TINJAUAN PUSTAKA
4
suku bangsa, ilmu drainase akhirnya harus ikut tumbuh dan berkembang
sesuai dengan perubahan tata nilai yang berlangsung dilingkungannya.
5
instalasi listrik dan telekomunikasi, pelabuhan udara, pelabuhan laut/sungai
serta tempat lainnya yang merupakan bagian dari sarana kota.
Kebutuhan terhadap drainase berawal dari kebutuhan air untuk kehidupan
manusia, dimana manusia memanfaatkan sungai untuk kebutuhan rumah
tangga, pertanian, peternakan, industry, dll. Untuk kebutuhan rumah tangga
menghasilkan air kotor yang perlu dialirkan dan juga dengan bertambahnya
pengetahuan manusia mengenal industri yang juga menghasilkan limbah
yang harus dialirkan. Pada musim hujan terjadi kelebihan air berupa
limpasan permukaan yang sering menyebabkan banjir sehingga manusia
mulai berpikir akan kebutuhan system saluran yang dapat mengalirkan air
berlebih sehingga berkembang menjadi ilmu drainase.
Sumber air yang dialirkan oleh drainase adalah :
1. Air hujan
2. Air limbah pemukiman ( rumah tangga, fasilitas umum, dll )
3. Air limbah industry
6
2.3 Jenis Drainase
Jenis Drainase sangat bermacam – macam terdiri atas :
2.3.1 Drainase Berdasarkan Cara Terbentuknya
Jenis drainase ditinjau berdasarkan dari cara terbentuknya, dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Drainase alamiah (natural drainage)
Drainase alamiah terbentuk melalui proses alamiah yang
berlangsung lama. Saluran drainase alamiah terbentuk akibat gerusan air
sesuai dengan kontur tanah. Drainase alamiah ini terbentuk pada kondisi
tanah yang cukup kemiringannya, sehingga air akan mengalir dengan
sendirinya dan masuk ke sungai. Umumnya drainase alamiah ini berupa
sungai beserta anak-anak sungai yang membentuk suatu jaringan alur
sungai.
7
Gambar 2.1 Drainase Alamiah
8
Drainase dengan system jaringan adalah suatu system pengaliran air
pada suatu kawasan yang dilakukan dengan mengalirkan system tata
saluran dengan bangunan sebagai pelengkapnya.
1. Drainase perkotaan
Drainase perkotaan adalah pengaliran air dari wilayah perkotaan ke
sungai yang melintasi wilayah tersebut sehingga wilayah perkotaan tidak
digenangi air.
2. Drainase daerah pertanian
Drainase daerah pertanian adalah pengaliran air di daerah pertanian
baik di persawahan maupun sekitarnya yang bertujuan untuk mencegah
kelebihan air agar pertumbuhan tanaman tidak terganggu.
3. Drainase lapangan terbang
Drainase lapangan terbang adalah pengaliran air dikawasan
lapangan terbang terutama pada landasan pacu (runway). Pada lapangan
terbang, drainase juga bertujuan untuk keselamatan penerbangan,
terutama pada saat landing dan take off yang apabila tergenang air dapat
mengakibatkan tergelincirnya pesawat.
4. Drainase jalan raya
Drainase jalan raya adalah pengaliran air di permukaan jalan yang
bertujuan untuk menghindari kerusakan pada badan jalan dan mengurangi
kecelakaan lalu lintas. Drainase pada jalan raya biasanya berupa saluran
9
pada sisi kiri dan kanan jalan serta gorong-gorong yang melintas dibawah
badan jalan.
10
1. Drainase permukaan tanah (surface drainage)
Drainase permukaan tanah adalah system drainase yang salurannya
berada di permukaan tanah, dimana pengaliran air terjadi karena adanya
beda tinggi permukaan saluran.
2. Drainase bawah permukaan tanah (subsurface drainage)
Drainase bawah permukaan tanah adalah system drainase yang
dialirkan dibawah permukaan tanah, karena pada suatu daerah yang tidak
memungkinkan untuk mengalirkan air diatas permukaan tanah.
11
2.4 Pola Jaringan Drainase
Pola jaringan drainase terdiri dari beberapa saluran yang saling
berhubungan sehingga membentuk suatu pola jaringan. Bentuk pola jaringan
drainase dibedakan sebagai berikut :
1. Pola siku
Pola siku adalah pola dimana pertemuan antara saluran cabang dan
saluran utama membentuk siku-siku. Saluran ini biasanya dibuat pada
daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi daripada sungai,
dimana sungai merupakan saluran pembuang utama yang berada ditengah
kota.
2. Pola Paralel
Pola paralel adalah pola dimana saluran cabang sejajar dengan
saluran utama yang pada bagian akhir saluran cabang dibelokkan menuju
saluran utama.
Saluran cabang
Saluran cabang
Saluran
utama
12
Gambar 2.6 Pola Jaringan Paralel
Saluran Cabang
Saluran
utama
Saluran Pengumpul
4. Pola Alamiah
Pola alamiah adalah pola yang hampir sama dengan pola siku, dimana
saluran utama berada ditengah kota, namun pola jaringan ini tidak harus
berbentuk siku.
Saluran Cabang
Saluran Utama
Saluran Cabang
Gambar 2.8 Pola Jaringan Alamiah
5. Pola Radial
13
Pola radial adalah pola jaringan drainase yang mengalirkan air dari
pusat sumber air ke berbagai arah. Pola ini cocok digunakan pada daerah
yang berbukit.
1. Saluran interseptor
Saluran interceptor adalah saluran yang berfungsi sebagai pencegah
terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lain di
bawahnya. Saluran ini biasanya dibangun dan diletakkan pada bagian
sejajar dengan kontur atau garis ketinggian topografi. Outlet dari saluran
ini biasanya berada pada saluran kolektor atau konveyor atau langsung
pada saluran alamiah / sungai.
+ 90
+ 80
+ 70
Saluran
Interseptor + 60
14
Gambar 2.10 Posisi Saluran Interseptor
2. Saluran Kolektor
Saluran kolektor merupakan saluran yang berfungsi sebagai
pengumpul aliran dari saluran yang lebih kecil, misalnya saluran
interseptor. Outlet saluran ini berada pada saluran konveyor atau
langsung ke sungai. Letak saluran kolektor ini dibagian terendah
lembah dari suatu daerah sehingga secara efektif dapat berfungsi
sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang ada.
Saluran Kolektor
+ 90
+ 80
Saluran Interseptor
+ 70
+ 60
3. Saluran Konveyor
Saluran konveyor merupakan saluran yang berfungsi sebagai saluran
pembawa seluruh air buangan dari suatu daerah kelokasi pembuangan,
misalnya ke sungai tanpa membahayakan daerah yang dilaluinya.
Letaknya boleh seperti saluran interseptor atau kolektor.
Daerah Genangan
+ 90
+ 80
+ 70
+ 60
Laut 15
Gambar 2.12 Posisi Saluran Konveyor
16
Gambar 2.13 Diagram Perencanaan Saluran Drainase
17
topografi rata atau datar, alat penakar tersebar merata, dan harga
individual curah hujan tidak terlalu jauh dari harga rata-rata. Hujan
kawasan diperoleh dari persamaan:
P 1+ P 2+ P 3+…+ Pn i=l
∑ Pi
P= =
n n
Dimana:
P1,P2,...Pn = Curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1,2,..n
n = Banyaknya pos penakar hujan
2. Poligon Thissen
Metode ini dikenal juga sebagai metode rata-rata timbang (weighted
mean). Cara ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos
penakar hujan untuk mengakomodasikan ketidakseragaman jarak.
Daerah pengaruh dibentuk dengan menggambarkan garis-garis
sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua pos
penakar terdekat. Diasumsikan bahwa variasi hujan antara pos yang
satu dengan yang lainnya adalah linier dan bahwa sembarang pos
dianggap dapat mewakili kawasan terdekat.
Hasil metode polygon Thissen lebih akurat dibandingkan dengan
metode rata-rata aljabar. Cara ini cocok untuk daerah datar dengan
luas 500 – 5000 km2 dan jumlah pos penakar hujan terbatas
dibandingkan luasnya. Hujan rata-rata DAS dapat dihitung dengan
persamaan:
n
∑ Pi . Ai
P 1. A 1+ P 2. A 2+ P 3. A 3+ …+ Pn. An i=l
P= =
A 1+ A 2+ …+ An n
∑n
i=l
Dimana:
18
P1,P2,...Pn = Curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan
1,2,...n
A1,A2,...An = Luas area poligon
n = Banyaknya pos penakar hujan.
3. Isohyet
Metode ini merupakan metode yang paling akurat untuk
menentukan hujan rata-rata, namun diperlukan keahlian dan
pengalaman. Cara ini memperhitungkan secara aktual pengaruh
tiap-tiap pos penakar hujan. Metode isohyet cocok untuk daerah
berbukit dan tidak teratur dengan luas lebih dari 5000 km2.
Hujan rata-rata DAS dihitung dengan persamaan berikut:
( P1+2 P 2 )+ A 2( P2+2 P 3 )+ A ( )
P + Pn
n −1
A1 n−1
2
P=
A 1+ A 2+ …+ A n−1
Atau P
¿
∑ [ A ( P 1+2 P 2 )]
∑A
Dimana:
P1,P2,...Pn = Curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan
A1,A2,...An = Luas area poligon
n = Banyaknya pos penakar hujan.
No Distribusi Persyaratan
19
1 Normal ( X ± S ) = 68,27 %
( X ± 2 S ) = 95,44 %
Cs ≈ 0
Ck ≈ 3
3 Gumbel Cs = 1,14
Ck = 5,4
4 Log person III Jika tidak ada hasil hitungan yang sama
atau mendekati persyaratan diatas
Dari tabel diatas bisa dilihat persyaratan nilai yang menjadi acuan
untuk menentukan jenis distribusi yang akan digunakan. Jika hasil
perhitungan yang diperoleh sama atau mendekati persyaratan diatas, maka
bisa digunakan jenis distribusi yang sesuai (normal, gumbel atau log
normal). Tetapi jika hasil perhitungan yang diperoleh tidak mendekati
persyaratan diatas, maka bisa menggunakan log person III .
Cv = Koefisien variasi
20
S = Standar deviasi
X = Rata-rata hitung
Semakin besar nilai koefisien variasi, berarti datanya kurang merata
(heterogen), dan jika semakin kecil berarti datanya semakin merata
(homogen).
Keterangan:
Cs = Koefisien kemecengan
S = Standar deviasi
X = Rata-rata hitung
n = Jumlah data
Kurva distribusi yang berbentuk simetri, maka Cs = 0. Kurva
distribusi yang bentuknya meceng kekanan maka Cs besar dari nol,
sedangkan yang berbentuk meceng kekiri maka Cs kurang dari nol.
21
distribusi normal. Koefisien kurtosis digunakan untuk menentukan
keruncingan kurva distribusi, dan dapat dirumuskan sebagai berikut:
n . ∑ ( X −X )4
Ck=
( n−1 )( n−2 ) S 4
Keterangan:
Ck = Koefisien kurtosis
S = Standar deviasi
X = Rata-rata hitung
n = Jumlah data
Bila Ck = 3, disebut dengan distribusi yang mesokurtis, artinya puncaknya
tidak begitu runcing dan tidak begitu datar, serta berbentuk distribusi
normal. Ck > 3 disebut dengan distribusi yang leptokurtis, artinya
puncaknya sangat runcing. Ck < 3, disebut dengan distribusi yang
platikurtis, artinya puncaknya lebih datar.
i=1 Ei
Dimana:
χh2 = Parameter chi-kuadrat terhitung
Oi = Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke i
Ei = Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke i
Ei=∑ f × probabilitas
Nilai Ei diperoleh dengan cara ekspaktasi dari kurva normal. Kurva
normal dalam statistik biasanya sudah didekati dengan nilai tabel distribusi
22
normal yang berisi luas area yang dibatasi oleh rerata dan standar deviasi
dan ditandai oleh simbol y
Nilai y didekati dengan persamaan:
X −X
y=
S
Dimana:
Y = Luas area
X = Batas bawah kelas
X = Nilai rata-rata sampel
S = Standar deviasi
Untuk menentukan probabilitas antara y digunakan tabel y
(distribusi probabilitas normal standar) yang dapat dilihat pada tabel 2.3.
Derajat nyata atau derajat kepercayaan (α) tertentu yang sering
diambil adalah 5 %. Derajat kebebasan dihitung dengan rumus:
Dk = K – (p + 1)
K = 1 + 3,3log n
Keterangan:
Dk = Derajat kebebasan
P = Banyaknya parameter, untuk uji Chi-Kuadrat adalah 2
K = Jumlah kelas distribusi
n = Banyak data.
23
1. Berdasarkan histogram data curah hujan
1. Buatlah histogram data curah hujan
2. Menentukan nilai probabilitas titik y
3. Menentukan probabilitas antara y
4. Menghitung derajat kebebasan (Dk) dan χh2
5. Perhitungan nilai χ2
6. Bandingkan nilai χ2 dan χh2
2. Berdasarkan distribusi frekuensi (normal, log person III dan gumbel)
1. Urutkan data dari besar ke kecil atau sebaliknya
1 Menghitung jumlah kelas
3. Menghitung derajat kebebasan (Dk) dan χh2
4. Menghitung kelas distribusi
5. Menghitung interval kelas
6. Perhitungan nilai χ2
7. Bandingkan nilai χ2 dan χh2
24
25
(Sumber: Suripin, 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan)
Tabel 2.4 Nilai Kritis Untuk Distribusi Chi-Kuadrat (Uji Satu Sisi)
26
1.7.5 Periode Ulang Hujan
Periode ulang hujan adalah waktu berulang kembali suatu keadaan
sifat-sifat jatuhnya hujan. Setiap periode ulang hujan yang berbeda, air yang
dicurahkan hujan pun berbeda.
Melihat dari posisinya dapat dianggap bahwa sistem drainase dapat
dibedakan menjadi tiga sistem drainase yang terdiri dari sistem primer,
sekunder dan tersier.
Sistem drainase tersier adalah bagian sistem yang terdiri dari street
gutter, saluran tepi jalan, parit, dll. Debit aliran saluran ini mempunyai PUH
2 atau 5 tahun, tergantung pada tata guna tanahnya. Sistem drainase
sekunder terdiri dari saluran dan parit yang meneruskan aliran dari saluran
tersier. Saluran tersier dapat mempunyai PUH 5 atau 10 tahun.
27
Saluran primer ketentuannya akan dibuat untuk meminimalkan
kerusakan umum dan untuk mencegah hilangnya kehidupan dari akibat
limpasan banjir PUH 100 tahun. Pengamanan banjir untuk debit seperti ini
akan mengarah kepada dimensi sistem yang sangat besar dan selanjutnya
menyebabkan biaya yang tinggi. Umumnya saluran primer didesain untuk
mengamankan debit aliran untuk PUH 10 sampai 20 tahun.
Besarnya PUH untuk perencanaan drainase dan perlengkapannya dapat
dilihat pada tabel 2.5 berikut:
Tabel 2.5 PUH Untuk Perencanaan Saluran Drainase Kota dan Bangunan
28
No Distribusi PUH (Tahun)
b. Resiko kecil 5
c. Resiko Besar 10
Atau
a. Luas DAS 25-50 ha 5
b. Luas DAS 50-100 ha 5-10
c. Luas DAS 100-1300 ha 10-25
d. Luas DAS 1300-6500 ha 25-50
5 Pengendalian banjir mikro 100
6 Gorong-gorong
a. Jalan raya biasa 10
b. Jalan bypass 25
c. Freeway 50
7 Saluran tepian
a. Jalan raya biasa 5-10
b. Jalan bypass 10-25
c. Freeway 25-50
(Sumber: Soewarno, 1995)
29
Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi gauss.
Besarnya curah hujan harian maksimum yang terjadi dalam suatu PUH
X T =X +s K T
Dengan:
XT : Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang
X : Nilai rata-rata hitung variat
S : Deviasi standar nilai variat
KT : Faktor frekuensi
√
n
∑ ( X i −X )2
i=1
s=
n−1
Faktor frekuensi merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan
tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis
peluang.
30
7. 1,330 0,750 -0,67
X=
∑X
n
2. Hitung nilai deviasi standar dari X
S=
√ ∑ ( Xi−X )2
n−1
3. Mencari faktor frekuensi (KT) dari tabel nilai vriabel reduksi gauss
31
4. Curah hujan maksimum untuk berbagai periode ulang.
X T = X+ K T . S
2. Metoda Log Person III
Parameter-parameter statistic yang diperlukan untuk distribusi Log
Person III adalah :
Bentuk kumulatif dari distribusi log Person III dengan nilai variatnya
X apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan merupakan
model matematik persamaan garis lurus. Persamaan garis lurusnya adalah
: Y = Y− k . S
Dimana :
Y
= nilai rata-rata dari Y
n
∑ log X i
i=1
log x=
n
√
n
∑ ( log X i −log X )2
i=1
S=
n−1
32
n
n . ∑ ( log X i−log X )3
i=1
Cs=
( n−1 ) ( n−2 ) ( S log X )3
Dimana :
X
= rata-rata Xi
n = banyaknya data
Besarnya curah hujan harian maksimum yang terjadi dalam suatu PUH
Log X = log Xi + K x S
√
n
∑ ( log X i −log X )2
i=1
S=
n−1
33
n
n . ∑ ( log X i−log X )3
i=1
Cs=
( n−1 ) ( n−2 ) ( S log X )3
34
-0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,540
-0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2,400
-0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 2,016 2,275
-0,7 0,116 0,857 1,183 1,448 1,663 1,806 1,926 2,150
-0,8 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733 1,837 2,035
-0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749 1,910
-1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,880 1,664 1,800
-1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501 1,625
-1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,318 1,318 1,351 1,465
-1,6 0,254 0,817 0,994 1,116 1,197 1,197 1,216 1,280
-1,8 0,282 0,799 0,945 1,035 1,087 1,087 1,097 1,130
-2,0 0,307 0,777 0,895 0,959 0,990 0,990 0,995 1,000
-2,2 0,330 0,751 0,844 0,888 0,905 0,905 0,907 0,910
-2,5 0,360 0,711 0,771 0,793 0,799 0,799 0,800 0,802
-3,0 0,396 0,636 0,661 0,666 0,666 0,667 0,667 0,668
(Sumber: Suripin, 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan)
3. Metoda Gumbell
Tujuan teori statistic nilai-nilai ekstrim adalah untuk
menganalisis hasil pengamatan nilai-nilai ekstrim tersebut untuk
memperkirakan nilai-nilai ekstrim berikutnya.
Gumbel menggunakan harga ekstrim untuk menunjukkan
bahwa dalam deret harga-harga ekstrim X1, X2, X3,….Xn
mempunyai fungsi distribusi eksponial ganda.
−a ( X −b )
P( X )=e−e
Jika diambil Y = a (X-b), maka rumus…….
−y
P( X )=e−e
Dengan :
e = bilangan alam = 2.7182818
Y = reduced variate
1
T r ( X )=
1−P( X ) 35
antara dua pengamatan konstan, maka waktu baliknya dapat dinyatakan
sebagai berikut :
K = Faktor frekuensi
Rumus :
X =X +S. K
Dengan:
S = Standar deviasi
Dengan :
YT = reduced variable
36
√
n
∑ ( X i −X )2
i=1
s=
n−1
T Reduced
(Sumber: Suripin, (Tahun) Variate 2004. Sistem Drainase
Perkotaan yang 2 0,36651 Berkelanjutan)
5 1,99400
Tabel 2.9 Hubungan 10 2,25037 Reduced Mean (Yn)
N Yn N 20 Yn 2,97019
N Yn N Yn
10 0.4952 34 50
0.5296 3,90194
58 0.5515 82 0.5572
11 0.4996 35 100
0.5402 4,60015
59 0.5518 83 0.5574
12 0.5053 36 200
0.5410 5,29561
60 0.5521 84 0.5576
13 0.5070 37 0.5418
500 61
6,21361 0.5524 85 0.5578
14 0.5100 38 1000
0.5424 62
6,90726 0.5527 86 0.5580
15 0.5157 39 2000
0.5430 63
7,60065 0.5530 87 0.5581
16 0.5128 40 5000
0.5436 64
8,51709 0.5533 88 0.5583
37
29 0.5353 53 0.5497 77 0.5563
N Sn N Sn N Sn N Sn
10 0,9496 34 1,1255 58 1,1721 82 1,1953
X=
∑X
n
2. Tentukan Standar deviasinya
S=
√ ∑ ( x 1−x )2
n−1
3. Dengan banyak data seharga n, maka didapat harga Sn dari table 3.4
dan harga Yn dari table 3.3
4. Menentukan nilai K Y T −Y n
K=
Sn
5. Curah hujan harian maksimum untuk berbagai periode
X =X +S. K
tc
td
39
Lamanya waktu melimpah dipermukaan tanah, didekati dengan persamaan:
( )
1 /6
2 nd
¿= × 3,28× L×
3 √ So
Dimana:
to = Waktu limpasan (menit)
L = Panjang limpasan
So = Kemiringan daerah limpasan (%)
nd = Nilai kekasaran permukaan tanah, terdapat pada tabel 2.11
Untuk besarnya time off flow (td) dihitung berdasarkan karakteristik hidrolis
didalam saluran. Rumus pemdekatan untuk menghitung td adalah:
Dimana:
td = Waktu yang diperlukan air untuk mengalir dalam saluran (menit)
60 = Angka konversi, 1 menit = 60 detik
Ld = Panjang saluran (m)
Vd = Kecepatan rata-rata dalam saluran (m/detik).
No
Keadaan Permukaan Tanah Nd
.
40
Lapangan dengan rumput jarang, ladang dan tanah
4. 0.20
lapang kosong dengan permukaan cukup besar
6. Hutan 0,60
Kecepatan aliran
Kemiringan rata-rata dasar
rata-rata ( V)
saluran ( S ) ( % )
( m/detik )
0–1 0.4
1–2 0.6
2–4 0.9
4–6 1.2
6 – 10 1.5
10 – 15 2.4
41
1.7.8 Analisis Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi
hujan atau volume hujan setiap satuan waktu. Besarnya intensitas hujan
berbeda-beda, tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi
kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisis data
hujan baik secara statistik maupun secara empiris. Intensitas hujan dapat
juga diartikan sebagai ketinggian hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu
air hujan terkosentrasi. Biasanya intensitas hujan dihubungkan dengan durasi
hujan jangka pendek, misalnya 5 menit, 30 menit, 60 menit, dll. Data curah
hujan jangka pendek ini habya dapat diperoleh dengan menggunakan alat
pencatat hujan otomatis.
Di Indonesia alat ini sangat sedikit dan jarang. Alat yang banyak
digunakan adalah pencatat hujan biasa yang mengukur hujan 24 jam atau
disebut hujan harian. Apabila yang tersedia hanya data hujan harian, maka
intensitas hujan dapat diestimasi dengan rumus mononobe yang telah
dimodifikasi seperti berikut:
Mononobe :
( )
2 /3
R 24 24
I=
24 t
Dimana:
I = Intensitas hujan (mm/jam)
Rt = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
t = Waktu konsentrasi (jam)
Karena intensitas hujan tidak dapat kita tentukan atau kita atur karena
hujan terjadi secara alamiah, namun kita dapat melakukan perkiraan
berdasarkan pencatatan data-data hujan sebelumnya, maka dalam mendesain
bangunan-bangunan air, kita dapat memperkirakan hujan rencana
berdasarkan periode ulangnya.
Penentuan intensitas hujan untuk perencanaan saluran, termasuk dalam
suatu pemikiran terhadap faktor:
42
1. Periode ulang hujan rata-rata yang diperoleh
2. Karakteristik intensitas durasi pada frekuensi terpilih
3. Waktu konsentrasi.
2. Kemiringan tanah
Yaitu semakin besar kemiringan tanah, aliran akan semakin cepat
sehingga kesempatan berinfiltrasi lebih sedikit di banding limpasan dan
koefisien aliran ( C ) semakin besar.
3. Struktur tanah
Yaitu berhubungan dengan porisitas tanah yang dipengaruhi ukuran
butirnya, dimana semakin besar porisitas tanahnya maka semakin banyak
yang dapat berinfiltrasi sehingga koefisien aliran semakin kecil.
4. Kelembaban tanah
Jika kadar kelembapan lapisan teratas tinggi maka kemampuan
berinfiltrasi kecil karena kejenuhan tanah meningkat dan koefisien aliran
semakin besar.
43
yang berbeda – beda, maka koefisien pengaliran ditetapkan dengan
mengambil rata – rata berdasarkan bobot luas.
Cr=
∑ ( Ci× Ai )
∑ Ai
Dimana : Cr = harga rata – rata koefisien pengaliran
2 Pemukiman
- Keluarga tunggal 0,30-0,50
25 rumah / ha 0,65-0,75
30 rumah / ha 0,75-0,85
3 Industry
- Ringan 0,50-0,80
- Berat 0,60-0,90
44
No Untuk daerah / permukaan C
4 Taman,kuburan,hutan lindung 0,10-0,30
8 Jalan
- Aspal 0,70-0,95
- Beton 0,80-0,95
- Bata 0,70-0,85
10 Atap 0,75-0,95
45
1 Jalur Lalu Lintas
- Jalan Aspal 0,70-0,95
- Jalan Kerikil 0,50-0,70
5 Atap 0,75-0,95
Tanah Lapangan 0,20-0,40
Taman dipenuhi rumput dan pepohonan 0,10-0,25
Daerah Pegunungan Datar 0,30
Daerah Pegunungan Curam 0,50
6 Sawah 0,70-0,80
Ladang 0,10-0,30
(Sumber: Dari JICA, Text Book Series no.54,177)
1. Tata guna tanah pada masa kini dan pengembangan pada masa
mendatang.
2. Karakteristik tanah dan bangunan di atasnya.
3. Kemiringan tanah dan bentuk daerah pengaliran.
46
1.7.11 Kapasitas Pengaliran
Besarnya kapasitas pengaliran air hujan diatas permukaan tanah
kesaluran ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Luas permukaan daerah aliran
2. Jenis/karakteristik permukaan tanah
3. Durasi/intensitas hujan yang terjadi
4. Nilai koefisien pengaliran dan sebagainya.
Kapasitas pengaliran tersebut diperkirakan dengan metode rasional
dan metode rasional yang dimodifikasi. Untuk luas daerah pengaliran yang
lebih kecil dari 13 km2 digunakan metode rasional biasa, sedangkan untuk
daerah pengaliran yang lebih besar dari 13 km2 digunakan metode rasional
yang dimodifikasi dengan perhitungan efek penampungan saluran (Storage
Coefficient).
Rumus metode rasional yang digunakan untuk luas daerah pengaliran
yang lebih kecil dari 13 km2 adalah sebagai berikut:
Q = F.C.I.A
Dimana:
Q = Kapasitas pengaliran (m3/detik)
F = 1/360
C = Koefisien pengaliran
I = Intensitas hujan (mm/jam)
A = Luas daerah aliran (ha)
47
deansing dan kecepatanan maksimum yang diperbolehkan agar konstruksi
saluran tetap aman. Besarnya kecepatan aliran dalam saluran tergantung
pada bahan saluran yang digunakan, kondisi fisik dan sifat – sifat hidrolis.
(Sumber : DPU, Bahan Training untuk Sistem Drainase, Cipta Karya, 1985)
Harga kecepatan untuk kedalaman air lebih besar dari 1 meter besar
kecepatan dapat diperbesar dengan factor koreksi, sedangkan bila terjadi
belokan harus diperkecil. Untuk kedalaman yang lebih kecil dari 1 meter
kecepatan harus diperkecil. Faktor koreksi dari kecepatan maksimum yang
48
diizinkan untuk berbagai kedalaman air terdapat pada tabel 2.16 dan untuk
saluran lengkung terdapat pada tabel 2.17.
Tabel 2.16 Faktor Koreksi dari Kecepatan Maksimum yang Diperbolehkan untuk
Berbagai Kedalaman Air.
0,30 0,80
0,50 0,90
0,75 0,95
1,00 1,00
1,50 1,10
2,00 1,15
2,50 1,20
3,00 1,25
Tabel 2.17 Faktor Koreksi untuk Kecepatan Maksimum yang Diizinkan pada
Saluran Lengkungan / Belokan
1 Lurus 1,00
49
2 Sedikit berbelok α < 22,5º 0,95
( )
2
nV
S=
R
n = koefisien Manning
50
Besarnya kemiringan yang dianjurkan sesuai dengan bahan saluran. Hal ini
dapat dilihat dari tabel 2.18 berikut:
Tabel 2.18 Kemiringan Dinding Saluran yang Dianjurkan Sesuai Dengan Bahan
yang Digunakan
3 Lempung keras / tanah dengan lapisan beton 0,50 : 1,00 – 1,00 : 1,00
Saluran besar
51
US Bureau of Reclamation menyarankan suatu taksiran awal bagi
ambang bebas yang diperlukan pada keadaan biasa dapat dilakukan dengan
pendekatan persamaan:
C= koefisien untuk :
1. Persegi empat
Saluran persegi empat berguna untuk menyalurkan limbah air hujan
dengan Q besar yang sifat alirannya terus menerus dengan fluktuasi kecil
dan biasanya digunakan pada daearah yang tidak/kurang tersedia lahan.
Rumus untuk saluran dengan penampang berbentuk persegi panjang
yang ekonomis adalah :
Q=V.A
2 1
1
V = x R 3 x S2
n
A = b .h
R = h/2
b = 2h
52
P = 4h
- A = Luas (m2)
- b = Lebar (m)
A = 2.h2 ; P = 2h + b = 4 h ; R = h/2
Q=V.A
53
2 1
1
V = x R 3 x S2
n
A = h2√3
R = h/2
b = 2/3 h√3
P = 2h√3
Q=V.A
54
2 1
1
V = x R 3 x S2
n
A = ½ π.h2
R = h/2
b = 2h
P = πh
- A = Luas (m2)
- b = Lebar (m)
55
3
2
Q=Cw L h
Dimana :
280
D= √S
W
Dimana :
0. 5
Q=5 , 62 . L b h ( Satuan Inggris )
0 .5
Q=3,1 . L b h ( Satuan Metrik )
Dimana :
b = tinggi lubang bangunan sadap
h = kedalaman air diatas pertengahan tinggi lubang bangunan sadap
Lubang curb inlet adalah lubang yang diletakan pada bidang depan
batu tepi dengan arah masuk yang tegak lurus pada arah aliran got tepi,
sehingga curb inlet bekerja seperti suatu pelimpah samping.
56
Lubang curb inlet hanya dapat bekerja, apabila bidang depan batu
tepi betul-betul vertikal. Air yang memasuki lubang curb inlet harus
merubah arahnya, tegak lurus pada arah semula (arah aliran got tepi).
Oleh karena itu, lubang curb inlet hanya dapat bekerja dengan baik,
apabila kemiringan melintang perkerasan jalan cukup besar. Kurva dibawah
ini menunjukan kapasitas lubang curb inlet dinyatakan dalam debit persatuan
panjang hasil eksperimen.
s
a
Besi cor
57
Kapasitas drainase dari gutter inlet bergantung pada bentuk penutup
gutter inlet, yang terdiri dari beberapa type :
58
dimana :
Besi
Pip
a
59
2.9 Kriteria Masyarakat yang dilayani
60
domestik adalah standar yang ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.
Adapun standar kebutuhan air bersih yang telah ditetapkan oleh PU
ditunjukkan oleh tabel 2.20
61
Tabel 2.21 Standar Kebutuhan Air Untuk Perumahan
Jumlah 126,9
62
Tabel 2.22 Pengunaan Air 8 Jam Per Hari
63