Anda di halaman 1dari 91

IV JARINGAN UTAMA

Seperti telah dijelaskan pada bagian terdahulu, bahwa jaringan


utama suatu daerah irigasi terdiri dari Petak Primer dan Petak
Sekunder yang dilengkapi dengan suatu sistem saluran.
Sesuai dengan letak dan layanannya, sistem saluran juga terdiri
dari Saluran Primer dan Saluran Sekunder yang dilengkapi
dengan bangunan bagi dan bangunan sadap.
4.1 Petak Primer dan Sekunder
Kumpulan dari seluruh daerah pertanian (sawah) yang
menerima air irigasi dari satu sumber air di salah satu sisi
sungai, apabila sumber airnya dari sungai (bendung dsb),
disebut Petak Primer. Dengan demikian suatu bendung
dapat terdiri dari satu atau dua petak primer (kiri dan
kanan). Luas petak primer tidak terbatas, tergantung dari
kapasitas sumber airnya. Suatu petak primer dilayani oleh
satu saluran primer. Pemberian namanya diambil menurut
bangunan utama atau desa penting di daerah bersangkutan.
Saluran primer yang melayani satu petak primer biasanya
dibuat dibagian teratas dari daerah layanan (saluran garis
tinggi), yang sekaligus menjadi batas atas dari petak
bersangkutan. Dengan demikian suatu saluran primer
biasanya hanya melayani daerah irigasi yang terletak pada
salah satu sisi saja.
Selanjutnya satu petak primer dibagi-bagi menjadi
beberapa petak sekunder yang masing masing
dilayani oleh satu saluran sekunder. Suatu petak
sekunder harus mempunyai batas batas
yang jelas, biasanya mengambil batas-batas alam
seperti sungai, rawa/jurang , jalan raya,
jalan kereta api dll. Sedangkan luasnya tidak ada
ketentuan dan tidak perlu sama antara satu
dengan lainnya. Saluran sekunder biasanya
diletakkan di atas punggung topografi (saluran
punggung), sehingga dapat melayani daerah dikedua
sisinya, lihat Gambar 4.1
4.2 Saluran
Menurut fungsinya, sistem saluran dalam suatu jaringan
irigasi terbagi menjadi dua kelompok, yaitu saluran
pembawa dan saluran pembuang. Sedangkan masing-
masing kelompok terbagi lagi menjadi beberapa tingkatan,
yaitu saluran primer, sekunder, tersier dan kuarter. Akan
tetapi secara umum dasar perencanaannya adalah sama,
yaitu tergantung dari debit yang akan diangkut. Bedanya
untuk saluran pembawa berdasarkan debit kebutuhan
irigasi, sedangkan saluran pembuang berdasarkan debit
banjir rencana.
Gambar 4.1 - Saluran Primer dan Sekunder.
4.2.1 Data Perencanaan.
Untuk merencanakan jaringan saluran irigasi,
diperlukan data-data yang akan dipakai sebagai
dasar perencanaan. Secara umum data-data ini
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu;
a. Data topografi.
b. Data hidrolis (kapasitas rencana).
4.2.1.1 Data Topografi.
Data-data topografi yang diperlukan, adalah ;
1. Peta topografi, dengan skala 1 : 25 000 dan 1 : 5 000.
2. Peta situasi trase saluran, skala 1 : 2 000, dengan
kontur interval 0,5 m untuk daerah datar dan 1,0 m
untuk daerah berbukit-bukit.
3. Profil memanjang skala ; horizontal 1 : 2 000, vertikal
1 : 200 (untuk saluran besar) horizontal 1 : 1 000,
vertikal 1 : 100 (untuk saluran kecil)
4. Profil melintang dengan skala 1 : 200 atau 1 : 100
( untuk saluran kecil ).
5. Peta lokasi titik tetap (benchmark).
Data-data diatas merupakan data akhir untuk
perencanaan saluran.
Selanjutnya ditinjau dari aspek topografi ini, saluran
(khususnya saluran pembawa), dapat dibagi menjadi dua
kelompok lagi, lihat Gambar 4.2, yaitu ;
a. Saluran garis tinggi, yaitu saluran yang trasenya
mengikuti jalur garis tinggi, atau sejajar dengan garis
tinggi. Biasanya saluran primer dibuat berupa saluran
garis tinggi, yang umumnya memberikan air pada
salah satu sisinya saja.
b. Saluran punggung, yaitu saluran yang trasenya
mengikuti punggung bukit atau memotong garis
tinggi. Saluran jenis ini biasanya dibuat pada saluran
sekunder dan tersier, karena umumnya saluran ini
direncanankan untuk melayani kebutuhan air pada
kedua sisinya.
Gambar 4.2 Jenis Saluran Menurut Topografi.
4.2.1.2 Kapasitas Saluran Irigasi.
Yang dimaksud dengan kapasitas saluran, adalah besarnya
debit air yang harus/dapat diangkut melalui saluran
tersebut dengan aman. Kapasitas saluran tergantung
daripada ;

1. Besar kebutuhan air untuk tanaman.


2. Luas daerah (petak) yang akan diairi.
3. Cara penanaman.

Tanaman yang menentukan kapasitas saluran adalah


tanaman padi, karena padi merupakan tanaman yang
memerlukan air paling besar daripada tanaman-tanaman lain
dan merupakan tanaman pokok yang harus ada
(diutamakan), pada suatu proyek pengembangan daerah
irigasi.
4.2.2.1 Efisiensi Irigasi.
Untuk tujuan perencanaan, dianggap bahwa seperempat sampai
sepertiga dari jumlah air yang diambil, akan hilang sebelum air itu
sampai kesawah. Kehilangan ini disebabkan antara lain oleh
kegiatan eksploitasi, evaporasi dan rembesan. Kehilangan akibat
evaporasi dan rembesan relatif kecil dibandingkan dengan jumlah
kehilangan akibat eksploitasi. Apabila tidak diperhitungkan secara
khusus, maka besar kehilangan tersebut dapat diambil sebagai
berikut ;
 15 - 22,5 % di jaringan tersier.
 7,5 - 12,5 % di jaringan sekunder.
 7,5 - 12,5 % di jaringan primer.
Jadi efisiensi masing-masing tingkat jaringan adalah ;
4.2.2.2 Sistem Golongan ( Rotasi ).
Pada daerah-daerah irigasi yang luas, umumnya tidak dapat
dilakukan penanaman secara serentak, antara lain disebabkan oleh ;
 kekurangan tenaga kerja (buruh, hewan, peralatan dsb.)
 kekurangan biaya.
 kesiapan para petani dll.
Dengan adanya hal-hal yang tidak disengaja ini, maka distribusi
kebutuhan airpun menjadi tidak serentak, sehingga semakin luas
daerah irigasi, besar kebutuhan air menjadi tidak berbanding lurus
lagi dengan luas sawah. Hal ini disebut rotasi bebas (golongan bebas)
dan pertimbangan ini sudah dimasukkan dalam perhitungan
kebutuhan air di sawah.
Apabila pemberian air ini sengaja diatur secara teknis, sehingga
debit yang dibutuhkan dapat disesuaikan dengan debit yang
tersedia (di sumber), maka hal ini disebut Rotasi Teknis
(Penggolongan Secara Teknis). Untuk ini daerah yang akan diairi
dibagi-bagi menjadi beberapa bagian yang disebut golongan.
Masing-masing golongan ditentukan saat mulai
pengerjaan dan penanamannya. Rotasi Teknis menjadi sangat
perlu untuk dipertimbangkan pada daerah-daerah yang luas,
terutama daerah yang luasnya lebih dari 10.000 ha.
Keuntungan dari adanya sistem rotasi ini adalah ;
 debit kebutuhan puncak menjadi berkurang, sehingga akan
memperkecil dimensi saluran.
 debit kebutuhan puncak dapat disesuaikan dengan
perkembangan debit sungai (sumber air).
 dapat mengatasi kekurangan tenaga dan biaya.
Akan tetapi terdapat juga kerugian-kerugian, antara lain ;
 timbul komplikasi sosial.
 eksploitasi lebih rumit.
 kehilangan air akibat eksploitasi sedikit lebih tinggi.
 jangka waktu irigasi untuk satu pola tanam, lebih lama, dan
akibatnya waktu untuk tanaman kedua lebih sedikit.
 keuntungan dari setiap golongan tidak sama.
4.2.3 Saluran Tanah.
Untuk pengaliran air irigasi, saluran berpenampang trapesium
tanpa pasangan, adalah bangunan pembawa yang paling umum
dipakai dan ekonomis. Perencanaan saluran harus memberikan
penyelesaian dengan biaya pelaksanaan dan pemeliharaan yang
paling rendah. Erosi dan sedimentasi disetiap potongan harus
minimal dan berimbang sepanjang tahun. Sedimen yang
memasuki jaringan saluran biasanya hanya mengandung partikel-
partikel lempung dan lanau melayang saja, dengan diameter d <
0,06 - 0,07 mm. Partikel-partikel yang lebih besar akan tertangkap
dikantong lumpur pada bangunan utama. Kantong lumpur harus
dibuat jika jumlah sedimen yang masuk kedalam jaringan saluran
dalam setahun, yang tidak terangkut kesawah lebih dari 5 % dari
kedalaman air diseluruh jaringan saluran.
Untuk perencanaan hidrolis sebuah saluran, ada dua parameter
pokok yang harus ditentukan apabila kapasitas rencana yang
dibutuhkan sudah diketahui, yaitu ;
1. Perbandingan kedalaman air.
2. Kemiringan memanjang.
Rumus aliran hidrolis menentukan hubungan antara potongan
melintang dan kemiringan memanjang. Perencanaan harus
mengikuti kriteria angkutan sedimen dan erosi, yang membatasi
kebebasan untuk memilih parameter-parameter saluran. Untuk
mencegah sedimentasi, ruas saluran hilir harus direncanakan
dengan kapasitas angkut sedimen relatif yang, paling tidak, sama
dengan ruas hulu. Dilain pihak gaya erosi harus tetap dibawah batas
kritis untuk semua ruas saluran di jaringan tersebut.
Ada tiga keadaan yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan
saluran sehubungan dengan terdapatnya sedimen dalam air irigasi
dan bahan tanggul.
a. Air irigasi tanpa sedimen di saluran tanah.
Keadaan ini akan terjadi bila air diambil dari waduk secara langsung.
Perencanaan saluran ini banyak dipengaruhi oleh kriteria erosi dan
dengan demikian oleh kecepatan maksimum aliran yang diizinkan,
yang besarnya tergantung kepada bahan permukaan saluran.
b. Air irigasi bersedimen di saluran pasangan.
Perencanaan saluran dipengaruhi oleh persyaratan pengangkutan
sedimen melalui jaringan dan dengan demikian kriteria angkutan
sedimen mempengaruhi perencanaan.
c. Air irigasi bersedimen di saluran tanah.
Masalah sedimen dan saluran tanah adalah masalah yang
paling umum dijumpai dalam pelaksanaan irigasi di Indonesia.
Dalam hal ini perencanaan saluran irigasi sangat dipengaruhi
oleh kriteria erosi dan angkutan sedimen. Biasanya
sedimentasi memainkan peranan penting dalam perencanaan
saluran primer, karena saluran ini biasanya direncanakan
sebagai saluran garis tinggi, dengan kemiringan dasar yang
terbatas. Sedangkan saluran sekunder yang umumnya
merupakan saluran punggung, sering mempunyai kemiringan
dasar yang cukup dan dengan demikian kapasitas angkutan
sedimen relatif lebih tinggi, sehingga kriteria erosi bisa
menjadi faktor pembatas.
4.2.3.3 Kecepatan Rencana.
Kecepatan saluran direncanakan sedemikian rupa agar berada
diantara kecepatan minimum dan maksimum, untuk ruas saluran
yang bersangkutan, supaya tidak terjadi pengendapan dan
penggerusan.
a. Sedimentasi.
Kecepatan minimumg diizinkan adalah kecepatan terendah yang
tidak akan menyebabkan pengendapan partikel-partikel
maksimum yang diizinkan ( 0,06 - 0,07 mm ). Akan tetapi
pengetahuan tentang hubungan antara karakteristik aliran
dengan sedimentasi ini masih sangat terbatas. Untuk
perencanaan saluran irigasi yang mengangkut sedimen, pedoman
yang dipakai adalah menjaga agar kapasitas angkutan sedimen
persatuan debit masing-masing ruas saluran disebelah hilir
setidak-tidaknya konstan. Dengan mengacu pada rumus angkutan
sedimen dari Einsten-Brown dan Englund-Hansen,
untuk saluran-saluran pada jaringan irigasi, yang
umumnya berpenampang semakin kehilir
semakin kecil, untuk memenuhi ketentuan
diatas, diperlukan kriteria bahwa I R adalah
konstan atau makin besar kearah hilir.
Berdasarkan kriteria ini, sedimentasi umumnya
masih akan terjadi pada ruas hulu jaringan
saluran. Untuk mengatasi hal ini, biasanya
jaringan saluran dilengkapi dengan bangunan
kantong lumpur.
Harga Vb ditentukan berdasarkan klasifikasi tanah
menurut USCS. Kecepatan dasar untuk muatan
sedimen antara 1000 dan 20 000 ppm dapat diambil
dengan interpolasi. Akan tetapi perlu dicatat, bahwa
pada umumnya air irgasi tergolong dalam aliran
bebas sedimen. Faktor koreksi B, menunjukkan
bahwa saluran yang lebih dalam menyebabkan
kecepatan yang relatif lebih rendah disepanjang
batas saluran. Sedangkan faktor C merupakan
kompensasi untuk gaya erosi aliran melingkar yang
disebabkan oleh lengkung-lengkung pada alur.
4.2.3.4 Potongan Melintang Saluran.
Secara hidrolis, untuk mengalirkan air dengan penampang basah
sekecil mungkin, potongan melintang yang berbentuk setengah
lingkaran adalah yang terbaik. Usaha untuk mendapatkan
bentuk yang ideal dari segi hidrolis pada saluran tanah berbentuk
trapesium, akan cenderung menghasilkan potongan melintang
yang terlalu dalam dan sempit. Hal ini hanya akan efektif
pada debit rencana yang kecil, sampai dengan 0,5 m3/dt.
Sedangkan saluran dengan debit rencana yang besar, pada umunya
dibuat lebar dan dangkal dengan perbandingan b/h = n, dimana n
diambil 1 sampai dengan 10, lihat Tabel 4.2.
Adalah perlu membuat harga n yang tinggi untuk debit yang besar,
sebab kalau tidak, akan menghasilkan kecepatan yang akan melebihi
kecepatan maksimum yang diizinkan. Disamping itu saluran yang
lebih lebar akan mempunyai variasi muka air yang kecil saja dengan
perubahan debit, sehingga akan mempermudah pembagian air. Dan
juga pada saluran lebar, efek erosi atau pengikisan tidak terlalu
serius terhadap kapasitas debit. Kerugian utama dari saluran yang
lebar dan dangkal adalah persyaratan pembebasan tanah dan
penggalian lebih tinggi, dan dengan demikian akan memperbesar
biaya pelaksanaan, lihat Gambar 4.6.
4.2.3.5 Kemiringan Tanggul.
Untuk menekan biaya pembebasan tanah dan penggalian, tanggul
saluran harus direncanakan securam mungkin. Kemiringan minimum
untuk tanggul yang stabil akan dipengaruhi oleh jenis bahan tanah,
kedalaman saluran dan kemungkinan terjadinya rembesan.
Kemiringan minimum tanggul untuk berbagai jenis bahan tanah
disajikan pada Tabel 4.3 berikut ini. Sedangkan harga kemiringan
minimum untuk saluran tanah yang dibuat dengan bahan-bahan
kohesiv dipadatkan dengan baik disajikan pada Tabel 4.4, dengan
catatan apabila diperkirakan akan terjadi rembesan, maka kelandaian
tanggul harus dibuat lebih besar daripada harga yang tercantum pada
tabel.
Lengkung minimum yang diizinkan untuk saluran tanah bergantung
kepada ;
 ukuran dan kapasitas saluran.
 jenis tanah.
 kecepatan aliran.

Jari-jari minimum lengkung, yang diukur pada as salauran, harus


diambil sekurang-kurangnya 8 kali lebar muka air rencana. Jari-jari
minimum tersebut dapat dikurangi apabila digunakan pasangan
pada lengkungan tersebut dengan panjang pasangan dibuat paling
sedikit 4 kali kedalaman air. Jari-jari minimum untuk lengkungan
saluran yang diberi pasangan harus diambil sebagai berikut ;

 untuk saluran kecil ( Q < 0,6 m3/dt ), 3 kali lebar muka air.
 untuk saluran besar ( Q > 10 m3/dt ), 7 kali lebar muka air.
4.2.3.7 Tinggi Jagaan.
Pada stiap saluran harus diberi jagaan, dengan tujuan untuk :
 menaikkan muka air diatas muka air maksimum.
 mencegah kerusakan tanggul saluran.
Tinggi jagaan minimum untuk saluran primer dan sekunder,
dipengaruhi oleh besarnya debit
dan disajikan pada Tabel 4.5 dibawah ini.
4.2.4 Saluran Pasangan.
Kegunaan saluran pasangan
1. Mencegah kehilangan air akibat rembesan.
2. Mencegah gerusan atau erosi.
3. Mengurangi biaya pemeliharaan.
4. Memberi kelonggaran untuk lengkung yang lebih kecil.
5. Memperkecil dimensi saluran.
Tanda-tanda adanya kemungkinan rembesan dalam jumlah yang
besar dapat dilihat dari peta tanah. Penyelidikan tanah disepanjang
trase saluran akan lebih banyak memberikan informasi mengenai
kemungkinan terjadinya rembesan. Oleh karena itu pasangan
mungkin hanya diperlukan untuk ruas-ruas saluran tertentu saja.
4.2.4.1 Jenis-Jenis Pasangan.
Banyak bahan yang dapat dipakai untuk pasangan saluran. Di
Indonesia biasanya hanya dipakai 3 jenis bahan, yaitu ;
1. Pasangan Batu
2. Pasangan Beton
3. Pasangan Tanah.
Pasangan batu dan beton lebih cocok untuk semua keperluan,
kecuali untuk perbaikan stabilitas tanggul. Sedangkan pasangan
tanah hanya cocok untuk pengendalian rembesan dan
perbaikan stabilitas tanggul.
Tebal minimum untuk pasangan batu adalah 30 cm. Untuk beton
tumbuk minimum 8 cm untuk saluran kecil dan 10 cm untuk saluran
besar. Tebal minimum pasangan beton bertulang adalah 7 cm,
sedangkan untuk pasangan semen tanah yang dipadatkan, tebal
minimum 10 cm untuk saluran kecil dan 15 cm untuk saluran yang
lebih besar. Tebal pasangan tanah, 60 cm untuk dasar saluran dan
75 cm untuk tanggul saluran. Stabilitas pasangan permukaan keras
hendaknya dicek untuk mengetahui tekanan air tanah dibalik
pasangan. Bila perlu, sebaiknya dibuat konstruksi pembebas
tekanan (lubang pembuang). Pemilihan jenis pasangan akan
bergantung kepada kondisi dan bahan yang tersedia. Gambar 4.7,
dibawah ini memperlihatkan contoh berbagai jenis dan bentuk
saluran pasangan.
4.2.4.2 Perencanaan Hidrolis.
Perencanaan hidrolis mengikuti prosedur yang sama seperti pada
perencanaan saluran tanpa pasangan. Saluran pasangan batu dan
beton mempunyai koefisien strickler yang lebih tinggi, sehingga
potongan melintang untuk saluran-saluran dengan pasangan ini
akan lebih kecil daripada potongan melintang untuk saluran tanah,
dengan kapasitas debit yang sama.
Kecepatan maksimum untuk aliran sub-kritis ditentukan sebagai
berikut ;
 pasangan batu : 2 m/dt.
 pasangan beton : 3 m/dt.
 pasangan tanah : kecepatan maksimum untuk saluran tanah.
Perhitungan bilangan Froude adalah penting apabila
dipertimbangkan pemakaian kecepatan aliran dan kemiringan
saluran yang tinggi. Untuk aliran yang stabil, bilangan Froude harus
kurang dari 0,55 untuk aliran sib-kritis, atau lebih dari 1,4 untuk
saluran superkritis. Saluran dengan bilangan Froude antara 0,55 dan
1,4 dapat memiliki pola aliran dengan gelombang tegak (muka air
bergelombang), yang akan merusak kemiringan tanggul. Apabila
terjadi aliran superkritis, bangunan diperhtungkan sebagai got
miring.
Koefisien kekasaran.
Koefisiei kekasaran strikler yang dianjurkan, adalah sebagai berikut,
 Pasangan batu = 60
 Pasangan beton = 70.
 pasngan tanah = 35 - 45.
Harga-harga untuk pasangan keras dapat dicapai, jika pasangan itu
dikonstruksi dengan baik.
Untuk potongan melintang dengan kombinasi berbagai macam
pasangan, kekasaran masingmasing permukaan akan berbeda-beda
(bervariasi). Koefisien kekasaran campuran ini dapat dihitung dengan
rumus ;
Pada saluran pasangan, kemiringan tanggul bisa dibuat
lebih curam, bahkan untuk saluran yang lebih kecil ( h < 0,4
m ), tanggul dapat dibuat vertikal. Untuk saluran yang lebih
besar kemiringan tanggul minimum dibuat 1 : 1, untuk h
sampai dengan 0,75 m, lihat Tabel 4.8 , dibawah ini.
Untuk saluran yang lebih besar, stabilitas tanggul harus
diperiksa agar tidak terjadi gelincir dsb. Tekanan air
dibelakang pasangan merupakan faktor penting dalam
keseimbangan ini. Jari-jari minimum lengkung saluran
pasangan diambil tiga kali lebar permukaan air.
Sedangkan tinggi jagaan untuk saluran pasangan diambil
sebagai berikut, Tabel 4.9.
4.2.4 Profil Memanjang.
Tinggi muka air yang diinginkan dalam jaringan utama didasarkan
pada tinggi muka air yang diperlukan disawah-sawah yang diairi.
Prosedur penentuannya adalah, pertama-tama menghitung tinggi
muka air yang diperlukan dibangunan sadap tersier. Lalu seluruh
kehilangan disaluran kwarter dan tersier serta bangunannya
dijumlahkan menjadi tinggi muka air di sawah yang diperlukan
dalam petak tersier. Ketinggian ini ditambah lagi dengan
kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier dan longgaran
(persediaan) untuk variasi muka air akibat eksploitasi jaringan utama
pada tinggi muka air parsial (sebagian). Gambar 4.8 berikut ini
memberikan ilustrasi cara perhitungan ketinggian muka air
disepanjang saluran.
Apabila prosedur ini menyebabkan muka air di jaringan utama naik
diatas muka tanah, maka pengurangan tinggi muka air tersier dapat
dipertimbangkan. Situasi demikian dapat terjadi pada topografi
yang sangat datar dimana kehilangan energi yang terjadi pada
bangunanbangunan di petak tersier dapat menambah tinggi muka
air yang diperlukan di jaringan utama jauh di atas muka tanah.
Dalam hal demikian maka jaringan tersier harus ditinjau kembali
dan sedapat mungkin kehilangan energi diperkecil. Sebagian daerah
mungkin tidak dapat diairi.
Eksploitasi muka air parsial sangat mungkin terjadi di jaringan
irigasi di Indonesia. Kebutuhan air irigasi pada debit rencana
berlangsung sebentar saja dimusim tanam pada harga rencana
maksimum. Disamping itu tersedianya air di sungai tidak akan
selamanya cukup untuk mengeksploitasi jaringan pada debit
rencana.
Longgaran untuk variasi muka air H, ditetapkan 0,18 x h100,
dimana h100 adalah kedalaman air rencan dan 0,82 h100 adalah
kedalaman air perkiraan pada 70 % dari debit rencana.
4.2.5 Batas Pembebasan Tanah.
Lebar tanah yang dibutuhkan untuk pembuatan saluran harus
disediakan lebih lebar dari yang dibutuhkan untuk sebaran
pembuatan saluran dan harus ditandai dengan batas pembebasan
tanah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.6 .
4.3 Bangunan Bagi dan Sadap
Salah satu syarat untuk suatu daerah irigasi teknis, adalah bahwa
air harus dapat dibagi dan diukur dengan baik sesuai dengan
kebutuhan masing-masing petak. Untuk ini maka jaringan
irigasi harus dilengkapi dengan bangunan-bangunan pembagi.
Secara umum bangunan ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu
Bangunan Bagi dan Bangunan Sadap.
Bangunan Bagi adalah bangunan irigasi yang berfungsi membagi air
dari Saluran Induk ke Saluran Sekunder, atau dari Saluran Sekunder
ke Saluran Sekunder lain.
Sedangkan Bangunan Sadap berfungsi membagi air dari Saluran
Sekunder atau Saluran Induk ke Saluran Tersier.
4.3.1 Alat Pengukur Debit.
Agar pengelolaan air irigasi menjadi efektif, maka debit harus diukur
(diatur), baik pada hulu saluran primer, pada cabang (banguan bagi)
maupunpada bangunan sadap tersier. Berbagai macam jenis alat ukur
debit telah dikembangkan untuk keperluan ini. Namun demikian
untuk menyederhanakan pengelolaan jaringan irigasi, hanya
beberapa jenis bangunan saja yang boleh digunakan dalam suatu
daerah irigasi. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
memilih penggunaan jenis alat pengukur debit, antar lain ;

 kecocokan bangunan untuk keperluan pengukur debit.


 ketelitian pengukuran di lapangan.
 bangunan yang kokoh, sederhana dan ekonomis.
 rumus debit sederhana dan teliti.
 eksploitasi dan pembacaan papan duga mudah.
 cocok dengan kondisi setempat dan dapat diterima oleh petani.
Berbagai jenis alat ukur debit yang dapat dipergunakan,
antar lain ;
1. Alat ukur Ambang Lebar.
2. Alat ukur Romijn.
3. Alat ukur Crump de Gruyter.
4. Pipa Sadap Sederhana.
5. Alat ukur Cipolietti.
6. Alat ukur Orofice Constant Head.
4.3.1.1 Alat Ukur Ambang Lebar.
Bangunan ukur jenis ini merupakan bangunan yang kokoh dan
mudah dibuat, serta mudah disesuaikan dengan berbagai bentuk
saluran. Hubungan tunggal antara muka air hulu dan debit,
mempermudah pembacaan debit secara langsung pada papan
debit tanpa memerlukan tabel debit. Alat ukur ambang lebar
termasuk jenis pintu dengan aliran atas (overflow). Karena
pola aliran diatas alat ukur ambang lebar dapat dipecahkan dengan
teori hidrolika yang sudah
ada sekarang, maka bangunan ini bisa mempunyai bentuk yang
berbeda-beda, walaupun
debitnya tetap relevan. Gambar 4.9 dan 4.10 memberikan contoh
alat ukur ambang lebar.
Apabila konstruksi permukaan melengkung ini tidak
menimbulkan masalah dalam pelaksanaan, mulut pemasukan
dibulatkan seperti pada Gambar 4.9. Sedangkan pada Gambar
4.10 hanya menggunakan permukaan datar saja dan merupakan
tata letak yang ekonomis jika bangunan dibuat dari beton.
Alat Ukur Ambang Lebar dengan Pemasukan Bermuka Datar dan
Peralihan Penyempitan.
Muka hilir ambang dapat dibuat vertikal, seperti pada Gambar 4.9,
atau miring sampai 1 : 6 seperti pada Gambar 4.10. Muka vertikal
dapat dipakai jika persediaan kehilangan energi mencukupi,
sedangkan bentuk dengan peralihan dipergunakan jika energi kinetik
diatas mercu dialih kan kedalam energi potensial disebelah hilir
saluran. Oleh karena itu kehilangan tinggi energi harus dibuat sekecil
mungkin. Bentuk peralihan ini tidak mempengaruhi kalibrasi debit,
begitu juga dengan penggunaan peralihan masuk, baik muka bulat
atau datar dan peralihan dengan penyempitan, tidak berpengaruh
terhadap kalibrasi debit. Peralihan ini harus dibuat mengarahkan
aliran keatas mercu alat ukur, tanpa kontraksi dan pemisahan aliran,
karena aliran diukur diatas mercu datar.
b. Papan Duga.
Untuk mempermudah pembacaan, maka alat ukur dilengkapi
dengan papan duga, yang dapat dibuat dengan skala l/dt atau
m3/dt, selain dengan skala cm. Pada Gambar 4.13 dan Tabel 4.10
diberikan contoh hubungan antar skala papan duga dengan debit.
Tabel 4.11 adalah contoh
tabel debit untuk alat ukur ambang lebar dengan bentuk segi
empat, sedangkan untuk alat ukur ambang lebar berbentuk
trapesium dan saluran dengan lebar dasar yang tidak tetap, harus
digunakan rumus tinggi energi - debit, seperti diperlihatkan pada
Tabel 4.12, yang memberikan harga-harga perbandingan yc/H1
sebagai fungsi m, dan H1/b untuk bagian pengontrol trapesium.
Bilangan-Bilangan Pengali untuk Satuan-Satuan yang Dipakai Pada Papan Duga Miring
4.3.1.2 Alat Ukur Romijn.
Pintu romijn adalah alat ukur ambang lebar yang bisa digerakkan
untuk mengatur dan mengukur debit di dalam jaringan irigasi. Untuk
ini mercunya dibuat dari pelat baja dan dipasang diatas pintu sorong
serta dihubungkan dengan alat pengangkat (stang). Sejak
diperkenalkan pada tahun 1932, pintu romijn telah dibuat dengan
tiga bentuk mercu, lihat Gambar 4.14.
a. bentuk mercu datar dan lingkaran gabungan untuk peralihan
penyempitan hulu.
b. bentuk mercu miring keatas 1 : 25 dan lingkaran tunggal sebagai
peralihan penyempitan.
c. bentuk mercu datar dan lingkaran tunggal sebagai peralihan
penyempitan.
Gambar 4.14 - Perencanaan Mercu Alat Ukur Romijn.
a. Mercu Horizontal dan Lingkaran Gabungan.
Dipandang dari segi hidrolis, bentuk ini merupakan perencanaan
yang baik. Akan tetapi dalam pembuatannya sulit dan ternyata tanpa
lengkungan gabungan tersebut pengarahan air diatas mercu bisa saja
dilakukan tanpa pemisahan aliran.
b. Mercu Miring dan Lingkaran Tunggal.
Vlughter (1941) menganjurkan penggunaan pintu romijn dengan
kemiringan mercu 1 : 25, yang didasarkan hasil penelitiannya di
laboratorium. Akan tetapi dalam progran riset terakhir tentang mercu
berkemiringan tersebut, memiliki kelemahan-kelemahan antara lain :
•  Bagian pengontrol tidak berada diatas mercu, melainkan diatas tepi
tajam hilirnya, dimana garis-garis aliran benar-benar melengkung dan
kerusakan pada tepi ini akan menyebabkan
perubahan debit alirannya.
•  Karena garis-garis aliran ini, batas modular menjadi 0,25 dan bukan 0,67
seperti anggapan umumnya, dan pada aliran tenggelam, H2/H1 = 0,67.
Pengurangan aliran berkisar antara 3 % untuk aliran rendah sampai
dengan 10 % untuk aliran tinggi.

• Karena pembuatan mercu jenis ini juga rumit, maka penggunaannya tidak
dianjurkan.
c. Mercu Horizontal dan Lingkaran Tunggal.
Jenis ini adalah kondisi yang terbaik, baik dari
segi hidrolis perencanaan konstruksinya. Oleh
karena itu bentuk ini sangat dianjurkan.

Anda mungkin juga menyukai