Disusun Oleh :
NIM. 1841320186
2021
.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Penggunaan beton dalam bidang konstruksi di Indonesia terus mengalami
kenaikan sesuai dengan keperluan masyarakat akan penggunaan fasilitas
konstruksi dan infrasturktur yang semakin maju, seperti jembatan, bangunan
gedung bertingkat tinggi, dan fasilitas lainnya. Hal ini mendorong adanya
kebutuhan teknologi konstruksi yang tepat baik secara teknis maupun ditinjau
secara ekonomis. (Abdi et al: 2018) Metode pekerjaan pembuatan beton tidak
lepas dari tahapan proses pemadatan beton. kegiatan pemadatan sangat penting
dan mempengaruhi kualitas mutu beton, Apabila pemadatan tidak dilakukan
dengan sempurna maka mutu beton yang didapatkan menjadi rendah, namun jika
proses pemadatan dilakukan dengan benar maka didapatkan kualitas mutu beton
tinggi. Tujuan dari pemadatan adalah proses untuk mencapai kepadatan beton
dengan tingkat yang optimal dan tidak berongga yang dapat mengakibatkan beton
itu keropos. Permasalahan yang terjadi jika melakukan pengecoran beton
konvensional dengan alat vibrator belum menjamin tercapainya kepadatan secara
optimal. Selain itu, penggunaan vibrator pada daerah yang padat bangunan dapat
menimbulkan polusi berupa suara, serta menimbulkan getaran-getaran yang juga
berpengaruh terhadap bangunan lainnya dan tentunya mengganggu lingkungan
sekitar. Maka untuk mengatasi permasalahan tersebut dikembangkan beton Self-
Compacting Concrete (SCC).
Definisi dari Beton Self-Compacting Concrete (SCC) adalah beton yang
dapat melakukan pemadatan sendiri sehingga bisa didapatkan hasil yang baik atau
SCC adalah beton yang dapat berkonsolidasi dengan baik karena kondisi dan
beratnya sendiri tanpa menggunakan alat berupa (vibrator). Campuran Self
Compacting Concrete (SCC) ini memiliki fluiditas tinggi yang dapat mengalir dan
mengisi ruang-ruang dalam cetakan dengan sedikit atau tanpa proses getaran
(Okamura, H dan Ouchi, M, 2003). Komposisi agregat halus pada beton Self
.
Penelitian ini menggunakan agregat kasar dari Semarang dan Blitar sebagai
pembanding bahan campuran penyusun beton. Untuk melihat kemungkinan
penggunaan krikil Blitar sebagai agregat kasar beton, dilakukan penelitian
kekuatan terhadap kerikil Blitar, Jawa timur. Meskipun Sifat fisik dari agregat
kasar blitar memiliki kemiripan dengan agregat kasar dari Semarang, Jawa
Tengah dan memenuhi syarat SNI, ACI, ASTM maupun BS, hanya krikil dari
Blitar yang memenuhi syarat kepipihan. Dengan menggunakan kerikil Blitar ini
diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif bahan pembuatan beton dan
tentunya mampu menghasilkan beton Self-Compacting Concrete (SCC) yang
memenuhi syarat.
.
Hal-hal di bawah ini menjadi batasan yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu sebagai berikut :
1. Pada penelitian ini karakteristik beton yang diuji adalah kuat Lentur
beton.
2. Penelitian ini tidak meneliti kuat Tekan pada beton.
3. Semen yang digunakan pada campuran beton yaitu semen Portland
Cement tipe 1 merek Semen Gresik.
4. Material agregat kasar yang digunakan pada campuran beton yang
akan dibandingkan adalah kerikil Semarang dengan Kerikil Blitar.
5. Pengujian kuat Lentur dilakukan pada saat beton berumur 7 hari, 14
hari, dan 28 hari.
6. Pembuatan sampel menggunakan cetakan Beton uji kuat lentur
menggunakan bentuk balok dengan ukuran 15 cm x 15 cm x 75 cm.
7. Pengujian kuat Lentur membutuhkan total 24 benda uji, dengan rincian
12 benda uji menggunakan kerikil Semarang, dan 12 benda uji
menggunkan kerikil Blitar.
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beton
Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidrolik lain,
agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan tambahan lain
dengan perbandingan tertentu yang kemudian membentuk massa yang padat. Dari
bahan- bahan pembentuk beton tersebut semen merupakan bahan yang memiliki
sifat adhesif dan kohesif yang memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen
mineral menjadi suatu massa yang padat (Chiu-Kia Wang, 1986).
1. Kualitas semen.
7. Kandungan klorida dalam beton tidak melebihi 0.15% untuk beton ekspos dan
1% untuk beton yang tidak di ekspos.
Kelebihan :
3. Berat
1. Beton Ringan
Beton ringan adalah beton dengan berat jenis tidak lebih dari 1.900 kg/m3.
2. Beton Normal
Beton normal adalah beton dengan berat jenis 2.200 kg/m 3 – 2.600 kg/m3
dan dibuat menggunakan agregat alam yang dipecah atau tanpa dipecah.
3. Beton Berat
Beton berat adalah beton dengan berat jenis lebih dari 2.600 kg/m3.
.
1. Beton Porous
Beton porous adalah beton khusus dengan porositas tinggi yang
diaplikasikan sebagai plat beton yang memungkinkan air hujan dan air
dari sumber-sumber lain dapat melewatinya, sehingga mengurangi
limpasan permukaan dan meningkatkan muka air tanah. Porositas tinggi
tercapai karena rongga yang saling berhubungan. Biasanya beton porous
akan menggunakan sedikit atau tanpa agregat halus dan memiliki cukup
pasta semen untuk melapisi permukaan agregat kasar dan untuk menjaga
interkonektivitas pori. Beton porous secara tradisional digunakan untuk
area parkir, di daerah lampu lalu lintas, dan trotoar untuk pejalan kaki.
(NRCMA, 2004)
2. Beton Bertulang
Beton bertulang adalah kombinasi dari beton serta tulangan baja, yang
bekerja secara bersama-sama untuk memikul beban yang ada. Tulangan
baja akan memberikan kuat tarik yang tidak dimiliki oleh beton. Selain itu
tulangan baja juga mampu memikul beban tekan, seperti digunakan pada
elemen kolom beton. (Agus Setiawan, 2013)
3. Beton Pracetak
Menurut SNI 7832 – 2012 beton pracetak merupakan konstruksi yang
komponen pembentuknya dicetak atau difabrikasi. Pengolahannya baik di
lahan produksi (bengkel) ataupun dilapangan yang kemudian dipasang di
lapangan sehingga membentuk sebuah bangunan.
4. Beton Serat
Menurut Sustika Pratiwi (2016) beton serat merupakan salah satu beton
khusus yang dikembangkan dari beton normal dengan penambahan serat
ke dalam adukan beton. Baik berupa serat alami maupun serat buatan yang
bertujuan untuk meningkatkan sifat mekanik beton, sehingga beton tahan
terhadap gaya tekan, gaya lentur, dan gaya tarik akibat cuaca, iklim, dan
temperatur yang biasanya terjadi pada beton dengan permukaan yang luas.
.
bisa mengalir dan memadat sendiri tanpa alat pemadat (Okamura dan Ouchi
2003).
Menurut ASTM C33 (1982) agregat kasar adalah agregat yang tertahan dari
ayakan 4,75mm syarat-syarat agregat kasar adalah sebagai berikut :
a. Agregat kasar harus terdiri dari butiran keras dan tidak berpori.
b. Bersifat kekal, artinya tidak mudah pecah atau hancur oleh pengaruh
cuaca.
c. Modulus halus butiran agregat kasar antara 5-7,1 dengan variasi butir
sesuai standar gradasi.
d. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%, apabila
kadar lumpur melampaui 1% agregat kasar harus dicuci.
100
Persentase Lolos Komulatif (%)
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0.075 0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6 19 38
100
90
Persentase Lolos Komulatif (%)
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0.075 0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6 19 38
Gambar 2.2 Grafik Analisa Ayakan Agregat Kasar Butiran Maksimum 19mm
Sumber: Data Pribadi
100
Persentase Lolos Komulatif ( % )
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0.075 0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6 19 38
Gambar 2.3 Grafik Analisa Ayakan Agregat Kasar Butiran Maksimum 38mm
Sumber: Data Pribadi
2.2.2 Agregat Halus
Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam hasil disintegrasi alami
dari batu-batuan alam (natural sand) atau berupa pasir buatan yang dihasilkan
dari alat-alat pemecah batuan (artificial sand) dengan ukuran kecil (0,15 mm- 5
mm) atau lebih kecil dari 4,74 mm (SK SNI T-15-1991). Agregat halus harus
memenuhi persyaratan gradasi agregat halus yang telah ditentukan.
.
Persyaratan gradasi agregat halus dapat dilihat dalam Tabel 2.5 berikut ini :
9,5 100
4,75 95-100
2,36 80-100
1,18 55-85
0,60 25-60
0,3 10-30
0,15 2-10
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0.075 0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6 19 38
100
90
Persentase Lolos Komulatif (%)
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0.075 0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6 19 38
100
90
80
Persentase Lolos (%)
70
60
50
40
30
20
10
0
0.075 0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6 19 38
100
90
80
Persentase Lolos (%)
70
60
50
40
30
20
10
0
0.075 0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6 19 38
Di mana :
Kandungan kadar air total yang terdapat di dalam agregat dapat di hitung
dengan rumus sebagai berikut:
W 1−W 2
P= x 100 %...........................................................................(2.2)
W1
Di mana :
Bk
BJ bulk= .........................................................................(2.3)
(Bj−Ba)
Di mana :
Bj
BJ SSD= .........................................................................(2.4)
(Bj−Ba)
Keterangan:
c. Berat jenis semu (apparent specific gravity), adalah berat jenis dengan
memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering, namun volume
agregat sudah tidak dapat diresapi oleh air. Berat jenis semu dapat
dihitung menggunakan rumus:
Bk
BJ app= ..........................................................................(2.5)
(Bk −Ba)
Keterangan:
4. Penyerapan Agregat
Penyerapan agregat adalah kemampuan agregat menyerap air dalam kondisi
kering sampai dengan kondisi jenuh permukaan kering. Pengujian penyerapan
perlu dilakukan untuk memeriksa banyaknya pori di dalam agregat dan
memperkirakan banyaknya air yang mampu diserap agregat. Pengujian
penyerapan agregat dilakukan dengan berpedoman pada SNI 1970:2008
tentang cara uji berat jenis dan penyerapan agregat halus, serta SNI
1969:2008 tentang cara uji berat jenis dan penyerapan agregat kasar.
Penyerapan air dapat dihitung menggunakan rumus:
(Bj−Bk )
|¿| .....................................................................................(2.6)
Bk
Keterangan:
5. Keausan Agregat
Pengujian keausan agregat menggunakan mesin Los Angeles bertujuan untuk
mengetahui nilai keausan yang dinyatakan dengan perbandingan antara berat
bahan aus terhadap berat semula dalam persen. Pengujian ini digunakan untuk
pengujian agregat kasar dengan ukuran 75 mm (3 inci) sampai dengan ukuran
2,36 (saringan no. 8). Metode pengujian mengacu pada SNI 2417:2008
dengan rumus perhitungan keausan sebagai berikut:
(A−B)
Keausan Agregat = x 100 % .............................................(2.7)
A
Keterangan:
.
10
Total 500 5000 5000 500 10000 1000 10000
0 ± ± 10 ± 10 0 ± ± 10 0 ± ± 10
10 10 10
Jumlah Bola 12 11 8 6 12 12 12
Berat Bola (gram) 500 4584 3330 250 5000 5000 5000
0 ± ± 25 ± 20 0 ± ± 25 ± 25 ± 25
25 15
Sumber: SNI 2417:2008, 2008:3
6. Kekerasan Agregat
Kekerasan agregat adalah daya tahan agregat terhadap kerusakan akibat
penggunaan dalam konstruksi. Pengujian kekerasan agregat kasar
dimaksudkan untuk menentukan nilai kekerasan agregat kasar terhadap
pembebanan. Nilai kekerasan agregat dinyatakan dengan perbandingan
antara berat bahan aus lewat saringan 2,36 mm terhadap berat semula dalam
persen. Persentase kekerasan agregat dapat dihitung menggunakan rumus:
( A−B)
Kekerasan Agregat= x 100 %..........................................(2.8)
A
Keterangan:
Bahan dasar pembentuk semen Portland terdiri dari kapur, silika, alumina dan
oksida besi. Oksida tersebut bereaksi membentuk suatu produk yang terbentuk
akibat peleburan. Unsur-unsur pembentuk semen dapat dilihat pada Tabel 2.5
berikut ini :
Hidrasi semen adalah proses reaksi antara semen dengan air, proses hidrasi
pada semen sangat penting karena dari proses ini akan menentukan kekuatan
semen pad akhirnya. Reaksi dari proses hidrasi ini sangat kompleks, tetapi secara
umum dapat dituliskan sebagai berikut (VanVlack, 1985):
Ca3Al2O6+ 6 H2O
Ca3Al2(OH)12+ 200 J/g
Ca2SiO4 + x H2OCa2SiO
.
Senyawa ini mengeras dalam beberapa jam dengan melepas sejumlah panas.
Kuantitas yang terbentuk dalam ikatan menetukan pengaruhnya terhadap
.
H2O(tetracalsium aluminoferrat)
27
Dua unsur pertama yaitu point C3S dan C2S biasanya mempunyai bagian 70-
80 persen dari semen sehingga merupakan bagian yang paling dominan dalam
memberikan sifat semen.
Pada umumnya semen diklasifikasikan menjadi 5 jenis semen, seperti yang
tercantum pada Tabel 2.6 berikut ini :
Tabel 2.6 Jenis-jenis Semen Portland
Mekanisme hidrasi semen ada dua yaitu mekanisme larutan dan mekanisme
padat. Pada mekanisme larutan, zat yang direksikan larut dan menghasilkan ion
dalam larutan. Ion-ion ini kemudian akan bergabung sehingga menghasilkan zat
yang menggumpal (flocculate). Pada semen, karena daya larut senyawa yang ada
kecil maka hidrolisis lebih dominan daripada larutan.
Pengikatan (set) adalah perubahan dari bentuk cair menjadi bentuk padat
tetapi masih belum mempunyai kekuatan. Pengikatan ini terjadi akibat reaksi
29
hidrasi yang terjadi pada permukaan butir semen, terutama butir trikalsium
aluminat dengan permukaan agregat dan tulangan. Dengan penambahan gypsum,
waktu pengikatan dapat diatur karena gypsum memodifikasi hidrasi awal.
Pengerasan (hardening) adalah pertumbuhan kekuatan dari beton setelah
bentuknya menjadi padat.
2.2.4.2 Pozzolan
Pozzolan adalah suatu mineral yang mengandung silika dan alumina aktif
yang dalam keadaan berdiri sendiri tidak memiliki sifat seperti semen, tapi bila
dalam bentuk bubuk dan dicampur dengan kapur dan air pada temperatur kamar
akan membentuk senyawa yang stabil yang tidak larut dalam air dan memiliki
sifat seperti semen (Bustomi dan Syukirman, 1999).
2.2.5 Air
Pembuatan beton memerlukan material Air agar campuran beton dapat
bereaksi secara kimiawi dan proses pengerjaan nya menjadi mudah. Pada
umumnya air minum dapat dipakai untuk campuran beton. Air yang mengandung
senyawa-senyawa berbahaya , yang tercemar garam, gula, atau bahan-bahan
kimia lain, bila dipakai untuk campuran beton akan sangat menurunkan
kekuatannya dan juga dapat juga mengubah sifat-sifat semen.
Air yang diperlukan hanya sekitar 25 persen berat semen saja, namun dalam
kenyataan nilai faktor air semen yang dipakai sulit kurang dari 0,35. Air yang
mempunyai persyaratan sebagai air minum memenuhi syarat pula untuk bahan
campuran beton (Tjokrodimuljo, 1998).
1. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari
bahan- bahan merusak yang mengandung oli, alkali, garam, bahan
organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau
tulangan.
2. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton
yang di dalamnya tertanam logam alumunium termasuk air bebas yang
terkandung di dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam
jumlah yang membahayakan.
3. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan dalam beton,
kecuali tuntutan berikut terpenuhi :
a. Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran
beton yang menggunakan air dari sumber yang sama.
b. Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar
yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus
mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari
kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum.
31
Dalam dunia industri, abu terbang biasanya mengacu pada abu yang dihasilkan
selama pembakaran batu bara. Abu terbang umumnya ditangkap oleh pengendap
elektrostatik atau peralatan filtrasi partikel lain sebelum gas buang mencapai
cerobong asap batu bara pembangkit listrik, dan bersama-sama dengan bottom ash
dikeluarkan dari bagian bawah tungku dalam hal ini bersama-sama dikenal
sebagai abu batu bara. Tergantung pada sumber dan tampilan batu bara yang
dibakar, komponen abu terbang bervariasi, tetapi semua abu terbang termasuk
sejumlah besar silikon dioksida (SiO2) (baik amorf dan kristal) dan kalsium
oksida (CaO), kedua bahan endemik yang di banyak terdapat dalam lapisan batuan
batu bara.
slump atau slump test. Semakain besar niali slump test berarti adukan beton
semakin mudah dikerjakan. Pada umumnya nilai slump berkisar antara 50-125
mm.
d. Perawatan ( Curing )
Perawatan beton (curing) suatu pekerjaan menjaga agar permukaan beton
segar selalu lembab, sejak adukan beton dipadatkan sampai beton dianggap
36
cukup keras. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin proses hidrasi semen
(reaksi semen dan pasir) berlangsung dengan sempurna. Apabila
kelembaban permukaan beton tidak dijaga, akan menyebabkan beton
menjadi kurang kuat, dan juga timbul retak-retak. Selain itu, kelembaban
permukaan tadi juga menambah beton lebih tahan cuaca dan lebih kedap air.
regangan yang timbul karena adanya beban luar. Apabila beban bertambah maka
ada balok akan terjadi deformasi dan regangan tambahan yang mengakibatkan
retak lentur disepanjang bentang balok. Bila beban semakin bertambah, pada
akhirnya terjadi keruntuhan elemen struktur. Taraf pembebanan yang demikian
disebut keadaan limit dari keruntuhan pada lentur.
Pengujian dilakukan pada umur 28 hari. Balok dibebani pada salah satu sisinya
dimana beban diletakkan simetris di atas balok uji. Balok diuji dengan
pertambahan kecepatan dalam pemberian tegangan pada serat bagian bawah yaitu
antara 0,02 dan 0,1 Mpa/s (2,9 dan 14,5psi/s). Kecepatan pemberian
tegangan yang lebih rendah diterapkan untuk beton yang kekuatannya rendah dan
kecepatan yang tinggi untuk beton yang berkekuatan tinggi.
Pengujian dilakukan bertujuan untuk mengetahui nilai kuat lentur pada benda
uji ini dengan standar ASTM C-78, yaitu pengujian kuat tarik lentur dengan
beban terbagi menjadi dua yang bekerja pada suatu penampang balok, dengan
titik yang menjadi 3 bagian daerah atau tiap jarak 1/3 bentang (Third Point
Loading), seperti terlihat pada Gambar 2.9
Dengan :
MR = Mmaks x c
I
Dimana S = I/c
39
MOR = Mmaks
S
MOR = PxL
1/6 bh²
Dengan :
Pada keadaan ini balok uji patah bagian tengah (antara B dan C) dan patahnya
diakibatkan oleh momen yang paling maksimum. Besarnya modulus of rupture
dapat dihitung berdasarkan Rumus :
MOR = M
W
Dengan :
Apabila balok patah pada bentang A-B atau C-D dengan jarak letak patah tidak
lebih dari 5% panjang bentang, kondisi ini masih dapat diperhitungkan dan balok
uji dapat dipakai. Pada kondisi ini modulus of rupture dapat dihitung dengan
rumus:
Kuat tekan lentur beton merupakan kemampuan balok beton yang diletakkan
pada dua buah titik perletakan untuk menahan gaya dengan arah tegak lurus
sumbu benda uji sampai mengalami patah. Jarak titik belah beton sangat penting
untuk menentukan rumus yang dipakai.
Perletakan beban pada benda uji yang akan dilakukan adalah sebagai berikut
sehingga didapat momen murni sebagai tujuan dari pengujian kuat lentur.
43
Untuk dua titik pembebanan yang dipakai acuan adalah SNI 03-4431-2011.
Rumus untuk menghitung kuat lentur beton adalah sebagai berikut :
1. Untuk pengujian dimana patahnya benda uji berada pada 1/3 jarak titik
perletakan pada bagian tarik beton, maka kuat lentur beton dihitung
menurut persamaan
𝑝⋅𝑙
𝜎𝑙𝑡 (MPa)…………………………………………………….(2.3)
2. Untuk pengujian dimana patahnya benda uji berada pada 1/3 jarak titik
perletakan pada bagian tarik beton, maka kuat lentur beton dihitung
menurut persamaan
44
𝑝⋅𝑎
𝜎𝑙𝑡 (MPa)……………………………………………………(2.4)
dengan :
𝜎𝑙𝑡 : Kuat lentur benda uji (MPa)
p : Beban tertinggi yang terbaca pada mesin uji (pembacaan dalam ton
sampai 3 angka dibelakang koma).
l : Jarak bentang antara dua garis perletakan (mm)
b : Lebar tampang lintang patah arah horizontal (mm)
h : Lebar tampang lintang patah arah vertikal (mm)
a : Jarak rata-rata antara tampang lintang patah dan tumpuan luar yang
terdekat, diukur pada 4 tempat sudut dari bentang (mm)
2.6 Kuat Tarik
Kuat tarik dan kuat Lentur merupakan satu hal yang berbanding terbalik,
walaupun beton diberikan perbaikan tidak mengubah banyak dari nilai kuat tarik
kemungkinan hanya meningkatkan sedikit dari nilai kuat tariknya. Perkiraan
kasarnya nilai kuat tarik sekitar 9% - 15% dari nilai kuat Lentur yang didapat, kuat
tarik juga sulit diukur. Kuat tarik bahan beton dapat ditentukan melalui pengujian
split cylinder atau biasa disebut pengujian kuat tarik belah yang umumnya
memberikan hasil yang lebih baik dan lebih mencerminkan kuat tarik yang
sebenarnya prosedur yang digunakan sesuai dengan SNI 2941-2014.
panjang silinder. Apabila kuat tarik terlampaui, benda uji terbelah menjadi dua
bagian dari ujung ke ujung. Tegangan tarik yang timbul sewaktu benda uji
terbelah disebut sebagai split cylinder strength (Dipohusodo, 1996:10) yang
dirumuskan pada persamaan 2.2 oleh SNI 2491:2014 sebagai berikut:
2P
fct= ............................................................................................(2.2)
πld
Di mana :
fct = Kekuatan tarik belah (MPa)
P = Beban Maksimum (N)
l = Panjang benda uji (mm)
d = diameter (mm)
Menurut ACI 318-99, nilai kuat Lentur memiliki hubungan dengan nilai kuat
tarik belah yang dirumuskan sebagai berikut (Arinoglu dkk, 2006:21):
Di mana :
Apabila jika ditinjau dari kuat Lenturnya beton dibagi menjadi 3 yaitu beton
mutu rendah dengan kuat Lentur di bawah 200 kg/m 2, beton mutu sedang dengan
46
mutu dengan kuat Lentur antara 200 kg/m2 hingga 400 kg/m2, dan untuk beton
mutu tinggi memiliki kuat Lentur di atas 400 kg/m2 .
Passing ability, adalah kemampuan beton SCC untuk mengalir melalui celacela
antar besi tulangan atau bagian celah yang sempit dari cetakan tanpa terjadi
adanya segregasi atau blocking. Untuk menentukan “passing ability” dari beton
SCC , digunakan alat uji yaitu L-Shape box. Dengan L-shape box test akan
didapatkan nilai blocking ratio, yaitu nilai yang didapat dari perbandingan H2/H1.
Semakin besar nilai blocking ratio, semakin baik beton segar mengalir dengan
viskositas tertentu. Untuk kriteria beton SCC nilai blocking ratio berkisar antara
0,8 – 1,0. Pengujian L-Shape Box dilakukan seperti pada gambar 2.4 (EFNARC,
2005).
b. Factor air semen (FAS) atau rasio air semen maksimum atau kadar
semen maksimum.
Maksud dan tujuan Concrete Mix Design adalah untuk digunakan sebagai salah
satu acuan bagi perencana dan pelaksanaan dalan merencanakan proporsi
campuran beton SCC yang menghasilkan mutu beton yang sesuai dengan yang
direncanakan.
Agregat kasar yang didatangkan langsung dari quary sesuai dengan jumlah
yang dibutuhkan. Agregat tersebut dipisahkan berdasarkan Ø5-10mm, Ø10-
20mm, Ø20-30mm, Ø30-40mm dan disimpan dalam karung plastic yang baru.
50
Alasan mengambil material didekat quarry di Kota Blitar, Jawa Timur karena
material tersebut disimpan di quary dan harganya bisa sedikit diturunkan dari
harga yang ditentukan.
a. Jika nilai signifikansi (sig.) > 0,05 maka data penelitian berdistribusi
normal.
b. Jika nilai signifikansi (sig.) < 0,05 maka data penelitian berdistribusi tidak
normal.
51
BAB III
METODOLOGI
Laboratorium Bahan
Bangunan dan Beton
7. Pengujian kuat Lentur beton, hasil kuat Lentur beton akan diketahui pada
saat tes kuat Lenturnya dan dapat dianalisis apakah kuat Lentur beton
tersebut sesuai dengan mix design.
54
55
Persiapan Material
Pengayakan
Material
Alat hitung
kekuatan Dengan satuan kN
alat uji
Menandai pengukuran di
Kapur
benda uji
1. Pengujian ANALISIS ayak atau gradasi material mengacu pada SNI 03-
1968-1990.
2. Pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus mengacu pada SNI
1970:2008.
3. Pengujian berat jenis dan penyerapan agregat kasar mengacu pada SNI
1969:2008.
9. Pengujian kadar udara dan berat isi mengacu pada SNI 1973:2008:Cara Uji
berat isi, volume campuran dan kandungan udara beton segar.
10. Pengujian kuat lentur dilakukan menggunakan benda uji balok dengan
ukuran 15 cm x 15 cm x 75 cm. Pengujian kuat lentur dengan dua titik
pembebanan dilakukan dengan mengacu pada SNI 4431-2011
2. Metode tumbuk
3. Metode goyang
1. Mengeringkan benda uji dalam oven dengan suhu 110°C selama 24 jam
62
2. Mengayak benda uji dengan susunan ayakan dari saringan yang paling
besar ditempatkan di atas, dilakukan dengan cara manual atau
menggunakan mesin getar selama 15 menit.
3. Menimbang berat agregat yang tertahan di masing-masing ayakan
2. Metode ditusuk
3. Metode digoyang
1. Mengeringkan benda uji dalam oven dengan suhu 110°C selama 24 jam
2. Mengayak benda uji dengan susunan ayakan dari saringan yang paling
besar ditempatkan di atas, dilakukan dengan cara manual atau
menggunakan mesin getar selama 15 menit.
3. Menimbang berat agregat yang tertahan di masing-masing ayakan
Dalam penelitian ini benda uji yang digunakan menggunakan benda uji Balok
ukuran 15 cm x 15 cm x 75 cm dengan jumlah benda uji sebanyak 24 benda uji
dengan agregat kasar Semarang sebanyak 12 benda uji, dan agregat kasar Blitar
sebanyak 12 benda uji.
= 75 x 15 x 15
67
= 16.875 cm3
diperhatikan saat pengujian beton segar SCC adalah, alat uji telah di cek dan layak
digunakan, waktu pekerjaan harus cepat, kebersihan area, dan ketepatan membaca
dan menghitung diameter.
8. Balik kerucut abrams dan tempelkan sisi atas pada plat alas.
3. Untuk balok, adukan beton diisi hingga 1/3 tinggi cetakan balok,.
4. beton diratakan hingga serat aluminium tersebar merata dan kemudian
ditumbuk hingga padat.
5. Kemudian mengulangi langkah 3 dan 4 hingga cetakan balok terisi
penuh.
6. Setelah beton terisi penuh pada cetakan, gunakan palu karet untuk
memukul cetakan.
7. Meratakan benda uji dengan spatula setelah pengecoran.
3. Meletakkan beban simetris diatas benda uji, beban bekerja pada pusat
bentang yang dibagi menjadi dua pada setiap sepertiga bentang dengan
menggunakan plat pembagi.
4. Melakukan pengujian dengan tegangan.
Mulai
Studi Literatur,
dan Standar
Persiapan Material
Mix Design
Pengecoran
Tidak
Slump Memenuhi
Ya
Curing
Kesimpulan
Selesai
DAFTAR PUSTAKA
Prosiding Seminar ACE. Seminar Nasional Andalas Civil Engineering. Vol. 13.
(2015). Putri, Nanda Dwi, Zulfikar Djauhari, and Monita Olivia. "Kuat Tekan,
Porositas dan Sorptivity Mortar dengan Bahan Tambah Gula Aren pada Suhu
Tinggi."
Nasional, Badan Standarisasi. "SNI 1970: 2008 (Cara Uji Berat Jenis Dan
Penyerapan Air Agregat Halus)."
73
SNI – 4431 – 2011, Cara Uji Kuat Lentur Beton Normal Dengan Dua Titik
Pembebanan, Jakarta, Badan Standar Nasional Indoesia.