Anda di halaman 1dari 15

STUDI EKSPERIMENTAL CAMPURAN SELF COMPACTION

CONCRETE MENGGUNAKAN RECYLED CONCRETE AGREGAT

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan

Oleh:

Sakkot Matua Gong Hasibuan

5193550046

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2023
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam era keberlanjutan,penggunaan bahan daur ulang menjadi semakin penting
untuk mengurangi dampak lingkungan dan meminimalkan penggunaan sumber daya alam
yang semakin hari semakin terbatas salah satunya agregat alami dan bahan mentah untuk
konstruksi.Limbah konstruksi dan pembongkaran yang ada pada beton lama merupakan
masalah yang sangat penting,untuk mengurangi eksploitasi agregat alami dapat
menggunakan kembali limbah konstruksi dan pembongkaran dalam industri beton.

Agregat daur ulang (Recyled Concrete Agregat ), termasuk limbah beton yang
dapat digunakan sebagai pengganti agregat alami dalam produksi beton. RCA diperoleh
dari pemecahan dan penghancuran beton bekas, dan penggunaannya dapat membantu
mengurangi kebutuhan akan bahan baru. . Di samping itu, upaya untuk meningkatkan
kinerja beton juga mendorong pengembangan campuran beton yang dapat mengalir
sendiri (self-compacting concrete/SCC) guna mengurangi kebutuhan akan pekerjaan
pengecoran manual yang memakan waktu.

Beton self-compacting (SCC) telah menunjukkan keunggulan nyata dalam


lingkungan kerja dan teknologi. Karena fluiditasnya yang tinggi, SCC mengandalkan
pemadatan otomatis berbobot sendiri dan getaran yang tidak diperlukan selama
konstruksi, yang mempercepat konstruksi, mengurangi penggunaan sumber daya
manusia, dan meningkatkan derajat kebebasan desain struktural. Penggabungan RCA
mempengaruhi sifat segar SCC. Peningkatan persentase RCA dianggap menurunkan
kemampuan mengalir dan meningkatkan viskositas karena tingginya porositas dan
penyerapan air RCA dibandingkan dengan NCA. Meskipun stabilitas volume, sifat
mekanik , ekonomi dan daya tahannya tidak memuaskan, sifat-sifanya dapat ditingkatkan
dengan memasukkan Bahan tambah untuk meningkatkan workability pada beton
SCC .Bahan tambah yang digunakan adalah fly ash dan bahan tambah superplastisizer.

Fly ash (abu terbang) merupakan sisa pembakaran batu bara yang memiliki unsur
pozzolan (SiO2, Al2O3 dan Fe2O3) sehingga dapat mengisi rongga-rongga dan menjadi
bahan pengikat layaknya semen (Cahyaka dkk, 2018). Fly ash yang dibiarkan saja dan
tidak dimanfaatkan kembali akan mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan, yang
mana fly ash memiliki kandungan beberapa unsur yang bersifat racun seperti arsenik,
vanadium, antimoni, boron dan kromium sehingga akan menghasilkan limbah.

Penelitian sebelumnya Navdeep dkk. menunjukkan bahwa memasukkan abu


terbang ke dalam SCC tidak hanya dapat mengurangi panas hidrasi tetapi juga
meningkatkan kemampuan kerja. Rabar dkk. [7] melaporkan bahwa peningkatan
kandungan abu terbang dapat meningkatkan kemampuan kerja dan kekuatan lentur SCC.
Seperti Paulo dkk. menunjukkan [8] , beton yang menggunakan abu terbang bervolume
tinggi memiliki stabilitas volume dan ketahanan retak yang lebih baik

Beberap penelitian menunjukkan bahwa fly ash dapat digunakan sebagai bahan
tambahan beton semen. Namun, terdapat kekurangan informasi mengenai pengaruh
pengunaan RCA dengan bahan tambah fly ash terhadap kinerja beton SCC. Oleh karena
itu,penelitian ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan ini.Studi-studi ini
juga menunjukkan bahwa penggabungan RCA pada SCC dapat menurunkan sifat
mekanik dibandingkan SCC dengan NCA. Namun, tingkat pengurangan ini bervariasi
dalam beberapa kasus, perbedaannya mungkin tidak signifikan. Penurunan sifat mekanik
ini terutama disebabkan oleh lemahnya daya rekat mortar pada agregat daur
ulang.Berdasarkan uraian tersebut penulis ingin melakukan penelitian tentang Pengaruh
Penambahan Fly ash Terhadap Campuran Self Compaction Concrete Menggunakan
Recyled Concrete Agregat menjadi sangat relevan untuk diteliti.

I.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka didapat identifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Perlunya kajian tentang pengaruh yang diberikan fly ash dan RCA terhadap
workability,kuat tekan pada beton SCC.
2. Penggunaan proporsi fly ash dan RCA pada beton scc
3. Informasi tentang persentase dari fly ash dan RCA perlu diuji secara
ekperimental.

I.3 Pembatasan Masalah


1. Pengujian yang dilakukan adalah workability, ,Kuat tekan,dan Modulus Elastis
yang memiliki persentase optimum dari bahan admixture .
2. Persentase pengunaan RCA 0%,25%,50%,75% dan 100%
3. Bahan tambah yang digunakan Master Glanium 1.2%
I.4 Perumusan Masalah
Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh penggunaan Recyled Concrete Agregat (RCA) sebagai


pengganti sebagian agregat kasar terhadap workability beton Self Compaction
Concrete (SCC) menggunakan Fly Ash sebagai filler?
2. Bagaimana pengaruh penggunaan Recyled Concrete Agregat (RCA) sebagai
pengganti sebagian agregat kasar terhadap kuat tekan beton Self Compaction
Concrete (SCC) menggunakan Fly Ash sebagai filler?

I.5 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui pengaruh pengunaan Recyled Concrete Agregat (RCA)
sebagai pengganti sebagian agregat kasar terhadap workability beton Self
Compaction Concrete (SCC) menggunakan Fly Ash sebagai filler.
2. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan Recyled Concrete Agregat (RCA)
sebagai pengganti sebagian agregat kasar terhadap kuat tekan beton Self
Compaction Concrete (SCC) menggunakan Fly Ash sebagai filler.

I.6 Manfaat Penelitian


1. Mengetahui workability beton Self Compaction Concrete (SCC)
menggunakan Recyled Concrete Agregat (RCA) dengan penambahan fly ash
sebagai filler
2. Mengetahui kuat tekan beton Self Compaction Concrete (SCC) menggunakan
Recyled Concrete Agregat (RCA) dengan penambahan fly ash sebagai filler
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Definisi Beton
Beton merupakan jenis material bangunan yanag umum digunakan dalam
bidang konstruksi.Bahan penyusunnya terdiri dari campuran antara semen portland
atau semen hidrolis yang lain,agregat halus ,agregat kasar dan air dengan atau bahan
tambahan (SNI 7645:2012).

II.2 Self Compaction Concrete (SCC)


Menurut (Direktorat Jenderal Bina Marga 2017) Self Compacting Concerete
(SCC) merupakan inovasi beton mutu tinggi, dimana dalam penggunaan beton ini
dapat memudahkan dalam pekerjaan konstruksi. Menurut (Alfarizy 2021)
menyatakan bahwa beton merupakan material konstruksi yang terbuat dari
campuran antara agregat kasar, agregat halus, airdan semen serta dengan atau
tanpa menggunakan bahan tambah pada perbandinganberat tertentu (mix design).

Self Compacting Concrete (SCC) adalah suatu beton yang ketika masih
berbentuk beton segar mampu mengalir melalui tulangan dan memenuhi seluruh
ruang yang ada di dalam cetakan secara padat tanpa ada bantuan pemadatan manual
atau getaran mekanik. Untuk mendapatkan campuran beton dengan tingkat
kemudahan pengerjaan (workability) tinggi dan memiliki kekuatan awal yang besar,
perlu diperhatikan hal-hal berikut (Rusyandi dkk, 2012):

a. Menambahkan bahan pengisi (filler) pada campuran beton, seperti fly ash
untuk menggantikan sebagian komposisi semen.
b. Penggunaan Superplasticizer pada campuran beton untuk tingkat workability
yang tinggi sekaligus menekan faktor air semen untuk mendapatkan kekuatan
awal yang besar.

II.3 Karakteristik Self Compaction Concrete (SCC)


Sebagai suatu varian beton yang inovatif, Self Compacting Concrete (SCC)
harus memiliki karakteristik tingkat workability yang baik, maka SCC harus
memenuhi kriteria-kriteria antara lain sebagai berikut:
a. Kemampuan campuran beton untuk mengisi ruangan (Filling Ability).
b. Kemampuan campuran beton untuk melewati elemen struktur dengan tulangan
yang rapat (Passing Ability).
c. Ketahanan beton terhadap segregasi (Segregation-Resistence). Pengujian pada
beton Self Compacting Concrete (SCC) menggunakan metode pengujian
Slump Flow Test. Karakteristik Self Compacting Concrete (SCC) yaitu
memiliki nilai slump flow berkisar antara 500 mm - 700 mm (Adityo dkk,
2014). Pengujian ini bertujuan untuk menguji filling ability dari Self
Compacting Concrete (SCC).

Tabel 2. 1 Sifat-sifat Beton SCC

Konsep dasar produksi beton Self Compacting Concrete (SCC) dapat dilihat
pada gambar dibawah ini
Gambar 2 1 Konsep dasar produksi beton Self Compacting Concrete (SCC

II.4 Material Penyusun Beton Self Compaction Concrete (SCC)


Okamura dan Ouchi (2003) membandingkan beton konvensional dengan SCC
dari sisi proporsi pencampurannya.

Gambar 2 2 Beton Konvensional dan Beton SCC

Dengan:

W = water (air).

S = sand (pasir).

C = cement (semen).

G = gravel(Kerikil).

Berdasarkan gambar tersebut, diketahui bahwa pada volume yang sama,


komposisi material yang diperlukan SCC dan beton konvensional adalah berbeda.
Komposisi powder pada SCC lebih banyak dibandingkan komposisi semen pada
beton konvensional, powder pada SCC dapat berupa semen ataupun berupa binder
(bahan pengikat dalam campuran beton yang terdiri dari semen dan bahan pengisi),
sedangkan komposisi kerikil SCC lebih sedikit dibandingkan komposisi kerikil pada
beton konvensional.
A Air
Persyaratan air sebagai bahan bangunan, sesuai dengan penggunaannya
harus memenuhi syarat menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan Di
Indonesia (PUBI 1982), antara lain:

a. Air harus bersih.


b. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya yang dapat
dilihat secara visual.
c. Tidak boleh mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gram / liter.
d. Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak beton
(asam-asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram / liter. Kandungan
klorida (Cl), tidak lebih dari 500 p.p.m. dan senyawa sulfat tidak lebih dari
1000 p.p.m. sebagai SO3.

Semua air yang mutunya meragukan harus dianalisa secara kimia 18 dan
dievaluasi.

B Agregat Halus
Menurut SNI 03-2834-2000, definisi agregat halus adalah pasir alam
sebagai hasil desintegrasi secara alami dari batu atau pasir yang dihasilkan oleh
industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 5,0 mm.

Agregat halus memiliki zona-zona berdasarkan ukuran lolos saringannya.


Menurut SK-SNI-T-15-1990-03, gradasi pasir dibagi menjadi empat kelompok
yaitu pasir kasar, pasir agak kasar, pasir agak halus, dan pasir halus seperti tersaji
pada Tabel dibawah ini
Keterangan : Daerah I : Pasir Kasar Daerah III : Pasir Agak Halus

Daerah II : Pasir Agak Kasar Daerah IV : Pasir Halus

Gradasi agregat halus memiliki pengaruh terhadap workability. Hal ini


disebabkan karena mortar memiliki fungsi sebagai pelumas.

C Semen
Semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesive maupun kohesif,
yaitu bahan pengikat. Ada dua macam semen, yaitu semen hidraulis dan semen
non-hidraulis. Semen non-hidraulis adalah semen (perekat) yang dapat mengeras
tetapi tidak stabil dalam air. Semen hidraulis adalah semen yang akan mengeras
bisa bereaksi dengan air, tahan terhadap air (water resistance) dan stabil di dalam
air setelah mengeras.

Salah satu semen hidraulis yang biasa dipakai dalam konstruksi beton
adalah semen Portland. Menurut Standar Industri Indonesia (SII 0031-1981)
semen Portland adalah semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara
menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang
bersifat hidraulis bersama bahan-bahan yang biasa digunakan, yaitu gypsum.
Semen yang beredar dipasaran dalam kemasan zak 40 kg dan 50 kg saat ini adalah
semen tipe PPC (Portland Pozolan Cement) dan PCC (Portland Composite
Cement

D Agregat Kasar
Menurut SNI 03-2834-2000, agregat kasar merupakan adalah kerikil
sebagai hasil desintegrasi alami atau berupa batu pecah yang diperoleh dari
industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 5 mm – 40 mm.

Menurut ASTM C33-78 gradasi agregat melalui persentase berat yang


melalui masing-masing tabel ayakan yaitu seperti pada Tabel dibawah
E Superplasticizer
Superplasticizer adalah bahan tambah kimia yang melarutkan
gumpalangumpalan dengan cara melapisi pasta semen sehingga semen dapat
tersebar dengan merata pada adukan beton dan mempunyai pengaruh dalam
meningkatkan workability beton sampai pada tingkat yang cukup besar. Bahan ini
digunakan dalam jumlah yang relatif sedikit karena sangat mudah mengakibatkan
terjadinya bleeding. Superplasticizer dapat mereduksi air sampai 40% dari
campuran awal (ASTM C494-82).

Beton berkekuatan tinggi dapat dihasilkan dengan pengurangan kadar air,


akibat pengurangan kadar air akan membuat campuran lebih padat sehingga
pemakaian superplasticizer sangat diperlukan untuk mempertahankan nilai slump
yang tinggi.

II.5 Fly Ash


Fly ash atau abu terbang yang merupakan sisa-sisa pembakaran batubara, yang
berbentuk partikel halus dan merupakan bahan anorganik yang terbentuk dari
perubahan.

Fly ash atau abu terbang yang merupakan sisa-sisa pembakaran batubara, yang
berbentuk partikel halus dan merupakan bahan anorganik yang terbentuk dari
perubahan bahan mineral karena proses pembakaran batu bara. Penggunaan material
fly ash sebagai material pembentuk beton didasari pada sifat material ini yang
memiliki kemiripan dengan sifat semen. Secara fisik, material fly ash memiliki
kemiripan dengan semen dalam hal kehalusan butir-butirnya. Menurut ACI, fly ash
mempunyai butiran yang cukup halus, yaitu lolos ayakan No. 325 (45 mili micron) 5-
27 % dengan specific gravity antara 2,15-2,6 dan berwarna abu-abu kehitaman. Sifat
kimia yang dimiliki oleh fly ash berupa silica dan alumina dengan persentase
mencapai 80%.

II.6 Recyled Concrete Agregat


Recycled Coarse Aggregate (RCA) adalah agregat kasar yang didapat dari
pecahan beton yang sudah tidak terpakai. Dalam pengolahannya, beton bekas tersebut
akan di pecah hingga memiliki ukuran seperti agregat kasar alami yaitu 9,5 mm
hingga 37,5 mm. Dalam ASTM C-33 disebutkan bahwa beton limbah/bekas
merupakan sumber daya yang layak untuk dijadikan agregat dan merupakan sumber
daya yang ekonomis. Namun, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni
keperluan air pada adukan yang lebih tinggi karena sifat penyerapan air pada agregat
daur ulang yang lebih besar, waktu pemadatan yang lebih lama karena permukaan
yang lebih kasar dan plastisitas yang lebih rendah dari agregat kasar alami. Selain itu,
pada agregat kasar daur ulang terdapat retak mikro yang ditimbulkan pada saat
pemecahan.

Menurut penelitian El-Reedy pada tahun 2009, terdapat sifat beton dengan
RCA yang berkurang jika dibandingkan dengan beton yang menggunakan NCA,
yakni :

a. Kuat tekan menurun sebesar 10% - 30%


b. Kuat tarik lebih rendah walau tidak lebih dari 10%
c. Modulus elastisitas menurun sebesar 10% - 40%
d. Susut lebih besar 20% - 55% sedangkan creep lebih kecil hingga 10%
II.7 Metode Test
A Slump Flow Test
Berdasarkan EFNARC, 2002, untuk mengukur sifat workability dari Self
Compacting Concrete perlu dilakukan pengujian terhadap filling ability, passing
ability, dan segregation resistance. Banyak metode pengujian yang berbeda telah
dikembangkan dalam upaya untuk mengkarakterisasi sifat-sifat SCC, diantaranya
adalah slump flow test.

Secara umum, pengujian slump flow mirip dengan pengujian slump


standar (ASTM C143/C143M). Slump cone diletakkan di tengah pelat slump flow
dengan bukaan besar penghadap ke bawah. Slump cone diisi SCC dalam satu kali
tuang (tanpa dirojok) Slump cone kemudian diangkat dengan ketinggian ±7,5 cm
agar pasta beton dapat mengalir di atas papan slump. Slump flow adalah diameter
dari rata-rata diameter yang diambil dari dua arah.

Tabel 2. 3 Ketentuan Penerimaan Hasil Uji Untuk SCC

Nilai Rentang Penerimaan


Metoda Satuan
Min Max
Slump Flow Mm 550 850
T500 slump Detik 2 7
flow
J-ring Mm 0 10
V-funnel Detik 8 12
V-funnel pada Detik 0 +3
T5 Menit
L-box (h/hl) 0.8 1.0
U-box (h2/hj) 0 30
Fill boxi %; 90 100
Sumber:Spesifikasi umum 2018 Pekerjaan Konstruksi Jalan Dan JembatanV Funnel Test

B V Funnel Test
Pengujian V-Funnel Test bertujuan untuk mengetahui kemampuan adonan
beton segar SCC mengisi ruang (filling ability). Alat ujinya berupai corong besi
berbentuk V dan dibagian bawah terdapat celah 61 terbuka yang dapat dibuka dan
ditutup.
Gambar 2 3 V Funnel Test

C L-Box Test
Pengujian L-Box test bertujuan untuk mengetahui karakteristik material
terhadap flowability blocking dan segregasi dalam melewati tulangan.

Gambar 2 4 L- Box Test

D Kuat Tekan
Kuat tekan beton merupakan kemampuan beton untuk menerima gaya
tekan persatuan luas. Kuat tekan mengidentifikasi mutu dari beton. Semakin tinggi
kekuatan struktur yang diperlukan, maka semakin tinggi pula mutu betonnya
(Mulyono, 2005). Tata cara pengujian yang dipakai secara umum di Indonesia
adalah Standar Nasional Indonesia (SNI, 2011, p.8). Tegangan tekan beton
didapat dari hasil perbandingan antara gaya yang mampu ditahan oleh benda uji
dengan luas alas penampang benda uji tersebut.

dengan :
f 'c = Tegangan tekan beton (N/mm²)
P = Besar gaya yang mampu ditahan (N)
A = Luas penampang (mm²)
E Modulus Elastis
Modulus elastisitas atau modulus Young adalah ukuran kekerasan
(stiffness) dari suatu bahan tertentu. Modulus ini dalam aplikasi rekayasa
didefinisikan sebagai perbandingan tegangan yang bekerja pada sebuah benda
dengan regangan yang dihasilkan. Secara lebih rinci, modulus ini adalah suatu
angka limit untuk regangan-regangan kecil yang terjadi pada bahan yang
proporsional dengan pertambahan tegangan. Dan, secara eksperimental, modulus
ini dapat ditentukan dari perhitungan atau pengukuran slope 12 (kemiringan)
kurva teganganregangan (stress-strain) yang dihasilkan dalam uji tekan suatu
sampel atau spesimen. (Yoppy Soleman, 2005).
Perencanaan Campuran SCC

Mix w/b Cement FA NCA 10 RCA 10 mm SP


Kode (kg/m3) (%) mm (l/m3)
(kg/m3) (kg/m3) (%)
Kontrol 0.35 445 0 660 0 0 1.2
RCA 25 0.35 445 5 495 152 25 1.2
RCA 50 0.35 445 5 330 305 50 1.2
RCA 75 0.35 445 5 165 458 75 1.2
RCA 100 0.35 445 5 0 610 100 1.2

Recyled Concrete Normal Fly Ash Superplasticizer Jumlah


Agregat Concrete Agregat % % Benda Uji
RCA (NCA)
% %
100 - 5 1.2 3
75 25 5 1.2 3
50 50 5 1.2 3
25 75 5 1.2 3
Kontrol 100 0 1.2 3
Total Benda Uji 15

Anda mungkin juga menyukai