Anda di halaman 1dari 30

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Beton adalah campuran semen portland atau semen hidraulik yang lain, air, agregat
halus, dan agregat kasar dengan atau tanpa bahan tambah lainnya yang membentuk
suatu padatan yang memiliki massa (SNI-03-2847-2000). Beton memiliki peran
penting terhadap pembangunan suatu konstruksi bangunan ataupun infrastruktur
lainnya. Inovasi lebih lanjut mengenai beton dapat mendukung percepatan
pembangunan bidang konstruksi. Berbagai macam inovasi muncul dan berkembang
untuk meningkatkan kualitas kontruksi yang ada.

Contoh salah satu inovasi yang sudah dikembangkan yaitu beton yang dapat
memadat dan mengalir sendiri yang dikenal dengan istilah Self Compacting
Concrete (SCC). Bentuk inovasi beton SCC diterapkan guna menangani
permasalahan yang terjadi saat pengecoran pada kontruksi dengan desain tulangan
yang rapat. Perbedaan mendasar antara beton konvensional dengan beton SCC
adalah ukuran agregat yang digunakan pada beton SCC lebih kecil dan penggunaan
kadar semen yang lebih tinggi. Pemakaian ukuran agregat yang lebih kecil
diharapkan beton dapat mengisi ruang-ruang yang terdapat diantara tulangan yang
rapat. Beton SCC memerlukan jumlah kadar semen yang lebih tinggi dibandingkan
beton konvensional sehingga dinilai kurang ramah lingkungan. Hal tersebut
mendasari pengembangan lebih lanjut terhadap beton SCC yaitu dengan pemakaian
fly ash sebagai subtitusi sebagian semen. Pengembangan beton ini dikenal dengan
High Volume Fly Ash – Self Compacting Concrete (HVFA-SCC). Beton HVFA-
SCC menggunakan kadar fly ash paling tidak 50% dari total binder.

Berdasarkan uraian diatas, penelitian kali ini akan mengkaji pengaruh penambahan
fly ash dengan kadar 50% pada campuran beton SCC. Pengembangan ini
commit
diharapkan dapat menghasilkan beton to user
SCC yang ramah lingkungan serta mampu

4
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mengatasi permasalahan pengecoran pada desain konstruksi dengan tulangan yang


rapat.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Self Compacting Concrete (SCC)

2.2.1.1.Pengertian SCC

Menurut EFNARC The Europe Guidelines for Self Compacting Concrete (2005),
Self Compacting Concrete (SCC) adalah sebuah inovasi beton yang tidak
memerlukan getaran untuk mengisi ruang dan memadat. Beton SCC mampu
mengalir dengan beratnya sendiri untuk memenuhi bekisting (cetakan) secara utuh
dan mencapai kepadatan sempurna, bahkan konstruksi dengan desain tulangan yang
rapat. Beton SCC dapat mengalir sendiri dengan lebih cepat sehingga dapat
mempercepat pekerjaan pengecoran.

Beton SCC (Self Compacting Concrete) memiliki workabilitas dan flowabilitas


yang tinggi, homogenitas yang baik, serta dapat mengurangi permeabilitas dan
mempunyai tingkat durabilitas yang tinggi. Agregat yang digunakan pada
pembuatan beton SCC relatif lebih kecil sehingga mampu mengalir dengan
sendirinya melewati tulangan yang rapat. Proses pembuatan beton SCC
memerlukan admixture berupa superplasticizier yang berfungsi untuk mereduksi
air dan meningkatkan flowability. Penggunaan superplasticizier memungkinkan
penurunan rasio air-semen hingga nila w/c = 0,3 atau lebih kecil (Juvas,2004).

Beton SCC memiliki porsi komponen halus yang lebih banyak serta ukuran agregat
kasar yang lebih kecil dengan porsi yang lebih sedikit dibandingkan dengan beton
konvensional. Komponen halus ini akan mengurangi segregasi dan meningkatkan
kohesivitas campuran. Perbandingan proporsi campuran antara beton konvensional
dan SCC dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah ini:

commit to user

5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.1. Perbandingan Proporsi Campuran SCC dengan Beton Konvensional


(Sumber: Okamura dan Ouchi, 2003)

2.2.1.2.Karakteristik SCC

Menurut EFNARC Specification and Guidelines for Self – Compacting Concrete


(2005), beton dapat dikatakan sebagai SCC apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:

1. Sifat Beton Segar SCC

a. Filling Ability (Kemampuan mengisi ruangan)


Filling ability merupakan ukuran dari tingkat kemampuan adukan beton untuk
mengisi ruangan. Perbandingan bahan dan juga sifat bahan mempengaruhi
kemampuan beton segar mengisi ruangan.

b. Passing Ability (Kemampuan melewati tulangan)


Passing ability adalah kemampuan beton untuk mengalir dengan sendirinya
melalui celah antar tulangan atau celah yang sempit tanpa mengalami segregasi.

c. Segregation Resistance (Ketahanan terhadap segregasi)


Segregasi merupakan kecenderungan butir-butir kerikil untuk memisahkan diri
dari campuran adukan beton. Campuran beton yang kelebihan air dapat memicu
terjadinya segregasi, dimana material yang berat mengendap ke dasar beton
segar dan material yang ringan akan menuju permukaan.

d. Viscosity (Viskositas)
Viskositas dinilai dengan pengujian T-500 selama pengujian slump flow.
commit
Pengujian T-500 merupakan waktu to diperlukan
yang user beton untuk dapat mengalir

6
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menyentuh garis batas diameter lingkaran (500mm) yang terdapat pada papan
slump. Nilai yang didapat dari pengujian T-500 tidak menggambarkan tingkat
viskositas beton tersebut, melainkan menggambarkan laju aliran beton segar.
Beton dengan viskositas rendah akan memiliki aliran awal yang sangat cepat dan
kemudian berhenti. Beton dengan viskositas tinggi dapat terus mengalir dalam
waktu yang lama.

2. Sifat Beton Padat SCC

a. Strength (Kekuatan)
Kekuatan pada beton meliputi kekuatan tekan dan tarik. Rasio air-semen (w/c
ratio) mempengaruhi kekuatan pada beton. Nilai w/c-ratio yang semakin kecil
digunakan, maka semakin tinggi kuat tekan beton. Kekuatan beton akan
bertambah akibat proses hidrasi semen yang ada dalam adukan beton yang terus
berjalan walaupun lambat.

b. Shrinkage (Susut)
Beton SCC memiliki tingkat susut yang rendah dikarenakan pada adukan beton
segar faktor air semen sangat rendah sehingga pada saat mengeras, ruangan-
ruangan dari penguapan air lebih kecil, dengan demikian beton dapat lebih kuat
menahan susut.

c. Modulus Elastisitas
Kemampuan bahan untuk menahan beban yang didukungnya dan perubahan
bentuk yang terjadi pada bahan itu amat tergantung pada sifat tegangan dan
regangan tersebut. Perbandingan antara tegangan dan regangan dinamakan
modulus elastisitas.

d. Durabilitas (durability)
Durabilitas beton diartikan sebagai ketahanan beton dalam menerima pengaruh-
pengaruh lain dari luar. Beton dengan pemilihan material dan komposisi yang
sesuai menentukan seberapa homogen berton tersebut. Homogenitas pada beton
berpengaruh terhadap ketahanan dan kuat tekan beton tersebut. Homogenitas
yang baik akan menghasilkan beton yang memiliki durabilitas yang baik pula.
commit to user

7
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2.2.1.3. Pengujian SCC

Berdasarkan EFNARC Specification and Guidelines for Self – Compacting


Concrete (2005), berikut adalah metode pengujian untuk mengetahui sifat SCC
pada beton:

1. Slump-Flow Test
Pengujian slump flow digunakan untuk mengukur nilai slump beton, yaitu
kemampuan alir beton pada permukaan bebas. Bersamaan dengan proses
pengujian slump flow juga dilakukan pengujian T500.

Gambar 2.2 Alat Uji Slump Flow Beton SCC


(Sumber: EFNARC, 2005)

Slump flow = ½ (d max + d perpendicular)


dengan,
d max = jarak diameter terbesar lingkaran slump flow
d perpendicular = jarak diameter yang tegak lurus dari d max
Nilai slump flow yang semakin tinggi, maka semakin besar pula kemampuan
beton untuk mengisi cetakan. Menurut EFNARC (2005), nilai slump flow yang
diperlukan untuk SCC antara 650-800 mm. T500 adalah waktu yang dibutuhkan
beton dapat mengalir untuk mecapai diameter 500mm. Kemampuan beton untuk
mengalir akan semakin besar jika waktu pada pengujian T500 semakin sedikit.

commit to user

8
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. L-Shape Box
L-Shape Box dipakai untuk mengetahui kriteria passing ability dari beton SCC.
Pengujian L-Shape Box dapat mengetahui kemungkinan adanya blocking beton
segar saat mengalir serta dapat dilihat viskositas beton segar yang bersangkutan.
Pengujian L-Shape-Box akan didapat nilai blocking ratio yaitu nilai yang didapat
dari perbandingan antara H2/H1. Nilai blocking ratio yang semakin besar maka
semakin baik pula beton segar mengalir dengan viskositas tertentu. Menurut The
European Guidelines for Self-Compacting Concrete (2005) untuk test ini kriteria
yang umum dipakai disarankan mencapai nilai passing ability 0,8 – 1,0.

Gambar 2.3 L-Shape Box test


(Sumber: EFNARC, 2005)

3. V-Funnel Test
V-funnel dipakai untuk mengukur viskositas beton SCC dan sekaligus
mengetahui segregation resistance. Kemampuan beton segar untuk segera
mengalir melalui mulut di ujung bawah alat ukur V-funnel diukur dengan besaran
waktu antara 6 detik sampai maksimal 12 detik (The European Guidelines for
Self-Compacting Concrete, 2005). Waktu yang ditunjukkan dari hasil pengujian
V-Funnel menunjukkan tingkat kemampuan beton dalam mengalir. Pengujian V-
funnel dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut.

commit to user

9
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.4 V-funnel test


(Sumber: EFNARC, 2005)

2.2.2. Pengertian High Volume Fly ash – Self Compacting Concrte

High Volume Fly ash – Self Compacting Concrete (HVFA-SCC) adalah inovasi
terhadap perkembangan beton dengan mengkombinasi beton SCC dan fly ash
dengan kadar minimal 50% (Shabina, Wibowo, Endah, 2017). Penelitian ini
menggunakan kadar fly ash 50% dari total volume binder. Penggunaan fly ash
dalam campuran beton SCC diharapkan dapat meningkatan kelecakan dan
durabilitas beton. Butiran fly ash akan berfungsi dalam mengisi rongga-rongga
antar agregat sehingga homogenitas beton dapat terjaga. Fly ash juga berperan
dalam menambah kemampuan beton untuk mengalir sendiri dengan faktor air
semen yang kecil.

Sisa reaksi semen dengan air yang berupa kapur padam akan bereaksi kembali
dengan fly ash (Priatma, 2012). Kandungan silika (SiO2) di dalam fly ash akan
mengikat Ca(OH)2 untuk menghasilkan CSH (Calcium Silicat Hydrate), yaitu
senyawa utama yang membangun kekuatan beton.

Beton SCC dengan kandungan fly ash yang tinggi umumnya akan memiliki kuat
tekan awal yang rendah, namun kuat tekan akan meningkat secara signifikan pada
umur 28 hari. commit to user

10
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2.2.3. Reaksi Kandungan Fly Ash pada Campuran Beton

Pemakaian fly ash sebagai pengganti sebagian semen berfungsi untuk


meningkatkan durabilitas beton, karena kandungan silica (SiO2) di dalam fly ash
yang tinggi akan mengikat Ca(OH)2 untuk menghasilkan CSH (Calcium Silicat
Hydarate), senyawa utama yang membangun kekuatan beton. Ca(OH)2 adalah
produk hidrasi reaksi dari semen dengan air yang memiliki sifat rapuh dan larut di
dalam air, sehingga kehadiran fly ash bermanfaat untuk meningkatkan durabilitas
beton (Galang, 2017).

Reaksi kimia Ca(OH)2 dengan SiO2 adalah sebagai berikut :


Lambat
3Ca(OH)2 + SiO2 + H2O 3CaO.SiO2.3 H2O .................................... (2.1)
Lambat
3CH + Si +H C-S-H gel ................................................. (2.2)
kalsium hidroksida silica gel tobermorite
(Eka Partana, 2010)

Gambar 2.5. Reaksi Hidrasi Semen Konvensional dan dengan Penambahan


Fly Ash
(Sumber : concretebasics.org)

commit to user

11
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2.2.4. Material Penyusun High Volume Fly ash – Self Compacting Concrete
(HVFA-SCC)

Material yang diperlukan dalam proses pembuatan beton HVFA-SCC adalah


agregat kasar, agregat halus, semen, fly ash, air dan admixture berupa
superplasticizer. Penggunaan superplasticizer ini berfungsi untuk mengurangi
jumlah kadar air yang digunakan dan meningkatkan kemampuan workabilitas beton
itu sendiri. Material – material yang digunakan dalam pembuatan beton HVFA-
SCC adalah sebagai berikut.

1. Agregat kasar
Agregat kasar yang digunakan disini berupa batu pecah atau kerikil. Kerikil yang
digunakan pada penelitian merupakan kerikil yang diperoleh dari pabrik industri
pemecah batu dan berukuran diameter 5mm –40mm (SNI 03-247-2002).
Menurut acuan dari EFNARC 2005 ukuran maksimal agregat kasar yang
digunakan pada beton SCC adalah 20mm. Ukuran agregat yang digunakan pada
beton HVFA-SCC yaitu pada rentang 5mm-10mm, dengan penggunaan jumlah
agregat kasar dibatasi maksimal 50% dari volume pasta. Ukuran dan jumlah
agregat yang digunakan relatif lebih kecil diharapkan dapat meningkatkan
workabilitas dan kelecakan dari beton itu sendiri.

Kualitas agregat kasar sangat berpengaruh terhadap hasil beton sehingga


diperlukan beberapa pengujian, yaitu diantaranya sebagai berikut :

a. Pengujian Gradasi Agregat Kasar


𝑎−𝑏
Prosentase yang hilang = 100% ……..............................................(2.1)
𝑎

Keterangan : a = berat awal (gram)


b = berat setelah diayak (gram)
𝑎
Modulus Kehalusan = …………………………………………….....(2.2)
𝑏

Keterangan: a = ∑ prosentase kumulatif serta agregat kasar yang tertinggal


selain dalam pan.
b = ∑ prosentase berat agregat kasar yang tertinggal.
commit to user

12
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Pengujian Abrasi Agregat Kasar


𝑎−𝑏
Presentase yang hilang= 100% ………………………....………..(2.3)
𝑎

Keterangan : a = berat sampel oven mula-mula.


b = berat sampel tertahan pada ayakan.

c. Pengujian Spesific Gravity Agregat Kasar


Perhitungan berat agregat dalam air didapatkan dengan cara mengurangkan
hasil penimbangan langkah ke-6 dengan kontainer (c).
𝑎
Bulk Spesific Gravity = …………………………….…….(2.4)
𝑏−𝑐
𝑏
Bulk Spesific Gravity SSD = …………………………….….....(2.5)
𝑏−𝑐
𝑎
Apparent Spesific Gravity = …………………………….…….(2.6)
𝑎−𝑐
𝑏−𝑎
Absorbsion = 100% ....................……....……..(2.7)
𝑎

Keterangan:
a = Kerikil kering oven (gr)
b = Berat kerikil kondisi SSD (gr)
c = Berat agregat dalam air (gr)

2. Agregat Halus
Agregat halus dapat berupa pasir alam, pasir hasil olahan atau gabungan dari
keduanya. Sesuai dengan SNI 03-2847-2002, ukuran maksimal agregat halus
yang digunakan adalah 5,00 mm. Pemakaian agregat halus pada beton HVFA-
SCC lebih banyak dari pada beton konvensional, yaitu dengan volume agregat
halus lebih besar 40 % dari volume mortar, dan harus lebih besar 50 % dari berat
total agregat. Pasta terbentuk dari campuran semen dengan air dan udara,
sedangkan mortar terbentuk dari campuran pasta dan agregat. Beberapa
pengujian yang dilakukan terhadap agregat halus untuk mengetahui karakteristik
agregat halus adalah sebagai berikut.

a. Pengujian Gradasi Agregat Halus

Nilai modulus kehalusan dihitung berdasarkan persamaan :


commit
𝑑 to user
Modulus kehalusan pasir = ……………………………………….. (2.8)
𝑒

13
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Keterangan: d = ∑ prosentase kumulatif berat pasir yang tertinggal selain


dalam pan.
e = ∑ prosentase berat pasir yang tertinggal.

b. Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus

Nilai kadar lumpur dihitung berdasarkan persamaan :


𝐺0 −𝐺1
Kadar lumpur = 100 % …………………..………………….... (2.9)
𝐺1

Keterangan:
G0 = berat pasir awal (100 gram)
G1= berat pasir akhir

c. Pengujian Spesific Gravity Agregat Halus


Menganalisa hasil pengujian dengan Persamaan sebagai berikut :
𝑏
Bulk Specific gravity = …………..…………………..(2.10)
𝑐+a−𝑑
a
Bulk Specific gravity SSD = ……………..………………..(2.11)
𝑐+a−𝑑
𝑏
Apparent Specific gravity = ……………..………………..(2.12)
𝑏+𝑐−𝑑
a−𝑏
Absorbtion = 100% …………..……....……..(2.13)
𝑏

Keterangan:
a = Pasir Kondisi SSD (gr)
b = Pasir Kering Oven (gr)
c = Berat volumetric flash + air (gr)
d = Berat volumetric flash + pasir + air (gr)

3. Semen
Semen berfungsi untuk merekatkan butiran-butiran agregat agar menjadi suatu
massa yang padat dan kompak. Semen yang digunakan pada penelitian yaitu
semen OPC (Ordinary Portland Cement). Semen portland didefiniskan sebagai
semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland
terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling
commit to berupa
bersama-sama dengan bahan tambahan user satu atau lebih bentuk kristal

14
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan lainnya (SNI 15-
2049-2004). Kompisisi kimia pada semen portland umumnya terdiri dari CaO,
SiO2, Al2O3 dan Fe2O3, yang merupakan oksida dominan. Oksida lain yang
terdapat pada semen yang jumlahnya hanya beberapa persen dari berat semen,
yaitu MgO, SO3, Na2O dan K2O. Keempat oksida utama tersebut diatas di dalam
semen menjadi senyawa C3S, C2S, C3A dan C4AF.

Komposisi dari bahan utama penyusun semen dapat dilihat pada Tabel 2.1
sebagai berikut:

Tabel 2.1 Komposisi Bahan Utama Semen


Komposisi Presentase (%)
Kapur (CaO) 60-65
Silika (SiO2) 17-25
Alumina (Al2O3) 3-8
Besi (Fe2O3) 0,5-6
Magnesia (MgO) 0,5-4
Sulfur (SO3) 1-2
Potash (Na2O+K2O) 0,5-1
(Sumber: Kardiyono Tjokrodimulyo,1996)

Karakteristik dan keunggulan semen OPC adalah sebagai berikut (Maulida,


2019) :

a. Semen OPC lebih tahan terhadap lingkungan


b. Kandungan silika yang besar pada semen OPC meningkatkan kekuatan beton
pada umur awal beton. Hal ini dapat menutupi kekurangan dari beton HVFA
mengingat pada umur awal beton masih lemah kuat desaknya di banding
beton normal.
c. Kandungan silika yang tinggi dapat meningkatkan reaksi hidrasi C3S dan
C2S yang merupakan senyawa dominan dalam kandungan semen sehingga
hasil dari produk hidrasi semen yaitu CSH gel dapat mengikat agregat dengan
kuat. commit to user

15
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

d. Waktu beton kering lebih optimal karena reaksi kandungan silika yang
banyak pada semen OPC bereaksi cepat dengan air membentuk CSH gel.

4. Fly Ash
Fly ash merupakan material sisa dari hasil proses pembakaran batubara pada
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dialirkan dari ruang pembakaran
melalui ketel. Material ini banyak digunakan sebagai bahan tambahan untuk
memperbaiki kinerja beton. Fly ash dikategorikan dalam material pozzolon
karena mengandung silika dan alumina yang cukup tinggi. Kandungan Fly ash
dapat bereaksi secara kimia dengan cairan alkalin pada temperatur tertentu untuk
membentuk material campuran yang memiliki sifat seperti semen.

Fly ash merupakan partikel yang sangat halus dengan diameter antara 1 – 150
mikron meter dan memiliki spherical shape yaitu bentuk partikel yang hampir
bulat sempurna sehingga menghasilkan ball bearing effect untuk bidang gelincir
adukan pasta dan mortar semen sehingga mempunyai flowability dan workability
yang lebih baik. (Amalia, 2018)

Gambar 2.6. Fly ash dengan Perbesaran 1000 x di bawah Scanning Electron
Microscope
(Sumber : Wikipedia Indonesia)

Penyusun fly ash sebagian besar terdiri dari silikat dioksida (SiO2), alumunium
oksida (Al2O3), besi (Fe2O3), dan kalsium (CaO), serta magnesium, pottasium,
sodium, titanium, dan sulfur dalam jumlah yang lebih sedikit. Sebagian besar
komposisi kimia dari fly ash commit to user
tergantung berdasarkan jenis batu bara. Secara

16
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mekanis fly ash ini akan mengisi ruang kosong (rongga) diantara butiran- butiran
dan secara kimiawi pemanfaatan fly ash yang memiliki kandungan silika (SiO2)
yang tinggi memberikan kontribusi positif terhadap proses hidrasi semen, karena
Silika akan mengikat Ca(OH)2 untuk membentuk C-S-H gel yang membantu
meningkatkan kekuatan beton (Solikin, 2012).

Berdasarkan ASTM C-618, Fly Ash dapat dibedakan menjadi 3 kelas:

a. Kelas C (Cementitious)
Fly ash yang mengandung CaO lebih dari sama dengan 10% yang dihasilkan
dari pembakaran lignite atau sub-bitumen batubara (batubara muda). Batas
untuk fly ash tipe C, kadar SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 > 50%. Kadar karbon (C)
pada fly ash tipe C sekitar 2%.

b. Kelas F (Pozzolanic)
Fly ash tipe F mengandung CaO lebih kecil dari 10% yang dihasilkan dari
pembakaran anthracite atau bitumen batubara. Fly ash tipe F mempunyai
kadar SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 > 70%. Kadar karbon (C) pada fly ash tipe F
berkisar antara 5% - 10%

c. Kelas N
Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara lain
tanah diatomic, opaline chertz, shales, tuff, dan abu vulkanik, baik yang
diproses melalui pembakaran atau tidak melalui proses pembakaran. Fly ash
tipe F mempunyai kadar SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 > 70%.

commit to user

17
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Hubungan kadar Kalsium Dioksida (CaO) dengan SiO2+Al2O3+Fe2O3 terhadap


kelas fly ash berdasarkan ASTM C618-03 disajikan pada grafik berikut:

Gambar 2.7 Grafik hubungan kadar Kalsium Dioksida (CaO) dengan


SiO2+Al2O3+Fe2O3 terhadap kelas fly ash berdasarkan ASTM C618-03

5. Air

Air merupakan bahan dasar yang sangat penting dalam pembuatan beton. Air
berfungsi sebagai bahan yang membuat bahan perekat hidrolis menjadi pasta
yang akhirnya mengeras. Bahan perekat hidrolis merupakan bahan yang apabila
dicampur dengan air maka membentuk pasta yang kemudian mengeras dan
setelah mengeras tidak dapat kembali menjadi bentuk semula.

Menurut Kardiyono, pemakaian air untuk beton sebaiknya memenuhi syarat


sebagai berikut:

a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.


b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat
organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.
c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0.5 gram/liter.
d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

6. Bahan Tambah (Admixture)


Menurut (SK SNI S-18-1990-03), bahan tambah (admixture) adalah suatu bahan
berupa bubuk atau cairan yangcommit
ditambahkan
to userke dalam campuran adukan beton

18
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

selama pengadukan, dengan tujuan untuk mengubah sifat adukan atau betonnya.
Admixture yang digunakan pada pembuatan beton HVFA-SCC superplasticizer.
Superplasticizer adalah bahan kimia tambahan pengurang air yang sangat
efektif. Pemakaian bahan tambahan ini akan mendapatkan adukan dengan faktor
air semen lebih rendah pada nilai kekentalan adukan yang sama atau diperoleh
adukan dengan kekentalan lebih encer dengan faktor air semen yang sama,
sehingga kuat desak beton menjadi lebih tinggi. Jenis superplasticizer yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Consol SS-34N yang berfungsi untuk
meningkatkan workabilitas beton dan juga mengurangi jumlah air yang
digunakan.

Produk ini tidak mengandung unsur klorin atau bahan-bahan lain yang dapat
menyebabkan karat/bersifat korosif pada tulangan baja dan bisa digunakan
dalam berbagai jenis semen karena sudah sesuai dengan standar ASTM.

Manfaat penggunaan dari Consol SS-34N antara lain:


a. Mengurangi penggunaain air secara signifikan sehingga meningkatkan
kekuatan beton.
b. Mengurangi permeabilitas pada beton
c. Meningkatkan flowabilitas dan workabilitas beton
d. Mengurangi tingkat karbonasi yang terjadi pada beton
e. Direkomendasikan untuk produksi beton dengan kondisi iklim seperti di
Indonesia

Kinerja superplasticizer pada campuran beton dapat dilihat pada gambar 2.6
berikut :

commit to user

19
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.8 Superplasticizer pada Campuran Beton


(sumber : Maulida, 2019)

2.2.5. Mix Design

2.2.5.1. Mix Design Beton Normal

Proses memilih bahan-bahan pembetonan yang tepat dan memutuskan


jumlah/kuantitas ketergantungan dari bahan-bahan tersebut dengan
mempertimbangkan syarat mutu beton, kekuatan (strength), ketahanan (durability),
dan kemudahan pengerjaan (workability) serta nilai ekonomisnya (Anonim, 1991).
Penentuan jumlah dan kualitas bahan-bahan bertujuan agar proporsi campuran
material pembentuk beton dapat memenuhi persyaratan umum maupun teknis,
sehingga menghasilkan mutu beton sesuai dengan yang direncanakan.

Perancangan proporsi campuran beton ini mengacu pada meton SNI 03-2834-2000
(Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal). Persamaan dan tabel-
tabel yang dibutuhkan dalam rencana mix design antara lain :

a. Nilai Margin
Besarnya nilai margin didapatkan melalui Persamaan 2.14 berikut ini.
M = 1.64 Sr......................................................................................................(2.14)
Keterangan :
M = nilai tambah (MPa)
1.64 = tetapan statistik tergantung % kegagalan maksimal 5%)
Sr = deviasi standar rencana
commit to user

20
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Nilai Kuat Tekan Rata-rata


Besarnya nilai kuat tekan rata-rata didapatkan melalui Persamaan 2.15 berikut ini.
f‟cr = f‟c + M....................................................................................................(2.15)
Keterangan :
f‟cr = kuat tekan rata-rata (MPa)
f‟c = kuat tekan yang disyaratkan (MPa)
M = nilai tambah (MPa)

c. Penentuan Jenis Agregat


Penentuan jenis agregat yang digunakan berupa agregat alami atau batu pecah
berdasarkan Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Perkiraan Kekuatan Tekan (MPa) Beton dengan Faktor Air-Semen,
dan Agregat Kasar yang Biasa Digunakan di Indonesia
Kekuatan tekan (MPa)

Jenis semen Jenis agregat kasar Pada umur (hari) Bentuk


Benda
3 7 28 91 Uji

Semen Portland Batu tak dipecahkan 17 23 33 40 Silinder

Tipe I atau Batu pecah


19 27 37 45

Semen tahan Batu tak dipecahkan 20 28 40 48


23 32 45 54 Kubus
Sulfat Tipe II,V Batu pecah
Batu tak dipecahkan 21 28 38 44
Semen Portland Batu pecah 25 33 44 48 Silinder
Tipe III Batu tak dipecahkan 25 31 46 53
Batu pecah 30 40 53 60 Kubus
(Sumber: SNI 03-2834-2000)

d. Penentuan Nilai Faktor Air Semen


Penentuan nilai faktor air semen yang digunakan dalam rencana mix design
commit to user
berdasarkan Tabel 2.3 berikut.
21
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2.3 Persyaratan Jumlah Semen Minimum dan Faktor Air Semen
Maksimum untuk Berbagai Macam Pembetonan dalam Lingkungan Khusus
Jumlah Semen Nilai faktor
Lokasi
minimum per m3 Air-Semen
beton (kg) Maksimum
Beton di dalam ruang bangunan:
275 0.60
a. keadaan keliling non-korosif
b. keadaan keliling korosif disebabkan 325 0.52
oleh kondensasi atau uap korosif
Beton di luar ruangan bangunan :
a. tidak terlindung dari hujan dan terik 325 0.60
matahari langsung
b. terlindung dari hujan dan terik 275 0.60
matahari langsung
Beton masuk ke dalam tanah :
a. mengalami keadaan basah dan 325 0.55
kering berganti-ganti
b. mendapat pengaruh sulfat dan alkali
Tabel
dari tanah
Beton yang kontinyu berhubungan :
a. air tawar Tabel
b. air laut Tabel

e. Jumlah Air yang Digunakan


Penentuan jumlah air yang diperlukan per meter kubik beton, berdasarkan ukuran
maksimum agregat, jenis agregat, dan nilai slump yang diinginkan. Tabel yang
digunakan adalah Tabel 2.4.

commit to user

22
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2.4 Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m3) yang Dibutuhkan untuk Beberapa
Tingkat Kemudahan Pekerjaan Adukan Beton
Slump (mm)
Besar Ukuran Jenis
Maks. Kerikil (mm) Batuan
0 − 10 10 – 30 30 − 60 60 – 180

Alami 150 180 205 225


10
Batu pecah 180 205 230 250

Alami 135 160 180 195

20
Batu pecah 170 190 210 225

Alami 115 140 160 175

40
Batu pecah 155 175 190 205

(Sumber: SNI 03-2834-2000)

f. Penentuan Daerah Gradasi Agregat Halus


Daerah gradasi agregat halus ditentukan berdasarkan Tabel 2.5 berikut :

commit to user

23
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2.5. Daerah Gradasi Agregat Halus


Lubang Persen Berat Butir yang Lewat Ayakan
Ayakan (mm) 1 2 3 4
10,0 100 100 100 100
4,8 90 – 100 90 – 100 90 – 100 95 – 100
2,4 60 – 95 75 – 100 85 – 100 95 – 100
1,2 30 – 70 55 – 90 75 – 100 90 – 100
0,6 15 – 34 35 – 59 60 – 79 80 – 100
0,3 5 – 20 8 – 30 12 – 40 15 – 50
0,15 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 15
(Sumber: SNI 03-2834-2000

2.2.5.2. Mix Design HVFA-SCC

Terdapat berbagai macam aturan rancang campur SCC yang saat ini digunakan
di dunia konstruksi. Metode yang dipilih agar dapat mencapai kriteria yang
diinginkan yaitu flowability dan resistensi terhadap segregasi yang tinggi.
Berdasarkan The European Guidelines for Self-Compacting Concrete (2005)
merekomendasikan range komposisi permeter kubiknya sebagai berikut:

1. Rasio air/powder dari volume adalah 0,85-1,10


2. Total powder (semen+fly ash) adalah 380-600 kg/m3
3. Agregat kasar 750-1000 kg/m3
4. Agregat halus 48-55 % dari total berat agregat
5. Pasta > 40% dari volume campuran
6. Air 150-210 lt/m3

2.2.6. Kuat Tekan Beton


Salah satu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kualitas beton tersebut
adalah uji kuat tekan beton. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan
beton dalam menerima gaya desak/tekan. Pengujian dilakukan dengan memberi
beban atau gaya tekan menggunakan alat mesin tekan (Compressive Testing
Machine) pada benda uji hingga mengalami retak atau keruntuhan (failure).
commit to user

24
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Besarnya kuat desak pada benda uji silinder didapatkan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :

f‟c = P/A ..........................................................................................................(2.16)


dengan :
f‟c = kuat tekan beton benda uji silinder (MPa)
P = beban desak maksimum (N)
A = luas permukaan benda uji silinder (mm2)

Uji kuat tekan beton memberikan nilai maksimum dari tegangan dan regangan
yang ditanggung oleh beton melalui grafik yang digambarkan pada alat uji kuat
tekan.

2.2.7. Tegangan dan Regangan pada Beton

Tegangan didefinisikan sebagai gaya persatuan luas penampang benda dan


dinotasikan dalam simbol “σ” (sigma). Gambar 2.9 menjelaskan bahwa gaya P yang
bekerja tegak-lurus (normal) pada penampang melintang A-A ini secara aktual
merupakan resultan distribusi gaya-gaya yang bekerja pada penampang melintang
dengan arah normal. Silinder beton ini ditekan dengan gaya P, maka tegangannya
adalah tegangan tekan sehingga dikatakan silinder beton tersebut mengalami beban
tekan dan mengakibatkan terjadinya tegangan tekan (compressive stress).

Gambar 2.9. Tegangan normal (normal stress)

commit to user

25
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tegangan yang dihasilkan dari beban P mempunyai arah tegak lurus terhadap
permukaan benda uji, maka tegangan yang terjadi disebut tegangan normal (normal
stress).

Secara matematis tegangan dapat dirumuskan :

......…………...……………………………………………..….......(2.17)

dengan :
σ = Tegangan (MPa)
F = Gaya (N)
A = Luas Permukaan Penampang (mm2)

Silinder yang mendapatkan gaya tekan (P), akan mengalami pemendekan pada arah
aksial atau longitudinal (regangan longitudinal) dan pembesaran kearah samping
(regangan lateral). Regangan (ε) disebut dengan regangan normal karena regangan
ini berkaitan terhadap tegangan normal (Gere dan Timoshenko, 1997). Regangan
adalah perubahan relative ukuran atau bentuk benda yang mengalami tegangan dan
diberi notasi “ε”.

Secara matematis regangan dapat di rumuskan :

∆𝐿
𝜀= ............................................................................................................ (2.18)
𝐿0

dengan :
ε = Regangan
∆l = Selisih panjang awal dan panjang akhir (mm)
l0 = Panjang awal (mm)

commit to user

26
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.10. Regangan (strain)

Data P (Newton) yang bertambah dengan luas penampang yang tetap (mm2) serta
deformasi beton yang tercatat pada setiap penambahan beban dapat diolah dengan
memasangkan pasangan nilai tegangan normal (σ) dan regangan normal (ε) sebagai
absis dan ordinat dapat membentuk grafik hubungan antara tegangan dan regangan.
Grafik hubungan tegangan-regangan pada umumnya ditampilkan pada gambar
berikut.

Gambar 2.11. Grafik Hubungan Tegangan – Regangan Beton


commit to user

27
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Grafik tegangan-regangan pada Gambar 2.11 menampilkan hasil yang dicapai dari
uji tekan terhadap sejumlah silinder uji standar berumur 28 hari dengan kekuatan
tekan yang beragam:

a. Bentuk grafik pada kondisi awal beton saat dibebani cenderung lurus (linier),
dimana pada kondisi beban dari nol kurang lebih sampai 40% dari beban
maksimum yang diterima beton.

b. Beton mengalami titik luluh pada saat beban melampaui daerah elastisitas beton.
Grafik pada kondisi setelah itu perilaku betonnya nonlinear. Material beton
banyak kehilangan kekakuannya yang menyebabkan diagram menjadi tidak
linier. Beton mulai kehilangan kekakuannya pada saat tegangan mencapai ± 70
% fc‟.

c. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa tegangan maksimum beton


dicapai pada regangan tekan 0,002- 0,003.

d. Grafik tegangan-regangan beton akan tetap bergerak mulus hingga tiba di titik
kegagalan (point of rupture) pada regangan sekitar 0,003- 0,008.

e. Kesimpulan yang didapat dari kurva tersebut, yaitu semakin tinggi mutu beton
maka modulus elastisitasnya akan semakin besar, karena tegangan yang semakin
besar sementara regangannya relatif sama di angka 0,002.

Gambar 2.11. menjelaskan bahwa secara garis besar perilaku beton dibagi menjadi
2 fase yaitu pre-peak (sebelum puncak) dan post-peak (setelah puncak). Fase
sebelum puncak atau pre-peak adalah kondisi dimana beton masih kuat menahan
beban luar dan dapat mempertahankan kondisi bentuk secara utuh sebelum
terjadinya crack. Grafik tegangan-regangan pada fase pre-peak dari awal sampai
titik leleh, cenderung masih linier dan kondisi beton masih elastis sehingga dapat
ditentukan modulus elastisitas beton pada daerah tersebut. Tahap selanjutnya beton
akan mengalami masa plastis yaitu pada saat grafik tegangan-regangan mulai curve
sampai pada titik peak point (titik puncak). Fase berikutnya yaitu post-peak atau
biasa disebut strain-softening, kondisi tersebut beton mulai retak dari peak perlahan
sampai mengalami titik runtuh pada titik maksimal regangan yang dapat ditahan
commit to user
beton oleh gaya luar yang bekerja. (Hadi, 2017).
28
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Karakteristik hubungan tegangan-regangan beberapa jenis beton dapat berbeda


oleh karena pengaruh campuran yang berbeda pula. Grafik percobaan hubungan
tegangan-regangan beton normal oleh para peneliti yang dikumpulkan oleh
Carriera dan Chu (1985) yang akan ditampilkan pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.12. Perilaku grafik tegangan regangan Beton


(Sumber: Carreira,1985)

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa semakin besar kuat desak beton pada
grafik hubungan tegangan-regangan terlihat bahwa nilai regangan puncak juga
semakin besar. Nilai tegangan beton yang semakin besar dan nilai regangan relatif
sama pada kisaran 0,0015-0,002, maka semakin besar pula nilai modulus elastisitas
beton. Perbedaan juga terlihat apabila kuat desak beton semakin tinggi, pada saat
beton mengalami strain-softening pada daerah post-peak akan bersifat lebih getas,
sebaliknya kuat desak rendah bersifat lebih ductile (ulet). Sifat daktilitas yaitu
kemampuan beton untuk bertahan karena beban luar yang mengalami simpangan
atau deformasi pasca-elastis sampai simpangan maksimum pada ambang
keruntuhan.

Hubungan tegangan-regangan HVFA-SCC dan beton normal dapat dibandingkan


commit to hubungan
dengan mengkonversi hasil eksperimen user tegangan-regangan dalam

29
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bentuk persentase. Hal ini dilakukan karena membandingkan HVFA-SCC dengan


beton normal harus pada tegangan dan regangan yang sama. Grafik hasil plotting
nilai persentase ini biasa disebut grafik non-dimensional. Grafik tersebut
menunjukkan karakteristik beton pada tegangan dan regangan dalam persen.

Gambar 2.13. Grafik non-dimensional Beton HVFA-SCC dan Beton Normal


(Sumber: Karina,2018)

Grafik diatas menunjukkan bahwa pada kondisi pre-peak karakteristik garis relatif
sama, namun pada kondisi post peak, beton normal mengalami penurunan yang
signifikan dibanding dengan HVFA-SCC. Hasil dari regangan menunjukan bahwa
regangan pada HVFA-SCC lebih besar dibandingkan dengan beton normal. Hal
tersebut menunjukan bahwa sifat beton normal yang lebih getas, sedangkan HVFA-
SCC memiliki sifat yang lebih liat/daktail sehingga memiliki trend garis yang lebih
landai.

2.2.8. Load Rate Pengujian Beton Silinder

Ketelitian pada proses pengujian kuat tekan dan dalam membaca hasil pengujian
sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal, termasuk salah satunya
pada proses pengujian yaitu standar kecepatan pembebanan yang perlu
diperhatikan. Menurut AASHTO T-22 yang dipublikasikan pada tahun 2001 yang
committahun
mengacu pada standar ASTM C-39M to user2001, kecepatan pengujian untuk

30
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

benda uji silinder adalah 0,25 ± 0,05 MPa/s (35 ± 7 psi/s). Perbedaan kecepatan
berdasarkan ukuran diameter uji spesimen silinder menurut Ferguson Structural
Engineering Laboratory “Procedure Compression Testing of Concrete Cylinders
and Cores” yang mengacu pada ASTM C-39M, menampilkan perbedaan kecepatan
berdasarkan ukuran diameter uji spesimen silinder yang akan disajikan pada Tabel
2.5 berikut ini :

Tabel 2.6. Kecepatan pembebanan benda uji silinder berdasarkan ukuran diameter
Diameter Benda Uji Stress Rate Load Rate
3 inchi (75 mm) 35 ± 7 Psi/s 250 ± 50 lb/s 113 ± 23 kg/s
4 inchi (100 mm) (0,25 ± 0,05 440 ± 90 lb/s 200 ± 40 kg/s
6 inchi (150 mm) MPa/s) 900 ± 200 lb/s 408 ± 90 kg/s

Kecepatan pembebanan stress rate dalam penelitian ini dikonversikan menjadi


strain rate agar dapat diterapkan pada beton untuk segala f’c. Cara mendapatkan
strain rate dengan melakukan percobaan pembebanan sampel dummy untuk
mengetahui kuat desak beton HVFA-SCC yang diukur. Kuat desak beton yang
didapatkan kemudian dibagi dengan stress rate menurut ASTM C-39M sebesar
0,25 MPa/s, sehingga menghasilkan waktu yang diperlukan untuk mendapat grafik
complete stress-strain. Regangan maksimal beton berkisar 0,003, sehingga dapat
menentukan deformasi maksimal pada saat beton runtuh yang kemudian
dibandingkan dengan waktu yang diperlukan untuk mendapatkan grafik complete
stress-strain.

2.2.9. Modulus Elastisitas

Modulus elastisitas adalah rasio dari tegangan normal tarik atau tekan terhadap
regangan. Menurut ASTM C 469-94(2) dari hasil pengujian di laboratorium
menetapkan modulus elastisitas sebagai rasio tegangan saat mencapai 40 % dari
tegangan runtuh terhadap regangan yang bersesuaian dengan tegangan pada kondisi
tersebut. Modulus elastisitas tergantung pada umur beton, sifat sifat agregat dan
semen, kecepatan pembebanan, jenis dan ukuran dari benda uji.

commit to user

31
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Besarnya nilai modulus elastisitas dapat dihitung dengan menggunakan beberapa


rumus berikut, antara lain :

a. Berdasarkan ASTM C 469


0,4f ′ c − σ1
Ec =
ε(0,4f ′ c) − ε1
dimana :
Ec = modulus elastisitas statik (MPa)
ε 1 = regangan aksial (mm/mm)
σ1 = tegangan yang berhubungan dengan ε1
fc’ = kuat desak beton uji silinder (MPa)

b. Berdasarkan SNI 2847:2013:


Ec = 0.043wc1.5fc0.5, untuk 1500 ≤ wc ≤ 2500 kg/m3
dimana:
Ec = modulus elastisitas statik (MPa)
wc = berat satuan beton (kg/m3)
fc’= kuat desak beton uji silinder 28 hari (MPa)

c. Berdasarkan FIB-CEB
𝑓 ′ 𝑐 1/3
𝐸𝑐 = 21500 ( )
10
dimana :
Ec = modulus elastisitas beton (MPa)
fc = kuat desak beton uji silinde (MPa)

2.2.10. Kelebihan HVFA-SCC

Kelebihan dari pemakaian beton HVFA-SCC, antara lain.

1. Fly ash dalam volume tinggi dapat menurunkan panas hidrasi yang terjadi,
sehingga mencegah terjadinya retak.
2. Jumlah faktor air semen (fas) yang digunakan kecil, sehingga kekuatan beton
dapat meningkat.
commit to user

32
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Beton akan lebih kedap air karena kapur bebas yang dilepas pada proses hidrasi
akan terikat oleh silikat dan alumina aktif yang terkandung di dalam fly ash dan
menambah pembentukan silika gel yang merubah menjadi kalsium silikat yang
akan menutupi pori-pori yang terbentuk sebagai akibat dibebaskannya
Ca(OH)2.
4. Kehalusan ukuran fly ash dapat meningkatkan flowabilitas, workabilitas, serta
mengurangi bleeding dan segregasi.
5. Penggunaan fly ash dapat meningkatkan kuat tekan beton setelah umur 28 hari,
bahkan mampu melebihi 100% dari kekuatannya.
6. Penggunaan fly ash relatif dapat mengurangi penggunaan biaya pembuatan
beton.

2.2.13. Kekurangan HVFA-SCC

Kekurangan dari pemakaian beton HVFA-SCC antara lain,

1. HVFA-SCC kurang baik untuk pengerjaan beton yang memerlukan waktu


pengerasan singkat dan kuat tekan awal yang tinggi, karena proses setting time
HVFA-SCC relatif lambat pada umur kurang dari 28 hari.
2. Pengendalian mutu harus sering dilakukan karena mutu fly ash sangat
tergantung pada proses pembakaran serta jenis batu bara.

commit to user

33

Anda mungkin juga menyukai