Anda di halaman 1dari 62

PELATIHAN STRUCTURE ENGINEER OF BRIDGE CONSTRUCTION

(AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN)


PEKERJAAN

MODUL
STEBC – 04 : JADWAL PELAKSANAAN
PEKERJAAN JEMBATAN

2006

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM


BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA
PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN
KONSTRUKSI (PUSBIN-KPK)

MyDoc/Pusbin-KPK/Draft1
STEBC-04: Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan

KATA PENGANTAR

Modul ini berisi bahasan mengenai jadwal pelaksanaan pekerjaan jembatan.


Kompetensi ini mencakup menyusun metode pelaksanaan untuk setiap jenis
pekerjaan, menyusun urutan pelaksanaan pekerjaan (berdasarkan pembagian
lokasi atau seksi pekerjaan), menghitung waktu pelaksanaan setiap jenis
pekerjaan dan menentukan lintasan kritis pada jenis pekerjaan tertentu dan
menghitung kebutuhan alat, bahan dan tenaga dan waktu pengadaannya yang
diperlukan untuk membuat jadwal pelaksanaan pemasangan rangka baja
jembatan.

Kami menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna baik ditinjau dari segi
materi sistematika penulisan maupun tata bahasanya. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari para peserta dan pembaca semua, dalam
rangka perbaikan dan penyempurnaan modul ini.

Demikian modul ini dipersiapkan untuk membekali seorang AHLI STRUKTUR


PEKERJAAN JEMBATAN (Structure Engineer of Bridge Construction) dengan
pengetahuan yang berkaitan mudah-mudahan modul ini dapat bermanfaat bagi
yang memerlukannya.

Jakarta, Desember 2006


Penyusun

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) i


LEMBAR TUJUAN

JUDUL PELATIHAN : Pelatihan Ahli Struktur Pekerjaan Jembatan


(Structure Engineer of Bridge Construction)

MODEL PELATIHAN : Lokakarya terstruktur

TUJUAN UMUM PELATIHAN :


Setelah modul ini dipelajari, peserta mampu melaksanakan pekerjaan struktur jembatan
berdasarkan gambar kerja sesuai dengan spesifikasi dan pengendalian waktu.

TUJUAN KHUSUS PELATIHAN :


Pada akhir pelatihan ini peserta diharapkan mampu:
1. Menerapkan ketentuan UUJK, mengawasi penerapan K3 dan memantau lingkungan
selama pelaksanaan pekerjaan jembatan
2. Melakukan survey lapangan untuk memastikan kesesuaian gambar rencana dengan
lokasi jembatan di lapangan.
3. Melakukan koordinasi dengan petugas/teknisi laboratorium di lapangan dalam
rangka pengujian tanah dan material untuk pekerjaan pondasi, pekerjaan bangunan
bawah dan pekerjaan bangunan atas.
4. Menyusun detail jadwal pelaksanaan pekerjaan struktur jembatan sesuai dengan
urutan pelaksanaannya.
5. Meneliti kesesuaian gambar kerja dengan metode pelaksanaan yang akan
digunakan dalam upaya memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.
6. Menyiapkan perhitungan volume pekerjaan, penggunaan peralatan, material dan
tenaga kerja yang diperlukan untuk kepentingan pelaksanaan pekerjaan.
7. Memecahkan permasalahan konstruksi yang mungkin timbul sesuai dengan metode
pelaksanaan selama pekerjaan berjalan.
8. Mengorganisasi alat, bahan dan tenaga pekerjaan struktur jembatan dan membuat
laporan.
NOMOR : STEBC – 04

JUDUL MODUL : JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN


JEMBATAN

TUJUAN PELATIHAN :

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)


Setelah modul ini dipelajari, peserta mampu menyusun metode kerja dan detail
jadwal pelaksanaan pekerjaan struktur jembatan sesuai dengan urutan
pelaksanaannya.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)


Pada akhir pelatihan peserta mampu :
1. Menyusun metode pelaksanaan untuk setiap jenis pekerjaan
2. Menyusun urutan pelaksanaan pekerjaan (berdasarkan pembagian lokasi atau
seksi pekerjaan)
3. Menghitung waktu pelaksanaan setiap jenis pekerjaan dan menentukan
lintasan kritis pada jenis pekerjaan tertentu
4. Menghitung kebutuhan alat, bahan dan tenaga dan waktu pengadaannya

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) iii


DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

LEMBAR TUJUAN ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iv

DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL


PELATIHAN AHLI STRUKTUR PEKERJAAN
JEMBATAN (Structure Engineer of Bridge
Construction)...................................................................................... v

DAFTAR MODUL ........................................................................................... v

PANDUAN INSTRUKTUR .............................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN

BAB II METODE PELAKSANAAN


2.1. METODE KERJA PELAKSANAAN
PONDASI ....................................................................................... II-1
2.1.1. Metode Kerja Pelaksanaan Pondasi
Sumuran ............................................................................. II-1
2.1.1.1. Menentukan Posisi Telapak
Abutment / Tepi Atas Dinding
Sumuran .......................................................................... II-2
2.1.1.2. Melaksanakan Penurunan Dinding
Sumuran .......................................................................... II-3
2.1.1.3. Mengisi Sumuran Dengan Beton
K-175 Dan K-250 ............................................................. II-6
2.1.1.4. Menyiapkan Telapak Abutment........................................ II-6
2.1.2. Metode Kerja Pelaksanaan Pondasi
Langsung............................................................................ II-7
2.1.3. Metode Kerja Pelaksanaan Pondasi
Tiang Pancang ................................................................... II-7
2.2. METODE KERJA PELAKSANAAN
BANGUNAN BAWAH JEMBATAN........................................................I-13
2.3. METODE KERJA PELAKSANAAN
BANGUNAN ATAS JEMBATAN..................................................... II-19
Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) iv
2.3.1. Metode Kerja Pelaksanaan
Bangunan Atas Rangka Baja....................................................I-19
2.3.1.1. Metode Peluncuran (Launching)
dengan Kantilever ............................................................ II-19
2.3.1.2. Metode Perakitan Bertahap
dengan Kantilever ............................................................ II-20
2.3.2. Metode kerja pelaksanaan Unit-unit
Beton Pratekan ................................................................... II-24
2.4. METODE KERJA PELAKSANAAN JALAN
PENDEKAT (OPRIT JEMBATAN).................................................. II-25
2.5. PENYELESAIAN BACK WALL DAN OPRIT
SETELAH BANGUNAN ATAS
TERPASANG ................................................................................. II-29

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) v


BAB III URUTAN PELAKSANAAN PEKERJAAN
3.1. PEMBAGIAN PEKERJAAN............................................................ III-1
3.1.1. Pembagian Pekerjaan Berdasarkan
Kemampuan dan Ketersediaan Alat.................................... III-1
3.1.1.1. Pekerjaan Pondasi........................................................... III-2
3.1.1.2. Pekerjaan Bangunan Bawah............................................ III-4
3.1.1.3. Pekerjaan Bangunan Atas (Dipilih
Sesuai Dengan Gambar
Rencana) ......................................................................... III-4
3.1.1.4. Pekerjaan Jalan Pendekat ............................................... III-5
3.1.1.5. Pekerjaan Bangunan Pelengkap
Dan Pengaman Jembatan ............................................... III-6
3.1.2. Pembagian Pekerjaan Berdasarkan
Kemampuan dan Ketersediaan
Tenaga Kerja ...................................................................... III-7
3.2. URUTAN PELAKSANAAN PEKERJAAN
BERDASARKAN KETERGANTUNGAN
JENIS PEKERJAAN....................................................................... III-8
3.2.1. Pekerjaan Tanah Dan Pemasangan
Pondasi Jembatan .............................................................. III-8
3.2.2. Pembuatan bangunan bawah
jembatan...................................................................................I-10
3.2.3. Pemasangan bangunan atas
jembatan............................................................................. III-11
3.2.4. Pembuatan oprit jembatan .................................................. III-12
3.2.5. Pembuatan bangunan pelengkap
dan pengaman jembatan .................................................... III-12
3.3. ALUR PENGGUNAN PERALATAN DAN
TENAGA KERJA ............................................................................ III-12

BAB IV MENGHITUNG WAKTU PELAKSANAAN DAN MENENTUKAN


LINTASAN KRITIS
4.1 NETWORK PLANNING.................................................................. IV-1
4.2 LINTASAN KRITIS ......................................................................... IV-4

BAB V MENGHITUNG KEBUTUHAN ALAT, BAHAN, TENAGA


KERJA DAN WAKTU
5.1 KEBUTUHAN ALAT ....................................................................... V-1
5.2 KEBUTUHAN MATERIAL .............................................................. V-6
5.3 KEBUTUHAN TENAGA KERJA ..................................................... V-11
5.4 KEBUTUHAN WAKTU........................................................................V-18

RANGKUMAN
DAFTAR PUSTAKA
HAND OUT
DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN
AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN
(Structure Engineer of Bridge Construction)

1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja AHLI STRUKTUR


PEKERJAAN JEMBATAN (Structure Engineer of Bridge Construction)
dibakukan dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang
didalamnya telah ditetapkan unit-unit kerja sehingga dalam Pelatihan AHLI
STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN (Structure Engineer of Bridge
Construction) unit-unit tersebut menjadi Tujuan Khusus Pelatihan.
2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-masing Unit
Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang menghasilkan
kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari setiap Elemen
Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan kurikulum dan silabus
pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan kompetensi tersebut.
3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka berdasarkan
Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun seperangkat modul
pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang harus menjadi bahan
pengajaran dalam pelatihan AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN
(Structure Engineer of Bridge Construction).

DAFTAR MODUL
Ahli Struktur Pekerjaan Jembatan
Jabatan Kerja :
(Structure Engineer of Bridge Construction/STEBC)
Nomor
Kode Judul Modul
Modul
1 STEBC – 01 UUJK, K3 dan Pemantauan Lingkungan
2 STEBC – 02 Survey Lapangan Pekerjaan Jembatan

3 STEBC – 03 Pengujian Tanah dan Material

4 STEBC – 04 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan


5 STEBC – 05 Gambar Kerja Pekerjaan Jembatan

6 STEBC – 06 Kebutuhan Sumber Daya

7 STEBC – 07 Permasalahan Pelaksanaan Jembatan

8 STEBC – 08 Metode Pelaksanaan Jembatan


PANDUAN INSTRUKTUR

A. BATASAN

NAMA PELATIHAN : AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN


(Structure Engineer of Bridge Construction )

KODE MODUL : STEBC - 04

JUDUL MODUL : Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan

DESKRIPSI : Materi ini membahas tentang metode pelaksanaan untuk


setiap jenis pekerjaan, urutan pelaksanaan pekerjaan
(berdasarkan pembagian lokasi atau seksi pekerjaan),
Menghitung waktu pelaksanaan setiap jenis pekerjaan dan
menentukan lintasan kritis pada jenis pekerjaan tertentu
dan Menghitung kebutuhan alat, bahan dan tenaga dan
waktu pengadaannya yang memang penting untuk
diajarkan pada suatu pelatihan bidang jasa konstruksi
sehingga perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
pekerjaan konstruksi betul-betul dapat dikerjakan dengan
penuh tanggung jawab yang berazaskan efektif dan
efisien, nilai manfaatnya dapat mensejahteraan bangsa
dan negara.

TEMPAT KEGIATAN : Ruangan Kelas lengkap dengan fasilitasnya.

WAKTU PEMBELAJARAN : 8 (Delapan) Jam Pelajaran (JP) (1 JP = 45 Menit)

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) ix


B. KEGIATAN PEMBELAJARAN

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

1. Ceramah Pembelajaran  Mengikuti penjelasan, pengantar, OHT


 Pengantar TIU,TIK, dan pokok bahasan.
 Menjelaskan TIU dan TIK serta  Mengajukan pertanyaan apabila
pokok pembahasan kurang jelas atau sangat berbeda
 Merangsang motivasi peserta dengan pengalaman
untuk mengerti/memahami dan
membandingkan
pengalamannya
 Bab I Pendahuluan

Waktu = 10 menit

2. Ceramah Bab II Metode  Mengikuti ceramah dengan tekun dan OHT


Pelaksanaan memperhatikan hal-hal penting yang
 Metode Kerja Pelaksanaan perlu di catat
Pondasi  Mengajukan pertanyaan apabila kurag
 Metode Kerja Pelaksanaan jelas atau sangat berbeda dengan
Bangunan Atas Jembatan fakta yang ada di lapangan dan atau
 Metode Kerja Pelaksanaan pengalaman
Bangunan Atas Jembatan
 Metode kerja Pelaksanaan Jalan
Pendekat (Oprit Jembatan)
 Penyelesaian Back Wall dan
Oprit setelah Bangunan Atas
terpasang

Waktu = 90 menit

3. Ceramah Bab III Urutan  Mengikuti ceramah dengan tekun dan OHT
Pelaksanaan Pekerjaan memperhatikan hal-hal penting yang
 Pembagian Pekerjaan perlu di catat
 Urutan Pelaksanaan Pekerjaan  Mengajukan pertanyaan apabila
Berdasarkan Ketergantungan kurang jelas atau sangat berbeda
Jenis Pekerjaan dengan fakta dilapangan dan atau
 Alur Penggunaan Peralatan dan pengalaman
Tenaga Kerja

Waktu = 90 menit

4. Ceramah Bab V Waktu  Mengikuti ceramah dengan tekun dan OHT


Pelaksanaan dan Menentukan memperhatikan hal-hal penting yang
Lintasan Kritis perlu di catat
 Networking Planning  Mengajukan pertanyaan apabila
 Lintasan Kritis kurang jelas atau sangat berbeda
dengan fakta dilapangan dan atau
Waktu = 90 menit pengalaman

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) x


Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

5. Ceramah Bab V Menghitung  Mengikuti ceramah dengan tekun dan OHT


Kebutuhan Alat, Bahan, Tenaga memperhatikan hal-hal penting yang
Kerja dan Waktu perlu di catat
 Kebutuhan Alat  Mengajukan pertanyaan apabila
 Kebutuhan Material kurang jelas atau sangat berbeda
 Kebutuhan Tenaga Kerja dengan fakta dilapangan dan atau
 Kebutuhan Waktu pengalaman

Waktu = 80 menit
STEBC-04: Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan Bab I : Pendahuluan

BAB I
PENDAHULUAN

Modul ini disusun dalam rangka membekali peserta pelatihan dalam mengenali
prinsip-prinsip penyiapan Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan. Penyiapan
Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan tersebut perlu dibuat sesuai dengan
metode pelaksanaan yang akan digunakan dalam upaya memenuhi Spesifikasi
Teknis yang telah ditetapkan.

Pelaksanaan pekerjaan jembatan di lapangan memerlukan tingkat kecermatan


dan ketelitian yang harus mendapat perhatian penuh dari structure engineer of
bridge construction. Oleh karena itu Penyiapan Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
Jembatan yang dibuat harus memberikan waktu yang cukup bagi pelaksana
lapangan dalam memenuhi prinsip-prinsip aspek teknis yang tertuang dalam
Gambar Rencana dan Spesifikasi Teknis agar dapat memperkecil kesalahan-
kesalahan umum yang sering dijumpai pada pelaksanaan pekerjaan jembatan.

Modul ini akan menguraikan prinsip-prinsip penyiapan Jadwal Pelaksanaan


Pekerjaan Jembatan yang secara umum dibuat dengan mempertimbangkan
substansi-substansi sebagai berikut :

 Metode pelaksanaan pekerjaan jembatan;

 Urutan pelaksanaan pekerjaan jembatan;

 Prinsip-prinsip perhitungan waktu pelaksanaan dan penentuan lintasan kritis;

 Prinsip-prinsip perhitungan kebutuhan alat, bahan, tenaga kerja dan waktu.

Berkaitan dengan metode pelaksanaan pekerjaan jembatan, ada 5 (lima) hal yang
harus dipersiapkan yaitu metode kerja pelaksanaan pondasi, metode kerja
pelaksanaan bangunan bawah, metode kerja pelaksanaan bangunan atas, metode
kerja pelaksanaan jalan pendekat dan metode kerja pelaksanaan bangunan
pelengkap dan pengaman jembatan.

Tentang urutan pelaksanaan pekerjaan jembatan, masukan yang perlu


dipertimbangkan dalam Penyiapan Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan
adalah pembagian pekerjaan berdasarkan kemampuan dan ketersediaan alat dan
Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) I-1
tenaga kerja, urutan pelaksanaan berdasarkan ketergantungan jenis pekerjaan,
dan alur penggunaan peralatan dan tenaga kerja.

Dalam penyiapan jadwal pelaksanaan pekerjaan jembatan, menghitung waktu


pelaksanaan dan menentukan lintasan kritis juga diperlukan untuk memastikan
bahwa ada kegiatan-kegiatan yang ketersediaan waktunya sangat terbatas
sehingga memerlukan manajemen pelaksanaan yang ketat. Karena jika kegiatan
di lintasan kritis tersebut tidak dapat diselesaikan tepat pada waktunya, maka
pencapaian penyelesaian pekerjaan akan mundur dari jadwal yang telah
ditentukan dan disepakati.

Berikutnya, kebutuhan alat, kebutuhan material, dan kebutuhan tenaga kerja juga
merupakan substansi-substansi yang juga harus dijadikan pertimbangan dalam
penyiapan jadwal pelaksanaan pekerjaan jembatan.

Jika keempat faktor di atas dijadikan bahan pertimbangan dalam menyiapkan


jadwal pelaksanaan pekerjaan diharapkan jadwal dimaksud dapat memenuhi
kebutuhan waktu yang setepat-tepatnya dalam pelaksanaan pekerjaan jembatan
sesuai dengan persyaratan-persyaratan teknis yang disepakati antara penyedia
jasa dan pengguna jasa.
STEBC-04: Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan Bab II : Metode Pelaksanaan

BAB II
METODE PELAKSANAAN

2.1 METODE KERJA PELAKSANAAN PONDASI


Ada 3 (tiga) jenis metode kerja pelaksanaan pondasi yaitu :

 Metode kerja pelaksanaan pondasi sumuran


 Metode kerja pelaksanaan pondasi langsung
 Metode kerja pelaksanaan pondasi tiang pancang

Berikut ini diuraikan dalam garis besar prinsip-prinsip metode pelaksanaan untuk
masing-masing jenis pondasi tersebut di atas:

2.1.1 Metode Kerja Pelaksanaan Pondasi Sumuran


Pembuatan pekerjaan pondasi sumuran (contoh yang dipilih adalah pondasi
sumuran untuk abutment) secara prinsip mengikuti urutan pelaksanaan
berdasarkan metode kerja pelaksanaan sebagai berikut :

Muka air sungai

D Di
TepT
ii na
ibadi
n
swana
a. Menentukan
ih posisi telapak abutment / tepi atas dinding sumuran
gh
Bdin
b. Melaksanakan
s
edin penurunan dinding sumuran
tguk
c. Mengisi
osume sumuran dengan beton K-175 dan K-250 dan
nmu r
ur
d. Menyiapkan
a
ran
a
telapak abutment
Kdile
s
n
-tak
1kan
y
Pelatihan Structure
71
a
Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-1
5me
n
ter
dig
te
ba
wa
la
h
h
tan
te
ah
rp
ker
asas
a
n
g
di
isi
B
et
o
K-
2
5
0
se
ti
n
2.1.1.1 Menentukan
g Posisi Telapak Abutment / Tepi Atas Dinding Sumuran
gi
Untuk dapat
1 menentukan posisi telapak abutment/tepi atas dinding sumuran
m
terlebih dahulu
et harus dibuat patok-patok pengukuran untuk dijadikan titik-titik
referensi er(titik-titik kontrol pengukuran) dalam memandu posisi dasar abutment
di
sesuai dengan
at gambar rencana maupun gambar kerja.
as
b
Pelaksanaan
et pekerjaan jembatan membutuhkan pelaksanaan seluruh elemen-
o
elemennya n
pada posisi yang benar. Untuk memindahkan suatu Gambar Rencana
dari atas sikertas ke suatu bangunan di lapangan, maka dibutuhkan :
kl
 Sejumlaho titik kontrol pengukuran yang harus dikaitkan pada suatu sistem
p
koordinat
K- yang tetap.
1
 Perencanaan konstruksi yang harus dikaitkan pada sistem koordinat yang
7
sama. 5

Apabila terdapat ketidak jelasan informasi pada gambar rencana yang


menimbulkan keraguan interpretasi, maka pengawas lapangan harus
menghubungi perencananya untuk mendapatkan kejelasan. Kontraktor
bertanggung jawab dalam penentuan dan pematokan secara keseluruhan, sedang
pengawas lapangan harus memastikan bahwa kontraktor mendapatkan informasi
yang tepat serta menyiapkan titik-titik kontrol yang dipasang

Suatu jaringan titik kontrol survei ditentukan untuk mencakup seluruh daerah
proyek, dan ditempatkan pada posisi yang tepat didalam pekerjaan konstruksi.
Jarak antara titik-titik kontrol dianjurkan kira-kira 50 meter.

Titik-titik kontrol survei sebaiknya berada dekat dengan lokasi pekerjaan tetapi
bebas dari area kegiatan, dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan adanya
pergeseran posisi akibat aktivitas pekerjaan termasuk pengoperasian dari
peralatan. Untuk itu letak titik-titik kontrol tersebut harus selalu dicek secara
teratur. Perubahan letak titik kontrol juga dapat terjadi pada dasar tanah, pada
timbunan pelapisan tanah yang mudah mampat atau proses dalam tanah itu
sendiri, seperti proses yang terjadi akibat besarnya variasi kadar kelembaban.

Letak dari elemen-elemen utama struktur ditentukan berdasarkan pada sistem


referensi yang digunakan.
Titik offset referensi harus ditetapkan untuk tiap elemen utama. Letak dan jarak
offset tiap-tiap titik referensi harus hati-hati diputuskan dan dikenali dilapangan
dan untuk menyiapkan tahap penentuan kembali yang mudah bagi letak elemen
utama selama pelaksanaan pekerjaan sehingga titik-titik ini tidak terganggu.

Penempatan dan pematokan letak elemen-elemen yang telah ditentukan harus


diperiksa. Pemeriksaan ini harus dilakukan secara terpisah dan dilakukan oleh
Staf Engineer dengan menggunakan peralatan lain yang berbeda dengan
peralatan yang digunakan pada saat penempatan dan pematokan awal.

Bagi kontraktor yang melaksanakan pemeriksaan ulang atas hasil pekerjaannya


sendiri, dianjurkan untuk menggunakan methoda lain yang berbeda dengan
methoda yang telah digunakan pada saat awal penempatan dan pematokan.
Untuk menghindari kesalahan dari ketidak tepatan identifikasi patok, ketidak-
tepatan panandaan atau kesalahan dalam melaksanakan survei, maka
pengukuran jarak dan beda tinggi dilakukan dengan memeriksa hasil pekerjaan
dari titik awal suatu sisi sampai pada titik akhir pada sisi yang lain, kemudian
diikatkan pada titik kontrol hasil survei pertama. Pemeriksaan ini tidak
diperkenankan dilakukan hanya dengan mengukur dari satu titik akhir saja atau
dua titik akhir pada sisi yang terpisah.

Setelah posisi dasar abutment ditentukan di lapangan, langkah selanjutnya adalah


memotong tanah asli sampai elevasi dasar abutment dengan menggunakan
excavator. Kemudian dicor lantai kerja dengan lean concrete di luar area untuk
penempatan sumuran, dengan demikian posisi tepi atas sumuran pada dasar
abutment dapat ditentukan, sehingga penurunan dinding sumuran dapat dimulai.

2.1.1.2 Melaksanakan Penurunan Dinding Sumuran

 Pembuatan pondasi sumuran harus memenuhi ketentuan dimensi dan fungsinya,


dengan mempertimbangkan kondisi pelaksanaan yang diberikan.

1) Unit Beton Pracetak

Unit beton pracetak harus dicor pada landasan pengecoran yang


sebagaimana mestinya. Cetakan harus memenuhi garis dan elevasi yang
tepat dan terbuat dari logam. Cetakan harus kedap air dan tidak boleh dibuka
paling sedikit 3 hari setelah pengecoran. Unit beton pracetak yang telah
selesai dikerjakan harus bebas dari segregasi, keropos, atau cacat lainnya
dan harus memenuhi dimensi yang disyaratkan.

Unit beton pracetak tidak boleh digeser paling sedikit 7 hari setelah
pengecoran, atau sampai pengujian menunjukkan bahwa kuat tekan beton
telah mencapai 70 persen dari kuat tekan beton rancangan dalam 28 hari.
Unit beton pracetak tidak boleh diangkut atau dipasang sampai beton
tersebut mengeras paling sedikit 14 hari setelah pengecoran, atau sampai
pengujian menunjukkan kuat tekan mencapai 85 persen dari kuat tekan
rancangan dalam 28 hari.

2) Dinding Sumuran dari Unit Beton Pracetak


Beton pracetak yang pertama dibuat harus ditempatkan sebagai unit yang
terbawah. Bilamana beton pracetak yang pertama dibuat telah diturunkan,
beton pracetak berikut-nya harus dipasang di atasnya dan disambung
sebagimana mestinya dengan adukan semen untuk memperoleh kekakuan
dan stabilitas yang diperlukan. Penurunan dapat dilanjutkan 24 jam setelah
penyambungan selesai dikerjakan.

3) Dinding Sumuran Cor Di Tempat


Cetakan untuk dinding sumuran yang dicor di tempat harus memenuhi garis
dan elevasi yang tepat, kedap air dan tidak boleh dibuka laing sedikit 3 hari
setelah pengecoran. Beton harus dicor dan dirawat sesuai dengan ketentuan
dari Spesifikasi ini. Penurunan tidak boleh dimulai paling sedikit 7 hari setelah
pengecoran atau sampai pengujian menunjukkan bahwa kuat tekan beton
mencapai 70 persen dari kuat tekan rancangan dalam 28 hari.

4) Galian dan Penurunan


Bilamana penggalian dan penurunan pondasi sumuran dilaksanakan,
perhatian khusus harus diberikan untuk hal-hal berikut ini :
a) Semua pekerjaan harus dilaksanakan dengan aman, teliti, mematuhi
undang-undang keselamatan kerja, dan sebagainya.
b) Penggalian hanya boleh dilanjutkan bilamana penurunan telah
dilaksanakan dengan tepat dengan memperhatikan pelaksanaan dan
kondisi tanah. Gangguan, pergeseran dan gonjangan pada dinding
sumuran harus dihindarkan selama penggalian.
c) Dinding sumuran umumnya diturunkan dengan cara akibat beratnya
sendiri, dengan menggunakan beban berlapis (superimposed loads),
dan mengurangi ketahanan geser (frictional resistance), dan
sebagainya.

d) Cara mengurangi ketahanan geser :

Bilamana ketahanan geser diperkirakan cukup besar pada saat


penurunan dinding sumuran, maka disarankan untuk melakukan
upaya untuk mengurangi geseran antara dinding luar sumuran dengan
tanah di sekelilingnya.

Direksi Pekerjaan akan memeriksa seluruh galian yang disiapkan


untuk pondasi sebelum menyetujui pengecoran beton dan dapat
meminta Kontraktor untuk melaksanakan pengujian penetrasi ke
dalaman tanah keras, pengujian kepadatan atau penyelidikan lainnya
untuk memastikan cukup tidaknya daya dukung dari tanah di bawah
pondasi.

Bilamana dijumpai kondisi tanah dasar pondasi yang tidak memenuhi


ketentuan, Kontraktor dapat diperintahkan untuk mengubah dimensi
atau ke dalaman dari pondasi dan/atau menggali dan mengganti
bahan di tempat yang lunak, memadatkan tanah pondasi atau
melakukan tindakan stabilisasi lainnya sebagai-mana yang
diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.

e) Sumbat Dasar Sumuran

Dalam pembuatan sumbat dasar sumuran, perhatian khusus harus


diberikan untuk hal-hal berikut ini :
i) Pengecoran beton dalam air umumnya harus dilaksanakan dengan
cara tremies atau pompa beton setelah yakin bahwa tidak terdapat
fluktuasi muka air dalam sumuran.
ii) Air dalam sumuran umumnya tidak boleh dikeluarkan setelah
pengecoran beton untuk sumbat dasar sumuran.
2.1.1.3 Mengisi Sumuran Dengan Beton K-175 Dan K-250

 Setelah dinding sumuran diturunkan sampai kedalaman sesuai dengan yang


ditentukan dalam gambar rencana atau gambar kerja, maka dilakukan
pengisian sumuran sebagai berikut :

1) Pengisian Sumuran

Sumuran harus diisi dengan beton siklop K175 sampai elevasi satu meter di
bawah pondasi telapak. Sisa satu meter tersebut harus diisi dengan beton
K250, atau sebagaimana yang ditunjukkan dalam Gambar.

2) Beton Siklop

Pengecoran beton siklop terdiri dari campuran beton kelas K175 dengan
batu-batu pecah ukuran besar. Batu-batu ini diletakkan dengan hati-hati, tidak
boleh dijatuhkan dari tempat yang tinggi atau ditempatkan secara berlebihan
yang dikhawatirkan akan merusak bentuk acuan atau pasangan-pasangan
lain yang berdekatan. Semua batu-batu pecah harus cukup dibasahi
sebelum ditempatkan. Volume total batu pecah tidak boleh melebihi sepertiga
dari total volume pekerjaan beton siklop.

3) Pekerjaan Dinding Penahan Rembesan (Cut-Off Wall Work)

Dinding penahan rembesan (cut-off wall) harus kedap air dan harus mampu
menahan gaya-gaya dari luar seperti tekanan tanah dan air selama proses
penurunan dinding sumuran, dan harus ditarik setelah pelaksanaan sumuran
selesai dikerjakan.

2.1.1.4 Menyiapkan Telapak Abutment

1) Pembongkaran Bagian Atas Sumuran Terbuka


Bagian atas dinding sumuran yang telah terpasang yang lebih tinggi dari sisi
dasar pondasi telapak harus dibongkar. Pembongkaran harus dilaksanakan
dengan menggunakan alat pemecah bertekanan (pneumatic breakers).
Peledakan tidak boleh digunakan dalam setiap pembongkaran ini.

Baja tulangan yang diperpanjang masuk ke dalam pondasi telapak harus mem-
punyai panjang paling sedikit 40 kali diameter tulangan.
2) Pengendalian Keselamatan
Dalam melaksanakan pembuatan pondasi sumuran, standar keselamatan yang
tinggi harus digunakan untuk para pekerja dengan ketat mematuhi undang-
undang dan peraturan yang berkaitan.

2.1.2 Metode Kerja Pelaksanaan Pondasi Langsung


Untuk dapat menentukan posisi telapak abutment pada pondasi langsung,
prosedur dan tata cara yang digunakan sama dengan penjelasan yang diberikan
pada butir 2.1.1. Jika posisi tepi bawah bangunan bawah telah ditentukan,
selanjutnya pekerjaan bangunan bawah jembatan dapat dilaksanakan. Penjelasan
selanjutnya, lihat butir 2.2. Metode Kerja Pelaksanaan Bangunan Bawah.

2.1.3 Metode Kerja Pelaksanaan Pondasi Tiang Pancang

Tiang pancang beton setelah bagian


yang berada di atas lantai kerja
dibongkar, baja-baja tulangan dari tiang
pancang yang telah dibongkar akan
mengikat tiang pancang dan abutment
setelah beton untuk abutment dicor.

Muka air sungai

Elevasi ujung tiang pancang


sesuai gambar kerja

 Sebelum dilakukan pemancangan tiang pancang, terlebih dahulu disiapkan


lokasi/ posisi tiang-tiang pancang di atas tanah/telapak tepi bawah bangunan
bawah jembatan. Penjelasan tentang hal ini pada prinsipnya sama dengan
butir 2.1.1.1.
 Metode pelaksanaan pemancangan tiang pancang dapat diuraikan sebagai
berikut :

1) Pemancangan tiang pancang dimulai dari titik pancang yang terletak paling
dekat dengan sungai.

2) Pemancangan dilakukan sampai ujung tiang pancang mencapai elevasi


rencana sebagaimana digambarkan di dalam gambar kerja. Untuk
mencapai elevasi di maksud ada kemungkinan diperlukan penyambungan
tiang pancang.

3) Setelah seluruh tiang pancang dipancang, di sekeliling tiang pancang


seluas kaki abutment dicor lantai kerja. Jika menggunakan tiang pancang
beton, kepala tiang yang berada di atas lantai kerja dibongkar agar
tulangan yang berada pada tiang pancang di atas lantai kerja tersebut
dapat digunakan untuk mengikat seluruh tiang pancang dengan kaki
abutment.

4) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemancangan tiang :

a). Umum

Tiang pancang dapat dipancang dengan setiap jenis palu, asalkan


tiang pancang tersebut dapat menembus masuk pada ke dalaman
yang telah ditentukan atau mencapai daya dukung yang telah
ditentukan, tanpa kerusakan.

Bilamana elevasi akhir kepala tiang pancang berada di bawah


permukaan tanah asli, maka galian harus dilaksanakan terlebih dahulu
sebelum pemancangan. Perhatian khusus harus diberikan agar dasar
pondasi tidak terganggu oleh penggalian di luar batas-batas yang
ditunjukkan dalam Gambar.

Kepala tiang pancang baja harus dilindungi dengan bantalan topi atau
mandrel dan kepala tiang kayu harus dilindungi dengan cincin besi
tempa atau besi non-magnetik sebagaimana yang disyaratkan dalam
Spesifikasi ini. Palu, topi baja, bantalan topi, katrol dan tiang pancang
harus mempunyai sumbu yang sama dan harus terletak dengan tepat
satu di atas lainnya. Tiang pancang termasuk tiang pancang miring
harus dipancang secara sentris dan diarahkan dan dijaga dalam posisi
yang tepat. Semua pekerjaan pemancangan harus dihadiri oleh Direksi
Pekerjaan atau wakilnya, dan palu pancang tidak boleh diganti dan
dipindahkan dari kepala tiang pancang tanpa persetujuan dari Direksi
Pekerjaan atau wakilnya.

Tiang pancang harus dipancang sampai penetrasi maksimum atau


penetrasi tertentu, sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi
Pekerjaan, atau ditentukan dengan peng-ujian pembebanan sampai
mencapai ke dalaman penetrasi akibat beban pengujian tidak kurang
dari dua kali beban yang dirancang, yang diberikan menerus untuk
sekurang-kurangnya 60 mm. Dalam hal tersebut, posisi akhir kepala
tiang pancang tidak boleh lebih tinggi dari yang ditunjukkan dalam
Gambar atau sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan
setelah pemancangan tiang pancang uji. Posisi tersebut dapat lebih
tinggi jika disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

Bilamana ketentuan rancangan tidak dapat dipenuhi, maka Direksi


Pekerjaan dapat memerintahkan untuk menambah jumlah tiang
pancang dalam kelompok tersebut sehingga beban yang dapat
didukung setiap tiang pancang tidak melampaui kapasitas daya
dukung yang aman, atau Direksi Pekerjaan dapat mengubah
rancangan bangunan bawah jembatan bilamana dianggap perlu.

Alat pancang yang digunakan dapat dari jenis gravitasi, uap atau
diesel. Untuk tiang pancang beton, umumnya digunakan jenis uap atau
diesel. Berat palu pada jenis gravi-tasi sebaiknya tidak kurang dari
jumlah berat tiang beserta topi pancangnya, tetapi sama sekali tidak
boleh kurang dari setengah jumlah berat tiang beserta topi
pancangnya, dan minimum 2 ton untuk tiang pancang beton. Untuk
tiang pancang baja, berat palu harus dua kali berat tiang beserta topi
pancangnya.

Tinggi jatuh palu tidak boleh melampaui 2,5 meter atau sebagaimana
yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Alat pancang dengan jenis
gravitasi, uap atau diesel yang disetujui, harus mampu memasukkan
tiang pancang tidak kurang dari 3 mm untuk setiap pukulan pada 15
cm dari akhir pemancangan dengan daya dukung yang diinginkan
sebagaimana yang ditentukan dari rumus pemancangan yang
disetujui, yang digunakan oleh Kontraktor. Enerji total alat pancang
tidak boleh kurang dari 970 kgm per pukulan, kecuali untuk tiang
pancang beton sebagaimana disyaratkan di bawah ini.

Alat pancang uap, angin atau diesel yang dipakai memancang tiang
pancang beton harus mempunyai enerji per pukulan, untuk setiap
gerakan penuh dari pistonnya tidak kurang dari 635 kgm untuk setiap
meter kubik beton tiang pancang tersebut.

Penumbukan dengan gerakan tunggal (single acting) atau palu yang


dijatuhkan harus dibatasi sampai 1,2 meter dan lebih baik 1 meter.
Penumbukan dengan tinggi jatuh yang lebih kecil harus digunakan
bilamana terdapat kerusakan pada tiang pancang. Contoh-contoh
berikut ini adalah kondisi yang dimaksud :

 Bilamana terdapat lapisan tanah keras dekat permukaan tanah


yang harus ditem-bus pada saat awal pemancangan untuk tiang
pancang yang panjang.

 Bilamana terdapat lapisan tanah lunak yang dalam sedemikian


hingga penetrasi yang dalam terjadi pada setiap penumbukan.

 Bilamana tiang pancang diperkirakan sekonyong-konyongnya


akan mendapat penolakan akibat batu atau tanah yang benar-
benar tak dapat ditembus lainnya.

Bilamana serangkaian penumbukan tiang pancang untuk 10 kali


pukulan terakhir telah mencapai hasil yang memenuhi ketentuan,
penumbukan ulangan harus dilaksanakan dengan hati-hati, dan
pemancangan yang terus menerus setelah tiang pancang hampir
berhenti penetrasi harus dicegah, terutama jika digunakan palu
berukuran sedang. Suatu catatan pemancangan yang lengkap harus
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Spesifikasi.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-10


Setiap perubahan yang mendadak dari kecepatan penetrasi yang tidak
dapat dianggap sebagai perubahan biasa dari sifat alamiah tanah
harus dicatat dan penyebabnya harus dapat diketahui, bila
memungkinkan, sebelum pemancangan dilanjutkan.

Tidak diperkenankan memancang tiang pancang dalam jarak 6 m dari


beton yang berumur kurang dari 7 hari. Bilamana pemancangan
dengan menggunakan palu yang memenuhi ketentuan minimum, tidak
dapat memenuhi Spesifikasi, maka Kontraktor harus menyediakan
palu yang lebih besar dan/atau menggunakan water jet atas biaya
sendiri.

b). Penghantar Tiang Pancang (Leads)

Penghantar tiang pancang harus dibuat sedemikian hingga dapat


memberikan kebebasan bergerak untuk palu dan penghantar ini harus
diperkaku dengan tali atau palang yang kaku agar dapat memegang
tiang pancang selama pemancangan. Kecuali jika tiang pancang
dipancang dalam air, penghantar tiang pancang, sebaiknya
mempunyai panjang yang cukup sehingga penggunaan bantalan topi
tiang pancang panjang tidak diperlukan. Penghantar tiang pancang
miring sebaiknya digunakan untuk pemancangan tiang pancang
miring.

c). Bantalan Topi Tiang Pancang Panjang (Followers)

Pemancangan tiang pancang dengan bantalan topi tiang pancang


panjang sedapat mung-kin harus dihindari, dan hanya akan dilakukan
dengan persetujuan tertulis dari Direksi Pekerjaan.

d). Tiang Pancang Yang Naik

Bilamana tiang pancang mungkin naik akibat naiknya dasar tanah,


maka elevasi kepala tiang pancang harus diukur dalam interval waktu
dimana tiang pancang yang berdekatan sedang dipancang. Tiang
pancang yang naik sebagai akibat pemancangan tiang pancang yang
berdekatan, harus dipancang kembali sampai ke dalaman atau
ketahanan semula, kecuali jika pengujian pemancangan kembali pada
tiang pancang yang berdekatan menunjukkan bahwa pemancangan
ulang ini tidak diperlukan.

e). Pemancangan Dengan Pancar Air (Water Jet)

Pemancangan dengan pancar air dilaksanakan hanya seijin Direksi


Pekerjaan dan de-ngan cara yang sedemikian rupa hingga tidak
mengurangi kapasitas daya dukung tiang pancang yang telah selesai
dikerjakan, stabilitas tanah atau keamanan setiap struktur yang
berdekatan.

Banyaknya pancaran, volume dan tekanan air pada nosel semprot


haruslah sekedar cukup untuk melonggarkan bahan yang berdekatan
dengan tiang pancang, bukan untuk membongkar bahan tersebut.
Tekanan air harus 5 kg/cm2 sampai 10 kg/cm2 tergantung pada
kepadatan tanah. Perlengkapan harus dibuat, jika diperlukan, untuk
mengalirkan air yang tergenang pada permukaan tanah. Sebelum
penetrasi yang diperlukan tercapai, maka pancaran harus dihentikan
dan tiang pancang dipancang dengan palu sampai penetrasi akhir.
Lubang-lubang bekas pancaran di samping tiang pancang harus diisi
dengan adukan semen setelah pemancangan selesai.

f). Tiang Pancang Yang Cacat

Prosedur pemancangan tidak mengijinkan tiang pancang mengalami


tegangan yang berlebihan sehingga dapat mengakibatkan
pengelupasan dan pecahnya beton, pembe-lahan, pecahnya dan
kerusakan kayu, atau deformasi baja. Manipulasi tiang pancang
dengan memaksa tiang pancang kembali ke posisi yang sebagaimana
mestinya, menurut pendapat Direksi Pekerjaan, adalah keterlaluan,
dan tak akan diijinkan. Tiang pancang yang cacat harus diperbaiki atas
biaya Kontraktor sebagaimana disyaratkan dalam Spesifikasi Teknis
dan sebagaimana yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

Bilamana pemancangan ulang untuk mengembalikan ke posisi semula


tidak memungkin-kan, tiang pancang harus dipancang sedekat
mungkin dengan posisi semula, atau tiang pancang tambahan harus
dipancang sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.

g). Catatan Pemancangan (Calendering)

Sebuah catatan yang detil dan akurat tentang pemancangan harus


disimpan oleh Direksi Pekerjaan dan Kontraktor harus membantu
Direksi Pekerjaan dalam menyimpan catatan ini yang meliputi berikut
ini : jumlah tiang pancang, posisi, jenis, ukuran, panjang aktual, tanggal
pemancangan, panjang dalam pondasi telapak, penetrasi pada saat
penumbukan terakhir, enerji pukulan palu, panjang perpanjangan,
panjang pemotongan dan panjang akhir yang dapat dibayar.

2.2 METODE KERJA PELAKSANAAN BANGUNAN BAWAH


JEMBATAN

Berikut ini adalah pemasangan abutment (beton) setelah pondasi (sumuran atau
tiang pancang) terpasang dan baja tulangan sudah disiapkan pada posisi minimal
40 kali diameter tulangan untuk disiapkan menjadi bagian dari pembesian
abutment sebelum beton untuk abutment dicor.

 Pembuatan abutment

Pembesian untuk
backwall sementara Pengecoran abutment beton
ditekuk dulu karena
pengecorannya masih
bertulang;
menunggu selesainya Back wall belum dicor, agar
pemasangan tidak menghalang-halangi
bangunan atas pemasangan bangunan atas.

Muka
air
sungai

 Pengecoran abutment dapat dimulai setelah pekerjaan


pembesian dan pemasangan bekisting selesai.
 Bagian dari abutment yang belum boleh dicor adalah “backwall”, dimana
backwall ini baru boleh dicor setelah bangunan atas terpasang.
 Adapun metode pelaksanaan pengecoran dapat diuraikan tersebut di bawah :

METODE PELAKSANAAN PENGECORAN

1) Penyiapan Tempat Kerja

a) Seluruh telapak pondasi, pondasi dan galian untuk pekerjaan beton harus
dijaga agar senatiasa kering dan beton tidak boleh dicor di atas tanah yang
berlumpur atau bersampah atau di dalam air. Atas persetujuan Direksi beton
dapat dicor di dalam air dengan cara dan peralatan khusus untuk menutup
kebocoran seperti pada dasar sumuran atau cofferdam.

b) Sebelum pengecoran beton dimulai, seluruh acuan, tulangan dan benda lain
yang harus dimasukkan ke dalam beton (seperti pipa atau selongsong) harus
sudah dipasang dan diikat kuat sehingga tidak bergeser pada saat
pengecoran.

c) Bila disyaratkan atau diperlukan oleh Direksi Pekerjaan, bahan landasan


untuk pekerjaan beton harus dihampar sesuai dengan ketentuan dari
Spesifikasi.

2) Acuan

a) Acuan dari tanah, bilamana disetujui oleh Direksi Pekerjaan, harus dibentuk
dari galian, dan sisi-sisi samping serta dasarnya harus dipangkas secara
manual sesuai dimensi yang diperlukan. Seluruh kotoran tanah yang lepas
harus dibuang sebelum pengecoran beton.

b) Acuan dapat dibuat dari kayu atau baja dengan sambungan dari adukan yang
kedap dan kaku untuk mempertahankan posisi yang diperlukan selama
pengecoran, pemadatan dan perawatan.

c) Kayu yang tidak diserut permukaannya dapat digunakan untuk permukaan


akhir struktur yang tidak terekspos, tetapi kayu yang diserut dengan tebal
yang merata harus digunakan untuk permukaan beton yang terekspos.
Seluruh sudut-sudut tajam Acuan harus dibulatkan.
d) Acuan harus dibuat sedemikian sehingga dapat dibongkar tanpa merusak
beton.

3) Pengecoran

a) Kontraktor harus memberitahukan Direksi Pekerjaan secara tertulis paling


sedikit 24 jam sebelum memulai pengecoran beton, atau meneruskan
pengecoran beton bilamana pengecoran beton telah ditunda lebih dari 24
jam. Pemberitahuan harus meliputi lokasi, kondisi pekerjaan, mutu beton dan
tanggal serta waktu pencampuran beton.

Direksi Pekerjaan akan memberi tanda terima atas pemberitahuan tersebut


dan akan memeriksa acuan, dan tulangan dan dapat mengeluarkan
persetujuan tertulis maupun tidak untuk memulai pelaksanaan pekerjaan
seperti yang direncanakan. Kontraktor tidak boleh melaksanakan pengecoran
beton tanpa persetujuan tertulis dari Direksi Pekerjaan.

b) Tidak bertentangan dengan diterbitkannya suatu persetujuan untuk memulai


pengecoran, pengecoran beton tidak boleh dilaksanakan bilamana Direksi
Pekerjaan atau wakilnya tidak hadir untuk menyaksikan operasi pencampuran
dan pengecoran secara keseluruhan.

c) Segera sebelum pengecoran beton dimulai, acuan harus dibasahi dengan air
atau diolesi minyak di sisi dalamnya dengan minyak yang tidak meninggalkan
bekas.

d) Tidak ada campuran beton yang boleh digunakan bilamana beton tidak dicor
sampai posisi akhir dalam cetakan dalam waktu 1 jam setelah pencampuran,
atau dalam waktu yang lebih pendek sebagaimana yang dapat diperintahkan
oleh Direksi Pekerjaan berdasarkan pengamatan karakteristik waktu
pengerasan (setting time) semen yang digunakan, kecuali diberikan bahan
tambah (aditif) untuk memperlambat proses pengerasan (retarder) yang
disetujui oleh Direksi.

e) Pengecoran beton harus dilanjutkan tanpa berhenti sampai dengan


sambungan konstruksi (construction joint) yang telah disetujui sebelumnya
atau sampai pekerjaan selesai.

f) Beton harus dicor sedemikian rupa hingga terhindar dari segregasi partikel
kasar dan halus dari campuran. Beton harus dicor dalam cetakan
sedekat
mungkin dengan yang dapat dicapai pada posisi akhir beton untuk mencegah
pengaliran yang tidak boleh melampaui satu meter dari tempat awal
pengecoran.

g) Bilamana beton dicor ke dalam acuan struktur yang memiliki bentuk yang
rumit dan penulangan yang rapat, maka beton harus dicor dalam lapisan-
lapisan horisontal dengan tebal tidak melampuai 15 cm. Untuk dinding beton,
tinggi pengecoran dapat 30 cm menerus sepanjang seluruh keliling struktur.

h) Beton tidak boleh jatuh bebas ke dalam cetakan dengan ketinggian lebih dari
150 cm. Beton tidak boleh dicor langsung dalam air.

Bilamana beton dicor di dalam air dan pemompaan tidak dapat dilakukan
dalam waktu 48 jam setelah pengecoran, maka beton harus dicor dengan
metode Tremi atau metode drop-bottom-bucket, dimana bentuk dan jenis
yang khusus digunakan untuk tujuan ini harus disetujui terlebih dahulu oleh
Direksi Pekerjaan.

Tremi harus kedap air dan mempunyai ukuran yang cukup sehingga
memung-kinkan pengaliran beton. Tremi harus selalu diisi penuh selama
pengecoran. Bilamana aliran beton terhambat maka Tremi harus ditarik
sedikit dan diisi penuh terlebih dahulu sebelum pengecoran dilanjutkan.

Baik Tremi atau Drop-Bottom-Bucket harus mengalirkan campuran beton di


bawah permukaan beton yang telah dicor sebelumnya

i) Pengecoran harus dilakukan pada kecepatan sedemikian rupa hingga


campuran beton yang telah dicor masih plastis sehingga dapat menyatu
dengan campuran beton yang baru.

j) Bidang-bidang beton lama yang akan disambung dengan beton yang akan
dicor, harus terlebih dahulu dikasarkan, dibersihkan dari bahan-bahan yang
lepas dan rapuh dan telah disiram dengan air hingga jenuh. Sesaat sebelum
pengecoran beton baru ini, bidang-bidang kontak beton lama harus disapu
dengan adukan semen dengan campuran yang sesuai dengan betonnya

k) Air tidak boleh dialirkan di atas atau dinaikkan ke permukaan pekerjaan beton
dalam waktu 24 jam setelah pengecoran.

4) Sambungan Konstruksi (Construction Joint)


a) Jadwal pengecoran beton yang berkaitan harus disiapkan untuk setiap jenis
struktur yang diusulkan dan Direksi Pekerjaan harus menyetujui lokasi
sambungan konstruksi pada jadwal tersebut, atau sambungan konstruksi
tersebut harus diletakkan seperti yang ditunjukkan pada Gambar.
Sambungan konstruksi tidak boleh ditempatkan pada pertemuan elemen-
elemen struktur terkecuali disyaratkan demikian.

b) Sambungan konstruksi pada tembok sayap harus dihindari. Semua


sambungan konstruksi harus tegak lurus terhadap sumbu memanjang dan
pada umumnya harus diletakkan pada titik dengan gaya geser minimum.

c) Bilamana sambungan vertikal diperlukan, baja tulangan harus menerus


melewati sambungan sedemikian rupa sehingga membuat struktur tetap
monolit.

d) Lidah alur harus disediakan pada sambungan konstruksi dengan ke dalaman


paling sedikit 4 cm untuk dinding, pelat dan antara telapak pondasi dan
dinding. Untuk pelat yang terletak di atas permukaan, sambungan konstruksi
harus diletakkan sedemikian sehingga pelat-pelat mempunyai luas tidak
melampaui 40 m2, dengan dimensi yang lebih besar tidak melampaui 1,2 kali
dimensi yang lebih kecil.

e) Kontraktor harus menyediakan pekerja dan bahan tambahan sebagaimana


yang diperlukan untuk membuat sambungan konstruksi tambahan bilamana
pekerjaan terpaksa mendadak harus dihentikan akibat hujan atau terhentinya
pemasokan beton atau penghentian pekerjaan oleh Direksi Pekerjaan.

f) Atas persetujuan Direksi Pekerjaan, bahan tambah (aditif) dapat digunakan


untuk pelekatan pada sambungan konstruksi, cara pengerjaannya harus
sesuai dengan petunjuk pabrik pembuatnya.

g) Pada air asin atau mengandung garam, sambungan konstruksi tidak


diperkenankan pada tempat-tempat 75 cm di bawah muka air terendah atau
75 cm di atas muka air tertinggi kecuali ditentukan lain dalam Gambar.
5) Konsolidasi

a) Beton harus dipadatkan dengan penggetar mekanis dari dalam atau dari luar
yang telah disetujui. Bilamana diperlukan, dan bilamana disetujui oleh Direksi
Pekerjaan, penggetaran harus disertai penusukan secara manual dengan alat
yang cocok untuk menjamin pemadatan yang tepat dan memadai. Penggetar
tidak boleh digunakan untuk memindahkan campuran beton dari satu titik ke
titik lain di dalam cetakan.

b) Harus dilakukan tindakan hati-hati pada waktu pemadatan untuk menentukan


bahwa semua sudut dan di antara dan sekitar besi tulangan benar-benar diisi
tanpa pemindahan kerangka penulangan, dan setiap rongga udara dan
gelembung udara terisi.

c) Penggetar harus dibatasi waktu penggunaannya, sehingga menghasilkan


pema-datan yang diperlukan tanpa menyebabkan terjadinya segregasi pada
agregat.

d) Alat penggetar mekanis dari luar harus mampu menghasilkan sekurang-


kurang-nya 5000 putaran per menit dengan berat efektif 0,25 kg, dan boleh
diletakkan di atas acuan supaya dapat menghasilkan getaran yang merata.

e) Alat penggetar mekanis yang digerakkan dari dalam harus dari jenis pulsating
(berdenyut) dan harus mampu menghasilkan sekurang-kurangnya 5000
putaran per menit apabila digunakan pada beton yang mempunyai slump 2,5
cm atau kurang, dengan radius daerah penggetaran tidak kurang dari 45 cm.

f) Setiap alat penggetar mekanis dari dalam harus dimasukkan ke dalam beton
basah secara vertikal sedemikian hingga dapat melakukan penetrasi sampai
ke dasar beton yang baru dicor, dan menghasilkan kepadatan pada seluruh
keda-laman pada bagian tersebut. Alat penggetar kemudian harus ditarik
pelan-pelan dan dimasukkan kembali pada posisi lain tidak lebih dari 45 cm
jaraknya. Alat penggetar tidak boleh berada pada suatu titik lebih dari 30
detik, juga tidak boleh digunakan untuk memindah campuran beton ke lokasi
lain, serta tidak boleh menyentuh tulangan beton.

g) Jumlah minimum alat penggetar mekanis dari dalam diberikan dalam Tabel
tersebut di bawah :
Tabel 2.1: Jumlah Minimum Alat Penggetar Mekanis dari Dalam

Kecepatan Pengecoran Beton


JUMLAH ALAT
(m3 / jam)
4 2
8 3
12 4
16 5
20 6

2.3 METODE KERJA PELAKSANAAN BANGUNAN ATAS


JEMBATAN

Jika untuk bangunan atas jembatan dipilih rangka baja, maka pekerjaan
pemasangan jembatan rangka baja tersebut secara prinsip mengikuti urutan
pelaksanaan berdasarkan metode kerja pelaksanaan tersebut di bawah. Ada 2
(dua) metode pemasangan sebagai berikut :

2.3.1 Metode Kerja Pelaksanaan Bangunan Atas Rangka Baja

2.3.1.1 Metode Peluncuran (Launching) dengan Kantilever

Catatan :
 Merupakan metode peluncuran kantilever dengan rol.
 Jembatan rangka dirakit dari satu sisi sungai kemudian diluncurkan pada
posisinya dengan menggunakan bentang pemberat dan peralatan khusus
untuk meluncurkan jembatan.
 Kemudian diturunkan ke perletakan dengan dongkrak.
 Tidak diperlukan perancah yang melintasi sungai.
 Ketinggian dari rangka baja jembatan pada saat peluncuran dikaitkan
dengan ketinggian akhir lantai jembatan, dan diusahakan agar posisi balok
peluncur lebih tinggi dari abutment.
 Metode ini dapat digunakan untuk bentang tunggal atau bentang pertama
dari bentang banyak.

2.3.1.2 Metode Perakitan Bertahap dengan Kantilever

Catatan
 Merupakan sistem perakitan rangka baja secara bertahap, komponen per
komponen.
 Dimulai dari abutment hingga posisi akhir (bisa abutment, bisa pilar tergantung
span) dengan cara :
 Menambahkan dan memasang masing-masing komponen pada sebagian
bentang yang telah terpasang sebelumnya sehingga membentuk kantilever
berikutnya sampai posisi akhir.
 Cara pemasangan sistem cantilever ini :
 Membutuhkan bentang pemberat (anchor span) dan rangka penghubung
(link set).

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-20


 Tidak memerlukan perancah karena untuk mencapai tempat pemasangan
komponen berikutnya dapat dilakukan melalui jalan kerja yang dipasang di
atas konstruksi baja yang telah dipasang sebelumnya.

 PELAKSANAAN

1) Umum

Perakitan dan pemasangan struktur jembatan rangka baja, baik dengan


peluncuran maupun dengan prosedur pelaksanaan pemasangan bertahap,
harus dilaksanakan oleh Kontraktor dengan teliti sesuai dengan prosedur
yang ditetapkan oleh masing-masing buku petunjuk perakitan dan
pemasangan dari pabrik pembuat jembatan dan ketentuan umum yang
disyaratkan di sini.

Atas permintaan Kontraktor, dukungan teknis tambahan oleh personil


Pemilik yang berpengalaman, dapat dikirim ke lapangan dalam periode
terbatas, untuk memberi pengarahan kepada insinyur dan teknisi
pemasangan dari Kontraktor tentang prinsip-prinsip perakitan dan
pemasangan struktur jembatan rangka baja.

Struktur jembatan rangka baja yang disediakan oleh Pemilik dirancang


untuk dirakit dan dipasang di lapangan hanya dengan menggunakan baut
penghubung. Pengelasan di lapangan yang tidak diijinkan kecuali secara
jelas diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.

2) Pekerjaan Sipil

Pekerjaan sipil untuk abutment dan pier yang mungkin terbuat dari kayu,
pasangan batu atau beton sesuai dengan Gambar atau yang diperintahkan
oleh Direksi Pekerjaan harus dikerjakan sesuai dengan Seksi yang
berkaitan dengan Spesifikasi ini atau spesifikasi lainnya yang diterbitkan
oleh Direksi Pekerjaan. Semua pekerjaan sipil harus selesai di tempat dan
diterima oleh Direksi Pekerjaan sebelum operasi perakitan dimulai.

3) Penentuan Titik Pengukuran dan Pekerjaan Sementara

Kontraktor harus menyiapkan dan menentukan titik pengukuran pada salah


satu oprit jembatan yang cocok untuk merakit suatu rangka jangkar untuk
pengimbang dimana pemasangan dengan cara perakitan bertahap akan
dikerjakan, atau, bilamana pema-sangan dengan cara peluncuran, struktur
jembatan rangka baja yang telah lengkap bersama dengan struktur rangka
pengimbang dan ujung peluncur.
Semua penyangga dan kumpulan balok-balok kayu sementara dan/atau
pondasi beton yang disediakan oleh Kontraktor untuk pemasangan rol
perakit, rol peluncuran, rol pendaratan atau jangkar dan penyangga struktur
rangka jangkar harus ditentukan titik pengukurannya dengan akurat dan
dipasang pada garis dan elevasi yang benar sebagaimana yang
ditunjukkan dalam gambar pemasangan dari pabrik pembuatnya.
Perhatian khusus harus diberikan untuk memastikan bahwa seluruh rol dan
penyangga sementara terpasang pada elevasi yang benar agar sesuai
dengan bidang peluncuran yang telah dihitung sebelumnya dan/atau
karakteristik lendutan untuk panjang bentang jembatan yang akan
dipasang.

4) Pemasangan Perletakan Jembatan

Perletakan jembatan dapat berupa jenis perletakan elastomerik atau


perletakan sendi yang terpasang pada plat perletakan dan balok kisi-kisi.
Tiap jenis perletakan harus dipasang pada elevasi dan posisi yang benar
dan harus pada perletakan yang rata dan benar di atas seluruh bidang
kontak. Untuk perletakan jembatan yang dipasang di atas adukan semen,
tidak boleh terdapat beban apapun yang diletakkan di atas perletakan
setelah adukan semen terpasang dalam periode paling sedikit 96 jam,
perlengkapan yang memadai harus diberikan untuk menjaga agar adukan
semen dapat dipelihara kelembabannya selama periode ini. Adukan semen
harus terdiri dari satu bagian semen portland dan satu bagian pasir berbutir
halus.

5) Perakitan Komponen Baja

Komponen baja harus dirakit dengan akurat sesuai dengan tanda yang
ditunjukkan pada gambar kerja pabrik pembuat jembatan dan sesuai
dengan prosedur urutan pemasangan yang benar yang dirinci dalam
prosedur pemasangan. Selama perakitan bahan-bahan harus ditangani
dengan hati-hati sedemikian rupa sehingga tidak terdapat bagian yang
melengkung, retak atau kerusakan lainnya. Pemaluan yang dapat melukai
atau menyebabkan distorsi terhadap elemen-elemen tidak diijinkan.

Sebelum perakitan semua bidang kontak harus dibersihkan, bebas dari


kotoran, minyak, kerak yang lepas, bagian yang tajam seperti duri akibat
pemotongan atau pelubangan, bintik-bintik, dan cacat lainnya yang akan
menghambat pemasangan yang rapat atas komponen-komponen yang
dirakit.
Baut penghubung harus dipasang dengan panjang dan diameter yang
benar sebagai-mana yang ditunjukkan dalam daftar baut dari pabrik
pembuat jembatan. Ring harus ditempatkan di bawah elemen-elemen (mur
atau kepala baut) yang berputar dalam pengencangan. Bilamana
permukaan luar bagian yang dibaut mempunyai kelandaian 1 : 20 terhadap
bidang tegak lurus sumbu baut, maka ring serong yang halus harus dipakai
untuk mengatasi ketidaksejajarannya. Dalam segala hal, hanya boleh
terdapat satu permukaan tanpa kelandaian, elemen yang diputar harus
berbatasan dengan permukaan ini.

6) Prosedur Pemasangan

Urutan pemasangan harus dilaksanakan dengan teliti sesuai dengan


prosedur pema-sangan yang diberikan dalam buku petunjuk dari pabrik
pembuat jembatan. Kontrak-tor harus melaksanakan operasi pemasangan
dengan memperhatikan seluruh keten-tuan keselamatan umum dan harus
memastikan bahwa struktur jembatan stabil dalam setiap tahap dalam
proses pemasangan.

Untuk jembatan yang dipasang dengan prosedur peluncuran, Kontraktor


harus mengambil seluruh langkah pengamanan yang diperlukan untuk
memastikan bahwa selama seluruh tahap pemasangan struktur jembatan
aman dari pergerakan bebas pada rol. Pergerakan melintasi rol selama
operasi peluncuran harus dikendalikan setiap saat.

Seluruh bahan pengimbang (counter-weight) dan perancah sementara


pekerjaan baja atau kayu untuk rangka pendukung pengimbang harus
dipasok oleh Kontraktor. Beban pengimbang harus diletakkan dengan
berat sedemikian rupa sehingga faktor keamanan untuk stabilitas yang
benar seperti yang diasumsikan dalam perhitungan pemasangan dari
pabrik pembuat jembatan dicapai pada tiap tahap perakitan dan
pemasangan.

Operasi pemasangan dengan peluncuran atau perakitan bertahap harus


dilaksanakan sampai struktur jembatan rangka baja terletak di atas lokasi
perletakan akhir. Kontraktor kemudian harus memulai operasi
pendongkrakan dengan menggunakan peralatan dongkrak hidrolik dan
kerangka dongkrak yang disediakan oleh Pemilik. Struktur jembatan harus
didongkrak sampai elevasi yang cukup untuk memungkinkan penyingkiran
seluruh balol-balok kayu sementara, rol penyangga dan penyambung antar
struktur rangka (link sets) sebelum diturunkan sampai kedudukan akhir
jembatan.

Operasi pendongkrakan harus dilaksanakan dengan teliti sesuai dengan


prosedur pemasangan dari pabrik pembuat jembatan dan Kontraktor harus
mengikuti urutan dengan benar dari pemasangan dan penggabungan
komponen-komponen khusus selama operasi ini.

2.3.2 Metode kerja pelaksanaan Unit-unit Beton Pratekan

 Metode kerja pelaksanaan pemasangan adalah sebagaimana tersebut di


bawah :

1) Penerimaan Unit-unit

Bilamana unit-unit difabrikasi di luar tempat kerja, maka Kontraktor harus


memeriksa mutu dan kondisi pada saat barang tiba di tempat dan harus
segera melapor secara tertulis kepada Direksi Pekerjaan untuk setiap cacat
atau kerusakan. Kontraktor bertanggungjawab atas semua kerusakan yang
terjadi pada unit-unit setelah barang tiba di tempat.

2) Tumpuan untuk Unit-unit

a) Unit-unit Yang Diletakkan di atas Landasan Neoprene atau Elastomer

Bilamana unit-unit akan diletakkan di atas perletakan neoprene atau


elastomer, maka bantalan tersebut harus diletakkan sebagaimana
ditunjukkan dalam Gambar dan harus ditahan pada posisinya dengan
merekatkan permukaan beton yang berkontak langsung dengan
perletakan, menggunakan bahan perekat yang disetujui untuk
mencegah pergeseran perletakan selama pemasangan unit-unit.

b) Unit-unit Yang Ditanamkan Pada Adukan Semen

Bilamana Gambar menunjukkan bahwa unit-unit harus ditanamkan


pada adukan semen, maka suatu lajur adukan semen harus disiapkan
di atas struktur bagian bawah jembatan segera sebelum pemasangan
unit-unit beton pratekan. Adukan semen harus dibuat dengan
campuran 1 semen portland dan 3 pasir ditambah dengan bahan aditif
yang disetujui, ditempatkan dengan lebar yang ditunjukkan dalam
Gambar dan tebal sekitar 10 mm, sehingga membentuk lajur tumpuan
yang rata. Unit-unit beton pratekan harus diletakkan pada bangunan
bawah jembatan yang telah disiapkan dalam posisi yang ditunjukkan
dalam Gambar. Setiap kelebihan adukan semen harus dibuang.

3) Pengaturan Posisi Unit-unit

Semua baut yang tertanam dan lubang untuk tulangan melintang, dan
sebagainya harus diluruskan dengan hati-hati selama pemasangan unit-unit
tersebut. Batang baja harus dipasang pada lubang untuk tulangan melintang
sewaktu perakitan berlangsung, agar dapat menjamin penempatan lubang
dengan tepat.

2.4 METODE KERJA PELAKSANAAN JALAN PENDEKAT


(OPRIT JEMBATAN)

 Pemadatan tanah dilakukan lapis


demi lapis, menghasilkan lapis-
lapis padat dengan ketebalan
setiap lapis padat 20 cm
 Bila diuji sesuai dengan SNI 03-
1744-1989, memiliki CBR paling
sedikit 10 % setelah 4 hari
perendaman bila dipadatkan
sampai 100% kepadatan kering
maksimum sesuai dengan SNI
03- 1742-1989.

Muka air sungai

 Metode pelaksanaan penghamparan, penimbunan dan pemadatan tanah untuk


jalan pendekat diuraikan tersebut di bawah :

1) Penyiapan Tempat Kerja

a) Sebelum penghamparan timbunan, semua bahan yang tidak diperlukan


harus dibuang sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.
b) Bilamana tinggi timbunan satu meter atau kurang, dasar pondasi
timbunan harus dipadatkan (termasuk penggemburan dan pengeringan
atau pembasahan bila diperlukan) sampai 15 cm bagian permukaan atas
dasar pondasi memenuhi kepadatan yang disyaratkan untuk timbunan
yang ditempatkan diatasnya.

c) Bilamana timbunan akan ditempatkan pada lereng bukit atau ditempatkan


di atas timbunan lama atau yang baru dikerjakan, maka lereng lama harus
dipotong bertangga dengan lebar yang cukup sehingga memungkinkan
peralatan pemadat dapat beroperasi di daerah lereng lama sesuai seperti
timbunan yang dihampar horizontal lapis demi lapis.

2) Penghamparan Timbunan

a) Timbunan harus ditempatkan ke permukaan yang telah disiapkan dan


disebar dalam lapisan yang merata yang bila dipadatkan akan memenuhi
toleransi tebal lapisan yang disyaratkan.

Bilamana timbunan dihampar lebih dari satu lapis, lapisan-lapisan


tersebut sedapat mungkin dibagi rata sehingga sama tebalnya.

b) Tanah timbunan umumnya diangkut langsung dari lokasi sumber bahan


ke permukaan yang telah disiapkan pada saat cuaca cerah dan
disebarkan. Penumpukan tanah timbunan untuk persediaan biasanya
tidak diperkenankan, terutama selama musim hujan.

c) Timbunan di atas atau pada selimut pasir atau bahan drainase porous,
harus diperhatikan sedemikian rupa agar kedua bahan tersebut tidak
tercampur. Dalam pembentukan drainase sumuran vertikal diperlukan
suatu pemisah yang menyolok di antara kedua bahan tersebut dengan
memakai acuan sementara dari pelat baja tipis yang sedikit demi sedikit
ditarik saat pengisian timbunan dan drainase porous dilaksanakan.

d) Penimbunan kembali di atas pipa dan di belakang struktur harus


dilaksanakan dengan sistematis dan secepat mungkin segera setelah
pemasangan pipa atau struktur. Akan tetapi, sebelum penimbunan
kembali, diperlukan waktu perawatan tidak kurang dari 8 jam setelah
pemberian adukan pada sambungan pipa atau pengecoran struktur beton
gravity, pemasangan pasangan batu gravity atau pasangan batu dengan
mortar gravity. Sebelum penimbunan kembali di sekitar struktur penahan
tanah dari beton, pasangan batu atau pasangan batu dengan mortar, juga
diperlukan waktu perawatan tidak kurang dari 14 hari.

e) Bilamana timbunan badan jalan akan diperlebar, lereng timbunan lama


harus disiapkan dengan membuang seluruh tetumbuhan yang terdapat
pada permukaan lereng dan dibuat bertangga sehingga timbunan baru
akan terkunci pada timbunan lama sedemikian sampai diterima oleh
Direksi Pekerjaan. Selanjutnya timbunan yang diperlebar harus dihampar
horizontal lapis demi lapis sampai dengan elevasi tanah dasar, yang
kemudian harus ditutup secepat mungkin dengan lapis pondasi bawah
dan atas sampai elevasi permukaan jalan lama sehingga bagian yang
diperlebar dapat dimanfaatkan oleh lalu lintas secepat mungkin, dengan
demikian pembangunan dapat dilanjutkan ke sisi jalan lainnya bilamana
diperlukan.

3) Pemadatan Timbunan

a) Segera setelah penempatan dan penghamparan timbunan, setiap lapis


harus dipadatkan dengan peralatan pemadat yang memadai dan disetujui
Direksi Pekerjaan sampai mencapai kepadatan yang disyaratkan.

b) Pemadatan timbunan tanah harus dilaksanakan hanya bilamana kadar air


bahan berada dalam rentang 3 % di bawah kadar air optimum sampai 1%
di atas kadar air optimum. Kadar air optimum harus didefinisikan sebagai
kadar air pada kepadatan kering maksimum yang diperoleh bilamana
tanah dipadatkan sesuai dengan SNI 03-1742-1989.

c) Seluruh timbunan batu harus ditutup dengan satu lapisan atau lebih
setebal 20 cm dari bahan bergradasi menerus dan tidak mengandung
batu yang lebih besar dari 5 cm serta mampu mengisi rongga-rongga batu
pada bagian atas timbunan batu tersebut. Lapis penutup ini harus
dilaksanakan sampai mencapai kepadatan timbunan tanah yang
disyaratkan.
d) Setiap lapisan timbunan yang dihampar harus dipadatkan seperti yang
disyaratkan, diuji kepadatannya dan harus diterima oleh Direksi Pekerjaan
sebelum lapisan berikutnya dihampar.

e) Timbunan harus dipadatkan mulai dari tepi luar dan bergerak menuju ke
arah sumbu jalan sedemikian rupa sehingga setiap ruas akan menerima
jumlah usaha pemadatan yang sama. Bilamana memungkinkan, lalu lintas
alat-alat konstruksi dapat dilewatkan di atas pekerjaan timbunan dan lajur
yang dilewati harus terus menerus divariasi agar dapat menyebarkan
pengaruh usaha pemadatan dari lalu lintas tersebut.

f) Bilamana bahan timbunan dihampar pada kedua sisi pipa atau drainase
beton atau struktur, maka pelaksanaan harus dilakukan sedemikian rupa
agar timbunan pada kedua sisi selalu mempunyai elevasi yang hampir
sama.

g) Bilamana bahan timbunan dapat ditempatkan hanya pada satu sisi


abutment, tembok sayap, pilar, tembok penahan atau tembok kepala
gorong-gorong, maka tempat-tempat yang bersebelahan dengan struktur
tidak boleh dipadatkan secara berlebihan karena dapat menyebabkan
bergesernya struktur atau tekanan yang berlebihan pada struktur.

h) Terkecuali disetujui oleh Direksi Pekerjaan, timbunan yang bersebelahan


dengan ujung jembatan tidak boleh ditempatkan lebih tinggi dari dasar
dinding belakang abutment sampai struktur bangunan atas telah
terpasang..

i) Timbunan pada lokasi yang tidak dapat dicapai dengan peralatan


pemadat mesin gilas, harus dihampar dalam lapisan horizontal dengan
tebal gembur tidak lebih dari 15 cm dan dipadatkan dengan penumbuk
loncat mekanis atau timbris (tamper) manual dengan berat minimum 10
kg. Pemadatan di bawah maupun di tepi pipa harus mendapat perhatian
khusus untuk mencegah timbulnya rongga-rongga dan untuk menjamin
bahwa pipa terdukung sepenuhnya.
2.5 PENYELESAIAN BACK WALL DAN OPRIT SETELAH
BANGUNAN ATAS TERPASANG

Metode pelaksanaan penyelesaian backwalll dan oprit setelah bangunan atas


terpasang dapat dilihat pada skema tersebut di bawah :

Pemasangan lapis perkerasan


pada oprit jembatan setelah
pemadatan timbunan tanah
selesai dan backwall telah
terpasang

Backwall dicor setelah


bangunan atas jembatan
terpasang

Muka air sungai


STEBC-04: Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan Bab III : Urutan Pelaksanaan Pekerjaan

BAB III
URUTAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

3.1 PEMBAGIAN PEKERJAAN

Pembagian pekerjaan dapat dikelompokkan sebagai berikut :

 Pembagian Pekerjaan Berdasarkan Kemampuan dan Ketersediaan Alat


 Pembagian Pekerjaan Berdasarkan Kemampuan dan Ketersediaan Tenaga
Kerja

Berikut ini diuraikan dalam garis besar prinsip-prinsip metode pelaksanaan untuk
masing-masing pembagian pekerjaan tersebut di atas:

3.1.1 Pembagian Pekerjaan Berdasarkan Kemampuan dan


Ketersediaan Alat

Pelaksanaan pekerjaan jembatan memerlukan peralatan-peralatan tertentu


tergantung pada jenis pekerjaan. Dalam garis besar yang dimaksud dengan
pekerjaan jembatan dapat dikelompokkan sebagai berikut :

Pekerjaan jembatan

 Pekerjaan pondasi
 Pekerjaan pondasi langsung
 Pekerjaan pondasi tiang pancang
 Pekerjaan pondasi tiang pancang baja
 Pekerjaan pondasi tiang pancang beton tulang
 Pekerjaan pondasi tiang pancang beton pratekan
 Pekerjaan pondasi tiang bor
 Pekerjaan pondasi sumuran
 Pekerjaan beton siklop K-175
 Pekerjaan beton K-250
 Pekerjaan bangunan bawah
 Pekerjaan beton bertulang

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-1


 Pekerjaan bangunan atas
 Pemasangan jembatan rangka baja
 Pemasangan Girder I Beam beton pratekan
 Pemasangan lantai jembatan dan lain-lain
 Pekerjaan jalan pendekat, bangunan pelengkap dan pengaman jembatan

Sebagai pedoman umum, berikut ini diberikan tabel yang menunjukkan daftar
jenis peralatan yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan utama
dalam pelaksanaan jembatan :

3.1.1.1 Pekerjaan Pondasi

NO. TIPE PONDASI JENIS PERALATAN

1. Pondasi langsung
1. 1. Pekerjaan Galian
(Pilihan, tergantung kondisi lapangan)
 Galian biasa 1). Excavator
2). Dump Truck
 Galian cadas 1). Compressor
2). Jack hammer
3). Wheel loader
4). Dump truck
 Galian struktur 1). Excavator
2). Bulldozer

1. 2. Pekerjaan Timbunan
(Pilihan, tergantung kondisi lapangan)
 Urugan biasa 1). Wheel Loader
2). Dump Truck
3). Motor Grader
4). Vibro Roller
5). Water Tanker
 Urugan pilihan 1). Wheel Loader
2). Dump Truck
3). Motor Grader
4). Vibro Roller
5). Water Tanker

1. 3. Pekerjaan Beton untuk bangunan


bawah
 Pembuatan adukan beton dan
pengecoran 1). Concrete Mixer
NO. TIPE PONDASI JENIS PERALATAN
2). Water Tanker
3). Concrete Vibrator
4). Concrete Pump

2. Pondasi Tiang Pancang

2. 1 Tiang Pancang Baja


 Penyediaan tiang pancang baja 1). Trailer
2). Crane
3). Genset
4). Welding Set

 Pemancangan tiang pancang baja 1). Crane on Track 35 ton


2). Pile Driver Hammer

2. 2 Tiang Pancang Beton Bertulang


 Penyediaan tiang pancang beton
1). Dump Truck
bertulang
 Pemancangan tiang pancang beton
1). Crane on Track 35 ton
bertulang
2). Pile Driver Hammer

2. 3 Tiang Pancang Beton Pratekan


 Penyediaan tiang pancang beton
1). Dump Truck
pratekan
2). Crane
 Pemancangan tiang pancang beton
1). Crane on Track 35 ton
pratekan
2). Pile Driver Hammer

3. Pondasi Tiang Bor 1). Bore Pile


2). Concrete Pump

4. Pondasi Sumuran

 Penyediaan Caisson ---


 Penurunan Caisson 1). Excavator
2). Dump Truck

Pekerjaan Beton Siklop


 Pembuatan Beton Siklop K-175 1). Concrete Mixer
2). Water Tanker
3). Concrete Vibrator
3.1.1.2 Pekerjaan Bangunan Bawah

NO. URAIAN KEGIATAN JENIS PERALATAN

1. Pekerjaan Beton Bertulang


 Pembuatan adukan beton dan
pengecoran 1). Concrete Mixer
2). Water Tanker
3). Concrete Vibrator
4). Concrete Pump

3.1.1.3 PEKERJAAN BANGUNAN ATAS (Dipilih Sesuai Dengan Gambar


Rencana)

NO. URAIAN KEGIATAN JENIS PERALATAN

1. Pemasangan Jembatan Rangka


Baja
 Pengangkutan Material Jembatan 1). Trailer
2). Crane
 Pemasangan Bangunan Atas rangka
Baja 1). Crane
2). Crane on track 35 ton

2. Pemasangan Girder I Beam Beton


Pratekan
 Pengangkutan Girder I Beam Beton
Pratekan 1). Trailer
2). Crane
 Pemasangan Girder I Beam Beton
Pratekan 1). Crane
2). Crane on track 35 ton

3. Pekerjaan Pelat Lantai Jembatan Beton


Bertulang, concrete deck, tiang railing
jembatan dll.
 Pembuatan adukan beton dan
pengecoran 1). Concrete Mixer
2). Water Tanker
3). Concrete Vibrator
4). Concrete Pump
3.1.1.4 Pekerjaan Jalan Pendekat

NO. URAIAN KEGIATAN JENIS PERALATAN


1. Pembuatan jalan pendekat
1. 1. Pekerjaan Galian
(Pilihan, tergantung kondisi lapangan)
 Galian biasa 1). Excavator
2). Dump Truck
 Galian cadas 1). Compressor
2). Jack hammer
3). Wheel loader
4). Dump truck
 Galian struktur 1). Excavator
2). Bulldozer

1. 2. Pekerjaan Timbunan
(Pilihan, tergantung kondisi lapangan)
 Urugan biasa 1). Wheel Loader
2). Dump Truck
3). Motor Grader
4). Vibro Roller
5). Water Tanker
 Urugan pilihan 1). Wheel Loader
2). Dump Truck
3). Motor Grader
4). Vibro Roller
5). Water Tanker

1. 3. Penyiapan Badan Jalan 1). Motor Grader


2). Vibro Roller
3). Water Tanker

1. 4. Pemasangan lapis agregat kelas B,


CBR minimum 35% 1). Wheel Loader
2). Dump Truck
3). Motor Grader
4). Tandem Roller
5). Water Tanker

1. 5. Pemasangan lapis agregat kelas A,


CBR minimum 80% 1). Wheel Loader
2). Dump Truck
3). Motor Grader
4). Tandem Roller
5). Water Tanker
NO. URAIAN KEGIATAN JENIS PERALATAN

1. 6. Pekerjaan lapis perekat pengikat 1). Asphalt Sprayer


2). Air Compresor
3). Dump Truck

1. 7. Pekerjaan Asphalt Concrete 1). Wheel Loader


2). AMP
3). Genset
4). Dump Truck
5). Asphalt Finisher
6). Tandem Roller
7). Pneumatic Tyre Roller

3.1.1.5 Pekerjaan Bangunan Pelengkap Dan Pengaman Jembatan

NO. URAIAN KEGIATAN JENIS PERALATAN


1. Pekerjaan Pasangan Batu 1). Concrete Mixer
2). Water Tanker

2. Pekerjaan Pemasangan Bronjong ---

Tabel-tabel di atas dapat digunakan sebagai referensi dalam menentukan


kebutuhan riil peralatan untuk melaksanakan pekerjaan jembatan. Selain jenis
alat, structure engineer of bridge construction perlu mencari referensi yang
berkaitan dengan kapasitas peralatan (tergantung merek maupun tipe alat) untuk
mengetahui berapa jumlah kebutuhan alat sesuai dengan volume pekerjaan yang
harus ditangani. Jadi, secara umum seorang structure engineer of bridge engineer
harus mengetahui bahwa dalam pelaksanaan pekerjaan jembatan harus ada
penguasaan terhadap pengertian dan data jenis pekerjaan, volume pekerjaan,
jadwal pelaks

anaan pekerjaan, lokasi pekerjaan, jenis-jenis peralatan yang diperlukan, jumlah


peralatan yang harus disediakan dan lokasi base camp untuk menyimpan
peralatan. Dari data-data tersebut dapat dibuat pembagian pekerjaan, yang
mana yang harus didahulukan, dan yang mana yang boleh dilakukan belakangan
berdasarkan ketersediaan alat. Jadi ada urutan-urutan pekerjaan yang harus
dibuat untuk menentukan jenis alat, jumlah alat, kapan suatu jenis alat diperlukan
untuk memulai pekerjaan dan kapan akan berakhir.
3.1.2 Pembagian Pekerjaan Berdasarkan Kemampuan dan Ketersediaan
Tenaga Kerja

Pelaksanaan pekerjaan jembatan memerlukan tenaga-tenaga ahli dan tenaga-


tenaga terampil tertentu tergantung pada jenis pekerjaan. Adapun tenaga kerja
kerja (ahli dan terampil) yang berada di bawah koordinasi structure engineer of
bridge construction adalah sebagai berikut :

Structure engineer of bridge construction


 Asisten Penyiapan Sumber Daya
 Asisten Survey Lapangan dan Pengujian Tanah dan Material
 Kepala Urusan Survey Lapangan dan
 Kepala Urusan Pengujian Tanah dan Material
 Asisten Pelaksana Struktur Jembatan
 Kepala Urusan Penyiapan Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan,
 Kepala Urusan Penyiapan Gambar Kerja,
 Kepala Urusan Penyiapan Metode Pelaksanaan Jembatan.
 Mandor Pekerjaan Pondasi Jembatan
 Tukang untuk Pekerjaan Pondasi Tiang Pancang
 Tukang untuk Pekerjaan Pondasi Sumuran
 Mandor Pelaksanaan Bangunan Bawah Jembatan
 Tukang untuk Pekerjan Perancah
 Tukang untuk Pekerjaan Baja Tulangan
 Tukang untuk Pekerjaan Beton
 Mandor Pelaksanaan Bangunan Atas Jembatan
 Tukang untuk Pekerjaan Pemasangan Gelagar Beton Prategang
 Tukang untuk Pekerjaan Pemasangan Gelagar Baja Komposit
 Tukang untuk Pekerjaan Pemasangan Rangka Baja
 Mandor Pelaksanaan Jalan Pendekat (oprit jembatan) dan Pasangan
Batu/ Bronjong
 Personel untuk Pekerjaan jalan pendekat
 Tukang untuk Pekerjaan Pasangan Batu
 Tukang untuk Pekerjaan Pemasangan Bronjong
 Asisten Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Pemantauan Lingkungan
Selain tenaga kerja yang disebutkan di atas masih ada lagi tenaga kerja yang
tugasnya berada di dalam pengoperasian dan pemeliharaan alat-alat berat yaitu
operator dan mekanik.

Jenis dan kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan, baik tenaga ahli maupun
tenaga terampil, akan tergantung pada jenis pekerjaan, volume pekerjaan, jadwal
pelaksanaan pekerjaan, lokasi pekerjaan, jenis-jenis peralatan yang digunakan,
serta jumlah peralatan yang disediakan. Pembagian pekerjaan dengan demikian
akan tergantung pada kemampuan dan ketersediaan tenaga kerja serta peralatan
yang tersedia.

3.2 URUTAN PELAKSANAAN PEKERJAAN BERDASARKAN


KETERGANTUNGAN JENIS PEKERJAAN

Dalam garis besar urutan pelaksanaan pekerjaan jembatan adalah sebagai


berikut:
(1) Pekerjaan tanah dan pemasangan pondasi jembatan
(2) Pembuatan bangunan bawah jembatan
(3) Pemasangan bangunan atas jembatan
(4) Pembuatan oprit jembatan
(5) Pembuatan bangunan pelengkap dan pengaman jembatan

3.2.1 Pekerjaan Tanah Dan Pemasangan Pondasi Jembatan

Untuk dapat melaksanakan pemasangan pondasi jembatan, terlebih dahulu harus


diselesaikan pelaksanaan pekerjaan tanah. Yang dimaksud dengan pekerjaan
tanah adalah pekerjaan galian dan atau pekerjaan timbunan (urugan). Sesuai
Spesifikasi Teknis pekerjaan galian dapat berupa galian biasa, galian batu, galian
struktur atau galian perkerasan beraspal. Sedangkan pekerjaan timbunan dapat
berupa timbunan biasa, atau timbunan pilihan.
Pekerjaan galian dalam rangka mempersiapkan pemasangan pondasi jembatan
dapat berupa sebagai berikut :
 Galian Biasa mencakup seluruh galian yang tidak diklasifikasikan sebagai
galian batu, galian struktur, galian sumber bahan (borrow excavation) dan
galian perkerasan beraspal.
 Galian Batu mencakup galian bongkahan batu dengan volume 1 meter kubik
atau lebih dan seluruh batu atau bahan lainnya yang menurut Direksi
Pekerjaan adalah tidak praktis menggali tanpa penggunaan alat bertekanan
udara atau pemboran, dan peledakan. Galian ini tidak termasuk galian yang
menurut Direksi Pekerjaan dapat dibongkar dengan penggaru (ripper) tunggal
yang ditarik oleh traktor dengan berat maksimum 15 ton dan tenaga kuda neto
maksimum sebesar 180 PK (Tenaga Kuda).
 Galian Struktur mencakup galian pada segala jenis tanah dalam batas
pekerjaan yang disebut atau ditunjukkan dalam Gambar untuk Struktur. Setiap
galian yang didefinisikan sebagai Galian Biasa atau Galian Batu tidak dapat
dimasukkan dalam Galian Struktur.
 Galian Struktur terbatas untuk galian lantai pondasi jembatan, tembok beton
penahan tanah, dan struktur pemikul beban lainnya selain yang disebut dalam
Spesifikasi ini. Pekerjaan galian struktur mencakup : penimbunan kembali
dengan bahan yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan; pembuangan bahan
galian yang tidak terpakai; semua keperluan drainase, pemompaan,
penimbaan, penurapan, penyokong; pembuatan tempat kerja atau cofferdam
beserta pembongkarannya.

Sedangkan pekerjaan timbunan dalam rangka mengurug kembali bekas gaalian


untuk pondasi jembatan dapat berupa sebagai berikut :
 Timbunan pilihan, digunakan sebagai lapis penopang (capping layer) untuk
meningkatkan daya dukung tanah dasar, juga digunakan di daerah saluran air
dan lokasi serupa dimana bahan yang plastis sulit dipadatkan dengan baik.
 Timbunan pilihan dapat juga digunakan untuk stabilisasi lereng atau pekerjaan
pelebaran timbunan jika diperlukan lereng yang lebih curam karena
keterbatasan ruangan, dan untuk pekerjaan timbunan lainnya dimana kekuatan
timbunan adalah faktor yang kritis.

Setelah pekerjaan galian selesai, langkah selanjutnya adalah melaksanakan


pemasangan pondasi jembatan untuk memikul abutment jembatan. Tergantung
pada desain yang ditetapkan sebagaimana ditunjukkan dalam gambar rencana,
pondasi yang harus dibuat bisa pondasi langsung, pondasi tiang pancang atau
pondasi sumuran, tergantung pada data hasil penyelidikan tanah (sondir dan bor)
pada sisi abutment. Pilihan jenis pondasi juga berlaku untuk pondasi di bawah
pilar jembatan. Dalam hal dipilih beton sebagai bahan untuk pondasi, maka baja
tulangan dari beton tersebut diperpanjang minimal 40 x diameter baja tulangan,
nantinya untuk mengikat abutment dengan pondasi. Jika pemasangan pondasi
telah selesai, maka pekerjaan selanjutnya adalah pembuatan bangunan bawah
jembatan.

3.2.2 Pembuatan bangunan bawah jembatan

Setelah pekerjaan pondasi selesai, untuk memulai pembuatan bangunan bawah


jembatan, terlebih dahulu harus disiapkan pemasangan besi beton (baja tulangan)
sesuai dengan gambar rencana pembesian untuk abutment maupun pilar
jembatan. Baja tulangan harus baja polos atau berulir dengan mutu yang sesuai
dengan Gambar Rencana, sesuai dengan Spesifikasi Teknik harus memenuhi
persyaratan mutu sebagai berikut :

Tegangan Leleh Karakteristik Baja Tulangan

Tegangan Leleh Karakteristik atau Tegangan Karakteristik


Mutu Sebutan yang memberikan regangan tetap 0,2 (kg/cm2)

U24 Baja Lunak 2.400


U32 Baja Sedang 3.200
U39 Baja Keras 3.900
U48 Baja Keras 4.800

Jika pekerjaan pemasangan baja tulangan telah diselesaikan, sebelum dilanjutkan


dengan pengecoran beton, harus terlebih dahulu diselesaikan pembuatan
bekisting mengikuti bentuk bengunan bawah (abutment maupun pilar). Mutu beton
yang digunakan untuk bangunan bawah harus mengikuti gambar rencana, pada
umumnya digunakan beton K-350. Pengecoran beton dilakukan mulai dari tepi
bawah bangunan bawah sampai ujung bawah backwall, hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan pemasangan bangunan atas jembatan. Beton untuk backwall baru
dicor apabila bangunan atas telah dipasang. Setelah pengecoran abutment
selesai, pada sisi luar dari abutment, untuk keperluan pembuatan oprit jembatan,
bekas galian diisi dengan timbunan pilihan, dipadatkan lapis demi lapis dengan
ketebalan padat masing-masing lapis 20 cm hingga mencapai tepi bawah
backwall.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-10


Berikutnya adalah pemasangan perletakan jembatan, jenis perletakan yang harus
dipasang sesuai dengan yang ada di dalam Gambar Rencana. Jenis-jenis
perletakan jembatan yang sekarang sering digunakan adalah sebagai berikut :
 Perletakan Logam
 Perletakan Elastomerik Jenis 1 (300 x 350 x 36)
 Perletakan Elastomerik Jenis 2 (350 x 400 x 39)
 Perletakan Elastomerik Jenis 3 (400 x 450 x 45)
 Perletakan Strip
Jika perletakan jembatan telah selesai dipasang, maka pekerjaan selanjutnya
yang harus dilaksanakan adalah pemasangan bangunan atas jembatan.

3.2.3 Pemasangan bangunan atas jembatan

 Pekerjaan ini mencakup dari pemasangan struktur jembatan rangka baja hasil
rancangan patent, seperti jembatan rangka (truss) baja, gelagar komposit,
Bailey atau sistem rancangan lainnya, di atas bangunan bawah yang telah
dipersiapkan di tempat yang telah dirancang sesuai Gambar Rencana.
 Pekerjaan pemasangan akan mencakup sebagaimana yang diperlukan,
penanganan, pemeriksaan, identifikasi dan penyimpanan semua bahan pokok
lepas, pemasangan perletakan, pra-perakitan, peluncuran dan penempatan
posisi akhir struktur jembatan, pencocokan komponen lantai jembatan (deck)
dan operasi lainnya yang diperlukan untuk pemasangan struktur jembatan
rangka baja sesuai dengan ketentuan dalam Spesifikasi Teknis.
 Setelah gelegar induk terpasang (jembatan rangka baja, gelagar komposit,
Bailey atau sistem rancangan lainnya), pekerjaan selanjutnya adalah
pemasangan lantai jembatan. Kecuali untuk jembatan-jembatan semi
permanen, pada umumnya pelat lantai jembatan (dan trotoir) dibuat dari bahan
beton bertulang dengan mutu beton K-350. Mutu beton yang dibuat harus
sesuai dengan yang ada dalam Gambar Rencana.
 Untuk menyelesaikan pekerjaan bangunan atas jembatan, pekerjaan
selanjutnya yang harus dilakukan adalah pemasangan sandaran jembatan,
pengaspalan lantai kendaraan dan expansion joint.
 Jika bangunan atas jembatan telah diselesaikan, pekerjaan berikutnya yang
harus dilaksanakan adalah pengecoran backwall dan penyelesaian oprit
jembatan.
3.2.4 Pembuatan oprit jembatan

Pekerjaan oprit jembatan sebenarnya sudah dimulai pada waktu penimbunan


bekas galian pondasi. Namun sebelum pekerjaan ini dilanjutkan, terlebih dahulu
harus diselesaikan pembuatan backwall untuk mengetahui posisi tepi atas
perkerasan yang menjadi bagian dari oprit jembatan. Yang harus diperhatikan
dalam pembuatan oprit jembatan adalah pemadatan lapis-lapis timbunan (tiap 20
cm) harus mengikuti persyaratan teknis yang ditentukan dalam Spesifikasi Teknis.
Kemudian pemasangan sub base, base dan surface course baru boleh
dilaksanakan apabila sudah dapat dipastikan bahwa subgrade dari timbunan
pilihan benar-benar memenuhi persyaratan kepadatan sebagaimana ditentukan di
dalam Spesifikasi Teknis.

3.2.5 Pembuatan bangunan pelengkap dan pengaman jembatan

Cakupan dari pekerjaan ini antara lain adalah pembuatan bronjong, pemancangan
turap baja, pemasangan fender untuk pengamanan pilar jembatan. Pembuatan
bangunan pelengkap dan pengaman jembatan ini dilaksanakan pada urutan
terakhir setelah pekerjaan-pekerjaan pondasi, bangunan bawah, bangunan atas
dan oprit jembatan selesai dilaksanakan.

3.3 ALUR PENGGUNAN PERALATAN DAN TENAGA KERJA

Berikut ini diberikan bagan alir penggunaan peralatan dan tenaga kerja :
STEBC-04: Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan Bab III : Urutan Pelaksanaan Pekerjaan

ALUR PENGGUNAAN PERALATAN DAN TENAGA KERJA

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-13


III-14
Bab III : Urutan Pelaksanaan Pekerjaan

STRUCTURE ENGINEER OF ASISTEN PENYIAPAN ASISTEN SURVEY LAP DAN ASISTEN PELAKSANA ASISTEN K3 DAN
BRIDGE CONSTRUCTION SUMBER DAYA UJI TANAH/ MATERIAL STRUKTUR JEMBATAN PEMANTAUAN
KEPALA URUSAN MEKANIK/ OPERATOR MANDOR
LINGKUNGAN
Menerbitkan Surat Menerima
Penugasan tentang penugasan dari
penyiapan rencana Structure Eng of
kebutuhan peralatan Bridge
dan tenaga kerja Construction
Menyiapkan Surat Menerima Surat
Permintaan Permintaan
Masukan untuk Masukan untuk
perhitungan perhitungan
kebutuhan kebutuhan
peralatan dan peralatan dan
tenaga kerja tenaga kerja
Menerima bahan Menyiapkan dan
masukan berkaitan mengirimkan
dengan kebutuhan bahan masukan
peralatan dan tentang kebutuhan
tenaga kerja peralatan dan
tenaga kerja
Menyiapkan
laporan tentang
Menerima dan

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC)


rencana kebutuhan
mempelajari laporan
peralatan dan
tentang rencana
tenaga kerja
kebutuhan peralatan
STEBC-04: Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan

dan tenaga kerja


A
ALUR PENGGUNAAN PERALATAN DAN TENAGA KERJA
STRUCTURE ENGINEER OF ASISTEN PENYIAPAN ASISTEN SURVEY LAP ASISTEN PELAKSANA ASISTEN K3 DAN
BRIDGE CONSTRUCTION SUMBER DAYA DAN UJI TANAH/ STRUKTUR JEMBATAN PEMANTAUAN
KEPALA URUSAN MEKANIK/ OPERATOR MANDO
MATERIAL LINGKUNGAN
A
Kepala Urusan
Jadwal Pelaks
Menerima dan Pekerjaan Mem
menindaklanjuti menerima Mempersiapka pen
Menerbitkan Menyusun n penggunaan
renc penyiapan rencana detail ten
Keputusan tentang rencana detail dan
kebutuhan penggunaan ber
rencana kebutuhan penggunaan pemeliharaan
peralatan peralatan sbg jadwa
peralatan peralatan peralatan
bahan untuk di
menyusun jadwal
pelaks pekerjaan
Menerima dan
menindaklanjuti
Menerbitkan Menyusun
renc penyiapan
Keputusan tentang rencana detail
kebutuhan tenaga
rencana kebutuhan penggunaan
kerja
tenaga kerja tenaga kerja Kepala Urusan
Metode Pelaks
Jembatan
menerima
rencana detail
penggunaan
peralatan dan
tenaga kerja sbg
bahan utk
menyusun
rencana pelaks.
Menyusun
rencana detail
Menyusun
penggunaan
rencana detail
tenaga kerja utk
penggunaan
keperluan svy
tenaga kerja utk
lapangan dan
K3 dan
pengujian tanah
pemantauan
dan material
lingkungan
DAFTAR PUSTAKA

1. Contruction Planning, Equipment and Method, By R.L.Peurifoy.

2. Foundation Design, Wayne C. Teng – 1979.

3. Hand Book Of Soil Mechanics, By Arpad Kezdi.

4. Highway Enggineering Handbook, By Kenneth B Woods

5. Mempersiapkan Lapisan Dasar Konstruksi I & II, Oleh Imam Soekoto

6. Mekanika Tanah, L.D. Wesley – 1988.

7. Mekanika Tanah & Teknik Pondasi, Ir. Suyono sosrodarsono – Kazuto Nakazawa –

Ir. Taulu dkk. 1981.

8. Pondasi Tiang Pancang, Ir. Sardjono HS – 1984.

9. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah, Joseph E. Bowls/Johan K. Hainim – 1991.

10. Soil Mechanics, Foundation and Earth Structures, Tschebotarioff – 1951.

11. Teknik Fondasi I, Hary Christady Hardiyatmo – 2002

12. Teknik Fondasi II, Hary Christady Hardiyatmo – 2003.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) DP-1

Anda mungkin juga menyukai