Anda di halaman 1dari 79

LAPORAN PRAKTIKUM

Teknologi Beton dan Bahan Bangunan

Disusun Oleh:
Widhi Utomo M. (03111740000018)
Bima Wira Kumara C. (03111740000056)
Senopati Ingalogo (03111740000083)
M. Ilham Najmudin (03111740000128)

Departemen Teknik Sipil


Fakultas Teknik Sipil Lingkungan dan Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, Jawa Timur
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatnya kami dapat
menyelesaikan Laporan Praktikum Beton mata kuliah Teknologi Beton dan Bahan Bangunan ini dengan
baik. Harapan kami dengan adanya praktikum ini, kami sebagai mahasiswa Teknik Sipil ITS
mendapatkan pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam tentang proses pembuatan beton.

Pada kesempatan ini pula, kami ingin mengucapkan kepada pihak-pihak yang telah banyak
membantu kami dalam menyelesaikan laporan ini, antara lain:
1. Bapak Harun Al Rasyid, ST., MT., Ph.D sebagai dosen pengajar mata kuliah Teknologi Beton dan Bahan
Bangunan
2. Bapak Dwi Prasetya, ST., MT., M.Sc sebagai dosen pengajar mata kuliah Teknologi Beton dan Bahan
Bangunan
3. Bapak Ir. Faimun, M.Sc., Ph.D sebagai dosen asistensi dalam laporan Praktikum Beton
4. Segenap petugas laboratorium beton selaku penyedia sarana dan prasarana serta pembimbing ketika
melaksanakan praktikum beton
5. Semua pihak yang turut membantu sehingga tugas mata kuliah ini dapat terselesaikan dengan baik

Kami menyadari bahwa laporan yang kami buat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat
khususnya bagi Mahasiswa Teknik Sipil dan bagi masyarakat pada umumnya.

Surabaya, Mei 2018

TEKNIK SIPIL - FTSLK I


Daftar Isi
Kata Pengantar …………………………………………………………………………………… i
Daftar Isi …………………………………………………………………………………………... ii
BAB 1 Pendahuluan ………………………………………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………………….... 1
1.2 Ruang Lingkup …………………………………………………………………………….... 1
1.3 Maksud dan Tujuan …………………………………………………………………………. 1
BAB 2 Tinjauan Pustaka ………………………………………………………………………….... 3
2.1 Definisi Beton ………………………………………………………………………………… 3
2.2 Keunggulan dan Kelemahan Penggunaan Beton ………………………………………….. 3
2.3 Bahan – Bahan Penyusun Beton ……………………………………………………………. 4
2.3.1 Semen …………………………………………………………………………………... 4
2.3.2 Aggregat ………………………………………………………………………………... 6
2.3.3 Air ………………………………………………………………………………………. 8
BAB 3 Penyelidikan Bahan …………………………………………………………………………. 9
3.1 Penyelidikan Bahan Semen ………………………………………………………………….. 9
3.1.1 Metode Pengujian Konsistensi Normal Semen Portland Dengan Alat Vicat Untuk
Pekerjaan Sipil (ASTM C187-98 / SNI 03-6826-2002) …………………………………….. 9
3.1.2 Metode Pengujian Waktu Ikat Awal Semen Portland Dengan Menggunakan Alat
Vicat Untuk Pekerjaan Sipil (ASTM C191-01a / SNI 03-6827-2002)……………………… 12
3.1.3 Metode Pengujian Berat Jenisa Semen Portland (ASTM C188 -95/SNI 15-2531-1991)
………………………………………………………………………………………………… 15
3.2 Penyelidikan Bahan Aggregat Halus ……………………………………………………….. 17
3.2.1 Metode Kadar Air Pasir (ASTM C 556-97 / SNI 03-1971-1990) …………………... 18
3.2.2 Metode Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus (ASTM C128-01 /
SNI 03 1970-1990) …………………………………………………………………………... 20
3.2.3 Percobaan Berat Volume (ASTM C 29-91) …………………………………………. 23
3.2.4 Tes Kebersihan Pasir Terhadap Bahan Organik (ASTM C-40) …………………... 26
3.2.5 Tes Kebersihan Pasir Terhadap Bahan Kadar Lumpur (ASTM C 33 – 93) ……... 28

TEKNIK SIPIL - FTSLK II


3.3 Penyelidikan Bahan Aggregat Kasar ………………………………………………………. 30
3.3.1 Metode Pengujian Kadar Air Aggregat Kasar (ASTM C556-97 / SNI 03-1971-1990)
………………………………………………………………………………………………… 30
3.3.2 Metode Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air (ASTM C127- 01 / SNI 03-1969-
1990) …………………………………………………………………………………………. 32
3.3.3 Metode Pengujian Bobot Isi dan Rongga Udara Dalam Aggregat (ASTM C29 / 29M-
97 / SNI 03-4804-1998) ……………………………………………………………………… 36
3.3.4 Metode Pengujian Keausan Aggregat Dengan Mesin Abrasi Los Angeles (ASTM
C131-03 / SNI 03-2417-1991) ……………………………………………………………….. 40
BAB 4 Campuran Aggregat ………………………………………………………………………... 43

4.1 Metode Pengujian Kondisi dan Analisa Ayakan Pasir (ASTM C33-86) ………………... 43
4.2 Metode Pengujian Analisa Saringan Batu Pecah (ASTM C 136-95A) …………………… 46
BAB 5 Mix Desain Beton Normal ………………………………………………………………….. 50
5.1 Perencanaan Mix Desain Beton (SNI 03-2834-2000) ……………………………………… 50
BAB 6 Pelaksanaan Campuran Beton …………………………………………………………….. 59
6.1 Pembuatan Campuran Beton ( ASTM C 192 – 90a ) ……………………………………… 59
6.2 Percobaan Slump …………………………………………………………………………….. 61
6.3 Percobaan Mencetak Silinder Beton ……………………………………………………….. 64
BAB 7 Evaluasi Mutu Beton ………………………………………………………………………... 65
7.1 Test Kekuatan Tekan Hancur (ASTM C 823 – 75 ) ……………………………………….. 65
BAB 8 Penutup ……………………………………………………………………………………… 72
8.1 Kesimpulan …………………………………………………………………………………... 72
8.2 Saran ………………………………………………………………………………………….. 75

TEKNIK SIPIL - FTSLK III


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semakin berkembangnya dunia ketekniksipilan, menuntut mahasiswa teknik sipil untuk terus
bersaing sehingga menghasilkan karya yang kreatif dan inovatif. Hal ini mendorong mahasiswa untuk
mendalami bidang teknik sipil. Bukan hanya teori, tetapi juga praktik dan penerapan dari ilmu
tersebut. Kegiatan praktikum pun menjadi tempat bagi mahasiswa untuk mampu menerapkan teori
yang telah diberikan di dalam kuliah ( tatap muka ).
Laporan ini memuat hasil praktikum ilmu Teknologi Beton yang telah dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Dosen Pengajar. Dimana praktikum tersebut
merupakan penerapan dari teori Teknologi Bahan yang telah diberikan di dalam kuliah.
Selain merupakan penerapan dari teori yang telah dipelajari sebelumnya, pelaksanaan praktikum
ini juga didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan diatas, dengan begitu diharapkan kepada
mahasiswa untuk lebih mengetahui serta memahami bagaimana proses perencanaan komposisi beton
dan pembuatan beton.

1.2 Ruang Lingkup


Pelaksanaan “Praktikum Teknologi Beton” ini meliputi berbagai jenis kegiatan yang harus
dilaksanakan, antara lain :
1. Penyelidikan bahan semen
2. Penyelidikan bahan agregat halus
3. Penyelidikan bahan agregar kasar
4. Perencanaan campuran beton
5. Pencampuran beton
6. Pengujian slump
7. Pembukaan cetakan
8. Pemeliharaan beton
9. Pengujian kuat tekan beton
Dalam praktikum Teknologi Beton telah ditentukan agar kuat tekan beton yang dibuat dapat
menghasilkan kekuatan sebesar 30 MPa dengan nilai slump 10 ± 2 mm.

1.3 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari pelaksanaan Praktikum Teknologi Beton adalah :
1. Sebagai penerapan teori yang telah diberikan dalam kuliah tatap muka oleh dosen pengajar.
2. Agar mahasiswa mengetahui dan mampu memahami segala prosedur yang harus dilaksanakan
dalam perencanaan dan pembuatan beton.
3. Sebagai pedoman mahasiswa dalam merencanakan dan membuat beton sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang telah diberikan terkait dan teori yang ada.

TEKNIK SIPIL - FTSLK 1


DIAGRAM ALIR TEKNOLOGI BETON & BAHAN BANGUNAN

Mulai

Persiapan Peralatan

Penyelidikan Bahan Penyelidikan Aggregat Penyelidikan Aggregat


Semen Halus Kasar

Penyiapan begesting Penyiapan bahan untuk


(cetakan beton) campuran beton

Pembuatan beton

Pengujian Slump

Pembuatan Benda Uji

Perawatan benda uji selama


28 hari

Uji kuat tekan beton

Analisa data dan perhitungan

Selesai

TEKNIK SIPIL - FTSLK 2


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Beton
Beton merupakan bahan komposit yang terbuat dari campuran air, pasir, kerikil / batu pecah /
agregat lain dan semen sebagai bahan pengikat, yang dapat dianggap sebagai sejenis pasangan bata
tiruan karena beton memiliki sifat yang hampir sama dengan bebatuan dan batu bata (berat jenis
yang tinggi, kuat tekan yang sedang, dan kuat tarik yang kecil). Beton dibuat dengan pencampuran
antara semen kering dengan agregrat dalam komposisi yang telah direncanakan dan kemudian
ditambah dengan air, yang menyebabkan semen mengalami hidrolisasi dan kemudian seluruh
campuran menggumpal dan mengeras untuk membentuk sebuah bahan dengan sifat seperti
bebatuan. Beton dapat digunakan untuk membuat pondasi, balok, plat cangkang, plat lantai.
Dari kondisi di lapangan yang kita lihat, peranan beton semakin terasa dalam kehidupan kita
terlebih dalam pembangunan. Salah satu akibatnya adalah banyak didirikan pabrik-pabrik semen
yang tersebar diseluruh indonesia. Dengan kapasitas produksi yang terus meningkat dari tahun ke
tahun, Oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk mengetahui tentang beton lebih mendalam.
Penggunaan beton sebagai material struktur pada perencanaan berbagai macam konstruksi
bangunan sipil merupakan alternatif yang banyak digunakan, hal ini dikarenakan beton memiliki
berbagai macam keuntungan antara lain memiliki kuat tekan yang tinggi, perawatan yang murah,
tahan terhadap kebakaran, tahan dengan cuaca, dan dapat direncanakan kualitas mutu betonnya
sesuai yang telah direncanakan.
2.2 Keunggulan dan Kelemahan Penggunaan Beton
Sebagai salah satu bahan bangunan yang sekarang ini banyak dipakai pada konstruksi bangunan,
material beton memiliki beberapa kelebihan, diantaranya :
a. Harganya yang relatif murah karena menggunakan bahan-bahan dasar dari bahan lokal, kecuali
semen Portland.
b. Beton termasuk tahan aus dan tahan kebakaran (tahan terhadap suhu yang tinggi), sehingga biaya
perawatannya termasuk murah.
c. Beton termasuk bahan yang berkekuatan tekan tinggi, tahan terhadap benturan atau tumbukan.
d. Beton mempunyai sifat tahan terhadap korosi atau pembusukan oleh kondisi lingkungan.
e. Ukurannya lebih kecil jika dibandingkan dengan beton tak bertulang atau pasangan batu.
f. Beton segar dapat dengan mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk apapun dan ukuran
berapapun tergantung yang direncanakan.
g. Mempunyai tekstur batuan sehingga dapat difungsikan sebagai bagian dari seni arsitektur untuk
menambah nilai estetika bangunan.
h. Umurnya lebih tahan lama, asalkan dibuat sesuai dengan persyaratan perencanaan dan
pelaksanaan, serta mengikuti aturan yang ada.
i. Bisa dipakai dalam struktur bangunan dalam dua arah, yaitu dari arah vertikal dan dari arah
horizontal
j. Dapat dibuat di pabrik sehingga kualitas dan mutu beton dapat terjamin.

TEKNIK SIPIL - FTSLK 3


k. Limbah beton dapat didaur ulang dan dimanfaatkan sebagai material Cement Treated Base (CTB)
atau sebagai material lain.

Disamping memiliki banyak kelebihan sebagai bahan bangunan, beton juga memiliki beberapa
kekurangan, seperti:
a. Beton memiliki kuat tarik yang rendah (9% - 15% dari kuat tekan), sehingga mudah retak. Oleh
karena itu perlu diberi baja tulangan untuk mengakomodasi beban tarik.
b. Beton segar dapat mengerut saat pengeringan dan beton keras mengembang jika basah sehingga
dilatasi perlu diadakan pada beton yang panjang / lebar untuk memberi ruang bagi susut
pengerasan dan pengembangan beton.
c. Beton keras mengembang dan menyusut bila terjadi perubahan suhu sehingga perlu dibuat dilatasi
untuk mencegah terjadinya retak-retak akibat perubahan suhu.
d. Beton sulit untuk kedap secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, dan air yang
membawa kandungan garam dapat merusak beton.
e. Beton bersifat getas (tidak daktail) sehingga harus dihitung dan didetail secara seksama agar
setelah dikombinasikan dengan baja tulangan menjadi bersifat daktail, terutama pada struktur
tahan gempa.
f. Beton termasuk material yang mempunyai berat jenis 2400 kg/cm2.
g. Menuntut ketelitian yang tinggi dalam pelaksanaannya.
h. Konstruksi beton itu berat, sehingga jika digunakan pada bangunan harus disediakan pondasi yang
cukup kuat.

Menyadari dari permasalahan diatas, kemungkinan yang dapat dilakukan adalah dengan
perencanaan yang tepat dan sesuai dengan pengontrolan bahan material.
2.3 Bahan – Bahan Penyusun Beton
Faktor – factor yang mempengaruhi kekuatan tekan beton sekaligus mutu beton itu sendiri adalah:
2.3.1 Semen
Semen adalah hidrolik binder (perekat hidrolis) yaitu senyawa yang terkandung di dalam
semen tersebut dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat baru yang bersifat sebagai
perekat terhadap batuan. Semen yang digunakan untuk bahan beton adalah semen Portland
atau semen Portland pozzolan. Penggunaan jenis semen disesuaikan dengan kondisi di
lapangan.
Semen Portland
Sesuai dengan klasifikasi yang ditentukan oleh ASTM kita mengenal adanya lima type semen
Portland, yaitu :
1. Semen Portland Type I
Semen Portland standard digunakan untuk semua bangunan beton yang tidak akan
mengalami perubahan cuaca yang drastis atau dibangun dalam lingkungan yang sangat korosif.

TEKNIK SIPIL - FTSLK 4


2.Semen Portland Type II
Untuk bangunan yang menggunakan pembetonan secara masal seperti dam, yang panas
hydrasinya tertahan dalam bangunan untuk jangka waktu lama. Pada saat terjadi pendinginan,
timbul tegangan-tegangan akibat perubahan panas yang akan menyebabkan retak-retak pada
bangaunan. Untuk mencegahnya, dibuatlah jenis semen yang mengeluarkan panas hydrasi
lebih rendah serta dengan kecepatan penyebaran panas yang rendah pula. Disamping itu,
semen type II ini lebih tahan terhadap serangan sulfat daripada type I. Semen type II disebut
juga “modified Portland cement” dan penggunaannya sama seperti untuk type I.
3. Semen Portland Type III
Semen Portland type III adalah jenis semen yang cepat mengeras, yang cocok untuk
pengecoran beton pada suhu rendah. Butiran-butiran semennya digiling lebih halus daripada
semen type I, yang bertujuan untuk mempercepat proses hydrasi diikuti dengan percepatan
pengerasan serta percepatan pengembangan kekuatan. Kekuatan tekan semen type III umur 3
hari sama kualitasnya dengan kekuatan tekan semen type I umur 7 hari. Semen type III disebut
juga “semen dengan kekuatan awal tinggi”. Jenis ini digunakan bilamana kekuatan harus
dicapai dengan waktu singkat, walaupun harganya sedikit lebih mahal. Biasanya dipakai pada
pembuatan jalan yang harus cepat dibuka untuk lalu lintas; juga apabila acuan itu harus bisa
dibuka dalam waktu singkat. Panas hydrasinya 50% lebih tinggi daripada yang ditimbulkan
semen type I.
4. Semen Portland Type IV
Semen Portland type IV ini menimbulkan panas hidrasi yang rendah dengan prosentase
maksimum. Semen type IV tidak lagi diproduksi dalam jumlah besar seperti pada waktu
pembuatan Hoover Dam, akan tetapi telah diganti dengan semen type II yang disebut
“modified Portland cement”.
5. Semen Portland Type V
Semen Portland type V ini tahan terhadap serangan sulfat serta mengeluarkan panas. Reaksi
antara dan menyebabkan terjadinya Calcium sulfoaluminate. Dengan cara yang sama, dalam
semen yang telah mengeras, hydrat dari dapat bereaksi dengan garam-garam dari luar,
kemudian membentuk Calcium sulfoaluminate dalam struktur semen pasta yang telah
terhydrasi tersebut. Penambahan volume pada fase padat, jika terbentuk Cacium
sulfoaluminate dalam jumlah besar yaitu 227%, sehingga akibat reaksi-reaksi sulfat ini akan
terjadi desintegrasi dari beton.
Semen Portland bila digunakan dalam campuran beton, agar memperoleh beton yang
bermutu tinggi dan kuat tekan yang tinggi memerlukan waktu 28 hari untuk dapat melakukan
pengujian kuat tekan beton di Laboratorium.

TEKNIK SIPIL - FTSLK 5


2.3.2 Agregat
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam
campuran mortar atau beton. Walaupun namanya hanya sebagai bahan pengisi, akan tetapi
agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat beton. Cara membedakan jenis-jenis agregat
yang paling banyak dilakukan didasarkan pada ukuran butirnya. Agregat yang mempunyai
ukuran butir besar disebut agregat kasar, sedangkan yang berbutir kecil disebut agregat halus.
Agregat yang butir-butirnya lebih besar dari 4,80 mm disebut agregat kasar dan agregat yang
butir-butirnya lebih kecil dari 4,80 mm disebut agregat halus.
Agregat Halus
1. Agregat halus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras. Butir-butir agregat halus harus
bersifat kekal artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik
matahari dan hujan.
2. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap berat
kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian yang dapat melalui ayakan 0,063
mm. Apabila kadar Lumpur melampaui 5%, maka agregat harus dicuci.
3. Agregat halus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya dan apabila diayak
dengan susunan ayakan yang ditentukan, harus memenuhi syarat-syarat berikut:
- Sisa diatas ayakan 4 mm, minimum 2 % berat-maximum 15% berat
- Sisa diatas ayakan 1 mm, minimum 10% berat
- Sisa diatas ayakan 0,25 mm, harus berkisar antara 80% hingga 95 % berat.
Agregat Kasar
1. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori. Agregat kasar
yang mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai, apabila jumlah butir-butir pipih
tersebut tidak melampaui 20% dari berat agregat seluruhnya. Butir-butir agregat kasar harus
bersifat kekal artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik
matahari dan hujan.
2. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan terhadap berat
kering) Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian yang dapat melalui ayakan 0,063
mm. Apabila kadar Lumpur melampaui 1%, maka agregat kasar harus dicuci.
3. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton seperti zat-zat
yang reaktif Alkali yaitu unsur golongan IA antara lain Hi, Li, Na, Ka, Rb, Cd, Fr.
4. Kekerasan dari butir-butir agregat kasar diperiksa dengan bejana penguji dari Rudeloff
dengan beban penguji 20t, dimana harus dipenuhi syarat-syarat berikut:
- Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5-19 mm lebih dari 24% berat.
- Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19-30 mm lebih dari 22 %

TEKNIK SIPIL - FTSLK 6


4. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya dan apabila
diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan, harus memenuhi syarat-syarat berikut:
- Sisa di atas ayakan 31,5 mm, harus 0% berat
- Sisa di atas ayakan 4 mm. harus berkisar antara 90% hingga 98%
- Selisih antara sisa-sisa komulatif di atas dua ayakan yang berurutan, adalah maksimum
60% dan minimum 10% berat.
Dalam pembuatan beton diusahakan memenuhi persyaratan di atas dan harus memenuhi
ketentuan SI 0052-80 dan dalam hal-hal yang tidak tercakup dalam standar tersebut juga harus
memenuhi ketentuan ASTM (American Society for Testing Material) C33-86 untuk agregat
normal, serta pada ASTM C33-80 untuk agregat ringan agar mutu beton yang dihasilkan sesuai
dengan keinginan. Variasi-variasi dalam sifat agregat, dalam praktek sebagian besar dapat
diimbangi dengan mengatur jumlah penggunaan air yang diisikan pada saat pencampuran. Dari
beberapa persyaratan di atas, susunan gradasi gabungan merupakan hal yang sangat penting.
Susunan gradasi agregat tersebut akan menentukan sifat dari beton yaitu kemudahan
pengerjaan dan nilai ekonomis dari campuran beton.
Tipe agregat berdasarkan berat jenis:
1. Agregat Ringan
Agregat yang memiliki berat jenis kurang dari 2,5 gr/cm3, dan biasanya digunakan untuk beton
non structural.
2. Agregat Normal
Agregat yang memiliki berat jenis 2,5 sampai dengan 2,7 gr/cm3.
3. Agregat Berat
Agregat yang memiliki berat jenis lebih dari 2,7 gr/cm3. Digunakan sebagai bahan
pembuatan dinding pelindung radiasi sinar X.
Gradasi agregat dapat mempengaruhi hal-hal sebagai berikut :
- Jumlah pemakaian air.
- Bleeding dan segregasi.
- Pengecoran beton.
- Pemadatan beton
Melihat pengaruh agregat pada kemudahan pengerjaan (workability) ada dua faktor
penting yang mempengaruhi, yaitu jumlah agregat dan perbandingan proporsi agregat kasar
dan halus. Kekurangan agregat halus menyebabkan campuran kaku, terjadi segregasi atau
pemisahan dan sukar dikerjakan. Di lain pihak akan menyebabkan beton yang tidak ekonomis.
Bleeding adalah bentuk dari segregasi, dimana bleeding adalah keluarnya air pada permukaan

TEKNIK SIPIL - FTSLK 7


cetakan sesudah dicampur tetapi belum terjadi pengikatan. Bleeding disebabkan oleh partikel-
partikel agregat dalam beton tidak mampu menahan air.
2.3.3 Air
Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta untuk menjadi pelumas antara butir-
butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Untuk memperoleh beton dengan
kekuatan yang maksimal maka penggunaan air harus diperhatikan. Jika nilai kadar airnya besar
dapat mempengaruhi kualitas beton. Selain itu, nilai kadar air juga dipengaruhi oleh absorpsi
material yang digunakan. Adapun persyaratan air yang digunakan untuk campuran beton
antara lain :
a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gr/liter
b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dsb) lebih
dari 5 gr/liter
c. Tidak mengandung khlorida lebih dari 0,5 gr/liter
d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gr/liter
Penggunaan air pada campuran beton yang dilakukan di laboratorium telah dianggap
layak karena menggunakan air PDAM. Sehingga tidak dilakukan pengujian.
Parameter – parameter yang mempengaruhi kualitas beton :
1. Kualitas semen
2. Proporsi semen terhadap air di dalam campurannnya
3. Kekuatan dan kebersihan agregat
4. Interaksi atau adesi antara pasta semen dan agregat
5. Pencampuran yang cukup dari bahan – bahan pembentuk beton
6. Penempatan yangg benar, penyelesaian dan kompaksi beton segar
7. Perawatan pada temperatur yang tidak lebih rendah dari 50 F pada saat beton hendak
mencapai kekuatannya
8. Kandungan klorida tidak melebihi 0,15% dalam beton ekspos dan 1% untuk beton
terlindung

TEKNIK SIPIL - FTSLK 8


BAB III
PENYELIDIKAN BAHAN
3.1 Penyelidikan Bahan Semen
Semen adalah zat yang digunakan untuk merekat batu, bata, batako, maupun bahan bangunan
lainnya. Semen yang digunakan sebagai campuran beton yaitu semen hidraulis yang dapat mengikat
dan mengeras setelah dicampur dengan air. Dalam praktek, semen sering juga disebut dengan PC
(Portland Cement) yaitu semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klingker yang
terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang dicampur dengan bahan tambahan yaitu gypsum.
3.1.1 METODE PENGUJIAN KONSISTENSI NORMAL SEMEN PORTLAND DENGAN
ALAT VICAT UNTUK PEKERJAAN SIPIL (ASTM C187-98/SNI 03-6826-2002)
A. MAKSUD
Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan untuk melakukan pengujian
konsistensi normal semen Portland untuk pekerjaan sipil.
B. TUJUAN
Tujuan metode ini adalah untuk menentukan jumlah air yang dibutuhkan untuk
mempersiapkan pasta semen hidrolik yang diperlukan untuk tes standar tertentu.
C. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan:
1. Konsistensi normal semen Portland adalah kadar air pasta semen yang apabila jarum
vicat diletakkan di permukaannya dalam interval waktu 30 detik akan terjadi penetrasi
sedalam 10 mm.
2. Pasta semen adalah campuran semen Portland dan air dengan komposisi tertentu.
3. Benda uji adalah sejumlah semen Portland dengan berat dan isi tertentu yang dibuat
dari contoh-contoh semen portland.
4. Contoh semen Portland adalah sejumlah semen portland dengan berat dan isi tertentu
yang diambil secara acak dari tempat penyimpanan, serta dianggap mewakili sejumlah
semen portland yang akan digunakan untuk pekerjaan tertentu.
D. ALAT DAN BAHAN
Alat:
1. Seperangkat alat vicat;
2. Timbangan kapasitas 500 gram dengan ketelitian 0,1 gram;
3. Gelas ukur kapasitas 200 ml, ketelitian 1 ml;
4. Sendok perata;

TEKNIK SIPIL - FTSLK 9


5. Mesin pengaduk yang kecepatan pengaduknya dapat diatur dan dilengkapi dengan
mangkuk pengaduk;
6. Stop watch/pengukur waktu;
7. Cetakan benda uji berbentuk kerucut terpancung;
8. 2 buah pelat kaca ukuran 150 x 150 x 3 mm;
Bahan:
1. Semen Portland type I sebanyak 300 gram;
2. Air suling sebanyak 84 ml, 78 ml, 75 ml, dan 69 ml.

E. CARA PENGUJIAN
1. Menyiapkan lima benda uji semen portland masing-masing beratnya 300 gram serta air
suling sebanyak 84 ml, 78 ml, 75 ml, dan 69 ml.
2. Menuangkan 84 ml air suling ke dalam mangkuk pengaduk, kemudian memasukkan
pula secara perlahan-lahan semen Portland sebanyak 300 gr;
3. Mengaduk kedua bahan tadi selama 1 menit hingga tercampur;
4. Membuat bola dari pasta, dengan menggunakan tangan, lalu melemparkan 6 kali dari
tangan kiri ke tangan kanan dan sebaiknya jarak lemparan adalah 15 cm;
5. Memegang bola pasta yang terbentuk di salah satu tangan sedang tangan lainnya
memegang semen Portland. Melalui lubang dasarnya, memasukkan bola pasta ke
dalam cetakan semen Portland sampai terisi penuh dan meratakan kelebihan pasta pada
cincin dengan sekali gerakan telapak tangan;
6. Meletakkan dasar cincin pada pelat kaca, meratakan permukaan atas pasta dengan
sekali gerakan sendok perata dalam posisi miring dan menghaluskan permukaan pasta
dengan ujung sendok perata, tanpa mengadakan tekanan pada pasta;
7. Meletakkan semen Portland yang berisi pasta pada alat vicat, lalu menyentuhkan ujung
batang vicat pada bagian tengah permukaan pasta dan mengencangkan posisi batang
vicat;
8. Meletakkan pembacaan pada skala nol atau catat angka permulaan, dan segera
melepaskan batang vicat sehingga dengan bebas dapat menembus permukaan pasta;
setelah 30 detik, mencatat besarnya penetrasi batang vicat;
9. Mengulangi pekerjaan 2 sampai 8 dengan menggunakan semen Portland baru dan
kadar air yang berlainan ( 84 ml, 75 ml, 78 ml ).
10. Menghitung besarnya nilai konsistensi untuk setiap semen Portland, kemudian
membuat grafik yang menyatakan hubungan antara nilai konsistensi dengan penetrasi;

TEKNIK SIPIL - FTSLK 10


11. Menentukan titik pada sumbu penetrasi yang menyatakan nilai penetrasi 10 mm,
lalu menarik garis horizontal sehingga memotong grafik konsistensi penetrasi; setelah
itu, pada titik perpotongan tesebut menarik garis vertikal ke bawah sejajar sumbu
penetrasi sehingga didapat nilai konsistensi normal.
F. DATA HASIL PERCOBAAN
Tabel: PERCOBAAN KONSISTENSI NORMAL SEMEN PORTLAND
PERCOBAAN NOMOR 1 2 3
Berat air (Wa), ml 84 75 78
Berat semen (Ws), gram 300 300 300
Penetrasi, mm 30 5 ±10

Konsistensi = Wa / Ws × 100% 28 25 26

Graphic Penetration of Vicat


18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
24 25 26 26,7 28

Graphic Penetration of Vicat

Grafik Penetrasi Vicat

G. PERHITUNGAN
Pada tabel di atas, data yang menunjukkan penitrasi sebesar 10 ml memiliki nilai
konsistensi seberar 26%, maka untuk menemukan jumlah air yang di butuhkan agar dapat
mencapai nilai konsistensi normal tersebut, dapat di hitung:
beratair
Konsistensi Normal =  100 %
beratsemen
Jumlah air = (konsistensi normal × berat semen)100

TEKNIK SIPIL - FTSLK 11


= (26 ×300)100
= 78 ml
 Konsistensi 1 = 84 / 300 × 100% = 28 %
 Konsistensi 2 = 75 / 300 × 100% = 25 %
 Konsistensi 3 = 78 / 300 × 100% = 26 %

H. REKOMENDASI
Dari pengujian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan:
1. Konsistensi normal yang diperoleh dari pengujian ini sebesar 26%.
2. Untuk mencapai nilai konsistensi normal tersebut, maka dibutuhkan semen seberat
300 gram dengan air sebanyak 78 ml.
Berdasarkan referensi yang ada menurut ASTM C 187-86 yang menyatakan bahwa
untuk semen sebesar 300 gram mempunyai nilai konsistensi normal sebesar 0,25.
Melihat dari hasil pengujian yang dilakukan didapat nilai konsistensi normalnya
sebesar 0.26 dimana melebihi angka 0.25 oleh karena itu semen yang diujikan sudah
sesuai dari syarat yang ada. Namun ada suatu masalah dimana angka penetrasi tidak
berbanding lurus dengan berat air. Hal ini bisa saja disebabkan karena kesalahan dalam
praktik (human error).

3.1.2 METODE PENGUJIAN WAKTU IKAT AWAL SEMEN PORTLAND DENGAN


MENGGUNAKAN ALAT VICAT UNTUK PEKERJAAN SIPIL(ASTM C191-01a/SNI 03-
6827-2002)
A. MAKSUD
Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan untuk melakukan pengujian waktu
ikat awal semen Portland untuk pekerjaan sipil.
B. TUJUAN
Tujuan metode ini adalah untuk mendapatkan waktu ikat awal saat semen kontak dengan
air dan waktu ketika jarum vicat tidak meninggalkan jejak pada permukaan pasta.
Ruang lingkup metode ini meliputi persyaratan pengujian, ketentuan-ketentuan, cara
pengujian serta laporan uji untuk semen Portland.
C. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan waktu ikat awal :
1. Waktu ikat awal adalah waktu yang diperlukan oleh pasta semen untuk mengubah
sifatnya dari kondisi cair menjadi padat atau menjadi kaku.

TEKNIK SIPIL - FTSLK 12


2. Waktu ikat akhir adalah waktu dimana penetrasi jarum vicat tidak terlihat secara visual.

D. ALAT DAN BAHAN


Alat:
1. Seperangkat alat vicat;

2. Timbangan kapasitas 500 gram dengan ketelitian 0,1 gram;

3. Gelas ukur kapasitas 200 ml, ketelitian 1 ml;

4. Sendok perata;

5. Mesin pengaduk yang kecepatan pengaduknya dapat diatur dan dilengkapi dengan
mangkuk pengaduk;
6. Stop watch/pengukur waktu;

7. Cetakan benda uji berbentuk kerucut terpancung;

8. 2 buah pelat kaca unkuran 150 x 150 x 3 mm;

9. Sarung tangan (jika dibutuhkan).

Bahan:
1. Semen Portland type I sebanyak 300 gram;

2. Air suling sebanyak 75ml.

E. CARA PENGUJIAN
1. Menyiapkan benda uji semen portland beratnya 300 gram serta air suling sebanyak 75
ml (diperoleh dari pengujian sebelumnya untuk menentukan kadar air agar mencapai
konsistensi normal);
2. Menuangkan air suling tersebut ke dalam mangkuk pengaduk, kemudian memasukkan
pula secara perlahan-lahan semen Portland sebanyak 300 gr;
3. Mengaduk kedua bahan tadi selama 1 menit hingga tercampur;
4. Membuat bola dari pasta, dengan menggunakan tangan, lalu melemparkan 6 kali dari
tangan kiri ke tangan kanan dan sebaiknya jarak lemparan adalah 15 cm;
5. Memegang bola pasta yang terbentuk di salah satu tangan sedang tangan lainnya
memegang semen Portland. Melalui lubang dasarnya, memasukkan bola pasta ke
dalam cetakan semen Portland sampai terisi penuh dan meratakan kelebihan pasta pada
cincin dengan sekali gerakan telapak tangan;

TEKNIK SIPIL - FTSLK 13


6. Meletakkan dasar cincin pada pelat kaca, meratakan permukaan atas pasta dengan
sekali gerakan sendok perata dalam posisi miring dan menghaluskan permukaan pasta
dengan ujung sendok perata, tanpa mengadakan tekanan pada pasta;
7. Meletakkan semen Portland yang berisi pasta pada alat vicat, lalu menyentuhkan ujung
batang vicat pada bagian tengah permukaan pasta dan mengencangkan posisi batang
vicat;
8. Meletakkan pembacaan pada skala nol atau mencatat angka permulaan;
9. Setelah 45 menit dijatuhkan jarum vicat menembus pasta dan setelah 30 detik jarum di
stop dan penurunannya dibaca lalu dicatat;
10. Mengangkat jarum vicat diameter 1 mm tersebut dan dilap untuk memberikan
semen yang menempel pada jarum. Setelah 15 menit ditest lagi, menempelkan ujung
jarum pada permukaan pasta semen, bukan pada tempat yang tadi melainkan digeser
ke tempat lain disekitarnya dengan jarak minimum 3 mm;
11. Menjatuhkan jarum vicat diameter 1 mm pada pasta, dan setelah 30 detik jarum
distop, membaca penurunannya, mencatat, jarum diangkat dan dilap. Demikian setiap
15 menit ditest dan dicatat sampai penurunan 0 mm didapat, maka percobaan
dihentikan.
F. DATA HASIL PERCOBAAN
Table : PERCOBAAN WAKTU IKAT DAN PENGERASAN SEMEN

NO. Interval Waktu (menit) Penetrasi (mm)

1 45 40
2 60 40
3 75 40
4 90 37
5 105 34
6 120 30
7 135 24
8 150 24
9 165 21
10 180 4

TEKNIK SIPIL - FTSLK 14


11 195 0
12 210 0
13 225 0
a. Sampel 1 : 78 ml

Penetrasi
NO. Interval Waktu (menit)
(mm)

1 45 40
2 60 40
3 75 40
4 90 40
5 105 40
6 120 38
7 135 36
8 150 30
9 165 26
10 180 24
11 195 21
12 210 7
13 225 0
b. Sampel 2 : 78 ml
3.1.3 METODE PENGUJIAN BERAT JENIS SEMEN PORTLAND (ASTM C188 -95/SNI 15-
2531-1991)
A. MAKSUD
Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dan acuan untuk melakukan pengujian berat
jenis semen portland.
B. TUJUAN
Tujuan metode ini untuk mendapatkan nilai berat jenis semen portland yang digunakan
untuk pengendalian mutu semen.

TEKNIK SIPIL - FTSLK 15


C. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan :
1. Berat isi semen portland adalah perbandingan antara berat kering semen pada suhu
kamar dengan satuan isi;
2. Suhu kamar adalah suhu ruangan pada saat dilakukan pengujian;
3. Benda uji adalah sejumlah semen portland dengan berat dan isi tertentu yang dibuat
dari contoh-contoh semen portland;
4. Contoh semen Portland adalah sejumlah semen portland dengan berat dan isi tertentu
yang diambil secara acak dari tempat penyimpanan, serta dianggap mewakili sejumlah
semen portland yang akan digunakan untuk pekerjaan tertentu.

D. ALAT DAN BAHAN


Alat:
1. Timbangan analisa 2600 gram;
2. Labu takar 500 cc;
3. Corong;
4. Cawan aluminium
Bahan:
1. Semen Portland Tipe II;
2. Minyak tanah.

E. CARA PENGUJIAN
1. Menimbang semen sebanyak 250 gr.
2. Menimbang labu takar sebanyak 500 cc yang telah dibersihkan.
3. Memasukkan semen dengan menggunakan corong kedalam labu takar dan menimbang
beratnya (untuk kontrol).
4. Mengisi labu takar dengan minyak tanah hampir penuh dan labu takar diputar-putar
agar gelembung udaranya keluar.
5. Menambahkan minyak hingga batas kapasitas labu takar, kemudian menimbangnya.

TEKNIK SIPIL - FTSLK 16


6. Semen dan minyak tanah dikeluarkan dan labu takar dibersihkan dengan menggunakan
minyak tanah. Mengisi labu takar dengan menggunakan minyak tanah hingga batas
kapasitas dan ditimbang.

F. DATA HASIL PERCOBAAN


Tabel: PERCOBAAN I BERAT JENIS SEMEN
ALAT & BAHAN BERAT SATUAN

Berat semen (𝑤1) 250 Gram

Minyak + Picknometer (𝑤2 ) 545.5 Gram


Picknometer + Minyak + Semen (𝑤3 ) 726.1 Gram
BJ = 0.8 ( 𝑤1 ) / ( 𝑤1 + 𝑤2 - 𝑤3 ) 2.88 gram/cm³
` Maka diperoleh Berat Jenis Semen = 2.88 gr/cm³ .

Tabel: PERCOBAAN II BERAT JENIS SEMEN


ALAT & BAHAN BERAT SATUAN

Berat semen (𝑤1) 250 Gram

Minyak + picknometer (𝑤2 ) 544.4 Gram


Picknometer + minyak + semen (𝑤3 ) 725.9 Gram
BJ = 0.8 ( 𝑤1 ) / ( 𝑤1 + 𝑤2 - 𝑤3 ) 2.92 gram/cm³
Maka diperoleh Berat Jenis Semen = 2.92 gr/cm³ .

G. KESIMPULAN
Dari data hasil percobaan di atas maka dapat diketahui berat jenis semen adalah 2.92
gr/cm3. Hal ini kurang sesuai dengan spesifikasi umum yang ada bahwa berat jenis semen lebih
dari 3 gr/cm3. Jadi percobaan yang dilakukan berhasil, mungkin dalam percobaan terjadi
kesalahan pembacaan atau kesalahan dalam prosedur . Sehingga hal ini belum sesuai dengan
dengan ASTM C 128-01 bahwa tidak ada batasan untuk berat jenis semen.
3.2 Penyelidikan Bahan Aggregat Halus
Pasir adalah contoh bahan material butiran. Butiran pasirumumnya berukuran antara 0,0625
sampai 2 milimeter. Materi pembentuk pasir adalah silikon dioksida, tetapi di beberapa pantai tropis
dan subtropis umumnya dibentuk dari batu kapur.

TEKNIK SIPIL - FTSLK 17


3.2.1 METODE KADAR AIR PASIR (ASTM C 556-97/SNI 03-1971-1990)
A. MAKSUD
Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian untuk menentukan kadar air
pasir.

B. TUJUAN
Tujuan percobaan adalah untuk memperoleh angka persentase dari kadar air yang
dikandung oleh pasir
.
C. PENGERTIAN
Kadar air pasir adalah perbandingan berat air yang dikandung pasir pada kondisi asli
terhadap berat pasir pada kondisi kering oven.

D. ALAT DAN BAHAN


Alat:
1. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram
2. Oven
3. Talam
Bahan:
1. Pasir dalam keadaan asli
E. CARA PENGUJIAN
1. Menimbang dan mencatat berat talam (W1)
2. Memasukkan benda uji ke dalam talam kemudian menimbang dan mencatat beratnya
(W2)
3. Menghitung berat benda uji (W3 = W2 - W1)
4. Mengeringkan benda uji beserta talam dalam oven dengan temperatur 110+5 derajat
Celcius.
5. Setelah kering,menimbang dan mencatat berat benda uji beserta talam (W4)
6. Menghitung berat benda uji kering (W5 = W4 – W1)
7. Kadar air agregat = (W3 – W5)/W5 x 100%

F. PERHITUNGAN
𝑊3−𝑊5
Kadar air agregat = ×100% ……………(1)
𝑊5

TEKNIK SIPIL - FTSLK 18


G. DATA HASIL PERCOBAAN
TABEL
PENGUJIAN KADAR AIR AGREGAT
URAIAN HASIL SATUAN
Nomor talam yang digunakan A
Berat talam (W1) 257,3 Gram
Berat talam + benda uji (W2) 757,3 Gram
Berat benda uji (W3) 500 Gram
Berat talam + benda uji kering (W4) 743,4 Gram
Berat pasir kering (W5) 486,1 Gram

𝑊3−𝑊5 500−486.1 Gram


Kadar air agregat ×100% ×100% = 2.86%
𝑊5 486.1

H. REFERENSI
Dari pengujian yang telah dilakukan, maka dapat di ambil kesimpulan kadar air agregat
halus tersebut adalah 2.86 % sehingga tidak memenuhi syarat dari ASTM C 556-97 (2%)
karena agregat halus kadar air asli terkena air hujan sesaat sebelum praktikan melakukan
praktikum. Nilai kadar air tersebut digunakan dalam mencari perbandingan banyaknya
pasir dari kondisi ssd ke dalam kondisi asli.

I. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan didapatkan kadar air agregat halus sebesar 2.86% sehingga data yang
kami tidak memenuhi dari standar ASTM

J. GAMBAR

TEKNIK SIPIL - FTSLK 19


3.2.2 METODE PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AIR AGREGAT
HALUS (ASTM C128-01/SNI 03 1970-1990)
A. MAKSUD
Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian untuk menentukan berat
jenis curah, berat jenis kering permukaan jenuh, berat jenis semu, dan angka penyerapan
daripada pasir.

B. TUJUAN
Tujuan percobaan adalah untuk mendapatkan angka untuk berat jenis curah, berat jenis
permukaan jenuh, berat jenis semu, dan penyerapan air pada pasir.

C. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan:
1. Berat jenis curah adalah perbandingan antara berat pasir kering dan berat air suling
yang isinya sama dengan isi pasirdalam keadaan jenuh pada suhu 25ºC.
2. Berat jenuh kering permukaan adalah perbandingan antara berat pasir kering
permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan isi pasir dalam keadaan
jenuh pada suhu 25ºC.
3. Berat jenis semu adalah perbandingan antara berat pasir kering dan berat air suling
yang isinya sama dengan isi pasir dalam keadaan kering pada suhu 25ºC.
4. Penyerapan adalah perbandingan air yang dapat diserap pori terhadap berat pasir kering
yang dinyatakan dalam persen. Digunakan untuk menghitung perubahan massa dari
pasir.

D. ALAT DAN BAHAN


1. Timbangan, kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram.
2. Kerucut terpancung diameter bagian atas (40±3)mm, diameter bagian bawah (90±3)
mm dan tinggi (75±3)mm dibuat dari lopgam tebal minimum 0,8 mm.

TEKNIK SIPIL - FTSLK 20


3. Oven yang dilengkapi pengatur suhu untuk memanasi sampai (110±5)ºC.
4. Pengukuran suhu dengan ketelitian pembacaan 1ºC.
5. Talam
6. Bejana tempat air
7. Pasir yang sudah direndam selama 24 jam
8. Hair dryer

E. CARA PENGUJIAN
1. Penyiapan untuk kondisi pasir SSD
2. Menyaringpasir hingga airnya tidak ada.
3. Mengeringkan dengan hair dryer atau kipas angin sambil dibolak-balik dengan sendok
untuk mencari kondisi SSD
4. Menempatkan kerucut SSD pada bidang datar yang tidak mengisap air, tahan jangan
sampai goyang.
5. Mengisi kerucut SSD 1/3 tingginya dan rojok 8 kali, isi lagi 1/3 tinggi dan rojok 8 kali,
isi lagi 1/3 tinggi dan rojok 9 kali. Dirojok tiap bagian masing-masing.
6. Meratakan permukaannya dan mengangkat kerucutnya, bila pasir masih berbentuk
kerucut maka pasir belum SSD. Keringkan lagi dan ulangi lagi pengisian dengan
prosedur sebelumnya, bila kerucut diangkat dan pasir gugur tetapi berpuncak maka
pasir sudah dalam keadaan SSD dan siap untuk digunakan dalam percobaan.
7. Menimbang labu takar 1000 cc
8. Menimbang pasir kondisi SSD sebanyak 500 gram, dan memasukkan pasir ke dalam
labu takar dan menimbangnya.
9. Mengisi labu takar yang berisi pasir dengan air bersih hingga penuh.
10. Memegang labu takar yang sudah terisi air dan pasir dengan posisi miring, memutar
kiri dan kanan hingga gelembung-gelembung udara dalam pasir keluar.
11. Sesudah gelembung-gelembung keluar menambahkan air ke dalam labu takar dengan
air sampai dengan batas kapasitas dan timbang.

F. PERHITUNGAN
Dalam metode ini dilakukan perhitungan sebagai berikut:
𝐵𝑘
Berat jenis curah = (𝐵+500−𝐵𝑡) ... (1)
𝐵𝑘
Berat jenis jenuh kering permukaan = ... (2)
(𝐵+500−𝐵𝑡)
𝐵𝑘
Berat jenis semu = ... (3)
(𝐵+𝐵𝑘−𝐵𝑡)
(500−𝐵𝑘)
Penyerapan = 𝑥 100% ... (4)
𝐵𝑘
Keterangan:
Bk = berat benda uji kering oven, dalam gram
B = berat piknometer berisi air, dalam gram

TEKNIK SIPIL - FTSLK 21


Bt = berat piknometer berisi benda uji dan air, dalam gram
500 = berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh, dalam gram

G. DATA HASIL PERCOBAAN

URAIAN A B Rata-rata Satuan


Berat benda uji kering permukaan jenuh (SSD) 500 500 500 gram
Berat benda uji kering oven______Bk 498,6 497 497,8 gram
Berat piknometer diisi air (250C)___B 1250 1250 1250 gram
Berat piknometer + benda uji (SSD) + Air 1575 1575 1575 gram
(250C)____ Bt

A B Rata-rata Satuan
𝐵𝑘 2,849 2,84 2,8445 t/m3
Berat jenis (Bulk) (𝐵+500−𝐵𝑡)
Berat jenis kering permukaan jenuh 2,85 2,857 2,8535 t/m3
500
(𝐵+500−𝐵𝑡)
𝐵𝑘 2,87 2,88 2,875 t/m3
Berat jenis semu (𝐵+𝐵𝑘−𝐵𝑡)
(500−𝐵𝑘) 0,0028 0,00604 0,00442 %
Penyerapan 𝑥100%
𝐵𝑘

H. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan, didapatkan bahwa:
- Berat jenis (BULK) 2,8445 t/m3
- Berat jenis kering permukaan jenuh 2,8535 t/m3
- Berat jenis semu 2,875 t/m3
- Penyerapan 0,00442%

I. GAMBAR

TEKNIK SIPIL - FTSLK 22


3.2.3 PERCOBAAN BERAT VOLUME PASIR (ASTM C 29-91)
A. MAKSUD
Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam melakukan pengujian untuk
menentukan berat volume pasir.

B. TUJUAN
Menentukan berat volume pasir baik dalam keadaan lepas, dengan rojokan maupun
dengan ketukan.

C. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan berat volume pasir adalah massa suatu pasir tiap satuan volume.

D. ALAT DAN BAHAN


Alat:
1. Timbangan analisa
2. Takaran berbentuk silinder dengan volume 3 liter
3. Alat perojok dari besi berdiameter 16 mm dan panjang 60 cm
4. Martil
Bahan:
1. Pasir dalam keadaan kering

E. CARA PENGUJIAN
Pengujian berat isi dan rongga udara dalam pasir dilakukan sebagai berikut :
1. Kondisi Padat
Kondisi padat dapat dilakukan dengan cara rojok dan cara ketuk :
a. Cara rojok
1. Mengisi penakar sepertiga dari volume penuh dan meratakan dengan batang perata;
2. Merojok lapisan pasir dengan 25 kali rojokan batang perojok;
3. Mengisi lagi sampai volume menjadi dua per tiga penuh kemudian meratakan dan
merojok seperti diatas;
4. Mengisi penakar sampai berlebih dan merojok lagi;
5. Meratakan permukaan pasir dengan batang perata;
6. Menentukan berat penakar dan isinya dan berat penakar itu sendiri;
7. Mencatat beratnya sampai ketelitian 0,05 kg;
8. Menghitung berat isi pasir.

TEKNIK SIPIL - FTSLK 23


b. Menghitung kadar rongga udara.
c. Cara ketuk
1. Mengisi penakar sepertiga dari volume penuh dan meratakan dengan batang perata;
2. Memadatkan untuk setiap lapisan dengan cara mengetuk – ngetukkan alas penakar
secara bergantian sebanyak 50 kali;
3. Mengisi lagi sampai volume menjadi dua per tiga penuh kemudian memadatkan seperti
diatas;
4. Mengisi penakar sampai berlebih dan memadatkan lagi;
5. Meratakan permukaan pasir dengan batang perata;
6. Menentukan berat penakar dan isinya dan berat penakar itu sendiri;
7. Mencatat beratnya sampai ketelitian 0,05 kg.
2. Kondisi Gembur
1. Mengisi penakar sampai berlebih dan hindarkan terjadinya pemisahan dari butir pasir;
2. Meratakan permukaan dengan batang perata;
3. Menentukan berat penakar dan isi serta berat penakar itu sendiri;
4. Mencatat beratnya sampai ketelitian 0,5 kg.

F. PERHITUNGAN
Berat isi
Berat isi sebagai berikut :
1. Agregat dalam keadaan kering oven dihitung menurut rumus berikut:
(G−T)
M= atau M = (G-T)×F
V
Keterangan :
M = Berat isi agregat dalamkondisi kering oven, (kg/m)
G = Berat agregat dan penakar (kg)
T = berat penakar (kg)
V= Volume penakar, dalam m3
F = Faktor penakar (m3)
2. Agregat dalam keadaan kering permukaan dihitung menurut rumus berikut:
MSSD = M[1+(A/100)]…………………………….. (2)
Keterangan :
MSSD = berat isi agregatd dalam kondisi kering dalam (kg/m3)
M = berat ini dalam kondisi kering oven dalam (kg/m3)
A = Absorpsi dalam %

TEKNIK SIPIL - FTSLK 24


G. DATA HASIL PERCOBAAN

LAPORAN HASIL UJI

Dengan Dengan Kondisi Satuan


URAIAN
Rojokan Ketukan Gembur
Berat Silinder (W1) 2,575 2,575 2,575 gram
Berat silinder + pasir (W2) 7,865 7,975 7,47 gram
Berat Pasir (W2-W1) 5,29 5,4 4,895 gram
Volume silinder (V) 3 3 3 Liter
Berat Volume (W2-W1)/V 1,763 1,8 1,631 gram/l

Perhitungan kadar rongga udara


Kadar rongga udara dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

[(𝑆𝑥𝑊) − 𝑀]
𝑥100%
𝑆𝑥𝑊
Keterangan

M = berat isi agregat dalam kondisi kering oven (kg/m3)


S = berat jenis agregat dalam kering oven dihitung menurut SNI 1969-1990 dan SNI
1970-1990, untuk kondisi gembur menggunakan berat jenis bulk
W = kerapatan air 998 kg/m3
Berdasarkan rumus diatas didapatkan hasil sebagai berikut.

- Dengan rojokan
[(2,7𝑥0.998) − 1,76]
𝑥100% = 35 %
2,7𝑥0.998
- Dengan ketukan
[(2,7𝑥0.998) − 1.805]
𝑥100% = 33 %
2,7𝑥0.998
- Kondisi gembur
[(2,65𝑥0.998) − 1,653]
𝑥100% = 38 %
2,65𝑥0.998
TEKNIK SIPIL - FTSLK 25
G. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, didapat bahwa volume pasir dengan metode
rojokan 1718,42 gram/ml , dengan metode ketukan 163,48 gram/ml, dengan metode
gembur 1562,5 gram/ml

H. GAMBAR

Cara Ketuk Cara Rojok Cara Gembur

3.2.4 TES KEBERSIHAN PASIR TERHADAP BAHAN ORGANIK (ASTM C-40)


A. MAKSUD
Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam melakukan pengujian untuk
menentukan adanya kotoran organik dalam pasir untuk campuran mortar dan beton.
B. TUJUAN
Penentuan kadar zat organik di dalam agregat yang digunakan di dalam adukan beton.
Tujuan metode ini adalah untuk memperoleh standar warna terhadap larutan benda uji.
Percobaan ini dilakukan karena bahan organik mempunyai kelemahan, yaitu:
1. Mudah menyerap air
2. Tidak mempunyai kekuatan menempel yang baik.
3. Gaya tekannya jelek.
C. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan kotoran organik adalah bahan-bahan organik yang terdapat di
dalam pasir dan menimbulkan efek yang merugikan terhadap mutu mortar artau beton

D. ALAT DAN BAHAN


Alat:

TEKNIK SIPIL - FTSLK 26


1. Botol bening
Bahan:
1. Pasir asli
2. Larutan (3%NaOH +97%Air)

E. CARA PENGUJIAN
1. Mengisi botol bening dengan pasir sampai mencapai garis skala ± 130 ml.
2. Menambahkan larutan NaOH 3% sampai 200 ml dan tutup rapat, kemudian kocok
botol selama ± 10 menit.
3. Mendiamkan selama 24 jam.
4. Selanjutnya mengamati warna cairan di atas permukaan pasir yang ada dalam botol,
membandingkan warnanya.
5. Jika warna cairan dalam botol yang berisi pasir lebih tua (coklat) dari pembanding,
berarti dalam pasir berkadar zat organik yang terlalu tinggi. Sebaliknya, jika warna
cairan bening (kuning muda) berarti pasir berkadar zat organik rendah.

F. DATA HASIL PERCOBAAN


Percobaan A Satuan
Volume Pasir 500 Gram
Larutan 3% NaOH 6 Ml
Warna yang dihasilkan Kuning kecoklatan

G. KESIMPULAN
• Warna yang diperoleh dari percobaan (kuning muda) lebih muda dari warna standard
(kuning kecoklatan)
• Pasir tidak mengandung zat organic yang berbahaya
• Kadar zat organik pasir sudah sesuai dengan standard yang telah ditentukan

H. GAMBAR

TEKNIK SIPIL - FTSLK 27


3.2.5 TEST KEBERSIHAN PASIR TERHADAP BAHAN KADAR LUMPUR (ASTM C 33-
93)

A. TUJUAN
Mengetahui kdar lumpur dari pasir sebagai campuran beton

B. DASAR aTEORI
Metode ini digunakan untuk mencari seberapa besar kandungan lumpur dari pasir sebagai
campuran beton. Pengaruh kadar lumpur yang berlebihan adalah:
1. Terjadi penurunan mutu dari beton
2. Penggunaan semen lebih banyak
3. Karena lumpur menyerap air cukup banyak kegunaan air lebih banyak
4. Bila beton telah mengeras, bila beton terkena air maka lumpur dapat mengembang dan
merusak mutu beton
5. Dapat mengalami pengerongan tiba – tiba
6. Mengurangi workability
Untuk menghitung kadar lumpur tersebut yaitu dengan perhitungan:

KADAR LUMPUR : 100 % - (Mk / Mssd x 100%)

Keterangan : Mk = Massa Pasir Kering


Mssd = Massa Pasir SSD
Menurut ASTM C 33-93, kadar lumpur yang di perbolehkan 3% ketika beton mengalami
abrasi dan 5% untuk beton lainnya.

C. ALAT DAN BAHAN


Peralatan, terdiri dari:
1. Pan
2. Ayakan no. 200
Bahan, terdiri dari:
1. Pasir asli
2. Air

TEKNIK SIPIL - FTSLK 28


D. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Timbang talam tanpa benda uji
2. Timbang benda uji dan letakkan di dalam
3. Masukkan air pencuci
4. Tuangkan air pencuci diatas saringan nomor 200 dan jangan sampai ada pasir yang
ikut tejatuh
5. Setelah air pencuci benar-benar jernih, buang air pencuci dan tibang berat talam
beserta benda uji.
6. Hitung persen gahan yang lolos saringan nomor 200(0.75mm) dengan rumus yang
ada

HASIL PERCOBAAN
NO Item Yang Diukur Benda Uji Benda Uji II Satuan
I
1. Berat kering benda uji + wadah 635 635 Gram
(W1)
2. Berat wadah (W2) 135 135 Gram
3. Berat kering benda uji awal 500 500 Gram
(W3=W1-W2)
4. Berat kering benda uji sesudah 625 630 Gram
pencucian+wadah (W4)
5. Berat kering benda uji sesudah 490 495 Gram
pencucian (W5=(W4-W2)
6. Persen bahan lolos saringan 2 1 %
𝑊3 − 𝑊5
𝑊6 = 𝑥100%
𝑊3
Rata-rata 1.5 %

TEKNIK SIPIL - FTSLK 29


E. KESIMPULAN

Menurut ASTM C33-93, kadar lumpur (bahan yang lolos saringan nomor 200) yang
diperbolehkan dalam agregat halus adalah 3% untuk beton yang mengalami abrasi dan
5% untuk beton lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persen yang lolos saringan
nomor 200 adalah 1,5% sehingga dapat disimpulkan kadar lumpur memenuhi syarat

F. GAMBAR

Gambar 3.7.1.Pengeluran Agregat Halus Dari


Oven

3.3 Penyelidikan Bahan Aggregat Kasar


Agregat adalah sekumpulan butir- butir batu pecah, kerikil, pasir, atau mineral lainnya
baik berupa hasil alam maupun buatan. Agregat adalah komponen utama dari struktur
perkerasan, yaitu 90% – 95% agregat berdasarkan persentase berat, atau 75% – 85% agregat
berdasarkan persentase volume. Dengan demikian kualitas beton juga ditentukan dari sifat
agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain.
Agregat kasar dapat berupa kerikil hasil desintergrasi alami dari batuan-batuan atau
berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu dengan besar butir lebih dari 5 mm.

3.3.1 METODE PENGUJIAN KADAR AIR AGREGAT KASAR (ASTM C556-97/SNI 03-
1971-1990)
A. MAKSUD
Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian untuk menentukan kadar air
agregat

B. TUJUAN
Untuk mengetahui atau menentukan angka presentase dari kadar air yang dikandung
oleh agregat.

TEKNIK SIPIL - FTSLK 30


C. PENGERTIAN
Kadar air agregat adalah besarnya perbandingan antara berat air yang diagregat dengan
agregat dalam keadaan kering, dinyatakan dalam persen
Kandung

D. ALAT DAN BAHAN


Alat:
1. Timbangan analisa 2600 gr, dengan ketelitian 0,1 % berat contoh;
2. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110±5)ºC;
3. Panlogam tahan karat berkapasitas cukup besar untuk mengeringkan benda uji.
Bahan:
1. Batu pecah dalam kondisi asli.

E. CARA KERJA
1. Timbang dan catatlah berat talam (W1);
2. Masukkan benda uji ke dalam talam kemudian timbang dan catat beratnya (W2);
3. Hitunglah berat benda uji (W3 = W2 – W1);
4. Keringkan benda uji beserta dalam oven dengan suhu (110±5)ºC sampai beratnya
tetap;
5. Keluarkan batu pecah dari oven, catat berat benda uji beserta talam (W4);
6. Hitunglah berat benda uji kering (W5 = W4 – W1)

F. PERHITUNGAN
W3  W 5
Kadar air agregat adalah = X 100 % ……….. (1)
W5
Keterangan:
W3 : berat benda uji mula – mula ( gram )
W5 : berat benda uji kering ( gram )

G. DATA HASIL PERCOBAAN

PENGUJIAN KADAR AIR AGREGAT


URAIAN HASIL SATUAN
Berat batu pecah asli (W1) 3000 Gram
Berat batu pecah setelah oven 2945 Gram
(W2)
Kelembapan batu pecah 1,87 %
[(W1-W2)/W2]x100%

TEKNIK SIPIL - FTSLK 31


H. KESIMPULAN
Hasil pengujian kadar air pertama dan kedua didapatkan rata-rata kadar air sebesar
1,87%. Kadar air percobaan memenuhi syarat ASTM C 128-97

3.3.2 METODE PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AIR AGREGAT KASAR
(ASTM C127- 01/SNI 03-1969-1990)
A. MAKSUD
Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian untuk menentukan berat jenis
curah, berat jenis kering permukaan jenuh, berat jenis semu dari agregat kasar, serta angka
penyerapan dari agregat kasar.

B. TUJUAN
Tujuan pengujian ini untuk memperoleh angka berat jenis curah, berat jenis kering
permukaan jenis dan berat jenis semu besarnya angka penyerapan.

C. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan:
1. Berat jenis curah ialah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air saling
yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenus pada suhu 25oC;
2. Berat jenis kering permukaan jenuh yaitu perbandingan antara berat agregat kering
permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam
keadaan jenuh pada suhu 25oC;
3. Berat jenis semu ialah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling
yang isinya sama dengan isi agregat dalam keaadan kering pada suhu 25 oC;
4. Penyerapan ialah perbandingan antara berat air yang dapat diserap quarry terhadap
berat agregat kering, dinyataan dalam persen.

TEKNIK SIPIL - FTSLK 32


D. ALAT DAN BAHAN
1. Keranjang kawat ukuran 3,35 mm (No.6) atau 2,36 mm (No.8) dengan kapasitas kira–
kira 5 kg
2. Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk pemeriksaan. Tempat ini
harus dilengkapi dengan pipa sehingga permukaan air selalu tetap.
3. Timbangan dengan kapasitas 5 kg dan ketelitian 0,1% dari berat contoh yang ditimbang
dan dilengkapi dengan alat penggantung keranjang.
4. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai 110±5°C
5. Alat pemisah contoh.
6. Saringan nomor 4( 4,75 mm).
7. Benda uji adalah agregat yang tertahan saringan no.4 (4,75 mm) diperoleh dari alat
pemisah contoh atau cara perempat sebanyak kira – kira 5 kg.

E. CARA PENGUJIAN
1. Cuci benda uji untuk menghilangkan debu atau bahan- bahan lain yang melekat pada
permukaan.
2. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu 110±5 ° Celcius sampai berat tetap. Sebagai
catatan bila penyerpan dan harga berat jenis digunakan dalam pekerjaan beton dimana
agregatnya digunakan pada keadaan kadar air aslinya, maka tidak perlu dilakukan
pengeringan dengan oven.
3. Dinginkan benda uji pada suhu kamar selama 1-3 jam, kemudian timbang dengan
ketelitian 0,5 gram (Bk).
4. Rendam benda uji dalam air pada suhu kamar selama 24±4 jam
5. Keluarkan benda uji dari air, lap dengan kain penyerap sampai selaput air pada
permukaan hilang, untuk butiran yang besar pengeringan halus satu persatu
6. Timbang benda uji kering-permukaan jenuh (Bj)
7. Letakkan benda uji didalam keranjang, goncangkan batunya untuk mengeluarkan udara
yang tersekap dan tentukan beratnya didalam air (Ba), dan ukur suhu air untuk
penyesuaian perhitungan kepada suhu standar (25°C)

TEKNIK SIPIL - FTSLK 33


8. Banyak jenis bahan campuran yang mempunyai bagian butir – butir berat dan ringan.
Bahan semacam ini memberikan harga – harga berat jenis yang tidak tetap walaupun
pemeriksaan dilakukan dengan sangat hati – hati, dalam hal ini beberapa pemeriksaan
ulangan diperlukan untuk mendapatkan harga rata – rata yang memuaskan.

F. DATA HASIL PERCOBAAN


PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT KASAR

URAIAN SATUAN
Berat benda uji kering oven Bk 2945 gram
Berat benda uji kering permukaan jenuh 3000 gram
Bj
Berat benda uji di dalam air Ba 1895 gram
𝐵𝑘 2,66 t/m3
Berat jenis (Bulk) 𝐵𝑗 − 𝐵𝑎
Berat jenis kering permukaan jenuh 2,71 t/m3
𝐵𝑗
𝐵𝑗 − 𝐵𝑎
𝐵𝑘 2.86 t/m3
Berat jenis semu (Apparent) 𝐵𝑘 − 𝐵𝑎
Penyerapan (Absorption) 1,868 %
𝐵𝑗 − 𝐵𝑘
𝑥100%
𝐵𝑘

TEKNIK SIPIL - FTSLK 34


G. KESIMPULAN
Dari percobaan diatas diperoleh :
1. Berat jenis kering-permukaan jenuh (SSD) batu pecah adalah 2,71 gr/cm3
2. Berat jenis curah (bulk specific gravity) batu pecah adalah 2,66 gr/cm3
3. Berat jenis semu (apparevt specific grafity) batu pecah adalah 2,8 gr/cm3
4. Penyerapan batu pecah adalah 1,87 %

H. GAMBAR

Gambar: percobaan

TEKNIK SIPIL - FTSLK 35


3.3.3 METODE PENGUJIAN BOBOT ISI DAN RONGGA UDARA DALAM AGREGAT
(ASTM C29/29M-97/SNI 03-4804-1998)
A. TUJUAN
Menentukan berat volume batu pecah baik dalam keadaan lepas maupun padat.

B. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan:
1. Berat isi agregat adalah berat agregat persatuan isi;
2. Berat adalah gaya gravitasi yang mendesak agregat;
3. Agregat adalah material granular misalnya pasir, batu pecah dan kerak tunggku besi,
yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu
beton semen hidrolik atau adukan;
4. Agregat kasar adalah kerikil sebagai desintegrasi alami dari batu atau berupa batu
pecah yang diperoleh dari industry pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara
5 mm – 40 mm;
5. Agregat halus adalah pasir alam sebagai desintegrasi secara alami dari batu atau pasir
yang dihasilkan oleh industry pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar
5mm;
6. Rongga udara dalam satuan volume agregat adalah ruang diantara butirbutir agregat
yang tidak diisi oleh partikel yang padat

C. ALAT DAN BAHAN


1. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram kapasitas 2 kg untuk contoh agregat halus,
danketelitian gram kapasitas 20 kg untuk agregat kasar;
2. Batang penusuk terbuat dari baja berbentuk batang lurus, berdiameter 16 mm dan
panjang 610 mm dan ujungnya dibuat tumpul setengah bundar;
3. Alat penakar berbentuk silinder terbuat dari logam atau bahan kedap air dengan ujung
dan dasar yang benar-benar rata;
4. Sekop atau sendok sesuai dengan kebutuhan;
5. Peralatan kalibrasi berupa plat gelas dengan tebal minimum 6 mm dan paling sedikit
25 mm lebih besar daripada diameter takaran yang dikalibrasi.

TEKNIK SIPIL - FTSLK 36


D. CARA PENGUJIAN
Pengujian berat isi dan rongga udara dalam agregat dilakukan sebagai berikut:
1. Kondisi Padat
Kondisi padat dapat dilakukan dengan cara tusuk dan cara ketuk :

a. Cara rojok
1. Isi penakar sepertiga dari volume penuh dan ratakan dengan batang perata;
2. Tusuk lapisan agregat dengan 25 kali tusukan batang penusuk;
3. Isi lagi sampai volume menjadi dua per tiga penuh kemudian ratakan dan tusuk seperti
diatas;
4. Isi penakar sampai berlebih dan tusuk lagi;
5. Ratakan permukaan agregat dengan batang perata;
6. Tentukan berat penakar dan isinya dan berat penakar itu sendiri;
7. Catat beratnya sampai ketelitian 0,05 kg;

b. Cara ketuk
1. Isi penakar sepertiga dari volume penuh dan ratakan dengan batang perata;
2. Padatkan untuk setiap lapisan dengan cara menggoyang-goyangkan penakar sebanyak
25 kali
3. Isi lagi sampai volume menjadi dua per tiga penuh kemudian padatkan seperti diatas;
4. Isi penakar sampai berlebih dan padatkan lagi;
5. Ratakan permukaan agregat dengan batang perata;
6. Tentukan berat penkar dan isinya dan berat penakar itu sendiri;
7. Catat beratnya sampai ketelitian 0,05 kg.

2. Kondisi Gembur
1. Isi penakar sampai berlebih dan hindarkan terjadinya pemisahan dari butir agregat;
2. Ratakan permukaan dengan batang perata;
3. Tentukan berat penakar dan isi serta berat penakar itu sendiri;
4. Catat beratnya sampai ketelitian 0,5 kg

E. PERHITUNGAN
o Berat isi
Berat isi sebagai berikut:
1. Agregat dalam keadaan kering oven dihitung menurut rumus berikut:
𝐺−𝑉
M= atau M = (G-V) x F
𝑉
Keterangan:
M = berat isi agregat dalam kondisi kering oven, dalam kg/m3 ;

TEKNIK SIPIL - FTSLK 37


G = berat agregat dan penakar, dalam kg;
T = berat penakar, dalam kg;
V = volueme penakar, dalam 𝑚3 ;
F = factor penakar dalam 𝑚−3

2. Agregat dalam keadaan kering permukaan dihitung menutut rumus berikut:


MSSD = M [ 1 + ( A/100 ) ]
Keterangan.
MSSD = Berat isi agregat dalam kondisi kering permukaan dalam kg/m3 ;
M = berat isi dalam kondisi kering oven dalam kg/m3 ;
A = Absorpsi dalam %

o Kadar Rongga Udara Kadar rongga udara dalam agregat dihitung menurut rumus
berikut:
((𝑠 𝑥 𝑤) − 𝑀)
𝑅𝑜𝑛𝑔𝑔𝑎 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑥 100%
(𝑠 𝑥 𝑤)
Keterangan:
M = berat isi agregat dalam kondisi kering oven dalam kg/m3 ;
S = berat jenis agregat dalam kering oven dihitung menurut SNI 1969-1990-F dan SNI
1970-1990-F
w = kerapatan air 998 kg/m3 .

F. DATA PENGUJIAN
N Dengan Dengan Kondisi SATUAN
URAIAN
O Rojokan Ketukan Gembur
Berat1 silinder (W1) 5020 5020 5020 gram
Berat2 silinder + Batu pecah (W2) 19410 19400 19315 gram
Berat3 batu pecah (W2-W1) 14390 14380 14295 gram
Volume
4 silinder (V) 10 10 10 liter
Berat5 volume (W2-W1)/V 1,439 1,438 1,4295
Perhitungan berat volume
 Berat isi agregat tanpa rojokan / lepas = 1,4295 gr / cm3
 Berat isi agregat dengan rojokan = 1,439 gr / cm3
 Berat isi agregat dengan pukulan = 1,438 gr / cm3
1,4295  1,439  1,438
 Berat isi rata-rata =  1,4355 gr / cm3
3

TEKNIK SIPIL - FTSLK 38


G. KESIMPULAN
Hasil percobaan berat volume batu pecah didapatkan rata-rata sebesar 1,383 gr/cm3 . berat
volume memenuhi syarat ASTM C29/29M-97.

H. GAMBAR

TEKNIK SIPIL - FTSLK 39


3.3.4 METODE PENGUJIAN KEAUSAN AGREGAT DENGAN MESIN ABRASI LOS
ANGELES (ASTM C131-03/SNI 03-2417-1991)
A. MAKSUD
Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan untuk menentukan ketahanan agregat kasar
terhadap keausan dengan mempergunakan mesin Abrasi Los Angles

B. TUJUAN
Pengujian ini untuk mengetahui angka keausan tersebut, yang dinyatakan dengan
perbandingan antara berat bahan aus lolos saringan no. 12 (1,7mm) terhadap berat semula,
dalam persen.

C. ALAT DAN BAHAN


Alat:
1. Mesin Abrasi Los Angeles
2. Saringan No. 12
3. Bola-bola baja dengan diameter rata-rata 4,68 cm
4. Timbangan
5. Oven
Bahan:
1. Batu pecah kering oven sebanyak 5000 gram

TEKNIK SIPIL - FTSLK 40


D. CARA PENGUJIAN
1. Batu pecah diayak sebanyak 1250 gr untuk tiap ayakan
2. Kumpulkan jadi satu (5000 garam)
3. Masukkan ke dalam mesin aus Los Angeles
4. Masukkan bola baja 12 buah untuk gradasi A,dan 11 bola untuk gradasi B
5. Tutup mesin dan baut sekrup dikecangkan
6. Putar mesin sebanyak 500 kali ( selama kurang lebih 15 menit )
7. Setelah ±15 menit tutup mesin dibuka, batu pecah dan bola baja dikeluarkan
8. Batu pecah disaring dengan ayakan no 12 (1.7 mm)
9. Yang tertinggal di atas saringan dicuci lalu di oven 16-24 jam
10. Setelah 24 jam dikeluarkan dan didinginkan, lalu ditimbang

E. PERHITUNGAN
𝑊1−𝑊2
Keausan = 𝑥100%
𝑊1

F. DATA HASIL PERCOBAAN


PERCOBAAN BERAT TOTAL SATUAN

Berat sebelum diabrasi (W1) 5000 gram

Berat sesudah diabrasi (W2) 3915 gram

Keausan = (W1-W2)/W1x100% 21,7 %

G. REFERENSI
Berdasarkan ASTM C131, batu pecah memenuhi syarat jika keausan kurang dari 50%.
H. KESIMPULAN
Hasil percobaan keausan batu pecah didapatkan sebesar 24,9 %. Tingkat keausan batu
pecah memenuhi syarat SNI 03-2417-1991.

TEKNIK SIPIL - FTSLK 41


I. GAMBAR

TEKNIK SIPIL - FTSLK 42


BAB IV
CAMPURAN AGREGAT

4.1 METODE PENGUJIAN KONDISI DAN ANALISA AYAKAN PASIR (ASTM C33-86)

A. TUJUAN
Tujuan metode ini adalah untuk memperoleh gradasi dan sebagai pegangan dalam
melakukan pengujian untuk menentukan kondisi pasir.

B. DASAR TEORI
Hasil pengujianini selanjutnya dapat digunakan dalam pekerjaan perencanaan campuran
dan pengendalian mutu beton.
Gradasi agregat halus adalah hasil dari ayakan pasir yang kemudian diplot ke dalam
grafik.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Satu ayakan pasir (ASTM C33-86)
2. Sikat
3. Timbangan
4. Pasir dalam keadaan kering oven

D. CARA KERJA
1. Timbang pasir sebanyak 1000 gram.
2. Bersihkan saringan dengan sikat/kuas kemudian disusun.
3. Masukan pasir dalam ayakan dengan ukuran saringan paling besar ditempatkan paling
atas dan diguncang–guncang dengan tangan selama 10 menit.
4. Pasir yang tertinggal pada tiap ayakan ditimbang. Perlu untuk kontrol berat pasir
keseluruhan 1000 gram.
5. Gambarlah hasil prosentase saringan pada grafik

TEKNIK SIPIL - FTSLK 43


E. HASIL PERCOBAAN
Tabel: DATA HASIL PENGUJIAN AYAKAN PASIR

Ukuran Tertinggal
diameter (gram)
lubang
4.76 2,6

2.38 8,5

1.19 26,5

0.59 151

0.297 234,6

0.149 67,9

0 10

F. PEMBAHASAN
Tabel: DATA ANALISA AYAKAN PASIR

Pasir 1000gr
Lubang ayakan
gram Tertahan Tertahan Lolos
mm
% kumulatif % ayakan %
4,76 16.9 1.69 1.69 98.31
2,38 14.2 1.42 3.11 96.88
1,19 48.7 4.88 8.00 92.00
0,59 288.5 28.90 36.90 63.10
0,297 252.6 25.31 62.21 37.79
0,149 365.2 36.59 98.80 1.20
pan 12 1.20 100 0
jumlah 998.1 210.71
FM 2.107
ASTM C33-86 : Dari hasil praktikum analisa gradasi agregat halus, didapatkan hasil bahwa
pasir yang diuji masuk kedalam Zona III, dan memiliki nilai modulus kehalusan sebesar
2.107. Hasil tersebut sesuai dengan SNI 03-2461-1991 yang menyebutkan bahwa modulus
kehalusan agregat halus berada di kisaran 1.5 s/d 3.8

TEKNIK SIPIL - FTSLK 44


GRAFIK : LENGKUNGAN AYAKAN PASIR

G. GAMBAR

TEKNIK SIPIL - FTSLK 45


4.2 METODE PENGUJIAN ANALISA SARINGAN BATU PECAH (ASTM C 136-95A)

A. TUJUAN
Menentukan distribusi ukuran butir/ gradasi batu pecah.

B. DASAR TEORI
Hasil pengujianini selanjutnya dapat digunakan dalam pekerjaan perencanaan campuran
dan pengendalian mutu beton.
Gradasi agergat kasar adalah hasil dari ayakan batu pecah yang kemudian diplot ke dalam
grafik.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Timbangan 25 kg
2. Satu set ayakan ASTM dengan diameter # 3/2’’,#3/4’’ dan #3.8’’,bila perlu dengan
#4,75’’ dan #2,38’’
3. Alat penggerak listrik
4. Batu pecah dalam keadaan kering oven.

D. CARA KERJA
1. Timbang kerikil sebanyak 5 kg.
2. Masukkan batu pecah ke dalam ayakan yang telah disusun dari ayakan yang paling
besar (di atas) sampai ayakan yang paling kecil (paling kecil), kemudian diguncang-
guncang selama kurang lebih 10 menit
3. Timbang batu pecah yang tertinggal pada masing–masing ayakan
4. Mengontrol berat total = 5 kg
5. Gambarlah hasil prosentase saringan pada grafik

TEKNIK SIPIL - FTSLK 46


E. HASIL PERCOBAAN

Tabel hasil 1

tertinggal
lubang saringan
gram

38 910

19 1910

9.6 620

4.8 1560

2.4

1.2

0.6

0.3

0.15

pan -

jumlah 5000

TEKNIK SIPIL - FTSLK 47


F. PEMBAHASAN

Tabel percobaan 1

tertinggal komulatif
Lubang ayakan mm

gram % tinggal % lolos %

38 910 18.2 6.2 93.8

19 1910 38.2 47.4 52.6

9.6 620 12.4 61.6 38.4

4.8 1560 31.2 100 0

2.4 100 0

1.2 100 0

0.6 100 0

0.3 100 0

0.15 100 0

pan - - - -

jumlah 5000 715.2

FM 7.15

TEKNIK SIPIL - FTSLK 48


Grafik lengkung
ayakan batu pecah :

G. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum analisa gradasi agregat kasar, didapatkan hasil bahwa kerikil yang diuji
masuk kedalam zona I dan memiliki nilai modulus kehalusan sebesar 7.15.

H. GAMBAR

TEKNIK SIPIL - FTSLK 49


BAB V
MIX DESAIN BETON NORMAL

5.1 PERENCANAAN MIX DESAIN BETON (SNI 03-2834-2000)


5.1.1 Deskripsi
A. Maksud
Perencanaan campuran beton ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan untuk
melakukan pembuatan beton.
B. Tujuan
Tujuan metode ini adalah untuk memperoleh mutu beton sesuai dengan rencana tanpa
menggunakan bahan tambah.
C. Ruang Lingkup
Perencanaan campuran mutu beton dilaksanakan dengan menggunakan SNI 03-2847-2013
sebagai pegangan serta acuan persyaratan umum dan persyaratan teknis.

5.1.2 Persyaratan
5.1.2.1 Umum ( SNI 03-2847-2013 Pasal 5.1 )
1. Beton harus dirancang sedemikian hingga menghasilkan kuat tekan rata – rata yang sesuai.
Sehingga mutu beton yang dihasilkan melampaui nilai yang disyaratkan fc’ yang
digunakan dalam perhitungan desain struktur.
2. Penentuan nilai fc’ harus didasarkan pengujian beton pada umur 28 hari.
3. Evaluasi beton menggunakan uji kuat tekan.

5.1.2.2 Pemilihan Proporsi Campuran ( SNI 03-2847-2013 Pasal 5.2 )


1. Proporsi campuran beton harus dibuat untuk :
A) Memberikan kelecekan dan konsistensi yang menjadikan beton mudah dicor
kedalam cetakan dan ke celah di berbagai kondisi pelaksanaan pengecoran, tanpa
terjadinya bleeding atau segregasi yang berlebih.
B) Ketahanan terhadap pengaruh lingkungan seperti pengaruh lingkungan air,
lingkungan yang mengandung klorida dari garam atu air laut maupun lingkungan yang
mengandung sulfat.
2. Untuk setiap campuran yang berbeda, baik aspek material maupun proporsi campurannya
harus melalui pengujian.
3. Proporsi beton, termasuk rasio air-semen, dapat menggunakan perancangan proporsi
campuran berdasarkan pengalaman lapangan dan atau hasil campuran uji maupun dengan

TEKNIK SIPIL - FTSLK 50


menggunakan perancangan campuran tanpa berdasarkan data lapangan atau campuran
percobaan sebagai alternatif.

TEKNIK SIPIL - FTSLK 51


TEKNIK SIPIL - FTSLK 52
5.1.2.3 Bahan
1. Air
Air yang digunakan dalam campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-bahan
merusak seperti bahan organic dan bahan–bahan lainnya yang dapat merugikan terhadap
beton atau tulangan. Air yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi ASTM
C1602M.
2. Semen
Semen Portland yang digunakan harus memenuhi ASTM C150M.
3. Aggregat Halus
4. Aggregat Kasar
Agregat harus memenuhi syarat–syarat yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya
tentang pengujian bahan agregat.

TEKNIK SIPIL - FTSLK 53


5.1.3 Perhitungan Proporsi Campuran

Berikut adalah langkah–langkah dalam perhitungan proporsi campuran:


1. Menentukan apakah fasilitas produksi beton mempunyai catatan uji kuat tekan lapangan
untuk mutu yang disyaratkan atau dalam kisaran 30 MPa dari mutu beton yang
disyaratkan. Apabila memiliki data yang dimaksud maka dicari nilai deviasi standar dari
hasil uji kuat tekan rata-rata. sehingga kuat tekan rata-rata yang ditargetkan didapatkan
menggunakan rumus sebagai berikut :

f’cr = f’c + 1,34 * S (1)


Atau
f’cr = f’c + 2,33 * S – 3,5 (2)

Dimana persamaan (1) digunakan jika terdapat data 30 contoh pengujian dalam kurun
waktu maksimal 45 hari kalender. Sedangkan persamaan (2) digunakan jika hanya
terdapat 15–29 contoh pengujian dalam kurun waktu maksimal 45 hari kalender. Apabila
hanya terdapat kurang dari 15 data contoh pengujian dalam kurun waktu 45 hari kalender
maka menggunakan table berikut :
Tabel 5.3.2.2 SNI 2847 2013
Kekuatan tekan rata-rata yang hendak dicapai jika data standar deviasi tidak tersedia untuk
menetapkan nilai tambah kuat tekan benda uji
Kekuatan tekan disyaratkan Kekuatan tekan rata-rata yang hendak dicapai
(MPa) (MPa)
f’c < 21 f’cr = f’c + 7.0
21 ≤ f’c ≤ 35 f’cr = f’c + 8.3
f’c > 35 f’cr = 1.10f’c + 5.0

2. Mix Design
Tabel Sifat Fisis Agregat Beton
Agregat
Sifat Fisis
Pasir Batu Pecah
Berat Jenis (SSD) 2.854 kg/m3 2.710 kg/m3

TEKNIK SIPIL - FTSLK 54


Penyerapan Air 0,00442% 1,87 %
Kadar Air 2.86%

Tabel/Grafik
No Uraian Nilai
Perhitungan

Kuat Tekan
1 Ditetapkan 30 N/mm2 pada 28 hari.
Karakteristik (f’c)

2 Standar Deviasi Diketahui atau SNI -


3 Nilai Tambah (Margin) 8.3 N/mm2
Kekuatan Rata-Rata
4 f’c + Margin 30 N/mm2 + 8.3 N/mm2 = 38.3 N/mm2
yang Hendak Dicapai
5 Jenis Semen Ditetapkan PPC
Jenis Agregat :
6 -Kasar Batu pecah
-Halus Alami
7 Faktor Air Semen bebas Grafik 5.1 0.42
Faktor Air Semen
8 Ditetapkan atau SNI -
Maksimum
9 Slump Ditetapkan atau SNI 10 ± 2 mm
Ukuran Agregat
10 Ditetapkan atau SNI 50.8 mm
Maksimum
28 72 28 72
11 Kadar Air Bebas ( 𝑊ℎ + 𝑊𝑘) + 9 ( 100 175 + 205 ) + 9 = 205.6 kg/m3
100 100 100

12 Jumlah Semen 11 : 7 atau 11 : 8 205.6 kg/m3 : 0.42 = 489.5 kg/m3


13 Kadar Semen Minimum Ditetapkan atau SNI 275 kg/m3
Kadar Semen
14 Tidak Ditetapkan -
Maksimum
Faktor Air Semen yang
15 - -
Disesuaikan
Susunan Besar Butir
16 Daerah (Zone) Susunan Butir 3
Agregat Halus

TEKNIK SIPIL - FTSLK 55


Grafik 5.12
Persentase Aggregat
17 Analisa campuran 28 %
Halus
agregat
Berat Jenis Relatif
2854 + 2710
18 Agregat (Kering 2782 kg/m
2
Permukaan)
19 Berat Jenis Beton Grafik 5.13 2475 kg/m3
Kadar Agregat (2475 – 205.6 – 489.5) kg/m3
20 19 – 11 – 12
Gabungan = 1779.9 kg/m3
1779.9 kg/m3 * 0.28
21 Kadar Agregat Halus 20 x 17
= 498.37 kg/m3
(1779.9 – 489.37) kg/m3
22 Kadar Agregat Kasar
= 1290.53 kg/m3

Penjelasan pengisian Mix Design


1. Kuat tekan karakteristik sudah ditetapkan 30 N/mm2 untuk umur 28 hari.
2. Tidak ada nilai deviasi menurut data SNI, karena tidak ada data praktikum beton
sebelumnya untuk menghitung standar deviasi.
3. Margin didapatkan 8.3 N/mm2 menurut data SNI, dikarenakan standar deviasi tidak ada
4. Cukup jelas.
5. Jenis semen ditetapkan tipe II (PPC).
6. Jenis agregat ditetapkan:
Kasar: batu pecah (kerikil)
Halus: alami (pasir kali)
7. Dari Tabel 1 diketahui untuk agregat kasar batu pecah alami (kerikil) dan tipe semen II,
kekuatan tekan umur 28 hari yang diharapkan dengan faktor air semen 0.42 adalah 38.3
N/mm2. Harga ini dipakai untuk membuat kurva baru dalam Grafik 1 SNI-2847-2013.
8. Faktor air semen maksimum tidak ditentukan.
9. Slump ditetapkan setinggi 10 ± 2 mm, dikarenakan tidak ada spesifikasi yang jelas akan
digunakan untuk apa betonnya.
10. Ukuran agregat maksimum ditetapkan 40 mm.

TEKNIK SIPIL - FTSLK 56


28 72 28 72
11. Kadar air bebas didapatkan dengan rumus 𝑊𝑓 + 𝑊𝑐 = ( × 175 + ×
100 100 100 100

205) + 9 = 205.6 kg/m3. Kadar air bebas harus ditambah 9 kg/m3 sebagai koreksi karena

suhu pada saat praktikum 29 oC.


12. Cukup jelas. 205.6 kg/m3 : 0.42 = 489.5 kg/m3.
13. Kadar semen minimum ditetapkan sebesar 275 kg/m3, karena beton di dalam ruangan non-
korosif.
14. Kadar semen minimum tidak ditetapkan, karena beton tidak dispesifikasikan untuk apa.
15. Faktor air semen yang disesuaikan. Dalam hal ini dapat diabaikan karena syarat minimum
kadar semen telah terpenuhi.
16. Susunan besar butir agregat halus ditetapkan masuk daerah (zone) 3.
17. Persentase agregat halus berdasarkan analisa campuran agregat didapatkan persentase
agregat halus 28%.
18. Berat Jenis Relatif Agregat (Kering Permukaan)
2854+2710
=
2
= 2782 kg/m3.
19. Berat jenis beton diperoleh dari Grafik 2 SNI-2847-2013 dengan cara membuat grafik
baru yang sesuai dengan berat jenis relatif agregat, 2782 kg/m3. Titik potong grafik baru
tadi dengan kadar air bebas (dalam hal ini 194 kg/m3) merupakan berat jenis beton,
diperoleh angka 2475 kg/m3.
20. Kadar agregat gabungan merupakan berat jenis beton – berat semen – kadar air bebas.
21. Cukup jelas.
22. Cukup jelas.
Dari langkah-langkah no. 1 hingga 22, kita dapatkan susunan campuran beton teoritis tiap
m3, sebagai berikut:
-Semen portland (tipe II) = 489.5 kg/m3
-Air = 205.6 kg/m3
-Agregat Halus = 498.37 kg/m3
-Agregat Kasar = 1290.53 kg/m3
Sedangkan untuk mendapatkan susunan campuran yang sebenarnya, yaitu yang akan kita
pakai sebagai campuran uji, angka-angka teoritis tersebut perlu dikoreksi dengsn

TEKNIK SIPIL - FTSLK 57


memperhitungksn jumlah air bebas yang terdapat dalam atau yang masih dibutuhkan oleh
masing-masing agregat yang akan digunakan. Dalam rencana campuran beton ini, koreksi
sebagai berikut:
-Semen Portland (tipe II) = 489.5 kg/m3
-Agregat Halus = 498.37 kg/m3
-Agregat Kasar = 1290.53 kg/m3
-Air = 205.6 kg/m3
-Volume benda uji = 30 benda uji * (π * (5cm)2 * 20cm)
= 47123.9 cm3

TEKNIK SIPIL - FTSLK 58


BAB VI
PELAKSANAAN CAMPURAN BETON

6.1 PEMBUATAN CAMPURAN BETON( ASTM C 192 – 90a )


A. TUJUAN
Membuat campuran beton berdasarkan analisa agregat dan semen (mix desain) yang sudah dibuat
pada saat percobaan.

B. ALAT DAN BAHAN


Peralatan, terdri dari:
1. Timbangan 100 kg.
2. Takaran air.
3. Ember.
4. Cetok.
5. Mollen.

Bahan, terdiri dari:


1. Semen Pozzolan Portland type II.
2. Pasir.
3. Batu pecah.
4. Air.
5. Bak tempat adonan basah.

C. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Siapkan semua bahan yang dibutuhkan sesuai dengan hasil perbandingan campuran beton dalam
keadaan asli.
2. Mollen diisi air secukupnya (sekedar membasahi molen tersebut).
3. Masukkan batu pecah dan ¾ bagian dari air, setelah semua batu pecah terbasahi dengan rata lalu
masukkan semen disusul pasir.
4. Masukkan air sisanya tadi dan aduk sampai rata (mollen diputar).

TEKNIK SIPIL - FTSLK 59


5. Setelah campuran beton homogen (5 menit) campuran tersebut dapat dikeluarkan dari molen
dan ditempatkan di bak.

D. PENCAMPURAN BETON
Kebutuhan bahan untuk membuat 30 benda uji Φ 10 cm dan tinggi 20 cm = 0.0471 m³
Maka banyaknya bahan yang diperlukan dalam kondisi asli :
1. PC = 330.36 * 0.047 = 17.527 kg
2. Air = 185 * 0.047 = 8.67 kg
3. Pasir = 827.6 * 0.047 = 38.90 kg
4. Batu pecah = 1097.04 * 0.047 = 51.560 kg

TEKNIK SIPIL - FTSLK 60


Setelah bahan-bahan yang dibutuhkan ditimbang berdasarkan komposisi diatas, segera masukkan ke
dalam molen. Langkah–langkah bahan yang dimasukkan molen :
1. Batu pecah + ¾ bagian air.
2. Semen + Pasir.
3. Sisa ¼ air.

6.2 PERCOBAAN SLUMP


A. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud:
Metode ini damaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian untuk menentukan slump beton
(concrete slump)
Tujuan :
Tujuan pengujian ini adalah untuk memperoleh angka slump beton.

B. PENGERTIAN
Slump beton ialah besaran kekentalan (viscocity)/plastisitas dan kohesifdari beton segar.

C. ALAT
Untuk melaksanakan pengujian slump beton diperlukan peralatan sebagai berikut:
a. Cetakan dari logam tebal minimal 1,2 mm berupa kerucut terpancang (cone) dengan
diameter bagian bawah 203 mm,bagian atas 102 mm,dan tinggi 305 mm;bagian bawah dan
atas cetakan terbuka.
b. Tongkat pemadat dengan diameter 16 mm,panjang 600 mm,ujung dibulatkan dibuat dari
baja yang bersih dan bebas dari karat.
c. Pelat logam dengan permukaan yang kokoh,rata, dan kedap air.
d. Sendok cengkung menyerap air.
e. Mistar ukur.

D. BENDA UJI
Pengambilan benda uji harus dari contoh beton segar yang mewakili campuran beton.

TEKNIK SIPIL - FTSLK 61


E. CARA PENGUJIAN
Untuk melaksanakan pengujian slump beton,harus diikuti beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Basahilah cetakan dan pelat dengan air basah.
b. Letakkan cetakan diatas pelat dengan kokoh.
c. Isilah cetakan sampai penuh dengan beton segar dalam 3 lapis, tiap lapis berisikira-kira
1/3 isi catakan, setiap lapis dirojok dengan tongkat pemadat sebanyak 25 kali secara
merata,tongkat harus masuk sampai lapisan bagian bawah tiap-tiap lapisan,pada lapisan
pertama perojokan bagian tepi tongkat dimiringkan sesuai dengan kemiringan cetakan.
d. Segera setelah selesai perojokan ratakan permukaan benda uji dengan tongkat dan semua
sisi benda uji yang jatuh disekitar cetakan harus disingkirkan, kemudian cetakan diangkat
perlahan-lahan tegak lurus keatas,seluruh pengujian mulai dari pengisian sampai cetakan
diangkat harus selesai dalam jangka waktu 2,5 menit.
e. Balikkan cetakan dan letakan perlahan-lahan diasamping benda uji ukurlah slump yang
terjadi dengan menentukan perbedaan tinggi cetakan dengan tinggi rata-rata benda uji.

F. PENGUKURAN SLUMP
Pengukuran slump harus dilakukan dengan cara mengukur tegak lurus antara tepi atas cetakan
dengan tinggi rata-rata benda uji.

G. PERHITUNGAN
Dari percobaan yang dilakukan di dapatkan hasil uji slump yaitu 60mm

H. KESIMPULAN
Dari Perhitungan didapatkan harga slump yang terjadi sebesar 60 mm

TEKNIK SIPIL - FTSLK 62


I. GAMBAR

TEKNIK SIPIL - FTSLK 63


6.3 PERCOBAAN MENCETAK SILINDER BETON

A. TUJUAN
Membuat silinder benda uji dengan ukuran diameter 10 cm tinggi 20 cm .

B. ALAT DAN BAHAN


Peralatan, terdiri dari:
1. Satu cetakan beton silinder dengan diameter 10 cm tinggi 20 cm
2. Alat perojok diameter 16 mm panjang 60 cm
3. Cetok
Bahan, terdiri dari:
1. Beton segar hasil campuran

C. CARA PENGUJIAN
1. Siapkan cetakan benda uji.
2. Eratkan baut-bautnya dan lapisi dengan sedikit oli sampai merata.
3. Isi silinder 1/3 bagian dengan spesi beton kemudian rojok 25 kali, isi lagi 2/3 bagian
kemudian rojok 25 kali lagi , isi penuh silinder kemudian rojok 25 kali dan ratakan
permukaannya.
4. Didiamkan setelah 24 jam, buka cetakannya.
5. Rendam beton dalam air untuk curing.

D. GAMBAR Diameter 10cm

20 cm

TEKNIK SIPIL - FTSLK 64


BAB VII
EVALUASI MUTU BETON

7.1 TEST KEKUATAN TEKAN HANCUR (ASTM C 823 – 75 )


A. METODE DAN TUJUAN
Metoda ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian ini untuk menetukan kuat
tekan (compressive strengthh) beton dengan benda uji berbentuk silinder yang dibuat dan
dimatangkan (curring) dilaboratorium maupun dilapangan. Tujuan pengujian ini untuk
memperoleh nilai kuat tekan dengan prosedur yang benar

B. DASAR TEORI
1. Suatu uji kekuatan tekan harus merupakan nilai kekuatan tekan rata-rata dari paling
sedikit dua silinder 150 kali 300 mm atau paling sedikit tiga silinder 100 kali 200 mm
yang dibuat dari adukan beton yang sma dan diuji pada umur beton 28 hari atau pada
umur uji yang ditetapkan untuk menentukan f’c.
2. Evaluasi dan penerimaan mutu beton
Penerimaan mutu beton pada benda uji yang dirawat di laboratorium :
 Rata-rata dari 3 (tiga) nilai kuat tekan uji yang berurutan tidak boleh ada yang kurang
dari nilai fc’
 Rata-rata dari 2 (dua) nilai kuat tekan uji yang berurutan tidak boleh kurang dari nilai
(fc’ -3,5 MPa)

C. ALAT
1. Timbangan
2. Pemanas / kompor listrik + media untuk memanaskan belerang
3. Alat perata belerang
4. Mesin test hidrolis. (Torsee Universal Testing Machine)
Tokyo Testing Machine MFG CO , LTD
a. Type : RAT – 200
b. CAP : 200 tf
c. MFG no : 20380

TEKNIK SIPIL - FTSLK 65


d. Date : May 1981

D. BAHAN
1. Belerang
2. Minyak / oli
3. Beton uji berbentuk silinder Ф 10 , tinggi 20 cm sebanyak 30 buah

E. CARA PENGUJIAN
Test kekuatan tekan hancur dilaksanakan saat benda uji berumur 28 hari. Sebelum ditest
diukur dimensinya (tinggi dan diameter) terlebih dahulu diambang beratnya. Siapkan alat
perata belerang kemudian diolesi dengan minyak atau oli agar belerang tidak menempel
pada alat perata tersebut. Tuang belerang cair ke alat perata belerang, setelah itu benda uji
beton diletakkan dalam alat peratadan tekan lalu tunggu sampai kira–kira belerang telah
mengeras dan melekat dengan beton, kemudian angkat. Permukaan yang ditempeli belerang
adalah permukaan beton yang kasar.
Lalu letakkan benda uji pada alat tekan mesin test hidrolis dan pilih permukaan yang rata
(yang terdapat belerangnya) sebagai bidang yang dibebani. Gerakkan tuas yang berwarna
merah keatas dan tekan tombol penggerak ke posisi on. Matikan tombol penggerak pada
saat beton pecah (jarum sudah tidak bergerak lagi). Untuk mengambil kembali benda uji,
gerakkan tuas ke bawah sehingga benda uji terlepas dari jepitan.
Benda uji berbentuk silinder dengan diameter 10 cm dan tinggi 20 cm dihitung luas
permukaan lingkarannya.
Sehingga luas permukaan yang dibebani ialah =
1/4*(3,14 x 10 cm x 10 cm) = 78,571 cm²
Rumus : kuat tekan beton = P/A
Dimana :
P : Beban ( kg )
A : Luas penampang yang dibebani ( cm 2)

TEKNIK SIPIL - FTSLK 66


F. GAMBAR

(GAMBAR ALAT TES TEKAN)

TEKNIK SIPIL - FTSLK 67


G. TABEL EVALUASI KEKUATAN BETON

Umur Berat Beban 𝛔Bi 𝛔B’i 𝛔Bi - 28 𝛔Bi - 28 2 𝛔Bi - 28 3 𝛔Bi - 28 ( 2 𝛔Bi – f’cr )2
NO Hancur FKU Status Status
( hari ) ( Kg ) (Kg/cm² ) (Kg/cm² ) (Kg/cm² ) ( Mpa ) ( Mpa ) ( Mpa )
(Kg)
1 3 3925 10000 127.389 165.44 16.22
15.33 Not Ok 7.10
2 3 3845 9150 116.561 151.378 14.85
3 3 3935 13600 173.248 224.997 22.06
141.083 0.77 20.89 Not Ok 8.39
4 3 3935 12150 154.777 201.009 19.71
5 3 3985 11250 143.312 186.119 18.25
17.48 Not Ok 17.9 Not Ok 0.26
6 3 3880 10300 131.21 170.403 16.71
7 7 3855 11350 144.586 183.02 17.95
21.66 Not Ok 20.01 Not Ok 13.44
8 7 3825 16050 204.459 258.809 25.38
9 7 3805 11000 140.127 177.376 17.39
145.011 0.79 16.41 Not Ok 18.52 Not Ok 2.51
10 7 3870 9750 124.204 157.22 15.42
11 7 3860 7250 92.357 116.908 11.46
15.94 Not Ok 18 Not Ok 4.22
12 7 3845 12900 164.381 208.077 20.41
13 1 3875 13600 173.248 182.366 17.88
16.83 Not Ok 16.39 Not Ok 1.35
14 15 3825 12000 152.866 160.912 15.78
15 15 3875 15200 193.631 203.822 19.99
175.265 0.95 18.08 Not Ok 16.95 Not Ok 0.01
16 15 3875 12300 156.688 164.935 16.17
17 15 3900 15150 192.994 203.152 19.92
19.36 Not Ok 18.09 Not Ok 1.87
18 15 4095 14300 182.166 191.754 18.8
19 21 3845 14200 180.892 223.323 21.9
148.195 0.81 21.9 Not Ok 19.78 Not Ok 15.26
20 21 3870 14200 180.892 223.323 21.9

TEKNIK SIPIL - FTSLK 68


21 21 3880 10850 138.217 170.638 16.73
18.55 Not Ok 19.94 Not Ok 0.3
22 21 3930 13200 168.153 207.596 20.36
23 21 3805 10300 131.12 161.877 15.87
13.37 Not Ok 17.94 Not Ok 21.38
24 21 3855 7050 89.809 110.875 10.87
25 28 3850 10800 137.58 137.58 13.49
14.05 Not Ok 15.32 Not Ok 15.55
26 28 3865 11700 149.045 149.045 14.62
27 28 3780 16000 203.822 203.822 19.99
183.27 1 18.5 Not Ok 15.31 Not Ok 0.26
28 28 3860 13700 173.522 173.522 17.02
29 28 3985 16500 210.191 210.191 20.61
21.36 Not Ok 17.97 Not Ok 11.33
30 28 3850 17700 225.478 225.478 22.11
Jumlah 539.82 269.71 103.23

Peraturan SNI 2847:2013 pasal 5.6.3.3:


 Individu > f’c – 3.5 MPa = 26.5 MPa
 Rata-rata 3 benda uji > 30 MPa

TEKNIK SIPIL - FTSLK 69


PEMBAHASAN:
SNI 5.6.3.3
Dari data di atas dapat di lihat bahwa seluruh benda uji silinder beton kita tidak memenuhi syarat
dari SNI 2847:2013 pasal 5.6.3.3.
Perbedaan dari harga tes 30 silinder diatas disebakan karena :
1. Material yang bervariasi
2. Metode pencampuran
3. Transportasi
4. Curing
5. Placing
6. Pembuatan
7. Pengetesan
Dari data 30 silinder diatas dapat dipakai untuk membuat mix design
∑ 2𝜎𝐵𝑖
f ′ cr =
𝑛
f’cr = 269.71/15 = 18 MPa
S = √{∑(2σBi − f ′ cr)2 }/(𝑛 − 1)

S = √103.23/(15 − 1) = 2.71
f’c = f’cr - 1.34 * S
= 18 - 1.34 * 2.71
= 14.37 MPa
f’c = f’cr - 2.33 * S + 3.5
= 18 - 2.33 * 2.71 + 3.5
= 15.19 MPa

Maka dari hasil perhitungan di atas f’c yang kita dapatkan dari percobaan ini adalah 14.37 MPa.
Hasil dari percobaan ini tidak sesuai dengan f’c yang diharapkan pada saat mix design yaitu 30
MPa

TEKNIK SIPIL - FTSLK 70


G. FAKTOR - FAKTOR YANG DAPAT MENYEBABKAN TARGET MEAN
STRENGHT (F'CR) TIDAK TERCAPAI PADA PERCOBAAN
Yaitu:
1. Perencanaan beton (rencana mix design) kurang baik
2. Terdapat banyak lumpur dalam agregat kasar (batu pecah)
3. Kurang sempurnanya rojokan pada saat mencetak silinder beton menyebabkan silinder
kurang padat.
4. Caping yang kurang sempurna menyebabkan kurang mulusnya permukaan benda.
5. Capping yang dilakukan tidak sesuai dengan ASTM C-617, yaitu test tekan hancur
dilakukan minimal 16 jam setelah capping sementara ketika praktikum hanya didiamkan
selama 10 menit
6. Agregat yang digunakan belum memenuhi persyaratan
7. Terlalu banyak kadar agregat halus (pasir) dalam campuran mix design
8. Berat volume agregat tidak memenuhi persyaratan sehingga beton yang dihasilkan
kurang padat dan berongga
9. Molen yang digunakan tidak dicuci terebih dahulu, sehingga mungkin saja masih
terdapat lumpur di dalam molen tersebut
10. Kemungkinan terjadinya segregasi dalam beton uji coba yang dibuat. Segregasi adalah
pemisahan agregat kasar dari adukannya akibat campuran yang kurang lecak.
11. Kemungkinan letak benda uji kurang tepat pada sumbu alat mesin tes hidrolis.

TEKNIK SIPIL - FTSLK 71


BAB VIII

PENUTUP

8.1 Kesimpulan
1. SEMEN

Jenis Percobaan Hasil Percobaan Peraturan Keterangan

Konsistensi Normal 26 % 25 % Memenuhi

Waktu Ikat 45 – 180 Menit

3.0 – 3.3
Berat Jenis 2.92 Gram/𝑐𝑚3 Tidak Memenuhi
Gram/𝑐𝑚3

Semen yang digunakan : Semen Portland Tipe 2


a. Waktu mengikat : 45 menit
Waktu mengeras : 240 menit
Waktu mengikat dan mengeras semen telah sesuai dengan standar ASTM C 150 - 02a
; 45 - 202 menit untuk waktu pengikatan semen, dan maksimal 375 menit untuk waktu
mengeras semen.

2. PASIR

JENIS HASIL
PERATURAN KETERANGAN
PERCOBAAN PERCOBAAN

Kadar Air 2.86 % 1% Tidak Memenuhi

Air Resapan 0.00442 % 1% Memenuhi

Berat Jenis 2,85 2.4 – 2.6 Gram/𝑐𝑚3 Tidak Memenuhi

Berat Volume 1.631 0.04 Gram/𝑐𝑚3 Tidak Memenuhi

Kebersihan Bahan
Kuning Muda Kuning Kecoklatan Memenuhi
Organik

TEKNIK SIPIL - FTSLK 72


Kebersihan
1.5 % 3% Memenuhi
Lumpur

3. BATU PECAH

JENIS HASIL PERATURAN KETERANGAN


PERCOBAAN PERCOBAAN

Kadar Air 1.87 % 2% Memenuhi

Air Resapan 1.868 % 1% - 2% Memenuhi

Berat Jenis 2.7 Gram/𝑐𝑚3 2,4 – 2,7 Gram/𝑐𝑚3 Memenuhi

Berat Volume 1.383 Gram/𝑐𝑚3 1,4 – 1,7 Gram/𝑐𝑚3 Tidak Memenuhi

Keausan 24.9 % ≤ 50% Memenuhi

CAMPURAN AGREGAT

1. ANALISA AYAKAN PASIR

a. Grading zone pasir dalam analisa ayakan termasuk dalam grading zona 3.

2. ANALISA AYAKAN BATU PECAH

a. Grading zone batu pecah dalam analisa ayakan masuk pada zona 1.Dengan nilai
modlus kehalusan sebesar 7.15.

3. PERSENTASE CAMPURAN AGREGAT

a. Kadar pasir : 28 %
b. Kadar batu pecah : 72 %
c. Φ max agregat kasar : 40 mm

4. PERENCANAAN MIX DESIGN

a. Kuat tekan yang disyaratkan : 30,0 Mpa

TEKNIK SIPIL - FTSLK 73


b. Margin : 8.3 MPa
c. Kuat tekan rata-rata yang ditargetkan : 30.0 + 8.3= 38.3 MPa
d. Faktor air semen bebas : 0.42
e. Slump : 100 ± 20 mm
f. Ukuran Agregat Maximum : 50.8 mm
g. Kadar air bebas : 205.6 kg/m³
h. Jumlah semen : 489.5 kg/m³
i. Susunan besar butir agregat halus : Zona 3
j. Persen agregat halus (pasir alami) : 28 %
k. Persen agregat kasar (batu pecah) : 72 %
l. Berat jenis relatif agregat : 2782 kg/m³
m. Berat jenis beton : 2475 kg/m³
n. Kadar agregat gabungan : 1779.9 kg/m³
o. Proporsi bahan-bahan campuran beton tiap m³ (SSD)
a. Semen : 489.5 kg/m³
b. Air : 205.6 kg/m³
c. Pasir : 498.37 kg/m³
d. Batu pecah : 1290.53 kg/m³
p. Perbandingan campuran beton
Perbandingan berat dalam kondisi asli
PC : Pasir : Batu pecah : air
489.5 : 498.37 : 1290.53 : 205.6
1 : 1,02 : 2.64 : 0.42

5. PELAKSANAAN CAMPURAN BETON

a. Slump yang terjadi


Slump : 100 ± 20 mm

6. EVALUASI MUTU BETON

a. Tes Kekuatan tekan hancur

TEKNIK SIPIL - FTSLK 74


Berdasarkan pasal pada SNI, mutu beton dikatakan baik apabila kedua syarat dibawah ini
dipenuhi :
1) f ’ci ≥ f ’c - 3,5 dan
2) f ’cr,3 ≥ f ’c
Dari syarat diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil tes kuat tekan , beton ini bermutu baik.

8.2 Saran

Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan praktikum beton, yaitu:

 Semua alat yang akan digunakan harus dalam kondisi yang baik dan bersih.

 Pada pelaksanaan percobaan, harus teliti dalam membaca alat-alat ukur.

 Jika agregat mengandung kadar Lumpur yang tidak memenuhi syarat maka harus dilakukan
pencucian dan dites kembali sampai kadar lumpurnya memenuhi syarat.

 Proses pencampuran bahan pembuat beton harus homogen.

 Pada saat pencampuran, rojokan harus merata sehingga dihasilkan campuran yang homogen.

 Khusus pada saat pembuatan beton sebaiknya alat tes slump daan molen dibersihkan dan dibasahi
permukaannya agar kadar air untuk campuran beton tidak berkurang akibat terserap pada alat tes
slump atau molen.

 Waktu pengetesan dengan cara tes tekan hancur, benda uji diletakkan tepat pada sumbu alat Mesin
Tes Hidrolis.

TEKNIK SIPIL - FTSLK 75

Anda mungkin juga menyukai