Anda di halaman 1dari 6

A.

Hujan Lokal
Hujan lokal adalah hujan yg jatuh di daerah tertentu, tidak merata. Pola curah
hujan lokal, dipengaruhi oleh keadaan dan kondisi lokal setempat, dimana faktor-
faktor pembentukannya secara umum dapat dibedakan dalam dua jenis :
1. naiknya udara lembab secara paksa dari aliran udara yang menuju ke dataran
tinggi atau pegunungan
2. pemanasan lokal yang tidak seimbang
Pola curah hujan lokal memiliki ciri yang berkebalikan dengan pola hujan
monsunal, yaitu saat wilayah pola hujan monsunal mengalami musim hujan, maka
wilayah dengan pola hujan lokal mengalami musim kemarau. Berdasarkan proses
terjadinya hujan pola lokal dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Hujan konveksi (Convectional Precipitation), terjadi sebagai akibat dari
pemanasan radiasi matahari, sehingga udara permukaan akan dipaksa naik
keatas. Dalam kondisi atmosfer yang lembab udara panas yang naik akan
mengalami penurunan suhu dan pada akhirnya mengalami kondensasi sehingga
terbentuk butir-butir awan. Jika udara yang berkondensasi banyak dan kondisi
atmosfer tidak stabil maka akan tumbuh awan jenis cumulonimbus yang dapat
menyebabkan hujan lebat.
2. Hujan Orografis (Orographic Precipitation), terjadi akibat udara bergerak melalui
pegunungan atau bukit yang tinggi, sehingga udara akan di paksa naik mengikuti
gunung atau bukit. Udara yang naik mengalami penurunan suhu terhadap
ketinggian sehingga sampai terkondensasi dan terbentuk awan hujan di lereng
atas angin (windward). Sedangkan di bagian lereng bawah angin (leeward) udara
yang menuruni lereng akan mengalami pemanasan kembali sehingga bersifat
kering.
B. Drainase
Drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah
tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat manusia. Drainase
merupakan tindakan teknis penanganan air berlebihan yang disebabkan oleh hujan,
rembesan, kelebihan air irigasi, maupun air buangan rumah tangga, dengan cara
mengalirkan, menguras, membuang, meresapkan, serta usaha-usaha lainnya,
dengan tujuan akhir untuk mengembalikan ataupun meningkatkan fungsi kawasan
Secara umum system drainase merupakan suatu rangkaian bangunan air yang
berfungsi mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan.
Drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah
dalam kaitannya dengan salinitas. Secara fungsional, sulit dipisahkan secara jelas
antara sistem drainase dan sistem pengendalian banjir
Sistem drainase dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Sistem drainase mayor
Sistem drainase mayor yaitu sistem saluran/badan air yang menampung dan
mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area). Pada
umumnya sistem drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem saluran
pembuangan utama (major system) atau drainase primer. Sistem jaringan ini
menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase primer,
kanalkanal atau sungai-sungai. Perencanaan drainase makro ini umumnya
dipakai dengan periode ulang antara 5 sampai 10 tahun dan pengukuran topografi
yang detail mutlak diperlukan dalam perencanaan sistem drainase ini
2. Sistem drainase mikro
Sistem drainase mekro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap
drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan.
Secara keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran
di sepanjang sisi jalan, saluran/selokan air hujan di sekitar bangunan, gorong-
gorong, saluran drainase kota dan lain sebagainya dimana debit air yang dapat
ditampungnya tidak terlalu besar.
Pada umumnya drainase mikro ini direncanakan untuk hujan dengan masa
ulang 2, 5 atau 10 tahun tergantung pada tata guna lahan yang ada. Sistem
drainase untuk lingkungan permukiman lebih cenderung sebagai sistem drainase
mikro.
Jenis jenis drainase dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
1. Menurut sejarah terbentuknya
a. Drainase alamiah (natural drainage) adalah sistem drainase yang terbentuk
secara alami dan tidak ada unsur campur tangan manusia.
b. Drainase buatan (artifikal drainage) adalah sistem drainase yang dibentuk
manusia berdasarkan analisis ilmu drainase, untuk menentukan debit akibat
hujan dan dimensi saluran.
2. Menurut letak saluran
a. Drainase permukaan tanah (surface drainage) adalah saluran drainase yang
berada diatas permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan air limpasan
permukaan. Analisa alirannya merupakan analisa open channel flow
b. Drainase bawah tanah (sub surface drainage) adalah saluran drainase yang
bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan permukaan melalui media
dibawah permukaan tanah (pipa-pipa), dikarenakan alas an-alasan tertentu.
Alasan tersebut antara lain tuntutan artistic, tuntutan fungsi permukaan tanah
yang tidak membolehkan adanya saluran dipermukaan tanah seperti
lapangan sepak bola, lapangan terbang, taman, dll
3. Menurut konstruksi
a. Saluran terbuka adalah system saluran yang biasanya direncanakan hanya
untuk menampung dan mengalirkan air hujan (system terpisah), namun
kebanyakan system saluran ini berfungsi sebagai saluran campuran. Pada
pinggiran kota, saluran terbuka ini biasanya tidak diberi lining (lapisan
pelindung). Akan tetapi saluran terbuka di dalam kota harus diberi lining
dengan beton, pasangan batu (masonry) ataupun dengan pasangan bata.
b. Saluran tertutup adalah saluran untuk air kotor yang mengganggu kesehatan
lingkungan. Sistem ini cukup bagus digunakan di daerah perkotaan terutama
dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi seperti kota Metropolitan
dan kota-kota besar lainnya.
4. Menurut fungsi
a. Single purpose adalah saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air
buangan saja.
b. Multy purpose adalah saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis
buangan, baik secara bercampur maupun bergantian. (H.A Halim
Hasmar.2011)
dalam perncanaan system drainase suatu kawasan harus memperhatikan pola
jaringan drainasenya. Pola jaringan drainase pada suatu kawasan atau wilayah
tergantung dari topografi daerah dan tata guna lahan kawasan tersebut. Pola jaringan
drainase dibagai menjadi beberapa tipe atau jenis yaitu:
1. Jaringan drainase siku: Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit
lebih tinggi dari pada sungai. Sungai sebagai pembuang akhir berada di tengah
kota.
2. Jaringan darinase parallel: Saluran utama terletak sejajar dengan saluran
cabang. Dengan saluran cabang (sekunder) yang cukup banyak dan pendek-
pendek, apabila terjadi perkembangan kota, saluran-saluran akan
menyesuaikan.
3. Jaringan drainase grid iron: Untuk daerah dimana sungai terletak di pinggir kota,
sehingga saluran-saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul.
4. Jaringan drainase alamiah: Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada
pola alamiah lebih besar.
5. Jaringan drainase radial: pada daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar
ke segala arah
6. Jaringan drainase jaring-jaring: mempuya saluran-saluran pembuangan yang
mengikuti arah jalan raya dan cocok untuk daerah dengan topogarfi datar.
C. Survei untuk banjir oleh hujan lokal dan drainase terhambat
Survey kerawanan baniir yang sumber utamanya berasal dari hujan lokal dan
daerah berdekatan yang menyebabkan genangan, dibuat oleh verstappen (1997).
Kajiannya terkait dengan daerah lahan rendah disepanjang pantai selatan jawa
tengah, Indonesia, dekat dengan kota kroya, sebagian daerah yang menjadi subyek
kebanjiran setiap tahun. Meskipun periode dari genangannya relative lebih pendek
(7-10 hari), mereka cukup meneluarkan daerah tersebut dari perbaikan sawah irigasi
secara teknologi.
Daerah tersebut dilalui oleh sungai serayu, dihilir tanggul alamnya tidak pernah
terlampaui. Pasang surut mempunyai sedikit pengaruh hanya disebagian kecil
daerah. Pasang surut berjulat 0,5-1,5 m dan air asin masuk beberapa kilometer ke
arah hulu disungai serayu dan sungai lainnya tanpa menimbulkan bahaya. Meskipun
air tanah didataran dangkal, pola distribusi dari daerah genangan dan waktu pendek
antara hujan dan banjir menunjukkan bahwa air hujan dan drainase air permukaan
terhambat akibat aspek tertentu dari konfigurasi medan bertanggung jawab atas
situasi tersebut dan bukan kenaikan air tanah.
Dataran ke arah darat dibatasi oleh rangkaian pegunungan serayu selatan,
yang hampir sambung dengan perbukitan berbatu gamping karangbolong yang
menjadi ujung timur dari dataran dan dibarat daya. Tidak terdapat tanah tinggi
sebagai pembatas dibatas barat dari dataran, yang menjadi jalan terhadap air dari
daerah berawa dan air permukaan dari segara anakan diutara pulau nusa
kambangan yang berbatu gampang. Beting gisik pasiran yang luas terdapat
disepanjang pantai.
Banyak beting gisik tua, yang kurang lebih sejajar dengan garis pantai saat ini
dapat dilacak kea rah darat dan menjadi catatan dari efek gelombang masa lampau.
Beting gisik tidak terdapat disebelah barat segera anakan, yang selalu terlindung dari
gelombang oleh perbuktian pulau nusa kembangan, dan berkembang baik sepanjang
bagian garis pantai lama yang terbuka terhadap angin tenggara. Sebelah timur
sungai serayu, beting gisik hanya mencolok dekat zona pesisir saja. Lebih lanjut
kearah darat, tanggul alam lama dan gosong titik dari serayu merupakan elemen
relief yang dominan.
Daerah yang dilewati oleh antasan (creek) saporegel dan donan dekat cilacap,
maupun oleh sungai kecil sungai kedungbaya. Yang masuk sungai serayu dari arah
bara dekat muaranya, dan oleh sungai bengawan dan sungai iji, yang daerah aliran
sungainya menempati sebagian besar dari daratan tersbut dan dibagi menjadi zona
kalasifikasi banjir sebagai berikut:
1. Perbukitan sebagi batas daratan
2. Zona pembatas perbukitan ke arah utara denga gradient yang cukup untuk
menghalangi genangan.
3. Daerah kurnag lebih berbentuk baji dari endapan sungai serayu yang puncaknya
merupakan tempat masuknya sungai ke daratan dan dasarnya dipantai selatan
dari titik beberapa kilometer dari arah barat dari muara sungai saat ini ke muara
sungai bengawan (gunung selok).
4. Ke arah laut dari butir 2, disebelah barat, terdapat rawa-rawa dan rawa payau.
Daerah rendah dan basah sebagian besar diarahkan ke segara anakan yan
berfungsi sebagai penyimpan banjir.
5. Ke arah laut butir 2, disebelah timur, satu zona terdapat drainase terhambat ketika
genangan tahunan terkonsentrasi.
6. Daerah arah ke laut tersusun oleh beting gesik dengan selang seling ledok antar
beting (swale). Ledok antar beting dalam zona ini dapat tergenang setelah hujan
lebat, tetapi umumnya genangan terjadi oleh kumpulan air secara lokal.
7. Daerah dekat pantai di pengaruhi oleh pasang surut.

Anda mungkin juga menyukai