BAB II
DASAR TEORI
2.1 Jalan
Pengertian jalan menurut PP RI No. 34 Tahun 2006 Tentang Jalan yaitu, jalan
adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta
di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
Bagian-bagian jalan meliputi:
1. Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA) meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang
pengamannnya.
2. Ruang Milik Jalan (RUMIJA) terdiri dari Ruang Manfaat Jalan dan sejalur tanah
tertentu di luar Ruang Manfaat Jalan.
3. Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA) merupakan ruang tertentu di luar Ruang Milik
Jalan yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan.
2.2 Timbunan
Timbunan yang digunakan sebagai pondasi dasar yang mendukung lapisan pondasi
bawah dan apabila lapis pondasi bawah tidak ada, maka lapisan tanah dasar digunakan
sebalai lapisan yang mendukung langsung timbunan diatasnya, setiap timbunan jalan
mempunyai kekuatan dan keawetan tertentu.
Dalam penentuan tebal timbunan nilai CBR dapat dikorelasi terhadap daya dukung
tanah (DDT). Tinggi timbunan harus dipertimbangkan terhadap adanya bahaya longsor,
sebaiknya pada lahan mencukupi dibuat kelandaian lereng alami dan apabila tidak
mencukupi harus dibuat konstruksi penahan tanah. Timbunan harus dipadatkan lapis demi
lapis sesuai ketentuan kepadatan lapisan.
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 1
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 2
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
c) Bahan timbunan yang akan digunakan pada timbunan lereng atau pekerjaan
stabilisasi timbunan atau pada situasi lainnya yang memerlukan kuat geser yang
cukup, bilamana dilaksanakan dengan pemadatan kering normal, maka bahan
timbunan dapat berupa timbunan batu atau kerikil lempungan bergradasi baik atau
lempung pasiran atau lempung berplastisitas rendah.
3. Timbunan Batu
Batu harus keras dan awet dan disediakan dalam rentang ukuran yang memenuhi
ketentuan dibawah ini:
a) Timbunan sebatas 60 cm di bawah dari perkerasan dapat digunakan material galian
biasa atau material galian batu dengan maksimum butiran tidak lebih dari 7,5 cm
dengan ketebalan lapis padat tidak lebih dari 20 cm.
b) Timbunan sebatas lebih dalam dari 60 cm di bawah dasar perkerasan dapat
digunakan material dengan butiran lebih besar dari 15 cm tidak boleh melampaui
25 % berat. Tebal material perlapisan tidak boleh lebih dari ukuran butir
maksimum dan tidak lebih dari 60 cm, batuan harus tersebar merata dengan
permukaan yang rata dimana rongga-rongga celah permukaan harus diisidengan
butir yang lebih kecil.
c) Walaupun demikian batuan dengan ukuran tidak lebih dari 120 cm dapat pula
digunakan sepanjang diletakkan dan ditata secara hati-hati dan merata dengan sela-
sela batuan diisi dengan butiran kecil hingga membentuk masa yang padat hingga
butiranbutiran tidak goyah satu dengan yang lain.
4. Timbunan Pilihan di Atas Tanah Rawa Biasa
a) Yang dimaksud dengan Tanah Rawa biasa adalah tanah rawa yang bukan tanah
gambut atau tanah yang mengandung kadar organik sangat tinggi (=75%).
b) Untuk penimbunan tanah rawa biasa harus menggunakan material timbunan
pilihan, baik secara langsung ataupun dengan menggunakan separator
5. Timbunan Pilihan di Atas Tanah Rawa Gambut
a) Pada kasus gambut dangkal (ketebalan =2 m )
Bahan timbunan pilihan dan timbunan batu diperlakukan sama dengan ketentuan
Timbunan pilihan diatas Rawa Biasa.
b) Konstruksi timbunan pada kasus rawa gambut kedalaman > 2 m, ditangani dengan
perencanaan dan spesifikasi khusus.
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 3
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.3 Tanah
Tanah terdiri dari butiran-butiran material hasil pelapukan massa batuan massive, di
mana ukuran butirannya bisa sebesar bongkahan, berangkal, kerikil, pasir, lanau,
lempung, dan kontak butirnya tidak tersementasi termasuk bahan organik. (K. Terzaghi).
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah
yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-kelompok dan
subkelompok-subkelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi tanah
memberikan suatu bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum
tanah yang bervariasi tanpa penjelasan terperinci. Sebagian besar sistem klasifikasi tanah
yang telah dikembangkan untuk tujuan rekayasa didasarkan pada sifat-sifat indeks tanah
yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran dan plastisitas.
Klasifikasi tanah dibedakan atas:
Klasifikasi berdasarkan Tekstur (USDA)
Klasifisasi berdasarkan pemakaian, terdiri dari:
- Sistem klasifikasi AASHTO (The Association of State Higway and Transportation
Officials)
- Sistem klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS)
b. Plastisitas
Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai
indeks plastisitas [plasticity index (PI)] sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung
dipakai bilamana bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks
plastisitas sebesar 11 atau lebih.
c. Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75mm) ditemukan di dalam contoh tanah
yang akan ditentukan klasifikasi tanahnya, maka batuan-batuan tersebut harus
dikeluarkan terlebih dahulu. Tetapi, persentase dari batuan yang dikeluarkan
tersebut harus dicatat.
Tabel 2.1 Klasifikasi Tanah untuk Lapisan Tanah Dasar Jalan Raya (Sistem AASHTO)
Tingkatan umum
Sangat baik sampai baik Sedang sampai buruk
sebagai tanah
PI ≤ (LL-30) -> A-7-5 PI > (LL-30) -> A-7-6
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 5
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
70
60
50
40
Plasticity
A-7-6
30
A-2-6
A-6
20
A-2-7
A-7-5
10
A-2-4 A-2-5
0 A-4 A-5
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Liquid limit
Gambar 2.1 Rentang (range) dari batas cair (LL) dan indeks plastisitas (PI) untuk tanah dalam
kelompok A-2, A-4, A-5, A-6, dan A-7
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 6
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
b) Gambut
Suatu tanah yang pembentuk utamanya terdiri dari sisa-sisa tumbuhan.
Komposisi bahan organik yang terkandung di dalam tanah gambut ini melebihi
75% bagian tanah tersebut.
c) Lanau
Lanau adalah tanah atau butiran penyusun tanah/batuan yang berukuran di
antara pasir dan lempung. Beberapa pustaka berbahasa Indonesia menyebut objek
ini sebagai debu. Lanau dapat membentuk endapan yang mengapung di
permukaan air maupun yang tenggelam. Silt atau lanau merupakan tanah dengan
ukuran butir antara 0,002 mm – 0,075 mm.
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 7
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dalam pelaksanaan konstruksi timbunan jalan di atas tanah lunak yang harus
diperhatikan adalah antara lain :
Tinggi timbunan kaitannya dengan tinggi kritis
Stabilitas tanah dasar
Daya dukung tanah dasar
Jenis bahan timbunan yang digunakan
Peralatan yang sesuai di lokasi pekerjaan
qc = Apl Cw
Ac (2.1)
qc (kg/cm2) Konsistensi
<6 Sangat lunak
6 – 12 Lunak
12 – 24 Sedang
24 – 45 Teguh
45 – 75 Sangat teguh
> 75 Keras
Sumber Mekanika Tanah- Braja M. Das
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 8
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Lima metode solusi pekerjaan tanah yang telah diterima dan diterapkan di
Indonesia adalah:
1. Penggantian material (Replacement)
2. Berem Pratibobot (Counterweight Berms)
3. Penambahan Beban (Surcharging)
4. Konstruksi Bertahap (Staged Contruction)
5. Penggunaan Material Ringan (Light Weight Material)
Keuntungan dari masing – masing metode tersebut seperti tercantum pada Tabel
2.5 berikut ini:
Tabel 2.5 Keuntungan dari Solusi Pekerjaan Tanah yang Umum
Metode Solusi Meningkatkan Mengurangi Penurunan
Stabilitas Pasca Konstruksi
Penggantian Material
Berem Pratibobot
Penambahan Beban
Konstruksi Bertahap
Penggunaan Material Ringan
Sumber: Panduan Geoteknik 4 Dep.Kimpraswil Halaman 11
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 9
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Ultimate Bearing Capacity (qult), adalah total beban atau tekanan yang
menyebabkan tanah runtuh. Sedangkan Allowable Bearing Capacity (qall) adalah tegangan
maksimal yang diperbolehkan pada tanah dengan mempertimbangkan settlement dan
kemampuan struktur untuk menahannya.
qall = (2.2)
SF = faktor keamanan
Besarnya penurunan dan penambahan beban yang bekerja dapat digambarkan oleh
grafik seperti terlihat pada gambar 2.2.
Beban persatuan luas
q2 q1
Penurunan
F2 F1
I2 I1
Untuk tanah yang agak keras atau padat akan mengikuti garis I1, dimana titik
longsor tanah terletak di F1 dan tegangan terbesar yang dapat ditahan oleh tanah yang
mendukung adalah sebesar q1.
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 10
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Untuk tanah yang lemah atau lepas akan mengikuti garis I2. Pada tanah jenis ini
tidak menunjukkan daya dukung batas yang jelas. Mulai dari titik F2, grafik menjadi lurus
dan tegangan terbesar dianggap sebesar q2.
Perhitungan daya dukung tanah dibagi menjadi dua metode yaitu :
1. Metode teoritis
Pada metode teoritis ini digunakan persamaan Terzaghi yaitu persamaan yang
disusun berdasarkan teori elastisitas dengan mengabaikan gesekan dan adhesi pada sisi
vertikal.
qbatas = c Nc + q Nq + 0.5γ B Nγ (2.3)
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 11
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2. Metode empiris
Beberapa metode empiris telah dipakai secara langsung atau tidak langsung
mendapatkan gaya dukung. Pada tanah kohesif, kita dapat memakai kekuatan uji tekan tak
terkekang qu, nilai Terzaghi Nc, dan faktor keamanan F=3 (tanah kohesif) untuk
mendapatkan daya dukung izin sebagai berikut :
qa = = + (2.4)
qa = + ≈ qu + (2.5)
mengambil kuat tekan tak terkekang qu sebagai daya dukung izin (dengan meniadakan
qa = ( )2 Kd B>F4 (2.7)
F SI,m FPS,ft
1 0,05 2,5
2 0,08 4,0
3 0,30 1,0
4 1,20 4,0
Sumber : (Bowles, 1984)
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 12
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
a. Pengujian Lapangan
DCP (Dynamic Cone Penetration)
b. Pengujian Laboratorium
Sifat Fisik
1. Berat Jenis
2. Analisis Ukuran butir
3. Batas Atterberg
Sifat Mekanis
1. Pemadatan
2. UCS
3. CBR laboratorium
4. Permeabilitas
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 13
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
a. CBR kedalaman
Tabel 2.9 Nilai CBR Kedalaman
Penetrasi Penetrasi
CBR CBR
(mm) (mm)
<4 70 16 13
5 65 18 12
6 43 19 10
7 35 20 9
8 29 21 8
9 26 22 7
10 23 23 6
11 21 24 5
12 20 25 4
13 19 60 – 70 2
14 16 80 - 100 1
15 15 >100 <1
b. CBR titik
h1 3 CBR1 ... hn 3 CBRn
CBR n
hi
i 1 (2.8)
h = dalam cm
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 14
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Peralatan :
1. Pemegang
2. Penumbuk/Hammer 8 kg
3. Stang penumbuk
4. Stang pengantar
5. Kepala penumbuk
6. Stang penetrasi
7. Mistar penetrasi
8. Mur pengatur skala mistar
Langkah Kerja :
1. Letakkan penetrometer yang telah dirakit diatas tanah yang akan diperiksa.
2. Letakkan alat sedemikian rupa sehingga benda dalam posisi vertical.
3. Baca posisi awal penunjukkan mistar ukur.
4. Angkat palu penumbuk sampai menyentuh permukaan pemegang lalu lepaskan
hingga menumbuk landasan penumbuknya. Tumbukan ini menyebabkan konus
menembus tanah.
5. Baca posisi penunjukan mistar ukur setelah terjadi penetrasi.
6. Ulangi langkah no.3 dan no. 4 berulang kali sampai batas kedalaman lapisan tanah
yang akan diperiksa.
7. Dengan menggunakan tabel CBR dapat ditentukan CBR yang bersangkutan dari
selisih penetrasi yang didapat.
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 15
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 16
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Keterangan:
W1 = berat piktometer
W2 = berat piktometer + tanah kering
W3 = berat piktometer + tanah kering + air suling
W4 = berat piktometer + air suling
k = faktor koreksi suhu
(2.13)
2. Analisa hidrometer
(2.14)
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 17
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Keterangan :
N = persentase lebih halus
R = bacaan hidrometer (Rh) + koreksi
Wd = berat tanah kering hidrometer
Gs = berat jenis tanah
(2.15)
(2.16)
Keterangan :
D = diameter efektif
Zr = kedalaman efektif hidrometer
t = waktu pengendapan
= nilai viskositas air
Gs = berat jenis tanah
Gw = berat jenis air
g = gravitasi
(2.17)
Keterangan:
N‟= persentase lebih halus gabungan
N= persentase lebih halus
Wd=berat butir lolos saringan no 200
W= berat butiran tanah total
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 18
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 2.5 menunjukan grafik hubungan antara kadar air dan kepadatan kering
dari berbagai jenis tanah dengan nilai plasticity index (PI) nol sampai dengan 40.
Keterangan :
= berat isi kering tanah
= berat isi tanah
= kada air
(2.19)
Keterangan :
= berat isi pada kondisi zero air void
Gs = berat jenis
= berat isi air
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 19
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Pada uji pemadatan ini dipakai cetakan yang sama dengan uji pemadatan standar,
yaitu dengan rata-rata volume 1/30 ft3 (944 cm3). Tetapi pada uji CBR ini tanah yang
dipadatkan dibagi menjadi 5 lapisan. Cara ini dikembangkan oleh California State
Highway Departement sebagai cara untuk menilai tanah dasar jalan (sub grade ). Dengan
cara ini suatu percobaan penetrasi dipergunakan untuk menilai kekuatan tanah dasar atau
bahan lainnya yang hendak dipakai untuk pembuatan perkerasan. Nilai CBR yang
diperoleh kemudian dipakai untuk menentukan tebal lapisan perkerasan yang diperlukan di
atas lapisan yang CBR-nya ditentukan.
Langkah Kerja :
1. Contoh tanah yang telah diketahui harga OMC-nya, dikeringkan (dijemur diterik
matahari).
2. Bongkahan-bongkahan tanah dihancurkan dengan palukaret, kemudian disaring
dengan saringan No.4.
3. Contoh yang lolos saringan No.4 dibuat 2 bagian masing-masing beratnya + 4 kg
(untuk 2 contoh) kemudian ditambahkan kadar airnya (dibuat) hingga kadar airnya
sama dengan OMC, diaduk hingga merata dan diamkan selama 24 jam.
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 20
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Cara Perendaman :
a. Kedua permukaan tanah (atas dan bawah) diberi lapisan kertas filter.
b. Bagian bawah dipasang alas silinder yang mempunyai pori-pori dan dibagian atas
dipasang cincin kepala.
c. Tempatkan didalam ember yang sesuai dan dibagian atas dipasang dial untuk
mengukur pengembangan.
d. Catat pembacaan awal dari dial, kemudian diberi air dan direndam selama +4 x 24
jam,setelah dilakukan test CBR.
B. Pengujian CBR.
1. Pasang proving ring dan piston dalam rangka beban.
2. Tempatkan contoh tanah diatas dongkrak dari rangka beban.
3. Atur posisi piston hingga menyentuh permukaan tanah kemudian stel bacaan ring
pada posisi nol stand.
4. Beri keping pemberat pada permukaan contoh tanah dan pasang dial pengukur
penetrasi.
5. Percobaan dilakukan sebagai berikut :
a. Siapkan Stop Watch dan alat pencatat.
b. Putar dongkrak hingga piston berpenetrasi dengan kecepatan penetrasi 0.05 inch
permenit (1.25 mm/mnt) sambil dicatat bacaan ring pada interval waktu : 1/4 ;
1/2 ; 1 ; 2 ; 3 ; 4 ; 6 ; 8 dan 10 menit
c. Setelah itu piston dilepas, contoh tanah dibalik dan lakukan percobaan pada
bagian bawah, seperti diatas.
6. Ukur kadar airnya.
Catatan : Untuk contoh yang direndam juga dilakukan pengujian seperti diatas
setelah selesai direndam.
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 21
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 22
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Beban vertikal
Proving ring
Pengukur regangan
Ventilasi
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 23
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
SEL TRIAXIAL
Gambar 2.9 Sel triaxial
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 24
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
(2.20)
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 25
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 26
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
dengan mendatangkan tanah dari tempat lain sebagai lapisan tanah dasar atau menambah
zat tambahan (menstabilisasi tanah) untuk meningkatkan daya dukung tanah
tersebut.Menurut Sulistiono, Djoko; Sulchan Arifin & Chomaedi; 2006 mengungkapkan
bahwa nilai CBR > 6% dan nilai PI <10% memenuhi persyaratan untuk tanah dasar jalan.
Dalam pencapaian nilai tersebut maka tanah harus dipadatkan dengan kadar air optimum.
Pada penelitian ini, abu kelapa sawit merupakan bahan tambah yang akan diuji
perilakunya jika ditambahkan pada tanah. Pada prinsipnya stabilisasi tanah menggunakan
abu kelapa sawit adalah mencampurkan abu kelapa sawit dengan tanah yang akan
distabilisasi menggunakan kadar air optimum dan pemadatan. Pelaksanaan di laboratorium
dalam mencampur bahan tidak sesulit di lapangan.
Dalam pelaksanaan di lapangan, salah satu cara mencampurkan tanah dengan abu
kelapa sawit adalah dengan menggunakan metode pelaksanaan CTB (cement trated base).
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan abu kelapa sawit seperti yang dilakukan
oleh Reza Fitra Sandi; 2011 mengungkapkan Penambahan abu kelapa sawit sebesar 15 %
terhadap tanah lempung kelanauan yang berlokasi di kota Bandar Lampung, Lampung
dapat meningkatkan nilai stabilitas tanah yaitu:
Nilai CBR laboratorium naik dari 5,018% menjadi 7,745% (54,344%).
Penurunan berat isi kering maksimum dari 1,497 gr/cm3 menjadi 1,366 gr/cm3
(8,571%).
Kuat tekan bebas naik dari 2,15 kg/cm2 menjadi 5,021 kg/cm2 (133,777%).
Sudut dalam kuat geser langsung naik dari 17,333o menjadi 25,667o (48,082%), dan.
Nilai kohesi kuat geser langsung (c) turun dari 0,303 kg/cm2 menjadi 0,260 kg/cm2
(14,191%).
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 27
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
limbah yang dihasilkan pun sangat potensial untuk dapat dimanfaatkan. Namun sangat
disayangkan pemanfaatan mengenai limbah masih sangat sedikit. Salah satu limbah yang
dihasilkan dari pengelolaan kelapa sawit adalah abu kelapa sawit hasil dari pembakaran
cangkang kelapa sawit.
Abu kelapa sawit (Gambar 2.10) merupakan bahan sisa dari pembakaran cangkang
kelapa sawit. Sangat sedikit sekali pemanfaatan dari abu ini. Abu kelapa sawit biasa
dimanfaatkan untuk bahan tambahan pengeras semen dalam desain beton mutu tinggi. Hal
ini karena, kandungan silika dalam abu kelapa sawit ini sangat tinggi seperti yang
tercantum pada Tabel 2.11
Tabel 2.11 Unsur kimia pada abu kelapa sawit
Unsur Kimia Persentase (%)
SiO2 86,7
CaO 1,75
MgO 3,14
Fe2O3 0,02
Al2O3 17,10
Sumber: Debby Endriani, 2012
Abu kelapa sawit mengandung molekul bermuatan negatif (-) yang dibuktikan
dengan percobaan sederhana menggunakan mistar plastik yang digosok-gosokan pada
rambut kemudian didekatkan pada abu kelapa sawit kering. Secara visual abu kelapa sawit
berwarna hitam pekat dan memiliki bentuk butiran yang beragam. Dalam pengujian sifat
fisik, butiran abu kelapa sawit banyak yang lolos ayakan no 40. Dalam penelitian Ruslan,
2012 menyatakan bahwa berat jenis abu kelapa sawit adalah 2,54.
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 28
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Kadang dalam hal tertentu, pondasi cerucuk ditanamkan pada kedalaman tertentu,
sebelumnya kita terlebih dahulu melakukan penggalian tanah asli sesuai dengan
kedalaman yang direncanakan, dan setelah itu baru dilakukan penancapan kayu cerucuk.
Untuk pelaksanaan pemancangan kayu cerucuk dapat dilakukan secara manual
(tenaga manusia) dan dapat juga dilakukan dengan mekanik atau alat mesin yang sering
disebut mesin pancang (back hoe). Pada prinsipnya kedua cara tersebut adalah melakukan
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 29
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
pemberian tekanan ke kepala kayu pancang sehingga kayu akan tergeser secara vertikal
kedalam tanah yang ditumbukkan.
Adapun Persyaratan cerucuk kayu ini adalah sebagai berikut :
1. Diameter Minimum 8 Cm,, maksimum 15 cm
2. Panjang Minimum 3,5m, maksimum 6m
3. Kelurusan Cukup lurus, tidak belok dan bercabang
4. Kekuatan Minimum kelas kuat II I PKKI 1973
5. Tegangan Minimum Was kuat III untuk mutu A PKKI 1973
Jenis kayu yang sering dipergunakan adalah :
1. Kayu Gelam
2. Kayu Medang
3. Kayu Betangor
4. Kayu Ubah
5. Kayu Dolken
Untuk mengetahui gaya yang bekerja pada satu tiang, bisa dilakukan perhitungan
dengan menggunakan rumus dibawah ini:
(2.21)
Pada umumnya peningkatan kuat geser tanah selalu diikuti semakin kecilnya angka
pori (e) dengan bertambahnya kepadatan tanah akibat dari betambahnya tegangan efektif
yang terjadi pada tanah tersebut, hal ini bisa dilihat dari pengujian Oedometer
(Konsolidasi). Dari hasil pengujian konsolidasi, selalu diberikan grafik semi logaritma
hubungan antara void ratio (e) dengan beban (P). Pada grafik tersebut menunjukan
semakin besar beban (P) yang bekerja maka nilai void ratio (e) semakin kecil seperti
gambar 2.11 berikut :
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 30
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Kuat geser undrained tanah akan meningkat seiring dengan terjadinya peristiwa
konsolidasi, dimana semakin besar beban kerja (∆P) yang terjadi pada lapisan tanah maka
nilai angka pori tanah (e) semakin kecil sehingga nilai kuat geser tanah akan meningkat.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh LADD dkk. 1997 dan MESRI 1975 menunjukan
bahwa tanah yang mengalami konsolidasi normal akan mengalami peningkatan kuat geser
tanah sesuai tambahan beban yang terjadi, sebagai berikut :
∆Cu = (0,20 – 0,30) ∆φv‟ (2.22)
Dimana : ∆Cu : tambahan kuat geser tanah (kg/cm²)
∆φv‟ : tambahan tegangan tanah vertical efektif
Merujuk hasil pengujian konsolidasi pada grafik semi logaritma hubungan antara
angka pori (e) dengan besar tegangan yang bekerja pada tanah, mempunyai hubungan
unik, yaitu semakin besar tegangan yang berkerja pada ttanah makan nilai angka pori
semakin kecil. Dengan menganggap volume cerucuk yang dimasukan kedalam lapisan
tanah lempung lunak merupakan butiran tanah (Vs) dan tanah dianggap midak mampu
mampat maka akan mengalami perubahan nilai angka pori sebagai berikut :
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 31
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
∆e = 1/(1+Vc) – 1 (2.27)
Dimana : eo : angka pori awal sebelum ada cerucuk
e1 : angka pori setelah ada cerucuk
∆e : perbuahan angka pori adanya penambahan volume cerucuk
Vvo : volume void awal sebelum ada cerucuk
Vso : volume butir awal sebelum ada cerucuk
Vc : volume cerucuk
Secara ilustrasi bila dimodelkan untuk meyakinkan hipotesis ide penulis (Ir.
Muhrozi, MS Undip), dapat dilihat pada gambar berikut :
Volume butir untuk tanah setelah diberi cerucuk akan lebih besar dari sebelum diberi
cerucuk, sehingga nilai angka pori awal (eo) lebih besar dari angka pori setelah diberi
cerucuk (e1), atau eo - e1 = ∆e
Dengan mengeplotkan nilai angka pori eo dan ∆e dari data test konsolidasi tanah asli
atau tanah sebelum diberi cerucuk maka akan didapat P0 dan P1, sehingga akan didapat
besarnya penambahan tegangan (∆P) sesuai dengan tambahan kecilnya nilai e1 sesuai
dengan jarak cerucuk yang dipasang.
Dengan mengetahui pertambahan nilai tegangan pada tanah (∆p) akibat dipasang
cerucuk maka dapat ditentukan pertambahan kuat geser undrainet (∆Cu) = (0,20 – 0,30)
∆φv, sehingga daya dukung tanah dapat ditentukan sebagai berikut :
q ult. = Cu . Nc → Nc : 5,14 sebelum ada cerucuk (2.28)
q ult. = (Cu + ∆Cu)Nc → Nc : 5,14 setelah ada cerucuk (2.29)
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 32
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 33
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Sehingga pertambahan beban (∆P)dan nilai kuat geser tanah (∆Cu ) sebesar :
∆P1.1 = 0,80 - 0,31 = 0,49 kg/cm2
∆Cu.1.1.= (0,2 – 0,3 ) ∆P1.1 = 0,123 kg/cm2
∆P1.2 = 1,40 - 0,31 = 1,09 kg/cm2
∆Cu.1.2 = (0,2 – 0,3 ) ∆P1.2 = 0,273 kg/cm2
Peningkatan daya dukung tanah akibat adanya cerucuk dengan jarak 50 cm dapat
dihitung sebagai berikut :
Cu cerucuk tipe-1 = Cuo + ∆Cu.1.1 = 0,26 + 0,123 = 0,383 kg/cm2
Jadi q all. baru tipe-1 = Cu.1.1 x Nc / FK
= 0,383 x 5,14 / 3 = 0,66 kg/cm2
Jadi q all. awal = 0,44 kg/cm2 q all. tipe-1 = 0,66 kg/cm2
Peningkatan daya dukung tanah akibat adanya cerucuk dengan jarak 40 cm dapat
dihitung sebagai berikut :
Cu cerucuk tipe-1 = Cuo + ∆Cu.1.1 = 0,26 + 0,273 = 0,533 kg/cm2
Jadi q all. baru tipe-1 = Cu.1.1 x Nc / FK
= 0,533 x 5,14 / 3 = 0,91 kg/cm2
Jadi q all. awal = 0,44 kg/cm2 q all. tipe-1 = 0,91 kg/cm2
dengan kata lain meningkat 2 (dua) kali lipat.
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 34
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 35
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Untuk roda tunggal karakteristik beban yang berlaku berbeda dengan roda
ganda. Untuk roda tunggal persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan
angka ekuivalen beban gandar sumbu kendaraan adalah:
W18 = (2.33)
dimana:
n = umur pelayanan (tahun)
g = perkembangan lalu-lintas (%)
b) Menentukan modulus resilent tanah dasar - (MR)
Modulus resilent (MR) dapat digunakan untuk mengukur elatisitas dari
karakteristik tanah. Nilai MR dapat ditentunkan dengan mengetahui hubungannya
dengan nilai California Bearing Ratio (CBR). Untuk itu maka terlebih dahulu harus
menghitung nilai CBR dari tanah dasar yang mewakili untuk ruas jalan yang akan
direncanakan tebal lapis perkerasan lenturnya. CBR reprentatif dari suatu ruas jalan
yang direncanakan tersebut tergantung dari klasifikasi jalan yang direncanakan.
Pengambilan dari data CBR untuk perencanaan jalan biasanya diambil pada jarak
100 meter. Untuk satu ruas jalan yang panjang biasanya dibagi atas segmen-
segmen yang mempunyai nilai CBR yang relatif sama. Dari nilai CBR representatif
tersebut kemudian diprediksi modulus resilent tanah dasar dengan menggunakan
persamaan beriktu ini.
MR = 1.500 x CBR (2.34)
Koefisien 1.500 pada persamaan 2.34 digunakan untuk nilai C BR lebih
kecil dari 10, perhatian harus diberikan pada saat menggunakan persamaan 2.34
untuk nilai CBR yang tinggi, karena koefisien pada persamaan 2.34 tersebut untuk
kisaran 750 sampai dengan 3.000.
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 36
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 37
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
nilai Ip terkecil yang diperbolehkan atau akhir dari fungsi pelayanan didasarkan
pada indeks permukaan terrendah yang dapat ditoleransi sebelum dilakukan
rehabilitasi, yang memerlukan pelapisan ulang atau rekonstruksi. Dalam
menentukan Ipt perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan
sebagai mana diperlihatkan pada Tabel 2.14.
Tabel 2.14 Indek permukaan pada akhir umur rencana
Klasifikasi jalan
Lokal Kolektor Arteri Bebas hambatan
1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -
1,5 1,5 – 2,0 2,0 -
1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
- 2,0 – 2,5 2,5 2,5
Sumber: Pt T-01-2002-B
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 38
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 39
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 2.15 Grafik untuk memperkirakan koefisien kekuatan relatif lapis permukaan berbeton aspal
bergradasi rapat (a1)
Koefisien kekuatan relatif lapis pondasi granular (a2) dapat diperoleh
dengan menggunakan persamaan 2.35.
a(2) = 0,249 (log10 EBS) – 0,977 (2.35)
Untuk lapis pondasi bawah granular, koefisien kekuatan relatif (a 3) dapat
diperoleh dengan menggunakan persamaan 2.36.
a3 = 0,227 (log10 ESB) – 0,839 (2.36)
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 40
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
(2.37)
dimana:
W18 adalah perkiraan jumlah beban sumbu standar ekivalen 18-kip
ZR adalah deviasi normal standar
So adalah gabungan standar error untuk perkiraan lalu-lintas dan kinerja
Ip adalah perbedaan antara indeks permukaan awal umur rencana dengan indeks
permukaan akhir umur rencana.
MR adalah modulus resilen
Ipf adalah indek permukaan perkerasan dalam keadaan hancur atau failure.
h) Menghitung tebal masing-masing lapisan perkerasan - (D1, D2 dan D3)
Perhitungan perencanaan tebal lapis perkerasan didasarkan kepada kekuatan relatif
masing-masing lapisan perkerasan, dengan persamaan sebagai berikut:
ITP = a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3 (2.38)
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 41
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 42