Anda di halaman 1dari 19

PRASARANA WILAYAH DAN KOTA

“DRAINASE DAN PENGGENDALIAN AIR”

OLEH :

- DEDY RIZALDY F231 18 006


- DONI JUAN R F231 18 040
- MUH SYAHRADI PRASTAWA F231 18 061
- DEVITHA SARI L F231 18 083
- ALIF INSAN KAMIL S F231 18 149

UNIVERSITAS TADULAKO

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR

PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOT


A. Definisi Drainase dan Pengendalian Banjir
1. Drainase
Drainase adalah lengkungan atau saluran pembuangan massa air di permukaan atau
dibawah permukaan dari suatu tempat, yang terbentuk secara alami maupun buatan oleh
manusia. Pembuangan ini dapat dilakukan dengan mengalirkan, menguras, membuang,
atau mengalihkan air. Saluran drainase permukaan biasanya berupa parit, sementara
untuk bawah permukaan disebut gorong-gorong.
Sedangkan pengertian tentang drainase kota pada dasarnya telah diatur dalam SK
menteri PU No. 233 tahun 1987. Menurut SK tersebut, yang dimaksud drainase kota
adalah jaringan pembuangan air yang berfungsi mengeringkan bagian-bagian wilayah
administrasi kota dan daerah urban dari genangan air, baik dari hujan lokal maupun
luapan sungai melintas di dalam kota.
Dalam lingkup rekayasa sipil, drainase dibatasi sebagai serangkaian bangunan air
yang berfungsi untuk mengurangi dan atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan
atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal sesuai dengan kepentingan.
Dalam tata ruang, drainase berperan penting untuk mengatur pasokan air demi
pencegahan banjir. Drainase juga bagian dari usaha untuk mengontrol kualitas air tanah
dalam kaitannya dengan salinitas (keasinan)
Menurut Suripin (2004), ada beberapa pendekatan konsep-konsep drainase
perkotaan :
 Sistem drainase adalah suatu bentuk jaringan saluran berikut bangunan pelengkapnya
yang berfungsi menyalurkan air hujan pada suatu kawasan hingga kebadan air
penerima.
 Drainase perkotaan adalah suatu bentuk jaringan saluran yang mengaliri air hujan dan
air buangan masyarakat dikawasan perkotaan.
 Genangan adalah istilah praktis dilapangan untuk menggambarkan air hujan pada
suatu kawasan yang melimpah dari saluran yang tidak dapat menampung dan
menggenangi areal-areal tertentu.
 Banjir adalah air yang melimpah dari badan air/sarana pengendali banjir yang tidak
mampu mengalirkannya sehingga menggenangi kawasan tertentu.
Salah satu contoh studi kasus penerapan drainase adalah

Kota Malang menjadi salah satu kota di Indonesia yang tidak luput dari
permasalahan genangan dan banjir, termasuk Kelurahan Oro-Oro Dowo yang terletak di
Kecamatan Klojen, Kota Malang. Berdasarkan pengamatan awal, terdapat beberapa titik
genangan yang terjadi di Kelurahan Oro-Oro Dowo. Hal ini disebabkan oleh kurangnya
lahan resapan air dan permasalahan yang terdapat pada saluran drainase. Penanganan
genangan yang disebabkan tingginya debit limpasan tidak lagi dapat diatasi hanya dengan
penanganan pada saluran drainase. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan
penerapan drainase ramah lingkungan atau ekodrainase dengan prinsip pengendalian air
limpasan dengan cara ditampung dan diresapkan. Metode penanganan air limpasan yang
diterapkan adalah rain harvesting, sumur resapan dan biopori. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi sistem drainase wilayah studi dan mengembangkan arahan
penerapan ekodrainase pada wilayah yang terindikasi terjadi genangan. Metode yang
digunakan dalam analisis drainase adalah metode rasional. Berdasarkan hasil analisis,
dibutuhkan 983 unit rain harvesting, 4130 buah sumur resapan dan 273.198 buah biopori
untuk mengendalikan sebanyak 80% debit limpasan. Berdasarkan rekomendasi penerapan
kriteria standar dan karakteristik lokasi, jumlah drainase yang dapat diterapkan sebanyak
983 unit kombinasi rain harvesting dan sumur resapan serta 1045 buah biopori yang
direncanakan pada 11 catchment area saluran drainase yang terindikasi terjadi genangan.

2. Pengendalian Banjir
Banjir merupakan salah satu bencana alam di mana daratan tergenang oleh aliran
air yang berlebihan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menunjukkan bahwa banjir
berarti “berair banyak dan deras kadang-kadang meluap atau peristiwa terbenamnya
daratan karena peningkatan volume air”.
Bencana ini sering terjadi baik di pedesaan maupun perkotaan, bahkan di beberapa
tempat banjir sudah menjadi agenda tahunan. Banjir di lokasi berbeda juga tentunya akan
menimbulkan dampak yang berbeda. Banjir di perkotaan sebagian besar akan
menimbulkan kerusakan pada sarana dan prasarana pemukiman warga. Lain hal nya jika
bencana ini terjadi di pedesaan yang pada umumnya akan menyebabkan terendamnya
lahan pertanian dan ladang milik masyarakat.
Pengendalian Banjir adalah upaya untuk mengurangi dan memperkecil resiko
kerugian yang timbul akibat peristiwa banjir. Upaya penanggulangan banjir dibutuhkan
dukungan biaya yang besar. Karena itu setiap sistem pengendalian yang direncanakan
mempunyai keterbatasan pada tingkat banjir tertentu berdasarkan kelayakan
pertimbangan teknis ekonomi dan lingkungan.
Banjir disebabkan oleh banyak faktor : curah hujan, perubahan tata guna lahan,
gelombang tinggi yang tidak biasa, kegagalan bendungan, tanggul, atau struktur lain yang
mempertahankan air. Selama masa hujan, sebagian air bertahan dalam kolam atau tanah,
sebagian diserap oleh rumput dan vegetasi, sebagian menguap, dan sisanya dikirimkan
melalui tanah sebagai limpasan permukaan. Banjir terjadi ketika kolam, danau, dasar
sungai, tanah, dan vegetasi tidak dapat menyerap semua air. Air kemudian mengalir ke
atas tanah dalam jumlah yang tidak dapat ditampung dalam saluran sungai atau tidak
dapat bertahan di kolam alam, danau, dan waduk buatan manusia. Sekitar 30 persen dari
seluruh curah hujan menjadi limpasan. Dan jumlah itu mungkin meningkat oleh air dari
salju yang mencair. Sungai banjir sering disebabkan oleh hujan deras, kadang-kadang
meningkat seiring salju terus mencair. Banjir dapat meningkat cepat dengan sedikit atau
tanpa peringatan terlebih dahulu, disebut banjir bandang. Banjir bandang biasanya terjadi
akibat curah hujan yang tinggi di daerah yang relatif kecil, atau jika kawasan itu sudah
jenuh dari curah hujan sebelumnya.
B. Jenis Drainase dan Pengendalian Banjir
Jenis drainase dapat dikelompokkan sebagai berikut (Hardjaja, 1997) :
 Drainase Berdasarkan Letak Bangunan
a. Drainase Permukaan
Drainase Permukaan adalah drainase yang dibuat untuk mengendalikan air limpasan
permukaan akibat air hujan dari permukaan tanah ke pembuangan air sehingga kondisi
permukaan tanah tidak tergenang oleh air hujan dan tetap dalam kondisi kering.

b. Drainase Bawah Permukaan


Drainase Bawah Permukaan yaitu drainase yang dibuat untuk mengalirkan air yang
meresap kedalam permukaan tanah (bawah permukaan).
 Drainase Berdasarkan Sejarah Terbentuknya
a. Drainase Alamiah (Natural Drainage)
Drainase yang terbentuk secara alami dan terdapat bangunan-bangunan penunjang
seperti bangunan pelimpah, pasangan batu bata atau beton, gorong-gorong, dan lain-
lain. Saluran ini terbentuk oleh goresan air yang bergerak karena gravitasi yang lambat
laun membentuk jalan air yang permanen seperti sungai.

b. Drainase Buatan (Artificial Drainage)


Drainase yang dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga memerlukan
bangunan-bangunan khusus seperti selokan, pasangan beton, gorong-gorong, pipa dan
lain-lain.

 Drainase Menurut Fungsinya


a. Tujuan tunggal (Single Purpose)
Yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan suatu jenis air buangan, misalnya air hujan
atau air buangan lain seperti limbah limbah domestik, limbah industri, dan lain-lain.
b. Multiguna (Multi Purpose)
Yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis air baik secara bercampur
maupun bergantian.

 Drainase Menurut Konstruksi


a. Konstruksi terbuka
Saluran drainase yang terbuka terhadap ruang di atasnya, cocok untuk drainase air
hujan yang terletak di daerah yang mempunyai luasan yang cukup, maupun untuk
drainase air non-hujan yang tidak membahayakan/mengganggu lingkungan

b. Konstruksi tertutup
Saluran drainase yang tertutup terhadap ruang di atasnya, umumnya dipakai untuk
aliran air kotor (air yang mengganggu kesehatan/lingkungan) atau untuk saluran yang
terletak di tengah kota.
Pengendalian Banjir
1. Tidak membuang sampah sembarangan ke aliran air seperti danau, sungai, selokan
dan lain sebagainya.
2. Melakukan pengerukan pada aliran air (danau, sungai, dan selokan) yang sudah
mengalami pendangkalan agar kapasitas penampungan volume air lebih besar.
3. Membangun sistem pemantauan dan peringatan banjir yang baik pada daerah-daerah
rawan banjir.
4. Melakukan penanaman pohon di daerah bantaran sungai.
5. Membangun tanggul,waduk atau dam pengendali air untuk menampung volume air
sungai yang sewaktu-waktu dapat meluap.

C. Hirarki Drainase dan Pengendalian banjir


1. Hirarki Drainase
Bila ditinjau dari segi fisik (hirarki susunan saluran) sistem drainase perkotaan
diklasifikasikan atas saluran primer, sekunder, tersier dan seterusnya.
a. Saluran Primer
Saluran yang memanfaatkan sungai dan anak sungai. Saluran primer adalah saluran
utama yang menerima aliran dari saluran sekunder.
b. Saluran Sekunder
Saluran yang menghubungkan saluran tersier dengan saluran primer (dibangun
dengan beton/ plesteran semen).
c. Saluran Tersier
Saluran untuk mengalirkan limbah rumah tangga ke saluran sekunder, berupa
plesteran, pipa dan tanah.
d. Saluran Kwarter
Saluran kolektor jaringan drainase lokal.
Sumber : Turma Elita Saragi, Tinjauan sistem Drainase, 2007

Gambar 1. Hirarki Susunan Saluran

Keterangan:
a = Saluran primer
b = Saluran sekunder
c = Saluran tersier
d = Saluran kwarter

2. Hirarki Pengendalian Banjir


Terjadinya serangkaian banjir dalam waktu relatif pendek dan terulang tiap tahun,
menuntut upaya lebih besar mengantisipasinya, sehingga kerugian dapat diminimalkan.
Berbagai upaya pemerintah yang bersifat structural (structural approach), ternyata belum
sepenuhnya mampu menanggulangi masalah banjir di Indonesia. Penanggulangan banjir,
selama ini lebih terfokus pada penyediaan bangunan fisik pengendali banjir untuk
mengurangi dampak bencana.
Penanggulangan banjir dilakukan secara bertahap, dari pencegahan sebelum banjir
(prevention), penanganan saat banjir (response/intervention), dan pemulihan setelah
banjir (recovery). Tahapan tersebut berada dalam suatu siklus kegiatan penanggulangan
banjir yang berkesinambungan.
Kegiatan penanggulangan banjir mengikuti suatu siklus (life cycle), yang dimulai
dari banjir, kemudian mengkajinya sebagai masukan untuk pencegahan (prevention)
sebelum bencana banjir terjadi kembali. Pencegahan dilakukan secara menyeluruh,
berupa kegiatan fisik seperti pembangunan pengendali banjir di wilayah sungai (in-
stream) sampai wilayah dataran banjir (off-stream), dan kegiatan non-fisik seperti
pengelolahan tata guna lahan sampai sistem peringatan dini bencana banjir.

sumber : Stephen Bieri, Disaster Risk Management & The system Approac)

Gambar 2. Disaster Risk Management and Mitigation Circle


Tabel 1. Kegiatan Dalam Siklus Penanggulangan Banjir
Siklus Kegiatan
PENCEGAHAN (Prevention) - Upaya-upaya Struktural
 Upaya di dalam badan sungai
(In-stream)
 Upaya di luar badan sungai (off-
stream)
- Upaya-upaya Non-Struktural
 Upaya Pencegahan Banjir
Jangka Panjang
 Upaya Pengelolaan Keadaan
Darurat Banjir dalam Jangka
Pendek
PENANGANAN (Intervention/Response)  Pemberitahuan dan penyebaran
informasi prakiraan banjir
 Reaksi cepat dan bantuan
penanganan darurat banjir
 Perlawanan terhadap banjir
PEMULIHAN (Recovery)  Bantuan segera kebutuhan hidup
sehari-hari dan perbaikan sarana
dan prasarana
- Pembersihan dan rekontruksi pasca
banjir
- Rehabilitasi dan pemulihan kondisi
fisik dan non-fisik
 Penilaian kerusakan/kerugian dan
asuransi bencana banjir
 Kajian penyebab terjadinya bencana
banjir
sumber : Direktorat Riset dan Pengabdiankepada Masyarakat – UI. Pengumpulan dan Analisis
Data Kebijakan Penanggulangan Banjir di Indonesia
Setelah pencegahan dilaksanakan, dirancang pula tindakan penanganan
(response/intervention) pada saat bencana banjir terjadi. Tindakan penanganan bencana
banjir, antara lain pemberitahuan dan penyebaran informasi tentang prakiraan banjir
(flood forecasting information and dissemination), tanggap darurat, bantuan peralatan
perlengkapan logistik penanganan banjir (flood emergency response and assistance), dan
perlawanan terhadap banjir (flood fighting). Pemulihan setelah banjir dilakukan sesegera
mungkin, untuk mempercepat perbaikan agar kondisi umum berjalan normal. Tindakan
pemulihan, dilaksanakan mulai dari bantuan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari,
perbaikan sarana-prasarana (aftermath assistance and relief), rehabilitasi dan adaptasi
kondisi fisik dan non-fisik

D. Perkembangan sistem drainase dan pengendalian banjir


Ilmu drainase bermula tumbuh dari kemampuan manusia mengenali lembah-lembah
sungai yang mampu mendukung kebutuhan hidupnya. Adapun kebutuhan pokok tersebut
berupa penyediaan air bagi keperluan rumah tangga, pertanian, perikanan, transportasi dan
kebutuhan sosial budaya.
Dari siklus keberadaan air di suatu lokasi dimana manusia bermukim, pada masa
tertentu selalu terjadi keberadaan air secara berlebih, sehingga menganggu kehidupan
manusia itu sendiri. Selain dari pada itu, kegiatan manusia semakin bervariasi sehingga
menghasilkan limbah kegiatan berupa air buangan yang dapat menggangu kualitas
lingkungan hidupnya. Berangkat dari kesadaran akan arti kenyamanan hidup sangat
bergantung pada kondisi lingkungan, maka orang mulai berusaha mengatur lingkungannya
dengan cara melindungi daerah pemukimannya dari kemungkinan adanya gangguan air
berlebih atau air kotor.
Dari sekumpulan pengalaman terdahulu dalam lingkungan masyarakat yang masih
sederhana, ilmu drainase dipelajari oleh banyak bangsa. Bangunan drainase pertama kali
dibuat di Romawi berupa saluran bawah tanah yang cukup besar, yang digunakan untuk
menampung dan membuang limpasan air hujan. Pada awalnya, sistem drainase dibangun
hanya untuk menerima limpasan air hujan dan membuangnya ke badan air terdekat. Desain
dan pembangunannya belum dilakukan dengan baik. Saluran bawah tanah yang terbuat dari
batu dan bata mengalami rembesan yang cukup besar, sehingga kapasitasnya jauh
berkurang. Pada beberapa kasus, saluran tidak mempunyai kemiringan yang cukup, sehingga
air tidak lancar (stagnant) dan terjadi genangan dalam saluran setelah terjadi hujan.
Penduduk di kawasan tropika basah seperti di Indonesia awalnya dibilang selalu
tumbuh dari daerah yang berdekatan dengan sungai, dengan demikian secara otomatis
mereka pasti akan berinteraksi dengan masalah gangguan air pada saat musim hujan secara
periodik. Sampai saat ini kota-kota di Indonesia masih menggunakan sistem drainase
tercampur tanpa dilengkapi dengan fasilitas instalasi pengolah air limbah (IPAL). Hal ini
tentu saja mengkhawatirkan untuk masa mendatang mengingat air limbah yang dibuang ke
sistem drainase makin meningkat volumenya dengan kualitas yang makin menurun.
Pengendalian banjir yang dapat di lakukan di kelompokan menjadi upaya berwujud
fisik (Structural measures) dengan membuat bangunan pengendali banjir dan upaya non
fisik (Non Structural Measures ), seperti prakiraan banjir dan peringatan dini (Early
Warning System), penangulangan banjir (Flood Fighting), pengelolaan dataran banjir
( Flood plain Management), melengkapi bangunan pengendali banjir sedemikian rupa
sehingga dapat mengantisipasi apabila debit disainnya terlampaui (flood Proofing). Upaya
pengendalian banjir untuk setiap lokasi kejadian banjir sangatlah beragam dan berbeda-beda,
di sesuaikan dengan kondisi karekteristik DPS, alur sungai atau saluran drainase, pola curah
hujan dan pendanaan untuk membuat infrastruktur serta tingkat bahaya banjir yang di tolerir.

E. Pengaruh perkembangan kawasan fisik ruang terhadap sistem drainase


Perkembangan lahan tersebut pada umumnya bertujuan untuk memperoleh
keuntungan yang maksimal dari lahan yang terbatas. Setiap kegiatan yang terjadi pada
penggunaan lahan akan berpengaruh terhadap kehidupan manusia (sosial ekonomi) maupun
pada kehidupan flora dan fauna serta lingkungan sekitar (lingkungan fisik). Dengan
berkembangannya lahan suatu wilayah pasti akan ada kawasan yang terbangun dan juga
kawasan tidak terbangun. Kawasan terbangun dalam hal ini adalah penggunaan lahan
perumahan, pergudangan, perkantoran, perdagangan, pendidikan, pelayanan umum dan
peribadatan yang memiliki dampak ekonomi sosial. Sedangkan kawasan tidak terbangun
dalam hal ini adalah penggunaan lahan perkebunan, tanah kosong, perkuburan, kolam dan
transportasi yang dalam hal ini memiliki dampak lingkungan fisik seperti berkurangnya
jumlah luasan lahan tak terbangun seperti perkebunan dan tanah kosong. Dengan
berkurangnya lahan tak terbangun berarti, berkurang juga daerah resapan dimana hal ini
pasti membutuhkan sistem drainase.
Karena fungsinya yang bersifat mengalirkan air pada kawasan terbuka, air yang masuk
ke dalam saluran drainase harus bersifat tidak berbahaya dan tidak menyebabkan terjadinya
pencemaran lingkungan. Air buangan yang berasal dari rumah tangga atau sarana umum
yang lain yang tidak berbahaya dan tidak mencemari dapat langsung dibuang di saluran
drainase. Tetapi air limbah yang berasal dari kegiatan industri yang berpotensi mencemari
lingkungan, sebelum masuk ke saluran drainase, harus diolah dahulu sedmikian rupa,
sehingga tidak akan mencemari. Hanya air yang telah memenuhi baku mutu tertentu yang
dapat dimasukkan ke saluran drainase saja, sehingga tidak merusak lingkungan (Suripin,
2004).
Pada umumnya, permasalahan saluran drainase adalah masuknya air limbah yang
berbahaya dan mencemari yang berasal dari sumber pembuangan, khususnya dari kegiatan
domestik dan industri. Akibatnya, saluran drainase tersebut membawanya masuk ke dalam
kawasan publik, seperti kawasan permukiman, dan mencemari lingkungan di kawasan
tersebut. Air yang tercemar yang masuk ke dalam saluran drainase akan semakin mudah
mencemari lingkungan apabila ditunjang oleh kondisi saluran drainase yang buruk. Kondisi
fisik saluran drainase yang masih berupa tanah akan memudahkan air merembes masuk ke
dalam tanah. Akibatnya, bahan tercemar yang terkandung di dalam air tersebut masuk ke
dalam tanah dan mencemari tanah tersebut.

F. Analisis potensi debit limpasan


DEBIT POTENSI LIMPASAN
Limpasan permukaan merupakan sebagian dari air hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah. Jumlah air yang menjadi limpasan sangat bergantung kepada jumlah air
hujan per satuan waktu (intensitas), keadaan penutupan tanah, topografi (terutama
kemiringan lereng), jenis tanah, dan ada atau tidaknya hujan yang terjadi sebelumnya (kadar
air tanah sebelum terjadinya hujan). Sedangkan jumlah dan kecepatan limpasan permukaan
bergantung kepada luas areal tangkapan, koefisien run off dan intensitas hujan maksimum.
Limpasan permukaan dengan jumlah dan kecepatan yang besar sering menyebapkan
pemindahan atau pengangkutan massa tanah secara besar-besaran dan berujung pada
terjadinya musibah banjir di daerah yang rendah, terutama daerah yang merupakan dataran
banjir (flood plain).
Pendugaan limpasan permukaan bergantung pada tiga faktor yakni :
1. Jumlah maksimum curah hujan per satuan waktu (intensitas maksimum)
2. Curah hujan yang menjadi limpasan permukaan (nilai faktor limpasan permukaan).
Besarnya nilai faktor ini bergantung kepada topografi, kemiringan lereng, tekstur
tanah, dan juga bergantung kepada tipe penutupan tanah serta pengelolaannya
3. Luas areal tangkapan (catchment area).

Dalam pendugaan laju puncak limpasan permukaan setidaknya ada tiga metode yang
umum digunakan yakni, metode Rasional, metode Cook, dan metode USSCS (Biro
Pelayanan Konservasi Tanah Amerika). Metode Rasional merupakan rumus empiris yang
paling tua dan sering digunakan (Suripin 2004)

Q (m3/dt) = 0,278 C x I x A
Dimana :
C= Koefisien limpasan
I = intensitas maksimum (mm/jam)
A= luas areal (hektare)

Hasil pendugaan ini nantinya dijadikan acuan dalam membuat saluran drainase agar
kapasitasnya melebihi potensi banjir yang dapat terjadi (debit banjir maksimum

G. Analisis kebutuhan system air limpasan


Limpasan Air Permukaan (Run off)
Limpasan adalah apabila intesitas hujannya jatuh disuatu DAS melebihi kapasitas
ilfiltrasi, setelah laju ilfiltrasi terpenuhi air akan mengisi cekungan, selanjutnya air akan
mengalir (melimpas) diatas permukaan tanah. Faktor utama yang mempengaruhi besarnya
limpasan adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah dan intesitas hujan
 Sistem Jaringan Drainase
Sistem jaringan drainase merupakan bagian dari infrastruktur pada suatu kawasan,
drainase masuk pada kelompok infrastruktur air pada pengelompokan infrastruktur
wilayah, selain itu ada kelompok jalan, kelompok sarana transportasi, kelompok
pengolahan limbah, bangunan kota, kelompok energi dan kelompok telekomunikasi
(Suripin, 2004).
Bagian infrastruktur (sistem drainase) dapat didefinisikan sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari
suatu kawasan atau lahan. Bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima
(interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor
drain), saluran induk (main drain) dan badan air penerima (receiving waters). Di
sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya, seperti gorong-gorong, siphon,
jembatan air, pelimpah, pintu-pintu air, bangunan terjun, kolam tando dan stasiun pompa.
Pada sistem drainase yang lengkap, sebelum masuk ke badan air, penerima air diolah
dahulu pada instalasi pengolahan air limbah (IPAL), khususnya untuk sistem tercampur.
Hanya air yang telah memiliki baku mutu tertentu yang dimasukkan kedalam badan air
penerima biasanya sungai, sehingga tidak merusak lingkungan (Suripin, 2004).
1. Sistem Drainase Mayor
Sistem drainase mayor yaitu sistem saluran yang menampung dan mengalirkan
air dari suatu daerah tangkapan air hujan ( Catchment Area ). Pada umumnya sistem
drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem saluran pembuangan utama atau
drainase primer. Sistem jaringan ini menampung aliran yang berskala besar dan luas
seperti saluran drainase primer, kanal-kanal dan sungai. Perencanaan drainase mayor
ini umumnya dipakai dengan periode ulang antara 5-10 tahun dan topografi yang
detail diperlukan dalam perencanaan sistem ini.
2. Sistem Drainase Mikro
Sistem drainase mikro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase
yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan. Secara
keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran disepanjang
sisi jalan, saluran/selokan air hujan di sekitar bangunan, gorong-gorong, saluran
drainase kota dan lain sebagainya, dimana debit air yang dapat ditampung tidak terlalu
besar. (Allafa, 2008)
Pada umumnya drainase mikro ini direncanakan untuk hujan dengan masa ulang
2, 5 atau 10 tahun tergantung pada tata guna lahan yang ada. Sistem drainase untuk
lingkungan permukiman lebih cenderung sebagai sistem drainase mikro.
DAFTAR PUSTAKA

SK Mentri PU No. 233 Tahun 1987

(Allafa, 2008) air bersih.

Hadi Hardjaja (1997) sistem drainase

Suripin (2004) Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan

Alhiedjamal. 2016. Makalah Drainase Perkotaan.


https://alhiedjamal.wordpress.com/2016/09/14/27/ diakse pada Jum’at, 4 oktober 2019

Besta’s Blog. 2016. Drainase. http://bestananda.blogspot.com/2016/02/drainase.html diakses


pada selasa, 08 oktober 2019

D. Ir. Suripin, M.Eng. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan


http://www.ampl.or.id/digilib/read/Sejarah-Perkembangan-Drainase-Perkotaan/4997 diakses
pada sabtu, 05 oktober 2019

Lorens. 2013. Menduga Limpasan Permukaan dengan Metode Rasional.


http://lorenskambuaya.blogspot.com/2013/11/menduga-limpasan-permukaan-dengan.html
diakses pada sabtu, 05 oktober 2019

Mega dinda larasari. 2018. Pengertian, Jenis, Dampak, dan Pengendalian Banjir.
https://foresteract.com/banjir/3/ diakses pada jum’at, 4 oktober 2019

Suryadi Sutedja.2018. METODE RASIONAL. METODE RASIONAL Limpasan (Runoff)


Dalam siklus hidrologi, bahwa air hujan yang jatuh dari atmosfer sebelum air dapat mengalir di.
https://slideplayer.info/slide/13073246/ diakses pada sabtu, 05 oktober 2019

Wikipedia. 2019. Drainase. https://id.wikipedia.org/wiki/Drainase diakses pada Jum’at, 4


oktober 2019
JOB DESK
DEDY RIZALDY - Definisi, jenis dan hirarki drainase dan
pengendalian banjir
F231 18 006

MUH SYAHRADI - Perkembangan sistem drainase dan


PRASTAWA pengendalian banjir

F231 18 061

ALIF INSAN - Pengaruh perkembangan kawasan fisik


KAMIL S ruang terhadap sistem drainase

F231 18 149

DEVITHA SARI L
- Analisis potensi debit limpasan
F231 18 083

DONI JUAN R - Analisis kebutuhan sistem pelimpasan air

F231 18 040
Daftar Pertanyaan

1. Kelompok 1 : Muh Fiqram S


Mengapa harus dilakukan analisis debit limpasan, dan disebutkan faktor
pendugaan limpasan?

2. Kelompok 2 : Khira Fhitryah


Apakah diKota Palu sudah menggunakan sistem drainase multiguna? Kalau
ada jelaskan!

3. Kelompok 3 : Andhika Pratama Putra J Day


Syarat-syarat pembuatan drainase jalan?

4. Kelompok 4 : Ahmad Mujahid


Jelaskan kebijakan atau rencana induk pemerintah terhadap penanggulangan
banjir!

5. Kelompok 6 : Ahmad Trenady yudha


Sebutkan Perbedaan spesifik tentang drainase mayor dan minor?

6. Kelompok 7 : Geon Karunia Tobigo


Bagaimana kriteria drainase yang tepat yang dibangun diwilayah kota yang
terdiri dari banyak bangunan?

7. Kelompok 8 : Mugni Latifah


Apa yang dimaksud dengan koefisien limpasan intensitas curah hujan dan
luas arealnya?

8. Kelompok 9 : Andres Miswar


Jelaskan permasalahan drainase dikota palu?

9. Kelompok 10 : Frengki Werokati


Apakah dikota palu sudah diterapkan drainase mayor dan minor? Kalau ada
jelaskan!

Anda mungkin juga menyukai