PENDIDIKAN PANCASILA
OLEH :
1. Apakah yang dapat anda pahami tentang pentingnya Pendidikan Pancasila dengan
program studi yang sedang anda tempuh?
Jawaban:
Teknik sipil adalah salah satu cabang ilmu teknik yang mempelajari tentang
bagaimana merancang, membangun, merenovasi tidak hanya gedung dan
infrastruktur tetapi juga mencakup lingkungan untuk kemaslahatan hidup manusia.
Dalam kehidupan yang sangat erat dengan persaingan ini selayaknya Pancasila
masuk dalam kehidupan teknik sipil karena sesuai dengan pengamalan Pancasila
yang dengan isinya menyebutkan pembangunan infrastruktur negara dengan
keterkaitannya.
Dalam kehidupan teknik sipil memerlukan amalan Pancasila dalam prosesnya,
dengan amalan itu akan mendorong seorang insinyur atau kontraktor untuk
mengerjakan tugasnya dengan konsisten, salah satunya dengan bekerja secara
maksimal. Karena jika dalam kehidupannya tidak didasari dengan asas Pancasila
ini akan berakibat terjadi penyimpangan, seperti korupsi mutu, dana yang masuk,
dan sebagainya. Pancasila yang didukung oleh undang – undang mengatur semua
hal yang mengenai kehidupan dan bernegara. Dengan dasar yang baik yaitu dengan
mengamalkan Pancasila akan sangat membantu membangun karakter pekerja yang
berkaitan dengan teknik sipil, dan ini menjadi modal yang kuat untuk pekerjaan
yang akan dilakukannya. Pandangan hidup yang dijadikan ideologi bangsa
mengandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh sebuah
bangsa dan pikiran – pikiran terdalam serta gagasan –gagasan sebuah mengenai
wujud kehidupan yang dianggap baik. Pandangan hidup sebuah bangsa adalah
perwujudan nilai – nilai yang dimiliki oleh bangsa itu yang diyakini kebenarannya
dan menimbulkan tekad bagi bangsa itu.
2. Secara historis bagaimana peran penting Soekarno dalam lahirnya Pancasila sebagai
ideology Negara Indonesia?
Jawaban:
Soekarno menyampaikan gagasannya mengenai dasar negara dalam sebuah pidato
tanpa teks. Soekarno mengusulkan dasar negara yang terdiri atas lima prinsip yaitu
Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia), Internasionalisme (Peri Kemanusiaan),
Mufakat (Demokrasi), Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan Yang Berkebudayaan.
Kelima prinsip itu atas saran seorang teman Soekarno yang ahli bahasa dinamakan
Pancasila. Menurut Soekarno Pancasila itu masih bisa diperas lagi menjadi Trisila
yaitu Sosio Nasionalisme yang merupakan sintesis dari Kebangsaan
(Nasionalisme) dengan Peri Kemanusiaan (Internasionalisme), Sosio Demokrasi
yang merupakan sintesis dari Mufakat (Demokrasi) dengan Kesejahteraan Sosial,
serta Ketuhanan. Kemudian menurut Soekarno Trisila itu dapat diperas lagi
menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong (Kaelan, 2010:40). Soekarno mengusulkan
bahwa Pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara dan pandangan hidup bangsa
Indonesia atau Philosopische Grondslag dan juga pandangan dunia yang setingkat
dengan aliran-aliran besar dunia atau sering disebut sebagai weltanschauung.
Soekarno membandingkan Pancasila dengan ideologiideologi besar dunia seperti
liberalisme, komunisme, chauvinisme, kosmopolitanisme, San Min Chui, dan
ideologi besar dunia lainnya (Sekretariat Negara, 1998:63-64).
Kemudian untuk menindaklanjuti usulan-usulan mengenai dasar negara itu,
dibentuklah Panitia Sembilan yang diketuai oleh Soekarno dan beranggotakan
Wachid Hasjim, Mohammad Yamin, A.A. Maramis, Mohammad Hatta, Achmad
Soebardjo, Abdul Kahar Moezakir, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan Agus Salim.
Hasil dari dibentuknya Panitia Sembilan itu ialah Jakarta Charter (Piagam Jakarta),
yang kelak menjadi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam paragraf
keempat dimuat rumusan dasar negara, yaitu Ketuhanan Dengan Kewajiban
Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluk-Pemeluknya, Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Namun kemudian ketika
Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya dan akan dilaksanakan
sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau dalam bahasa Jepang
disebut Dokuritsu Zyunbi Inkai, perwakilan dari Indonesia Bagian Timur yang
mayoritas Non Muslim, menemui Mohammad Hatta dan menyampaikan
keberatannya akan sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Dengan Kewajiban
Menjalankan Syariat Islam Bagi PemelukPemeluknya. Mereka mengancam jika
sila pertama itu tidak diubah, mereka tidak mau bergabung dengan Indonesia. Hal
itu kemudian disampaikan Mohammad Hatta kepada Soekarno selaku Ketua PPKI.
Soekarno kemudian mengumpulkan perwakilan Muslim dan perwakilan Non
Muslim guna membahas masalah ini. Setelah melalui perdebatan yang panjang,
akhirnya dicapai sebuah kesepakatan bahwa bunyi dari sila pertama diganti
menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa (Laoly, 2017:8).