Anda di halaman 1dari 36

CIVIL ENGINEERING 18

UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
TEORI DASAR IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I

A. Pengertian Irigasi
Irigasi adalah kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan usaha mendapatkan air untuk
sawah, ladang, perkebunan dan usaha lain-lain. Usaha tersebut berupa :
1. Membuat sarana dan prasarana untuk membagikan air secara teratur
2. Mebuang kelebihan air yang tidak diperlukan lagi.

B. Tujuan Irigasi
Tujuan irigasi adalah membasahi tanah agar dapat mencapai suatu kondisi tanah yang
baik untuk pertumbuhan tanaman. (Teknik Sumber Daya Air, 1996)

C. Areal Irigasi
Areal irigasi adalah daerah-daerah yang dapat diairi semaksimal mungkin, dimana
airnya diambil dari bangunan sadap utama. Batas keliling areal diambil dari petak-petak
tersier terluar.

Gambar 1. Daerah-Daerah Irigasi

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
Dalam irigasi khususnya jaringan ada beberapa istilah yaitu :
1. Wilayah (region) adalah areal yang airnya diambil dari beberapa bangunan sadap
utama yang selanjutnya dibawa ke jaringan irigasi tunggal / majemuk.
2. Daerah (zone) adalah areal yang airnya diambil dari satu bangunan sadap utama.
3. Petak primer adalah areal yang airnya diambil dari sebuah saluran-saluran primer dan
terdiri dari beberapa petak-petak sekunder.
4. Petak sekunder adalah areal yang airnya diambil dari sebuah saluran-saluran sekunder
dan terdiri dari beberapa petak-petak tersier.
5. Petak tersier adalah areal yang airnya diambil dari saluran-saluran tersier dan terdiri
dari beberapa petak kwarter (sawah).
6. Areal mati adalah areal yang tidak dapat diairi dari suatu sistem irigasi.
7. Areal bruto (gross irrigable area) adalah keseluruhan areal irigasi baik yang mendapat
air maupun yang tidak mendapat air irigasi karena permukaan tanah lebih tinggi, jalan
ispeksi dan lain-lain.
8. Areal netto (culturable irrigation area) areal bersih yang mendapat air.

D. Petak Petak
Peta petak adalah suatu peta yang menerangkan suatu lokasi dari sistem jaringan
irigasi yang akan diairi. Peta ini memuat arah saluran, letak bangunan, batas-batas jalan,
batas-batas pembuang alam, daerah yang dapat diairi dan yang tidak dapat diairi.
Penentuan peta petak ini di dasarkan pada kondisi topografi yang tergambar pada peta
situasi seperti dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria umum untuk pengembangan petak


Ukuran Petak Luas ( Ha )
Ukuran petak sekunder 500 - 800 Ha
Ukuran petak tersier 50 - 100 Ha
Ukuran petak kuarter 8 – 15 Ha
Ukuran petak petani 0 – 1,75 Ha
Sumber : (KP – 01, 2010)

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
Petak – petak dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Petak Sekunder adalah suatu petak yang berupa kumpulan dari beberapa petak yang
mendapat air / pengambilannya dari saluran sekunder.
2. Petak tersier didasarkan pada kondisi topografi daerah itu hendaknya diatur sebaik
mungkin, sedemikian rupa sehingga satu petak tersier terletak dalam satu daerah
administrasi desa. Jika ada dua desa dalam satu petak tersier yang luas dianjurkan
untuk membagi petak tersier tersebut menjadi dua petak sub tersier yang
berdampingan sesuai dengan daerah desa masing-masing.
3. Petak kuarter biasanya akan berupa saluran irigasi dan pembuang kuarter yang
memotong kemiringan medan dan saluran irigasi tersier serta pembuang tersier atau
primer yang mengikuti kemiringan medan. Jika mungkin batas-batas ini bertepatan
dengan batas-batas hak milik tanah.
4. Dari kriteria umum pengembangan patak, maka dipilih pengembangan petak ukuran
petak tersier dimana untuk luasan petak tersier adalah 50 – 100 Ha.

E. Trase Saluran
Trase saluran merupakan jalur rencana saluran yang dibuat dari kondisi topografi
tentang penggambaran baik berupa relief tanah, alur-alur, jalan, batas kampung, sungai,
yang menunjang dalam perencanaan jaringan irigasi.
Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan, yakni :
1. Daerah yang sudah diairi
2. Daerah yang belum diairi
Trase saluran terbagi atas trase saluran pembawa dan trase saluran pembuang. Jika
daerah irigasi baru akan dibangun, aturan yang sebaiknya diikuti adalah menetapkan
lokasi saluran pembuang terlebih dahulu, ini sudah ada kebanyakan di daerah tanah hujan.

F. Jaringan Irigasi
1. Sistem jaringan irigasi
Sistem jaringan irigasi dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Sistem irigasi tunggal (independent irrigation system) yaitu suatu sistem irigasi
dengan sumber air yang berasal dari satu bangunan sadap utama berupa waduk,
bendung atau rumah pompa yang letaknya masih dalam areal irigasi itu sendiri.

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
b. Sistem irigasi majemuk (dependent irrigation system) yaitu sistem irigasi dengan
sumber air yang berasal lebih dari satu bangunan sadap utama dan semuanya
terletak di dalam areal irigasi atau juga bangunan sadap utamanya terletak disuatu
jaringan irigasi ditempat lain. Dalam pengerjaan tugas studio perancangan irigasi
dan air menggunakan sistem irigasi tunggal (independent irrigation system) yaitu
suatu sistem irigasi dengan sumber air yang berasal dari satu bangunan sadap
utama.
2. Klasifikasi jaringan irigasi
Jaringan irigasi dapat diklasifikasikan dalam tiga tingkatan, yaitu :
a. Jaringan irigasi sederhana
Jaringan irigasi sederhana mudah diorganisasi karena para pemakai air tergabung
dalam satu kelompok sosial yang sama, dan tidak diperlukan keterlibatan
pemerintah di dalam organisasi jaringan irigasi semacam ini.
b. Jaringan irigasi semi teknis
Adapun ciri-ciri dari sistem jaringan irigasi semi teknis ini antara lain :
1) Sudah dibangun beberapa bangunan permanen di jaringan saluran
2) Daerah pelayanan lebih luas dibandingkan dengan sistem jaringan irigasi
sederhana.
3) Organisasinya lebih rumit sehingga diperlukan lebih banyak keterlibatan
pemerintah dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum.
c. Jaringan irigasi teknis
Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan irigasi teknis adalah pemisahan
antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang. Hal ini berarti baik saluran irigasi
maupun pembuang bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam irigasi
teknis petak tersier memiliki fungsi sentral. Petak tersier menerima air di suatu
tempat dalam jumlah yang sudah diukur dari suatu jaringan pembawa. Pembagian
air di dalam petak tersier diserahkan kepada para petani. Dalam hal-hal khusus,
dibuat sistem gabungan (fungsi saluran irigasi dan pembuang di gabung). Secara
sederhana klasifikasi jaringan irigasi dapat dilihat pada Tabel 2.

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
Tabel 2. Klasifikasi Jaringan Irigasi
Klasifikasi Jaringan Irigasi
Keterangan
Teknis Semi teknis Sederhana
Bangunan
Bangunan Bangunan
Bangunan Utama Permanen atau
permanen sementara
semi permanen
Kemampuan bangunan
dalam mengukur dan Baik Sedang Jelek
mengatur debit
Saluran irigasi
Saluran irigasi dan Pembuang Saluran irigasi dan
Jaringan saluran dan Pembuang tidak Pembuang menjadi
terpisah Selamanya Satu
terpisah
Dikembangkan
Petak tersier - -
Sepenuhnya
Efisiensi secara keseluruhan 50 – 60 % 40 – 50 % < 40 %
Tidak ada Sampai 2.000 Tak lebih dari 500
Ukuran
batasan Ha Ha
Ada ke seluruh Hanya sebagian Cenderung tidak
Jalan Usaha Tani
areal areal ada
Ada instansi
yang
Kondisi O & P menangani Belum teratur Tidak ada O & P
Dilaksanakan
teratur
Sumber : (KP – 01, 2010)

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I

G. Jalan Inspeksi
Jalan inspeksi direncana, dibangun dan dipelihara oleh dinas pengairan. Jalan ini
terutama digunakan untuk memeriksa, mengeksploitasi dan memelihara jaringan irigasi
dan pembuang, yakni saluran dan bangunan-bangunan pelengkap. Akan tetapi, di
kebanyakan daerah pedesaan, jalan-jalan ini juga sekaligus berfungsi sebagai jalan utama
dan oleh karena itu juga digunakan pada kendaraan-kendaraan komersial dengan
pembebanan as yang lebih berat dibandingkan dengan kendaraan-kendaraan inspeksi.
Jalan inspeksi  dibuat untuk memantau sepanjang saluran yang dilewati jalan tersebut.
Jadi apabila ada kerusakan atau kehilangan barang-barang infrastrukstur  apalagi yang
bersifat vital, dapat ditangani secepatnya sebelum terjadi kerusakan yang lebih parah dan
merugikan. Jalan inspeksi bisa dibangun melintasi saluran, ataupun dengan menyusuri
saluran tersebut.

H. Pintu Air Irigasi (Box)


 Box Tersier
Yaitu bangunan bagi disaluran tersier / sub tersier untuk membagi air kesaluran sub
tersier / kuarter.

 Box Kuarter
Yaitu bangunan pengambilan disaluran tersier / sub tersier dimana lewat bangunan
itu air mengalir kepetak kuarter, setiap petak kuarter pada umumnya memiliki satu
buah box kuarter.

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I

I. Saluran Pembawa dan Saluran Pembuang


1. Saluran Pembawa
Saluran pembawa berfungsi membawa/ mengalirkan air dari sumber ke petak sawah.
Dari tingkat percabangannya, maka saluran pembawa ini dibedakan menjadi
 Saluran Primer
Berfungsi membawa air dari sumbernya dan membagikannya ke saluran sekunder
atau membawa air dari jaringan utama ke jaringan sekunder untuk dibagikan ke
petak-petak tersier yang akan dialiri. Air yang dibutuhkan untuk irigasi dapat
berasal dari sungai,danau, maupun waduk. Akan tetapi umumnya penggunaan air
sungai lebih baik, karena air sungai mengandung banyak zat lumpur yang
merupakan pupuk bagi tanaman. Batas akhir dari saluran primer adalah bangunan
bagi yang terakhir.
 Saluran Sekunder
Dari saluran primer air disadap melalui saluran-saluran sekunder untuk mengaliri
daerah saluran-saluran alam yang dapat digunakan untuk membuang air hujan
yang berlebihan. Fungsi utama dari saluran sekunder adalah membawa air dari
saluran primer dan membagikannya ke saluran tersier. Sedapat mungkin saluran
dapat dibagi untuk kedua belah sisi. Atau biasa disebut dengan saluran punggung
yang memotong atau melintang terhadap garis tinggi sedemikian rupa melalui
titik tertinggi daerah sekitarnya, sehingga dapat mengaliri petak yang ada di
bagian kiri dan kanan dari saluran.
 Saluran Tersier
Fungsi utama dari saluran tersier adalah membawa air dari saluran sekunder dan
membagikannya ke petak - petak sawah yang memiliki luas antara 75 ha- 125 ha.
Jika saluran tersier disadap dari saluran sekuder, maka saluran tersier juga dapat
membagikan air ke sisi kanan - kiri saluran.
2. Saluran Pembuang
Fungsi utama dari saluran pembuang adalah membuang sisa atau kelebihan air
yang terdapat pada petak sawah ke sungai. Biasanya digunakan saluran lembah yaitu
saluran yang memotong atau melintang terhadap garis tinggi sedemikian rupa hingga

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
melewati titik terendah dari daerah sekitar. Jadi saluran melalui lembah dari
ketinggian tanah setempat.
J. Tata Nama/Nomenklatur
1. Pengertian
Nomenklatur atau tata nama petunjuk atau indeks yang jelas dan singkat dari
suatu objek, baik itu petak, saluran atau bangunan, bangunan bagi, bangunan silang
dan lain sebagainya, sehingga akan memudahkan dalam pelaksanaan eksploitasi dan
pemeliharaan dari tiap-tiap bagian dari jaringan irigasi.
2. Ketentuan Nomenklatur
Dalam pemberian tata nama pada suatu jaringan irigasi, harus diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a. Singkat dan jelas, jika mungkin hanya terdiri dari satu huruf
b. Huruf ini harus menyatakan petak, saluran atau bangunan
c. Dibedakan antara saluran pembawa dan pembuang
3. Tata cara pemberian nama
3.1. Ketentuan umum tata nama
Dalam suatu sistim irigasi akan banyak dijumpai bangunan-bangunan irigasi.
Untuk memudahkan pada waktu pelaksanaan pembangunannya serta untuk
kepentingan eksploitasi dan pemeliharaannya maka daerah irigasi termasuk
semua bangunan irigasi diberi notasi atau nomenklatur. Ketentuan dalam
membuat nomenklatur adalah :
1. Notasi harus singkat dan tidak mempunyai tafsiran ganda (ambigu).
2. Nama menunjukkan luas areal, saluran, bangunan irigasi, drainase dan
lain-lain.
3. Harus dimungkinkan untuk menambah bangunan irigasi baru tanpa
mengubah semua nama yang sudah ada.
4. Sedapat mungkin sebutan hanya menggunakan satu huruf, kecuali
terpaksa.
5. Jika perlu huruf ditambah angka untuk menunjukkan letak objek bagi
saluran, juga arah saluran air.

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
6. Dapat menyatakan jenis saluran dan dapat menyatakan jenis bangunan,
terutama perbedaan antara bangunan sadap atau bangunan bagi dan jenis
bangunan lain.
7. Dapat menyatakan jenis dan letak petak misalnya petak primer, petak
sekunder, petak tersier serta letaknya disebelah kiri atau sebelah kanan
saluran.
3.2. Tata nama daerah irigasi
Daerah irigasi dapat diberi nama sesuai dengan :
 Nama daerah setempat atau desa penting di daerah itu seperti D.I. Makawa
karena desa utama di daerah yang dilayani adalah Desa Makawa, atau
 Nama sungai yang airnya diambil untuk keperluan irigasi seperti D.I.
Sempor karena airnya diambil dari Sungai Sempor.
Apabila pada satu sungai terdapat dua pengambilan atau lebih maka daerah
irigasi diberi nama sesuai ketentuan pertama diatas yaitu sesuai nama desa
penting di daerah-daerah layanan setempat tetapi apabila hanya satu
pengambilan maka dapat diberi nama sesuai ketentuan kedua yaitu sesuai nama
sungai.
a. Untuk suatu sistim irigasi tunggal dapat diambil nama sungainya.

Sungai
SEMPOR

Daerah Irigasi
SEMPOR
(D.I. SEMPOR)

Gambar 2. Sistim Irigasi Tunggal

b. Untuk suatu sistim irigasi majemuk diambil nama desa terkenal yang ada
didalam daerah layanannya. Misalnya D.I. Singomerto mengambil nama
Desa Singomerto yang ada dalam daerah layanannya. Demikian juga untuk
D.I. Banjar Cahyana.

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I

Sungai
SEMPOR
Daerah Irigasi
SINGOMERTO
(D.I. SINGOMERTO)

Desa
Singomerto

Daerah Irigasi BANJAR


CAHYANA
(D.I. BANJAR
CAHYANA)
Desa
Banjar Cahyana

Gambar 3. Sistim Irigasi Majemuk

3.3. Tata nama bangunan intake


Bangunan sadap yang berupa bendungan atau bendung diberi nama sesuai
nama desa atau kampung penting dimana letak bangunan tersebut.

Kampung
BENTENG

Bendung BENTENG

Sungai SADANG

Gambar 4. Layout Tata Nama Bangunan Sadap

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I

Desa

Bendung JATILUHUR

Sungai CITARUM

Gambar 5. Layout Tata Nama Bangunan Sadap

3.4. Tata nama saluran


a. Saluran induk
Saluran induk sebaiknya diberi nama menurut nama daerah irigasi
yang dilayani seperti saluran induk Makawa karena melayani D.I. Makawa,
tetapi dapat juga diberi nama dengan menurut nama sungai tempat
pengambilan air. Sering dijumpai pada satu bangunan sadap ada dua
pengambilan air maka ditetapkan sebagai berikut :

Sungai SEMPOR

Saluran induk Saluran induk


SEMPOR BARAT SEMPOR TIMUR
A = … Ha A = … Ha
Q = … l/det

Gambar 6. Layout Irigasi Sempor

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I

sungai TELAGA LANGSAT


saluran induk
saluran induk
TELAGA LANGSAT KIRI
TELAGA LANGSAT KANAN

A = … Ha
A = … Ha
Q = … l/det
Q = … l/det

Gambar 7. Layout Irigasi Telaga

b. Saluran sekunder
Saluran sekunder diberi nama menurut nama desa yang terletak di
petak sekunder misalnya saluran sekunder Kedawung berarti saluran
sekunder tersebut terletak di Desa Kedawung. Apabila dijumpai nama huruf
depannya sama, misalnya saluran Jrakah dan saluran Jragung, maka
ditetapkan saja misalnya saluran Jrakah dengan Jk dan saluran Jragung
dengan Jg. Saluran yang terletak diantara bangunan bagi/sadap dinamakan
Ruas misalnya R.K 1 berarti ruas pertama Saluran Kedawung.

Saluran Sekunder KEDAWUNG


R.K 1 R.K 2
A = … Ha A = … Ha
Q = … l/det Q = … l/det

Gambar 8. Layout Saluran Sekunder

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
c. Saluran tersier muka
Misalkan pada bangunan bagi sadap Makawa 2 (B.M 2). Dibagian kiri
ada 3 buah saluran tersier maka pemberian notasi seperti pada gambar
dibawah ini, dimana arah kiri dan kanan harus mengikuti arah aliran air.
Untuk petak tersier yang diairi diberi nama sesuai dengan nama saluran
tersier yang melayaninya kemudian ditandai pula dengan luas areal dan
debit maksimum yang perlu diberikan.

M 2 ki 1
76 Ha 106 l/det

M 2 ka S.M 2 ka S.M 2 ki 2 M 2 ki 2
110 Ha 154 l/det 96 Ha 134 l/det
B.M 2

M 3 ka S.M 3 ka M 2 ki 3
B.M 3 116 Ha 162 l/det
148 Ha 207 l/det

Gambar 9. Layout Saluran Tersier Muka

3.5. Tata nama bangunan bagi/sadap


Bangunan bagi dan atau sadap diberi nama sesuai nama saluran dimana
bangunan tersebut mengambil air.
saluran sekunder KEDAWUNG

R.K 1 R.K 2
A = … Ha A = … Ha

Q = … l/det Q = … l/det

Gambar 10. Layout Tata Nama Bangunan Bagi/Sadap


Keterangan : B.M 1 adalah bangunan bagi sadap.
B.K1 dan B.K 2 adalah bangunan sadap

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
3.6. Tata nama bangunan lainnya
Mungkin juga diantara dua buah bangunan bagi/sadap terdapat bangunan-
bangunan lain seperti jembatan, gorong-gorong, dll. Maka bangunan-bangunan
ini juga diberi notasi. Misalkan diantara banguan-sadap B.K 2 dan B.K 3 terdapat
sebuah jembatan orang, sebuah bangunan terjun dan sebuah sipon maka
bangunan-bangunan ini diberi notasi menurut nomor dari bangunan sadap di hilir,
ditambah huruf petunjuk a, b dan c dihitung dari hulu kehilir menurut arah aliran
air. Jadi notasi bangunan-bangunan ini adalah B.K 3a, B.K 3b dan B.K 3c.
3.7. Tata nama didalam petak tersier
1. Petak tersier diberi nama sesuai nama saluran muka tersier yang mendapat air
dari bangunan-sadap. Misalnya petak M 4 ka mendapat air dari saluran S.M 4
ka
2. Boks tersier diberi kode T, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum
jam, mulai dari boks pertama di hilir bangunan sadap tersier misalnya T 1, T
2, T 3 dan seterusnya.
3. Petak kuarter diberi nama sesuai dengan petak rotasi pola tanam, diikuti
dengan nomor urut menurut arah jarum jam. Petak rotasi diberi kode A, B, C
dan seterusnya menurut arah jarum jam.
4. Boks kuarter diberi kode K, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum
jam, mulai dari boks pertama di hilir boks tersier misalnya K 1, K 2, K 3 dan
seterusnya. Perlu diingatkan bahwa boks kuarter melayani sekurang-
kurangnya dua petak kuarter.
5. Ruas-ruas saluran tersier diberi nama sesuai dengan nama boks yang terletak
di antara kedua boks, misalnya (T 1-T 2), (T 2-T 3), (T 3-K 2).
6. Saluran irigasi kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dilayani
tetapi dengan huruf kecil, misalnya a 1, a 2, a 3 dan seterusnya.
7. Saluran pembuang kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang
dibuang airnya, dengan menggunakan huruf kecil dan dimulai dengan dk,
misalnya d.k.a 1, d.k.a 2, d.k.a 3 dan seterusnya.
8. Saluran pembuang tersier diberi kode d.t 1, d.t 2 juga menurut arah jarum
jam.

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I

A A1 A2 B1 B
B2
K1
B.M 4
S.M 4 T1 T2 T3
B3
C1
T4
K2
C

C3 C2

Gambar 11. Layout Tata Nama Didalam Petak Tersier

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I

jalan
B.M 4 Saluran Induk MAKAWA

(S.M 4 ka) saluran tersier (T.1- saluran


T.1 jalan

saluran kuarter Boks tersier a.

petak kuarter A.2


(T.1-T.4) (T.2-T.3)
d.k.a. d.k.a.
T.4 T.3
c. B.1 b.
C.1
(T.4-K.2) (T.3-K.1)
saluran
jalan
pembuang d.k.b.

K.2
c. b.
Boks kuarter K
C.2 B.2
d.t
c.
d.k.c. d.k.b.

b.
C.3 B.3
saluran pembuang tersier

Gambar 12. Layout Saluran Pembuang Sekunder (Sungai)

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I

Bendung

B.M 0 B.L 0
B.L 1
RL1

A = 517 ha
A = 3891 ha L 1 ka
22 ha 31 l/dt
Q = 6,731

Saluran Induk M 1 ki 1
RM3 B.M 2 RM2 B.M 1 19 ha 27 l/dt

M 1 ki 2 A = 495 ha
A = 2031
M 2 kiha3 AM
= 3184
2 ki 1ha
68 ha 95 l/dt A = 620 ha
116 ha 162 l/dt 76 ha 106 l/dt

M 2 ki 2 A = 865 ha
96 ha 134 l/dt RK2

B.K 2 B.K 1 B.L 2


K 2 ka A = 500
K 1ha
ki 2

110 ha 154 l/dt 70 ha 98 l/dt

B.S 1
S 1 ka S 1 ki L 2 ka L 2 ki
K 1 ki 1
148 ha 207 l/dt 57 ha 80 l/dt 54 ha 76 l/dt 17 ha 24 l/dt
50 ha 70 l/dt

A = 424 ha

A = 390 ha

L 3 ki

A = 660 ha 107 ha 150 l/dt


B.K 3 B.L 3

K 3 ki
125 ha 175 l/dt
B.S 2
S 2 ka S 2 ki
183 ha 256 l/dt 97 ha 136 l/dt A = 265 ha A = 317 ha

A = 380 ha

Gambar 13. Skema Layout Penggunaan Notasi Simbol

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I

Bendung

B.M 0 B.L 0
RL1 B.L 1

B.L 2a
Saluran Induk
B.M 1a B.L 2b

RM3 B.M 2 RM2 B.M


1

B.S 1a

B.S 1b
B.K 1a B.L 2c

B.K 1b

B.L 2d
B.K 2 R K 2 B.K 1
B.S 1c
B.L 2
B.S 1d

B.K 3a
B.S 1 B.L 3a

B.K 3b

B.S 2a
B.L 3b
B.S 2b
B.K 3c
B.L 3
B.K 3
B.S 2c

B.K 4a B.L 4a
B.S 2

B.K 4b B.L 4b
B.K 4c

B.L 4c

Gambar 14. Standar Sistim Tata Nama Untuk Skema Irigasi

3.8 Notasi Gambar Pada Jaringan Irigasi

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I

Tabel 3. Bangunan Waduk


Nama Gambar
Bendungan

Tanggul

Pelimpah Banjir

Menara Pengambil

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
Tabel 4. Bangunan Pengambil

Sumur dengan pompa

Pengambilan bebas

Pengambilan bebas dengan pompa

Bendung

Bendung dengan pompa

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
Tabel 5. Bangunan Pembawa

Saluran induk yang telah ada

Saluran induk baru

Saluran sekunder yang telah ada

Saluran sekunder baru

Saluran tersier yang telah ada

Saluran tersier baru

Saluran pembuang

Bangunan bagi

Bangunan bagi dan sadap

Bangunan sadap

Got miring

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I

Bangunan terjun

Talang

Syphon

Gorong-gorong

Saluran pasangan

Saluran tertutup atau terowongan

Pelimpah samping

K. Perencanaan Saluran
Perencanaan hendaknya didasarkan pada prinsip-prinsip teknis yang andal, tetapi juga
harus dapat memenuhi keinginan yang diajukan para pemakai air. Kapasitas saluran irigasi
ditentukan oleh kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan.
Cara pemeliharaan saluran menentukan koefesien yang akan dipilih. Pemeliharaan
yang jelek akan menyebabkan kecepatan aliran akan menjadi rendah dan kemudian akan
diperlukan saluran yang lebih besar.

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
Saluran harus direncanakan sedemikian sehingga mempunyai efisiensi yang tinggi
dan biaya pembuatan yang ekonomis serta mudah dalam pengoperasiannya.

L. Kapasitas rencana
1. Debit Rencana
Debit rencana di saluran di hitung berdasarkan kebutuhan bersih air disawah, efisiensi
dan luas areal yang akan diairi. (KP – 03, 2010)
Persamaan untuk menghitung debit rencana saluran sebagai berikut :
c. NFR . A
Q= ( Ltr /det )
e. . . . . . (Pers 1)

Dimana :
Q = Debit rencana, m3/det
C = Koefesien pengurangan karena adanya sistem golongan ( c = 1 )
NFR = Kebutuhan bersih (netto) air disawah, m.lt/dt
A = Luas petak yang diairi, ha
e = Efisiensi irigasi secara keseluruhan
2. Kebutuhan Air di sawah
Kebutuhan bersih air disawah (NFR) untuk padi dapat ditentukan oleh faktor-faktor
berikut :
a. Cara penyiapan lahan
b. Kebutuhan air untuk tananaman
c. Perkolasi dan rembesan
d. Pergantian lapisan air
e. Curah hujan efektif

3. Efisiensi
Akibat eksploitasi dan rembesan, sebagian air yang dibagikan akan hilang
sebelum mencapai tanaman padi. Kehilangan air akibat evaporasi dan perembesan
kecil saja dibanding kehilangan akibat eksploitasi.
Pada umumnya kehilangan air di irigasi akibat kemungkinan diatas dapat dibagi-bagi
sebagai berikut : (KP – 03, 2010)
Untuk saluran tersier e = 0,775 – 0,850 ( diambil 0,80 )

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
Untuk saluran sekunder e = 0,875 – 0,925 ( diambil 0,90 )
Untuk saluran primer e = 0,875 – 0,925 ( diambil 0,90 )

M. Perencanaan Saluran Yang Stabil


Pada umumnya penampang saluran dibuat trapesium karena memiliki efisiensi
yang tinggi dalam mengalirkan air. Untuk perencanaan ruas aliran saluran dianggap
sebagai aliran tetap, dan untuk itu diterapkan aliran yang juga dikenal sebagai rumus
Strickler.
Berikut ini merupakan gambar saluran parameter melintang dari penampang yang
dibuat trapesium.

1,50 - 2,00

0,50 1 : 20

1:1 1:1 0,50


w 0,30

h
Saluran tersier k = 35

b 0,30

w  0,20 1,00-1,50
0,40

h 1:1

Saluran kuarter k =30


b 0,30
30

Gambar 15. Potongan Melintang k=30 (Diktat Arodi Tanga dkk)

Ketentuan dimensi dan kecepatan minimum yang disyaratkan pada saluran


tanpa pasangan juga berlaku untuk saluran pasangan. Harga koefisien k diambil sebagai
berikut :
- Pasangan batu k = 50 m1/3/dt
- Pasangan beton (untuk talud saja) k = 60 m1/3/dt
- Pasangan beton (untuk talud dan dasar) k = 70 m1/3/dt

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
Tebal pasangan batu sekurang-kurangnya diambil 20 cm bila diameter batu
yang digunakan sekitar 15 cm. Pasangan beton atau yang dibuat dari ubin beton jauh
lebih tipis yakni 7 - 10 cm. Pada ujung dan dasar saluran diberi koperan.

w
0,50
w
Pasangan batu

0,20 cm 0,40

Koperan 0,20

Gambar 16. Potongan Melintang k=50 (Diktat Arodi Tanga dkk)

w
0,50w
ww Pasangan ubin
beton talud saja
Mortar 0.07-0,10 cm
0,5 0,20
0
0,20
Pangkal pasangan batu

Gambar 17. Potongan Melintang k=60 (Diktat Arodi Tanga dkk)

w
0,50w Pasangan ubin
ww beton talud dan
dasar
Mortar 0.07-0,10 cm
0,5
0

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034 0,40


Koperan
0,20
CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I

Gambar 18. Potongan Melintang k = 70 (Diktat Arodi Tanga dkk)

Persamaan untuk menghitung ruas saluran penampang trapesium sebagai berikut :


(KP – 03, 2010) :
Q = V x A ( m3/dt ) . . . . . (Pers. 2)
v = K x R2/3 x I1/2 ( m/dt ) . . . . . (Pers. 3)
A
R = P (m) . . . . . (Pers. 4)
A = ( b + m.h ) h ( m2 ) . . . . . (Pers. 5)

P = b + 2.h √ m2 + 1 (m) . . . . . (Pers. 6)


b = n.h . . . . . (Pers. 7)
Dari persamaan rumus diatas dapat diuraikan menjadi persamaan rumus sebagai berikut :
Q = VxA
Q = ( K x R2/3 x I1/2 ) x ( b + m.h ) h
A
Q = ( K x P x I1/2 ) x ( b + m.h ) h

( )
2/3
(b+ m.h)h
Q = (Kx b + 2.h √ m2 + 1 x I1/2 ) x ( b + m.h )

( )
2 /3
((n .h)+ m .h)h
Q = (Kx
(n.h) + 2.h √ m2 + 1 x I1/2 ) x ( n.h + m.h ) h . . . . . (Pers. 8)
Dimana :
V = Kecepatan, m/det
K = Koefesien kekasaran strickler, m1/3/det
R = Jari-jari hidrolis, m2/3
I = Kemiringan rencana saluran
A = Luas penampang basah, m2

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
P = Keliling basah, m
Q = Debit rencana, Ltr/det
b = Lebar dasar saluran, m
h = Kedalaman air saluran, m
n = Perbandingan kedalaman dan lebar saluran
m = Kemiringan talud horizontal / vertikal

N. Kecepatan Saluran
Distribusi kecepatan maksimum disebabkan oleh tekan pada muka air akibat adanya
perbedaan fluida atau udara dan juga akibat gaya gesekan pada dasar maupun dinding
saluran, maka kecepatan aliran pada suatu potongan melintang saluran tidak seragam.
Ketidakseragaman ini disebabkan oleh bentuk tampak melintang saluran dilokasi saluran.
(Robert.J.K,2002).
Kecepatan minimum yang diizinkan atau kecepatan tanpa pengendapan, merupakan
kecepatan terendah yang tidak menimbulkan sedimentasi dan mendorong pertumbuhan
tanaman air ganggang. Kecepatan ini sangat tidak menentu dan nilainya yang tidak tepat
dapat membawa pengaruh besar kecuali terhadap pertumbuhan tanaman. Umumnya dapat
dikatakan bahwa kecepatan rata-rata 2 sampai 3 kali perdetik dapat digunakan bila
presentase lanau ditunjukan dalam saluran kecil tidak kurang dari 2,5 perdetik dapat
mencegah pertumbuhan tanaman air yang dapat mengurangi kapasitas saluran tersebut.
(VenTeChow,1984).
Kecepatan maksimum yang di izinkan juga akan menentukan kecepatan rencana
untuk dasar saluran tanah dengan pasangan campuran. Prosedur perencanaan saluran
untuk saluran dengan pasangan adalah sama dengan prosedur perencanaan saluran tanah.
Harga kecepatan minimum yang direncanakan untuk saluran tersier dan kuarter pada
saluran irigasi tanpa pasangan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kriteria Perencanaan Untuk saluran Irigasi Tanpa Pasangan
Karakteristik perencanaan Satuan Saluran Tersier Saluran Kuarter
Kecepatan maksimum m/det Sesuai dengan grafik perencanaan
Kecepatan minimum m/det 0,20 0,20
Harga k m1/3/det 35 30
Lebar minimum dasar M 0,30 0,30

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
saluran
Kemiringan talud M 1:1 1:1
Tanggul Tanggul
0,50 0,40
Lebar minimum mercu M
Jalan inspeksi Jalan inspeksi
1,50 – 2,00 m 1,50 – 2,00 m
Tinggi Jagaan minimum (W) M 0,30 0,30
Sumber : (KP – 05, 2010)

Batas kecepatan maksimum sesuai jenis-jenis bahan dasar saluran di anjurkan


pemakaiannya adalah sebagai berikut :
Pasangan Batu = 3,00 m/dt
Pasangan Pelat Beton = 3,00 m/dt
Dapat ditentukan kecepatan rencana didalam saluran. Sebagai perhitungan kontrol
maka dilakukan perhitungan kecepatan dengan menggunakan rumus Strickler :

dimana :
k = Koefisien Strikler yang digunakan, m1/3/dt

R = = Jari-jari hidrolis, m

A = = Luas penampang basah saluran, m2

P = = Keliling basah saluran, m


Ir = Kemiringan rencana

O. Koefesien Kekasaran Stickler


Koefesien kekasaran Stickler bergantung pada kekasaran permukaan saluran, ketidak
teraturan permukaan saluran, trase saluran, vegetasi dan sedimen. Pada saluran irigasi,
ketidakteraturan permukaan yang meyebabkan perubahan dalam keliling basah dan
potongan melintang mempunyai pengaruh lebih penting pada koefesien kekasaran saluran

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
daripada kekasaran permukaan. Koefisien kekasaran Strickler k (m1/3/det) yang dianjurkan
pemakaiannya untuk saluran pasangan adalah :
1. Pasangan batu 50 (m1/3/det)
2. Pasangan beton 60 (m1/3/det)
3. Pasangan tanah 35 – 45 (m1/3/det)
4. Ferrocemen 70 (m1/3/det)

P. Kemiringan minimum Talud


Untuk menekan biaya pembebasan tanah dan penggalian, talud saluran di rencana
securam mungkin. Bahan tanah, kedalaman saluran dan terjadinya rembesan akan
menentukan kemiringan maksimum untuk talut yang stabil. Kemiringan galian minimum
talud ( m ) dan perbandingan kedalaman dan lebar saluran ( n ) dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Harga-harga kemiringan talut untuk saluran pasangan


Jenis tanah h < 0,75 m 0,75 m < h < 1,5 m
Lempung pasiran
Tanah pasiran kohesif 1 1
Tanah pasiran, lepas 1 1,25
Geluh pasiran, lempung berpori 1 1,5
Tanah gambut lunak 1,25 1,5
Sumber : (KP – 03, 2010)

Q. Kemiringan Saluran
Kemiringan saluran diusahakan sedapat mungkin mengikuti kemiringan medan yang
ada, selama itu tidak mengakibatkan munculnya kecepatan aliran di saluran yang
melampaui batas izin.

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
Kemiringan minimum dibuat untuk mencegah munculnya sedimentasi disaluran
sedangkan kemiringan maksimum untuk mencegah terjadinya erosi saluran. Untuk itu
keduanya harus dibatasi, sesuai Kriteria Perencanaan Irigasi.
Penentuan kemiringan saluran rencana dapat dilakukan dengan cara mem-plot nilai
debit (Q) dan kemiringan medan (i) pada gambar 5- grafik perencanaan saluran irigasi
kuarter (k = 30 m1/3/dtk). Untuk perencanaan saluran pasangan, kemiringan saluran dapat
dilihat pada lampiran grafik.

Berikut langkah-langkah penentuan kemiringan saluran (Diktat, Arody Tanga dkk):


1) Plot titik pertemuan antara kemiringan yang ada Im dengan debit rencana Q (Im
versus Q).
2) Apabila titik hasil plot berada di bawah garis kecepatan minimum 0,20 m/dt maka di
atas Q tarik garis vertikal ke atas kemudian pilih satu titik sembarang yang terletak
diantara garis kecepatan minimum 0,20 m/dt dengan garis putus-putus saluran
pasangan atau bangunan terjun. Namun disarankan memilih titik tepat atau berada
disekitar garis kecepatan minimum agar pekerjaan timbunan menjadi kecil. Dari titik
yang telah dipilih, tarik garis horsontal ke kiri guna menentukan kemiringan rencana
(Ir).
3) Apabila titik hasil plot berada diantara garis kecepatan minimum 0,20 m/dt dengan
garis putus-putus maka kemiringan yang ada dapat digunakan sebagai kemiringan
rencana atau Ir = Im.
4) Apabila titik hasil plot berada di atas garis putus-putus maka kemiringan yang ada
dapat digunakan sebagai kemiringan rencana tetapi dengan syarat saluran harus
terbuat dari pasangan dan menggunakan grafik perencanaan untuk saluran pasangan
(Lampiran). Apabila tetap diinginkan saluran tanpa pasangan (saluran tanah) maka di
atas Q tarik garis vertikal ke bawah kemudian pilih satu titik sembarang yang terletak
diantara garis kecepatan minimum 0,20 m/dt dengan garis putus-putus untuk saluran
pasangan atau bangunan terjun dan pada saluran harus diberi bangunan terjun. Namun
disarankan untuk memilih titik tepat atau berada disekitar garis putus-putus agar
pekerjaan galian menjadi kecil. Dari titik yang telah dipilih, tarik garis horisontal ke
kiri untuk menentukan kemiringan rencana (Ir).

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
R. Tinggi Air di Saluran (h)
Apabila titik yang dipilih pada grafik tepat berada digaris b = h maka lebar dasar
saluran (b) dan tinggi air di saluran (h) sama besar. Tetapi apabila tidak berada tepat di
garis b = h maka kedalaman air (h) harus dicari dengan interpolasi menggunakan tabel 5
sampai tabel 9, dimana nilai F didapat dengan menurunkan rumus Strickler dan debit
sebagai berikut:

Rumus Strickler : . . . . . (Pers 9)

Rumus debit : . . . . . (Pers 10)


Dari kedua rumus diatas dapat ditulis :

Apabila maka dapat juga ditulis :

. . . . . (Pers 11)
Untuk saluran tanpa pasangan, saluran kuarter menggunakan F dengan k = 30
sedangkan untuk saluran tersier menggunakan F dengan k = 35. Bila menggunakan
pasangan maka menggunakan F dengan k = 50 untuk saluran pasangan batu, F dengan k
= 60 bila talud saja dari beton dan F dengan k = 70 bila talud dan dasar dari beton.

S. Lebar Dasar Saluran (b)


Dari grafik yang digunakan untuk menentukan kemiringan rencana diatas, lebar dasar
saluran dapat ditentukan. Cara penentuannya adalah pilih lebar dasar saluran yang
terletak di sebelah kanan dari titik yang telah dipilih dengan tetap memperhatikan
persyaratan teknis lebar minimum saluran yaitu 0,30 m untuk saluran tersier dan kuarter.

T. Tinggi jagaan (w)


Tinggi jagaan di saluran tersier minimum 0,30 m dan di saluran kuarter minimum
0,20 m. Untuk praktisnya, biasanya diambil sebagai berikut :

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
a. Saluran tersier

b. Saluran kuarter

U. Elevasi Muka Air


1. Elevasi hilir dan udik saluran (UHS dan UUS)
Elevasi hilir (EHS) dan elevasi udik (EUS) setiap ruas saluran ditentukan langsung
dari garis-garis kontur peta topografi berdasarkan medan. Apabila ujung hilir atau
udik saluran terletak diantara dua garis kontur maka penentuan elevasinya diperoleh
dengan cara interpolasi linear.
2. Elevasi muka air sesuai medan (MAHr dan MAUm)
Elevasi muka air hilir rencana (MAHr) untuk saluran tersier didasarkan pada elevasi
muka air udik rencana tertinggi dibagian hilir boks yang dilayani + kehilangan tinggi
energi di boks tersebut (sebagai asumsi awal biasanya diambil 5 – 15 cm). Elevasi
muka air udik sesuai medan (MAUm) saluran tersier didasarkan pada eleveasi muka
air udik rencana tertinggi saluran kuarter dibagian hilir boks dimana saluran tersebut
mendapat air. Bila pada boks tersebut tidak terdapat saluran kuarter maka
penentuannya didasarkan pada elevasi udik saluran (EUS) sesuai kontur.

MAUr − MAHr − Δh
Im = L . . . . . (Pers. 12)

Dimana :
Im = Kemiringan medan yang ada
MAHr = Elevasi muka air hilir rencana
MAUm = Elevasi muka air udik rencana
L = Panjang Saluran (m)
Δh1 = Jumlah perkiraan kehilangan energi digorong-gorong atau
talang,tidak termasuk bangunan terjun.
(sebagai asumsi awal diambil 5 – 15 cm perbangunan)
3. Muka Air Udik Rencana (MAUr)
Bila pada ruas saluran tidak terdapat bangunan terjun, maka muka air udik rencana
dapat dilihat pada gambar 18 dengan persamaan yaitu :

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
MAUr = MAHr + ( Ir x L ) + h1 . . . . . (Pers. 13)

MAUr
H1 ( 5 – 15 cm )

Ir x L MAHr

Gambar 19. Ilustrasi perhitungan muka air udik rencana (MAHr) tanpa bangunan
terjun ( KP – 01, 2010 )

Tetapi apabila pada ruas saluran terdapat bangunan terjun, maka muka air udik
rencana dapat dilihat pada gambar 19 dengan persamaan yaitu :
MAUr = MAUm . . . . . (Pers.14)
Dan diperoleh tinggi Bangunan Terjun :
Z = MAUr – MAHr - ( Ir x L ) - h1 . . . . . (Pers.15)

MAUr
Gorong-gorong / Talang
H2 H2
H1 ( 5 – 15 cm )

Ir x L MAHr

Gambar 20. Ilustrasi perhitungan muka air udik rencana (MAHr) dengan bangunan terjun
( KP – 01, 2010 )

4. Elevasi hilir dan udik pintu ukur (MAHps dan MAUps)


Elevasi muka air yang diperlukan dihilir pintu alat ukur bangunan sadap tersier
(MAHps) adalah elevesi muka air udik rencana (MAUr) saluran tersier muka yang

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
dilayaninya. Elevasi muka air yang diinginkan didasarkan pada tinggi muka air yang
diperlukan disawah yang diairi. Berikut ini pada Gambar 20 dapat dilihat ilustrasi
mengenai cara perhitungannya :

Sal. Sekunder Sal. Tersier Sal. Kuarter

g f
h e
d
P c b

H100 H70 H
1%

A a

L L

Bangunan Sadap Tersier dengan alat ukur


Gorong-gorong Box Bagi Tersier Box Bagi Kuarter

Gambar 21. Ilustrasi perhitungan tinggi muka air yang dibutuhkan. ( KP – 03, 2010 )

P = A + a + b + m . c + d + n . e + f + g + h + Z . . . . . (Pers.16)

Dimana :
P = Muka air yang dibutuhkan disaluran sekunder
A = Elevasi sawah dengan elevasi yang menentukan
a = Lapisan air disawah, ± 10 cm
b = Kehilangan tinggi energi di saluran kuarter sampai kesawah ± 5 cm
c = Kehilangan tinggi energi di boks kuarter ± 5 cm/box
d = Kehilangan pada bangunan pembawa disaluran irigasi, I x L
L = Panjang saluran, m
e = Kehilangan tinggi energi di boks tersier ± 10 cm
f = Kehilangan tinggi energi digorong-gorong ± 10 cm
g = Kehilangan tinggi energi dibangunan sadap tersier 1/3 H
h = Variasi muka air = 0,18 h100 ( sekitar 0,05 – 0,30 cm )
Z = Kehilangan tinggi energi dibangunan petak tersier lainnya
m = Jumlah boks kuarter di trase tersebut
n = Jumlah boks tersier di trase tersebut

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I

Elevasi muka air di udik pintu sadap (MAUps) diperoleh dari elevasi muka air dihilir
pintu sadap + kehilangan tinggi energi dipintu ukur.
MAUps = MAHps + Δh . . . . . (Pers.17)
Dimana :
MAHps = Elevasi muka air dihilir pintu sadap, m
Δh = Kehilangan energi pada pintu ukur
5. Jalan Inspeksi
Jalan inspeksi merupakan jalan-jalan yang digunakan baik oleh oleh para petani,
kendaraan maupun ternak yang menghubungkan antara jaringan irigasi yang lain atau
jalan-jalan umum desa yang sudah ada. Jalan inspeksi biasanya dibangun diatas
tanggul saluran atau pembuang jika ini dianggap tidak ekonomis jarak maksimum
antara jalan inspeksi dan saluran atau pembuang adalah 300 m.
Jalan Inspeksi (Perancangan Keairan) Jalan inspeksi direncana, dibangun dan
dipelihara oleh dinas pengairan. Jalan ini terutama digunakan untuk memeriksa,
mengeksploitasi dan memelihara jaringan irigasi dan pembuang, yakni saluran dan
bangunan-bangunan pelengkap. Akan tetapi, di kebanyakan daerah pedesaan, jalan-
jalan ini juga sekaligus berfungsi sebagai jalan utama dan oleh karena itu juga
digunakan pada kendaraan-kendaraan komersial dengan pembebanan as yang lebih
berat dibandingkan dengan kendaraan-kendaraan inspeksi.
Jalan inspeksi  dibuat untuk memantau sepanjang saluran yang dilewati jalan
tersebut. Jadi apabila ada kerusakan atau kehilangan barang-barang infrastrukstur 
apalagi yang bersifat vital, dapat ditangani secepatnya sebelum terjadi kerusakan yang
lebih parah dan merugikan. Jalan inspeksi bisa dibangun melintasi saluran, ataupun
dengan menyusuri saluran tersebut.
 Semua jalan inspeksi digolongkan sebagai jalan kelas III atau lebih rendah lagi
menurut standar Bina Marga No.13/1970 (BINA MARGA,1970b) dan merupakan
jalan satu jalur. Untuk jalan-jalan yang berada di bawah wewenang Direktorat Irigasi,
Standar Bina Marga telah diperluas lagi menjadi :

Kelas I         Jalan nasional (Standar Bina Marga)

Kelas II        Jalan Provinsi (Standar Bina Marga)

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034


CIVIL ENGINEERING 18
UNIVERSITAS TADULAKO
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR I
Kelas III       Jalan Kabupaten, jalan desa, jalan inspeksi utama (Standar Bina Marga)

Kelas IV       Jalan penghubung, jalan inspeksi sekunder (Standar Bina Marga)

Kelas V        Jalan setapak/jalan orang

Lebar jalan dan perkerasan untuk jalan-jalan kelas III, IV, dan V (yang punya arti
penting dalam suatu proyek irigasi) disajikan pada tabel 1.1

Jalan kelas III dengan perkerasan, jalan kelas IV boleh dengan perkerasan ( untuk
yang lebih penting ) atau tanpa perkerasan. Kelas V umumnya tanpa perkerasan.

Tabel 8. lebar standar jalan

Lebar total jalan Lebar perkerasan


Kelas III 5m 3m
Kelas IV 5m 3m
Kelas V 1,5 m
Sumber :  Depertemen PU, 1986, “Kriteria Perencanaan bagian Bangunan KP-04”,
CV Galang Persada, Jakarta.

6. Teori Box
Pengembangan Box Tersier dan kuarter sebagai inovasi teknologi tepat guna
bidang irigasi. Konstruksi tersebut cukup kuat, ringan dan mudah dikerjakan serta
dapat berfungsi membagikan air sesuai dengan lebar pintu yang ditentukan.
Karakteristik beton ferrocement dengan bahan komposit bersifat kuat (kuat tekan
365 kg/cm2 dan tekanan lentur 628 kg), kedap air, ringan (relatif tipis t=3cm) dan
perilaku keruntuhannya tidak menunjukkan keruntuhan seketika.
Kerangka box atau dinding box dibuat secara terpisah berfungsi sebagai pintu
keluaran. Pembuatan cetakan dan mencetak betonnya lebih mudah dan berat setiap
sisi pintu 45 kg dan berat pelat dasar 73 kg, sehingga mudah untuk dibawa ke
lokasi/lapangan, untuk pengunci pada bagian atas dilengkapi tempat slot sebagai
penguat rangkaian box tersier.

ATMAN PURMADANI KASIM/F 111 18 034

Anda mungkin juga menyukai