Anda di halaman 1dari 336

| i

TEKNOLOGI BETON:
DARI TEORI KE PRAKTEK

Universitas Negeri Jakarta


Jl. Rawamangun Muka. Jakarta 13220
http://www.unj.ac.id

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.


All rights reserved

Buku ini di cetak dengan hurup Times New Roman 12pt


Tata Letak dan desain sampul oleh M.Farhan HK

Perpustakaan Nasional/Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Mulyono, Tri.,
Teknologi Beton: Dari Teori ke Praktek

ISBN: 978-602-390-005-3

Cetakan Pertama, Oktober 2014

1. Dari Teori ke Praktek 2 Teknologi Beton


I. Judul

Dicetak dan diterbitkan pertama kali oleh: __________

Jurusan Teknik Bangunan Fakultas Teknik – Universitas Negeri Jakarta


Jl. Rawamangun Muka – Jakarta 13220 Telp/Fax. +62 (21).4700676
http://www.unj.ac.id
Untuk

Anakku
M. Farhan Husain Khadafi
Nasywa Salsabila Anggraini
Azzarah Nunadhika Afiah Maharani
&
Istriku
Suryana Utami

| iii
KATA PENGANTAR

| iv
PRAKATA

Assalamuallaikum, wr.wb

Allhamdulillah, atas berkat rahmat dan ridho ALLAH juahlah maka penulis dapat
menyelesaikan buku Teknologi Beton : Dari Teori ke Praktek dan merupakan buku yang
tidak terpisahkan dari Buku Teknologi Beton yang telah dipublikasikan sebelumnya.

Meningkatkan kompetensi mahasiswa dalam Bidang ilmu material konstruksi (Bahan-


bahan konstruksi) melalui praktek di laboratorium dan implementasi teori teknologi beton,
untuk pengujian bahan-bahan beton meliputi semen, air, agregat dan pengujian beton segar
serta keras. Selain itu diharapkan mata kuliah ini dapat meningkatkan kompetensi
mahasiswa untuk melakukan perancangan beton, evaluasi dan melakukan penyusunan
laporan hasil pekerjaan beton merupakan tujuan yang hendak dicapai dari penggunaan
buku ini sebagai buku pegangan matakuliah Praktek Pengujian Beton.

Praktek teknologi beton adalah suatu pengujian bahan penyusun beton untuk menghasilkan
input data yang tepat sesuai dengan sifat dan karakteristik bahan yang di uji yaitu atas dasar
pengujian di laboratorium. Input data ini nantinya dapat digunakan untuk membuat suatu
rancangan campuran beton yang proporsi campurannya dapat menghasilkan suatu mutu
beton sesuai dengan rencana.

Kualitas mutu suatu pekerjaan pada dasarnya tidak selalu sama dengan hasil perancangan
akan tetapi nilai yang dihasilkan dari suatu pekerjaan beton yang diharapkan umumnya
diberikan batas nilai minimum 95% dari nilai perancangan atau nilai yang cacat atau boleh
gagal maksimum sebesar 5%.

Selain itu praktek teknologi beton itu sendiri dimaksudkan untuk melakukan justifikasi dan
menyesuiakan keadaan-keadaan bahan yang ada yang ditunjukan dengan data-data hasil
pengujian mengenai sifat dan karakteristik bahan yang diuji yang berasal dari lapangan
atau dari alam. Kemudian dilakukan penyesuaian dengan pekerjaan-pekerjaan yang akan
dilaksanaan melalui suatu metode perancangan yang menjadi acuan.

Hasil pengujian yang dilakukan untuk bahan-bahan beton dan beton yang diuji diharapkan
nantinya dapat digunakan sebagai dasar perancangan dan untuk mengontrol hasil
rancangan (quality control).

Ruang lingkup praktek teknologi beton umumnya menyangkut semua bahan pembentuk
beton dari mulai semen, air, agregat, bahan tambah termasuk bahan-bahan substitusi
sebagai pengganti semisal bahan-bahan artifisial atau buatan. Selain itu pengujian bahan
ini termasuk terhadap kondisi bahan, jumlah, keseragaman, tata cara dan lainnya seperti
yang tercantum didalam standar-standar normatif. Pengujian bahan beton sendiri meliputi
pengujian terhadap sifat dan karakteristik saat beton muda sampai dengan beton keras
sampai dengan usia 28 hari bahkan lebih. Banyak dan ragam pengujian yang dilakukan
akan sangat tergantung terhadap kepentingan pekerjaan

Kekuatan sebuah struktur yang menggunakan bahan beton akan sangat dipengaruhi oleh
kekuatan tekan beton yang dibuat. Karakteristik kekuatan tekan beton dipengaruhi oleh

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | v
sifat dan karakteristik bahan penyusunnya. Beton tersusun dari bahan penyusun yang terdiri
dari semen, air, agregat dan dengan atau tidak menggunakan bahan tambah. Pemahaman
akan sifat dan karakteristik bahan penyusun beton yang baik terutama dalam hal
penjaringan data untuk kebutuhan perancangan beton tergantung dari apa dan bagaimana
mendapatkan data berdasarkan hasil pengujian di laboratorium. Pengetahuan dan
ketrampilan dalam melakukan penyelidikan bahan penyusun beton dan beton di
laboratorium sesuai dengan standar yang berlaku akan dapat menghasilkan data yang baik
sebagai dasar perancangan campuran beton yang akhirnya akan menghasilkan karakteritik
beton sesuai dengan rencana.

Buku ini berisi tentang pengenalan kembali bahan penyusun beton yang meliputi semen,
air, agregat dan bahan tambah serta pengujian beton yang meliputi beton muda, beton keras
dan evaluasi kekuatan tekan rencana yang dilakukan di laboratorium. Selanjutnya buku ini
membahas pengujian beton keras dengan tidak merusak (non-destructive Test/NDT), semi
NDT.

Berdasarkan tujuan mata kuliah dan deskripsinya, maka Daftar Praktek untuk mata kuliah
ini dapat disusun sebagai berikut: Semen (Bahan Pengikat Campuran Beton), Pemeriksaan
Berat Jenis Semen, Pemeriksaan Konsistensi Semen, Pemeriksaan Kekekalan Semen,
Pemeriksaan Waktu Pengikatan, Pemeriksaan Kuat Tekan Mortar.

Pengujian Agregat (Bahan Pengisi Campuran Beton), Pemeriksaan Kadar Air Agregat
Halus, Pemeriksaan Kandungan Organis Dalam Pasir, Pemeriksaan Kandungan Lumpur
dalam Pasir, Pemeriksaan Butiran yang Lolos Ayakan #200, Sand Equivalent Test,
Pemeriksaan Berat Isi Agregat, Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus,
Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar, Pemeriksaan Ketahanan
Agregat Terhadap Beban Kejut dengan Impact Machine, Pemeriksaan Analisa Gradasi

Perancangan Campuran Beton dan Pengujian Beton Keras (Mix Design and Fresh Concrete
Test) mencakup Perancangan Campuran Beton Normal, Desain rancangan campuran (Job
Mix Design). Selain itu perlu dilakukan Pengujian Beton Segar (Fresh concrete test) adalah
Tata cara pengadukan beton , Uji Slum (Slump Test), Tata Cara Pembuatan Benda Uji
(Specimen Test), Pemeriksaan Kandungan Udara Beton Segar, Pemeriksaan Berat Isi dan
Bleeding Beton Segar, serta Pengujian Beton Keras dan Evaluasi Pekerjaan Beton yaitu Uji
Kuat Tekan (Compression Test), Pemeriksaan Modulus Elastisitas Beton, Uji Kuat Tarik
Belah Silinder Beton, Uji Kuat Lentur Beton, Evaluasi Kuat Tekan Beton,Penyusunan
Laporan.

Materi yang dijabarkan dalam buku ini terbagi menjadi 4 (empat) Bagian yaitu Bagian
Pertama (I) Beton dan Perkembangannya, Bagian Kedua (II) adalah Bahan Beton dan
Beton, dan Bagian Tiga (III) : Pengujian Bahan Beton dan Beton, serta pada Bagian
Akhir buku ini merupakan BAGIAN IV: Pengujian Struktur Beton.

Bagian Pertama (I) Beton dan Perkembangannya. Pada bagian ini terdiri dari 2 Bab
yaitu BAB 1 Pendahuluan dan Bab II: Beton dan Perkembangannya. BAB 1: Pendahuluan
berisi latar belakang, tujuan, ruang lingkup, manfaat dan petunjuk penggunaan buku. BAB
2: Berisi tentang perkembangan pekerjaan beton mencakup perkembangan penggunaan
material beton, cara pengujian, metode pelaksanaan saat ini baik di Indonesia maupun di
Negara-negara lain termasuk perkembangan keahlian dan klasifikasi bidang.

Teknologi Beton: Dari Teori ke Praktek | vi


Bagian Kedua (II) adalah Bahan Beton dan Beton, terdiri dari tiga Bab yaitu: BAB 3 :
Apa dan Bagaimana Pengujian bahan beton berisi tentang maksud dan tujuan pengujian
bahan beton, beton segar dan beton keras dikaitkan dengan kompetensi yang hendak
dicapai berdasarkan teori yang terkait. Kompetensi ini dikaitkan dengan kemampuan daya
saing lulusan di sektor industri konstruksi. Latihan Soal juga dimasukan. Pada BAB 4:
Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton merupakan isi tentang garis besar Teori yang
terkait dengan praktek serta standar-standar yang menjadi acuan. Selain itu general
procedure yang harus dilakukan dalam sebuah pengujian dan aplikasinya pada praktek di
laboratorium termasuk latihan Soal. Pada bagian akhir merupakan BAB 5 : Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) direncanakan berisi tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) di laboratorium utamanya untuk laboratorium pendidikan. Praktek K3 di lapangan
(pelaksanaan di industry konstruksi sipil) dalam BAB 5.

Pada Bagian Tiga (III) : Pengujian Bahan Beton, terdiri dari 6 (enam) bab yaitu sebagai
berikut: BAB 6 : Semen untuk Pekerjaan Beton, berisi tentang maksud dan tujuan
pengujian bahan semen untuk pekerjaan beton (Bahan Pengikat Campuran Beton)
dikaitkan dengan kompetensi yang hendak dicapai berdasarkan teori yang terkait.
Kompetensi ini dikaitkan dengan kemampuan daya saing lulusan di sektor industri
konstruksi. Pengujian semen untuk konstruksi sipil mencakup Pemeriksaan Berat Jenis
Semen;Pemeriksaan Konsistensi Semen; Pemeriksaan Kekekalan Semen; Pemeriksaan
Waktu Pengikatan; Pemeriksaan Kuat Tekan Mortar. Pada bab 6 ini dilengkapi juga dengan
contoh-contoh hitungan dan Latihan soal.

Air dibahas pada Bab 7, berisi tentang maksud dan tujuan pengujian air untuk pekerjaan
beton dikaitkan dengan kompetensi yang hendak dicapai berdasarkan teori yang terkait.
Kompetensi ini dikaitkan dengan kemampuan daya saing lulusan di sektor industri
konstruksi. Pada bab ini membahas tentang penggunaan air sebagai campuran beton dan
cara-cara pengambilan contoh uji kualitas air, pengujian kadar minyak dan lemak dalam
air secara gravimetric dan pemeriksaan keasaman air yang akan digunakan dalam
campuran beton.

Agregat (Bahan Pengisi Campuran Beton), pada Bab 8 berisi tentang maksud dan tujuan
pengujian bahan agregat untuk pekerjaan beton (Bahan Pengisi Campuran Beton) dikaitkan
dengan kompetensi yang hendak dicapai berdasarkan teori yang terkait. Kompetensi ini
dikaitkan dengan kemampuan daya saing lulusan di sektor industri konstruksi. Pengujian
Bahan Pengisi Campuran Beton untuk konstruksi sipil mencakup; Pemeriksaan Kadar Air
Agregat Halus; Pemeriksaan Kandungan Organis Dalam Pasir; Pemeriksaan Kandungan
Lumpur dalam Pasir; Pemeriksaan Butiran yang Lolos Ayakan #200; Sand Equivalent Test;
Pemeriksaan Berat Isi Agregat; Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus;
Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar; Pemeriksaan Ketahanan Agregat
Terhadap Beban Kejut dengan Impact Machine; Pemeriksaan Analisa Gradasi. Pada bab 8
ini dilengkapi juga dengan contoh-contoh hitungan dan Latihan soal.

Perancangan Campuran Beton (Concrete Mix Design), berisi tentang maksud dan
tujuan Perancangan Campuran Beton dan Pengujian Beton Keras (Mix Design and Fresh
Concrete Test) untuk pekerjaan beton dikaitkan dengan kompetensi yang hendak dicapai
berdasarkan teori yang terkait. Kompetensi ini dikaitkan dengan kemampuan daya saing
lulusan di sektor industri konstruksi, di uraikan pada Bab 9. Perancangan Campuran Beton
dan Pengujian Beton Keras (Mix Design and Fresh Concrete Test) untuk konstruksi sipil
mencakup: Perancangan Campuran Beton Normal dengan berbagai metode SNI, ACI

| vii
ataupun BS dan Desain rancangan campuran (Job Mix Design) jika diimplementasikan
pada pekerjaan di laboratorium dan di lapangan. Pada bab 9 ini dilengkapi juga dengan
contoh-contoh hitungan rancangan dan Latihan soal.

Beton Segar (Fresh concrete), berisi tentang maksud dan tujuan pembuatan dan pengujian
Beton Segar (Fresh concrete) untuk pekerjaan beton dikaitkan dengan kompetensi yang
hendak dicapai berdasarkan teori yang terkait. Kompetensi ini dikaitkan dengan
kemampuan daya saing lulusan di sektor industri konstruksi. Pembuatan dan pengujian
Beton Segar (Fresh concrete) untuk konstruksi sipil mencakup: Tata cara pengadukan
beton; Uji Slum (Slump Test);Tata Cara Pembuatan Benda Uji (Specimen Test);
Pemeriksaan Kandungan Udara Beton Segar dan Pemeriksaan Berat Isi dan Bleeding Beton
Segar. Pada bab 10 ini dilengkapi juga dengan contoh-contoh hitungan dan Latihan soal.

Beton Keras (Hard concrete) dan Evaluasi Pekerjaan Beton, dibahas pada bab 11 berisi
tentang maksud dan tujuan Beton Keras (Hard concrete) dan Evaluasi Pekerjaan Beton
untuk pekerjaan beton dikaitkan dengan kompetensi yang hendak dicapai berdasarkan teori
yang terkait. Kompetensi ini dikaitkan dengan kemampuan daya saing lulusan di sektor
industri konstruksi. Beton Keras (Hard concrete) dan Evaluasi Pekerjaan Beton untuk
konstruksi sipil mencakup: Uji Kuat Tekan (Compression Test); Pemeriksaan Modulus
Elastisitas Beton; Uji Kuat Tarik Belah Silinder Beton; Uji Kuat Lentur Beton; Evaluasi
Kuat Tekan Beton dan Penyusunan Laporan Pekerjaan beton. Pada bab 11 ini dilengkapi
juga dengan contoh-contoh hitungan pengujian beton keras dan evaluasi dan Latihan soal.

Pada Bagian Akhir buku ini merupakan BAGIAN IV: Pengujian Struktur Beton, dalam
buku ini membahas pengujian beton keras dengan tidak merusak (non-destructive
Test/NDT), semi NDT dan pengujian Destructive Test, terdiri dari 4 BAB yaitu BAB 12:
Pengujian Struktur Beton dengan Metode Non Destructive Test menggunakan Hammer
Test. Berisi tentang penjelasan umum dan jenis produk hammer test, Kelebihan dan
kekurangan “Hammer test”, Kalibrasi dan Spesifikasi alat, Prosedur dan Tata Cara
Pengujian meliputi persiapan, Tata Cara Pengujian sesuai dengan type Hammer Test.
Dilengkapi dengan contoh hitungan dan latihan.

Pada BAB 13: Metode Pengujian Non Destructive Test (NDT) lainnya, yaitu break of
number, cast in place cylinder, Probe Penetration, dan Ultrasonic Pulse Velocity. Dalam
bagian ini berisi tentang maksud dan tujuan, prosedur pengujian dan dilengkapi dengan
contoh hitungan dan latihan. Metode Pengujian Semi Destructive Test diuraikan di Bab 14,
berisi tentang pengujian-pengujian semi tidak merusak untuk konstruksi sebagai bab
terakhir.

Harapannya buku ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan pengujian di
laboratorium. Referensi yang digunakan untuk menyusun buku ini berasal dari beberapa
referensi yang berhubungan dengan pengujian bahan beton dan beton yang bersumber dari
standar ASTM, AASTHO, British Standard dan terutama Standar Nasional Indonesia yang
disesuaikan dengan kebutuhan akademik. Buku ini juga memuat lembaran kerja mengenai
tata cara mendapatkan data-data pengujian dilengkapi juga dengan contoh hitungan.

Atas selesainya laporan penulisan buku berbasis KKNI (Draft Kemajuan Penulisan) ini
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu terutama teman-teman sesama staf pengajar dan karyawan di Jurusan Teknik
Bangunan, Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta.

Teknologi Beton: Dari Teori ke Praktek | viii


Mudah-mudahan sedikit materi yang penyusun buat ini dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan bagi mahasiswa dan dapat membantu mahasiswa dalam mendalami tentang
apa dan bagaimana pengujian beton dilakukan, dan peranannya dalam rekayasa sipil.

Jakarta, 2014
Penulis

| ix
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR _____________________________________________ iv


PRAKATA _______________________________________________________ v
DAFTAR ISI _____________________________________________________ x
DAFTAR TABEL _______________________________________________ xiii
DAFTAR GAMBAR _____________________________________________ xiv
BAGIAN PERTAMA: BETON DAN PERKEMBANGANNYA ____________ 1
BAB 1 PENDAHULUAN __________________________________________ 1
1.1 Latar belakang _____________________________________________ 1
1.2 Tujuan Buku Ajar ini? ______________________________________ 24
1.3 Ruang lingkup ____________________________________________ 27
1.4 Manfaat 29
1.4.1 Manfaat bagi mahasiswa _____________________________________ 29
1.4.2 Manfaat bagi pelaku konstruksi ________________________________ 30
1.5 Petunjuk penggunaan buku _____________________________________ 31
1.5.1 Petunjuk penggunaan bagi mahasiswa ___________________________ 31
1.5.2 Petunjuk penggunaan bagi pengajar/dosen ________________________ 32
1.5.3 Petunjuk penggunaan bagi pelaku konstruksi _____________________ 32

BAB 2 BETON DAN PERKEMBANGANNYA _______________________ 33


2.1 Riwayat Perkembangan Beton ________________________________ 33
2.2 Penggunaan awal Beton pada Bangunan ________________________ 36
2.2.1 Nabataea __________________________________________________ 36
2.2.2 Mesir ___________________________________________________ 37
2.2.3 Cina ____________________________________________________ 38
2.2.4 Roma ___________________________________________________ 40
2.3 Tonggak Teknologi ________________________________________ 42
2.4 Milestones bangunan _______________________________________ 47
2.5 Keahlian yang dibutuhkan ___________________________________ 71
2.5.1 Perkembangan Industri Konstruksi _____________________________ 72
2.5.2 Perkembangan keahlian ______________________________________ 76
2.5.3 Peran Ahli Beton ___________________________________________ 82
Latihan Soal 83
BAGIAN KEDUA: BAHAN BETON DAN BETON _____________________ 85

|x
BAB 3 APA DAN BAGAIMANA PENGUJIAN BAHAN BETON DAN
BETON __________________________________________________87
3.1 Maksud dan Tujuan Pengujian ________________________________ 91
3.1.1 Pengujian Semen ____________________________________________ 92
3.1.2 Pengujian Agregat ___________________________________________ 92
3.1.3 Pengujian Bahan Tambah _____________________________________ 92
3.1.4 Pengujian Beton Segar _______________________________________ 93
3.1.5 Pengambilan Contoh Uji Beton Keras ___________________________ 94
3.2 Kegunaan Pengujian ________________________________________ 94
3.3 Ruang Lingkup Pengujian ___________________________________ 94
3.4 Pengambilan Contoh Uji ____________________________________ 95
3.4.1 Pengambilan Contoh Uji bahan _______________________________ 96
3.4.2 Penyimpanan dan Persiapan Contoh Uji di Laboratorium ___________ 110
3.5 Pertimbangan Statistik untuk Analisa Data _______________________ 118
3.6 Prinsip Dasar Pengujian Beton _______________________________ 119
3.6.1 Reology Beton Segar________________________________________ 120
3.6.2 Parameter yang Mempengaruhi Rheology Beton __________________ 122
3.6.3 Istilah dan Definisi Bahan-bahan Penyusun Beton menurut SNI ______ 123
3.6.4 Pengolahan Beton __________________________________________ 123
3.6.5 Pengujian Beton Struktur ____________________________________ 135
3.7 Evaluasi Beton ___________________________________________ 137
Latihan Soal 150
BAB 4 BAHAN-BAHAN PENYUSUN BETON DAN BETON __________153
4.1 Aktivitas Pekerjaan Beton ____________________________________ 153
4.2 Pekerjaan Beton __________________________________________ 154
4.3 Klasifikasi Beton _________________________________________ 158
4.3.1 Beton berdasarkan cara pembuatannya __________________________ 158
4.3.2 Beton berdasarkan bahan pengisi agregat ______________________ 163
4.3.3 Beton berdasarkan cara pengecoran ____________________________ 185
4.3.4 Beton Berdasarkan Kuat Tekan________________________________ 192
4.3.5 Beton berdasarkan penulangan ________________________________ 199
4.3.6 Berdasarkan (Paparan) Kondisi Lingkungan _____________________ 203
4.3.7 Beton Jenis Lainnya ________________________________________ 207
4.5 Bahan Penyusun Beton_____________________________________ 224
4.5.1 Semen __________________________________________________ 224

Daftar Isi | xi
4.5.2 Air 232
4.5.3 Agregat _________________________________________________ 236
4.5.4 Bahan Tambah ___________________________________________ 249
Latihan Soal 285
BAB 5 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) _______________________ 287
5.1 Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) ____________________ 292
5.2 Symbol-Symbol Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) ____________ 293
5.3 Penggunaan Alat Proteksi Diri _________________________________ 296
5.4 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Laboratorium ____________ 299
5.4.1 Bahaya dalam Laboratorium _________________________________ 301
5.4.2 Tindakan Pencegahan _______________________________________ 305
5.5 Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Pelaksanaan Konstruksi ________ 309
5.5.1 Klasifikasi Kecelakaan Kerja _________________________________ 310
5.5.2 Meminimalisasi Kecelakaan Kerja _____________________________ 310

Latihan Soal ____________________________________________________ 314

Teknologi Beton: Dari Teori ke Praktek | xii


DAFTAR TABEL
Tabel 2.1: World's tallest buildings - Top 50 _________________________________________ 69
Tabel 2.2: Gedung Tinggi di Indonesia – 20 Top _____________________________________ 70
Tabel 2.3:Pasar Industri Konstruksi di Indonesia _____________________________________ 76
Tabel 2.4:Asosiasi Profesi _______________________________________________________ 79
Tabel 3.1: Selang Waktu Pengambilan Contoh ______________________________________ 101
Tabel 3.2: Jenis Pengujian dan Volume Contoh Beton Segar ___________________________ 110
Tabel 3.3: Metode Penyiapan Contoh Uji Agregat ___________________________________ 112
Tabel 3.4: Berat Benda uji untuk Masing-masing Ukuran Nominal Maksimum _____________ 117
Tabel 3.5: Faktor yang mempengaruhi aliran beton segar _____________________________ 122
Tabel 3.6: Pedoman awal untuk perkiraan proporsi takaran campuran ___________________ 125
Tabel 3.7: Ketentuan sifat campuran ______________________________________________ 125
Tabel 3.8: Faktor Reduksi ______________________________________________________ 147
Tabel 4.1: Klasifikasi Beton Berdasarkan Berat _____________________________________ 163
Tabel 4.2: Konstruksi Bangunan dan Jenis Agregat untuk beton Ringan__________________ 166
Tabel 4.3: Perkiraan hubungan antara kandungan semen dan rata-rata kuat tekan beton dengan
slum 3 in (75 mm) sampai 4 in (100 mm) dan 5 sampai 7 persen kandungan udara __________ 167
Tabel 4.4: Nilai Slum dan Cara Pemadatan ________________________________________ 169
Tabel 4.5: Kapasitas wadah ukur dan Jumlah Pemadatan _____________________________ 171
Tabel 4.6: Sifat Beton Foamed (Properties of Foamed Concrete) ________________________ 173
Tabel 4.7: Sifat dan Karakteristik Agregat Berat ____________________________________ 179
Tabel 4.8: Mutu Beton dan Penggunaannya ________________________________________ 192
Tabel 4.9: Klasifikasi Beton berdasarkan kekuatan tekan menurut SNI dan ACI ____________ 193
Tabel 4.10: Klasifikasi Beton berdasarkan kekuatan tekan menurut SNI dan ACI ___________ 193
Tabel 4.11: Kandungan ion klorida maksimum untuk perlindungan baja tulangan terhadap
korosi 201
Tabel 4.12: Klasisifikasi berdasarkan paparan, FAS maksimum, Kuat Tekan Minimum______ 204
Tabel 4.13: Aplikasi paparan pada konstruksi beton __________________________________ 206
Tabel 4.14: Features dan Manfaat Roller-Compacted Concrete (RCC) ___________________ 221
Tabel 4.15:Petunjuk Pemilihan Semen Aduk Pasangan _______________________________ 227
Tabel 4.16:Range Sifat fisik dari Agregat Normatl untuk Beton _________________________ 247
Tabel 4.17:Beberapa Standar Penggunaan Admixture ________________________________ 255
Tabel 4.18: Klasifikasi Bahan Tambah Beton (Concrete Admixtures) ____________________ 257
Tabel 4.19: Efek dari Kandungan Udara (Entrained Air) pada sifat dan karakteristik beton __ 264
Tabel 4.20: Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar udara beton pada dosis tertentu
campuran admixture __________________________________________________________ 265
Tabel 5.1: Warna kontras (symbol atau tulisan) dan arti ______________________________ 293
Tabel 5.2: Alat Proteksi Diri ____________________________________________________ 297
Tabel 5.3:Penyebab dan Jenis Kecelakaan, Akibat dan Pencagahan _____________________ 302
Tabel 5.4: Klasifikasi Kecelakaan ________________________________________________ 310

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1: Beton Romawi ______________________________________________________ 2


Gambar 1.2: Bahan-Bahan Campuran Beton _________________________________________ 2
Gambar 1.3: Range Campuran Bahan Beton dengan proporsi Absolute Volume. Bar 1 dan 3
reperesentatif campuran dengan Agregat ukuran kecil dan Bar 2 dan 4 reperesentatif campuran
dengan Agregat ukuran besar _____________________________________________________ 5
Gambar 1.4: Hubungan Faktor Air Semen dengan Kekuatan Tekan Beton _________________ 10
Gambar 1.5: Estetika dan struktur, disain “Hotel Aurelia Program” _____________________ 15
Gambar 1.6: Proses keseragaman Pembuatan Beton __________________________________ 16
Gambar 1.7: Persepsi Dampak Penggunaan Material dalam Membentuk Kinerja Beton ______ 17
Gambar 1.8: Persepsi Dampak Penggunaan Material dalam Membentuk Kinerja Beton
Tergantung Dari Type Konstruksi _________________________________________________ 19
Gambar 1.9: Kurva Waktu Regangan ______________________________________________ 22
Gambar 2.1: Timeline Beton _____________________________________________________ 35
Gambar 2.2: Sebuah Bangunan Kuno Nabataea _____________________________________ 36
Gambar 2.3: Bangunan Piramid di Mesir ___________________________________________ 38
Gambar 2.4:Tembok Besar di China, kemiringan di Pegunungan Yan, Utara Propinsi Hebei,
China. ______________________________________________________________________ 39
Gambar 2.5:The Pantheon di Roma _______________________________________________ 42
Gambar 2.7: Eddystone di Cornwall, Inggris ________________________________________ 44
Gambar 2.8: Joseph Aspdin (1778-1855 ____________________________________________ 45
Gambar 2.9: kapal kecil dari bahan semen dibuat J.L. Lambot,1850 untuk dipamerkan pada
Pameran Dunia Tahun 1855 di Paris ______________________________________________ 46
Gambar 2.10: Rumah yang dibangun oleh William Ward (Ward’s Castle in Rye Brook, NY ) __ 47
Gambar 2.11: Starrucca Viaduct _________________________________________________ 48
Gambar 2.12: Court Street di Bellefontaine, Ohio, Jalan Beton Tertua di Amerika___________ 49
Gambar 2.13: Tipikal Bangunan Hennebique________________________________________ 50
Gambar 2.14: 25 Rue Franklin Apartments, by Auguste Perret, at Paris, France, 1902 to 1904. 51
Gambar 2.15: The Ingalls Building di Cincinnati, Ohio ________________________________ 51
Gambar 2.16: Bendungan Cheesman, Denver - Colorado ______________________________ 52
Gambar 2.17: Buffalo Bill Dam __________________________________________________ 53
Gambar 2.18: Atlantic City Convention Hall ________________________________________ 54
Gambar 2.19: Jembatan Risorgimento di Roma ______________________________________ 55
Gambar 2.20: Bangunan Fiat-Lingotti Autoworks di Turin _____________________________ 55
Gambar 2.21: Hanggar pesawat raksasa dengan parabola melengkung di Bandara Orly, Paris 56
Gambar 2.22: Hanggar untuk Angkatan Udara Italia _________________________________ 57
Gambar 2.23: Cosmic Ray Pavilion _______________________________________________ 58
Gambar 2.24: Sydney Opera House di Sydney Australia _______________________________ 59
Gambar 2.25: Keong Mas, TMMI, di Indonesia _____________________________________ 60
Gambar 2.26: Hoover Dam ______________________________________________________ 61
Gambar 2.28: Jembatan Surabaya – Madura (Suramadu) ______________________________ 63
Gambar 2.29: Tol Cipularang Km 97 ______________________________________________ 64
Gambar 2.30: Gedung Wisma BNI 46______________________________________________ 67
Gambar 2.31: Beberapa Bangunan Tinggi __________________________________________ 68
Gambar 2.32: Visi ASCE untuk mempersiapkan karir di Teknik Sipil (Adapted from ASCE Policy
Statement 465 ________________________________________________________________ 77
Gambar 2.33: Pekerjaan Ahli Beton _______________________________________________ 83
Gambar 3.1: Site Plan Cement Manufactur _________________________________________ 98
Gambar 3.2: Semen Bulk Storage _________________________________________________ 98
Sumber: (DSS, 2014) ___________________________________________________________ 98
Gambar 3.3: Beberapa Produk Semen di Indonesia ___________________________________ 99
Gambar 3.4: Truck Cement ______________________________________________________ 99
Sumber: (Jacques, 2009) ________________________________________________________ 99

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | xiv
Gambar 3.5: slotted tube sampler ________________________________________________ 100
Gambar 3.6: Alat Pengambilan Contoh Semen Curah ________________________________ 103
Gambar 3.7: Alat Pengambilan Contoh Semen Kemasan (Zak) _________________________ 103
Gambar 3.7: Penyimpanan Semen Zak ____________________________________________ 104
Gambar 3.8: stock-pile (lapangan penumpukan) Agregat ______________________________ 106
Gambar 3.10: Fly ash (abu terbang) untuk beton ____________________________________ 107
Gambar 3.11: Pozzollan untuk Beton _____________________________________________ 107
Gambar 3.12: Pengambilan contoh ui dari truk mixer dan beberapa type peralatan pengujian 109
Gambar 3.13: Mesin pembagi contoh uji untuk Agregat Kasar _________________________ 113
Gambar 3.14: Mesin pembagi contoh uji untuk Agregat Halus __________________________ 113
Gambar 3.15: Cara 1 Seperempat Bagian __________________________________________ 115
Gambar 3.16: Cara 2 Seperempat Bagian __________________________________________ 116
Gambar 3.17: Metode Gundukan Mini ____________________________________________ 118
Gambar 3.18: Hirarki Penyelidikan Bahan Beton dan Beton ___________________________ 118
Gambar 3.19: Proses Terjadinya Beton____________________________________________ 120
Gambar 3.20: Parameters of rheology of fresh concrete (ACI C309, 1981) ________________ 121
Gambar 3.21: Batching Plant ___________________________________________________ 127
Gambar 3.22: Mixers Beton Stasioner kapasitas 100 m3 ______________________________ 129
Gambar 3.23: Berbagai Konfigurasi untuk Pan Mixer. Tanda panah menunjukkan arah putaran
pan, pisau (blade), dan scraper.__________________________________________________ 130
Gambar 3.24: Beberapa Type Alat Aduk Berputar Vertikal ____________________________ 130
Gambar 3.25: Jenis Mesin Pengaduk Twin Shaft Kapasitas 1 m3 _____________ 131
Gambar 3.26: Mesin Pengaduk Berputar Miring (Half Bag Tilting Mixer) ________________ 131
Gambar 3.27: Mesin Pengaduk Berputar Horizontal (Reverse Drum Concrete Mixer)_______ 132
Gambar 3.28: Proses pengadukan dengan Mesin Pengaduk Berputar Miring _____________ 132
Gambar 3.29: Sistem pengadukan dengan pengaduk horizontal ______________ 132
Gambar 3.30: Truck Mixer _____________________________________________________ 133
Gambar 3.31: Beton yang terjadi Segregasi ________________________________________ 134
Gambar 3.32: Jenis Benda Uji Beton Keras ________________________________________ 137
Gambar 3.33: Hasil Pengujian Beton dengan Benda Uji Silinder _______________________ 138
Gambar 3.34: Pengujian dengan Hammer Test ______________________________________ 144
Gambar 3.35: Peralatan Rebound Hammer Test _____________________________________ 144
Gambar 3.36: Peralatan Non-Destructive Test ______________________________________ 145
Gambar 3.37: Alat Core Drill dan Pengambilan Contoh dengan Core-Drill _______________ 146
Gambar 4.1: Klasifikasi Beton___________________________________________________ 159
Gambar 4.2: Beton Konvensional dengan Beton Modern ______________________________ 160
Gambar 4.3: Penggunaan agregat ringan untuk beton ringan __________________________ 167
Gambar 4.4: Pemadatan untuk Pengujian Berat Isi Beton _____________________________ 170
Gambar 4.5: Aaerated concrete (AAC) ____________________________________________ 175
Gambar 4.6: Micro-Struktur Beton AAC _________________________________________ 176
Gambar 4.9: Instalasi Batching Plant _____________________________________________ 187
Gambar 4.10:Truck Mixer _____________________________________________________ 187
Gambar 4.13: Pekerjaan Beton Bertulang _________________________________________ 200
Gambar 4.14: Beton Siklop pada pelaksanaan bendungan _____________________________ 207
Gambar 4.16: Beton Tembus ___________________________________________________ 210
Gambar 4.17: Pervious Concrete ________________________________________________ 211
Gambar 4.20: nozzle penyemprotan ______________________________________________ 216
Gambar 4.21: Peralatan Shotcrete _______________________________________________ 216
Gambar 4.23: Shotcrete pada overhead ___________________________________________ 216
Gambar 4.24: Beton Massa (Mass Concrete) _______________________________________ 219
Gambar 4.25: Roller-Compacted Concrete _________________________________________ 220
Gambar 4.26: Container yard (lapangan Penumpukan Container) ______________________ 220
Gambar 4.27: Bangku dari Ferrocement __________________________________________ 222
Gambar 4.29: Bentuk Agregat ___________________________________________________ 240
Gambar 4.30: Type kekasaran agregat ____________________________________________ 241

Daftar Gambar | xv
Gambar 4.31: gradasi agregat yang baik (menerus/well graded) _______________________ 243
Gambar 4.32: Kondisi kadar air pada agregat _____________________________________ 245
Gambar 4.33: Efek Air-Entrained pada ketahan beton terhadap pembekuan dan siklus leleh di
Test Laboratorium. ___________________________________________________________ 261
Gambar 4.34: Hubungan antara ukuran butir agregat maksimum , semen dan kandungan udara
dalam beton dengan AEA dan tidak menggunakan AEA. PCA Major Series 336 ____________ 262
Gambar 4.35: Hubungan antara prosentase agregat halus dan kandungan udara dalam beton
PCA Major Series 336 _________________________________________________________ 262
Gambar 4.36: Hubungan antara kandungan udara dan kekuatan beton umur 28 hari dengan 3
kondisi kadar air. Kandungan Air akan mengurangi kandungan udara jika nilai slum konstant
Sumber: (Cordin, 1946)________________________________________________________ 263
Gambar 4.37: Hubungan kekuatan tekan beton umur 28-hari dengan Faktor Air Semen (FAS)
dengan variasi air-entrained concretes menggunakan Semen Type I _____________________ 263
Gambar 4.40: Aksi Dispersi akibat Plasticizer: (a) Pasta menggumpal; (b) Pasta berpencar _ 268
Gambar 4.41: Tipe Kehilangan Nilai Slum beton tanpa bahan tambah ___________________ 269
Gambar 4.42: Kehilangan Nilai Slump pada 23°C (73°F) dalam beton konvensional/normal
dengan WRA (ASTM C 494 and AASHTO M 194 Type D) dibandingkan dengan campuran tanpa
WRA (Control) 270
Gambar 4.43: Kehilangan Nilai Slump pada 23°C (73°F) dalam beton normal dengan HWRA
(ASTM C 494 and AASHTO M 194 Type D) dibandingkan dengan campuran tanpa HWRA
(Control) ___________________________________________________________________ 270
Gambar 4.44: Pengaruh Asam Hydroxylated carboxylic dan Lignosulfat pada Slump _______ 271
Gambar 4.45: Perubahan Nilai Slump dengan penggunaan Bahan Tambah ______________ 271
Gambar 4.46: Efek of superplasticizer dan kehilangan nilai slump _____________________ 273
Gambar 4.47: Efek Perlambatan penggunaan retading admixture ((Mindess, S. and Young, J.F.,
Concrete, Prentice Hall, Englewood Cliffs, NJ, 1981) ________________________________ 276
Gambar 4.48: Kehilangan Nilai Slump pada 23°C (73°F) dalam beton normal dengan retarder
dibandingkan dengan campuran tanpa retarder. (Whiting and Dziedzic 1992) ____________ 277
Gambar 5.1: Contoh Symbol Bahan-bahan berbahaya _______________________________ 294
Gambar 5.3: Contoh Symbol Larangan ___________________________________________ 295
Gambar 5.4: Contoh Symbol Perhatian ___________________________________________ 296
Gambar 5.5: Contoh Symbol Informasi Umum ______________________________________ 296
Gambar 5.6: Simbol Bahan Berbahaya ___________________________________________ 308
Gambar 5.7: Contoh Petunjuk di depan Direksi Keet sebuah Proyek ____________________ 312
Gambar 5.8: Beberapa contoh petunjuk kecelakaan __________________________________ 313
Gambar 5.9: Penggunaan Alat Proteksi Diri di Pekerjaan Konstruksi ___________________ 314

Daftar Gambar | xvi


Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | xvii
BAGIAN PERTAMA
BETON DAN PERKEMBANGANNYA
BAB 1
PENDAHULUAN

Berisi latar belakang, tujuan, ruang lingkup, manfaat dan petunjuk


penggunaan buku.

1.1 Latar belakang

Beton yang digunakan untuk struktural dalam konstruksi teknik sipil, dapat
dibedakan menjadi beberapa bagian, dalam teknik sipil struktur beton digunakan
untuk bangunan pondasi, kolom, balok, pelat ataupun pelat cangkang, dalam teknik
sipil hydro digunakan untuk bangunan air seperti bendung, bendungan, saluran,
ataupun pada perencanaan drainase perkotaan. Beton juga digunakan dalam teknik
sipil transportasi untuk pekerjaan rigid pavement (lapis keras permukaan yang
kaku), saluran samping, gorong-gorong, dan lainnya. Jadi beton hampir digunakan
dalam semua aspek didalam ilmu teknik sipil. Artinya semua struktur dalam teknik
sipil akan menggunakan beton, minimal dalam pekerjaan pondasi.

Selama ribuan tahun, manusia telah mengeksplorasi (versatility) kemudahan


untuk digunakan dari bahan yang dapat dibentuk atau produk yang dengan mudah
dituangkan dalam keadaan plastis dan kemudian mengeras serta menjadi kuat dan
tahan lama (Lea, 1971). Seperti keramik dan plester gipsum, mortar kapur dan beton
pozzolanic sebagai bahan ekonomis untuk menghasilkan struktur yang berguna dan

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 1
estetika yang beragam (Fiorato, 2006). Beton telah sudah ada sejak jaman romawi
(gambar 1.1), beton modern saat ini (gambar 1.2).

Gambar 1.1: Beton Romawi


Sumber: (Island Readymix concrete, 2014)

secara umum selain digunakan untuk struktural juga dapat digunakan untuk
untuk non-struktural yang dimaksudkan untuk memperbaiki estetika dan
pengurangan beban structural seperti misalnya bata beton (beton aerasi) ataupun
paving block dan beton non-struktural lainnya. Pengertian non structural adalah
beton yang tidak dimaksudkan untuk menahan beban-beban struktural.

Gambar 1.2: Bahan-Bahan Campuran Beton

Menurut (SNI 03 – 2847 - 2002), Tata cara perencanaan struktur beton


untuk bangunan gedung, bahwa kuat tekan beton polos yang digunakan untuk
tujuan struktural atau suatu komponen struktur komposit dengan suatu inti baja
struktural yang dibungkus oleh beton bertulang berspiral harus tidak boleh kurang
dari 17,5 MPa dan beton pada komponen struktur yang merupakan bagian dari

2 | Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek


sistem pemikul beban gempa kuat tekan beton tidak boleh kurang dari 20 MPa dan
harus memenuhi uji sesuai (SNI 03-1974-1990), Metode pengujian kuat tekan
beton.

Struktur beton mempunyai banyak keunggulan dibandingkan materi struktur


yang lain, dan dapat di tinjau dari penggunaan beton yang begitu luas. Pengertian
beton adalah sebuah material dengan kualitas tertentu yang digunakan untuk
memikul beban struktural atau untuk membentuk bagian integral dari sebuah
struktur (McGraw-Hill Companies, Inc., 2006). Struktur beton dapat didefinisikan
(sebagai sebuah bangunan beton yang terletak diatas tanah yang menggunakan
tulangan atau tidak menggunakan tulangan. Struktur beton sangat tergantung
dengan komposisi dan kualitas bahan-bahan pencampur beton, yang dibatasi
dengan kemampuan daya tekan beton (in a state of compression) sesuai dengan
perencanaannya. Hal ini juga tergantung dengan kemampuan daya dukung tanah
(supported by soil) atau juga tergantung dengan kemampuan struktur yang lain atau
struktur atasnya (vertical support).

Ditinjau dari sudut estetika beton hanya membutuhkan sedikit pemeliarahan,


lagipula beton tahan terhadap serangan api. Sifat-sifat yang kurang disenangi dari
beton adalah deformasi yang tergantung pada waktu desertai dengan penyusutan
akibat mengeringnya beton dan gejala lain yang berhubungan dengan hal tersebut.
Namun demikian pengaruh-pengaruh keadaan lingkungan, rangkak, penyusutan,
pembebanan yang mengakibatkan perubahan deminsi pada struktur beton dan
elemen-elemennya mendapat perhatian yang cukup pada tahap perencanaan untuk
mengatasi kesulitan yang akan terjadi.

Apabila diinginkan hasil akhir yang memuaskan, maka dibutuhkan


pengenalan yang mendalam mengenai sifat-sifat yang berkaitan dengan suatu bahan
yakni bahan-bahan penyusun beton tersebut. Kinerja yang menjadi perhatian
penting bagi perencana struktur dalam merencanakan struktur yang menggunakan
beton ada dua; yang pertama adalah keuatan utamanya dan kedua adalah
kemudahan untuk pengerjaan beton. Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti
beton terdahulu memberikan suatu kontradiksi, dimana untuk menghasilkan

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 3
kekuatan tekan tinggi maka penggunaan air atau faktor air terhadap semen haruslah
kecil, akan tetapi hal ini akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, dengan
semakin majunya teknologi hal ini bukanlah menjadi masalah dengan
diketemukannya bahan tambah untuk beton.

1.1.1 Deskripsi Beton

Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan
semen hidrolis (portland cement), Agregat kasar, agregat halus, air dan dengan
menggunakan atau tidak bahan tambah (admixture atau additive) atau campuran
antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar
dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk masa padat (SNI 03
– 2847 - 2002).
Menurut Terminology (ASTM C-125, 2007) adalah “composite material that
consists essentially of a binding medium within which are embedded particles or
fragments of aggregate; in hydrauliccement concrete, the binder is formed from a
mixture of hydraulic cement and water” atau material komposit yang pada dasarnya
terdiri dari media yang mengikat dan didalamnya terdapat partikel atau fragmen
agregat; dalam beton semen hidrolik, pengikat terbentuk dari campuran semen
hidrolik dan air. Semen hidrolik (ASTM C 219 14a, 2014) adalah semen yang
mengikat dan mengeras berdasarkan reaksi kimia dengan air dan mampu juga
didalam air.
Bahan penyusunnya yaitu semen, agregat dan air dan jika di perlukan di
tambahkan bahan tambah (admixture) tertentu untuk merubah sifat-sifat tertentu
dari beton yang bersangkutan. Semen merupakan bahan campuran yang secara
kimiawi aktif setelah berhubungan dengan air. Agregat tidak memainkan peranan
yang penting dalam reaksi kimia tersebut, tetapi berfungsi sebagai bahan pengisi
mineral yang dapat mencegah perubahan-perubahan volume beton setelah selesai
pengadukan, dan juga dapat memperbaiki keaweta dari beton yang dikerjakan.
Beton yang dicampur dengan cara volume multak (campuran berat-volume) pada
umumnya (gambar 1.3) mengandung rongga udara sekitar 1% - 3% untuk air-

4 | Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek


entrained dan 4%-8% untuk beton Air-entrained (Kosmatka, Kerkhoff, & and
Panarese, 2003), pasta semen (semen dan air) sekitar 25% - 40%, dan agregat
(agregat halus dan agregat kasar) sekitar 60% - 75%. Untuk mendapatkan kekuatan
rencana yang baik maka perlu dipelajari sifat dan karakteristik dari masing-masing
bahan penyusun tersebut. Untuk dapat mempelajari sifat dan karakteristik bahan
penyusun beton dan beton itu sendiri maka perlu dilakukan pengujian baik yang
dilakukan pada bahan beton, beton muda dan pada saat beton keras.

Gambar 1.3: Range Campuran Bahan Beton dengan proporsi Absolute Volume.
Bar 1 dan 3 reperesentatif campuran dengan Agregat ukuran kecil dan Bar 2 dan 4
reperesentatif campuran dengan Agregat ukuran besar
Sumber: (Kosmatka, Kerkhoff, & and Panarese, 2003)

Kegiatan konstruksi akan mencakup tahap pra-konstruksi, konstruksi dan


pascakonstruksi. Kegiatan prakonstruksi meliputi kegiatan perencanaan yaitu
survey; investigasi; studi dan desain. Pada tahap ini kegiatan yang berkaitan dengan
teknologi beton akan mencakup kegiatan perencanaan baik kebutuhan material
maupun rancangan campuran dan sudah termasuk kecukupan bahan untuk

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 5
pekerjaan dan investigasi serta studi kelayakan bahan dan kekuatan beton yang akan
digunakan. Pada tahapan konstruksi merupakan implementasi hasil rancangan dan
pada pascakonstruksi, meliputi operasi, pemeliharaan, monitoring, dan evaluasi.
Pada tahap ini merupakan penilaian atas pekerjaan serta pemecahan atas persoalan
yang timbul dari saat pra sampai denga konstruksi.

Pengujian bahan penyusun beton dan beton merupakan salah satu bagian dari
kegiatan tahap prakonstruksi. Aktivitas pada setiap tahapan diatur dalam suatu
ketentuan tertulis dan dilandasi oleh dasar hukum yang berlaku yang
keseluruhannya dituangkan dalam Standar, Pedoman, Manual atau dalam sebuah
kegiatan proyek dituangkan dalam suatu rencana kerja dan syarat-syarat teknis
(RKS).

Pada tahapan pengujian bahan beton dan beton, pekerjaan ini haruslah
mengikuti standar-standar yang berlaku, terutama Standar Nasional Indonesia
(SNI) untuk pekerjaan yang dikerjakan dan dilaksanakan di wilayah Republik
Indonesia. Acuan standar tersebut adalah suatu spesifikasi teknis atau sesuatu yang
dibakukan, disusun berdasarkan konsensus semua pihak terkait, dengan
memperhatikan syarat-syarat kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan,
perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni (IPTEKS), pengalaman,
perkembangan masa kini dan mendatang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-
besarnya.

Standar Nasional Indonesia (SNI) dirumuskan oleh Badan Standardisasi


Nasional (BSN) dan/atau instansi teknis, bekerjasama dengan instansi terkait,
melalui proses yang, ditetapkan oleh BSN dan berlaku secara nasional di Indonesia.

Sejalan dengan perkembangan kemampuan nasional di bidang standardisasi


dan dalam mengantisipasi era globlalisasi perdagangan dunia, AFTA (2003) dan
APEC (2010/2020), kegiatan standardisasi yang meliputi standar dan penilaian
kesesuaian (conformity assessment) secara terpadu perlu dikembangkan secara
berkelanjutan khususnya dalam memantapkan dan meningkatkan daya saing
produk nasional memperlancar arus perdagangan dan melindungi kepentingan
umum. Untuk membina, mengembangkan serta mengkoordinasikan kegiatan di

6 | Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek


bidang standardisasi secara nasional menjadi tanggung jawab Badan Standardisasi
Nasional (BSN).

Badan Standardisasi Nasional dibentuk dengan Keputusan Presiden No. 13


Tahun 1997 yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2000
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali
diubah dan yang terakhir dengan Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001,
merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan tugas pokok
mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi di Indonesia. Badan ini
menggantikan fungsi dari Dewan Standardisasi Nasional – DSN. Dalam
melaksanakan tugasnya Badan Standardisasi Nasional berpedoman pada Peraturan
Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Sesuai dengan
tujuan utama standardisasi adalah melindungi produsen, konsumen, tenaga kerja
dan masyarakat dari aspek keamanan, keselamatan, kesehatan serta pelestarian
fungsi lingkungan, pengaturan standardisasi secara nasional ini dilakukan dalam
rangka membangun sistem nasional yang mampu mendorong dan meningkatkan,
menjamin mutu barang dan/atau jasa serta mampu memfasilitasi keberterimaan
produk nasional dalam transaksi pasar global. Dari sistem dan kondisi tersebut
diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk barang dan/atau jasa Indonesia
di pasar global. (BSN, 2012).

Perumusan Standar Nasional Indonesia, berlandaskan hukum pada PP 102


Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional yang merupakan subsistem dari Sistem
Standardisasi Nasional (SSN). Pada dasarnya merupakan akumulasi pengetahuan,
teknologi dan pengalaman dari para pemangku kepentingan (stakeholder) yang
terlibat proses pencapaian kesepakatan. Pengembangan suatu standar melalui 2
(dua) pendekatan berbeda: (1) Berbasis konsensus, kesepakatan terhadap suatu
rancangan standar di kalangan para pemangku kepentingan(stakeholders); (2)
Berbasis scientific evidence, kesepakatan terhadap suatu rancangan standar yang
berlandaskan pada pembuktian secara ilmiah.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 7
Mengacu pada pedoman tentang Pengembangan SNI yang mencakup
kelembagaan dan proses yang berkaitan dengan perumusan, penetapan, publikasi
dan pemeliharaan SNI. Agar SNI memperoleh keberterimaan yang luas diantara
para stakeholder, maka sesuai dengan WTO Code of good practice pengembangan
SNI harus memenuhi sejumlah norma, yakni: (a) Openess; Terbuka bagi agar
semua stakeholder yang berkepentingan dapat berpartisipasi dalam pengembangan
SNI. (b) Transparency; Transparan agar semua stakeholder yang berkepentingan
dapat mengikuti perkembangan SNI mulai dari tahap pemrograman dan perumusan
sampai ke tahap penetapannya . Dan dapat dengan mudah memperoleh semua
informsi yang berkaitan dengan pengembangan SNI; (c) Consensus and
impartiality; Tidak memihak dan konsensus agar semua stakeholder dapat
menyalurkan kepentingannya dan diperlakukan secara adil; (d) Effectiveness and
relevance; Efektif dan relevan agar dapat memfasilitasi perdagangan karena
memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; (e) Coherence; Koheren dengan
pengembangan standar internasional agar perkembangan pasar negara kita tidak
terisolasi dari perkembangan pasar global dan memperlancar perdagangan
internasional; dan (f) Development dimension; Berdimensi pembangunan agar
memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam meningkatkan
daya saing perekonomian nasional (BSN, 2012) .

Sesuai dengan bidangnya maka yang mengembangkan SNI dan berkaitan


dengan bidang pekerjaan sipil adalah Kementerian Pekerjaan Umum. Selain
mengembangkan SNI, juga mengem-bangkan dan menerapkan Norma, Pedoman,
Standar dan Manuail (NPSM) untuk memberikan panduan dan kemudahan bagi
pihak-pihak yang berkepentingan dalam bidang pekerjaan konstruksi untuk
melaksanakan kegiatan pembangunan sarana-prasarana. Norma di definisi menurut
Undang-undang no. 25 tahun 2009 mengenai Pelayanan Publik adalah aturan atau
ketentuan yang dipakai sebagai tatanan untuk penyelenggaraan pemerintah. (UU RI
No.25 Tahun 2009). Standar atau lengkapnya standar teknis, adalah suatu norma
atau persyaratan yang biasanya berupa suatu dokumen formal yang menciptakan
kriteria, metode, proses, dan praktik rekayasa atau teknis yang seragam. Suatu

8 | Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek


standar dapat pula berupa perangkat formal lain yang digunakan untuk kalibrasi.
Suatu standar primer biasanya berada dalam yurisdiksi suatu badan standardisasi
nasional. Standar sekunder, tersier, cek, serta bahan standar biasanya digunakan
sebagai rujukan dalam sistem metrologi. Pedoman adalah acuan yang bersifat
umum yang harus dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan
karakteristik suatu kegiatan tertentu (PP No. 25 tahun 2000) dan Manual adalah
acuan operasional yang penerapannya disesuaikan dengan kebutuhan dan
karakteristik suatu kegiatan tertentu (PP No. 25 tahun 2000).

Mengetahui dan mempelajari seluruh prilaku elemen gabungan (bahan


penyusun beton) diperlukan pengetahuan tentang karakteristik masing-masing
komponen. (Nawy E. G., 2009) mendefinisikan beton sebagai sekumpulan interaksi
mekanis dan kimiawi dari material pembentuknya. Dengan demikian perlu
dipelajari dari masing-masing komponen tersebut sebelum mempelajari beton
secara keseluruhan. Dengan demikian perencana (engineer) dapat mengembangkan
pemilihan material yang layak dan komposisinya sehingga diperoleh beton yang
effisien, memenuhi kekuatan batas yang disyaratkan oleh perencana dan memenuhi
persyaratan serviceability yang dapat diartikan juga sebagai pelayanan yang handal
dengan memenuhi kriteria ekonomi (Nawy E. G., 2008).

Masalah yang timbul bagi seorang perencana adalah bagaimana


merencanakan komposisi dari bahan-bahan penyususun beton tersebut agar dapat
memenuhi spesifikasi teknik yang ditentukan pada sebuah struktur beton (sesuai
dengan spesifikasi teknik dalam kontrak atau permintaan pemilik). Campuran beton
haruslah dapat dengan mudah dikerjakan saat beton segar, memiliki durability, kuat
tekan yang sesuai dengan perencanaan, seragam pada saat telah mengeras serta
ekonomi (Kosmatka, Kerkhoff, & and Panarese, 2003).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan beton (Winter, December 2012)


yang relevan dan penting adalah sebagai berikut: (1) Porositas beton: void dalam
beton dapat diisi dengan udara atau dengan air. Rongga udara merupakan contoh
nyata dan mudah-terlihat yaitu pori-pori dalam beton. Secara garis besar, beton
berpori akan lebih lemah karena porositas pada beton ditentukan oleh rasio air dan

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 9
semen dalam campuran, yang dikenal sebagai 'air untuk semen' rasio. Rasio air-
semen: Rasio air-semen adalah rasio berat air terhadap berat semen yang digunakan
dalam campuran beton dan memiliki pengaruh penting pada kualitas beton yang
dihasilkan. Rasio air-semen rendah menyebabkan kekuatan yang lebih tinggi dan
daya tahan, tetapi dapat membuat campuran lebih sulit untuk dikerjakan. Kesulitan
penempatan dapat diatasi dengan menggunakan plasticizer atau super-plasticizer.

Gambar 1.4: Hubungan Faktor Air Semen dengan Kekuatan Tekan Beton
Sumber: (Abrams D. A., Design of Concrete Mixtures. Bulletin 1, Structural Materials Research Laboratory, Lewis
Institute, May, 1919)

Hasil penelitian ini untuk melihat hubungan rasio-air semen pertama kali
diterbitkan dalam (Abrams D. A., Design of Concrete Mixtures. Bulletin 1,
Structural Materials Research Laboratory, Lewis Institute, May, 1919). Pengujian
kekuatan beton semen Portland dibuat pada umur 3 hari sampai 2 1/3 tahun dengan
menggunakan air campuran dari berbagai jenis, banyak yang dianggap tidak cocok
untuk digunakan dalam beton, menunjukan bahwa semakin tinggi rasionya maka
kekuatan tekan akan rendah begitu juga sebaliknya (Abrams, 1924). Duff A.
Abrams (1880, Illinois, – 1965, New York) adalah peneliti, profesor, dan direktur
laboratorium penelitian dari Asosiasi Semen Portland di Chicago yang menjadi
presiden dari American Association Beton (ACI) dari tahun 1930 sampai 1931.
Hasil penelitian hubungan antara factor air semen dengan kekuatan tekan beton
seperti gambar 1.4. Ia meneliti pengaruh komposisi campuran beton untuk meneliti

10 | Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek


kekuatan akhir beton. Beberapa hasil penelitiannya adalah: (1) definisi konsep
modulus kehalusan; (2) definisi rasio air-semen; (3) metode pengujian untuk
workability campuran beton dengan menggunakan apa yang disebut 'Abrams
kerucut', lihat uji slump beton.

Sebagai contoh, campuran beton yang mengandung 400 kg semen dan 240
liter (= 240 kg) air akan memiliki rasio air / semen dari 240/400 = 0,6. Rasio air /
semen dapat disingkat 'w / c rasio' atau hanya 'w/ c' atau Faktor Air Semen (FAS).
(2) Kekuatan agregat: itu akan menjadi jelas bahwa jika agregat dalam beton lemah,
beton juga akan lemah. Batu dengan kekuatan intrinsik yang rendah, seperti kapur,
jelas tidak cocok untuk digunakan sebagai agregat. Integritas ikatan antara pasta
dan agregat sangat penting, dan (3) Parameter semen: banyak parameter yang
berkaitan dengan komposisi mineral semen dan proporsi yang dapat mempengaruhi
laju peningkatan kekuatan dan kekuatan akhir yang dicapai beton seperti misalnya
kandungan alite, reaktivitas alite dan belite serta kadar sulfat semen. Karena alite
adalah mineral semen yang paling reaktif yang memberikan kontribusi signifikan
terhadap kekuatan beton, Alite yang besar harus memberikan kekuatan awal yang
lebih baik (sekitar 7 hari). Untuk semen tertentu, akan dipengaruhi seperti
'kandungan optimum sulfat,' atau 'kandungan optimum gypsum.' Sulfat dalam
semen, baik sulfat klinker dan ditambahkan gipsum, menghambat hidrasi dari fase
alumina. Selain itu agregat yang digunakan dalam campuran beton harus bebas dari
zat-zat yang merusak (Schuster, 1957).

Kekuatan beton sangat dipengaruhi oleh banyak factor (Mishra, 2014), seperti
kualitas bahan baku (semen, air, agregat atau bahan tambah), rasio air / semen, kasar
/ rasio agregat halus, umur beton, pemadatan beton, suhu, kelembaban relatif dan
perawatan (curing) beton. Sifat fisik dan mineralogi lainnya agregat harus diketahui
sebelum pencampuran beton untuk mendapatkan campuran yang diinginkan.
Properti ini termasuk bentuk dan tekstur, ukuran gradasi, kadar air, berat jenis,
reaktivitas, kesehatan dan satuan berat massal. Properti ini bersama dengan rasio
air-semen menentukan kekuatan, kemampuan kerja, dan daya tahan beton. (The
Pennsylvania State University, 2014).

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 11
Menurut (Nawy E. G., 2009), parameter-parameter yang paling penting
mempengaruhi kekuatan beton antara lain; 1) kualitas semen, 2) proporsi semen
terhadap campuran (Abrams & Walker, Quantities of Material for Concrete,
Bulletin 9 Structural Materials Research Laboratory, Lewis Institute, 1921), 3)
kekuatan dan kebersihan agregat , 4) Interaksi atau adesi antara pasta semen dengan
agregat, 5) pencampuran yang cukup dari bahan-bahan pembentuk beton, 6)
penempatan yang benar, penyelesaian dan pemadatan beton, 7) perawatan beton
(Abrams D. A., Effect of Curing Condition on the Wear and Strength of Concrete,
Bulletin 2 Structural Materials Research Laboratory, May, 1919), dan 8) kandungan
klorida tidak melebihi 0.15% dalam beton yang diekspos dan 1% bagi beton yang
tidak diekspos (Solvay Sales Corporation, 9 February 1931).

Dalam membuat beton disamping kualitas bahan penyusunnya, kualitas


pelaksanaan pun menjadi penting, oleh karena itu kualitas pekerjaan suatu
konstruksi sangat dipengaruhi oleh pelaksana pekerjan beton langsung (Flaga,
2000; Jackson & Dhir, Civil Engineering Material, 1996), Bahwa peran tenaga
kerja dan orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan beton dilapangan sangat
menentukan kualitas beton yang dihasilkan (Jackson & Dhir, Properties of
Hardener Concrete, 1989; Young, Mindess, & Bentur, 1998) “The Quality of the
Concrete in the Structure Depends on the Workmanship on Site” (American
Concrete Institute, 1995) serta (Murdock & Brook, 1979) yang mengatakan
“Kecakapan tenaga kerja adalah salah satu faktor penting dalam produksi suatu
bangunan yang bermutu, dan kunci keberhasilan untuk mendapatkan tenaga kerja
yang cakap adalah pengetahuan dan daya tarik pada pekerjaan yang sedang
dikerjakan” (Murdock & Brook, Bahan dan Praktek Beton (Diterjemahkan oleh:
Stephanus Hendarko), 1991; Instituion of Civil Engineer (ICE), 2009).

1.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Beton

Dalam keadaan yang mengeras beton itu bagaikan batu karang dengan
kekuatan tinggi. Oleh karena itu beton dalam keadaan segar dapat diberi bermacam
bentuk, maka kelebihan ini dapat digunakan untuk membentuk seni arsitektur atau

12 | Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek


semata-mata untuk tujuan dekoratif. Beton juga akan memberikan hasil akhir yang
bagus dengan cara pengolahan akhir yang khusus, umpamanya agregat yang di
ekspose, yakni agregat yang mempunyai bentuk yang bertekstur seni tinggi
diletakkan dibagian luar, sehingga nampak jelas pada permukaan betonnya. Hal
lainnya seperti yang disebutkan di atas bahwa beton tahan terhadap serangan api,
beton juga tahan terhadap serangan korosi oleh lingkungan.

Sebagian besar bahan pembuat beton menggunakan bahan lokal kecuali


semen portland atau bahan tambah kimia, maka jika dilihat dari sisi ekonomisnya
sangat menguntungkan. Hal ini akan menjadi mahal jika tanpa pemahaman tentang
karakteristik bahan-bahan penyusun beton tersebut yang disesuaikan dengan
prilaku struktur yang akan dibuat.

Nilai kuat tekan beton dengan kuat tariknya tidak berbanding lurus, setiap
usaha perbaikan mutu kekuatan tekan hanya disertai dengan peningkatan yang kecil
dari kuat tariknya. Suatu perkiraan kasar nilai kuat tarik berkisar antara 9%-15%
kuat tekannya, nilai pastinya sulit diukur, pendekatan hitungan dengan
menggunakan modulus of rapture, yaitu tegangan tarik beton yang muncul pada
saat pengujian tekan beton normal (normal concrete). Karena kecilnya kuat tarik
beton ini juga merupakan salah satu kelemahan dari beton biasa. Untuk
mengatasinya beton tersebut biasanya dikombinasikan dengan tulangan beton
biasanya digunakan baja sebagai tulangannya. Alasan menggunakan baja sebagai
tulangan beton karena koefisien baja hampir sama dengan kofisien beton (Abrams
& Walker, Quantities of Material for Concrete, Bulletin 9 Structural Materials
Research Laboratory, Lewis Institute, 1921). Beton didefinisikan sebagai (SNI 03
– 2847 - 2002) beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah yang tidak kurang dari
jumlah minimum yang disyaratkan didalam pedoman perencanaan, dengan atau
tanpa pratekan, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material
bekerja sama dalam menahan gaya yang bekerja.

Beton juga dapat dicampur dengan bahan lain seperti beton composite atau
sesuai dengan prilaku yang diberikan terhadap beton tersebut misalnya beton pra-
tekan atau beton pra-tegang (pre-stressing), beton pra-cetak (pre-cast). Beton juga

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 13
dapat digunakan untuk struktur yang memerlukan bahan struktur yang ringan
misalnya beton ringan struktural yaitu beton yang mengandung agregat ringan dan
mempunyai massa kering udara yang sesuai dengan syarat seperti yang ditentukanc
oleh (ASTM C-567). Beratnya tidak lebih dari 1900 kg/m3.

Biaya pembuatan beton relatif lebih murah karena semua bahan bisa di dapat
di dalam negeri untuk material dasar (availability), seperti ageregat dan air dapat di
temukan di daerah setempat. bahan termahal pembuat beton adalah semen. Jika
material beton digabungkan dengan material lain seperti tulangan beton maka akan
menjadi beton bertulang. Secara ekonomi biaya penggunaan stuktur baja dalam
konstruksi lebih mahal dibandingkan dengan beton bertulang (Concrete
Reinforcing Steel Intitute, 1961).

Pada pembuatan beton pengangkutan bahan sangat mudah, karena masing-


masing bisa diangkut secara terpisah atau kemudahan untuk digunakan (versatility).
Selain itu beton bisa dipakai untuk berbagai macam struktur, seperti bangunan,
fondasi, jalan, landasan bandar udara, pipa, perlindungan dari radiasi, indikator
panas.

Beton ringan bisa di pakai untuk blok dan panel. Beton arsitektural bisa untuk
keperluan dekoratif (Murdock & Brook, Concrete materials and practice, 1979).
Beton bertulang bisa dipakai untuk berbagi setruktur yang lebih berat, seperti
jembatan, gedung, bangunan maritim, landasan pacu pesawat terbang, kapal, dan
sebagainnya. Artinya beton mempunyai kemampuan beradaptasi (adaptability)
seperti dapat dicetak dengan bentuk dan ukuran berapapun, misalnnya pada struktur
cekung (shell) maupun bentuk-bentuk khusus 3 dimensi dan dapat diproduksi
dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan situasi sekitar dari cara sederhana
yang tidak memerlukan ahli khusus, sampai alat moderen di pabrik yang serba
otomatis dan terkomputerisasi contohnya bangunan arsitektur gambar 1.5.

14 | Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek


Gambar 1.5: Estetika dan struktur, disain “Hotel Aurelia Program”
Sumber: (Hirose, 2012)

Sifat monolit beton tidak memerlukan sambungan seperti baja sehingga


konsumsi energi minimal per kapasitas jauh lebih rendah dari baja, bahkan jauh
lebih rendah dari proses pembuatan batu bata. Tahapan untuk menghasilkan kinerja
beton sesuai dengan rencana seperti gambar 1.6.

Secara umum kelebihan beton (1) Bisa dengan mudah membentuknya sesuai
dengan kebutuhan konstruksi, (2) mampu memikul beban yang berat, (3) tahan
terhadap temperatur yang tinggi, (4) biaya pemeliarahan yang kecil, dll.

Kekurangannya adalah antara lain (1) Bentuk yang telah dibuat sulit untuk
dirubah, (2) Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi, (3) Berat
sendiri yang besar, (4) Daya pantul suara yang besar.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 15
SPESIFIKASI
DAN
PERENCANAAN CAMPURAN

MATERIAL PENYUSUN BETON


EVALUASI (Semen, Agregat, Air, Bahan
(Sampel, Pengujian, Pelaporan) Tambah Mineral,
Bahan Tambah kima)

PROSES PENGADAAN
(Batching, Mixing, Transportasi,
Pengecoran, Finishing, Perawatan)

SIFAT DAN KARAKTER BETON


EVALUASI
(Rheological, Mekanikal, Kimiawi,
(Sampel, Pengujian, Pelaporan)
Elekronikal, dll)

KINERJA BETON
(Konstruktibiliti, Kekuatan,
Durabilitas)

Gambar 1.6: Proses keseragaman Pembuatan Beton


Sumber: (STP 169D, Concrete and Concrete-Making Materials, p.31)

1.1.3 Kinerja Beton

Sampai saat ini beton masih menjadi pilihan utama dalm pembuatan struktur,
hal ini disebabkan selain kemudahan dalam menadapatkan material penyusunnya
juga akan melibatkan penggunaan tenaga yang cukup besar sehingga dapat
mengurangi masalah penyediaan lapangan kerja. Selain dua kinerja utama yang
disebutkan diatas kekuatan tekan yang tinggi dan kemudahan pengerjaanya, pada
proses produksinya yang menjadi perhatian untuk mewujudkan hal tersebut adalah
kelangsungan proses pengadaan beton.

Sifat-sifat dan karakteristik dari material penyusun beton akan mempengaruhi


kinerja dari beton yang dibuat. Kinerja beton ini disesuaikan dengan katagori untuk
bangunan apa hal tersebut dibuat. ASTM membagi menjadi tiga katagori yaitu:
rumah tinggal, perumahan, dan teknologi tinggi atau struktur yang menggunakan
beton mutu tinggi.

16 | Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek


Kriteria kinerja untuk beton yang digunakan pada rumah tinggal atau untuk
penggunaan beton dengan kekuatan tekan tidak melebihi 10 Mpa boleh
menggunakan campuran 1 semen: 2 Pasir: 3 Batu pecah dengan slump untuk
mengukur kemudahan pengerjaannya tidak lebih dari 100 mm (SNI 03 – 2847 -
2002). Beton dengan kekuatan tekan hingga 20 Mpa boleh menggunakan penakaran
volume dan yang yang lebih besar dari 20 Mpa harus menggunakan campuran berat.
Tiga kinerja (Helmuth & Detwiler, 2006) yang dibutuhkan dalam pembuatan beton
yaitu: 1) menuhi kriteria konstruksi yaitu dapat dengan mudah dikerjakan dan
dibentuk, mempunyai nilai ekonomis. 2) Kekuatan merupakan kekuatan tekan dan
3) durabilitas yaitu memiliki keawetan yang tinggi.

Kinerja yang dihasilkan dalam sebuah proses pengadaan beton haruslah


memenuhi keseragaman. Secara umum untuk mendapatkan kinerja yang seragam
dalam pengerjaan beton dapat dilihat pada diagram alir (Fiorato, 2006). Survey
penelitian yang dilakukan ASTM tentang pengaruh-pengaruh yang timbul terhadap
kinerja beton yang disebabkan oleh bahan-bahan yang digunakan beton dengan
survey yang dilakukan pada 27 responden (gambar 1.7). Kriteria penilaian variabel
yang menggunakan skala 1 – 10 dengan 10 merupakan pengaruh tertinggi terhadap
kinerja yang dihasilkan (gambar 1.7). Penilaian ini didasarkan atas pentingnya
penggunaan bahan tersebut dalam menghasilkan kinerja tertentu dalam beton yang
dibuat.

Cement
Fine Agg
Coarse Agg
Fly Ash
Water Reducer, Retarders
Air-Entraining Admix
Lightweight Agg
Slag
Silica Fume
Water

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Avg. Ranking (1=Most and 10=Least Important

Gambar 1.7: Persepsi Dampak Penggunaan Material dalam Membentuk Kinerja Beton
Sumber: (STP 169D, Concrete and Concrete-Making Materials, p.31)

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 17
Secara praktis di lapangan, penilaian kepentingan akan penggunaan bahan
yang digunakan dalam membuat kinerja tertentu akan berbeda yang tergantung dari
untuk apa beton tersebut dibuat. Penggunaan semen untuk rumah tinggal akan lebih
banyak jika dibandingkan untuk penggunaan perumahan komersil atau beton mutu
tinggi. Jadi komposisi bahan penyusun juga harus dilihat untuk apa beton tersebut
dibuat. Berdasarkan katagori rumah tinggal, perumahan dan beton mutu tinggi
dampak pengaru terhadap kinerja beton yang dihasilkan jika dilihat dari variabel
bahan penyusunnya dapat dilihat seperti gambar 1.8 menjelaskan bahwa
penggunaan semen dalam sebuah campuran beton sangatlah penting, dan pengaruh
penggunaan air terhadap pembentukan kinerja beton tidak begitu berpengaruh hal
ini juga dijelaskan oleh (Abrams D. A., Design of Concrete Mixtures. Bulletin 1,
Structural Materials Research Laboratory, Lewis Institute, May, 1919) yang
meneliti pengaruh air dalam perbandingannya dengan semen (FAS/WCR) bahwa
semakin tinggi penggunaan air dengan fas atau water content ratio lebih besar dari
0.6 kinera kekuatan beton akan semakin turun begitu juga sebaliknya. Namun
demikian mengingat biaya semen mahal maka untuk skala pekerjaan yang besar
penggunaan semen inipun diusahakan seminimal mungkin. Hal ini mendorong
penggunaan bahan pengganti semen.

Penggunaan semen untuk pembangunan rumah tinggal lebih banyak atau


lebih penting, hal ini karena kecenderungan dalam pembuatan rumah tinggal tidak
menggunakan perencanaan sederhana, kecuali dikehendaki lain (Gambar 1.8). Hal
ini berbeda dengan penggunaan semen untuk kebutuhan beton kekuatan tinggi,
kecederungan penggunaan semen lebih sedikit karena biaya semen besar, sehingga
untuk mengurangi ongkos produksi diusahakan penggunaan semen seminimal
mungkin.

18 | Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek


Cement
Residential
Fine Agg
Low-Rise Commercial
Coarse Agg

Fly Ash
High Tech., Higt-Strength

Water Reducer, Retarders

Air-Entraining Admix

Lightweight Agg

Slag

Silica Fume

Water

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Avg. Rangking ( 1=Most and 10= Least Important

Gambar 1.8: Persepsi Dampak Penggunaan Material dalam Membentuk Kinerja


Beton Tergantung Dari Type Konstruksi
(Sumber: STP 169C, Concrete and Concrete-Making Materials, p.33)

1.1.5 Sifat dan Karakteristik yang Dibutuhkan Dalam Perancangan Beton

(1) Kuat Tekan Beton


Kekuatan tekan beton merupakan salah satu kinerja utama yang dibutuhkan
oleh beton. Kekuatan tekan merupakan kemampuan beton dalam menerima gaya
tekan persatuan luas. Walaupun terdapat tegangan tarik yang kecil dalam beton
diasumsikan semua tegangan tekan didukung oleh beton tersebut. Penentuan
kekuatan tekan dapat dilakukan dengan mengggunakan alat uji tekan dengan benda
uji berbentuk silinder dengan prosedur uji ASTM C-39 atau kubus dengan prosedur
BS-1881 Part 115; Part 116 pada umur 28 hari.

Kekuatan tekan relatif antara benda uji silinder diameter 150 mm dan tinggi
300 mm dengan kubus (150 x 150 x 150) mm seperti (Neville, 1995) lihat tabel 1.1
dan menurut standar lainnya (ISO 3893, 1977) dalam lihat tabel 1.2 sebagai berikut:

Tabel 1.1: Rasio Kuat Tekan Silinder-Kubus

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 19
Kuat Tekan 7.00 15.20 20.00 24.10 26.20 34.50 36.50 40.70 44.10 50.30
(Mpa)

Kuat Rasio 0.76 0.77 0.81 0.87 0.91 0.94 0.87 0.92 0.91 0.96
Silinder/Kubus

Sumber: Neville, “Properties of Concrete”, 3rd Edition, Pitman Publishing, London, 1981, p.544

Tabel 1.2:Perbandingan antara Nilai Kuat Tekan Antara Silinder dan Kubus
Kuat Tekan 2 4 6 8 10 12 16 20 25 30 35 40 45 50
Silinder (Mpa)

Kuat Tekan 2.5 5 7.5 10 12.5 15 20 25 30 35 40 45 50 55


Kubus (Mpa)

Sumber: ISO Standard 3893-1977

Menurut (British Standard, 1983) BS 1881 : Part 116 : 1983, rasio kubus
terhadap silinder (Cube/cylinder) untuk semua kelas = 1.25, sedangkan (Day K. W.,
2006), kekuatan tekan kubus jika dibandingkan dengan silinder dinyatakan dalam
persamaan 1.1 dan 1.2 dengan nilai kuat tekan kubus dan silinder dinyatakan dalam
Mpa atau N/mm2.

 19 
f 'ck   f 'c  (1.1)
 f ' c 

 20 
f 'c   f 'ck  (1.2)
 f 'ck 

Menurut Pedoman Beton 1989 (draft), LPMB, 1991 Pasal 4.1.2.1
(Departemen Pekerjaan Umum. Badan Penelitian dan Pengembangan PU, 1989)
memberikan hubungan antara kuatan tekan kubus dengan silinder dalam persamaan
1.3.

f 
f ' c  [0.76  0.2.Log  ck ) f ck (1.3)
 15 

20 | Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek


Dalam perkembangannya sesuai dengan standar (SNI 03-1974-1990),
konversi kuat tekan beton dari bentuk kubus ke bentuk silinder, maka angka
perbandingan kuat tekan seperti tabel 1.3 berikut:

Tabel 1.3: Konversi Nilai Kuat Tekan Antara Silinder dan Kubus Menurut SNI
Daftar Konversi Bentuk benda uji Perbandingan
Kubus : 15 cm x 15 cm x 15 cm 1,0
Kubus : 20 cm x 20 cm x 20 cm 0,95
Silinder : 15 cm x 30 cm 0,83

Pemeriksaan kekuatan tekan beton biasanya pada umur 3 hari, 7 hari, dan 28 hari, hasil
pemeriksaan diambil nilai rata-rata dari minimum 2 buah benda uji, apabila
pengadukan dilakukan dengan tangan (hanya untuk perencanaan campuran beton), isi
bak pengaduk maksimum 7 dm3 dan pengadukan tidak boleh dilakukan untuk
campuran beton tanpa slump

(2) Kemudahan Pengerjaan

Telah dijelaskan diatas bahwa kemudahan pengerjaan beton merupakan salah


satu kinerja utama yang dibutuhkan. Walaupun beton akan mempunyai kuat tekan
yang tinggi tetapi jika tidak dapat dimplementasikan dilapangan karena sulit untuk
dikerjakan maka hal ini akan menjadi percuma. Kemajuan teknologi membawa
dampak yang nyata untuk mengatasi hal ini dengan penggunaan bahan tambah
dalam usaha perbaikan kinerja ini. Secara lebih jelas akan dibahas dibagian
berikutnya.

(3) Rangkak dan Susud

Setelah beton mulai mengeras maka beton akan mengalami pembebanan.


Pada beton yang menahan beban akan terbentuk suatu hubungan tegangan dan
regangan yang merupakan fungsi dari waktu pembebanan. Beton menunjukan sifat
elastisitas murni pada waktu menahan beban singkat. Sedangkan pada beban yang

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 21
tidak singkat akan mengalami regangan dan tegangan sesuai dengan jangka waktu
pembebanannya.

Rangkak (creep) atau lateral material flow didefinisikan penambahan


regangan terhadap waktu akibat adanya beban yang bekerja. (Nawy E. G., 2009)
Deformasi awal akibat beban adalah regangan elastis, sedangkan regangan
tambahan akibat beban yang sama disebut regangan rangkak. Anggapan praktis ini
cukup dapat diterima karena deformasi awal pada beton hampir tidak dipengaruhi
oleh waktu. Rangkak timbul dengan intensitas yang semangkin berkurang untuk
selang waktu tertentu dan kemungkinan berakhir setelah beberapa tahun berjalan.
Untuk beton mutu tinggi nilai rangkak lebih kecil dibandingkan dengan beton mutu
rendah. Umumnya rangkak tidak mengakibatkan dampak langsung terhadap
kekuatan struktur tetapi akan mengakibatkan timbulnya redistribusi tegangan pada
beban yang bekerja dan kemudian mengakibatkan terjadinya peningkatan lendutan
(deflection).

Hubungan antara waktu dengan regangan pada beton ditunjukan pada gambar
1.9 (Nawy E. G., 2009) Rangkak tidak dapat langsung dilihat hanya dapat diketahui
apabila regangan elastis dan susutnyabeserta deformasi totalnya diketahui.
Meskipun susut dan rangkak adalah penomena yang saling terkait, dapat dianggap
berlakuk superposisi regangan, yaitu, regangan total adalah regangan elastis
ditambah rangkak dan susud.

Gambar 1.9: Kurva Waktu Regangan

22 | Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek


Susut didefiniskan sebagai perubahan volume yang tidak berhubungan
dengan beban. Proses susut dalam beton jika dihalangi secara merata akan
menimbulkan deformasi yang umumnya bersifat menambah terhadap deformasi
rangkak.

Berbagai eksprimen menunjukan bahwa deformasi rangkak akan sebanding


dengan tegangan yang bekerja, tetap hal ini berlakuk pada keadaan tegangan yang
renbah. Batas atas tidak dapat ditentukan dengan pasti, tetapi berkisar antara 0.2
dan 0.5 dari kekuatan batas kekuatan tekannya (f’c). Variasi batas ini diakibatkan
oleh besarnya mikroretak diatas sekitar 40% dari beban batas.

Proses rangkak selalu dihubungkan dengan susut karena keduanya terjadi


bersamaan dan sering kali memberikan pengaruh yang sama terhadap deformasi.
Pada umumnya beton yang semangkin tahan terhadap susut akan mempunyai
kecenderungan rangkak yang rendah, sebab kedua fenomena ini berhubungan
dengan proses hidrasi pasta semen. Jadi rangkak dipengaruhi oleh komposisi beton,
kondisi lingkungan, ukuran benda uji atau elemen struktur. Akan tetapi, pada
prinsipnya rangkak merupakan fenomena yang bergantung pada beban sebagai
fungsi waktu.

Komposisi beton pada dasarnya dapat didefinisikan dengan faktor air semen,
jenis semen dan agregat, juga kandungan semen dan agregat. Dengan demikian,
seperti halnya susut, semakin besar faktor air semen dan kandungan semen, maka
rangkak semakin besar. Juga seperti pada susut semangkin banyak agregat yang
digunakan semakin sedikit susut yang terjadi. Faktor pengaruh besarnya rangkak
dan susut dapat dijabarkan sebagai berikut:

(1) Sifat bahan dasar beton (komposisi dan kehalusan semen, kualitas
adukan, dan kandungan mineral dalam agregat),

(2) Rasio air terhadap jumlah semen (water cement ratio),

(3) Suhu pada saat pengerasan (temperature),

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 23
(4) Kelembaban nisbi pada saat proses penggunaan (humidity),

(5) Umur beton pada saat beban bekerja,

(6) Nilai slump (slump test),

(7) Lama pembebanan,

(8) Nilai tegangan,

(9) Nilai rasio permukaan komponen struktur.

Agar rangkak dan susud dapat diminimalkan maka perlu dilakukan


penghitungan dan pengendalian pekerjaan beton terutama pada point (1) sampai
(6).

1.2 Tujuan Buku Ajar ini?

Tujuan dari buku untuk menjelaskan input data yang tepat sesuai dengan
sifat dan karakteristik bahan yang di uji dikaitkan dengan teori dan praktek serta
implementasinya di pekerjaan nantinya yaitu industry konstruksi sipil. Input data
ini nantinya dapat digunakan untuk membuat suatu rancangan campuran beton yang
proporsi campurannya dapat menghasilkan suatu mutu beton sesuai dengan
rencana.

Selain itu tujuan dari pengujian bahan penyusun beton dan beton itu sendiri
dimaksudkan untuk melakukan justifikasi dan menyesuiakan keadaan-keadaan
bahan yang ada yang ditunjukan dengan data-data hasil pengujian mengenai sifat
dan karakteristik bahan yang diuji yang berasal dari lapangan atau dari alam,
kemudian dilakukan penyesuaian dengan pekerjaan-pekerjaan yang akan
dilaksanaan melalui suatu metode perancangan yang menjadi acuan.

Atas dasar tersebut maka buku yang akan ditulis tujuan utamanya adalah
sebagai pedoman bagi mahasiswa di Diploma 3 Teknik Sipil, Fakultas Teknik UNJ.
Selain itu dapat dijadikan peganggan baik sebagai mahasiswa di Level D3 ataupun
S1 dan bahkan S2 dan S3 yang akan melakukan riset-riset terkait dengan pekerjaan
beton sebagai referensi tambahan. Para praktisi di industry konstruksi diharapkan

24 | Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek


juga dapat menjadikan buku ini sebagai pendamping dalam pelaksanaan pekerjaan
konstruksi sipil.

Merujuk pada pihak yang akan terlibat pada aktivitas pekerjaan beton, maka
buku ini diharapkan dapat berguna sehingga dengan pemahaman tentang beton,
pekerjaan dapat bersinergi antar pihak yang terlibat dalam pekerjaan sipil.

Aktivitas dalam sebuah pekerjaan beton tidak dipusatkan dalam satu titik
kegiatan, tetapi terdiri dari beberapa kegiatan yang saling berhubungan. Setiap
aktivitas kegiatan tersebut harus di kontrol agar dapat di dapat hasil yang sesuai
dengan yang direncanakan.

Proses pembangunan sebuah struktur (Gideon, 1994) dapat diterangkan


dalam bagan di gambar 1.10. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa proses yang
penting adalah bagaimana menyiapkan rencana.

Gambar 1.10: Bagan Alir Perencanaan Pembangunan

Tentunya dituntut kerjasama yang baik antara pengolah proyek/pemilik


dengan konsultan perencana dan antara konsulatan perencana bersama
penasihatnya dengan pelasana. Di dalam perencanaan di samping harus dapat
menerjemahkan keinginan pemilik, juga harus memahami keinginan dari instasi

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 25
pemerintah. Dalam sebuah perencanaan beton harus memenuhi standar mutu yang
telah ditetapkan oleh pemerintah.

Dari bagan di atas aktivitas kegiatan pekerjaan beton terletak dalam


perencanaan yang dilakukan oleh konsultan perencana dan aktivitas pengendalian
mutu pada saat pelaksanaan yang dilakukan oleh kontraktor dibawah pengawasan
konsultan perencanan dan konsultan supervisi. Aktivitas pekerjaan beton dimulai
jika telah ada penunjukan atau perintah kerja dari pemilik.

Kegiatan perencanaan beton di mulai dari quarry atau tempat penambangan


sumber alam didapat. Perencana harus mengambil contoh-contoh material yang
akan digunakan sesuai dengan ketentuan standar baku yang telah ditetapkan.
Pengambilan contoh ini dilakukan secara acak random agar sifat-sifat bahan yang
akan di uji terwakili. Contoh uji ini kemudian dibawah ke dalam laboratorium untuk
dilakukan pengecekan dan pengujian. Jika diketahui paramter besaran dari masing-
masing bahan tersebut sesuai dengan syarat yang diberikan (code standard) maka
bahan tersebut dapat digunakan. Jika tidak dilakukan pencarian sumber bahan yang
lainnya atau melakukan pencampuran dari bahan yang mempunyai mutu kurang
yang satu dengan bahan yang lainnya sehingga komposisi bahan yang dihasilkan
dapat sesuai dengan syarat yang ditentukan. Setalah didapat nilai dari masing-
masing bahan tersebut maka dilakukan perancangan beton (mix design).
Perancangan beton ini dapat menggunakan beberapa metode yang dikenal sesuai
dengan spesifikasi yang ditetapkan. Untuk kasus di Indonesia, pada pekerjaan-
pekerjaan milik pemerintah harus menggunakan standar yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Standar baku ini dulu dikenal sebagai Standar Industri Indonesi namun
saat ini telah di revisi dan di kembangkan sebagai Standar Nasional Indonesia
(SNI). Standar perencanaan beton memakai SNI T-15-1990-03.

Setelah hasil perancangan beton ini di dapat, maka perlu dilakukan pengujian
lanjutan, dalam sebuah pengujian campuran beton di laboratorium. Pengujian
campuran beton ini meliputi pengujian beton segar dan pengujian beton keras.
Pengujian beton segar dimaksudkan untuk mengetahui sifat workability, atau
kemudahan dalam pengerjaannya. Indikator dari kemudahan dalam pengerjaan ini

26 | Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek


dapat di lihat dari nilai slump beton. Pengujian lainya dalam beton segar adalah
melihat apakah terjadi bleeding dan segregation.

Pengujian beton keras dimaksudkan terutama untuk mengetahui kekuatan


tekan karakteristik dari beton tersebut (f’c). Pengujian ini dilakukan melalui
pembuatan benda uji berbentuk slinder yang pada umur tertentu dilakukan
pengujian. Jika pada pengujian ini tidak memenuhi syarat maka dilakukan
perancangan ulang design campurannya sampai didapatkan komposisi yang di
syaratkan dalam spesifikasi teknik oleh pemilik.

Setelah tahapan pembuatan campuran di laboratorium dilakukan maka proses


selanjutnya adalah membawa hasil komposisi mix design tersebut sebagai Job Mix
Formula (JMF) ke tempat pengolahan beton, yang daoat berupa pengolahan
menggunakan mesin mixing biasa (molen) atau ketempat pengolahan beton yang
besar (concrete plant). Selama masa pengolahan beton ini berjalan maka proses
pengawasan kualitas juga harus tetap dilakukan oleh kontraktor di bawah
pengawasan konsultan pengawas. Jika terjadi perubahan terhadap paramter besaran
penyusun beton, maka harus dilakukan pengujian laboratorium lagi sebagai quality
control bahan-bahan komposisi beton. Dari concrete plant beton di bawah ke
tempat pekerjaaan beton, yakni tempat pengecorannya. Selama masa
perngangkutan beton segar tersebut harus tetap di jaga agar tidak terjadi kehilangan
faktor air semen yang pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya kekuatan
tekan beton. Hal ini di lakukan agar beton yang mengeras sesuai dengan hasil yang
diinginkan.

1.3 Ruang lingkup

Lingkup pengujian bahan penyusun beton yang umumnya dilakukan pada


pekerjaan konstruksi sipil seperti bahan pembentuk beton dari mulai semen, air,
agregat, bahan tambah termasuk bahan-bahan substitusi sebagai pengganti semisal
bahan-bahan artifisial atau buatan. Selain itu pengujian bahan ini termasuk terhadap
kondisi bahan, jumlah, keseragaman, tata cara dan lainnya seperti yang tercantum

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 27
didalam standar-standar normatif. Pengujian bahan beton sendiri meliputi
pengujian terhadap sifat dan karakteristik saat beton muda sampai dengan beton
keras sampai dengan usia 28 hari bahkan lebih. Banyak dan ragam pengujian yang
dilakukan akan sangat tergantung terhadap kepentingan pekerjaan.

Ruang lingkup juga akan mengacu berbagai standar yang berlaku untuk
pekerjaan konstruksi sipil dan utamanya adalah standar nasional Indonesia (SNI),
baik untuk pelaksanaan laboratorium maupun pelaksanaan di lapangan.

Selama masa pelaksanaan pun proses kontrol tidak berhenti, pada masa
pelaksanaan pekerjaan beton ini harus di lihat juga apakah pelaksanaan
pengecorannya, pemadatannya, perawatannya dan penyelesaian akhirnya telah
benar. Setelah beton mengeras pada umur 28 hari di lakukan uji tekan untuk
mengetahui apakah kekuatan yang direncanakan terpenuhi syaratnya. Jika tidak di
lakukan tindakan sesuai dengan syarat pengevaluasian beton keras. Apakah harus
di lakukan pengujian beton melalui core drill atau load test ataupun dengan
melakukan perancangan ulang mekanikanya dengan menggunakan mutu beton
aktual (f’ca). Bagan alir dari aktivitas kegiatan beton dapat dilihat di gambar 1.11.

Spesifikasi Teknik

Karakteristik Kekuatan Rencana

Penyelidikan Bahan-
bahan Penyusun Beton
Sifat Beton lain yang diinginkan

Tidak Pengambilan Sampel

Pengujian Sampel
Laboratorium
Bahan Penyusun
ya Tidak

Analisis Hasil & Evaluasi


Perancangan Campuran
Bahan Penyusun

Pengolahan Beton
Tidak

Pengangkutan Beton
Pengambilan Sampel
Penuangan Beton Beton segar & Pembuatan
Benda Uji Tekan
Pemadatan Beton

Pekerjaan Akhir Beton

Analisis Hasil & Evaluasi


Uji Struktur Tidak Merusak
Beton Keras

Uji Struktur Merusak


Selesai

Gambar 1.11: Bagan Alir Aktivitas Kegiatan Pekerjan Beton

28 | Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek


1.4 Manfaat

Manfaat dari buku ini bagi para pembaca dan menjelaskan keutamanya buku
ini terhadap manfaatnya sebagai pedoman bagi mahasiswa di Diploma 3 Teknik
Sipil, Fakultas Teknik UNJ. Selain itu dapat dijadikan peganggan baik sebagai
mahasiswa di Level D3 ataupun S1 dan bahkan S2 dan S3 yang akan melakukan
riset-riset terkait dengan pekerjaan beton sebagai referensi tambahan di luar UNJ.
Para praktisi di industri konstruksi diharapkan juga dapat menjadikan buku ini
sebagai pendamping dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi sipil.

1.4.1 Manfaat bagi mahasiswa

Menjadi ahli beton mensyaratkan bahwa peserta didik membutuhkan upaya


yang lebih besar. Upaya tersebut bermuara pada peserta didik dituntut waktu belajar
yang lebih panjang dan intensif atau banyak membuat/mengerjakan latihan soal
dengan variasi yang banyak dan lebih komplek. Dengan demikian kemajuan
penguasaan materi beton sangat ditentukan oleh peserta didik dan metode
pembelajarannya. Fakta membuktikan bahwa peserta didik sering memiliki variasi
kemapuan menyerap materi yang sangat jauh berbeda. Hal tersebut menyulitkan
pemberi materi (dosen) untuk menyampaikan materi sub pokok bahasan berikutnya
karena penguasaan materi sebelumnya belum sepenuhnya diserap oleh peserta
didik. Kalau tidak dilanjutkan pada bahasan berikutnya akan menyulitkan bagi
sebagian besar peserta didik sedangkan kalau diulang materi topic bahasan tidak
akan sesuai target materi perkulihan untuk satu semester. Oleh karena buku ini
dapat membantu dan bermanfaat bagi mahasiswa untuk belajar secara mandiri.

Matakuliah Teknologi Beton, Teori dan Praktek Beton diberikan diberikan di


Teknik Sipil untuk memberi bekal yang cukup bagi mahasiswa dalam melakukan
proses pembuatan beton yang meliputi pemilihan bahan, mixdesign, pengerjaan
beton, dan pengawasan mutu beton pada berbagai macam proyek di lapangan.
Proses pembuatan beton di lapangan dilakukan melalui suatu rangkaian tahapan
pekerjaan dan harus dilakukan secara teliti dan benar. Kesalahan pelaksanaan pada
proses menyebakan tidak tercapainya mutu beton yang sesuai perencanaan. Buku

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 29
ini diharapkan agar mahasiswa dapat memahami, menganalisis, dan melakukan
setiap tahap pekerjaan yang diperlukan dalam proses pembuatan beton secara benar
di laboratorium dan di lapangan pada berbagai macam proyek untuk mendapatkan
beton dengan mutu yang diharapkan. Manfaatnya mahasiswa dapat memahami
tentang cara pengujian bahan yang akan digunakan untuk bahan beton dan proses
pembuatan beton dengan lebih baik, sehingga nantinya setelah lulus dapat menjadi
bekal untuk kompetisi di dunia kerja.

1.4.2 Manfaat bagi pelaku konstruksi

Kegagalan pelaksanaan konstruksi beton yang dilakukan oleh pelaksana


konstruksi masih sering di beritakan terutama berita tentang kerusakan jalan
termasuk jalan beton didalamnya yang hampir merata di seluruh Indonesia sering
diwartakan oleh banyak media di seluruh Indonesia. Baik melalui media cetak,
media elektronik maupun media sosialita. Ribuan berita ini seolah tidak pernah ada
matinya, karena solusinya tidak pernah komprehensif. Sehingga pada gilirannya
kemudian menjadi salah satu kontributor yang signifikan bagi ketidakmampuan
bersaing bangsa. Selama ini yang secara sahih dianggap sebagai biang keladi dari
kerusakan strukutur beton adalah pembebanan berlebihan, banjir, kurangnya dana
pelaksanaan dan atau pemeliharaan, pelaksanaan konstruksi yang tidak sesuai
bestek, dana dikorup dan lain-lain. Tetapi melupakan bahwa material penyusun dan
proses pembuatan bahan-bahan beton menjadi penting.

Semen sangat dikenal sebagai bahan bangunan, apalagi yang sehari-harinya


bergelut dengan dunia bangunan dan konstruksi beton tentu sangat mengenal.
Tanpa semen, bangunan modern tidak mungkin bisa berdiri seperti saat ini. Fungsi
semen sebagai bahan pengikat campuran, mulai dari campuran beton, plesteran dan
acian dinding juga untuk mengikat pasangan bata atau batako. Berikutnya adalah
bahan pengisinya seperti agregat dan bahan campuran lainnya sebagai bahan
tambah untuk menghasilkan sifat-sifat tertentu dalam beton baik saat beton segar
maupun setelah mengeras.

30 | Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek


Pelaku konstruksi baik sebagai konsultan, pelaksana konstruksi bahkan
pemilik konstruksi seharusnya penting untuk memperhatikan bagaimana
seharusnya pelaksana lapangan melakukan proses pembuatan beton dari awal
sampai akhir. Kesalahan dalam aplikasi pelaksanaan akan membuat hasil tidak
sempurna. Pengawas juga harus tahu caranya sesuai dengan kebutuhan dan regulasi
yang diterapkan pada pekerjaan. Jangan sampai bangunan retak-retak atau dinding
terkelupas karena pekerjaan beton yang tidak benar. Contohnya secara sederhana
bahwa campuran beton untuk dinding kamar mandi tidaklah sama dengan
campuran untuk dinding kamar tidur. Bagaimana seharusnya agar pencampuran
baik dan benar, maka perlu dipahami sifat dan karakteristik bahan beton dan beton.

Buku ini diharapkan menjadi bagian dari para pelaku konstruksi dan
bermanfaat untuk membantu memahami sifat dan karakteristik semen, air
pencampur, agregat, bahan-bahan tambah kimia maupun mineral serta karakteristik
beton segar pada proses pelaksanaan konstruksi dan beton keras pada

1.5 Petunjuk penggunaan buku

Menguraikan tentang bagaimana penggunaan buku ini untuk mahasiswa


dalam melakukan prektek-praktek dilaboratorium dan lapangan. Juga akan
menguraikan bagaimana buku ini jiga digunakan untuk mahasiswa S1, S2 atau S3
yang akan melakukan riset atau pelaksanaan pengujian. Selain itu menguraikan
bagaimana buku ini jika digunakan sebagai pendamping untuk para praktisi
konstruksi sipil.

1.5.1 Petunjuk penggunaan bagi mahasiswa

Pada bagian pertama dan kedua dari buku ini dapat digunakan untuk
membantu mempelajari teori yang terkait dengan teknologi beton dan pada bagian
ketiga dan keempat digunakan untuk mempelajari pengujian-pengujian beton
dilapangan ataupun di laboratorium.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 31
1.5.2 Petunjuk penggunaan bagi pengajar/dosen

Bagi dosen atau pengajar dapat menggunakan pada bagian pertama dan kedua
dari buku untuk mengajar teori teknologi beton di kelas dan pada bagian ketiga dan
keempat digunakan untuk memberikan pengajaran di laboratorium.

1.5.3 Petunjuk penggunaan bagi pelaku konstruksi

Bagi pelaku konstruksi dapat mengguna secara parsial dari bagian-bagian


buku terkait dengan pekerjaannya.

PERTANYAAN:

1.1 Jelaskan definisi dan deskripsi dari beton?

1.2 Jelaskan kelebihan dan kekurangan beton yang digunakan sebagai struktur?

1.3 Pertimbangan apa yang harus diambil bagi seorang perencana untuk membuat
sebuah campuran beton?

1.4 Langkah apa yang harus diambil untuk mengatasi kelemahan beton terhadap
kuat tarik?

1.5 Berdasarkan variable bahan penyusun beton untuk perumahan. Jelaskan


pengaruh material penyusunnya dalam skala 1-10?

1.6 Bagaimana cara mengetahui karakteristik kekuatan tekan beton?

1.7 Jelaskan dan gambarkan aktivitas kegiatan suatu pekerjaan beton?

32 | Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek


BAB 2
BETON DAN PERKEMBANGANNYA

Berisi tentang perkembangan pekerjaan beton mencakup


perkembangan penggunaan material beton pada struktur bangunan di
dunia termasuk di Indonesia maupun di Negara-negara lain serta
peran ahli dan perkembangan konstruksi.

2.1 Riwayat Perkembangan Beton

Periode waktu selama beton pertama kali ditemukan, tergantung pada


bagaimana orang menafsirkan istilah "beton." Bahan Kuno beton adalah semen
mentah dibuat dengan menghancurkan dan membakar gipsum atau kapur. Kapur
yang dihancurkan atau batu kapur dibakar. Ketika pasir dan air ditambahkan ke
semen tersebut akan menjadi mortar, yang merupakan bahan plester-seperti
digunakan untuk membentuk batu satu sama lain. Selama ribuan tahun, bahan
tersebut diperbaiki, dikombinasikan dengan bahan lain dan, pada akhirnya, berubah
menjadi beton modern. Beton saat ini dibuat dengan menggunakan semen Portland,
agregat kasar dan halus dari batu dan pasir, dan air. Pencampuran bahan kimia yang
ditambahkan ke campuran beton untuk mengontrol pengaturan sifat karekateristik
beton dan digunakan terutama ketika menempatkan beton dengan lingkungan
ekstrim, seperti suhu tinggi atau rendah, kondisi berangin, dan lain lain (Gromicko
& Shepard, 2012).

Beton diciptakan pada sekitar 1300 SM ketika pembangunan di Timur


Tengah, dan ahli menemukan bahwa ketika mereka melapisi bagian luar benteng
dan dinding rumah yang ditumbuk dengan tanah liat tipis, lapisan basah batu kapur
yang dibakar, akan bereaksi secara kimia dengan gas di udara untuk membentuk

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 33
material keras pada permukaan pelindung. Ini tidak nyata, tapi itu adalah awal dari
perkembangan semen. Material komposit awal cementicious biasanya termasuk
mortar-hancur, batu kapur dibakar, pasir dan air, yang digunakan untuk bangunan
dengan batu, sebagai bahan pengecoran materi dalam cetakan, yang pada dasarnya
adalah bagaimana beton modern digunakan dengan cetakan untuk menjadi bentuk
beton.

Sebagai salah satu unsur utama dari beton modern, semen telah ada sejak
lama. Sekitar 12 juta tahun lalu di wilayah yang sekarang disebut Israel, deposit
alam dibentuk oleh reaksi antara batu kapur dan serpihan minyak yang dihasilkan
oleh pembakaran spontan. Namun, semen tidak konkret. Beton merupakan bahan
bangunan komposit dan bahan-bahan dan semen adalah salah satunya yang telah
berubah dari waktu ke waktu dan berubah bahkan sampai sekarang. Karakteristik
kinerja dapat berubah sesuai dengan kekuatan yang berbeda bahwa beton akan perlu
meningkat terus kekuatannya. Kekuatan ini dapat dilakukan secara bertahap atau
intens, mungkin berasal dari atas (gravitasi), bawah (tanah naik-turun), sisi (beban
lateral), atau mungkin mengambil bentuk erosi, abrasi atau serangan kimia. Bahan-
bahan beton dan proporsinya disebut campuran desain. Sejarah perkembangan
beton secara “timeline”. (lihat gambar 2.1).

34 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


Gambar 2.1: Timeline Beton

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 35
2.2 Penggunaan awal Beton pada Bangunan

Beton pertama adalah seperti struktur yang dibangun oleh pedagang Nabataea
atau Badui yang yang menduduki dan menguasai oasis dan mengembangkan
kerajaan kecil di wilayah selatan Suriah dan Yordania utara di sekitar 6500 SM.
Mereka kemudian menemukan keuntungan dari penggunaan kapur hidrolik - yaitu,
semen yang mengeras di bawah air - dan pada 700 SM, mereka membangun kiln
untuk memasok mortar untuk pembangunan rumah atau dinding, lantai beton, dan
waduk tahan air bawah tanah. Waduk dirahasiakan dan salah satu alasan Nabataea
yang mampu tumbuh subur di padang pasir.

2.2.1 Nabataea

Nabataea adalah suatu daerah di jajirah Arab yang dalam pembuatan beton
dilakukukan dan dipahami bahwa kebutuhan untuk menjaga campuran sampai
kering atau slum serendah mungkin sudah ada seak dulu, karena kelebihan air
menyebabkan void dan kelemahan kekuatan beton. Pada bangunan Nabataea kuno
(gambar 2.2) pada pelaksanaan pembuatannya termasuk penempatan dan
pemadatan beton baru, ditempatkan dengan alat khusus. Proses tamping
(pemadatan) menghasilkan lebih gel, yang merupakan bahan pengikat yang
dihasilkan oleh reaksi kimia yang terjadi selama hidrasi yang ikatan partikel dan
agregat bersama.

Gambar 2.2: Sebuah Bangunan Kuno Nabataea


Sumber: (National Geographic (Photograph by Martin Gray), 2013)

36 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


Seseorang berdiri di ambang pintu Biara di Petra, Yordania, menunjukkan
dahsyatnya pintu masuk bangunan kuno. Diukir di bukit pasir oleh Nabataeans di
abad kedua Masehi, struktur menjulang, disebut El-Deir, mungkin telah digunakan
sebagai gereja atau biara oleh masyarakat kemudian, tapi kemungkinan dimulai
sebagai sebuah kuil (Milstein, 2014).

Seperti Romawi, pada 500 tahun kemudian, Nabataea memiliki bahan yang
tersedia secara lokal yang dapat digunakan untuk membuat semen dan tahan air.
Dalam wilayah mereka deposit permukaan utamanya adalah pasir silika halus.
Tanah merembes melalui silika dapat mengubahnya menjadi bahan pozzolan, yang
merupakan abu vulkanik berpasir. Untuk membuat semen, yang terletak di deposit
Nabataea dan menggunakannnya serta dikombinasikan dengan kapur, kemudian
dipanaskan dalam tanur untuk digunakan untuk membuat tembikar dengan suhu
dalam kisaran yang sama. Sekitar 5600 SM di sepanjang Sungai Danube di daerah
bekas negara Yugoslavia, rumah yang dibangun menggunakan jenis beton untuk
lantai.

2.2.2 Mesir

Pada sekitar 3000 SM, orang Mesir kuno menggunakan lumpur dicampur
dengan jerami untuk membentuk batu bata. Lumpur dengan jerami lebih mirip
dengan adobe dari beton. Namun, mereka juga menggunakan mortar gipsum dan
kapur dalam membangun piramida, meskipun sebagian besar dari kita berpikir
mortar dan beton sebagai dua bahan yang berbeda. Piramida Besar di Giza (Vyse
& Howard, 1784-1853) diperlukan sekitar 500.000 ton mortar (gambar 2.3), yang
digunakan sebagai bahan tempat tidur untuk batu casing yang membentuk
permukaan dari piramida. Hal ini memungkinkan tukang batu untuk mengukir dan
mengatur casing batu sendi dengan membuka tidak lebih luas dari 1/50-inch.

Salah satu misteri Mesir Great Pyramid diteliti awal September 2002, ketika
arkeolog menembus poros yang dibuat 4.500 tahun hanya untuk menemukan batu
lain menghalangi jalan masuk selama berabad-abad yang dibuat dari kapur dengan

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 37
angkur tembaga dan mungkin telah tertanam saat pembangun piramida yang
digunakannya sebagai alat perekat (Gupton, 2003). Sekitar tahun 2550 SM,
Pyramid terbesar dibangun di Giza dengan menara setinggi 481 kaki (147 meter) di
atas dataran tinggi. Estimasi 2,3 juta blok batu masing-masing berat rata-rata 2,5
sampai 15 ton digunakan (Handwerk, 2014).

Gambar 2.3: Bangunan Piramid di Mesir


Sumber: (Wikipedia, 2014)

2.2.3 Cina

Tembok besar di China diukur sepanjang lebih dari 20.000 Km atau


panjangnya 21,196 kilometer (13,173 miles), berdasarkan laporan Xinhua News
Agency, merujuk the State Administration of Cultural Heritage (Bloomberg News,
2012).

Material yang digunakan untuk membuat tembok besar beda-beda sesuai


periode dinasti. Sebelum batu bata ditemukan, tembok besar dibuat dari tanah, batu
dan kayu. Pembangunannya selalu membutuhkan sumber daya yang banyak, para
pekerja memanfaatkan bahan-bahan yang seadanya tergantung material setempat,
dipegunungan menggunakan batu gunung, saat membangun di tanah datar, tembok
dibuat dari tanah yang digemburkan dan jika melewati padang gurun, bahan yang
digunakan adalah rerumputan campur pasir dan ranting-ranting pohon conifer.

38 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


Tembok dari bahan ini rapuh, mudah ditembus dan cepat hancur. Pada masa Dinasti
Qin dan Dinasti Han, material yang digunakan adalah tanah atau tanah campur
kerikil dengan beberapa bagian tembok hanya terdiri dari gundukan batu-batu
besar. Pada masa Dinasti Tang, batu bata sudah diproduksi digunakan terbatas pada
gerbang kota dan tembok yang dekat. Baru pada zaman Dinasti Ming, diproduksi
batu bata berkualitas dan lebih ringan, tahan beban dan lebih efektif dalam waktu
yang cepat. Batu masih dipakai, terutama untuk fondasi, pinggiran luar dan dalam
gerbang dikarenakan lebih kuat daripada batu bata. Cina utara menggunakan bentuk
semen di perahu-bangunan dan dalam membangun Tembok Besar (gambar 2.4).
Spektrometer pengujian telah mengkonfirmasi bahwa bahan utama dalam mortar
yang digunakan dalam Great Wall dan struktur lain Cina kuno glutenous, ketan.
Beberapa struktur ini telah bertahan dalam test waktu sampai sekarang serta
beberapa bagian telah dirombak (TravelChinaGuide , 2014).

Gambar 2.4:Tembok Besar di China, kemiringan di Pegunungan Yan, Utara


Propinsi Hebei, China.
Sumber: (Scholz, 2014)

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 39
2.2.4 Roma

Pada 600 SM, orang Yunani telah menemukan bahan pozzolan alami yang
dikembangkan sifat hidrolik bila dicampur dengan kapur. Orang-orang Yunani
adalah pekerja produktif dalam membangun dengan beton di Roma. Pada 200 SM,
Roma sedang membangun dan sangat berhasil menggunakan beton, tapi itu tidak
seperti beton yang digunakan saat ini. Itu bukan beton plasits yang dituangkan ke
dalam bentuk yang mengalir, tetapi lebih seperti puing-puing yang disemen. Bangsa
Romawi membangun sebagian besar struktur bangunan dengan menumpuk batu
berbagai ukuran dan mengisi ruang antara batu dengan mortar. Di atas tanah, pada
dinding dilapisi bagian dalam dan luar dengan batu bata tanah liat yang juga
berfungsi sebagai pembentuk beton. Bata memiliki sedikit atau tidak ada nilai
struktural dan penggunaannya terutama hanya kosmetik. Dahulu, dan di sebagian
besar pada waktu itu (termasuk 95% dari Roma), mortar umum digunakan adalah
semen kapur sederhana yang mengeras perlahan-lahan dari bereaksi dengan karbon
dioksida di udara, hal ini merupakan hidrasi kimia.

Bangsa Romawi membangun struktur megah dan lebih berseni, serta


infrastruktur yang terletak di atas tanah dan akan membutuhkan daya tahan yang
lebih, mereka membuat semen yang reaktif dari pasir vulkanik alami disebut harena
fossicia. Untuk struktur di laut dan yang berhubungan langsung dengan air tawar,
seperti jembatan, dermaga, badai saluran air dan saluran air, mereka menggunakan
pasir vulkanik yang disebut pozzuolana. Kedua bahan mungkin mewakili
penggunaan pertama berskala besar dari bahan pengikat yang benar-benar
cementicious. Pozzuolana dan harena fossicia bereaksi secara kimia dengan kapur
dan air untuk melembabkan dan membentuk menjadi massa batuan-seperti yang
dapat digunakan di bawah air. Bangsa Romawi juga menggunakan bahan-bahan
untuk membangun struktur yang besar, seperti Roman Baths, Pantheon, dan
Colosseum, dan struktur ini masih berdiri sampai saat ini. Sebagai admixtures,
mereka menggunakan lemak hewani, susu dan darah - bahan yang mencerminkan
metode yang sangat sederhana. Di sisi lain, selain menggunakan pozzolans alami,
orang-orang Romawi belajar untuk memproduksi dua jenis pozzolans buatan -

40 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


tanah liat dikalsinasi kaolinitik dan batu vulkanik dikalsinasi - yang, bersama
dengan prestasi spektakuler bangunan bangsa Romawi, adalah bukti dari tingkat
tinggi kecanggihan teknis untuk waktu itu (Encyclopædia Britannica’s, 2014;
Herring, 2002; Hansen & Zenobia, 2011).

Salah satunya adalah The Pantheon (Encyclopædia Britannica’s, 2014; Rome


On Segway, 2014; Moore D. , 2002). Dibangun oleh Kaisar Roma Hadrian dan
selesai pada 125 Masehi, Pantheon memiliki kubah beton terbesar dengan diperkuat
yang pernah dibangun. Kubahnya dengan diameter 142 meter dan memiliki lubang
27 kaki, yang disebut oculus, pada puncaknya, yaitu 142 meter di atas lantai. Itu
dibangun di tempat, mungkin dengan memulai di atas dinding luar dan membangun
lapisan semakin tipis saat mencapai pusat bangunan (Newby, 2001).

The Pantheon (gambar 2.5) memiliki eksterior dinding pondasi 26 meter dan
lebar 15 meter dan terbuat dari semen pozzolana (kapur, pasir vulkanik reaktif dan
air) yang dipadatkan diatas lapisan agregat batu padat. Kubah tersebut masih ada
sampai saat ini walaupun terjadi perubahan pergerakan selama hampir 2.000 tahun,
bersama dengan gempa bumi sesekali, telah menciptakan keretakan, biasanya akan
melemah struktur. Dinding eksterior yang mendukung kubah berisi tujuh relung
spasi merata dengan ruang antara dinding yang memanjang ke luar. Relung dan
ruang ini awalnya dirancang hanya untuk meminimalkan berat struktur, lebih tipis
dari bagian utama dari dinding dan bertindak sebagai kontrol sendi yang
mengontrol lokasi retak. Tekanan disebabkan oleh pergerakan yang terjadi dengan
retak di relung dan ruang ini berarti bahwa kubah pada dasarnya didukung oleh 16
pilar beton struktural. Cara lain untuk menghemat berat adalah penggunaan agregat
ringan dalam struktur, penggunaannya seperti batu apung pada dinding tinggi dan
kubah atau lancip dengan ketebalan yang tipis untuk mengurangi berat struktur itu
sendiri.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 41
Gambar 2.5:The Pantheon di Roma
Sumber: (Encyclopædia Britannica’s, 2014)

Selain the The Pantheon bangunan lainnya adalah Guilds Romawi (gambar
2.6). Rahasia lain untuk keberhasilan Romawi adalah penggunaan serikat dagang.
Setiap perdagangan memiliki serikat yang anggotanya bertanggung jawab untuk
atas pengetahuan tentang bahan, teknik dan alat untuk magang di Legions Romawi.
Selain pertempuran, legiun dilatih untuk menjadi mandiri, sehingga mereka juga
dilatih dalam metode konstruksi dan rekayasa (Stoeger, 2009).

Gambar 2.6: Bangunan Guilds Romawi


Sumber: (Hao, 2010)

2.3 Tonggak Teknologi


Selama Abad Pertengahan, teknologi beton tidak signifikan
perkembangannya. Setelah jatuhnya Kekaisaran Romawi pada 476 Masehi, teknik
untuk membuat semen pozzolan hilang sampai penemuan pada tahun 1414 yang

42 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


ditunjukan pada sebuah naskah yang menggambarkan minat dalam membangun
dengan beton. Baru sampai 1756-1759 bahwa teknologi mengambil lompatan besar
ke depan ketika John Smeaton (Wilhelm Ernst & Sohn Verlag, 2014) menemukan
metode yang lebih modern untuk memproduksi kapur hidrolik untuk semen. Dia
menggunakan batu kapur yang mengandung tanah liat yang dibakar sampai menjadi
klinker, yang kemudian digiling menjadi bubuk. Dia menggunakan bahan ini dalam
pembangunan kembali bersejarah mercusuar Eddystone di Cornwall, Plymouth,
Devon, South West England, Inggris (Wilhelm Ernst & Sohn Verlag, 2014) lihat
gambar 2.7.

Pada, awal abad ke sembilan belas ternyata merupakan awal penggunaan


bahan beton bertulang secara secara lebih intensif (Somerville, 2001). Pada tahun
1801, F.Coignet menerbitkan tulisannya mengenai prinsip-prinsip konstruksi
dengan meninjau kelembahan bahan beton terhadap tariknya (Hurst, 2001).
Coignet, bersama dengan saudara-saudaranya Louis (1819) dan Stephane (1820),
mengambil alih bisnis keluarga dari sebuah pabrik kimia di Lyon pada tahun 1846.

Pada tahun 1847 ia membangun beberapa rumah beton yang menggunakan


semen yang tidak diperkuat dengan besi apapun. (Day & McNeil, 2003; Hurst,
2001). Coignet mulai bereksperimen dengan besi beton yang diperkuat pada tahun
1852 dan merupakan pembangun pertama yang menggunakan teknik ini sebagai
bahan bangunan. (Sutherland, Intorduction, 2001) dan memperoleh paten untuk
klinker semen. Coignet kemudian membangun pabrik semen di sana menggunakan
dinding kapur mendapatkan sebuah paten di Inggris berjudul "Emploi de Beton"
yang memberikan rincian teknik konstruksinya. (Collins 2004). Penggunaan
pertama besi beton bertulang oleh François Coignet di Perancis pada 1850-an
dengan membangun rumahnya sendiri, atap dan lantai diperkuat dengan besi kecil
tempa termasuk balok beton, saat ini masih ada (Encyclopædia Britannica, Inc
2014). Pada tahun 1853 ia menggunakan besi pertama struktur beton bertulang
untuk membangun sebuah rumah bertingkat empat di 72 rue Charles Michels. (Day
& McNeil, 2003; Newby, 2001) lokasinya dekat pabrik semen keluarganya di St.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 43
Denis, sebuah tempat di pinggiran utara Paris. Gedung ini dirancang oleh arsitek
lokal Theodore Lachez.

Gambar 2.7: Eddystone di Cornwall, Inggris


Sumber: (Wikipedia, 2014)

Pada tahun 1824, seorang Inggris bernama Joseph Aspdin menciptakan


semen Portland dengan membakar tanah kapur dan tanah liat halus di kiln sampai
karbon dioksida telah dihapus. Itu bernama "Portland" semen karena menyerupai
batu bangunan berkualitas tinggi yang ditemukan di Portland, Inggris. Ini secara
luas diyakini bahwa Aspdin adalah yang pertama untuk memanaskan bahan
alumina dan silika sampai ke titik vitrifikasi, sehingga terjadi fusi. Selama
vitrifikasi, bahan menjadi seperti gelas. Aspdin menyempurnakan metodenya
dengan hati-hati melalui proporsi batu kapur dan tanah liat, penghancurannya, dan
kemudian membakar campuran ke klinker, yang kemudian digiling menjadi semen
jadi dia mendapatkan patent No. 5022 tahun 1824 (Moore, 2013).

Joseph Aspdin (1778 - 1855) adalah putra tertua dari Thomas Aspdin, seorang
tukang batu Hunslet. Ia masuk dalam Bisnis ayahnya dan membangun bisnis di

44 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


Leeds (gambar 2.8). Tempat mereka berada di dekat Pack Horse Yard antara Lands
Lane dan Briggate. Pada 21 Oktober 1824 Aspdin membuat Paten di Inggris 5022
untuk An Peningkatan dalam Mode Memproduksi Batu Buatan, di mana ia pertama
kali menggunakan istilah "Semen Portland". Spesifikasinya (bawah) diterbitkan
pada tanggal 15 Desember 1824. Tahun berikutnya ia mendirikan pabrik produksi
di Wakefield, dan perusahaannya terus melakukan bisnis dalam abad ke-20.

Gambar 2.8: Joseph Aspdin (1778-1855


Sumber: (Illingworth, 2012)

J.L. Lambot, 1850 (gambar 2.9) untuk pertama kalinya membuat kapal kecil
dari bahan semen atau saat ini dikenal sebagai ferrocement untuk dipamerkan pada
Pameran Dunia Tahun 1855 di Paris (Hartley & Brookes Associates, 2014). J.
Monier, seorang ahli taman dari Prancis, mematenkan rangka metal sebagai
tulangan beton untuk mengatasi tariknya yang digunakan untuk tempat
tanamannya, dan Koenen, 1886 menerbitkan tulisannya tentang teori dan

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 45
perancangan struktur beton. C.A.P Turner, 1906, mengembangkan plat slab tanpa
balok (Kurrer, 2008; Roads and Maritime, 2005). Dengan kemajuan besar yang
terjadi dalam bidang ini terbentuklah German Committee Reinforce Concrete,
Australian Concrete Committee, American Concrete Institute, dan British Concrete
Institute. Di Indonesia sendiri melalui Departmen Pekerjaan Umum selalui
mengikuti perkembangan beton melalui Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan
(LPMB). Melalui lembaga ini diterbitkan peraturan-peraturan standar beton yang
biasanya mengadopsi dari peraturan internasional (code standard international)
yang disesuaikan dengan kondisi bahan dan jenis bangunan di Indonesia.

Gambar 2.9: kapal kecil dari bahan semen dibuat J.L. Lambot,1850 untuk
dipamerkan pada Pameran Dunia Tahun 1855 di Paris
Sumber: ( Escales Maritimes, 2008)

Perkembangan yang cepat dalam bidang seni dan analisis perancangan dan
konstruksi beton telah menyebabkan dibangunnya struktur-struktur beton yang
sangat khas (Nawy, 1985) seperti Auditorium Kresge di Boston, Kemudian Marina
Tower, Lake Point Tower di Chicago, dan lainnya seperti Keong Mas di Taman
Mini Indonesia.

46 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


2.4 Milestones bangunan

Meskipun ada pengecualian, selama abad ke-19, beton digunakan terutama


untuk bangunan industri. Namun masyarakat menganggap dan belum dapat
menerima sebagai bahan bangunan untuk alasan estetika. Meluasnya penggunaan
pertama semen Portland dalam pembangunan rumah mewah di Inggris dan Perancis
antara tahun 1850 dan 1880 oleh Prancis Francois Coignet, yaitu beton bertulang
pertama di bangun di paris, yang menambahkan batang baja untuk mencegah
dinding eksterior dari penyebaran, dan kemudian digunakan sebagai elemen lentur
sebagai beton bertulang (The Editors of The Encyclopædia Britannica, 2014).
Rumah pertama yang dibangun menggunakan beton bertulang adalah sebuah
Rumah yang dibangun di Inggris oleh William B. Wilkinson pada tahun 1854
(Claydon, 2011). Pada tahun 1875, insinyur mekanik Amerika William Ward
menyelesaikan pertama rumah beton bertulang di AS masih berdiri di Port Chester,
New York. Ward (National Trust, 2014) rajin memelihara catatan konstruksi,
sehingga banyak yang diketahui tentang rumah ini yang diibangun dari beton
karena istrinya takut api, dan agar lebih diterima secara sosial, bangunan dirancang
menyerupai batu. Ini adalah awal dari apa yang kini menjadi industri konstruksi
yang mempekerjakan lebih dari 2 juta orang di Amerika Serikat saja. Bangunan
tersebut dikenal sebagai Ward’s Castle (gambar 2.10).

Gambar 2.10: Rumah yang dibangun oleh William Ward (Ward’s Castle in Rye Brook, NY )
Sumber: (BN Products, 2013)

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 47
Pada era 1840 – 1849, The Starrucca Viaduct (gambar 2.11), adalah dinding
bata jembatan dari New York dan Erie Railroad, adalah salah satu struktur yang
paling awal antara pesisir timur dan Midwest di USA (Navickas, 2010).
Pembangunan dilaksanakan dalam waktu singkat dan yang pertama, sebagai beton
struktural. The Starrucca Viaduct dari Perusahaan Kereta Api Erie yang melintasi
Starrucca Creek di Lanesboro, Pennsylvania. Ini adalah salah satu bangunan yang
tertua dan yang terpanjang sebagai jembatan kereta api di Pennsylvania. Bangunan
in 18 slender, dengan arsitektur lengkungan batu berbentuk setengah lingkaran
masing-masing rentang 50 meter dan struktur setinggi 110 meter di atas sungai.

Gambar 2.11: Starrucca Viaduct


Sumber: (ASCE, 2014)

Ketika dibangun, diyakini menjadi jembatan kereta api yang paling mahal di
dunia pada saat itu. Biaya pembangunan $ 320.000 dengan lebih dari 800 pekerja,
yang dibayar $ 1 per hari, untuk menyelesaikan seluruh jembatan selama setahun.
Setengah juta kayu digunakan dalam perancah itu, digunakan sebagau kerangka
kayu sementara untuk mendukung lengkungan batu cincin sampai keystones
ditempatkan.

Pada tahun 1891, George Bartholomew menuangkan jalan beton pertama di


Amerika Serikat (gambar 2.12), dan masih ada hingga sekarang (Kirby, Smith, &

48 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


Wilkins, 2014). Beton yang digunakan untuk jalan ini diuji di sekitar 8.000 psi,
yaitu sekitar dua kali kekuatan beton modern yang digunakan dalam konstruksi
perumahan.

Gambar 2.12: Court Street di Bellefontaine, Ohio, Jalan Beton Tertua di Amerika
Sumber: (flickr, 2011)

Pada tahun 1897, Sears Roebuck (Encyclopædia Britannica, 2014) menjual


50 galon drum semen Portland impor seharga $3,40/galon. Meskipun pada 1898
produsen semen tahun 1900 -belum dipabrikasi- menggunakan lebih dari 90
formula yang berbeda, pengujian dasar menghasilkan produksi semen menjadi
standar.

Selama akhir abad ke-19, penggunaan beton bertulang baja yang sedang
dikembangkan lebih atau kurang secara bersamaan oleh Jerman, GA Wayss,
seorang Prancis, Francois Hennebique, dan Amerika, Ernest L. Ransome. Ransome
mulai membangun dengan beton bertulang baja pada tahun 1877 dan mematenkan
sistem yang digunakan dengan memutar batang persegi untuk meningkatkan ikatan
antara baja dan beton. Sebagian besar struktur yang dibangun adalah industri.

Hennebique mulai membangun rumah-rumah yang diperkuat baja di Perancis


pada tahun 1870-an (gambar 2.13),. Dia menerima paten di Perancis dan Belgia
untuk sistem dan sangat sukses, akhirnya membangun sebuah kerajaan dengan

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 49
menjual waralaba di kota-kota besar. Dia mempromosikan metodenya melalui
ceramah di konferensi dan mengembangkan standar perusahaan sendiri. Seperti
yang dilakukan Ransome, sebagian besar struktur Hennebique yang dibangun
adalah industri. Pada tahun 1879, Wayss membeli hak sebuah sistem yang
dipatenkan oleh orang Prancis bernama Monier, yang mulai menggunakan baja
untuk memperkuat pot bunga beton dan wadah tanam. Wayss mempromosikan
sistem Wayss-Monier.

Gambar 2.13: Tipikal Bangunan Hennebique


Sumber: (Wilhelm Ernst & Sohn Verlag, 2014)

Pada tahun 1902, Agustus Perret merancang dan membangun sebuah gedung
apartemen di Paris menggunakan beton bertulang baja untuk kolom, balok dan pelat
lantai. Bangunan ini tidak memiliki dinding bantalan, tapi itu memiliki façade yang
elegan, yang membantu membuat beton lebih dapat diterima secara
sosial/masyarakat (gambar 2.14). Bangunan ini secara luas dikagumi dan
penggunaan beton menjadi lebih banyak digunakan sebagai bahan arsitektur serta
bahan bangunan. Desain ini sangat mempengaruhi dalam desain bangunan beton di
tahun-tahun berikutnya.

50 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


Gambar 2.14: 25 Rue Franklin Apartments, by Auguste Perret, at Paris, France, 1902 to 1904.
Sumber: (Gwinner, 2013)
Pada tahun 1903 (gambar 2.15), pertama beton bangunan bertingkat tinggi
dibangun di Cincinnati, Ohio yaitu sebuah bangunan yang berdiri 16 lantai atau 210
meter terletak di Central Business District Kota Cincinnati Negara Bagian Ohio,
USA (Newby, 2001)

Gambar 2.15: The Ingalls Building di Cincinnati, Ohio


Sumber: (ASCE, 2014; Hein, 2014)

The Cheesman Dam (gambar 2.16) adalah bendungan besar pertama di


Amerika Serikat yang menggabungkan lengkungan gravitasi, dibangun tahun 1905

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 51
dan setelah selesai bangunan ini adalah yang tertinggi lengkungan gravitasi
menggunakan pasangan batu untuk bendungan di dunia. Struktur bendungan
merupakan struktur penting dalam pasokan air untuk Denver. Tiga tahun masa
pelaksanaan konstruksi, banjir menyapu struktur batu pengisi yang sebagian telah
selesai. Bendungan yang solid selesai hanya dalam waktu lima tahun - suatu prestasi
besar untuk proyek terpencil dan kompleks. Ketika sudah selesai, bendungan lebih
tinggi dari gedung tertinggi di Denver- Colorado.

Gambar 2.16: Bendungan Cheesman, Denver - Colorado


Sumber: (ASCE, 2014)

Era 1900-1909 bangunan bendung Buffalo Bill (gambar 2.17) dibangun pada
tahun 1905 dan selesai 1910 terletak di Park County negara bagian WY-USA.
Ketika selesai, Buffalo Bill Dam adalah yang tertinggi di dunia, dan satu-satunya
dengan tinggi / lebar rasio lebih besar dari satu.

The Buffalo Bill Dam, yang dikenal sebagai Shoshone Dam sampai 1946,
adalah bendungan yang pertama menggunakan beton massa di Amerika,
merupakan bendungan tertinggi di dunia pada saat penyelesaian, dengan tinggi
hampir 325 meter.Bangunan ini merupakan satu lengkungan bendungan pertama di
Amerika Serikat yang akan dirancang menggunakan metode analisis matematis.
Insinyur Edgar Wheeler sebagai konsultan dianggap mengubah ketinggian
permukaan air, variasi masalah suhu dan defleksi, hal ini memungkinkan dia untuk
menentukan distribusi beban secara horisontal dan vertikal. Ini adalah pendahulu

52 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


dari metode trial- analisis beban tegangan lengkung bendungan yang merupakan
pendahulu dari sistem komputerisasi saat ini.

Gambar 2.17: Buffalo Bill Dam


Sumber: (ASCE, 2014)

Bendungan merupakan struktur beton gravitasi-lengkungan dengan radius


150 meter dan panjang puncak 200 kaki. Dua puluh lima persen dari bendungan
terbuat dengan menempatkan batu seberat 25-200 pon menggunakan tangan.
Faktanya (1) Beton ditempatkan dan selesaikan meskipun suhu di bawah nol,
membutuhkan alat kelengkapan uap untuk menghangatkan ke lokasi pembangunan.
(2). Untuk menggali abutment bendungan di dinding sisi ngarai, pekerja
mempertaruhkan nyawa mereka, tergantung dari garis laba-laba yang terhubung ke
menara cableway. (3) Tenaga Kerja yang terbatas di perbatasan yang jarang
penduduknya sehingga kontraktor dan buruh harus diimpor dan dilatih terlebih
dahulu. (4) Ribuan ton bahan harus dikirimkan ke lokasi di atas jalan canyon terjal.

Pada saat konstruksi, Atlantic City Municipal Convention Hall (gambar 2.18)
diyakini aula terbesar di dunia, yang mampu duduk 40.000 orang. Hal ini terus
berfungsi sebagai tempat pertemuan untuk acara, kontes, acara olahraga, dan
konvensi. Bangunan ini dibangun pada tahun 1926 dan selesai 1929. Jumlah
material yang digunakan di dalam gedung mengejutkan pada saat itu yaitu 12.000
ton baja struktural; 42.000 meter kubik beton - yang terdiri dari 65.000 barel semen
dan 25.000 ton pasir; 360.000 kaki tiang pancang; dan 10.000.000 batu bata serta
lebih dari 365.000 meter kubik pasir yang digali untuk ruang bawah tanah.
Convention Hall dibangun dengan biaya sebesar $ 15 juta.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 53
Gambar 2.18: Atlantic City Convention Hall
Sumber: (ASCE, 2014)

Bangunan ini adalah struktur proporsi heroic dengan atap ruang utama, yaitu
488 meter dan lebar 288 kaki memiliki ketinggian langit-langit 137 meter, didukung
oleh tiga lengkungan truss tiga berengsel terbesar yang pernah dibangun dalam
struktur permanen. Meskipun lengkungan secara rutin digunakan dalam
pembangunan gudang senjata, di Convention Hall, dengan rentang 350-kaki, sekitar
130 meter lebih panjang dari biasanya yang digunakan pada saat itu.

Convention Hall mampu menampung 40.000 orang dan memiliki atap 4


hektar. Sampai saat ini kemajuan besar dalam bahan bangunan yang struktur atap
yang lebih besar dapat dibangun yaitu The Houston Astrodome (dibangun pada
1965) mampu menampung 66.000 orang dengan atap 7,5 hektar; Superdome di
New Orleans (1975) mampu menampung 97.300 orang dengan atap 9-hektar; dan
Pontiac Silverdome (1975) mampu menampung 80.600 orang dan memiliki atap
10-acre.

Tahun 1911, Jembatan Risorgimento dibangun di Roma dengan panjang 328


kaki. Pada tahun 1913 (gambar 2.19), penggunaan beton siap-pakai diproduksi di
Baltimore, Maryland. Empat tahun kemudian, Biro Standar Nasional (sekarang
National Bureau of Standar dan Teknologi) dan American Society for Testing dan
Material (ASTM International sekarang) menetapkan rumusan standar untuk semen
Portland.

54 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


Gambar 2.19: Jembatan Risorgimento di Roma
Sumber: (Lalupa, 2005)

Matte Trucco membangun lima lantai Fiat-Lingotti Autoworks di Turin


menggunakan beton bertulang pada tahun 1915, (gambar 2.20). Bangunan ini
memiliki trek untuk tes mobil di atap.

Gambar 2.20: Bangunan Fiat-Lingotti Autoworks di Turin


Sumber: (Dgtmedia - Simone, 2008)
Ugène Freyssinet adalah seorang insinyur Perancis dan pelopor dalam
penggunaan konstruksi beton (Newby, 2001). Pada tahun 1921, ia membangun dua
hanggar pesawat raksasa dengan parabola melengkung di Bandara Orly di Paris.
Pada tahun 1928, ia diberi paten untuk beton pra-stres (gambar 2.21).

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 55
Gambar 2.21: Hanggar pesawat raksasa dengan parabola melengkung di Bandara
Orly, Paris
Sumber: (MacDonald, 2003)

Penggunaan beton pratekan dimulai di akhir abad 19, untuk memperbaiki


kelemahannya terhadap tarik (Newby, 2001). Di Ingris, Pabrik Bryant & May’s
menggunakan konstruksi balok-plat (flat-slab concrete) tahun 1919 (Sutherland,
2001).

Beton Air Entrainment dikembangkan pada tahun 1930. Beton air-


entrainment (beton hampa udara) untuk meningkatkan ketahanan terhadap
pembekuan dan meningkatkan workability nya. Air entrainment merupakan
perkembangan penting dalam meningkatkan daya tahan beton modern. Air
entrainment adalah penggunaan agen yang, ketika ditambahkan ke beton selama
pencampuran, menciptakan banyak gelembung udara yang sangat kecil dan
berjarak dekat, dan sebagian besar dari udara tetap dalam beton keras. Beton
mengeras melalui proses kimia yang disebut hidrasi. Saat hidrasi berlangsung,
beton akan memiliki rasio air-semen minimal 25 bagian air sampai 100 bagian
semen. Air lebih dari rasio ini adalah air berlebih yang membuat beton lebih dapat
dituangkan dalam pekerjaan. Saat beton mengeras, kelebihan air akan menguap,
meninggalkan permukaan beton berpori. Air dari lingkungan sekitarnya, seperti
hujan dan salju yang meleleh, bisa masuk pori-pori ini. Cuaca dingin dapat
mengubah air menjadi es, seperti yang terjadi, air mengembang, menciptakan
retakan kecil dalam beton yang akan menjadi besar karena proses ini diulang,
akhirnya mengakibatkan pengelupasan permukaan dan kerusakan disebut spalling.

56 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


Ketika beton telah ber-entrained, gelembung kecil bisa remuk sedikit, menyerap
beberapa tekanan/stres yang diciptakan oleh ekspansi karena air berubah menjadi
es. Udara entrained juga meningkatkan kemampuan kerja karena gelembung
bertindak sebagai pelumas antara agregat dan partikel dalam beton. Udara
terperangkap terdiri dari gelembung yang lebih besar terperangkap dalam beton dan
tidak dianggap menguntungkan untuk beton.

Selain beton Air Entrainment, Beton Tipis (Thin Shell) dikembangkan oleh
ahli beton. Keahlian dalam membangun dengan beton bertulang, memungkinkan
pengembangan cara baru bangunan beton, teknik Thin-shell merupakan struktur
bangunan, seperti atap, dengan cangkang yang relatif tipis beton. Kubah,
lengkungan dan kurva senyawa biasanya dibangun dengan metode ini, karena akan
membentuk secara alami lebih kuat. Pada tahun 1930, insinyur Eduardo Torroja di
Spanyol merancang kubah bertingkat rendah untuk pasar di Algeciras, dengan
ketebalan 3 ½ inci yang membentang 150 meter. Kabel baja yang digunakan untuk
membentuk sebuah cincin prategang. Pier Luigi Nervi (Newby, 2001), di Italia
mulai membangun hanggar untuk Angkatan Udara Italia (gambar 2.22).

Gambar 2.22: Hanggar untuk Angkatan Udara Italia


Sumber: (Hassemer, 2012)

Hanggar yang di cor di tempat, tapi banyak karya Nervi yang digunakan
adalah beton pra-cetak. Mungkin orang yang paling berhasil ketika datang ke
gedung menggunakan teknik shell beton adalah Felix Candela, seorang
matematikawan Spanyol-insinyur-arsitek yang menggunakan Thin-Shell sebagian
besar di Mexico City (gambar 2.23). Atap Laboratorium Ray Cosmic di University

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 57
of Mexico City dibangun dengan tebal 5/8-inch (Newby, 2001). Bentuk khasnya
adalah paraboloid hiperbolik. Beberapa atap paling mencolok di mana saja telah
dibangun menggunakan teknologi thin-shell, seperti Sidney Opera House,
Australia, dan Keong Mas di TMMI Indonesia.

Gambar 2.23: Cosmic Ray Pavilion


Sumber: (wikiarquitectura, 2010)

Era 1945-65 merupakan pengembangan beton sel (concrete shell roofs)


yang diterapkan untuk atap-atap bangunan gedung (Anchor, 2001) seperti Gedung
Opera Sydney.

Gedung Opera Sydney (Sydney Opera House) di Sydney, New South Wales
(gambar 2.24) adalah salah satu bangunan abad ke-20 yang paling unik dan terkenal
di desain oleh Jørn Utzon dari Denmark pada tahun 1955 melalui sebuah kompetisi.
Utzon sendiri datang ke Sydney untuk supervisi pada 1957. Gedung ini terletak di
Bennelong Point di Sydney Harbour dekat Sydney Harbour Bridge dan
pemandangan kedua bangunan ini menjadi ikon tersendiri bagi Australia. Bagi
jutaan turis yang datang, gedung ini memiliki daya tarik dalam bentuknya yang
seperti cangkang. Selain sebagai objek pariwisata, gedung ini juga menjadi tempat
berbagai pertunjukkan teater, balet, dan berbagai seni lainnya. Gedung ini dikelola

58 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


oleh Opera House Trust dan menjadi markas bagi Opera Australia, Sydney Theatre
Company, dan Sydney Symphony Orchestra.

Gambar 2.24: Sydney Opera House di Sydney Australia


Sumber: (Amazine, 2014)

Gedung ini juga masuk kedalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO pada
tahun 2007. Desain gedung opera ini berbentuk mirip cangkang yang dilapisi
dengan keramik putih Swedia, membuat pantulan sinar matahari dari fajar hingga
senja menghasilkan nuansa artistik. Perusahaan engineering Ove Arup dan Partners
digandeng untuk mewujudkan desain di atas kertas menjadi sebuah konstruksi
nyata. Proyek pembangunan gedung opera dibagi dalam tiga tahap yaitu Tahap I –
podium atas dimulai awal tahun 1959 dan selesai pada tanggal 31 Agustus 1962
dengan berbagai hambatan seperti desain yang belum sempurna, masalah struktural,
hingga cuaca buruk. Pada tahap ini ditemukan bahwa kolom podium terlalu lemah
sehingga harus dibangun ulang. Kondisi ini menyebabkan jadwal penyelesaian
tertinggal 42 minggu.

Tahap II – konstruksi bagian luar dimulai pada tahun 1963 juga tak lepas
dari masalah. Pembangunan atap berbentuk cangkang ternyata menjadi tantangan
teknis tersendiri sehingga membuat sang arsitek, Utzon, dan perusahaan konstruksi
Ove Arup harus menghabiskan empat tahun untuk memecahkan masalah tersebut.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 59
Konstruksi cangkang akhirnya dibangun oleh perusahaan Jerman, Hornibrook
Group Pty Ltd. Berbagai perubahan dalam desain asli yang disertai kenaikan biaya
menimbulkan ketegangan antara pemerintah NSW dan semua yang terlibat dalam
proyek. Akhirnya, konstruksi tahap II bisa diselesaikan empat tahun kemudian
pada 1967. Tahap III – desain interior dan konstruksi keseluruhan. Di tengah-tengah
semua kritik, pekerjaan terus dilakukan dengan berbagai perubahan dari desain
awal Utzon. Tahap ketiga akhirnya selesai pada tahun 1973, dengan perkiraan biaya
$ 102 juta. Pembangunan Sydney Opera House berlangsung selama sepuluh tahun
dengan anggaran empat belas kali lebih besar dari rencana awal $ 7 juta.

Struktur cangkang di Indonesia salah satunya adalah Teater IMAX Keong


Mas. Gedung teater ini didirikan atas prakarsa Ibu Tien Soeharto, dan diresmikan
pada tanggal 20 april 1984. Teater Imax Keong Emas stuktur cangkangnya
memiliki ketebalan 15 cm bagian atas dan bawah 20 cm dengan diameter 46 meter
(gambar 2.25).

Gambar 2.25: Keong Mas, TMMI, di Indonesia


Sumber: (TMMI, 2012)

Hoover Dam di bangun pada tahun 1935, Bendungan Hoover (gambar 2.26)
selesai dengan menggunakan sekitar 3.250.000 meter beton, dengan tambahan
1.110.000 meter yang digunakan dalam pembangkit listrik dan struktur bendungan-
terkait lainnya. Ingatlah bahwa ini adalah kurang dari 20 tahun setelah formula
standar untuk semen didirikan.

60 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


Insinyur untuk Biro Reklamasi menghitung bahwa jika beton ditempatkan
dalam satu, pour monolitik, bendungan baru akan selesai 125 tahun untuk
mengeras, dan tekanan dari panas yang dihasilkan akibat kontraksi yang terjadi
dapat menyebabkan struktur pecah dan runtuh. Solusinya adalah dengan
menuangkan bendungan dalam serangkaian blok yang membentuk kolom, dengan
beberapa blok seluas 50 meter persegi dan 5 meter. Setiap bagian 5-kaki-tinggi
memiliki serangkaian pipa 1 inci dipasang di alur air sungai dan kemudian air
dingin secara mekanis dipompa untuk membawa pergi panas. Setelah kontraktor
beton berhenti pipa diisi dengan nat. Sampel beton inti diuji pada tahun 1995
menunjukkan bahwa beton terus mendapatkan kekuatan dan memiliki kuat tekan
yang lebih tinggi dari rata-rata.

Gambar 2.26: Hoover Dam


Sumber: (HDR, Inc, 2014)

Selain Hoover dam, Konstruksi bendungan lainnya adalah Grand Coulee


Dam (gambar 2.27). The Grand Coulee Dam di Washington, selesai pada tahun
1942, merupaka struktur beton terbesar yang pernah dibangun. Sturktur ini berisi
12 juta meter beton melalui penggalian lebih dari 22 juta meter kubik tanah dan
batu. Untuk mengurangi penggunaan jumlah truk saat pekerjaan, ban berjalan
sepanjang 2 mil dibangun. Pada lokasi tapak beton dipompa ke dalam lubang yang

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 61
dibor 660-880 meter (dalam granit) untuk mengisi setiap celah yang mungkin
melemahkan tanah di bawah bendungan.

Untuk menghindari runtuhnya saat penggalian karena berat overburden, pipa


3-inch dimasukkan ke bumi dengan penambahan cairan dingin dari tanaman
pendingin yang dipompa dan membeku untuk menstabilkan konstruksi agar bisa
berlanjut.

Beton untuk Grand Coulee Dam ditempatkan menggunakan metode yang


sama digunakan untuk Hoover Dam. Setelah ditempatkan di kolom, air sungai yang
dingin dipompa melalui pipa tertanam dalam beton untuk mengurangi suhu dari 105
° F (41°C) sampai 4°F (7°C). Hal ini menyebabkan bendungan bergerak sekitar
sepanang 8 inci, dan kesenjangan yang dihasilkan diisi dengan nat.

Gambar 2.27: Grand Coulee Dam


Sumber: (usa.gov, 2013)

Di Indonesia sendiri pembuatan Jembatan Surabaya – Madura (Suramadu)


merupakan salah satu mega struktur yang ada di Indonesia saat ini. Jembatan
Suramadu (gambar 2.28) dengan total panjang 5,438 km merupakan jembatan
terpanjang di Indonesia, yang dalam pelaksanaannya dihadapi berbagai
kompleksitas, terutama dalam aspek teknik konstruksi, teknologi bahan, maupun
manajemen pelaksanaan. Dengan total panjang jembatan 5,438 km, dipilih teknik
konstruksi cable stayed yang menggunakan teknologi bahan box girder baja untuk

62 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


bentang tengah sepanjang 0,818 km. Untuk jembatan pendekat sepanjang 1,280 km
digunakan konstruksi beton semen pra-tekan box girder. Sedangkan untuk
jembatan cause way sepanjang 3,247 km diterapkan konstruksi I girder pra-cetak.
Jembatan Suramadu dilengkapi dengan jalan pendekat sepanjang 15,850 km yang
terdiri dari 4,350 km untuk sisi Surabaya yang dibangun dengan menggunakan
teknik konstruksi perkerasan beton semen dan 11,500 km untuk sisi Madura yang
konstruksinya menggunakan perkerasan beton aspal.

Jembatan Suramadu dibangun dengan lebar 30 m, terdiri dari 2 lajur lalu


lintas masing-masing arah dengan lebar 3,5 m dan bahu jalan dengan lebar 2,25 m.
Untuk mengakomo-asi aspirasi masyarakat Madura dan memper-imangkan
tingginya volume lalu lintas sepeda motor, maka disediakan jalur khusus sepeda
motor dengan lebar 3,05 m di masing-masing sisi. Biaya pembangunan Jembatan
Suramadu seluruhnya sekitar Rp 5 trilyun yang bersumber dari APBN termasuk
pinjaman dari Pemerintah China dan APBD Provinsi Jawa Timur. (Renstra PU,
2014).

Gambar 2.28: Jembatan Surabaya – Madura (Suramadu)


Sumber: (Waspada Online, 2012)

Beton pada Jembatan Suramadu menggunakan bahan semen tipe khusus


yaitu Special Blended Cement (SBC) yang diproduksi secara khusus oleh PT.
Semen Gresik yang merupakan riset bersama antara PT. Semen Gresik dengan
Proyek Jembatan Suramadu. Kelebihan dari SBC ini mampu melindungi beton dari
serangan korosi adalah (Suhendro, Bambang, 2010):

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 63
a. Tahan terhadap serangan Sulfat dan Chlor maupun lingkungan yang
agresif pada daerah laut.
b. Panas hidrasi yang terjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan semen tipe
lain.
c. Permeabilitas lebih kecil dari semen tipe lain
Penggunaan beton dalam konstruksi, dari sisi pasar tenaga kerja, pembangunan
prasarana jalan dalam menciptakan peluang usaha dan menampung angkatan kerja
juga sangat besar dan berpotensi untuk mem-berikan multiplier effect terhadap
perekonomian lokal maupun kawasan.

Jalan Tol Cipularang (CIkampek - PUrwakarta - PadaLARANG) adalah jalan


tol di Indonesia yang menghubungkan kota Jakarta dan Bandung. Jalan tol ini
selesai dibangun pada akhir April 2005. Tol ini membentang dari Cikampek -
Purwakarta sampai Padalarang (gambar 2.29) Tol ini berada di pegunungan
sehingga jalannya naik-turun dan juga mempunyai banyak jembatan yang panjang
dan tinggi.

Gambar 2.29: Tol Cipularang Km 97


Sumber: (Rosad, 2013)

Contohnya adalah, pembangunan Jalan Tol Cipularang sepanjang 58 km yang


menelan biaya sekitar 1,6 triliun rupiah dan 100% dikerjakan oleh tenaga lokal.
Proyek pembangunan ini melibatkan 50 ribu tenaga kerja. Disamping menyerap
jumlah tenaga kerja yang banyak, pembangunan Jalan Tol Cipularang juga
meningkatkan nilai konsumsi dengan menggunakan 500 ribu ton semen, 25 ribu ton
besi beton, 1,5 juta m3 agregat, dan 500 ribu m3 pasir.

64 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


Konstruksi High-Rise dalam tahun-tahun setelah pembangunan Gedung
Ingalls pada tahun 1904, sebagian besar bangunan bertingkat tinggi yang terbuat
dari baja. Pada tahun 1962 di Bertrand Goldberg dibangun Konstruksi 60 lantai
Twin Towers di Chicago memicu minat baru dalam menggunakan beton bertulang
untuk gedung-gedung bertingkat. Struktur tertinggi di dunia (per 2011) dibangun
dengan menggunakan beton bertulang. The Burj Khalifa di Dubai di Uni Emirat
Arab (UEA) berdiri pada 828 m (2,717 ka).

Pembangunan dimulai pada 21 September 2004, dan struktur luarnya


disiapkan pada 1 Oktober 2009 serta dibuka secara rasmi pada 4 Januari 2010.
Bangunan ini merupakan berdiri di lahan seluas 2 km2 yang dikenali sebagai
Downtown Burj Khalifa di persimpangan di sepanjang Jalan Sheikh Zayed, dekat
kawasan niaga utama di Dubai. Selain The Burj Khalifa di Dubai, beberapa
bangunan tinggi yang ada adalah CN Tower di Canada setinggi 553,33 meter,
Taipei 101 di Taiwan setinggi 508 meter dan menara kembar petronas di Malaysia
setinggi 452 meter, Menara Willis setinggi 442 m di Chicago, Amerika.

Menara Willis (Willis Tower atau dulu dikenal Sears Tower) adalah pencakar
langit di Chicago, Illinois. Gedung ini merupakan gedung tertinggi di Amerika
Serikat sejak tahun 1973 setelah mengalahkan ketinggian World Trade Center.
Sebelumnya, World Trade Center merupakan gedung tertinggi di AS selama
setahun setelah mengungguli Gedung Empire State yang berada di kota yang sama,
New York City. Menara Sears dibangun konglomerat bisnis eceran Sears, Roebuck
and Company. Perancangnya adalah arsitek kepala Bruce Graham dan insinyur
struktur Fazlur Khan dari Skidmore, Owings and Merrill.

Pembangunan dimulai bulan Agustus 1970, dan dicapai tinggi maksimum


gedung seperti direncanakan pada tanggal 3 Mei 1973. Ketika selesai, ketinggian
Menara Sears mengungguli World Trade Center di New York City, dan menjadi
gedung tertinggi di dunia. Gedung ini terdiri dari 108 lantai, namun pemilik gedung
menghitung lantai atap sebagai lantai 109, dan bagian paling atas yang berisi

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 65
peralatan mekanik sebagai lantai 110. Tinggi gedung sampai ke atap adalah 442 m,
dihitung dari pintu masuk sebelah timur.

Menurut standar Emporis (Emporis Data Standards ESN 18727, ESN


24419)., gedung dengan 12 lantai atau 35 meter atau lebih tingginya dan gedung
berlantai banyak lebih dari 100 meter di klasifikasikan sebagai gedung sangat tinggi
(High-rise building) dan gedung pencakar langit (skyscraper). Gedung tinggi dapat
digambarkan sebagai sebuah bangunan bertingkat yang umumnya dibangun
menggunakan kerangka struktural, dilengkapi dengan lift kecepatan tinggi, dan
menggabungkan ketinggian yang luar biasa dengan ruang kamar biasa seperti dapat
ditemukan dalam-bangunan rendah. Secara keseluruhan, itu adalah ekspresi fisik,
ekonomi, dan teknologi dari basis kekuasaan kota, mewakili investasi swasta dan
publik (Günel & Ilgin, 2014).

The Burj Khalifa adalah struktur mixed-use, dengan sebuah hotel, kantor dan
ruang ritel, restoran, klub malam, kolam renang, dan 900 tempat tinggal. Konstruksi
menggunakan 431.600 meter kubik beton dan 61.000 ton besi/rebar. Bangunan itu
memiliki berat kosong sekitar 500.000 ton seperti Piramida Besar di Giza. Burj
Khalifa dapat menampung 35.000 orang sekaligus. Untuk menutupi 160 lantainya,
Sebanyak 57 elevator dengan kecepatan 40 mph digunakan. Panas, iklim lembab
Dubai, dikombinasikan dengan pendingin udara yang diperlukan untuk menangani
suhu luar yang mencapai lebih dari 120°F, menghasilkan begitu banyak kondensasi
air yang dikumpulkan dalam tangki penampungan di bawah tanah (ground water
tank) dan digunakan untuk irigasi lanskap. Piramida Besar di Giza memegang rekor
sebagai buatan manusia tertinggi struktur dunia selama sekitar 4.000 tahun. Sebuah
bangunan 568 meter lebih tinggi dari Burj Khalifa dijadwalkan selesai pada tahun
2016 di Kuwait.

Di Jakarta – Indonesia, saat ini gedung tertingginya adalah Wisma 46 (gambar


2.30) yang dibuat oleh DP Architects Private Limited dan Zeidler Partnership
Architects adalah nama sebuah gedung setinggi 250 meter di Jakarta, Indonesia.

66 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


Menurut Emporis – Building data and Construction Project Worldwide, gedung ini
juga merupakan gedung tertinggi ke-97 di dunia pada tahun 2008.

Gedung-gedung bertingkat di dunia dari yang tertinggi seperti The Burj


Khalifa dan lainnya (gambar 2.31). Pada tabel berikut (lihat tabel 2.1) dapat di lihat
daftar 50 gedung tinggi di dunia.

Wisma 46 diresmikan pada tahun 1996 dan memiliki 50 lantai. Gedung ini
memiliki bentuk yang unik, seperti sebuah pena yang berdiri tegak. Menurut data
Emporis, Wisma 46 tidak lagi masuk dalam 200 gedung tinggi di dunia (emporis,
2012). Berdasarkan data terbaru Emporis gedung Wisma 46 merupakan gedung
tertinggi di Indonesia, dan 20 Gedung tinggi di Indonesia semuanya ada di Jakarta,
berikut daftar gedung tinggi di Indonesia (lihat tabel 2.2)

Gambar 2.30: Gedung Wisma BNI 46


Sumber: (Azahari, 2008)

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 67
68 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya
Gambar 2.31: Beberapa Bangunan Tinggi
Sumber: (Deskarati, 2012)
Tabel 2.1: World's tallest buildings - Top 50
Urutan Lantai Tinggi Tahun
Gedung (Building) Kota (City)
(#) (Floors) (Height) (Year)
1 Burj Khalifa Dubai 163 828 m 2010
2 Shanghai Tower Shanghai 121 632 m 2014
Makkah Clock Royal Tower Makkah
3 [Abraj Al Bait] 120 601 m 2012
One World Trade Center New York City
4 [New World Trade Center] 104 541 m 2014
CTF Finance Centre Guangzhou
5 [Guangzhou Twin Towers] 116 530 m 2016
6 Taipei 101 Taipei 101 509 m 2004
Shanghai World Financial Shanghai
7 Center 101 492 m 2008
International Commerce Hong Kong
8 Centre [Union Square] 118 484 m 2010
Petronas Tower 1 [Petronas Kuala Lumpur
9 Towers] 88 452 m 1998
Petronas Tower 2 [Petronas Kuala Lumpur
10 Towers] 88 452 m 1998
11 Zifeng Tower Nanjing 66 450 m 2010
12 Willis Tower Chicago 108 442 m 1974
13 KK100 Shenzhen 100 442 m 2011
Guangzhou International Finance Guangzhou
14 Center [Guangzhou Twin Towers] 103 438 m 2010
15 432 Park Avenue New York City 96 426 m 2015
Trump International Hotel & Chicago
16 Tower 98 423 m 2009
17 Jin Mao Tower Shanghai 88 421 m 1999
Two International Finance Hong Kong
Centre [International Finance
18 Centre] 88 415 m 2003
19 Princess Tower Dubai 101 413 m 2012
20 Al Hamra Tower Kuwait City 80 412 m 2011
21 23 Marina Dubai 89 393 m 2012
22 CITIC Plaza [CITIC Plaza] Guangzhou 80 391 m 1997
Eton Place Dalian 1 [Eton Dalian
23 Place Dalian] 81 388 m 2014
Capital Market Authority Riyadh
24 Headquarters 77 385 m 2014
Shun Hing Square [Shun Hing Shenzhen
25 Square] 69 384 m 1996
26 The Domain [Central Market] Abu Dhabi 88 382 m 2014
27 Empire State Building New York City 102 381 m 1931
28 Elite Residence Dubai 91 380 m 2012
29 Central Plaza Hong Kong 78 374 m 1992
30 Bank of China Tower Hong Kong 70 367 m 1990
31 Bank of America Tower New York City 58 366 m 2009
32 Almas Tower Dubai 68 363 m 2009
33 The Pinnacle Guangzhou 60 360 m 2012

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 69
Urutan Lantai Tinggi Tahun
Gedung (Building) Kota (City)
(#) (Floors) (Height) (Year)
JW Marriott Marquis Dubai 1 Dubai
34 [JW Marriott Marquis Dubai] 77 355 m 2012
JW Marriott Marquis Dubai 2 Dubai
35 [JW Marriott Marquis Dubai] 77 355 m 2014
Emirates Office Tower Dubai
36 [Emirates Towers] 54 355 m 2000
OKO Apartment Tower Moscow
37 [OKO] 85 352 m 2015
38 Tuntex Sky Tower Kaohsiung City 85 348 m 1997
39 Aon Center Chicago 83 346 m 1973
40 The Center Hong Kong 73 346 m 1998
41 John Hancock Center Chicago 100 344 m 1969
42 ADNOC Headquarters Abu Dhabi 75 342 m 2014
Ahmed Abdul Rahim Al Attar Dubai
43 Tower 76 342 m 2014
44 The Wharf Times Square Wuxi 68 339 m 2015
45 Global Financial Building Chongqing 73 339 m 2014
46 Mercury City Moscow 75 339 m 2013
Tianjin Global Financial Tianjin
47 Center 72 337 m 2011
48 The Torch Dubai 79 337 m 2011
Keangnam Hanoi Landmark Hanoi
49 Tower 72 336 m 2012
50 Wenzhou Trade Center Wenzhou 68 333 m 201
Sumber: (Emporis GMBH, 2014)

Tabel 2.2: Gedung Tinggi di Indonesia – 20 Top


Urutan Gedung (Building) Kota Lantai) Tinggi Tahun
(#)
Raffles Jakarta [Ciputra World 1 Jakarta
1 Jakarta] 52 253 m 2014
2 Wisma 46 [Kota BNI] Jakarta 50 250 m 1996
3 The Pakubuwono Signature Jakarta 52 235 m 2015
4 BCA Tower [Grand Indonesia] Jakarta 56 230 m 2008
5 Equity Tower Jakarta 44 220 m 2010
The Peak 1 & 2 [The Peak, a Jakarta
6 Beaufort Residence at Sudirman] 55 219 m 2006
Denpasar Residence @ Kuningan Jakarta
7 City 1 58 218 m 2012
Denpasar Residence @ Kuningan Jakarta
8 City 2 58 218 m 2012
9 The Energy [Graha Niaga] Jakarta 40 217 m 2008
Bakrie Tower [Rasuna Epicentrum Jakarta
10 Superblock] 50 214 m 2009

70 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


Tabel 2.2: Gedung Tinggi di Indonesia – 20 Top
Urutan Gedung (Building) Kota Lantai) Tinggi Tahun
(#)
11 Sudirman Place [Sudirman Place] Jakarta 52 213 m 2006
Ritz-Carlton Jakarta Tower A Jakarta
12 [Ritz-Carlton Jakarta] 48 212 m 2005
Ritz-Carlton Jakarta Tower B Jakarta
13 [Ritz-Carlton Jakarta] 48 212 m 2005
Keraton at The Plaza [Plaza Jakarta
14 Indonesia] 46 210 m 2009
Seaview Condominium @ Green Jakarta
Bay Pluit Tower J [Green Bay
15 Pluit] 48 208 m 2014
Seaview Condominium @ Green Jakarta
Bay Pluit Tower K [Green Bay
16 Pluit] 48 208 m 2014
Seaview Condominium @ Green Jakarta
Bay Pluit Tower L [Green Bay
17 Pluit] 48 208 m 2014
Seaview Condominium @ Green Jakarta
Bay Pluit Tower M [Green Bay
18 Pluit] 48 208 m 2014
19 The City Center @ Batavia City Jakarta 47 208 m 2012
Ciputra World Residential Tower Jakarta
20 [Ciputra World 1 Jakarta] 49 207 m 2014
Sumber: (Emporis GMBH, 2014)

2.5 Keahlian yang dibutuhkan

Keahlian dalam perencanaan struktur beton bertulang haruslah memenuhi


persyarat-persyarat yang berlaku. Analisis struktur harus dilakukan dengan cara-
cara mekanika teknik yang baku. Analisis dengan komputer, harus disertai dengan
penjelasan mengenai prinsip cara kerja program, data masukan serta penjelasan
mengenai data keluaran. Ahli dapat menggunakan percobaan model dan
diperbolehkan bila diperlukan untuk menunjang analisis teoritis. Analisis struktur
harus dilakukan dengan model-model matematis yang mensimulasikan keadaan
struktur yang sesungguhnya dilihat dari segi sifat bahan dan kekakuan unsur-
unsurnya. Bila cara perhitungan menyimpang dari ketentuan dalam SNI 03-2847-
2002, maka harus mengikuti persyaratan sebagai berikut:

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 71
(1) Struktur yang dihasilkan harus dapat dibuktikan cukup aman dengan
bantuan perhitungan dan/atau percobaan.

(2) Tanggung jawab atas penyimpangan yang terjadi dipikul oleh perencana
dan pelaksana yang bersangkutan.

(3) Perhitungan dan/atau percobaan tersebut diajukan kepada panitia yang


ditunjuk oleh pengawas bangunan yang berwenang, yang terdiri dari ahli-
ahli yang diberi wewenang menentukan segala keterangan dan cara-cara
tersebut. Bila perlu, panitia dapat meminta diadakan percobaan ulang,
lanjutan atau tambahan. Laporan panitia yang berisi syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan penggunaan cara tersebut mempunyai kekuatan yang
sama dengan tata cara ini.

2.5.1 Perkembangan Industri Konstruksi

Industri Konstruksi Dunia adalah salah satu industri terbesar di seluruh dunia.
Kontribusi industri ini memberikan kontribusi terhadap GDP global berkisar
sepersepuluh dari jumlah total. Industri Konstruksi Dunia juga merupakan
generator kerja potensial dan memberikan pekerjaan untuk hampir tujuh persen
pekerja yang bekerja total di seluruh dunia. Luasnya industri ini telah menjadi
begitu besar sehingga energi, dalam bentuk listrik maupun bahan bakar, yang
dikonsumsi sekitar dua-seperlima dari total energi yang dikonsumsi di seluruh
dunia. Sumber daya yang digunakan dalam Industri Konstruksi Dunia juga
mengejutkan tingginya dan mengkonsumsi lima puluh persen dari total sumber
daya dunia. Industri Konstruksi Dunia adalah dasar dari perekonomian dunia yang
dicapai melalui pembangunan properti real estate (perumahan dan komersial),
jembatan, terowongan, jalan, rel kereta api dan kompartemen, bandara, dan lainnya.
Industri Konstruksi Dunia saat ini sebagai dasar untuk menilai kinerja kondisi
ekonomi suatu negara. Industri ini bukanlah entitas homogen tetapi memiliki
karakteristik heterogen. (EconomyWatch, 2010).

Tren Industri Konstruksi di seluruh dunia menunjukkan kenaikan laju


pertumbuhan. Industri ini terdiri dari banyak komponen termasuk konstruksi teknik

72 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


sipil berat dan (jalan raya, jembatan, rel kereta api, bandara, dll), real estate (baik
perumahan maupun komersial) pengembangan, dan produk konstruksi khusus
(seperti produk arsitektur, sambungan listrik, barang-barang dekoratif, dll). Semua
segmen ini tidak dapat diharapkan untuk menunjukkan tren serupa dan bahkan
menunjukkan pola pertumbuhan diferensial di seluruh dunia.

Demikian juga di Indonesia, seperti halnya pada industri lain, pasar jasa
konstruksi sangat dipengaruhi oleh daya beli dari masyarakat dan pemerintah,
dimana daya beli ini berkaitan erat dengan perkembangan ekonomi makro
Indonesia yang mengalami gangguan akibat krisis ekonomi yang terjadi pada
tahun 1997/1998 tersebut. Sebelum krisis ekonomi pada tahun 1997, Biro Pusat
Statistik (BPS, 2006) mencatat adanya pertumbuhan di sektor konstruksi yang
mencapai 13,71% per tahun. Tingkat pertumbuhan ini lebih tinggi dari
pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 7,85%. Akan tetapi setelah
krisis ekonomi menyerang Indonesia, konstruksi merupakan sektor yang paling
merasakan imbas dari krisis ekonomi tersebut dimana sektor konstruksi pada tahun
1998 terpuruk hingga minus 36,4% dan mengalami pertumbuhan yang paling parah
dibandingkan sektor ekonomi yang lainnya seperti manufaktur dan pertanian.
Dalam kurun waktu tersebut perusahaan-perusahaan jasa konstruksi sangat terpukul
pada saat terjadinya krisis ekonomi karena volume pekerjaan konstruksi berkurang
drastis, proyek ditangguhkan atau dihentikan sementara oleh pemiliknya dan juga
pemilik proyek banyak yang kesulitan melakukan pembayaran kepada kontraktor.
Sementara dalam waktu yang bersamaan, kontraktor memiliki kewajiban
membayar kepada pihak ketiga, terutama pengusaha golongan ekonomi lemah,
disamping harus membayar bunga pinjaman kepada pihak perbankan yang mana
pada saat itu suku bunga perbankan melonjak drastis sampai mencapai sekitar 25-
26% per tahunnya.

Perkembangan industri jasa konstruksi di Indonesia dibagi dalam 5 (lima)


periode Periode 1945 – 1950: Pada periode ini praktis industri jasa konstruksi
belum bangkit, karena negeri kita masih disibukkan dengan usaha Belanda yang
ingin menjajah kita kembali sehingga terjadilah Agresi Militer Belanda I (1947)

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 73
dan Agresi Militer Belanda II (1948). Tahun 1950, Indonesia kembali menjadi
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan membubarkan Republik Indonesia
Serikat (RIS), karena nya dalam periode ini belum tumbuh pembangunan atau
industri jasa konstruksi. Perusahaan jasa konstruksi yang ada dalam periode ini
kebanyakan adalah perusahaan Belanda seperti NV de Hollandshe Beton
Maatschappij (PT. Hutama Karya), NV Volker Associate (PT. Adhi Karya), NV
Nederlandshe Aanneming Maatschappij (PT. Nindya Karya), NV Volker
Aanneming Maatschappij (PT. Waskita Karya).

Periode 1951 – 1959: Sejak tahun 1951 sampai dengan 1959, Pemerintah
Republik Indonesia yang menggunakan sistem Kabinet Parlementer tidak pernah
stabil. Kabinet silih berganti, karena itu dalam periode ini industri jasa konstruksi
tetap masih belum bangkit. Perencanaan pembangunan yang definitive belum ada.
Bentuk kontrak mengacu kepada satu – satunya ketentuan warisan Belanda, yaitu
AV41.

Periode 1960 – 1966: Pada periode ini, pembangunan baru dimulai dan
dipimpin langsung oleh Bung Karno dengan nama proyek “Proyek – Proyek
Mandataris”, seperti MONAS, Monumen Irian Barat, Hotel Indonesia, Samudra
Beach, Bali Beach, Wisma Nusantara, Jembatan Semanggi, Gelora Senayan dan
lainnya. Hingga tahun 1966 bentuk kontrak pada umumnya adalah cost plus fee.
Pekerjaan langsung ditunjuk langsung oleh Pemerintah (tanpa tender) dan sektor
swasta belum ikut serta. Setelah tahun 1966, Pemerintah melarang bentuk kontrak
cost plus fee. Kontrak ini dinilai tidak begitu baik karena mudah terjadi manipulasi
dan tidak efisien sehingga biaya proyek menjadi tidak terukur.

Periode 1967 – 1996: Pada awal tahun 1969, Pemerintah menetapkan suatu
program pembangunan yang terencana. Program ini dikenal dengan nama
Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJP I) Tahun 1969 – 1994 yang terdiri dari
5 (lima) Rencana Pembanguna Lima Tahun (REPELITA) dan Pembangunan
Jangka Panjang Tahap II (PJP II) Tahun 1994 – 2019, yang dimulai dengan
REPELITA VI Tahun 1994 – 1999. Kontrak konstruksi sebagian besar
menggunakan standar atau versi Pemerintah kecuali sektor swasta dan proyek yang

74 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


menggunakan dana pinjaman luar negeri (loan) yang biasanya mengacu pada
standar kontrak seperti FIDIC / JCT / AIA / JCT.

Periode 1997 – 2002: Pada pertengahan tahun 1997 terjadi krisis moneter.
Industri jasa konstruksi mengalami goncangan yang sangat hebat. Proyek – proyek
mendadak berhenti dikarenakan Pengguna Jasa tidak mampu membayar Penyedia
Jasa. Pada tahu 1999, Pemerintah membuat peraturan perundang – undangan baku
mengenai industri jasa konstruksi, yaitu Undang – Undang No. 18 Tahun 1999
tentang Jasa Konstruksi diikuti dengan 3 (tiga) Peraturan Pemerintah sebagai
peraturan pelaksanaannya, yaitu PP No. 28, 29 dan 30 Tahun 2000. Selain itu
melalui BSN, pemerintah secara kontinyu mengembangkan standar-standar yang
berkaitan dengan konstruksi.
Di tengah ketatnya kondisi persaingan bisnis jasa konstruksi ini, para pelaku
bisnis jasa konstruksi di Indonesia, dalam hal ini adalah kontraktor jasa konstruksi,
berupaya keras untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaannya. Terjaganya
eksistensi suatu perusahaan di-antaranya tergantung pada kemampuan
perusahaan tersebut untuk melihat peluang-peluang pasar yang ada.

Sektor konstruksi di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan.


Dalam PDB tahun 2011 yaitu sekitar sebesar 8%, tahun 2012 sebesar 10% dan pada
tahun 2013 diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 11-12%. Secara nilai juga
mengalami peningkatan, pada tahun 2011 sebesar Rp 250 triliun, pada tahun 2012
sebesar Rp 330 Triliun dan diprediksi pada tahun 2013 nilai belanja konstruksi
nasional meningkat sekitar 20% (Road to 41st IFAWPCA Convention, 2012).
Pasar Konstruksi sesuai dengan (tabel 2.3) terjadi peningkatan signifikan.
Peningkatan ini seiring dengan komitmen pemerintah yang berfokus pada
pembangunan infrastruktur untuk mendukung aktivitas ekonomi dan juga
meningkatkan mobilitas dalam hubungan internasional, terlebih sejak Indonesia
masuk ke dalam zona Investment grade. Komitmen pemerintah untuk membenahi
kualitas infrastruktur nasional direfleksikan dalam RAPBN 2013 mencapai 11,76
persen dari total anggaran belanja negara sebesar Rp. 1.657,9 trilliun. Angka

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 75
tersebut, meningkat 14,9 persen dari alokasi belanja modal dalam APBN-P tahun
2012
Tabel 2.3:Pasar Industri Konstruksi di Indonesia
Pasar Konstruksi Nasional 2012 2014
APBN Rp.93 triliun Rp.150 triliun
APBD Rp.40 triliun Rp.60 triliun
BUMN & BUMD Rp.97 triliun Rp.70 triliun
Swasta Rp.170 triliun Rp.200 triliun
Total Rp. 400 triliun Rp. 480 triliun
(AKI, 2013)
Beberapa factor yang menjadi kendala dalam sektor konstruksi antara lain
adalah (1) Tingginya suku bunga sehingga daya saing dengan kontraktor asing
menjadi sangat lemah. (2) Masalah pajak juga menjadi kendala berat karena PPH
final yang cukup besar. (3) Terbatasnya SDM tenaga skill mulai dari mandor hingga
project manager, karena banyak pekerja yang memilih untuk bekerja di luar negeri
melalui PJTKI, padahal sebenarnya pendapatan tenaga skill ini juga cukup tinggi di
dalam negeri. Kurangnya informasi kepada masyarakat mengenai besarnya
pendapatan. (4) Tidak adanya kesepahaman mengenai berbagai hal yang
menyangkut konstruksi mulai dari desain sampai dengan pelaksanaan, terutama
ketidak sepahaman dari penegak hukum. Hal ini sangat memprihatinkan karena
memperlambat kinerja dan efisiensi. Sebagai conton, 1 proyek bisa diperiksa oleh
5 penegak hukum, padahal dengan 2 pemeriksa saja sudah cukup.

2.5.2 Perkembangan keahlian

Laporan 2001 ASCE, “Engineering the Future of Civil Engineering”, bahwa


untuk insinyur sipil harus mempertahankan gaya kepemimpinan dalam
infrastruktur dan lingkungan sekitarnya, rencana induk pelaksanaan diperlukan; dan
dasarnya rencana induk ini adalah dokumen yang disebut “Body of Knowledge”.
Menurut ASCE, seorang insinyur sipil harus memiliki keahlian professional dan
terus belajar sesuai dengan spesialisasinya yang dibuktikan dengan sertifikasi ahli
dibidangnya (Hansen & Zenobia, 2011), yang dipublikasikan dalam Body of
Knowledge/BOK1, tahun 2004 (gambar 2.32).
Pengertian “baccalaureate education” (Farlex, Inc, 2014) adalah pendidikan
dengan tingkat universitas Sarjana atau Arts, Bachelor of Science, dll. Pengalaman

76 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


berarti kemampuan untuk merancang dan melakukan percobaan, serta menganalisis
dan menginterpretasikan data (Hansen & Zenobia, 2011). Kaitannya dengan ahli
sipil adalah seorang yang mempunyai kompetensi atau kemampuan untuk
merancang dan melakukan percobaan di ilmu sipil, serta menganalisis dan
menginterpretasikan data untuk pekerjaannya. Lifelong learning-pengakuan dari
kebutuhan, dan kemampuan untuk terlibat dalam, belajar sepanjang hayat.
Profesional berarti seorang yang kompeten dalam bidangnya.

AHLI SIPIL SEKARANG


(TODAY’S CE PROFESSIONAL)
Body of Knowledge
(Implicit)

Pendidikan, Teknik, Praktisi/Ahli


tingkat universitas Ujian/ profesional dan
Sarjana atau Arts, Pengalaman Sertifikat Belajar Selama
Bachelor of Science, dll (Experience) (Exam/ hidup
(Baccalaureate License) (Professional
Education) Practice and
Lifelong Learning)

AHLI SIPIL DULU


(TOMORROW’S CE PROFESSIONAL TRACK)
Body of Knowledge
(Explicit) Banyak fokus
Beragam Pendidikan, pada Pengalaman
Praktisi/Ahli
Teknik, tingkat & Pendidikan
Ujian/Sert profesional dan
universitas Sarjana atau Megister atau
ificat Belajar Selama
Arts, Bachelor of tambahan 30 SKS
(Exam/ hidup
Science, dll (More Focused
License) (Professional
(Modified Baccalaureate Experience &
Practice and
Education) Master’s Degree
Lifelong Learning)
or ~ 30 credits)

Gambar 2.32: Visi ASCE untuk mempersiapkan karir di Teknik Sipil (Adapted
from ASCE Policy Statement 465
Sumber: (Hansen & Zenobia, 2011)

Sejak tahun 1999 melalui Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi mewajibkan setiap orang yang terlibat dalam usaha jasa konstruksi
memiliki sertifikat baik itu sertifikat keahlian maupun sertifikat keterampilan.
Untuk orang-orang dengan keterampilan tertentu, misalnya juru gambar
professional memang wajar harus punya sertifikat keterampilan yang menunjukkan
bahwa dia memang terampil dalam bidang gambar teknik.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 77
Tujuan sertifikasi adalah menciptakan orang-orang mumpuni dibidangnya.
Sertifikasi digolongkan menjadi Sertifikat Keahlian (SKA) dan Sertifikat
Ketrampilan (SKT). SKA adalah bukti kompetensi dan kemampuan profesi
keahlian kerja tenaga ahli bidang Jasa Pelaksana Konstruksi (KONTRAKTOR),
Jasa Perencana Konstruksi atau Jasa Pengawas Konstruksi (KONSULTAN),
dengan kualifikasi tenaga ahli tenaga ahli Jasa Konstruksi adalah; (1) Ahli Utama,
(2) Ahli Madya, dan (3) Ahli Muda.

SKT (Sertifikat Keterampilan) adalah bukti kompetensi dan kemampuan


profesi keterampilan kerja bidang Jasa Pelaksana Konstruksi (KONTRAKTOR)
yang harus dimiliki tenaga kerja/ahli perusahaan untuk dapat ditetapkan sebagai
Penanggung Jawab Teknik (PJT) dalam permohonan Sertifikasi dan Registrasi Jasa
Pelaksana Konstruksi. Kualifikasi tenaga terampil Jasa Pelaksana Konstruksi
adalah (1) Tingkat I, (2) Tingkat II dan (3) Tingkat III

Sebuah badan usaha jasa konstruksi harus memiliki tenaga ahli bersertifikat
keahlian (SKA) untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT) atau
Penanggung Jawab Bidang (PJB) yang merupakan salah satu persyaratan utama
untuk mengajukan permohonan Sertifikasi dan Registrasi Badan Usaha bidang Jasa
Konstruksi. SKA dan SKT tersebut dikeluarkan oleh asosiasi profesi jasa konstruksi
yang telah diakreditasi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). SKT
hanya untuk tenaga ahli perusahaan Jasa Pelaksana Konstruksi (kontraktor);
sedangkan SKA berlaku baik untuk kontraktor maupun konsultan.

Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) adalah Lembaga yang sah


sebagai penyelenggara peran masyarakat dalam pengembangan jasa konstruksi dan
Keabsahan Sertifikat Badan Usaha (SBU), Sertifikat Keahlian (SKA) dan Sertifikat
Keterampilan (SKT) yang sah digunakan untuk memenuhi persyaratan dalam
Pengurusan ljin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) dan persyaratan menjadi Penyedia
Jasa untuk mengikuti pemilihan pengadaan jasa penyelenggara jasa Konstruksi
(LPJK, 1 Oktober 2014).

Pengelompokan bidang untuk SKA menurut LPJK, sesuai dengan Sertifikat


Keahlian (SKA) untuk tenaga ahli perusahaan Jasa Konstruksi menjadi Bidang

78 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


Arsitektur, Sipil, Mekanikal, Elektrikal, Tata Lingkungan dan Bidang Lainnya.
Sertifikat Keterampilan (SKT) untuk tenaga ahli perusahaan Jasa Pelaksana
Konstruksi mencakup Bidang Arsitektur, Sipil, Mekanikal, Elektrikal, Tata
Lingkungan. Terkait dengan assoisasi yang dapat mengeluarkan SKA atau SKT
sesuai Bidang Sipil dan Sub Bidang Tenaga Ahli Jasa Konstruksi (tabel 2.4):
Tabel 2.4:Asosiasi Profesi
No Sub Bidang Kode Deskripsi
Keahlian Asosiasi Profesi
Sipil/Klasifikasi
1 Ahli Teknik Bangunan Gedung/201 Ahli Teknik Bangunan Gedung
Teknik Sipil AS100 HAKI/PII/PATI adalah ahli yang memiliki
Struktur AS200 HAKI/PII/PATI kompetensi merancang,
melaksanakan dan mengawasi
Perencana AS201 pekerjaan struktur bangunan
ATAKI
Struktur gedung yang menguasai
Pelaksana AS202 bangunan gedung.
ATAKI
Struktur
Pengawas AS203
ATAKI
Struktur
2 Ahli Teknik Jalan/202 Ahli Teknik Jalan adalah ahli
Teknik Sipil yang memiliki kompetensi
Transportasi AS300 HAKI merancang geometri dan struktur
jalan, melaksanakan dan
Perencana Jalan AS301 HPJI/PATI/ATAKI mengawasi pekerjaan konstruksi
Pelaksana Jalan AS306 HPJI/PATI/ATAKI jalan.
Pengawas Jalan AS311 HPJI/PATI/ATAKI
3 Ahli Teknik Jembatan/203 Ahli Teknik Jembatan adalah ahli
Transportasi AS300 HAKI yang memiliki kompetensi
Perencana AS302 merancang bentuk dan struktur
HPJI/PATI/ATAKI jembatan, melaksanakan dan
Jembatan
mengawasi pekerjaan konstruksi
Pelaksana AS307 jembatan.
HPJI/PATI/ATAKI
Jembatan
Pengawas AS312
HPJI/PATI/ATAKI
Jembatan
4 Teknik Sipil (Ahli Keselamatan Jalan/204) Ahli Keselamatan Jalan adalah
- ahli yang memiliki
ompetensimerancang, dan
menilai seluruh aspek
keselamatan jalan.
5 Ahli Teknik Terowongan/205 Ahli Teknik Terowongan adalah
Perencana AS303 ahli yang memiliki kompetensi
Terowongan HPJI merancang bentuk dan struktur
terowongan, melaksanakan
Jalan
dan mengawasi pekerjaan
Pelaksana AS308 konstruksi terowongan.
Terowongan HPJI
Jalan
Pengawas AS313
Terowongan
Jalan
HPJI

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 79
Tabel 2.4:Asosiasi Profesi
No Sub Bidang Kode Deskripsi
Keahlian Asosiasi Profesi
Sipil/Klasifikasi
6 Ahli Teknik Landasan Terbang/206 Ahli Teknik Landasan Terbang
Perencana AS304 adalah ahli yang memiliki
Landasan kompetensi merancang bentuk
HPJI geometri dan struktur landasan
Terbang
terbang, melaksanakan dan
mengawasi pekerjaan
Pelaksana AS309 konstruksi landasan terbang.
Landasan
HPJI
Terbang

Pengawas AS314
Landasan
HPJI
Terbang

7 Ahli Teknik Jalan Rel/207 Ahli Teknik Jalan Rel adalah ahli
Perencana Jalan AS305 yang memiliki kompetensi
HPJI merancang geometri dan struktur
Rel
jalan rel, melaksanakan dan
Pelaksana Jalan AS310
HPJI mengawasi pekerjaan konstruksi
Rel jalan rel.
Pengawas Jalan AS315
HPJI
Rel
8 Teknik Sipil (Ahli Teknik Dermaga/208) Ahli Teknik Dermaga adalah ahli
yang memiliki kompetensi
merancang bentuk dan struktur
dermaga, melaksanakan dan
mengawasi pekerjaan konstruksi
dermaga dan melakukan
pengawasan
pekerjaan dermaga.
9 Teknik Sipil (Ahli Teknik Bangunan Lepas Ahli Teknik Bangunan Lepas
Pantai/209) Pantai adalah ahli yang memiliki
kompetensi merancang bentuk
dan struktur bangunan lepas
pantai, melaksanakan konstruksi
bangunan lepas pantai.
10 Bendungan AS401 Ahli Teknik Bendungan Besar
Besar adalah ahli yang memiliki
kompetensi merancang bentuk
KNI-BB dan struktur bendungan besar,
melaksanakan dan mengawasi
pekerjaan konstruksi bendungan
besar.
11/ Sumber Daya AS400 (211) Ahli Teknik Sungai dan
12/ Air (Ahli Teknik Drainase adalah ahli yang
13 Sungai dan memiliki kompetensi merancang
Drainase bentuk dan struktur sungai dan
drainase, melaksanakan dan
(211)/Ahli mengawasi pekerjaan konstruksi
HAKI/PII/HATHI
Teknik Irigasi sungai dan drainase.
(212)/Ahli (212) Ahli Teknik Irigasi adalah
Teknik Rawa ahli yang memiliki kompetensi
dan Pantai merancang bentuk dan struktur
(213)) irigasi termasuk bendung,

80 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


Tabel 2.4:Asosiasi Profesi
No Sub Bidang Kode Deskripsi
Keahlian Asosiasi Profesi
Sipil/Klasifikasi
Perencana AS402 melaksanakan dan mengawasi
Sumber Daya ATAKI pekerjaan konstruksi irigasi.
Air (213) Ahli Teknik Rawa dan
Pantai adalah ahli yang memiliki
Pelaksana AS403
kompetensi merancang bentuk
Sumber Daya ATAKI dan struktur rawa dan pantai,
Air melaksanakan dan mengawasi
Pengawas AS404 pekerjaan konstruksi rawa dan
Sumber Daya ATAKI pantai.
Air
14 Ahli Teknik Pembongkaran Bangunan (214) Ahli Teknik Pembongkaran
Bangunan adalah ahli yang
memiliki kompetensi merancang
pembongkaran bangunan gedung
sesuai kondisi lingkungan,
melaksanakan dan mengawasi
pekerjaan pembongkaran
bangunan.
15 Teknik Sipil AL 400 Ahli Pemeliharaan dan
(Perawatan Perawatan Bangunan adalah ahli
Bangunan/215) yang memiliki kompetensi
melaksanakan dan mengawasi
pekerjaan pemeliharaan dan
perawatan bangunan.

16 Teknik Sipil (Ahli Geoteknik/216) Ahli Geoteknik adalah ahli yang


Geoteknik AS500 memiliki kompetensi
melaksanakan pengukuran dan uji
kekuatan daya dukung tanah dan
HAKI/PII/HATTI menilai jenis-jenis tanah pada
lokasi yang akan didirikan
bangunan.
17 Teknik Sipil (Ahli Geodesi/217) Ahli Teknik Geodesi adalah ahli
Geodesi AS600 PII yang memiliki kompetensi
Survey dan AS601 melaksanakan pemetaan tanah
dan atau laut dengan metoda
Pemetaan PII
teristis, fotogrameris, remote
Teristris sensing maupun GPS yang
Fotogrametri AS602 PII diperlukan sebagai dasar
Remote Sensing AS603 PII merancang bangunan dan
Survey AS604 atau wilayah tertentu.
Hidrografi dan
PII
Pemetaan
Bathymetric
System AS605
Informasi PII
Geografi
Sumber: (Andhika Consulting, 2014; PII, 2014)

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 81
2.5.3 Peran Ahli Beton

Berdasarkan aktifitas pekerjaan beton dalam sebuah pekerjaan jasa


konstruksi, ahli beton berperan dari mulai pre-engineering sampai dengan
penyerahan akhir sebuah pekerjaan (Final Hand Over/FHO), diagramnya (gambar
2.33).

Pada tahap study kelayakan dan pre-engineering, ahli beton akan memilih
alternatif material apa dan struktur yang bagaimana yang akan dibangun dengan
mempertimbangkan rencana arsitekturalnya. Pilihannnya jika dimensi besar atau
tinggi, kemungkinan penggunaan kekuatan tekan beton dalam struktur menjadi
lebih longgar, akan tetapi jika dimensi yang dipilih haruslah ekonomis dengan
tingkat kekuatan yang besar maka kekuatan tekan beton yang dipilih haruslah cukup
tinggi atau di atas beton normal.

Pada tahapan perencanaan detail, ahli beton merumuskan kekuatan yang


dipilih dan digunakan untuk dasar perencanaan mekanika teknik (analisa struktur),
jika hasil analisis memberikan keluaran bahwa kekuatan tekan yang dipilih atau
ditentukan cukup selanjutnya ahli beton akan menuangkan dan mendesripsikan
menjadi spesifikasi teknis untuk pekerjaan beton termasuk didalamnya spesifikasi
penggunaan material beton, perancangannya, pembuatan, perawatan dan pengujian
beton serta evaluasi yang akan dilakukan.

82 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


Pre-Engineering Detailed Engineering
Feasibility Study
(Kekuatan Struktur; Design
(Study Kelayakan)
Dimensi Struktur) (Perencanaan Detail)

Technical Specifications
(Rencana Kerja & syarat-Syarat)
Fase Perencanaan oleh Konsultan

Bidding Process
(Proses Tender)
Fase Procurement /Pengadaan

Contract
Hand Over
(Kontrak)
(Serah Terima)

Project Management and Supervision Implementation Project Work


(Monitoring & Evaluasi) (Pelaksanaan)

Fase Konstruksi

Gambar 2.33: Pekerjaan Ahli Beton

Tahapan selanjutnya pemilihan kontraktor pelaksana sampai kontrak untuk


pelaksanaan pekerjaan. Peran monitoring dan evaluasi pekerjaan umumnya
dilakukan oleh konsultan pengawasan atau manajemen konstruksi. Ahli beton pada
tahap ini melakukan evaluasi dan monitoring pekerjaan serta melakukan konfirmasi
apakah pekerjaan beton sesuai dengan spesifikasi teknis yang ditentukan. Jika tidak
maka harus dilakukan tindakan perbaikan terhadap struktur beton yang ditolak. Jika
pekerjaan telah sesuai dengan spesifikasi teknis maka pekerjaan dapat diterima dan
dinyatakan dalam suatu serah terima pekerjaan.

Latihan Soal
1. Jelaskan secara singkat perkembangan beton?

2. Bahan perekat apa yang digunakan untuk membuat bangunan sebelum


jaman masehi?

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 83
3. Jelaskan perkembangan semen setelah masa penemuan semen yang
diproduksi sebagai semen Portland?

4. Jelaskan perkembangan struktur cangkang/shell yang menggunakan


bahan beton?

5. Jelaskan mengapa seorang ahli beton harus tersertifikasi?

6. Jelaskan bagaimana peran ahli beton dalam industri konstruksi dari mulai
tahap studi kelayakan sampai dengan serah terima pekerjaan?

7. Apa saja tindakan yang harus diambil jika hasil evaluasi kekuatan tekan
beton dari benda uji silinder tidak memenuhi kriteria penerimaan syarat
yang ditetapkan?

84 | Bab 2: Beton dan Perkembangannya


BAGIAN KEDUA
BAHAN BETON DAN BETON

| 85
| 86
BAB 3
APA DAN BAGAIMANA
PENGUJIAN BAHAN BETON
DAN BETON

Berisi tentang maksud dan tujuan pengujian bahan beton, beton segar
dan beton keras dikaitkan dengan kompetensi yang hendak dicapai
berdasarkan teori yang terkait. Kompetensi ini dikaitkan dengan
kemampuan daya saing lulusan di sektor industri konstruksi.

Beton umumnya terdiri dari tiga bahan penyusun yaitu semen, agregat dan air
dan jika di perlukan di tambahkan bahan tambah (admixture) tertentu untuk
merubah sifat-sifat tertentu dari beton yang bersangkutan. Semen merupakan bahan
campuran yang secara kimiawi aktif setelah berhubungan dengan air. Agregat tidak
memainkan peranan yang penting dalam reaksi kimia tersebut, tetapi berfungsi
sebagai bahan pengisi mineral yang dapat mencegah perubahan-perubahan volume
beton setalah selesai pengadukan, dan juga dapat memperbaiki keaweta dari beton
yang dikerjakan. Beton pada umumnya mengandung rongga udara sekitar 1% - 2%,
pasta semen (semen dan air) sekitar 25% - 40%, dan agregat (agregat halus dan
agregat kasar) sekitar 60% - 75%. Untuk mendapatkan kekuatan rencana yang baik
maka perlu dipelajari sifat dan karakteristik dari masing-masing bahan penyusun
tersebut. Untuk dapat mempelajari sifat dan karakteristik bahan penyusun beton dan

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 87
beton itu sendiri maka perlu dilakukan pengujian baik yang dilakukan pada bahan
beton, beton muda dan pada saat beton keras.

Kegiatan konstruksi akan mencakup tahap pra-konstruksi, konstruksi dan


pascakonstruksi. Kegiatan prakonstruksi meliputi kegiatan perencanaan yaitu
survey; investigasi; studi dan desain. Pada tahap ini kegiatan yang berkaitan dengan
teknologi beton akan mencakup kegiatan perencanaan baik kebutuhan material
maupun rancangan campuran dan sudah termasuk kecukupan bahan untuk
pekerjaan dan investigasi serta studi kelayakan bahan dan kekuatan beton yang akan
digunakan. Pada tahapan konstruksi merupakan implementasi hasil rancangan dan
pada pascakonstruksi, meliputi operasi, pemeliharaan, monitoring, dan evaluasi.
Pada tahap ini merupakan penilaian atas pekerjaan serta pemecahan atas persoalan
yang timbul dari saat pra sampai denga konstruksi.

Pengujian bahan penyusun beton dan beton merupakan salah satu bagian dari
kegiatan tahap prakonstruksi. Aktivitas pada setiap tahapan diatur dalam suatu
ketentuan tertulis dan dilandasi oleh dasar hukum yang berlaku yang
keseluruhannya dituangkan dalam Standar, Pedoman, Manual atau dalam sebuah
kegiatan proyek dituangkan dalam suatu rencana kerja dan syarat-syarat teknis atau
disingkat RKS (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 27 Desember 2007).

Pada tahapan pengujian bahan beton dan beton, pekerjaan ini haruslah
mengikuti standar-standar yang berlaku, terutama Standar Nasional Indonesia
untuk pekerjaan yang dikerjakan dan dilaksanakan di wilayah Republik Indonesia.
Acuan standar tersebut adalah suatu spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan,
disusun berdasarkan konsensus semua pihak terkait, dengan memperhatikan syarat-
syarat kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan, perkembangan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni (IPTEKS), pengalaman, perkembangan masa kini
dan mendatang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

Standar Nasional Indonesia (SNI) dirumuskan oleh Badan Standardisasi


Nasional (BSN) dan/atau instansi teknis, bekerjasama dengan instansi terkait,
melalui proses yang, ditetapkan oleh BSN dan berlaku secara nasional di Indonesia
(BSN, 2012).

88 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton


Sejalan dengan perkembangan kemampuan nasional di bidang standardisasi
dan dalam mengantisipasi era globlalisasi perdagangan dunia, AFTA (2003) dan
APEC (2010/2020), kegiatan standardisasi yang meliputi standar dan penilaian
kesesuaian (conformity assessment) secara terpadu perlu dikembangkan secara
berkelanjutan khususnya dalam memantapkan dan meningkatkan daya saing
produk nasional, memperlancar arus perdagangan dan melindungi kepentingan
umum. Untuk membina, mengembangkan serta mengkoordinasikan kegiatan di
bidang standardisasi secara nasional menjadi tanggung jawab Badan Standardisasi
Nasional (BSN).

Badan Standardisasi Nasional dibentuk dengan (Keputusan Presiden Nomor


13 Tahun 1997 tentang Badan Standardisasi Nasional) yang disempurnakan dengan
Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah dan yang terakhir dengan
Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, merupakan Lembaga Pemerintah Non
Departemen dengan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan
standardisasi di Indonesia. Badan ini menggantikan fungsi dari Dewan
Standardisasi Nasional – DSN. Dalam melaksanakan tugasnya Badan Standardisasi
Nasional berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional. Sesuai dengan tujuan utama standardisasi adalah
melindungi produsen, konsumen, tenaga kerja dan masyarakat dari aspek
keamanan, keselamatan, kesehatan serta pelestarian fungsi lingkungan, pengaturan
standardisasi secara nasional ini dilakukan dalam rangka membangun sistem
nasional yang mampu mendorong dan meningkatkan, menjamin mutu barang
dan/atau jasa serta mampu memfasilitasi keberterimaan produk nasional dalam
transaksi pasar global. Dari sistem dan kondisi tersebut diharapkan dapat
meningkatkan daya saing produk barang dan/atau jasa Indonesia di pasar global.
(BSN, 2012).

Perumusan Standar Nasional Indonesia, berlandaskan hukum pada PP 102


Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional yang merupakan subsistem dari Sistem

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 89
Standardisasi Nasional (SSN). (Peraturan Pemerintah, 10 November 2000). Pada
dasarnya merupakan akumulasi pengetahuan, teknologi dan pengalaman dari para
pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat proses pencapaian kesepakatan.
Pengembangan suatu standar melalui 2 (dua) pendekatan berbeda: (1) Berbasis
konsensus, kesepakatan terhadap suatu rancangan standar di kalangan para
pemangku kepentingan(stakeholders); (2) Berbasis scientific evidence, kesepakatan
terhadap suatu rancangan standar yang berlandaskan pada pembuktian secara
ilmiah. Mengacu pada pedoman tentang Pengembangan SNI yang mencakup
kelembagaan dan proses yang berkaitan dengan perumusan, penetapan, publikasi
dan pemeliharaan SNI. Agar SNI memperoleh keberterimaan yang luas diantara
para stakeholder, maka sesuai dengan WTO Code of good practice (WTO, 2007-
08-31) pengembangan SNI harus memenuhi sejumlah norma, yakni: (a) Openess;
Terbuka bagi agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat berpartisipasi
dalam pengembangan SNI. (b) Transparency; Transparan agar semua stakeholder
yang berkepentingan dapat mengikuti perkembangan SNI mulai dari tahap
pemrograman dan perumusan sampai ke tahap penetapannya . Dan dapat dengan
mudah memperoleh semua informsi yang berkaitan dengan pengembangan SNI; (c)
Consensus and impartiality; Tidak memihak dan konsensus agar semua stakeholder
dapat menyalurkan kepentingannya dan diperlakukan secara adil; (d) Effectiveness
and relevance; Efektif dan relevan agar dapat memfasilitasi perdagangan karena
memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; (e) Coherence; Koheren dengan
pengembangan standar internasional agar perkembangan pasar negara kita tidak
terisolasi dari perkembangan pasar global dan memperlancar perdagangan
internasional; dan (f) Development dimension; Berdimensi pembangunan agar
memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam meningkatkan
daya saing perekonomian nasional (BSN, 2012) .

Sesuai dengan bidangnya maka yang mengembangkan SNI dan berkaitan


dengan bidang pekerjaan sipil adalah Kementerian Pekerjaan Umum. Selain
mengembangkan SNI, juga mengembangkan dan menerapkan Norma, Pedoman,
Standar dan Manual (NPSM) untuk memberikan panduan dan kemudahan bagi

90 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton


pihak-pihak yang berkepentingan dalam bidang pekerjaan konstruksi untuk
melaksanakan kegiatan pembangunan sarana-prasarana. Norma di definisi menurut
Undang-undang no 25 tahun 2009 mengenai Pelayanan Publik adalah aturan atau
ketentuan yang dipakai sebagai tatanan untuk penyelenggaraan pemerintah. (UU RI
No.25 Tahun 2009). Standar atau lengkapnya standar teknis, adalah suatu norma
atau persyaratan yang biasanya berupa suatu dokumen formal yang menciptakan
kriteria, metode, proses, dan praktik rekayasa atau teknis yang seragam. Suatu
standar dapat pula berupa perangkat formal lain yang digunakan untuk kalibrasi.
Suatu standar primer biasanya berada dalam yurisdiksi suatu badan standardisasi
nasional. Standar sekunder, tersier, cek, serta bahan standar biasanya digunakan
sebagai rujukan dalam sistem metrologi. Pedoman adalah acuan yang bersifat
umum yang harus dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan
karakteristik dan kemampuan Daerah setempat dan Manual adalah acuan
operasional yang penerapannya disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik
suatu kegiatan tertentu (Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, 6 Mei 2000).

3.1 Maksud dan Tujuan Pengujian

Maksud dan tujuan dari suatu pengujian bahan penyusun beton adalah untuk
memberikan input data yang tepat sesuai dengan sifat dan karakteristik bahan yang
di uji. Input data ini nantinya dapat digunakan untuk membuat suatu rancangan
campuran beton yang proporsi campurannya dapat menghasilkan suatu mutu beton
sesuai dengan rencana.

Kualitas mutu suatu pekerjaan pada dasarnya tidak selalu sama dengan hasil
perancangan akan tetapi nilai yang dihasilkan dari suatu pekerjaan beton yang
diharapkan umumnya diberikan batas nilai minimum 95% dari nilai perancangan
dengan kata lain bahwa nilai yang cacat atau boleh gagal maksimum sebesar 5%.

Selain itu tujuan dari pengujian bahan penyusun beton dan beton itu sendiri
dimaksudkan untuk melakukan justifikasi dan menyesuiakan keadaan-keadaan
bahan yang ada yang ditunjukan dengan data-data hasil pengujian mengenai sifat

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 91
dan karakteristik bahan yang diuji yang berasal dari lapangan atau dari alam.
Kemudian dilakukan penyesuaian dengan pekerjaan-pekerjaan yang akan
dilaksanaan melalui suatu metode perancangan yang menjadi acuan.

3.1.1 Pengujian Semen

Contoh pengujian semen hidrolis dimaksudkan untuk mendapatkan data sifat


dan karakteristik semen sebagai konfirmasi atas spesifikasi yang tertulis dalam
spesifikasi penjualan. Sejumlah sampel tersebut didasarkan sesuai dengan keadaan
jumlah semen yang berada di gudang dan saat pengangkutan, yang diambil sesuai
dengan skenario tertentu sesuai kaidah statistik.

Pengujian semen dimaksudkan untuk mendapatkan karakteristik sifat kimia


dan fisika dalam semen. Perbedaan antara data spesifikasi yang tertulis dalam
manual (mill) certificate dengan data hasil uji pengguna merupakan masalah yang
serius, seperti misalnya spsifikasi batasan alkali (Na2O) dan kandungan sulfate
(Poole, 2006).

3.1.2 Pengujian Agregat

Tujuan utama pengujian Agregat ada dua yaitu (1) menentukan kelayakan
(kegunaan) agregat jika digunakan untuk bahan beton termasuk pengujian terhadap
abrasi, kekerasan, berat jenis, siklus freeze-thaw, ketahanan terhadap reaksi alkali;
dan (2) untuk menjamin keseragaman seperti kontrol terhadap kandungan kadar air,
berat jenis relatif dan gradasi agergat. Beberapa pengujian kadangkala digunakan
untuk kedua tujuan tersebut. (Kosmatka, Kerkhoff, & and Panarese, 2003)

3.1.3 Pengujian Bahan Tambah

Pengambilan contoh uji bahan tambah kimia tercakup dalam Spesifikasi C


494 dan C 1017. Spesifikasi memuat dua tujuan untuk pengambilan sampel.
Pertama adalah untuk menentukan properti (sifat dan karakteristik) untuk pengujian

92 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton


atas penerimaan penggunaan bahan tersebut dan yang kedua adalah untuk
menentukan keseragaman. Hal utama yang menjadi perhatian dalam pengambilan
sampel produk cair bahan kimia adalah pemisahan pada saat penyimpanan karena
kemungkinan mengendap atau mengambang dari satu atau lebih komponen kimia
dalam suatu campuran bahan tersebut. Hal ini karena suspensi atau emulsi partikel
padat dalam senyawa cair. Sehingga perlu dilakukan pengadukan sebelum
pengambilan sampel. Dalam kasus tangki penyimpanan yang besar yang tidak dapat
diaduk, pengambilan sampel pada tingkat yang berbeda dari tangki menggunakan
botol sampel khusus diperlukan. Untuk admixtures padat (disebut admixtures non-
cair dalam spesifikasi), pada pengambilan sampel lebih menyerupai teknik yang
digunakan untuk pengambilan sampel bahan semen.

Pengujian yang dilakukan antara lain untuk pengujian kadar air, hilang pijar,
dan kehalusan butir semen secara berkala secara harian (atau setidaknya setiap 360
Mg) pengujian, sedangkan tes fisik lainnya dan analisis kimia yang
direkomendasikan hanya pada bulanan. Standar ini juga membedakan antara
sumber-sumber baru dan lama, yang terakhir membutuhkan enam bulan catatan
untuk jaminan kualitas (Poole, 2006)

3.1.4 Pengujian Beton Segar

Pengambilan contoh uji dari batch tunggal beton segar termuat dalam ASTM
C 172. Pada standar ini dihindari pengambilan sampel pada adukan pertama atau
terakhir untuk menghindari hal ini untuk menjamin kualitas beton yang akan diuji.
Kebalikan dengan ASTM C 94 untuk menjamin keseragaman pengadukan sampel
beton segar maka sengaja sampel pertama dan terakhir bagian dari batch. Secara
khusus untuk pengambilan sampel dari mixer stasioner, paving mixer, truk mixer
atau agitasi, dan truk terbuka-top, truk non-agitasi dilakukan dengan cara tersendiri.
Instruksi khusus juga diberikan untuk pengambilan sampel beton yang mengandung
besar nominal agregat tertentu dan beton yang dilakukan dengan penyaringan
basah.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 93
3.1.5 Pengambilan Contoh Uji Beton Keras

Pengambilan contoh uji beton keras (ASTM C823 / C823M - 12, 2012),. Cara
ini membedakan dua jenis masalah, masing-masing membutuhkan pendekatan yang
berbeda untuk sampling. Pertama adalah sampel untuk tujuan mengidentifikasi
penyebab beberapa jenis masalah beton, dan kedua sampling untuk tujuan
menggambarkan rata-rata dan distribusi sifat beton dalam struktur. Sampling
dilakukan untuk tujuan analisis masalah secara konkret yang terjadi pada beton
secara relatif dapat dilakukan sederhana jika lokasi masalah dikenal. Pengambilan
contoh uji harus memastikan bahwa contoh uji merupakan ekspresi keseluruhan
dari masalah atau masalah yang diwakili.

3.2 Kegunaan Pengujian

Hasil pengujian yang dilakukan untuk bahan-bahan beton dan beton yang
diuji diharapkan nantinya dapat digunakan sebagai dasar untuk suatu perancangan
dan untuk mengontrol hasil rancangan.

3.3 Ruang Lingkup Pengujian

Ruang lingkup pengujian bahan penyusun beton umumnya menyangkut


semua bahan pembentuk beton dari mulai semen, air, agregat, bahan tambah
termasuk bahan-bahan substitusi sebagai pengganti semisal bahan-bahan artifisial
atau buatan. Selain itu pengujian bahan ini termasuk terhadap kondisi bahan,
jumlah, keseragaman, tata cara dan lainnya seperti yang tercantum di dalam
standar-standar normatif. Pengujian bahan beton sendiri meliputi pengujian
terhadap sifat dan karakteristik saat beton muda sampai dengan beton keras sampai
dengan usia 28 hari bahkan lebih. Banyak dan ragam pengujian yang dilakukan
akan sangat tergantung terhadap kepentingan pekerjaan.

94 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton


3.4 Pengambilan Contoh Uji

Pengambilan contoh uji ini di maksudkan agar kondisi sebenarnya dapat


terwakili. Secara explicit, belum dijelaskan secara rinci berapa batasan minimum
contoh yang harus diambil dalam satu kubikasi tertentu dari bahan yang akan diuji.
Secara mudah diambil bahwa untuk tingkat homogenitas material yang tinggi,
mungkin contoh uji akan lebih sedikit di ambilnya. Standar yang dapat diadopsi
mengikuti (ASTM D3665 - 12, 2012) “Practice for Random Sampling of
Construction Material”. Secara sederana aturan pengambilan sampel mengikuti
aturan statistik.

Pengertian sampel atau contoh uji dalam beton adalah bagian kecil dari suatu
bentuk besar secara universal dalam sebuah material seperti misalnya pengapalan,
stockpile (penimbunan material), batch, truck, mobil angkut, atau belt-conveyor.
Karakteristik sampel menunjukan tingkat sifat dan karakteristik material yang diuji
tersebut. Alat ukur dan metode pengambilan sampel dapat mengikuti aturan statistic
(Nawy E. G., 2008). Pengertian sampel dalam statistik adalah contoh uji dalam
populasi yaitu sekumpulan sampel uji yang diduga mempunyai sifat dan
karakteristik yang homogen.

Banyaknya sampel uji yang diambil akan mempengaruhi aspek eknomis.


Pertimbangan aspek ekonomis juga tetap harus mempertimbangkan tingak
variabelitasnya. Nilai keacakan atau probabilitas sampel yang diijinkan sebagai alat
ukur dari tingkat kepercayaan untuk mengestimasi dari populasi yang diuji. Nilai
bias atau untur subjektivitas dalam pengambilan sampel harus diusahakan
sedemikianhingga dapat dikurangi atau dihilangkan.

Banyak faktor yang mempengaruhi dalam pengambilan dan perencanaan


banyaknya sampel uji, antara lain dipengaruhi oleh;

a. Kecenderungan perencana dalam melihat material dilpangan jilka kondisi yang


dtemukan merupakan kondisi material yang berat, padat, dan kotor mengatakan
bahwa sampel tidak dapat digunakan. Hal ini lebih banyak karena

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 95
kecenderungan subjectivitas atau keputusan perencana sendiri tanpa melalui
proses pengujian awal.

b. Banyak kasus pengambilan sampel tanpa memperhatikan kaidah statistik


sehingga keterwakilan sampel dalam populasi menjadi bias.

c. Kecenderungan peningkatan teknologi yang menyebabkan pengolahan material


lebih dapat homogen sehingga sampel uji yang diambilpun dapat lebih sedikit
karena teknologi yang digunakan sudah otomatis membagi populasi material
dalam kelompok-kolompok tertentu.

3.4.1 Pengambilan Contoh Uji bahan

Pengambilan contoh uji bahan beton, dilakukan secara acak random.


Misalnya untuk semen zak yang telah di simpan cukup lama dalam gudang, maka
perlu di lakukan pengambilan sample, begitupun untuk semen curah. Banyaknya
jumlah spesifik dari semen yang diajukan untuk pemeriksaan pada setiap waktu
tertentu dinyatakan dalam lot. Satu lot bisa mewakili dari satu atau lebih bin yang
telah diisi semen secara berurutan. Satu lot bisa juga mewakili dari isi satu atau
lebih unit alat transport yang dikeluarkan dari bin yang sama.

Pengambilan contoh uji bahan lainnya seperti agregat juga tetap harus
memenuhi kaidah-kaidah statistik. Untuk suatu sampel yang berada di stokpile
(timbuanan material dilapangan) ataupun yang berasal dari alam (quarry) maka
contoh uji bahan haruslah mewakili minimal dari jumlah luasan dan kedalaman
sumber bahan-bahan yang diuji.

Pengujian contoh dilakukan dengan menggunakan metode tertentu untuk


menetapkan apakah hasil uji yang didapat dari contoh semen tersebut memenuhi
spesifikasi dan hasil uji dinyatakan sebagai dasar penerimaan atau penolakan dari
bahan yang diwakili contohnya. Proses pengambilan contoh dan pengujian ini
untuk menetapkan apakah contoh tersebut memenuhi pesyaratan spesifikasi
penerimaan.

96 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton


Faktor kemungkinan penerimaan hasil uji dirancang sedemikian rupa
sehingga apabila hasil uji dari kedua contoh tersebut memenuhi persyaratan dari
program, bisa diartikan dengan 95% tingkat kepercayaan dan kurang dari 5% dari
contoh akan berada diluar batas spesifikasinya. Kebanyakan persyaratan dan
spesifikasi yang diperlukan oleh konstruksi bangunan adalah bahwa semen hidrolis
yang akan digunakan dalam pekerjaan harus memenuhi persyaratan sebagaimana
tercantum dalam spesifikasi.

Metode pengambilan contoh bisa diperoleh dengan menggunakan salah satu


metode yang umumnya digunakan (1) contoh uji yang berasal dari alam seperti
agregat diambil dengan menggunakan alat gali atau alat lainnya yang diambil
langsung untuk contoh yang mewakili (2) gudang penyimpanan atau stockpile yang
diambil secara langsung dari contoh yang mewakili menggunakan alat pengambilan
sampel atau secara langsung dan dimasukan kedalam sample bag (kantong sampel),
(2) dari alat angkut pengiriman bahan baik kereta api, truck, ataupun ban berjalan
dengan contoh yang mewakili.

3.4.1.1 Pengambilan contoh semen

Dua metode standar pengambilan contoh uji yang digunakan untuk tujuan
pengujian (Poole, 2006) yaitu: (1) dari sebuah conveyor (proses langsung) sampai
ke penyimpanan semen curah (bulk storage); (2). Selama pemindahan antar
penyimpanan (transfer between storage bins). Pengambilan sampel umumnya
dilakukan di tempat produksi semen (gambar 3.1).

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 97
Gambar 3.1: Site Plan Cement Manufactur
Sumber: http://www.robson.co.uk/cement_conveyors/cement.gif

Empat metode yang dapat dipilih dalam pengambilan sampel uji yaitu dari:
(1). Titik-titik tertentu pada gudang semen cura/bulk storage (gambar 3.2); (2)
Gudang semen curah dan pengiriman curah (bulk) di ambil menggunakan tabung
sample (a slotted tube sampler); (3) dari kantong/zak semen (gambar 3.3).; (4) dari
kapal semen yang dikirim melalui kereta atau truk (gambar 3.4).

Gambar 3.2: Semen Bulk Storage


Sumber: (DSS, 2014)

98 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton


Gambar 3.3: Beberapa Produk Semen di Indonesia

Gambar 3.4: Truck Cement


Sumber: (Jacques, 2009)

Pengoperasioan slotted tube sampler (gambar 3.5) adalah dengan cara


memasukan sample ke produk semen yang akan di ambil sampelnya kemudian buka
kunci untuk memasukan sampel uji kedalam tabung lalu kunci kembali atau ditutup
slot pengunci sample, tarik tabung contoh dan pindahkan kedalam tempat
penyimpanan sampel uji.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 99
Gambar 3.5: slotted tube sampler
http://www.coffeelabequipment.com/slottedsampler.html

Perbedaan antara data spesifikasi yang tertulis dalam manual (mill) certificate
dengan data hasil uji pengguna merupakan masalah yang serius, seperti misalnya
spsifikasi batasan alkali (Na2O) dan kandungan sulfate (Poole, 2006).

Pengambilan contoh uji semen dilakukan untuk sejumlah Lot. Lot adalah
jumlah spesifik dari semen yang diajukan untuk pemeriksaan pada setiap waktu
tertentu. Satu lot bisa mewakili dari satu atau lebih bin yang telah diisi semen secara
berurutan. Satu lot bisa juga mewakili dari isi satu atau lebih unit alat transport yang
dikeluarkan dari bin yang sama. Contoh semen untuk pengujian minimal dari dua
contoh semen yang diperoleh dari setiap lot yang ada, dan disiapkan untuk
pengujian. Penggunakan faktor kemungkinan (probability) dan dirancang
sedemikian rupa sehingga apabila hasil uji dari kedua contoh tersebut memenuhi
persyaratan dari rencana pengujian, bisa diartikan dengan 95% tingkat kepercayaan
dan kurang dari 5% dari contoh akan berada diluar batas spesifikasinya.

Semen hidrolis yang akan digunakan dalam pekerjaan harus memenuhi


persyaratan sebagaimana tercantum dalam spesifikasi pembelian, seperti spesifikasi
(manufaktur spesifikasi).

Prosedur pelaksanaan ini meliputi proses pengambilan contoh dan pengujian


dengan maksud untuk menetapkan apakah contoh semen tersebut memenuhi

100 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
pesyaratan spesifikasi penerimaan. Pengujian contoh semen dilakukan dengan
menggunakan metode tertentu untuk menetapkan apakah hasil uji yang didapat dari
contoh semen tersebut memenuhi spesifikasi dan hasil uji dinyatakan sebagai dasar
penerimaan atau penolakan dari lot semen yang diwakili contohnya.

Contoh kutip (grab sample) yaitu semen yang diperoleh dari ban berjalan,
dari gudang semen curah atau dari kapal semen curah dapat juga diambil dari aliran
semen secara kontinyu dalam selang waktu 10 menit dengan menggunakan alat
pengambil contoh otomatis disebut juga contoh kutip. Contoh kutip yang diambil
pada setiap selang waktu tersebut, selama periode waktu tertentu harus
digabungkan menjadi contoh komposit, mewakili semen yang diproduksi selama
periode waktu tertentu. Semua contoh semen, baik contoh kutip atau contoh
komposit beratnya sekurangkurangnya 5 kg.

Pengemasan contoh-contoh semen harus dikemas dalam kemasan yang kedap


uap air dan udara yang telah diberi nomor secara teratur dan berurutan. Waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan pengujian dilakukan sedini mungkin sebelum
waktu hasil pengujian diperlukan. Sehingga sekurang-kurangnya selang waktu
yang berlaku pada tabel 3.1 bisa diikuti. Apabila hal-hal tersebut telah
dilaksanakan, laboratorium penguji harus menyiapkan hasil-hasil pengujian tidak
lebih lambat dari pada jumlah hari yang tercantum setelah waktu pengambilan
contoh.

Tabel 3.1: Selang Waktu Pengambilan Contoh


No. Pengujian Selang waktu (hari)
1 Kuat tekan (hasil uji umur, hari) 8
Analisis kimia, autoclave, konsistensi normal dengan
alat vicat, kehalusan dengan alat blaine, cepat kaku
metode pasta.
2 Kuat tekan (hasil uji 3 hari ) 10
3 Kuat tekan dan kalor hidrasi (hasil uji umur 7 hari) 14
4 Pemuaian akibat sulfat (hasil uji umur 14 hari) 21
5 Kuat tekan dan kalor hidrasi (hasil uji umur 28 hari) 35
Sumber: (SNI 15-2049-2004)

Pengambilan contoh semen dengan tempat pengambilan contoh dari belt


conveyor ke gudang semen curah harus di kutif (Grab Sample) dengan volume

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 101
minimal 5 kg pada selang waktu kira-kira 6 jam. Pengambilan contoh semen pada
saat dipindahkan dari Bin satu ke Bin lainnya untuk setiap 400 ton semen atau
kelipatannya, tetapi pengambilan contoh tidak boleh kurang dari contoh-contoh
kutip semen dan digabungkan untuk mendapatkan contoh komposit. Metode lain
pengambilan contoh (SNI 15-2049-2004) adalah apabila kedua metode
pengambilan contoh dari ban berjalan (belt conveyor) dan dari bin saat dipindahkan
tidak bisa digunakan, contoh semen bisa diperoleh dengan menggunakan salah satu
metode dibawah ini:

(1) Dari gudang semen curah pada lubang pengeluaran: Ambil contoh semen
dari lubang pengeluaran pada saat aliran semen konstan, hingga
pengambilan contoh selesai seluruhnya. Perkiraan jumlah semen yang harus
harus diambil dalam ton dengan menggunakan rumus:

Jumlah semen contoh = (0,00173/35,314) x d³ x 0,2


dengan: d adalah kedalaman semen dalam meter, yang berada di atas
lubang pengeluaran.

Apabila contoh semen diambil dari gudang semen curah yang berbentuk
silinder, pengambilan contoh hanya dilakukan dari salah satu lubang
pengeluaran saja. Apabila jumlah semen curah dalam gudang tersebut
melebihi 1200 ton, dan juga apabila gudangnya berbentuk segi empat,
contoh semen yang diambil tetapi tidak dari lubang pengeluaran, jumlahnya
sedemikian rupa sehingga harus mewakili lebih dari setengah jumlah semen
yang tersimpan dalam gudang tersebut. Pada saat semen sedang mengalir
melalui lubang pengeluaran ambil contoh semen pada setiap selang waktu
tertentu, sehingga harus mewakili lebih dari setengah jumlah semen yang
tersimpan dalam gudang tersebut. Pada saat semen mengalir, pada setiap
aliran 400 ton semen diambil paling sedikit 2 contoh kutip dari bin atau silo.

102 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
(2) Dari gudang semen curah dan kapal semen curah dengan menggunakan alat
pengambilan contoh. Apabila kedalaman semen curah yang akan diambil
contohnya tidak melebihi 2,1 meter, contoh semen bisa didapat dengan
menggunakan alat pengambil contoh untuk semen curah yang terlihat pada
gambar 3.6. Panjang antara 1,5 m sampai 1,8 m dan diameter luar kira-kira
35 mm, yang terdiri dari 2 pipa dilapisi kuningan dengan sederet lubang-
lubang yang bisa dibuka dan ditutup dengan jalan memutar pipa bagian
dalam. Ujung pipa luar berbentuk runcing sehingga memudahkan untuk
penetrasi. Ambil contoh semen dari titik-titik yang tersebar dengan rata
dengan kedalaman yang berbeda sehingga keseluruhan semen yang diambil
akan terwakili.
(3) Dari kantong semen dengan menggunakan alat pengambil contoh dalam
kantong. Tusukkan alat pengambil contoh dalam kantong seperti terlihat
pada gambar 3.7, secara melintang melalui lubang kantong semen.
Kemudian tutup lubang udara dengan ibu jari, lalu tarik alat tersebut. Ambil
satu contoh dari kantong semen untuk setiap 5 ton atau kelipatannya.

Gambar 3.6: Alat Pengambilan Contoh Semen Curah


Sumber: (SNI 15-2049-2004)

Gambar 3.7: Alat Pengambilan Contoh Semen Kemasan (Zak)


Sumber: (SNI 15-2049-2004)

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 103
Pengambilan contoh semen dari kereta api atau truk pengangkut semen
dibedakan menjadi dua berdasarkan cara pengiriman (1) Pengiriman tunggal;
apabila pengiriman dilakukan hanya dengan menggunakan satu gerbong kereta atau
satu truk semen, yang secara terus menerus dimuat dan yang berasal dari satu
sumber, ambil satu contoh semen yang beratnya 5 kg. Apabila tidak terus menerus
dimuat dan tidak diketahui sumbernya, gabungkan 5 atau lebih bagian contoh
semen dari beberapa titik yang berlainan untuk dijadikan contoh uji; (2) Pengiriman
jamak. apabila pengiriman terdiri dari beberapa gerbong kereta api atau beberapa
truk semen yang dimuat dari sumber yang sama dan pada hari yang sama, ambil
contoh semen untuk setiap 100 ton atau kelipatannya, tetapi tidak boleh kurang dari
2 contoh. Perlakuan contoh semen tersebut sebagai contoh lot semen. Dan uji
contoh sesuai dengan prosedur untuk berat contoh pengujian.

Penyimpanan contoh semen dilakukan setelah contoh semen diambil, segera


tempatkan pada tempat yang kedap udara dan uap air untuk mencegah terjadinya
penyerapan air atau aerasi dari contoh semen tersebut. Apabila contoh semen
ditempatkan pada tempat yang terbuat dari kaleng, tutup rapat-rapat dan segera
disegel. Gunakan kantong yang terdiri dari beberapa lapis kertas yang kedap uap
air, atau kantong plastik, yang cukup kuat sehingga tidak pecah, usahakan segera
disegel setelah pengisian sedemikian rupa agar udara dalam kantong tersebut keluar
dan penyerapan uap air serta aerasi dicegah.

Gambar 3.8: Penyimpanan Semen Zak

104 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
Penyimpanan Zak semen dalam setiap tumpukannya maksimal 25 Zak
dengan kondisi distribusinya jika 25 tumpukan semen disyaratkan dapat mencapai
15 hari sebelum digunakan dan 20 tumpukan zak semen tidak melebihi 30 hari serta
15 zak dan 10 zak tumpukan semen tidak melebihi 60 hari dan 90 hari untuk
digunakan pada saatnya (gambar 3.8). Jika tidak harus dilakukan pencataan. Semen
zak sebaiknya di simpan dalam gudang tertutup dengan sirkulasi udara yang baik
(PT. Semen Gresik (PERSERO) Tbk, 2011).

3.4.1.2 Pengambilan contoh uji agregat

Pengambilan sampel uji agregat dari ban berjalan (conveyor) sangat mudah
karena relatif tidak terjadi segregasi (pemisahan butiran) di lokasi tersebut
dibandingkan dengan pengambilan contoh agregat kasar atau agregat campuran
ataupun agregat halus dari stock-pile (lapangan penumpukan) dan unit transportasi,
terutama jika pengujian agregat menjadi salah satu sifat penting yang akan diuji.
Masalah yang mungkin terjadi pada pengambilan sampel pada ban berjalan adalah
kesulitan mendapatkan sampel dengan berbagai variasi (Poole, 2006).

Masalah dengan stock-pile (lapangan penumpukan) adalah kecenderungan


untuk partikel yang lebih besar untuk menjadi dipisahkan di bagian bawah
tumpukan. Direkomendasikan sampel melibatkan menggunakan peralatan listrik
untuk menggali ke stockpile dan mengambil sampel dari berbagai lokasi dengan
harapan mengatasi efek segregasi mungkin (gambar 3.9).

Masalah pengambilan sampel uji dengan alat angkut adalah mendapatkan


sampel dengan baik tanpa terjadi segregasi, sehingga jika beberapa sampel telah
terjadi segregasi dalam pemuatan alat angkut tersebut, mungkin sulit untuk
mengambil sampel yang baik. Demikian juga pengambilan sampel pada lapangan
penumpukan, kecenderungan bahwa butiran kasar berada dilapisan bawah lebih
besar (segregasi). Sehingga dalam pengambilan sampelnya direkomendasikan
menggunakan pipa yang dapat menembus sampai lapisan terbawah dan diambil
dibanyak titik untuk mengurangi efek segregasi.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 105
Gambar 3.9: stock-pile (lapangan penumpukan) Agregat
Sumber: (Liming Heavy Industry, 2010)

3.4.1.3 Pengambilan Contoh Uji Bahan Tambah

Hal utama yang menjadi perhatian dalam pengambilan sampel produk cair
bahan kimia adalah pemisahan pada saat penyimpanan karena kemungkinan
mengendap atau mengambang dari satu atau lebih komponen kimia dalam suatu
campuran bahan tersebut. Hal ini karena suspensi atau emulsi partikel padat dalam
senyawa cair. Sehingga perlu dilakukan pengadukan sebelum pengambilan sampel.
Dalam kasus tangki penyimpanan yang besar yang tidak dapat diaduk, pengambilan
sampel pada tingkat yang berbeda dari tangki menggunakan botol sampel khusus
diperlukan. Untuk admixtures padat (disebut admixtures non-cair dalam
spesifikasi), pada pengambilan sampel lebih menyerupai teknik yang digunakan
untuk pengambilan sampel bahan semen.

Pengujian dilakukan pada sampel komposit, masing-masing diperlukan untuk


dibuat sebagai gabungan dari setidaknya atau minimal tiga sampel yang di ambil
sebagai penerimaan. Tidak ada hal khusus mengenai penentuan lokasi dari sampel
yang akan ambil. Pedoman umumnya bahwa harus didistribusikan untuk
memastikan bahwa sampel komposit merupakan perwakilan dari banyak sampel
uji. Uji keseragaman dapat ditentukan dengan menggunakan grab atau komposit
sampling. Jika uji keseragaman untuk sampel yang banyak atau pengambilan

106 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
sampel unit diperlukan, maka analisis harus pada sampel yang ambil. dari masing-
masing.

Pengambilan contoh uji abu terbang atau fly ash (gambar 3.10) dan pozzolans
alami (gambar 3.11) menggunakan Metode (ASTM C311 / C311M - 13, 2013).
Untuk penerimaan hasil pengujian dibutuhkan informasi jenis sampel, ukuran
sampel, dan frekuensi sampel. Seperti semen hidrolik, pozzolan disimpan dan
dikirim dalam beberapa konfigurasi. Tiga prosedur sampling standar yang
diizinkan:

(1) dari penyimpanan massal di titik penumpukan, dari mobil kereta api, dan dari
truk (kapal tanker jalan);
(2) dari kantong/zak;
(3) dari ban berjalan (conveyor) ke lapangan penumpukan.

Gambar 3.10: Fly ash (abu terbang) untuk beton


Sumber: (ACAA, 2014)

Gambar 3.11: Pozzollan untuk Beton


Sumber: (Kosmatka, Kerkhoff, & and Panarese, 2003)

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 107
Pengujian yang dilakukan antara lain untuk pengujian kadar air, titik leleh,
dan kehalusan secara berkala secara harian (atau setidaknya setiap 360 Mg)
pengujian, sedangkan tes fisik lainnya dan analisis kimia yang direkomendasikan
hanya pada bulanan. Standar ini juga membedakan antara sumber-sumber baru dan
lama, yang terakhir membutuhkan enam bulan catatan untuk jaminan kualitas
(Poole, 2006).

3.4.1.4 Pengambilan Contoh Uji Beton Segar dan Beton Keras

Pengambilan contoh uji beton segar dan keras untuk menentukan jangkauan
dan distribusi properti beton dilakukan jika terutama ketika variasi properti tidak
jelas pada pemeriksaan visual, atau lebih rumit. Jika sampel tidak dilakukan dengan
benar, deskripsi yang salah tentang keadaan struktur dapat mengakibatkan kesalah
keputusan. Pada prinsipnya pengambilan contoh uji dengan menggunakan cara
acak yang mengekpresikan keadaaan struktur yang sebenarnya (gambar 3.12).

Beton segar adalah campuran beton yang telah selesai diaduk sampai
beberapa saat karakterisitknya tidak berubah (masih plastis dan belum terjadi
pengikatan). Pengayakan beton basah adalah proses pemisahan agregat yang lebih
besar dari ukuran yang ditentukan dari campuran beton segar dengan cara
penyaringan menurut ukuran saringan yang ditentukan, agar agregat yang tidak
sesuai dapat dipisahkan.

108 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
Gambar 3.12: Pengambilan contoh ui dari truk mixer dan beberapa type peralatan
pengujian

Pengambilan contoh dilakukan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :


(1) contoh campuran beton segar pertama dan terakhir diambil dalam selang waktu
tidak boleh lebih dari 15 menit ; (2) masing – masing contoh campuran beton segar
dibawa ketempat pengujian beton segar atau ke tempat pembuatan benda uji,
kemudian contoh – contoh digabungkan dan di aduk kembali dengan sekop dengan
jumlah minimum yang diperlukan untuk mendapatkan keseragaman adukan dan
pelaksnaanya dalam batas waktu yang diizinkan sesuai pada butir (1); (3) pengujian
slump atau kadar udara atau keduanya dimulai paling lama 5 menit setelah
pengadukan kembali contoh campuran beton segar, sedangkan pembentukan benda
uji untuk uji kekuatan, dilakukan paling lama 15 menit setelah semua contoh
campuran beton segar teraduk kembali dengan merata; (4) contoh benda uji harus
dibuat secepat mungkin dan dijaga dari pengaruh sinar matahari, angin dan
pengaruh lain yang dapat mempercepat penguapan.

Jumlah atau banyaknya contoh uji beton segar yang direkomendasikan


menurut SNI 03-2458-1991: Metode pengambilan contoh campuran beton segar,
seperti tabel 3.2 berikut:

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 109
Tabel 3.2: Jenis Pengujian dan Volume Contoh Beton Segar
No. Macam Pengujian Volume Contoh ( liter )

1. Slump 8
2. Berat Jenis 6
3. Kadar Udara 9
4. Uji Kuat Tekan (3 contoh) 28
5. Uji Kuat Lentur (3 contoh) 28
6. Uji Kuat Tarik (3 contoh) 28
7 Uji Modulus Elastisitas (3 contoh) 28
Catatan: Contoh yang lebih sedikit dapat diizinkan untuk pengujian
kandungan udara dan slump secara rutin dari tiap contoh yang diambil
dan besarnya ditentukan oleh ukuran maksimum agregat.

.
Pengambilan contoh dari pengaduk yang stasioner dilakukan selama
pengeluaran adukan diambil contoh 2 kali atau lebih dengan selang waktu yang
teratur pada bagian tengah adukan, dan jangan dilakukan pada bagian awal dan
akhir dari pengeluaran saja. Pelaksanaan pengambilan contoh sesuai dalam batas
waktu tidak boleh lebih dari 15 menit dan semua contoh diaduk kembali menjadi
satu hingga homogen. Bila pengeluaran terlalu cepat, pengambilan cantoh
menggunakan wadah yang cukup besar agar seluruh adukan tertampung untuk
menghindari segregasi. Kemudian dilakukan pengambilan contoh dengan cara yang
sama seperti diatas. Aliran campuran yang keluar dari pengaduk, harus dijaga
sehingga tidak tertahan oleh wadah yang dapat menyebabkan terjadinya segregasi;
hal ini berlaku untuk pengaduk dengan pengungkit maupun tanpa pengungkit.

3.4.2 Penyimpanan dan Persiapan Contoh Uji di Laboratorium

Setelah contoh uji diambil, segera tempatkan pada tempat yang kedap udara
dan uap air untuk mencegah terjadinya penyerapan air atau aerasi dari contoh
tersebut. Apabila contoh ditempatkan pada tempat yang terbuat dari kaleng, tutup
rapat-rapat dan segera disegel. Gunakan kantong yang terdiri dari beberapa lapis
kertas yang kedap uap air, atau kantong plastik, yang cukup kuat sehingga tidak
pecah, usahakan segera disegel setelah pengisian sedemikian rupa agar udara dalam
kantong tersebut keluar dan penyerapan uap air serta aerasi dicegah.

110 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
Penyiapan contoh uji semen sebelum pengujian, ayak semen melalui ayakan
berukuran 850 μm (ayakan no. 200 atau ayakan lainnya yang mempunyai ukuran
bukaan yang kira-kira sama). Agar contoh tercampur dengan baik, pecahkan
gumpalan-gumpalan, dan ambil kotorankotoran. Buang kotoran dan gumpalan yang
telah mengeras yang tidak bisa pecah selama pengayakan. Simpan semen ditempat
yang kedap udara untuk mencegah penyerapan uap air sebelum dilakukan
pengujian.

Kegagalan memenuhi persyaratan dan pengujian ulang harus dilakukan


apabila ada dari hasil pengujian gagal memenuhi persyaratan, lot semen tersebut
tidak dilaporkan sebagai semen yang tidak memenuhi persyaratan spesifikasi
sampai kegagalannya dikonfirmasikan dengan jumlah pengujian ulang. Suatu
pengujian ulang boleh terdiri satu jenis pengujian atau seluruh pengujian secara
lengkap. Pengujian ulang harus dilakukan sesuai dengan ketentuan spesifikasi yang
dipakai.

Apabila ketentuan ini tidak diberikan, prosedur di bawah ini harus digunakan.
Lakukan pengujian ulang dari sebagian contoh semen yang digunakan pada
pengujian awal. Gunakan metode lain untuk penentuan dari sifat-sifat semen yang
diperlukan dalam pengujian ulang. Pengujian ulang harus terdiri dari sejumlah
penetapan yang diperlukan sebagaimana untuk pengujian awal. Jumlah
pengulangan yang digunakan merupakan dasar pada ketentuan ketelitian. Apabila
dua atau lebih penetapan diperlukan, harga yang dilaporkan harus merupakan harga
rata-rata dari semua hasil uji yang berada pada batas-batas ketelitian pada metode
95% tingkat kepercayaan, sebagaimana dinyatakan pada spesifikasi yang
digunakan atau dikenal secara umum.

Persoalan yang seringkali muncul dalam persiapan contoh uji


dilaboratorium adalah bahan agregat. Sebelum pengujian agregat beberapa langkah
harus dilakukan untuk persiapan pengujian bahan. Jika bahan contoh uji volumenya
dianggap terlalu banyak maka dilakukan pengurangan contoh uji. Pengurangan
contoh uji ini dapat dilakukan dengan cara manual ataupun dengan menggunakan
masinal. Metode pengurangan contoh uji (SNI 13-6717-2002; AASHTO T. 24898,

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 111
1990) dapat menggunakan (1) Metode A – Mesin pengurang/pembagi sampel
(Mechanical Splitter); (2) Metode B – Seperempat Bagian (Quartering); dan (3)
Metode C – Miniatur Gundukan (Miniature Stockpile).

Istilah dan definisi dari benda uji agregat adalah bagian dari contoh agregat
yang telah disiapkan dengan cara tertentu dan siap diuji. Contoh agregat adalah
material yang diambil dari satu kelompok material dengan cara tertentu sehingga
mewakili kelompok tersebut.

Secara prinsip bahwa keharusan pengambilan contoh agregat yang mewakili


kelompok agregat sama pentingnya dengan pengujian itu sendiri. Banyaknya
contoh agregat yang diambil dari kelompok agregat di lapangan harus
diprogramkan sesuai dengan jenis pengujian yang akan dilaksanakan. Benda uji
harus disiapkan sehingga mempunyai sifat yang sama dengan contoh agregat dan
apabila contoh agregat terdiri lebih dari satu wadah, maka benda uji harus disiapkan
dari campuran seluruh contoh agregat yang ada. Bila dalam contoh agregat hanya
mengandung beberapa butir fraksi tertentu sehingga kalau contoh dibagi bagian
tersebut tidak dapat terbagi rata, maka contoh harus diuji seluruhnya sebagai satu
benda uji. Pemilihan penggunaan metode dalam pengurangan sampel agregat
adalah seperti tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3: Metode Penyiapan Contoh Uji Agregat


Metode A – Mesin Metode B – Seperempat Metode C – Miniatur
pengurang/pembagi Bagian (Quartering); dan Gundukan (Miniature
sampel (Mechanical Stockpile).
Splitter);
 Agregat halus dengan  Agregat Halus  Agregat Halus
kandungan udara dengan kadar air dengan kadar air
jenuh kering dipermukaannya dipermukaannya
permukaan (Air Dry) bebas (Jenuh kering bebas (Jenuh kering
 Agregat Kasar permukaan) permukaan)
 Kombinasi Agregat  Agregat Kasar
Kasar  Kombinasi Agregat  Tidak dilakukan
Kasar dengan kadar untuk agregat kasar
air dipermukaannya dan Kombinasi
bebas (Jenuh kering Agregat Kasar
permukaan)

112 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
3.4.2.1 Metode Spliter

Cara Pelaksanaan dengan menggunakan Metode Spliter (gambar 3.13 dan


gambar 3.14) dikerjakan sebagai berikut :

Gambar 3.13: Mesin pembagi contoh uji untuk Agregat Kasar


Sumber: (ZEAL INTERNATIONAL, 2014; SNI 13-6717-2002)

Gambar 3.14: Mesin pembagi contoh uji untuk Agregat Halus


Sumber: (SNI 13-6717-2002)

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 113
(1) Siapkan spliter yang mempunyai ukuran lubang kira-kira 1,5 kali ukuran
butir agregat terbesar;
(2) Letakkan kedua penampang di bawah lubang pembagi;
(3) Isikan contoh agregat secukupnya ke dalam nampan pemasok;
(4) Ratakan contoh agregat tersebut pada seluruh lebar nampan pemasok
sehingga dapat terbagi rata masuk ke dalam spliter;
(5) Tumpahkan contoh agregat tersebut ke dalam spliter dengan kecepatan
tertentu sehingga terjadi aliran bebas melalui lubang persegi;
(6) Teruskan kegiatan (1) sampai dengan (5) hingga semua contoh uji terbagi
menjadi dua bagian;
(7) Kerjakan kegiatan( 1) sampai dengan (6) terhadap salah satu hasil
pembagian sampai diperoleh jumlah benda uji yang direncanakan. Simpan
hasil pembagian yang lain dan gunakan untuk penyiapan benda uji bila basil
pembagian yang pertama tidak mencukupi;
(8) Masukkan semua bahan hasil pembagian yang telah diperoleh ke dalam
wadah wadah seperti yang telah disiapkan dalam (1).

3.4.2.2 Metode Seperempat

Pilihan dengan cara perempatan yang akan digunakan dapat menggunakan


salah satu dari dua metode.
Pertama Metode perempatan cara 1:

(1) Tumpahkan contoh dari semua wadah ke suatu permukaan lantai


yang keras, halus, datar, rata dan tidak mudah terkelupas. Aduk
contoh agregat yang sudah terkumpul tersebut secara merata
dengan membalik-balikkannya dengan menggunakan sekop.

(2) Pada pembalikan yang terakhir bentuklah kerucut dengan


menempatkan satu sekop contoh penuh ke atas sekopan
sebelumnya.

114 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
(3) Tekan puncak kerucut tersebut dengan sekop secara hati-hati
sehingga terbentuk kerucut terpancung dengan ketebalan dan
diameter yang seragam. Usahakan diameter kerucut terpancung ini
kira-kira 4 sampai 8 kali ketebalannya.

(4) Bagilah kerucut terpancung tersebut dengan sekop menjadi empat


bagian yang sama.

(5) Ambil 2 bagian yang bersilangan dengan sekop dan dengan kwas
sampai seluruh material terbawa seperti yang terlihat dalam
gambar 3.15.

(6) Teruskan pembagian seperti urutan (1) sampai dengan (4) terhadap
bagian contoh yang telah dikerjakan pada (5) sampai mendapatkan
jumlah bahan benda uji yang direncanakan.

(7) Masukkan semua bahan hasil pembagian yang telah didapat ke


dalam wadah wadah serta beri label seperti yang telah disiapkan
dalam langkah (1).

Gambar 3.15: Cara 1 Seperempat Bagian

Metode perempatan cara 2:

(1) Buka terpal atau lembaran plastik yang telah disediakan yaitu terpal atau
lembaran plastik ukuran kira-kira 2 x 2,5m untuk penempatan agregat yang
akan dibagi.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 115
(2) Tumpahkan contoh dari semua wadah ke atas terpal atau lembaran plastik
tersebut.

(3) Aduk contoh agregat tersebut dan bentuklah menjadi kerucut dengan sekop
seperti pada cara 1. Pengadukan serta pembentukan kerucut ini dapat juga
dilakukan dengan jalan mengangkat ujung plastik secara bergantian
sehingga contoh teraduk dengan sempurna dan membentuk kerucut
(gambar 3.16).

(4) Tekanlah puncak kerucut sehingga terbentuk kerucut terpancung seperti


cara l,

(5) Bagilah kerucut terpancung menjadi 4 bagian seperti cara 1. Bila lantai
dasar tidak rata, masukkan tongkat ke bawah tepat dibawah pusat kerucut
terpancung, kemudian angkat kedua ujungnya. Terpal akan terlipat dan
membagi contoh menjadi 2 bagian yang sama (1)

(6) Tarik tongkat dari bawah terpal kemudian masukkan. kembali dalam arah
tegak lurus dengan pembagian yang pertama. Kemudian angkat tongkat
tersebut sehingga contoh terbagi menjadi 4 bagian yang sama.

(7) Ambil 2 bagian seperempatan contoh yang bersilangan sampai tidak ada
yang tersisa seperti cara 1. Teruskan pembagian seperti urutan (1) sampai
(7) terhadap bagian contoh yang telah dikerjak-an pada (7) sampai
mendapatkanjumlah bahan benda uji yang direncanakan.

(8) Masukkan semua bahan hasil pembagian yang telah didapat ke dalam
wadah serta beri label seperti yang telah disiapkan.

Gambar 3.16: Cara 2 Seperempat Bagian

116 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
3.4.2.3 Metode Gundukan Mini (Miniature Stockpile)

Metode gundukan mini dikerjakan (gambar 3.17) sebagai berikut:

(1) Tumpahkan contoh agregat yang akan diuji ke suatu permukaan lantai
yang keras, halus, rata dan tidak mudah terkelupas;

(2) Aduk contoh tersebut sampai rata dan bentuklah suatu gundukan mini
menyerupai kerucut;

(3) Ambil contoh agregat sampai mendapatkan jumlah yang diinginkan paling
sedikit dari lima tempat secara acak dari gundukan mini tersebut dengan
menggunakan sendok atau sekop kecil.

Pengambilan contoh agregat kasar dari lapangan harus sesuai dengan SNI
03-6889-2002. Dari contoh uji agregat kasar, diambil sejumlah contoh untuk diuji
sesuai dengan tata cara penyiapan benda uji dari contoh agregat (SNI 13-6717-
2002). Benda uji agregat kasar harus dalam keadaan kering, dan berat benda uji
disesuaikan dengan ukuran nominal maksimum agregat tersebut. Berat benda uji
untuk masing-masing ukuran nominal maksimum adalah tabel 3.4 berikut:

Tabel 3.4: Berat Benda uji untuk Masing-masing Ukuran Nominal Maksimum
Ukuran Nominal Maksimum Berat Minimum Contoh Uji
mm (inci) kg
9,5 (3/8) 1
12,5 (1/2) 2
19,0 (3/4) 5
25,0 (1) 10
37,5 (1½) 15
50,0 (2) 20
63,0 (2½) 35
75,0 (3) 60
90,0 (3½) 100
100,0 (4) 150
112,0 (4½) 200
125,0 (5) 300
150,0 (6) 500

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 117
Gambar 3.17: Metode Gundukan Mini

3.5 Pertimbangan Statistik untuk Analisa Data


Penggunaan metode statistik untuk menilai data uji yang diperoleh untuk
tujuan dalam menentukan karakteristik bahan beton dan pembuatan beton yang saat
ini merupakan sebuah industri. Penggunaan kriteria penerimaan dengan berbasis
probabilitas yang didasarkan atas data uji statistik yang dinilai serta berlaku untuk
bahan beton dan beton. Penggunaan aplikasi statistik yang praktis, berharga, dan
tepat bila digunakan dalam pengambilan sampel, pengujian, dan evaluasi bahan
beton dan beton untuk keputusan penerimaan, jika diperlukan, teks rinci tentang
metode dan prosedur statistik yang tersedia dari berbagai sumber dapat
diaplikasikan. (Steele, 2006).

KEBUTUHAN VOLUME PEKERJAAN SURVEY PENDAHULUAN DI QUARRY

ASPEK EKONOMI
KELAYAKAN MATERIAL SECARA PRAKTIS
(Jarak Angkut, Harga, kalitas dll)
Survey Pendahuluan

PERENCANAAN KEBUTUHAN SAMPEL


(Mempertimbangkan Aspek Ekonomi dan Statistik)

METODE PENGAMBILAN SAMPEL

PROSEDUR STANDAR
PENGUJIAN SAMPEL
DAN
(Prosedur Standar)
KAIDAH STATISTIK

ANALISIS DATA
Pengujian Bahan Penyusun

PERANCANGAN CAMPURAN, PENGADUKAN


PENGAMBILAN CONTOH UJI BETON SEGAR
SERTA PENGUJIANNYA

PERAWATAN, PENGUJIAN BETON KERAS


Pengujian Beton

EVALUASI DAN REKOMENDASI PELAPORAN

Gambar 3.18: Hirarki Penyelidikan Bahan Beton dan Beton

118 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
Secara hirarki penyelidikan bahan beton dan beton dimulai dari saat
pengambilan matrial di sumbernya (quarry) yang merupakan penyelidikan
pendahulaan. Penyelidikan ini dpat dilakukan dengan pendekatan-pendekatan
praktis. Setelah dilakukan anlisis kalayakan maka barulah diambil sampel ujinya
untuk kebutuhan laboratorium. Pengambilan ini mengikuti kaidah statistik ataupun
prosedur baku yang dtentukan. Kemudian dilakukan penyelidikan dilaboratorium.
Haslinya dianalisis dan diberikan suatu rekomendasi untuk tahap
pengujianselanjutnya. Jika kelayakan hasil uji laboratorium didapat, berdasarkan
karakteristik dan sifatnya dilakukan tahapan perancangan komposisi, pengadukan
dan pengambilan sampel uji beton segar serta pengambilan contoh uji untuk tahap
pengujian beton keras. Secara sistematik tahapan pengujian mengikuti diagram alir
seperti gambar 3.18. untuk pekerjaan beton yang besar.

3.6 Prinsip Dasar Pengujian Beton

Pengertian beton menurut Terminology ACI CONCRETE


TERMINOLOGY — 2013 adalah “mixture of hydraulic cement, aggregates, and
water, with or without admixtures, fibers, or other cementitious materials” (ACI
CT-13, 2013). Menurut SNI beton didefinisikan sebagai campuran semen portland
atau sembarang semen hidrolik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air
dengan atau menggunakan bahan tambahan yang membentuk masa padat (SNI 03
– 2847 - 2002). Macam dan jenis beton terdiri bahan pembentuknya dapat berupa
beton normal, bertulang, pracetak, pratekan, beton ringan, beton tanpa tulangan,
beton fiber dan lainnya.

Proses awal terjadinya beton adalah pasta semen yaitu proses hidrasi antara
air dengan semen, selanjutnya jika ditambahkan dengan agregat halus menjadi
mortar dan jika ditambahkan dengan agregat kasar menjadi beton dengan atau tidak
menggunakan bahan tambah. Penambahan material lain akan membentuk beton

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 119
menjadi jenisnya seperti beton bertulang jika ditambahkan dengan tulangan baja.
Prosesnya dapat dilihat di gambar 3.19.

SEMEN PORTLAND

PASTA SEMEN DENGAN ATAU


AIR TIDAK
MENGGUNAKAN
BAHAN TAMBAH
AGREGAT HALUS MORTAR

AGREGA KASAR BETON

DITAMBAHKAN:
TULANGAN, SERAT, AGREGAT RINGAN, JENIS BETON
PRESTRESS, PRECAST, DAN LAINNYA

BETON BERTULANG, BETON SERAT,


BETON RINGAN, BETON PRESTRESS,
BETON PRACETAK, DAN LAINNYA

Gambar 3.19: Proses Terjadinya Beton

3.6.1 Reology Beton Segar

Reologi adalah ilmu deformasi dan aliran materi, dan penekanan pada aliran
berarti bahwa itu berkaitan dengan hubungan antara stres, ketegangan, laju
regangan dan waktu (Banfill, 2006; Wong, Alexander, Haskins, Poole, Malone, &
Wakeley, April 2001; Ferraris, Larrard, & Martys, 2011; Hočevar, Kavčič, &
Bokan-Bosiljkov, 2013; FHWA, July 2009).

Rheology adalah ilmu tentang deformation and flow atau “the branch of
physics that studies the deformation and flow of matter” (Artikata.com, 2014)
menurut KBBI reologi adalah kajian tentang berubahnya bentuk dan mengalirnya
materi (KBBI Online, 2014). Rheology membahas mengenai berbagai zat yang
tidak mengikuti hukum Newton sehingga sering dibilang non-Newtonian flow
dalam teknik, secara sederhana rheology itu membahas mengenai aliran dan sifat
fisik suatu bahan.

120 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
Arus berkaitan dengan gerakan relatif unsur-unsur yang berdekatan cair dan
memiliki dua tipe dasar, aliran geser dan ekstensional. Dalam kasus komposit
semen, aliran geser adalah hal utama yang penting. Dalam geser mengalir aliran
unsur cairan di atas atau telah teradi, sementara arus ekstensional adalah elemen
arus yang menuju atau menjauh dari satu sama lain. Dalam aliran geser, lapisan
paralel imajiner bergerak cair dalam merespon tegangan geser untuk menghasilkan
gradien kecepatan, yang disebut sebagai laju geser, setara dengan laju peningkatan
regangan geser (Douglas, Gassiorek, & Swaffield, 2000; Ferraris & Larrard, 1998;
Larrard, 1999; Flatt, Martys, & Bergström, 2004). Dalam reologi beton segar,
hukum yang mengatur deformasi geser dari matriks pada keadaan segar masih
diselidiki.

Reologi Beton Segar


(Rheology of Fresh Concrete)

Stabilitas Kompetibilitas Mobilitas


(Stability) (Compatibility) (Mobility)
Sudut Geser Dalam
(Relative Density)
Kepadatan Relatif

(Internal Friction
(Segregation)

(Cohesion)
Visikositas
(Viscosity)
(Bleeding)

Segregasi
Bliding

Kohesi

Angle)

Gambar 3.20: Parameters of rheology of fresh concrete (ACI C309, 1981)


Sumber: (ACI 309.1 R-93, 1993)

Ritchie adalah orang pertama yang mencoba untuk mendefinisikan aliran


beton dengan mengaitkannya dengan berbagai efek seperti bleeding, sedimentasi
dan densitas (ACI 309.1 R-93, 1993). Akibatnya, Reologi beton segar (gambar
3.20), menjadi tiga sifat dasar, yaitu: stabilitas, kompatibilitas dan mobilitas.
Stabilitas terhubung dengan bleeding dan segregasi, kompatibilitas setara dengan

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 121
kepadatan dan mobilitas berhubungan dengan gesekan sudut, kekuatan ikatan
internal dan viskositas. Meskipun parameter utama yang terkait dengan reologi
beton segar telah diidentifikasi tidak ada hubungan yang jelas antaranya. Misalnya
tiga faktor yang mempengaruhi mobilitas campuran mungkin mempengaruhi
kompatibilitas.

Dari tahun 1970-an banyak peneliti mulai memperlakukan beton segar


sebagai fluida dan menggunakan metode reologi cairan untuk menggambarkan
aliran beton (Ferrari dan Larrard, 1998a). Beton dalam keadaan segar dapat
dianggap sebagai cairan asalkan tingkat tertentu aliran dapat dicapai dan beton yang
homogen. Seperti disebutkan dalam paragraf pembukaan bagian ini jenis aliran
yang mencirikan aliran beton adalah aliran geser. Untuk menunjukkan perilaku
geser beton segar, sampel harus disampaikan kepada deformasi geser, baik dalam
kontrol tegangan atau kondisi laju regangan terkendali.

3.6.2 Parameter yang Mempengaruhi Rheology Beton

Ada berbagai parameter yang sangat mempengaruhi sifat reologi beton segar,
tabel 3.5 berikut merangkum faktor-faktor dan dampaknya terhadap sifat-sifat
aliran beton segar. Faktor yang mempengaruhi aliran beton segar dan dampaknya
terhadap sifat reologi (Flatt, Martys, & Bergström, 2004).

Tabel 3.5: Faktor yang mempengaruhi aliran beton segar


Faktor Dampak
Komosisi Beton Besar (High)
 Bahan Tambah Kimia
 Kandungan Mineral
Karakteristik Semen Besar (High)
Agregat Besar (High)
 Gradasi
 Bentuk Agregat
 Jenis Agregat
Kandungan Air Besar (High)
Jenis Pengaduk Sedang (Moderate)
Tahapan Pencampuran Sedang (Moderate)
Lama Pengadukan Sedang (Moderate)
Temperatur Sedang (Moderate)
Sumber: (Flatt, Martys, & Bergström, 2004)

122 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
3.6.3 Istilah dan Definisi Bahan-bahan Penyusun Beton menurut SNI

Istilah dan pengertian yang berkaitan dengan bahan beton dan beton tertuang
dalam setiap bagian pertama pada Standar Nasional Indonesia untuk yang berkaitan
dengan bahan beton dan beton. Pada standar lainnya seperti yang tertuang dalam
ACI CONCRETE TERMINOLOGY — 2013 (ACI CT-13, 2013) memuat istilah
dan pengertian yang lengkap. Beberapa istilah dapat dilihat di lampiran.

3.6.4 Pengolahan Beton

Setelah data hasil uji bahan didapatkan maka dilakukan perancangan


campuran beton untuk mendapatkan suatu komposisi campuran yang memenuhi
persyaratan teknis sesuai dengan rencana kerja dan syarat-syarat. (SNI 03-2834-
2000) memberikan suatu pedoman tata cara perancangan campuran beton normal.
Beberapa standar perancangan yang berkaitan dengan rencana campuran beton
normal adalah Standard Practice for Selecting Proportions for Normal,
Heavyweight, and Mass Concrete (ACI 211.1-91, 1991). Standar lainnya adalah
Development of the Environment (DOE) 1975, Design of Normal Concrete Mixes,
Building Research Establisment, 1970 (Doran & Cathe, 2013; Road Research
Laboratory, 1970; Teychenné, Franklin, & Erntroy, 1975).

Beton normal adalah beton yang mempunyai berat isi (2200 – 2500) kg/m3
menggunakan agregat alam yang dipecah. kuat tekan beton yang disyaratkan fc’
adalah kuat tekan yang ditetapkan oleh perencana struktur (berdasarkan benda uji
berbentuk silinder diameter 150 mm, tinggi 300 mm dan kuat tekan beton yang
ditargetkan fcr adalah kuat tekan rata rata yang diharapkan dapat dicapai yang lebih
besar dari fc’.

Secara umum persyaratan yang harus dipenuhi bahwa proposi campuran


beton harus menghasilkan beton yang memenuhi persyaratan kekentalan yang
memungkinkan pengerjaan beton (penuangan, pemadatan, dan perataan) dengan
mudah dapat mengisi acuan dan menutup permukaan secara serba sama (homogen);

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 123
keawetan; kuat tekan; dan ekonomis. Beton yang dibuat harus menggunakan bahan
agregat normal tanpa bahan tambah

Bahan-bahan yang digunakan dalam perencanaan harus memenuhi


persyaratan apabila pada bagian pekerjaan konstruksi yang berbeda akan digunakan
bahan yang berbeda, maka setiap proporsi campuran yang akan digunakan harus
direncanakan secara terpisah. Bahan untuk campuran coba harus mewakili bahan
yang akan digunakan dalam pekerjaan yang direncanakan

Dalam perencanaan campuran beton harus dipenuhi persyaratan perhitungan


perencanaan campuran beton yang harus didasarkan pada data sifat-sifat bahan
yang akan dipergunakan dalam produksi beton nantinya serta susunan campuran
beton yang diperoleh dari perencanaan harus dibuktikan melalui campuran coba
yang menunjukan bahwa proporsi tersebut dapat memenuhi kekuatan beton yang
disyaratkan.

Pemilihan proporsi campuran beton harus dilaksanakan dan direncanakan


serta ditentukan berdasarkan hubungan antara kuat tekan dan faktor air semen.
untuk beton dengan nilai f’c lebih dari 20 MPa proporsi campuran coba serta
pelaksanaan produksinya harus didasarkan pada perbandingan berat bahan dan
untuk beton dengan nilai f’c hingga 20 MPa pelaksanaan produksinya boleh
menggunakan perbandingan volume. Perbandingan volume bahan ini harus
didasarkan pada perencanaan proporsi campuran dalam berat yang dikonversikan
ke dalam volume melalui berat isi rata-rata antara gembur dan padat dari masing-
masing bahan.

Beberapa pedoman awal untuk memperkirakan proporsi takaran campuran


dengan berbagai mutu beton dan perkiraan kekuatan tekan pada umur 7 dan 28 hari
seperti tabel 3.6, dan berdasarkan sifat campuran seperti Tabel 3.7.

Pencampuran beton dimaksudkan untuk mendapatkan suatu komposisi yang


solid dari bahan-bahan penyusun hasil sebuh rancangan campuran beton. Sebelum
diimplementasikan dalam pelaksanaan konstruksi dilapangan pencampuran bahan-
bahan dapat dilakukan dilaboratorium.

124 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
Tabel 3.6: Pedoman awal untuk perkiraan proporsi takaran campuran
Mutu Beton Jenis Beton Ukuran Rasio Air / Kadar
Agregat Semen Semen Min.
fc’(Mpa) σbk’ Maks (mm) Maks. (kg/m3 dari
(kg/cm2) (terhadap campuran)
berat)
Mutu Tinggi 50 K600 19 0.35 450
45 K500 37 0.40 395
25 0.40 430
19 0.40 455
38 K450 37 0.425 370
25 0.425 405
19 0.425 430
Mutu Sedang 35 K400 37 0.45 350
25 0.45 385
19 0.45 405

30 K350 37 0.475 335


25 0.475 365
19 0.475 385
25 K300 37 0.50 315
25 0.50 345
19 0.50 365
20 K250 37 0.55 290
25 0.55 315
19 0.55 335
Mutu 15 K175 37 0.60 265
Rendah 25 0.60 290
19 0.60 305
10 K125 37 0.60 225
25 0.60 245
19 0.60 260

Tabel 3.7: Ketentuan sifat campuran


Kuat Tekan Mutu Beton Benda Uji Jenis bk’
Minimum Benda Uji Kubus Beton (kg/cm2)
Silinder (Kg/cm2) fc’
(Mpa) 15 x 15 x 15 (Mpa)
φ15 - 30 cm cm3 7 hari 28 hari 7 hari 28 hari
Mutu Tinggi 50 K600 32.5 50.0 390 600
45 K500 26.0 40.0 325 500
35 K400 24.0 33.0 285 400

Mutu 30 K350 21.0 29.0 250 350


Sedang 25 K300 18.0 25.0 215 300
20 K250 15.0 21.0 180 250

Mutu 15 K175 9.5 14.5 115 175


Rendah 10 K125 7.0 10.5 80 125

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 125
Agar tetap terjaga konsistensi rancangannya maka, tahapan dalam
pengolahan beton lebih lanjut perlu di perhatikan. Komposisi yang baik, yang
direncanakan akan menghasilkan suatu kuat tekan yang baik, akan tetapi jika pada
saat pelaksanaannya tidak di kontrol dengan baik kemungkinan akan menghasilkan
beton yang tak sesuai dengan rencana lebih besar. Cara pengolahan ini akan
menentukan kualitas dari beton yang akan dibuat. Adapun tahapan dalam
pelaksanaan dilaboratorium pada prinsipnya sama dengan pekerjaan dilapangan
yang meliputi dari mulai Pekerjaan persiapan, Penakaran, Pengadukan (Mixing),
penuangan atau pengecoran (Placing), Pemadatan (Vibrating), Penyelesaian Akhir
(Finishing) dan Perawatan (Curing) dan dilanjutkan dengan pengujian benda uji.

Sebelum penuangan beton di laksanakan di lakukan pekerjaan persiapan yang


mencakup beberapa hal, antara lain: (1) semua peralatan untuk pengadukan dan
pencetakan benda uji beton harus bersih, dan bebas dari kotoran-kotoran yang
mengganggu. (2) Semua bahan yang akan di aduk disiapkan sedekat mungkin
dengan alat aduk dan benda uji yang akan dibuat.

Penakaran bahan-bahan penyusun beton yang dihasilkan dari hasil rancangan


harus mengikuti ketentuan yang tertuang Tata Cara Pengadukan dan Pengecoran
Beton (SNI 03-3976-1995) dan Standard Made By Volumetric Batching and
Continuous Mixing (ASTM C685 / C685M - 11, 2011) serta Standard Specification
for Ready-Mixed Concrete (ASTM C94 / C94M - 14b, 2014) sebagai berikut: (1)
Beton yang mempunyai kekuatan tekan (f’c) lebih besar atau sama dengan 20 Mpa
proporsi penakarannya harus didasarkan atas penakaran berat. (2) Beton yang
mempunyai kekuatan tekan (f’c) lebih kecil dari 20 Mpa proporsi penakarannya
boleh menggunakan teknik penakaran volume. Tekniknya harus didasarkan atas
penakaran berat yang dikonversikan kedalam penakaran volume untuk setiap
campuran bahan penyusunnya.

Setelah di dapatkan komposisi yang direncanakan untuk kuat tekan tertentu,


maka proses selanjutnya adalah pencampuran di lapangan. Komposisinya di
sesuaikan dengan kapasitas alat aduk. Secara umum pengadukan di lakukan sampai
di dapatkan suatu sifat yang plastis dalam campuran beton segar, indikasinya adalah

126 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
warna adukan merata, kelecakan yang cukup, dan tampak homogen. Pengadukan
yang di lakukan harus dilakukan pendataan yang rinci mengenai, (1) jumlah batch-
aduk yang di hasilkan, (2) proporsi material, (3) perkiraan lokasi dari penuangan
akhir pada struktur, dan (4) waktu dan tanggal pengadukan serta penuangan.

Gambar 3.21: Batching Plant


Sumber: (Fabrication Systems, Ltd, 2012)

Cara pengadukan dapat dibedakan menjadi dua antara lain dengan manual
dan dengan masinal. Pengadaukan dengan manual dilakukan dengan tangan dan
masinal dengan bantuan alat aduk seperti molen, batching plant, dll. Pengadukan
dengan tangan biasanya dilakukan jika kebutuhan akan beton lebih kecil dari 10 m3
dalam satu periode yang pendek. Untuk kasus ini SNI memberikan syarat jika
kebutuhan adukan lebih kecil dari 10 campuran dapat digunakan perbandingan
campuran 1:2:3, yang artinya secara langsung untuk kebetuhan beton lebih besar
dari 10 m3, harus di rencanakan desain campurannya.

Mesin atau alat pengaduk berdasarkan operasionalnya dapat dibedakan

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 127
menjadi dua, yaitu alat aduk yang dapat dipindah-pindahkan mobile
(mobile/portable mixer) dan mempunyai kapasitas yang kecil (dinamakan mixer
atau molen), serta alat aduk stasioner yang biasanya mempunyai kapasitas besar
(dinamakan batching plant) seperti gambar 3.21. Berdasarkan jenis drum
pengadauknya utamanya dibedakan menjadi tiga yaitu (1) Drum yang tetap (Non-
tilting drum) atau biasanya disebut dengan mesin pengaduk yang berputar vertical
atau pan drum mixer, (2) reversing drum atau mesin pengaduk yang berputar
horizontal, dan (3) tilting drum, yaitu mesin pengaduk beton yang berputar miring
(Ferraris C. F., 2001).

Mesin pengaduk (mixer) beton, termasuk pencampuran dengan truk yang


besar digunakan untuk tujuan komersial, dan mixer kecil portabel dikenal sebagai
mixer semen mini, dan digunakan untuk pekerjaan ringan. Mixer beton yang lebih
kecil digunakan untuk membuat beton di lokasi konstruksi dengan waktu yang
cukup tersedia untuk pengerasan beton, sebelum digunakan. Mixer semen portabel
yang digunakan untuk memproduksi batch atau campuran dengan volume sedikit,
dan biasanya bertenaga listrik atau fuel, dan dilengkapi dengan roda untuk
memudahkannya berpindah-pindah. Pengaduk beton terutama terdiri dari drum
berputar, motor, dan poros. Bahan-bahan yang diperlukan untuk produksi beton
dicampur sepenuhnya dalam drum.

3.6.4.1 Mixers Beton Stasioner

Industri konstruksi yang besar membutuhkan beton yang homogen untuk


dihasilkan dalam jangka waktu yang singkat terutama untuk beton pracetak dan
pratekan. Persyaratan ini menjadi tantangan untuk mengembangkan teknik
pencampuran secara cepat dalam memproduksi beton. Mixer beton stasioner
(gambar 3.22) dirancang untuk tetap di lokasi konstruksi, selama beton dituangkan.
Berbagai jenis mixer stasioner telah diperkenalkan yang dirancang sesuai dengan
sifat pekerjaan konstruksi. Umumnya digunakan adalah jenis mixer sumbu vertical
(vertical mixer), mixer poros kembar (twin shaft mixer), dan drum mixer (mixer
drum).

128 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
Gambar 3.22: Mixers Beton Stasioner kapasitas 100 m3
Sumber: (Stetter, 2014)

3.6.4.2 Mesin Pengaduk Verikal (Vertical Axis Mixers)

Mixer sumbu vertikal umumnya digunakan untuk produksi beton pratekan


dan pracetak. Mixer semen ini cocok untuk batch kecil berwarna beton, dan
beberapa titik-titik pembuangan. Jenis mixer sumbu vertikal mixer planet dan mixer
pan. Semua mixer pan pada prinsip kerjanya sama (Beitzel, 1984): pan silinder
(tetap atau berputar) berisi beton untuk dicampur, sementara satu atau dua set pisau
berputar dalam panci untuk mencampur bahan dan pisau membawa campuran di
dinding pan.

Bentuk pisau dan sumbu rotasi bervariasi. Gambar berikut menunjukkan


kombinasi yang berbeda dari konfigurasi pisau (blade) dan pan. Elemen lain dari
mixer adalah pencampur (scraper). Kadang-kadang sumbu rotasi pisau bertepatan
dengan sumbu pan (gambar 3.23.a) mixer dayung tunggal (single paddle mixer),
dan (b) Mixer pan lainnya dengan pan yang bergerak terpusat (mixer bergerak
seperti planet mixer dan bergar berlawanan (planetary motion mixer and counter-
current motion), ada dua rotasi: pisau berputar di sekitar sumbunya dan sekitar

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 129
sumbu pan (panah 2 pada gambar (d) dan e). Kemungkinan lain adalah memiliki
dua poros yang berputar dengan cara yang disinkronkan (poros ganda c), yaitu pisau
yang ditempakan pada sudut dekat dinding dalam pan yang berperan untuk
mencampur beton yang cenderung stagnan di dekat dinding pan dan mendorongnya
ke dalam sehingga bertemu pisau dan berputar. Jika pan berputar, scraper tetap.
Jika panci tetap, scraper harus bergerak untuk mencampur beton. Biasanya
komponennya yaitu: pisau, panci, dan scraper bergerak, secara sendiri-sendiri
dengan motor pengerak. Untuk mengeluarkan campuran beton segar, panci
biasanya dikosongkan melalui perangkap di bagian bawah. Untuk mixer kecil
(kurang dari 20 L atau 0,02 m3), pisau diangkat dan panci dapat kosongkan. Pada
gambar 3.24 beberapa produk mixer di pasaran yang berputar vertical.

Gambar 3.23: Berbagai Konfigurasi untuk Pan Mixer. Tanda panah menunjukkan
arah putaran pan, pisau (blade), dan scraper.
Sumber: (Beitzel, 1984)

Gambar 3.24: Beberapa Type Alat Aduk Berputar Vertikal


Sumber: (Matest, 2014; Aimil, Ltd, 2011; CV. Bengkel Murni, 2014)
(1) Twin Shaft Mixers (Dual shaft mixer)
Mixer ini cocok untuk memperoleh intensitas tinggi pencampuran dalam
jangka waktu yang singkat. Mixer ini biasanya digunakan untuk mendapatkan beton
mutu tinggi (gambar 3.25).

130 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
Gambar 3.25: Jenis Mesin Pengaduk Twin Shaft Kapasitas 1 m3
Sumber: (Meka, 2014; Pioneer, 2014)

(2) Drum Mixers


Ada dua jenis mesin pengaduk beton dengan drum, yaitu yang berputar
miring (titling mixer lihat gambar 3.26) dan berputar horizontal (reversing mixer
lihat gambar 3.27). Mixer ini digunakan ketika beton akan diproduksi dalam jumlah
yang cukup besar dilokasi pekerjaan. Mixer ini banyak digunakan karena biayanya
rendah dalam pemeliharaan dan operasi. Sistem operasi untuk pengaduk berputar
miring (tilting mixer) mengikuti proses seperti gambar 3.28, dan pengaduk berputar
horizontal seperti gambar 3.29.

Gambar 3.26: Mesin Pengaduk Berputar Miring (Half Bag Tilting Mixer)

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 131
Gambar 3.27: Mesin Pengaduk Berputar Horizontal (Reverse Drum Concrete Mixer)
Sumber: (Pioneer, 2014)

Gambar 3.28: Proses pengadukan dengan Mesin Pengaduk Berputar Miring

Gambar 3.29: Sistem pengadukan dengan pengaduk horizontal

132 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
(3) Truck Truck Mixer atau agigator

Truck Mixer (gambar 3.30) digunakan untuk transportasi beton dari satu
daerah ke daerah lain, sering digunakan untuk menuangkan dengan tujuan di
beberapa daerah dengan satu batching plant. Truck mixer memungkinkan kontrol
kuantitas beton yang diperlukan, dan memberikan fleksibilitas dengan bahan
campuran kering dan campuran dihasilkan selama transportasi. Bahan campuran
dimuat ke dalam truk semen, dan keadaan cair dari campuran diaduk secara agitasi
atau rotasi drum sampai ketempat pengecoran. Interior Drum Mixer memiliki pisau
spiral yang mendorong dan memutar campuran beton, sehingga mempertahankan
keadaan plastis yang diinginkan.

Gambar 3.30: Truck Mixer


Sumber: (Liebherr, 2011)

Setelah beton dilakukan pengadukan maka beton di bawah ketempat


penuangannya, atau tempat konstruksi yang akan dibuat dalam laboratorium maka
beton segara dituangkan kedalam benda uji yang akan dibuat. Pengangkutan beton
dari tempat pengadukan hingga ke tempat penyimpanan akhir (sebelum di tuang)

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 133
harus sedemikian hingga dapat mencegah terjadinya pemisahan atau kehilangan
material. Alat angkut yang di gunakan harus mampu menyediakan beton di tempat
penyimpanan akhir dengan lancar tanpa mengakibatkan pemisahan dari bahan yang
di campur dan tanpa hambatan yang dapat mengakibatkan hilangnya plastisitas
beton antara pengangkutan yang berurutan. Dalam penuangan beton, ada beberapa
hal yang perlu di perhatikan dalam pelaksanaan ini. Hal ini di lakukan terutama
untuk menghindari terjadinya segregasi dan bleeding seperti dalam gambar 3.31.

Gambar 3.31: Beton yang terjadi Segregasi

Pekerjaan finishing di maksudkan untuk mendapatkan sebuah permukaan


beton yang rata dan mulus, pada saat beton belum mencapai final setting pekerjaan
ini biasanya dilakukan, karena pada masa ini beton masih dapat dibentuk. Alat yang
digunakan biasanya ruskam, jidar dan alat-alat perata lainnya. Pada pembuatan
benda uji setelah dicapai pengikatan awal maka permukaan benda uji diratakan dan
diberi label sesuai dengan data pengujian.

Perawatan ini dilakukan setelah beton mencapai final setting, artinya beton
telah mengeras. Perawatan ini dilakukan agar proses hidrasi selanjutnya tidak
mengalami gangguan. Jika hal ini terjadi maka akan menyebabkan beton retak-
retak, karena kehilangan air yang begitu cepat. Perawatan di lakukan minimal
selama 7 (tujuh) hari dan beton berkekuatan awal tinggi minimal selama 3 (tiga)
hari serta harus di pertahankan dalam kondisi lembab, kecuali di lakukan dengan
perawatan yang di percepat. Perawatan ini tidak hanya di maksudkan untuk
mendapatkan kekuatan tekan beton yang tinggi tapi juga di maksudkan untuk

134 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
memperbaiki mutu dari keawetan beton, kekedapan terhadap air, ketahanan
terhadap aus, serta stabilitas dari dimensi struktur.

Perawatan dengan uap bertekanan tinggi, uap bertekanan atmosfirik,


pemanasan dan pelembaban atau proses lain yang dapat di terima, boleh di gunakan
untuk mencapai kekuatan tekan dan mengurangi waktu perawatan. Perawatan ini
harus mampu menghasilkan kekuatan tekan sesuai dengan rencana, dan prosesnya
harus mampu menghasilkan beton yang tegar (durability). Untuk cuaca yang panas
perlu di perhatikan bahan-bahan penyusunnya, cara produksi, penanganan dan
pengangkutan, penuangan, perlindungan dan perawatan untuk mencegah suhu
beton atau penguapan air yang berlebihan sehingga dapat mengurangi kekuatan
tekannya dan mempengaruhi kekuatan struktur.

3.6.5 Pengujian Beton Struktur

Pengawasan pengujian bahan beton untuk pekerjaan struktur (SNI 03 – 2847


- 2002) adalah adalah bahwa bagi Pengawas lapangan berhak memerintahkan
diadakan pengujian pada setiap bahan yang digunakan pada pelaksanaan
konstruksi beton untuk menentukan apakah bahan tersebut mempunyai mutu sesuai
dengan mutu yang telah ditetapkan. Pengujian bahan dan pengujian beton harus
dibuat sesuai dengan tata cara-tata cara yang sesuai dengan SNI. Laporan lengkap
pengujian bahan dan pengujian beton harus tersedia untuk pemeriksaan selama
pekerjaan berlangsung dan pada masa 2 tahun setelah selesainya pembangunan.

Pengujian bahan Semen Portland (SNI 15-2049-2004) harus memenuhi salah


satu dari ketentuan berikut: (1) SNI 15-2049-1994 , Semen portland. (2)
“Spesifikasi semen blended hidrolis” (ASTM C595 / C595M - 14, 2014), kecuali
tipe S dan SA yang tidak diperuntukkan sebagai unsur pengikat utama struktur
beton, dan (3) "Spesifikasi semen hidrolis ekspansif" (ASTM C845 / C845M - 12,
2012). Semen yang digunakan pada pekerjaan konstruksi harus sesuai dengan
semen yang digunakan pada perancangan proporsi campuran.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 135
Pengujian Agregat untuk beton harus memenuhi salah satu dari ketentuan
berikut: (1) “Spesifikasi agregat untuk beton” (ASTM C33 / C33M - 13, 2013); (2)
Spesifikasi agregat ringan untuk beton struktur (SNI 03-2461-1991; ASTM C330
/ C330M - 14, 2014). Ukuran maksimum nominal agregat kasar yang digunakan
harus tidak melebihi: (1) 1/5 jarak terkecil antara sisi-sisi cetakan, ataupun; (2) 1/3
ketebalan pelat lantai, ataupun; (3) 3/4 jarak bersih minimum antara tulangan-
tulangan atau kawat-kawat, bundel tulangan, atau tendon-tendon prategang atau
selongsong-selongsong.

Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-
bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau
bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan. Air pencampur
yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang di dalamnya tertanam
logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh
mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan.

Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali
ketentuan berikut terpenuhi: (1) Pemilihan proporsi campuran beton harus
didasarkan pada campuran beton yang enggunakan air dari sumber yang sama. (2)
Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat dari
adukan engan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan sekurang-
kurangnya sama engan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang
dapat diminum.

Perbandingan uji kekuatan tersebut harus dilakukan pada adukan serupa,


terkecuali pada air encampur, yang dibuat dan diuji sesuai dengan “Metode uji kuat
tekan untuk mortar semen hdrolis (Menggunakan spesimen kubus dengan ukuran
sisi 50 mm)” (ASTM C109 / C109M - 13, 2013).

136 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
3.7 Evaluasi Beton

Evaluasi di lakukan untuk menjamin terjaganya komposisi dari campuran,


tingkat kemudahan pengerjaan dan kekuatan beton nantinya. Evaluasi dilakukan
dengan pengujian menggunakan benda uji beton keras (gambar 3.32). Evaluasi ini
meliputi pengaruh suhu, lingkungan setempat (environment), pengaruh dari lokasi
pengerjaan, dan hal-hal lain yang menyebabkan sifat-sifat dari beton segar berubah,
yang pada akhirnya akan menyebabkan pengaruh terhadap kekuatan struktur.
Evaluasi di lakukan terhadap hasil dari (1) Pengujian meliputi pengujian silinder
atau kubus yang dilakukan di laboratorium (2) Pengujian langsung, dengan core
drill atau nondestructive test (3) uji beban langsung (load test).

Gambar 3.32: Jenis Benda Uji Beton Keras

Pengujian ini bertujuan antara lain (Neville & Brooks, 2010) untuk (1)
melakukan verifikasi dalam suatu teknik pengujian eksprimen di laboratorium, (2)
membandingkan hasil uji suatu contoh dalam suatu pengadukan atas keseusainnya
dengan spesifikasi, (3) membandingkan hasil uji atas supply suatu campuran beton
jadi oleh pembeli dari produsen.

Pengujian Kuat Tekan di Laboratorium Melalui Silinder/Kubus berdasarkan


hasil uji menggunakan mesin tekan (gambar 3.33), kemudian dilakukan evaluasi ini
untuk menguji apakah kekuatan beton telah tercapai sesuai rencana, dan mengambil
langkah-langkah preventive dengan tidak mengesampingkan nilai-nilai ekonomis.
Pengujian ini melalui benda uji berbentuk silinder dengan ukuran diameter 150 mm

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 137
dan tinggi 300 mm atau kubus ukuran 150 x 150 x 150 mm. Evalusainya selalu
dalam bentuk pengujian silinder, jika data dihasilkan dari benda uji berbentuk
kubus atau ukuran yang lebih kecil dari standar maka harus dilakukan konversi
kedalam bentuk silinder. Satuan yang digunakan adalah N/mm2 atau Mpa.

Gambar 3.33: Hasil Pengujian Beton dengan Benda Uji Silinder

Menurut SNI 03-6815-2002, Tata Cara Evaluasi Hasil Uji Kekuatan Beton,
yang merupakan adopsi dari ( ACI 214-1977, Reapproved 1989 ), pengujian
kekuatan beton dimaksudkan untuk menentukan terpenuhinya spesifikasi kekuatan
dan mengukur variabilitas beton (SNI 03-6815-2002, 2002).

Maksud pengujian kekuatan beton adalah untuk menentukan terpenuhinya


spesifikasi kekuatan dan mengukur variabilitas beton. Beton adalah suatu massa
yang keras, terdiri dari bahan-bahan yang heterogen. Uji beton boleh memasukkan
semua variasi dalam kekuatan beton, tergantung pada variabel apa yang ditonjolkan
sesudah contoh uji dibuat. Disamping itu perbedaan dalam pengambilan benda uji,
pembuatan, pemeliharaan di pabrik, dan pengujian contoh uji dapat menyebabkan
adanya indikasi variasi kekuatan yang tidak tampak dalam beton pada suatu
struktur. Fungsi statistik, kekuatan contoh uji beton pada proyek yang akan di
kontrol dapat diasumsikan ada dalam pola yang mendekati kurva distribusi

138 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
frekuensi normal. Jika dilakukan kontrol yang baik, nilai kekuatan beton bertambah
akan berkumpul mendekati nilai rata-rata, dan kurva berbentuk tinggi dan sempit.

Variabilitas karakteristik dan setiap bahan penyusun dalam beton dapat


menyebabkan variasi kekuatan dalam beton. Variasi kekuatan ini dapat juga
disebabkan oleh pelaksanaan dalam penentuan proporsi campuran,
pelaksanaan pencampuran, pengangkutan, penuanangan dan pemeliharaan
beton, selain variasi-variasi yang terjadi dalam beton sendiri.

Benda uji beton bersifat homogen dan setiap variasi antara silinder yang
dibuat dari sampel yang diberikan, disebabkan oleh cara pembuatan, pemeliharaan,
dan variasi-variasi pengujian. Pengadukan tunggal beton tidak dapat yang cukup
untuk analisis statistik, dan diperlukan benda uji silinder yang diambil dari paling
sedikit sepuluh pengaduan beton untuk menetapkan nilai R yang dapat dipercaya.
Deviasi standar dan koefisien variasi dapat dihitung sebagai berikut:
1 
1  R dan V1  1 x100
d2 X
Dimana
1 = deviasi standar dalam pengujian.
1/d2 = suatu konstanta yang tergantung pada jumlah silinder uji yang di rata-
rata untuk menghasilkan suatu hasil uji.
R = rentang rata-rata dalam grup contoh.
V1 = koefisien variasi dalam pengujian.
X = kekuatan rata-rata

Kriteria untuk persyaratan kekuatan beton, nilai di mana kekuatan rata-rata


campuran beton fer harus melampaui fc’ tergantung pada kriteria yang digunakan
dalam spesifikasi pada suatu proyek. Variabilitas karakteristik dan setiap bahan
penyusun dalam beton dapat menyebabkan variasi kekuatan dalam beton.
Variasi kekuatan ini dapat juga disebabkan oleh pelaksanaan dalam penentuan
proporsi campuran, pelaksanaan pencampuran, pengangkutan, penuanangan
dan pemeliharaan beton, selain variasi-variasi yang terjadi dalam beton sendiri.

Variasi kekuatan dapat juga disebabkan oleh fabrikasi, pengujian, dan


perlakuan pada benda-benda uji. Variasi dalam kekuatan beton dapat diterima,

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 139
namun, beton yang berkualitas cukup dapat dihasilkan jika dilakukan kontrol
yang baik, hasil uji diinterprestasikan dengan akurat dan mempertimbangkan
batasan-batasan yang ada. Kontrol yang baik dapat dicapai dengan menggunakan
bahan-bahan yang memenuhi syarat, penakaran dan pencampuran bahan yang
benar, sesuai dengan kualitas yang diinginkan, serta pelaksanaan yang baik dalam
pengangkutan, penuangan, perawatan dan pengujian. Meskipun sifat alamiah beton
yang komplek menghalangi kesempurnaan homogenitas beton.

Kadangkala yang terjadi adalah kontrol yang tidak baik saat pelaksanaan
akan menyebabkan adanya variasi kekuatan. Peningkatan kontrol dalam
pelaksanaan dapat mereduksi biaya beton bila kekuatan rata-rata beton yang
direncanakan dapat dibuat dengan variasi yang kecil atau dengan nilai deviasi yang
kecil.

Kesimpulan atas penerimaan hasil dari suatu pekerjaan beton hanya dapat
dilakukan melalui suatu tindakan pengujian dan hasilnya dilakukan evaluasi yang
menyajikan karakteristik beton sehingga diperlukan data yang cukup untuk
menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan dan dilakukan evaluasi dengan suatu
prosedur statistik.

Prosedur acak dalam pengambilan contoh uji merupakan syarat statitik


misalnya melalui tabel dari nomor-nomor acak. Jika benda uji diseleksi oleh
pengambil data berdasarkan keputusanya sendiri, akan menimbulkan keputusan
yang bias, dan hasil yang dianalisa dengan cara ini tidak berlaku.

Besarnya variasi kekuatan contoh uji beton tergantung pada mutu material,
pembuatan, dan kontrol dalam pengujiannya. Perbedaan kekuatan dapat
disebabkan karena utamanya dua hal (1) Perbedaan dalam perilaku kekuatan
yang terbentuk dari campuran beton dan bahan penyusunnya, dan (2) Perbedaan
jelas dalam kekuatan yang disebabkan oleh perpaduan variasi dalam
pengujian.

Variasi kekuatan dalam perilaku beton dapat disebabkan oleh hal (1) Perubahan
dalam rasio air-semen yang timbulkan karena kontrol air yang jelek, variasi yang

140 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
sangat besar dari kelembaban dalam agregat, ataupun perubahan sifat. (2) Variasi
dalam kebutuhan air karena ukuran butir agregat, penyerapan, bntuk partikel, perilaku
semen dan bahan encampur ataupun waktu antar/pengiriman beton dan temperature.
(3) vriasi dalam karakteristik dan proporsi bahan-bahan beton: agregat, semen,
pozzolan, atau bahan pencampur lainnya, (4) variasi dalam pengangkutan,
penempatan dan pemadatan, serta (5) variasi temperature dan pemeliharaan.

Ketidaksesuaian dalam metode pengujian Prosedur pengambilan benda uji


yang tidak tepat dapat disebabkan karena (1) variasi yang disebabkan oleh teknik
pembuatan. Pengangkatan dan pemeliharaan silinder yang baru dibuat, kualitas
mold yang jelek, (2) Perubahan dalam pemeliharaan: variasi suhu, kelembaban
yang bervarias, penundaan membawa silinder ke dalam laboratorium, (3) Prosedur
pengujian yang kurang baik yaiti kaping silinder dan pengujian tekan.

Standar Nasional Indonesia telah memberikan langkah-langkah untuk


melakukan evaluasi beton keras ini, dengan memperhatikan hasil uji kekuatan tekan
silinder beton. Dalam SNI 03-2847-2002 Pasal 7.6 Evaluasi dan penerimaan beton.
Pengujian kekuatan masing-masing mutu beton yang dicor setiap harinya haruslah
dari satu contoh uji per hari, atau tidak kurang dari satu contoh uji untuk setiap 120
m3 beton, atau tidak kurang dari satu contoh uji untuk setiap 500 m2 luasan
permukaan lantai atau dinding. Jika tidak memenuhi dan hanya akan menghasilkan
jumlah uji kekuatan beton kurang dari 5 untuk suatu mutu beton, maka contoh uji
harus diambil dari paling sedikit 5 adukan yang dipilih secara acak atau dari
masing-masing adukan bilamana jumlah adukan yang digunakan adalah kurang dari
lima.

Pengujian kuat tekan tidak perlu dilakukan bila bukti terpenuhinya kuat tekan
diserahkan dan disetujui oleh pengawas lapangan dengan kondisi bahwa jika
volume total dari suatu mutu beton yang digunakan kurang dari 40 m3. Suatu uji
kuat tekan harus merupakan nilai kuat tekan rata-rata dari dua contoh uji silinder
yang berasal dari adukan beton yang sama dan diuji pada umur beton 28 hari atau
pada umur uji yang ditetapkan untuk penentuan nilai kuat tekan (fc’)

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 141
Beton harus diuji dengan ketentuan sesuai dengan SNI 03-2847-2002 Pasal
7.6. Teknisi pengujian lapangan yang melakukan pengujian harus memenuhi
kualifikasi dan harus melakukan pengujian beton segar di lokasi konstruksi,
menyiapkan contoh-contoh uji silinder yang diperlukan dan mencatat suhu beton
segar pada saat menyiapkan contoh uji untuk pengujian kuat tekan. Teknisi
laboratorium yang mempunyai kualifikasi harus melakukan semua pengujian-
pengujian laboratorium yang disyaratkan.

Benda uji yang dirawat di laboratorium, Contoh untuk uji kuat tekan harus
diambil menurut SNI 03-2458-1991, Metode pengujian dan pengambilan contoh
untuk campuran beton segar. Benda uji silinder yang digunakan untuk uji kuat
tekan harus dibentuk dan dirawat di laboratorium (SNI 03-4810-1998) dan diuji
kekuatan tekannya (SNI 03-1974-1990). Kuat tekan suatu mutu beton dapat
dikategorikan memenuhi syarat jika dua hal berikut dipenuhi:

(1) Setiap nilai rata-rata dari tiga uji kuat tekan yang berurutan mempunyai
nilai yang sama atau lebih besar dari fc’

(2) Tidak ada nilai uji kuat tekan yang dihitung sebagai nilai rata-rata dari
dua hasil uji contoh silinder mempunyai nilai di bawah fc’ melebihi dari
3,5 MPa.

Jika salah satu dari persyaratan di atas tidak terpenuhi, maka harus diambil
langkah-langkah untuk meningkatkan hasil uji kuat tekan rata-rata pada pengecoran
beton berikutnya. Jika nilai kuat tekan rata-rata dua benda uji contoh silinder
mempunyai nilai di bawah fc’ melebihi dari 3,5 Mpa, Maka perlu dilakukan
penyelidikan untuk hasil uji kuat tekan beton yang rendah tersebut.

Suatu uji kuat tekan benda uji silinder yang dirawat di laboratorium jika
menghasilkan nilai di bawah fc’ sebesar minimal 3,5 MPa atau bila uji kuat tekan
benda uji yang dirawat di lapangan menunjukkan kurangnya perlindungan dan
perawatan pada benda uji, maka harus dilakukan analisis untuk menjamin bahwa
tahanan struktur dalam memikul beban masih dalam batas yang aman.

142 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
Kepastian nilai kuat tekan beton yang rendah jika telah diketahui dan hasil
perhitungan menunjukkan bahwa tahanan struktur dalam memikul beban berkurang
secara signifikan, maka harus dilakukan uji contoh beton uji yang diambil dari
daerah yang dipermasalahkan (SNI 03-2492-1991) yaitu, Metode pengujian kuat
tekan beton inti. Pada uji contoh beton inti tersebut harus diambil paling sedikit tiga
benda uji untuk setiap uji kuat tekan yang mempunyai nilai 3,5 MPa dibawah nilai
persyaratan fc’.

Pengujian ini merupakan salah satu cara yang dikenal pengujian tidak
merusak dalam pengambilan contoh uji melalui cara pengeboran atau core drill,
yang dilakukan pada daerah yang diperkirakan tidak memenuhi syarat. Bila beton
pada struktur berada dalam kondisi kering selama masa layan, maka benda uji beton
inti harus dibuat kering udara (pada temperatur 15°C hingga 25°C, kelembaban
relatif kurang dari 60%) selama 7 hari sebelum pengujian, dan harus diuji dalam
kondisi kering. Bila beton pada struktur berada pada keadaan sangat basah selama
masa layan, maka beton inti harus direndam dalam air sekurang-kurangnya 40 jam
dan harus diuji dalam kondisi basah.

Beton pada daerah yang diwakili oleh uji beton inti harus dianggap cukup
secara struktur. Kriteria penerimaannya adalah:

(1) Jika kuat tekan rata-rata dari tiga beton inti adalah minimal sama dengan 85%
fc’, dan;

(2) tidak ada satupun beton inti yang kuat tekannya kurang dari 75% fc’ .

Pengambilan contoh uji tidak mengenai tulangan. Pengambilan contoh uji


dengan menggunakan core drill machine (mesin bor inti) dengan ukuran silinder
tertentu misalnya NX =54 mm, HX = 76 mm, PX = 92 mm. Kemudian sampel uji
diuji dengan mesin tekan atau mesin lentur untuk mendapatkan data.

Cara lain dengn uji tidak merusak (Non-Destructive Test/NDT) adalah


dengan melakukan uji menggunakan alat Hummer Test. Prinsip dasar pengujian
adalah rebound (tahanan) dari suatu massa elastis pada bagian permukaan yang
keras seperti beton. Bebarapa faktor yang mempengaruhi pengujian ini antara lain

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 143
(Bungey & Millard, 2004) Karakteristik campuran yang tergantung dari type
semen, kandungan semen dan type agregat kasar yang digunakan, (2) Karakteristik
lainnya yaitu massa/berat jenis beton, kepadatan, type permukaan, umur, laju
pengerasan dan type perawatan beton, karbonisasi permukaan, kondisi kelembaban
beton dan kondisi peregangan serta temperatur beton. Jenis alat rebound hummer
test seperti gambar gambar 3.34, gambar 3.35 dan 3.36 dibawah berikut:

Gambar 3.34: Pengujian dengan Hammer Test

Gambar 3.35: Peralatan Rebound Hammer Test

144 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
Gambar 3.36: Peralatan Non-Destructive Test

Tambahan pengujian beton inti yang diambil dari lokasi yang


memperlihatkan hasil kekuatan beton inti yang tidak beraturan diperbolehkan. Bila
kriteria tidak dipenuhi dan bila tahanan struktur masih meragukan, maka pengawas
lapangan dapat meminta untuk dilakukan pengujian lapangan tahanan struktur
beton sesuai dengan ketentuan pasal 22 dalam SNI 03-2847-2002 untuk bagian-
bagian struktur yang bermasalah tersebut, atau melakukan langkah-langkah lainnya
yang dianggap tepat.

Keraguan mengenai keamanan dari suatu struktur atau komponen struktur,


pejabat bangunan yang berwenang boleh meminta suatu penelitian terhadap
kekuatan struktur dengan cara analisis ataupun dengan cara uji beban, atau dengan
kombinasi analisis dan uji beban. Bila pengaruh defisiensi kekuatan struktur
diketahui dengan baik dan bila dimensi struktur serta sifat bahan yang dibutuhkan
untuk tujuan analisis dapat diukur nilainya, maka evaluasi kekuatan struktur secara
analisis berdasarkan data hasil pengukuran tersebut dianggap sudah memadai.

Data yang diperlukan harus ditentukan sesuai dengan penentuan dimensi


struktur dan sifat bahan yang diperlukan. bila pengaruh defisiensi kekuatan struktur
tidak diketahui dengan baik atau bila dimensi struktur serta sifat bahan yang
dibutuhkan untuk tujuan analisis tidak memungkinkan untuk diukur nilainya, maka
uji beban harus dilakukan bila struktur tersebut diinginkan untuk tetap berfungsi.
Bila keraguan terhadap keamanan struktur atau bagian struktur adalah terkait
dengan penurunan kinerja struktur sebagai fungsi waktu, dan bila respon struktur

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 145
selama uji beban ternyata masih memenuhi kriteria penerimaan, maka struktur atau
bagian dari struktur tersebut boleh tetap digunakan untuk jangka waktu tertentu.
Pemeriksaan secara berkala harus dilakukan jika dianggap perlu oleh konsultan
penilai.

Penentuan dimensi struktur dan sifat bahan yang diperlukan sesuai dengan
Pasal 22.2 SNI 03-2847-2002 adalah sebagai berikut: (1) Dimensi komponen
struktur harus diukur pada bagian atau penampang yang kritis; (2) Lokasi dan
ukuran batang tulangan, jaring kawat las, atau tendon harus ditentukan dengan cara
pengukuran. Penentuan lokasi tulangan boleh dilakukan berdasarkan gambar kerja
yang tersedia asalkan gambar tersebut telah dikonfirmasi dengan melakukan
pemeriksaan acak di beberapa tempat. (3) Bila dibutuhkan, kuat tekan beton harus
ditentukan berdasarkan hasil uji silinder beton atau sampel bor inti yang diambil
dari bagian struktur yang kekuatannya diragukan. Kuat tekan beton harus
ditentukan sesuai dengan persyaratan SNI 03-2847-2002.

Gambar 3.37: Alat Core Drill dan Pengambilan Contoh dengan Core-Drill

Metode pengambilan dan pengujian sampel bor inti (gambar 3.37) harus
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (SNI 03-2492 1991, Metode
pengambilan benda uji beton inti, SNI 03-3403-1991-03, Metode pengujian kuat
tekan beton inti pemboran). (4) Bila dibutuhkan, kuat tarik batang tulangan atau
tendon harus ditentukan berdasarkan hasil uji tarik benda uji yang mewakili bahan
struktur yang kekuatannya diragukan. (5) Bila dimensi dan sifat fisik bahan yang
diperlukan ditentukan melalui pengukuran dan pengujian, dan bila perhitungan

146 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam pasal 22.1(2) SNI 03-2847-2002,
maka faktor reduksi kekuatan yang berlaku pada Pasal 11.3 SNI 03-2847-2002
boleh diperbesar, tetapi faktor reduksi kekuatan tersebut tidak boleh melebihi nilai
pada tabel 3.8, berikut:

Tabel 3.8: Faktor Reduksi


Lentur, tanpa beban aksial 0,90
tarik aksial, dan tarik aksial dengan lentur 0,90
tekan aksial dan tekan aksial dengan lentur
 komponen dengan tulangan spiral sesuai dengan 0,85
ketentuan pasal 12.9 (3) SNI 03-2847-2002 0,80
 komponen lain
geser dan/atau puntir 0,80
tumpuan pada beton 0,75

Jika pengujian dengan bor inti, persyaratan pertama tidak terpenuhi maka
diambil tindakan perbaikan untuk meningkatkan kekuatan tekan. Jika langkah
kedua yang tidak terpenuhi tindakan yang diambil adalah dengan menguji apakah
kekuatan struktur masih cukup kuat dengan nilai kekuatan aktual, dengan cara
menganalisa ulang struktur menggunakan kekuatan tekan aktualnya atau dengan
menguji cara uji tidak merusak (nondestructive tests).
Pengujian merusak merupakan tindakan tahap akhir dari pengujian struktur
beton hal ini jika masih juga tidak memenuhi maka dilakukan pengambilan contoh
langsung pada struktur (destructive test), langkah ini dapat dilakukan dengan
pengujian beban langsung (load test) pada struktur. Pembebanan diberikan sesuai
dengan batas pembebanan yang direncanakan, jika kekuatan dan deformasnya
memenuhi, maka struktur dapat diterima. Cara paling akhir adalah mereduksi
beban-beban yang semula direncanakan dengan memberikan batas kekuatan sesuai
dengan kekuatan hasil pengujian. Cara ini dengan melakukan analisa ulang
terhadap struktur yang dibuat.
Prosedur pengujian sesuai dengan ketentuan dalam pasal 22.3 SNI 03-2847-
2002. Perencanaan dan pelaksanaan uji-beban serta besarnya intensitas beban uji
harus mengikuti ketentuan berikut: (1) Jumlah dan pengaturan pola bentangan atau

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 147
panel yang dibebani harus dipilih sedemikian rupa agar didapatkan nilai lendutan
dan tegangan maksimum di daerah yang kritis dari komponen struktur yang
kekuatannya diragukan. Penggunaan beberapa pola pembebanan harus dilakukan,
bila pola pembebanan tunggal yang digunakan tidak akan menghasilkan secara
bersamaan nilai maksimum respon struktur, seperti lendutan, puntir atau tegangan,
yang diperlukan untuk pembuktikan cukup tidaknya kekuatan struktur. (2) Beban
uji total, termasuk beban mati yang sudah ada pada struktur, tidak boleh kurang
daripada 0,85(1,4D +1,7L). pengurangan nilai L diizinkan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku (Pedoman perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung). (3)
Uji-beban tidak boleh dilakukan terhadap struktur atau bagian struktur yang
berumur kurang dari 56 hari. Namun, bila pemilik struktur bangunan, pemborong
dan seluruh pihak yang terlibat menyetujui, maka uji beban tersebut boleh
dilakukan pada umur yang lebih awal.
Kriteria pembebanan menurut SNI - 03 - 2847 – 2002; bahwa Bacaan nilai
awal untuk setiap respon struktur yang diukur (seperti: lendutan, rotasi, regangan,
slip, lebar retak) harus diperoleh dalam waktu tidak lebih dari satu jam sebelum
pengaplikasian tahapan beban pertama. Pengukuran harus dilakukan pada lokasi
dimana respon maksimum diharapkan akan terjadi. Pengukuran tambahan harus
dilakukan bila diperlukan. Beban uji harus diaplikasikan dalam tidak kurang dari
empat tahapan peningkatan beban yang sama. Beban uji merata harus diaplikasikan
sedemikian untuk menjamin tercapainya keseragaman distribusi beban pada
struktur atau bagian struktur yang diuji. Terjadinya kondisi lengkung dari beban uji
harus dihindari. Rangkaian pengukuran respon struktur harus dilakukan pada setiap
saat setelah tahapan pembebanan diaplikasikan, dan pada saat beban total telah
diaplikasikan pada struktur selama tidak kurang dari 24 jam. Beban uji total harus
segera dilepaskan setelah seluruh pengukuran respon yang didefinisikan telah
dilakukan. Rangkaian pengukuran akhir harus dilakukan pada 24 jam setelah beban
uji dilepaskan.
Syarat penerimaan untuk pengujian dengan pembebanan langsung adalah
sebagai berikut:

148 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
(1) Bagian struktur yang diuji-beban tidak boleh memperlihatkan tanda-
tanda kegagalan/keruntuhan. Retak-belah dan pecah pada bagian beton
yang tertekan dapat dianggap sebagai indikasi kegagalan/keruntuhan.
(2) Lendutan maksimum terukur harus memenuhi salah satu dari kondisi
berikut:

(a) Lendutan maksimum terukur:

(b) Lendutan permanen terukur

Bila lendutan maksimum dan lendutan permanen yang terukur tidak


memenuhi persamaan (a) dan (b), maka uji-beban dapat diulang. Uji-beban-ulang
tidak boleh dilakukan lebih awal dari 72 jam setelah pelepasan beban-uji yang
pertama. Bagian dari struktur yang diuji-ulang dianggap memenuhi persyaratan bila
sifat pemulihan lendutan memenuhi kondisi berikut:

Lendutan permanen  r ,maks   f ,maks / 5

Dimana  f ,maks adalah lendutan maksimum yang diukur selama uji-beban kedua

relatif terhadap posisi struktur pada saat awal uji-beban kedua.

Komponen struktur yang diuji-beban tidak boleh memperlihatkan retakan


yang menunjukkan terjadinya awal dari keruntuhan geser. Pada daerah komponen
struktur yang tidak dipasangi tulangan transversal (geser), timbulnya retak struktur
yang membentuk sudut terhadap sumbu longitudinal dan mempunyai proyeksi
horizontal yang lebih panjang dari tinggi irisan penampang di titik tengah retakan,
harus dievaluasi lebih lanjut. Pada daerah penjangkaran dan sambungan lewatan,
timbulnya sekumpulan retak pendek miring atau datar di sepanjang sumbu
tulangan, harus dievaluasi lebih lanjut.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 149
Latihan Soal

1. Beton umumnya terdiri dari tiga bahan penyusun yaitu semen, agregat dan
air dan jika di perlukan di tambahkan bahan tambah (admixture) tertentu
untuk merubah sifat-sifat tertentu dari beton yang bersangkutan. Jelaskan
tujuan dari pengujian

a. Bahan penyusun beton yang meliputi semen, air, agregat dan bahan
tambah

b. Pengujian beton segar

c. Pengujian beton keras

2. Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah


berhubungan dengan air jelaskan mekanisme pembentukan kekuatan
tekan beton?

3. Kekuatan rencana yang baik akan didapatkan jika dipelajari sifat dan
karakteristik dari masing-masing bahan penyusun tersebut. Data-data apa
saja yang minimal dibutuhkan untuk perancangan campuran beton normal
dari masing-masing bahan penyusun tersebut?

4. Jelaskan beberapa metode pengurangan sampel uji untuk agregat?

5. Mengapa setiap pengujian bahan beton dan beton dalam kegiatan


konstruksi harus dilakukan standarisasi?

6. Jelaskan bagaimana cara pengambilan contoh beton segar dan beton


keras?

7. Jelaskan faktor apa yang mempengaruhi dalam pengambilan dan


perencanaan banyaknya sampel uji bahan penyusun beton?

8. Jelaskan beberapa metode perancangan beton normal?

9. Apa yang dapat menyeebabkan ketidaksesuaian dalam metode pengujian


Prosedur pengambilan benda uji yang tidak tepa?

150 | Bab 3: Apa dan Bagaimana Pengujian Bahan Beton dan Beton
10. Jelaskan metode pengujian tidak merusak dan syarat evaluasi penerimaan
kekuatan tekannya?

11. Jelaskan metode pengujian merusak dan syarat evaluasi penerimaan


kekuatan tekannya?

12. Mengapa evaluasi kekuatan tekan beton harus dilakukan. Jelaskan?

13. Apa saja tindakan yang harus diambil jika hasil evaluasi kekuatan tekan
beton dari benda uji silinder tidak memenuhi kriteria penerimaan syarat
yang ditetapkan?

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 151
BAB 4
BAHAN-BAHAN PENYUSUN
BETON DAN BETON
Berisi tentang tentang garis besar Teori yang terkait dengan praktek
serta standar-standar yang menjadi acuan. Selain itu direncanakan
tentang general procedure yang harus dilakukan dalam sebuah
pengujian dan aplikasinya pada praktek di laboratorium.

4.1 Aktivitas Pekerjaan Beton

Aktivitas dalam sebuah pekerjaan beton tidak dipusatkan dalam satu titik
kegiatan, tetapi terdiri dari beberapa kegiatan yang saling berhubungan. Setiap
aktivitas kegiatan tersebut harus di kontrol agar dapat di dapat hasil yang sesuai
dengan yang direncanakan.

Kegiatan perencanaan beton di mulai dari quarry atau tempat penambangan


sumber alam didapat. Perencana harus mengambil contoh-contoh material yang
akan digunakan sesuai dengan ketentuan standar baku yang telah ditetapkan.
Pengambilan contoh ini dilakukan secara acak random agar sifat-sifat bahan yang
akan di uji terwakili. Contoh uji ini kemudian dibawah ke dalam laboratorium untuk
dilakukan pengecekan dan pengujian. Jika diketahui paramter besaran dari masing-
masing bahan tersebut sesuai dengan syarat yang diberikan (code standard) maka
bahan tersebut dapat digunakan. Jika tidak dilakukan pencarian sumber bahan yang
lainnya atau melakukan pencampuran dari bahan yang mempunyai mutu kurang
yang satu dengan bahan yang lainnya sehingga komposisi bahan yang dihasilkan

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 153
dapat sesuai dengan syarat yang ditentukan. Setalah didapat nilai dari masing-
masing bahan tersebut maka dilakukan perancangan beton (mix design).
Perancangan beton ini dapat menggunakan beberapa metode yang dikenal sesuai
dengan spesifikasi yang ditetapkan. Untuk kasus di Indonesia, pada pekerjaan-
pekerjaan milik pemerintah harus menggunakan standar yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Standar baku ini dulu dikenal sebagai Standar Industri Indonesi namun
saat ini telah di revisi dan di kembangkan sebagai Standar Nasional Indonesia
(SNI).

4.2 Pekerjaan Beton

Agar kita dapat merancang kekuatannya dengan baik, artinya dapat


memenuhi kreteria aspekk ekonomi, rendah dalam biaya dengan dapat memenuhi
aspek teknik yaitu memenehui kekuatan struktur, maka seorang perencana beton
harus mampu merancang campuran beton yang memenuhi kreteria tersebut.
Perancangan beton harus memenuhi kreteria perancangan standar yang berlaku.
Peraturan dan tata cara perancangan tersebut seperti ASTM, ACI, JIS, ataupun SNI.
Metode yang dapat digunakan antara lain Road Note No.4, ACI (American
Concrete Institute), dan cara SNI serta cara coba-coba “Try and Error” (ACI 211.1-
91, 1991; Road Research Laboratory, 1970; SNI 03-2834-2000). Perancangan
sendiri di maksudkan untuk mendapatkan beton yang baik harus memenuhi dua
kinerja utamanya, yaitu, kuat Tekan yang tinggi (minimal sesuai dengan rencana)
dan mudah dikerjakan (workability). Selain hal tersebut beton yang dirancang harus
memenuhi kreteria antara lain, tahan lama atau awet (durability), murah (aspect
economic cost) dan tahan aus serta memnuhi kreteria yang dikehendaki (Kosmatka,
Kerkhoff, & and Panarese, 2003).
Pengertian beton didefinisikan sebagai campuran semen portland atau
sembarang semen hidrolik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan
atau menggunakan bahan tambahan. Macam dan jenis beton terdiri bahan
pembentuknya dapat berupa beton normal, bertulang, pracetak, pratekan, beton
ringan, beton tanpa tulangan, beton fiber dan lainnya.

154 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Proses awal terjadinya beton adalah pasta semen yaitu proses hidrasi antara
air dengan semen, selanjutnya jika ditambahkan dengan agregat halus menjadi
mortar dan jika ditambahkan dengan agregat kasar menjadi beton dengan atau tidak
menggunakan bahan tambah. Penambahan material lain akan membentuk beton
menjadi jenisnya seperti beton bertulang jika ditambahkan dengan tulangan baja.
Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton, secara
cepat kekuatan beton akan linier naiknya sampai umur 28 hari, setelah itu kenaikan
kekuatan beton akan kecil. Laju kenaikan umur beton sangat tergantung dari
penggunaan bahan penyusunnya yang paling utama adalah penggunaan bahan
semen karena semen cenderung secara langsung memperbaiki kinerja tekannya.
Kekuatan Tekan Beton (fc’) mengindentifikasikan mutu dari sebuah struktur
artinya, semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang di kehendaki maka akan
dituntut mutu beton yang lebih baik. Beton harus di rancang proporsi campurannya
agar menghasilkan suatu kuat tekan rata-rata yang di syaratkan. Pada tahap
pelaksanaan konstruksi, beton yang telah di rancang campurannya harus di produksi
sedemikian hingga memperkecil frekuensi terjadinya beton dengan kuat tekan yang
lebih rendah dari fc’ seperti yang telah di syaratkan, yaitu kreteria penerimaan beton
tersebut harus sesuai dengan standar yang berlaku (SNI 03-2834-2000).
Empat bagian utama yang mempengaruhi mutu dari kekuatan beton tersebut,
yaitu (1) proporsi bahan-bahan penyusunnya, (2) metode perancangan, (3)
perawatan, dan (4) keadaan pada saat di laksanakan pengecoran, di mana hal ini
terutama di pengaruhi oleh lingkungan setempat.
Campuran Pasta Semen Segar dan Beton akan sangat menentukan kekuatan
tekan beton dan sangat tergantung dengan proses hidrasi yang terjadi. Proses hidrasi
yang berlangsung yang paling utama membutuhkan air. Air yang ada dalam
cmpuran semuanya akan digunakan untuk proses hidrasi. Gabungan antara semen
dengan air merupakan pasta semen. Kontribusi yang di berikan oleh semen terhadap
peningkatan kekuatan beton terutama terdapat dalam tiga faktor, yaitu (1) Faktor
Air Semen (FAS), Secara umum bahwa semakin besar nilai FAS maka semakin
rendah mutu kekuatan beton namun demikian tidak selalu mengakibatkan bahwa

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 155
semangkin rendah akan semangkin tinggi kekuatan tekannya. Hal ini ditetapkan
dalam batas-batasnya. Penyebabnya bahwa rendahnya FAS akan menyebabkan
kesulitan dalam pengerjaan artinya kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang
pada akhirnya akan menyebabkan mutu beton menurun. (2) Kehalusan Butir Semen
merupakan sifat fisika dari semen, semakin halus butiran semen, maka proses
terjadinya hidrasi dari semen akan semakin cepat. Pengujian ini menentukan
kehalusan semen hidrolis dengan menggunakan ayakan 45μm (No. 325) mengacu
kepada ASTM C 430, Standard test method for fineness of hydraulic cement by the
45 μm (No. 325) sieve (ASTM C430 - 08, 2008). (3) Komposisi Kimia, akan
menyebabkan perbedaan dari sifat-sifat semen, secara tidak langsung akan
menyebabkan perbedaan naiknya kekuatan dari beton yang akan di buat. Jika beton
menggunakan bahan kimia yang dapat mempercepat waktu pengikatan maka kadar
kimia/senyawa kimia C3S dalam semen harus di perbanyak, jika sebaliknya maka
harus di kurangi.

Sifat dan karakteristik campuran beton segar akan mempengaruhinya secara


tidak langsung saat beton telah mengeras. Kekerasan dari pasta semen tidak atau
bukan merupakan elastis sempurna, akan tetapi viscoelastic-solid. Viskositas
(viscosity) merupakan pengukuran dari ketahanan fluida yang diubah baik dengan
tekanan maupun tegangan. Pada masalah sehari-hari (dan hanya untuk fluida),
viskositas adalah "Ketebalan" atau "pergesekan internal". Oleh karena itu, air yang
"tipis", memiliki viskositas lebih rendah, sedangkan madu yang "tebal", memiliki
viskositas yang lebih tinggi. Sederhananya, semakin rendah viskositas suatu fluida,
semakin besar juga pergerakan dari fluida tersebut. Pengertiannya dalam
terminology beton adalah ukuran ketahanan fluida yang berubah karena pengaruh
tegangan geser (ACI CT-13, January 2013). Viskositas diukur dengan viscometer
yaitu alat untuk menentukan viskositas slurries, mortar, atau beton.
Vicoelasticity adalah sifat dan karakteristik material yang memiliki dua
karakteristik viscous dan elastic saat material mengalami deformasi. Viscoelastic
adalah material yang memiliki dua sifat tersebut (Farlex, 2014). Beton segar
sebagai viscoelastic-solid adalah material padat yang elastic saat masih segar,

156 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


tegangan akan terjadi dengan cepat saat material mengalami deformasi dan kembali
seperti semula saat tegangan hilang saat beton mengeras (solid).Gaya gesek dalam,
susut dan tegangan yang terjadi biasanya tergantung dari energi pemadatan dan
tindakan preventive terhadap perhatiannya pada tegangan dalam beton. Hal ini
tergantung dari jumlah dan distribusi air, kekentalan aliran gel (pasta semen), dan
penanganan pada saat sebelum terjadi tegangan serta kristalin yang terjadi untuk
pembentukan porinya. Beberapa sifat dan karakteristik beton yang perlu
diperhatikan antara lain; modulus elastisitas beton, kekuatan tekan, permeabilitas,
sifat panas yang akan dijelaskan pada bab berikutnya.
Metode Pencampuran untuk menenentukan Proporsi Bahan (Mix Design), di
tentukan melalui sebuah perancangan beton (mix design). Mix design atau
rancangan campuran adalah suatu rencana proporsi campuran beton yang ekonomis
dan dapat digunakan untuk menghasilkan mortar atau beton sesuai dengan
persyaratan yang dinginkan (ACI CT-13, January 2013). Hal ini di maksudkan agar
proporsi dari campuran dapat memenuhi syarat kekuatan serta menghasilkan beton
yang memenuhi persyaratan berikut (SNI 03-2834-2000) : (1) Kekentalan yang
memungkinkan pengerjaan beton (penuangan, pemadatan, dan perataan) dengan
mudah dapat mengisi acuan dan menutup permukaan secara serba sama (homogen);
(2) Keawetan; (3) Kuat tekan; (4) Ekonomis.
Metode perancangan ini pada dasarnya menentukan komposisi dari bahan-
bahan penyusun beton untuk kinerja tertentu yang diharapkan. Metode
Pencampuran (mixing), untuk mendapatkan kelecakan (workability) yang baik
sehingga beton dapat dengan mudah di kerjakan. Pengecoran (Placing), Cara-cara
pengecoran akan mempengaruhi kekuatan beton. Jika syarat-syarat pengecoran
tidak terpenuhi maka kemungkinan besar kekuatan tekan yang di rencanakan tidak
akan tercapai (SNI 03-3976-1995). Pemadatan, cara pemadatan yang tidak baik
akan menyebabkan menurunnya kekuatan beton, karena tidak terjadinya
pencampuran bahan yang homogen. Pemadatan yang berlebih pun akan
menyebakan terjadinya bleeding. Hal yang penting adalah melakukan pemadatan
sesuai dengan syarat mutu. Perawatan, dimaksudkan untuk menghindari panas
hidrasi yang tidak di inginkan yang terutama di sebabkan oleh suhu. Cara dan bahan

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 157
serta alat yang di gunakan untuk perawatan akan menentukan sifat dari beton keras
yang di buat, terutama dari sisi kekuatannya. Waktu-waktu yang di butuhkan untuk
merawat beton pun harus terjadwal dengan baik. Kondisi pada Saat di Lakukan
Pengerjaan Pengecoran, akan mempengaruhi kualitas dari beton yang di buat,
faktor-faktor tersebut antara lain, (1) Bentuk, dan Ukuran dari Contoh, (2) Kadar
Air dari Contoh, (3) Suhu dari Contoh, (4) Keadaan dari Permukaan Landasan, dan
(5) Cara Pembebanan.

4.3 Klasifikasi Beton

Beton dapat di klasifikasikan berdasarkan cara pembuatannya, bahan


pengisinya, cara penuangan atau pengecoran atapun lingkungan yang
mempengaruhinya. Klasifikasinya seperti dalam gambar 4.1.

4.3.1 Beton berdasarkan cara pembuatannya

Berdasarkan pembuatan ini dapat juga dikatagorikan menjadi dua yaitu


beton konvensional dan beton modern.

4.3.1.1 Beton Konvensional

Beton adalah material konstruksi yang banyak dipakai di Indonesia, jika


dibandingkan dengan material lain seperti kayu dan baja. Hal ini bisa dimaklumi,
karena bahan-bahan pembentukannya mudah terdapat di Indonesia, cukup awet,
mudah dibentuk dan harganya relatif terjangkau. Ada beberapa aspek yang dapat
menjadi perhatian dalan sistem beton konvensional, antara lain waktu pelaksanaan
yang lama dan kurang bersih, kontrol kualitas yang sulit ditingkatkan serta bahan-
bahan dasar cetakan dari kayu dan triplek yang semakin lama semakin mahal dan
langka.

158 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Beton Konvensional Beton Kinerja Normal
(Conventional concrete) (Normal Performance concrete)
BERADASARKAN
CARA PEMBUATAN Beton Kinerja Tinggi
Beton Moderen (High Performance concrete)
(Modern Concrete)
Beton Kinerja Sangat Tinggi
Beton Ringan (Ultra-High Performance concrete)
(light weight concrete)
Beton Super Ringan
BERADASARKAN Beton Normal (Ultra light weight concrete)
AGREGAT PENGISI (Normal Concrete)
Beton Sangat Ringan
Beton Berat
(very light weight concrete)
(Heavy weight Concrete)

Beton Cor Ditempat


(Cast-in-Situ concrete/
BERADASARKAN cast-in-place concrete)
CARA PENGECORAN
Beton Pracetak
(Precast Concrete/ Kuat Tekan Sangat Tinggi
Prefabrication Concrete) (Very Hight Strength Concrete)

Kuat Tekan Rendah


(Low Strength Concrete) Kuat Tekan Super Tinggi
(Ultra Hight Strength Concrete)
BERADASARKAN Kuat Tekan Normal
KUAT TEKAN (Normal Strength Concrete)

Kuat Tekan Tinggi Beton Tanpa Stress Beton Pre-Stress


(High Strength Concrete) (Non-Prestress (Prestressing
concrete) concrete)
Beton Tanpa Tulangan
(Plain concrete) Beton Stressing Beton Post-
BERADASARKAN
PENULANGAN Beton Bertulang Polos atau ulir (Stressing Concrete) Stressing
(Plain/deformed Reinforced (Post-Stresssing
Concrete) Concrete)

Mengalami pembekuan dan F0 - Tidak Ada (N/A)


pencairan F1 – Limit/low (Sedang)
(freezing and thawing exposure)
F2 – Moderate (parah)
F3 – High (sangat parah)
S0 - Tidak Ada (N/A)
BERADASARKAN S1 – Limit/low (Sedang)
KONDISI Beton berhubungan dgn sulfat
LINGKUNGAN (sulfate exposure) S2 – Moderate (parah)
S3 – High (sangat parah)

W0 atau P0 – Tidak disyaratkan


Beton Air/Permeabel
(Water/permebility exposure) W1 atau P1 – disyaratkan
C0 - Tidak Ada (N/A)

Proteksi Korosi C1 – Limit/low (Sedang)


(Corrosions Protect ) C2 – Moderate (parah)

Gambar 4.1: Klasifikasi Beton

Istilah konvensional sangat sering dipakai oleh para analis. Terkadang


pemakaian sangat pas dan sering pemakaiannya hanya sekedar agar istilah yang
dipakai terkesan keren dan tendensius. Tidak jarang kata ini digunakan untuk
menyatakan sesuatu yang telah kuno yang tidak layak lagi untuk berfungsi atau

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 159
digunakankan pada masa sekarang dan pada masa yang akan datang. Kata
konvensional berasal dari kata konvensi. Istilah konvensi awalnya digunakan untuk
menyatakan atau mengkomunikasikan segala sesuatu yang didasarkan kepada
kesepakatan. Kesepakatan itu adalah sejumlah atau banyak orang, yang meliputi
daerah tertentu atau yang berskala internasional. Beton konvensional dapat
diartikan sebagai sebuah beton normal dengan kekuatan tekan normal yaitu 10 – 40
Mpa. Proses hidrasi yang terjadi antar beton konvensional (tradiosional) dengan
modern digambarkan pada gambar 4.2.

Gambar 4.2: Beton Konvensional dengan Beton Modern


Sumber: (Wikidot.com, 2014)

160 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


4.3.1.2 Beton Modern

Saat ini perkembangan, penggunaan bahan tambah menjadi penting untuk


memodifikasi sifat dan karakteristik tertentu dari beton konvensional menjadi beton
modern, berupa zat-zat kimia tambahan (chemical additive/admixture) dan
mineral/material tambahan. Zat kimia tambahan tersebut biasanya berupa serbuk
atau cairan yang secara kimiawi langsung mempengaruhi kondisi campuran beton.
Sedangkan mineral/material tambahan berupa agregat yang mempunyai
karakteristik tertentu.
Penambahan zat-zat kimia atau mineral tambahan ini diharapkan dapat
merubah kinerja dan sifat-sifat campuran beton sesuai dengan kondisi dan tujuan
yang diinginkan, serta dapat pula sebagai bahan pengganti sebagian dari material
utama penyusun beton. Standar pemberian bahan tambahan beton ini pun sudah
diatur dalam SNI S-18-1990-03 dan dirubah terakhir dengan SNI 03-2495-1991
tentang Spesifikasi Bahan Tambahan pada Beton. Penggunaan bahan tambah ini
yang umumnya merupakan dan menjadikan beton moderen saat ini terutama di
industri konstruksi.
Beton modern dibuat untuk menghasilkan dari beton normal menjadi beton
yang bekinerja tertentu melalui suatu modifikasi tertentu baik saat beton segar,
mengeras bahwa setelah melalui masa pengerasannya. Beton modern saat ini dapat
diklasifikasikan menjadi beton bekinerja normal yaitu hanya memenuhi unsur
kekuatan tekan normal, durabilitas dan ekonomi dalam artian dapat dikerjakan
dengan mudah. Berikutnya adalah beton kinerja tinggi (High-performance
concrete/HPC) dan beton bekinerja sangat tinggi (Ultra-High-performance
concrete/UHPC).

(1) Beton KinerjaTinggi (High-performance concrete/HPC)

Beton kinerja tinggi (HPC) adalah istilah yang relatif baru untuk beton yang
sesuai dengan pengaplikasian pekerjaan beton, namun tidak terbatas pada kekuatan.
Sementara semua kekuatan tinggi beton juga berkinerja tinggi, tidak semua beton
kinerja tinggi adalah kekuatan tinggi.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 161
Beton mutu tinggi dapat memperkecil dimensi dari struktur sehingga berat
struktur menjadi lebih ringan, hal tersebut menyebabkan beban yang diterima
pondasi secara keseluruhan menjadi lebih kecil pula, jika ditinjau dari segi ekonomi
hal tersebut tentu akan lebih menguntungkan, disamping itu untuk bangunan
bertingkat tinggi dengan semakin kecilnya dimensi struktur kolom pemanfaatan
ruangan akan semakin maksimal. Nilai Porositas yang dihasilkan beton mutu tinggi
juga lebih rendah, sehingga akan menghasilkan beton yang relatif lebih awet dan
tahan sulfat karena tidak dapat ditembus oleh air dan zat-zat berbahaya perusak
beton. Oleh sebab itu penggunaan beton bermutu tinggi tidak dapat dihindarkan
dalam perencanaan dan perancangan struktur bangunan. Beton mutu tinggi terkait
dengan kekuatannya dibahas di bagian beton kekuatan tinggi.
Kualitas beton mutu tinggi salah satunya dipengaruhi oleh kualitas agregat,
dimana kualitas (karakteristik) agregat akan berbeda tergantung kondisi geologis,
geografis, kondisi iklim dan proses dimana terbentuknya agregat tersebut. Beberapa
contoh standar tersebut saat ini digunakan dalam kaitannya dengan HPC adalah:

 Kemudahan penempatan
 Pemadatan tanpa segregasi
 Kekuatan usia dini
 Sifat mekanik jangka panjang
 Permeabilitas
 Kepadatan
 Panas hidrasi
 Kekerasan
 Stabilitas Volume
 Umur ekonomis dalam lingkungan yang berat
 Tergantung pada lingkungan pelaksanaannya

(2) Beton Ultra-high-performance (UHPC)

Beton Ultra-high-performance adalah jenis baru dari beton yang sedang


dikembangkan oleh instansi terkait dengan perlindungan infrastruktur. UHPC
biasanya beton serat dengan semen bahan komposit dengan kekuatan tekan lebih
dari 150 MPa, sampai dengan dan mungkin melebihi 250 MPa . UHPC juga
ditentukan oleh bahan pembentuknya biasanya pasir halus, silika fume, serat baja

162 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


kecil, dan campuran khusus semen Portland kekuatan tinggi. Penggunaan agregat
kasar tidak atau jarang digunakan untuk UHPC.

4.3.2 Beton berdasarkan bahan pengisi agregat

Berdasarkan bahan pengisi agregat beton dikatagorikan sebagai berat isi


beton (concrete density) dikelompokan menjadi tiga yaitu beton ringan, beton
normal dan beton berat. Pengelompokan ini didasarkan atas berat isi dari beton yang
dihasilkan. Disebut dengan beton normal jika beton mempunyai berat isi 2.200
kg/m3 sampai dengan 2.500 kg/m3 (SNI 03-2834-2000; ACI 211.1-91, 1991; ACI
CT-13, January 2013) dibuat dari aggregate normal. Beton berat adalah beton yang
mempunyai berat isi lebih besar dari 2 500 kg/m3 biasanya digunakan untuk
dinding beton radiasi. Sedangkan beton ringan atau low-density concrete (ACI
Committee 318, September 2014; ACI CT-13, January 2013) adalah dengan berat
isi 50 lb/ft3 (800 kg/m3) dengan menggunakan agregat ringan, jika menggunakan
agregat normal atau kombinasi dengan agregat ringan beton dikelompokan sebagai
beton ringan (lightweight concrete ) jika memiliki berat antara 70 sampai 120 lb/ft3
(1120 and 1920 kg/m3).

Variabilitas dalam kepadatan dapat digunakan untuk menghasilkan beton


dengan berat isi yang sangat berbeda. Klasifikasi yang paling umum dari agregat
dengan berat jenis ringan, dengan berat isi normal, serta berat. Berdasarkan agregat
pengisinya akan menentukan berat isi beton, yang dapat diklasifikasikan seperti
tabel 4.1:

Tabel 4.1: Klasifikasi Beton Berdasarkan Berat


Category Berat Isi Berat Isi Beton Kekuatan Tekan Aplikasi
Agregat (kg/m3) Tipikal (MPa) Umumnya
(kg/m3)
Sagat ringan <500 300-1100 <7 Nonstruktural
Ringan 500-800 1100-1600 7-14 Material Isolasi
Ringan 650-1100 1450-1900 17-35 Unit Masonry
Sturktural Struktur
Normal 1100-1750 2100-2550 20-40 Struktural
Berat >2100 2900-6100 20-40 Beton Penahan
Radiasi

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 163
Agregat ringan (lightweight aggregate) adalah agregat dengan berat isi
ringan berdasarkan hasil uji berat isi (ASTM C567 / C567M - 14, 2014) seperti (1)
tanah liat bakar (expanded or sintered clay), serpihan (shale), slate, serpihan (shale)
diatomaceous, perlite, vermiculite, atau slag; (2) batu apung (natural pumice),
scoria, abu vulkanik tuff, dan diatomite; (3) residu abu-terbang (fly ash) atau residu
abu industrial lainnya. Agregat dengan berat isi berat seperti misalnya barite,
magnetite, hematite, limonite, ilmenite, iron, atau steel yang digunakan untuk
beton.

4.3.2.1 Beton Ringan

Beton ringan (lightweight concrete) adalah beton dengan berat yang diijinkan
maksimum 1,9 ton/m3 Beton jenis ini sama dengan beton biasa perbedaannya hanya
agregat kasarnya diganti dengan agregat ringan. Selain itu dapat pula dengan beton
biasa yang diberi bahan tambah yang mampu membentuk gelembung udara waktu
pengadukanbeton berlangsung. Beton semacam ini mempunyai banyak pori
sehingga berat jenisnya lebih rendah daripada beton biasa.

Beton ringan dapat merupakan beton yang digunakan untuk struktural (SNI
3402:2008) ataupun beton ringan non-struktural. Beton agregat ringan dibagi
menjadi tiga kelompok berdasarkan penggunaan dan sifat fisik: struktural,
struktural/isolasi, dan isolasi (Holm & Ries, April 2006).

(1) Beton Ringan Struktural

Dengan satuan berat khas 90 sampai 120 pound per kaki kubik (PCF) atau
1450 to 1920 kg/m3 dan kuat tekan dari 2.500 psi atau lebih dari 8000 psi, beton
ringan struktural adalah bahan bangunan serbaguna. Karena umumnya 20% sampai
40% lebih ringan dari dak beton normal, beban mati struktur dapat dikurangi, biaya
konstruksinya dapat diturunkan, dan beton dan tulangan yang dibutuhan berkurang.
Struktur beton ringan juga tahan api lebih baik dari beton normal karena memiliki
konduktivitas termal yang rendah dan koefisien yang lebih rendah dari ekspansi
termal.

164 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Manfaat penggunaan beton agregat ringan, dalam banyak struktur, yang
umumnya biaya lebih dari beton normal. Kontraktor yang berhasil menggunakan
struktur dengan beton ringan harus memahami karakteristik (Harding, 1995)
sebagai berikut: (1) Pemahaman tentang produk, terutama kualitas yang unik dari
agregat ringan (2) Kemampuan untuk menjalin komunikasi yang baik, terutama
dengan pemasok agregat ringan (3) Pengetahuan tentang uji lapangan dan
penyesuaian yang dibutuhkan untuk mengevaluasi dan menjaga kualitas beton (4)
Apresiasi atas penanganan yang tepat dari beton ringan.

Menurut definisi, beton ringan struktural mengandung agregat yang baik


semua-ringan atau kombinasi dari ringan dan normalweight agregat. Umumnya,
campuran beton ringan beratnya antara 90 dan 100 PCF; campuran dibuat dengan
tiga cara yaitu penggunaan agregat kasar ringan, agregat ringan halus, dan pasir
alam beratnya antara 100 dan 110 PCF; dan campuran beton agregat ringan kasar
dan pasir alam berat 110-120 PCF (Ref. 2).

Proposi campuran beton harus menghasilkan beton ringan yang memenuhi


persyaratan : kelecakan; berat isi; kekuatan; keawetan; dan ekonomis (SNI 03-
3449-2002; Tata Cara Rencana Pembuatan Beton Ringan dengan Agregat Ringan).

Perencanaan campuran beton ringan harus memenuhi persyaratan sebagai


berikut : 1) pada bagian pekerjaan kontruksi yang berbeda jika digunakan bahan
yang berbeda maka setiap proposi campuran yang akan digunakan harus
direncanakan secara terpisah; 2) perhitungan perencanaan campuran beton ringan
harus didasarkan pada dasar sifat-sifat bahan yang akan dipergunakan dalam
produksi beton ringan; 3) susunan campuran beton ringan yang diperoleh dari
perencanaan harus dibuktikan melalui campuran percobaan yang menunjukan
bahwa proposi tersebut dapat memenuhi kekuatan dan berat isi beton ringan yang
disyaratkan; 4) bahan untuk campuran coba harus mewakili bahan yang akan
digunakan dalam produksi beton ringan.

Pemilihan proposi campuran beton ringan harus dilaksanakan menurut


ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1) rencana campuran beton ringan ditentukan
berdasarkan hubungan antara (1) kuat tekan beton ringan terhadap berat jenis; (2)

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 165
berat jeis terhadap jumlah fraksi agregat ringan; dan 2) kuat hancur agregat (fc’,A)
tidak boleh lebih besar dari kuat tekan adukan (fc’,M).

Agregat yang akan digunakan untuk beton ringan dapat di dipilih menurut
tujuan kontruksi seperti di lihat table 4.2:

Spesifikasi agregat ringan untuk beton ringan struktural (SNI 03-2461-2002)


menjadi acuan bagi produsen/perencana dan pelaksana pekerjaan beton dalam
menilai mutu agregat ringan yang memenuhi persyratan dan digunakan dalam
pembuatan beton struktural dengan pertimbangan utamanya adalah ringannya
bobot dan tinggi kekuatan yang meliputi: persyaratan komposisi kimia, sifat fisik
serta penggantian pasir alam.

Tabel 4.2: Konstruksi Bangunan dan Jenis Agregat untuk beton Ringan
Konstruksi Beton Ringan Jenis Agregat Ringan
Bangunan Kuat Berat
Tekan Isi
(Mpa) Kg/m3
Struktual :  Agregat yang dibuat melalui
 Minimum 17,24 1400 proses pemanasan dari batu
 Maksimum 41,36 1850
Struktual Ringan  serpih, batu lempung, batu sabak,
 Minimum 6,89 800 terak besi atau terak abu terbang
 Maksimum 17,24 1400  Agregat ringan alam : skoria atau
batu apung
Struktual Sangat  Perlit atau vemikulit
Ringan Sebagai Isolasi - -
 Minimum - 800
 Maksimum
SNI 03-3449-2002

Agregat ringan diklasifikasikan menjadi (1) agregat ringan buatan yang


merupakan hasil proses pengembangan, pemanasan atau sintering dari bahan terak
tanur tinggi, lempung, diatome, abu terbang, batu sabak, batu obsidian; (2) agregat
ringan alami diperoleh secara alami, seperti batu apung dan scoria, batu letusan
gunung atau batuan lahar.

166 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Gambar 4.3: Penggunaan agregat ringan untuk beton ringan
Beberapa jenis agregat yang digunakan dalam campuran beton dan akan
menghasilkan beton dengan kepadatan (berat jenis) tertentu sebagai berikut
(gambar 4.3). Kepadatan kering udara dari beton ringan dari 12 sampai 120 pounds
per cubic foot. Beton ringan struktural (Structural lightweight concretes)dapat
mencapai kekuatan 2500 psi atau lebih.(Adapted from ACI 213R-79). Kandungan
udara dalam beton ringan struktural menurut ACI 213R-79, adalah 4 sampai 8
persen untuk agregat dengan ukuran maksimum ¾ inch dan 5 sampai 9 untuk
ukuran maksimum agregat 3/8-inch.

Tabel 4.3: Perkiraan hubungan antara kandungan semen dan rata-rata kuat tekan beton
dengan slum 3 in (75 mm) sampai 4 in (100 mm) dan 5 sampai 7 persen
kandungan udara
Kekuatan Tekan Kandungan Semen (Cement content)
(Compressive strength) pounds per cubic yard (Kg/m3)
psi (Mpa) (Semua beton ringan) Beton Ringan pasir
All lightweight (Sanded lightweight)
2500 (17,24) 400 - 510 (237 - 303) 400 - 510 (237 - 303)
3000 (20,68) 440 - 560 (261 - 332) 420 - 560 (249 - 332)
4000 (27,58) 530 - 660 (314 - 392) 490 - 660 (291 - 392)
5000 (34,47) 630 - 750 (373 - 445) 600 - 750 (356 - 445)
6000 (41,37) 740 - 840 (439 - 498) 700 - 840 (415 - 4980
ACI 213R-79
Perkiraan hubungan antara kandungan semen dan rata-rata kuat tekan beton
dengan slum 3 in (75 mm) sampai 4 in (100 mm) dan 5 sampai 7 persen kandungan
udara, menurut ACI di table 4.3, akan tetapi kekuatan tekan agregat tidak ditentukan

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 167
oleh kandungan agregat melainkan oleh rasion air-semen yang uga akan
menentukan nilai slump.

Komposisi kimia agregat ringan tidak boleh mengandung bahan kimia yang
merusak dengan batasan sebagai berikut : (1) Kotoran organis hasil pengujian tidak
boleh memperlihatkan warna yang lebih gelap dari warna pembanding (standar),
kecuali kalau dapat dibuktikan bahwa perubahan warna itu mengakibatkan
turunnya kekuatan tekan beton (lebih dari 5%), (2) Noda warna kandungan besi
oksida yang menyebabkan noda (Fe2O3) pada agregat tidak lebih dari 1,5 mg/200
gr contoh, (3) Hilang pijar pada pembakaran tidak melebihi 5%.

Sifat-sifat fisis dan mekanis meliputi : (1) Gradasi agregat ringan yang diuji
harus memenuhi persyaratan gradasi; (2) Keseragaman gradasi ditentukan
berdasarkan besarnya modulus kehalusan yang harus diuji secara periodik tidak
boleh berbeda lebih dari 7% terhadap nilai modulus kehalusan yang ditentukan.
Persyaratan beton ringan meliputi kuat tekan dan kuat tarik, serta penyusutan akibat
pengeringan contoh benda uji tidak boleh melebihi 0,7% dari yang disyaratkan.

Pengujian berat isi beton menggunakan cara uji dalam SNI 03 1973-1990
tentang metode menentukan berat isi campuran beton ringan segar supaya sesuai
dengan spesifikasi pengecoran beton. Prosedur penentuan berat isi dalam keadaan
kering oven dan keadaan seimbang dari beton ringan struktural dengan perhitungan
atau pengukuran (SNI 3402:2008), adalah sebagai berikut

a. Perhitungan berat isi kering oven ditentukan dari jumlah pengadukan dan
volume yang diberikan oleh setiap kali pengadukan beton.
b. Perhitungan berat isi dalam keadaan seimbang diperkirakan dengan
menambah suatu nilai tertentu pada berat isi kering oven.
c. Pengukuran berat isi diperoleh dari penentuan berat benda uji silinder
setelah perlakuan khusus.

Berat isi beton agregat ringan segar merupakan fungsi dari proporsi
campuran, kadar air, kebutuhan udara, berat isi spesifik dan kelembaban agregat

168 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


ringan. Berkurangnya berat isi beton ringan disebabkan karena kehilangan
kelembaban agregat, kondisi lingkungan, perbandingan luas permukaan terhadap
volume beton. Untuk beton ringan struktural pada umumnya, berat isi seimbang
dicapai sekitar 90 hari, untuk beton ringan mutu tinggi, berat isi keadaan seimbang
dicapai 180 hari. Hasil sejumlah besar penelitian menunjukkan bahwa akibat variasi
dalam kelembaban awal agregat ringan, berat isi keadaan seimbang dicapai sekitar
50 kg/m3 lebih besar daripada berat isi kering oven.

Pengambilan contoh beton untuk pengujian berat isi beton ringan struktural
menurut ketentuan SNI 03–2458–1991 tentang metode pengambilan contoh untuk
beton segar, jika contoh beton di lapangan dan SNI 03–2493–1991 tentang Metode
pembuatan dan perawatan benda uji beton di laboratorium jika percobaan dilakukan
di laboratorium.

Benda uji untuk pengujian berat isi dalam keadaan seimbang dan kering oven
dibuat dalam cetakan silinder ukuran 150 mm X 300 mm, di buat masing-masing
sebanyak 3 silinder dan memenuhi ketentuan SNI 03-1973-1990, tentang Metode
pengujian berat isi beton

Metode pemadatan dilakukan berdasarkan nilai slump jika tidak ditentukan


dalam spesifikasi yaitu dengan cara penusukan dan getaran internal. Penggetaran
pada pembuatan benda uji, harus dilakukan seperti yang ditentukan dalam SNI 03
– 2493 – 1991 tentang Metode pembuatan dan perawatan benda uji beton di
laboratorium. Penusukan, pada pembuatan benda uji, harus dilakukan seperti yang
ditentukan dalam SNI 03- 1973-1990, tentang Metode pengujian berat isi beton
Berat benda uji harus dicatat dengan ketelitian 0,3 %.. Berdasarkan nilai slum, cara
pemadatannya sebagai berikut (table 4.4):

Tabel 4.4: Nilai Slum dan Cara Pemadatan


Nilai Slum (mm) Cara Pemadatan
lebih besar dari 75 Penusukan
25 < slum < 75 penusukan atau penggetaran internal
Lebih kecil dari 25 penggetaran internal

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 169
Beton ditempatkan dalam tiga lapis dengan volume yang sama pada setiap
lapis dengan ketentuan penusukan. Penusukan dilakukan secara merata di atas
penampang melintang wadah ukur dan untuk dua lapis di atasnya, tusukan
menembus lapisan di bawahnya sedalam 25 mm. Setelah setiap lapis ditusuk,
pukul-pukul setiap sisi sebanyak 10 sampai 15 kali dengan menggunakan palu
karet, untuk mengurangi jumlah pori dalam beton. Tambahkan lapis terakhir dan
hindari pengisian yang terlalu penuh (gambar 4.4).

Gambar 4.4: Pemadatan untuk Pengujian Berat Isi Beton

Setelah dilakukan pemadatan maka benda uji harus di lakukan perawatan.


Apabila tidak ditentukan lain, silinder uji untuk penentuan berat isi keadaan
seimbang harus dirawat selama 6 hari menurut SNI 03-2493-1991 atau standar
prosedur perawatan menurut SNI 03-4810-1998, untuk 24 jam pertama atau sampai
saat pengujian, simpan silinder uji untuk menentukan berat isi kering oven pada
kondisi yang dijaga temperaturnya antara 16oC sampai 27oC dan dijaga kelembaban
dari silinder. Cetakan silinder boleh dibuka setelah 24 jam dan ditutup dengan
lembaran plastik atau karung basah untuk mencegah hilangnya kelembaban, atau
boleh tinggal dalam cetakan tertutup sampai waktu pengujian. Kapasitas tempat
untuk pengukuran berat isi dan jumlah pemadatan dengan penusukan sebagai (table
4.5):

170 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Tabel 4.5: Kapasitas wadah ukur dan Jumlah Pemadatan
Ukuran maks. agregat kasar Kapasitas wadah
Inch mm ukur (Liter) Jumlah Pemadatan
1,0 25,0 6 25 tusukan batang penusuk per
1,5 37,5 11 lapis dengan 3 lapisan
2,0 50,0 14
3,0 75,0 28 50 tusukan batang penusuk per
lapis dengan 3 lapisan
4,5 112 70 satu tusukan untuk setiap 20
6,0 150 100 cm2

(2) Beton Ringan Non-Struktural

Beton ringan non-struktural lebih banyak digunakan untuk pekerjaan-


pekerjaan yang tidak menahan beban langsung seperti untuk dinding atau untuk
estetika. Beberapa produk paten seperti misalnya untuk bata beton adalah
merupakan beton aerasi dengan berat yang sangat ringan, saat ini dengan mudah
ditempukan di pasaran. Beton non struktural antara lain:

(a) Limecrete

Limecrete atau kapur beton beton dimana semen diganti dengan kapur. Salah
satu rumus sukses dikembangkan pada pertengahan 1800-an oleh Dr John E. Park.
Kita tahu bahwa kapur telah digunakan sejak jaman Romawi baik sebagai massa
beton pondasi atau sebagai beton ringan menggunakan berbagai agregat
dikombinasikan dengan berbagai pozzolans (material yang dibakar) yang
membantu untuk mencapai peningkatan kekuatan dan kecepatan pengikatannya. Ini
berarti bahwa kapur dapat digunakan dalam berbagai aplikasi yang lebih luas dari
sebelumnya seperti lantai, kubah lainnya. Selama dekade terakhir, telah ada hal
baru dalam menggunakan kapur untuk aplikasi ini lagi. Hal ini karena manfaat
lingkungan dan manfaat kesehatanlebih potensial, bila digunakan dengan produk
kapur lainnya.

Lime dibakar pada suhu lebih rendah dari semen dan sebagainya memiliki
penghematan energi langsung dari 20% (dibandingkan dengan pembuatan semen
artinya lebih memiliki nilai manfaat untuk lingkungan). Sebuah mortar kapur
standar memiliki sekitar 60-70% dari energi yang terkandung dari adukan semen

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 171
dan dianggap lebih ramah lingkungan karena kemampuan penyemenannya, melalui
carbination, untuk kembali menyerap beratnya sendiri dalam Karbon Dioksida
(kompensasi yang dilepaskan selama pembakaran) Lime mortar memungkinkan
komponen bangunan lainnya seperti batu, kayu dan batu bata untuk digunakan
kembali dan didaur ulang karena dapat dengan mudah dibersihkan dari mortar
/limewash. Lime memungkinkan produk alami dan berkelanjutan lainnya seperti
kayu (termasuk woodfibre, papan wol kayu), rami, jerami dll untuk digunakan
bersama dengan kapur, karena kemampuannya untuk mengontrol kelembaban (jika
semen yang digunakan, bangunan ini akan terjadi komposisasi).

Selain ramah terhadap lingkungan Lime plester higroskopis (harfiah berarti


'water seeking') yang menarik kelembaban dari internal ke lingkungan eksternal,
hal ini membantu mengatur kelembaban dan menciptakan lingkungan hidup yang
lebih nyaman serta membantu mengendalikan kondensasi dan pertumbuhan jamur
yang telah terbukti memiliki link ke alergi dan asthmas. Lime plester dan limewash
tidak beracun, karena itu tidak berkontribusi terhadap polusi udara seperti beberapa
cat modern.

(b) Beton selular (Cellular concrete)

Beton aerasi diproduksi dengan penambahan agen udara-entraining ke beton


(atau agregat ringan seperti agregat tanah liat expanded (expanded clay aggregate)
atau butiran gabus (cork granules) dan vermiculite kadang-kadang disebut beton
selular (cellular concrete), beton ringan aerasi (lightweight aerated concrete),
variabel kepadatan beton (variable density concrete), beton berbusa dan ringan(
foamed concrete and lightweight) atau beton ultra-ringan (ultra-lightweight
concrete). Beton Selular berbeda dengan beton aerasi diautoklaf, yang diproduksi
off-site menggunakan metode yang sama sekali berbeda, seperti misalnya beton
Hebel (Patent).

Variabel kepadatan biasanya dijelaskan dalam satuan kg per m³, di mana


beton normal adalah 2400 kg/m³. Kepadatan variabel dapat mencapai 300 kg/ m³,

172 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


meskipun pada kepadatan ini tidak akan ada integritas struktural sama sekali atau
sebagai beton non-struktural dan akan berfungsi sebagai penggunaan filler atau
insulasi saja. Variabel kepadatan akan mengurangi kekuatan dan meningkatkan
termal serta insulasi akustik dengan mengganti beton yang berat dan lebih padat
dengan udara atau bahan ringan seperti tanah liat, butiran gabus dan vermiculite.
Beberapa produk yang dijual dan bersaing dipasaran banyak yang menggunakan
bahan tambah berbusa yang menyerupai krim cukur untuk mencampur gelembung
udara dengan beton. Semua mencapai hasil yang sama yaitu untuk menggantikan
beton dengan udara. Sifat dan karakteristik Beton dengan bahan berbusa sebagai
berikut (table 4.6):

Tabel 4.6: Sifat Beton Foamed (Properties of Foamed Concrete)


Berat Jenis Kekuatan Tekan Konduktivitas Modulus Drying
Kering Umur 7-Hari panas (W/mK) Elastisitas Shrinkage
(kg/m3) (N/mm2) (kN/mm2) (%)
400 0.5 – 1.0 0.10 0.8 – 1.0 0.30 – 0.35
600 1.0 – 1.5 0.11 1.0 – 1.5 0.22 – 0.25
800 1.5 – 2.0 0.17 – 0.23 2.0 – 2.5 0.20 – 0.22
1000 2.5 – 3.0 0.23 – 0.30 2.5 – 3.0 0.18 – 0.15
1200 4.5 – 5.5 0.38 – 0.42 3.5 – 4.0 0.11 – 0.19
1400 6.0 – 8.0 0.50 – 0.55 5.0 – 6.0 0.09 – 0.07
1600 7.5 – 10.0 0.62 – 0.66 10.0 – 12.0 0.07 – 0.06
Sumber: Foamed Concrete Composition and Properties, British Cement
Association, 1994.
.

Penggunaan Beton Berbusa (Foamed Concrete) dapat di aplikasi untuk


pekerjaan yang meliputi antara lain:

 Atap Isolasi
 Blok dan Panel untuk Dinding
 Levelling Lantai
 Mengisi Void
 Jalan Sub-Basa dan pemeliharaan
 Abutment jembatan dan perbaikan
 Tanah Stabilisasi

Penggunaan Gabus sebagai limbah dalam sebuah campuran semen (Cork-


cement composites) akan menghasilkan beton selular dengan kepadatan 400-1500

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 173
kg/ m³ degan kekuatan tekan 1-26 MPa, dan kuat lentur 0,5-4,0 Mpa. Butiran gabus
(Cork) merupakan limbah yang diperoleh dari hasil packing barang seperti
misalnya elektronik dan lainnya. Kepadatan gabus sekitar 300 kg/ m³, lebih rendah
dari agregat yang paling ringan yang digunakan untuk membuat beton ringan.
Butiran gabus tidak berpengaruh signifikan terhadap hidrasi semen. Beberapa
keunggulan beton yang dibuat dengan menggunakan gabus dibandingkan beton
standar, seperti konduktivitas termal rendah, kepadatan rendah dan karakteristik
penyerapan energi yang baik, selain itu dapat mengurangi pencemaran lingkungan
dengan memanfaatkan limbah gabus sebagai campuran beton.

(c) Beton Gypsum (Gypsum Concrete)

Beton Gypsum juga merupakan salah satu material yang dapat membuat
beton ringan, ini adalah bahan bangunan yang digunakan sebagai underlayment
lantai dan saat ini banyak digunakan sebagai bingkai kayu dan konstruksi beton
untuk plafond dan mengurangi bahaya kebakaran, pengurangan suara, pemanasan.
Campuran gipsum, semen Portland, dan pasir adalah yang digunakan untuk
menghasilkan beton gypsum.

(d) Diautoklaf beton aerasi (Autoclaved aerated concrete/AAC)

Beton aerasi diautoklaf (AAC), juga dikenal sebagai beton selular diautoklaf
(ACC), diautoklaf beton ringan (ALC), diautoklaf beton, beton selular, beton
berpori, beberapa merek paten yang diperdagangkan untuk beton Diautoklaf beton
aerasi (AAC) adalah Ytong, Hebel Blok, aircrete, Thermalite, atau BCA, diciptakan
pada pertengahan tahun 1920-an oleh arsitek Swedia dan penemu Johan Axel
Eriksson (Hebel,2010).

174 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Gambar 4.5: Aaerated concrete (AAC)

Produk AAC termasuk blok, panel dinding, lantai dan panel atap, dan ambang,
merupakan produk yang ringan dan merupakan struktur pracetak, beton isolasi dan
tahan api (gambar 4.5). Telah disempurnakan menjadi bahan berbasis beton yang
megisolasi termal lebih baik, digunakan untuk konstruksi baik internal maupun
eksternal. Selain kemampuan isolasi, salah satu keuntungan dalam konstruksi
adalah instalasi yang cepat dan mudah, karena bahan dapat dialihkan, diampelas,
atau dipotong menurut ukuran di lokasi pekerjaan menggunakan alat-alat potong
standar. Meskipun biasa adukan semen digunakan, sebagian besar bangunan
dengan bahan AAC menggunakan lapisan mortar tipis dengan ketebalan sekitar ⅛
inci, tergantung pada kode bangunan nasional. Bahan AAC bisa dilapisi dengan
semen atau senyawa plester untuk menjaga terhadap unsur-unsur yang merusak,
atau ditutupi dengan bahan lainnya seperti batu bata atau vinyl serta keramik.

AAC telah diproduksi selama lebih dari 70 tahun, dan memeberikan beberapa
keuntungan yang signifikan atas bahan konstruksi semen lainnya, salah satu yang
paling penting adalah dampak terhadap lingkungan yang lebih rendah, yaitu melalui

 Peningkatan efisiensi panas dengan mengurangi pemanasan dan beban


pendinginan pada bangunan.
 Pengerjaan yang memungkinkan pemotongan dengan akurat, yang dapat
meminimalkan timbulnya limbah padat selama penggunaan.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 175
 Efisiensi sumber daya akan memberikan dampak lingkungan yang lebih
rendah dalam semua tahap siklus layanan konstruksi, mulai dari pengolahan
bahan baku sampai pembuangan limbah.
 Ringan dan dapat menghemat biaya dan energi dalam transportasi.
 Ringan dan dapat menghemat biaya tenaga kerja selama pelaksanaan.
 Ringan dan dapat meningkatkan kemungkinan tahan terhadap gempa
 Ukuran yang lebih besar mengarah ke pekerjaan dinding lebih cepat.

Tidak seperti kebanyakan aplikasi beton lainnya, AAC diproduksi tidak


menggunakan agregat lebih besar dari ukuran agregat halus atau pasir (gambar 4.6).
Pasir kuarsa, kapur dan/atau semen dan air yang digunakan sebagai bahan pengikat.
Bubuk aluminium digunakan sekitar 0,05%-0,08% volume (tergantung pada
kerapatan yang ditentukan). Di beberapa negara, seperti India dan Cina, fly-ash
yang dihasilkan dari pembangkit listrik termal dan memiliki kandungan silika 50-
65% digunakan sebagai agregat.

Gambar 4.6: Micro-Struktur Beton AAC


http://www.hebel.co.nz/about/index.php

Ketika AAC dicampur dan dicetak, beberapa reaksi kimia terjadi yang
memberikan AAC ringan (20% dari berat beton) dan memberikan sifat termal.
Bubuk aluminium bereaksi dengan kalsium hidroksida dan air untuk membentuk
hidrogen. Busa gas hidrogen dan volume ganda campuran mentah (menciptakan

176 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


gelembung gas sampai dengan diameter 3mm (⅛ inci)). Pada akhir proses berbusa,
hidrogen lolos ke atmosfer dan digantikan oleh udara.

Ketika bentuk dikeluarkan dari material, akan menghasilkan bentuk padat


namun tetap lembut. selanjutnya dipotong menjadi baik blok atau panel, dan
ditempatkan dalam ruang autoclave selama 12 jam. Selama tekanan uap ini proses
pengerasan terjadi, saat suhu mencapai 190 derajat Celsius (374° Fahrenheit) dan
tekanan mencapai 8 sampai 12 bar, pasir kuarsa bereaksi dengan kalsium hidroksida
untuk membentuk kalsium hidrat silika, yang memberikan AAC kekuatan tinggi
dan sifat unik lainnya . Setelah proses autoklaf, bahan siap untuk segera digunakan
di lokasi konstruksi. Tergantung pada densitas, hingga 80% dari volume blok AAC
adalah udara. AAC kepadatan rendah juga menyumbang kekuatan tekan struktural
rendah. Hal ini dapat membawa beban hingga 8 MPa (1.160 PSI), sekitar 50% dari
kekuatan tekan beton biasa. ejak tahun 1980, telah terjadi peningkatan di seluruh
dunia dalam penggunaan bahan AAC. Pabrik produksi baru sedang dibangun di
Australia, Bahrain, Cina, Eropa Timur, India, Israel, dan Amerika Serikat. AAC
semakin banyak digunakan oleh pengembang, arsitek, dan pembangun rumah di
seluruh dunia.

4.3.2.2 Beton Normal

Beton normal adalah beton yang mempunyai berat isi (2200-2500) kg/m3
menggunakan agregat alam yang pecah atau beton yang mengandung hanya agregat
yang memenuhi ASTM C33M. Klasifikasi beton normal adalah beton yang
dimaksudkan untuk menahan beban-beban structural yaitu beeton struktur dan yang
tidak menahan beban structural adalah beton non-struktural.

(1) Non-Struktural

Beton structural umumnya merupakan beton normal yang tanpa


menggunakan tulangan ataupun perkuatan lainnya termasuk tidak menggunakan
bahan tambah, baik sebagai bahan tambah mineral maupun mineral. Kekuatan

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 177
tekan beton ini kurang 17,5 MPa pada umur 28 hari. Beton merupakan bahan
struktur bangunan dari proses pencampuran semen, pasir, kerikil, air dan bahan
tambah. Campuran beton yang digunakan untuk menghasilkan beton normal non-
struktural umumnya menggunakan campuran dengan berat-volume, dengan
proporsi perbandingan 1 Semen: 2 pasir: 3 batu pecah/kerikil.

(2) Struktural

Sebagai beton normal struktural umumnya akan menghasilkan kuat tekan


beton sekitar 17,5-41 Mpa. Seiring dengan peningkatan kekuatan tekan beton
normal meningkat termasuk kinerja dari beton tersebut juga akan meningkat,
diantaranya adalah: durabilitas, modolus elastisitas, permeabilitas, rangkak, dan
daya tahan terhadap panas dan korosi.

Beton normal dengan agregat normal sesuai ASTM C33, agar memenuhi syarat-
syarat structural maka umumnya diperkuat dengan tulangan atau bahan lain yang akan
meningkatkan kinerja strukturalnya. Dikatagorikan sebagai beton struktural
(Structural concrete) yaitu semua beton yang digunakan untuk tujuan struktural
termasuk beton polos dan bertulang (SNI 2847:2013, 2013).

4.3.2.3 Beton Berat

Beton diklasifikasikan sebagai beton berat jika berat isinya lebih dari 2500
kg/m3 dihasilkan dari penggunaan agregat dengan densitas di atas normal sebagai
bahan pengisi. Beton berat mengandung agregat yang alami atau sintetis yang dapat
mencapai hingga 4.485 kg/m3. Agregat berat ini paling sering digunakan untuk
beton penahan radiasi, dan aplikasi lain. ASTM C637 mencakup agregat digunakan
untuk perisai radiasi dan sifat fisik untuk agregat berat (table 4.7):

Beton penahan radiasi adalah komponen struktur dari bagian bangunan beton
yang merupakan suatu system pengamanan yang diperlukan pada kegiatan yang
berhubungan dengan radiasi pengion dan radiasi neutron untuk melindungi
kesehatan manusia dari penyinaran lebih yang membahayakan. Radiasi pengion
adalah Radiasi yang dapat menyebabkan udara berupa sinar gamma yang berasal

178 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


dai nuklida radioaktif dari sinar – X yang dihasilkan oleh perangkat pembangkit
radiasi. Radiasi Neutron adalah Radiasi berupa pertikel – partikel neutron yang
merupakan bagian inti atom yang tidak bermuatan listrik yang dapat dihasilkan
sebagai produk ikutan dari perangkat pembangkit sinar – X berenergi sangat tinggi.

Tabel 4.7: Sifat dan Karakteristik Agregat Berat


Material Klasifikasi Berat Berat Berat Isi
Jenis Isi (kg/m3) Beton
(kg/m3)
Goethite Natural 3.5-3.7 2100-2250 2900-3200
Limonite Natural 3.4-4.0 2100-2400 2900-3350
Barite Natural 4.0-4.6 2300-2550 3350-3700
Illmenite Natural 4.3-4.8 2550-2700 3500-3700
Magnetite Natural 4.2-5.2 2400-3050 3350-4150
Hematite Natural 4.9-5.3 2900-3200 3850-4150
Ferrophosphorus Sintetis 5.8-6.8 3200-4150 4100-5150
Steel Sintetis 6.2-7.8 3700-4650 4650-6100

Agregat untuk beton penahan radiasi pengion adalah Agregat berat alami
dengan kandungan utama mineral hematite, ilmenit, magnetit dan barit serta agregat
berat sintesis ferofosform yang merupakan campuran fosfida besi. Agregat untuk
beton penahan radiasi neutron Agregat alami dengan kandungan mineral berkadar
air tinggi seperti terpentin atau kandungan boron seperti tumalin dan agregat
sintesis boron-frit. Boron-frit adalah Agregat sintetis yang mengandung untur kimia
boron
Beton sebagai bahan konstruksi semakin luas penggunaannya, sejalan dengan
berkembangnya teknologi beton dewasa ini, mulai dari konstruksi ringan sampai
konstruksi berat dan konstruksi yang khusus. Penggunaan beton pada konstruksi
yang khusus misalnya terdapat pada pembangunan struktur-struktur yang
berhubungan dengan radiasi, seperti di bidang kedokteran nuklir, pusat penelitian
nuklir, dan fasilitas-fasilitas nuklir lainnya. Struktur penahan radiasi dapat
menggunakan berbagai tipe beton.
Sifat-sifat yang dibutuhkan dari beton penahan radiasi adalah beton harus
memiliki kandungan hidrogen tinggi, yang digunakan untuk menangkap neutron
cepat, beton juga harus mempunyai daya tahan terhadap tegangan panas yang

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 179
diakibatkan panas dari penangkapan neutron, dan beton harus mempunyai massa
yang padat, yang berguna untuk mengatenuasi sinar gamma.
Kemampuan beton menyerap sinar gamma, proporsional terhadap
densitasnya, ketebalan perisai/penahan bisa dikurangi bila mempergunakan beton
dengan densitas tinggi. Beberapa pembangunan rumah sakit saat ini bahkan
mensyaratkan kuat tekan yang lebih besar dari K-500 (45 Mpa) seperti
Pembangunan Gedung Radioterapi 2 lantai seluas + 415,14 m2 yang didalamnya
antara lain terdapat Ruang Cobalt 60 seluas + 89,76 m2 dengan spesifikasi struktur
dinding beton penahan radias K-500 yang dapat menahan radiasi, dinding beton
dimaksud tidak boleh terjadi kebocoran dan akan ditest kebocoran oleh (Bapeten)
atau Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Pokja ULP - RSUD.Dr.Moewardi, 2012).
BAPETEN adalah instansi yang bertugas melaksanakan pengawasan melalui
peraturan, perizinan, dan inspeksi terhadap segala kegiatan Pemanfaatan Tenaga
Nuklir. Pemanfaatan adalah kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir yang
meliputi penelitian, pengembangan, penambangan, pembuatan, produksi,
pengangkutan, penyimpanan, pengalihan, ekspor, impor, penggunaan,
dekomisioning, dan pengelolaan limbah radioaktif untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat (Bapeten, 13 Maret 2013). Prinsip dasar keselamatan nuklir
meliputi: keselamatan inheren; penghalan ganda; margin keselamatan; redundansi;
keragaman; kemandirian; gagal-selamat; dan kualifikasi peralatan.
Radiasi yang digunakan di Radiologi di samping bermanfaat untuk membantu
menegakkan diagnosa, juga dapat menimbulkan bahaya bagi pekerja radiasi dan
masyarakat umum yang berada disekitar sumber radiasi tersebut. Besarnya bahaya
radiasi ini ditentukan oleh besarnya radiasi, jarak dari sumber radiasi, dan ada
tidaknya pelindung radiasi. Upaya untuk melindungi pekerja radiasi serta
masyarakat umum dari ancaman bahaya radiasi dapat dilakukan dengan cara: (1)
Mendesain ruangan radiasi sedemikian rupa sehingga paparan radiasi tidak
melebihi batas-batas yang dianggap aman, (2) Melengkapi setiap ruangan radiasi
dengan perlengkapan proteksi radiasi yang tepat dalam jumlah yang cukup, (3)
Melengkapi setiap pekerja radiasi dan pekerja lainnya yang karena bidang
pekerjaannya harus berada di sekitar medan radiasi dengan alat monitor radiasi, (4)

180 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Memakai pesawat radiasi yang memenuhi persyaratan keamanan radiasi, dan
(5)Membuat dan melaksankan prosedur bekerja dengan radiasi yang baik dan aman.
Sehingga perlu ada upaya untuk melakukan proteksi terhadap bahaya radiasi
dan menjamin terhadap bahaya keselamatan dengan cara membuat konstruksi yang
memenuhi persyaratan. Konstruksi adalah kegiatan membangun instalasi nuklir di
tapak yang sudah ditentukan, meliputi pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal,
elektrikal, tata lingkungan, pemasangan, dan pengujian struktur, sistem, dan
komponen instalasi nuklir tanpa bahan nuklir (Peraturan Pemerintah No.54 Tahun
2012).
Proteksi Radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh
radiasi yang merusak akibat Paparan Radiasi. Keselamatan Radiasi adalah tindakan
yang dilakukan untuk melindungi pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan
hidup dari bahaya Radiasi atau paparan radiasi. Paparan radiasi kepada manusia,
kerja baik normal maupun potensi paparan. Paparan Radiasi adalah penyinaran
Radiasi yang diterima oleh manusia atau materi, baik disengaja atau tidak, yang
berasal dari Radiasi interna maupun eksterna. Paparan Kerja adalah Paparan
Radiasi yang diterima oleh Pekerja Radiasi. Paparan Normal adalah Paparan
Radiasi yang diperkirakan akan diterima dalam kondisi pengoperasian normal suatu
fasilitas atau instalasi, termasuk kecelakaan minor yang dapat dikendalikan.
Paparan Potensial adalah Paparan Radiasi yang tidak diharapkan atau diperkirakan
tetapi mempunyai kemungkinan terjadi akibat kecelakaan Sumber atau karena suatu
kejadian atau rangkaian kejadian yang mungkin terjadi termasuk kegagalan
peralatan atau kesalahan operasi. Paparan Medik adalah Paparan Radiasi yang
diterima oleh pasien sebagai bagian dari diagnosis atau pengobatan medik, dan
orang lain sebagai sukarelawan yang membantu pasien (Bapeten, 13 Maret 2013).
Mengurangi radiasi atau paparan akibat radiasi nuklir dalam perkembangan
teknologi material salah satunya dengan membuat konstruksi dengan bahan
material yang dapat mengurangi radiasinya seperti penggunaan material beton
dengan densitas tinggi penahan radiasi. Beton dengan densitas tinggi dapat
diperoleh dengan menggunakan material yang mempunyai berat jenis tinggi
sebagai pengganti agregat biasa (SNI 03-2494-2002), Hematit (Fe2O3), Ilmenit

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 181
(FeTiO3), Magnetit (FeFe2O4), Gutit (HFeO2), Hematit (Fe2O3), Besi (Fe) dan Barit
(BaS04), serta agregat berat sintesis ferofosform yang merupakan campuran fosfida
besi Forofosforus (Fen P), Boron Frit (B2O31A12O3, Si2CaO), Boron karbit
(B4C1B2O3C), Kalsium borit (CaB6,C). (SNI 03-2494-2002)
Penggunaan berbagai tipe beton sebagai penahan radiasi telah dipergunakan
secara luas sebagai struktur penahan radiasi untuk pekerja dan peralatan terhadap
paparan radiasi yang merusak dan partikel nuklir seperti untuk unit radiologi,
instalasi radio metalurgi (RMI) reaktor untuk penelitian dan reactor nuklir
pembangkit listrik yang berhubungan dengan paparan radiasi. Sifat-sifat yang
dibutuhkan dari beton penahan radiasi adalah beton harus memiliki kandungan
Hidrogen tinggi untuk menangkap neutron cepat (fast neutron), beton harus
mempunyai daya tahan terhadap tegangan panas (thermal stresses ) yang
diakibatkan panas dari penangkapan neutron dan selanjutnya beton harus
mempunyai massa yang cukup padat untuk mengatenuasi sinar gamma.
Beton penahan radiasi harus tahan terhadap panas radiasi dari system selama
masa operasi. Diketahui bahwa kemampuan beton menyerap sinar gamma
proporsional terhadap densitasnya, ketebalan perisai bisa dilcurangi bila
dipergunakan beton dengan densitas tinggi. Densitas beton bisa dinaikan dengan
mempergunakan agregat dengan specifmc gravity tinggi.
Sehingga perlu diketahui sifat-sifat mekanik yang mempengaruhinya. Hasil
penelitian dari peradiasian pada beton barit (sebagai beton berat) yang
menggunakan admixture fly ash dapat meningkatkan kerapatan beton, oleh karena
partikel-partikel fly ash yang sangat kecil (lebih kecil dari partikel-partikel semen)
dapat mengisi rongga-rongga yang ada, sehingga penyerapan beton barit terhadap
radiasi juga meningkat. Hasil penelitian dengan Beton penahan radiasi yang
menggunakan agregat barit dan bahan campur fly ash (Imanuddin, 1997)
menunjukan bahwa dengan penambahan fly ash akan meningkatkan nilai slum
sehingga workability meningkat. Penggunaan Barit (BaS04) dari Taiwan kekuatan
tekan optimum didapatkan dengan penambahan substitusi 12,5% fly ash dari berat
total semen, sebaliknya dengan Barit (BaS04) dari local, kekuatan tekannya justru
menurun namun secara umum bahwa penambahan fly ash tidak meningkatkan kuat

182 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


tekan beton barit, tetapi hanya meningkatkan kepadatannya dan workability beton.
Penelitian untuk Karakteristik dan sifat mekanik beton penahan radiasi dengan
bahan susun agregat barit (Sudrajat, 1996) dimaksudkan untuk mempelajari
karakteristik atenuasi dari material dan sifat-sifat mekanik yang memenuhi kriteria
sebagai material penahan radiasi seperti ketahanan (durability), efektivitas terhadap
paparan radiasi dan ekonomis. Material barit Taiwan dan pasir besi menghasilkan
berat jenis lebih besar dari 4, kuat tekan yang dihasilkan pada suhu yang meningkat
menghasilkan kuat tekan yang akan meningkat.

Semakin tinggi kerapatan beton, akan semakin tinggi daya serap terhadap
radiasi sehingga dapat mereduksi ketebalan struktur penahan radiasi yang akan
dipakai, dengan ketebalan 30 cm beton barit lebih aman terhadap lingkungan,
dibandingkan dengan beton normal. Bahan barit walaupun secara mekanik dinilai
rapuh namun dapat digunakan sebagai campuran bahan pembuat beton non
structural dengan kuat tekan yang telah memenuhi syarat beton structural.
Kelakuan sifat mekanik beton barit menunjukkan pola yang sama dengan beton
normal structural sebaiknya dikombinasi dengan bahan lain yang dapat menyerap
radiasi sehingga kebutuhan untuk pemakaian barit lebih sedikit (Ariyuni, Tjahjono,
Kadarisman, & Suyati, 1999). Penggunaan barit sebagai bahan pengisi dan
penggunaan bahan tambah kimia misalnya produk dari Sikament NN sebagai
superplasticizer akan meningkatkan kuat tekan beton dan daya serap terhadap
radiasi. Penambahan superplasticizer 0,5% dan 1% dalam campuran beton normal
dengan barit meningkatkan kuat tekan 39,68 MPa dan 39,30 MPa dibandingkan
dengan beton tanpa superplasticizer sebesar 38,49 MPa. Daya serap radiasi untuk
0,5% dan 1% superplasticizer sebesar 0,014888 cm-1 dan 0,02608 cm-1 untuk
radiasi neutron. Untuk neutron cepat sebesar 0,058709 cm-1 dan 0,06666 cm-1 dan
neutron thermal sebesar 0,010 cm-1 dan 0,0147 cm-1 (Ikhsan & Pratidina, 2002).
Penggunaan pasir besi dan barit sebagai agregat beton berat untuk perisai radiasi
sinar gamma (Sumarni, Satyarno, & Wijatna, Juli 2007) dengan Penambahan bahan
tambah viscocrete-10 membuat adukan mortar menjadi encer, sehingga
memudahkan dalam proses grouting kedalam beton dan membuat beton tidak
keropos (porous).

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 183
Standar untuk spesifikasi agregat beton penahan radiasi yang digunakan
sebagai acuan bagi produsen agregat/perencana dan pelaksana pekerjaan beton
dalam menilai mutu agregat yang memenuhi persyaratan untuk keperluan beton
penahan radiasi harus memenuhi spesifikasi yang mengacu pada standar spesifikasi
internasional dan nasional seperti ASTM Standars, 1984 Standard specification for
aggretates for Radiantion Shielding Concrete, atau SNI 03-2494-2002. Spesifikasi
ini mencakup ketentuan mengenai klasifikasi dan persyaratan teknis agregat untuk
pembuat beton penahan radiasi. Agregat untuk beton penahan radiasi ini meliputi,
golongan agregat tertentu untuk beton penahan radiasil pengion, golongan agregat
untuk beton penahan radinsi neutron dengan pertimbangan utama adalah komposisi
atau berat jenis atau keduanya, standar ini menetapkan nilai yang dinyatakan dalam
satuan metrik yang digunakan sebagai standar. Standar ini menjelaskan klasifikasi,
persyaratan umum, peryaratan kandungan utama senyawa kimia dan sejenisnya,
persyaratan gradasi agregat, persyaratan ketahanan keausan agregat kasar.

Beberapa agregat yang memiliki berat jenis tinggi dapat berasal dari alam
ataupun buatan/sintetis. Agregat alami yang mempunyai berat jenis atau kadar air
terikat tinggi, yaitu agregat yang terdiri atau sebagian besar mengandung bahan
mineral batis, magnetis, kematis, ilmenis, dan terpetin. Agregat sintesis seperti besi,
ferophosphoris dan boron-frit atau senyawa boron. Agregat halus terdiri dari pasir
alami atau mineral hasil olahan yang mempunyai berat jenis tinggi. Agregat kasar
dapat dari pecahan besi, pecahan batu atau hasil sintesis, atau
kombinasi/campurannya.

Agregat untuk beton penahan radiasi harus memenuhi ketentuan – ketentuan


dalam persyaratan umum sebagai berikut: (1) Agregat untuk beton penahan radiasi
harus memenuhi persyaratan agregat untuk beton normal. (2) penggunaan agregat
sintesis boron-frit dalam campuran beton banyaknya tidak lebih dari 300 kg/m3 ,
disyaratkan tidak boleh mengandung bahan larut dalam air lebih dari 2,0%.

Penyediaan agregat dalam jumlah besar yang pelaksanaannya dilakukan


dalam beberapa kali pengiriman harus memenuhi ketentuan – ketentuan sebagai
berikut : (1) Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (BJKPJ) agregat dan setiap

184 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


pengiriman harus tidak boleh menyimpan lebih dari 3 % dan BJKPJ agregat contoh
yang telah disepakati; (2) BJKPJ rata – rata dari keseluruhan agregat yang diterima
harus sama atau lebih besar dari BJKPJ yang telah di sepakati.

4.3.3 Beton berdasarkan cara pengecoran

Pengelompokan beton berdasarkan cara pembuatannya, umumnya


dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) Beton cor ditempat (cast in-situ or cast-in-
place concrete), yaitu beton yang dicor di tempat, dengan cetakan atau acuan yang
dipasang di lokasi elemen struktur pada bangunan atau gedung atau infrastruktur
sampai terjadi pengerasan (ACI CT-13, January 2013; McGraw-Hill Companies,
Inc., 2006); dan (2) Beton Pracetak (pre-cast), yaitu beton yang dicor di lokasi
pabrikasi khusus, dan kemudian diangkut dan dirangkai untuk dipasang di lokasi
elemen struktur pada bangunan atau gedung atau infrastruktur.

4.3.3.1 Pengecoran di tempat (Cast-in-situ atau cast-in-place concrete)

Pengecoran beton di tempat jika kebutuhan volume beton kecil umumnya


digunakan pengadukan dengan manual atau mesin aduk dengan kapasitas kurang
dari satu kubik untuk menghasilkan beton yang akan dicor ditempat, seperti untuk
kebutuhan pembangunan gedung-gedung sederhana gambar 4.7. Jika kebutuhan
volume besar maka beton segar yang akan dituangkan ditempat biasanya dihasilkan
dari suatu pengolahan beton, kemudianyang diangkut dalam keadaan segar,
terutama merupakan beton siap-pakai yang secara proporsional telah dicampur dari
di batching-plant untuk diangkut ke lokasi proyek. Beton diangkut umumnya
menggunakan agitator truck (Truck Mixer) gambar 4.8.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 185
(1) Pengecoran dengan Volume Kecil

Gambar 4.7: Pengecoran dengan Mesin aduk (molen)


Sumber: (a) (Ciputra Entrepreneurship, 2011); (b) (Chrisnawati, 2009); (c) (flickr, 2014)

Gambar 4.8: Pengecoran Bore Pile menggunakan (a) Truck Mixer dan (b) Tremi
Sumber: (Riza, 2011)

(2) Ready-Mix Concrete (Beton siap-pakai)

Beton siap-pakai adalah beton yang diproduksi di pabrik atau batching plant
sesuai dengan rancangan campuran, dan kemudian dikirim ke tempat kerja, dengan
truk mixer sampai lokasi pengecoran. Beton siap pakai kadang-kadang lebih dipilih
karena alasan ekonomis dan lokasi pekerjaan yang tidak memungkinkan
pencampuran di lokasi pekerjaan.

186 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Beton siap-pakai atau RMC seperti yang populer disebut, mengacu pada beton yang
diproduksi khusus di batching-plant (gambar 4.9)untuk pengiriman ke lokasi
pembangunan pelanggan dalam keadaan segar dicampur dan plastis atau
dikeraskan.

Gambar 4.9: Instalasi Batching Plant

Pengiriman RMC dengan umumnya menggunakan truk-mixer (gambar 4.10).


RMC diproduksi di bawah dikontrol operasi dan diangkut serta ditempatkan di
lokasi pekerjaan menggunakan peralatan canggih dan metode penuangan tertentu.

Gambar 4.10:Truck Mixer

Kekurangan dari beton siap-pakai adalah bahan-bahan tersebut dicampur di


tempat pengolahan beton (Batching plant), jadi waktu perjalanan dari pabrik ke
lokasi menjadi penting jarak yang lebih jauh kemungkinan akan menyebabkan nilai
slum akan turun. Selanjutnya, akses jalan dan akses lokasi harus mampu membawa
bobot yang lebih besar dari truk siap pakai ditambah beban beton (Beton Segar
adalah sekitar. 2,5 ton per m³.) Masalah ini dapat diatasi dengan memanfaatkan apa

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 187
yang disebut perusahaan MiniMix 'yang menggunakan lebih kecil kapasitas mixer
4m3 dan mampu menjangkau lebih banyak dengan lokasi-terbatas.

Waktu yang dijinkan antara pencampuran sampai dengan lokasi pencampuran


adalah dalam waktu 90 menit [ASTM C 94 dan AASHTO M 157], jika lebih
admixtures modern (superplasticsizer) dapat memodifikasi dengan tepatnya sesuai
dengan keadaan waktu dan jarak antara pencampuran dengan pengecoran.

4.3.3.2 Beton Pracetak (Precast concrete)

Beton pracetak adalah Elemen atau komponen beton tanpa atau dengan
tulangan yang dicetak terlebih dahulu (SNI 7833:2012; DPU, November 2008;
McGraw-Hill Companies, Inc., 2006) atau Beton yang dicetak di pabrik dan
dipasang di lapangan, yaitu Bagian-bagian beton bertulang atau bertulang yang
dicetak dalam kedudukan yang lain dari pada kedudukan akhirnya di dalam
konstruksi. Berbeda dengan konstruksi beton cor-in-tempat, di mana kolom, balok,
balok penopang, dan lantai dicor terpadu atau disatukan secara berurutan, beton
pracetak membutuhkan sambungan di lapangan untuk mengikat struktur menjadi
satu kesatuan.
Industrialisasi dalam konstruksi bangunan adalah perkembangan alamiah
sebagaimana juga telah menimpa pada industri yang lain. Justru lebih lambat
ketimbang yang lain karena lebih besarnya rintangan yang dihadapi dalam industri
bangunan, yang tidak sekedar bersifat Fashionable trend (kecenderungan mode
mutakhir), tetapi juga berkaitan dengan pernyataan nilai yang menuntut atas
perubahan sikap mental dan pikiran baru dari sebagain ahli bangunan. Selama ini
orang merasa terikat kepada rumah yang harus di hargai secara individual, maka
tentu saja orang akan merasakan sesuatu yang lain ketika tiba-tiba akomodasi
tempat tinggal disediakan dalam bentuk blok-blok atau flat-flat yang bukan
bangunan sebagaimana biasanya atau bangunan tidak didesain secara khusus
sebagaimana permintaan penggunanya secara individu. Selain itu kadangkala
bangunan didirikan dalam bentuk produk yang telah selesai tanpa ada kesempatan

188 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


intervensi lagi dari pemakainya dan di desain dengan penampilan yang serupa atau
bahkan sama dengan pilihan yang sangat terbatas.
Ketertinggalan dalam industri bangunan dikembangkan dengan cara
industrialisasi yang terotomastisasi dalam seluruh prosesnya sejak persiapan dan
moulding (pembuatan percetakan), casting (percetakan), concreting/placing
(pengecoran), prestressing (penegangan), storage (penyimpanan), transportation
(pengangkutan), erection (pendirian), lifting (pengangkatan) dan handling
(penanganan).
Prefabrication (prefabrikasi) adalah industrialisasi metode konstruksi di
mana komponen-komponennya diproduksi secara massal dirakit (assemble) dalam
bangunan dengan bantuan crane dan alat-alat pengangkat dan penanganan yang
lain. Prefabricated Structural Components (Komponen Struktur Prefabrikasi)
dibuat dari beton melalui precast units/precast numbers atau precast elements (unit
cetakan) tergantung pada alternative penggunaannya, percetakan dikontrol dengan
baik diberi waktu untuk pengerasan dan mencapai kekuatan tertentu yang
diinginkan sebelum diangkat dan dibawa menuju tapak kontruksi sesungguhnya
untuk pekerjaan (gambar 4.11).
Di Indonesia BUMN yang menjadi pionir dalam pabrikasi beton pracetak
adalah WIKA yang telah memulai konsentrasi pada industri beton pracetak di tahun
1977 dengan mengembangkan produk beton pracetak untuk teras perumahan. Sejak
saat itu, WIKA terus mengembangkan produknya dan membentuk anak perusahan,
yakni WIKA BETON. Produk beton pracetak yang dihasilkan yaitu: Tiang beton
(PC Poles), pancang beton ( PC Piles), Bantalan rel kereta api (Railway Sleepers),
beton jembatan (Bridge Concrete), Dinding penahan tanah (Retaining Wall),
Struktur bangunan air (Hydro Structure), beton untuk gedung dan bangunan
perumahan (Building And Housing), struktur pelabuhan (Marine Structure) dan
beton lainnya (Wika Beton, 2014).

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 189
Gambar 4.11: Produk Beton Pracetak
Sumber: (Wika Beton, 2014)

Pengembangan produk tersebut telah menciptakan beberapa hasil seperti


tiang beton untuk jalur pendistribusian energi dan bantalan beton pracetak serta
produk lainnya seperti bantalan, bantalan rel kereta api, produk beton untuk
jembatan, pipa, dinding penahan tanah dan bangunan gedung dan perumahan yang

190 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


diimplementasikan untuk berbagai macam proyek. Produk-produk ini dihasilkan
pada waktu yang tepat dan diprediksikan akan menjadi produk pemimpin di
pasaran.
Metode konstruksi yang dibuat dengan menggunakan komponen prefabrikasi
secara kolektif disebut sebagai ‘prefabricated contruction (konstruksi prefabrikasi).
Konstruksi Prefabrikasi dapat berupa sektor aktifitas bangunan utamanya yaitu
industrial architecture (Arsitektur industri), General Engineering (Rekayasa
struktur secara umum) dan Civil Engineering. Secara umum beton ini disebut
dengan pra-cetak.
Kebutuhan ideal yang harus dipenuhi dalam teknik konstruksi bangunan
dengan sistem konstruksi prefabrikasi adalah masalah material yaitu kemampuan
pembuatan melalui metode mekanis (beban bawaan dan komponen yang tertutup).
Kemungkinan sambungan dan koneksi struktural yang layak dan memungkinkan
untuk dibuat dengan cara yang paling sederhana. Secara simultan kemungkinan
untuk pelaksanaan fungsinya akibat beban bawaan dan keterbatasan ruang
geraknya.
Hal yang paling penting adalah bahwa material harus memiliki kualifikasi
sebagai berikut: (1) Mengisolasi panas, tahan air dan anti pembusukan; (2) Anti
api dan dapat dicetak secara volumetric; (3) Dapat dipaku dan digergaji sehingga
memungkinkan untuk perubahan; (4) Tidak banyak membutuhkan pemeliharaan
(maintenance); dan (5) Memiliki kekuatan yang tinggi.
Keuntungan dan permasalahan konstruksi pracetak dalam industri bangunan
adalah lebih banyak pada waktu konstruksi yang lebih cepat, sejak pekerjaan
struktur di tapak, konstruksi pondasi dan pendirian komponen prefabrikasi. Selain
itu kepastian atas penggunaan material yang dibutuhkan dan kepraktisan dalam
penggunaan. Produksi dalam skala luas menjadikan lebih praktis untuk
menggunakan mesin dan karenanya kebutuhan jumlah pekerja yang terlalu banyak
dapat diatasi atau dengan kata lain pengurangan kebutuhan tenaga kerja manusia
dan menuntut memiliki keahlian yang lebih. Jaminan kualitas yang dihasilkan
melalui pengawasan yang ketat dan tetap, penggunaan mesin dan lingkungan kerja
yang rapi serta pekerjaan konstruksi dapat dilaksanakan tanpa tergantung pada

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 191
kondisi cuaca. Permasalahan lainnya adalah transportasi komponen dari pabrik ke
proyek. Kesulitan dalam penanganan di lapangan khususnya dalam erection
(pendirian), lifting (pengangkatan) dan connecting (penyambungan pada saat
finalisasi konstruksi). Pelaksanan yang demikian berarti ada tambahan biaya dan
problem teknis.

4.3.4 Beton Berdasarkan Kuat Tekan

Berdasarkan kekuatan tekannya beton dapat diklasifikasikan menjadi beton


mutu rendah, sedang (normal) dan tinggi PU (Puslitbang Prasarana Transportasi,
Divisi 7 – 2011, table 4.8. Kekuatan tekan ini didasarkan atas hasil uji
menggunakan benda uji silinder berdiameter 150mm, tinggi 300mm) atau kubus
150 mm x 150 mm x 150 mm. Berdasarkan standar SNI dan ACI diklasifikasikan
kuat tekannya seperti (table 4.9). Menurut ACI 318R-4 Article 19.2.1 (ACI
Committee 318, September 2014; SNI 2847:2013, 2013) berdasarkan kuat tekan
minimum beton aplikasinya seperti seperti table 4.10 berikut:

Tabel 4.8: Mutu Beton dan Penggunaannya


Jenis Beton σbk’ Uraian
fc’ (Kg/cm2)
(MPa)
Mutu tinggi K400 – K800 Umumnya digunakan untuk beton prategang seperti tiang
fc’ > 45 pancang beton prategang, gelagar beton prategang, pelat
beton prategang dan sejenisnya
Mutu sedang K250 – <K400 Umumnya digunakan untuk beton bertulang seperti pelat
20 < fc’ < 45 lantai jembatan, gelagar beton bertulang, diafragma, kerb
beton pracetak, gorong-gorong beton bertulang, bangunan
bawah jembatan.
Mutu rendah K175 – <K250 Umumya digunakan untuk bangunan beton tanpa tulangan
15 < fc’ < 20 seperti beton siklop, trotoar dan pasangan batu kosong
yang diisi adukan, pasangan batu.
10 < fc’ <15 K125 – <K175 digunakan sebagai lantai kerja, penimbunan kembali
dengan beton
Sumber: Tabel 7.1.1.(1) (Divisi 7: Struktur, 2011)

192 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Tabel 4.9: Klasifikasi Beton berdasarkan kekuatan tekan menurut SNI dan ACI
Klasifikasi1) Standar Nasional American Concrete
Indonesia Institute
Kekuatan tekan rendah fc’ < 20 MPa2) fc’ < 2000psi4)
(low strength) fc’ < 14Mpa
Kekuatan tekan normal 20 MPa < fc’ < 41,4 MPa2) 2000psi<fc’ < 6000psi4) 5)
(normal-strength) 14Mpa<fc’ < (42 MPa)
Kekuatan tekan tinggi fc’ > 41,4 MPa3) fc’ > 6000psi4) 5)
(high-strength) fc’ > (42 MPa)
1)
kuat tekan beton yang disyaratkan f’c adalah kuat tekan yang ditetapkan oleh perencana struktur
(berdasarkan benda uji berbentuk silinder diameter 150 mm, tinggi 300 mm)
2)
SNI 03-2834-2000: Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal
3)
SNI 03-6468-2000:Tata cara perencanaan campuran beton berkekuatan tinggi dengan semen
portland dan abu terbang
4)
ACI 211.1-91(Reapproved 2009): Standard Practice for Selecting Proportions for Normal,
Heavyweight, and Mass Concrete---Procedure for Mix Design
5)
ACI 211.4R-08: Guide for Selecting Proportions for High-Strength Concrete with Portland
Cement and Fly Ash: Reported by ACI Committee 211
6)
ACI Committee 318, September 2014:An ACI Standard and Report: Building Code
Requirements for Structural Concrete (ACI 318-14) Commentary on Building Code
Requirements for Structural Concrete (ACI 318R-14)

Tabel 4.10: Klasifikasi Beton berdasarkan kekuatan tekan menurut SNI dan ACI
Aplikasi Beton Minimum fc’, psi Maximum fc’, psi
(mpa) (mpa)
Struktur Umum Beton normal 2500 Tidak ada
dan beton ringan
Struktur frame Beton normal 3000 Tidak ada
dengan momen Beton ringan 3000 5000 *
khusus dan
struktur dinding
khusus
*
Batas tersebut diizinkan melebihi dimana ditunjukkan oleh bukti eksperimental bahwa beton
yang dibuat dengan bahan beton ringan memberikan kekuatan tekan sama dengan atau lebih
besar dari dari bahan beton normal.

4.3.4.1 Kuat Tekan Beton Mutu Rendah

Beton diklasifikasikan sebagai beton mutu rendah jika kekuatan tekannya


kurang dari 17,5 MPa, atau secara evaluasi kuat tekan beton jika kekuatan tekannya
tidak memenuhi standar criteria penerimaan. Secara structural beton yang
digunakan pada bangunan yang direncanakan sesuai dengan aturan-aturan SNI
tidak boleh kurang daripada 17 MPa (SNI 2847:2013, 2013) pasal 5.1.1, dan harus

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 193
didasarkan pada uji silinder yang dibuat dan diuji sebagaimana yang dipersyaratkan
dalam uji kuat tekan.

4.3.4.2 Kuat Tekan Beton Mutu Normal (Sedang)

Proporsi bahan untuk beton untuk menghasilkan beton dengan mutu normal
harus dibuat untuk: Memberikan kelecakan dan konsistensi yang menjadikan beton
mudah dicor ke dalam cetakan dan ke celah di sekeliling tulangan dengan berbagai
kondisi pelaksanaan; pengecoran yang harus dilakukan, tanpa terjadinya segregasi
atau bleeding yang berlebih; Memenuhi persyaratan untuk kategori paparan yang
sesuai; dan memenuhi persyaratan uji kekuatan dari hasil evaluasi dan penerimaan
beton (SNI 2847:2013, 2013).
Kuat tekan beton normal berkisar dari 17 Mpa sampai 41 MPa. Untuk
menghasilkan kuat tekan beton normal dengan kinerja tertentu umumnya
ditambahkan bahan tambah baik mineral maupun kimia.

4.3.4.3 Kuat Tekan Beton Mutu Tinggi

Meskipun beton kekuatan tinggi seringkali dianggap sebagai bahan yang


relatif baru, perkembangannya secara bertahap telah terjadi selama bertahun-tahun.
Seperti pembangunan, definisi beton kekuatan tinggi telah berubah. Pada tahun
1950, beton dengan kuat tekan 5000 psi (34 MPa) dianggap kekuatan tinggi. Pada
tahun 1960, beton dengan 6000 dan 7500 psi (41 dan 52 MPa) kekuatan tekan yang
digunakan secara komersial. Perkembangan high strength concrete dimulai pada
sekitar akhir tahun 1960-an, melalui penggunaan admixture untuk mengurangi air
(superplasticizer) yang terbuat dari garam-garam naphthalene sulfonate diproduksi
di Jepang dan melamine sulfonate diproduksi di Jerman. Aplikasi pertama di Jepang
yaitu digunakan untuk produk girder dan balok pracetak dan cetak di tempat. Di
Jerman, awalnya ditujukan untuk pengembangan campuran beton bawah air yang
memiliki kelecakan tinggi (nilai slum) tanpa terjadi segregasi.

Pada awal 1970-an, 9000 psi (62 MPa) beton yang diproduksi. Sebelum
ditemukannya superplasticizer, campuran beton dengan kuat tekan 40 MPa atau
lebih pada umur 28 hari disebut sebagai high strength concrete. Saat ini, saat

194 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


campuran beton dengan kuat tekan 60 MPa – 120 MPa tersedia di pasaran (ready
mix), maka ACI Committae 2002 tentang High Strength Concrete mendefinisikan
beton mutu tinggi adalah dengan kuat tekan rencana 55 MPa atau lebih. Baru-baru
ini, kekuatan tekan mendekati 20.000 psi (138 MPa) telah digunakan pada
bangunan cor ditempat (ACI 363R-92 (Reapproved 1997), 1992). Aplikasi beton
kekuatan tinggi telah meningkat, dan beton kekuatan tinggi kini telah digunakan di
banyak bagian dunia. Pertumbuhan telah dimungkinkan sebagai akibat dari
perkembangan terakhir di teknologi material dan permintaan untuk beton yang
lebih akan kekuatan tinggi. Pembangunan Chicago Water Tower Place dan 311
South Wacker Drive mungkin tidak terjadi tanpa pengembangan beton kekuatan
tinggi. Penggunaan bangunan atas beton di kabel jembatan bentang panjang seperti
Timur Huntington, Virginia Barat, jembatan di atas Sungai Ohio tidak akan terjadi
tanpa adanya beton kekuatan tinggi.

Beton mutu tinggi (high strength concrete) merupakan beton yang memiliki
kekuatan tekan 6000 psi (40 MPa) atau lebih dari uji silinder. Membuat beton
dengan kekuatan tekan tinggi membutuhkan penelitian dan perhatian yang lebih
jauh terhadap kontrol kualitasnya daripada beton konvensional atau beton normal.
Ketersediaan high strength concrete secara komersial memberikan sebuah
penilaian ekonomis alternatif untuk membangun struktur beton. Alasan penggunaan
beton mutu tinggi antara lain: (1) Untuk menempatkan beton pada masa layannya
pada umur yang lebih awal, sebagai contoh pada perkerasan di umur 3 hari. (2)
Untuk membangun bangunan-bangunan tinggi dengan mereduksi ukuran struktur
dan meningkatkan luasan ruang yang tersedia. (3) Untuk membangun sruktur
bagian atas dari jembatan-jembatan bentang panjang dan untuk mengembangkan
durabilitas lantai-lantai jembatan. (4) Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
khusus dari aplikasi-aplikasi tertentu seperti durabilitas, modulus elastisitas dan
kekuatan lentur. Beberapa dari aplikasi ini termasuk dam, atap-atap tribun, pondasi-
pondasi pelabuhan, garasi-garasi parkir, dan lantai-lantai heavy duty pada area
industri.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 195
Penggunaan agregat dengan ukuran maksimal 10 mm, dengan sifat dan
karakteristik yang memenuhi syarat merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan interlocking yang lebih baik. Selian itu penggunaan semen dengan
tambahan cementious material seperrti fly ash (tipe C atau F), ground granulated
blast furnace slag, silica fume, metakaolin atau bahan-bahan pozolanik alami akan
dapat meningkatkan kekuatan tekan beton. Apalagi jika rasio factor air semen yang
rendah sekitar 0,20 sampai dengan 0,35, persoalannya adalah dengan Faktor Air
Semen rendah maka kemudahan pekerjaan akan rendah, penyelesaiannya melalui
penggunaan admixture kimia (superplasticizer) dalam jumlah dan dosis yang sesuai
dengan beton berkekuatan tinggi (High-strength concrete).

SNI 03-6468-2000 menyatakan bahwa beton mutu tinggi merupakan beton


yang memiliki kekuatan tekan di atas 41,4 Mpa (SNI 03-6468-2000). Standar ini
dapat digunakan untuk menentukan proporsi campuran beton kekuatan tinggi (kuat
tekan fc' > 41,4 MPa) dan untuk mengoptimasi proporsi campuran tersebut
berdasarkan campuran coba. standar ini hanya berlaku untuk beton kekuatan tinggi
yang di produksi menggunakan bahan dan metode produksi konvensional.
Penggunaan silica fume dan terak logam (besi, baja nickel) halus tidak termasuk
dalam standar ini.

Sedangkan menurut ACI beton mutu tinggi adalah beton dengan kekuatan
tekan 8000 psi (55 MPa) atau lebih besar (ACI CT-13, January 2013), dikatakan
beton dengan kekuatan rendah adalah beton dengan kekuatan tekan 1200 psi (8,3
MPa) atau lebih kecil, klasifikasi kekuatan tekan menurut ACI CT-13 merupakan
revisi ACI 318-08. Beton dengan kekuatan tekan (high-strength concretes)
melebihi 6000 psi (42,25 Mpa) disebut sebagai beton kekuatan tinggi (McCormac
& Brown, 2014; ACI 211.4R-08, December 2008; Kosmatka S. H., 2008).
Kadangkala rancu dengan beton kinerja tinggi (high-performance concretes )
karena beton kinerja tinggi memiliki karakteristik lainnya selain kekuatan hanya
tinggi. Misalnya, permeabilitas yang rendah dari beton tersebut menyebabkan
cukup tahan lama berhubungan dengan berbagai sifat fisik dan kimia yang dapat
menyebabkan kerusakan pada beton. Sampai beberapa dekade yang lalu, perencana

196 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


struktural merasa bahwa produk beton pracetak dengan kekuatan tekan tidak lebih
tinggi dari 4000 psi (28,2 Mpa) atau 5000 psi (35,2Mpa). Sekarang kekuatan tekan
sampai setidaknya 9000 psi (63,38 MPa) bahkan lebih telah digunakan.

Bangunan Two Union Square di Seattle-USA, beton 20.000-psi (140 Mpa)


diperoleh dengan menggunakan beton siap-pakai. Selain itu, beton telah diproduksi
di laboratorium dengan kekuatan yang lebih tinggi dari 20.000 psi (140 Mpa)
(McCormac & Brown, 2014; Kosmatka S. H., 2008). Mungkin ini yang terakhir
beton harus disebut beton kekuatan sangat tinggi (super-high-strength concretes)
dengan kekuatan tekan > 100 MPa merupakan very high-strength (Mindess S. ,
Concrete Constituent Materials, 2008) atau beton kinerja sangat tinggi (super-high-
performance). Beton mutu tinggi biasanya merupakan beton pracetak dan
prategang (precast and prestressed). Beton dengan kekuatan tekan 6000 psi sampai
10,000 psi atau 12.000 psi dapat dihasilkan dengan mudah jika ditambahkan bahan
tambah mineral dan kimia seperti silica fume dan superplasticizers. Silica fume,
dengan kandungan silica dioksida lebih dari 90% adalah bubuk halus yang luar
biasa bervariasi dalam warna dari terang ke abu-abu gelap dan bahkan bisa biru-
hijau-abu-abu, yang merupakan residu dari produksi silica metal (metallic silicon)
dan lainnya untuk produksi silicon alloys.

Produksi beton kekuatan tinggi yang secara konsisten harus memenuhi


persyaratan untuk kemudahan pekerjaan (workability) dan pengembangan
kekuatan (strength Development) yang lebih ketat pada pemilihan bahan daripada
beton dengan kekuatan tekan rendah. Bahan berkualitas yang dibutuhkan dan
spesifikasi memerlukan pengetahuan sifat dan karakteristik bahan. Beton dengan
kekuatan tekan tinggi telah diproduksi dengan menggunakan berbagai bahan
berkualitas berdasarkan hasil campuran uji coba (ACI 363R-92 (Reapproved 1997),
1992). Penggunaan semen untuk menghasilkan beton kekuatan tekan tinggi
merupakan suatu hal yang penting, misalnya menggunakan semen type 3 untuk
pekerjaan beton prategang, ataupun penggunaan semen untuk beton normal dengan
bahan tambah silica fume ataupun abu terbang. Penggunaan bahan tambah kimia
(Chemical admixtures) serta bahan tambah mineral (mineral admixture) yang tepat

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 197
akan meningkatkan kekuatan tekan beton. Pemilihan bahan pengisi yang tepat akan
memperkecil rongga pori beton sehingga meningkatkan kekuatannya.

Beberapa hasil penelitian beton high strength concrete adalah penggunaan


material salah satunya dengan menggunakan material yang mengandung unsur
silika. Pasir kuarsa adalah bahan galian yang terdiri atas kristal-kristal silika (SiO2)
dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan.
Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil pelapukan
batuan yang mengandung mineral utama, seperti kuarsa dan feldspar. Penambahan
filler berupa tepung kuarsa sebagai pengisi rongga pada beton sebanyak 10% dari
kebutuhan semen memberikan kuat tekan maksimum pada data sekunder yaitu
sebesar 71,06MPa pada umur 28 hari dengan modulus of rupture sebesar
4,3522MPa (Fatmawati, 2011).

Hasil pengujian nilai slump menunjukkan bahwa nilai slump menurun seiring
bertambahnya persentase fly ash dalam campuran beton. Kuat tekan pada beton
yang menggunakan 30% Fly Ash sebagai additive akan menaikan kuat tekan beton
sekitar 10% untuk pengujian pada beton K-300 dan K-500, sedangkan kuat tekan
pada beton yang menggunakan 30% Fly Ash sebagai cementious lebih rendah
sebesar 25% pada K300 dan 23% pada K500 dibandingkan beton dengan mix
design yang sama (K-300 dan K-500). Hal ini disebabkan karena Fly Ash tidak
mampu sebaik semen menggantikan sifat semen yang berfungsi utama sebagai
pengikat material pada beton. Fly Ash sebagai additive mampu meningkatkan kuat
tekan pada beton yang berfungsi sebagai filler atau pengisi. Dimana pori yang diisi
oleh Fly Ash akan menambah kekedapan beton yang akan berbanding lurus dengan
kuat tekan beton (Haf, Februari 2012). Hasil ini berbeda dengan apa yang diteliti
sebelumnya (Andoyo, 2006) Penambahan abu terbang sebesar 10%; 20% dan 30%
serta 40% menghasilkan kuat tekan 100,72 kg/cm2 ; 93,96 kg/cm2 dan 83,41
kg/cm2 serta 70,12 kg/cm2 (umur 56 hari) atau 66,69 kg/cm2 ; 62,16 kg/cm2 dan
55,17 kg/cm2 serta 46,42 kg/cm2 (umur 28 hari). Jika tanpa fly ash kuat tekan pada
umur 56 hari sebesar 59,89 kg/cm2 dan kuat tekan karakteristik pada umur 28 hari
sebesar 42,34kg/cm2.

198 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Sifat dan karakteristik beton kekuatan tinggi beton dari hasil uji untuk
proporsi campuran satu meter kubik pasir 814 kg; Agregat maksimum 20 mm
sebesar 1080 kg serta penggunaan semen 470,8 kg dan air 42,2 lietr dengan bahan
tambah (Admixture jenis supertilisizer yaitu Mighty-150) 6,6 liter, menghasilkan
kuat tekan 56 MPa, Normal flexural strength untuk beton dek jembatan box 6.65
MPa serta modulus elastisitasnya 33 GPa dengan angka Poisson’s ratio 0.26
(Adnan, Suhatril, & Taib, 2010).

4.3.5 Beton berdasarkan penulangan

Berdasarkan penulangannya dikelompokan menjadi beton polos atau beton


tak bertulang (plain concrete) dan beton bertulang baik bertulangan polos (plain
deformed) maupun tulangan berulir (deformed).

4.3.5.1 Beton tanpa tulang/beton polos (plain concrete)

Beton polos atau plain concrete adalah beton tanpa menggunakan tulangan.
Beton polos dapat merupakan beton structural maupun non-struktural. Beton polos
seringkali merupakan beton dengan kekuatan tekan rendah dan digunakan untuk
pekerjaan massa atau beton massa.

4.3.5.2 Beton bertulang (reinforced concrete)

Beton biasa sangat lemah dengan gaya tarik, namun sangat kuat dengan gaya
tekan, batang baja dapat dimasukkan pada bagian beton yang tertarik untuk
membantu beton. Beton yang dimasuki batang baja pada bagian tariknya ini disebut
beton bertulang (gambar 4.12).

Gambar 4.12: Beton Bertulang untuk Plat Lantai

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 199
Pengujian bahan untuk beton bertulang pada pekerjaan konstruksi di lapangan
dilakukan oleh Pengawas lapangan dan berhak memerintahkan diadakan pengujian
pada setiap bahan yang digunakan pada pelaksanaan konstruksi beton untuk
menentukan apakah bahan tersebut mempunyai mutu sesuai dengan mutu yang
telah ditetapkan. Pengujian bahan dan pengujian beton harus dibuat sesuai dengan
tata cara-tata cara yang ditentukan oleh standar dalam hal ini SNI. Laporan lengkap
pengujian bahan dan pengujian beton harus tersedia untuk pemeriksaan selama
pekerjaan berlangsung dan pada masa 2 tahun setelah selesainya pembangunan.
Pekerjaan beton bertulang (gambar 4.13) pada pekerjaan konstruksi dengan
menggunakan semen yang sesuai dengan semen yang digunakan pada perancangan
proporsi campuran dan memenuhi salah satu dari ketentuan. SNI 15-2049-1994,
Semen portland ataupun “Spesifikasi semen blended hidrolis” (ASTM C 595),
kecuali tipe S dan SA yang tidak diperuntukkan sebagai unsur pengikat utama
struktur beton, serta "Spesifikasi semen hidrolis ekspansif" (ASTM C 845).

Gambar 4.13: Pekerjaan Beton Bertulang


Agregat untuk beton harus memenuhi “Spesifikasi agregat untuk beton”
(ASTM C 33) atau SNI 03-2461-1991, Spesifikasi agregat ringan untuk beton
struktur. Ukuran maksimum nominal agregat kasar harus tidak melebihi:

(1) 1/5 jarak terkecil antara sisi-sisi cetakan, ataupun


(2) 1/3 ketebalan pelat lantai, ataupun
(3) 3/4 jarak bersih minimum antara tulangan-tulangan atau kawat-kawat,
bundel tulangan, atau tendon-tendon prategang atau selongsong-
selongsong.
Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-
bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau
bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan. Air pencampur

200 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang di dalamnya tertanam
logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh
mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan sebagai berikut (table
4.11):
Tabel 4.11: Kandungan ion klorida maksimum untuk perlindungan baja tulangan
terhadap korosi
Ion klorida terlarut (Cl- ) pada
Jenis komponen struktur
beton persen terhadap berat
semen
Beton prategang 0,06
Beton bertulang yang terpapar lingkungan 0,15
klorida selama masa layannya
Beton bertulang yang dalam kondisi kering 1,00
atau terlindung dari air selama masa layannya
Konstruksi beton bertulang lainnya 0,30

Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali
bahwa pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton
yang menggunakan air dari sumber yang sama, dan hasil pengujian pada umur 7
dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak
dapat diminum harus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90%
dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum. Perbandingan
uji kekuatan tersebut harus dilakukan pada adukan serupa, terkecuali pada air
pencampur, yang dibuat dan diuji sesuai dengan “Metode uji kuat tekan untuk
mortar semen hidrolis (Menggunakan spesimen kubus dengan ukuran sisi 50 mm)”
(ASTM C 109 ).
Bahan tambahan yang digunakan pada beton harus mendapat persetujuan
terlebih dahulu dari pengawas lapangan. Untuk keseluruhan pekerjaan, bahan
tambahan yang digunakan harus mampu secara konsisten menghasilkan komposisi
dan kinerja yang sama dengan yang dihasilkan oleh produk yang digunakan dalam
menentukan proporsi campuran beton sesuai dengan persyaratan (1) kelecakan dan
konsistensi yang menjadikan beton mudah dicor ke dalam cetakan dan ke celah di
sekeliling tulangan dengan berbagai kondisi pelaksanaan pengecoran yang harus
dilakukan, tanpa terjadinya segregasi atau bleeding yang berlebih; (2) Ketahanan

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 201
terhadap pengaruh lingkungan yaitu persyaratan keawetan tahan terhadap sulfat dan
korosi; (3) Sesuai dengan persyaratan uji kekuatan
Kalsium klorida atau bahan tambahan yang mengandung klorida tidak boleh
digunakan pada beton prategang, pada beton dengan aluminium tertanam, atau pada
beton yang dicor dengan menggunakan bekisting baja galvanis. Bahan tambahan
pembentuk gelembung udara harus memenuhi SNI 03-2496-1991, Spesifikasi
bahan tambahan pembentuk gelembung untuk beton. Bahan tambahan pengurang
air, penghambat reaksi hidrasi beton, pemercepat reaksi hidrasi beton, gabungan
pengurang air dan penghambat reaksi hidrasi beton dan gabungan pengurang air
dan pemercepat reaksi hidrasi beton harus memenuhi “Spesifikasi bahan tambahan
kimiawi untuk beton” (ASTM C 494) atau “Spesifikasi untuk bahan tambahan
kimiawi untuk menghasilkan beton dengan kelecakan yang tinggi " (ASTM C
1017).
Abu terbang atau bahan pozzolan lainnya yang digunakan sebagai bahan
tambahan harus memenuhi “Spesifikasi untuk abu terbang dan pozzolan alami
murni atau terkalsinasi untuk digunakan sebagai bahan tambahan mineral pada
beton semen portland” (ASTM C 618). Kerak tungku pijar yang diperhalus yang
digunakan sebagai bahan tambahan harus memenuhi “Spesifikasi untuk kerak
tungku pijar yang diperhalus untuk digunakan pada beton dan mortar”(ASTM C
989).
Bahan tambahan yang digunakan pada beton yang mengandung semen
ekpansif (ASTM C 845) harus cocok dengan semen yang digunakan tersebut dan
menghasilkan pengaruh yang tidak merugikan. Silica fume yang digunakan sebagai
bahan tambahan harus sesuai dengan “Spesifikasi untuk silica fume untuk
digunakan pada beton dan mortar semen-hidrolis” (ASTM C 1240).
Baja tulangan yang digunakan dalam beton bertulang harus sesuai dengan
ketentuan yang disyaratkan dalam pelaksanaan dan kode standar untuk pekerjaan
tersebut, utamanya harus sesuai dengan rancangan desain konstruksi, baik itu
mencakup spesifikasi dan persyaratan lainnya.

202 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


4.3.6 Berdasarkan (Paparan) Kondisi Lingkungan

Insinyur profesional bersertifikat (licensed design professional) harus


menentukan kelas paparan (SNI 2847:2013, 2013) berdasarkan pada parahnya
paparan komponen struktur beton yang diantisipasi untuk setiap kategori paparan
menurut Tabel 4.2.1 SNI 2847:2013. Katagori beton berdasarkan paparan dalam
struktur beton terbagi menjadi S (beton yang berhubungan dengan sulfat), P (beton
yang mensyaratkan permeabilitas) dan C (proteksi korosi tulangan). kategori beku
dan cair (freezing and thawing) tidak relevan dan dihapus dalam SNI 2847:2013,
katagori ini tercantum dalam Katagori beton berdasarkan klasifikasi struktur yang
terexpose menurut ACI 318-14 and commentary dalam Tabel 19.2.2.1 (ACI
Committee 318, September 2014).

Beton di lingkungan khusus pada umumnya dikelompokkan berdasarkan


kondisi yang mengancam ketahanan konstruksi beton. Kondisi lingkungan dan
persyaratan minimum kuat tekan beton serta factor air semen maksimum
berdasarkan klasifikasi struktur yang terexpose (paparan) menurut ACI 318-14 and
commentary dalam Tabel 19.3.1.1 dan Tabel 19.2.2.1 (ACI Committee 318,
September 2014), sedangkan menurut SNI 2847:2013 tabel 4.2.1 dan table 4.3.1,
adalah sebagai berikut seperti (table 4.12):

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 203
Tabel 4.12: Klasisifikasi berdasarkan paparan, FAS maksimum, Kuat Tekan Minimum
Katagori Kelas Tingkat FAS Maks Kuat tekan (f’c) Kondisi
Paparan (w/cm Min
maks.) (1)
Beton dengan siklus pembekuan dan pencairan (freezing and thawing)(1)
F F0 Tidak ada N/A 2500 Psi (17 MPa) Beton yang tidak ada siklus pembekuan dan pencairan
pembekuan dan pencairan (freezing and thawing cycles)
(freezing and thawing) F1 Sedang 0.55 3500 psi (24 MPa) Beton dengan tingkat paparan sedang terhadap siklus
pembekuan dan pencairan (freezing and thawing
cycles) dengan paparan air terbatas (limited exposure
to water)
F2 Parah 0.45 4500 Psi (31 MPa Beton dengan tingkat paparan parah terhadap siklus
pembekuan dan pencairan (freezing and thawing
cycles) dengan paparan air sering (frequent exposure to
water)
F3 Sangat Parah 0.40(2) 5000 Psi (35 Beton dengan tingkat paparan sangat parah terhadap
MPa)(2) siklus pembekuan dan pencairan (freezing and thawing
cycles) dengan paparan air sering serta serangan kimua
(frequent exposure to water exposure to deicing
chemicals)
Beton yang berhubungan dengan Sulfat
Katagori Kelas Tingkat FAS Maks Kuat tekan (f’c) Kondisi
Paparan (w/cm Min Sulfat (SO4) larut air Sulfat (SO4) larut
maks.) (1) dalam tanah, dalam air, dalam ppm(4)
dalam persen masa(3)
S S0 Tidak ada N/A 2500 Psi (17 MPa) SO4 < 0,10 SO4 < 150
Sulfat
S1 Sedang 0.50 4000 Psi (28 Mpa) 0,10 < SO4 < 0,20 150 < SO4 < 1500
Air laut

S2 Parah 0.45 4500 Psi (31 Mpa) 0,20 < SO4 < 2,00 1500 < SO4 < 10.000

S3 Sangat Parah 0.45 4500 Psi (31 Mpa) SO4 > 2,00 SO4 > 10.000

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 204
Tabel 4.12: Klasisifikasi berdasarkan paparan, FAS maksimum, Kuat Tekan Minimum
Katagori Kelas Persyaratan FAS Maks Kuat tekan (f’c) Kondisi
(w/cm maks.)(1) Min

Beton yang berhubungan W0 Tidak ada N/A 2500 Psi (17 MPa) Kontak dengan air dimana permeabilitas rendah tidak
dengan Air atau P0 disyaratkan
(W atau P) W1 Disyaratkan 0.50 4000 Psi (28 Mpa) Kontak dengan air dimana permeabilitas rendah
atau P1 disyaratkan
Katagori Kelas Tingkat FAS Maks Kuat tekan (f’c) Kondisi
Keparahan (w/cm Min
maks.) (1)
C C0 Tidak ada N/A 2500 Psi (17 MPa) Beton kering atau terlindung dari kelembaban
Proteksi
korosi
tulangan
C1 Sedang N/A 2500 Psi (17 MPa) Beton terpapar terhadap kelembaban tetapi tidak
terhadap sumber klorida luar
C2 Parah 0.4 5000 Psi (35 MPa) Beton terpapar terhadap kelembaban dan sumber
klorida eksternal dari bahan kimia, garam, air asin, air
payau, atau percikan dari sumber-sumber ini
(1)
SNI 2847:2013 tidak memasukan karena kelas paparan F tidak relevan
(2)
tidak berlaku untuk beton ringan
(3)
Persen sulfat dalam masa dalam tanah harus ditentukan dengan ASTM C1580.
(4)
Konsentrasi sulfat larut dalam air dalam ppm harus ditentukan dengan ASTM D516 atau ASTM D4130.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 205
Kerusakan beton akibat pembekuan dan pencairan (freezing and thawing)
tidak dimasukan dalam SNI ( (SNI 2847:2013, 2013) karena dianggap tidak relevan
dengan kondisi di Indonesia. Hal ini tercantum di ACI ( (ACI Committee 318,
September 2014), yang diklasifikasikan menjadi 4 yaitu: (a) Tingkat Paparan F0
(tidak ada)- beton yang tidak akan dan terkena siklus pembekuan dan pencairan. (b)
Tingkat Paparan F1 (sedang) - beton yang akan terkena siklus pembekuan dan
pencairan sedang, minimal kandungan udara sekitar 3,5-6 persen diperlukan untuk
mengurangi potensi kerusakan untuk beton menjadi jenuh. (c) Tingkat Paparan F2
(parah) - beton yang akan terkena siklus pembekuan dan pencairan dengan tingkat
cukup parah dan yang sering terkena air. Tingkat paparan parah menunjukkan
bahwa beberapa bagian dari beton akan menyerap air yang cukup dari waktu ke
waktu sampai beton memiliki potensi untuk jenuh sebelum membeku. (d) Tingkat
Paparan F3 (sangat parah) - beton yang akan terkena siklus pembekuan dan
pencairan dengan derajat yang sama terkena air sebagai Kelas Exposure F2. Selain
itu, beton Paparan Kelas F3 diperkirakan akan terkena deicing kimia. Deicing kimia
dapat meningkatkan penyerapan air dan retensi, yang akan memungkinkan beton
menjadi lebih mudah jenuh. Contoh aplikasi paparan dalam kondisi lingkungan
yang mengalami pembekuan dan pencairan (freezing and thawing) seperti tabel
(table 4.13):
Tabel 4.13: Aplikasi paparan pada konstruksi beton
Kelas Deskripsi Aplikasi
Paparan
F0  Beton dengan struktur pada iklim di mana suhu beku tidak akan ditemui
(Tidak ada  Beton yang berada di dalam struktur dan tidak akan terkena pembekuan
paparan)  Fondasi beton yang tidak terpapar pembekuan
 Beton yang terkubur di dalam tanah di bawah garis beku
F1 (sedang)  Beton yang tidak akan terkena akumulasi salju dan es, seperti dinding
eksterior, balok, balok penopang, dan lembaran yang tidak bersentuhan
langsung dengan tanah.
 Dinding pondasi mungkin dalam kelas ini tergantung pada kemungkinan
beton dengan kejenuhan sedang.
F2 (parah)  Beton yang akan terkena akumulasi salju dan es, seperti balok eksterior yang
berada di atas (exterior elevated slabs)
 Dinding pondasi atau basement yang terkena akumulasi salju dan es
 Beton struktur yang horizontal dan vertikal yang berhubungan langsung
dengan tanah
F3 (sangat  Beton yang terkena bahan kimia deicing, seperti struktur horisontal dalam
parah) struktur gedung parker

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 206
 Dinding pondasi/basement yang terkena akumulasi salju dan es dengan bahan
kimia deicing

4.3.7 Beton Jenis Lainnya

4.3.7.1 Beton siklop

Beton siklop adalah beton yang terdiri dari campuran mutu beton fc’=15 Mpa
dengan batu-batu pecah ukuran maksimum 25 cm. Beton jenis ini sama dengan
beton normal biasa , perbedaannya ialah pada beton ini digunakan ukuran agregat
yang relative besar-besar. Beton ini digunakan pada pembuatan bendungan,
pangkal jembatan,dan sebagainnya. Ukuran agregat kasar maksimum 25 cm dengan
proporsi agregat yang lebih besar dari biasanya ini sebaiknya tidak lebih dari 20
persen dari agregat seluruhnya.
Batu untuk beton siklop harus keras, awet, bebas dari retak, rongga dan tidak
rusak oleh pengaruh cuaca. Batu harus bersudut runcing, bebas dari kotoran,
minyak dan bahan-bahan lain yang mempengaruhi ikatan dengan beton.

Gambar 4.14: Beton Siklop pada pelaksanaan bendungan


Sumber: http://www.solopos.com/2012/11/20/pembangunan-dam-kali-apu-349141

Di gambar 4.14 , merupakan salah satu bendungan yang direncanakan


tertinggi di dunia. Dam itu akan dibangun setinggi 315 meter dan akan menjadi
penampung air terbesar Iran sekitar 4,8 miliar meterkubik. Konstuksi akan mulai

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 207
dibangun 21 Maret tahun 2012. Proyek akan dipakai untuk mendukung pusat listrik
tenaga air 1,500 megawatt. Bangunan ini akan mengalahkan Bendungan Nurek di
Tajikistan yang membendung Sungai Vakhsh. Bendungan Nurek tertinggi dunia
saat ini dengan 314 meter. Tertinggi kedua adalah Bendungan Grande Dixence di
Swiss dengan ketinggian 284 meter (Tempo.co, 2011).

4.7.3.2 Self-consolidating concretes (SCC)

Self-consolidating concretes di mulai di Jepang yang ditemukan terutama


karena alasan a) rasio semen air yang tinggi untuk meningkatkan kemampuan kerja,
b) kebanyakan pemadatan yang terjadi sulit karena kebutuhan pembangunan yang
lebih cepat di tahun 1960-70an, Profesor Hajime Okamura membayangkan
kebutuhan dari beton yang sangat bisa diterapkan dan tidak bergantung pada
kekuatan mekanis untuk pemadatannya. Selama tahun 1980, Profesor Okamura dan
mahasiswa PhD-nya Kazamasa Ozawa (saat ini profesor) di Universitas Tokyo,
Jepang mengembangkan beton disebut Self-consolidating concretes (SCC) yang
kohesif tetapi dapat mengalir dan membentuk dalam bekisting tanpa penggunaan
alat pemadatan mekanis. SCC dikenal sebagai Self-consolidating concretes di
Amerika Serikat. SCC ditandai dengan:

1. fluiditas ekstrim yang diukur dengan arus, biasanya antara 650-750 mm di


atas meja alir (table flow), dengan slum tinggi
2. tidak perlu menggunakan vibrator untuk pemadatan beton
3. pengecoran yang lebih mudah.
4. Tidak ada bleeding atau segregasi agregat
5. Peningkatan Liquid Head Pressure, dapat merugikan Keselamatan dan
pengerjaan

208 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Gambar 4.15: Pengujian Slum untuk beton SCC

SCC dapat menghemat hingga 50% dalam biaya tenaga kerja karena 80%
lebih cepat mengalir dan mengurangi keausan pada bekisting artinya memiliki nilai
slum yang tinggi (gambar 4.15). Pada tahun 2005, Self-consolidating concretes
menempati 10-15% dari penjualan beton di beberapa negara Eropa. Dalam industri
beton pracetak AS, SCC mewakili lebih dari 75% produksi beton. 38 departemen
transportasi di AS menerima penggunaan SCC untuk proyek jalan dan jembatan.
Ini teknologi baru yang dimungkinkan oleh penggunaan polikarboksilat plasticizer
bukan polimer tua berbasis naftalena, dan pengubah viskositas untuk mengatasi
segregasi agregat.

4.3.7.3 Beton Pervious (no-fines concrete) atau Beton Tembus (Pervious


Concrete)

Beton jenis ini dibuat tanpa pasir, jadi hanya air, semen, dan kerikil/batu
pecah saja.karena tanpa pasir maka rongga rongga kerikil tidak terisi. Sehingga
beton berongga dan berat jenisnya lebih rendah daripada beton biasa. Selain itu
Karena tanpa pasir maka tidak dibutuhkan pasta sement untuk menyelimuti butir
butir pasir sehingga kebutuhan semen relative lebih sedikit (gambar 4.16).

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 209
Gambar 4.16: Beton Tembus
Beton tembus adalah nama lain dari beton nir-pasir, umumnya yang
digunakan dalam lapisan paving permeabel, berisi jaringan lubang atau void, untuk
memungkinkan udara atau air bergerak melalui beton. Hal ini memungkinkan air
mengalir secara alami melalui void sehingga memberikan infrastruktur drainase
permukaan air yang normal, dan memungkinkan pengisian air tanah ketika beton
konvensional tidak dapat melakukannya.

Pervious Concrete dibentuk tanpa menggunakan agregat halus atau agregat


halus sedikit. Agregat besar yang tersisa kemudian terikat oleh jumlah yang relatif
kecil dari semen Portland. Biasanya antara 15% dan 25% dari volume beton adalah
void, yang memungkinkan air mengalir di sekitar 5 gal/ft²/min (70 L/m² / menit)
melalui beton.

Beton tembus (Pervious Concrete) dapat secara signifikan mengurangi


kebisingan, dengan memungkinkan udara untuk terebak di antara ban kendaraan
dan jalan. Produk ini tidak dapat digunakan pada jalan raya utama yang
membutuhkan beban yang lebih besar sejauh ini diuji baru mencapai 4500 psi.
Merujuk standar ASTM C94/C94M dan ACI 522.1-08, persyaratan material untuk
beton tembus (Pervious Concrete) adalah: Aggregates—ukuran maksimum
nominal agregat tidak boleh lebih dari 1/3 ketebalan perkerasan dan Admixtures,

210 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Fibers, Pigments —Bahan tambah kimia yang digunakan harus sesuai dengan
ketentuan untuk beton beton tembus (gambar 4.17).

Gambar 4.17: Pervious Concrete

Beton jenis ini dibuat tanpa pasir, jadi hanya air, semen, dan kerikil/batu
pecah saja.karena tanpa pasir maka rongga rongga kerikil tidak terisi. Sehingga
beton berongga dan berat jenisnya lebih rendah daripada beton biasa. Selain itu
Karena tanpa pasir maka tidak dibutuhkan pasta sement untuk menyelimuti butir
butir pasir sehingga kebutuhan semen relative lebih sedikit.
Beton non pasir merupakan bentuk sederhana dari jenis beton ringan, yang
dalam pembuatannya tidak menggunakan aggregat halus (pasir). Tidak adanya
agregat halus dalam campuran menghasilkan beton yang berpori sehingga beratnya
berkurang (Tjokrodimulyo, 2009). Beton non pasir juga dapat disebut
permeconcrete atau pervious concrete yaitu beton yang dibentuk dari campuran
semen, aggregate kasar, air dengan bahan tambah atau admixture. Pervious
concrete dibuat dengan menggunakan sedikit anggregat halus atau bahkan
menghilangkan penggunaan aggregat (Van Midde & Son Concrete, 2009).
Pada umumnya beton non pasir memiliki berat jenis yang rendah jika
ibandingkan dengan beton normal. Berat jenis beton non pasir dipengaruhi oleh
berat jenis dan gradasi aggregat penyusunnya. Berat jenis beton non pasir dengan
aggregat lempung bekah (pembakaran shale) berkisar 1,20 (Sumartono, 1993) .
Berat jenis beton non pasir dengan menggunakan aggregat batu apung berkisar 1,60
(Sulistyowati, 2000). Sedangkan kuat tekan beton non pasir dipengaruhi oleh:
Faktor air semen, Rasio volume aggregat dengan semen, dan jenis aggregatnya.
Faktor air semen pada beton non pasir berkisar 0,36 dan 0,46 sedangkan
nilai faktor air semen optimum sekitar 0,40. Perkiraan faktor air semen tidak dapat

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 211
terlalu besar karena jika faktor air semen terlalu besar maka pasta semen akan
terlalu encer sehingga pada waktu pemadatan pasta semen akan mengalir ke bawah
dan tidak menyelimuti permukaan aggregat. Sedangkan jika faktor air semen terlalu
rendah maka pasta semennya tidak cukup menyelimuti butir butir aggregat kasar
penyusun beton. Maka pada beton non pasir perlu ditambahkan admixture untuk
menambah workability. Nilai Slump umumnya sangat kecil bahkan mencapai 0,
sehingga untuk pada pelaksanaan dalam jumlah besar beton non pasir
menggunakan conveyor dan tidak disarankan menggunakan concrete
pump. Dengan nilai faktor air semen optimum akan dihasilkan pula kuat tekan
maksimum suatu beton non pasir (Tjokrodimulyo, 1992)
Rasio volume aggregat dengan semen merupakan proporsi penggunaan
aggregat berbanding semen. Jika nilai rasio aggregat –semen 10 artinya
perbandingan aggregat berbanding dengan semen adalah 10. Pada nilai faktor air
semen yang tetap, pengaruh besar rasio aggregat dengan semen akan berakibat
terhadap pasta yang terbentuk, jika semakin besar rasio aggregat –semen maka
semakin sedikit pasta semennya sehingga bahan pengikat antar aggregat akan
sedikit pula sehingga kuat tekan beton non pasir yang terbentuk akan semakin
rendah. Menurut ACI 522R- 06 Persentase rongga adalah 15% s/d 25%. Menurut
Tjokrodimulyo, 2009 Persentase rongga 20 % s/d 25 %. Variasi rasio volume
agregat berbanding semen yang sering digunakan beton non pasir :
 1 Ak : 2 PC Beton non pasir yang dihasilkan sedikit berongga
 1 Ak : 4 PC Beton non pasir yang dihasilkan sedikit berongga
 1 Ak : 6 PC Beton non pasir yang dihasilkan berongga
 1 Ak : 8 PC Beton non pasir yang dihasilkan berongga
 1 Ak : 10 PC Beton non pasir yang dihasilkan sangat berongga
 1 Ak : 12 PC Beton non pasir yang dihasilkan sangat berongga

Jenis aggregat yang digunakan mempengaruhi berat jenis dari beton non pasir
yang dibentuk. Berat beton non pasir umumnya berkisar 60% s/d 75% dari beton
biasa (Tjokrodimulyo, 2009). Berat beton non pasir berkisar 2/3 dari beton biasa
dengan agregat yang sama (The Aberdeen Group pada publikasi, 1961), yang

212 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


membuat bangunan dengan beton tanpa pasir (gambar 4.18). Ukuran aggregat
maksimum yang lazim dipakai pada beton non pasir adalah 10 mm samapi 20 mm.
Pemakaian aggregat dengan gradasi rapat dan bersudut tajam (batu pecah) akan
menghasilkan beton non pasir yang kuat tekan dan berat jenisnya sedikit lebih
tinggi daripada penggunaan aggregat dengan ukuran seragam dan bulat.
Penggunaaan beton non pasir di dunia internasional sudah cukup lama
dikenal. Salah satunya adalah gedung apartement 4 (empat) lantai yang didirikan di
London, Inggris pada tahun 1961 (gambar 4.19). Kontraktor lokal asal inggris
mengerjakan proyek tersebut dengan menggunakan imajinatif tekstur yang berbeda,
rendering atau menghaluskan semua cor menggunakan agregat kasar berwarna
lokal ada juga beberapa diimpor dalam bentuk keping batu alam, apabila hujan
panel akan bersih dengan bantuan percikan air hujan.

Gambar 4.18:Aplikasi Beton Nir-Pasir Pada Bangunan


Sumber : The Aberdeen Group, 1961

Gambar 4.19: Aplikasi Beton Non Pasir pada Bangunan Apartemen


Sumber : The Aberdeen Group, 1961

Penggunaan beton non pasir di Indonesia belum populer, tetapi pada


perkembangannya sudah pernah diaplikasikan untuk struktur ringan yaitu kolom

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 213
dan dinding bangunan sederhana, bata beton dari beton non pasir, dan buis beton
dari beton non pasir.
Aplikasi beton non pasir sebagai perkerasan jalan raya dikenal istilah
permeconcrete atau pervious concrete dengan pertimbangan ramah lingkungan
maka perkerasan jalan menggunakan beton non pasir supaya air hujan dapat
meresap ke dalam tanah. Dibawah ini adalah skema potongan melintang aplikasi
beton non pasir pada konstruksi perkerasan jalan raya. Design perkerasan jalan raya
menyediakan jaringan untuk pengangkutan sumber daya dan limbah, drainase, rute
untuk semua layanan, air, saluran air, listrik, gas dan telepon dibawah perkerasan
jalan. Sangat rumit sehingga dibutuhkan koordinasi dengan para ahli terkait.
Perkerasan permeable adalah permukaan perkerasan jalan raya permeabel atau
dapat ditembus air dengan reservoir bawah batu. Reservoir sementara menyimpan
limpasan permukaan sebelum menyusup ke dalam drainase bawah tanah atau sub-
permukaan dan diharapkan dapat berproses meningkatkan kualitas air tanah. Bahan
berpori yang digunakan adalah beton nonpasir.
Aplikasi beton non pasir pada dinding penahan tanah (retaining wall). Selain
pertimbangan ramah yang digunakan, pada konstruksi dinding penahan tanah,
pemilihan jenis beton non pasir untuk alasan stabilisasi tanah dibelakang struktur
dinding penahan tanah. Teksturnya yang berpori meloloskan air membuat dinding
penahan tanah sehingga takanan air dibelakang dinding penahan tanah dapat
diminimalisir sehingga konstruksi dinding penahan tanah lebih tabil terhadap gaya
geser maupun gaya guling yang dipengaruhi oleh tekanan air tanah.
Beton Non Pasir mempunyai kelebihan beberapa diantaranya adalah : (1) Low
Shrinkage , Penyusutan total beton non pasir saat mengeras/kering adalah sekitar
setengah dari beton padat yang dibuat dengan agregat yang sama. Tingkat
penyusutan juga jauh lebih cepat. Gerakan penyusutan total, telah ditemukan bahwa
50% sampai 80% terjadi dalam 10 hari pertama, dimana untuk beton padat hanya
20 sampai 30 persen akan terjadi pada periode yang sama. Ini berarti bahwa bahaya
retak jauh lebih kecil terjadi jika debandingkan dengan beton normal. (2) Light
Weight, karena penggunaan aggregate ringan maka dihasilkan beton dengan bobot
yang ringan, (3) Thermal insulation, Eliminated segregation, Reduce cement

214 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


demand, kebutuhan semen sedikit karena tidak menggunakan pasir, maka luas
permukaan aggregat berkurang, (4) Simple yaitu berarti cara pembuatannya
sederhana dan lebih cepat, (5) Sound insulation, (6) Environment Friendly, mudah
meloloskan air dapat digunakan sebagai bahan pembuat sumur resapan sehingga
meningkatkan resapan ke dalam tanah.
Kelemahaanyya (1) Porous, Beton non pasir tidak direkomendasikan dengan
baja tulangan apalagi jika berada pada lingkungan yang agresif, sifatnya yang
porous dapat mempercepat laju korosi pada struktur, dan (2) Kuat tekan rendah,
karena bobot ringan maka kuat tekan beton non pasir sangat rendah sehingga
aplikasi sangat terbatas.

4.3.7.4 Beton Hampa Udara (Vacuum Concrete)

Seperti yang telah diketahui bahwa kira-kira separuh air yag dicampurkan
saja yang bereaksi dengan semen, adapun separuh sisanya digunakan untuk
mengencerkan adukan. Beton jenis ini diaduk dan dituang serta dipadatkan
sebagaimana beton biasa,n amun setelah beton tercetak padat kemudian air sisa
reaksi disedot dengan cara khusus. Seperti cara vakum. Dengan demikian air yang
tertinggal hanya air yang digunakan untuk reaksi dengan semen, sehingga beton
yang diperoleh sangat kuat.

4.3.7.5 Shotcrete

Shotcrete beton (atau kadang-kadang mortar) adalah beton yang dikerjakan


dengan teknik konstruksi melalui selang dan pneumatik disemprotkan dengan
kecepatan tinggi ke permukaan,. Shotcrete adalah istilah beton semprot baik untuk
campuran basah dan kering. Dalam industri konstruksi, istilah "shotcrete" mengacu
pada campuran basah dan "gunite" mengacu pada campuran kering. Shotcrete
dilakukan pengecoran dan pemadatan pada saat yang sama karena kekuatan yang
diproyeksikan dari nozzle penyemprotan (gambar 4.20), dengan menggunakan
mesin penyemprot yang berkekuatan tekan tinggi (gambar 4.21), hal ini dapat

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 215
dilakukan untuk semua jenis atau bentuk permukaan, termasuk daerah vertikal
(gambar 4.22), atau overhead (gambar 4.23).

Gambar 4.21: Peralatan Shotcrete

Gambar 4.20: nozzle penyemprotan

Gambar 4.22: Shotcrete pada daerah vertikal Gambar 4.23: Shotcrete pada overhead

4.3.7.6 Beton massa

Beton yang dituang dalam volume besar yaitu perbandingan antara volume
dan permukaannya besar. Bila dimensinya lebih besar dari 60 meter persegi.
Pondasi besar, pilar, bendungan. Harus diperhatikan perbedaan temperature. Untuk
tujuan menghasilkan panas yang rendah, "low heat" semen Portland akan selalu
lebih disukai untuk struktur besar seperti bendungan. Hal ini karena, sisi ekonomi
dan naik suhu yang rendah akan dicapai dengan membatasi kadar semen beton
massa ke level nilai tertentu. Gradasi agregat memiliki pengaruh yang besar
terhadap kemampuan kerja beton. Agregat halus didefinisikan sebagai yang lewat

216 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


agregat No 4 (4,76 mm) saringan. Ini mungkin terdiri dari batuan alami, ataupun
yang diproduksi dengan menghancurkan partikel batu dengan ukuran yang lebih
besar, atau campuran keduanya.
Agregat halus harus terdiri dari keras, padat, tahan lama, dan dilapisi un-
fragmen batuan, dan harus tidak mengandung bahan berbahaya dari tanah liat,
lumpur, debu, mika, bahan organik atau kotoran lainnya sedemikian rupa yang akan
mempengaruhi sifat-sifat yang tidak diinginkan dari beton . Agregat kasar
didefinisikan sebagai kerikil, kerikil hancur, atau batu hancur, atau campuran ini,
biasanya berkisar dari 4.76 mm sampai 150 mm. Agregat kasar juga harus terdiri
dari keras, padat, tahan lama, dan tidak dilapisi fragmen batuan yang merusak. Batu
yang sangat rapuh atau yang cenderung menurunkan kekuatan selama pengolahan,
pengangkutan, atau dalam penyimpanan harus dihindari. Selanjutnya, batu yang
memiliki penyerapan lebih besar dari 3 persen atau berat jenis kurang dari 2,5
dianggap tidak cocok untuk beton massa.
Bentuk partikel agregat akan mempengaruhi workability dan kebutuhan air.
Partikel bulat memberikan workability terbaik. Lebih dari 25 persen dari (rasio
lebar-tebal lebih besar dari 3) batuan pipi dan memanjang (panjang-lebar rasio lebih
besar dari 3) partikel tidak diijinkan dalam setiap ukuran agregat. Air yang
digunakan untuk mempersiapkan campuran beton massa harus signifikan tidak
mempengaruhi reaksi hidrasi semen Portland atau mengganggu fenomena yang
dimaksudkan untuk terjadi selama pencampuran, menempatkan, dan perawatan
(curing) beton. Air yang cocok untuk konsumsi manusia atau dapat diminum dapat
digunakan dalam beton massal.
Pozzolans digunakan untuk meningkatkan kemampuan kerja dan kualitas
beton, untuk meningkatkan nilai ekonomi, dan melindungi terhadap ekspansi yang
mengganggu karena disebabkan oleh reaksi antara konstituen yang berbeda dari
beton massa. Pozzolan didefinisikan sebagai bahan mengandung silika atau silika
dan alumina didalamnya, memiliki sedikit atau tidak ada nilai semen dalam bentuk
halus yang terpisah dan memiliki kelembaban, bereaksi secara kimia dengan
kalsium hidroksida pada suhu biasa untuk membentuk senyawa yang memiliki sifat
penyemenan. Bahan pozzolan alam dalam bentuk obsidian, pumicite, abu vulkanik,

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 217
tufa, lempung, serpih, dan tanah diatom. Sebagian besar pozzolans ini memerlukan
penghalusan (grinding). Fly ash (debu bahan bakar dari sisa pembangkit listrik
pembakaran batu bara) juga salah satu pozzolan yang sangat baik karena memiliki
kandungan karbon yang rendah, kehalusan hampir sama dengan semen Portland,
dan berbentuk bola kaca yang sangat halus.
Admixtures umumnya digunakan untuk mengubah sifat beton (seperti
peningkatan kinerja beton atau mengurangi kadar air, pengaturan percepatan atau
retardasi waktu pengikatan, percepatan kekuatan, dan peningkatan daya tahan
terhadap cuaca dan serangan kimia lainnya) lebih cocok untuk tujuan tertentu
daapat digunakan. Misalnya, kalsium klorida dapat digunakan untuk mempercepat
pengembangan kekuatan dalam beton massal selama musim dingin. Air-entraining
admixtures (sabun murah, deterjen, dll) untuk meningkatkan kinerja pengerjaan
beton dan dengan demikian memungkinkan penggunaan beeton yang lebih keras
dan menghindari bentuk-bentuk yang merusak yang tidak diinginkan.
Masalah utama yang terkait dengan beton massa adalah probabilitas tegangan
tarik tinggi karena timbulnya panas oleh hidrasi semen berikutnya pendinginan
diferensial pada beton. Penurunan suhu beton menyebabkan perubahan volumetrik
mengakibatkan pengembangan tegangan tarik dan konsekuennya retak pada massa
beton. Retak seperti di bendungan beton tidak diinginkan karena merugikan dan
mempengaruhi daya tekan air, tekanan internal, daya tahan, dan permukaan beton.
Penurunan suhu, dikendalikan dengan mengendalikan melalui pembatasan potensi
kenaikan suhu beton, mengendalikan ketebalan penuangan dan penjadwalan, dapat
dieleminisasi melalui penanaman kumparan pendingin. Keseragaman dicapai bila
penggunaan menggunakan bahan tertentu untuk pra-pendinginan beton massa
(gambar 4.24).

218 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Gambar 4.24: Beton Massa (Mass Concrete)
Sumber: http://www.aboutcivil.org/mass-concrete-dams.html

4.3.7.7 Roller-Compacted Concrete (RCC)

Beton Roller-padat, atau RCC, mengambil nama dari metode konstruksi yang
digunakan untuk membangunnya. Hal ini ditempatkan dengan peralatan paving
aspal konvensional atau high-density, kemudian dipadatkan dengan roller. RCC
memiliki bahan dasar yang sama seperti beton konvensional: semen, air, dan
agregat, seperti batu kerikil atau dihancurkan. Tapi tidak seperti beton
konvensional, RCC cukup kering untuk dipadatkan dengan vibratory. Biasanya,
RCC dibangun tanpa sendi/joint. Perlu tidaknya finishing juga tidak memerlukan
dowels atau baja tulangan. Karakteristik ini membuat RCC sederhana, cepat, dan
ekonomis (PCA, 2013).

Kualitas ini telah beton RCC dapat langsung diaplikasikan khusus untuk
perkerasan (gambar 4.25) alasannya sederhana, RCC memiliki kekuatan dan kinerja
beton konvensional dengan nilai ekonomi dan sederhana dibandingkan dengan
aspal, ditambah dengan waktu layanan yang panjang dan perawatan yang minimal,
biaya awal yang rendah RCC ini menambahkan nilai ekonomi.

RCC dimulai pada tahun tujuh puluhan, ketika industri penebangan Kanada
mempunyai wawasan lingkungan, metode pemilahan penebagan kayu (log)

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 219
berbasis lahan. Industri ini membutuhkan trotoar yang kuat untuk pembebanan yang
besar dan peralatan khusus.

Gambar 4.26: Container yard (lapangan Penumpukan


Container)

Gambar 4.25: Roller-Compacted


Concrete

RCC digunakan ketika kebutuhan primer atas kekuatan, daya tahan, dan
ekonomi penting seperti untuk Port, intermodal, dan fasilitas militer, parkir,
lapangan penumpukan kontainer/ penyimpanan (gambar 4.26) dan area lainnya
yang membutuhkan pembebanan besar; jalan-jalan, persimpangan, dan jalan-
kecepatan rendah dan beban yang besar.

Pemadatan adalah tahap yang paling penting dari konstruksi meliputi


kepadatan yang dihasilkan, kekuatan, kehalusan, dan tekstur permukaan.
Pemadatan dimulai segera setelah beton di cor dan berlanjut sampai memenuhi
persyaratan kepadatan sesuai spesifikasi.

Perawatan dilakukan untuk menjamin RCC kuat dan tahan lama. Seperti
halnya jenis beton, perawatan untuk membuat kelembaban terjaga agar hidrasi-
reaksi kimia untuk pengerasan beton mencapai kekuatan yang dinginkan. Beberapa
feature dan manfaat dari penggunaan RCC sebagai berikut (table 4.14):

220 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Tabel 4.14: Features dan Manfaat Roller-Compacted Concrete (RCC)
Features Benefits
Kekuatan lentur tinggi (500 sampai Mendukung berat, beban berulang tanpa kegagalan dan
1000 psi) (3,5 MPa menjadi 7,0 mencakup area tanah dasar yang lunak lokal, dengan
MPa) mengurangi biaya pemeliharaan dan waktu layanan lebih
lama.
Kuat tekan yang tinggi (4.000 Tahan beban tinggi yang terpusat dan dampak dari
sampai 10.000 psi) (28 MPa industri berat, militer, dan aplikasi pertambangan.
sampai 69 MPa)
Kekuatan geser tinggi Menghilangkan perbaikan rutting selanjutnya.
Kepadatan tinggi, penyerapan yang Memberikan daya tahan yang sangat baik, bahkan di
rendah bawah kondisi freeze-thaw, menghilangkan rembesan
yang melalui trotoar.
Kadar air rendah, perbandingan air Meningkatkan kekuatan, mengurangi permeabilitas, dan
/ semen rendah meningkatkan daya tahan dan ketahanan terhadap
serangan kimia.
Agregat interlock Memberikan daya tahan geser yang tinggi pada sendi dan
retak yang terkendali untuk mencegah perpindahan
vertikal atau faulting.
Tanpa baja tulangan atau dowels Kecepatan dan menyederhanakan konstruksi,
mengurangi biaya.
Tanpa cetakan atau memerlukan Kecepatan konstruksi, mengurangi biaya, tenaga kerja
penyelesaian meminimalkan.
Tanpa cetakan atau sambungan Kecepatan konstruksi, mengurangi biaya. (Untuk
meningkatkan penampilan, sendi bisa digergaji menjadi
perkerasan RCC.)
Keras, tahan lama, permukaan Melawan abrasi, menghilangkan kebutuhan untuk kursus
berwarna terang permukaan dan mengurangi biaya. Warna cahaya
mengurangi kebutuhan pencahayaan untuk parkir dan
penyimpanan daerah
Sumber: http://www.cement.org/pavements/pv_rcc_chart.asp

4.3.7.8 Beton serat atau Ferrocement

Suatu bahan gabungan yang diperoleh dengan cara memberikan mortar


semen suatu tulangan yang berupa suatu anyaman kawat baja. Istilah ferrocement
yang paling umum digunakan adalah untuk campuran semen Portland dan pasir
yang diaplikasikan di atas lapisan tenunan atau anyaman baja (steel mesh) dengan
kerapatan anyaman yang tinggi. Hal ini dimaksdukan untuk mendapatkan lapisan
yang relatif tipis, atau lembaran yang melengkung untuk membuat lambung kapal,
atap shell, tangki air, bangku, dll (gambar 4.27) dan digunakan dalam berbagai
aplikasi lain, termasuk patung dan komponen bangunan prefabrikasi. Bentuk yang
diinginkan dapat dibangun dari konstruksi berlapis-lapis mesh, diperkuat dengan

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 221
angkur, atau grid, tulangan dan diikat dengan kawat. Untuk kinerja optimal, baja
harus tahan karat (galvanis) atau stainless steel.

Gambar 4.27: Bangku dari Ferrocement

Secara ekonomi struktur beton ferro memberikan kekuatan dan lebih tahan
lama dibandingkan beton konvensional. Tergantung pada kualitas konstruksi dan
iklim dari lokasi. Di India, ferro beton sering digunakan karena konstruksi lebih
tahan terhadap gempa. Tahan gempa tergantung pada teknik konstruksi yang baik
dan penguatan tambahan beton.

Pada dasarnya ada tiga jenis metode ferrocement, yaitu

a) Sistem Armature: Dalam metode ini kerangka baja dilas dengan bentuk
yang diinginkan pada salah satu sisi yang terikat di beberapa lapis anyaman
kawat, sehingga mortar dapat diisi dengan mudah.
b) Sistem cetakan tertutup: Beberapa lapis anyaman kawat terikat bersama di
permukaan cetakan yang menjaganya dalam posisi sementara martar yang
mengisi cetakan dapat dibersihkan setelah perawatan atau mungkin tetap
dalam posisi sebagai bagian permanen dari struktur sampai selesai..
c) Integrated sistem cetakan: Menggunakan penguatan minimum pada setiap
cetakan. Seperti namanya, cetakan tetap permanen sebagai bagian integral
dari struktur sampai selesai.

222 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Keuntungan dari konstruksi beton ferro yang dibangun adalah bobotnya yang
rendah, biaya pemeliharaan dan umur ekonomisnya dibandingkan dengan
konstruksi baja murni. Kerugian dari konstruksi beton ferro adalah mahal untuk
aplikasi industri selain itu, ancaman terhadap degradasi (karat) dari komponen baja
jika rongga udara yang tertinggal lebih banyak, karena terlalu kering campuran
beton yang diterapkan, atau tidak adanya pemadatan.

Beton serat merupakan beton komposit yang terdiri dari beton biasa dan
bahan lain yang berupa serat. Serat berupa batang-batang 5 sampai 500 mm, dengan
panjang 25-100 mm.serat asbatos, tumbuh-tumbuhanan , serat plastic, kawat baja.
Tujuan penambahan serat tersebut adalah untuk meningkatkan kekuatan tarik
beton, sehingga beton tahan terhadap gaya tarik akibat, cuaca, iklim dan temperatur
yang biasanya terjadi pada beton dengan permukaannya yang luas. Jenis serat yang
dapat digunakan dalam beton serat dapat berupa serat alam atau serat buatan. Serat
Alam, umumnya terbuat dari tumbuh-tumbuhan, misalnya: ijuk; serabut kelapa dan
lainnya.

Serat Buatan, umumnya terbuat dari senyawa-senyawa polimer yang


mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap pengaruh cuaca misalnya;
polypropilene, polyetilene, dan lainnya. Untuk mendapatkan hasil terbaik
dianjurkan menggunakan rasio 50 – 100 dimana jika diambil diameter serat 1 mm,
panjangnya berkisar 50 – 100 mm.

Sifat fisis beton serat akan membuat beton menjadi lebih kaku sehingga
memperkecil nilai slump serta membuat waktu ikat awal (initial setting) lebih cepat.
Sifat mekanis beton serat akan meningkatkan kuat tarik dan kuat lentur, tetapi
menurunkan kekuatan tekan jika penambahan serat sampai batas optimum. Jenis
serat tertentu meningkatkan kinerja beton seperti serat baja dan serat tembaga.
Beton serat digunakan pada konstruksi yang harus mempunyai permukaan luas
dimana temperatur, oksidasi dan penguapan mempunyai pengaruh besar terhadap
besarnya susut muai, seperti landasan pacu di bandar udara, plat atap, jalan, dan
lain-lain.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 223
4.5 Bahan Penyusun Beton

Seperti yang diuraikan sebelumnya bahwa beton merupakan campuran bahan


semen, air dan agregat dengan atau tidak menggunakan bahan tambah yang
membentuk massa padat.

4.5.1 Semen

Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah


berhubungan dengan air. Agregat tidak memainkan peranan yang pentingdalam
reaksi kimia tersebut, tetapi berfungsi sebagai bahan pengisi mineral yang dapat
mencegah perubahan-perubahan volume beton setalah selesai pengadukan, dan
juga dapat memperbaiki keawetan dari beton yang dikerjakan. Beton pada
umumnya mengandung rongga udara sekitar 1%-2%, pasta semen (semen dan air)
sekitar 25%-40%, dan agregat (agregat halus dan agregat kasar) sekitar 60%-75%.
Jenis Semen 1) semen non-hidrolik dan 2) semen hidrolik.

4.5.1.1 Semen non-hidrolik

Tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi memerlukan
udara untuk dapat mengeras, contoh utama dari semen non-hidralik adalah kapur.
Kapur dihasilkan berdasarkan proses kimia dan mekanis di alam. Kapur telah
digunakan berabad-abad lamanya sebagai bahan adukan dan plesteran untuk
bangunan, yang dapat dilihat dari pembangunan pyramida-pyramida di Mesir, yang
di bangun lebih dari 4500 tahun sebelum masehi. Kapur digunakan sebagai bahan
pengikat selama masa jaman Romawi dan Yunani. Orang-orang Romawi
menggunakan beton untuk membangun Colleseum dan Pantheon, dengan cara
mencampur kapur dengan abu gunung yang di dapat dekat Pozzuoli, Italia, yang
mereka namakan Pozollan.

Kapur tersebut dihasilkan dengan membakar batu kapur atau kalsium


karbonat bersama beserta bahan-bahan kotorannya, yaitu magnesium, silikat, besi,
alkali, alumina dan belerang. Proses pembakaran dilaksanakan dalam tungku tanur
tinggi yang berbentuk vertikal atau tungku putar pada suhu 8000-12000C. Kalsium

224 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


karbonat terurai menjadi kalsiumoxida dan karbonokxida dengan reaksi kimia
CaCO3  CaO + CO2 . Kalsiumoxida yang terjadi disebut kapur tohor, dan jika
berhubungan dengan air menjadi kalsium hydroxida di sertai kehilangan panas,
reaksi kimianya adalah, CaO+H2O Ca(OH2) + Panas. Proses ini dinamakan
proses mematikan kapur (slaking) dan hasilnya yaitu kalsiumhydroxida sering
dinamakan kapur mati. Kecepatan berlangsungnya reaksi terutama tergantung dari
kemurnian kapur, makin tinggi kemurnian kapur yang bersangkutan makin besar
daya reaksinya terhadap air.

Kapur mati dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu ; 1) dapat


meatikan dengan cepat, 2) dapat dimatikan dengan agak lambat, dan 3) dapat
dimatikan dengan lambat.

4.5.1.2 Semen hidrolik

Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di


dalam air, semen hidrolik antara lain: a) Kapur hydrolik, b) semen pozollan, c)
semen terak, d) semen alam, e) semen portland, f) semen portland-pozolan, g)
semen portland terak tanur tinggi, h) semen alumina, i) semen expansif, dan jenis
lainnya, seperti, semen porland putih, semen warna, dan semen-semen untuk
keperluan khusus.

(1) Kapur hidrolik

Kapur hidrolik memperlihatkan sifat hidoliknya, namun tidak cocok untuk


bangunan-bangunan di dalam air, karena untuk mencapai pengerasan
membutuhkan udara yang cukup. Sifat umum dari kapur adalah sebagi berikut:
Kekuatannya rendah, Berat jenis rata-rata 1000 kg/m3, Bersifat hidrolik, Tidak
menunjukan pelapukan, Dapat terbawa arus.

Penggunaan kapur hidrolik biasanya digabungkan dengan semen Portland


untuk menghemat biaya. Substitusi ini antra 5% sampai dengan 20% yang masih
dianggap baik menghasilkan beton normal (Hawkins, Tennis, & Detwiler, 2003).
Penggunaan kapur kurang dari 10% masih memberikan efek penambahan untuk

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 225
kuat tekan beton (Sprung & Siebel, January 1991) serta kemudahan pekerjaan
masih didapatkan dengan penambahan 5% kapur hidrolik dengan reduksi fas dari
0,49 menjadi 0,48 (Tezuka, Gomes, Martins, & Djanikian, 1992). Efek
menguntungkan dari penggunaan batu kapur di reologi beton (Schmidt M. ,
February 1992) dalam hal perbaikan distribusi ukuran partikel: Partikel halus
menggantikan beberapa air dari rongga antara partikel kasar, membuatnya tersedia
sebagai tambahan atau sebagai "pelumas internal." Dengan demikian beton kurang
kaku dan retensi air menjadi meningkat. Efeknya lebih diperkuat jika reaksi hidrasi
dengan penggunaan sedikit air dikombinasikan bahan kimia karena inertness dari
fraksi batu kapur. Efek yang terakhir akan tergantung pada kehalusan dan proporsi
batu kapur dalam beton. Kadar air dapat dikurangi sehingga kekuatan meningkat.
(Schmidt, Harr, & Boeing, Winter 1993) untuk beton dengan konsistensi yang sama
dari semen portland batu kapur (13% sampai 17% batu kapur) air berukurang
sekitar 10 liter setiap meter-kubik, sehingga air- semen berkurang 0,60 menjadi
0,57 dan kekuatan meningkat sebanyak 8 MPa. Kebutuhan air di beton yang terbuat
dari semen portland dengan dan tanpa 5% kapur tidak terpengaruh oleh adanya batu
kapur tetapi akan menggurangi volume beton dan mengurangi terjadinya bleeding
(Moir, 1994).

(2) Semen Pozolan

Semen pozollan adalah bahan ikat yang mengandung silka amorf, apabila
dicampur dengan kapur akan membentuk benda padat yang keras dan bahan yang
mengandung pozollan adalah tras, semen merah, abu terbang, dan bubukan terak
tanur tinggi, (SK.SNI T-15-1990-03:2). Pozollan adalah suatu bahan yang
mengandung Silisium atau Aluminium yang tidak mempunyai sipat penyemenan,
dalam butiran yang halus, dapat bereaksi dengan kalsium-hydroxida pada suhu
ruangan dan membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai sifat-seifat semen.

(3) Semen Masonry

Semen aduk pasangan (Masonry Cement) adalah bahan pengikat hidrolik


yang digunakan pada pembuatan adukan pasangan untuk konstruksi non structural.
Semen aduk pasangan terdiri dari satu macam atau lebih perekat hidrolik ditambah

226 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


1 (satu) atau lebih bahan anorganik yang bersifat inert. Semen aduk pasangan
diklasifikasikan dalam tiga jenis sebagai berikut:

 Jenis N: Digunakan untuk pembuatan adukan pasangan, sehingga adukan


pasangan yang dihasilkan memenuhi syarat mutu adukan pasangan jenis
N, atau bila ditambahkan semen Portland atau semen hidrolik, campuran
dapat menghasilkan adukan pasangan yang memenuhi syarat mutu jenis S
dan atau M.

 Jenis S: Digunakan untuk pembuatan adukan pasangan, sehingga adukan


pasangan yang dihasilkan memenuhi syarat mutu jenis S atau bila
ditambahkan semen Portland atau semen hidrolik, campuran dapat
menghasilkan adukan pasangan yang memenuhi syarat mutu jenis M.

 Jenis M; Digunakan untuk pembuatan adukan pasangan, sehingga adukan


pasangan yang dihasilkan memenuhi syarat mutu jenis M.

Penggunaan semen aduk pasangan sesuai dengan lokasi dan jenis bangunan
yang direkomendasikan SNI 15-3759-1995, Semen aduk pasangan (Masonry
Cement) seperti di (table 4.15):

Tabel 4.15:Petunjuk Pemilihan Semen Aduk Pasangan


Lokasi Jenis Bangunan Tipe semen aduk pasangan
Bangunan (Masonry Cement)
disarankan pilihan
Bangunan tak terlindungi cuaca
Bangunan Atas Dinding penahan beban N S atau M
Dinding tidak menahan - S
beban
Dinding/pagar jembatan N M atau N
Bangunan Dinding Pondasi, dinding S M atau N
Bawah penguat (retaining wall),
lubang git, (man
holes),pembuang, trotoar,
emper (teras)
Bangunan Dinding penahan beban N S atau M
terlindung Partisi tidak menahan - N
beban

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 227
(4) Teras alam

Dibagi menjadi:

 Batu apung, obsidiuan, scoria, tuf, santorin, dan teras yang dihasilkan
dari batuan vulkanik,

 Teras yang mengandung silika halus, amorph yang tersebar dalam jumlah
banyak dan dapat bereaksi dengan kapur jika dibubuhi air, kemudian
membentuk silikat yang mempunyai sifat hidrolik.

 Teras buatan, meliputi abu batu, abu terbang (fly-ash) dari hasil residu
PLTU, dan hasil tambahan daripengolahan biji bauxit. Cara pembuatan
teras buatan ini dengan pembakaran batuan vulkanik a dan kemudian
menggilingnya. Semen teras meliputi semua bahan semen yang dibuat
dengan menggunakan teras dan kapur tohor yang tidak membutuhkan
pembakaran. Penggunaan teras buatan ini digunakan pada bangunan
yang tidak memerlukan persyaratan kusus darikonstruksi tetapi
menggunakan banyak bahan semen. Teras buatan ini digunakan sebagai
bahan tambah.

(5) Semen Terak

Semen terak adalah semen hydrolik yang sebagian besar terdiri dari suatu
campuran seragam serta kuat dari terak tanur kapur tinggi dan kapur tohor, 60%
dari berat semen terak terdiri dari terak tanur tinggi, campuran ini biasanya tidak di
bakar. Jenis semen terak, ada dua jenis, yaitu: 1) dapat digunakan sebagai
kombinasi dari dengan portland cement untuk pembuatan beton dan dalam
kombinasi dengan kapur untuk pembuatan adukan tembok. 2) Bahan yang
mengandung bahan pembantu berupa udara, penggunaannya sama seperti jenis
satu. Terak tanur tinggi adalah suatu bahan non-metalik, yang sebagian besar terdiri
dari silikat dan alumina-silikat dan kalsium dan senyawa basa lainnya, yang
terbentuk dalam keadaan cair bersama –sama dengan besi di dalam tanur tinggi.

228 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


(6) Semen Alam

Semen alam di hasilkan melalui pembakaran batu kapur yang mengandung


lempung, terdapat secara alamiah, pada suhu lebih rendah dari suatu pengerasan
dan kemudian menggilingnya menjadi serbuk halus.

(7) Semen Portland

Semen portland adalah suatu bahan konstruksi yang paling banyak di gunakan
dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150,1985, Semen portland di
definisikan sebagai semen hidrolik yang di hasilkan dengan menggiling klinker
yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau
lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama
dengan bahan utamanya.

Semen portland merupakan semen yang umumnya digunakan untuk


pekerjaan betin. Sejarah Semen Portland dimulai dari saat kerajaan Romawi.
Dengan mundurnya Kerajaan Romawi, beton tidak di pakai lagi. Baru sekitar
J.Smeaton,1790, di Inggris menemukan bahwa jika kapur yang mengandung
lempung di bakar, bahan tersebut akan mengeras di dalam air. Jenis Semen ini
menyerupai dengan apa yang di buat pada jaman Romawi. Penyelidikan lebih lanjut
di lakukan oleh J.Parker pada masa yang sama yang lebih mengarah ke komersil,
penggunaannya sekitar awal abad ke –19 di Inggris dan kemudian di Prancis. Karya
konstruksi sipil pertama yakni jembatan pertama yang dibuat dengan beton tak
bertulang di lakukan tahun 1816 di Souillac, Prancis. Nama semen portland di
usulkan oleh Joseph Aspdin, 1824, karena bahan ini yaitu bahan campuran air,
pasir, dan batu-batuan yang bersifat pozolan dan berbentuk bubuk dioleh pertama
kali di Pulau Portland dekat pantai Dorset, Inggris. Pertama kali semen portland di
produksi di pabrik di Amerika Serikat oleh David Saylor di kota Coplay
Pennysilvania, 1875. Sejak saat itu semen portland berkembang di buat sesuai
dengan kebutuhan.

Semen portland di buat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi
utamanya adalah kalsium dan aluminium silikat. Penambahan air pada mineral ini

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 229
menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti
batu. Berat jenis yang dihasilkan sekitar antara 3.12 dan 3.16 dan berat volume
sekitar 1500 kg/cm3. (Nawy,1985:9). Bahan utama pembentuk semen portland
yaitu kapur (CaO), Silika (SiO3), Alumina (Al2O3) dan di tambah sedikit prosentase
dari magnesia (MgO), dan terkadang sedikit alkali, serta untuk mengontrol
komposisinya terkadang ditambahkan oxida besi. Untuk mengatur waktu ikat
semen di tambahkan gipsum (CaSO4.2H2O).

Pada proses pembuatan semen portland dapat di bedakan menjadi dua, yaitu:
a) proses basah, dan b) proses kering. Secara umum pembuatan semen di
laksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu: Penambangan di Quarry, Pemecahan
di Crushing Plant, Penggilingan (Blending), Pencampuran bahan-bahan (Blended),
Pembakaran (Ciln), Penggilingan kembali hasil pembakaran, Penambahan bahan
tambah (gipsum), Pengikatan (Packing Plant).

Perbedaan semen yang satu dengan yang lainnya dibedakan dari susunan
kimianya maupun kehalusan butirnya. Perbandingan utama bahan-bahan penyusun
semen portland adalah Kapur (CaO) sekitar 60%-65%, Silika (SiO2) sekitar 20%-
25%, dan oxida besi serta alumina (Fe2O3 dan Al2O3) sekitar 7%-12%.

Sifat fisik dari semen yaitu, kehalusan butir, waktu pengikatan, kekalan,
kekuatan tekan, pengikatan semu, panas hidrasi, dan hilang pijar. Secara garis besar
Sifat dan Karakteristik Kimia ada 4 (empat) utama senyawa kimia yang penting
sebagai penyusun semen portland, yaitu sbb: (1) Trikalsium Silikat (3CaO. SiO2)
yang di singkat menjadi C3S., (2) Dikalsium Silikat (2CaO. SiO2) yang di singkat
menjadi C2S. (3) Trikalsium Aluminat (3CaO. Al2O3) yang di singkat menjadi C3A.
(4) Tertrakalsium aluminoferrit (4CaO. Al2O3.Fe2O3 ) yang disingkat penjadi
C4AF. Sifat kimia semen dapat di jabarkan sebagai berikut, kesegaran semen dan
sisa yang tak larut, dan yang paling utama adalah komposisi syarat yang diberikan.
Semen portland di Indonesia harus memenuhi SNI, Semen Portland”, syarat mutu
yang ditetapkan oleh SNI 15-2049-2004 mengadopsi dari syarat mutu dalam
ASTM.

230 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


(8) Semen Portland Pozollan

Semen portland pozolan adalah campuran dari semen portland dengan bahan-
bahan yang bersifat pozolan seperti, terak tanur tinggi, hasil residu PLTU. Jenis
semen ini biasanya di gunakan untuk beton yang di ekspose terhadap sulfat.
Menurut (SK.SNI T-15-1990-03:2), semen portland-pozollan dihasilkan dengan
mencampurkan bahan semen portland dengan pozzolan antara 15-40% berat total
campuran dan kandungan SiO2 + Al2 O3 + Fe2 O3 , dalam pozollan minimum 70%.
(SK.SNI T-1991-03:2).

(9) Semen Putih

Semen putih adalah semen portland yang kadar oxida besinya rendah, kurang
dari 0.5%. Bahan baku yang di gunakan harus kapur murni, lempung putih yang
tidak mengandung oxida besi dan pasir silika. Semen puti dipergunakan untuk
pembuatam siar ubin/keramik dan biasanya bukan untuk bangunan struktur tetapi
lebih banyak ke nilai seninya. Semen putih telah di produksi secara masal/pabrik.

(10) Semen Alumina

Semen alumina di hasilkan dari hasil pembakaran pada 1600oC batu kapur
dan bauxit yang telah di giling halus. Hasil pembakaran tersebut berbentuk Clinker
dan selanjutnya di haluskan menyerupai bubuk, jadilah semen Alumina yang
berwarna abu-abu. Jenis semen ini mempunyai kekuatan awal tekan yang tinggi,
tahan terhadap serangan asam dan garam-garam sulfat, tahan api, akan tetapi jika
di pergunakn pada suhu lebih dari 29oC, kekuatannya berangsur-angsur akan
berkurang. Oleh karena itu jenis semen ini hanya dapat di pergunakan untuk negara
yang mempunyai musim dingin.

Agar semen yang di simpan tetap dapat memenuhi syarat, maka perlu di
perhatikan beberapa hal tentang cara penyimpanan semen. Semen harus di simpan
terbebas dari bahan kotoran dari luar, Semen dalam bentuk kantong harus di simpan
dalam gudang tertutup, terhindar dari basah dan atau kemungkinan terjadi lembab,
di jamin tidak terjadi rusak dan atau tercampur dengan bahan lain.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 231
Penyimpanan semen dari beberapa jenis harus di kelompokn sedemikian rupa
untuk mencegah kemungkinan tertukarnya jenis semen yang satu dengan yang
lainnya. Urutan penyimpanan harus di atur agar semen yang lebih dahulu masuk
gudang di pakai terlebih dahulu. Semen curah harus di simpan di dalam silo yang
terbuat dari baja atau beton dan harus terhindar dari kemungkinan tercampur
dengan bahan lainnya. Timbunan semen zak maksimum setinggi 2 meter atau
sekitar 10 zaks, untuk menghindari pecahnya kantong semen. Jarak bebas antara
bidang dinding dengan semen sekitar 50 cm dan antara lantai dengan semen sekitar
30 cm.

4.5.2 Air

Air yang dapat di minum umumnya dapat di pergunakan sebagai campuran


beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar
garam, minyak, gula, atau bahan kimia lainnya, bila di pakai dalam campuran beton
akan menyebabkan penurunan kwalitas beton yang di hasilkan dan juga akan
mengubah sifat-sifat beton yang di buat. Karena karakter pasta semen merupakan
hasil reaksi kimia antara semen dengan air, maka bukan perbandingan jumlah air
terhadap total berat campuran yang di tinjau, tetapi hanya perbandingan antara air
dengan semen saja atau biasa di sebut faktor air semen (water cement ratio). Air
yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses
hidrasi selesai, sedangkan air yang sedikit akan menyebabkan proses hidrasi
seluruhnya tidak akan tercapai, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kekuatan
mutu beton yang tidak akan tercapai. Untuk itu air yang di pakai jika tidak
memenuhi syarat mutu, umumnya kekuatan pada umur 7 hari atau 28 hari, jika di
bandingkan dengan kekuatan mutu beton yang menggunakan air standar/suling
tidak kurang dari 90%. (SNI 2847:2013, 2013).

Sumber air yang dapat di gunakan dapat berasal dari air tawar (sungai, danau,
telaga, kolam, situ, dan lainnya), air laut ataupun air limbah asalkan memenuhi
syarat mutu yang telah di tetapkan. Air tawar yang dapat di minum umumnya dapat
di gunakan sebagai campuran beton, namun jika tidak harus memenuhi syarat mutu
kualitas air. Air laut umunya mengandung 3.5% larutan garam, sekitar 78% adalah

232 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


sodium klorida dan 15% merupakan magnesium klorida. Adanya garam-garaman
dalam air laut ini akan mengurangi kwalitas dari beton sampai dengan 20%. Air
laut tidak boleh di gunakan sebagai bahan campuran beton pra-tegang ataupun
beton bertulang, karena resiko terhadap karat lebih besar. Air buangan industri yang
mengandung asam alkali tidak boleh di gunakan. Sumber-sumber air yang ada
antara lain: Air yang Terdapat di Udara; Air Hujan; Air Tanah; Air Permukaan; dan
Air Laut.

Syarat Umum Air yang di gunakan untuk campuran beton harus bersih, tidak
boleh mengandung minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat
merusak beton atau tulangan. Sebaiknya di pakai air tawar yang dapat di minum.
Air yang digunakan dalam pembuatan beton pratekan dan beton yang di dalamnya
akan tertanam logam almunium, termasuk air bebas yang terkandung dalam
agregat, tidak boleh mengandung sejumlah ion klorida dalam jumlah yang
membahayakan (ACI 318-89:2-2). Untuk perlindungan terhadap korosi, jumlah
konsentrasi ion klorida maksimum yang terdapat dalam beton yang telah mengeras
pada umur 28 hari yang di dapat dari bahan campura termasuk air, agregat, bahan
bersemen dan bahan campuran tambahan tidak boleh melampaui nilai batas di
berikan.

Kandungan garam-garam sulfat yang diijinkan dalam beton adalah


maksimum 1000 mg SO3 per liter. Tetapi kadar sulfat yang dapat di ijinkan dalam
air pencampur tergantung dari kadar sulfat pada agregat dan semen karena faktor
yang menentukan adalah besarnya jumlah sulfat yang terkandung dalam beton.
Kadar sulfat dalam beton tidak boleh lebih besar dari 4% SO3 terhadap berat semen,
seperti yang di tentukan dalam British Standard BS.5328-76.

Alkali Karbonat dan Bikarbonat, jika mengandung senyawa ini akan


mempengaruhi waktu pengikatan semen (setting time) dan kekuatan beton, dan
kemungkinan terjadinya resiko reaksi alkali agregat dalam beton besar. Disyaratkan
jumlah gabungan kandungan garam-garam ini tidak lebih dari 100 mg per liter.
Beton yang kondisi lingkungannya mengandung sulfat harus memenuhi
persyaratan khusus sesuai standar, atau dibuat dengan menggunakan semen yang

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 233
tahan terhadap serangan sulfat yaitu semen type V dan mennggunakan faktor air
semen maksimum atau kuat tekan minimum yang disyaratkan.

Pemilihan air yang di pakai sebagai campuran beton di dasarkan kepada


campuran beton, dimana air tersebut harus berasal dari sumber yang sama. Air
tersebut telah di uji dan menunjukan bahwa mutu beton yang di hasilkan dapat
memenuhi syarat. Jika air yang ada dari suatu sumber tidak memenuhi syarat maka
di lakukan uji tekan mortar dengan mempergunakan air tersebut dan
membandingkannya dengan campuran mortar yang menggunakan air suling. Hasil
pengujian usia 7 hari dan 28 hari dari kubus adukan yang di buat dengan air
campuran yang tidak dapat di minum paling tidak harus mencapai 90% dari
kekuatan spesimen serupa yang di buat dengan air yang dapat di minum.
Perbandingan uji kuat tekan harus di lakukan untuk adukan serupa, kecuali
penggunaan air pencampurnya, yang di buat dan di uji berdasarkan “Test Methods
for Compressive Strength of Hydraulic Cement Mortars (using 50 mm cube
specimens)”. ASTM C.109.

4.5.2.1 Syarat Mutu Air Menurut Bristis Standard (BS.3148)

Jika ketentuan-ketentuan di bawah ini tidak dapat terpenuhi sebaiknya air


tidak di pergunakan dalam membuat campuran beton. Syarat-syarat tersebut
antara lain:

 Garam-garam Anorganik; Gabungan ion-ion tidak boleh melebihi atau


lebih besar dari 2000 mg/lt
 NaCl dan Sulfat; sebesar 20000 ppm pada umumnya dapat di ijinkan.
 Air Asam; tidak dapat digunakan, semakin tinggi nilai asam (pH 3.00) akan
menyulitkan kita dalam pengolahan pekerjaan beton.
 Air Basa; Air dengan konsentrasi Natrium hydroxida < 0.5% dari berat
semen, akan mempengaruhi kekuatan beton.
 Air Gula; > 0.2% dari berat semen, maka waktu pengikatan lebih cepat.
 Minyak; konsentrasi > 2% dari berat semen dapat mengurangi kekuatan
beton sampai dari 20%.
 Rumput Laut; beton menjadi keropos

234 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


 Zat-zat Organik, Lanau dan Bahan-bahan Terapung; mempengaruhi
waktu pengikatan semen dan kekuatan beton.
 Pencemaran Limbah Industri atau Air Limbah; mengandung kira-kira
400 ppm organik. Menyebabkan turunnya kekuatan tekan.

4.5.2.2 Penilaian Waktu Pengikatan

Penilaian Waktu Pengikatan (Setting Time) dan Uji Kuat Tekan data uji harus
menunjukan: (1) Perbedaan waktu pengikatan awal semen memakai air yang di
ragukan di bandingkan dengan beton yang memakai air suling tidak lebih besar dari
30 menit. (2) Kuat tekan rata-rata dari kubus beton yang memakai air yang di
ragukan tidak boleh kurang dari 90% kuat tekan beton yang memakai air suling.

4.5.2.3 Analisis Kandungan Kimia

Analisis kimia dalam air dimaksudkan untuk mengetahui kandungan atau


kadar kimia dalam air. Hal ini untuk melihat apakah air yang digunakan dalam
campuran beton nantinya memenuhi kriteria standar yang diberikan. Analisis ini
meliputi pemeriksaan terhadap sulfat, magnesium, amonium, klorida, pH,
karbondioksida, minyak dan lemak, zat-zat yang menyusut.

 Sulfat (SO4); Sulfat diperiksa dengan cara gravimetri, yaitu diendapkan


sebagai (BaSO4) dapat juga dengan cara titrasi dan turbidimetri.
 Magnesium (Mg++); Kalsium (Ca++) dan magnesium (Mg++) ditentukan
dengan compleximetri dengan BDTA n/28. Dipakai indikator Biocrome Black
T untuk. Kalsium (Ca++) dan magnesium (Mg++) dengan indikator muroxide
selisih keduanya merupakan kandungan Magnesium (Mg).
 Amonium (NH4); Ditambahkan dengan reagen Nessler, warnanya
dibandingkan dengan warna standar.
 Magnesium (Cl-); Dititrasi dengan AgNO4 n/10 dengan indikator Chromat
(cara Mohr)
 PH; Dilakukan pemeriksaan dengan kertas lakmus (pH-meter)
 Karbondioksida (CO2); Dilakukan dengan cara melarutkan kapur (menurut
Heyer). Contoh: Air ditambahkan dengan kalsium karbonat. Banyaknya
kalsium karbonat yang terlarut bergantung pada banyak CO2 dalam air dan
membentuk Bikarbonat. Reaksi kimianya sebagai berikut: CaCO3 + CO2 +H2O
 Ca (HCO3)2. Berarti bahwa kesadahan karbonat akan naik. Setelah kalsium

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 235
karbonat yang tidak terlarut dipisahkan, karbondioksida (CO2) dihitung dengan
menghitung kenaikan kasadahan karbonat dalam air.
 Minyak dan Lemak; Minyak dan lemak dihitung dengan cara mengetraksi air
yang diduga mengandung minyak menggunakan petroleum-ether. Minyak dan
lemak yang terlarut, kemudian dipisahkan dari air dan diuapkan. Sisa
penguapan merupakan berat minyak dan lemak.
 Zat-zat yang Menyusut; Ditambahkan larutan KMn O4 kemudian dipanasi
selama 10 menit. Kelebihan larutan KMnO4 selanjutnya dititrasi.

4.5.3 Agregat

Komposisi agregat tersebut menempati sekitar 60%-70% dari berat campuran


beton, hanya sebagai pengisi, tetapi dengan melihat komposisinya yang cukup besar
dalam suatu campuran, maka agregat inipun menjadi penting. Untuk itu perlu
dipelajari karakteristik yang akan menentkan sifat dari mortar atau beton yang akan
di bentuk nantinya. Agregat dapat berasal dari alam ataupun dari agregat buatan
(artificial aggregates).

Secara umum agregat dapat di bedakan dari ukuran bentuknya, yang dapat di
bedakan menjadi dua, yaitu, agregat kasar dan agregat halus.Batasan ukuran 4.80
mm, British Standard atau 4.75 mm, Standar ASTM. Agregat kasar dinyatakan
untuk batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm) dan agregat
halus lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm). Untuk ukuran yang lebih besar dari 4.80
mm di bagi lagi menjadi dua, yaitu untuk diameter antara 4.80-40 mm di sebut
kerikil beton dan yang lebih besar lagi di sebut kerikil kasar. Agregat yang di
gunakan dalam campuran beton biasanya lebih kecil dari 40 mm, untuk yang lebih
besar dari 40 mm di gunakan untuk pekerjaan sipil yang lainnya, misalnya untuk
pekerajaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bronjong, atau bendungan, dan
lainnya. Agregat halus biasanya di namakan pasir dan agregat kasar dinamakn
kerikil, spilit, batupecah, kricak, dan lainnya.

236 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


4.5.3.1 Batuan

Batuan dalam penggunaannya di pekerjaan teknik sipil bila dilihat dari ilmu
yang mempelajarinya, dapat di bedakan menjadi dua (Verhoef,1985:112), yaitu (1)
Geologis: batuan sebagai mineral, yang terbentuk melalui proses terbentuknya
batuan. (2) Geoteknik: batuan sebagai mineral yang diatasnya, di dalamnya, atau
dengan mana dapat di bangun berbagai macam konstruksi. Jika di lihat dari proses
terbentuknya batuan sebagai mineral dapat di bedakan menjadi tiga. Batuan Beku
(Magma); sering di sebut dengan batuan beku, terbentuk dari proses pembekuan
magma yang terdapat di dalam lapisan bumi yang dalam atau dari hasil pembekuan
magma yang keluar akibat letusan gunung berapi. Batuan Sedimen; atau batuan
endapan, yang berarti mengendapnya bahan-bahan yang terurai, sehingga
membentuk suatu lapisan endapan bahan padat, yang secara fisik di endapkan oleh
angin, air, atau es dan bahan-bahan terlarut yang secara kimia terendapkan dari
lautan, danau atau sungai. Batuan Metamorph; terjadi karena proses
metamorfosis, yaitu perubahan yang di alami oleh batuan karena perubahan
temperatur dan tekanan yang lainnya dari mereka terbentuk, kita dapat
membedakan dari dua jenis metamorfosis, yaitu: (1) Metamorfosis regional:
Perubahan bentuk dalam skala besar yang di alami batuan di dalam kulit bumi yang
lebih dalam, sebagai akibat dari terbentuknya pegunungan (vulkanik), dan (2)
Metamorfosis kontak, perubahan bentuk yang di alami batuan sebagai akibat dari
instruksi benda magma panas di sekitarnya (misalnya granit).

4.5.3.2 Agregat di Indonesia

Batuan di Indonesia umumnya terdiri dari igneous vulkanis yang muda seperti
basalt, dolomit, andesit, porhyries, tuffs, ashes, lebih dalam lagi dapat di temukan
granite dan batu-batuan sedimen di laut, yaitu sandstone, limestone, dan malstone
dan sering sekali batu-batuan ini di dapatkan di lipatan dan patahan pada gugusan
atau pegunungan.

Indonesia mempunyai geografi, geologi dan iklim yang panas dan basah
berganti sepanjang tahun, maka batu-batuannya mengalami pelapukan yang cukup
dalam yang tergantung pada jenis batu-batuan, iklim, derat erosi, exposure, dan

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 237
lainnya. Pengaruh yang paling besar adalah iklim setempat, yang umumnya
semakin panas dan atau semakin dingin iklimnya maka derajat pelapukannya
semakin besar yang akan mengakibatkan dekomposisi dari batu-batuannya. Produk
akhir dari pelapukan ini adalah, terbentuknya tanah residual.

4.5.3.3 Karakteristik dari Agregat

Agregat dapat di bedakan menjadi dua golongan jika di lihat dari sumbernya
yaitu agregat yang berasal dari alam dan agregat buatan (artificial aggregates).
Agregat yang berasal dari sumber alam yaitu pasir alami dan kerikil, sedangkan
yang buatan dapat berasal dari stone crusher ataupun dari hasil residu terak tanur
tinggi (blast furnace slag), pecahan genteng, pecahan beton, fly ash dari residu
PLTU, extended shale, expanded slag dan lainnya. Sumber daya alam dari batu-
batuan (deposits), yang di bedakan menjadi tiga, yaitu: Quarry Batu-batuan dari
Bedrock; Pasir dari Sungai dan Batu-batuan yang di Gali; Pasir dari Pesisir Pantai
dan Sumur-sumur yang Mengandung Pasir dan Batu-batuan.

4.5.3.4 Mengelolah Agregat Alam

Pengolahan agregat alam meliputi penggalian (excavating), pengangkutan


(hauling), pencucian, pemecahan (crushing), dan penetuan ukuran. Akan tetapi
bukan hanya usaha-usaha yang tersebut di atas tetapi juga pengolahan di mulai dari
penggalian dan sebagainya. Dan harus di akhiri dengan penimbunan dan
penyerahan agregat di lapangan (gambar 4.28).

Gambar 4.28: Pengolahan Agregat

238 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


4.5.3.5 Jenis Agregat

Seperti yang telah di uraikan di atas agregat dapat di bedakan dari dua jenis
utamanya yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan
pecahan inipun dapat di bedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya
(gradasi), dan teksture permukaannya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan agregat dalam campuran


beton ada lima, yaitu sebagai berikut (Landgren, 1994): (1) Voulume udara, udara
yang terdapat dalam campuran beton akan mempengaruhi beton, terjadinya pada
saat proses yang dimulai dari pasta semen. (2) Volume padat, kepadatan dalam
volume untuk agregat akan mempengaruhi berat isi dari beton jadi nantinya. (3)
Berat jenis agregat, akan mempengaruhi proporsi campuran dalam berat sebagai
kontrol. (4) Penyerapan, akan menyebakan efek terhadap berat jenis, dan (5) Kadar
air permukaan agregat, akan menyebabkan pengaruh terhadap mpenggunaan air
saat pencampuran.

(1) Jenis Agregat Berdasarkan Berat

Dari uraian di atas agregat dapat di bedakan menjadi dua kelompok


berdasarkan sumbernya yaitu agregat alam/alami dan agregat buatan. Agregatpun
dapat dibedakan berdasarkan beratnya, yang dapat di bedakan menjadi tiga jenis,
yaitu agregat normal, agregat ringan dan agregat berat.

Agregat normal di hasilkan dari pemecahan batuan dari quarry atau


langsung dari sumber alam, mempunyai berat jenis rata-rata 2.5-2.7 atau tidak
kurang dari 1.2 kg/dm3, biasanya berasal dari granit, basalt, kuarsa, dan sebagainya.
Beton yang di buat dengan agregat adalah beton normal, yaitu,beton yang
memunyai berat isi 2.200-2.500 Kg/m3. Agregat yang memiliki berat lebih kecil
dari agregat normal merupakan agregat ringan dan agregat yang lebih berat dari
agregat normal merupakan agregat berat.

Berat isi dari agregat ringan berkisar antara 350-880 kg/m3 untuk agregat
kasarnya dan 750-1200 kg/m3 untuk agregat halus, serta campuran dari agregat
tersebut mempunyai berat isi maksimum 1040 kg/m3. Agregat ringan yang di

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 239
gunakan dalam campuran beton harus memenuhi syarat mutu dari ASTM C-330,
“Specification for Lightweight Aggregagtes for Structural Concrete”.

(2) Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk

Bentuk agregat belum terdefinisikan secara jelas, sehingga sifat-sifat tersebut


sulit di ukur dengan baik. Sejumlah peneliti telah banyak membicarakan tentang
hal ini, salah satunya Mather, yang menyatakan bahwa bentuk butir agregat di
tentukan oleh dua sifat yang tidak saling tergantung yaitu kebulatan/ketajaman
sudut (sifat yang tergantung pada ketajaman relatif) secara numerik dinyatakan
dengan rasio antara jari-jari rata-rata dari sudut lengkung ujung atau sudut butir dari
jari-jari maksimum lengkung salah satu ujung/sudutnya, dan yang kedua adalah
sperikal yaitu rasio antara luas permukaan dengan volume butir. Standar test yang
dapat digunakan dalam menentukan bentuk dari agregat ini ASTM D-3398.
Klasifikasi agregat berdasarkan bentuk agregat dapat di bedakan menjadi (gambar
4.29), yaitu: Agregat Bulat; Agregat Bulat Sebagian atau Tidak Teratur; Agregat
Bersudut; Agregat Panjang; Agregat Pipih; dan Agregat Pipih dan Panjang.

Gambar 4.29: Bentuk Agregat

240 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


(3) Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan

Permukaan yang kasar akan mempunyai ikatan yang lebih baik jika di
bandingkan dengan permukaan agregat yang licin. Jenis lain dari permukaan
agregat adalah mengkilap dan kusam. Umumnya agregat di bedakan menjadi kasar,
agak kasar, licin, agak licin. Berdasarkan pemeriksaan visual, tekstur agregat dapat
di bedakan menjadi sangat halus (glassy), halus, granular, kasar, berkristal
(crystalline), berpori, dan berlubang-lubang. Secara numerik belum di pakai untuk
menentukan definisi dari susunan permukaan agregat. Berdasarkan tekstur
permukaannya dapat di bedakan sebagai berikut:

(1) Agregat licin/halus (glassy)


(2) Berbutir (granular)
(3) Agregat Kasar
(4) Agregat Kristalin (Cristalline aggregate)
(5) Agregat Berbentung Sarang Labah (Honeycombs Aggregate)

(4) Jenis Agregat Berdasarkan Kekasaran Permukaan

Berdasarkan tingkat kekasaran permukaannya agregat dibagi menjadi lima


(gambar 4.30), yaitu:
a. Sangat Kasar (High Roughness)
b. Cukup kasar (Moderate Roughness)
c. Sedikit kasar (low roughness)
d. Halus (smooth)
e. Sangat halus (polished)

Gambar 4.30: Type kekasaran agregat

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 241
(5) Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Nominal

Ukurannya dapat mempegaruhi kekuatan tekan beton, sebagai dasar


perancangan campuran beton besar butir maksimum agregat, (ACI 318) dan (SNI
03-2847-2002), memberikan batasan sebagai berikut;

(1) Seperlima dari jarak terkecil antara bidang samping cetakan,

(2) Sepertiga dari tebal plat

(3) Tiga perempat dari jarak bersih minimum di antara batang-batang


tulangan atau berkas-berkas (bundle bar) ataupun dari tendon pre-
stress atau ducting.

Dari ukuran agregat ini agregat dapat di bedakan menjadi dua golongan
yaitu agregat kasar dan agregat halus Yaitu: (1) Agregat halus ialah agregat yang
semua butirnya menembus ayakan berlubang 4.8 mm atau 4.75 mm (ASTM C33)
atau 5,0 mm (BS.812), dan (2) Agregat kasar ialah agregat yang semua butirnya
tertinggal di atas ayakan 4.8 mm atau 4.75 mm (ASTM C33) atau 5,0 mm (BS.812).

(6) Jenis Agregat Berdasarkan Gradasi

Gradasi agregat ialah distribusi dari ukuran agregat. Distribusi ini bervariasi
dapat di bedakan menjadi tiga yaitu gradasi sela (gap grade), gradasi menerus
(continous grade) dan gradasi seragam (unifor grade). Untuk mengetahui gradasi
tersebut di lakukan pegujian melalui analisa ayak sesuai dengan standar dari BS
812, ASTM C-33, C136, ASHTO T.27 ataupun Standar Indonesia. Gradasi Sela
(gap gradation); jika salah satu atau lebih dari ukuran butir atau fraksi pada satu set
ayakan tidak ada, gradasi ini dalam grafiknya akan menunjukan satu garis
horizontal. Gradasi Menerus; jika agregat yang semua ukuran butirnya ada dan
terdistribusi dengan baik. Gradasi Seragam; Agregat yang mempunyai ukuran yang
sama di definisikan sebagai agregat seragam. Susunan agregat yang memiliki
gradasi yang baik akan membentuk dalam benton seperti di gambar 4.31,

242 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Gambar 4.31: gradasi agregat yang baik (menerus/well graded)

4.5.3.6 Kekuatan Agregat

Kekuatan beton tidak lebih tinggi dari kekuatan agregat, oleh karena itu
sepanjang kekuatan tekan agregat lebih tinggi dari beton yang akan di buat maka
agregat tersebut masih cukup aman untuk di gunakan sebagai campuran beton. Pada
kasus-kasus tertentu untuk beton mutu tinggi yang mengalami konsentrasi tegangan
lokal cenderung mempunyai tegangan lebih tinggi dari pada kekuatan selutuh
beton, dalam hal ini kekuatan agregat menjadi kritis.

4.5.3.7 Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Agregat

Kekuatan dari agregat dapat bervariasi dalam batas yang besar. Butir-butir
agregat dapat bersifat kurang kuat karena dua hal (1) karena terdiri dari bahan yang
lemah atau terdiri dari partikel yang kuat tetapi tidak baik dalam hal pengikatan
(interlocking). Misalnya Granite, terdiri dari bahan yang kuat dan keras yaitu kristal
quarts dan feldspar tetapi bersifat kurang kuat dan modulus elastisitasnya lebih
rendah daripada gabbros dan diabeses, hal ini karena butir-butir granite tidak terikat
dengan baik, dan yang ke-(2) porositas yang besar, hal ini mempengaruhi terhadap
keuletan, yang merupakan ketahanan terhadap beban kejut.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 243
4.5.3.8 Cara Pengujian Kekuatan Agregat

Untuk menguji kekuatan agregat dapat menggunakan bejana Rudelloff


ataupun Los Angelos Test. Sesuai dengan SNI. Cara lainnya dengan melakukan uji
keuletan (toughness) caranya di beri beban dengan sebuh mesin kejut (crushing
value) dimana nilai kejut ini biasanya berhubunan dengan kekerasan agregat.

4.5.3.9 Sifat-Sifat Agregat dalam Campuran Beton

Sifat-sifat dari agregat sangat berpengaruh terhadap mutu dari suatu


campuran beton, untuk dapat menghasilkan beton yang mempunyai kekuatan
seperti yang di inginkan. Sifat-sifat ini harus di ketahui dan di pelajari agar kita
dapat mengambil tindakan yang positif dalam mengatasi masalah-masalah yang
timbul.

(1) Serapan Air dan Kadar Air Agregat

Serapan Air di hitung dari banyaknya air yang mampu di serap oleh agregat
pada kondisi jenuh permukaan kering (JPK) atau saturated surface dry (SSD),
kondisi ini merupakan, Keadaan kebasahan agregat yang hampir sama dengan
agregat dalam beton, sehingga agregat tidak akan menambah maupun mengurangi
air dari pastanya.

Kadar Air adalah banyaknya air yang terkandung dalam suatu agregat. Kadar
air agregat dapat di bedakan menjadi empat jenis yaitu; (1) Kadar air kering tungku,
yaitu benar-benar tidak berair, (2) kadar air kering udara, yaitu kondisi agregat
permukaannya kering tetapi sedikit mengandung air dal;am porinya dan masih
dapat menyerap air, (3) Jenuh Kering Permukaan atau JPK, yaitu tidak ada air di
permukaannya tetapi masih mampu menyerap, pada kondisi ini, air dalam agregat
tidak akan menambah atau mengurangi air pada campuran beton. Dan yang ke (4)
adalah kondisi basah, yaitu butir-butir agregat banyak mengandung air, sehingga
pada campuran beton akan menyebabkan penambahan kadar air campuran (gambar
4.32).

244 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Gambar 4.32: Kondisi kadar air pada agregat

(2) Berat Jenis dan Daya Serap Agregat

Hubungan antara berat jenis dengan daya serap adalah jika semakin tinggi
nilai berat jenis agregat maka semakin kecil daya serap air agregat tersebut.

(3) Gradasi Agregat

Gradasi Agregat Normal menurut SNI, syarat-syarat untuk agregat halus,


dimana syarat ini merupakan adopted dari British Standar di Inggris, yang
mengelompokan agregat halus dalam empat zone (daerah), yaitu Daerah Gradasi I
Pasir Kasar, Daerah Gradasi II, Pasir Agak Kasar, Daerah Gradasi III Pasir Halus,
dan Daerah Gradasi IV Pasir Agak Halus.
Gradasi Agregat Ringan, Apabila di gunakan agregat ringan sebagai
campuran beton, maka agregat harus memenuhi ketentuan dan syarat-syarat dari
ASTM C.330, “Spesification for Lightweight Aggregates for Structural Concrete”
Gradasi Agregat Campuran adalah gradasi hasil pencampuran agregat agar di
dapatkan gradasi yang baik antara agregat kasar dengan agregat halus. (SNI)
memberikan batasan gradasi yang merupakan adopsi dari B.S. Hal ini dibatasi oleh
besar butir nominal 10, 20, 30 dan 40 mm. Terbagi lagi menjadi kurva 1 sampai 4.

(4) Hubungan Antara Pori dalam Mortar dan Beton dengan Kekuatan

Semakin tinggi anggka pori dalam beton yang pada akhirnya akan
menyebabkan turunnya kekuatan beton. Semakin halus butir agregat maka nilai
modulus halus butir (mhb) akan semakin kecil. Modulus Halus Butir (mhb) di
definisikan (Abrams,1918) sebagai jumlah persen kumulatif dari butir agregat yang
tertinggal (retained) di atas satu set ayakan (38,19,9.6,4.8,2.4,1.2,0.6,0.3, dan 0.15

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 245
mm), kemudian nilai tersebut di bagi dengan seratus (Ilsley,1942:232). Makin besar
nilai mhb suatu agregat menunjukan semakin besar buturan agregatnya.

(5) Serangan Kimia

Bahan-bahan kimia pada dasarnya bereaksi dengan komponen-komponen


tertentu dari pasta semen yang telah mengeras, oleh karena itu ketahanan terhadap
beton yang telah mengeras sebagiabn besar tergantung pada jenis semen yang di
gunakan, seperti yang di uraikan di dalam bagian semen portland. Ketahanan
terhadap serangan kimia bertambah dengan bertambahnya kekedapan beton
terhadap air.Ketahanan kimia meliputi ketahanan terhadap Serangan Alkali dan
Serangan Sulfat.

(6) Kekekalan

Untuk mengetahui sifat terhadap kekekalan dari agregat dapat di lakukan


dengan mengunakan larutan kimia, dan reaksinya terhadap agregat. Untuk itu harus
memenuhi syarat seperti yang tercantum dalam SNI, “Mutu dan Cara Uji Agregat
Beton” untuk beton normal, dan jika tidak tercakup dalam syarat tersebut harus
memenuhi syarat ASTM C.33, “Standard Specification for Concrete Aggregates”.

(7) Perubahan Volume

Faktor utama yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam


volume adalah kombinasi reaksi kimia antar semen dengan air di ikuti oleh
mengeringnyn beton.

(8) Karakteristik Panas (Sifat Thermal Agregat)

Karakteristik panas dari agregat akan sangat mempengaruhi keawetan dan


kualitas dari beton. Sifat utamanya adalah koefisien muai, panas jenis dan
penghantar panas.

 Koefisien Muai bertambahnya sifat termal agregat yang di pakai,


tergantung pada jenis bahan agregatnya. Panas Jenis dan Penghantar
Panas perlu di hitung jika beton di gunakan untuk pekerjaan massa, dan
juga dipakai untuk pekerjaan khusus, seperti isolasi seperti dalam bangunan
pabrik.

246 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


 Bahan-Bahan Lain yang Mengganggu (deleterious) adalah bahan yang
menyebabkan terganggunya proses pengikatan pada beton serta pengerasan
betonnya.
 Bahan Padat yang Menetap, Lempung, tanah liat dan abu batu tidak dapat
di ijinkan dalam jumlah banyak, oleh karena itu ada kecenderungan untuk
penggunaan air yang lebih banyak dalam campuran beton yang
bersangkutan, jika terdapat bahan-bahan tersebut.
 Bahan-bahan Organik dan Humus akan mengganggu proses hidrasi jika
dipergunakan dalam campuran beton.

4.5.3.10 Pemeriksaan Mutu Agregat & Syarat Mutu Agregat

Pemeriksaan mutu agregat di maksudkan untuk mendapatkan suatu bahan-


bahan campurean beton yang memenuhi syarat, sehingga beton yang di hasilkan
nantinya sesuai dengan yang di harapkan. Syarat Mutu di Indonesia umumnya
untuk Agregat Normal Menurut SNI dan Menurut ASTM C.33. Sifat-sifat fisik dari
tipikal agregat yang digunakan untuk beton normal menurut ACI E-701-07
(American Concrete Institute, August 2007) adalah sebagai berikut table 4.16):
Tabel 4.16:Range Sifat fisik dari Agregat Normatl untuk Beton
Sifat dan Karakteristik Tipikal Range
Modulus halus butir (ditentukan sebagai berikut) 2.0 sampai 3.3
Fineness modulus of fine aggregate (definedi n the following)
Ukuran maksimum agregat kasar 9.5 sampai 37.5 mm
Nominal maximum size of coarse aggregate (3/8 sampai 1-1/2 in.)
Penyerapan (Absorption) 0.5 sampai 4%
Berat jenis (berat jenis relatif) 2.30 sampai 2.90
Bulk specific gravity (relative density)
Dry-rodded bulk density (Previously dry-rodded unit weight.) 1280 to 1920 kg/m3
of coarse aggregate (80 to 120 lb/ft3)
Kadar air permukaan (Surface moisture content)
Agregat Kasar (Coarse aggregate ) 0 to 2%
Agregat halus (Fine aggregate) 0 to 10%
Sumber: (American Concrete Institute, August 2007), ACI Education Bulletin E1-07

4.5.3.11 Penyimpanan Agregat

Agregat dalam penyimpanannya biasanya tidak di tempatkan dalam ruang


tertutup tetapi di letakan dalam udara terbuka atau stock field. Persyaratan yang
harus di penuhi dalam penyimpanan agregat ini, antara lain: (1) Pengawasan

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 247
agregat harus dimulai dari saat kedatangannya sampai dengan pengambilan
kembali, (2) Agregat harus di timbun di atas bak-bak ber lantai jika volumenya
kecil di bawah 10 kubik meter, jika untuk keerluan besar sebaiknya di buatkan
landasan menggunakan land concrete campuran 1:3:5. Hal ini untuk menghindari
tercampurnya tanah dengan agregat pada saat pengambilan bahan untuk
pencampurannya. (3) Jika agregat yang di timbun dalam keadaan kering terutama
untuk agregat yang di timbun di stockpile sebaiknya agregat di siram dengan
menggunakan sprinkle (slang air). (4) Agregat selalu di uji secara berkala sebelum
di gunakan, sebagai kontrol kualitas bahan.

4.5.3.12 Agregat Jenis Lainnya

Agregat untuk Hal-hal Khusus untuk bahan yang harus kuat dan awet.
Agregat yang di gunakan Corundum sintetik (Al2O3) dengan berat isi murni 3.9-4.0
Kg/dm3. Silicone Carbide dengan berat isi murni 3.1-3.2 kg/dm3. Di samping itu
dapat juga di gunakan jenis agregat lain yang keras seperti batu alam misalnya
basalt, terak tanur tinggi, jenis-jenis logam. Beberapa jenis agregat lainnya antara
lain sebagai berikut:

 Batu Pecah di kenal dalam pekerjaan beton dengan ukuran 10/20 dan 20/30.
 Pecahan Bata atau Genteng yang halus bersifat; (1) seperti pasir, (2)
Sedikit menaikan kekuatan mortar, dan (3) Menaikan sifat hidrolis dari
mortar.
 Tanah Liat Bakar dibuat berbutir sekitar 5 sampai 20 mm, kemudian di
bakar. Hasilnya berbentuk bola, ringan dan berpori. Serapan airnya sekitar
8-20%. Beton dengan agregat ini berat jenisya sekitar 1900 kg/m3.
 Herculite atau Haydite hasil pembuatan darishale yang di masukan dalam
tungku putar pada suhu 11000C.
 Agregat Abu Terbang (Sintered Fly-ash Aggregates) hasil pembakaran
PLTU, yang mengeras membentuk butir-butir seperti kerikil.
 Benda Limbah Padat Buangan Limbah padat ini dapatberupa kaleng-
kaleng bekas, juga bahan-bahan bekas bongkaran bangunan, maupun
sampah padat dari hasil limbah industri ataupun rumah tangga.

248 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


4.5.4 Bahan Tambah

Bahan tambah didefinisikan dalam Standard Definitions of Terminology


Relating to Concrete and Concrete Aggregates, (ASTM C.125-1995:61) dan dalam
Cement and Concrete Terminology, ACI SP-19 sebagai material selain air, agregat
dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton atau mortar yang ditambahkan
sebelum atau selama pengadukan berlangsung. Bahan tambah kimia harus
memenuhi syarat yang diberikan dalam ASTM C.494, ”Standard Spesification for
Chemical Admixture for Concrete”.

Definisi Bahan Tambah; menurut ACI Committee 212.1R-81 (Revised 1986)


yang diselalu diperbaiki sejak 1944, 2954, 1963, 1971, dan terakhir dalam (ACI
CT-13, 2013) jenis bahan tambah untuk beton dikelompokkan dalam 5 kelompok
yaitu: acceleratng, air-entraining, water reducer and set-controling, finely devided
mineral dan mescellaneous.

Jenis Bahan Tambah dapat dikelompokan menjadi dua yaitu bahan tambah
kimia dan mineral. Bahan tambah yang bersifat kimiawi (chemical admixture) dan
bahan tambah yang bersifat mineral (additive). Bahan tambah admixture
ditambahkan saat pengadukan dan atau saat pelaksanaan pengecoran (placing)
sedangkan bahan tambah additive yaitu yang bersifat mineral ditambahkan saat
pengadukan dilaksanakan.

4.5.4.1 Sejarah Penggunaan Bahan Tambah

Admixtures telah lama diakui sebagai bagian penting dari beton yang
digunakan untuk meningkatkan kinerja beton, namun demikian penggunaan
admixtures dalam campuran semen tidak terdokumentasi dengan baik. Penggunaan
admixtures secara alami dalam campuran beton telah ada sejak jaman Romawi dan
mesir yang menggunakan campuran susu dan lemak babi dan selama abad
pertengahan di Eropa penggunaan telur sebagai campuran beton digunakan.
Penggunaan pasta beras ketan sebagai polesan, lacquer, minyak tung, blackstrap
molasses, dan ekstrak dari elm yang direndam dalam air serta direbus pisang
dilakukan oleh orang Cina, dan di Mesoamerika dan Peru, penggunaan jus kaktus

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 249
dan lateks dari tanaman karet. Suku Maya juga menggunakan ekstrak kulit batang
dan zat lain sebagai retarder set untuk menjaga semen bisa diterapkan untuk jangka
waktu yang panjang (American Concrete Institute, 2013, pp. E4-2).
Pencampuran beton adalah formulasi kimia yang ditambahkan dalam jumlah
tertentu untuk semen atau beton untuk memenuhi kebutuhan fungsional, estetika,
dan desain struktur sipil. Ini saat ini banyak digunakan dalam pembangunan proyek
perumahan, industri, komersial, dan infrastruktur. Manfaat yang diperoleh dari
penggunaan admixtures termasuk meningkatkan daya tahan, kekuatan, ketahanan
kimia, pewarnaan, pengurangan kebutuhan air semen, dan peniningkatan
kemudahan pekerjaan beton. Bahan tambah yang digunakan mencakup jenis -
mineral dan kimia. Admixtures Mineral termasuk fly ash, terak silika, dan abu
vulkanik, sedangkan bahan kimia meliputi super-plasticizer, plasticizers normal,
accelerator agent, retarding, udara entraining-agen (Air-Entrainement), admixtures
waterproofing, dan lain-lain seperti inhibitor korosi dan pewarna beton. Para
pemain utama sebagai produsen bahan tambah kimia (Research and Markets, 2012)
antara lain Axim Italcementi Group (Italia), Ashland Inc (AS), BASF (Jerman),
Cico Technologies Ltd (India), The Dow Chemical Company (AS), Euclid Kimia
(AS), Fosroc ( UEA), Sika AG (Swiss), Lanya Beton admixtures Co Ltd (Cina),
CHRYSO (Perancis), dan WR Grace & Co (AS).
Salah satu produsen bahan tambah kimia untuk beton adalah Sika Corporation
US, sejak tahun 1937 yang berpusat di Lyndhurst, NJ, dengan spesialiasi pemasok
produk bahan kimia dan industri material untuk konstruksi, transportati, marine,
serta automotive. Produk Sika’s termasuk bahan tambah beton (concrete
admixtures) khususnya mortars, epoxies, structural strengthening systems,
industrial flooring, sealants, adhesives, specialty acoustic dan reinforcing materials
(SIKA Group, 2013).
Selain penggunaan bahan tambah kimia, lebih dari 2000 tahun bangsa
Romawi menggunakan rambut/bulu kuda, yang saat ini digunakan serat
polypropylene dalam campuran mortar untuk mengurangi shrinkage, pada
pembuatan aqueducts dan roadways. Bahkan sengaja menambahkan darah hewan
untuk menghasilkan Air-entrained dalam campuran (DJC, 2013). Saat ini para

250 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


peneliti banyak mengembangkan bahan tambah meneral secara modern untuk
menghasilkan dan merubah sifat dan karakteristik tertentu dari beton yang
digunakan untuk menghasilkan beten tertentu seperti misalnya beton mutu tinggi
atau elektrikal konductivitas (American Concrete Institute, 2013, pp. E4-2).
Pekembangan bahan untuk admixture beton saat ini sangat pesat, jika merujuk
direktory produksi di negara Cina untuk concrete admixture ditemukan sekitar 382
produk (Product List 382 Products found) dari bahan tambah kimia sampai mineral
(China, 2013).

4.5.4.2 Apa itu Admixture?

ACI 116R-00 mendefinisikan terminologi admixture sebagai "bahan selain


air, agregat, semen hidrolik, dan serat tulangan, digunakan sebagai bahan campuran
semen untuk memodifikasi campuran yang baru, waktu pengikatan, atau sifat
kekerasan beton yang ditambahkan ke batch sebelum atau selama
pencampurannya." Di ACI 212.3R dinyatakan sebagai "pencampuran bahan kimia
yang digunakan untuk meningkatkan sifat-sifat beton dan mortar dalam keadaan
plastik dan mengeras. Sifat ini dapat dimodifikasi untuk meningkatkan kekuatan
tekan dan lentur pada semua umur, menurunkan permeabilitas dan meningkatkan
daya tahan, menghambat korosi, mengurangi penyusutan, mempercepat atau
memperlambat pengikatan awal, meningkatkan nilai slum dan kemudahan
pengerjaan (workability), meningkatkan kemudahan pemompaan (pumpability) dan
penyelesaian akhir (finishability), meningkatkan efisiensi penggunaan semen, dan
meningkatkan nilai ekonomi campuran. Sebuah campuran atau kombinasi dari
admixtures mungkin satu-satunya sarana yang layak untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Dalam kasus tertentu, tujuan yang diinginkan dapat menjadi pencapaian
yang terbaik melalui perubahan campuran selain penggunaan campuran yang
tepat". Pencampuran bahan kimia adalah bahan yang ditambahkan ke bahan
penyusun beton pada campuran, dalam kebanyakan kasus, secara khusus ditentukan
sebagai volume yang berhubungan dengan kandungan semen atau kebutuhan total
bahan semen. Admixtures berinteraksi dengan pengikatan semen dinyatakan

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 251
sebagai proses fisika dan kimia untuk memodifikasi satu atau lebih dari sifat-sifat
beton segar atau beton keras (American Concrete Institute, 2013, pp. E4-2).
Di Indonesia, melalui SNI yang memuat tentang Spesifikasi Bahan Tambah
Untuk Beton, SNI 03-2495-1991. Ruang lingkup spesifikasi ini mencakup
persyaratan fisis bahan tambahan campuran beton yang dapat digunakan sebagai
bahan dalam campuran beton sehingga didapatkan sifat-sifat khusus dari beton
yaitu kemudahan pengerjaan, waktu pengikatan, pengerasan, kekedapan dan
keawetan. Terminologi Bahan Tambah menurut SNI adalah adalah berupa bubukan
atau cairan yang dibubuhkan ke dalam campuran beton selama pengadukan dalam
jumlah tertentu untuk merubah beberapa sifatnya. Bahan tambahan terdiri dari tipe
A sampai G yang digunakan untuk mengurangi jumlah air campuran,
memperlambat waktu pengikatan, mempercepat waktu pengikatan dan menambah
kekuatan awal beton yang diuji dengan beton pembanding dengan proporsi yang
sama tanpa bahan tambahan (SNI-03-2495-1991).

4.5.4.3 Mengapa menggunakan Admixture?

Menurut sebuah survei yang dilakukan oleh National Ready Mix Concrete
Association, 39% of produksi ready mix menggunakan fly ash, dan kurang lebih
70% produksi betonnya menggunakan water-reducer admixture. Admixtures
bervariasi dalam komposisi kimia, dan kadang kala lebih dari satu fungsinya baik
untuk penggunaan kimia dan mineral. Semua admixtures dalam konstruksi beton
harus memenuhi spesifikasi, pengujian agar dapat dilakukan evaluasi campuran
apakah mempengaruhi sifat beton yang akan dibuat dengan bahan pekerjaan
tertentu, di bawah kondisi tertentu dengan prosedur konstruksi yang dapat
diantisipasi lebih awal. Admixtures dibedakan menjadi dua bahan tambah kimia
dan mineral. Bahan tambah mineral seperti fly ash, silika fume [SF], dan terak)
biasanya ditambahkan dalam campuran beton dalam jumlah yang lebih besar untuk
meningkatkan workability beton segar, untuk meningkatkan ketahanan beton
terhadap retak termal, alkali-agregat ekspansi, dan serangan sulfat, dan untuk
memungkinkan pengurangan kandungan semen. Pencampuran bahan kimia yang

252 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


ditambahkan ke beton biasanya dalam jumlah yang sangat kecil terutama untuk Air-
entrainment, pengurangan kadar air atau semen, meningkatkan plastisitas campuran
beton segar, atau kontrol pengaturan waktu. Tujuh jenis pencampuran bahan kimia
yang ditentukan dalam ASTM, C 494 dan AASHTO M 194, tergantung pada tujuan
konstruksi. Air admixtures entraining sesuai ASTM C 260 dan AASHTO M 154
yang memuat Persyaratan umum dan fisik untuk setiap jenis campuran yang
termasuk dalam spesifikasinya (FHWA, 2013).

Beberapa alasan penggunaan admixture sesuai fungsinya menurut ACI 212-


3R adalah sebagai berikut (American Concrete Institute, 2013, p. E4.2):
 Meningkatkan workability tanpa meningkatkan kadar air atau mengurangi
kadar air pada kinerja pengerjaan yang sama;
 menghambat (Retard) atau mempercepat waktu pengikatan awal;
 Mengurangi atau mencegah penyusutan atau membuat pengembangan
yang kecil (slight expansion);
 Memodifikasi tingkat atau kapasitas naiknya air ke permukaan (bleeding);
 Mengurangi segregasi atau terpisahnya butiran kasar;
 Meningkatkan pempaan (pumpability);
 Mengurangi laju kehilangan nilai slum (Slump Loss);
 Retard atau mengurangi evolusi panas selama pengerasan awal;
 Mempercepat kekuatan awal;
 Meningkatkan kekuatan (tekan, tarik, atau lentur);
 Meningkatkan daya tahan atau ketahanan terhadap kondisi yang di ekpose,
termasuk ketahanan terhadap garam deicing (deicing salts) dan bahan
kimia lainnya;
 Mengurangi permeabilitas beton;
 Mengontrol ekspansi yang disebabkan oleh potensi reaksi alkali reaktif
dalam agregat;
 Meningkatkan ikatan beton dengan tulangan baja;
 Meningkatkan ikatan antara beton yang sudah ada dan baru;
 Meningkatkan dampak dan ketahanan abrasi;
 Menghambat korosi logam yang tertanam, dan
 Menghasilkan beton atau mortar berwarna

Berdasarkan hal tersebut maka alasan menggunakan bahan tambah dapat


dikelompokan menjadi;

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 253
(1) Memodifikasi Beton Segar, Mortar dan Grouting

 Menambah sifat kemudahan pekerjaan tanpa menambah kandungan air


atau mengurangi kandungan air dengan sifat pengerjaan yang sama.
 Menghambat atau mempercepat waktu pengikatan awal dari campuran
beton.
 Mengurangi atau mencegah secara preventif penurunan atau perubahan
volume beton.
 Mengurangi segregasi.
 Mengembangkan dan meningkatkan sifat panetrasi dan pemompaan beton
segar.
 Mengurangi kehilangan nilai slump.

(2) Memodifikasi Beton Keras, Mortar dan Grouting

 Menghambat atau mengurangi ecolusi panas selama pengerasan awal


(beton muda).
 Mempercepat laju pengembangan kekuatan beton pada umur muda.
 Menambah kekuatan beton (kuat tekan, kuat lentur atau kuat geser dari
beton)
 Menambah sifat keawetan beton atau ketahanan dari gangguan luar
termasuk serangan garam-garam sulfat.
 Mengurangi kapilaritas dari air.
 Mengurangi sifat permeabilitas.
 Mengontrol pengembangan yang disebabkan oleh reaksi dari alkali
termasuk alkali dalam agregat.
 Menghasilkan struktur beton yang baik.
 Menambah kekuatan ikatan beton bertulang,
 Mengembangkan ketahanan gaya impact (berulang) dan ketahanan abrasi.
 Mencegah korosi yang terjadi pada baja (embedded metal)
 Menhasilkan warna tertentu pada beton atau mortar.

Selain alasan teknik, penggunaan bahan tambah juga harus


mempertimbangkan Aspek Ekonomi atas Penggunaan Bahan Tambah tersebut.
Penambahan bahan tambah dalm sebuah campuran beton atau mortar tidak

254 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


merubah komposisi yang besar dari bahan yang lainnya, karena penggunaan bahan
tambah ini cenderung merupakan pengganti atau substitusi dari dalam campuran
beton itu sendiri. Penambahan dari biaya yang keluar mungkin baru terasa efeknya
pada saat pengadaan bahan tambah tersebut yang meliputi biaya transportasi,
penempatannya dilapangan dan biaya penyelesaian akhir beton tersebut.

Pada penggunaan bahan tambah beberapa hal perlu menjadi perhatian


penting. Hal yang perlu dilakukan eveluasi jika menggunakan bahan tambah: (1)
penggunaan semen dengan tipe yang khusus, (2) penggunaan satu atau lebih bahan
tambah, (3) petunjuk umum mengenai penggunaan atau temp[eratur yang diijinkan
pada saat pengadukan dan pengecoran. Selanjutnya hal yang menjadi perhatian
adalah (1) Penggantian tipe semen atau sumber dari semen atau jumlah dari semen
yang digunakan atau memodifikasi gradasi agregat, atau proporsi campuran yang
diharapkan. (2) banyak bahan tambah merubah lebih dari satu sifat beton,
kadangkala mala merugikan, (3) efek bahan tambah sangat nyata untuk merubah
karakteristik beton misalnya FAS, tipe dan gradasi agregat, tipe dan lama
pengadukan.

Selain itu alasan utama penggunaan admixtures adalah: (1) Mengurangi biaya
pembuatan beton konstruksi. (2) Memberikan sifat dan karakteristik tertentu pada
beton, (3) Menjaga kualitas beton selama masa pencampuran/pengadukan,
pengangkutan, penuangan/pengecoran, serta perawatan dan menjaga terhadap
gangguan berbagai kondisi cuaca, dan (4) Menghasilkan kepastian atas tindakan
pencegahan yang mungkin dapat merusak beton selama masa umur beton
(Kosmatka, Kerkhoff, & and Panarese, 2003, p. 105).

4.5.4.4 Standar Admixture

Beberapa standar untuk admixture antara lain sebagai berikut (table 4.17):
Tabel 4.17:Beberapa Standar Penggunaan Admixture
Air-Entraining Admixtures ASTM C 260
Standard Specification for Air-Entraining AASHTO M 154
Admixtures for Concrete
Standard Specification for Air-Entraining CRD-C 13
Admixtures for Concrete
Standard Specification for Chemical ASTM C 494/C494M-12
Admixtures for Concrete

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 255
Standard Specification for Chemical AASHTO M 194
Admixtures for Concrete
Standard Specification for Chemical CRD-C 87
Admixtures for Concrete
Calcium Chloride ASTM D 98
Standard Specification for Calcium Chloride AASHTO M 144
Foaming Agents ASTM C 869
Admixtures for Shotcrete ASTM C 1141
Admixtures for Use in Producing Flowing ASTM C 1017
Concrete
Grout Fluidifier For Preplaced Aggregate ASTM C 937
Concrete
Pigments For Integrally Colored Concrete ASTM C 979
Spesifikasi Bahan Tambah Untuk Beton SNI 03-2495-1991

4.5.4.5 Jenis dan Tipe Admixture

Secara umum bahan tambah dibedakan menjadi dua kelompok yaitu bahan
tambah kimia dan mineral. Termasuk bahan tambah mineral adalah abu terbang (fly
ash), silica fume, blast furnace slag dan lainnya. Bahan tambah kimua (Chemical
Admixtures) berdasarkan fungsinya di klasifikasikan sebagai berikut (Kosmatka,
Kerkhoff, & and Panarese, 2003):

1. Air-entraining admixtures
2. Water-reducing admixtures
3. Plasticizers
4. Accelerating admixtures
5. Retarding admixtures
6. Hydration-control admixtures
7. Corrosion inhibitors
8. Shrinkage reducers
9. Alkali-silica reactivity inhibitors
10. Coloring admixtures
11. Miscellaneous admixtures such as workability, bonding, dampproofing,
permeability reducing, grouting, gas-forming, antiwashout, foaming, and
pumping admixtures.

Efek yang diharapkan untuk penggunaan berbagai tipe admixture dalam


sebuah campuran beton adalah mengurangi penggunaan air sehingga FAS menjadi
tetap, meningkatkan kemudahan pengerjaan, mengurangi kandungan udara dalam
beon, meningkatkan kekuatan tekan awal dan reaksi terhadap alkali dan lainnya.

256 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Sesuai dengan klasifikasinya hasil yang diharapkan dan kandungan kimia dalam
admixture (table 4.18):
Tabel 4.18: Klasifikasi Bahan Tambah Beton (Concrete Admixtures)
Type of admixture Desired effect Material
Accelerators Accelerate setting and Calcium chloride (ASTM D 98 and AASHTO M 144)
(ASTM C 494 and, early-strength development Triethanolamine, sodium thiocyanate, calcium formate
AASHTO M 194, Type C) calcium nitrite, calcium nitrate
Air detrainers Decrease air content Tributyl phosphate, dibutyl phthalate, octyl alcohol,
waterinsoluble esters of carbonic and boric acid, silicones
Air-entraining admixtures Improve durability in Salts of wood resins (Vinsol resin), some synthetic-
(ASTM C 260 and freeze-thaw, deicer, detergents, salts of sulfonated lignin, salts of petroleum
AASHTO M 154) sulfate, and alkali reactive acids, salts of proteinaceous material, fatty and resinous
environments acids and their salts, alkylbenzene sulfonates, salts of
Improve workability sulfonated hydrocarbons
Alkali-aggregate reactivity Reduce alkali-aggregate Barium salts, lithium nitrate, lithium carbonate, lithium
inhibitors reactivity expansion hydroxide
Antiwashout admixtures Cohesive concrete for Cellulose, acrylic polymer
underwater placements
Bonding admixtures Increase bond strength Polyvinyl chloride, polyvinyl acetate, acrylics, butadiene-
styrene copolymers
Coloring admixtures Colored concrete Modified carbon black, iron oxide, phthalocyanine, umber,
(ASTM C 979) chromium oxide, titanium oxide, cobalt blue
Corrosion inhibitors Reduce steel corrosion Calcium nitrite, sodium nitrite, sodium benzoate, certain
activity in a chloride-laden phosphates or fluosilicates, fluoaluminates, ester amines
environment
Dampproofing admixtures Retard moisture Soaps of calcium or ammonium stearate or oleate Butyl
penetration into dry stearate
concrete Petroleum products
Foaming agents Produce lightweight, Cationic and anionic surfactants
foamed concrete with low Hydrolized protein
density
Fungicides, germicides Inhibit or control bacterial Polyhalogenated phenols
and insecticides and fungal growth Dieldrin emulsions
Copper compounds
Gas formers Cause expansion before Aluminum powder
setting
Grouting admixtures Adjust grout properties for See Air-entraining admixtures, Accelerators, Retarders, and
specific Water reducers
applications
Permeability reducers Decrease permeability Latex
Calcium stearate
Pumping aids Improve pumpability Organic and synthetic polymers
Organic flocculents
Organic emulsions of paraffin, coal tar, asphalt, acrylics
Bentonite and pyrogenic silicas
Hydrated lime (ASTM C 141)
Retarders Retard setting time Lignin,
(ASTM C 494 Borax
and AASHTO M 194 Sugars
Type B) Tartaric acid and salts
Shrinkage reducers Reduce drying shrinkage Polyoxyalkylene alkyl ether
Propylene glycol
Superplasticizers* Increase flowability of Sulfonated melamine formaldehyde condensates
(ASTM C 1017, Type 1) concrete Sulfonated naphthalene formaldehyde condensates
uce water-cement ratio Lignosulfonates
Polycarboxylates
Superplasticizer* and Increase flowability with See superplasticizers and also water reducers
Retarder retarded set, Reduce
(ASTM C 1017 water–cement ratio
Type 2)
Water reducer (ASTM C Reduce water content at Lignosulfonates
494 and AASHTO M least 5% Hydroxylated carboxylic acids Carbohydrates
194, Type A) (Also tend to retard set so accelerator is often added)

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 257
Tabel 4.18: Klasifikasi Bahan Tambah Beton (Concrete Admixtures)
Type of admixture Desired effect Material
Water reducer and Reduce water content See water reducer, Type A (accelerator is added)
accelerator (ASTM C 494 (minimum 5%) and
and AASHTO M 194 accelerate set
Type E)
Water reducer and retarder Reduce water content See water reducer, Type A (retarder is added)
(ASTM C 494 and (minimum 5%) and retard
AASHTO M 194, Type D) set
Water reducer—high Reduce water content See superplasticizers
range (ASTM C 494 and (minimum12%)
AASHTO M 194, Type F)
Water reducer—high Reduce water content See superplasticizers and also water reducers
range—and retarder (minimum 12%) and retard
(ASTM C 494 and set
AASHTO M 194, Type G)
Water reducer—mid range Reduce water content Lignosulfonates
(between 6 and 12%) Polycarboxylates
without retarding
* Superplasticizers are also referred to as high-range water reducers or plasticizers. These admixtures often meet both
ASTM C 494 (AASHTO M 194) and ASTM C 1017 specification
Source: Kosmatka, Steven H.; Kerkhoff, Beatrix; and Panarese, William C.; Design and Control of Concrete Mixtures,
Chapter 6: Admixture for Concrete, Table 6.1, EB001, 14th edition, Portland Cement Association, Skokie, Illinois, USA,
2003, p.105

(1) Air-entraining admixtures

Kandungan udara (air voids or entrained air) adalah gelembung udara yang
terdapat dalam beton keras. Beton. Kandungan udara (Air-entrained beton) berisi
gelembung udara yang terdistribusi secara merata di seluruh pasta semen.
Kandungan udara ini akan menentukan tingkat keawetan campuran beton selama
proses pengerasan, ketahanan terhadap sulfat, cenderung mempengaruhi
kemudahan pekerjaan, mengurangi kebutuhan air, dan meningkatkan bleeding dan
segregasi (Peter C. Taylor, October 2007, p. 56).

Udara entrained dapat diproduksi dalam beton dengan penggunaan semen


Air-entraining dan dengan campuran kimia Air-entraining, atau dengan kombinasi
dari kedua metode. Semen Air-entraining adalah semen portland menggunakan
clinker yang digiling dengan menambahkan bahan Air-entraining berupa bubuk
selama pembuatan. Campuran Air-entraining dapat ditambahkan langsung ke
material beton sebelum atau selama pencampuran (Chemical Admixture
Association, 2013). Udara dalam beton dapat menurunkan kekuatan tekan beton,
penggunaan AEA mereduksi kekuatan tekan 5-6% untuk setiap penambahan 1%
udara Oleh karena itu maka udara dalam beton harus dibatasi sampai batas
terendahnya sesuai dengan persyaratan. Namun demikian udara dibutuhkan untuk

258 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


menghasilkan kemudahan pekerjaan pada beton segar dengan tetap
mempertahankan jumlah air tanpa kehilangan kekuatan tekan rencana.

Kandungan udara dalam beton digunakan untuk menghasilkan efek tertentu


pada saat beton segar dan keras dengan mempertimbangkan sifat dan
karakteristiknya. (Dransfield, 2003, p. 22) seperti: (1) Ketahanan terhadap freeze–
thaw pada saat beton mengeras; (2) Meningkatkan kohesi, mengurangi bleeding
dan segregasi pada saat beton keras; (3) Memudahkan pemadatan dan campuran
flow workability termasuk semi-dry concrete; (4) Stabilitas proses pengerasan; dan
(5) Kohesifitas dan mempertahankan sifat dan karakteristis mortar

Air entrainment sangat sensitif pada saat pencampuran bahan beton, suhu,
pengangkutan, pemompaan dan kandungan udara di tempat pengadukan, hal ini
menjadi sulit jika tidak dilakukan pengendalian. Agar pemanfaatan penggunaan
Air-Entrained lebih baik maka pemahaman terhadap persyaratan dan sifat serta
karakteristiknya yang dibutuhkan dan kontrol terhadap proporsi pencampuran serta
pengadukan beton harus dilakukan. Hal ini menjadi penting, beberapa hal yang
perlu dilakukan pengontrolan (Malhotra & Malanka, 1977) adalah sebagai
berikut.

 Air-entraining admixtures (AEA) yang digunakan harus sesuai dengan tata cara
dan persyaratan pengguna-annya
 Hal yang penting menjadi perhatian adalah teknik pengadukan dan perawatan
tempat pengadukan yang tidak banyak menggandung udara
 Beton yang datang diproyek harus dilakukan uji slum untuk menghindari
penambahan air sehingga mengurangi durabilitas.
 Kandungan udara harus dikontrol di tempat pengadukan dan dipengecoran
 Udara yang hilang ditempat pengadukan (plant to job site) harus ditambahkan
dengan dosis admixture sesuai persyaratan awal.
 Parameter lainnya dari rongga udara (air-void) pada beton keras harus
diperkirakan sesuai dengan batas standar yang dipersyaratkan.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 259
Selama proses pengadukan jenis bahan tambah pembentuk gelembung udara (Air
Entraining Admixture/AEA) yang digunakan umumnya berupa bahan kimia yang
membantu melindungi terhadap kerusakan yang disebabkan oleh pembekuan ulang
dan siklus leleh (freeezing-thawing) dengan menggunakan beton dibuat dengan
dengan berbagai kehalusan butir dan komposisi serta variasi kandungan dan FAS
(Bates and Others, 1952 and Lerch, 1960, Kosmatka, et Al, 2003) (gambar 4.33)
maka AEA akan meningkatkan workability yang lebih baik, peningkatan
homogenitas, penurunan segregasi dan mengurangi bleeding.

Penggunaannya dapat berupa cairan atau bubuk yang ditambahkan selama


peng-adukan (batching) dan dicampur dengan semen. Beberapa Air-entrainment
bahan kimia yang paling sering digunakan adalah: Garam dari resin kayu, sintetis
deterjen, Garam dari asam minyak bumi, serta Lemak dan resin asam dan garam
lainnya. Secara umum ada dua jenis AEA, yaitu jenis detergent dan bukan deterjent.
(1) Jenis deterjent AEA pada umumnya adalah dari jenis deterjent, yaitu zat aktif
terhadap permukaan. Zat ini biasanya berupa zat organik sebagai bahan baku sabun,
sehingga bila diaduk dengan air akan menjadi busa dan busa ini akan tersebar di
dalam adukan beton. Gelembung-gelembung ini berada diantara butiran semen dan
agregat yang berfungsi sebagai bola pelincir sehingga adukan beton menjadi lebih
mudah diaduk. Penambahan AEA membuat beton mempunyai sifat penyusutan
yang kecil dan membuat beton lebih kedap air. Bahan yang biasa digunakan untuk
membuat AEA adalah damar vinsol yang merupakan senyawa asam abiet (abietic
acid) atau biasa disebut dengan soda api; dan (2) Jenis bukan deterjent Jenis ini
biasanya berupa bubuk aluminium halus. Bubuk ini apabila bercampur dengan air
pada beton akan bereaksi membentuk gelembung udara gas hidrogen. Biasanya
digunakan juga bahan stabilisator (Natrium Stearat) agar gelembungnya dapat
tersebar merata dan stabil.

260 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Gambar 4.33: Efek Air-Entrained pada ketahan beton terhadap pembekuan dan siklus
leleh di Test Laboratorium.
Sumber: (Bates and Others, 1952 and Lerch, 1960 on Kosmatka, Steven H.; Kerkhoff, Beatrix; and
Panarese, William C, 2003)

Standar Air-entrainment admixtures menurut ASTM C 260, dengan dosis


penggunan berkisar dari 15 sampai dengan 130 ml per 100 kg (¼ sampai 2 oz fl per
100 lb.) dari berat semen, khususnya berkisar 5% sampai 8% dari volume beton.
Sebelum dilakukan pengecoran beton sebaiknya tes harus dilakukan untuk
mengetahui kadar udara entrained sesuai ASTM C 231 dan ASTM C 173. Metode
Uji Standar untuk pencampuran Air-entrained adalah ASTM C 233.

Kadar udara akan meningkat seiring dengan meningkatnya kadar alkali


semen. Semakin besar butiran agregat akan mening-katkan jumlah kan-dungan
udara dalam beton jika dibanding-kan dengan beton non-AEA (Kosmatka,
Kerkhoff, & and Panarese, 2003, p. 138) lihat (gambar 4.34) dan (gambar 4.35).
Menambahkan kal-sium klorida sedikit akan meningkatkan kadar udara.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 261
Gambar 4.35: Hubungan antara
Gambar 4.34: Hubungan antara ukuran prosentase agregat halus dan kandungan udara
butir agregat maksimum , semen dan
dalam beton PCA Major Series 336
kandungan udara dalam beton dengan AEA
dan tidak menggunakan AEA. PCA Major
Series 336

Beberapa super plasticizer atau High-Range Water Reducer (HRWR),


berinteraksi dengan semen dan Air-entraining admixtures yang akan menghasilkan
peningkatkan kekuatan dan pemukaan beton yang baik (gambar 4.36). Penggunaan
Admixtures Mineral bersamaaan berpengaruh pada penggunaan Air-entrainment
admixtures seperti campuran yang mengandung fly ash, maka akan membutuhkan
lebih banyak Air-entrainment admixtures untuk menghasilkan kadar udara yang
sama dalam campuran tanpa fly ash.

Namun tidak demikian dengan menggunakan Silica fume. Udara entrainment


berbanding terbalik dengan suhu. Ketika suhu naik, entrained udara turun. Oleh
karena itu penambahan AEA tetap harus mempertahankan kekuatan tekan rencana
salah satunya menggunakan kombinasi penambahan water reducer admixture
(WRA) agar FAS tetap sesuai dengan rencana campuran. Hubungan antara FAS
dengan kekuatan tekan (gambar 4.37).

262 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Gambar 4.36: Hubungan antara kandungan udara dan kekuatan beton umur 28 hari dengan 3
kondisi kadar air. Kandungan Air akan mengurangi kandungan udara jika nilai slum konstant
Sumber: (Cordin, 1946)

Gambar 4.37: Hubungan kekuatan tekan beton umur 28-hari dengan Faktor Air Semen (FAS)
dengan variasi air-entrained concretes menggunakan Semen Type I
Sumber: Kosmatka, S.H. and Panarese, W.C., Design and Control of Concrete Mixtures, 14th ed., Portland
Cement Association, Skokie, IL, 2003.p.135)

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 263
Sifat utama beton yang dipengaruhi oleh Air-entrainment disajikan dalam
tabel berikut ringkasan singkat (table 4.19) dan Faktor-faktor yang mempengaruhi
kadar udara beton pada dosis tertentu campuran admixture (table 4.20):
Tabel 4.19: Efek dari Kandungan Udara (Entrained Air) pada sifat dan karakteristik beton
Properties Efek
Abrasi Berefek Sedikit; Meningkatkan Kekuatan Tekan dan Ketahanan
terhadap Abrasi
Daya Serap Berefek Sedikit
Reaksi Alkali-silica Menunrunkan Expansion dengan menggurangi kadar udara
Bleeding Mengurangi secara signifikan
Pengikatan Tulangan Menurunkan pengikatan
Kekuatan Tekan Menurunkan sekitar 2% sampai 6% setiap penambahan 1% udara;
harsh or lean mixes may gain strength
Rangkak (Creep) Berefek Sedikit
Deicer scaling Mengurangi secara signifikan
Kepadatan Mengurangi dengan bertambahnya kandungan udara
Fatigue Berefek Sedikit
Penyelesaian Akhir Reduced due to increased cohesion (stickiness)
(Finishability)
Kekuatan Lentur Mengurangi sekitar 2% sampai 4% setiap penambahan 1% udara
Freeze-thaw Mengembangkan secara signifikan ketahanan terhadap water-
saturated freeze-thaw deterioration
Panas Hidrasi Tidak berefek signifikan
Modulus Elastisitas Menurunkan sekitar 720 sampai 1380 MPa (105,000 to 200,000 psi)
(static) dengan penambahan udara setiap 1%
Permeabilitas Little effect; reduced water-cement ratio reduces permeability
Scaling Mengurangi secara signifikan
Shrinkage (drying) Efek sedikit
Slump Meningkat sekitar 25 mm (1 in.) dengan penambahan udara setiap
per 1⁄2 to 1%
Specific heat Tidak Berefek
Ketahan Sulfat Significantly improved
Stickiness Increased cohesion—harder to finish
Suhu Beton Segar (Temp. No effect
of wet concrete)
Konduktivitas Panas Menurunkan1% to 3% setiap penambahan 1% udara
(Thermal conductivity)
Difusi Panas (Thermal Menurunkan 1.6% setiap penambahan 1% udara
diffusivity)
Kadar Air Bebas Beton Menurunkan air sekitar 3 to 6 kg/m3 (5 to 10 lb/yd3) setiap
Segar dgn Slum Sama penambahan 1% udara
(Water demand of wet
concrete for equal slump)
Watertightness Increases slightly; reduced water-cement ratio increases
watertightness
Kemudahan Pekerjaan Bertambah jika kandungan udara bertambah
(Workability )
Source: Kosmatka, Steven H.; Kerkhoff, Beatrix; and Panarese, William C.; Design and Control of
Concrete Mixtures, Chapter 8: Air-entrained concrete, Table 8.1, EB001, 14th edition, Portland
Cement Association, Skokie, Illinois, USA, 2003, p.130

264 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Tabel 4.20: Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar udara beton pada dosis tertentu
campuran admixture
Factor Mempengaruhi kadar udara
Cement Peningkatan kehalusan semen akan menurunkan kadar udara.
Peningkatan kandungan alkali pada semen kandungan udara dapat
meningkat.
Peningkatan jumlah bahan semen dapat menurunkan kadar udara.
Fine aggregate Peningkatan fraksi halus lolos saringan 150 μm (No. 100) akan mengurangi
jumlah udara entrained.
Peningkatan fraksi tengah lolos saringan 1,18 mm (No. 16), namun tertahan
pada saringan 600 μm (No. 30) dan 300 μm (No. 50), akan meningkatkan
kadar udara.
Coarse aggregate Debu pada agregat kasar akan menurunkan kadar udara.
Penggunaan batu pecah memiliki kandungan udara lebih rendah dari beton
kerikil.
Sejumlah kecil dari deterjen limbah rumah tangga atau industri akan
Water mencemari air dapat mempengaruhi jumlah udara entrained.
Jika air keras digunakan untuk batching, kandungan udara dapat berkurang
Pozzolans and Abu terbang (Fly ash), silika fume, pozzolans alami, dan tanah pasir blast
slag furnace slag-dapat mempengaruhi tingkat atau dosis penggunaan Air-
entraining admixtures
Admixtures Pencampuran bahan kimia umumnya mempengaruhi tingkat atau dosis Air-
entraining admixtures
Slump Kurang atau lebih kecil dari 75 mm (3 in) nilai slum, campuran tambahan
mungkin diperlukan. Peningkatan nilai slump sampai sekitar 150 mm (6
inci) akan meningkatkan kadar udara.
Pada slump di atas 150 mm (6 in), udara bisa menjadi kurang stabil dan
kadar udara dapat berkurang.
Temperature Peningkatan suhu beton akan menurunkan kadar udara. Peningkatan suhu
21-38 ° C (70 sampai 100 ° F) dapat mengurangi isi udara sebesar 25%.
Penurunan 21-4 ° C (70 sampai 40 ° F) dapat meningkatkan isi udara
sebanyak 40%. Dosis udara-entraining admixtures harus disesuaikan pada
saat perubahan suhu beton berlangsung
Concrete mixer Jumlah udara yang ada pada alat pengaduk (stasioner, paving, atau
transit) akan berkurang akibat keausan atau dilapisi karena adanya
beton mengeras pada alat aduk.
Isi udara sering meningkat selama 70 putaran pertama pencampuran
maka perlu dikurangi.
Kandungan udara akan meningkat jika mixer dimuat kurang dari
kapasitas dan akan menurun jika mixer kelebihan beban. Dalam beban
yang sangat kecil dalam mixer drum, bagaimanapun, udara menjadi
lebih sulit untuk tercampur dalam beton.

(2) Water Reducing dan Retarding Admixture

Jenis bahan tambah kimia menurut American Society for Testing and
Materials (ASTM) C 494 dan dalam the American Concrete Institute (ACI) Manual
of Concrete Practice 212.3R and 212.4 serta SNI 03-2495-1991 terbagi menjadi
7 tipe: (1) Tipe A : Water Reducing Admixture (WRA), (2) Tipe B : Retarding

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 265
Admixture, (3) Tipe C : Accelerating Admixtures, (4) Tipe D : Water Reducing and
Retarding Admixture, (5) Tipe E : Water Reducing and Accelerating Admixture,
(6) Tipe F : Water Reducing, High Range Admixture, dan (7) Tipe G : Water
Reducing, High Range Retarding admixtures.

Water reducing adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi


penggunaan air pengaduk untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu
yaitu Type A dan F umumnya disebut dengan plastisizer dan superplastisizer.
Dengan menggunakan jenis bahan tambah ini akan dapat dicapai tiga hal, yaitu :

o Hanya menambah/meningkatkan workability. Menambahkan WRA ke dalam


beton maka dengan fas (kadar air dan semen) yang sama akan didapatkan
beton dengan nilai slump yang lebih tinggi. Slump yang lebih tinggi akan
menghasilkan beton segar yang lebih mudah dituang, diaduk dan dipadatkan.
Karena jumlah semen dan air tidak dikurangi dan workability meningkat
maka akan diperoleh kekuatan tekan beton keras yang lebih besar
dibandingkan beton tanpa WRA.
o Menambah kekuatan tekan beton. Dengan mengurangi/memperkecil fas
(jumlah air dikurangi, jumlah semen tetap) dan menambahkan WRA pada
beton segar akan diperoleh beton dengan kekuatan yang lebih tinggi. Dari
beberapa hasil penelitian ternyata dengan fas yang lebih rendah tetapi
workability tinggi maka kuat tekan beton meningkat, dan
o Mengurangi biaya (ekonomis). Dengan menambahkan WRA dan mengurangi
jumlah semen serta air, maka akan diperoleh beton yang memiliki workability
sama dengan beton tanpa WRA dan kekuatan tekannya juga sama dengan
beton tanpa WRA. Dengan demikian beton lebih ekonomis karena dengan
kekuatan yang sama dibutuhkan jumlah semen yang lebih sedikit.

Plasticizer atau Superplatisizer dapat digunakan dengan cara-cara sebagai


berikut: (1) Kadar semen tetap, air dikurangi; Cara ini untuk memproduksi beton
dengan nilai perbandingan atau faktor air semen (fas) yang rendah. Dengan faktor
air semen yang rendah akan meningkatkan kuat tekan beton. Dengan penambahan
plasticizer, walaupun fas rendah, beton tetap memiliki sifat workabilitas yang baik;

266 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


(2) Kadar semen tetap, air tetap; Cara ini untuk memproduksi beton dengan slump
yang lebih tinggi. Tingginya nilai slump akan memudahkan penuangan adukan; (3)
Kadar semen dikurangi, faktor air semen tetap; cara ini dilakukan untuk
memperoleh beton dengan penggunaan semen yang lebih sedikit, sehingga
mengurangi biaya.

Berdasarkan komposisinya diklasifikasikan secara umum menjadi 5 kelas: (1)


Asam lignosulfonic dan kandungan garam-garam; (2) Modifikasi dan turunan asam
lignosulfonic dan kandungan garam-garam; (3) Hydroxylated carboxylic acids dan
kandungan garamnya; (4) Modifikasi hydroxylated carboxylic acids dan kandungan
garamnya; (5) Material lain seperti, Material inorganik seperti seng, garam-garam,
barak, posfat, klorida; Asam amino dan turunannya; Karbohidrat, polisakarin dan
gula asam; Campuran polimer, seperti eter, turunan melamic, naptan, silikon,
hidrokarbon-sulfat.

Berdasarkan prosentase pengurangan jumlah air, dibedakan menjadi 3


macam: (1) Normal water reducer : Penggunaan jenis ini mampu mengurangi air
antara 5 – 10%. (2) Mid-range water reducer : Penggunaan jenis ini mengurangi air
antara 10 – 15%, dan (3) High-range water reducer : Jenis ini biasa disebut
superplasicizers, mampu mengurangi air antara 20 – 40%.

Mekanisme (Breins Engineering, 2010) adanya penambahan plasticizer


dalam campuran beton ketika senyawa diserap oleh bidang muka antara air dengan
zat padat, partikel padat tersebut mengandung muatan sisa pada permukaannya
dapat positif atau negatif ataupun keduanya. Pada pasta semen, akibat perbedaan
muatan tersebut, partikel dengan muatan berbeda yang posisinya berdekatan
menyebabkan gaya elektrostatik, selanjutnya partikel mengalami flokulasi/
penggumpalan (gambar 4.38). Sejumlah air diikat oleh gumpalan tersebut dan
diserap pada permukaan padat, sedang sedikit air yang tersisa mampu mengurangi
viskositas/kekentalan pada pasta dan juga pada beton. Molekul pada plasticizer
berfungsi menetralisir muatan pada permukaan atau membuat seluruh permukaan
tersebut bermuatan seragam. Kemudian partikel tersebut saling tolak menolak
(tidak lagi saling tarik menarik), sehingga semua partikel saling berpencar/dispersi

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 267
dalam pasta (gambar 4.39). Hal ini membuat sebagian besar air mampu untuk
mengurangi viskositas pada semen dan beton.

Gambar 4.38: Flokulasi/ Gambar 4.39: Dispersi Partikel Semen


penggumpalan partikel semen

Interaksi pada permukaan ini hampir pasti diketahui terjadi pada partikel
semen, dan dapat pula terjadi pada fraksi terhalus dari agregat halus. Hal yang sama
berlaku juga untuk superplatisizer (gambar 4.40).

(a) (b)
Gambar 4.40: Aksi Dispersi akibat Plasticizer: (a) Pasta menggumpal; (b) Pasta
berpencar

268 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Pengunaan WRA (Type A) dalam campuran beton umumnya sekitar 5%
sampai 12%. Penambahan WRA tanpa mengurangi Faktor Air Semen (FAS) akan
menghasilkan campuran dengan nilai slum yang lebih tinggi. Kehilangan nilai slum
dibanyak kasus akan menyebabkan berkurangnya workability dan kehilangan
waktu untuk pengecoran jika hal ini tidak dikontrol akan menyebabkan retak pada
beton. Penggunaan WRA akan mengurangi penggunaan semen dan air dalam
campuran, ketika penggunaan FAS yang sama maka jika tanpa WRA kekuatan
beton akan turun dan menyebabkan kehilangan nilai slum. Kehilangan nilai slump
akan mengurangi workability, pada beton normal yang tidak menggunakan WRA
maka slump akan turun sekitar 5 – 10 cm setiap satu jam setelah pengadukan beton
seperti dapat di (gambar 4.41), menurut Previte, 1977 (Domone, 2003, p. 25).
Penggunaan WRA dalam campuran beton dibandingkan dengan beton tanpa WRA
akan menghasilkan kehilangan slump yang kecil (Whiting & Dziedzic, Effects of
Conventional and High-Range Water Reducers on Concrete Properties, 1992),
yang dapat di lihat gambar 4.42, termasuk menggunakan HWRA (gambar 4.43).

Gambar 4.41: Tipe Kehilangan Nilai Slum beton tanpa bahan tambah
(Previte, 1977 on Domone, P.L., PART 1: Fresh concrete, Chapter 1: Fresh concrete, Advanced
Concrete Technology, Concrete Properties:, ,Newman., John dan Choo., Ban Seng, (editor), Great
Britain: Elsevier Ltd, 2003.,p.23).

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 269
Gambar 4.42: Kehilangan Nilai Slump pada 23°C (73°F) dalam beton konvensional/normal
dengan WRA (ASTM C 494 and AASHTO M 194 Type D) dibandingkan dengan campuran tanpa
WRA (Control)
Sumber: Whiting and Dziedzic 1992

Gambar 4.43: Kehilangan Nilai Slump pada 23°C (73°F) dalam beton normal dengan HWRA
(ASTM C 494 and AASHTO M 194 Type D) dibandingkan dengan campuran tanpa HWRA
(Control)
Sumber: Whiting and Dziedzic 1992

Type A atau WRA banyak digunakan untuk pengecoran dengan kondisi yang
sulit misalnya dengan pemompaan atau tremi. Dosis penggunaan sekitar 130 to 390
ml per 100 kg (2 to 6 fl oz. per 100 lb) dari campuran semen. Kandungan yang
terdapat dalam WRA adalah (1) Lignosulfonic acids and their salts; (2)
Hydroxylated polymers; (3) Hydroxylated carboxylic acids (HC) and their salts; (4)
Sulfonated melamine or naphthalene formaldehyde condensates; and (5) Polyether-
polycarboxylates (Cement and Concrete Institute, 2013).

270 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Peningkatan slump berbeda sesuai dengan jenis dan dosis. Tingkat Dosis
umum didasarkan pada kandungan bahan semen (mililiter per seratus kilogram),
yang menggambarkan pengaruh dosis lignosulfonat dan asam HC pada Slump
(gambar 4.44). Hal ini ditunjukkan bahwa HC asam memberikan Slump yang lebih
tinggi dibandingkan dengan lignosulfonat dengan dosis yang sama Water reducers,
atau plasticizers, atau bahkan High-range water reducers (HRWRs),
superplasticizers, yang dikembangkan untuk menghasilkan plastisitas yang tinggi
dengan kadar beton yang rendah untuk konsistensi yang dapat dengan mudah
dipompa sampai ketinggian yang lebih tinggi tanpa mengorbankan kekuatan atau
daya tahan.

Gambar 4.44: Pengaruh Asam Hydroxylated carboxylic dan Lignosulfat pada Slump

Gambar 4.45: Perubahan Nilai Slump dengan penggunaan Bahan Tambah


(Rixom., Roger dan Mailvaganam., Noel ,Chemical admixtures for concrete , 3rd ed., Chapter
1: Water-reducing agents, USA, New York, NY: Taylor & Francis Group, 1999,)

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 271
Pertambahan nilai slum awal dengan penggunaan bahan tambah water
reducer seperti di gambar 4.45 (Rixom & Mailvaganam, 1999). Kemudian, polimer
organik seperti lateks dan epoxies dikembangkan untuk memodifikasi matriks
beton sedemikian rupa untuk meningkatkan ikatan beton sampai keras pada substrat
tertentu atau untuk mengurangi permeabilitas dan beton keras dengan kadangkala
untuk beton mutu tinggi. Sistem Monomer juga telah digunakan untuk menghasikan
beton dengan semen Portland, mengisi pori-pori kecil, kapiler, dan void dengan
cairan yang cepat mengeras, pori yang lebih sedikit, modulus yang lebih tinggi, dan
lebih tahan terhadap serangan kimia. Semua admixtures telah disempurnakan untuk
memberikan rancangan beton dan pilihan konstruksi yang lebih banyak serta
kemampuan beradaptasi yang lebih besar untuk memperluas berbagai aplikasi dan
kondisi yang meragukan.

Diperkirakan bahwa pencampuran bahan kimia satu atau lebih, tidak


termasuk Air-entraining agen, Sekitar 80% digunakan dalam campuran beton, dan
angka tersebut meningkat menjadi hampir 100% ketika Air-entraining agent
dimasukan (Whiting, et al., 1994). Penggunaan asam HC sebagai WRA
membutuhkan kandungan air lebih tinggi dibandingkan dengan lignosulfonat.
Bleeding yang cepat merupakan masalah bagi beton dengan asam HC karena
naiknya nilai kelecakan beton. (Rixom & Mailvaganam, 1999); (Neville, A.M,
1995); (PSU, 2013).

Menurut (Mindess S. , Concrete Constituent Materials, 2008).


Superplasticizer dibedakan menjadi 4 jenis : (1) Modifikasi Lignosulfonat tanpa
kandungan klorida; (2) Kondensasi Sulfonat Melamine Formaldehyde (SMF)
dengan kandungan klorida sebesar 0.005%; (3) Kondensasi Sulfonat Nephtalene
Formaldehyde (SNF) dengan kandungan klorida yang diabaikan; dan (4)
Carboxyl acrylic ester copolymer.

Jenis SMF dan SNF yang disebut garam sulfonik lebih sering digunakan
karena lebih effektif dalam mendispersikan butiran semen, juga mengandung
unsur-unsur yang memperlambat pengerasan. Superplasticizer adalah zat-zat

272 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


polymer organik yang dapat larut dalam air yang telah dipersatukan dengan
mengunakan proses polymerisasi yang komplek untuk menghasilkan molekul-
molekul panjang dari massa molecular yang tinggi. Molekul-molekul panjang ini
akan membungkus diri mengelilingi partikel semen dan memberikan pengaruh
negatif yang tinggi sehingga antar partikel semen akan saling menjauh dan
menolak. Hal ini akan menimbulkan pendispersian partikel semen sehingga
mengakibatkan keenceran adukan dan meningkatkan workabilitas. Perbaikan
workabilitas ini dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan beton dengan workability
yang tinggi atau menghasilkan beton dengan kuat tekan yang tinggi. Efek
penggunaan superplastizer di gambar 4.46 (Mindess & Young, 1981)

Strategi pertimbangan untuk penggunaan WRAS secara ekonomi,


dikategorikan sebagai berikut (Collepardi, 1984): (1) Mengurangi rasio air / semen
untuk kekuatan yang lebih tinggi dan meningkatkan daya tahan sambil
mempertahankan kinerja pengerjaan yang sama pada campuran; (2) Mengurangi
porsi pasta dari campuran bahan air dan semen, dengan tujuan untuk mengurangi
susut dan pengembangan panas dalam pengecoran yang besar besar, workability,
kekuatan, dan daya tahan yang dipertahankan pada tingkat komparatif; (3)
Penggunaan air dan semen yang sama dan mempertahankan kekuatan dan daya
tahan yang sama tetapi meningkatkan aliran dan workability.

Gambar 4.46: Efek of superplasticizer dan kehilangan nilai slump


(Sumber: Mindess, S. and Young, J.F., Concrete, Prentice Hall, Englewood Cliffs, NJ, 1981.)

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 273
HRWRs bekerja sama dengan WRA tapi jauh lebih efisien. Superplasticizers
dapat mengurangi kebutuhan air sebanyak 30%. HRWRs dapat ditambahkan ke
dalam mixer selama pencampuran di pengolahan beton atau lapangan/site dan
kinerja pengerjaan dapat terus disesuaikan sesuai aplikasi kebutuhan spesifik
dengan mengurangi slump-loss (Fisher, 1994, pp. 547-550). Generasi
superplasticizers (Whitney, 2008, pp. 3-5):

 Generasi-Pertama superplasticizers terutama dari bahan anionik yang


menciptakan muatan negatif pada partikel semen, sehingga gesekan
berkurang karena partikel muatan yang sama saling menghambat. HRWRs
tidak berpengaruh pada proses hidrasi, tetapi penggunaannya untuk
mengurangi air / semen rasio tanpa penambahan retarder membuat waktu
pengikatan akan lebih cepat. Kadangkala waktu pengerjaan beton yang
singkat pada generasi pertama HRWRs biasanya ditambahkan yang
memungkinkan pengurangan air dari 20% sampai 30%.

 Generasi kedua superplasticizers, yang biasanya ditambahkan pada saat


pencampuran di batching plant yaitu partikel semen dengan bahan
thixatropic, bahan ini akan melumasi campuran, memungkinkan lebih
rendah air / semen rasio, dan meningktakan kontrol terhadap proses hidrasi.
Generasi kedua HRWRs dapat digunakan pada suhu yang lebih tinggi beton,
sehingga mengurangi atau menghilangkan kebutuhan air 20 sampai 30%,
dan waktu pengerjaan yang lebih tinggi dapat diperpanjang.

 generasi Ketiga superplasticizers merupakan partikel semen yang


ditambahkan di batching plant, seperti generasi kedua HRWRs. Ketiga
generasi superplasticizers menawarkan keuntungan yang sama seperti
generasi kedua HRWRs, dengan tambahan lebih mempertahankan
karakteristik pengikatan awal beton dan menghasilkan campuran yang
sangat plastik pada rasio air / semen sangat rendah. Superplasticizers
generasi kedua dan generasi ketiga yang relatif mahal (biasanya $ 5 sampai
$ 6 per-yard beton), tetapi telah membuktikan biaya yang efektif dalam

274 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


aplikasi seperti concreting pada saat cuaca panas, pengecoran dinding,
penempatan crane dan batch, Slabs pada gelagar, dan pemompaan beton
(Guennewig, 1993). Tren saat ini menggunakan polikarboksilat
(polycarboxylates) dengan lignin tersulfonasi (sulfonated lignins) atau
produk melaminebased, karena jauh lebih efektif sebagai superplastisizer.

Strategi untuk penggunaan HRWRs termasuk WRA, memerlukan


pertimbangan tepat dan keputusan atas jenis dan kuantitas yang diperlukan untuk
menghasilkan beton yang tepat. Menentukan dosis superplasticizer yang optimal
dapat menjadi tugas yang relatif kompleks yang akan melibatkan pertimbangan
biaya, reologi dari beton segar, sifat mekanik pada usia dini, dan daya tahan jangka
panjang dalam kondisi pelayanan yang diharapkan. Dosis yang optimal sangat
tergantung pada penentuan saturasi konsentrasi-rasio tertinggi massa padat HRWR
ke massa bahan semen di mana setiap dosis yang lebih tinggi tidak akan secara
signifikan meningkatkan workability dari pasta (Gagne, Boisvert, & Pigeon, 1996).
Rasio ini biasanya 0,8 sampai 1,2% dan dipengaruhi oleh jenis dan kualitas
superplasticizer, kehalusan semen, kandungan C3A, jenis dan isi dari sulfat, dan
kecepatan serta jenis mixer yang digunakan (Baalbaki, 1990, pp. 49-57).

Pengurangi jumlah air pencampur sebanyak 12 % atau lebih yang diperlukan


untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu,. Dengan menambahkan
bahan ini ke dalam beton diharapkan kekuatan beton yang dihasilkan tinggi dengan
jumlah air sedikit, tetapi tingkat kemudahan pekerjaan (workability beton) juga
lebih tinggi. Superplasticizer juga mempunyai pengaruh yang besar dalam
meningkatkan workabilitas bahan ini merupakan sarana untuk menghasilkan
beton mengalir tanpa terjadi pemisahan (segregasi/bleeding) yang umumnya
terjadi pada beton dengan jumlah air yang besar, maka bahan ini berguna untuk
pencetakan beton ditempat-tempat yang sulit seperti tempat pada penulangan
yang rapat.

Superplasticizer dapat memperbaiki workabilitas namun tidak


berpengaruh besar dalam meningkatkan kuat tekan beton untuk faktor air semen
yang diberikan. Namun kegunaan superplasticizer untuk beton mutu tinggi secara

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 275
umum sangat berhubungan dengan pengurangan jumlah air dalam campuran beton.
Pengurangan ini tergantung dari kandungan air yang digunakan, dosis dan tipe dari
superplasticizer yang dipakai. Untuk meningkatkan workability campuran beton,
penggunaan dosis superplasticizer secara normal berkisar antara 1-3 liter tiap 1
meter kubik beton. Larutan superplasticizer terdiri dari 40% material aktif. Ketika
superplasticizer digunakan untuk menguarangi jumlah air, dosis yang digunakan
akan lebih besar, 5 sampai 20 liter tiap 1 meter kubik beton. (Neville, A.M, 1995)

Retading Admixtures (type B dan G) merupakan reaksi kimia yang


memperlambat proses hidrasi semen, C3A dan C3S. (Collepardi, M, 1993)
biasanya proses hidrasi dimulai pada tahap awal yang akhirnya, proses hidrasi
mempercepat reaksi kimia karena kelompok lain reaksi awalnya lambat, dan panas
hidrasi memungkinkan untuk melanjutkan pada tingkat normal sampai selesai. Efek
perlambatan di gambar 4.47 dan di gambar 4.48 secara signifikan khususnya selama
24 sampai 72 jam pertama. Retarder dapat mengurangi sifat fisik penting bila
digunakan secara berlebihan. Perubahan sifat beton keras karena retarder biasanya
berhubungan dengan pengembangan kekuatan awal yang tertunda, yang dapat
mempengaruhi (terutama plastik) pada saat awal terjadinya susut dan creep.

Gambar 4.47: Efek Perlambatan penggunaan retading admixture ((Mindess, S.


and Young, J.F., Concrete, Prentice Hall, Englewood Cliffs, NJ, 1981)
(Whiting and Dziedzic 1992)

276 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Gambar 4.48: Kehilangan Nilai Slump pada 23°C (73°F) dalam beton normal
dengan retarder dibandingkan dengan campuran tanpa retarder. (Whiting and
Dziedzic 1992)

Bahan tambah yang berfungsi untuk memperlambat proses waktu pengikatan


beton. Biasanya digunakan pada saat kondisi cuaca panas, memperpanjang waktu
untuk pemadatan, pengangkutan dan pengecoran dengan volume besar dengan tetap
tidak mempengaruhi kekuatan tekan beton. Konstruksi jalan raya dan konstruksi
jembatan paling banyak menggunakan retarding admixture. Retarding Admixture
terdiri dari bahan organik dan anorganik. (1) Retardants organik termasuk kalsium
yang dimurnikan, natrium, NH4, garam dari asam lignosulfonic, asam
hydrocarboxylic, dan karbohidrat. (2) Retardants anorganik termasuk oksida timbal
dan seng, fosfat, garam magnesium, fluorates dan borat. Sebagai contoh efek yang
tahan terhadap sifat beton, asam lignosulfate dan asam karboksilat dihidroksilasi
memperlambat waktu setting awal oleh setidaknya satu jam dan tidak lebih dari tiga
jam bila digunakan pada 65 sampai 100 derajat Fahrenheit.

Penggunaan retarding admixtures memberikan manfaat lebih banyak yaitu:


menghilangkan biaya relokasi pabrik pencampuran yang jauh dari pusat atau
menjamin beton tetap plastis selama pengangkutan; waktu untuk texturing atau
grooving plastik pada trotoar beton; waktu untuk menyelesaikan akhir; mengurangi

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 277
kerusakan beton karena cold-joint; ketahanan terhadap retak karena defleksi yang
dapat terjadi; mengurangi bleeding; mengurangi Slump loss; Meningkatkan
kekuatan tekan; Mengurangi Shringkage dan Creep; Baik untuk pengerjaan
perkerasan pada cuaca panas; menjamin kualitas beton karena keterlambatan
penuangan atau karena panas hidrasi. Dari gambar 15 dapat dilihat bahwa dengan
menggunakan retarding nilai slump yang hilang dapat diperkecil. Garam dan asam
lignosulfat (Salts of lignosulfonic acids) sebagai bahan admixtures akan
mengurangi penggunaan air, menghasilkan campuran yang lebih baik, cenderung
menghasilkan kandungan udara dalam beton lebih baik (1-2%); dan menghasilkan
beton lebih kaku, kuat pada saat penyelesaian akhir. Polimer hidroxylated
(Hydroxylated polymer) admixtures akan memudahkan pada saat pengangkutan,
kemudahan pengerjaan, penuangan, mengurangi segregasi, memudahkan
penyelesaian akhir, tidak mengurangi kandungan udara dan memudahkan
pemompaan. Bahan tambah dengan Hydroxylated carboxylic acid (HC) akan
mengurangi bleeding dan lainnya sama dengan hydroxylated polymers.

Jenis bahan tambah kimia lainnya adalah bahan yang berfungsi ganda yaitu
untuk mengurangi jumlah air pengaduk yang diperlukan pada beton tetapi tetap
memperoleh adukan dengan konsistensi tertentu sekaligus memperlambat proses
pengikatan awal dan pengerasan beton (Water Reducing dan Retarding
Admixture/Type D). Dengan menambahkan bahan ini ke dalam beton, maka jumlah
semen dapat dikurangi sebanding dengan jumlah air yang dikurangi. Bahan ini
berbentuk cair sehingga dalam perencanaan jumlah air pengaduk beton, maka berat
admixture ini harus ditambahkan sebagai berat air total pada beton.

(3) Accelerating Admixtures

Jenis bahan tambah yang berfungsi untuk mempercepat proses pengikatan


dan pengembangan kekuatan awal beton merupakan tipe C sesuai standar ASTM.
Bahan ini digunakan untuk memperpendek waktu pengikatan semen sehingga
mempecepat pencapaian kekuatan beton. Yang termasuk jenis accelerator adalah :
kalsium klorida, bromide, karbonat dan silikat. Pada daerah-daerah yang

278 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


menyebabkan korosi tinggi tidak dianjurkan menggunakan accelerator jenis
kalsium klorida. Dosis maksimum yang dapat ditambahkan pada beton adalah
sebesar 2 % dari berat semen.
Efek percepatan (accelerating) dapat dimanfaatkan dalam dua cara (EFCA ,
2005) : (1) Seperti 'mengatur akselerator' untuk mengurangi waktu dimulainya
transisi campuran dari plastik ke kaku/keras (2) Sebagai pengerasan akselerator
untuk meningkatkan laju perkembangan kuat tekan awal beton dengan atau tanpa
mempengaruhi pengaturan waktu.

Calcium chloride (CaCl2) adalah bahan kimia umum yang digunakan sebagai
accelerating admixtures khususnya untuk beton tidak bertulang. Untuk beton
bertulang harus memenuhi persyaratan ASTM D 98 (AASHTO M 144) dan dengan
menggunakan penggujian sesuai dengan ASTM D 345. Penggunaan calcium
chloride sebagai accelerating admixtures haruslah didasarkan atas data dan
pengalaman atas efek kimia yang timbul pada beton. Disamping menguntungkan
terhadap peningkatan kekuatan tekan, calcium chloride juga akan menimbulkan
shrinkage, petensi karosi terhadap tulangan, perubahan warna beton (a darkening
of concrete), dan meningkatkan perubahan betntuk(potential for scaling). Ketika
menggunakan calcium chloride kedalam campuran beton, kadar calcium chloride
pada material penyusun beton harus diperhatikan. Kandungan yang disyaratkan
dalam beton yang tidak mempengaruhi pengikatan sebesar 2% . Kelebihan
penggunaannya akan menimbulkan masalah pada laju pengerasan beton (rapid
stiffening), besarnya shrinkage, korosi tulangan dan kehilangan kuat tekan pada
umur mudah menurut Abrams 1924 dan Lackey 1992 dalam PCA, 2003 (Kosmatka,
Kerkhoff, & and Panarese, 2003, p. 113).

Persyaratan total calcium chloride untuk beton bertulang harus memenuhi


rekomendasi ACI 318 dan dilakukan pengetesan menggunakan standar ASTM C
1218. Perhatian penting pada penggunaan bahan admixture dengan calcium
chloride untuk pembuatan beton adalah : (1) Jika beton dirawat dengan penguapan;
(2) beton yang digambungkan dengan bahan metals, khususnya yang berhubungan

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 279
dengan elektikal pada baja tulangan; (3) Penguat slabs beton dengan bentuk baja
galvanis; dan (4) Beton yang diekspose (Colored concrete).

Sebaiknya admixture dengan calcium chloride tidak digunakan untuk


konstruksi: (1) Garasi Parkir; (2) Beton prategang; (3) beton yang diembeded
dengan aluminum (Misalnya: conduit) karena akan bermasalah dengan kelembaban
lingkungan; (4) Agregat yang tidak memenuhi tess standar karena berpotensi
menyebabkan kerusakan (deleteriously reactive); (5) Beton ekspose terhadap sulfat
dalam tanah atau air; (6) Slab lantai yang harus kering; (7) Lingkungan dengan
udara panas; dan (8) Massive concrete placements.

(4) Admixtures Ganda

Jenis bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu untuk mengurangi jumlah air
pengaduk yang diperlukan pada beton tetapi tetap memperoleh adukan dengan
konsistensi tertentu sekaligus mempercepat proses pengikatan awal dan pengerasan
beton yaitu Tipe E (Water Reducing and Accelerating Admixture) dan Tipe G
(Water Reducing, High Range Retarding admixtures). Beton yang ditambah dengan
bahan tambah Tipe E akan dihasilkan beton dengan waktu pengikatan yang cepat
serta kadar air yang rendah tetapi tetap workable. Dengan menggunakan bahan ini
diinginkan beton yang mempunyai kuat tekan tinggi dengan waktu pengikatan yang
lebih cepat (beton mempunyai kekuatan awal yang tinggi). Sedangkan Tipe G
adalah Jenis bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur
yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak
12 % atau lebih sekaligus menghambat pengikatan dan pengerasan beton. Bahan
ini merupakan gabungan superplasticizer dengan memperlambat waktu ikat beton.
Digunakan apabila pekerjaan sempit karena keterbatasan sumberdaya dan ruang
kerja.

(5) Persyaratan Bahan Tambah Kimia (Chemical Admixtures)

Bahan Tambah Kimia menurut standar ASTM. C.494 (1995: .254) dan (SNI-
03-2495-1991), dibedakan menjadi tujuh tipe bahan tambah. Type A “Water
Reducing Admixtures” adalah bahan tambah yang mengurangi air pencampur yang

280 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


di perlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu. Type B
“Retarding Admixtures” adalah bahan tambah yang berfungsi untuk di pergunakan
menghambat waktu pengikatan beton..Type C “Accelerating Admixtures”
berfungsi untuk mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton.
Type D “Water Reducing and Retarding Admixtures” berfungsi ganda yaitu
mengurangi jumlah air pencampur yang di perlukan untuk menghasilkan beton
yang konsistensinya tertentu dan menghambat pengikatan awal. Water Reducing
and Retarding Admixtures yaitu Pengurang Air dan Pengkontrol Pengeringan
(Water Reducing Admixture). Type E “Water Reducing and Accelerating
Admixtures” berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang di
perlukan untuk menghasilan beton yang konsistensinya tertentu dan mepercepat
pengikatan awal. Type F “Water Reducing, High Range Admixtures” berfungsi
untuk mengurangi jumlah air pencampur yang di perlukan untuk menghasilkan
beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih. Type G “Water
Reducing, High Range Retarding Admixtures” untuk mengurangi jumlah air
pencampur yang di perlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu,
sebanyak 12% atau lebih dan juga untuk menghambat pengikatan beton.

(6) Syarat Mutu Bahan Tambah Kimia

Syarat umum, Beton yang dalam pembuatannya di pakai jenis-jenis bahan


tambah dari yang di sebutkan di atas, harus memenuhi persyaratan fisika seperti
yang termuat dalam ASTM C.494, Standard Spesification for Chemical Admixture
for Concrete. Atas permintaan pembeli/pemakai, produsen bahan tambah harus
menyatakan secara tertulis bahwa bahan yang di sediakan untuk suatu pekerjaan
beton, adalah sama dalam segala halnya dengan bahan yang di ujikan untuk
memenuhi persyaratan mutu. Atas permintaan pembeli/pemakai, produsen bahan
tambah yang akan di pakai untuk beton pratekan, produsen harus menyatakan
secara tertulis bahwa kadar klorida di dalam bahan tambah tersebut, dan apakah
kadar klorida sudah di tambahkan selama pembuatanya.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 281
Persyaratan fisika dan kimia bahan tambahan untuk campuran beton (SNI-
03-2495-1991) sebagai berikut table 4.21):

Tabel 4.21: Persyaratan fisis bahan tambahan untuk campuran beton


No Macam TIPE
. Pengujian A B C D E F G
1. Kadar air, maks
terhadap
95 - - 95 95 88 88
pembanding
(%)
2. Waktu pengikatan penyim pangan yg diperbolehkan terhadap pembanding, menit
a. waktu pengikatan awal:
- Minimum - 60mnt lebih 60mnt lebih 60mnt 60mnt - 60mnt lebih
lambat cepat lebih lebih lambat
lambat cepat
- Maksimum 60mnt lebih 210 mnt lebih 210 mnt 120 mnt 210 mnt 60mnt lebih 210 mnt
cepat dan juga lambat lebih cepat lebih lebih cepat dan lebih
90 mnt Ibh lambat cepat juga 90 mnt lambat
lambat Ibh lambat
b. waktu pengikatan akhir:
- Minimum - - - - - - -
- Maksimum 60mnt lebih 210 mnt lebih 60 mnt 210 mnt 60 mnt 60mnt lebih 210 mnt
cepat dan juga lambat lebih cepat lebih lebih cepat dan lebih
90 mnt Ibh lambat cepat juga 90 mnt lambat
lambat Ibh lambat
3. Kuat tekan, minimum thd pembanding (%): 1)
1 hari - - - - - 140 125
3 hari 110 90 125 125 125 125 125
7 hari 110 90 100 110 110 115 115
28 hari 110 90 100 110 110 110 110
6 bulan 110 90 90 100 100 100 100
1 tahun 110 90 90 100 100 100 100
4. Kuat lentur, minimum thd pembanding (%): 1)
3 hari 100 90 110 100 110 110 110
7 hari 100 90 100 100 100 100 100
28 hari 100 90 90 100 100 100 100
5. Perubahan panjang maks. Penyusutan: 2)
a. penambahan di atas
pembanding 0,35 0,35 0,35 0,35 0,35 0,35 0,35
b. penambahan
di atas pembanding 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010
Catatan:
1)
Angka-angka yang tercantum merupakan pembanding (%) antara beton yang memakai bahan kimia tambahan dengan beton
pembanding.
2)
Apabila perubahan panjang dari pembanding pada umur 14 hari < 0,030 % digunakan 5a, apabila panjang dari pembanding pada
umur 14 hari > 0,030 % digunakan 5 b.

Keseragaman dan Kesamaan (Komposisi), Apabila di tentukan oleh


pembeli/pemakai bahwa perlu di lakukan uji kesergaman terhadap jumlah bahan
tambah yang di suplly, maka uji ini di lakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) Pengujian di lakukan terhadap contoh awal (initial sample) dan hasil uji di
jadikan refrensi untuk membandingkan hasil-hasil uji atas contoh yang di ambil dari
sembarang kumpulan bahan (lot). (2) Analisis infra-red, hasil spektra absorbsi
sejauh mungkin harus sama antara contoh awal dengan contoh dari suatu lot. (3)

282 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


Residu pengerinan di dalam oven, bila di uji dengan cara dan ketentuan dalam
ASTM C.494, variasi antara nilai contoh awal dengan contoh yang di ambil dari
lot, harus berada pada batas variasi: di mana 5% untuk bahan tambah cair dan 4%
untuk bahan tambah non cair. (4) Berat jenis untuk bahan tambah cair, perbedaan
untuk contoh awal dengan air sulig dan dengan contoh daro lot tidak boleh lebih
besar dari 10%.

4.5.4.6 Bahan Tambah Mineral (Additive)

Beberapa keuntungan dari penggunaan bahan tambah mineral ini antara lian
(Cain, 1994: 500-508).; memperbaiki kinerja workability, Mengurangi panas
hidrasi, Mengurangi biaya pekerjaan beton, Mempertinggi daya tahan terhadap
serangan sulfat, Mempertinggi daya tahan terhadap serangan reaksi alkali-silika,
Mempertinggi usia beton, Mempertinggi kekuatan tekan beton, Mempertinggi
keawetan beton, Mengurangi penyusutan, dan Mengurangi porositas dan daya serap
air dalam beton.

Abu Terbang Batu Bara hasil residu pembakaran batubara atau bubuk batu
bara. Klasifikasi fly ash (ASTM C.618) dapat dibedalkan menjadi dua F yaitu abu
terbang yang normal yang dihasilkan dari pembakaran batubara antrasit atau
batubara bitomius. Dan kelas C adalah yang dihasilkan dari batubara jenis lignite
atau subbitumeus. Pada abu terbang jenis C kemungkinan mengandung kapur
(lime) lebih dari 10% beratnya.

Slag residu pembakaran tanur tinggi. Difinisi slag dalam ASTM. C.989,
“Standard spesification for ground granulated Blast-Furnace Slag for use in
concrete and mortar”, (ASTM, 1995: 494) sebagai produk non-metal yang
merupakan material berbentuk halus, granular hasil pembakaran kemdian
didinginkan misalnya dengan air pencelupan dalam air.

Silika Fume, Menurut Standar Sfesification for Silica Fume for Use in
Hydraulic-Cemen Concrete and Mortar, (ASTM.C.1240,1995: 637-642). Definisi
silica fume adalah material pozzolan yang halus, dimana komposisi silika lebih

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 283
banyak yang dihasilkan dari tanur tinggi atau sisa produksi silikon atau besi silikon
alloy.(dikenal sebagai gabungan antara microsilika dengan silika fume).

Penghalus Gradasi (Finely Diveded Mineral Admixtures), Bahan ini berupa


mineral yang di pakai untuk memperhalus perbedaan-perbedaan pada campuran
beton dengan memberikan ukuran yang tidak ada atau kurang dalam agregat.

Salah satu cara untuk meningkatkan kekuatan beton adalah meningkatkan


pemadatannya, yaitu meminimumkan pori atau rongga yang terbentuk di dalam
beton. Penggunaan bahan tambah Minarex H dapat membantu meningkatkan kuat
tekan beton. Crude oil (minyak mentah /minyak bumi), dapat menghasilkan
bermacam jenis produk, tidak hanya produk BBM tetapi juga produk non BBM
serta produk petrokimia. Proses pengolahan minyak PT. Pertamina, menghasilkan
produk hasil ekstraksi yang diberi nama Minarex (Pertamina Extract). Sejalan
dengan pertumbuhan industri di Indonesia, maka kebutuhan akan pengolahan
minyak (processing oil) terus mengalami peningkatan. Guna memenuhi kebutuhan
tersebut, Pertamina memproduksi processing oil baik dari golongan paraffine
(paraffinic) maupun aromatic (Minarex H). Khusus

Minarex, ada beberapa jenis yang diproduksi yaitu Minarex-A, B, dan H


(Hybrid). Minarex H yaitu Processing Oil untuk Industri Karet dan Tinta Cetak
Industri dalam negeri membutuhkan bermacam-macam jenis minyak proses
(Processing oil) untuk pembuatan ban, industri barang jadi karet (tali kipas, suku
cadang kendaraan). Selain itu, processing oil juga dapat digunakan sebagai bahan
baku pada industry tinta cetak dan sebagai plasticizer / extender pada industry
kompon PVC. Hasil penelitian (Azam, Salim, & Marhendi, 2014) yang dilakukan
melihat pengaruh bahan tambah Minarex H dengan kuat tekan maximal 19,3 Mpa
dengan nilai slump 11.5 Cm.

Bahan tambah lainnya, Air Entraining membentuk gelembung-gelembung


udar berdiameter 1 mm atau lebih kecil di dalam beton atau mortar selama
pencampuran, dengan maksud mempermudah pengerjaan beton pada saat
pengecoran dan menambahkan ketahanan awal pada beton. Beton Tanpa Slump
yaitu beton yang mempunyai slump sebesar 1 inch (25.4 mm) atau kurang, sesaat

284 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


setelah pencampuran. Polimer, Ini adalah produk bahan tambah yang baru yang
dapat menghasilkan kekuatan tekan beton yang tinggi sekitar 15.000 psi (1.000psi
= 6,9 Mpa) atau lebih, dan kekuatan belah tariknya sekitar 1.500 Psi atau lebih.
Bahan Pembantu untuk Mengeraskan Permukaan Beton (Hardener Concrete),
untuk beton yang harus menanggung bebab-beban yang berat dan hidup serta selalu
dalam keadaan berputar atau berpindah-pindah, seperti lantai untuk bengkel-
bengkel alat alat berat (heavy equiment), dan lainnya. Bahan Pembantu Kedap Air
(Water Proofing), Jika beton terletak di dalam air atau berada di dekat permukaan
air tanah, seperti pembuatan tunnel, maka beton tersebut tidak di kehendaki
terjadinya rembesan, untuk itu di usahakan beton di buat kedap air. Bahan Tambah
Pemberi Warna, jika expose terhadap permukaannya biasanya memerlukan
keindahan.

Bahan Tambah untuk Memperkuat Ikatan Beton Lama dengan Beton Baru
(Bonding Agent for Concrete), biasanya di sebut bonding agent yang merupakan
larutan polimer.

Latihan Soal

1. Jelaskan secara singkat sejarah perkembangan beton?


2. Jelaskan parameter-parameter yang paling penting mempengaruhi
kekuatan beton?
3. Jelaskan kelebihan dan kekurangan dari penggunaan beton dalam sebuah
struktur?
4. Kinerja Beton merupakan cerminan dari sifat-sifat dan karakteristik
material penyusun beton akan mempengaruhi kinerja dari beton yang
dibuat, jelaskan kinerja beton:
a. Kekuatan Tekan Beton
b. Kemudahan Pekerjaan
c. Rangkak dan susud
5. Aktivitas dalam sebuah pekerjaan beton tidak dipusatkan dalam satu titik
kegiatan, tetapi terdiri dari beberapa kegiatan yang saling berhubungan,
jelaskan aktifitas pekerjaan beton?
6. Jelaskan pengertian dan definisi beton menurut SNI?

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 285
7. Jelaskan empat bagian utama yang mempengaruhi mutu dari kekuatan
beton?
8. Kontribusi yang di berikan oleh semen terhadap peningkatan kekuatan
beton terutama terdapat dalam tiga faktor! Jelaskan?
9. Metode Pencampuran untuk menenentukan Proporsi Bahan (Mix Design),
di tentukan melalui sebuah perancangan beton (mix design)! Jelaskan
maksud dan tujuan perancangan?
10. Apa yang dimaksud dengan beton konvensional dan beton modern?
11. Apa yang dimaksud dengan Prefabrication (prefabrikasi) dalam industri
konstruksi? Jelaskan juga mengenai keuntungan dan permasalahan dalam
industri konstruksi?
12. Jelaskan minimal 5 (lima) jenis dari beton?
13. Jelaskan jenis Semen a. semen non-hidrolik dan b. semen hidrolik?
14. Jelaskan jenis-jenis agregat yang digunakan untuk bahan beton?
15. Jelaskan jenis-jenis bahan tambah yang digunakan untuk bahan beton?

286 | Bab 4: Bahan-Bahan Penyusun Beton dan Beton


BAB 5
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3)
Berisi tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di laboratorium
utamanya untuk laboratorium pendidikan. Praktek K3 di lapangan
(pelaksanaan di industry konstruksi sipil)

Menurut UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UURI) Nomor:


1 TAHUN 1970 (1/1970) Tentang Keselamatan Kerja (LN 1970/1; TLN NO.
2918). Bahwa (1) setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas
keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional; (2) setiap orang lainnya yang
berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya; (3) setiap sumber
produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan effisien; bahwa
berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya-upaya untuk membina norma-
norma perlindungan kerja; (4) pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam
Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan
kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan
teknologi.

Dalam pasal 2 ruang lingkup yang diatur adalah keselamatan kerja dalam
segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air
maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia. Ketentuan-ketentuan tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana
termasuk Laboratorium dan pekerjaan sipil di lapangan.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 287
Menurut Undang-Undang RI No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi,
termuat dalam Bab II Asas dan Tujuan, pasal 2 bahwa Pengaturan jasa konstruksi
berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan,
kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan demi
kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.

Jelas disini bahwa keamanan dan keselamatan merupakan asas dan tujuan,
dan secara jelas terinci di Bagian Ketiga Kontrak Kerja Konstruksi
Pasal 22 ayat 2 huruf, l bahwa perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan
tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja
serta jaminan sosial.

Menurut UU RI No. 18 Tahun 1999, Pasal 23 ayat 2 baha “Penyelenggaraan


pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang keteknikan, keamanan,
keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan
setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi”.

Para perancang,supervisor dan perencana juga dapat menggunakannya untuk


mengidentifikasi resiko-resiko yang paling umum terjadi,yang harus dikendalikan
oleh para kontraktor dilokasi pekerjaan.Dan kemudian mereka dapat
memperhitungkan resiko-resiko tersebut saat mempersiapkan rancangan dan
spesifikasi.

Beberapa peraturan perundangan yang terkait dengan pengawasan


lingkungan kerja adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang NO. 1/1970 Tentang keselamatan kerja pasal 2, pasal 3


ayat 1 f, g, i,j,k,l,m, pasal 5, pasal 8, pasal 9 dan pasal 14.

2. Undang-undang No.3 tahun 1969 tentang persetujuan konvensi ILO No.


120 mengenai Hygiene dalam perniagaan dan kantor-kantor pasal 7

3. Peraturan pemerintah No.7 tahun 1973 tentang pengawasan atas


peredaran, penyimpanan dan penggunaan Pestisida

288 | Bab 5: Keselamatan dan Kesehatan Kerja


4. Peraturan Pemerintah No. 11/1975 tentang Keselamatan Kerja terhadap
Radiasi;

5. Peraturan Menteri Perburuhan No.7 tahun 1964 tentang syarat Kesehatan


Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja;

6. Permenaker No.3/Men/1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja


pemakaian Asbes;

7. Permenaker No.3/Men/1986 tentang syarat Keselamatan dan Kesehatan


di Tempat Kerja yang mengelola pestisida.

8. Kepmenaker No.51/Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor


Fisika di Tempat Kerja

9. Kepmenaker No. 187/Men/1999 tentang pengendalian Bahan Kimia


Berbahaya di tempat Kerja;

10. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No.2/M/BW/BK/1984, tentang


Pengesahan Alat Pelindung Diri;

11. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 01/Men/1997 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Kimia dll, udara Lingkungan Kerja.

Peraturan perundangan yang ditetapkan oleh pemerintah mengatur hak dan


kewajiban masing-masing pihak baik yang sifatnya prefensif maupun represif.
Dengan demikian upaya perlindungan terhadap tenaga kerja,pengamanan barang-
barang,mesin-mesin dapat tercapai.

Dengan majunya industrialisasi, mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi,


maka dalam kebanyakan hal berlangsung pulalah peningkatan intensitet kerja
operasionil dan tempo kerja para pekerja. Hal-hal ini memerlukan pengerahan
tenaga secara intensief pula dari para pekerja. Kelelahan, kurang perhatian akan
hal-hal lain, kehilangan keseimbangan dan lain-lain merupakan akibat dari padanya
dan menjadi sebab terjadinya kecelakaan.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 289
Setiap tahun banyak pekerja lapangan bidang industri konstruksi meninggal
atau cedera sebagai dampak bahaya dari pekerjaannya; yang lainnya menderita
sakit, seperti misalnya kanker, sakit kulit, ketulian atau sakit paru – paru. Bahaya-
bahaya tersebut tidak terbatas pada lingkungan kerja saja. Anak-anak dan anggota
masyarakat lainnya juga banyak yang meninggal atau terluka akibat kegiatan
pekerjaan konstruksi yang tidak dikendalikan dengan baik.pada akhir dasawarsa ini
kondisi industri konstruksi telah berkembang,tetapi angka kematian, cacat, cedera
dan sakit tetap tinggi. Kematian, cedera dan sakit ini disamping mengakibatkan
penderitaan dan kesusahan, juga kerugian biaya. Pada suatu survei tentang
keselamatan,kesehatan kerja dan lingkungan di peroleh data bahwa kerugian akibat
kecelakaan mencapai 8,5% dari perhitungan biaya proyek konstruksi, walaupun
tidak terjadi kecelakaan yang serius (Jurnal-K3, 2012).

Bahan-bahan yang mengandung racun, mesin-mesin, alat-alat, pesawat-


pesawat dan sebagainya yang serba pelik serta cara-cara kerja yang buruk,
kekurangan ketrampilan dan latihan kerja, tidak adanya pengetahuan tentang
sumber bahaya yang baru, senantiasa merupakan sumber-sumber bahaya dan
penyakit-penyakit akibat kerja. Maka dapatlah difahami perlu adanya pengetahuan
keselamatan kerja dan kesehatan kerja yang maju dan tepat. Selanjutnya dengan
peraturan yang maju akan dicapai keamanan yang baik dan realistis yang
merupakan faktor sangat penting dalam memberikan rasa tentram, kegiatan dan
kegairahan bekerja pada tenaga-kerja yang bersangkutan dan hal ini dapat
mempertinggi mutu pekerjaan, meningkatkan produksi dan produktivitas kerja.

Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 dilakukan perubahan prinsipiil


dengan berubahnya menjadi lebih diarahkan pada sifat preventief. Dalam praktek
dan pengalaman dirasakan perlu adanya pengaturan yang baik sebelum perusahaan-
perusahaan, pabrik-pabrik atau bengkel-bengkel didirikan termasuk juga
laboratorium, karena amatlah sukar untuk merobah atau merombak kembali apa
yang telah dibangun dan terpasang di dalamnya guna memenuhi syarat-syarat
keselamatan kerja yang bersangkutan. Syarat-syarat keselamatan kerja sesuai
dengan Pasal 3 UU No. 1 Tahun 1970 adalah untuk :

290 | Bab 5: Keselamatan dan Kesehatan Kerja


a. mencegah dan mengurangi kecelakaan;

b. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;

c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;

d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran


atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;

e. memberi pertolongan pada kecelakaan;

f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;

g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu,


kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau
radiasi, suara dan getaran;

h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik


maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan;

i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;

j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik

k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;

l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;

m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya

n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman


atau barang;

o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;

p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan


penyimpanan barang;

q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;

r. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang


bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 291
5.1 Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Tujuan keselamatan kerja adalah sebagai berikut: (1) Melindungi tenaga kerja
atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup
dan meningkatan produksi & produktivitas nasional; (2) Menjamin keselamatan
setiap orang lain yang berada di tempat kerja; (3) Sumber produksi dipelihara dan
dipergunakan secara aman & efisien.

Selain itu, dalam keselamatan kerja juga terdapat kesehatan kerja


(Occupational health). Kesehatan kerja merupakan bagian dari kesehatan
masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan
faktor potensial yang mempengaruhi kesehatan pekerja (dalam hal ini Dosen,
Mahasiswa dan Karyawan). Bahaya pekerjaan (akibat kerja), Seperti halnya
masalah kesehatan lingkungan lain, bersifat akut atau kronis (sementara atau
berkelanjutan) dan efeknya mungkin segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek
terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung. Kesehatan
masyarakat kerja perlu diperhatikan, oleh karena selain dapat menimbulkan
gangguan tingkat produktivitas, kesehatan masyarakat kerja tersebut dapat timbul
akibat pekerjaanya. Sasaran kesehatan kerja khususnya adalah para pekerja dan
peralatan kerja di lingkungan Laboratorium.

Kesehatan kerja mempengaruhi manusia dalam hubunganya dengan


pekerjaan dan lingkungan kerjanya, baik secara fisik maupun psikis yang meliputi,
antara lain: metode bekerja, kondisi kerja dan lingkungan kerja yang mungkin dapat
menyebabkan kecelakaan, penyakit ataupun perubahan dari kesehatan seseorang.
Tujuan kesehatan kerja adalah: (1) Memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat pekerja di semua lapangan pekerjaan ketingkat yang
setinggi-tingginya, baik fisik, mental maupun kesehatan sosial. (2) Mencegah
timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh
tindakan/kondisi lingkungan kerjanya; (3) Memberikan perlindungan bagi pekerja
dalam pekerjaanya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan olek faktor-faktor
yang membahayakan kesehatan; dan (4) Menempatkan dan memelihara pekerja di

292 | Bab 5: Keselamatan dan Kesehatan Kerja


suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis
pekerjanya.

5.2 Symbol-Symbol Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Penggunaan simbol – simbol sebagai upaya preventive pencegahan bahaya


atas kecelakaan yang dapat terjadi merupakan aturan yang berlaku umum secara
internasional dan merupakan bahasa yang dapat dipahami oleh semua orang. Warna
dalam sebuah symbol serta tulisannya menunjuk akan arti dari bahaya dari mulai
sebagai informasi umum sampai dengan larangan. Warna keselamatan, warna
kontras (symbol atau tulisan) serta artinya seperti table 5.1 dibawah berikut:

Tabel 5.1: Warna kontras (symbol atau tulisan) dan arti

Beberapa symbol yang sering digunakan untuk menandai di lingkungan


laboratorium dan lingkungan pekerjaan konstruksi secara internasional seperti
contoh gambar dibawah berikut (gambar 5.1; 5.2; 5.3; 5.4; dan 5.5;)

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 293
Gambar 5.1: Contoh Symbol Bahan-bahan berbahaya

294 | Bab 5: Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Gambar 5.2: Contoh Symbol Wajib Penggunaan Alat Proteksi Diri

Gambar 5.3: Contoh Symbol Larangan

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 295
Gambar 5.4: Contoh Symbol Perhatian

Gambar 5.5: Contoh Symbol Informasi Umum

5.3 Penggunaan Alat Proteksi Diri

Alat Pelindung diri atau disingkat APD adalah seperangkat alat yang
digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari
adanya kemungkinan potensi bahaya atau kecelakaan kerja. Secara teknis APD
tidaklah secara sempurna dapat melindungi tubuh tetapi akan dapat meminimaliasi
tingkat keparahan kecelakaan atau keluhan/penyakit yang terjadi namun demikian
upaya pencegahan kecelakaan kerja yang paling utama adalah pemahaman pekerja
secara teknis, prosedural dan kemampuan penggunaan teknologi.

APD merupakan suatu alat yang dipakai tenaga kerja dengan maksud
menekan atau mengurangi resiko masalah kecelakaan akibat kerja yang akibatnya
dapat timbul kerugian bahkan korban jiwa atau cedera. Tiga faktor utama terjadinya
kecelakaan yaitu : (1) Perbuatan mausia yang tidak aman (unsafe action); (2)
Kondisi lingkungan yang tidak aman (unsafe condition) dan (3) System
Manajemen.

Manusia merupakan faktor utama dalam segala kegiatan pelaksanaan yang


dapat memungkinkan melakukan tindakan yang kurang aman yang disebabkan
beberapa hal antara lain:

(1) tingkat pendidikan, ketrampilan yang tidak sesuai dengan pekerjaan;

296 | Bab 5: Keselamatan dan Kesehatan Kerja


(2) keadaan dan mental yang belum siap/tidak cocok untuk tugas yang
diembannya; tingkah laku dan kebiasaan yang ceroboh, terlalu berani,
tanpa memperdulikan pedoman kerja/procedure;
(3) cara kerja serta proses produksi yang tidak memenuhi syarat
(4) kurangnya pengawasan
(5) kemampuannya belum/tidak sesuai dengan kebutuhannya
(6) tidak adanya standar/pedoman kerja yang jelas.
(7) kuranganya perhatian dari pihak menajemen terhadap k3
(8) system dan mekanisme inspeksi kurang/masih lengah

Persyaratan APD haruslah enak dipakai (nyaman), tidak mengganggu, dan


memberikan perlindungan yang efektif sesuai dengan jenis bahaya tempat kerja.
Selain itu mudah diperoleh dipemasaran, memenuhi syarat spesifik lain atau sesuai
dengan fungsi kerja. Oleh karena itu penyimpanan, pemeliharaan APD sebaiknya
ditempat yang sangat sensitif terhadap perubahan tertentu, waktu kadaluarsanya
dan tidak akan menimbulkan alergi terhadap sipemakai serta tidak menularkan
penyakit. Adapun jenis – jenis Alat Pelindung diri yang digunakan seperti table 5.2
dibawah berikut:

Tabel 5.2: Alat Proteksi Diri


Alat Pelindung Jenis Pelindung Fungsi
Diri
Alat pelindung Topi pengaman (safety melindungi kepala dari benturan atau
kepala helmet) pukulan benda – benda
Topi / Tudung melindungi kepala dari api, uap, debu,
kondisi iklim yang buruk
Tutup kepala melindungi kebersihan kepala dan rambut
Alat pelindung Sumbat telinga (ear plug) melindungi telinga dari bunyi bising dari
Telinga rendah ke sedang yaitu di atas ambang
normal (85 db),
Tutup telinga (ear muff) melindungi telinga dari bunyi sedang ke
berat
Alat pelindung Kaca mata biasa Melindungi mata dari serpihan/sinar/kilatan
muka dan mata ringan
(face shield )
Goggles Melindungi mata dari serpihan/sinar/kilatan
berat sampai berat

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 297
Alat Pelindung Jenis Pelindung Fungsi
Diri
Alat Respirator yang sifatnya Melindungi system pernafasan dari gas atau
perlindungan memurnikan udara bahaya ringan
pernafasan Respirator yang Melindungi system pernafasan dari gas atau
dihubungkan dengan supply bahaya sedang
udara bersih
Respirator dengan supply Melindungi system pernafasan dari gas atau
oksigen bahaya berat
Pakaian kerja Apron (penutup / menahan Melindungi:
radiasi)  Terhadap radiasi panas
 Terhadap radiasi mengion
 Terhadap cairan dan bahan – bahan
kimia

Jas Laboratorium Melindungi dari bahan-bahan berbahaya di


laboratorium (panas, percikan api, pada
suhu dingin, cairan kimia, oli, dari gas
berbahaya atau beracun, serta dari sinar
radiasi)
Tali / sabuk Sabuk pengaman (Safety Melindungi tubuh dari kemungkinan
Pengaman Belt) terjatuh, biasanya digunakan pada
pekerjaan konstruksi dan memanjat serta
tempat tertutup atau boiler

Sarung Tangan Sarung tangan karet/kain melindungi tangan dan jari – jari dari api,
panas, dingin, radiasi, listrik, bahan kimia,
benturan dan pukulan, lecet dan infeksi
Pelindung kaki Safety Shoes/ Safety Bot melidungi kaki dari tertimpah benda –
benda berat, terbakar karena logam cair,
bahan kimia, tergelincir, tertusuk

Alat pelindung diri sesuai dengan istilahnya, bukan sebagai alat pencegahan
kecelakaan namun berfungsi untuk memperkecil tingkat cederanya. APD harus
memiliki bantuan untuk melindungi seseorang pemakainya dalam melaksanakan
pekerjaannya yang berfungsi mengisolasi tubuh atau bagian tubuh dari bahaya serta
dapat memperkecil akibat/resiko.

APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi


seseorang dalam pekerjaan yang fungsinya mengisolasi tubuh tenaga kerja dari
bahaya di tempat kerja. APD dipakai apabila usaha rekayasa ( engineering ) dan
cara kerja yang aman (work practice) telah maksimum. Penggunaan APD masih
memiliki beberapa kelemahan seperti kemampuan perlindungan yang tidak
sempurna; tenaga kerja tidak merasa aman; komunikasi terganggu.

298 | Bab 5: Keselamatan dan Kesehatan Kerja


5.4 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Laboratorium

Kenapa Laboratorium Membutuhkan Implementasi Kesehatan dan


Keselamatan Kerja (K3) di Laboratorium (selanjutnya disebut K3Lab) kini menjadi
sorotan utama di dunia perindustrian. Hal ini mengingat banyak terjadinya
kecelakaan yang disebabkan oleh tidak adanya sistem dan tidak memahaminya
sebuah laboratorium dan sebuah perusahaan. Adapun mengenai panduan sekaligus
penerapan K3Lab sangat diperlukan oleh pengguna dalam sebuah labratorium.

Laboratorium adalah suatu tempat dimana mahasiswa atau Praktikan, dosen,


dan peneliti melakukan percobaan. Bekerja di laboratorium tak akan lepas dari
berbagai kemungkinan terjadinya bahaya dari berbagai jenis bahan baik yang
bersifat sangat berbahaya maupun yang bersifat berbahaya. Selain itu, peralatan
yang ada di dalam Laboratorium juga dapat mengakibatkan bahaya yang tak jarang
berisiko tinggi bagi Praktikan yang sedang melakukan praktikum jika tidak
mengetahui cara dan prosedur penggunaan alat yang akan digunakan . Oleh karena
itu, diperlukan pemahaman dan kesadaran terhadap keselamatan dan bahaya kerja
di laboratorium.

Telah banyak terjadi kecelakaan ataupun menderita luka baik yang bersifat
luka permanen, luka ringan, maupun gangguan kesehatan dalam yang dapat
menyebabkan penyakit kronis maupun akut, serta kerusakan terhadap fasilitas –
fasilitas dan peralatan penunjang Praktikum yang sangat mahal harganya. Semua
kejadian ataupun kecelakaan kerja di laboratorium sebenarnya dapat dihindari dan
diantisipasi jika para Praktikan mengetahui dan selalu mengikuti prosedur kerja
yang aman di laboratorium.

Suatu Percobaan yang dilakukan sering kali menggunakan berbagai bahan


kimia baik yang berbahaya maupun yang tidak berbahaya, peralatan gelas yang
mudah pecah, dan instrumen khusus yang kesemuanya itu dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan kerja bila dilakukan dengan cara yang tidak tepat ataupun
terjadi kesalahan pada saat peracikan bahan yang akan digunakan. Kecelakaan itu
dapat juga terjadi karena kelalaian atau kecerobohan Praktikan, tentu saja hal ini
dapat membuat orang tersebut cedera, dan bahkan dapat mencelakai orang yang

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 299
berada disekitarnya. Keselamatan kerja di laboratorium merupakan dambaan bagi
setiap individu yang sadar akan kepentingan kesehatan, keamanan dan kenyamanan
dalam bekerja, dan ini berlaku dalam semua aspek pekerjaan. Bekerja dengan
selamat dan aman berarti menurunkan resiko kecelakaan kerja yang sangat ingin
kita hindari. Walaupun petunjuk keselamatan dan kesehatan kerja sudah tertulis
dalam setiap penuntun praktikum, namun hal ini perlu dijelaskan berulang-ulang
agar setiap individu lebih meningkatkan kewaspadaannya ketika bekerja di
laboratorium.

Berbagai peristiwa yang pernah terjadi perlu dicatat sebagai latar belakang
pentingnya bekerja dengan aman di laboratorium. Sumber bahaya terbesar berasal
dari bahan-bahan kimia terutama bahan kimia yang mudah bereaksi, atau yang
dapat menyebabkan bahaya lain seperti kebakaran, iritan, keracunan, atau penyebab
bahaya penyakit dalam lainnya. Oleh sebab itu diperlukan pemahaman mengenai
jenis – jenis bahan kimia agar siapapu yang bekerja dengan bahan-bahan tersebut
dapat lebih berhati-hati dalam penggunaannya dan yang lebih penting lagi tahu cara
menanggulanginya jika sampai terjadi kecelakaan akibat kesalahan penggunaan
bahan tersebut. Selain itu yang harus diperhatikan juga adalah limbah bekas bahan
kimia sisa percobaan harus dibuang dengan cara yang tepat agar tidak menyebabkan
polusi pada lingkungan. Cara menggunakan peralatan yang umum digunakan dalam
laboratorium juga sangat perlu untuk diketahui oleh para Praktikan baik petunjuk
praktis maupun petunjuk khususnya untuk mengurangi kecelakaan yang mungkin
akan terjadi ketika bekerja di Laboratorium. Dengan pengetahuan tersebut,
diharapkan setiap individu Praktikan dan khususnya para asisten agar dapat bekerja
sama dalam bertanggung jawab untuk menjaga Kesehatan dan keselamatan kerja
dalam sebuah Praktikum di laboratorium dengan sebaik-baiknya.

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, dan bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja

300 | Bab 5: Keselamatan dan Kesehatan Kerja


menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi Praktikan, tetapi juga dapat
mengganggu proses Praktikum secara menyeluruh.

Kegiatan laboratorium beton mempunyai risiko berasal dari faktor fisik,


kimia, ergonomi dan psikososial. Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan
laboratorium menentukan kesehatan dan keselamatan kerja. Seiring dengan
kemajuan IPTEK, khususnya kemajuan teknologi laboratorium, maka resiko yang
dihadapi petugas laboratorium semakin meningkat. Petugas laboratorium
merupakan orang pertama yang terpajan terhadap bahan kimia yang merupakan
bahan toxic, korosif, mudah meledak dan terbakar serta bahan biologi. Selain itu
dalam pekerjaannya menggunakan alat – alat yang mudah pecah, berionisasi dan
radiasi serta alat-alat elektronik dengan voltase yang mematikan, dan melakukan
percobaan dengan peralatan beton yang berat serta material beton sendiri yang
membahayakan jika terjatuh dan menimpa pekerja laboratorium baik itu
mahasiswa, laboran ataupun dosen. Oleh karena itu penerapan budaya “aman dan
sehat dalam bekerja” hendaknya dilaksanakan oleh semua Institusi yang turut andil
dalam semua kegiatan di Laboratorium.

Kesesuaian dengan persyaratan perundangan dan keselamatan pada


pengoperasian laboratorium tidak dicakup oleh Standar SNI ISO/IEC 17025:2008
tentang Persyaratan umum kompetensi laboratorium pengujian dan laboratorium
kalibrasi.

5.4.1 Bahaya dalam Laboratorium

Mengingat bahaya yang mungkin terjadi cukup tinggi dan serius serta
membutuhkan penanganan yang benar teliti maka pemahaman tentang K3Lab
menjadi penting. Diantara bahaya-bahaya yang mungkin terjadi yang menimbulkan
kecelakaan. Dengan menerapkan program K3Lab diharapkan resiko bahaya yang
akan menyebabkan kecelakaan kerja terjadi semakin kecil, yang perlu ditekankan
adalah tidak hanya sebatas bahaya akan kecelakaan. Sebagus dan semahalnya
program K3Lab yang dibuat untuk mencegah serta melindungi pekerja tidak akan
berjalan sukses sesuai dengan yang direncakan tanpa kesadaran dan kedisiplin

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 301
semua komponen yang terkait dengan pengendalian kecelakaan kerja. Baik dari
level bawah (operator) hingga tingkat manajemen puncak.

Kecelakaan kerja adalah kejadian atau peristiwa yang terjadi secara acak dan
tidak terduga dan terjadi diluar prosedur atau rencana praktikum dan merupakan
sesuatu yang tidak diharapkan terjadi pada saat Praktikum sedang berlangsung.
Oleh karena dalam peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan ataupun
perencanaan sebelumnya, kita diharapkan harus lebih berhat – hati agar kejadian
seperti ini tidak terjadi dalam sebuah Praktikum. Kecelakaan kerja memiliki resiko
yang sangat berbahaya baik bagi praktikan maupun lingkungan sekitar.

Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok pertama adalah


kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari (1) Mesin,
peralatan, bahan dan lain-lain; (2) Lingkungan kerja; (3) Prosedur kerja; (4) Sifat
pekerjaan; (5) Cara pelaksanaan kerja. Kedua adalah perbuatan berbahaya (unsafe
act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi antara lain karena
(1) Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana; (2) Cacat tubuh yang
tidak kentara (bodily defect); (3) Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh dan
(4) Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik.

Sumber Kecelakaan dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan


pemahaman mengenai bahan kimia dan proses-proses serta perlengkapan atau
peralatan yang digunakan, ataupun petunjuk kegiatan laboratorium tidak jelas dan
kurang pengawasan serta kurangnya bimbingan terhadap siswa/ mahasiswa yang
sedang bekerja di laboratorium. Selain itu tidak tersedianya perlengkapan
keamanan dan pelindung untuk kegiatan; tidak mengikuti petunjuk atau aturan yang
seharusnya ditaati; dan tidak menggunakan perlengkapan pelindung atau
menggunakan peralatan/ bahan tidak sesuaig.Tidak berhati-hati dalam kegiatan.

Jenis kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium serta akibat dan


pencegahannya seperti table 5.3 dibawah berikut:

Tabel 5.3:Penyebab dan Jenis Kecelakaan, Akibat dan Pencagahan

302 | Bab 5: Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Penyebab Jenis Akibat dan Pengaruh Pencegahan
Kecelakaan
Lantai Licin/ Terpeleset dan Akibat  Pakai sepatu anti slip
Berminyak terjatuh  Ringan : memar  Jangan pakai sepatu
 Berat: fraktura, dengan hak tinggi, tali
dislokasi, memar sepatu longgar
otak, terkilir, dll.  Hati-hati bila berjalan
Pengaruh pada lantai yang sedang
 jangka pendek : dipel (basah dan licin)
bekas luka atau tidak rata
 Jangka Panjang : konstruksinya.
Cacat  Pemeliharaan lantai dan
tangga

Beban Berat/Posisi Mengangkat Akibat :  Beban jangan terlalu


Tubuh tidak beban  Ringan : cedera berat
ergonomi pada punggung  Jangan berdiri terlalu
 Berat : Patah tulang jauh dari beban
Pengaruh  Jangan mengangkat
 Jangka Pendek : beban dengan posisi
Nyeri di persendian membungkuk tapi
 Jangka Panjang : pergunakanlah tungkai
Cacat bawah sambil
berjongkok
 Pakaian penggotong
jangan terlalu ketat
sehingga pergerakan
terhambat.

Tertimpa Tertimpa Akibat :  Bekerja sesuai prosedur


Material/peralatan Benda/Alat  Ringan: Luka;  Mengangkat sesuai
berat memar; dengan kemampuan diri
 Berat : Patah tulang  Menggunakan alat
Pengaruhi angkut yang tepat
 Jangka Pendek:
Bekas Luka
 Jangka Panjang:
Cacat

Kebakaran (terjadi Luka Bakar Akibat:  Penggunaan bahan


bila terdapat 3  Ringan Melepuh; kimia, kompor bahan
unsur bersama- Luka Bakar ringan desinfektan yang
sama yaitu: sampai akut mungkin mudah menyala
oksigen, bahan  Berat: Kematian (flammable) dan beracun
yang mudah Pengaruh: sesuai petunjuk
terbakar dan panas)  Jangka Pendek:  Menyediakan alat
Cacat pemadam kebakaran
 Jangka Panjang: - yang sesuai
 Adanya alat deteksi
kebakaran (Detektor
Asap, Sprinkle, Alarm)
 Konstruksi bangunan
yang tahan api

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 303
Penyebab Jenis Akibat dan Pengaruh Pencegahan
Kecelakaan
 Sistem penyimpanan
yang baik terhadap
bahan-bahan yang
mudah terbakar
 Pengawasan terhadap
kemungkinan timbulnya
kebakaran
 Sistem tanda kebakaran:
 Jalan untuk
menyelamatkan diri
 Perlengkapan dan
penanggulangan
kebakaran.
 Penyimpanan dan
penanganan zat kimia
yang benar dan aman.
Keracunan Gas Menghirup Akibat  Penggunaan bahan
Gas Beracun  Ringan : Inpeksi beracun; kimia atau yang
(penyerapan Saluran Pernapasan berbahaya sesuai
bahan-bahan  Berat : Pingsan; petunjuk
kimia beracun Kematian  Menyediakan alat
atau toksik, Pengaruh: deteksi kebocoran Gas
seperti  Jangka pendek : (Detektor Gas)
ammonia, Sesak napas
karbon  Jangka panjang :
monoksida, penyakit hati,
benzene, kanker, dan
kloroform, dan asbestois, adalah
sebagainya) akibat akumulasi
penyerapan bahan
kimia toksik dalam
jumlah kecil tetapi
terus-menerus.
Terjadi kontak Iritasi Akibat:  Penggunaan material
bahan kimia korosif  Ringan : luka atau sesuai dengan petunjuk
seperti asam sulfat, peradangan pada  Menyediakan alat bantu
asamklorida, kulit pernapasan/tabung
natrium hidroksida,  Berat : oksigen
gas klor, dan Penyumbatan  Menyediakan obat
sebagainya saluran pernapasan penetralisir iritasi
dan mata
Pengaruh:
 Jangka pendek:
Sesak napas; cacat
kulit; mata merah
 Jangka panjang: -
bekerja dengan Luka Kulit Akibat:  Bekerja sesuai dengan
gelas atau kaca  Ringan: Luka pada prosedur
tangan atau luka  Menggunakan peralatan
pada mata karena yang sesuai
pecahan kaca  Menyediakan obat luka
untuk P3K

304 | Bab 5: Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Penyebab Jenis Akibat dan Pengaruh Pencegahan
Kecelakaan
 Berat: Pendarahan
terus menerus atau
kebutaan

Tersengat Aliran Sengatan Akibat:  Melakukan kontrol


Listrik Listrik  Ringan : Pingsan instalasi listrik secara
 Berat : Kematian rutin;
 Menyediakan arde
 Penggunaan peralatan
listrik yang sesuai

Penanggulangan tanggap darurat pada prinsipnya, apabila terjadi suatu


kecelakaan maka hal utama yang harus dilakukan adalah tetap tenang kemudian
melakukan pertolongan pertama untuk kecelakaan tersebut dan segera
menghubungi penanggung jawab K3.

5.4.2 Tindakan Pencegahan

Laboratorium Pendidikan termasuk Laboratorium dilingkungan Teknik


merupakan sarana penunjang dalam pendidikan untuk meningkatkan kualitas
peserta didik. Dalam prakteknya, adanya aktivitas yang berkenaan dengan bahan
kimia dan peralatan spesifik yang memungkinkan timbulnya potensi bahaya
terhadap para pekerjanya baik itu mahasiswa ataupun laboran, teknisi dan
dosen/staf pengajar sebab itu, perlu dilakukan penerapan Kesehatan & Keselamatan
Kerja yang berlaku di lingkup Laboratorium (K3Lab). Berikut adalah beberapa
upaya untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja di Laboratorium:

5.4.2.1 Informasi dan Komunikasi K3

Adanya dokumentasi terkait dengan data keamanan bahan kimia (Material


Safety Data Sheet) atau dalam bentuk lain yang praktis (poster/label dari produsen
bahan kimia). Hal ini merupakan informasi acuan untuk penanganan dan
pengelolaan bahan kimia berbahaya di laboratorium. Beberapa laboratorium
memasang sensor bahaya (alarm) di lokasi yang potensi kebakaran dan
tanda/symbol tertentu pada lokasi yang berkaitan dengan bahan kimia

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 305
B3/radioaktif. Karakteristik bahan kimia yang membahayakan adalah sebagai
berikut :

(1) Bahan mudah meledak (explosive substances)

(2) Bahan mudah teroksidasi (oxidizing substances)

(3) Bahan mudah menyebabkan korosif

(4) Bahan mudah terbakar (flammable substances)

(5) Bahan yang tidak boleh dibuang ke lingkungan

(6) Bahan berbahaya (harmful substances)

(7) Bahan bersifat infeksi (infectious substances)

(8) Bahan bersifat korosif (corrosive substances)

5.4.2.2 Tata Aturan Umum bekerja di dalam Laboratorium

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam bekerja di Laboratorium


adalah:

(1) Tidak boleh makan dan minum

(2) Tidak boleh tidur

(3) Tidak boleh merokok

(4) Tidak boleh memasak, apalagi menggunakan peralatan laboratorium

(5) Tidak boleh bercanda yang membahayakan

5.4.2.3 Menyiapkan Standar Minimal Layanan fasilitas pendukung di


Laboratorium

Selain peralatan utama untuk pengujian beberapa peralatan pendukung dalam


sebuah laboratorium perlu disiapkan. Standar Minimal Layanan fasilitas pendukung
di Laboratorium antara lain:

306 | Bab 5: Keselamatan dan Kesehatan Kerja


(1) Safety Shower, berfungsi sebagai sarana pengaliran air bagi kondisi kritis
tertentu.

(2) Bak Cuci, berfungsi sebagai sarana pencucian peralatan dan pekerja.

(3) Lemari Asam, berfungsi sebagai tempat bekerja khususnya saat proses
pencampuran bahan kimia berbahaya. Adanya sirkulasi udara keluar
ruangan mutlak dibutuhkan untuk menjamin lingkungan kerja pekerja
laboratorium.

(4) Eye washer, merupakan paket khusus pengaliran air pada mata pekerja
yang terkena bahan kimia. Air yang dialirkan harus memenuhi standar
air bersih.

(5) Perlengkapan kerja, terdiri dari baju bekerja (jas lab), kacamata
pengaman, sepatu tertutup, sarung tangan dan masker. Hal ini mutlak
terutama pada saat pengujian sampel.

(6) Exhaust fan, diperlukan padaruangan tertentu seperti ruang preparasi


atau pada ruang penyimpanan bahan kimia

(7) Pemadam kebakaran, Selain Alat pemadam kebakaran ringan (APAR)


yang merupakan paket media pemadam kebakaran dalam tabung
bertekanan, juga perlu disediakan alat bantu pemadam kebakaran lainnya
yaitu karung goni basah, pasir dan baju tahan api.

(8) Alarm, berfungsi sebagai komunikasi bahaya

(9) Petunjuk arah keluar ruangan laboratorium, Merupakan tanda yang dapat
memberikan informasi bagi pekerja laboratorium untuk keluar dari ruang
dengan aman dan selamat apabila terjadi bahaya di laboratorium.

(10) P3K, Beberapa obat-obatan standar yang harus ada yaitu obat luka bakar,
plester luka, kapas, antiseptic, kain kassa dll.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 307
5.4.2.4 Penyimpan Bahan Kimia

Bahan kimia memiliki karakteristik masing-masing dimana akan berpengaruh


terhadap cara penyimpanannya. Adapun karakteristik bahan kimia dikelompokkan
sebagai berikut :

(1) Bahan mudah terbakar (inflammable)

(2) Bahan mudah meledak (explosive)

(3) Bahan oksidator (Oxidizing Agent)

(4) Bahan reaktif terhadap asam

(5) Bahan reaktif terhadap air

(6) Gas bertekanan

(7) Bahan beracun (Toxic)

(8) Bahan korosif (Corrosive)

Beberapa simbol untuk tanda bahan berbahaya yang digunakan di


laboratorium seperti gambar 5.6 berikut;

Gambar 5.6: Simbol Bahan Berbahaya

308 | Bab 5: Keselamatan dan Kesehatan Kerja


5.5 Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Pelaksanaan Konstruksi

Standar Keselamatan Kerja di Indonesia Paling Buruk di Kawasan Asia


Tenggara lainnya, (Kompas, 2004). Indikatornya, selama tujuh bulan pertama 2003
di Indonesia tercatat sedikitnya 51.528 kecelakaan kerja, sedangkan tahun 2002
berjumlah 103.804 kasus. Demikian laporan Global Estimates Fatalities in 2002
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Menurut laporan ini, sebanyak 6.000
pekerja di seluruh dunia kehilangan nyawa mereka setiap hari akibat kecelakaan,
luka-luka, serta berbagai penyakit di tempat kerja. Selain itu, setiap tahun tercatat
sekitar 400.000 kematian terjadi akibat zat-zat berbahaya di tempat kerja. Jumlah
ini merupakan bagian dari sekitar dua juta kecelakaan kerja dan 160 juta penyakit
yang dialami akibat bekerja. Berdasarkan kondisi tersebut, ILO menyerukan usaha
bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat pengusaha,
untuk meningkatkan keselamatan pekerja di tempat kerja.

Di banyak negara terutama negara berkembang keselamatan di tempat kerja


masih memprihatinkan. Seperti di Thailand terdapat sekitar 769 orang terbunuh
dalam kecelakaan kerja tahun 2003, atau bertambah lebih dari 18 persen
dibandingkan dengan tingkat kecelakaan pada tahun 2002. Jumlah korban juga
bertambah, sekitar 189.621 orang pada tahun 2001 hingga lebih dari 200.000 orang
pada tahun 2003, atau setara dengan 600 kecelakaan setiap hari.

Industri konstruksi terbilang paling rentan kecelakaan, diikuti dengan


manufaktur makanan dan minuman. Penyebab kematian utama adalah kecelakaan
lalu lintas, tersengat listrik, dan jatuh dari ketinggian. Regulasi dan standar yang
terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja di industri konstruksi sedemikian
rupa telah tegas dinyatakan dalam pedoman, standar, ataupun manual. Salah satu
contohnya terkait dengan pengujian adalah keamanan untuk pengujian pembebanan
langsung di lapangan sesuai dengan ketentuan dalam SNI - 03 - 2847 – 2002 pasal
22.7, yaitu bahwa Uji beban harus dilaksanakan sedemikian rupa hingga keamanan
jiwa dan konstruksi selama pengujian berlangsung dapat terjamin. Tindakan
pengamanan yang diambil tidak boleh mengganggu jalannya uji beban atau
mempengaruhi hasil pengujian tersebut.

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 309
Kegiatan konstruksi merupakan unsur penting dalam menjalankan
pembangunan,tetapi Kegiatan konstruksi juga menimbulkan berbagai dampak yang
tidak diinginkan antara lain yang menyangkut aspek Kesehatan, keselamatan kerja
dan lingkungan, oleh sebab itu kegiatan konstruksi harus dikelola dengan
memperhatikan standar danketentuan K3 Lingkungan yang berlaku.

5.5.1 Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah suatu kecelakaan yang terjadi pada seseorang karena
hubungan kerja dan kemungkinan disebabkan oleh bahaya yang ada kaitannya
dengan pekerjaan. Terdapat beberapa klasifikasi mengenai kecelakaan kerja
(ILO1962), seperti table 5.4 dibawah berikut:

Tabel 5.4: Klasifikasi Kecelakaan


Klasifikasi Menurut
Jenis Kecelakaan Penyebab Sifat Luka & Kelainan
 Terjatuh  Mesin  Patah tulang
 Tertimpa benda jatuh  alat angkut dan alat  Keseleo
 Terkena benda-benda angkat  Regang otot
 Terjepit oleh benda  peralatan lain
 Gerakan melebihi
kemampuan
 Pengaruh suhu tinggi
 Terkena arus listrik
 Kontak dengan bahan-
bahan berbahaya atau
radiasi
Sumber: ILO, 1962

5.5.2 Meminimalisasi Kecelakaan Kerja

Insinyur perencana struktur (structural engineer) dan pelaksana (site


engineer) umumnya fokus agar hasil kerjanya yaitu bangunan yang dikerjakan
dapat memenuhi persyaratan teknis yang berlaku, orang menyebutnya kuat
(strength) dan kaku (stiff). Dengan demikian pada saat berfungsinya, bangunan
tersebut dapat menjamin keselamatan pemakainya dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Lalu bagaimana dengan proses pelaksanaan bangunan kostruksi itu
sendiri? Bagaimana mendapatkan bahwa proyek berjalan dengan lancar tanpa ada

310 | Bab 5: Keselamatan dan Kesehatan Kerja


atau timbul kecelakaan kerja, apalagi sampai jatuh korban jiwa. Oleh karena itu
perlunya suatu pemahaman dini tentang penyebab dan akibat serta tindakan atau
upaya penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.

Salah satu upaya mengurangi atau meminimalisasi atau bahkan mungkin


tanpa kecelakaan kerja (zero accident) adalah penggunaan alat proteksi diri (APD)
di lingkungan kerja konstruksi misalnya penggunaan helmer, safety shoes, safety
belt. Selain itu informasi dan tanda serta symbol-symbol keselamatan di tempat
kerja dan dituangkan dalam sebuah program.

Program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) berdasarkan Pedoman ILO


tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang mencakup
langkah-langkah berikut:

a. Membuat kebijakan berdasarkan prinsip-prinsip K3 dan partisipasi pekerja


serta menetapkan unsur-unsur utama program.

b. Pengorganisasian suatu struktur untuk menerapkan kebijakan, termasuk garis


tanggung jawab dan akuntabilitas, kompetensi dan pelatihan, pencatatan dan
komunikasi kejadian.

c. Perencanaan dan penerapan, termasuk tujuan, peninjauan ulang, perencanaan,


pengembangan dan penerapan system.

d. Evaluasi pemantauan dan pengukuran kinerja, investigasi kecelakaan,


gangguan kesehatan, penyakit dan kejadian yang berhubungan dengan
pekerjaan, audit dan peninjauan ulang manajemen.

e. Tindakan perbaikan melalui upaya-upaya pencegahan dan korektif, pembaruan


dan revisi yang terus menerus terhadap kebijakan, sistem dan tehnik untuk
mencegah dan mengendalikan kecelakaan, gangguan kesehatan, penyakit dan
kejadian-kejadian berbahaya yang berhubungan dengan pekerjaan.

Adanya papan petunjuk di depan kantor proyek dapat menjadi petunjuk


bahwa kontraktor tersebut peduli (aware) terhadap K3 sehingga pekerja- pekerja
disana dapat merasa bahwa mereka diperhatikan keselamatannya. Beberapa
petunuk dan symbol seperti gambar 5.7 berikut di bawah ini:

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 311
Gambar 5.7: Contoh Petunjuk di depan Direksi Keet sebuah Proyek

Beberapa contoh petunjuk informasi dalam bentuk poster ataupun berupa


sticker, jadi bisa ditempel di pagar- pagar proyek konstruksi yang terlihat serta
gambarnya dapat dibuat lebih informatif dan tidak menakuti-nakuti. Hal ini sebagai
salah satu upaya pencegahan awal kecelakaan kerja dan bahaya lain serta
penggunaan alat pelindung diri seperti gambar 5.8 dan gambar 5.9 berikut:

312 | Bab 5: Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Gambar 5.8: Beberapa contoh petunjuk kecelakaan

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 313
Gambar 5.9: Penggunaan Alat Proteksi Diri di Pekerjaan Konstruksi

Latihan Soal

1. Apa saja lingkup keselamatan kerja sesuai dengan UU RI No. 1 Tahun 1970
Tentang Keselamatan Kerja?

2. Jelaskan mengapa dalam setiap kontrak pekerjaan konstruksi harus


mencantumkan ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial sesuai
dengan Undang-Undang RI No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi?

3. Jelaskan syarat-syarat keselamatan kerja sesuai dengan Pasal 3 UU No. 1


Tahun 1970?

4. Jelaskan tujuan keselamatan kerja? Serta jelaskan kesehatan kerja


(Occupational health) dalam keselamatan kerja?

5. Jelaskan warna keselamatan, warna kontras (symbol atau tulisan) serta


artinya dalam symbol-symbol keselamatan dan kesehatan kerja?

6. Jelaskan apa yang dimaksudkan dengan Alat Pelindung diri atau disingkat
APD dan berikan contohnya serta jelaskan persyaratan APD?

314 | Bab 5: Keselamatan dan Kesehatan Kerja


7. Apa yang dimaksud kecelakaan? Apasaja faktor utama yang
memungkinkan manusia dalam segala kegiatan pelaksanaan dapat
melakukan tindakan yang mengakibatkan kecelakaan?

8. Apa yang dimaksud dengan laboratorium? Kenapa Laboratorium


Membutuhkan Implementasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)?

9. Mengingat bahaya yang mungkin terjadi cukup tinggi dan serius serta
membutuhkan penanganan yang benar teliti maka pemahaman tentang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Laboratorium (K3Lab) menjadi
penting. Jelaskan mengapa demikian?

10. Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok kondisi berbahaya
(unsafe condition) dan perbuatan berbahaya (unsafe act). Jelaskan penyebab
kecelakaan berdasarkan pengelompokan tersebut?

11. Jelaskan upaya-upaya untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja di


Laboratorium

12. Mengapa dalam kegiatan Industri konstruksi juga harus memperhatikan


kesehatan dan keselamatan kerja?

13. Jelaskan klasifikasi mengenai kecelakaan kerja menurut ILO tahun 1962?

14. Jelaskan penggunaan Alat Pelindung diri untuk mengurangi atau


meminimalisasi atau bahkan mungkin tanpa kecelakaan kerja (zero
accident) di pekerjaan konstruksi?

15. Jelaskan program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) berdasarkan


Pedoman ILO, 1962?

Citied: Mulyono,T (2014), Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: LPP-UNJ | 315
Lampiran D: 316

Anda mungkin juga menyukai