Anda di halaman 1dari 24

Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan

(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan


Biatan dan Kecamatan Talisayan

BAB IV
SISTEM JARINGAN IRIGASI

4.1. UNSUR DAN TINGKATAN JARINGAN IRIGASI

4.1.1. Unsur Fungsional Pokok

Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan menjadi empat unsure fungsional
pokok (Anonim/KP-01, 1986 : 8), yaitu :
a. Bangunan-bangunan utama dimana air diambil dari sumbernya, umumnya
sungai atau waduk.
b. Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak-
petak tersier.
c. Petak-petak tersier dengan system pembagian air dan system pembuangan
kolektif. Air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke sawah-sawah dan
kelebihan air ditampung di dalam suatu sistem pembuangan di dalam petak
tersier.
d. Sistem pembuangan yang ada di luar daerah irigasi untuk membuang
kelebihan air lebih ke sungai atau ke saluran-saluran alamiah.
4.1.2. Tingkatan Jaringan Irigasi

Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran air dan kelengkapan fasilitas, jaringan


irigasi dapat dibedakan ke dalam tiga tingkatan (Anonim/KP-01, 1986 : 7), yaitu :
a. Jaringan Irigasi Sederhana
Biasanya jaringan irigasi sederhana mempunyai luasan yang tidak lebih
dari 500 ha. Pada jaringan irigasi sederhana tida ada pengukuran maupun
pengaturan dalam pembagian debit airnya, air lebih akan mengalir ke
saluran pembuang alami. Persediaan air biasanya berlimpah dan
kemiringan berkisar antara sedang sampai curam. Oleh karena itu hampir-
hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembagian air. Walaupun
mudah diorganisasi, jaringan irigasi sederhana memiliki kelemahan-
kelemahan yang serius seperti adanya pemborosan air karena pada
umumnya jaringan ini terletak di daerah yang tinggi sehingga air yang
terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang lebih subur.

Bab IV - 1
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

b. Jaringan Irigasi Skematis


Untuk jaringan irigasi skematis biasanya memiliki luasan wilayah
mencapai 2000 ha. Jaringan irigasi ini hampir sama dengan jaringan irigasi
sederhana akan tetapi sudah dipergunakan bendung lengkap dengan
pengambilan dan bangunan pengukur di bagian hilirnya. Sistem pembagian
air biasanya serupa dengan jaringan sederhana, hanya saja pengambilan
dipakai untuk mengairi daerah yang lebih luas daripada daerah layanan
jaringan sederhana. Memiliki organisasi yang lebih rumit dan apabila
bangunan tetapnya berupa bangunan pengambilan dari sungai, maka
diperlukan keterlibatan dari pemerintah.
c. Jaringan Irigasi Teknis
Pada jaringan irigasi teknis tidak memiliki batasan dalam luasan
wilayahnya. Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan irigasi teknis
adalah pemisahan antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang. Dalam hal
ini saluran irigasi maupun pembuang tetap bekerja sesuai dengan
fungsinya. Saluran irigasi mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah dan
saluran pembuang mengalirkan air lebih dari sawah-sawah ke saluran
pembuang alamiah yang kemudian akan membuangnya ke laut. Petak
tersier menduduki fungsi sentral dari jaringan irigasi teknis. Jaringan teknis
memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan
pembuangan air lebih efisien.

4.2. LAY OUT JARINGAN IRIGASI

Perencanaan lay out jaringan irigasi meliputi pembagian petak tersier, nomenklatur, trase
saluran pembawa dan pembuang, bangunan air dan bangunan pelengkap lainnya sampai ke
sumber air / intake (pengambilan).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembagian petak tersier, diantaranya :
a. Luas petak tersier maksimum 80 ha.
b. Tata letak saluran : terpisah antara saluran irigasi dan drainase.
c. Pertimbangan penentuan batas petak :
1). Disesuaikan kondisi topografi dan batas alam.
2). Dalam satu daerah administrasi desa.
3). Diusahakan pada batas hak milik tanah.

Dasar pertimbangan dalam perencanaan lay out jaringan irigasi antara lain :
a. Memanfaatkan seoptimal mungkin areal potensi yang ada dengan memperhatikan
potensi debit pada sumber air.

Bab IV - 2
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

b. Memanfaatkan alur-alur alam (existing alignment) yang mempunyai relevansi


terhadap system yang direncanakan.
c. Memperhatikan kondisi topografi, agar distribusi air secara gravitasi dapat
berlangsung.
d. Mempertimbangkan kondisi yang paling menguntungkan ditinjau dari aspek teknis,
ekonomis dan kemudahan dalam pelaksanaan pekerjaan maupun operasi dan
pemeliharaannya.
e. Khususnya mengenai alignment jaringan pembuang, diusahakan sedapat mungkin
mampu mendrain genangan air pada daerah terendah.

4.3. PERENCANAAN JARINGAN UTAMA

4.3.1. Kriteria Perencanaan

Perencanaan Irigasi terdiri dari kegiatan-kegiatan :


a. Rencana Jaringan Main Sistem
b. Rencana Saluran yang terdiri dari :
1). Penentuan Trase Saluran
2). Penentuan Kapasitas debit rencana
3). Penentuan Muka air rencana
4). Penentuan dimensi saluran dan tanggul
c. Rencana Bangunan yang terdiri dari :
1). Bangunan Bagi
2). Bangunan Sadap
3). Penentuan Terjun
4). Bangunan Gorong-gorong
5). Bangunan Talang
6). Bangunan-bangunan lain
Luas areal jaringan irigasi dibagi ke dalam blok-blok tersier dengan luas areal
pada daerah yang datar sedapat mungkin tidak lebih dari 150 ha, sedangkan
pada daerah yang kemiringannya terjal sedapat mungkin luas petak tidak lebih
dari 80 ha.
Nama saluran dan bangunan-bangunannya (nomen klatur) disesuaikan dengan
nama kampung atau nama tempat di lokasi sekitarnya.
4.3.2. Perencanaan Saluran

a. Perencanaan Trace Saluran


Dalam perencanaan pendahuluan akan dihasilkan :
1). Trase saluran
2). Muka Air

Bab IV - 3
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

3). Lokasi dan tipe bangunan pembawa, bagi dan sadap.

Perencanaan Pendahuluan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :


1). Pengeplotan trase saluran pada peta dengan skala 1 : 25.000
2). Penentuan batas-batas petak tersier pada peta skala1 : 5000
3). Pengeplotan trase saluran dengan lokasi bangunan sadap pada peta
skala 1 : 5000
4). Penentuan muka air yang dibutuhkan pada pada bangunan
pengambilan pada peta skala 1 : 5000 dan 1 : 2000
5). Perhitungan debit rencana
6). Penentuan lokasi bangunan pembawa dan pembagian kehilangan
tinggi energi di bangunan tersebut.
7). Penentuan kemiringan rencana pada ruas-ruas saluran berikutnya.
8). Penentuan dimensi saluran
9). Penentuan muka air saluran
10). Pembuatan profil memanjang
11). Penelusuran trase di lapangan dengan melakukan pengukuran
topografi, pengukuran geologi teknik pendahuluan di sepanjang as
saluran.
12). Penyesuaian trase saluran dan profil memanjang termasuk lokasi
bangunan.

1). Saluran Irigasi


Secara planimeteris perencanaan trase saluran harus mengacu
kepada :
 Garis-garis lurus sepanjang mungkin yang dihubungkan dengan
kurva / lengkung bulat.
 Diusahakan agar muka air mendekati elevasi medan atau sedikit
di atas elevasi sawah disebelahnya yang akan diairi.
 Elevasi muka tanah mendekati muka air rencana atau sedikit di
bawahnya.
 Perencanaan harus menghasilkan bagian yang seimbang
sehingga jumlah galian sama dengan atau lebih dari jumlah
timbunan

2). Lokasi bangunan bagi/sadap


Dari peta dengan skala 1 : 5000 dapat ditentukan batas-batas petak
berkisar 50 ha sampai 150 ha tiap petaknya. Batas-batas tersebut
ditentukan oleh penampakan topografi di lapangan, jika mungkin
batas-batas intu berdasar pada batas administrasi, diplot pada skala

Bab IV - 4
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

1 : 5000 dan lokasi bangunan-bangunan bagi/sadap dapat


ditentukan.
Untuk memperoleh muka air yang diperlukan pada bangunan bagi,
muka air yang diperlukan pada bangunan sadap dan untuk setiap
bangunan harus diperhitungkan terlebih dahulu.

P = A + a + b + m.c + d + n.c + f + g + h + Z

Dimana :
P = Muka Air yang dibutuhkan di saluran sekunder
A = Elevasi sawah dengan elevasi yang menentukan
a = Lapisan air di sawah minimal 10 cm
b = kehilangan tinggi energi pada saluran kwarter sampai
sawah  5 cm
c = Kehilangan tinggi energi di boc kwarter  5 cm/boks
d = Kehilangan air pada bangunan pembawa di saluran irigasi
IxL
e = Kehilangan tinggi energi di boks bagi tersier  5 cm
f = kehilangan tinggi energi di gorong-gorong  5 cm
g = kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier
h = variasi muka air = 0.18 h100 (sekitar 0.05 - 30.00 cm)
Z = Kehilangan tinggi energi di bangunan petak tersier
lainnya.
m = Jumlah boks kuarter di trase tesebut
n = Jumlah boks tersier di bangunan tersebut.

b. Debit Rencana Saluran


Debit rencana saluran dirumuskan :

= A xa

Dimana :
A = Luas bersih daerah irigasi di sebelah hilir ruas saluran tersebut
(ha )
NFR = Kebutuhan air bersih di sawah. (l/det/ha)
c = koefisien rotasi karena daerah layanan < 10.000 ha maka c = 1
e = Efisiensi
a = Kebutuhan air rencana (l/dt/ha)

Bab IV - 5
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

Luas bersih daerah irigasi di hilir masing-masing ruas saluran


dicantumkan pada kolom/kotak dan kebutuhan air yang diperlukan.

c. Muka Air Saluran


1). Penentuan Kemiringan Medan
Untuk perencanaan pendahuluan, elevasi permukaan tanah
diperoleh dari peta 1 : 5000 dimana trase saluran pendahuluan
diplot. Cara yang terbaik adalah dengan memplot harga-harga
elevasi pada titik-titik potong garis-garis kontur dan trase, serta
membuat perkiraan-perkiraan dengan melakukan interpolasi antara
titik-titik rinci ketinggian. Harga-harga elevasi medan yang
diperoleh diplot pada profil memanjang bersama dengan muka air
yang perlukan yang telah didapat.
2). Kemiringan yang ada
Kemiringan yang ada (Io) dapat dihitung untuk masing-masing
ruas :

Dimana :
RWLu = Muka air yang di butuhkan di bangunan sadap hulu
RWLd = Muka air yang dibutuhkan di bangunan sadap hilir
Ho = Jumlah perkiraan kehilangan tinggi energi di
bangunan di ruas bangunan yang bersangkutan
(tidak termasuk bangunan terjun)
3). Kemiringan rencana
Guna memperkecil sedimentasi maka saluran harus dibuat
sedemikian rupa sehingga I;R makin ke arah hilir sama atau
semakin besar, selama pengeplotan titik-titik tidak diperkenankan
melebihi kecepatan dasar rencana.
4). Muka Air Rencana
Muka air rencana di saluran 70% dari debit rencana (Q70%) harus
sama atau lebih tinggi dari muka air yang diperlukan. Muka Air
rencana adalah pada muka air pada Q70% ditambah variasinya
(0.18 x h100%) atau lebih tinggi.

d. Saluran Pembawa

Bab IV - 6
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

Pada perencanaan bangunan pembawa yang berupa saluran


berpenampang trapesium dapat dibangun berupa saluran pasangan atau
saluran tanpa pasangan (saluran tanah).
Dimensi saluran dapat dihitung dengan persamaan berikut ini :
V = k . R2/3 . I0,50
Q = A.V
A = bh + mh2
P = b + 2h . ( 1+m2)0,5
R = A/P

Dimana :
Q = Debit Rencana ( m3/dt)
V = kecepatan aliran (m/det)
k = koefisien kekasaran Strickler (m1/3/det)
R = jari jari hidrolis (m)
I = kemiringan dasar saluran
m = kemiringan talud

1). Saluran Tanpa Pasangan


Untuk keperluan saluran dengan penampang trapesium tanpa
pasangan adalah bangunan pembawa yang paling umum digunakan
dengan biaya pelaksanaan dan pemeliharaan yang paling rendah.
Sedimentasi di dalam saluran dapat terjadi bila kapasitas angkut
sedimen per satuan debit tetap sama atau sedikit lebih besar.

Tabel IV.1. Harga-harga koefisien Strickler untuk saluran irigasi tanah

Debit rencana k
(m3/det) (m1/3/detik)
Q > 10 45.00
5 < Q < 10 42.50
1 < Q < 5 40.00
Q < 1 dan saluran tersier 35.00

2). Potongan melintang saluran


Saluran pada tanah tanpa pasangan, usaha untuk mendapatkan
bentuk ideal dari segi hidrolis cenderung menghasilkan potongan
melintang yang terlalu dalam atau sempit, saluran dengan debit
rencana yang tinggi biasanya lebar dan sempit.
3). Kemiringan Saluran

Bab IV - 7
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

Talud saluran dirrencanakan securam mungkin dimana harga-harga


kemiringan minimum untuk saluran tanah yang dibuat dengan
bahan-bahan kohesif yang dipadatkan dengan baik dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel IV.2. Kemiringan Saluran

bahan tanah simbol kisaran


kemiringan
batu < 0.25
gambut kenyal Pt 1 - 2
lempung kenyal
tanah lus CL,CH,MH 1 - 2
lempung pasiran
tanah pasiran kohesif SC,SM 1.5 - 2.5
pasir lanauan SM 2 - 3
gambut lunak Pt 3 - 4

4). Lengkung Saluran


Lengkung yang diijinkan untuk tanah tergantung pada :
 ukuran dan kapasitas saluran
 jenis tanah
 kecepatan aliran

Jari-jari minimum lengkung seperti yang diukur pada as harus


diambil sekurang-kurangnya 8 kali lebar atas pada lebar permukaan
air rencana.
5). Tinggi jagaan
Meningginya muka air sampai di atas tinggi yang direncanakan
yang bisa dise-babkan oleh penutupan pintu secara tiba-tiba di
bagian hilir, variasi ini akan menambah besar debit sehingga
menambah tinggi muka air di saluran. Meningginya muka air dapat
juga disebabkan oleh pengaliran air buangan ke dalam saluran.

Bab IV - 8
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

Tinggi jagaan berguna untuk :


 menaikan muka air diatas muka air maksimum
 mencegah kerusakan tanggul saluran

Tinggi jagaan minimum yang dipakai pada saluran dengan berbagai


variasi debit diperlihatkan pada tabel berikut :

Tabel IV.3. Tinggi jagaan saluran tanpa pasangan

Debit - Q (m3/det) Tinggi jagaan (m)

< 0.50 0,40


0,5 1,5 0,50
1,5 5,0 0,60
5,0 10,0 0,75
10,0 15,0 0,85
> 15,0 1,00

6). Muka air yang diperlukan


Tinggi muka air yang diperlukan dalam jaringan utama adalah
berdasarkan kebutuhan tinggi muka air yang diperlukan ke sawah-
sawah yang akan diairi. Perhitungan dimulai dengan menghitung
tinggi muka air di bangunan sadap tersier, sehingga kehilangan di
saluran tersier dan kuarter serta bangunan dijumlahkan menjadi
kebutuhan tinggi muka iar di sawah yang diperlukan dalam petak
tersier. Ditambah dengan kehilangan tinggi energi di bangunan
sadap tersier dan persediaan untuk variasi muka air akibat
eksploitasi jaringan utama pada tinggi muka air parsial.
7). Perencanaan kemiringan saluran
Kemiringan memanjang saluran ditentukan terutama oleh terutama
keadaan topografi. Kemiringan saluran akan banyak mengikuti
garis muka air tanah trase saluran yang dipilih. Kemiringan
memanjang saluran mempunyai harga maksimuam dan minimum.
Dalam usaha mencegah terjadinya sedimentasi memerlukan
kemiringan memanjang yang minimum, dan untuk mencegah
terjadinya erosi maka kecepatan maksimum harus dibatasi.

Bab IV - 9
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

e. Saluran Pasangan
Saluran pasangan (lining) yang direncanakan dibangun dimaksudkan
untuk :
 Mencegah kehilangan air akibat rembesan
 Mencegah gerusan dan erosi
 Mengurangi biaya pemeliharaan
 Memberi kelonggaran untuk lengkung yang lebih besar
 Mempercepat distribusi aliran ke petak-petak, terutama petak
terjauh.
1). Jenis jenis pasangan
Bahan yang dianjurkan dipakai sebagai saluran pasangan :
 Pasangan batu
 Beton
 Tanah
Pasangan batu dan beton sesuai dengan berbagai keperluan, kecuali
untuk per-baikan stabilitas tanggul, sedang pasangan tanah tanah
hanya sesuai untuk pengendalian rembesan dan perbaikan
stabilitas tanggul. Tersedianya bahan di tempat pelaksanaan
konstruksi merupakan faktor yang sangat penting dalam memilih
jenis pasangan. Aliran yang masuk ke dalam retak pasangan
dengan kecepatan tinggi dapat mengeluarkan bahan-bahan
pasangan tersebut. Kecepatan maksimum dibatasi dan berat
pasangan harus memadai untuk mengimbangi gaya tekan ke atas.
2). Perencanaan Hidrolis
Kecepatan-kecepatan maksimum untuk aliran sub kritis pada
saluran pasangan yang dianjurkan adalah :
 pasangan batu : 2 m/det
 pasangan beto : 3 m/det
 pasangan tanah : kecepatan maksimum yang diijinkan
0.8 m/dt
Kecepatan maksimum ijin akan menentukan kecepatan rencana
untuk saluran tanah dengan pasangan campuran. Bilangan Froude
sangat penting untuk pemakaian kecepatan yang tinggi dan
kemiringan saluran yang tinggi. Dengan kriteria bilangan Froude
sebagai berikut :
 < 0.55 : aliran stabil
 0.55 < Fr < 1.40 : aliran sub kritis
 > 1.40 : aliran super kritis

Bab IV - 10
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

Apabila terjadialiran superkritis di saluran maka harus


diperhitungan sebagai got miring :

3). Lengkung saluran


Jari-jari minimum untuk saluran pasangan diambil tiga kali lebar
permukaan. Jika dibutuhkan tikungan yang lebih tajam, kehilangan
tinggi energi tambahan harus diperhitungkan.
4). Tinggi jagaan
Harga harga minimum untuk tinggi jagaan adalah seperti yang
disajikan pada tabel berikut ini. Harga harga tersebut diambil dari
USBR yang menunjukan tinggi jagaan tanggul tanah yang sama
dengan tanggul saluran tanah pasangan.

Tabel IV.4. Tinggi jagaan untuk saluran pasangan

Tanggul (F) Pasangan (F)


Debit (m3/det)
(m) (m)
     
< 0.5 0.40 0.20
0.5 < 1.5 0.50 0.20
1.5 < 5.0 0.60 0.25
5.0 <10.0 0.75 0.30
10.0 <15.0 0.85 0.40
15.0 > 1.00 0.50
     

f. Saluran Pembuang
Jaringan pembuang direncanakan untuk mengalirkan kelebihan air secara
gravitasi. Saluran pembuang direncanakan di tempat-tempat rendah dan
melalui daerah depresi. Kemiringan alamiah tanah dalam trase ini
menentukan kemiringan memanjang saluran pembuang.
Bila kemiringan dasar terlalu curam dan kecepatan ijin telah terlampaui,
maka perlu ditempatkan bangunan pengatur berupa bangunan terjun.
Kecepatan rencana diambil sama atau lebih kecil sedikit dari kecepatam
maksimum yang diijinkan, karena debit rencana jarang terjadi dan

Bab IV - 11
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

kecepatan aliran pembuang akan lebih rendah di bawah kondisi


eksploitasi rerata.
Kemiringan dasar saluran pembuang akan mengecil di bagian hilir dan
paramater angkutan sedimen akan menurun di sebelah hilir. Bila saluran
alam digunakan sebagai pembuang maka sebaiknya tidak mengubah
trase, karena saluran alam biasanya sudah menyesuaiakan alirannya
sendiri terhadap potongan melintang dan kemiringan.
1). Perencanaan hidrolis saluran pembuang
Rumus perhitungan dianggap untuk aliran tetap yang dihitung
bedasarkan rumus Strickler sebagai berikut :
V = (k) x R2/3 x S1/2
Dimana :
V = kecepatan aliran (m/det)
k = koefisien kekasaran Strickler (m1/3/det)
R = jari jari hidrolis (m)
S = kemiringan dasar saluran

Untuk koefisien kekasaran Strickler yang digunakan pada saluran


pembuang adalah sebagai berikut :
 kedalaman air saluran > 1.5 meter ; k = 30 (m1/3/det)
 kedalaman air saluran  1.5 meter ; k = 25 (m1/3/det)

2). Kecepatam maksimum ijin


Kecepatan maksimum yang diijinkan adalah kecepatan rerata
maksimum yang tidak akan menyebabkan erosi di permukaan
saluran yang ditentukan dua langkah sebagai berikut :
 Penetapan kecepatan dasar (Vb) untuk saluran lurus.
 Penentuan faktor koreksi pada kecepatan dasar untuk
lengkung saluran.
Rumus perhitungan kecepatan ijin maksimum adalah sebagai
berikut :
Vmaks = Vb. A B C
Dimana :
A = faktor koreksi untuk angka pori permukaan saluran
B = faktor koreksi untuk kedalaman
C = faktor koreksi untuk lengkung

Bab IV - 12
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

Vab = kecepatan dasar ijin

4.3.3. Perencanaan Bangunan

a. Bangunan Bagi
Bila air irigasi dibagi dari saluran primer ke saluran sekunder, maka akan
dibuat bangunan bagi yang terdiri dari pintu-pintu sebagai pengukur dan
pengatur muka air. Salah satu dari pintu-pintu bagi berfungsi sebagai
pengatur muka air dan pintu sadap lainnya sebagai pengukur debit.

b. Bangunan Sadap
Bangunan sadap sekunder akan memberi air ke saluran tersier dan
melayani lebih dari satu petak tersier, dimana kapasitas bangunan sadap
lebih dari atau sama dengan 0,25 m3/detik. Dengan menggunakan muka
air rencana yang lebih rendah untuk bangunan sadap, periode peninggian
muka air berkurang. Muka air rencana yang lebih rendah memberikan
fleksibilitas dalam pembagian air irigasi.
Selama musim penghujan, maka ketersediaan air tidak menjadi masalah,
air irigasi lebih baik dieksplotasikan pada persediaan minimum (Q 70%)
dari debit rencana. Untuk pengaturan muka air digunakan bangunan
pengatur berupa pintu sorong.

Perhitungan perencanaan hidrolis pintu sorong adalah sebagai berikut :

Q = K.u.a.b.(2.g.h)0.5

Dimana :
Q = debit (m3/det)
u = Koefisien debit
a = Bukaan pintu ( m )
b = Lebar pintu ( m )
g = percepatan gravitasi ( m/dt2 )
h = kedalaman air di depan pintu, m.

c. Bangunan Pengukur Debit


Agar pengelolaan air irigasi menjadi efektif, maka debit harus diukur dan
diatur pada hulu saluran sekunder, pada cabang saluran dan pada
bangunan sadap tersier.

Bab IV - 13
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

Untuk persamaan untuk alat ukur ambang lebar dengan bagian


pengontrol segi empat adalah :

Q = d x Cv x 2/3 x (2/3.g)0,5 x b x h3/2


Cd = 0.93 + 0.10H1/L ; untuk 0.10 < H1/L < 1.0

Dimana :
Q = debit pengaliran (m3/dt)
Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan awal
h1 = tinggi muka air di atas ambang (m)
H1 = tinggi energi hulu (m)
bc = lebar ambang (m)
g = percepatan gravitasi (9.81 m/dt2)

Tabel IV.5. Batas Moduler Minimum (H2/H1) pada alat ukur


ambang lebar

ALAT UKUR FLUM DASAR RATA


EKSPANSI
Pengontrol Pengontrol Pengontrol Pengontrol

VERTIKAL /
HORISONTAL

1: 0 0,07 0,75 0,74 0,80


1:6 0,79 0,85 0,82 0,88

Untuk menentukan dimensi hidrolis peredam energi di sebelah hilir


bangunan terjun miring pada bangunan ukur, harus terlebih dahulu
diketahui tinggi muka air hulu ambang (H1) dengan persamaan sebagai
berikut :

H1 = v12/2g + h1
V1 =Q/A

d. Bangunan Terjun
Bangunan terjun atau got miring diperlukan jika kemiringan permukaan
tanah lebih curam dari kemiringan masimum yang diijinkan. Bangunan
ini mempunyai empat bagian fungsional :

Bab IV - 14
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

 bagian hulu pengontrol, dimana aliran menjadi super kritis


 bagian dimana air dialirkan ke elevasi lebih rendah
 bagian tempat disebelah hilir tepat pada peredam energi
 bagian peralihan saluran, memerlukan lindungan untuk mencegah
erosi

Macam-macam bangunan terjun :


Bangunan terjun tegak, dimana pada bangunan ini luapan yang jatuh
bebas akan mengenai lantai kolam dan bergerak ke hilir, dimana
perencanaan hidrolis bangunan terjun tegak ini dipengaruhi besaran-
besaran berikut :
q = Q/b
hc = q2/g)1/3
c1 = 2,5 + 1,1. (hc/Z) + 0,70 (hc/Z)3
L2 = c1 (Z.hc)0,50 + 0,25
h1 = tinggi air di muka ambang (m)
h2 = tinggi air di muka ambang (m)
w = tinggi jagaan ( m )
hc = tinggi air kritis di atas ambang ( m )
Z = beda tinggi energi antara hulu dan hilir (m)
q = debit per satuan lebar ambang (m2/det)
g = percepatan grafitasi (m/det2)
a = tinggi ambang pada ujung kolam olakan (m)
L2 = panjang kolam olakan ( m )

e. Gorong-gorong
Dimensi gorong-gorong diperhitungkan berdasarkan debit rencana dan
perhitungan gorong-gorong dirumuskan sebagai berikut :
A = bxh
Dimana :
A = luas penampang (m2)
b = lebar dimensi (m)
h = tinggi (m)

f. Gorong-gorong lingkaran
A=  r2
r = jari-jari lingkaran (m)

Bab IV - 15
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

Kecepatan :
V = 1/n . R2/3 I1/2
Dimana :
V = kecepatan aliran (m/det)
n = angka Manning
R = jari-jari hidrolis ( m )
I = kemiringan

Kapasitas debit :
Q = V x A

Dimana :
Q = debit aliran (m3/det)
A = luas penampang (m2)
V = kecepatan aliran (m/det)

Kecepatan aliran :
V1 = Kecepatan aliran pada hulu
V2 = Kecepatan aliran pada hilir

a). Perhitungan kehilangan tinggi di inlet dan outlet, dirumuskan


hfi =  x (V1-V2)2 / (2.g)
Dimana :
hfi = Kehilangan tinggi, m
1 = faktor perubahan bentuk pada in let segiempat = 0,50
2 = faktor perubahan bentuk pada in out let = 1
V1 = Kecepatan aliran pada hulu inlet
V2 = Kecepatan aliran pada hilir outlet

4.4. JARINGAN TERSIER

4.4.1. Perencanaan Saluran Pembawa

a. Kebutuhan Air Irigasi


Debit rencana saluran dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Q=axA
Dimana :
Q = Debit rencana (l/dt)

Bab IV - 16
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

a = Kebutuhan air di saluran tersier, (lt/dt/ha)


A = Luas area yang diairi (Ha)
b. Kapasitas Rencana
Kapasitas bangunan sadap tersier didasarkan pada kebutuhan air rencana
pintu tersier (Qmaks lt/dt/ha), dan yang menentukan pada umumnya
adalah kebutuhan air selama penyiapan lahan. Kapasitas rencana saluran
tersier dan kwarter didasarkan pada 100% dari Qmaks.
1). Untuk saluran kuarter, debit rencana untuk irigasi terus-menerus
adalah kebutuhan rencana air di pintu tersier (lt/dt/ha) dikalikan
dengan luas petak kuarter. Debit rencana ini dipakai di sepanjang
saluran.
2). Pada saluran tersier, debit rencana untuk irigasi terus-menerus bagi
semua ruas saluran tersier antara dua boks bagi adalah kebutuhan
air irigasi rencana di pintu tersier (lt/dt/ha) dikalikan dengan
seluruh luas petak kuarter yang diairi.
c. Elevasi Muka Air
Untuk menentukan muka air rencana saluran, harus tersedia data-data
topografi dalam jumlah yang memadai. Setelah layout pendahuluan
selesai, trase saluran yang diusulkan diukur. Elevasi sawah harus diukur
7,50 meter di luar as saluran irigasi atau pembuang yang direncanakan
yang direncanakan tiap interval 50 m dan pada lokasi-lokasi khusus.
Elevasi muka air yang diperlukan di saluran primer/sekunder di hulu
bangunan sadap tersier dapat ditentukan dengan rumus :

P = A + a + b + n.c + d + m.e + f + g + H + z

Dimana :

P = Muka air yang dibutuhkan jaringan utama di hulu bangunan


sadap tersier
A = Elevasi sawah yang menentukan di petak tersier
a = Kedalaman air di sawah (- 10 cm)
b = Kehilangan tinggi energi dari saluran kuarter sampai sawah (- 10
cm)
c = Kehilangan tinggi energi di boks bagi kuarter (5-15 cm/boks)
n = Jumlah boks bagi kuarter pada saluran yang direncana
d = Kehilangan energi selama pengaliran di saluran tersier dan
kuarter (I x L cm)

Bab IV - 17
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

e = Kehilangan tinggi energi di boks bagi tersier (- 10 cm/boks)


m = Jumlah boks tersier pada saluran yang direncana
f = Kehilangan tinggi energi di gorong-gorong (- 5 cm per gorong-
gorong)
z = Kehilangan tinggi energi bangunan-bangunan tersier yang lain
g = Kehilangan tinggi energi di pintu Romijn (- 2/3 H)
H = Variasi tinggi muka air di jaringan utama di hulu bangunan
sadap tersier (-0.18 h100)

d. Dimensi Saluran Pembawa


Berdasarkan pengalamam lapangan Fortier (1926) menyimpulkan bahwa
untuk saluran irigasi dengan kedalaman air kurang dari 0,90 m pada
tanah lempungan atau lempung lanauan, kecapatan maksimum yang
diizinkan adalah sekitar 0,60 m/dt.
Kriteria perencanaan untuk saluran pembawa tanpa pasangan disajikan
seperti Tabel IV.6.

Tabel IV.6. Kriteria Saluran Pembawa Tanpa Pasangan

Saluran Saluran
Karakteristik Perencanaan Satuan
Tersier Kuarter

Kecepatan maksimum m/dt 0,50 0,40


Kecepatan minimum m/dt 0,20 0,20
Harga K m /dt
1/3
35,0 30,0
Lebar minimum dasar saluran m 0,30 0,20
Kemiringan talut - 1:1 1:1
Lebar minimum mercu m 0,50 0,40
Tinggi minimum jagaan m 0,30 0,20

Bila gradien medan curam dan kecepatan menjadi terlalu tinggi,


diperlukan satu atau dua bangunan terjun, atau saluran tersier harus diberi
pasangan (got miring). Setelah debit rencana ditentukan, dimensi saluran
dapat dihitung dengan rumus Strickler sebagai berikut :

Bab IV - 18
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

M
A w
mR m
1 h 1

Gambar IV.1. Gambar Saluran Pembawa Tanpa Pasangan

V = K x R2/3 x I1/2
R = A/P
A = h (b + m h)
P = b + 2 h ( m2 + 1 )0,5
Q = VxA
n = b/h

dimana :
Q = Debit saluran (m3/dt)
V = Kecapatan aliran (m/dt)
A = Luas penampang basah saluran (m2)
R = Jari-jari hidrolis (m)
P = Keliling basah (m)
b = Lebar dasar saluran (m)
h = Tinggi air (m)
n = Kedalaman – lebar
I = Kemiringan dasar saluran
K = Koefisien kekasaran Strickler (m1/3/dt)
m = Kemiringan talud (horisontal/vertikal)
w = Tinggi jagaan (m)

4.4.2. Perencanaan Saluran Pembuang

a. Debit Rencana
Debit drainase rencana dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Qd = 1,62 x Dm x A0,92 …………….. Untuk A > 400 Ha


Qd = Dm x A ………………………… Untuk A < 400 Ha

Bab IV - 19
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

Dimana :
Qd = Debit rencana (lt/dt)
Dm = Modulus pembuang (lt/dt/ha)

Dn
Dm =
( n x 8,64 )

n = Jumlah hari
D(n) = Drainase permukaan selama n hari (mm)
D(n) = R(n) + nx ( IR – Eto – P ) – S
IR = Pemberian air irigasi (mm)
ETo = Evapotranspirasi harian (mm)
P = Perkolasi harian (mm)
S = Tampungan selama hujan (mm)
A = Luas daerah yang dibuang airnya (Ha)

Asumsi yang digunakan :


n = 3 hari
T = 5 tahun
IR – P = 0, karena IR = 0 (tidak ada pemberian air irigasi selama
banjir) dan P = 0 (saat jenuh air)
IR = P (jika pemberian air irigasi belum sepenuhnya berhenti dan
hanya mengisi kebutuhan untuk perkolasi)
S = 50 mm
Eto = Evapotranspirasi rerata dalam satu tahun

Dimensi saluran pembuang dapat dihitung dengan rumus Strickler


Sebagai berikut :

Q = K x A x R2/3 x I½

Dimana :
Q = Debit rencana saluran pembuang (m3/dt)
K = Koefisien kekasaran Strickler (m1/3/dt)
A = Luas penampang basah saluran (m2)
P = Keliling basah saluran (m)
R = Jari-jari hidrolis (m)
I = Kemiringan dasar saluran

Bab IV - 20
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

Lebar minimum dasar saluran untuk saluran pembuang kuarter


sabaiknya diambil 0,30 m dan untuk saluran pembuang tersier 0,50 m.
Dimensi pembuang dibuat sama di seluruh panjang satu ruas saluran
pembuang.

b. Dimensi Saluran Pembuang


Muka air di saluran pembuang intern ditentukan dengan
mempertimbangkan :
 Muka air harus cukup rendah agar kelebihan air dapat dibuang dari
sawah-sawah terendah di petak tersier dan memperhatikan muka air
yang diperlukan apabila menuju pembuang sekunder atau primer.
 Biaya pelaksanaan dan pemeliharaan diusahakan minimum, bebarti
tinggi muka air harus rendah dari tinggi medan sekitarnya.
Jika saluran kuarter juga dipakai sebagai saluran pembuang, sebaiknya
saluran itu direncana dengan menggunakan kriteria saluran kuarter.
Kriteria perencanaan untuk saluran pembuang sebagai ditunjukkan pada
Tabel IV.7.

Tabel IV.7. Kriteria Saluran pembuang

Saluran Saluran
Karakteristik Perencanaan Satuan Pembuang Pembuang
Tersier Kuarter

Kecepatan maksimum m/dt 0,70 0,50


Kecepatan minimum m/dt 0,20 0,20
Harga K m1/3/dt 30 25
Lebar minimum dasar saluran m 0,50 0,30
Kemiringan talud - 1:1 1:1

Kriteria perencanaan lain yang dianjurkan pemakaiannya sebagai


berikut :
 Kemiringan minimum saluran 1,00 m/km (0,001)
 Kemiringan minimum medan 2%
 Lebar tanggul 1,00 atau 1,50 m

Bab IV - 21
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

4.4.3. Perencanaan Bangunan Tersier

a. Boks Bagi
Boks bagi direncanakan dari pasangan batu kali, pengaturan debit ke tiap
saluran digunakan rumus ambang lebar sebagai berikut :

garis energi

H1 h1
h2

L
Gambar IV.2. Gambar Boks Bagi

Q = Cd x 1,70 x b x h13/2 , atau


Q = 1,45 x b x h13/2

Dimana :
Q = Debit rencana (m3/dt)
Cd = Koefisien debit = 0,85 (untuk harga 0,08  H1/L  0,33)
b = Lebar bukaan ambang (minimum bukaan = 0,20 m dan
maksimum = 0,60 m)
h1 = Kedalaman air di hulu ambang (m)
L = Panjang ambang (m)
H1 = Tinggi energi di hulu ambang (m)

b. Bangunan Terjun
Bangunan terjunan dipakai di tempat-tempat di mana kemiringan medan
lebih besar daripada kemiringan saluran dan diperlukan penurunan muka
air. Bangunan terjunan yang biasa dipakai di saluran tersier adalah
bangunan terjunan tegak dengan beda tinggi (Z)  1 m.
Perencanaan didasarkan pada rumus Etcheverry yang menghasilkan
panjang kolam olak (L) sebagai fungsi tinggi terjun dan fungsi
kedalaman kritis, rumus sebagai berikut :

L = C1 ( Z.hc + 0,25 )0,5

Dimana :

Bab IV - 22
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

L = Panjang kolam olakan hilir (m)


C1 = 2,5 + 1,1 hc/Z + 0,7 (hc/Z)3
Z = Tinggi terjunan (m)
hc = Kedalaman kritis = (q2/g)1/3 (m)
q = Q/(0,8 x b1) (m3/dt.m)
Q = Debit rencana (m3/dt)
b1 = Lebar dasar saluran (m)
b2 = Lebar bukaan = 0,8 x b1 (m)

0,30

h1
Z1m

h2

a
0,60

t = 0,5(h1+Z) L2=L 0,30

L1 > 3 Z

Gambar IV.3. Gambar Bangunan Terjun

c. Gorong-Gorong
Mengingat dimensi saluran tersier relatif kecil, maka untuk
merencanakan gorong-gorong konstruksinya digunakan dimensi yang
telah dibakukan di dalam Kriteria Perencanaan (KP) yang diterbitkan
oleh Direktorat Jendral Pengairan tahun 1986.

Bab IV - 23
Laporan Akhir SID Cetak Sawah (400 Ha) di Kecamatan Sambaliung dan
(Final Report) Perluasan Areal Lahan Kering (200 Ha) di Kecamatan
Biatan dan Kecamatan Talisayan

4.1. UNSUR DAN TINGKATAN JARINGAN IRIGASI.....................................1


4.1.1. Unsur Fungsional Pokok..................................................................................1
4.1.2. Tingkatan Jaringan Irigasi................................................................................1
4.2. LAY OUT JARINGAN IRIGASI....................................................................2
4.3. PERENCANAAN JARINGAN UTAMA.......................................................3
4.3.1. Kriteria Perencanaan........................................................................................3
4.3.2. Perencanaan Saluran........................................................................................3
4.3.3. Perencanaan Bangunan....................................................................................13
4.4. JARINGAN TERSIER.....................................................................................16
4.4.1. Perencanaan Saluran Pembawa........................................................................16
4.4.2. Perencanaan Saluran Pembuang......................................................................19
4.4.3. Perencanaan Bangunan Tersier........................................................................22

TABEL
Tabel IV.1. Harga-harga koefisien Strickler untuk saluran irigasi tanah...........7
Tabel IV.2. Kemiringan Saluran.................................................................................8
Tabel IV.3. Tinggi jagaan saluran tanpa pasangan.....................................................9
Tabel IV.4. Tinggi jagaan untuk saluran pasangan.....................................................11
Tabel IV.5. Batas Moduler Minimum (H2/H1) pada alat ukur ambang lebar..............14
Tabel IV.6. Kriteria Saluran Pembawa Tanpa Pasangan............................................18
Tabel IV.7. Kriteria Saluran pembuang......................................................................21

GAMBAR
Gambar IV.1. Gambar Saluran Pembawa Tanpa Pasangan................................19
Gambar IV.2. Gambar Boks Bagi...............................................................................22
Gambar IV.3. Gambar Bangunan Terjun....................................................................23

Bab IV - 24

Anda mungkin juga menyukai