Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemanfaatan beton untuk konstruksi bangunan sangat luas, tidak hanya

pada konstruksi bangunan gedung tetapi juga pada konstruksi jalan dan

prasarana lainnya seperti pipa-pipa. Hal ini disebabkan beton mempunyai

banyak keunggulan antara lain pemasangannya dapat dipabrikasi lebih dahulu

kemudian dirangkai dilokasi bangunan atau dapat dipasang (dicor) langsung di

lokasi. Beton juga memiliki kuat tekan cukup tinggi dibandingkan dengan

bahan-bahan lainnya. Disamping itu, bahan utama untuk pembuatan beton

yaitu semen, agregat alam (kerikil dan pasir) dan air sangat banyak tersedia dan

relatif murah.

Penggunaan material lokal dalam pembuatan campuran beton sangat

menguntungkan karena di samping murah juga akan mendorong kemajuan

perkembangan perekonomian masyarakat setempat yang sejalan dengan

program pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat setempat.

Kualitas bahan agregat penyusun beton (pasir dan kerikil) pada umumnya

berbeda sesuai dengan sumber material (quarry) dari mana material tersebut

diambil. Dengan demikian karakteristik yang didapatkan akan berbeda maka

di rencanakan mutu beton paling minimum K-225 dengan menggunakan

agregat dari quarry Sungai Saddang Kabupaten Pinrang, Sulawesi selatan, hasil

dari kuat tekan beton akan sesuai dengan kuat tekan yang di rencanakan.

1
Apabila memenuhi kuat tekan rencana, selanjutnya untuk meningkatkankan

mutu beton, material dasar yaitu agregat halus dan agregat kasar dengan

perlakuan khusus dalam hal gradasi sehingga di peroleh gradasi gabungan yang

sesuai dengan spesifikasi Standar Nasional Indonesia untuk mencapai mutu

beton yang diinginkan.

Berdasarkan hal diatas, maka kami bermaksud untuk melakukan

penelitian terhadap agregat di Sungai Saddang Kabupaten Pinrang, Sulawesi

Selatan dengan mengangkat hal tersebut sebagai judul Tugas Akhir dengan

judul “Kuat Tekan Beton Dengan Menggunakan Agregat Halus dan

Agregat Kasar Dari Quarry Sungai Saddang Kab. Pinrang ”. Melalui

Tugas Akhir ini penulis mendapatkan kuat tekan beton yang menggunakan

agregat dari sungai saddang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang sebelumnya, maka dapat ditarik rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Apakah agregat kasar dan agregat halus dari quarry (Sungai Saddang)

memenuhi spesifikasi

2. Berapa besar mutu beton yang diperoleh dengan menggunakan material

agregat halus dan agregat kasar dari quarry Sungai Saddang Kabupaten

Pinrang.

2
C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka dapat di katakan tujuan penelitian

sebagai berikut:

1. Mendapatkan hasil karakteristik material agregat halus dan agregat kasar

dari quarry Sungai Saddang Kabupaten Pinrang.

2. Mendapatkan masing-masing mutu beton sungai tersebut yang

menggunakan material agregat halus dan agregat kasar dari quarry Sungai

Saddang Kabupaten Pinrang.

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi ilmiah, yaitu

mengetahui kuat tekan campuran beton dengan material agregat halus dan

agregat kasar dari quarry Sungai Saddang kabupaten pinrang. Dengan

mengetahui kuat tekan tersebut maka dapat membantu para perencana

(konsultan) serta pemerintah dalam bidang perencaaan infrastruktur yang ada

di Sulawesi Selatan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Karakteristik Beton

Beton merupakan massa yang padat dan keras yang terbentuk dari

agregat sebagai bahan pengisi, dan semen portland sebagai bahan pengikat

serta air sebagai bahan pencampur (PEDC, 1983 : 44).

Sesuai dengan fungsi beton dalam struktur bangunan diharapkan mampu

memikul beban tekan, sedangkan kemampuannya lemah dalam menerima

beban tarik, sehingga dalam pemakaiannya beton harus ditambahkan baja

tulangan. Mutu beton menunjukkan kekuatan tekan beton yaitu besarnya beban

tekan persatuan luas yang menyebabkan beton hancur.Beban ini rnerupakan

beban maksimum persatuan luas yang sanggup dipikul oleh beton.Makin tinggi

kuat tekan beton berarti semakin baik kualitasnya.Nilai kuat tekan Beton

ditentukan terutama oleh kualitas bahan pengisinya yaitu agregat kasar (kerikil)

dan agregat halus (pasir).

Kekuatan tekan beton adalah kriteria untuk menentukan kualitas

beton, dimana prosedur pengukuran didasarkan pada SK SNI T-15-1990-03.

Pada umumnya beton mengandung rongga udara sekitar 1%-2%, pasta

semen (semen dan air) sekitar 25%-40%, dan agregat kasar dan halus sekitar

60%-75%.

Adapun klasifikasi beton menurut SNI berdasarkan kekuatannya

dapat dibagi dalam tiga kelas yaitu;

4
1. Mutu tinggi : fc’35 - fc’65 Mpa setara K400 - K800 kg/cm2

2. Mutu sedang: fc’20 - fc’35 Mpa setara K250 – K400 kg/cm2

3. Mutu rendah : fc’15 - fc’20 Mpa setara K175 – K250 kg/cm2

fc’10 - fc’55 Mpa setara K125 – K175 kg/cm2

Nilai kuat-tekan beton ditentukan oleh :

1. Sifat fisik material yang membentuk beton.

Material yang keras, kokoh dan padat akan membentuk beton

yang kokoh dan keras sehingga mempunyai kuat tekan yang besar

pula. Agregat alam merupakan agregat yang bentuknya alami,

terbentuk berdasarkan aliran air sungai.

Kekurangan menggunakan agregat alam :

a. Agregat alam yang terbentuk dari aliran air sungai berbentuk

bulat dan licin tidak mempunyai bidang pecah atau terlalu

pipih.

b. Agregat kasar yang diambil dari alam tidak mempunyai

ukuran yang sama atau dengan kata lain tidak tergradasi

dengan baik.

c. Kondisi material yang berkadar organik (berlumut).

Kelebihan menggunakan agregat alam

a. Harga agregat alam yang relative lebih murah.

5
2. Bentuk fisik material

Material yang berbentuk kubus akan saling mengikat

(interlocking), demikian pula permukaan yang kasar memberikan

tahanan geser yang besar sehingga dapat terbentuk massa beton yang

kokoh. Sebaliknya material yang berbentuk pipih atau bundar tidak

dapat memberikan ikatan saling mengunci yang baik antar agregat.

3. Kondisi/kebersihan material

Kondisi material menyangkut kebersihannya, bebas dari bahan-

bahan yang reaktif terhadap beton, bahan-bahan organik, dan kadar

lumpur.

4. Komposisi Bahan

Komposisi campuran, baik antara pasir dan kerikil (gradasi

campuran) maupun jumlah semen yang diberikan akan sangat

berpengaruh pada nilai kuat-tekan beton.

5. Pelaksanaan dan Perawatan

Adukan campuran harus benar-benar homogen, sehingga

seluruh material agregat, semen dan air tercampur dengan baik dan

beton yang dihasilkan mempunyai kualitas yang seragam.Setelah

6
pengecoran adukan, maka beton tersebut harus dirawat dengan

perendaman. Selanjutnya pelaksanaan dan perawatan mengacu ke

pedoman Departemen PUTL (1977 : 23) menguraikan persyaratan

kualitas agregat penyusun beton. Untuk pengujian tekan ini

dilakukan dengan menggunakan benda uji kubus beton 15 cm x 15

cm x 15 cm atau Silinder 15 cm x 30 cm. Uji tekan beton dilakukan

dengan menggunakan mesin tekan, dan waktu pengujian pada umur

beton 28 hari

B. Bahan Pembuat Beton

Beton merupakan campuran antara agregat kasar, agregat halus, air dan

semen PCC sebagai pengikat dan pengisi antara agregat kasar dan halus, serta

kadang-kadang ditambahkan pula admixture bila diperlukan sehingga

membentuk masa padat. Gradasi atau distribusi agregat yang merupakan bahan

pengisi beton harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku. Agregat

kasar harus keras, bersih dari unsur organik,bebas dari sifat penyerapan secara

kimia dan bergradasi sedemikian rupa sehingga masa beton dapat berfungsi

sebagai beton yang utuh, homogen dan rapat.

Dalam suatu perencanaan diusahakan membuat campuran yang ekonomis

namun tetap diusahakan untuk mencapai kekuatan yang disyaratkan dan

kemudahan didalam pelaksanaan serta keawetan. Penggunaan agregat alam

memang sangat ekonomis tapi juga memiliki kelemahan.

7
Secara umum, yang berpengaruh terhadap kuat tekan beton adalah

material dari pada beton itu sendiri, material beton itu adalah sebagai berikut :

1. Semen

Portland Composit Cemen (PCC) adalah bahan konstruksi yang

paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Semen Portland atau

biasa disebut semen adalah bahan pengikat hidrolik berupa bubuk halus

yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker dengan batu gips

sebagai bahan tambah.

Semen merupakan bahan campuran kimiawi aktif setelah

berhubungan dengan air, agregat tidak mempunyai peranan yang penting

dalam reaksi kimia tersebut tetapi berfungsi sebagai bahan pengisi.Semen

merupakan bahan penting dalam pembuatan beton. Semen dapat

mengeras, memberi daya rekat dan kekuatan karena terjadinya proses

hidrasi yaitu proses bereaksinya senyawa semen dengan air dan

membentuk senyawa hidrat, semen hidrolis yang biasa dipakai adalah

Portland Cement Composite (PCC)

2. Agregat Halus

Agregat halus yang biasa disebut dengan pasir adalah agregat yang

ukuran butiran antara 0,075mm–4,75mm yang diperoleh dari hasil

disintegrasi batuan alam. Untuk perancangan beton mutu tinggi ukuran

butiran agregat halus yang digunakan telah digantikan oleh bahan-bahan

perekat semen. Namun disamping itu Abu Batu yang merupakan hasil

8
samping dari mesin pemecah batu dalam proses pemecahan batu menjadi

batu pecah dapat dijadikan bahan pengganti agregat halus.

Abu batu yang diteliti berfungsi sebagai agregat halus merupakan

bahan bangunan. Dalam bidang Teknik Sipil dikenal dua macam agregat

sebagai bahan pengisi yaitu agregat halus dan agregat kasar, agregat halus

adalah butiran yang lolos ayakan dengan diameter 4,75 mm dan tertahan

ayakan 0,075 mm, dalam bahasa sehari hari aggregat halus ini disebut

pasir atau abu batu. Agregat halus yang biasa disebut dengan Abu batu

dapat mempengaruhi kualitas mutu beton yang dibuat.

Agregat halus yang digunakan untuk campuran harus terdiri dari

butir-butir yang tajam dan keras, bersifat kekal yang tidak mudah hancur

atau pecah oleh pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan. Kadar

lumpur yang terkandung dalam agregat halus tidak boleh lebih dari 6%,

bila kadar lumpur melampaui 6% maka agregat harus dicuci. Berat jenis

dan penyerapan agregat halus berpengaruh pada volume yang diisi oleh

agregat, dan semakin tinggi nilai berat jenis maka semakin kecil

penyerapannya.

Abu batu dengan butiran yang sangat halus tidak praktis untuk

kelecakannya, sehingga harus ditambahkan semen untuk mengisi rongga

diantara butiran yang halus tersebut. Mortar yang menggunakan Abu batu

dengan butiran yang besar biasanya lemah karena rongga antar butiran

cukup lebar sehingga tegangan tidak dapat menyebar secara merata.

9
Adapun Syarat-syarat karateristik agregat halus (abu batu) dapat dilihat

pada tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Spesifikasi karakteristik agregat halus

Karakteristik Agregat
No. Interval Pedoman
Halus

1 Kadar Lumpur 0,2 % – 6 % ASTM C117

2 Kadar organic < No.3 ASTM C40

3 Kadar Air 3%-5% ASTM C556

(1.4 – 1.9 )
4 Berat Volume (isi) ASTM C29
kg/ltr

5 Absorpsi (Penyerapan Air) 0,2 % – 2.0 % ASTM C129

6 Berat Jenis Spesifik 1.6 – 3.2 ASTM C128

7 Modulus Kehalusan 2.2 – 3.10 ASTM C136

Sumber : Jurnal Penelitian Paulus Ala dkk : 2007

3. Agregat Kasar

Menurut “Mulyono (2004 : 298)” Kekuatan agregat bervariasi dalam

batas yang besar. Butir-butir agregat dapat bersifat kurang kuat karena dua

hal. Pertama, karena terdiri dari bahan yang lemah atau terdiri dari partikel

yang kuat tetapi tidak baik dalam hal pengikatan (interlocking). Kedua,

porositas yang besar yang akan mempengaruhi keuletan atau ketahanan

terhadap beban kejut. Dalam hal pemilihan agregat kasar, porositas yang

rendah merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menghasilkan

suatu adukan beton yang berkualitas baik. Karena hal ini sangat

berhubungan dengan pengendalian kandungan air pada campuran beton,

10
yang dapat mengakibatkan ketidak aturan atau deviasi yang sangat besar

pada mutu yang akan dihasilkan.

Bentuk fisik dari agregat kasar yang bersudut dan memiliki rongga

udara yang berkisar antara 38%-40% membutuhkan lebih banyak lagi

pasta semen agar mudah dikerjakan. Untuk mengurangi rongga ini

dikombinasikan dengan butiran agregat halus yang berbentuk bulat.

Adapun Syarat-syarat karateristik agregat kasar (batu pecah) dapat dilihat

pada tabel 2.2 sebagai berikut :

Tabel 2.2 Spesifikasi Karakteristik Agregat Kasar

No. Karakteristik Agregat Kasar Interval Pedoman

1 Kadar Lumpur 0,2 % – 1.0 % ASTM C117

2 Keausan 15 % - 50 % ASTM C131

3 Kadar Air 0.5 % - 2.0 % ASTM C558

4 Berat Volume (isi) (1.6 – 1.9 ) kg/ltr ASTM C29

5 Absorpsi (Penyerapan Air) 0,2 % – 4 % ASTM C127

6 Berat Jenis Spesifik 1.6 – 3.2 ASTM C127

7 Modulus Kehalusan 5.5 – 8.5 ASTM C104

Sumber : Jurnal Penelitian Paulus Ala dkk : 2007

4. Air

Fungsi air adalah sebagai media perantara pada proses pengikatan

kimiawi antara semen dan agregat. Proses ini akan berlangsung baik,

apabila air yang dipakai adalah air tawar murni yang tidak mengandung

kotoran-kotoran dan bahan-bahan lainnya. Setiap air yang dihasilkan oleh

11
alam, jernih, dan tidak berasa, serta tidak berbau dapat digunakan dalam

pencampuran bahan-bahan pembuat beton.

Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi

semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan

beton. Air yang digunakan untuk campuran beton harus bersih, tidak

boleh mengandung minyak , asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya

yang dapat merusak beton atau tulangan. Sebaiknya digunakan air yang

dapat diminum.

C. Metode Pemeriksaan Karateristik Material

Umumnya untuk membuat rancangan beton (Concrete Mix Design)

dilakukan pemeriksaan awal terhadap karakteristik agregat yang digunakan

sebagai material beton yang direncanakan. Pemeriksaan awal ini adalah untuk

mengetahui sifat karakteristik agregat. Untuk tingkat kualitas suatu agregat

meliputi beberapa hal sebagai berikut :

1. Kadar air, yaitu prosentase yang menyatakan kandungan air pada

agregat terhadap berat kondisi lapangan.

2. Kadar lumpur, yaitu prosentase Lumpur (butiran yang lolos saringan

no.200) terhadap berat kering mutlak dalam suatu agregat.

3. Berat jenis spesifik dan penyerapan .yaitu perbandingan antara berat

agregat air suling pada volume dan temperatur yang sama.

4. Berat volume agregat, yaitu berat agregat terhadap satuan volume.

12
5. Keausan agregat kasar, yaitu prosentase yang menyatakan berat kering

mutlak agregat yang aus oleh baja pada putaran alat Los Angeles dengan

500 putaran, yang lolos saringan no. 12 (1,70 mm).

6. Gradasi agregat, yaitu kevariasian ukuran butir agregat.

7. Kadar organik, yaitu banyaknya kandungan organic dalam agregat halus

dibuktikan dengan tabel warna atau dengan menggunakan larutan

perbandingan.

Semua hal-hal tersebut di atas, maka pemeriksaan awal dilakukan

untuk masing-masing jenis agregat sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Terhadap Agregat Halus

1). Pemeriksaan Kadar Air Pasir

Berdasarkan SNI 03-1971-1990 Kadar air agregat halus dapat

dilihat dengan rumus sebagai berikut :

W3  W5
Kadar Air = x 100%
W5

Keterangan :

W1 = Berat talang (gr)

W2 = Berat talang + berat benda uji (gr)

W3 = Berat benda uji, W2 – W1 (gr)

W4 = Berat talang + agregat kering oven (gr)

13
W5 = Berat benda uji kering (gr)

2) Pemeriksaan Kadar Lumpur Pasir

W1  W2
Kadar Lumpur = x 100%
W1

Keterangan :

W1 = berat benda uji sebelum dicuci (gr)

W2 = berat benda uji setelah dicuci yang tertahan saringan

No.200 dan kering oven (gr)

3) Pemeriksaan Berat Volume Pasir

Berdasarkan SNI 03-1973-1990 Kadar air agregat halus dapat

dilihat dengan rumus sebagai berikut :

W2  W1
Berat Volume Agregat =
V

Keterangan :

W1 = Berat mould (kg)

W2 = berat mould + benda uji (kg)

V = Volume mould (ltr)

4) Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Pasir

Berdasarkan SNI 03-1970-1990 pemeriksaan terhadap berat

jenis agregat halus dapat dilihat dengan rumus sebagai berikut :

14
a).Berat jenis semu (Apparent Specific Grafity)

Bk
=
B  ( Bk  Bt )

b).Berat jenis curah (Bulk Specific Grafity On Dry Basic)

Bk
=
B  (500  Bt )

c).Berat jenis dalam keadaan SSD (Bulk Specific SSD Basic)

500
=
500  ( B  Bt )

d).Daya serap air (Prosentase Water Absorpsion)

(500  Bk )
= x100%
Bk

Keterangan :

Bk = Berat benda uji kering oven (gr)

B = Berat piknometer berisi air (gr)

Bt = Berat piknometer berisi benda uji dan air (gr)

500 = Berat benda uji dalam keadaan kering permukaan

jenuh (gr)

15
5) Pemeriksaan Kadar Organik Pasir

Tes kandungan zat organik dilakukan dengan menggunakan

larutan NaOH kadar 3 % dan dicocokkan dengan tabel warna

dimana harus masuk ≤ No. 3.

6) Pemeriksaan gradasi pasir

Analisa saringa ageregat halus yaitu suatu analisa untuk

mengetahui distribusi ukuran agregat halus dengan menggunakan

ukuran – ukuran saringan standar tertentu, yang ditunjukkan

dengan lubang saringan. Adapun ukuran – ukuran saringan agregat

halus antara lain : 4, 8, 16, 30, 50, 100 dan yang paling bawah

adalah PAN. Modulus kehalusan yang disyaratkan untuk agregat

kasar yaitu 2,20 -3,10. Untuk menghitung modulus kehalusan

digunakan persamaan di bawah ini :

∑ % kumulatif tertahan saringan 0,15 mm ke atas


F pasir =
100

Menurut British Standar (BS) yang juga dipakai di Indonesia saat

ini, kekerasan pasir dapat dibagi menjadi empat kelompok gradasi (Zone),

yaitu pasir yang halus, agak halus, agak kasar, dan kasar dapat dilihat pada

tabel 2.3 dibawah ini :

16
Tabel 2.3 Syarat gradasi agregat halus/ abu batu

Lubang Persen berat tembus kumulatif


ayakan (mm)
Zone 1 Zone 2 Zone 3 Zone 4

10 100 100 100 100

4.8 90-100 90-100 90-100 95-100

2.4 60-95 75-100 85-100 95-100

1.2 30-70 55-90 75-100 90-100

0.6 15-34 35-59 60-79 80-100

0.3 5-20 8-30 12-40 15-50

0.15 0-10 0-10 0-10 0-15

Sumber : Teknologi beton, Dr. wuryati Samekto,M.Pd,& Candra Rahmadiyanto,S.T

Keterangan: Daerah Gradasi I = Pasir kasar

Daerah Gradasi II = Pasir agak kasar

Daerah Gradasi III = Pasir halus

Daerah Gradasi IV = pasir agak halus

b. Pemeriksaan Terhadap Batu Pecah

1). Pemeriksaan kadar air batu pecah

17
Berdasarkan SNI 03-1971-1990 Kadar air agregat kasar dapat

dilihat dengan rumus sebagai berikut :

W3  W5
Kadar air = x 100%
W5

Keterangan :

W1 = Berat talang (gr)

W2 = Berat talang + berat benda uji (gr)

W3 = Berat benda uji, W2 – W1 (gr)

W4 = Berat talang + agregat kering oven (gr)

W5 = Berat benda uji kering (gr)

2). Pemeriksaan Kadar Lumpur batu pecah

W1  W2
Kadar Lumpur = x 100%
W1

Keterangan :

W1 = berat benda uji sebelum dicuci no # 200 (gr)

W2 = Berat benda uji setelah dicuci no # 200(gr)

3) Pemeriksaan Berat Volume batu pecah

Berdasarkan SNI 03-1973-1990 Berat isi agregat kasar dapat

dilihat dengan rumus sebagai berikut :

18
W2  W1
Berat Volume Agregat =
V

Keterangan :

W1 = Berat mould (kg)

W2 = Berat mould + benda uji (kg)

V = Volume mould (lt)

4 ). Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan batu pecah

Berdasarkan SNI 03-1969-1990 pemeriksaan terhadap berat

jenis agregat kasar dapat dilihat dengan rumus sebagai berikut :

a). Berat jenis semu (Apparent Specific Grafity)

Bk
=
( Bk  Ba )

b). Berat jenis curah (Bulk Specific Grafity On Dry Basic)

Bk
=
( Bj  Ba )

c). Berat jenis dalam keadaan SSD (Bulk Specific SSD Basic)

Bj
=
( Bj  Ba )

d). Daya serap air (Prosentase Water Absorpsion)

19
( Bj  Bk )
= x100%
Bk

Keterangan :

Bk = Berat benda uji kering oven (gr)

Bj = Berat benda uji kering permukaan jenuh (SSD) (gr)

Ba = Berat benda uji kering permukaan, jenuh didalam

air (gr)

5). Pemeriksaan Gradasi Agregat Kasar

Analisa saringa ageregat kasar yaitu suatu analisa untuk

mengetahui distribusi ukuran agregat kasar dengan

menggunakan ukuran – ukuran saringan standar tertentu, yang

ditunjukkan dengan lubang saringan, dan untuk menilai apakah

agregat kasar yang digunakan tersebut cocok untuk produksi

beton. Adapun modulus kehalusan yang disyaratkan untuk

agregat kasar yaitu 5,50 -8,50. Untuk menghitung modulus

kehalusan digunakan persamaan di bawah ini :

∑ % kumulatif tertahan saringan 0,15 mm ke atas


F batu pecah =
100

Syarat gradasi agregat kasar menurut B.S dapat dilihat pada

tabel 2.4 dibawah ini:

20
Tabel 2.4 Syarat gradasi agregat kasar

Persen berat butir lewat ayakan, Besar


Lubang
butir Maks

Ayakan
40 mm 20mm 12.5mm
(mm)

40 95-100 100 100

20 30-70 95-100 100

12.5 - - 90-100

10 10-35 25-55 40-85

4.8 0-5 0-10 0-10

Sumber : Teknologi beton, Tri mulyono, Hal 94

6). Pemeriksaan Keausan Kerikil Dengan Mesin Los Angelos

Berdasarkan SNI 03-2417-1991 pemeriksaan terhadap keausan

kerikil dapat dilihat dengan rumus sebagai berikut :

A B
Keausan = x100%
A

Keterangan :

A = Berat awal benda uji (gr)

B = Berat tertahan pada saringan No.12 dan kering oven (gr)

D. Penggabungan Agregat

Dalam menentukan prosentase penggabungan agregat kasar dan agregat

halus dengan metode grafis dan analisis digunakan rumus sebagai berikut :

21
y = Ya + Yb

Keterangan :

 y = Gradasi gabungan antara pasir dan kerikil (%)


Ya = Gradasi dari pasir (%)

Yb = Gradasi dari kerikil (%)

Sedangkan Ya dan Yb diperoleh dari :

Y1 = a1 % lolos pasir + (1 – a1) % lolos kerikil

Y2 = a2 % lolos pasir + (1 – a2) % lolos kerikil

Keterangan :

Y1 = Batasan bawah gabungan menurut ukuran maksimum agregat.

Y2 = Batasan gabungan agregat menurut ukuran maksimum agregat

a1 dan a = Bilangan yang dicari untuk menentukan proporsi Ya

dengan menganggap bahwa agregat merupakan satu kesatuan

maka Yb = 100% - Ya.

Susunan campuran agregat halus dan agregat kasar sangat menentukan

sifat-sifat beton karena komposisi agregat ini dapat mempengaruhi kekuatan

campuran suatu beton. Dengan demikian penentuan prosentase agregat halus

dan agregat kasar yang kurang cermat dapat mengakibatkan kegagalan.

Dalam perencanaan campuran suatu beton gradasi agregat halus dan agregat

kasar diharuskan memenuhi atau berada dalam batas-batas standar gradasi

22
gabungan atau dengan kata lain berada diantara batas bawah dan batas atas

dari grafik standar lengkung agregat gabungan.

Pada penelitian ini untuk mendapatkan prosentase gabungan agregat

halus dan agregat kasar dihitung dengan cara analisis (rumus) yang

didasarkan pada hasil pemeriksaan gradasi agregat dan spesifikasi grafik

gradasi gabungan agregat dengan diameter maksimum 38 mm.

Menggabungkan agregat halus dan agregat kasar untuk mendapatkan agregat

gabungan dengan kurva susunan butir yang sesuai dengan persyaratan, dapat

dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

a b
Y= Ya  Yb
100 100

Dimana :

a + b = 100 %

Y = koordinat fraksi pada ayakan tertentu gregat gabungan.

Ya = koordinat fraksi agregat halus.

Yb = koordinat fraksi agregat kasar.

a = prosentase agregat halus.

b = prosentase agregat kasar.

23
E. Perencanaan Campuran Beton Metode DOE

Setelah data-data karakteristik agregat beton diperoleh melalui

pemeriksaan awal seperti disebutkan sebelumnya, maka data-data yang harus

dipersiapkan untuk suatu mix design adalah sebagai berikut :

1. Kadar air agregat kasar dan halus.

2. Berat volume agregat kasar dan halus.

3. Berat jenis SSD agregat kasar dan halus.

4. Absorpsi agregat kasar dan halus.

5. Prosentase gabungan agregat kasar dan halus.

6. Ukuran maksimum agregat.

7. Mutu beton (kuat tekan beton yang direncanakan).

8. Jenis struktur.

Perancangan adukan beton cara Inggris The British Mix Design Method

ini tercantum dalam Design of Normal Concrete Mixes telah menggantikan

cara Road Note No.4 sejak tahun 1975. Di Indonesia cara ini dikenal dengan

cara DOE (Departement of Environment). Perencanaan dengan cara DOE ini

dipakai sebagai standar perencanaan oleh Departemen Pekerjaan Umum

Indonesia dan standar nasional Indonesia SK.SNI.T-15-1990-03. Dalam

perencanaan perkerasan kaku yang lebih diutamakan adalah kuat lenturnya.

Rancangan campuran metode DOE dilakukan dengan urutan sebagai berikut :

1. Kuat tekan yang direncanakan (fck) biasanya ditentukan dalam satuan

kg/cm2 pada umur 28 hari.

24
2. Standar deviasi (Sr)
Nilai deviasi standard dapat juga ditentukan dengan melihat volume

beton yang dibuat, yang dibedakan atas volume kecil, sedang, dan besar

dan atas dasar mutu pelaksanaannya yang dibedakan atas mutu baik

sekali, baik, dan cukup, seperti yang disajikan pada tabel 2.5 dibawah ini:

Tabel 2.5 Nilai deviasi Standar (Kg/cm2)

Volume Pekerjaan Mutu Pelaksanaan

Dapat
Sebutan Jumlah Beton ( m³ ) Baik Sekali Baik
Diterima

Kecil < 1000 45<s ≤55 55<s ≤65 65<s ≤85

Sedang 1000 – 3000 35<s ≤45 45<s ≤55 55<s ≤75

Besar 3000 25<s ≤35 25<s ≤45 45<s ≤65

sumber :Teknologi Beton.Dr.Wuryati Samekto,M.Pd dan Candra Rahmadiyanto,S.T,hal. 56

3. Nilai tambah (Margin).

Nilai tambah (Margin) ini dihitung dengan menggunakan persamaan

sebagai berikut :

M = 1,64 sr → untuk sr ≤ 4 Mpa

M = 2,64 sr → untuk sr > 4 Mpa

4. Kuat tekan rata-rata (f’cr)

(f’cr)f’cr = f’c + M

25
Dengan f’cr = kuat desak rata-rata dalam MPa

Fc = kuat desak yang disyaratkan/direncanakan dalam MPa

M = nilai tambah (margin), MP

5. Penentuan faktor air semen (W/C).

Penentuan faktor air semen dapat dilihat pada grafik 1 sebagai berikut :

Gambar 1.1 Grafik hubungan antara kuat tekan dan W/C

26
6. Faktor air semen maksimum (W/C max).

Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai W/C, semakin

rendah mutu kekuatan beton. Namun demikian, nilai W/C yang semakin

rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Ada

batas-batas dalam hal ini. Nilai W/C yang rendah akan menyebabkan

kesulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan

pemadatan yang pada akhirnya akan menyebabkan mutu beton menurun.

Persyaratan jumlah semen minimum dan faktor air semen maksimum

untuk berbagai macam pembetonan dalam lingkungan khusus dapat

dilihat pada tabel 2.6 berikut :

Tabel 2.6 Persyaratan jumlah semen minimum dan faktor air semen
maksimum untuk berbagai macam pembetonan dalam
lingkungan khusus.
Jumlah semen
minimum Faktor air semen
maksimum
per m³ beton ( kg )

Beton dalam ruang bangunan:

keadaan keliling non-korosif 275 0,6

keadaan keliling korosif disebabkan


235 0
oleh kondensasi atau uap-uap korosif

Beton diluar ruang bangunan :

Tidak terlindung dari hujan dan terik


325 0,6
matahari langsung

Terlindung dari hujan dan terik


275 0,6
matahari langsung

27
Lanjutan tabel 2.6
Beton yang masuk kedalam tanah:

Mengalami keadaan basah dan kering


325 0,55
berganti-ganti

Mendapat pengaruh suhu alkali dari


375 0,52
tanah atau air tanah

Beton yang kontinu berhubungan


dengan air:

air tawar 0,57


275
air laut 375 0,52

sumber : teknologi beton (Dr.Wuryati samekto,M.pd /Candra Rahmadiyanto,S.T).hal44

7. Penentuan nilai slump

Penentuan nilai slump untuk berbagai pekerjaan beton dapat dilihat

pada tabel 2.6 dan perkiraan kadar air bebas berdasarkan ukuran

maksimum agregat dan nilai slump dapat dilihat pada tabel 2.7.

Tabel 2.7 Nilai - nilai slump untuk berbagai pekerjaan beton

Slump ( cm )
Uraian
MAX MIN

Dinding, Pelat pondasi dan


12.5 5.0
pondasi telapak dinding

Pondasi telapak tidak bertulang


9.0 2.5
kaison konstruksi dibawah tanah

Pelat,balok, kolom dan Dinding 15.0 2.5

Pengerasan Jalan 7.5 5.0

Pembetonan Massal 7.5 2.5


sumber:Teknologi Beton.Dr.Wuryati Samekto,M.Pd dan Candra Rahmadiyanto,S.T,hal. 59

28
Tabel 2.8 Perkiraan kadar air bebas berdasarkan ukuran maksimum agregat dan

Nilai Slump

Ukuran Kadar air bebas (kg/m3 beton)


maksimum
Pada slump (mm)
Agregat Jenis agregat
kasar (mm ) 0-10 10-30 30-60 60-180

Batu tak dipecahkan 150 180 205 225


10
Batu pecah 100 205 230 250

Batu tak dipecahkan 135 160 180 190


20
Batu pecah 170 190 210 225

Batu tak
115 140 160 175
40 dipecahkan

Batu pecah 155 175 190 205

(Sumber : Teknologi beton, Dr.Wuryati samekto,M.Pd & Candra Rahmadiyanto,S.T.

8. Ukuran maksimum agregat.

Ukuran maksimum agregat ditentukan berdasarkan hasil gradasi

(analisa saringan) agregat kasar. ukuran maksimum ialah ukuran butir

agregat maksimum yang ada dalam jumlah cukup untuk mempengaruhi

sifat fisik beton; pada umumnya dirancang dengan ukuran ayakan tertentu

dengan jumlah butir yang tertahan pada ayakan tersebut sebanyak 5

sampai 10 % dari berat total.

9. Kadar air bebas (W).

Jika agregat halus dan agregat kasar yang dipakai dari jenis yang berbeda

(alami dan batu pecah), kadar air bebas dapat ditentukan dengan persamaan :

29
W = 1/3 Wk + 2/3 Wh

Dimana : w = kadar air yang dibutuhkan (liter) permeter kubik

beton

Wk = kadar air agregat kasar

Wh = kadar air agregat halus

Jika agregat halus dan agregat kasar yang digunakan dari jenis yang

sama, misalnya pasir alam dan kerikil alam, atau pasir dari batu pecah

dan kerikil dari batu pecah, maka dengan melihat besar butir maksimum

dan slump yang digunakan, dapat ditentukan banyaknya air yang

diperlukan (tabel 2.8). Misalnya dengan besar butir maksimum 40 mm

dan slump yang digunakan antara 30-60mm, jika agregat semuanya

menggunakan agregat alami, air yang diperlukan adalah 160 liter per

meter kubik beton.Perkiraan kadar air bebas berdasarkan ukuran

maksimum agregat dan nilai slump dapat dilihat pada tabel 2.9 dibawah

ini:

30
Tabel 2.9 Perkiraan kekuatan tekan beton (Mpa) Beton dengan faktor

air semen dan agregat kasar

Jenis Kekuatan tekan (Mpa)


semen Jenis agregat Pada umur (haroi) Bentuk
3 7 28 91 uji

Semen Batu tak


137 23 33 40
Portland dipecahkan Silinder
tipe I Batu pecah 19 27 37 45

Semen Batu tak


20 28 40 48
tahan sulfat dipecahkan Kubus
tipe II, V Batu pecah 23 32 45 54

Batu tak
21 28 38 44
dpecahkan
Semen Batu pecah 25 33 44 48
Portland Silinder
tipe III Batu tak
`25 31 46 53
dipecahkan

Batu pecah 30 40 53 60
sumber:Teknologi Beton.Dr.Wuryati Samekto,M.Pd dan Candra Rahmadiyanto,S.T,hal.60

10. Kadar semen (C)

Kadar semen ditentukan berdasarkan factor air semen langkah 5 dan kadar

air bebas.

11. Berat jenis gabungan

Berat jenis gabungan diperoleh dari persamaan berikut :

Bj.Gab = (%psr х Bj.psrSSD) + (%ag.ksr х Bj.ag.ksrSSD)

31
Keterangan :

%kerikil & %pasir diperoleh dari hasil penggabungan agregat.

Bj.pasir SSD & Bj.kerikil SSD diperoleh dari hasil pengujian karakteristik.

12. Berat jenis beton basah

Untuk menentukan berat jenis beton basah dapat dilihat grafik 2.2 dibawah

ini:

Gambar 2.2 Grafik berat jenis beton basah yang dimanfaatkan secara

penuh

13. Berat total agregat (Ba)

Ba = D – W – C

Dimana : D = berat volume beton segar (kg/m3)

32
W = kadar air bebas (kg/m3)

C = kadar semen (kg/m3)

14. Berat agregat halus (a)

a = %psr х Ba

Dimana : a = berat agregat halus (kg/m3)

Ba = berat agregat total (kg/m3)

15. Berat agregat kasar (b)

b = %krk х Ba

Dimana : b = berat agregat kasar (kg/m3)

Ba = berat agregat total (kg/m3)

Hasil yang diperoleh di atas adalah mix design dalam keadaan SSD

untuk agregat kasar dan halus, untuk pelaksanaan pengecoran atau

pembuatan contoh harus dikoreksi kebutuhan airnya dengan rumus sebagai

berikut :

Semen = tetap

Air = Kadar air bebas – Kadar air total + Absorbsi total

Agr halus = Berat Agregat Halus + Kadar Air Agregat Halus–Absorbsi

Agregat Halus

33
Agr kasar = Berat Agregat Kasar + Kadar Air Agregat Kasar– absorbsi

Agregat Kasar

F. Pengujian Kuat Tekan

Kekuatan tekan beton adalah beban persatuan luas yang menyebabkan

beton menjadi hancur. Persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut :

Fc
Keterangan :

 Fc = kuat Tekan Beton (Kg/cm2)

P = beban maksimum yang bekerja (kg)

A = luas Penampang benda uji (cm2)

Untuk menentukan mutu beton atau kekuatan tekan karakteristik beton

dihitung berdasarkan persamaan :

34
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan Jurusan Teknik Sipil

Politeknik Negeri Ujung Pandang dan lokasi pengambilan sample dari quarry

Kabupaten Pinrang (Sungai Saddang).

Gambar 3.1 Peta lokasi quarry pengambilan agregat

B. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Alat pengambilan sample :

Kendaraan roda empat, karung, sekop, ember, karung

b. Alat pengujian karakterisik agregat :

35
Oven, timbangan dengan ketelitian 0,01 gr, talang, mesin

penggetar, seri saringan standar, piknometer, keranjang baja

(besi), kain lap yang meresap air , Mould baja, Tongkat,

Pemadat 16mm-60cm, ember, mesin los angeles, bola baja,

botol uji kadar organik, tabel warna

c. Alat pembuatan benda uji dan kuat tekan

Mesin pencampur (mixer) kapasitas 250 liter, timbangan,

ember alat takaran volume, pelat baja, wadah untuk adukan,

slump test, tongkat pemadat, alat pengukur, kubus 15 x 15 x

15cm, mesin pemadat, sendok spesi, gelas ukur, saringan untuk

pencucian material, bak perendam benda uji (kubus), alat tekan

kubus (mesin tekan)

2. Bahan

a. Semen Tonasa PCC 40 kg, Agregat kasar dan agregat halus dari

quarry Kabupaten Pinrang (Sungai Saddang).

b. Air PDAM

C. Prosedur Penelitian

Tahapan pelaksanaan penelitian berturut-turut sebagai berikut:

1. Pengambilan sampel kerikil dan pasir dari quarry Kabupaten Pinrang

(Sungai Saddang). disesuaikan dengan kebutuhan pembuatan benda uji.

2. Pengujian karakteristik agregat (kerikil dan pasir) meliputi : Kadar

Lumpur; Kadar Organik; Kadar Air; Berat Volume; Berat Jenis ;

36
Penyerapan; Analisa Saringan; Pengujian Keausan Kerikil dengan Mesin

Los Angeles

3. Pembuatan benda uji sebanyak 15 Kubus beton tanpa perlakuan, 15 kubus

beton dengan perlakuan Sungai Saddang dan 15 Kubus beton tanpa

perlakuan, 30 kubus beton dengan perlakuan Sungai Saddang, melalui

perancangan campuran (mix design) dengan mutu beton rencana K225

a. Pembuatan Benda Uji

Pembuatan benda uji (kubus 15 cm x 15 cm x 15cm)

dilakukan dengan tahap kegiatan sebagai berikut:

1. Mempersiapkan peralatan dan material

2. Melakukan penakaran secara hati-hati dengan alat penakar

terbuat dari baja berbentuk silinder dan komposisi bahan sesuai

mix desain

3. Mencampur material ke dalam molen dengan urutan : air

secukupnya agar campuran tidak lengket, kemudian agregat

kasar, agregat halus air dan semen.

D. Jenis Data

Jenis data yang dibutuhkan pada penelitian ini meliputi:

 Data primer, yaitu : karakteristik agregat, komposisi campuran, dan kuat

tekan beton.

37
 Data sekunder, yaitu : data untuk keperluan perancangan campuran

beton(mix design).

E. Metode Analisis Data

Metode yang ditempuh penulis untuk menganalisa dan membahas

perhitungan-perhitungan dengan menggunakan rumus yang telah ditentukan

yang diambil dari referensi sesuai dengan pedoman praktikum laboratorium

dan standar perencanaan oleh Departemen Pekerjaan Umum, dan dimuat dalam

buku standar No.SK. SNI T-15-1990-03.

38
F. Flow Chart Penelitian

39
Daftar pustaka

Ala Paulus, 2007. “Kuat tekan optimal beton yang menggunakan agregat batu

pecah ukuran maksimum 20 mm dengan metode trial mix”, Teknik Sipil

Politeknik Negeri Ujung Pandang. Makassar

Departemen Pekerjaan Umum. LPMB. Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran

Beton Normal SK SNI T-15-1990-03. LPMB. Bandung.

Departemen Pekerjaan Umum. Pengujian Beton 3, Bahan Bacaan dan Referensi

Teknisi Laboratorium. KRMTP. 1996

Dpu, Pedoman Beton 1989. SKBI.-1.4.53.1989 (draft Konsensus), Jakarta : DPU-

Badan Penelitian dan Pengembangan PU, 1989

Dr. Wuryati Sameko,M.Pd, & Candra Rahmadiyanto,S.T. Teknologi Beton

Idris Muhammad,S.T.,MT. , Ir.Wenys Kombong,M.T. Teknologi Beton

TG.215233, Makassar 2010

Ir. Tri Mulyono, MT. Teknologi Beton. Penerbit Andi yogyakarta 2003

Mulyana, T. Teknologi Beton. Edisi kedua. Andi Offset. Yogyakarta.2003.

www.Google.com

www.wikipedia.org

www.academia.edu/3636945/BAHAN_KULIAH_ TEKNOLOGI_BETON

40
www.yogie-civil.blogspot.sg/2010/07/air-dalam-pembuatan-beton-normal-0.html

www-tekniksipil.blogspot.sg/2013/05/pengaruh-air-terhadap-kualitas-beton.html

41
42

Anda mungkin juga menyukai