A. Pengertian Irigasi
Irigasi adalah kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan usaha mendapatkan air untuk
sawah, ladang, perkebunan dan usaha lain-lain. Usaha tersebut berupa :
B. Tujuan Irigasi
Tujuan irigasi adalah membasahi tanah agar dapat mencapai suatu kondisi tanah yang
baik untuk pertumbuhan tanaman. (Teknik Sumber Daya Air, 1996)
C. Areal Irigasi
Areal irigasi adalah daerah-daerah yang dapat diairi semaksimal mungkin, dimana
airnya diambil dari bangunan sadap utama. Batas keliling areal diambil dari petak-petak
tersier terluar.
1. Wilayah (region) adalah areal yang airnya diambil dari beberapa bangunan sadap utama
yang selanjutnya dibawa ke jaringan irigasi tunggal / majemuk.
2. Daerah (zone) adalah areal yang airnya diambil dari satu bangunan sadap utama.
3. Petak primer adalah areal yang airnya diambil dari sebuah saluran-saluran primer dan
terdiri dari beberapa petak-petak sekunder.
4. Petak sekunder adalah areal yang airnya diambil dari sebuah saluran-saluran sekunder
dan terdiri dari beberapa petak-petak tersier.
5. Petak tersier adalah areal yang airnya diambil dari saluran-saluran tersier dan terdiri dari
beberapa petak kwarter (sawah).
6. Areal mati adalah areal yang tidak dapat diairi dari suatu sistem irigasi.
7. Areal bruto (gross irrigable area) adalah keseluruhan areal irigasi baik yang mendapat
air maupun yang tidak mendapat air irigasi karena permukaan tanah lebih tinggi, jalan
ispeksi dan lain-lain.
8. Areal netto (culturable irrigation area) areal bersih yang mendapat air.
D. Petak Petak
Peta petak adalah suatu peta yang menerangkan suatu lokasi dari sistem jaringan irigasi
yang akan diairi. Peta ini memuat arah saluran, letak bangunan, batas-batas jalan, batas-
batas pembuang alam, daerah yang dapat diairi dan yang tidak dapat diairi. Penentuan peta
petak ini di dasarkan pada kondisi topografi yang tergambar pada peta situasi seperti dapat
dilihat pada tabel 1.
1. Petak Sekunder adalah suatu petak yang berupa kumpulan dari beberapa petak yang
mendapat air / pengambilannya dari saluran sekunder.
2. Petak tersier didasarkan pada kondisi topografi daerah itu hendaknya diatur sebaik
mungkin, sedemikian rupa sehingga satu petak tersier terletak dalam satu daerah
administrasi desa. Jika ada dua desa dalam satu petak tersier yang luas dianjurkan untuk
membagi petak tersier tersebut menjadi dua petak sub tersier yang berdampingan sesuai
dengan daerah desa masing-masing.
3. Petak kuarter biasanya akan berupa saluran irigasi dan pembuang kuarter yang
memotong kemiringan medan dan saluran irigasi tersier serta pembuang tersier atau
primer yang mengikuti kemiringan medan. Jika mungkin batas-batas ini bertepatan
dengan batas-batas hak milik tanah.
4. Dari kriteria umum pengembangan patak, maka dipilih pengembangan petak ukuran
petak tersier dimana untuk luasan petak tersier adalah 50 – 100 Ha.
E. Trase Saluran
Trase saluran merupakan jalur rencana saluran yang dibuat dari kondisi topografi
tentang penggambaran baik berupa relief tanah, alur-alur, jalan, batas kampung, sungai,
yang menunjang dalam perencanaan jaringan irigasi.
F. Jaringan Irigasi
Bangunan
Bangunan Bangunan
Bangunan Utama Permanen atau
permanen sementara
semi permanen
Kemampuan
bangunan dalam
Baik Sedang Jelek
mengukur dan
mengatur debit
terpisah Satu
Dikembangkan
Petak tersier - -
Sepenuhnya
Efisiensi secara
50 – 60 % 40 – 50 % < 40 %
keseluruhan
Ada instansi
yang menangani Tidak ada O &
Kondisi O & P Belum teratur
Dilaksanakan P
teratur
G. Tata Nama/Nomenklatur
1. Pengertian
Nomenklatur atau tata nama petunjuk atau indeks yang jelas dan singkat dari
suatu objek, baik itu petak, saluran atau bangunan, bangunan bagi, bangunan silang dan
lain sebagainya, sehingga akan memudahkan dalam pelaksanaan eksploitasi dan
pemeliharaan dari tiap-tiap bagian dari jaringan irigasi.
2. Ketentuan Nomenklatur
Dalam pemberian tata nama pada suatu jaringan irigasi, harus diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a. Singkat dan jelas, jika mungkin hanya terdiri dari satu huruf
b. Huruf ini harus menyatakan petak, saluran atau bangunan
c. Dibedakan antara saluran pembawa dan pembuang
3. Tata cara pemberian nama
Secara umum huruf awal saluran irigasi diberi S, saluran drainase diberi D, bangunan-
bangunan bagi sadap diberi B dan kemudian diikuti dengan notasi lainnya.
a. Daerah Irigasi
Daerah irigasi diberi nama sesuai dengan nama daerah setempat atau desa penting
didaerah itu. Contohnya adalah pada peta pengerjaan studio perancangan irigasi dan
bangunan air merupakan daerah sungai Tiloan dan juga sungai Buol. Maka dengan
begitu untuk penamaan irigasi menggunakan nama sungai atau daerah dimana
irigasi tersebut dibuat, maka penamaan irigasi tersebut adalah irigasi Buol. Apabila
ada dua pengambilan atau lebih, maka daerah irigasi tersebut sebaiknya diberi nama
sesuai dengan desa-desa terkenal didaerah layanan tersebut.
b. Saluran irigasi
1) Saluran irigasi primer sebaiknya diberi nama sesuai dengan daerah irigasi yang
dilayani, contoh Saluran Irigasi Buol.
2) Saluran sekunder sering diberi nama sesuai dengan nama desa yang terletak
dipetak sekunder. Petak sekunder akan diberi nama sesuai dengan nama saluran
sekunder. Sebagai contoh saluran sekunder Buol mengambil nama yang terletak
dipetak sekunder Buol. Saluran dibagi menjadi ruas-ruas yang berkapasitas
sama. Misalnya RS 2 adalah ruas saluran sekunder (S) antara bangunan sadap
BS 1 dan BS 2.
H. Bangunan-Bangunan Irigasi
Untuk keperluan irigasi tentunya diperlukannya sebuah jaringan irigasi teknis
dengan membuat bangunan-bangunan irigasi yang diantaranya seperti dibawah ini :
1) Bangunan Sadap Utama
Untuk mendapatkan air , pengambilan dapat dilakukan melalui :
a) Pengambilan bebas
didalam sponeng/alur yang lebih lebar 0,03 m sampai 0,05 m dari tebal balok itu
sendiri.
b. Pintu Sorong
Kebanyakan pintu sorong digunakan sebagai bangunan pengatur tinggi muka air.
Kelebihan yang dimiliki dari alat ini adalah tinggi muka air hulu dapat dikontrol
dengan tepat, pintu bilas kuat dan sederhana serta sedimen yang diangkut oleh
saluran hulu dapat melewati pintu bilas.
Persamaannya adalah sebagai berikut : (KP – 04, 1986)
Q = K..b.a. ( 2g h i ) ………………………………….(Pers. 1)
Dimana :
Q = Debit rencana, yang melewati pintu, m3/det
K = Koefesien debit, perbandingan h2 dengan a ( Bukaan Pintu )
= Koefesien debit perbandingan h1 dengan a
a = Tinggi bukaan bersih pintu, m
b = Lebar bukaan bersih pintu, m
h1 = Tinggi air diatas ambang di hulu pintu, m
h2 = Tinggi air diatas ambang di hilir pintu, m
g = Percepatan grafitasi, m/det2
5) Bangunan Pengukur debit
Agar pengaturan air irigasi menjadi lebih efektif , maka debit harus di ukur. Ada
berbagai macam bangunan dan peralatan pengukur debit yang telah dikembangkan
seperti :
a. Alat ukur ambang lebar
Ambang lebar dan flum leher panjang (tanpa ambang/tinggi ambang nol) adalah
bangunan pengukur debit yang biasanya ditempatkan di awal saluran primer. Pada
titik cabang saluran besar dan tepat dihilir pintu sorong pada titik masuk petak
tersier.
b. Alat ukur Romijn
Pintu Romijn adalah alat ukur ambang lebar yang bisa digerakkan untuk mengatur
dan mengukur debit. Agar dapat bergerak mercunya dibuat dari pelat baja dan
dipasang diatas pintu sorong, alat ini sering digunakan sebagai bangunan sadap
tersier tetapi dapat juga dipakai sebagai bangunan sadap sekunder.
c. Alat ukur Crump de Gruyter
Alat ini dapat digerakkan dan digunakan untuk mengatur dan mengukur debit.
Penggunaan alat ini sama dengan penggunaan alat ukur romijn.
Persamaan alirannya adalah sebagai berikut : (KP – 04, 1986)
Q = Cd . b . w . ( 2g ( h w ) ) ………………………… (Pers. 2)
Z = 0,50 ( h – w ) ……………………..……..………….. (Pres.3)
dimana :
Q = Debit rencana, yang melewati pintu, m3/det
CD = Koefesien debit, umumnya diambil sebesar 0,94
w = Tinggi bukaan bersih pintu, m
b = Lebar bukaan bersih pintu, m
h = Tinggi air diatas ambang di hulu pintu, m
z = Kehilangan energi di pintu ukur, m
g = Percepatan grafitasi, m/det2
6) Bangunan Pembawa
Bangunan pembawa adalah bangunan yang diperlukan untuk membawa aliran air di
tempat-tempat dimana tidak mungkin dibuat potongan saluran biasa tanpa pasangan.
Bangunan pembawa mungkin diperlukan karena :
a. Persilangan dengan jalan yang diperlukan gorong-gorong, jembatan.
Gorong-gorong adalah bangunan yang terletak pada saluran pembawa bersilangan
dengan jalan atau saluran pembuang, bentuk dari gorong-gorong ada yang
berbentuk bulat dan persegi yang diatasnya diberi pelat beton tipis. Lebar
penampang gorong-gorong minimal sama dengan lebar dasar saluran atau muka air
saluran.
b. Bangunan Terjun
Bangunan terjun dibangun ditempat yang medannya lebih curam dibandingkan
dengan kemiringan saluran rencana dan diperlukan penurunan muka air. Bangunan
terjun berfungsi sebagai
i. Bagian pengontrol untuk mencegah penurunan muka air secara berlebihan
ii. Peredam energi yang berlebuhan di ruas saluran hilir
iii. Lindungan aliran keluar untuk mencegah akibat gerusan dan erosi
Apabila tinggi terjunan kurang dari 1,5 meter digunakan type terjunan tegak
sedangkan lebih dari 1,5 meter digunakan type terjunan miring
Kecepatan aliran :
Vu = ( 2.g . Z ) ……................................…..(Pers. 6)
Yu = q / Vu ………………………...…. (Pers. 7)
Vu
Fr = .…………...………………..(Pers. 8)
g.Yu
dimana :
ΔH = Perubahan tinggi energi pada bangunan, (m)
Hd = Tinggi energi hilir pada kolam olak, (m)
H1 = Tinggi enegi dimuka ambang, (m)
Vu = Kecepatan awal loncatan, (m)
Yu = Kedalaman air di awal loncatan
q = Debit persatuan ambang, (m2/det)
Fr = Bilangan Froude
g = Percepatan grafitasi, (m/det)
Tipe kolam olak yang akan direncana disebelah hilir bangunan bergantung pada
energi air yang masuk, yang dinyatakan dengan bilangan froude, dan pada bahan konstruksi
kolam olak. Salah satu tipe kolam olak yaitu tipe kolam vlugter khusus dikembangkan
untuk bangunan terjun disaluran irigasi.
Persamaan untuk menghitung tipe kolam olak vlugter : ( KP- 04, 1986 )
Tinggi energi diatas ambang :
q2
hc = 3 ……………………………. (Pers. 9)
g
Perubahan tinggi energi pada bangunan terjun dan tinggi energi diatas ambang :
Z
Z/hc = ……………………………. (Pers. 10)
hc
Jika, 0,5 < z/hc < 2,0 , maka tinggi loncatan air untuk bangunan terjun dapat dihitung dari
persamaan :
t = 2,4hc+0,4z ……………………………. (Pers. 11)
Jika, 2,0 < z/hc < 15,0 , maka tinggi loncatan air untuk bangunan terjun dapat dihitung dari
persamaan :
t = 3,0 hc + 0,1 z ……………………………. (Pers. 12)
Tinggi ambang pada ujung kolam olak :
hc
a = 0,28 hc ……………………………. (Pers. 13)
z
Ukuran dalam kolam olak ( D = R = L ) :
= z+t–h ……………………………. (Pers. 14)
dimana :
hc = Tinggi energi diatas ambang, m
t = Tinggi loncatan air, m
a = Tinggi ambang pada ujung kolam olak, m
R/D/L = Ukuran dalam kolam olak, m
L = Panjang kolam olak bangunan terjun, m
c. Keadaan topografi yang berakibat terbatasnya lebar saluran atau perubahan kemiringan
secara tiba-tiba, atau ditempat-tempat dimana kemiringan medan melebihi kemiringan
saluran, yang diperlukan talang, flum, bangunan terjun atau saluran pasangan.
d. Persilangan dengan saluran atau sungai, yang diperlukan, sipon atau gorong-gorong.
e. Menjaga muka air tetap setinggi yang diperlukan di daerah-daerah rendah, yang
dibutuhkan talang, flum, saluran pasangan.
f. Perlu membuang kelebihan air dengan bangunan pembuang, yang dibutuhkan
bangunan pembuang.
Keputusan mengenai type bangunan yang akan dipilih bergantung pada besarnya biaya
pelaksanaan. Biaya ini ditentukan oleh dimensi saluran serta jalan atau saluran yang akan
diseberangi.
I. Perencanaan Saluran
J. Kapasitas rencana
1. Debit Rencana
Debit rencana di saluran di hitung berdasarkan kebutuhan bersih air disawah,
efisiensi dan luas areal yang akan diairi. (KP – 03, 2010)
c. NFR . A
Q ( Ltr / det ) ...............................................................(Pers. 15)
e.
Dimana :
3. Efisiensi
Akibat eksploitasi dan rembesan, sebagian air yang dibagikan akan hilang
sebelum mencapai tanaman padi. Kehilangan air akibat evaporasi dan perembesan
kecil saja dibanding kehilangan akibat eksploitasi.
Pada umumnya kehilangan air di irigasi akibat kemungkinan diatas dapat
dibagi-bagi sebagai berikut : (KP – 03, 2010)
Untuk saluran tersier e = 0,775 – 0,850 ( diambil 0,80 )
Untuk saluran sekunder e = 0,875 – 0,925 ( diambil 0,90 )
1,50 - 2,00
0,50 1 : 20
h
Saluran tersier k = 35
b 0,30
w 0,20
0,40 1,00-1,50
h 1:1
Ketentuan dimensi dan kecepatan minimum yang disyaratkan pada saluran tanpa
pasangan juga berlaku untuk saluran pasangan. Harga koefisien k diambil sebagai
berikut :
w
0,50
w
Pasangan batu
0,20 cm
0,40
0,20
Koperan
w
0,50w
ww Pasangan ubin
beton talud saja
ACHMAD RYAN YAMPU
Mortar 0.07-0,10
0,5 0,20
F 111 15 130 0 cm
0,20
Pangkal pasangan batu
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
w
0,50w Pasangan ubin
ww beton talud dan
dasar
Mortar 0.07-0,10
0,5
0 cm
0,40
Koperan
0,20
Persamaan untuk menghitung ruas saluran sebagai berikut : (KP – 03, 2010) :
A
R = ( m ) ................................................................................(Pers. 18)
P
Dari persamaan rumus diatas dapat diuraikan menjadi persamaan rumus sebagai berikut :
Q = VxA
A
Q = (Kx x I1/2 ) x ( b + m.h ) h
P
2/3
(b m.h )h
Q = (Kx x I1/2 ) x ( b + m.h )
b 2.h m 2 1
2/3
(( n .h ) m.h )h
Q = (Kx x I1/2 ) x ( n.h + m.h ) h ………...(Pers. 22)
(n.h ) 2.h m 2 1
Dimana :
V = Kecepatan, m/det
P = Keliling basah, m
K. Kecepatan Saluran
Distribusi kecepatan maksimum disebabkan oleh tekan pada muka air akibat adanya
perbedaan fluida atau udara dan juga akibat gaya gesekan pada dasar maupun dinding
saluran, maka kecepatan aliran pada suatu potongan melintang saluran tidak seragam.
Ketidakseragaman ini disebabkan oleh bentuk tampak melintang saluran dilokasi saluran.
(Robert.J.K,2002).
Kecepatan maksimum yang di izinkan juga akan menentukan kecepatan rencana untuk
dasar saluran tanah dengan pasangan campuran. Prosedur perencanaan saluran untuk
saluran dengan pasangan adalah sama dengan prosedur perencanaan saluran tanah.
Harga kecepatan minimum yang direncanakan untuk saluran tersier dan kuarter pada
saluran irigasi tanpa pasangan dapat dilihat pada tabel 3.
Harga k m1/3/det 35 30
Tanggul Tanggul
0,50 0,40
Lebar minimum mercu m
Jalan inspeksi Jalan inspeksi
v r k R 2 / 3 I r 1/ 2
dimana :
A
R = = Jari-jari hidrolis, m
P
Ir = Kemiringan rencana
Lempung pasiran
N. Kemiringan Saluran
Kemiringan saluran diusahakan sedapat mungkin mengikuti kemiringan medan
yang ada, selama itu tidak mengakibatkan munculnya kecepatan aliran di saluran yang
melampaui batas izin.
Kemiringan minimum dibuat untuk mencegah munculnya sedimentasi
disaluran sedangkan kemiringan maksimum untuk mencegah terjadinya erosi saluran.
Untuk itu keduanya harus dibatasi, sesuai Kriteria Perencanaan Irigasi.
Penentuan kemiringan saluran rencana dapat dilakukan dengan cara mem-plot
nilai debit (Q) dan kemiringan medan (i) pada gambar 5- grafik perencanaan saluran
irigasi kuarter (k = 30 m1/3/dtk).
5 sampai tabel 9, dimana nilai F didapat dengan menurunkan rumus Strickler dan debit
sebagai berikut:
Rumus Strickler : v k R 2 / 3 I 1/ 2 .......................................................(Pers. 23)
Rumus debit : QvA ......................................................(Pers. 24)
Dari kedua rumus diatas dapat ditulis :
Q
k R 2 / 3 I r 1/ 2
A
Q
k R 2/3A
I r 1/ 2
Elevasi muka air hilir rencana (MAHr) untuk saluran tersier didasarkan pada
elevasi muka air udik rencana tertinggi dibagian hilir boks yang dilayani +
kehilangan tinggi energi di books tersebut (sebagai asumsi awal biasanya daiambil
5 – 15 cm). Elevasi muka air udik sesuai medan (MAUm) saluran tersier didasarkan
pada eleveasi muka air udik rencana tertinggi saluran kuarter dibagian hilir books
dimana saluran tersebut mendapat air. Bila ada boks tersebut tidak saluran kuater
maka penentunya didasarkan pada elevasi udik saluran (EUS) sesuai kontur.
MAUr MAHr Δh
Im = ............................................................(Pers. 12)
L
Dimana :
Im = Kemiringan medan yang ada
MAHr = Elevasi muka air hilir rencana
MAUm = Elevasi muka air udik rencana
L = Panjang Saluran (m)
Δh1= Jumlah perkiraan kehilangan energi digorong-gorong atau talang,tidak
termasuk bangunan terjun (sebagai asumsi awal diambil 5 – 15 cm
perbangunan)
3. Muka Air Udik Rencana (MAUr)
Bila pada ruas saluran tidak terdapat bangunan terjun, maka muka air udik rencana
dapat dilihat pada gambar 9 dengan persamaan yaitu :
MAUr = MAHr + ( Ir x L ) + h1 ............................................................(Pers. 26)
MAUr
H1 ( 5 – 15 cm )
Ir x L MAHr
Gambar 9 Ilustrasi perhitungan muka air udik rencana (MAHr) tanpa bangunan
terjun ( KP – 01, 2010 )
Tetapi apabila pada ruas saluran terdapat bangunan terjun, maka muka air udik rencana
dapat dilihat pada gambar 10 dengan persamaan yaitu :
MAUr
Gorong-gorong /
H2 Talang
H2
H1 ( 5 – 15 cm )
Ir x L MAHr
g f
h e
d
P c b
H100 H70 H
1%
A a
( KP – 03, 2010 )
P = A + a + b + m . c + d + n . e + f + g + h + Z ...........................(Pers. 29)
Dimana :
L = Panjang saluran, m
Elevasi muka air di udik pintu sadap (MAUps) diperoleh dari elevasi muka air dihilir
pintu sadap + kehilangan tinggi energi dipintu ukur.
Dimana :
5. Jalan Inspeksi
Jalan inspeksi merupakan jalan-jalan yang digunakan baik oleh oleh para petani,
kendaraan maupun ternak yang menghubungkan antara jaringan irigasi yang lain atau
jalan-jalan umum desa yang sudah ada. Jalan inspeksi biasanya dibangun diatas tanggul
saluran atau pembuang jika ini dianggap tidak ekonomis jarak maksimum antara jalan
inspeksi dan saluran atau pembuang adalah 300 m.
---------------------------------------------------------------------------
B H ! F ! A
!-----------------------------------------------------!
===========================================================================
B H ! F ! A
!-----------------------------------------------------!
===========================================================================
B H ! F ! A
!-----------------------------------------------------!
===========================================================================
B H ! F ! A
!-----------------------------------------------------!
===========================================================================
B H ! F ! A
!-----------------------------------------------------!
===========================================================================
Gambar 8 Grafik perencanaan saluran pasangan beton (hanya pada talut k = 60 m1/3/dtk)
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
1) Plot titik pertemuan antara kemiringan yang ada Im dengan debit rencana Q (Im versus
Q).
2) Apabila titik hasil plot berada di bawah garis kecepatan minimum 0,20 m/dt maka di
atas Q tarik garis vertikal ke atas kemudian pilih satu titik sembarang yang terletak
diantara garis kecepatan minimum 0,20 m/dt dengan garis putus-putus saluran pasangan
atau bangunan terjun. Namun disarankan memilih titik tepat atau berada disekitar garis
kecepatan minimum agar pekerjaan timbunan menjadi kecil. Dari titik yang telah
dipilih, tarik garis horsontal ke kiri guna menentukan kemiringan rencana (Ir).
3) Apabila titik hasil plot berada diantara garis kecepatan minimum 0,20 m/dt dengan garis
putus-putus maka kemiringan yang ada dapat digunakan sebagai kemiringan rencana
atau Ir = Im.
4) Apabila titik hasil plot berada di atas garis putus-putus maka kemiringan yang ada dapat
digunakan sebagai kemiringan rencana tetapi dengan syarat saluran harus terbuat dari
pasangan dan menggunakan grafik perencanaan untuk saluran pasangan (Lampiran).
Apabila tetap diinginkan saluran tanpa pasangan (saluran tanah) maka di atas Q tarik
garis vertikal ke bawah kemudian pilih satu titik sembarang yang terletak diantara garis
kecepatan minimum 0,20 m/dt dengan garis putus-putus untuk saluran pasangan atau
bangunan terjun dan pada saluran harus diberi bangunan terjun. Namun disarankan
untuk memilih titik tepat atau berada disekitar garis putus-putus agar pekerjaan galian
menjadi kecil. Dari titik yang telah dipilih, tarik garis horisontal ke kiri untuk
menentukan kemiringan rencana (Ir).