OLEH :
UNIVERSITAS TADULAKO
Kota Malang menjadi salah satu kota di Indonesia yang tidak luput dari
permasalahan genangan dan banjir, termasuk Kelurahan Oro-Oro Dowo yang terletak di
Kecamatan Klojen, Kota Malang. Berdasarkan pengamatan awal, terdapat beberapa titik
genangan yang terjadi di Kelurahan Oro-Oro Dowo. Hal ini disebabkan oleh kurangnya
lahan resapan air dan permasalahan yang terdapat pada saluran drainase. Penanganan
genangan yang disebabkan tingginya debit limpasan tidak lagi dapat diatasi hanya dengan
penanganan pada saluran drainase. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan
penerapan drainase ramah lingkungan atau ekodrainase dengan prinsip pengendalian air
limpasan dengan cara ditampung dan diresapkan. Metode penanganan air limpasan yang
diterapkan adalah rain harvesting, sumur resapan dan biopori. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi sistem drainase wilayah studi dan mengembangkan arahan
penerapan ekodrainase pada wilayah yang terindikasi terjadi genangan. Metode yang
digunakan dalam analisis drainase adalah metode rasional. Berdasarkan hasil analisis,
dibutuhkan 983 unit rain harvesting, 4130 buah sumur resapan dan 273.198 buah biopori
untuk mengendalikan sebanyak 80% debit limpasan. Berdasarkan rekomendasi penerapan
kriteria standar dan karakteristik lokasi, jumlah drainase yang dapat diterapkan sebanyak
983 unit kombinasi rain harvesting dan sumur resapan serta 1045 buah biopori yang
direncanakan pada 11 catchment area saluran drainase yang terindikasi terjadi genangan.
2. Pengendalian Banjir
Banjir merupakan salah satu bencana alam di mana daratan tergenang oleh aliran
air yang berlebihan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menunjukkan bahwa banjir
berarti “berair banyak dan deras kadang-kadang meluap atau peristiwa terbenamnya
daratan karena peningkatan volume air”.
Bencana ini sering terjadi baik di pedesaan maupun perkotaan, bahkan di beberapa
tempat banjir sudah menjadi agenda tahunan. Banjir di lokasi berbeda juga tentunya akan
menimbulkan dampak yang berbeda. Banjir di perkotaan sebagian besar akan
menimbulkan kerusakan pada sarana dan prasarana pemukiman warga. Lain hal nya jika
bencana ini terjadi di pedesaan yang pada umumnya akan menyebabkan terendamnya
lahan pertanian dan ladang milik masyarakat.
Pengendalian Banjir adalah upaya untuk mengurangi dan memperkecil resiko
kerugian yang timbul akibat peristiwa banjir. Upaya penanggulangan banjir dibutuhkan
dukungan biaya yang besar. Karena itu setiap sistem pengendalian yang direncanakan
mempunyai keterbatasan pada tingkat banjir tertentu berdasarkan kelayakan
pertimbangan teknis ekonomi dan lingkungan.
Banjir disebabkan oleh banyak faktor : curah hujan, perubahan tata guna lahan,
gelombang tinggi yang tidak biasa, kegagalan bendungan, tanggul, atau struktur lain yang
mempertahankan air. Selama masa hujan, sebagian air bertahan dalam kolam atau tanah,
sebagian diserap oleh rumput dan vegetasi, sebagian menguap, dan sisanya dikirimkan
melalui tanah sebagai limpasan permukaan. Banjir terjadi ketika kolam, danau, dasar
sungai, tanah, dan vegetasi tidak dapat menyerap semua air. Air kemudian mengalir ke
atas tanah dalam jumlah yang tidak dapat ditampung dalam saluran sungai atau tidak
dapat bertahan di kolam alam, danau, dan waduk buatan manusia. Sekitar 30 persen dari
seluruh curah hujan menjadi limpasan. Dan jumlah itu mungkin meningkat oleh air dari
salju yang mencair. Sungai banjir sering disebabkan oleh hujan deras, kadang-kadang
meningkat seiring salju terus mencair. Banjir dapat meningkat cepat dengan sedikit atau
tanpa peringatan terlebih dahulu, disebut banjir bandang. Banjir bandang biasanya terjadi
akibat curah hujan yang tinggi di daerah yang relatif kecil, atau jika kawasan itu sudah
jenuh dari curah hujan sebelumnya.
B. Jenis Drainase dan Pengendalian Banjir
Jenis drainase dapat dikelompokkan sebagai berikut (Hardjaja, 1997) :
Drainase Berdasarkan Letak Bangunan
a. Drainase Permukaan
Drainase Permukaan adalah drainase yang dibuat untuk mengendalikan air limpasan
permukaan akibat air hujan dari permukaan tanah ke pembuangan air sehingga kondisi
permukaan tanah tidak tergenang oleh air hujan dan tetap dalam kondisi kering.
b. Konstruksi tertutup
Saluran drainase yang tertutup terhadap ruang di atasnya, umumnya dipakai untuk
aliran air kotor (air yang mengganggu kesehatan/lingkungan) atau untuk saluran yang
terletak di tengah kota.
Pengendalian Banjir
1. Tidak membuang sampah sembarangan ke aliran air seperti danau, sungai, selokan
dan lain sebagainya.
2. Melakukan pengerukan pada aliran air (danau, sungai, dan selokan) yang sudah
mengalami pendangkalan agar kapasitas penampungan volume air lebih besar.
3. Membangun sistem pemantauan dan peringatan banjir yang baik pada daerah-daerah
rawan banjir.
4. Melakukan penanaman pohon di daerah bantaran sungai.
5. Membangun tanggul,waduk atau dam pengendali air untuk menampung volume air
sungai yang sewaktu-waktu dapat meluap.
Keterangan:
a = Saluran primer
b = Saluran sekunder
c = Saluran tersier
d = Saluran kwarter
sumber : Stephen Bieri, Disaster Risk Management & The system Approac)
Dalam pendugaan laju puncak limpasan permukaan setidaknya ada tiga metode yang
umum digunakan yakni, metode Rasional, metode Cook, dan metode USSCS (Biro
Pelayanan Konservasi Tanah Amerika). Metode Rasional merupakan rumus empiris yang
paling tua dan sering digunakan (Suripin 2004)
Q (m3/dt) = 0,278 C x I x A
Dimana :
C= Koefisien limpasan
I = intensitas maksimum (mm/jam)
A= luas areal (hektare)
Hasil pendugaan ini nantinya dijadikan acuan dalam membuat saluran drainase agar
kapasitasnya melebihi potensi banjir yang dapat terjadi (debit banjir maksimum
Mega dinda larasari. 2018. Pengertian, Jenis, Dampak, dan Pengendalian Banjir.
https://foresteract.com/banjir/3/ diakses pada jum’at, 4 oktober 2019
F231 18 061
F231 18 149
DEVITHA SARI L
- Analisis potensi debit limpasan
F231 18 083
F231 18 040
Daftar Pertanyaan