Anda di halaman 1dari 12

TUGAS HIDROLOGI DAN DRAINASE

OLEH
IDA BAGUS TARA JWALITA BHAYU
1805511067

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
9.1 Pengertian Drainase
Drainase merupakan suatu system saluran, baik itu terbuka maupun terutup, yang dapat
mengumpulkan dan mengalirkan air hujan yang jatuh ke bumi, untuk selanjutnya
menuju ke badan air penerima seperti sungai, waduk, danau, laut, dalam waktu sesingkat
mungkin. Saluran drainase hanya untuk menampung dan kemudian mengalirkan air
hujan saja. Untuk daerah Kota yang memiliki pemukiman yang padat batasan pelayanan
system drainase harus jelas yakni menampung dan mengalirkan air hujan, sedangkan
penyaluran air limbah memiliki sistem yang tersendiri.

Suatu sistem drainase perkotaan meliputi :


- Sistem drainase local ( minor drainage system )
- sistem drainase utama/makro ( major drainage system )

Sistem drainase local/mikro adalah bagian dari seluruh sistem drainase yang
menampung air hujan dari bagian daerah aliran dan mengalirkan ke sistem drainase
utama. Karakteristik dari sistem ini untuk menampung atau mengeringkan unit-unit kecil
daerah aliran yang meliputi ; daerah perumahan, perdagangan, daerah industri atau
setiap daerah kecil yang mempunyai karakter perkotaan.

Sistem drainase utama/makro adalah sistem drainase perkotaan yang melayani


kepentingan sebagian masyarakat, dan sistem ini menampung limpasan air hujan dari
sistem drainase lokal, untuk selanjutnya dialirkan ke sungai.

9.2 Unsur – Unsur Drainase

9.2.1 Daerah Pengaliran.


Daerah pengaliran adalah daerah yang melimpaskan air hujan yang jatuh diatasnya, ke
suatu aliran yang berbentuk saluran buatan atau saluran alami ( sungai ). Garis batas
daerah – daerah aliran yang berdampingan disebut batas daerah pengaliran. Luas daerah
pengaliran ( DAS ) diperkirakan berdasarkan pengukuran pada peta topografi.

1. Corak daerah pengaliran.


Corak daerah pengaliran dibedakan menjadi :
a. Daerah pengaliran berbentuk bulu burung.
Corak daerah pengaliran ini adalah jalur daerah di kiri kanan sungai utama, dimana
anak – anak sungai mengalir ke sungai utama.

b. Daerah pengaliran radial.


Daerah pengaliran berbentuk kipas atau lingkaran, dimana anak – anak sungainya
mengkonsentrasikan ke suatu titik secara radial. Daerah pengaliran dengan corak
sedemikian mempunyai banjir yang besar di dekat titik pertemuan anak – anak
Sungai.

c. Daerah Pengaliran Paralel.


Bentuk ini mempunyai corak dimana dua jalur daerah pengaliran yang bersatu di
bagian hilir. Banjir terjadi di sebelah hilir titik pertemuan sungai – sungai.

2. Karakteristik Daerah Aliran.


a. Pada tanah terjal / miring.
b. Pada tanah datar / landai.
c. Pada beberapa tata guna lahan.

9.2.2 Hujan
Besarnya hujan tidak sama pada tempat yang satu ke tempat yang lain, dan sangat
tergantung pada keadaan cuaca. Berbagai keadaan hujan tersebut datangnya berulang –
ulang, keadaan tersebut disebut periode ulang.

Setiap periode ulang yang berbeda, jumlah air yang dicurahkan pada saat hujan turun
berbeda pula. Besarnya curah hujan dinyatakan dengan satuan mm. Besarnya curah
hujan dihitung dengan batasan waktu dalam menit, jam,hari.

Yang berkaitan dengan hujan, ada beberapa unsur yang perlu diketahui :
a. Intensitas
b. Lama waktu
c. Tinggi hujan
d.Frekuensi
e. Luas geografis curah hujan.
9.2.3 Saluran
Pola aliran sistem pembuangan saluran drainase menggunakan pendekatan
daerah tangkapan (DAS) pada suatu sistem pembuangan utama. Rencana pola
aliran ini sangat penting didalam penentuan besaran sistem, seperti luas
daerah tangkapan, dimensi saluran, dan panjang saluran. Pola aliran saluran
drainase yang direncanakan sebagai antisipasi penanganan banjir saat ini
maupun yang akan datang.

Menurut Subarkah (1990) juga membagi saluran sungai menjadi 3 bagian,


yaitu:
1. Saluran Drainase Utama/ Primer
Saluran yang berfungsi sebagai pembuangan primer adalah sungai yang
ada di wilayah perencanaan yang cukup berpotensi menampung dan
mengalirkan air buangan dari saluran sekunder serta limpasan permukaan
yang ada pada daerah tangkapan sungai tersebut.

2. Saluran Drainase Sekunder


Fungsi dari saluran sekunder adalah untuk menampung air drainase tersier
serta limpasan air permukaan yang ada untuk diteruskan ke drainase utama
(sungai). Berdasarkan konstruksinya saluran drainase dibedakan menjadi 2
macam, yaitu :

a. Saluran terbuka, dibuat pada daerah dimana masih cukup tersedia lahan
b. Saluran tertutup, dibuat di tempat-tempat yang produksi sampahnya
melebihi rata-rata, seperti: pasar, pertokoan dan pada daerah yang lalu
lintasnya padat.
3. Saluran Drainase Tersier
Fungsi saluran tersier adalah untuk meneruskan pengaliran air buangan
maupun air limpasan permukaan menuju ke pembuangan sekunder.
9.3 Bangunan Pelengkap Saluran Drainase

Bangunan pelengkap saluran drainase diperlukan untuk melengkapi suatu


sistem saluran untuk fungsi-fungsi tertentu. Adapun bangunan-bangunan
pelengkap sistem drainase antara lain:

1. Street Inlet
Street inlet adalah lubang di sisi-sisi jalan yang berfungsi untuk menampung
dan menyalurkan limpasan air hujan yang berada di sepanjang jalan menuju
ke dalam saluran. Sesuai dengan kondisi dan penempatan saluran serta fungsi
jalan yang ada, maka pada jenis penggunaan saluran terbuka tidak diperlukan
street inlet, karena ambang bebas. Peletakan street inlet mempunyai
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a. Diletakkan pada tempat yang tidak memberikan gangguan terhadap lalu


lintas jalan.
b. Ditempatkan pada daerah yang rendah, dimana limpasan air hujan menuju
ke arah tersebut.

c. Air hujan yang masuk ke street inlet harus dapat secepatnya menuju ke arah
saluran.
d. Jumlah street inlet harus cukup untuk dapat menangkap limpasan air hujan
pada jalan yang bersangkutan dengan spacing.

2. Gorong-gorong (Culvert)
Gorong-gorong adalah saluran tertutup (pendek) yang mengalirkan air
melewati jalan raya, jalan kereta api, atau timbunan lainnya. Gorong-gorong
biasanya dibuat dari beton, aluminium gelombang, baja gelombang, dan
kadang-kadang plastik gelombang. Bentuk penampang melintang gorong-
gorong bermacam-macam.

Berdasarkan lokasi, dikenal ada dua macam pengontrol yang dapat digunakan
pada gorong-gorong, yaitu pengontrol di depan (inlet) dan di belakang
(outlet). Kontrol di depan (pemasukan) terjadi jika kapasitas gorong-gorong
lebih besar dari kapasitas pemasukan (inlet). Kontrol di belakang (outlet)
terjadi jika kapasitas gorong-gorong lebih kecil daripada kapasitas
pemasukan.
 Kontrol pemasukan (Inlet control)
Pengaliran air dalam gorong-gorong memerlukan energi untuk mendorong air
melewatinya. Energi ini diambil dari beda tinggi muka air di hulu (inlet) dan
di hilir (outlet) gorong-gorong. Kedalaman muka air di hulu gorong-gorong
yang diukur dari dasar pemasukan gorong-gorong disebut tinggi kenaikan air.

 Kontrol pengeluaran (Outlet Control)


Pada kontrol pengeluaran, aliran dalam gorong-gorong dapat berupa aliran
penuh atau aliran tidak penuh. Besarnya aliran sangat tergantung pada luas
penampang, bentuk dan panjang gorong-gorong, kemiringan dasar gorong-
gorong, serta tinggi air di hulu dan di hilir gorong-gorong.

3. Bak Kontrol
Bak kontrol merupakan salah satu bangunan pelengkap drainase berupa bak
kecil yang biasa dibuat pada pertemuan saluran sekunder. Disamping itu bak
kontrol juga dibuat pada saluran yang berbelok, karena pada kondisi tersebut
berpotensi terjadi pengikisan atau erosi pada dinding saluran dan jika tidak
segera ditanggulangi akan mengakibatkan pengendapan atau sedimentasi,
yang berujung pada menurunnya kapasitas saluran. Bak kontrol umumnya
memiliki penutup dari beton bertulang dilengkapi dengan besi pegangan agar
mudah saat dibuka. Dasar bak kontrol harus lebih dalam dari dasar saluran
lainnya dimaksudkan apabila terdapat endapan lumpur mudah dibersihkan dan
sebagai peredam energi akibat kecepatan pengaliran.

9.4 Permasalahan Banjir / Genangan

Secara umum permasalahan drainase perkotaan diidentifikasi sebagai berikut :


1. Saluran drainase pada tingkat sekunder yang tidak berpola

Kondisi eksisting di wilayah perencanaan belum terlihat perbedaan


saluran tersier dengan sekunder. Dimensi saluran tersier dan sekunder
hampir sama padahal luas daerah tangkapan dan beban aliran berbeda.
2. Saluran berfungsi ganda
Saluran yang berfungsi sebagai pembawa irigasi dan menerima limpasan
hujan sering berpotensi terjadinya luapan air/banjir.

3. Terbatasnya Dimensi Penampang Saluran Drainase


Dimensi penampang saluran drainase yang berfungsi sekunder dengan
kemiringan yang relatip datar mempunyai dimensi yang terbatas.
Penampang saluran drainase eksisting sepanjang saluran yang ditinjau
kecendrungan mempunyai dimensi yang sama

4. Daerah depresi
Kondisi topografi di beberapa titik-titik terdapat dengan elevasi rendah
sehingga menyulitkan pengaliran dan kondisi ini menyebabkan genangan
dan menyulitkan pengairan secara gravitasi.

5. Kurangnya tertatanya outfall


Penentuan elevasi di bagian akhir saluran sekunder (outfall) dengan
permukaan dasar sungai perlu direncanakan dengan baik sehingga tidak
menyebabkan terhambatnya aliran ke sungai. Kondisi penempatan outfall-
outfall yang kurang baik menyebabkan genangan-genangan di daerah
permukiman yang dekat dengan outfall tersebut.

6. Genangan air pada umumnya disebabkan karena kurangnya saluran


drainase atau dikarenakan saluran drainase yang ada tidak dapat berfungsi
secara optimal.
7. Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh rendahnya tingkat
kepedulian sosial yang kemudian menyebabkan rusaknya saluran drainase,
kurangnya menjaga lingkungan yang mengundang timbulnya genangan
pada saat hujan. Identifikasi permasalahan mencakup kejadian kerusakan
dan kerugian yang ditimbulkan.
8. Saluran drainase tidak dapat berfungsi secara optimal karena banyaknya
timbunan sampah akibat rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam
membuang sampah.

9. Kepadatan penduduk dan perumahan tinggi sehingga mengakibatkan


tingginya penggunaan air dan saluran air tidak lancar, terutama pada
slump area (kawasan kumuh)
10. Perubahan guna lahan kawasan non terbangun menjadi kawasan terbangun
di daerah atas (hulu) sehingga mengakibatkan berkurangnya air yang
terserap ke dalam tanah dan meningkatnya aliran permukaan.

9.5 Pembagian Sistem Drainase


9.5.1 Perencanaan Sistem Drainase
Beberapa sungai yang terdapat di wilayah studi sangat membantu dalam
pengaliran air dari beberapa sub daerah tangkapan air dalam 1 (satu) sistem
pembuangan utama drainase. Pembuangan saluran drainase pada sub sistem
(primer,sekunder) menuju sungai atau langsung ke laut. Dalam wilayah
perencanaan perlu dibuat pembagian sistem drainase yang berdasarkan pola
aliran airnya.

Rencana pembagian sistem drainase adalah sebagai berikut :


- Dengan pembagian sistem drainase wilayah perencanaan terdapat pola
aliran yang jelas antara pembuangan utama, pembuangan sekunder dan
pembuangan tersier.
- Pola aliran yang terdapat dalam sistem dan subsistem dapat menjawab
persoalan- persoalan banjir pada saat ini dan dimasa-masa yang akan
datang.
- Mempermudah dalam menentukan besaran-besaran dalam sistem dan
subsistem seperti : luas daerah tangkapan, dimensi saluran sekunder.

9.5.2 Pembagian Sistem Drainase

1. Saluran Pembuangan Utama


Saluran yang berfungsi sebagai pembuangan utama / primer adalah
sungai yang ada di wilayah perencanaan yang cukup berpotensi untuk
menampung dan mengalirkan air buangan dari saluran sekunder serta
limpasan permukaan yang ada pada daerah tangkapan sungai tersebut.
Sungai – sungai yang berfungsi sebagai pembuangan utama yang ada di
wilayah studi perlu untuk diketahui jumlahnya dan dari masing – masing
sungai utama akan terbentuk sistem drainase dan pola aliran tertentu,
dengan batas – batas yang jelas sesuai dengan topografi. Dalam satu
sistem akan terdapat beberapa subsistem ( saluran sekunder ).

2. Saluran Pembuangan Sekunder


Fungsi dari saluran sekunder adalah untuk menampung air drainase
tersier serta limpasan air permukaan yang ada untuk diteruskan ke
drainase utama (sungai). Berdasarkan konstruksi saluran drainase
dibedakan menjadi 2 ( dua ) macam yaitu saluran terbuka dan saluran
tertutup.

Saluran sekunder eksisting hanya berfungsi sebagai pembuangan air


hujan atau mempunyai fungsi yang lain. Saluran yang berfungsi ganda
yaitu sebagai saluran pembuang air hujan dan saluran pembawa irigasi.

Saluran yang berfungsi ganda mempunyai potensi banjir, hal ini


disebabkan karena saluran irigasi letaknya selalu di punggung dan
sistem pengaturan air menggunakan empangan – empangan, sehingga
pada saat hujan, air meluap menggenangi jalan.

3. Saluran Pembuangan Tersier.


Fungsi saluran tersier adalah untuk meneruskan pengaliran air buangan
maupun air limpasan permukaan menuju ke pembuangan sekunder. Data
mengenai kondisi saluran tersier tidak begitu banyak diperlukan dalam
perencanaan sistem pembuangan air hujan.

9.6 Analisa Kapasitas Penampang

Dalam merencanakan pembuangan air yang perlu diketahui adalah banyaknya


air hujan dan limbah yang mengalir ke saluran-saluran pembuangan atau debit
pengaliran, air hujan yang dialirkan ke pembuangan sebanding dengan luas
daerah tangkapan hujan dan jumlah curah hujan, disamping adanya penguapan
dan hilangnya air hujan karena meresap ke dalam tanah. Namun hanya
sebagian dari hujan yang jatuh pada daerah tangkapan akan menjadi aliran
langsung air hujan.

Penetapan tingkat layanan yang sesuai untuk suatu sistem drainase, juga
berperan dalam mencegah gagalnya fungsi sistem drainase. Tingkat layanan
yang optimal akan mengurangi biaya investasi yang ditanamkan, selain
menjamin tetap berfungsinya sistem drainase selama umur pelayanan yang
direncanakan. Untuk sistem drainase mikro disarankan periode ulang
rancangan diambil antara 2 sampai 5 tahunan untuk salran tersier dan periode
ulang 5 – 10 tahun untuk saluran sekunder. Periode ulang 25-100 tahunan
dipakai untuk perencanaan sistem drainase makro.

9.7 Rencana Penanganan Banjir

9.7.1 Penanganan Sistem Drainase Makro

Penanganan banjir di kawasan studi meliputi penanganan banjir sistem


drainase makro dan sistem drainase mikro. Penananganan banjir makro
merupakan lingkup daerah tangkapan air (cathment area) yang merupakan
satu kesatuan dari hulu ke hilir.

a. Penataan dan Pengawasan Tata Guna Lahan


Pengaturan tata guna lahan di DAS dimaksudkan untuk mengatur penggunaan
lahan, sesuai dengan rencana pola tata ruang yang ada. Hal ini untuk
menghindari penggunaan lahan yang tidak terkendali, sehingga
mengakibatkan kerusakan DAS yang merupakan daerah tadah hujan.

b. Waduk Konservasi
Menampung lebih banyak air permukaan dengan membuat waduk atau
embung mempunyai tujuan adalah memberi kesempatan dan jalan pada air
hujan yang jatuh di lahan untuk meresap ke dalam tanah dengan jalan
menampung air tersebut pada suatu system tampungan.

c. Normalisasi Saluran Alur Sungai


Pelaksanaan normalisasi alur sungai sangat mendesak dilakukan terutama
daerah tangkapan air (DAS) yang mengalami perkembangan daerah yang
cukup pesat. Normalisasi sangat diperlukan untuk mengamankan alur sungai
dan mampu menampung debit banjir rencana.
d. Penerapan Batas – Batas Sempadan Sungai
Batas – batas sempadan sungai sepanjang alur sungai harus terlihat di
lapangan. Penerapan sempadan sungai sangat penting untuk kegiatan
pemeliharaan sungai seperti ; pengerukan dasar sungai, perbaikan dan
pengaturan sungai (tanggul dan perkuatan tebing).

e. Pemeliharaan Sungai
Pemeliharaan sungai adalah segala usaha yang bertujuan untuk menjaga
kelestarian fungsi sungai. Pemeliharaan sungai meliputi pemeliharaan sungai,
misalnya pengerukan dasar sungai dan juga pemeliharaan bangunan-
bangunan dalam rangka perbaikan dan pengaturan sungai. Pemeliharaan
sungai dilaksanakan secara berkelanjutan dan berencana.

9.7.2 Penanganan Sistem Drainase Mikro

a. Terbentuk Pola Aliran


Pembagian daerah tangkapan air (cathment area) pada sub area dan jaringan
saluran sekunder terbentuk, maka arah dan pola aliran saluran drainase akan
terlihat jelas kemana arah saluran itu dibuang. Dengan sistem jaringan dan
pola aliran yang jelas pada saluran drainase akan membantu didalam
merencanakan saluran drainase yang lebih detail.

b. Mengamankan Alur Saluran Pembuang Irigasi


Pengamanan alur saluran pembuang irigasi harus segera dilakukan
mengingat intensitas pembangunan prasarana pendukung pariwisata begitu
cepat. Alur saluran pembuang irigasi di beberapa tempat mengalami
penyempitan yang dapat mengurangi kapasitas aliran dalam saluran.
Penyempitan alur saluran pembuangan irigasi terdesak permukiman perlu
dinormalisasi agar dapat mengalirkan debit banjir rencana.

c. Penataan dan Pembuatan Saluran Sekunder


Saluran yang terdapat di jalan raya utama maupun di permukiman sangat
diperlukan penataan pola aliran. Umumnya saluran di tepi jalan raya utama
eksisting mempunyai dimensi penampang saluran relatip sama dan beban
aliran semakin ke hilir besar. Untuk membagi besaran aliran perlu dilakukan
pengalihan di beberapa titik dan kesempatan untuk membuang aliran ke
saluran pembuangan utama terdekat.

d. Normalisasi Saluran
Normalisasi saluran pembuang irrigási Sangat mendesak dilakukan untuk
mengantisipasi perkembangan daerah ini dan kebutuhan dimensi sesuai
debit banjir rencana.

e. Redasain Bangunan Pelengkap


Berdasarkan hasil pengamatan dan terdapat beberapa titik bangunan
pelengkap yang ada di wilayah studi yang tidak memenuhi debit banjir
rencana harus di redesain. Dimensi bangunan pelengkap yang kurang
memenuhi sering menimbulkan permasalahan banjir pada setiap musim
hujan.

f. Penataan Outfall-outfall
Outfall-outfall yang ada sebagian besar dibangun secara parsial dan kurang
efektif dalam mengalirkan air permukaan sehingga menimbulkan genangan-
genangan pada setiap musim hujan

Anda mungkin juga menyukai