id
BAB 2
LANDASAN TEORI
Beton adalah campuran semen portland atau semen hidraulik yang lain, air, agregat
halus, dan agregat kasar dengan atau tanpa bahan tambah lainnya yang membentuk
suatu padatan yang memiliki massa (SNI-03-2847-2000). Beton memiliki peran
penting terhadap pembangunan suatu konstruksi bangunan ataupun infrastruktur
lainnya. Inovasi lebih lanjut mengenai beton dapat mendukung percepatan
pembangunan bidang konstruksi. Berbagai macam inovasi muncul dan berkembang
untuk meningkatkan kualitas kontruksi yang ada.
Contoh salah satu inovasi yang sudah dikembangkan yaitu beton yang dapat
memadat dan mengalir sendiri yang dikenal dengan istilah Self Compacting
Concrete (SCC). Bentuk inovasi beton SCC diterapkan guna menangani
permasalahan yang terjadi saat pengecoran pada kontruksi dengan desain tulangan
yang rapat. Perbedaan mendasar antara beton konvensional dengan beton SCC
adalah ukuran agregat yang digunakan pada beton SCC lebih kecil dan penggunaan
kadar semen yang lebih tinggi. Pemakaian ukuran agregat yang lebih kecil
diharapkan beton dapat mengisi ruang-ruang yang terdapat diantara tulangan yang
rapat. Beton SCC memerlukan jumlah kadar semen yang lebih tinggi dibandingkan
beton konvensional sehingga dinilai kurang ramah lingkungan. Hal tersebut
mendasari pengembangan lebih lanjut terhadap beton SCC yaitu dengan pemakaian
fly ash sebagai subtitusi sebagian semen. Pengembangan beton ini dikenal dengan
High Volume Fly Ash – Self Compacting Concrete (HVFA-SCC). Beton HVFA-
SCC menggunakan kadar fly ash paling tidak 50% dari total binder.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian kali ini akan mengkaji pengaruh penambahan
fly ash dengan kadar 50% pada campuran beton SCC. Pengembangan ini
commit
diharapkan dapat menghasilkan beton to user
SCC yang ramah lingkungan serta mampu
4
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2.2.1.1.Pengertian SCC
Menurut EFNARC The Europe Guidelines for Self Compacting Concrete (2005),
Self Compacting Concrete (SCC) adalah sebuah inovasi beton yang tidak
memerlukan getaran untuk mengisi ruang dan memadat. Beton SCC mampu
mengalir dengan beratnya sendiri untuk memenuhi bekisting (cetakan) secara utuh
dan mencapai kepadatan sempurna, bahkan konstruksi dengan desain tulangan yang
rapat. Beton SCC dapat mengalir sendiri dengan lebih cepat sehingga dapat
mempercepat pekerjaan pengecoran.
Beton SCC memiliki porsi komponen halus yang lebih banyak serta ukuran agregat
kasar yang lebih kecil dengan porsi yang lebih sedikit dibandingkan dengan beton
konvensional. Komponen halus ini akan mengurangi segregasi dan meningkatkan
kohesivitas campuran. Perbandingan proporsi campuran antara beton konvensional
dan SCC dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah ini:
commit to user
5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2.2.1.2.Karakteristik SCC
d. Viscosity (Viskositas)
Viskositas dinilai dengan pengujian T-500 selama pengujian slump flow.
commit
Pengujian T-500 merupakan waktu to diperlukan
yang user beton untuk dapat mengalir
6
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
menyentuh garis batas diameter lingkaran (500mm) yang terdapat pada papan
slump. Nilai yang didapat dari pengujian T-500 tidak menggambarkan tingkat
viskositas beton tersebut, melainkan menggambarkan laju aliran beton segar.
Beton dengan viskositas rendah akan memiliki aliran awal yang sangat cepat dan
kemudian berhenti. Beton dengan viskositas tinggi dapat terus mengalir dalam
waktu yang lama.
a. Strength (Kekuatan)
Kekuatan pada beton meliputi kekuatan tekan dan tarik. Rasio air-semen (w/c
ratio) mempengaruhi kekuatan pada beton. Nilai w/c-ratio yang semakin kecil
digunakan, maka semakin tinggi kuat tekan beton. Kekuatan beton akan
bertambah akibat proses hidrasi semen yang ada dalam adukan beton yang terus
berjalan walaupun lambat.
b. Shrinkage (Susut)
Beton SCC memiliki tingkat susut yang rendah dikarenakan pada adukan beton
segar faktor air semen sangat rendah sehingga pada saat mengeras, ruangan-
ruangan dari penguapan air lebih kecil, dengan demikian beton dapat lebih kuat
menahan susut.
c. Modulus Elastisitas
Kemampuan bahan untuk menahan beban yang didukungnya dan perubahan
bentuk yang terjadi pada bahan itu amat tergantung pada sifat tegangan dan
regangan tersebut. Perbandingan antara tegangan dan regangan dinamakan
modulus elastisitas.
d. Durabilitas (durability)
Durabilitas beton diartikan sebagai ketahanan beton dalam menerima pengaruh-
pengaruh lain dari luar. Beton dengan pemilihan material dan komposisi yang
sesuai menentukan seberapa homogen berton tersebut. Homogenitas pada beton
berpengaruh terhadap ketahanan dan kuat tekan beton tersebut. Homogenitas
yang baik akan menghasilkan beton yang memiliki durabilitas yang baik pula.
commit to user
7
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1. Slump-Flow Test
Pengujian slump flow digunakan untuk mengukur nilai slump beton, yaitu
kemampuan alir beton pada permukaan bebas. Bersamaan dengan proses
pengujian slump flow juga dilakukan pengujian T500.
commit to user
8
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2. L-Shape Box
L-Shape Box dipakai untuk mengetahui kriteria passing ability dari beton SCC.
Pengujian L-Shape Box dapat mengetahui kemungkinan adanya blocking beton
segar saat mengalir serta dapat dilihat viskositas beton segar yang bersangkutan.
Pengujian L-Shape-Box akan didapat nilai blocking ratio yaitu nilai yang didapat
dari perbandingan antara H2/H1. Nilai blocking ratio yang semakin besar maka
semakin baik pula beton segar mengalir dengan viskositas tertentu. Menurut The
European Guidelines for Self-Compacting Concrete (2005) untuk test ini kriteria
yang umum dipakai disarankan mencapai nilai passing ability 0,8 – 1,0.
3. V-Funnel Test
V-funnel dipakai untuk mengukur viskositas beton SCC dan sekaligus
mengetahui segregation resistance. Kemampuan beton segar untuk segera
mengalir melalui mulut di ujung bawah alat ukur V-funnel diukur dengan besaran
waktu antara 6 detik sampai maksimal 12 detik (The European Guidelines for
Self-Compacting Concrete, 2005). Waktu yang ditunjukkan dari hasil pengujian
V-Funnel menunjukkan tingkat kemampuan beton dalam mengalir. Pengujian V-
funnel dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut.
commit to user
9
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
High Volume Fly ash – Self Compacting Concrete (HVFA-SCC) adalah inovasi
terhadap perkembangan beton dengan mengkombinasi beton SCC dan fly ash
dengan kadar minimal 50% (Shabina, Wibowo, Endah, 2017). Penelitian ini
menggunakan kadar fly ash 50% dari total volume binder. Penggunaan fly ash
dalam campuran beton SCC diharapkan dapat meningkatan kelecakan dan
durabilitas beton. Butiran fly ash akan berfungsi dalam mengisi rongga-rongga
antar agregat sehingga homogenitas beton dapat terjaga. Fly ash juga berperan
dalam menambah kemampuan beton untuk mengalir sendiri dengan faktor air
semen yang kecil.
Sisa reaksi semen dengan air yang berupa kapur padam akan bereaksi kembali
dengan fly ash (Priatma, 2012). Kandungan silika (SiO2) di dalam fly ash akan
mengikat Ca(OH)2 untuk menghasilkan CSH (Calcium Silicat Hydrate), yaitu
senyawa utama yang membangun kekuatan beton.
Beton SCC dengan kandungan fly ash yang tinggi umumnya akan memiliki kuat
tekan awal yang rendah, namun kuat tekan akan meningkat secara signifikan pada
umur 28 hari. commit to user
10
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2.2.4. Material Penyusun High Volume Fly ash – Self Compacting Concrete
(HVFA-SCC)
1. Agregat kasar
Agregat kasar yang digunakan disini berupa batu pecah atau kerikil. Kerikil yang
digunakan pada penelitian merupakan kerikil yang diperoleh dari pabrik industri
pemecah batu dan berukuran diameter 5mm –40mm (SNI 03-247-2002).
Menurut acuan dari EFNARC 2005 ukuran maksimal agregat kasar yang
digunakan pada beton SCC adalah 20mm. Ukuran agregat yang digunakan pada
beton HVFA-SCC yaitu pada rentang 5mm-10mm, dengan penggunaan jumlah
agregat kasar dibatasi maksimal 50% dari volume pasta. Ukuran dan jumlah
agregat yang digunakan relatif lebih kecil diharapkan dapat meningkatkan
workabilitas dan kelecakan dari beton itu sendiri.
12
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Keterangan:
a = Kerikil kering oven (gr)
b = Berat kerikil kondisi SSD (gr)
c = Berat agregat dalam air (gr)
2. Agregat Halus
Agregat halus dapat berupa pasir alam, pasir hasil olahan atau gabungan dari
keduanya. Sesuai dengan SNI 03-2847-2002, ukuran maksimal agregat halus
yang digunakan adalah 5,00 mm. Pemakaian agregat halus pada beton HVFA-
SCC lebih banyak dari pada beton konvensional, yaitu dengan volume agregat
halus lebih besar 40 % dari volume mortar, dan harus lebih besar 50 % dari berat
total agregat. Pasta terbentuk dari campuran semen dengan air dan udara,
sedangkan mortar terbentuk dari campuran pasta dan agregat. Beberapa
pengujian yang dilakukan terhadap agregat halus untuk mengetahui karakteristik
agregat halus adalah sebagai berikut.
13
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Keterangan:
G0 = berat pasir awal (100 gram)
G1= berat pasir akhir
Keterangan:
a = Pasir Kondisi SSD (gr)
b = Pasir Kering Oven (gr)
c = Berat volumetric flash + air (gr)
d = Berat volumetric flash + pasir + air (gr)
3. Semen
Semen berfungsi untuk merekatkan butiran-butiran agregat agar menjadi suatu
massa yang padat dan kompak. Semen yang digunakan pada penelitian yaitu
semen OPC (Ordinary Portland Cement). Semen portland didefiniskan sebagai
semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland
terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling
commit to berupa
bersama-sama dengan bahan tambahan user satu atau lebih bentuk kristal
14
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan lainnya (SNI 15-
2049-2004). Kompisisi kimia pada semen portland umumnya terdiri dari CaO,
SiO2, Al2O3 dan Fe2O3, yang merupakan oksida dominan. Oksida lain yang
terdapat pada semen yang jumlahnya hanya beberapa persen dari berat semen,
yaitu MgO, SO3, Na2O dan K2O. Keempat oksida utama tersebut diatas di dalam
semen menjadi senyawa C3S, C2S, C3A dan C4AF.
Komposisi dari bahan utama penyusun semen dapat dilihat pada Tabel 2.1
sebagai berikut:
15
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
d. Waktu beton kering lebih optimal karena reaksi kandungan silika yang
banyak pada semen OPC bereaksi cepat dengan air membentuk CSH gel.
4. Fly Ash
Fly ash merupakan material sisa dari hasil proses pembakaran batubara pada
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dialirkan dari ruang pembakaran
melalui ketel. Material ini banyak digunakan sebagai bahan tambahan untuk
memperbaiki kinerja beton. Fly ash dikategorikan dalam material pozzolon
karena mengandung silika dan alumina yang cukup tinggi. Kandungan Fly ash
dapat bereaksi secara kimia dengan cairan alkalin pada temperatur tertentu untuk
membentuk material campuran yang memiliki sifat seperti semen.
Fly ash merupakan partikel yang sangat halus dengan diameter antara 1 – 150
mikron meter dan memiliki spherical shape yaitu bentuk partikel yang hampir
bulat sempurna sehingga menghasilkan ball bearing effect untuk bidang gelincir
adukan pasta dan mortar semen sehingga mempunyai flowability dan workability
yang lebih baik. (Amalia, 2018)
Gambar 2.6. Fly ash dengan Perbesaran 1000 x di bawah Scanning Electron
Microscope
(Sumber : Wikipedia Indonesia)
Penyusun fly ash sebagian besar terdiri dari silikat dioksida (SiO2), alumunium
oksida (Al2O3), besi (Fe2O3), dan kalsium (CaO), serta magnesium, pottasium,
sodium, titanium, dan sulfur dalam jumlah yang lebih sedikit. Sebagian besar
komposisi kimia dari fly ash commit to user
tergantung berdasarkan jenis batu bara. Secara
16
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
mekanis fly ash ini akan mengisi ruang kosong (rongga) diantara butiran- butiran
dan secara kimiawi pemanfaatan fly ash yang memiliki kandungan silika (SiO2)
yang tinggi memberikan kontribusi positif terhadap proses hidrasi semen, karena
Silika akan mengikat Ca(OH)2 untuk membentuk C-S-H gel yang membantu
meningkatkan kekuatan beton (Solikin, 2012).
a. Kelas C (Cementitious)
Fly ash yang mengandung CaO lebih dari sama dengan 10% yang dihasilkan
dari pembakaran lignite atau sub-bitumen batubara (batubara muda). Batas
untuk fly ash tipe C, kadar SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 > 50%. Kadar karbon (C)
pada fly ash tipe C sekitar 2%.
b. Kelas F (Pozzolanic)
Fly ash tipe F mengandung CaO lebih kecil dari 10% yang dihasilkan dari
pembakaran anthracite atau bitumen batubara. Fly ash tipe F mempunyai
kadar SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 > 70%. Kadar karbon (C) pada fly ash tipe F
berkisar antara 5% - 10%
c. Kelas N
Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara lain
tanah diatomic, opaline chertz, shales, tuff, dan abu vulkanik, baik yang
diproses melalui pembakaran atau tidak melalui proses pembakaran. Fly ash
tipe F mempunyai kadar SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 > 70%.
commit to user
17
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5. Air
Air merupakan bahan dasar yang sangat penting dalam pembuatan beton. Air
berfungsi sebagai bahan yang membuat bahan perekat hidrolis menjadi pasta
yang akhirnya mengeras. Bahan perekat hidrolis merupakan bahan yang apabila
dicampur dengan air maka membentuk pasta yang kemudian mengeras dan
setelah mengeras tidak dapat kembali menjadi bentuk semula.
18
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
selama pengadukan, dengan tujuan untuk mengubah sifat adukan atau betonnya.
Admixture yang digunakan pada pembuatan beton HVFA-SCC superplasticizer.
Superplasticizer adalah bahan kimia tambahan pengurang air yang sangat
efektif. Pemakaian bahan tambahan ini akan mendapatkan adukan dengan faktor
air semen lebih rendah pada nilai kekentalan adukan yang sama atau diperoleh
adukan dengan kekentalan lebih encer dengan faktor air semen yang sama,
sehingga kuat desak beton menjadi lebih tinggi. Jenis superplasticizer yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Consol SS-34N yang berfungsi untuk
meningkatkan workabilitas beton dan juga mengurangi jumlah air yang
digunakan.
Produk ini tidak mengandung unsur klorin atau bahan-bahan lain yang dapat
menyebabkan karat/bersifat korosif pada tulangan baja dan bisa digunakan
dalam berbagai jenis semen karena sudah sesuai dengan standar ASTM.
Kinerja superplasticizer pada campuran beton dapat dilihat pada gambar 2.6
berikut :
commit to user
19
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Perancangan proporsi campuran beton ini mengacu pada meton SNI 03-2834-2000
(Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal). Persamaan dan tabel-
tabel yang dibutuhkan dalam rencana mix design antara lain :
a. Nilai Margin
Besarnya nilai margin didapatkan melalui Persamaan 2.14 berikut ini.
M = 1.64 Sr......................................................................................................(2.14)
Keterangan :
M = nilai tambah (MPa)
1.64 = tetapan statistik tergantung % kegagalan maksimal 5%)
Sr = deviasi standar rencana
commit to user
20
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tabel 2.2 Perkiraan Kekuatan Tekan (MPa) Beton dengan Faktor Air-Semen,
dan Agregat Kasar yang Biasa Digunakan di Indonesia
Kekuatan tekan (MPa)
Tabel 2.3 Persyaratan Jumlah Semen Minimum dan Faktor Air Semen
Maksimum untuk Berbagai Macam Pembetonan dalam Lingkungan Khusus
Jumlah Semen Nilai faktor
Lokasi
minimum per m3 Air-Semen
beton (kg) Maksimum
Beton di dalam ruang bangunan:
275 0.60
a. keadaan keliling non-korosif
b. keadaan keliling korosif disebabkan 325 0.52
oleh kondensasi atau uap korosif
Beton di luar ruangan bangunan :
a. tidak terlindung dari hujan dan terik 325 0.60
matahari langsung
b. terlindung dari hujan dan terik 275 0.60
matahari langsung
Beton masuk ke dalam tanah :
a. mengalami keadaan basah dan 325 0.55
kering berganti-ganti
b. mendapat pengaruh sulfat dan alkali
Tabel
dari tanah
Beton yang kontinyu berhubungan :
a. air tawar Tabel
b. air laut Tabel
commit to user
22
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tabel 2.4 Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m3) yang Dibutuhkan untuk Beberapa
Tingkat Kemudahan Pekerjaan Adukan Beton
Slump (mm)
Besar Ukuran Jenis
Maks. Kerikil (mm) Batuan
0 − 10 10 – 30 30 − 60 60 – 180
20
Batu pecah 170 190 210 225
40
Batu pecah 155 175 190 205
commit to user
23
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Terdapat berbagai macam aturan rancang campur SCC yang saat ini digunakan
di dunia konstruksi. Metode yang dipilih agar dapat mencapai kriteria yang
diinginkan yaitu flowability dan resistensi terhadap segregasi yang tinggi.
Berdasarkan The European Guidelines for Self-Compacting Concrete (2005)
merekomendasikan range komposisi permeter kubiknya sebagai berikut:
24
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Besarnya kuat desak pada benda uji silinder didapatkan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
Uji kuat tekan beton memberikan nilai maksimum dari tegangan dan regangan
yang ditanggung oleh beton melalui grafik yang digambarkan pada alat uji kuat
tekan.
commit to user
25
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tegangan yang dihasilkan dari beban P mempunyai arah tegak lurus terhadap
permukaan benda uji, maka tegangan yang terjadi disebut tegangan normal (normal
stress).
......…………...……………………………………………..….......(2.17)
dengan :
σ = Tegangan (MPa)
F = Gaya (N)
A = Luas Permukaan Penampang (mm2)
Silinder yang mendapatkan gaya tekan (P), akan mengalami pemendekan pada arah
aksial atau longitudinal (regangan longitudinal) dan pembesaran kearah samping
(regangan lateral). Regangan (ε) disebut dengan regangan normal karena regangan
ini berkaitan terhadap tegangan normal (Gere dan Timoshenko, 1997). Regangan
adalah perubahan relative ukuran atau bentuk benda yang mengalami tegangan dan
diberi notasi “ε”.
∆𝐿
𝜀= ............................................................................................................ (2.18)
𝐿0
dengan :
ε = Regangan
∆l = Selisih panjang awal dan panjang akhir (mm)
l0 = Panjang awal (mm)
commit to user
26
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Data P (Newton) yang bertambah dengan luas penampang yang tetap (mm2) serta
deformasi beton yang tercatat pada setiap penambahan beban dapat diolah dengan
memasangkan pasangan nilai tegangan normal (σ) dan regangan normal (ε) sebagai
absis dan ordinat dapat membentuk grafik hubungan antara tegangan dan regangan.
Grafik hubungan tegangan-regangan pada umumnya ditampilkan pada gambar
berikut.
27
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Grafik tegangan-regangan pada Gambar 2.11 menampilkan hasil yang dicapai dari
uji tekan terhadap sejumlah silinder uji standar berumur 28 hari dengan kekuatan
tekan yang beragam:
a. Bentuk grafik pada kondisi awal beton saat dibebani cenderung lurus (linier),
dimana pada kondisi beban dari nol kurang lebih sampai 40% dari beban
maksimum yang diterima beton.
b. Beton mengalami titik luluh pada saat beban melampaui daerah elastisitas beton.
Grafik pada kondisi setelah itu perilaku betonnya nonlinear. Material beton
banyak kehilangan kekakuannya yang menyebabkan diagram menjadi tidak
linier. Beton mulai kehilangan kekakuannya pada saat tegangan mencapai ± 70
% fc‟.
d. Grafik tegangan-regangan beton akan tetap bergerak mulus hingga tiba di titik
kegagalan (point of rupture) pada regangan sekitar 0,003- 0,008.
e. Kesimpulan yang didapat dari kurva tersebut, yaitu semakin tinggi mutu beton
maka modulus elastisitasnya akan semakin besar, karena tegangan yang semakin
besar sementara regangannya relatif sama di angka 0,002.
Gambar 2.11. menjelaskan bahwa secara garis besar perilaku beton dibagi menjadi
2 fase yaitu pre-peak (sebelum puncak) dan post-peak (setelah puncak). Fase
sebelum puncak atau pre-peak adalah kondisi dimana beton masih kuat menahan
beban luar dan dapat mempertahankan kondisi bentuk secara utuh sebelum
terjadinya crack. Grafik tegangan-regangan pada fase pre-peak dari awal sampai
titik leleh, cenderung masih linier dan kondisi beton masih elastis sehingga dapat
ditentukan modulus elastisitas beton pada daerah tersebut. Tahap selanjutnya beton
akan mengalami masa plastis yaitu pada saat grafik tegangan-regangan mulai curve
sampai pada titik peak point (titik puncak). Fase berikutnya yaitu post-peak atau
biasa disebut strain-softening, kondisi tersebut beton mulai retak dari peak perlahan
sampai mengalami titik runtuh pada titik maksimal regangan yang dapat ditahan
commit to user
beton oleh gaya luar yang bekerja. (Hadi, 2017).
28
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa semakin besar kuat desak beton pada
grafik hubungan tegangan-regangan terlihat bahwa nilai regangan puncak juga
semakin besar. Nilai tegangan beton yang semakin besar dan nilai regangan relatif
sama pada kisaran 0,0015-0,002, maka semakin besar pula nilai modulus elastisitas
beton. Perbedaan juga terlihat apabila kuat desak beton semakin tinggi, pada saat
beton mengalami strain-softening pada daerah post-peak akan bersifat lebih getas,
sebaliknya kuat desak rendah bersifat lebih ductile (ulet). Sifat daktilitas yaitu
kemampuan beton untuk bertahan karena beban luar yang mengalami simpangan
atau deformasi pasca-elastis sampai simpangan maksimum pada ambang
keruntuhan.
29
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Grafik diatas menunjukkan bahwa pada kondisi pre-peak karakteristik garis relatif
sama, namun pada kondisi post peak, beton normal mengalami penurunan yang
signifikan dibanding dengan HVFA-SCC. Hasil dari regangan menunjukan bahwa
regangan pada HVFA-SCC lebih besar dibandingkan dengan beton normal. Hal
tersebut menunjukan bahwa sifat beton normal yang lebih getas, sedangkan HVFA-
SCC memiliki sifat yang lebih liat/daktail sehingga memiliki trend garis yang lebih
landai.
Ketelitian pada proses pengujian kuat tekan dan dalam membaca hasil pengujian
sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal, termasuk salah satunya
pada proses pengujian yaitu standar kecepatan pembebanan yang perlu
diperhatikan. Menurut AASHTO T-22 yang dipublikasikan pada tahun 2001 yang
committahun
mengacu pada standar ASTM C-39M to user2001, kecepatan pengujian untuk
30
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
benda uji silinder adalah 0,25 ± 0,05 MPa/s (35 ± 7 psi/s). Perbedaan kecepatan
berdasarkan ukuran diameter uji spesimen silinder menurut Ferguson Structural
Engineering Laboratory “Procedure Compression Testing of Concrete Cylinders
and Cores” yang mengacu pada ASTM C-39M, menampilkan perbedaan kecepatan
berdasarkan ukuran diameter uji spesimen silinder yang akan disajikan pada Tabel
2.5 berikut ini :
Tabel 2.6. Kecepatan pembebanan benda uji silinder berdasarkan ukuran diameter
Diameter Benda Uji Stress Rate Load Rate
3 inchi (75 mm) 35 ± 7 Psi/s 250 ± 50 lb/s 113 ± 23 kg/s
4 inchi (100 mm) (0,25 ± 0,05 440 ± 90 lb/s 200 ± 40 kg/s
6 inchi (150 mm) MPa/s) 900 ± 200 lb/s 408 ± 90 kg/s
Modulus elastisitas adalah rasio dari tegangan normal tarik atau tekan terhadap
regangan. Menurut ASTM C 469-94(2) dari hasil pengujian di laboratorium
menetapkan modulus elastisitas sebagai rasio tegangan saat mencapai 40 % dari
tegangan runtuh terhadap regangan yang bersesuaian dengan tegangan pada kondisi
tersebut. Modulus elastisitas tergantung pada umur beton, sifat sifat agregat dan
semen, kecepatan pembebanan, jenis dan ukuran dari benda uji.
commit to user
31
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
c. Berdasarkan FIB-CEB
𝑓 ′ 𝑐 1/3
𝐸𝑐 = 21500 ( )
10
dimana :
Ec = modulus elastisitas beton (MPa)
fc = kuat desak beton uji silinde (MPa)
1. Fly ash dalam volume tinggi dapat menurunkan panas hidrasi yang terjadi,
sehingga mencegah terjadinya retak.
2. Jumlah faktor air semen (fas) yang digunakan kecil, sehingga kekuatan beton
dapat meningkat.
commit to user
32
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3. Beton akan lebih kedap air karena kapur bebas yang dilepas pada proses hidrasi
akan terikat oleh silikat dan alumina aktif yang terkandung di dalam fly ash dan
menambah pembentukan silika gel yang merubah menjadi kalsium silikat yang
akan menutupi pori-pori yang terbentuk sebagai akibat dibebaskannya
Ca(OH)2.
4. Kehalusan ukuran fly ash dapat meningkatkan flowabilitas, workabilitas, serta
mengurangi bleeding dan segregasi.
5. Penggunaan fly ash dapat meningkatkan kuat tekan beton setelah umur 28 hari,
bahkan mampu melebihi 100% dari kekuatannya.
6. Penggunaan fly ash relatif dapat mengurangi penggunaan biaya pembuatan
beton.
commit to user
33