
eksterior, balok, balok penopang, dan lembaran yang tidak bersentuhan
langsung dengan tanah.
Dinding pondasi mungkin dalam kelas ini tergantung pada kemungkinan
beton dengan kejenuhan sedang.
F2 (parah) Beton yang akan terkena akumulasi salju dan es, seperti balok eksterior yang
berada di atas (exterior elevated slabs)
Dinding pondasi atau basement yang terkena akumulasi salju dan es
Beton struktur yang horizontal dan vertikal yang berhubungan langsung
dengan tanah
F3 (sangat Beton yang terkena bahan kimia deicing, seperti struktur horisontal dalam
parah) struktur gedung parker
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 206
Dinding pondasi/basement yang terkena akumulasi salju dan es dengan bahan
kimia deicing
Beton siklop adalah beton yang terdiri dari campuran mutu beton fc’=15 Mpa
dengan batu-batu pecah ukuran maksimum 25 cm. Beton jenis ini sama dengan
beton normal biasa , perbedaannya ialah pada beton ini digunakan ukuran agregat
yang relative besar-besar. Beton ini digunakan pada pembuatan bendungan,
pangkal jembatan,dan sebagainnya. Ukuran agregat kasar maksimum 25 cm dengan
proporsi agregat yang lebih besar dari biasanya ini sebaiknya tidak lebih dari 20
persen dari agregat seluruhnya.
Batu untuk beton siklop harus keras, awet, bebas dari retak, rongga dan tidak
rusak oleh pengaruh cuaca. Batu harus bersudut runcing, bebas dari kotoran,
minyak dan bahan-bahan lain yang mempengaruhi ikatan dengan beton.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 207
dibangun 21 Maret tahun 2012. Proyek akan dipakai untuk mendukung pusat listrik
tenaga air 1,500 megawatt. Bangunan ini akan mengalahkan Bendungan Nurek di
Tajikistan yang membendung Sungai Vakhsh. Bendungan Nurek tertinggi dunia
saat ini dengan 314 meter. Tertinggi kedua adalah Bendungan Grande Dixence di
Swiss dengan ketinggian 284 meter (Tempo.co, 2011).
SCC dapat menghemat hingga 50% dalam biaya tenaga kerja karena 80%
lebih cepat mengalir dan mengurangi keausan pada bekisting artinya memiliki nilai
slum yang tinggi (gambar 4.15). Pada tahun 2005, Self-consolidating concretes
menempati 10-15% dari penjualan beton di beberapa negara Eropa. Dalam industri
beton pracetak AS, SCC mewakili lebih dari 75% produksi beton. 38 departemen
transportasi di AS menerima penggunaan SCC untuk proyek jalan dan jembatan.
Ini teknologi baru yang dimungkinkan oleh penggunaan polikarboksilat plasticizer
bukan polimer tua berbasis naftalena, dan pengubah viskositas untuk mengatasi
segregasi agregat.
Beton jenis ini dibuat tanpa pasir, jadi hanya air, semen, dan kerikil/batu
pecah saja.karena tanpa pasir maka rongga rongga kerikil tidak terisi. Sehingga
beton berongga dan berat jenisnya lebih rendah daripada beton biasa. Selain itu
Karena tanpa pasir maka tidak dibutuhkan pasta sement untuk menyelimuti butir
butir pasir sehingga kebutuhan semen relative lebih sedikit (gambar 4.16).
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 209
Gambar 4.16: Beton Tembus
Beton tembus adalah nama lain dari beton nir-pasir, umumnya yang
digunakan dalam lapisan paving permeabel, berisi jaringan lubang atau void, untuk
memungkinkan udara atau air bergerak melalui beton. Hal ini memungkinkan air
mengalir secara alami melalui void sehingga memberikan infrastruktur drainase
permukaan air yang normal, dan memungkinkan pengisian air tanah ketika beton
konvensional tidak dapat melakukannya.
Beton jenis ini dibuat tanpa pasir, jadi hanya air, semen, dan kerikil/batu
pecah saja.karena tanpa pasir maka rongga rongga kerikil tidak terisi. Sehingga
beton berongga dan berat jenisnya lebih rendah daripada beton biasa. Selain itu
Karena tanpa pasir maka tidak dibutuhkan pasta sement untuk menyelimuti butir
butir pasir sehingga kebutuhan semen relative lebih sedikit.
Beton non pasir merupakan bentuk sederhana dari jenis beton ringan, yang
dalam pembuatannya tidak menggunakan aggregat halus (pasir). Tidak adanya
agregat halus dalam campuran menghasilkan beton yang berpori sehingga beratnya
berkurang (Tjokrodimulyo, 2009). Beton non pasir juga dapat disebut
permeconcrete atau pervious concrete yaitu beton yang dibentuk dari campuran
semen, aggregate kasar, air dengan bahan tambah atau admixture. Pervious
concrete dibuat dengan menggunakan sedikit anggregat halus atau bahkan
menghilangkan penggunaan aggregat (Van Midde & Son Concrete, 2009).
Pada umumnya beton non pasir memiliki berat jenis yang rendah jika
ibandingkan dengan beton normal. Berat jenis beton non pasir dipengaruhi oleh
berat jenis dan gradasi aggregat penyusunnya. Berat jenis beton non pasir dengan
aggregat lempung bekah (pembakaran shale) berkisar 1,20 (Sumartono, 1993) .
Berat jenis beton non pasir dengan menggunakan aggregat batu apung berkisar 1,60
(Sulistyowati, 2000). Sedangkan kuat tekan beton non pasir dipengaruhi oleh:
Faktor air semen, Rasio volume aggregat dengan semen, dan jenis aggregatnya.
Faktor air semen pada beton non pasir berkisar 0,36 dan 0,46 sedangkan
nilai faktor air semen optimum sekitar 0,40. Perkiraan faktor air semen tidak dapat
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 211
terlalu besar karena jika faktor air semen terlalu besar maka pasta semen akan
terlalu encer sehingga pada waktu pemadatan pasta semen akan mengalir ke bawah
dan tidak menyelimuti permukaan aggregat. Sedangkan jika faktor air semen terlalu
rendah maka pasta semennya tidak cukup menyelimuti butir butir aggregat kasar
penyusun beton. Maka pada beton non pasir perlu ditambahkan admixture untuk
menambah workability. Nilai Slump umumnya sangat kecil bahkan mencapai 0,
sehingga untuk pada pelaksanaan dalam jumlah besar beton non pasir
menggunakan conveyor dan tidak disarankan menggunakan concrete
pump. Dengan nilai faktor air semen optimum akan dihasilkan pula kuat tekan
maksimum suatu beton non pasir (Tjokrodimulyo, 1992)
Rasio volume aggregat dengan semen merupakan proporsi penggunaan
aggregat berbanding semen. Jika nilai rasio aggregat –semen 10 artinya
perbandingan aggregat berbanding dengan semen adalah 10. Pada nilai faktor air
semen yang tetap, pengaruh besar rasio aggregat dengan semen akan berakibat
terhadap pasta yang terbentuk, jika semakin besar rasio aggregat –semen maka
semakin sedikit pasta semennya sehingga bahan pengikat antar aggregat akan
sedikit pula sehingga kuat tekan beton non pasir yang terbentuk akan semakin
rendah. Menurut ACI 522R- 06 Persentase rongga adalah 15% s/d 25%. Menurut
Tjokrodimulyo, 2009 Persentase rongga 20 % s/d 25 %. Variasi rasio volume
agregat berbanding semen yang sering digunakan beton non pasir :
1 Ak : 2 PC Beton non pasir yang dihasilkan sedikit berongga
1 Ak : 4 PC Beton non pasir yang dihasilkan sedikit berongga
1 Ak : 6 PC Beton non pasir yang dihasilkan berongga
1 Ak : 8 PC Beton non pasir yang dihasilkan berongga
1 Ak : 10 PC Beton non pasir yang dihasilkan sangat berongga
1 Ak : 12 PC Beton non pasir yang dihasilkan sangat berongga
Jenis aggregat yang digunakan mempengaruhi berat jenis dari beton non pasir
yang dibentuk. Berat beton non pasir umumnya berkisar 60% s/d 75% dari beton
biasa (Tjokrodimulyo, 2009). Berat beton non pasir berkisar 2/3 dari beton biasa
dengan agregat yang sama (The Aberdeen Group pada publikasi, 1961), yang
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 213
dan dinding bangunan sederhana, bata beton dari beton non pasir, dan buis beton
dari beton non pasir.
Aplikasi beton non pasir sebagai perkerasan jalan raya dikenal istilah
permeconcrete atau pervious concrete dengan pertimbangan ramah lingkungan
maka perkerasan jalan menggunakan beton non pasir supaya air hujan dapat
meresap ke dalam tanah. Dibawah ini adalah skema potongan melintang aplikasi
beton non pasir pada konstruksi perkerasan jalan raya. Design perkerasan jalan raya
menyediakan jaringan untuk pengangkutan sumber daya dan limbah, drainase, rute
untuk semua layanan, air, saluran air, listrik, gas dan telepon dibawah perkerasan
jalan. Sangat rumit sehingga dibutuhkan koordinasi dengan para ahli terkait.
Perkerasan permeable adalah permukaan perkerasan jalan raya permeabel atau
dapat ditembus air dengan reservoir bawah batu. Reservoir sementara menyimpan
limpasan permukaan sebelum menyusup ke dalam drainase bawah tanah atau sub-
permukaan dan diharapkan dapat berproses meningkatkan kualitas air tanah. Bahan
berpori yang digunakan adalah beton nonpasir.
Aplikasi beton non pasir pada dinding penahan tanah (retaining wall). Selain
pertimbangan ramah yang digunakan, pada konstruksi dinding penahan tanah,
pemilihan jenis beton non pasir untuk alasan stabilisasi tanah dibelakang struktur
dinding penahan tanah. Teksturnya yang berpori meloloskan air membuat dinding
penahan tanah sehingga takanan air dibelakang dinding penahan tanah dapat
diminimalisir sehingga konstruksi dinding penahan tanah lebih tabil terhadap gaya
geser maupun gaya guling yang dipengaruhi oleh tekanan air tanah.
Beton Non Pasir mempunyai kelebihan beberapa diantaranya adalah : (1) Low
Shrinkage , Penyusutan total beton non pasir saat mengeras/kering adalah sekitar
setengah dari beton padat yang dibuat dengan agregat yang sama. Tingkat
penyusutan juga jauh lebih cepat. Gerakan penyusutan total, telah ditemukan bahwa
50% sampai 80% terjadi dalam 10 hari pertama, dimana untuk beton padat hanya
20 sampai 30 persen akan terjadi pada periode yang sama. Ini berarti bahwa bahaya
retak jauh lebih kecil terjadi jika debandingkan dengan beton normal. (2) Light
Weight, karena penggunaan aggregate ringan maka dihasilkan beton dengan bobot
yang ringan, (3) Thermal insulation, Eliminated segregation, Reduce cement
Seperti yang telah diketahui bahwa kira-kira separuh air yag dicampurkan
saja yang bereaksi dengan semen, adapun separuh sisanya digunakan untuk
mengencerkan adukan. Beton jenis ini diaduk dan dituang serta dipadatkan
sebagaimana beton biasa,n amun setelah beton tercetak padat kemudian air sisa
reaksi disedot dengan cara khusus. Seperti cara vakum. Dengan demikian air yang
tertinggal hanya air yang digunakan untuk reaksi dengan semen, sehingga beton
yang diperoleh sangat kuat.
4.3.7.5 Shotcrete
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 215
dilakukan untuk semua jenis atau bentuk permukaan, termasuk daerah vertikal
(gambar 4.22), atau overhead (gambar 4.23).
Gambar 4.22: Shotcrete pada daerah vertikal Gambar 4.23: Shotcrete pada overhead
Beton yang dituang dalam volume besar yaitu perbandingan antara volume
dan permukaannya besar. Bila dimensinya lebih besar dari 60 meter persegi.
Pondasi besar, pilar, bendungan. Harus diperhatikan perbedaan temperature. Untuk
tujuan menghasilkan panas yang rendah, "low heat" semen Portland akan selalu
lebih disukai untuk struktur besar seperti bendungan. Hal ini karena, sisi ekonomi
dan naik suhu yang rendah akan dicapai dengan membatasi kadar semen beton
massa ke level nilai tertentu. Gradasi agregat memiliki pengaruh yang besar
terhadap kemampuan kerja beton. Agregat halus didefinisikan sebagai yang lewat
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 217
tufa, lempung, serpih, dan tanah diatom. Sebagian besar pozzolans ini memerlukan
penghalusan (grinding). Fly ash (debu bahan bakar dari sisa pembangkit listrik
pembakaran batu bara) juga salah satu pozzolan yang sangat baik karena memiliki
kandungan karbon yang rendah, kehalusan hampir sama dengan semen Portland,
dan berbentuk bola kaca yang sangat halus.
Admixtures umumnya digunakan untuk mengubah sifat beton (seperti
peningkatan kinerja beton atau mengurangi kadar air, pengaturan percepatan atau
retardasi waktu pengikatan, percepatan kekuatan, dan peningkatan daya tahan
terhadap cuaca dan serangan kimia lainnya) lebih cocok untuk tujuan tertentu
daapat digunakan. Misalnya, kalsium klorida dapat digunakan untuk mempercepat
pengembangan kekuatan dalam beton massal selama musim dingin. Air-entraining
admixtures (sabun murah, deterjen, dll) untuk meningkatkan kinerja pengerjaan
beton dan dengan demikian memungkinkan penggunaan beeton yang lebih keras
dan menghindari bentuk-bentuk yang merusak yang tidak diinginkan.
Masalah utama yang terkait dengan beton massa adalah probabilitas tegangan
tarik tinggi karena timbulnya panas oleh hidrasi semen berikutnya pendinginan
diferensial pada beton. Penurunan suhu beton menyebabkan perubahan volumetrik
mengakibatkan pengembangan tegangan tarik dan konsekuennya retak pada massa
beton. Retak seperti di bendungan beton tidak diinginkan karena merugikan dan
mempengaruhi daya tekan air, tekanan internal, daya tahan, dan permukaan beton.
Penurunan suhu, dikendalikan dengan mengendalikan melalui pembatasan potensi
kenaikan suhu beton, mengendalikan ketebalan penuangan dan penjadwalan, dapat
dieleminisasi melalui penanaman kumparan pendingin. Keseragaman dicapai bila
penggunaan menggunakan bahan tertentu untuk pra-pendinginan beton massa
(gambar 4.24).
Beton Roller-padat, atau RCC, mengambil nama dari metode konstruksi yang
digunakan untuk membangunnya. Hal ini ditempatkan dengan peralatan paving
aspal konvensional atau high-density, kemudian dipadatkan dengan roller. RCC
memiliki bahan dasar yang sama seperti beton konvensional: semen, air, dan
agregat, seperti batu kerikil atau dihancurkan. Tapi tidak seperti beton
konvensional, RCC cukup kering untuk dipadatkan dengan vibratory. Biasanya,
RCC dibangun tanpa sendi/joint. Perlu tidaknya finishing juga tidak memerlukan
dowels atau baja tulangan. Karakteristik ini membuat RCC sederhana, cepat, dan
ekonomis (PCA, 2013).
Kualitas ini telah beton RCC dapat langsung diaplikasikan khusus untuk
perkerasan (gambar 4.25) alasannya sederhana, RCC memiliki kekuatan dan kinerja
beton konvensional dengan nilai ekonomi dan sederhana dibandingkan dengan
aspal, ditambah dengan waktu layanan yang panjang dan perawatan yang minimal,
biaya awal yang rendah RCC ini menambahkan nilai ekonomi.
RCC dimulai pada tahun tujuh puluhan, ketika industri penebangan Kanada
mempunyai wawasan lingkungan, metode pemilahan penebagan kayu (log)
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 219
berbasis lahan. Industri ini membutuhkan trotoar yang kuat untuk pembebanan yang
besar dan peralatan khusus.
RCC digunakan ketika kebutuhan primer atas kekuatan, daya tahan, dan
ekonomi penting seperti untuk Port, intermodal, dan fasilitas militer, parkir,
lapangan penumpukan kontainer/ penyimpanan (gambar 4.26) dan area lainnya
yang membutuhkan pembebanan besar; jalan-jalan, persimpangan, dan jalan-
kecepatan rendah dan beban yang besar.
Perawatan dilakukan untuk menjamin RCC kuat dan tahan lama. Seperti
halnya jenis beton, perawatan untuk membuat kelembaban terjaga agar hidrasi-
reaksi kimia untuk pengerasan beton mencapai kekuatan yang dinginkan. Beberapa
feature dan manfaat dari penggunaan RCC sebagai berikut (table 4.14):
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 221
angkur, atau grid, tulangan dan diikat dengan kawat. Untuk kinerja optimal, baja
harus tahan karat (galvanis) atau stainless steel.
Secara ekonomi struktur beton ferro memberikan kekuatan dan lebih tahan
lama dibandingkan beton konvensional. Tergantung pada kualitas konstruksi dan
iklim dari lokasi. Di India, ferro beton sering digunakan karena konstruksi lebih
tahan terhadap gempa. Tahan gempa tergantung pada teknik konstruksi yang baik
dan penguatan tambahan beton.
a) Sistem Armature: Dalam metode ini kerangka baja dilas dengan bentuk
yang diinginkan pada salah satu sisi yang terikat di beberapa lapis anyaman
kawat, sehingga mortar dapat diisi dengan mudah.
b) Sistem cetakan tertutup: Beberapa lapis anyaman kawat terikat bersama di
permukaan cetakan yang menjaganya dalam posisi sementara martar yang
mengisi cetakan dapat dibersihkan setelah perawatan atau mungkin tetap
dalam posisi sebagai bagian permanen dari struktur sampai selesai..
c) Integrated sistem cetakan: Menggunakan penguatan minimum pada setiap
cetakan. Seperti namanya, cetakan tetap permanen sebagai bagian integral
dari struktur sampai selesai.
Beton serat merupakan beton komposit yang terdiri dari beton biasa dan
bahan lain yang berupa serat. Serat berupa batang-batang 5 sampai 500 mm, dengan
panjang 25-100 mm.serat asbatos, tumbuh-tumbuhanan , serat plastic, kawat baja.
Tujuan penambahan serat tersebut adalah untuk meningkatkan kekuatan tarik
beton, sehingga beton tahan terhadap gaya tarik akibat, cuaca, iklim dan temperatur
yang biasanya terjadi pada beton dengan permukaannya yang luas. Jenis serat yang
dapat digunakan dalam beton serat dapat berupa serat alam atau serat buatan. Serat
Alam, umumnya terbuat dari tumbuh-tumbuhan, misalnya: ijuk; serabut kelapa dan
lainnya.
Sifat fisis beton serat akan membuat beton menjadi lebih kaku sehingga
memperkecil nilai slump serta membuat waktu ikat awal (initial setting) lebih cepat.
Sifat mekanis beton serat akan meningkatkan kuat tarik dan kuat lentur, tetapi
menurunkan kekuatan tekan jika penambahan serat sampai batas optimum. Jenis
serat tertentu meningkatkan kinerja beton seperti serat baja dan serat tembaga.
Beton serat digunakan pada konstruksi yang harus mempunyai permukaan luas
dimana temperatur, oksidasi dan penguapan mempunyai pengaruh besar terhadap
besarnya susut muai, seperti landasan pacu di bandar udara, plat atap, jalan, dan
lain-lain.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 223
4.5 Bahan Penyusun Beton
4.5.1 Semen
Tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi memerlukan
udara untuk dapat mengeras, contoh utama dari semen non-hidralik adalah kapur.
Kapur dihasilkan berdasarkan proses kimia dan mekanis di alam. Kapur telah
digunakan berabad-abad lamanya sebagai bahan adukan dan plesteran untuk
bangunan, yang dapat dilihat dari pembangunan pyramida-pyramida di Mesir, yang
di bangun lebih dari 4500 tahun sebelum masehi. Kapur digunakan sebagai bahan
pengikat selama masa jaman Romawi dan Yunani. Orang-orang Romawi
menggunakan beton untuk membangun Colleseum dan Pantheon, dengan cara
mencampur kapur dengan abu gunung yang di dapat dekat Pozzuoli, Italia, yang
mereka namakan Pozollan.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 225
kuat tekan beton (Sprung & Siebel, January 1991) serta kemudahan pekerjaan
masih didapatkan dengan penambahan 5% kapur hidrolik dengan reduksi fas dari
0,49 menjadi 0,48 (Tezuka, Gomes, Martins, & Djanikian, 1992). Efek
menguntungkan dari penggunaan batu kapur di reologi beton (Schmidt M. ,
February 1992) dalam hal perbaikan distribusi ukuran partikel: Partikel halus
menggantikan beberapa air dari rongga antara partikel kasar, membuatnya tersedia
sebagai tambahan atau sebagai "pelumas internal." Dengan demikian beton kurang
kaku dan retensi air menjadi meningkat. Efeknya lebih diperkuat jika reaksi hidrasi
dengan penggunaan sedikit air dikombinasikan bahan kimia karena inertness dari
fraksi batu kapur. Efek yang terakhir akan tergantung pada kehalusan dan proporsi
batu kapur dalam beton. Kadar air dapat dikurangi sehingga kekuatan meningkat.
(Schmidt, Harr, & Boeing, Winter 1993) untuk beton dengan konsistensi yang sama
dari semen portland batu kapur (13% sampai 17% batu kapur) air berukurang
sekitar 10 liter setiap meter-kubik, sehingga air- semen berkurang 0,60 menjadi
0,57 dan kekuatan meningkat sebanyak 8 MPa. Kebutuhan air di beton yang terbuat
dari semen portland dengan dan tanpa 5% kapur tidak terpengaruh oleh adanya batu
kapur tetapi akan menggurangi volume beton dan mengurangi terjadinya bleeding
(Moir, 1994).
Semen pozollan adalah bahan ikat yang mengandung silka amorf, apabila
dicampur dengan kapur akan membentuk benda padat yang keras dan bahan yang
mengandung pozollan adalah tras, semen merah, abu terbang, dan bubukan terak
tanur tinggi, (SK.SNI T-15-1990-03:2). Pozollan adalah suatu bahan yang
mengandung Silisium atau Aluminium yang tidak mempunyai sipat penyemenan,
dalam butiran yang halus, dapat bereaksi dengan kalsium-hydroxida pada suhu
ruangan dan membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai sifat-seifat semen.
Penggunaan semen aduk pasangan sesuai dengan lokasi dan jenis bangunan
yang direkomendasikan SNI 15-3759-1995, Semen aduk pasangan (Masonry
Cement) seperti di (table 4.15):
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 227
(4) Teras alam
Dibagi menjadi:
Batu apung, obsidiuan, scoria, tuf, santorin, dan teras yang dihasilkan
dari batuan vulkanik,
Teras yang mengandung silika halus, amorph yang tersebar dalam jumlah
banyak dan dapat bereaksi dengan kapur jika dibubuhi air, kemudian
membentuk silikat yang mempunyai sifat hidrolik.
Teras buatan, meliputi abu batu, abu terbang (fly-ash) dari hasil residu
PLTU, dan hasil tambahan daripengolahan biji bauxit. Cara pembuatan
teras buatan ini dengan pembakaran batuan vulkanik a dan kemudian
menggilingnya. Semen teras meliputi semua bahan semen yang dibuat
dengan menggunakan teras dan kapur tohor yang tidak membutuhkan
pembakaran. Penggunaan teras buatan ini digunakan pada bangunan
yang tidak memerlukan persyaratan kusus darikonstruksi tetapi
menggunakan banyak bahan semen. Teras buatan ini digunakan sebagai
bahan tambah.
Semen terak adalah semen hydrolik yang sebagian besar terdiri dari suatu
campuran seragam serta kuat dari terak tanur kapur tinggi dan kapur tohor, 60%
dari berat semen terak terdiri dari terak tanur tinggi, campuran ini biasanya tidak di
bakar. Jenis semen terak, ada dua jenis, yaitu: 1) dapat digunakan sebagai
kombinasi dari dengan portland cement untuk pembuatan beton dan dalam
kombinasi dengan kapur untuk pembuatan adukan tembok. 2) Bahan yang
mengandung bahan pembantu berupa udara, penggunaannya sama seperti jenis
satu. Terak tanur tinggi adalah suatu bahan non-metalik, yang sebagian besar terdiri
dari silikat dan alumina-silikat dan kalsium dan senyawa basa lainnya, yang
terbentuk dalam keadaan cair bersama –sama dengan besi di dalam tanur tinggi.
Semen portland adalah suatu bahan konstruksi yang paling banyak di gunakan
dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150,1985, Semen portland di
definisikan sebagai semen hidrolik yang di hasilkan dengan menggiling klinker
yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau
lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama
dengan bahan utamanya.
Semen portland di buat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi
utamanya adalah kalsium dan aluminium silikat. Penambahan air pada mineral ini
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 229
menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti
batu. Berat jenis yang dihasilkan sekitar antara 3.12 dan 3.16 dan berat volume
sekitar 1500 kg/cm3. (Nawy,1985:9). Bahan utama pembentuk semen portland
yaitu kapur (CaO), Silika (SiO3), Alumina (Al2O3) dan di tambah sedikit prosentase
dari magnesia (MgO), dan terkadang sedikit alkali, serta untuk mengontrol
komposisinya terkadang ditambahkan oxida besi. Untuk mengatur waktu ikat
semen di tambahkan gipsum (CaSO4.2H2O).
Pada proses pembuatan semen portland dapat di bedakan menjadi dua, yaitu:
a) proses basah, dan b) proses kering. Secara umum pembuatan semen di
laksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu: Penambangan di Quarry, Pemecahan
di Crushing Plant, Penggilingan (Blending), Pencampuran bahan-bahan (Blended),
Pembakaran (Ciln), Penggilingan kembali hasil pembakaran, Penambahan bahan
tambah (gipsum), Pengikatan (Packing Plant).
Perbedaan semen yang satu dengan yang lainnya dibedakan dari susunan
kimianya maupun kehalusan butirnya. Perbandingan utama bahan-bahan penyusun
semen portland adalah Kapur (CaO) sekitar 60%-65%, Silika (SiO2) sekitar 20%-
25%, dan oxida besi serta alumina (Fe2O3 dan Al2O3) sekitar 7%-12%.
Sifat fisik dari semen yaitu, kehalusan butir, waktu pengikatan, kekalan,
kekuatan tekan, pengikatan semu, panas hidrasi, dan hilang pijar. Secara garis besar
Sifat dan Karakteristik Kimia ada 4 (empat) utama senyawa kimia yang penting
sebagai penyusun semen portland, yaitu sbb: (1) Trikalsium Silikat (3CaO. SiO2)
yang di singkat menjadi C3S., (2) Dikalsium Silikat (2CaO. SiO2) yang di singkat
menjadi C2S. (3) Trikalsium Aluminat (3CaO. Al2O3) yang di singkat menjadi C3A.
(4) Tertrakalsium aluminoferrit (4CaO. Al2O3.Fe2O3 ) yang disingkat penjadi
C4AF. Sifat kimia semen dapat di jabarkan sebagai berikut, kesegaran semen dan
sisa yang tak larut, dan yang paling utama adalah komposisi syarat yang diberikan.
Semen portland di Indonesia harus memenuhi SNI, Semen Portland”, syarat mutu
yang ditetapkan oleh SNI 15-2049-2004 mengadopsi dari syarat mutu dalam
ASTM.
Semen portland pozolan adalah campuran dari semen portland dengan bahan-
bahan yang bersifat pozolan seperti, terak tanur tinggi, hasil residu PLTU. Jenis
semen ini biasanya di gunakan untuk beton yang di ekspose terhadap sulfat.
Menurut (SK.SNI T-15-1990-03:2), semen portland-pozollan dihasilkan dengan
mencampurkan bahan semen portland dengan pozzolan antara 15-40% berat total
campuran dan kandungan SiO2 + Al2 O3 + Fe2 O3 , dalam pozollan minimum 70%.
(SK.SNI T-1991-03:2).
Semen putih adalah semen portland yang kadar oxida besinya rendah, kurang
dari 0.5%. Bahan baku yang di gunakan harus kapur murni, lempung putih yang
tidak mengandung oxida besi dan pasir silika. Semen puti dipergunakan untuk
pembuatam siar ubin/keramik dan biasanya bukan untuk bangunan struktur tetapi
lebih banyak ke nilai seninya. Semen putih telah di produksi secara masal/pabrik.
Semen alumina di hasilkan dari hasil pembakaran pada 1600oC batu kapur
dan bauxit yang telah di giling halus. Hasil pembakaran tersebut berbentuk Clinker
dan selanjutnya di haluskan menyerupai bubuk, jadilah semen Alumina yang
berwarna abu-abu. Jenis semen ini mempunyai kekuatan awal tekan yang tinggi,
tahan terhadap serangan asam dan garam-garam sulfat, tahan api, akan tetapi jika
di pergunakn pada suhu lebih dari 29oC, kekuatannya berangsur-angsur akan
berkurang. Oleh karena itu jenis semen ini hanya dapat di pergunakan untuk negara
yang mempunyai musim dingin.
Agar semen yang di simpan tetap dapat memenuhi syarat, maka perlu di
perhatikan beberapa hal tentang cara penyimpanan semen. Semen harus di simpan
terbebas dari bahan kotoran dari luar, Semen dalam bentuk kantong harus di simpan
dalam gudang tertutup, terhindar dari basah dan atau kemungkinan terjadi lembab,
di jamin tidak terjadi rusak dan atau tercampur dengan bahan lain.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 231
Penyimpanan semen dari beberapa jenis harus di kelompokn sedemikian rupa
untuk mencegah kemungkinan tertukarnya jenis semen yang satu dengan yang
lainnya. Urutan penyimpanan harus di atur agar semen yang lebih dahulu masuk
gudang di pakai terlebih dahulu. Semen curah harus di simpan di dalam silo yang
terbuat dari baja atau beton dan harus terhindar dari kemungkinan tercampur
dengan bahan lainnya. Timbunan semen zak maksimum setinggi 2 meter atau
sekitar 10 zaks, untuk menghindari pecahnya kantong semen. Jarak bebas antara
bidang dinding dengan semen sekitar 50 cm dan antara lantai dengan semen sekitar
30 cm.
4.5.2 Air
Sumber air yang dapat di gunakan dapat berasal dari air tawar (sungai, danau,
telaga, kolam, situ, dan lainnya), air laut ataupun air limbah asalkan memenuhi
syarat mutu yang telah di tetapkan. Air tawar yang dapat di minum umumnya dapat
di gunakan sebagai campuran beton, namun jika tidak harus memenuhi syarat mutu
kualitas air. Air laut umunya mengandung 3.5% larutan garam, sekitar 78% adalah
Syarat Umum Air yang di gunakan untuk campuran beton harus bersih, tidak
boleh mengandung minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat
merusak beton atau tulangan. Sebaiknya di pakai air tawar yang dapat di minum.
Air yang digunakan dalam pembuatan beton pratekan dan beton yang di dalamnya
akan tertanam logam almunium, termasuk air bebas yang terkandung dalam
agregat, tidak boleh mengandung sejumlah ion klorida dalam jumlah yang
membahayakan (ACI 318-89:2-2). Untuk perlindungan terhadap korosi, jumlah
konsentrasi ion klorida maksimum yang terdapat dalam beton yang telah mengeras
pada umur 28 hari yang di dapat dari bahan campura termasuk air, agregat, bahan
bersemen dan bahan campuran tambahan tidak boleh melampaui nilai batas di
berikan.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 233
tahan terhadap serangan sulfat yaitu semen type V dan mennggunakan faktor air
semen maksimum atau kuat tekan minimum yang disyaratkan.
Penilaian Waktu Pengikatan (Setting Time) dan Uji Kuat Tekan data uji harus
menunjukan: (1) Perbedaan waktu pengikatan awal semen memakai air yang di
ragukan di bandingkan dengan beton yang memakai air suling tidak lebih besar dari
30 menit. (2) Kuat tekan rata-rata dari kubus beton yang memakai air yang di
ragukan tidak boleh kurang dari 90% kuat tekan beton yang memakai air suling.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 235
karbonat yang tidak terlarut dipisahkan, karbondioksida (CO2) dihitung dengan
menghitung kenaikan kasadahan karbonat dalam air.
Minyak dan Lemak; Minyak dan lemak dihitung dengan cara mengetraksi air
yang diduga mengandung minyak menggunakan petroleum-ether. Minyak dan
lemak yang terlarut, kemudian dipisahkan dari air dan diuapkan. Sisa
penguapan merupakan berat minyak dan lemak.
Zat-zat yang Menyusut; Ditambahkan larutan KMn O4 kemudian dipanasi
selama 10 menit. Kelebihan larutan KMnO4 selanjutnya dititrasi.
4.5.3 Agregat
Secara umum agregat dapat di bedakan dari ukuran bentuknya, yang dapat di
bedakan menjadi dua, yaitu, agregat kasar dan agregat halus.Batasan ukuran 4.80
mm, British Standard atau 4.75 mm, Standar ASTM. Agregat kasar dinyatakan
untuk batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm) dan agregat
halus lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm). Untuk ukuran yang lebih besar dari 4.80
mm di bagi lagi menjadi dua, yaitu untuk diameter antara 4.80-40 mm di sebut
kerikil beton dan yang lebih besar lagi di sebut kerikil kasar. Agregat yang di
gunakan dalam campuran beton biasanya lebih kecil dari 40 mm, untuk yang lebih
besar dari 40 mm di gunakan untuk pekerjaan sipil yang lainnya, misalnya untuk
pekerajaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bronjong, atau bendungan, dan
lainnya. Agregat halus biasanya di namakan pasir dan agregat kasar dinamakn
kerikil, spilit, batupecah, kricak, dan lainnya.
Batuan dalam penggunaannya di pekerjaan teknik sipil bila dilihat dari ilmu
yang mempelajarinya, dapat di bedakan menjadi dua (Verhoef,1985:112), yaitu (1)
Geologis: batuan sebagai mineral, yang terbentuk melalui proses terbentuknya
batuan. (2) Geoteknik: batuan sebagai mineral yang diatasnya, di dalamnya, atau
dengan mana dapat di bangun berbagai macam konstruksi. Jika di lihat dari proses
terbentuknya batuan sebagai mineral dapat di bedakan menjadi tiga. Batuan Beku
(Magma); sering di sebut dengan batuan beku, terbentuk dari proses pembekuan
magma yang terdapat di dalam lapisan bumi yang dalam atau dari hasil pembekuan
magma yang keluar akibat letusan gunung berapi. Batuan Sedimen; atau batuan
endapan, yang berarti mengendapnya bahan-bahan yang terurai, sehingga
membentuk suatu lapisan endapan bahan padat, yang secara fisik di endapkan oleh
angin, air, atau es dan bahan-bahan terlarut yang secara kimia terendapkan dari
lautan, danau atau sungai. Batuan Metamorph; terjadi karena proses
metamorfosis, yaitu perubahan yang di alami oleh batuan karena perubahan
temperatur dan tekanan yang lainnya dari mereka terbentuk, kita dapat
membedakan dari dua jenis metamorfosis, yaitu: (1) Metamorfosis regional:
Perubahan bentuk dalam skala besar yang di alami batuan di dalam kulit bumi yang
lebih dalam, sebagai akibat dari terbentuknya pegunungan (vulkanik), dan (2)
Metamorfosis kontak, perubahan bentuk yang di alami batuan sebagai akibat dari
instruksi benda magma panas di sekitarnya (misalnya granit).
Batuan di Indonesia umumnya terdiri dari igneous vulkanis yang muda seperti
basalt, dolomit, andesit, porhyries, tuffs, ashes, lebih dalam lagi dapat di temukan
granite dan batu-batuan sedimen di laut, yaitu sandstone, limestone, dan malstone
dan sering sekali batu-batuan ini di dapatkan di lipatan dan patahan pada gugusan
atau pegunungan.
Indonesia mempunyai geografi, geologi dan iklim yang panas dan basah
berganti sepanjang tahun, maka batu-batuannya mengalami pelapukan yang cukup
dalam yang tergantung pada jenis batu-batuan, iklim, derat erosi, exposure, dan
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 237
lainnya. Pengaruh yang paling besar adalah iklim setempat, yang umumnya
semakin panas dan atau semakin dingin iklimnya maka derajat pelapukannya
semakin besar yang akan mengakibatkan dekomposisi dari batu-batuannya. Produk
akhir dari pelapukan ini adalah, terbentuknya tanah residual.
Agregat dapat di bedakan menjadi dua golongan jika di lihat dari sumbernya
yaitu agregat yang berasal dari alam dan agregat buatan (artificial aggregates).
Agregat yang berasal dari sumber alam yaitu pasir alami dan kerikil, sedangkan
yang buatan dapat berasal dari stone crusher ataupun dari hasil residu terak tanur
tinggi (blast furnace slag), pecahan genteng, pecahan beton, fly ash dari residu
PLTU, extended shale, expanded slag dan lainnya. Sumber daya alam dari batu-
batuan (deposits), yang di bedakan menjadi tiga, yaitu: Quarry Batu-batuan dari
Bedrock; Pasir dari Sungai dan Batu-batuan yang di Gali; Pasir dari Pesisir Pantai
dan Sumur-sumur yang Mengandung Pasir dan Batu-batuan.
Seperti yang telah di uraikan di atas agregat dapat di bedakan dari dua jenis
utamanya yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan
pecahan inipun dapat di bedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya
(gradasi), dan teksture permukaannya.
Berat isi dari agregat ringan berkisar antara 350-880 kg/m3 untuk agregat
kasarnya dan 750-1200 kg/m3 untuk agregat halus, serta campuran dari agregat
tersebut mempunyai berat isi maksimum 1040 kg/m3. Agregat ringan yang di
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 239
gunakan dalam campuran beton harus memenuhi syarat mutu dari ASTM C-330,
“Specification for Lightweight Aggregagtes for Structural Concrete”.
Permukaan yang kasar akan mempunyai ikatan yang lebih baik jika di
bandingkan dengan permukaan agregat yang licin. Jenis lain dari permukaan
agregat adalah mengkilap dan kusam. Umumnya agregat di bedakan menjadi kasar,
agak kasar, licin, agak licin. Berdasarkan pemeriksaan visual, tekstur agregat dapat
di bedakan menjadi sangat halus (glassy), halus, granular, kasar, berkristal
(crystalline), berpori, dan berlubang-lubang. Secara numerik belum di pakai untuk
menentukan definisi dari susunan permukaan agregat. Berdasarkan tekstur
permukaannya dapat di bedakan sebagai berikut:
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 241
(5) Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Nominal
Dari ukuran agregat ini agregat dapat di bedakan menjadi dua golongan
yaitu agregat kasar dan agregat halus Yaitu: (1) Agregat halus ialah agregat yang
semua butirnya menembus ayakan berlubang 4.8 mm atau 4.75 mm (ASTM C33)
atau 5,0 mm (BS.812), dan (2) Agregat kasar ialah agregat yang semua butirnya
tertinggal di atas ayakan 4.8 mm atau 4.75 mm (ASTM C33) atau 5,0 mm (BS.812).
Gradasi agregat ialah distribusi dari ukuran agregat. Distribusi ini bervariasi
dapat di bedakan menjadi tiga yaitu gradasi sela (gap grade), gradasi menerus
(continous grade) dan gradasi seragam (unifor grade). Untuk mengetahui gradasi
tersebut di lakukan pegujian melalui analisa ayak sesuai dengan standar dari BS
812, ASTM C-33, C136, ASHTO T.27 ataupun Standar Indonesia. Gradasi Sela
(gap gradation); jika salah satu atau lebih dari ukuran butir atau fraksi pada satu set
ayakan tidak ada, gradasi ini dalam grafiknya akan menunjukan satu garis
horizontal. Gradasi Menerus; jika agregat yang semua ukuran butirnya ada dan
terdistribusi dengan baik. Gradasi Seragam; Agregat yang mempunyai ukuran yang
sama di definisikan sebagai agregat seragam. Susunan agregat yang memiliki
gradasi yang baik akan membentuk dalam benton seperti di gambar 4.31,
Kekuatan beton tidak lebih tinggi dari kekuatan agregat, oleh karena itu
sepanjang kekuatan tekan agregat lebih tinggi dari beton yang akan di buat maka
agregat tersebut masih cukup aman untuk di gunakan sebagai campuran beton. Pada
kasus-kasus tertentu untuk beton mutu tinggi yang mengalami konsentrasi tegangan
lokal cenderung mempunyai tegangan lebih tinggi dari pada kekuatan selutuh
beton, dalam hal ini kekuatan agregat menjadi kritis.
Kekuatan dari agregat dapat bervariasi dalam batas yang besar. Butir-butir
agregat dapat bersifat kurang kuat karena dua hal (1) karena terdiri dari bahan yang
lemah atau terdiri dari partikel yang kuat tetapi tidak baik dalam hal pengikatan
(interlocking). Misalnya Granite, terdiri dari bahan yang kuat dan keras yaitu kristal
quarts dan feldspar tetapi bersifat kurang kuat dan modulus elastisitasnya lebih
rendah daripada gabbros dan diabeses, hal ini karena butir-butir granite tidak terikat
dengan baik, dan yang ke-(2) porositas yang besar, hal ini mempengaruhi terhadap
keuletan, yang merupakan ketahanan terhadap beban kejut.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 243
4.5.3.8 Cara Pengujian Kekuatan Agregat
Serapan Air di hitung dari banyaknya air yang mampu di serap oleh agregat
pada kondisi jenuh permukaan kering (JPK) atau saturated surface dry (SSD),
kondisi ini merupakan, Keadaan kebasahan agregat yang hampir sama dengan
agregat dalam beton, sehingga agregat tidak akan menambah maupun mengurangi
air dari pastanya.
Kadar Air adalah banyaknya air yang terkandung dalam suatu agregat. Kadar
air agregat dapat di bedakan menjadi empat jenis yaitu; (1) Kadar air kering tungku,
yaitu benar-benar tidak berair, (2) kadar air kering udara, yaitu kondisi agregat
permukaannya kering tetapi sedikit mengandung air dal;am porinya dan masih
dapat menyerap air, (3) Jenuh Kering Permukaan atau JPK, yaitu tidak ada air di
permukaannya tetapi masih mampu menyerap, pada kondisi ini, air dalam agregat
tidak akan menambah atau mengurangi air pada campuran beton. Dan yang ke (4)
adalah kondisi basah, yaitu butir-butir agregat banyak mengandung air, sehingga
pada campuran beton akan menyebabkan penambahan kadar air campuran (gambar
4.32).
Hubungan antara berat jenis dengan daya serap adalah jika semakin tinggi
nilai berat jenis agregat maka semakin kecil daya serap air agregat tersebut.
(4) Hubungan Antara Pori dalam Mortar dan Beton dengan Kekuatan
Semakin tinggi anggka pori dalam beton yang pada akhirnya akan
menyebabkan turunnya kekuatan beton. Semakin halus butir agregat maka nilai
modulus halus butir (mhb) akan semakin kecil. Modulus Halus Butir (mhb) di
definisikan (Abrams,1918) sebagai jumlah persen kumulatif dari butir agregat yang
tertinggal (retained) di atas satu set ayakan (38,19,9.6,4.8,2.4,1.2,0.6,0.3, dan 0.15
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 245
mm), kemudian nilai tersebut di bagi dengan seratus (Ilsley,1942:232). Makin besar
nilai mhb suatu agregat menunjukan semakin besar buturan agregatnya.
(6) Kekekalan
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 247
agregat harus dimulai dari saat kedatangannya sampai dengan pengambilan
kembali, (2) Agregat harus di timbun di atas bak-bak ber lantai jika volumenya
kecil di bawah 10 kubik meter, jika untuk keerluan besar sebaiknya di buatkan
landasan menggunakan land concrete campuran 1:3:5. Hal ini untuk menghindari
tercampurnya tanah dengan agregat pada saat pengambilan bahan untuk
pencampurannya. (3) Jika agregat yang di timbun dalam keadaan kering terutama
untuk agregat yang di timbun di stockpile sebaiknya agregat di siram dengan
menggunakan sprinkle (slang air). (4) Agregat selalu di uji secara berkala sebelum
di gunakan, sebagai kontrol kualitas bahan.
Agregat untuk Hal-hal Khusus untuk bahan yang harus kuat dan awet.
Agregat yang di gunakan Corundum sintetik (Al2O3) dengan berat isi murni 3.9-4.0
Kg/dm3. Silicone Carbide dengan berat isi murni 3.1-3.2 kg/dm3. Di samping itu
dapat juga di gunakan jenis agregat lain yang keras seperti batu alam misalnya
basalt, terak tanur tinggi, jenis-jenis logam. Beberapa jenis agregat lainnya antara
lain sebagai berikut:
Batu Pecah di kenal dalam pekerjaan beton dengan ukuran 10/20 dan 20/30.
Pecahan Bata atau Genteng yang halus bersifat; (1) seperti pasir, (2)
Sedikit menaikan kekuatan mortar, dan (3) Menaikan sifat hidrolis dari
mortar.
Tanah Liat Bakar dibuat berbutir sekitar 5 sampai 20 mm, kemudian di
bakar. Hasilnya berbentuk bola, ringan dan berpori. Serapan airnya sekitar
8-20%. Beton dengan agregat ini berat jenisya sekitar 1900 kg/m3.
Herculite atau Haydite hasil pembuatan darishale yang di masukan dalam
tungku putar pada suhu 11000C.
Agregat Abu Terbang (Sintered Fly-ash Aggregates) hasil pembakaran
PLTU, yang mengeras membentuk butir-butir seperti kerikil.
Benda Limbah Padat Buangan Limbah padat ini dapatberupa kaleng-
kaleng bekas, juga bahan-bahan bekas bongkaran bangunan, maupun
sampah padat dari hasil limbah industri ataupun rumah tangga.
Jenis Bahan Tambah dapat dikelompokan menjadi dua yaitu bahan tambah
kimia dan mineral. Bahan tambah yang bersifat kimiawi (chemical admixture) dan
bahan tambah yang bersifat mineral (additive). Bahan tambah admixture
ditambahkan saat pengadukan dan atau saat pelaksanaan pengecoran (placing)
sedangkan bahan tambah additive yaitu yang bersifat mineral ditambahkan saat
pengadukan dilaksanakan.
Admixtures telah lama diakui sebagai bagian penting dari beton yang
digunakan untuk meningkatkan kinerja beton, namun demikian penggunaan
admixtures dalam campuran semen tidak terdokumentasi dengan baik. Penggunaan
admixtures secara alami dalam campuran beton telah ada sejak jaman Romawi dan
mesir yang menggunakan campuran susu dan lemak babi dan selama abad
pertengahan di Eropa penggunaan telur sebagai campuran beton digunakan.
Penggunaan pasta beras ketan sebagai polesan, lacquer, minyak tung, blackstrap
molasses, dan ekstrak dari elm yang direndam dalam air serta direbus pisang
dilakukan oleh orang Cina, dan di Mesoamerika dan Peru, penggunaan jus kaktus
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 249
dan lateks dari tanaman karet. Suku Maya juga menggunakan ekstrak kulit batang
dan zat lain sebagai retarder set untuk menjaga semen bisa diterapkan untuk jangka
waktu yang panjang (American Concrete Institute, 2013, pp. E4-2).
Pencampuran beton adalah formulasi kimia yang ditambahkan dalam jumlah
tertentu untuk semen atau beton untuk memenuhi kebutuhan fungsional, estetika,
dan desain struktur sipil. Ini saat ini banyak digunakan dalam pembangunan proyek
perumahan, industri, komersial, dan infrastruktur. Manfaat yang diperoleh dari
penggunaan admixtures termasuk meningkatkan daya tahan, kekuatan, ketahanan
kimia, pewarnaan, pengurangan kebutuhan air semen, dan peniningkatan
kemudahan pekerjaan beton. Bahan tambah yang digunakan mencakup jenis -
mineral dan kimia. Admixtures Mineral termasuk fly ash, terak silika, dan abu
vulkanik, sedangkan bahan kimia meliputi super-plasticizer, plasticizers normal,
accelerator agent, retarding, udara entraining-agen (Air-Entrainement), admixtures
waterproofing, dan lain-lain seperti inhibitor korosi dan pewarna beton. Para
pemain utama sebagai produsen bahan tambah kimia (Research and Markets, 2012)
antara lain Axim Italcementi Group (Italia), Ashland Inc (AS), BASF (Jerman),
Cico Technologies Ltd (India), The Dow Chemical Company (AS), Euclid Kimia
(AS), Fosroc ( UEA), Sika AG (Swiss), Lanya Beton admixtures Co Ltd (Cina),
CHRYSO (Perancis), dan WR Grace & Co (AS).
Salah satu produsen bahan tambah kimia untuk beton adalah Sika Corporation
US, sejak tahun 1937 yang berpusat di Lyndhurst, NJ, dengan spesialiasi pemasok
produk bahan kimia dan industri material untuk konstruksi, transportati, marine,
serta automotive. Produk Sika’s termasuk bahan tambah beton (concrete
admixtures) khususnya mortars, epoxies, structural strengthening systems,
industrial flooring, sealants, adhesives, specialty acoustic dan reinforcing materials
(SIKA Group, 2013).
Selain penggunaan bahan tambah kimia, lebih dari 2000 tahun bangsa
Romawi menggunakan rambut/bulu kuda, yang saat ini digunakan serat
polypropylene dalam campuran mortar untuk mengurangi shrinkage, pada
pembuatan aqueducts dan roadways. Bahkan sengaja menambahkan darah hewan
untuk menghasilkan Air-entrained dalam campuran (DJC, 2013). Saat ini para
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 251
sebagai proses fisika dan kimia untuk memodifikasi satu atau lebih dari sifat-sifat
beton segar atau beton keras (American Concrete Institute, 2013, pp. E4-2).
Di Indonesia, melalui SNI yang memuat tentang Spesifikasi Bahan Tambah
Untuk Beton, SNI 03-2495-1991. Ruang lingkup spesifikasi ini mencakup
persyaratan fisis bahan tambahan campuran beton yang dapat digunakan sebagai
bahan dalam campuran beton sehingga didapatkan sifat-sifat khusus dari beton
yaitu kemudahan pengerjaan, waktu pengikatan, pengerasan, kekedapan dan
keawetan. Terminologi Bahan Tambah menurut SNI adalah adalah berupa bubukan
atau cairan yang dibubuhkan ke dalam campuran beton selama pengadukan dalam
jumlah tertentu untuk merubah beberapa sifatnya. Bahan tambahan terdiri dari tipe
A sampai G yang digunakan untuk mengurangi jumlah air campuran,
memperlambat waktu pengikatan, mempercepat waktu pengikatan dan menambah
kekuatan awal beton yang diuji dengan beton pembanding dengan proporsi yang
sama tanpa bahan tambahan (SNI-03-2495-1991).
Menurut sebuah survei yang dilakukan oleh National Ready Mix Concrete
Association, 39% of produksi ready mix menggunakan fly ash, dan kurang lebih
70% produksi betonnya menggunakan water-reducer admixture. Admixtures
bervariasi dalam komposisi kimia, dan kadang kala lebih dari satu fungsinya baik
untuk penggunaan kimia dan mineral. Semua admixtures dalam konstruksi beton
harus memenuhi spesifikasi, pengujian agar dapat dilakukan evaluasi campuran
apakah mempengaruhi sifat beton yang akan dibuat dengan bahan pekerjaan
tertentu, di bawah kondisi tertentu dengan prosedur konstruksi yang dapat
diantisipasi lebih awal. Admixtures dibedakan menjadi dua bahan tambah kimia
dan mineral. Bahan tambah mineral seperti fly ash, silika fume [SF], dan terak)
biasanya ditambahkan dalam campuran beton dalam jumlah yang lebih besar untuk
meningkatkan workability beton segar, untuk meningkatkan ketahanan beton
terhadap retak termal, alkali-agregat ekspansi, dan serangan sulfat, dan untuk
memungkinkan pengurangan kandungan semen. Pencampuran bahan kimia yang
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 253
(1) Memodifikasi Beton Segar, Mortar dan Grouting
Selain itu alasan utama penggunaan admixtures adalah: (1) Mengurangi biaya
pembuatan beton konstruksi. (2) Memberikan sifat dan karakteristik tertentu pada
beton, (3) Menjaga kualitas beton selama masa pencampuran/pengadukan,
pengangkutan, penuangan/pengecoran, serta perawatan dan menjaga terhadap
gangguan berbagai kondisi cuaca, dan (4) Menghasilkan kepastian atas tindakan
pencegahan yang mungkin dapat merusak beton selama masa umur beton
(Kosmatka, Kerkhoff, & and Panarese, 2003, p. 105).
Beberapa standar untuk admixture antara lain sebagai berikut (table 4.17):
Tabel 4.17:Beberapa Standar Penggunaan Admixture
Air-Entraining Admixtures ASTM C 260
Standard Specification for Air-Entraining AASHTO M 154
Admixtures for Concrete
Standard Specification for Air-Entraining CRD-C 13
Admixtures for Concrete
Standard Specification for Chemical ASTM C 494/C494M-12
Admixtures for Concrete
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 255
Standard Specification for Chemical AASHTO M 194
Admixtures for Concrete
Standard Specification for Chemical CRD-C 87
Admixtures for Concrete
Calcium Chloride ASTM D 98
Standard Specification for Calcium Chloride AASHTO M 144
Foaming Agents ASTM C 869
Admixtures for Shotcrete ASTM C 1141
Admixtures for Use in Producing Flowing ASTM C 1017
Concrete
Grout Fluidifier For Preplaced Aggregate ASTM C 937
Concrete
Pigments For Integrally Colored Concrete ASTM C 979
Spesifikasi Bahan Tambah Untuk Beton SNI 03-2495-1991
Secara umum bahan tambah dibedakan menjadi dua kelompok yaitu bahan
tambah kimia dan mineral. Termasuk bahan tambah mineral adalah abu terbang (fly
ash), silica fume, blast furnace slag dan lainnya. Bahan tambah kimua (Chemical
Admixtures) berdasarkan fungsinya di klasifikasikan sebagai berikut (Kosmatka,
Kerkhoff, & and Panarese, 2003):
1. Air-entraining admixtures
2. Water-reducing admixtures
3. Plasticizers
4. Accelerating admixtures
5. Retarding admixtures
6. Hydration-control admixtures
7. Corrosion inhibitors
8. Shrinkage reducers
9. Alkali-silica reactivity inhibitors
10. Coloring admixtures
11. Miscellaneous admixtures such as workability, bonding, dampproofing,
permeability reducing, grouting, gas-forming, antiwashout, foaming, and
pumping admixtures.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 257
Tabel 4.18: Klasifikasi Bahan Tambah Beton (Concrete Admixtures)
Type of admixture Desired effect Material
Water reducer and Reduce water content See water reducer, Type A (accelerator is added)
accelerator (ASTM C 494 (minimum 5%) and
and AASHTO M 194 accelerate set
Type E)
Water reducer and retarder Reduce water content See water reducer, Type A (retarder is added)
(ASTM C 494 and (minimum 5%) and retard
AASHTO M 194, Type D) set
Water reducer—high Reduce water content See superplasticizers
range (ASTM C 494 and (minimum12%)
AASHTO M 194, Type F)
Water reducer—high Reduce water content See superplasticizers and also water reducers
range—and retarder (minimum 12%) and retard
(ASTM C 494 and set
AASHTO M 194, Type G)
Water reducer—mid range Reduce water content Lignosulfonates
(between 6 and 12%) Polycarboxylates
without retarding
* Superplasticizers are also referred to as high-range water reducers or plasticizers. These admixtures often meet both
ASTM C 494 (AASHTO M 194) and ASTM C 1017 specification
Source: Kosmatka, Steven H.; Kerkhoff, Beatrix; and Panarese, William C.; Design and Control of Concrete Mixtures,
Chapter 6: Admixture for Concrete, Table 6.1, EB001, 14th edition, Portland Cement Association, Skokie, Illinois, USA,
2003, p.105
Kandungan udara (air voids or entrained air) adalah gelembung udara yang
terdapat dalam beton keras. Beton. Kandungan udara (Air-entrained beton) berisi
gelembung udara yang terdistribusi secara merata di seluruh pasta semen.
Kandungan udara ini akan menentukan tingkat keawetan campuran beton selama
proses pengerasan, ketahanan terhadap sulfat, cenderung mempengaruhi
kemudahan pekerjaan, mengurangi kebutuhan air, dan meningkatkan bleeding dan
segregasi (Peter C. Taylor, October 2007, p. 56).
Air entrainment sangat sensitif pada saat pencampuran bahan beton, suhu,
pengangkutan, pemompaan dan kandungan udara di tempat pengadukan, hal ini
menjadi sulit jika tidak dilakukan pengendalian. Agar pemanfaatan penggunaan
Air-Entrained lebih baik maka pemahaman terhadap persyaratan dan sifat serta
karakteristiknya yang dibutuhkan dan kontrol terhadap proporsi pencampuran serta
pengadukan beton harus dilakukan. Hal ini menjadi penting, beberapa hal yang
perlu dilakukan pengontrolan (Malhotra & Malanka, 1977) adalah sebagai
berikut.
Air-entraining admixtures (AEA) yang digunakan harus sesuai dengan tata cara
dan persyaratan pengguna-annya
Hal yang penting menjadi perhatian adalah teknik pengadukan dan perawatan
tempat pengadukan yang tidak banyak menggandung udara
Beton yang datang diproyek harus dilakukan uji slum untuk menghindari
penambahan air sehingga mengurangi durabilitas.
Kandungan udara harus dikontrol di tempat pengadukan dan dipengecoran
Udara yang hilang ditempat pengadukan (plant to job site) harus ditambahkan
dengan dosis admixture sesuai persyaratan awal.
Parameter lainnya dari rongga udara (air-void) pada beton keras harus
diperkirakan sesuai dengan batas standar yang dipersyaratkan.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 259
Selama proses pengadukan jenis bahan tambah pembentuk gelembung udara (Air
Entraining Admixture/AEA) yang digunakan umumnya berupa bahan kimia yang
membantu melindungi terhadap kerusakan yang disebabkan oleh pembekuan ulang
dan siklus leleh (freeezing-thawing) dengan menggunakan beton dibuat dengan
dengan berbagai kehalusan butir dan komposisi serta variasi kandungan dan FAS
(Bates and Others, 1952 and Lerch, 1960, Kosmatka, et Al, 2003) (gambar 4.33)
maka AEA akan meningkatkan workability yang lebih baik, peningkatan
homogenitas, penurunan segregasi dan mengurangi bleeding.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 261
Gambar 4.35: Hubungan antara
Gambar 4.34: Hubungan antara ukuran prosentase agregat halus dan kandungan udara
butir agregat maksimum , semen dan
dalam beton PCA Major Series 336
kandungan udara dalam beton dengan AEA
dan tidak menggunakan AEA. PCA Major
Series 336
Gambar 4.37: Hubungan kekuatan tekan beton umur 28-hari dengan Faktor Air Semen (FAS)
dengan variasi air-entrained concretes menggunakan Semen Type I
Sumber: Kosmatka, S.H. and Panarese, W.C., Design and Control of Concrete Mixtures, 14th ed., Portland
Cement Association, Skokie, IL, 2003.p.135)
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 263
Sifat utama beton yang dipengaruhi oleh Air-entrainment disajikan dalam
tabel berikut ringkasan singkat (table 4.19) dan Faktor-faktor yang mempengaruhi
kadar udara beton pada dosis tertentu campuran admixture (table 4.20):
Tabel 4.19: Efek dari Kandungan Udara (Entrained Air) pada sifat dan karakteristik beton
Properties Efek
Abrasi Berefek Sedikit; Meningkatkan Kekuatan Tekan dan Ketahanan
terhadap Abrasi
Daya Serap Berefek Sedikit
Reaksi Alkali-silica Menunrunkan Expansion dengan menggurangi kadar udara
Bleeding Mengurangi secara signifikan
Pengikatan Tulangan Menurunkan pengikatan
Kekuatan Tekan Menurunkan sekitar 2% sampai 6% setiap penambahan 1% udara;
harsh or lean mixes may gain strength
Rangkak (Creep) Berefek Sedikit
Deicer scaling Mengurangi secara signifikan
Kepadatan Mengurangi dengan bertambahnya kandungan udara
Fatigue Berefek Sedikit
Penyelesaian Akhir Reduced due to increased cohesion (stickiness)
(Finishability)
Kekuatan Lentur Mengurangi sekitar 2% sampai 4% setiap penambahan 1% udara
Freeze-thaw Mengembangkan secara signifikan ketahanan terhadap water-
saturated freeze-thaw deterioration
Panas Hidrasi Tidak berefek signifikan
Modulus Elastisitas Menurunkan sekitar 720 sampai 1380 MPa (105,000 to 200,000 psi)
(static) dengan penambahan udara setiap 1%
Permeabilitas Little effect; reduced water-cement ratio reduces permeability
Scaling Mengurangi secara signifikan
Shrinkage (drying) Efek sedikit
Slump Meningkat sekitar 25 mm (1 in.) dengan penambahan udara setiap
per 1⁄2 to 1%
Specific heat Tidak Berefek
Ketahan Sulfat Significantly improved
Stickiness Increased cohesion—harder to finish
Suhu Beton Segar (Temp. No effect
of wet concrete)
Konduktivitas Panas Menurunkan1% to 3% setiap penambahan 1% udara
(Thermal conductivity)
Difusi Panas (Thermal Menurunkan 1.6% setiap penambahan 1% udara
diffusivity)
Kadar Air Bebas Beton Menurunkan air sekitar 3 to 6 kg/m3 (5 to 10 lb/yd3) setiap
Segar dgn Slum Sama penambahan 1% udara
(Water demand of wet
concrete for equal slump)
Watertightness Increases slightly; reduced water-cement ratio increases
watertightness
Kemudahan Pekerjaan Bertambah jika kandungan udara bertambah
(Workability )
Source: Kosmatka, Steven H.; Kerkhoff, Beatrix; and Panarese, William C.; Design and Control of
Concrete Mixtures, Chapter 8: Air-entrained concrete, Table 8.1, EB001, 14th edition, Portland
Cement Association, Skokie, Illinois, USA, 2003, p.130
Jenis bahan tambah kimia menurut American Society for Testing and
Materials (ASTM) C 494 dan dalam the American Concrete Institute (ACI) Manual
of Concrete Practice 212.3R and 212.4 serta SNI 03-2495-1991 terbagi menjadi
7 tipe: (1) Tipe A : Water Reducing Admixture (WRA), (2) Tipe B : Retarding
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 265
Admixture, (3) Tipe C : Accelerating Admixtures, (4) Tipe D : Water Reducing and
Retarding Admixture, (5) Tipe E : Water Reducing and Accelerating Admixture,
(6) Tipe F : Water Reducing, High Range Admixture, dan (7) Tipe G : Water
Reducing, High Range Retarding admixtures.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 267
dalam pasta (gambar 4.39). Hal ini membuat sebagian besar air mampu untuk
mengurangi viskositas pada semen dan beton.
Interaksi pada permukaan ini hampir pasti diketahui terjadi pada partikel
semen, dan dapat pula terjadi pada fraksi terhalus dari agregat halus. Hal yang sama
berlaku juga untuk superplatisizer (gambar 4.40).
(a) (b)
Gambar 4.40: Aksi Dispersi akibat Plasticizer: (a) Pasta menggumpal; (b) Pasta
berpencar
Gambar 4.41: Tipe Kehilangan Nilai Slum beton tanpa bahan tambah
(Previte, 1977 on Domone, P.L., PART 1: Fresh concrete, Chapter 1: Fresh concrete, Advanced
Concrete Technology, Concrete Properties:, ,Newman., John dan Choo., Ban Seng, (editor), Great
Britain: Elsevier Ltd, 2003.,p.23).
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 269
Gambar 4.42: Kehilangan Nilai Slump pada 23°C (73°F) dalam beton konvensional/normal
dengan WRA (ASTM C 494 and AASHTO M 194 Type D) dibandingkan dengan campuran tanpa
WRA (Control)
Sumber: Whiting and Dziedzic 1992
Gambar 4.43: Kehilangan Nilai Slump pada 23°C (73°F) dalam beton normal dengan HWRA
(ASTM C 494 and AASHTO M 194 Type D) dibandingkan dengan campuran tanpa HWRA
(Control)
Sumber: Whiting and Dziedzic 1992
Type A atau WRA banyak digunakan untuk pengecoran dengan kondisi yang
sulit misalnya dengan pemompaan atau tremi. Dosis penggunaan sekitar 130 to 390
ml per 100 kg (2 to 6 fl oz. per 100 lb) dari campuran semen. Kandungan yang
terdapat dalam WRA adalah (1) Lignosulfonic acids and their salts; (2)
Hydroxylated polymers; (3) Hydroxylated carboxylic acids (HC) and their salts; (4)
Sulfonated melamine or naphthalene formaldehyde condensates; and (5) Polyether-
polycarboxylates (Cement and Concrete Institute, 2013).
Gambar 4.44: Pengaruh Asam Hydroxylated carboxylic dan Lignosulfat pada Slump
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 271
Pertambahan nilai slum awal dengan penggunaan bahan tambah water
reducer seperti di gambar 4.45 (Rixom & Mailvaganam, 1999). Kemudian, polimer
organik seperti lateks dan epoxies dikembangkan untuk memodifikasi matriks
beton sedemikian rupa untuk meningkatkan ikatan beton sampai keras pada substrat
tertentu atau untuk mengurangi permeabilitas dan beton keras dengan kadangkala
untuk beton mutu tinggi. Sistem Monomer juga telah digunakan untuk menghasikan
beton dengan semen Portland, mengisi pori-pori kecil, kapiler, dan void dengan
cairan yang cepat mengeras, pori yang lebih sedikit, modulus yang lebih tinggi, dan
lebih tahan terhadap serangan kimia. Semua admixtures telah disempurnakan untuk
memberikan rancangan beton dan pilihan konstruksi yang lebih banyak serta
kemampuan beradaptasi yang lebih besar untuk memperluas berbagai aplikasi dan
kondisi yang meragukan.
Jenis SMF dan SNF yang disebut garam sulfonik lebih sering digunakan
karena lebih effektif dalam mendispersikan butiran semen, juga mengandung
unsur-unsur yang memperlambat pengerasan. Superplasticizer adalah zat-zat
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 273
HRWRs bekerja sama dengan WRA tapi jauh lebih efisien. Superplasticizers
dapat mengurangi kebutuhan air sebanyak 30%. HRWRs dapat ditambahkan ke
dalam mixer selama pencampuran di pengolahan beton atau lapangan/site dan
kinerja pengerjaan dapat terus disesuaikan sesuai aplikasi kebutuhan spesifik
dengan mengurangi slump-loss (Fisher, 1994, pp. 547-550). Generasi
superplasticizers (Whitney, 2008, pp. 3-5):
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 275
umum sangat berhubungan dengan pengurangan jumlah air dalam campuran beton.
Pengurangan ini tergantung dari kandungan air yang digunakan, dosis dan tipe dari
superplasticizer yang dipakai. Untuk meningkatkan workability campuran beton,
penggunaan dosis superplasticizer secara normal berkisar antara 1-3 liter tiap 1
meter kubik beton. Larutan superplasticizer terdiri dari 40% material aktif. Ketika
superplasticizer digunakan untuk menguarangi jumlah air, dosis yang digunakan
akan lebih besar, 5 sampai 20 liter tiap 1 meter kubik beton. (Neville, A.M, 1995)
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 277
kerusakan beton karena cold-joint; ketahanan terhadap retak karena defleksi yang
dapat terjadi; mengurangi bleeding; mengurangi Slump loss; Meningkatkan
kekuatan tekan; Mengurangi Shringkage dan Creep; Baik untuk pengerjaan
perkerasan pada cuaca panas; menjamin kualitas beton karena keterlambatan
penuangan atau karena panas hidrasi. Dari gambar 15 dapat dilihat bahwa dengan
menggunakan retarding nilai slump yang hilang dapat diperkecil. Garam dan asam
lignosulfat (Salts of lignosulfonic acids) sebagai bahan admixtures akan
mengurangi penggunaan air, menghasilkan campuran yang lebih baik, cenderung
menghasilkan kandungan udara dalam beton lebih baik (1-2%); dan menghasilkan
beton lebih kaku, kuat pada saat penyelesaian akhir. Polimer hidroxylated
(Hydroxylated polymer) admixtures akan memudahkan pada saat pengangkutan,
kemudahan pengerjaan, penuangan, mengurangi segregasi, memudahkan
penyelesaian akhir, tidak mengurangi kandungan udara dan memudahkan
pemompaan. Bahan tambah dengan Hydroxylated carboxylic acid (HC) akan
mengurangi bleeding dan lainnya sama dengan hydroxylated polymers.
Jenis bahan tambah kimia lainnya adalah bahan yang berfungsi ganda yaitu
untuk mengurangi jumlah air pengaduk yang diperlukan pada beton tetapi tetap
memperoleh adukan dengan konsistensi tertentu sekaligus memperlambat proses
pengikatan awal dan pengerasan beton (Water Reducing dan Retarding
Admixture/Type D). Dengan menambahkan bahan ini ke dalam beton, maka jumlah
semen dapat dikurangi sebanding dengan jumlah air yang dikurangi. Bahan ini
berbentuk cair sehingga dalam perencanaan jumlah air pengaduk beton, maka berat
admixture ini harus ditambahkan sebagai berat air total pada beton.
Calcium chloride (CaCl2) adalah bahan kimia umum yang digunakan sebagai
accelerating admixtures khususnya untuk beton tidak bertulang. Untuk beton
bertulang harus memenuhi persyaratan ASTM D 98 (AASHTO M 144) dan dengan
menggunakan penggujian sesuai dengan ASTM D 345. Penggunaan calcium
chloride sebagai accelerating admixtures haruslah didasarkan atas data dan
pengalaman atas efek kimia yang timbul pada beton. Disamping menguntungkan
terhadap peningkatan kekuatan tekan, calcium chloride juga akan menimbulkan
shrinkage, petensi karosi terhadap tulangan, perubahan warna beton (a darkening
of concrete), dan meningkatkan perubahan betntuk(potential for scaling). Ketika
menggunakan calcium chloride kedalam campuran beton, kadar calcium chloride
pada material penyusun beton harus diperhatikan. Kandungan yang disyaratkan
dalam beton yang tidak mempengaruhi pengikatan sebesar 2% . Kelebihan
penggunaannya akan menimbulkan masalah pada laju pengerasan beton (rapid
stiffening), besarnya shrinkage, korosi tulangan dan kehilangan kuat tekan pada
umur mudah menurut Abrams 1924 dan Lackey 1992 dalam PCA, 2003 (Kosmatka,
Kerkhoff, & and Panarese, 2003, p. 113).
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 279
dengan elektikal pada baja tulangan; (3) Penguat slabs beton dengan bentuk baja
galvanis; dan (4) Beton yang diekspose (Colored concrete).
Jenis bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu untuk mengurangi jumlah air
pengaduk yang diperlukan pada beton tetapi tetap memperoleh adukan dengan
konsistensi tertentu sekaligus mempercepat proses pengikatan awal dan pengerasan
beton yaitu Tipe E (Water Reducing and Accelerating Admixture) dan Tipe G
(Water Reducing, High Range Retarding admixtures). Beton yang ditambah dengan
bahan tambah Tipe E akan dihasilkan beton dengan waktu pengikatan yang cepat
serta kadar air yang rendah tetapi tetap workable. Dengan menggunakan bahan ini
diinginkan beton yang mempunyai kuat tekan tinggi dengan waktu pengikatan yang
lebih cepat (beton mempunyai kekuatan awal yang tinggi). Sedangkan Tipe G
adalah Jenis bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur
yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak
12 % atau lebih sekaligus menghambat pengikatan dan pengerasan beton. Bahan
ini merupakan gabungan superplasticizer dengan memperlambat waktu ikat beton.
Digunakan apabila pekerjaan sempit karena keterbatasan sumberdaya dan ruang
kerja.
Bahan Tambah Kimia menurut standar ASTM. C.494 (1995: .254) dan (SNI-
03-2495-1991), dibedakan menjadi tujuh tipe bahan tambah. Type A “Water
Reducing Admixtures” adalah bahan tambah yang mengurangi air pencampur yang
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 281
Persyaratan fisika dan kimia bahan tambahan untuk campuran beton (SNI-
03-2495-1991) sebagai berikut table 4.21):
Beberapa keuntungan dari penggunaan bahan tambah mineral ini antara lian
(Cain, 1994: 500-508).; memperbaiki kinerja workability, Mengurangi panas
hidrasi, Mengurangi biaya pekerjaan beton, Mempertinggi daya tahan terhadap
serangan sulfat, Mempertinggi daya tahan terhadap serangan reaksi alkali-silika,
Mempertinggi usia beton, Mempertinggi kekuatan tekan beton, Mempertinggi
keawetan beton, Mengurangi penyusutan, dan Mengurangi porositas dan daya serap
air dalam beton.
Abu Terbang Batu Bara hasil residu pembakaran batubara atau bubuk batu
bara. Klasifikasi fly ash (ASTM C.618) dapat dibedalkan menjadi dua F yaitu abu
terbang yang normal yang dihasilkan dari pembakaran batubara antrasit atau
batubara bitomius. Dan kelas C adalah yang dihasilkan dari batubara jenis lignite
atau subbitumeus. Pada abu terbang jenis C kemungkinan mengandung kapur
(lime) lebih dari 10% beratnya.
Slag residu pembakaran tanur tinggi. Difinisi slag dalam ASTM. C.989,
“Standard spesification for ground granulated Blast-Furnace Slag for use in
concrete and mortar”, (ASTM, 1995: 494) sebagai produk non-metal yang
merupakan material berbentuk halus, granular hasil pembakaran kemdian
didinginkan misalnya dengan air pencelupan dalam air.
Silika Fume, Menurut Standar Sfesification for Silica Fume for Use in
Hydraulic-Cemen Concrete and Mortar, (ASTM.C.1240,1995: 637-642). Definisi
silica fume adalah material pozzolan yang halus, dimana komposisi silika lebih
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 283
banyak yang dihasilkan dari tanur tinggi atau sisa produksi silikon atau besi silikon
alloy.(dikenal sebagai gabungan antara microsilika dengan silika fume).
Bahan Tambah untuk Memperkuat Ikatan Beton Lama dengan Beton Baru
(Bonding Agent for Concrete), biasanya di sebut bonding agent yang merupakan
larutan polimer.
Latihan Soal
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 285
7. Jelaskan empat bagian utama yang mempengaruhi mutu dari kekuatan
beton?
8. Kontribusi yang di berikan oleh semen terhadap peningkatan kekuatan
beton terutama terdapat dalam tiga faktor! Jelaskan?
9. Metode Pencampuran untuk menenentukan Proporsi Bahan (Mix Design),
di tentukan melalui sebuah perancangan beton (mix design)! Jelaskan
maksud dan tujuan perancangan?
10. Apa yang dimaksud dengan beton konvensional dan beton modern?
11. Apa yang dimaksud dengan Prefabrication (prefabrikasi) dalam industri
konstruksi? Jelaskan juga mengenai keuntungan dan permasalahan dalam
industri konstruksi?
12. Jelaskan minimal 5 (lima) jenis dari beton?
13. Jelaskan jenis Semen a. semen non-hidrolik dan b. semen hidrolik?
14. Jelaskan jenis-jenis agregat yang digunakan untuk bahan beton?
15. Jelaskan jenis-jenis bahan tambah yang digunakan untuk bahan beton?
Dalam pasal 2 ruang lingkup yang diatur adalah keselamatan kerja dalam
segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air
maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia. Ketentuan-ketentuan tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana
termasuk Laboratorium dan pekerjaan sipil di lapangan.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 287
Menurut Undang-Undang RI No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi,
termuat dalam Bab II Asas dan Tujuan, pasal 2 bahwa Pengaturan jasa konstruksi
berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan,
kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan demi
kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Jelas disini bahwa keamanan dan keselamatan merupakan asas dan tujuan,
dan secara jelas terinci di Bagian Ketiga Kontrak Kerja Konstruksi
Pasal 22 ayat 2 huruf, l bahwa perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan
tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja
serta jaminan sosial.
11. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 01/Men/1997 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Kimia dll, udara Lingkungan Kerja.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 289
Setiap tahun banyak pekerja lapangan bidang industri konstruksi meninggal
atau cedera sebagai dampak bahaya dari pekerjaannya; yang lainnya menderita
sakit, seperti misalnya kanker, sakit kulit, ketulian atau sakit paru – paru. Bahaya-
bahaya tersebut tidak terbatas pada lingkungan kerja saja. Anak-anak dan anggota
masyarakat lainnya juga banyak yang meninggal atau terluka akibat kegiatan
pekerjaan konstruksi yang tidak dikendalikan dengan baik.pada akhir dasawarsa ini
kondisi industri konstruksi telah berkembang,tetapi angka kematian, cacat, cedera
dan sakit tetap tinggi. Kematian, cedera dan sakit ini disamping mengakibatkan
penderitaan dan kesusahan, juga kerugian biaya. Pada suatu survei tentang
keselamatan,kesehatan kerja dan lingkungan di peroleh data bahwa kerugian akibat
kecelakaan mencapai 8,5% dari perhitungan biaya proyek konstruksi, walaupun
tidak terjadi kecelakaan yang serius (Jurnal-K3, 2012).
m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 291
5.1 Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Tujuan keselamatan kerja adalah sebagai berikut: (1) Melindungi tenaga kerja
atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup
dan meningkatan produksi & produktivitas nasional; (2) Menjamin keselamatan
setiap orang lain yang berada di tempat kerja; (3) Sumber produksi dipelihara dan
dipergunakan secara aman & efisien.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 293
Gambar 5.1: Contoh Symbol Bahan-bahan berbahaya
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 295
Gambar 5.4: Contoh Symbol Perhatian
Alat Pelindung diri atau disingkat APD adalah seperangkat alat yang
digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari
adanya kemungkinan potensi bahaya atau kecelakaan kerja. Secara teknis APD
tidaklah secara sempurna dapat melindungi tubuh tetapi akan dapat meminimaliasi
tingkat keparahan kecelakaan atau keluhan/penyakit yang terjadi namun demikian
upaya pencegahan kecelakaan kerja yang paling utama adalah pemahaman pekerja
secara teknis, prosedural dan kemampuan penggunaan teknologi.
APD merupakan suatu alat yang dipakai tenaga kerja dengan maksud
menekan atau mengurangi resiko masalah kecelakaan akibat kerja yang akibatnya
dapat timbul kerugian bahkan korban jiwa atau cedera. Tiga faktor utama terjadinya
kecelakaan yaitu : (1) Perbuatan mausia yang tidak aman (unsafe action); (2)
Kondisi lingkungan yang tidak aman (unsafe condition) dan (3) System
Manajemen.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 297
Alat Pelindung Jenis Pelindung Fungsi
Diri
Alat Respirator yang sifatnya Melindungi system pernafasan dari gas atau
perlindungan memurnikan udara bahaya ringan
pernafasan Respirator yang Melindungi system pernafasan dari gas atau
dihubungkan dengan supply bahaya sedang
udara bersih
Respirator dengan supply Melindungi system pernafasan dari gas atau
oksigen bahaya berat
Pakaian kerja Apron (penutup / menahan Melindungi:
radiasi) Terhadap radiasi panas
Terhadap radiasi mengion
Terhadap cairan dan bahan – bahan
kimia
Sarung Tangan Sarung tangan karet/kain melindungi tangan dan jari – jari dari api,
panas, dingin, radiasi, listrik, bahan kimia,
benturan dan pukulan, lecet dan infeksi
Pelindung kaki Safety Shoes/ Safety Bot melidungi kaki dari tertimpah benda –
benda berat, terbakar karena logam cair,
bahan kimia, tergelincir, tertusuk
Alat pelindung diri sesuai dengan istilahnya, bukan sebagai alat pencegahan
kecelakaan namun berfungsi untuk memperkecil tingkat cederanya. APD harus
memiliki bantuan untuk melindungi seseorang pemakainya dalam melaksanakan
pekerjaannya yang berfungsi mengisolasi tubuh atau bagian tubuh dari bahaya serta
dapat memperkecil akibat/resiko.
Telah banyak terjadi kecelakaan ataupun menderita luka baik yang bersifat
luka permanen, luka ringan, maupun gangguan kesehatan dalam yang dapat
menyebabkan penyakit kronis maupun akut, serta kerusakan terhadap fasilitas –
fasilitas dan peralatan penunjang Praktikum yang sangat mahal harganya. Semua
kejadian ataupun kecelakaan kerja di laboratorium sebenarnya dapat dihindari dan
diantisipasi jika para Praktikan mengetahui dan selalu mengikuti prosedur kerja
yang aman di laboratorium.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 299
berada disekitarnya. Keselamatan kerja di laboratorium merupakan dambaan bagi
setiap individu yang sadar akan kepentingan kesehatan, keamanan dan kenyamanan
dalam bekerja, dan ini berlaku dalam semua aspek pekerjaan. Bekerja dengan
selamat dan aman berarti menurunkan resiko kecelakaan kerja yang sangat ingin
kita hindari. Walaupun petunjuk keselamatan dan kesehatan kerja sudah tertulis
dalam setiap penuntun praktikum, namun hal ini perlu dijelaskan berulang-ulang
agar setiap individu lebih meningkatkan kewaspadaannya ketika bekerja di
laboratorium.
Berbagai peristiwa yang pernah terjadi perlu dicatat sebagai latar belakang
pentingnya bekerja dengan aman di laboratorium. Sumber bahaya terbesar berasal
dari bahan-bahan kimia terutama bahan kimia yang mudah bereaksi, atau yang
dapat menyebabkan bahaya lain seperti kebakaran, iritan, keracunan, atau penyebab
bahaya penyakit dalam lainnya. Oleh sebab itu diperlukan pemahaman mengenai
jenis – jenis bahan kimia agar siapapu yang bekerja dengan bahan-bahan tersebut
dapat lebih berhati-hati dalam penggunaannya dan yang lebih penting lagi tahu cara
menanggulanginya jika sampai terjadi kecelakaan akibat kesalahan penggunaan
bahan tersebut. Selain itu yang harus diperhatikan juga adalah limbah bekas bahan
kimia sisa percobaan harus dibuang dengan cara yang tepat agar tidak menyebabkan
polusi pada lingkungan. Cara menggunakan peralatan yang umum digunakan dalam
laboratorium juga sangat perlu untuk diketahui oleh para Praktikan baik petunjuk
praktis maupun petunjuk khususnya untuk mengurangi kecelakaan yang mungkin
akan terjadi ketika bekerja di Laboratorium. Dengan pengetahuan tersebut,
diharapkan setiap individu Praktikan dan khususnya para asisten agar dapat bekerja
sama dalam bertanggung jawab untuk menjaga Kesehatan dan keselamatan kerja
dalam sebuah Praktikum di laboratorium dengan sebaik-baiknya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, dan bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja
Mengingat bahaya yang mungkin terjadi cukup tinggi dan serius serta
membutuhkan penanganan yang benar teliti maka pemahaman tentang K3Lab
menjadi penting. Diantara bahaya-bahaya yang mungkin terjadi yang menimbulkan
kecelakaan. Dengan menerapkan program K3Lab diharapkan resiko bahaya yang
akan menyebabkan kecelakaan kerja terjadi semakin kecil, yang perlu ditekankan
adalah tidak hanya sebatas bahaya akan kecelakaan. Sebagus dan semahalnya
program K3Lab yang dibuat untuk mencegah serta melindungi pekerja tidak akan
berjalan sukses sesuai dengan yang direncakan tanpa kesadaran dan kedisiplin
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 301
semua komponen yang terkait dengan pengendalian kecelakaan kerja. Baik dari
level bawah (operator) hingga tingkat manajemen puncak.
Kecelakaan kerja adalah kejadian atau peristiwa yang terjadi secara acak dan
tidak terduga dan terjadi diluar prosedur atau rencana praktikum dan merupakan
sesuatu yang tidak diharapkan terjadi pada saat Praktikum sedang berlangsung.
Oleh karena dalam peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan ataupun
perencanaan sebelumnya, kita diharapkan harus lebih berhat – hati agar kejadian
seperti ini tidak terjadi dalam sebuah Praktikum. Kecelakaan kerja memiliki resiko
yang sangat berbahaya baik bagi praktikan maupun lingkungan sekitar.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 303
Penyebab Jenis Akibat dan Pengaruh Pencegahan
Kecelakaan
Sistem penyimpanan
yang baik terhadap
bahan-bahan yang
mudah terbakar
Pengawasan terhadap
kemungkinan timbulnya
kebakaran
Sistem tanda kebakaran:
Jalan untuk
menyelamatkan diri
Perlengkapan dan
penanggulangan
kebakaran.
Penyimpanan dan
penanganan zat kimia
yang benar dan aman.
Keracunan Gas Menghirup Akibat Penggunaan bahan
Gas Beracun Ringan : Inpeksi beracun; kimia atau yang
(penyerapan Saluran Pernapasan berbahaya sesuai
bahan-bahan Berat : Pingsan; petunjuk
kimia beracun Kematian Menyediakan alat
atau toksik, Pengaruh: deteksi kebocoran Gas
seperti Jangka pendek : (Detektor Gas)
ammonia, Sesak napas
karbon Jangka panjang :
monoksida, penyakit hati,
benzene, kanker, dan
kloroform, dan asbestois, adalah
sebagainya) akibat akumulasi
penyerapan bahan
kimia toksik dalam
jumlah kecil tetapi
terus-menerus.
Terjadi kontak Iritasi Akibat: Penggunaan material
bahan kimia korosif Ringan : luka atau sesuai dengan petunjuk
seperti asam sulfat, peradangan pada Menyediakan alat bantu
asamklorida, kulit pernapasan/tabung
natrium hidroksida, Berat : oksigen
gas klor, dan Penyumbatan Menyediakan obat
sebagainya saluran pernapasan penetralisir iritasi
dan mata
Pengaruh:
Jangka pendek:
Sesak napas; cacat
kulit; mata merah
Jangka panjang: -
bekerja dengan Luka Kulit Akibat: Bekerja sesuai dengan
gelas atau kaca Ringan: Luka pada prosedur
tangan atau luka Menggunakan peralatan
pada mata karena yang sesuai
pecahan kaca Menyediakan obat luka
untuk P3K
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 305
B3/radioaktif. Karakteristik bahan kimia yang membahayakan adalah sebagai
berikut :
(2) Bak Cuci, berfungsi sebagai sarana pencucian peralatan dan pekerja.
(3) Lemari Asam, berfungsi sebagai tempat bekerja khususnya saat proses
pencampuran bahan kimia berbahaya. Adanya sirkulasi udara keluar
ruangan mutlak dibutuhkan untuk menjamin lingkungan kerja pekerja
laboratorium.
(4) Eye washer, merupakan paket khusus pengaliran air pada mata pekerja
yang terkena bahan kimia. Air yang dialirkan harus memenuhi standar
air bersih.
(5) Perlengkapan kerja, terdiri dari baju bekerja (jas lab), kacamata
pengaman, sepatu tertutup, sarung tangan dan masker. Hal ini mutlak
terutama pada saat pengujian sampel.
(9) Petunjuk arah keluar ruangan laboratorium, Merupakan tanda yang dapat
memberikan informasi bagi pekerja laboratorium untuk keluar dari ruang
dengan aman dan selamat apabila terjadi bahaya di laboratorium.
(10) P3K, Beberapa obat-obatan standar yang harus ada yaitu obat luka bakar,
plester luka, kapas, antiseptic, kain kassa dll.
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 307
5.4.2.4 Penyimpan Bahan Kimia
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 309
Kegiatan konstruksi merupakan unsur penting dalam menjalankan
pembangunan,tetapi Kegiatan konstruksi juga menimbulkan berbagai dampak yang
tidak diinginkan antara lain yang menyangkut aspek Kesehatan, keselamatan kerja
dan lingkungan, oleh sebab itu kegiatan konstruksi harus dikelola dengan
memperhatikan standar danketentuan K3 Lingkungan yang berlaku.
Kecelakaan kerja adalah suatu kecelakaan yang terjadi pada seseorang karena
hubungan kerja dan kemungkinan disebabkan oleh bahaya yang ada kaitannya
dengan pekerjaan. Terdapat beberapa klasifikasi mengenai kecelakaan kerja
(ILO1962), seperti table 5.4 dibawah berikut:
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 311
Gambar 5.7: Contoh Petunjuk di depan Direksi Keet sebuah Proyek
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 313
Gambar 5.9: Penggunaan Alat Proteksi Diri di Pekerjaan Konstruksi
Latihan Soal
1. Apa saja lingkup keselamatan kerja sesuai dengan UU RI No. 1 Tahun 1970
Tentang Keselamatan Kerja?
6. Jelaskan apa yang dimaksudkan dengan Alat Pelindung diri atau disingkat
APD dan berikan contohnya serta jelaskan persyaratan APD?
9. Mengingat bahaya yang mungkin terjadi cukup tinggi dan serius serta
membutuhkan penanganan yang benar teliti maka pemahaman tentang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Laboratorium (K3Lab) menjadi
penting. Jelaskan mengapa demikian?
10. Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok kondisi berbahaya
(unsafe condition) dan perbuatan berbahaya (unsafe act). Jelaskan penyebab
kecelakaan berdasarkan pengelompokan tersebut?
13. Jelaskan klasifikasi mengenai kecelakaan kerja menurut ILO tahun 1962?
Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 315
Lampiran D: 316