Anda di halaman 1dari 42

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

BAB II
DASAR TEORI
2.1 Jalan
Pengertian jalan menurut PP RI No. 34 Tahun 2006 Tentang Jalan yaitu, jalan
adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta
di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
Bagian-bagian jalan meliputi:
1. Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA) meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang
pengamannnya.
2. Ruang Milik Jalan (RUMIJA) terdiri dari Ruang Manfaat Jalan dan sejalur tanah
tertentu di luar Ruang Manfaat Jalan.
3. Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA) merupakan ruang tertentu di luar Ruang Milik
Jalan yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan.

2.2 Timbunan

Timbunan yang digunakan sebagai pondasi dasar yang mendukung lapisan pondasi
bawah dan apabila lapis pondasi bawah tidak ada, maka lapisan tanah dasar digunakan
sebalai lapisan yang mendukung langsung timbunan diatasnya, setiap timbunan jalan
mempunyai kekuatan dan keawetan tertentu.

Dalam penentuan tebal timbunan nilai CBR dapat dikorelasi terhadap daya dukung
tanah (DDT). Tinggi timbunan harus dipertimbangkan terhadap adanya bahaya longsor,
sebaiknya pada lahan mencukupi dibuat kelandaian lereng alami dan apabila tidak
mencukupi harus dibuat konstruksi penahan tanah. Timbunan harus dipadatkan lapis demi
lapis sesuai ketentuan kepadatan lapisan.

Persyaratan utama timbunan adalah sebagai berikut:


Harus mempunyai kemampuan untuk menyebarkan beban lalu lintas yang berulang
tanpa mengalami deformasi atau penurunan yang berarti akibat beban lalu lintas dan
beban timbunan itu sendiri.
Harus mempunyai stabilitas yang cukup terhadap faktor perusak seperti curah hujan,
air rembesan dan gempa.

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 1
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Berdasarkan Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan Divisi 3-


pekerjaan tanah, ada beberapa persyaratan bahan untuk berbagai jenis timbunan yaitu:
a) Timbunan Biasa
Bahan untuk timbunan biasa tidak boleh dari bahan galian tanah yang mempunyai
sifat-sifat :
a) Tanah yang mengandung organik seperti jenis tanah OL, OH dan Pt dalam sistem
USCS, serta tanah yang mengandung daun-daunan, rumput-rumputan, akar dan
sampah.
b) Tanah yang mempunyai sifat kembang susut tinggi dan sangat tinggi dalam
klasifikasi Van Der Merwe dengan ciri-ciri adanya retak memanjang sejajar tepi
perkerasan jalan.
c) Tanah yang mempunyai nilai sensitifitas > 4.
d) Tanah dengan kadar air alamiah sangat tinggi yang tidak mungkin dikeringkan
untuk memenuhi toleransi kadar air pemadatan (>OMC+1%).
e) Tanah jenis CH dalam sistem USCS dan tanah A-7-6 dalam sistem AASHTO sama
sekali tidak boleh digunanakan untuk lapisan 20 cm di bawah dasar perkerasan
,bahu jalan atau tanah dasar bahu jalan, kecuali bila diuji dengan SNI 03-1744-
1989 memenuhi nilai CBR > 6% setelah perendaman 4 hari dan dipadatkan 100%
kepadatan kering maksimum (MDD) seperti yang ditentukan SNI 03-1742-1989.
b) Timbunan Pilihan (selected material)
a) Timbunan yang diklasifikasikan sebagai bahan timbunan pilihan harus terdiri dari
bahan tanah, tanah berbatu atau batu berpasir yang memenuhi semua ketentuan
timbunan biasa dan sebagai tambahan harus memiliki sifat tertentu yang tergantung
dari maksud penggunaannya, bila diuji CBR laboratorium sesuai dengan SNI 03-
1744-1989 memiliki nilai CBR paling sedikit 10 % setelah 4 hari perendaman bila
dipadatkan sampai 100 % kepadatan kering maksimum sesuai SNI 03-1742-1989,
atau 95 % kepadatan kering maksimum. Timbunan pilihan untuk lapis 20 cm di
bawah dasar perkerasan (subgrade) ukuran butir maksimum tidak melebihi dari 7.5
cm.
b) Bahan timbunan yang akan digunakan bilamana pemadatan dalam keadaan jenuh
atau banjir yang tidak dapat dihindari, haruslah pasir atau kerikil atau bahan
berbutir bersih lainnya dengan Indeks Plastisitas maksimum 6 %.

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 2
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

c) Bahan timbunan yang akan digunakan pada timbunan lereng atau pekerjaan
stabilisasi timbunan atau pada situasi lainnya yang memerlukan kuat geser yang
cukup, bilamana dilaksanakan dengan pemadatan kering normal, maka bahan
timbunan dapat berupa timbunan batu atau kerikil lempungan bergradasi baik atau
lempung pasiran atau lempung berplastisitas rendah.
3. Timbunan Batu
Batu harus keras dan awet dan disediakan dalam rentang ukuran yang memenuhi
ketentuan dibawah ini:
a) Timbunan sebatas 60 cm di bawah dari perkerasan dapat digunakan material galian
biasa atau material galian batu dengan maksimum butiran tidak lebih dari 7,5 cm
dengan ketebalan lapis padat tidak lebih dari 20 cm.
b) Timbunan sebatas lebih dalam dari 60 cm di bawah dasar perkerasan dapat
digunakan material dengan butiran lebih besar dari 15 cm tidak boleh melampaui
25 % berat. Tebal material perlapisan tidak boleh lebih dari ukuran butir
maksimum dan tidak lebih dari 60 cm, batuan harus tersebar merata dengan
permukaan yang rata dimana rongga-rongga celah permukaan harus diisidengan
butir yang lebih kecil.
c) Walaupun demikian batuan dengan ukuran tidak lebih dari 120 cm dapat pula
digunakan sepanjang diletakkan dan ditata secara hati-hati dan merata dengan sela-
sela batuan diisi dengan butiran kecil hingga membentuk masa yang padat hingga
butiranbutiran tidak goyah satu dengan yang lain.
4. Timbunan Pilihan di Atas Tanah Rawa Biasa
a) Yang dimaksud dengan Tanah Rawa biasa adalah tanah rawa yang bukan tanah
gambut atau tanah yang mengandung kadar organik sangat tinggi (=75%).
b) Untuk penimbunan tanah rawa biasa harus menggunakan material timbunan
pilihan, baik secara langsung ataupun dengan menggunakan separator
5. Timbunan Pilihan di Atas Tanah Rawa Gambut
a) Pada kasus gambut dangkal (ketebalan =2 m )
Bahan timbunan pilihan dan timbunan batu diperlakukan sama dengan ketentuan
Timbunan pilihan diatas Rawa Biasa.
b) Konstruksi timbunan pada kasus rawa gambut kedalaman > 2 m, ditangani dengan
perencanaan dan spesifikasi khusus.

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 3
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2.3 Tanah
Tanah terdiri dari butiran-butiran material hasil pelapukan massa batuan massive, di
mana ukuran butirannya bisa sebesar bongkahan, berangkal, kerikil, pasir, lanau,
lempung, dan kontak butirnya tidak tersementasi termasuk bahan organik. (K. Terzaghi).

2.3.1 Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah
yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-kelompok dan
subkelompok-subkelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi tanah
memberikan suatu bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum
tanah yang bervariasi tanpa penjelasan terperinci. Sebagian besar sistem klasifikasi tanah
yang telah dikembangkan untuk tujuan rekayasa didasarkan pada sifat-sifat indeks tanah
yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran dan plastisitas.
Klasifikasi tanah dibedakan atas:
Klasifikasi berdasarkan Tekstur (USDA)
Klasifisasi berdasarkan pemakaian, terdiri dari:
- Sistem klasifikasi AASHTO (The Association of State Higway and Transportation
Officials)
- Sistem klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS)

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini hanya digunakan klasifikasi berdasarkan


pemakaian yaitu AASHTO.

Sistem Klasifikasi AASHTO

Sistem klasifikasi AASHTO membagi tanah menjadi 7 kelompok besar yaitu,


A-1 sampai A-7.
A-1, A-2, dan A-3 : ≤35% lolos ayakan No.200
A-4, A-5, A-6, dan A-7 : ≥35% lolos ayakan No. 200
Sistem klasifikasi AASHTO didasarkan pada kriteria di bawah ini:
a. Ukuran butir:
Kerikil : bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 75 mm, dan yang tertahan
ayakan no.20 (2mm)
Pasir : bagian tanah yang lolos ayakan no.20 (2mm), dan tertahan ayakan No. 200
(0,075mm)
Lanau dan lempung : bagian tanah yang lolos ayakan no.200
Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 4
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

b. Plastisitas
Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai
indeks plastisitas [plasticity index (PI)] sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung
dipakai bilamana bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks
plastisitas sebesar 11 atau lebih.

c. Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75mm) ditemukan di dalam contoh tanah
yang akan ditentukan klasifikasi tanahnya, maka batuan-batuan tersebut harus
dikeluarkan terlebih dahulu. Tetapi, persentase dari batuan yang dikeluarkan
tersebut harus dicatat.

Tabel 2.1 Klasifikasi Tanah untuk Lapisan Tanah Dasar Jalan Raya (Sistem AASHTO)

Bahan-Bahan berbutir Bahan-Bahan Lanau-Lempung


Klasifikasi Umum
(35% atau kurang lolos No.200) (Lebih dari 35% lolos No. 200)
A -1 A -3 A -2 A -4 A -5 A -6 A -7
Klasifikasi Kelompok A- 7-5
A -1a A -1b A -2-4 A- 2-5 A- 2-6 A- 2-7
A -7-6
Analisa Sringan
Persen Lolos
No. 10 Maks. 50
No. 40 Maks. 30 Maks. 50 Min. 51
No. 200 Maks. 15 Maks. 25 Maks. 10 Maks. 35 Maks. 35 Maks. 35 Maks. 35 Min. 36 Min. 36 Min. 36 Min. 36
Karakteristik
Fraksi Yang Lolos
No. 40
Batas Cair Maks. 40 Maks. 41 Maks. 40 Maks. 41 Maks. 41 Min. 41 Maks. 40 Min. 41
Indeks Plastisitas Maks. 6 N.P. Maks. 10 Maks. 10 Min. 11 Min. 10 Maks. 10 Maks. 10 Min. 11 Min. 11
Indeks Kelompok 0 0 0 Maks. 4 Maks. 8 Maks. 12 Maks. 16 Maks. 20

Jenis-Jenis bahan Fragmen batu, Kerikil Kerikil dan pasir


Pasir halus Tanah berlanau Tanah berlempung
pendukung utama dan Pasir berlanau atau berlempung

Tingkatan umum
Sangat baik sampai baik Sedang sampai buruk
sebagai tanah
PI ≤ (LL-30) -> A-7-5 PI > (LL-30) -> A-7-6

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 5
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

70

60

50

40
Plasticity

A-7-6
30
A-2-6
A-6
20
A-2-7
A-7-5
10
A-2-4 A-2-5
0 A-4 A-5
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Liquid limit
Gambar 2.1 Rentang (range) dari batas cair (LL) dan indeks plastisitas (PI) untuk tanah dalam
kelompok A-2, A-4, A-5, A-6, dan A-7

2.3.2 Tanah Lunak


Berdasarkan panduan Geoteknik 1 Pedoman Kimpraswil No: Pt T-8-2002-B, tanah
lunak adalah tanah-tanah yang jika tidak dikenali dan diselidiki secara berhati-hati dapat
menyebabkan masalah ketidakstabilan dan penurunan jangka panjang yang tidak dapat
ditolelir karena tanah tersebut mempunyai kuat geser yang rendah dan kompresibilitas
yang tinggi.
Tanah lunak yang diuraikan di bawah ini terdiri dari dua tipe, yang didasarkan atas
bahan pembentuknya:
Tanah inorganik yang berasal dari pelapukan batuan yang diikuti oleh
transportasi dan proses-proses lainnya.
Gambut yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan yang mengalami berbagai
tingkat pembusukan.
Tanah organik merupakan kombinasi tanah inorganik dan gambut atau bahan
organik lainnya.

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 6
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2.3.2.1 Tipe Tanah Lunak


Berdasarkan panduan Geoteknik 1 Pedoman Kimpraswil No: Pt T-8-2002-B Tanah
lunak dibagi dalam tiga tipe: lempung lunak, gambut dan Lanau.
a) Lempung Lunak
Lempung lunak adalah merupakan tipe tanah di mana tanah jenis ini
mengandung mineral lempung dan mengandung kadar air tinggi, yang
menyebabkan kuat geser rendah. Dalam rekayasa geoteknik istilah „lunak‟ dan
„sangat lunak‟ khusus didefinisikan untuk lempung dengan kuat geser dan nilai Cu
seperti dtunjukkan pada tabel 2.2 di bawah ini:
Tabel 2.2 Definisi kuat geser lempung lunak

Konsistensi Kuat Geser kg/cm2 Nilai Cu kg/cm2


Lunak 0,125 – 0,25 0,20 – 0,40
Sangat Lunak < 0,125 < 0,20
Sumber: Panduan Goteknik 1 Kimpraswil Halaman.3

Sebagai indikasi kekuatan lempung tersebut, prosedur identifikasi lapangan


terlihat pada tabel 2.3 di bawah ini :
Tabel 2.3 Indikator identifikasi lapangan untuk lempung lunak

Konsistensi Identifikasi Lapangan


Lunak Bisa dibentuk dengan mudah
menggunakan jari tangan
Sangat Lunak Keluar dari jari-jari tangan jika
diremas dalam kepalan tangan
Sumber: Panduan Goteknik 1 Kimpraswil Halaman.3

b) Gambut
Suatu tanah yang pembentuk utamanya terdiri dari sisa-sisa tumbuhan.
Komposisi bahan organik yang terkandung di dalam tanah gambut ini melebihi
75% bagian tanah tersebut.
c) Lanau
Lanau adalah tanah atau butiran penyusun tanah/batuan yang berukuran di
antara pasir dan lempung. Beberapa pustaka berbahasa Indonesia menyebut objek
ini sebagai debu. Lanau dapat membentuk endapan yang mengapung di
permukaan air maupun yang tenggelam. Silt atau lanau merupakan tanah dengan
ukuran butir antara 0,002 mm – 0,075 mm.

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 7
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Dalam pelaksanaan konstruksi timbunan jalan di atas tanah lunak yang harus
diperhatikan adalah antara lain :
Tinggi timbunan kaitannya dengan tinggi kritis
Stabilitas tanah dasar
Daya dukung tanah dasar
Jenis bahan timbunan yang digunakan
Peralatan yang sesuai di lokasi pekerjaan

2.3.2.2 Permasalahan pada Tanah Lunak


Permasalahan-permasalahan yang sering terjadi pada tanah lunak yaitu:
Kompresibilitas tinggi
Daya dukung rendah
Stabilitas rendah
Gaya geser yang relatif kecil

2.3.2.3 Konsistensi Tanah Lunak


Kosistensi tanah dapat diperkirakan dari hasil pengujian di lapangan dengan
menggunakan alat sondir yaitu berdasakan nilai qc (gaya konus).

qc = Apl Cw
Ac (2.1)

Di mana: qc = Tekanan konus (kg/cm2)


Apl = Luas penampang plunger (cm2)
Ac = Luas penampang conus (cm2)
Cw = Pembacaan manometer / perlawanan tanah (kg/cm2)
Berikut tabel tentang konsistensi tanah menurut nilai qc
Tabel 2.4 Konsistensi Tanah Berdasarkan Nilai qc

qc (kg/cm2) Konsistensi
<6 Sangat lunak
6 – 12 Lunak
12 – 24 Sedang
24 – 45 Teguh
45 – 75 Sangat teguh
> 75 Keras
Sumber Mekanika Tanah- Braja M. Das

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 8
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2.3.2.4Timbunan di Atas Tanah Lunak


Timbunan yang dibangun di atas tanah lunak akan menghadapi masalah stabilitas
dan penurunan yang besar. Hal ini diakibatkan tanah lunak mempunyai kuat geser yang
rendah dan kompresbilitas yang tinggi. Tanah lunak dapat didefinisikan sebagai tanah
dengan kuat geser undrained (cu) kurang dari 0.40 kg/cm2. Dalam buku panduan
Geoteknik 4 Departemen Kimpraswil tahun 2002 solusi untuk timbunan di atas tanah
lunak adalah solusi dengan pekerjaan tanah dan solusi dengan perbaikan tanah.

Lima metode solusi pekerjaan tanah yang telah diterima dan diterapkan di
Indonesia adalah:
1. Penggantian material (Replacement)
2. Berem Pratibobot (Counterweight Berms)
3. Penambahan Beban (Surcharging)
4. Konstruksi Bertahap (Staged Contruction)
5. Penggunaan Material Ringan (Light Weight Material)
Keuntungan dari masing – masing metode tersebut seperti tercantum pada Tabel
2.5 berikut ini:
Tabel 2.5 Keuntungan dari Solusi Pekerjaan Tanah yang Umum
Metode Solusi Meningkatkan Mengurangi Penurunan
Stabilitas Pasca Konstruksi
Penggantian Material  
Berem Pratibobot 
Penambahan Beban 
Konstruksi Bertahap 
Penggunaan Material Ringan  
Sumber: Panduan Geoteknik 4 Dep.Kimpraswil Halaman 11

Sedangkan solusi dengan perbaikan tanah meliputi:


Penyalir Vertikal (Vertikal Drain)
Pondasi Tiang
Matras, dengan atau tanpa tiang

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 9
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2.3.2.5Analisis Daya Dukung Tanah


Daya dukung tanah adalah tekanan maksimum yang dapat dipikul oleh tanah
tersebut tanpa terjadi kelongsoran. Bilamana beban di atas tanah ditambah sedikit demi
sedikit maka tanah akan turun dan akhirnya terjadi kelongsoran. Besarnya beban ini
disebut beban longsor, dan tekanan yang bekerja disebut daya dukung/keseimbangan
(ultimate bearing capacity).
Analisis daya dukung untuk keperluan perencanaan teknik jalan raya, yaitu
daya dukung pada subgrade, baik natural subgrade maupun embankment subgrade.

Ultimate Bearing Capacity (qult), adalah total beban atau tekanan yang
menyebabkan tanah runtuh. Sedangkan Allowable Bearing Capacity (qall) adalah tegangan
maksimal yang diperbolehkan pada tanah dengan mempertimbangkan settlement dan
kemampuan struktur untuk menahannya.

qall = (2.2)

SF = faktor keamanan

Besarnya penurunan dan penambahan beban yang bekerja dapat digambarkan oleh
grafik seperti terlihat pada gambar 2.2.
Beban persatuan luas
q2 q1
Penurunan

F2 F1

I2 I1

Sumber : (Sunggono, 1995)

Gambar 2.2 Grafik Daya Dukung

Untuk tanah yang agak keras atau padat akan mengikuti garis I1, dimana titik
longsor tanah terletak di F1 dan tegangan terbesar yang dapat ditahan oleh tanah yang
mendukung adalah sebesar q1.

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 10
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Untuk tanah yang lemah atau lepas akan mengikuti garis I2. Pada tanah jenis ini
tidak menunjukkan daya dukung batas yang jelas. Mulai dari titik F2, grafik menjadi lurus
dan tegangan terbesar dianggap sebesar q2.
Perhitungan daya dukung tanah dibagi menjadi dua metode yaitu :
1. Metode teoritis
Pada metode teoritis ini digunakan persamaan Terzaghi yaitu persamaan yang
disusun berdasarkan teori elastisitas dengan mengabaikan gesekan dan adhesi pada sisi
vertikal.
qbatas = c Nc + q Nq + 0.5γ B Nγ (2.3)

dimana : q = (γ D), dalam t/m2 D = kedalaman pondasi


c = kohesi tanah, (t/m2) B = lebar pondasi, (m)
γ = berat isi efektif tanah dapat berbeda untuk bagian Nq dan Nγ, tergantung
dari lokasi muka air tanah.
φ = sudut geser tanah
Nc, Nq, Nγ = bearing capacity factor

Tabel 2.6 Bearing Capacity Factor Terzaghi

φ Nc Nq Nγ N'c N'q N'γ


0 5.71 1.00 0 3.81 1.00 0
5 7.32 1.64 0 4.48 1.39 0
10 9.64 2.70 1.2 5.34 1.94 0
15 12.8 4.44 2.4 6.46 2.73 1.2
20 17.7 7.43 4.6 7.90 3.88 2.0
25 25.1 12.7 9.2 9.86 5.60 3.3
30 37.2 22.5 20.0 12.7 8.32 5.4
35 57.8 41.4 44.0 16.8 12.8 9.6
40 95.6 81.2 114.0 23.2 20.5 19.1
45 172 173 320 34.1 35.1 27.0
Nc, Nq, Nγ untuk tanah pasir padat, kerakal, dan lempung padat
N‟c, N‟q, N‟γ untuk pasir lepas, lempung lunak

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 11
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2. Metode empiris
Beberapa metode empiris telah dipakai secara langsung atau tidak langsung
mendapatkan gaya dukung. Pada tanah kohesif, kita dapat memakai kekuatan uji tekan tak
terkekang qu, nilai Terzaghi Nc, dan faktor keamanan F=3 (tanah kohesif) untuk
mendapatkan daya dukung izin sebagai berikut :

qa = = + (2.4)

dengan Nq =1 dan c = qu/2, kita peroleh

qa = + ≈ qu + (2.5)

mengambil kuat tekan tak terkekang qu sebagai daya dukung izin (dengan meniadakan

seperti terlihat di atas) merupakan praktek yang biasa dilakukan.


Pada tanah tidak kohesif, suatu nilai qa untuk pondasi diharapkan dapat membatasi
penurunan tidak lebih dari 25 mm atau 1 inchi telah diberikan oleh Meyerhof(1956,1974)
sebagai berikut :
qa = Kd B<F4 (2.6)

qa = ( )2 Kd B>F4 (2.7)

dimana : B = dimensi sisi terkecil


D = kedalaman pondasi dalam satuan B
Kd = 1 + 0,33 D/B < 1,33
N = jumlah uji penetrasi standar (SPT)(pakai nilai rata-rata untuk
kedalaman sampai sekitar 0,75 B di bawah pondasi)
Fi = konstanta yang tergatung pada satuan yang dipakai
Tabel 2.7 Konstanta Yang Dipakai (Meyerhof)

F SI,m FPS,ft
1 0,05 2,5
2 0,08 4,0
3 0,30 1,0
4 1,20 4,0
Sumber : (Bowles, 1984)

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 12
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2.4 Pengujian Tanah


Pengujian tanah bertujuan untuk menentukan parameter-parameter yang dimiliki
suatu tanah baik itu secara fisik maupun teknis. Parameter-parameter hasil pengujian tanah
diperlukan untuk berbagai keperluan seperti CBR untuk menentukan seberapa besar daya
dukung suatu tanah terhadap beban. PI dan LL hasil pengujian dari atterberg limit serta
hasil pengujian analisa ukuran butir berguna untuk menentukan klasifikasi tanah bai itu
menggunakan sistem AASHTO maupun USCS. Dalam penelitian pengujian yang akan
dilakukan adalah dynamic cone penetration, berat jenis, analisa ukuran butir, atterberg
limit, pemadatan, unconfined compressive strength, CBR laboratorium, dan permeabilitas.
Pengujian-pengujian tersebut menggunakan acuan seperti yang dijelaskan pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Standar Prosedur Pengujian Laboratorium
Jenis Pengujian

a. Pengujian Lapangan
DCP (Dynamic Cone Penetration)

b. Pengujian Laboratorium
Sifat Fisik
1. Berat Jenis
2. Analisis Ukuran butir
3. Batas Atterberg

Sifat Mekanis
1. Pemadatan
2. UCS
3. CBR laboratorium
4. Permeabilitas

2.4.1 Pengujian Lapangan


Dalam penelitian mengenai stabilisasi tanah ini, hanya menggunakan pengujian
DCP (dynamic cone penetration) sebagai pengujian di lapangan. Pengujian ini sering
digunakan untuk menentukan nilai CBR titik dalam suatu perencanaan subgrade. Sehingga
untuk dapat menentukan suatu tanah perlu distabilisasi atau tidak salah satunya tergantung
pada hasil pengujian DCP.
Dynamic cone penetration adalah salah satu pengujian lapangan untuk menentukan
nilai CBR lapangan. Prinsip dari pengujian ini adalah menjatuhkan beban seberat 8 kg
melalui batang setinggi 575 mm yang ujungnya dipasang konus dengan dengan

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 13
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

memasukan konus ke dalam tanah di mana pengujian dilakukan (penetrasi). DCP


digunakan pada tanah yang tidak tergganggu artinya untuk menentukan harga CBR pada
setiap kedalaman tanah tersebut tidak perlu digali.
DCP digunakan pada tanah yang tidak terganggu artinya untuk menentukan
harga/nilai CBR pada setiap kedalaman, tanah tersebut tidak perlu digali. Nilai CBR yang
diperoleh kemudian dipakai untuk menentukan tebal lapisan perkerasan yang diperlukan
diatas lapisan yang nilai CBR-nya ditentukan. Jadi, dianggap bahwa diatas suatu bahan
dengan CBR tertentu perkerasan tidak boleh kurang dari angka tertentu.

Terdapat jenis-jenis harga CBR :

a. CBR kedalaman
Tabel 2.9 Nilai CBR Kedalaman
Penetrasi Penetrasi
CBR CBR
(mm) (mm)
<4 70 16 13
5 65 18 12
6 43 19 10
7 35 20 9
8 29 21 8
9 26 22 7
10 23 23 6
11 21 24 5
12 20 25 4
13 19 60 – 70 2
14 16 80 - 100 1
15 15 >100 <1

b. CBR titik
h1 3 CBR1 ... hn 3 CBRn
CBR n

hi
i 1 (2.8)

h = dalam cm

c. CBR Lapsan =2.6354-1.293 log P ………….cone 60 derajat (2.9)


d. P = D/N ----- mm / pukulan (2.10)

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 14
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Peralatan :

Satu unit DCP terdiri dari :

1. Pemegang
2. Penumbuk/Hammer 8 kg
3. Stang penumbuk
4. Stang pengantar
5. Kepala penumbuk
6. Stang penetrasi
7. Mistar penetrasi
8. Mur pengatur skala mistar
Langkah Kerja :

1. Letakkan penetrometer yang telah dirakit diatas tanah yang akan diperiksa.
2. Letakkan alat sedemikian rupa sehingga benda dalam posisi vertical.
3. Baca posisi awal penunjukkan mistar ukur.
4. Angkat palu penumbuk sampai menyentuh permukaan pemegang lalu lepaskan
hingga menumbuk landasan penumbuknya. Tumbukan ini menyebabkan konus
menembus tanah.
5. Baca posisi penunjukan mistar ukur setelah terjadi penetrasi.
6. Ulangi langkah no.3 dan no. 4 berulang kali sampai batas kedalaman lapisan tanah
yang akan diperiksa.
7. Dengan menggunakan tabel CBR dapat ditentukan CBR yang bersangkutan dari
selisih penetrasi yang didapat.

Gambar 2.3 Alat DCP

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 15
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2.4.2 Pengujian Laboratorium Tanah


Pengujian laboratorium sangat perlu dilakukan dalam merencanakan suatu
konstruksi. Hal ini karena berkaitan dengan stabilitas tanah terhadap suatu konstruksi yang
akan dibebankan pada tanah tersebut. Oleh karena itu pengujian dilaboratorium menjadi
penting dalam penelitian ini.
2.4.2.1 Pengujian Atterberg limit
Pengujian atterberg ini bertujuan untuk mengetahui sifat konsistensi tanah. Sifat
konsistensi tanah sangat dipengaruhi oleh nilai kadar air yang terkandung didalamnya.
Apabila kadar air semakin tinggi, maka kondisi tanah semakin cair, begitupun sebaliknya.
Pada proses penambahan kadar air terdapat fase-fase yang dialami tanah yaitu padat, semi
padat, plastis, dan cair. Fase-fase tersebut digambarkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Fase yang terjadi pada tanah


Pada gambar 2.4 terdapat tiga batas antar fase. Fase pertama adalah batas susut (SL)
yaitu harga kadar air pada suatu tanah pada batas antara keadaan semi pada dan keadaan
padat. Fase kedua adalah batas plastis (PL) yaitu harga kadar air pada batas antara keadaan
plastis dan semi padat. Fase yang ketiga adalah batas cair (LL) yaitu harga kadar air pada
suatu tanah pada batas antara cair dengan plastis.
Tingkat keplastisan suatu tanah ditunjukan oleh nilai PI (plasticity index). Nilai PI
dapat hitung dengan rumus :
PI = LL – PL (2.11)
2.4.2.2 Pengujian Berat Jenis
Berat jenis adalah perbandingan antara berat butir tanah dengan berat air suling
dengan isi yang sama pada suhu tertentu. Tabel 2.10 menunjukan nilai berat jenis pada
setiap jenis tanah.

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 16
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Tabel 2.10 Jenis tanah berdasarkan nilai berat jenis


Jenis Tanah Berat Jenis,Gs
Kerikil 2,65 - 2,68
Pasir 2,65 - 2,68
Lanau anorganik 2,62 – 2,68
Lempung anorganik 2,58 – 2,65
Lempung organik 2,68 – 2,75
Sumber : Budhi,2011
Nilai berat jenis dapat dihitungan dengan rumus, sebagai berikut :
(2.12)

Keterangan:
W1 = berat piktometer
W2 = berat piktometer + tanah kering
W3 = berat piktometer + tanah kering + air suling
W4 = berat piktometer + air suling
k = faktor koreksi suhu

2.4.2.3 Pengujian Analisa Ukuran Butir


Sifat-sifat suatu tanah banyak tergantung pada ukuran butirannya. Oleh karena itu,
sangat perlu untuk melakukan pengujian analisis ukuran butir untuk mengidentifikasi
gradasi tanah tertentu. Analisa ukuran butir dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu analisa
saringan, analisa hidrometer dan analisa gabungan.
Dalam penelitian ini digunakan analisa gabungan untuk menentukan gradasi
butiran tanah. Karena dengan menggunakan analisa gabungan ini akan didapat kurva
gradasi yang utuh dan padu sehingga dapat dilihat kondisi gradasi suatu contoh tanah.
Rumus-rumus yang digunakan dalam perhitungan analisa ukuran butir adalah
sebagai berikut :
1. Analisa saringan

(2.13)

2. Analisa hidrometer
(2.14)

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 17
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Keterangan :
N = persentase lebih halus
R = bacaan hidrometer (Rh) + koreksi
Wd = berat tanah kering hidrometer
Gs = berat jenis tanah

(2.15)

(2.16)

Keterangan :
D = diameter efektif
Zr = kedalaman efektif hidrometer
t = waktu pengendapan
= nilai viskositas air
Gs = berat jenis tanah
Gw = berat jenis air
g = gravitasi
(2.17)

Keterangan:
N‟= persentase lebih halus gabungan
N= persentase lebih halus
Wd=berat butir lolos saringan no 200
W= berat butiran tanah total

2.4.2.4 Pengujian Pemadatan


Pemadatan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kerapatan tanah dengan cara
mengeluarkan udara dari pori-pori tanah. Di lapangan, proses pemadatan dilakukan dengan
cara penggilasan, sedangkan di laboratorium pemadatan dilakukan dengan cara dipukul.
Proses pemadatan pemadatan sangat bergantung pada kadar air. Hasil pemadatan
maksimal akan dapat dicapai apabila kadar air berada pada kondisi optimum.
Kerb dan walker dalam Seta (2006) menyatakan bahwa “ukuran kepadatan tanah
adalah berat isi kering ( , yaitu perbandingan antara berat butiran tanah dibandingkan
dengan volumenya.”

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 18
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Gambar 2.5 menunjukan grafik hubungan antara kadar air dan kepadatan kering
dari berbagai jenis tanah dengan nilai plasticity index (PI) nol sampai dengan 40.

Gambar 2.5 Grafik hubungan kadar air dan kepadatan kering


Sumber : Seta, 2006
Rumus yang digunakan dalam perhitungan data hasil dari pengujian pemadatan
adalah :
(2.18)

Keterangan :
= berat isi kering tanah
= berat isi tanah
= kada air
(2.19)

Keterangan :
= berat isi pada kondisi zero air void
Gs = berat jenis
= berat isi air

2.4.2.5 Pengujian UCS (Unconfined Compressive Strength)


Uji kuat tekan bebas (UCS) dilakukan untuk mengukur kemampuan tanah
menerima beban yang diberikan sampai tanah tersebut terpisah dari butiran-butirannya
serta mengukur regangan akibat tekanan tersebut. Pengujian ini dilakukan pada contoh
tanah asli (undisturbed sample) dan contoh tanah tidak asli/remoulded. Nilai yang didapat
pada pengujian ini kemudia diplotkan pada grafik. Gambar 2.6 adalah gambar skema
pembebanan pada pengujian kuat tekan bebas.

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 19
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Gambar 2.6 Skema pembebanan kuat tekan bebas (UCS)


Sumber : google.com

2.4.2.6 Pengujian CBR (California Bearing Ratio)


California Bearing Ratio (CBR) adalah beban pada material standar berupa batu
pecah di California pada penetrasi yang sama. Percobaan ini dilakukan untuk menilai
kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang hendak dipakai untuk pembuatan perkerasan.
Daya dukung lapisan tanah dasar dibutuhkan untuk menentukan lapisan perkerasan yang
dibutuhkan sesuai rencana.

Pada uji pemadatan ini dipakai cetakan yang sama dengan uji pemadatan standar,
yaitu dengan rata-rata volume 1/30 ft3 (944 cm3). Tetapi pada uji CBR ini tanah yang
dipadatkan dibagi menjadi 5 lapisan. Cara ini dikembangkan oleh California State
Highway Departement sebagai cara untuk menilai tanah dasar jalan (sub grade ). Dengan
cara ini suatu percobaan penetrasi dipergunakan untuk menilai kekuatan tanah dasar atau
bahan lainnya yang hendak dipakai untuk pembuatan perkerasan. Nilai CBR yang
diperoleh kemudian dipakai untuk menentukan tebal lapisan perkerasan yang diperlukan di
atas lapisan yang CBR-nya ditentukan.

Langkah Kerja :

A. Persiapan contoh tanah

1. Contoh tanah yang telah diketahui harga OMC-nya, dikeringkan (dijemur diterik
matahari).
2. Bongkahan-bongkahan tanah dihancurkan dengan palukaret, kemudian disaring
dengan saringan No.4.
3. Contoh yang lolos saringan No.4 dibuat 2 bagian masing-masing beratnya + 4 kg
(untuk 2 contoh) kemudian ditambahkan kadar airnya (dibuat) hingga kadar airnya
sama dengan OMC, diaduk hingga merata dan diamkan selama 24 jam.

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 20
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

4. Contoh tanah dipadatkan didalam silinder cetakan dengan menggunakan palu


standard (sesuai dengan test pemadatan tanah) dengan jumlah tumbukan 56 kali
setiap lapis, kemudian bagian atas (permukaan silinder diratakan).
5. Salah satu contoh langsung dilakukan CBR Test (tanpa direndam) dan salah satu
lagi direndam.

Cara Perendaman :

a. Kedua permukaan tanah (atas dan bawah) diberi lapisan kertas filter.
b. Bagian bawah dipasang alas silinder yang mempunyai pori-pori dan dibagian atas
dipasang cincin kepala.
c. Tempatkan didalam ember yang sesuai dan dibagian atas dipasang dial untuk
mengukur pengembangan.
d. Catat pembacaan awal dari dial, kemudian diberi air dan direndam selama +4 x 24
jam,setelah dilakukan test CBR.

B. Pengujian CBR.
1. Pasang proving ring dan piston dalam rangka beban.
2. Tempatkan contoh tanah diatas dongkrak dari rangka beban.
3. Atur posisi piston hingga menyentuh permukaan tanah kemudian stel bacaan ring
pada posisi nol stand.
4. Beri keping pemberat pada permukaan contoh tanah dan pasang dial pengukur
penetrasi.
5. Percobaan dilakukan sebagai berikut :
a. Siapkan Stop Watch dan alat pencatat.
b. Putar dongkrak hingga piston berpenetrasi dengan kecepatan penetrasi 0.05 inch
permenit (1.25 mm/mnt) sambil dicatat bacaan ring pada interval waktu : 1/4 ;
1/2 ; 1 ; 2 ; 3 ; 4 ; 6 ; 8 dan 10 menit
c. Setelah itu piston dilepas, contoh tanah dibalik dan lakukan percobaan pada
bagian bawah, seperti diatas.
6. Ukur kadar airnya.
Catatan : Untuk contoh yang direndam juga dilakukan pengujian seperti diatas
setelah selesai direndam.

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 21
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Gambar 2.7 alat CBR

2.4.2.7 Pegujian Triaxial


Uji Triaksial adalah suatu uji yang menentukan parameter tegangan geser dan data
tegangan serta regangan yang terbaik. Pada pengujian ini digunakan sebuah sampel tanah
yang ditutup dengan membran karet yang tipis dan diletakkan di dalam sebuah tabung
silinder dari bahan plastic transparan atau gelas yang kemudian tabung itu diisi dengan air.
Untuk menyebabkan terjadinya keruntuhan geser pada benda uji, tegangan aksial
(vertikal) diberikan pada benda uji. Pembebanan arah vertikal dapat dilakukan dengan dua
cara :
 Dengan memberikan beban mati yang bertahap dan ditambah dgn tekanan yg sama
sampai benda uji runtuh. Deformasi arah aksial akibat pembebanan ini diukur
dengan sebuah arloji ukur /dial gage.
 Dengan memberikan deformasi arah aksial (vertikal) dengan kecepatan
pembebanan yang tetap dengan bantuan mesin pembeban hidrolis.
Beban aksial yang diberikan diukur dengan bantuan sebuah proving ring (lingkaran
pengukur beban) yang berhubungan dengan piston vertikal.
Ada 3 tipe standar dari uji triaxial yang biasanya dilakukan :
1. Uji air teralirkan terkonsolidasi (consolidated-undrained test)
2. Uji air termampatkan terkonsolidasi (consolidated-drained test)
3. Uji air tak termampatkan tak terkonsolidasi (unconsolidated-undrained test)
Pada uji air termampatkan tak terkonsolidasi (unconsolidated-undrained test) kita
tidak diijinkan mengalirkan air dari dan ke benda uji selama memberikan tekanan sel, karena
pengaliran air tidak terjadi di kedua tahap tersebut maka dapat dilaksanakan dengan cepat.

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 22
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Percobaan kekuatan geser ini dilakukan dalam 2 tingkat yaitu :


- Pemberian tegangan normal
- Pemberian tegangan geser sampai terjadi keruntuhan yaitu sampai terjadi tegangan
geser maksimum .
Kriteria suatu tanah dikatakan runtuh :
1. Bacaan proving ring turun
2. Bacaan proving ring 3 kali berturut-turut sama
- Ambil regangan 15 %, bila contoh tanah tidak runtuh-runtuh.
Pengetahuan mengenai kekuatan geser tanah diperlukan untuk menghitung daya
dukung tanah, tegangan tanah terhadap dinding penahan, dan kestabilan lereng, kesemuanya
bermuara pada masalah kekuatan geser tanah. Untuk menghitung komponen penting dari kuat
geser tanah, seperti kohesi tanah (c) dan sudut geser dalam tanah ( ), kita harus melakukan
percobaan di laboratorium.
Hasil dari uji triaxial, akan didapat grafik hubungan antara tegangan dan regangan, yang
biasa disebut lingkaran Mohr, dengan tegangan utama (3-1) sebagai jari-jarinya, kemudian
didapat kemiringan garis sebagai sudut geser dalam tanah ( ).

Beban vertikal

Proving ring

Pengukur regangan

Ventilasi

Silinder tembus pandang Air dibawah tekanan

Selaput karet Contoh tanah

Katup pengeringan (bila diperlukan)


Pengukur tekanan

Gambar 2.8 alat tekan triaxial

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 23
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

SEL TRIAXIAL
Gambar 2.9 Sel triaxial

2.5 Pemadatan Tanah


Pemadatan (compaction) adalah proses naiknya kerapatan tanah dengan
memperkecil jarak antar partikel sehingga terjadi reduksi volume udara : tidak terjadi
perubahan volume air yang cukup berarti pada tanah ini. Pada pelaksanaan urugan (fill)
dan timbunan (embankment), tanah yang bersifat lepas ditempatkan lapis demi lapis
dengan rentang ketebalan antara 75 mm dan 450 mm, tiap lapis dipadatkan pada standar
tertentu dengan alat mesin gilas (roller), penumbuk (hammer), atau penggetar (vibrator).
Umumnya, makin tinggi derajat pemadatan, makin tinggi kekuatan geser dan makin
rendah kompresibilitas tanah.
Pada proses pemadatan, apabila kadar air tanah rendah, maka semakin besar gaya
pemadatan yang dibutuhkan oleh tanah tersebut, tetapi bila kadar air terlalu tinggi maka
tidak berarti tanah akan menjadi lebih padat tetapi lecak. Dalam hal ini ruangan pori sudah
menjadi penuh berisi air sehingga daya pemadatan ditambah, butir-butirnya akan menjadi
lebih padat.
Derajat kepadatan tanah diukur berdasarkan satuan kerapatan kering (dry density),
yaitu massa partikel padat per satuan volume tanah.

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 24
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

(2.20)

w (%) = persentase kadar air


γ = berat volume tanah basah
Kerapatan kering setelah pemadatan tergantung pada kadar air dan besarnya energi
yang diberikan oleh alat pemadat (dinyatakan sebagai usaha pemadatan).
Tingkat pemadatan tanah diukur dari berat volume kering tanah yang dipadatkan.
Bila air ditambahkan kepada suatu tanah yang sedang dipadatkan, air tersebut akan
berfungsi sebagai unsur pembasah (pelumas) pada partikel-partikel tanah. Karena adanya
air, partikel-partikel tanah tersebut akan lebih mudah bergerak dan bergeseran satu sama
lain dan membentuk kedudukan yang lebih rapat/padat. Untuk cara pemadatan yang sama,
berat volume kering dari tanah akan naik bila kadar air dalam tanah (pada saat dipadatkan)
meningkat. Oleh pemadatan, berat isi dan kekuatan tanah itu meningkat sedangkan
koefisien permeabilitasnya berkurang.
Meskipun pada pemadatan digunakan energi yang sama, nilai kepadatan tanah
yang diperoleh sesudah pemadatan akan berbeda-beda tergantung dari kadar air (water
content) tanah itu. Gambar di bawah memperlihatkan, bahwa hubungan antara berat isi
kering (dry density) dari tanah yang dipadatkan dengan kadar air adalah berubah-ubah
secara parabolis. Harga maksimum dari berat isi kering disebut berat isi kering maksimum
(maximum dry density) dan kadar air yang diperoleh pada kepadatan ini disebut kadar air
optimum (optimum water content).
Umumnya pemadatan itu mengikuti gejala sebagai berikut :
1. Makin rendah kadar air optimum tanah itu, makin besar berat isi kering maksimumnya.
2. Makin baik gradasi dari tanah pasiran, makin tinggi berat isi kering maksimumnya dan
makin curam grafik pemadatn yang diperoleh. Makin halus butir tanah pasiran itu,
makin rendah berat isi kering maksimumnya dan makin landai grafik pemadatannya.
3. Untuk tanah kohesif dari bahan abu vulkanis, berat isi kering maksimumnya sangat
rendah dan kadar air optimumnya tinggi.
Faktor yang mempengaruhi pemadatan :
1. Kadar air
2. Jenis tanah
3. Cara pemadatan

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 25
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Dalam BS 1377, ada 3 macam prosedur pemadatan :


1. Uji Proctor (Proctor test)
2. Uji AASHTO di modifikasi
3. Uji palu penggetar (vibrating hammer)
Setelah dilakukan pemadatan dengan menggunakan salah satu dari tiga metode
standar di atas, kerapatan butiran dan kadar air tanah, juga kerapatan keringnya ditentukan.
Proses ini di ulangi sedikitnya lima kali untuk tanah yang sama, dan kadara air contoh
tanah tersebut dinaikkan pada setiap proses.

Berikut ini adalah alat-alat pemadat yang biasa digunakan di lapangan :

1. Mesin gilas roda-alus (smooth-Wheeled Roller)


2. Mesin gilas ban-pompa (Pneumatic-tyred Roller)
3. Mesin gilas kaki-kambing (sheepsfoot Roller)
4. Mesin gilas kisi-kisi (grid roller)
5. Mesin gilas getar (vibratory roller)
6. Pelat getar (vibrating plate)
7. Alat penumbuk (power rummer)

2.6 Stabilisasi Tanah Lunak dengan Menggunakan Abu Kelapa Sawit


Upaya-upaya stabilisasi tanah telah lama dikembangkan, baik secara tradisional
yang hanya menggunakan cerucuk maupun menggunakan teknologi dengan penambahan
bahan tambah seperti semen. Stabilisasi tanah bertujuan untuk memperbaiki sifat-sifat
yang dimiliki suatu tanah. Prinsip usaha stabilisasi tanah adalah untuk meningkatkan kuat
geser tanah dan memperbaiki daya dukung tanah (Adhi Muhtadi). Dalam kaitannya
dengan tanah dasar (subgrade), stabilisasi sangat perlu dilakukan apabila dalam
pelaksanaan suatu konstruksi jalan menjumpai tanah lunak atau bahkan menjumpai tanah
ekspansif.
Suhardjo (2012) menjelaskan mengenai definisi subgrade yaitu “... pondasi yang
menopang beban perkerasan yang berasal dari kendaraan yang melewati suatu jalan.”
(Suhardjo,2012). Kekuatan dan ketahanan lapisan tanah dasar (subgrade) ditentukan oleh
daya dukung tanah yang dijadikan lapisan tanah dasar tersebut. Hal ini berarti ketika nilai
daya dukung tanah itu baik maka hanya perlu dipadatkan dengan nilai kadar air optimum,
sedangkan ketika nilai daya dukung tanah rendah maka perlu perlakuan khusus baik

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 26
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

dengan mendatangkan tanah dari tempat lain sebagai lapisan tanah dasar atau menambah
zat tambahan (menstabilisasi tanah) untuk meningkatkan daya dukung tanah
tersebut.Menurut Sulistiono, Djoko; Sulchan Arifin & Chomaedi; 2006 mengungkapkan
bahwa nilai CBR > 6% dan nilai PI <10% memenuhi persyaratan untuk tanah dasar jalan.
Dalam pencapaian nilai tersebut maka tanah harus dipadatkan dengan kadar air optimum.
Pada penelitian ini, abu kelapa sawit merupakan bahan tambah yang akan diuji
perilakunya jika ditambahkan pada tanah. Pada prinsipnya stabilisasi tanah menggunakan
abu kelapa sawit adalah mencampurkan abu kelapa sawit dengan tanah yang akan
distabilisasi menggunakan kadar air optimum dan pemadatan. Pelaksanaan di laboratorium
dalam mencampur bahan tidak sesulit di lapangan.
Dalam pelaksanaan di lapangan, salah satu cara mencampurkan tanah dengan abu
kelapa sawit adalah dengan menggunakan metode pelaksanaan CTB (cement trated base).
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan abu kelapa sawit seperti yang dilakukan
oleh Reza Fitra Sandi; 2011 mengungkapkan Penambahan abu kelapa sawit sebesar 15 %
terhadap tanah lempung kelanauan yang berlokasi di kota Bandar Lampung, Lampung
dapat meningkatkan nilai stabilitas tanah yaitu:
Nilai CBR laboratorium naik dari 5,018% menjadi 7,745% (54,344%).
Penurunan berat isi kering maksimum dari 1,497 gr/cm3 menjadi 1,366 gr/cm3
(8,571%).
Kuat tekan bebas naik dari 2,15 kg/cm2 menjadi 5,021 kg/cm2 (133,777%).
Sudut dalam kuat geser langsung naik dari 17,333o menjadi 25,667o (48,082%), dan.
Nilai kohesi kuat geser langsung (c) turun dari 0,303 kg/cm2 menjadi 0,260 kg/cm2
(14,191%).

2.6.1 Limbah Dari Pengolahan Abu Kelapa Sawit


PT Sahabat Mewah dan Makmur (SMM) merupakan perusahaan perkebunan milik
swasta. Perusahaan ini bergerak di sektor perkebunan seperti pengelolaan perkebunan
kelapa sawit. “PT SMM ini memiliki luas lahan untuk kebun kelapa sawit seluas 15.873
hektare (ha) dan satu pabrik kelapa sawit berkapasitas 60 ton tandan buah segar per jam.
Kebun dan pabrik kelapa sawit ini terletak di kabupaten Belitung Timur, Bangka Belitung.
Koh Beng Hock mengungkapkan, dari total lahan sawit yang telah bersertifikasi RSPO ini,
menghasilkan 65.000 ton CPO dan 14.000 ton inti sawit per tahun” (PT Sahabat Mewah
dan Makmur (SMM), 2009). Dengan luasan perkebunan tersebut dapat diartikan bahwa

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 27
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

limbah yang dihasilkan pun sangat potensial untuk dapat dimanfaatkan. Namun sangat
disayangkan pemanfaatan mengenai limbah masih sangat sedikit. Salah satu limbah yang
dihasilkan dari pengelolaan kelapa sawit adalah abu kelapa sawit hasil dari pembakaran
cangkang kelapa sawit.
Abu kelapa sawit (Gambar 2.10) merupakan bahan sisa dari pembakaran cangkang
kelapa sawit. Sangat sedikit sekali pemanfaatan dari abu ini. Abu kelapa sawit biasa
dimanfaatkan untuk bahan tambahan pengeras semen dalam desain beton mutu tinggi. Hal
ini karena, kandungan silika dalam abu kelapa sawit ini sangat tinggi seperti yang
tercantum pada Tabel 2.11
Tabel 2.11 Unsur kimia pada abu kelapa sawit
Unsur Kimia Persentase (%)
SiO2 86,7
CaO 1,75
MgO 3,14
Fe2O3 0,02
Al2O3 17,10
Sumber: Debby Endriani, 2012
Abu kelapa sawit mengandung molekul bermuatan negatif (-) yang dibuktikan
dengan percobaan sederhana menggunakan mistar plastik yang digosok-gosokan pada
rambut kemudian didekatkan pada abu kelapa sawit kering. Secara visual abu kelapa sawit
berwarna hitam pekat dan memiliki bentuk butiran yang beragam. Dalam pengujian sifat
fisik, butiran abu kelapa sawit banyak yang lolos ayakan no 40. Dalam penelitian Ruslan,
2012 menyatakan bahwa berat jenis abu kelapa sawit adalah 2,54.

Gambar 2.10 Abu Kelapa Sawit

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 28
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2.7 Perkuatan Tanah Dasar Dengan Menggunakan Cerucuk Kayu


Pondasi Cerucuk adalah salah satu jenis pondasi yang biasanya diaplikasikan di
daerah dengan kondisi tanah yang kurang stabil di mana umumnya dengan jenis tanah
lumpur ataupun tanah gambut dengan elevasi muka air yang cukup tingggi. Cerucuk
dalam defenisinya adalah susunan tiang kayu dengan diameter antara 8 sampai 15 meter
yang dimasukkan atau ditancapkan secara vertikal kedalam tanah yang ditujukan untuk
memperkuat daya dukung terhadap beban diatasnya. Dalam konstruksinya ujung atas dari
susunan cerucuk disatukan untuk menyatukan kelompok susunan kayu yang disebut
dengan kepala cerucuk. Kepala cerucuk dapat berupa pengapit dan tiang – tiang kayu,
matras, kawat pengikat, papan penutup atau balok poer.

Perlunya pemberian pondasi cerucuk didasarkan atas :


1. Daya dukung tanah yang cukup rendah.
2. Kesulitan saat konstruksi, untuk mengerjakan pondasi dalam saat konstruksi akan
mengalami kesulitan oleh ketinggian elevasi muka air tanah yang cukup tinggi.
Secara konstruksi, pelaksanaan pekerjaan pondasi cerucuk dapat dibagi atas :
1. Perkuatan tanah dasar, dilakukan penggantian tanah dasar dengan menimbun
tanah baru yang lebih stabil, dilakukan dengan menguruk tanah pada lokasi
yang sudah direncanakan.
2. Penancapan kayu cerucuk, dilakukan dengan menancapkan kayu terhadap
lokasi pondasi yang akan dikerjakan, Pelaksanakan diseuaikan dengan jarak
antar titik kayu dan kedalaman yang direncanakan.
3. Pemasangan kepala cerucuk. Dialakukan dengan menyatukan ujung kepala
kayu yang sudah ditanamkan dengan membuat ikatan antar kepala kayu dan
dibuat bidang datar sebagai penempatan pondasi konstruksi yang
direncanakan.

Kadang dalam hal tertentu, pondasi cerucuk ditanamkan pada kedalaman tertentu,
sebelumnya kita terlebih dahulu melakukan penggalian tanah asli sesuai dengan
kedalaman yang direncanakan, dan setelah itu baru dilakukan penancapan kayu cerucuk.
Untuk pelaksanaan pemancangan kayu cerucuk dapat dilakukan secara manual
(tenaga manusia) dan dapat juga dilakukan dengan mekanik atau alat mesin yang sering
disebut mesin pancang (back hoe). Pada prinsipnya kedua cara tersebut adalah melakukan

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 29
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

pemberian tekanan ke kepala kayu pancang sehingga kayu akan tergeser secara vertikal
kedalam tanah yang ditumbukkan.
Adapun Persyaratan cerucuk kayu ini adalah sebagai berikut :
1. Diameter Minimum 8 Cm,, maksimum 15 cm
2. Panjang Minimum 3,5m, maksimum 6m
3. Kelurusan Cukup lurus, tidak belok dan bercabang
4. Kekuatan Minimum kelas kuat II I PKKI 1973
5. Tegangan Minimum Was kuat III untuk mutu A PKKI 1973
Jenis kayu yang sering dipergunakan adalah :
1. Kayu Gelam
2. Kayu Medang
3. Kayu Betangor
4. Kayu Ubah
5. Kayu Dolken
Untuk mengetahui gaya yang bekerja pada satu tiang, bisa dilakukan perhitungan
dengan menggunakan rumus dibawah ini:

(2.21)

Pada umumnya peningkatan kuat geser tanah selalu diikuti semakin kecilnya angka
pori (e) dengan bertambahnya kepadatan tanah akibat dari betambahnya tegangan efektif
yang terjadi pada tanah tersebut, hal ini bisa dilihat dari pengujian Oedometer
(Konsolidasi). Dari hasil pengujian konsolidasi, selalu diberikan grafik semi logaritma
hubungan antara void ratio (e) dengan beban (P). Pada grafik tersebut menunjukan
semakin besar beban (P) yang bekerja maka nilai void ratio (e) semakin kecil seperti
gambar 2.11 berikut :

Gambar 2.11 Hubungan Void Ratio (e) vs semi Log P

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 30
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Kuat geser undrained tanah akan meningkat seiring dengan terjadinya peristiwa
konsolidasi, dimana semakin besar beban kerja (∆P) yang terjadi pada lapisan tanah maka
nilai angka pori tanah (e) semakin kecil sehingga nilai kuat geser tanah akan meningkat.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh LADD dkk. 1997 dan MESRI 1975 menunjukan
bahwa tanah yang mengalami konsolidasi normal akan mengalami peningkatan kuat geser
tanah sesuai tambahan beban yang terjadi, sebagai berikut :
∆Cu = (0,20 – 0,30) ∆φv‟ (2.22)
Dimana : ∆Cu : tambahan kuat geser tanah (kg/cm²)
∆φv‟ : tambahan tegangan tanah vertical efektif
Merujuk hasil pengujian konsolidasi pada grafik semi logaritma hubungan antara
angka pori (e) dengan besar tegangan yang bekerja pada tanah, mempunyai hubungan
unik, yaitu semakin besar tegangan yang berkerja pada ttanah makan nilai angka pori
semakin kecil. Dengan menganggap volume cerucuk yang dimasukan kedalam lapisan
tanah lempung lunak merupakan butiran tanah (Vs) dan tanah dianggap midak mampu
mampat maka akan mengalami perubahan nilai angka pori sebagai berikut :

Gambar 2.12 Hubungan Komposisi Volume Tanah


Nilai angka pori tanah asli sebelum ada cerucuk, tanah jenuh :
eo = Vv / Vs atau (2.23)
eo = (V – Vs) / (Vs) (2.24)
eo = V / Vs – 1 (2.25)
Bila volume cerucuk (Vc) yang relative kecil dianggap sebagai butiran tanah dan
dimasukan kedalam tanah jenuh maka nilai eo menjadi lebih kecil (e1), sehingga
persamaan diatas menjadi :
e1 = v/(vs+vc) – 1 (2.26)
dengan anggapan bahwa volume total tanah (V) dan volume void (Vs) mempunyai
satu satuan masa (≈ 1) maka terdapat perubahan atau penurunan void ratio (∆e) sebagai
berikut :

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 31
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

∆e = 1/(1+Vc) – 1 (2.27)
Dimana : eo : angka pori awal sebelum ada cerucuk
e1 : angka pori setelah ada cerucuk
∆e : perbuahan angka pori adanya penambahan volume cerucuk
Vvo : volume void awal sebelum ada cerucuk
Vso : volume butir awal sebelum ada cerucuk
Vc : volume cerucuk
Secara ilustrasi bila dimodelkan untuk meyakinkan hipotesis ide penulis (Ir.
Muhrozi, MS Undip), dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.13 Hubungan Komposisi Volume Tanah

Volume butir untuk tanah setelah diberi cerucuk akan lebih besar dari sebelum diberi
cerucuk, sehingga nilai angka pori awal (eo) lebih besar dari angka pori setelah diberi
cerucuk (e1), atau eo - e1 = ∆e
Dengan mengeplotkan nilai angka pori eo dan ∆e dari data test konsolidasi tanah asli
atau tanah sebelum diberi cerucuk maka akan didapat P0 dan P1, sehingga akan didapat
besarnya penambahan tegangan (∆P) sesuai dengan tambahan kecilnya nilai e1 sesuai
dengan jarak cerucuk yang dipasang.
Dengan mengetahui pertambahan nilai tegangan pada tanah (∆p) akibat dipasang
cerucuk maka dapat ditentukan pertambahan kuat geser undrainet (∆Cu) = (0,20 – 0,30)
∆φv, sehingga daya dukung tanah dapat ditentukan sebagai berikut :
q ult. = Cu . Nc → Nc : 5,14 sebelum ada cerucuk (2.28)
q ult. = (Cu + ∆Cu)Nc → Nc : 5,14 setelah ada cerucuk (2.29)

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 32
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Contoh Perhitungan Daya Dukung Cerucuk (Ir. Muhrozi, MS Undip):


Contoh dan studi kasus ini mengambil data uji tanah bulan Mei 2009, rencana
pembangunan tower di Ds. Jombang, Purworejo. Diketahui :
Muka air tanah pada kedalaman -0,50 m dari muka tanah asli dan jenis tanah
lempung kelanauan (CL)
Cerucuk dicoba pada kedalaman -1,50 m s/d 5,50 m, data kosolidasi (uji
Oedometer) pada kedalaman -4,0 m.
Dari data sondir (S2) nilai konus pada kedalaman -4,0 m, qc rata-rata = 6,60
kg/cm2 Cuo = qc/(15 – 30) = 6,60 / 25 = 0,26 kg/cm2.
Daya dukung tanah ijin awal -> q all. awal = Cuo x Nc / FK
q all. awal = 0,26 x 5,14 / 3 = 0,44 kg/cm2
Dicoba diameter cerucuk Ø =12 cm dan susunan cercuk 2 tipe, tipe-1 jarak 0,50 m
dan tipe-2 jarak 0,40 cm.
Volume tiap cerucuk satuan kedalaman (vc) = 113,04 cm3, sehingga prosentase
cerucuk terhadap luasan tanah 1,0 m dapat dihitung sebagai berikut :
vc jarak 50 cm = 4 x 113,04 / 10000 = 0,046 atau 4,6 %
∆e = 1/(1+0,046) – 1 = - 0,044
e11 = eo + ∆e = 1,30 - 0,044 = 1,256
vc jarak 40 cm = 9 x 113,04 / 14400 = 0,071 atau 7,1 %
∆e = 1/(1+0,071) – 1 = - 0,067
e12 = eo + ∆e = 1,30 - 0,067 = 1,233
Mencari eo pada kedalaman -4,0m dengan grafik e vs log P (uji konsolidsi)
Po = 0,5 x 1,65 + 3,5 x (1,65 -1 ) = 3,10 t/m2 = 0,31 kg/cm2
Dari grafik didapat eo = 1,30, sehingga nilai e pada tipe 1 dan tipe 2 dapat
dihitung sebagi berikut :
e11 = eo + ∆e = 1,30 - 0,044 = 1,256
e12 = eo + ∆e = 1,30 - 0,067 = 1,233
Dari grafik akan besarnya beban yang akan timbul sebesar :
P1.1 sebesar = 0,80 kg./cm2 dan
P1.2. sebear = 1,40 kg/cm2

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 33
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Gambar 2.14 Grafik e vs Log P, Untuk Mencari Nilai ∆e dan ∆P

Sehingga pertambahan beban (∆P)dan nilai kuat geser tanah (∆Cu ) sebesar :
∆P1.1 = 0,80 - 0,31 = 0,49 kg/cm2
∆Cu.1.1.= (0,2 – 0,3 ) ∆P1.1 = 0,123 kg/cm2
∆P1.2 = 1,40 - 0,31 = 1,09 kg/cm2
∆Cu.1.2 = (0,2 – 0,3 ) ∆P1.2 = 0,273 kg/cm2
Peningkatan daya dukung tanah akibat adanya cerucuk dengan jarak 50 cm dapat
dihitung sebagai berikut :
Cu cerucuk tipe-1 = Cuo + ∆Cu.1.1 = 0,26 + 0,123 = 0,383 kg/cm2
Jadi q all. baru tipe-1 = Cu.1.1 x Nc / FK
= 0,383 x 5,14 / 3 = 0,66 kg/cm2
Jadi q all. awal = 0,44 kg/cm2 q all. tipe-1 = 0,66 kg/cm2
Peningkatan daya dukung tanah akibat adanya cerucuk dengan jarak 40 cm dapat
dihitung sebagai berikut :
Cu cerucuk tipe-1 = Cuo + ∆Cu.1.1 = 0,26 + 0,273 = 0,533 kg/cm2
Jadi q all. baru tipe-1 = Cu.1.1 x Nc / FK
= 0,533 x 5,14 / 3 = 0,91 kg/cm2
Jadi q all. awal = 0,44 kg/cm2 q all. tipe-1 = 0,91 kg/cm2
dengan kata lain meningkat 2 (dua) kali lipat.

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 34
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2.8 Perencanaan Tebal Perkerasan (AASHTO)


Berikut ini dijelaskan langkah-langkah yang dapat digunakan untuk menghitung tebal lapis
perkerasan lentur metoda AASHTO:
a) Menentukan kumulatif beban gandar standar ekivalen – (W18) Untuk dapat
menentukan kumulatif beban gandar standar ekivalen selama umur rencana (W18),
maka terlebih dahulu harus menghitung besarnya lalulintas pada lajur rencana yang
akan diakomodasi di dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur. Jumlah lalu-
lintas rencana tersebut tergantung dari komposisi lalu-lintas, volume lalu-lintas
yang lewat, beban aktual yang lewat, serta faktor bangkitan lalu-lintas serta jumlah
lajur yang direncanakan. Semua parameter tersebut akan dikonversikan menjadi
kumulatif beban gandar standar ekivalen. Secara umum data yang diperlukan untuk
menentukan besarnya W18 adalah jenis kendaraan, volume lalu lintas harian rata
rata, pertumbuhan lalu lintas, damage factor atau angka ekivalen, umur rencana,
faktor distribusi lajur dan faktor distribusi arah. Untuk mendapatkan lalu-lintas
pada lajur rencana dapat digunakan persamaan 2.30 berikut ini.
W18 = 356 x DD x DL x w18 (2.30)
dimana:
DD = faktor distribusi arah
DL= faktor distribusi lajur
w18 = kumulatif beban gandar standar ekuivalen untuk dua arah
(2.31)
DFi = damage factor atau angka ekuivalen beban gandar sumbu kendaraan untuk
jenis kendaraan i.
Pada umumnya DD diambil 0,5. Pada beberapa kasus khusus terdapat
pengecualian dimana kendaraan berat cenderung menuju satu arah tertentu. Dari
beberapa penelitian menunjukkan bahwa DD bervariasi dari 0,3 – 0,7 tergantung
arah mana yang berat dan kosong.
Tabel 2.12 Faktor distribusi lajur - DD
Jumlah Lajur per Arah % Beban Gandar Standar Dalam Lajur Rencana
1 100
2 80 – 100
3 60 – 80
4 50 – 75

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 35
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Untuk roda tunggal karakteristik beban yang berlaku berbeda dengan roda
ganda. Untuk roda tunggal persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan
angka ekuivalen beban gandar sumbu kendaraan adalah:

Angka ekivalen roda tunggal = (2.32)

Lalu-lintas yang digunakan adalah lalu-lintas selama umur rencana yang


diperoleh dengan mengalikan kumulatif beban gandar standar ekuivalen pada lajur
rencana selama setahun w18 dengan besaran kenaikan lalu-litas. Kumulatif beban
gandar standar ekivalen selama umur rencana (W18) dapat diperoleh dari persamaan
2.33.

W18 = (2.33)

dimana:
n = umur pelayanan (tahun)
g = perkembangan lalu-lintas (%)
b) Menentukan modulus resilent tanah dasar - (MR)
Modulus resilent (MR) dapat digunakan untuk mengukur elatisitas dari
karakteristik tanah. Nilai MR dapat ditentunkan dengan mengetahui hubungannya
dengan nilai California Bearing Ratio (CBR). Untuk itu maka terlebih dahulu harus
menghitung nilai CBR dari tanah dasar yang mewakili untuk ruas jalan yang akan
direncanakan tebal lapis perkerasan lenturnya. CBR reprentatif dari suatu ruas jalan
yang direncanakan tersebut tergantung dari klasifikasi jalan yang direncanakan.
Pengambilan dari data CBR untuk perencanaan jalan biasanya diambil pada jarak
100 meter. Untuk satu ruas jalan yang panjang biasanya dibagi atas segmen-
segmen yang mempunyai nilai CBR yang relatif sama. Dari nilai CBR representatif
tersebut kemudian diprediksi modulus resilent tanah dasar dengan menggunakan
persamaan beriktu ini.
MR = 1.500 x CBR (2.34)
Koefisien 1.500 pada persamaan 2.34 digunakan untuk nilai C BR lebih
kecil dari 10, perhatian harus diberikan pada saat menggunakan persamaan 2.34
untuk nilai CBR yang tinggi, karena koefisien pada persamaan 2.34 tersebut untuk
kisaran 750 sampai dengan 3.000.

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 36
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

c) Menentukan kinerja fungsional – ( Ip, Ipo dan Ipf)


Kinerja fungsional perkerasan dapat didefinisikan sebagai kemampuan perkerasan
untuk dapat melayani lalu lintas yang menggunakan infrastruktur perkerasan
tersebut. Kinerja fungsional perkerasan tersebut dinyatakan oleh parameter indeks
permukaan/serviceability indexs (Ip). Ip tersebut berdasarkan konsep AASHTO
dari hasil pengamatan mengenai kondisi perkerasan yang meliputi kerusakan
kerusakan seperti retak retak, alur, lubang, lendutan pada lajur roda, kekasaran
permukaan dan lainnya selama umur rencana perkerasan tersebut. Angka Ip yang
ditetapkan dalam AASHTO 1993 berkisar antara 0 sampai dengan 5 yang
menunjukkan fungsi pelayanan dari perkerasan tersebut, seperti diperlihatkan pada
Tabel 2.13.
Tabel 2.13 Indek permukaan perkerasan
Indeks Permukaan - Ip Fungsi Pelayanan
4–5 Sangat baik
3–4 Baik
2–3 Cukup
1–2 Kurang
0–1 Sangat kurang

Besarnya nilai Ip dapat juga menyatakan nilai ketidakrataan dan kekuatan


perkerasan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang
menggunakan perkerasan tersebut. Adapun beberapa nilai Ip beserta artinya
diberikan berikut ini:
Ip = 2,5 : menyatakan permukaan perkerasan masih cukup stabil dan baik.
Ip = 2,0 : menyatakan tingkat pelayanan terendah bagi perkerasan yang masih
mantap.
Ip = 1,5 : menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin, jalan tidak
terputus.
Ip = 1,0 : menyatakan permukaan perkerasan dalam keadaan rusak berat sehingga
sangat menggangu lalu-lintas kendaraan.
Kemudian tentukan besaran-besaran kinerja fungsional dari sistem
perkerasan jalan yang ada seperti indeks permukaan pada awal umur rencana (Ipo),
indeks permukaan pada akhir umur rencana (Ipt) dan indeks permukaan pada saat
failure (Ipf). Sedangkan Ip merupakan selisih antara Ipo dan Ipt. Ipo merupakan
nilai Ip pada perkerasan yang baru dibuka untuk umum, Ipt akan memperlihatkan

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 37
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

nilai Ip terkecil yang diperbolehkan atau akhir dari fungsi pelayanan didasarkan
pada indeks permukaan terrendah yang dapat ditoleransi sebelum dilakukan
rehabilitasi, yang memerlukan pelapisan ulang atau rekonstruksi. Dalam
menentukan Ipt perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan
sebagai mana diperlihatkan pada Tabel 2.14.
Tabel 2.14 Indek permukaan pada akhir umur rencana
Klasifikasi jalan
Lokal Kolektor Arteri Bebas hambatan
1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -
1,5 1,5 – 2,0 2,0 -
1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
- 2,0 – 2,5 2,5 2,5
Sumber: Pt T-01-2002-B

Sedangkan untuk menentukan Ipo, maka perlu diperhatikan jenis lapis


permukaan perkerasan pada awal umur rencana sesuai dengan Tabel 2.15.

Tabel 2.15 Indek permukaan pada awal umur rencana


Jenis Lapis Ketidakrataan *)
Ipo
Perkerasan (IRI, m/km)
LASTON
3,9 – 3,5
3,9 – 3,5
LASBUTAG
3,4 – 3,0
3,4 – 3,0
LAPEN
2,0 – 2,5
*) alat pengukur ketidakrataan yang dipergunakan dapat berupa roughmeter NAASRA,
Bump Integrator dll.

d) Menentukan tingkat reliabilitas – (ZR x So)


Reliabilitas (R) perencanaan tebal lapis perkerasan lentur dapat
didefinisikan sebagai suatu probabilitas lapis perkerasan lentur yang direncanakan
akan tetap dapat memberikan tingkat pelayanan yang memuaskan selama masa
pelayanannya. Secara umum reliabilitas merupakan:
1. nilai probabilitas dari tingkat pelayanan yang dapat dipertahankan atau
dipelihara selama masa umur perkerasan lentur;
2. nilai jaminan kemampuan perkerasan lentur untuk dapat melayani lalu lintas
walaupun dengan tingkat pelayanan minimum sebelum diberikan
peningkatan atau rehabilitasi;

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 38
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

3. nilai probabilitas dari sistem perkerasan lentur yang masih dapat


memberikan kenyamanan.
Nilai reliabilitas yang disarankan menurut metoda AASHTO disajikan pada
Tabel 2.16 berikut ini.

Tabel 2.16 Reliabilitas


Reliabilitas (%)
Klasifikasi Jalan
Urban Rular
Jalan Tol 85 – 99,9 80 – 99,9
Arteri 80 – 99 75 – 95
Kolektor 80 – 95 75 – 95
Lokal 50 – 80 50 – 80
Sumber: AASHTO 1993

Penentuan nilai reliabilitas berdasarkan biaya (AASHTO 1993) Setiap nilai


reliabilitas akan memberikan nilai standard normal deviate (ZR), sebagai contoh
nilai reliabilitas 90% akan memberikan nilai ZR sebesar -1,282. Nilai -1,282
memperlihatkan bahwa probabilitas atau kemungkinan yang terjadi cacat atau
gagal adalah sebesar 10%. Korelasi nilai reliabilitas dengan ZR dapat dilihat pada
Tabel 2.17 berikut ini.

Tabel 2.17 Standard normal deviate


Reliabilitas – R (%) ZR Reliabilitas – R (%) ZR
50 -0,000 93 -1,476
60 -0,253 94 -1,555
70 -0,524 95 -1,642
75 -0,674 96 -1,751
80 -0,841 97 -1,881
85 -1,037 98 -2,054
90 -1,282 99 -2,327
91 -1,340 99,9 -3,090
92 -1,405 99,99 -3,750
Sumber: AASHTO 1993
Penetapan nilai reliabilitas dari 50% sampai dengan 99,99% merupakan
tingkat kehandalan perencanaan untuk mengatasi dan mengakomodasi
kemungkinan tidak tepatnya besaran-besaran parameter perencanaan yang
digunakan. Semakin besar nilai reliabilitas yang digunakan, maka akan semakin
tinggi tingkat untuk mengatasi kemungkinan terjadinya selisih besaran-besaran
parameter perencanaan dengan kenyataan, adanya variasi dari parameter –
parameter tersebut.

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 39
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

e) Menentukan koefisien kekuatan relatif – (a)


Berdasarkan pedoman perencanaan tebal perkerasan lentur Pt T-01-2002-B,
diperkenalkan korelasi antara koefisien kekuatan relatif dengan nilai mekanistik,
yaitu modulus resilen. Lebih jauh dijelaskan bahwa berdasarkan jenis dan fungsi
material lapis perkerasan, maka estimasi koefisien kekuatan relatif dikelompokkan
ke dalam 5 katagori yaitu beton aspal (asphalt concrete), lapis pondasi granular
(granular base), lapis pondasi bawah granular (granular subbase), cement-treated
base (CTB), dan asphalt-trated base (ATB). Gambar 2.12 memperlihatkan grafik
yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan koefisien kekuatan relatif lapis
permukaan berbeton aspal bergradasi rapat berdasarkan modulus elastisitas (EAC)
pada suhu 680F. Dalam pedoman tersebut juga disarankan agar hati-hati untuk nilai
modulus elastisitas di atas 450.000psi, meskipun modulus beton aspal yang lebih
tinggi akan lebih kaku dan lebih tahan terhadap lenturan, akan tetapi lebih rentan
terhadap retak fatique.

Gambar 2.15 Grafik untuk memperkirakan koefisien kekuatan relatif lapis permukaan berbeton aspal
bergradasi rapat (a1)
Koefisien kekuatan relatif lapis pondasi granular (a2) dapat diperoleh
dengan menggunakan persamaan 2.35.
a(2) = 0,249 (log10 EBS) – 0,977 (2.35)
Untuk lapis pondasi bawah granular, koefisien kekuatan relatif (a 3) dapat
diperoleh dengan menggunakan persamaan 2.36.
a3 = 0,227 (log10 ESB) – 0,839 (2.36)

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 40
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

f) Menentukan koefisien drainase - (m)


Konsep koefisien drainase dikenalkan untuk mengakomodasi kualitas
sistem drainase yang dimiliki perkerasan. Definisi kualitas drainase secara umum
diperlihatkan pada Tabel 2.18 berikut ini.
Tabel 2.18 Definisi kualitas drainase
Kualitas Drainase Air hilang dalam
Baik sekali 2 jam
Baik 1 hari
Sedang 1 minggu
Jelek 1 bulan
Jelek sekali Air tidak akan mengalir
Seperti dijelaskan dalam Pt T-01-2002-B (2002) kualitas drainase pada
perkerasan lentur diperhitungkan dalam perencanaan dengan menggunakan
koefisien kekuatan relatif yang dimodifikasi. Faktor untuk memodifikasi koefisien
kekuatan relatif ini adalah koefisien drainase (m) dan disertakan ke dalam
persamaan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) bersama-sama dengan koefisien
kekuatan relatif (a) dan ketebalan (D).
g) Menghitung Indeks Tebal Perkerasan - (ITP)
Besarnya nilai ITP dapat ditentungan dengan menggunakan persamaan 2.37
berikut ini.

(2.37)

dimana:
W18 adalah perkiraan jumlah beban sumbu standar ekivalen 18-kip
ZR adalah deviasi normal standar
So adalah gabungan standar error untuk perkiraan lalu-lintas dan kinerja
Ip adalah perbedaan antara indeks permukaan awal umur rencana dengan indeks
permukaan akhir umur rencana.
MR adalah modulus resilen
Ipf adalah indek permukaan perkerasan dalam keadaan hancur atau failure.
h) Menghitung tebal masing-masing lapisan perkerasan - (D1, D2 dan D3)
Perhitungan perencanaan tebal lapis perkerasan didasarkan kepada kekuatan relatif
masing-masing lapisan perkerasan, dengan persamaan sebagai berikut:
ITP = a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3 (2.38)

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 41
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Jika kualitas drainase dipertimbangkan, maka persamaan 2.38 diatas dimodifikasi


menjadi:
ITP = a1 x D1 + a2 x D2 x m2 + a3 x D3 x m2 (2.39)
dimana:
a1, a2, a3 = koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan
D1, D2, D3 = tebal masing-masing lapis perkerasan
m2, m3 = koefisien drainase.
Angka 1, 2 dan 3 masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi, dan
lapis pondasi bawah. Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis
pondasi agregat disajikan pada Tabel 2.19 berikut ini.
Tabel 2.19 Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat.
Lapis Pondasi
Lalu – Lintas Beton aspal LAPEN LASBUTAG
Agregat
(ESAL)
inci cm inci cm inci cm inci cm
< 50.000 1,0 2,5 2 5 2 5 4 10
50.001 – 150. 000 2,0 5,0 - - - - 4 10
150.001 – 500.000 2,5 6,3 - - - - 4 10
500.001 – 2.000.000 3,0 7,5 - - - - 6 15
2.000.001 – 7.000.000 3,5 8,8 - - - - 6 15
> 7.000.000 4,0 10 - - - - 6 15

Meidy Pratama/ 091134016/ Perbaikan dan Peningkatan Lapisan Subgrade Pada Jalan... II - 42

Anda mungkin juga menyukai