Anda di halaman 1dari 60

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Perkembangan Drainase


Ilmu drainase bermula tumbuh dari kemampuan manusia mengenali
lembah-lembah sungai yang mampu mendukung kehidupannya. Adapun
kebutuhan pokok tersebut berupa penyediaan air bagi keperluan rumah
tangga, pertanian, perternakan, perikanan, dll.

Dari siklus keberadaan air di suatu lokasi di mana manusia bermukim,


pada masa tertentu selalu terjadi keberadaan air secara berlebih, sehingga
mengganggu kehidupan manusia itu sendiri. Selain hal tersebut di atas,
kegiatan manusia semakin bervariasi sehingga menghasilkan limbah berupa
air buangan yang dapat mengganggu lingkungan hidupnya. Berangkat dari
kesadaran akan arti kenyamanan hidup sangat tergantung pada kondisi
lingkungan, maka orang mulai berusaha mengatur lingkungannya dengan
cara melindungi daerah pemukimannya dari kemungkinan adanya gangguan
air berlebih atau kotor.

Dari sekumpulan pengalaman terdahulu dalam lingkungan masyarakat


yang masih sederhana, ilmu drainase perkotaan dipelajari oleh banyak
bangsa. Sebagai contoh orang Babilon mengusahakan lembah sungai Eufrat
dan Tigris sebagai lahan pertanian yang dengan demikian pasti tidak dapat
menghindari permasalahan drainase. Orang Mesir telah memanfaatkan air
sungai Nil dengan menetap di sepanjang lembah yang sekaligus rentan
terhadap gangguan banjir. Penduduk di kawasan tropika basah seperti di
Indonesia awalnya selalu tumbuh dari daerah yang berdekatan dengan
sungai, dengan demikian secara otomatis mereka pasti akan berinteraksi
dengan masalah gangguan air pada saat musim hujan secara periodik. Pada
kenyataanya mereka tetap dapat menetap di sana, dikarenakan mereka telah
mampu mengatur dan menguasai ilmu pengetahuan tentang drainase.
Terpengaruh dengan perkembangan sosial budaya suatu masyarakat atau

4
suku bangsa, ilmu drainase akhirnya harus ikut tumbuh dan berkembang
sesuai dengan perubahan tata nilai yang berlangsung dilingkungannya.

Harus diakui bahwa pertumbuhan dan perkembangan ilmu drainase


dipengarui oleh perkembangan ilmu hidrologi, hidrolika, matematika,
statika, statistika, fisika, kimia, komputasi, dan lain-lain, bahkan juga ilmu
ekonomi dan sosial sebagai ibu asuhnya pertama kali. Ketika masih
didominasi oleh ilmu hidrologi, hidrolika, mekanika tanah, ukur tanah,
matematika, pengkajian ilmu drainase masih menggunakan konsep statistika,
namun dengan demikian akrabnya hubungan ilmu drainase dengan statistika,
kesehatan, lingkungan, sosial ekonomi yang umumnya menyajikan suatu
telaah akan adanya ketidakpastian dan menuntut pendekatan masalah secara
integrasi maka ilmu drainase semakin tumbuh menjadi ilmu yang
mempunyai dinamika yang cukup tinggi.

2.2 Definisi Drainase


Menurut Suripin (2004 : 7) drainase mempunyai arti mengalirkan,
menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara
umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang
berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu
kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Dari segi bahasa, drainase berasal dari bahasa Inggris yaitu drainage
yang berarti mengalirkan, menguras, membuang atau mengalirkan air.
Drainase merupakan sebuah system yang dibuat untuk menangani persoalan
kelebihan air baik kelebihan air yang berada diatas permukaan tanah maupun
air yang berada dibawah permukaan tanah. Kelebihan air dapat disebabkan
oleh intensitas hujan yang tinggi atau durasi hujan yang lama. Secara umum
drainase didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang usaha untuk
mengurangi atau mengalirkan kelebihan air dari suatu kawasan/lahan.
Drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air di
wilayah perkotaan yang meliputi : pemukiman, kawasan industri dan
perdagangan, sekolah, rumah sakit, lapangan olahraga, lapangan parkir,

5
instalasi listrik dan telekomunikasi, pelabuhan udara, pelabuhan laut/sungai
serta tempat lainnya yang merupakan bagian dari sarana kota.
Kebutuhan terhadap drainase berawal dari kebutuhan air untuk kehidupan
manusia, dimana manusia memanfaatkan sungai untuk kebutuhan rumah
tangga, pertanian, peternakan, industry, dll. Untuk kebutuhan rumah tangga
menghasilkan air kotor yang perlu dialirkan dan juga dengan bertambahnya
pengetahuan manusia mengenal industri yang juga menghasilkan limbah
yang harus dialirkan. Pada musim hujan terjadi kelebihan air berupa
limpasan permukaan yang sering menyebabkan banjir sehingga manusia
mulai berpikir akan kebutuhan system saluran yang dapat mengalirkan air
berlebih sehingga berkembang menjadi ilmu drainase.
Sumber air yang dialirkan oleh drainase adalah :
1. Air hujan
2. Air limbah pemukiman ( rumah tangga, fasilitas umum, dll )
3. Air limbah industry

Jumlah air yang digunakan pada pemukiman berkisar 80 – 200


liter/hari/orang, ini dikonsumsi sekitar 10 – 20 % dan sisanya menjadi limbah
sekitar 80 – 90 %. Secara umum kebutuan air manusia seperti tabel 2.1
berikut:

Tabel 2.1 Standar Kebutuhan Air Menurut Departemen Pekerjaan Umum

6
2.3 Jenis Drainase
Jenis Drainase sangat bermacam – macam terdiri atas :
2.3.1 Drainase Berdasarkan Cara Terbentuknya
Jenis drainase ditinjau berdasarkan dari cara terbentuknya, dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Drainase alamiah (natural drainage)
Drainase alamiah terbentuk melalui proses alamiah yang
berlangsung lama. Saluran drainase alamiah terbentuk akibat gerusan air
sesuai dengan kontur tanah. Drainase alamiah ini terbentuk pada kondisi
tanah yang cukup kemiringannya, sehingga air akan mengalir dengan
sendirinya dan masuk ke sungai. Umumnya drainase alamiah ini berupa
sungai beserta anak-anak sungai yang membentuk suatu jaringan alur
sungai.

7
Gambar 2.1 Drainase Alamiah

Gambar 2.2 Siklus Drainase Alamiah

2. Drainase buatan (artificial drainase)


Drainase buatan adalah system drainase yang dibuat dengan
maksud tertentu dan merupakan hasil rekayasa berdasarkan perhitungan
yang dilakukan untuk melengkapi kekurangan system drainase alamiah.
Pada system drainase buatan memerlukan biaya, baik pada

perencanaannya maupun pada pembuatannya.


Gambar 2.3 Drainase Buatan
Gambar 2.4 Drainase Buatan

2.3.2 Drainase Berdasarkan Sistem Pengalirannya


Jenis drainase ditinjau berdasarkan system pengalirannya adalah
sebagai berikut :
1. Drainase dengan sistem jaringan

8
Drainase dengan system jaringan adalah suatu system pengaliran air
pada suatu kawasan yang dilakukan dengan mengalirkan system tata
saluran dengan bangunan sebagai pelengkapnya.

2. Drainase dengan sistem resapan


Drainase dengan system resapan adalah system pengaliran air yang
dilakukan dengan meresapkan air kedalam tanah. Cara resapan ini dapat
dilakukan langsung terhadap genangan air dipermukaan tanah kedalam
tanah atau melalui sumur / saluran resapan.

2.3.3 Drainase Berdasarkan Tujuan/Sasaran Pembuatannya


Jenis drainase berdasarkan dari tujuan/sasaran pembuatannya adalah
sebagai berikut :

1. Drainase perkotaan
Drainase perkotaan adalah pengaliran air dari wilayah perkotaan ke
sungai yang melintasi wilayah tersebut sehingga wilayah perkotaan tidak
digenangi air.
2. Drainase daerah pertanian
Drainase daerah pertanian adalah pengaliran air di daerah pertanian
baik di persawahan maupun sekitarnya yang bertujuan untuk mencegah
kelebihan air agar pertumbuhan tanaman tidak terganggu.
3. Drainase lapangan terbang
Drainase lapangan terbang adalah pengaliran air dikawasan
lapangan terbang terutama pada landasan pacu (runway). Pada lapangan
terbang, drainase juga bertujuan untuk keselamatan penerbangan,
terutama pada saat landing dan take off yang apabila tergenang air dapat
mengakibatkan tergelincirnya pesawat.
4. Drainase jalan raya
Drainase jalan raya adalah pengaliran air di permukaan jalan yang
bertujuan untuk menghindari kerusakan pada badan jalan dan mengurangi
kecelakaan lalu lintas. Drainase pada jalan raya biasanya berupa saluran

9
pada sisi kiri dan kanan jalan serta gorong-gorong yang melintas dibawah
badan jalan.

5. Drainase jalan kereta api


Drainase jalan kereta api adalah pengaliran air di sepanjang jalur
kereta api yang bertujuan untuk menghindari kerusakan pada jalur rel
kereta api.
6. Drainase pada tanggul dan dam
Drainase pada tanggul dan dam adalah pengaliran air di daerah sisi
luar tanggul dan dam yang bertujuan untuk mencegah keruntuhan tanggul
dan dam akibat erosi rembesan air.
7. Drainase lapangan olah raga
Drainase lapangan olah raga adalah pengaliran air pada suatu
lapangan olah raga yang bertujuan agar kegiatan olah raga tidak
terganggu meskipun hari hujan.
8. Drainase untuk keindahan kota
Drainase untuk keindahan adalah bagian dari drainase perkotaan,
namun pembuatan drainase ini lebih ditujukan pada sisi estetika seperti
tempat rekreasi dan lainnya.
9. Drainase untuk kesehatan lingkungan
Drainase kesehatan lingkungan merupakan bagian dari drainase
perkotaan, dimana pengeringan dan pengaliran air bertujuan untuk
mencegah genangan yang dapat menimbulkan wabah penyakit.
10. Drainase untuk penambahan area
Drainase untuk penambahan area adalah pengeringan atau
pengaliran air pada daerah rawa atau laut yang bertujuan sebagai upaya
untuk menambah area.

2.3.4 Drainase Berdasarkan Tata Letaknya


Jenis drainase ditinjau berdasarkan tata letaknya adalah sebagai
berikut :

10
1. Drainase permukaan tanah (surface drainage)
Drainase permukaan tanah adalah system drainase yang salurannya
berada di permukaan tanah, dimana pengaliran air terjadi karena adanya
beda tinggi permukaan saluran.
2. Drainase bawah permukaan tanah (subsurface drainage)
Drainase bawah permukaan tanah adalah system drainase yang
dialirkan dibawah permukaan tanah, karena pada suatu daerah yang tidak
memungkinkan untuk mengalirkan air diatas permukaan tanah.

2.3.5 Drainase Berdasarkan Fungsinya


Jenis drainase berdasarkan fungsinya adalah sebagai berikut :
1. Drainase single purpose
Drainase single purpose adalah drainase yang berfungsi untuk
mengalirkan satu jenis air buangan, misalnya air hujan saja atau air
limbah saja.
2. Drainase multi purpose
Drainase multi purpose adalah drainase yang berfungsi untuk
mengalirkan lebih dari satu jenis air buangan, baik secara bercampur
maupun secara bergantian.

2.3.6 Drainase Berdasarkan Konstruksinya


Jenis drainase berdasarkan konstruksinya adalah sebagai berikut :
1. Drainase saluran terbuka
Drainase saluran terbuka merupakan system saluran yang
permukaan airnya terpengaruh oleh udara luar. Saluran ini digunakan
untuk mengalirkan air hujan dan limbah yang tidak membahayakan dan
tidak mengganggu keindahan.
2. Drainase saluran tertutup
Drainase saluran tertutup merupakan system saluran yang
permukaan airnya tidak terpengaruh oleh udara luar. Saluran ini
digunakan untuk mengalirkan air limbah atau air kotor yang dapat
membahayakan dan mengganggu keindahan.

11
2.4 Pola Jaringan Drainase
Pola jaringan drainase terdiri dari beberapa saluran yang saling
berhubungan sehingga membentuk suatu pola jaringan. Bentuk pola jaringan
drainase dibedakan sebagai berikut :
1. Pola siku
Pola siku adalah pola dimana pertemuan antara saluran cabang dan
saluran utama membentuk siku-siku. Saluran ini biasanya dibuat pada
daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi daripada sungai,
dimana sungai merupakan saluran pembuang utama yang berada ditengah
kota.

Gambar 2.5 Pola Jaringan Siku

2. Pola Paralel
Pola paralel adalah pola dimana saluran cabang sejajar dengan
saluran utama yang pada bagian akhir saluran cabang dibelokkan menuju
saluran utama.
Saluran cabang
Saluran cabang

Saluran

utama
12
Gambar 2.6 Pola Jaringan Paralel

3. Pola Grid Iron


Pola grid iron merupakan pola jaringan drainase dimana saluran
utama / sungai terletak dipinggir kota, sehingga saluran-saluran cabang
dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul, kemudian baru dialirkan ke
saluran utama / sungai.

Saluran Cabang
Saluran

utama

Saluran Pengumpul

Gambar 2.7 Pola Jaringan Grid Iron

4. Pola Alamiah
Pola alamiah adalah pola yang hampir sama dengan pola siku, dimana
saluran utama berada ditengah kota, namun pola jaringan ini tidak harus
berbentuk siku.
Saluran Cabang

Saluran Utama

Saluran Cabang
Gambar 2.8 Pola Jaringan Alamiah

5. Pola Radial

13
Pola radial adalah pola jaringan drainase yang mengalirkan air dari
pusat sumber air ke berbagai arah. Pola ini cocok digunakan pada daerah
yang berbukit.

Gambar 2.9 Pola Jaringan Radial

2.5 Fungsi saluran drainase


Dalam sebuah sistem drainase, digunakan saluran sebagai pengaliran air
yang terdiri dari saluran interceptor, kolektor dan konveyor. Masing-masing
saluran mempunyai saluran yang berbeda-beda, yaitu :

1. Saluran interseptor
Saluran interceptor adalah saluran yang berfungsi sebagai pencegah
terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lain di
bawahnya. Saluran ini biasanya dibangun dan diletakkan pada bagian
sejajar dengan kontur atau garis ketinggian topografi. Outlet dari saluran
ini biasanya berada pada saluran kolektor atau konveyor atau langsung
pada saluran alamiah / sungai.

+ 90

+ 80

+ 70
Saluran
Interseptor + 60

14
Gambar 2.10 Posisi Saluran Interseptor

2. Saluran Kolektor
Saluran kolektor merupakan saluran yang berfungsi sebagai
pengumpul aliran dari saluran yang lebih kecil, misalnya saluran
interseptor. Outlet saluran ini berada pada saluran konveyor atau
langsung ke sungai. Letak saluran kolektor ini dibagian terendah
lembah dari suatu daerah sehingga secara efektif dapat berfungsi
sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang ada.

Saluran Kolektor
+ 90

+ 80

Saluran Interseptor
+ 70

+ 60

Gambar 2.11 Posisi Saluran Kolektor

3. Saluran Konveyor
Saluran konveyor merupakan saluran yang berfungsi sebagai saluran
pembawa seluruh air buangan dari suatu daerah kelokasi pembuangan,
misalnya ke sungai tanpa membahayakan daerah yang dilaluinya.
Letaknya boleh seperti saluran interseptor atau kolektor.

Daerah Genangan

+ 90

+ 80

+ 70

+ 60
Laut 15
Gambar 2.12 Posisi Saluran Konveyor

2.6 Perencanaan Drainase


Tahap- tahap yang akan digunakan dalam perencanaan saluran drainase,
dapat dilihat pada gambar 2.13 Diagram Perencanaan Saluran Drainase
berikut ini :

16
Gambar 2.13 Diagram Perencanaan Saluran Drainase

2.7 Kriteria Hidrologis


2.7.1 Hujan dan Limpasan
Hujan dan limpasan merupakan dua fenomena yang tidak dapat
dipisahkan yang saling terkait satu sama lainnya. Hujan merupakan
fenomena alam yang tidak dapat diketahui secara pasti, namun dapat
dilakukan perkiraan berdasarkan data-data hujan terdahulu.
Limpasan adalah air yang mencapai sungai tanpa mencapai
permukaan air tanah, yakni curah hujan yang dikurangi sebagian dari
infiltrasi. Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan, aliran-
aliran yang tertunda pada cekungan-cekungan, dan aliran bawah
permukaan.
Limpasan dapat dibagian dalam:
1. Air yang mengalir diatas permukaan tanah
2. Air yang mengalir dibawah permukaan tanah.

2.7.2 Analisis Hujan Rata-rata


Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan
yang terjadi hanya pada satu tempat atau titik saja. Dalam hal ini
diperlukan hujan kawasan yang diperoleh dari harga-harga curah hujan
beberapa stasiun penakar hujan yang ada didalam atau disekitar kawasan
tertentu.
Ada tiga macam cara yang umum dipakai dalam menghitung hujan
rata-rata kawasan:
1. Aljabar
Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa semua penakar hujan
mempunyai pengaruh yang setara. Cara ini cocok untuk kawasan

17
topografi rata atau datar, alat penakar tersebar merata, dan harga
individual curah hujan tidak terlalu jauh dari harga rata-rata. Hujan
kawasan diperoleh dari persamaan:

P 1+ P 2+ P 3+…+ Pn i=l
∑ Pi
P= =
n n

Dimana:
P1,P2,...Pn = Curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1,2,..n
n = Banyaknya pos penakar hujan

2. Poligon Thissen
Metode ini dikenal juga sebagai metode rata-rata timbang (weighted
mean). Cara ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos
penakar hujan untuk mengakomodasikan ketidakseragaman jarak.
Daerah pengaruh dibentuk dengan menggambarkan garis-garis
sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua pos
penakar terdekat. Diasumsikan bahwa variasi hujan antara pos yang
satu dengan yang lainnya adalah linier dan bahwa sembarang pos
dianggap dapat mewakili kawasan terdekat.
Hasil metode polygon Thissen lebih akurat dibandingkan dengan
metode rata-rata aljabar. Cara ini cocok untuk daerah datar dengan
luas 500 – 5000 km2 dan jumlah pos penakar hujan terbatas
dibandingkan luasnya. Hujan rata-rata DAS dapat dihitung dengan
persamaan:
n

∑ Pi . Ai
P 1. A 1+ P 2. A 2+ P 3. A 3+ …+ Pn. An i=l
P= =
A 1+ A 2+ …+ An n

∑n
i=l

Dimana:

18
P1,P2,...Pn = Curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan
1,2,...n
A1,A2,...An = Luas area poligon
n = Banyaknya pos penakar hujan.

3. Isohyet
Metode ini merupakan metode yang paling akurat untuk
menentukan hujan rata-rata, namun diperlukan keahlian dan
pengalaman. Cara ini memperhitungkan secara aktual pengaruh
tiap-tiap pos penakar hujan. Metode isohyet cocok untuk daerah
berbukit dan tidak teratur dengan luas lebih dari 5000 km2.
Hujan rata-rata DAS dihitung dengan persamaan berikut:

( P1+2 P 2 )+ A 2( P2+2 P 3 )+ A ( )
P + Pn
n −1
A1 n−1
2
P=
A 1+ A 2+ …+ A n−1

Atau P
¿
∑ [ A ( P 1+2 P 2 )]
∑A
Dimana:
P1,P2,...Pn = Curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan
A1,A2,...An = Luas area poligon
n = Banyaknya pos penakar hujan.

2.7.3 Penentuan Jenis Distribusi


Penentuan jenis distribusi yang sesuai dengan data dilakukan
dengan mencocokan parameter statistik dengan syarat masing-masing jenis
distribusi. Parameter statistik untuk menentukan jenis distribusi dapat
dilihat pada tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Parameter Statistik Untuk Menentukan Jenis Distribusi

No Distribusi Persyaratan

19
1 Normal ( X ± S ) = 68,27 %
( X ± 2 S ) = 95,44 %
Cs ≈ 0
Ck ≈ 3

2 Log normal Cs = Cv3 + 3Cv


Ck = Cv8 + 6Cv6 + 15Cv+16Cv2+3

3 Gumbel Cs = 1,14
Ck = 5,4

4 Log person III Jika tidak ada hasil hitungan yang sama
atau mendekati persyaratan diatas

(Sumber: Soewarno, 1995)

Dari tabel diatas bisa dilihat persyaratan nilai yang menjadi acuan
untuk menentukan jenis distribusi yang akan digunakan. Jika hasil
perhitungan yang diperoleh sama atau mendekati persyaratan diatas, maka
bisa digunakan jenis distribusi yang sesuai (normal, gumbel atau log
normal). Tetapi jika hasil perhitungan yang diperoleh tidak mendekati
persyaratan diatas, maka bisa menggunakan log person III .

1. Koefisien Variasi (Cv)


Koefisien variasi (variation coefficient) adalah nilai perbandingan
antara deviasi standar dengan nilai rata-rata hitung dari suatu
distribusi. Koefisien variasi dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
S
Cv=
X

Bila dinyatakan dalam persentase:


100. S
Cv=
X
Keterangan:

Cv = Koefisien variasi

20
S = Standar deviasi
X = Rata-rata hitung
Semakin besar nilai koefisien variasi, berarti datanya kurang merata
(heterogen), dan jika semakin kecil berarti datanya semakin merata
(homogen).

2. Koefisien Kemecengan (Cs)


Kemecengan (Skewness) adalah suatu nilai yang menunjukan
derajat ketidaksimetrisan (assimetry) dari suatu bentuk distribusi.
Apabila kurva suatu frekuensi dari suatu distribusi mempunyai ekor
memanjang kekanan atau kekiri terhadap titik pusat maksimum,
maka kurva tersebut tidak akan berbentuk simetris, keadaan ini
disebut meceng kekanan atau kekiri.
Pengukuran kemecengan adalah mengukur seberapa besar suatu
kurva frekuensi dari suatu distribusi tidak simetris atau meceng.
Umumnya ukuran kemecengan dinyatakan dengan besarnya
koefisien kemecengan (Coefficient of swekness) dan dapat dihitung
dengan persamaan:
a
Cs= 3
S
n
a= ∑
( n−1 ) ( n−2 ) i=¿¿
n ( Xi−X )3

Keterangan:
Cs = Koefisien kemecengan
S = Standar deviasi
X = Rata-rata hitung
n = Jumlah data
Kurva distribusi yang berbentuk simetri, maka Cs = 0. Kurva
distribusi yang bentuknya meceng kekanan maka Cs besar dari nol,
sedangkan yang berbentuk meceng kekiri maka Cs kurang dari nol.

3. Koefisien Kurtosis (Ck)


Pengukuran kurtosis dimaksudkan untuk mengukur keruncingan
dari bentuk kurva distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan

21
distribusi normal. Koefisien kurtosis digunakan untuk menentukan
keruncingan kurva distribusi, dan dapat dirumuskan sebagai berikut:
n . ∑ ( X −X )4
Ck=
( n−1 )( n−2 ) S 4

Keterangan:
Ck = Koefisien kurtosis
S = Standar deviasi
X = Rata-rata hitung
n = Jumlah data
Bila Ck = 3, disebut dengan distribusi yang mesokurtis, artinya puncaknya
tidak begitu runcing dan tidak begitu datar, serta berbentuk distribusi
normal. Ck > 3 disebut dengan distribusi yang leptokurtis, artinya
puncaknya sangat runcing. Ck < 3, disebut dengan distribusi yang
platikurtis, artinya puncaknya lebih datar.

2.7.4 Uji Kecocokan (Chi Kuadrat)


Uji Chi Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan
distribusi peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik
sampel data yang dianalisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan
parameter χ2, oleh karena itu disebut Chi Kuadrat. Parameter χ 2 dapat
dihitung dengan rumus:
G
( Oi−Ei )2
χ h =∑
2

i=1 Ei
Dimana:
χh2 = Parameter chi-kuadrat terhitung
Oi = Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke i
Ei = Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke i

Ei didekati dengan persamaan:

Ei=∑ f × probabilitas
Nilai Ei diperoleh dengan cara ekspaktasi dari kurva normal. Kurva
normal dalam statistik biasanya sudah didekati dengan nilai tabel distribusi

22
normal yang berisi luas area yang dibatasi oleh rerata dan standar deviasi
dan ditandai oleh simbol y
Nilai y didekati dengan persamaan:
X −X
y=
S
Dimana:
Y = Luas area
X = Batas bawah kelas
X = Nilai rata-rata sampel
S = Standar deviasi
Untuk menentukan probabilitas antara y digunakan tabel y
(distribusi probabilitas normal standar) yang dapat dilihat pada tabel 2.3.
Derajat nyata atau derajat kepercayaan (α) tertentu yang sering
diambil adalah 5 %. Derajat kebebasan dihitung dengan rumus:
Dk = K – (p + 1)
K = 1 + 3,3log n
Keterangan:
Dk = Derajat kebebasan
P = Banyaknya parameter, untuk uji Chi-Kuadrat adalah 2
K = Jumlah kelas distribusi
n = Banyak data.

Selanjutnya distribusi probabilitas yang dipakai untuk menentukan


curah hujan rencana adalah distribusi probabilitas yang mempunyai simpang
maksimum terkecil dan lebih kecil dari simpang kritis, atau dirumuskan
sebagai berikut:
χh2 ≤ χ2
Keterangan rumus:
χh2 = Parameter chi-kuadrat terhitung
χ2 = Parameter chi-kuadrat kritis, terdapat pada tabel 2.4

Prosedur perhitungan dengan menggunakan metode chi-kuadrat adalah


sebagai berikut:

23
1. Berdasarkan histogram data curah hujan
1. Buatlah histogram data curah hujan
2. Menentukan nilai probabilitas titik y
3. Menentukan probabilitas antara y
4. Menghitung derajat kebebasan (Dk) dan χh2
5. Perhitungan nilai χ2
6. Bandingkan nilai χ2 dan χh2
2. Berdasarkan distribusi frekuensi (normal, log person III dan gumbel)
1. Urutkan data dari besar ke kecil atau sebaliknya
1 Menghitung jumlah kelas
3. Menghitung derajat kebebasan (Dk) dan χh2
4. Menghitung kelas distribusi
5. Menghitung interval kelas
6. Perhitungan nilai χ2
7. Bandingkan nilai χ2 dan χh2

Tabel 2.3 Distribusi Probabilitas Normal Standar

24
25
(Sumber: Suripin, 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan)

Tabel 2.4 Nilai Kritis Untuk Distribusi Chi-Kuadrat (Uji Satu Sisi)

26
1.7.5 Periode Ulang Hujan
Periode ulang hujan adalah waktu berulang kembali suatu keadaan
sifat-sifat jatuhnya hujan. Setiap periode ulang hujan yang berbeda, air yang
dicurahkan hujan pun berbeda.
Melihat dari posisinya dapat dianggap bahwa sistem drainase dapat
dibedakan menjadi tiga sistem drainase yang terdiri dari sistem primer,
sekunder dan tersier.
Sistem drainase tersier adalah bagian sistem yang terdiri dari street
gutter, saluran tepi jalan, parit, dll. Debit aliran saluran ini mempunyai PUH
2 atau 5 tahun, tergantung pada tata guna tanahnya. Sistem drainase
sekunder terdiri dari saluran dan parit yang meneruskan aliran dari saluran
tersier. Saluran tersier dapat mempunyai PUH 5 atau 10 tahun.

27
Saluran primer ketentuannya akan dibuat untuk meminimalkan
kerusakan umum dan untuk mencegah hilangnya kehidupan dari akibat
limpasan banjir PUH 100 tahun. Pengamanan banjir untuk debit seperti ini
akan mengarah kepada dimensi sistem yang sangat besar dan selanjutnya
menyebabkan biaya yang tinggi. Umumnya saluran primer didesain untuk
mengamankan debit aliran untuk PUH 10 sampai 20 tahun.
Besarnya PUH untuk perencanaan drainase dan perlengkapannya dapat
dilihat pada tabel 2.5 berikut:

Tabel 2.5 PUH Untuk Perencanaan Saluran Drainase Kota dan Bangunan

No Distribusi PUH (Tahun)


1 Saluran mikro pada daerah:  
a. Lahan rumah, taman, kebun,
  lahan 2
  tak terbangun  
  b. Kesibukan perkantoran 5
  c. Perindustrian  
  - Ringan 5
  - Menengah 10
  - Berat 25
  - Super berat/proteksi 50
2 Saluran tersier  
  a. Resiko kecil 2
  b. Resiko besar 5
3 Saluran sekunder  
  a. Tanpa resiko 2
  b. Resiko kecil 5
  c. Resiko besar 10
4 Saluran primer (induk)  
  a. Tanpa resiko 2

28
No Distribusi PUH (Tahun)
  b. Resiko kecil 5
  c. Resiko Besar 10
  Atau  
  a. Luas DAS 25-50 ha 5
  b. Luas DAS 50-100 ha  5-10
  c. Luas DAS 100-1300 ha  10-25
  d. Luas DAS 1300-6500 ha  25-50
5 Pengendalian banjir mikro 100
6 Gorong-gorong  
  a. Jalan raya biasa 10
  b. Jalan bypass 25
  c. Freeway 50
7 Saluran tepian  
  a. Jalan raya biasa  5-10
  b. Jalan bypass  10-25
  c. Freeway  25-50
(Sumber: Soewarno, 1995)

1.7.6 Analisis Frekuensi


Analisa ini dimaksudkan untuk mencari curah hujan dengan periode
ulang tertentu, yang kemudian dipakai untuk menentukan debit rencana. Ada
beberapa metoda yang dipakai dalam analisa ini, diantaranya:
1. Metoda distribusi normal
2. Metoda log person III
3. Metoda gumbel

1. Metoda Distribusi Normal

29
Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi gauss.

Besarnya curah hujan harian maksimum yang terjadi dalam suatu PUH

dihitung dengan menggunakan persamaan :

X T =X +s K T
Dengan:
XT : Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang
X : Nilai rata-rata hitung variat
S : Deviasi standar nilai variat
KT : Faktor frekuensi

Standar deviasi (SD) merupakan akar pangkat dua dari varian :


n
∑ ( X i −X )2
i=1
s=
n−1
Faktor frekuensi merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan
tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis
peluang.

Nilai faktor frekuensi KT umumnya sudah tersedia dalam tabel untuk


mempermudah perhitungan, seperti ditunjukkan dalam tabel 2.6 berikut:

Tabel 2.6 Nilai Variabel Reduksi Gauss

No. Periode Ulang, T tahun Peluan KT


g

1. 1,001 0,999 -3,05

2. 1,005 0,995 -2,58

3. 1,010 0,990 -2,33

4. 1,050 0,950 -1,64

5. 1,110 0,900 -1,28

6. 1,250 0,800 -0,84

30
7. 1,330 0,750 -0,67

8. 1,430 0,700 -0,52

9. 1,670 0,600 -0,25

10. 2,000 0,500 0

11. 2,500 0,400 0,25

12. 3,330 0,300 0,52

13. 4,000 0,250 0,67

14. 5,000 0,200 0,84

15. 10,000 0,100 1,28

16. 20,000 0,050 1,64

17. 50,000 0,020 2,05

18. 100,000 0,010 2,33

19. 200,000 0,005 2,58

20. 500,000 0,002 2,88

21. 1000,000 0,001 3,09

(Sumber: Bonnier, 1980 dalam Suripin, 2004)

Prosedur perhitungan curah hujan maksimum dengan metoda distribusi


normal:
1. Tentukan X rata-rata dari semua nilai variat X

X=
∑X
n
2. Hitung nilai deviasi standar dari X

S=
√ ∑ ( Xi−X )2
n−1
3. Mencari faktor frekuensi (KT) dari tabel nilai vriabel reduksi gauss

31
4. Curah hujan maksimum untuk berbagai periode ulang.
X T = X+ K T . S
2. Metoda Log Person III
Parameter-parameter statistic yang diperlukan untuk distribusi Log
Person III adalah :

 Rata-rata Log : log X


 Standar Deviasi :S
 Koefisien Kemencengan : Cs

Bentuk kumulatif dari distribusi log Person III dengan nilai variatnya
X apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan merupakan
model matematik persamaan garis lurus. Persamaan garis lurusnya adalah

: Y = Y− k . S

Dimana :

Y = nilai logaritmik dari X

Y
= nilai rata-rata dari Y

S = deviasi standar dari Y

K = Karakteristik dari distribusi log Person III

Persamaan-persamaan yang digunakan adalah :

n
∑ log X i
i=1
log x=
n


n
∑ ( log X i −log X )2
i=1
S=
n−1

32
n
n . ∑ ( log X i−log X )3
i=1
Cs=
( n−1 ) ( n−2 ) ( S log X )3

Dimana :

Xi = logaritmik hujan harian maksimum B (mm/jam)

X
= rata-rata Xi

n = banyaknya data

S = standar deviasi dari log Xi

Cs = koefisien kemencengan (skew) Xi

Besarnya curah hujan harian maksimum yang terjadi dalam suatu PUH

dihitung dengan menggunakan persamaan :

Log X = log Xi + K x S

Dimana : X = curah hujan harian maksimum dalam PUH (mm/jam)

Prosedur untuk menentukan kurva distribusi log Person III adalah

1. Tentukan logaritmik dari semua nilai variat X


2. Hitung nilai rata-ratanya
n
∑ log X i
i=1
log x=
n
3. Hitung nilai deviasi standarnya dari log X


n
∑ ( log X i −log X )2
i=1
S=
n−1

4. Hitung nilai koefisien kemencengan

33
n
n . ∑ ( log X i−log X )3
i=1
Cs=
( n−1 ) ( n−2 ) ( S log X )3

5. Tentukan anti log dari X

Log XTR = Log Xi + KTR x S.


Dimana K adalah variabel standar X yang besarnya tergantung
koefisien kemecengan (Cs). Tabel 2.7 berikut memperlihatkan harga K
untuk berbagai nilai koefisien Cs

Tabel 2.7 Nilai K untuk Distribusi Log-Person III


PERIODE ULANG (TAHUN)
Koefisien 2 5 10 25 50 100 200 1000
Cs PELUANG (%)
50 20 10 4 2 1 0,5 0,1
3,0 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 4,970 7,250
2,5 -0,360 0,516 1,250 2,626 3,304 3,845 4,652 6,600
2,2 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,097 3,705 4,444 6,200
2,0 0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298 5,910
1,8 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,484 3,499 4,147 5,660
PERIODE ULANG (TAHUN)
Koefisien
2 5 10 25 50 100 200 1000
Cs
PELUANG (%)
50 20 10 4 2 1 0,5 0,1
1,6 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 3,990 5,390
1,4 -0,225 0,705 1,337 2,168 2,706 3,271 3,828 5,110
1,2 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661 4,820
1,0 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 3,489 4,540
0,9 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 3,957 3,401 4,395
0,8 -0,132 0,780 1,336 1,998 2,453 3,891 3,312 4,250
0,7 -0,116 0,790 1,333 1,967 2,407 2,824 3,223 4,105
0,6 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755 3,132 3,960
0,5 -0,083 0,806 1,323 1,910 2,311 2,686 3,014 3,815
0,4 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 2,949 3,670
0,3 -0,050 0,824 1,309 1,490 2,211 2,544 2,856 3,525
0,2 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472 2,763 3,380
0,1 -0,017 0,836 1,292 1,785 2,107 2,400 2,670 3,235
0,0 0,000 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576 3,090
-0,1 0,017 0,846 1,270 1,716 2,000 2,252 2,482 2,950
-0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388 2,810
-0,3 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294 2,675

34
-0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,540
-0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2,400
-0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 2,016 2,275
-0,7 0,116 0,857 1,183 1,448 1,663 1,806 1,926 2,150
-0,8 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733 1,837 2,035
-0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749 1,910
-1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,880 1,664 1,800
-1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501 1,625
-1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,318 1,318 1,351 1,465
-1,6 0,254 0,817 0,994 1,116 1,197 1,197 1,216 1,280
-1,8 0,282 0,799 0,945 1,035 1,087 1,087 1,097 1,130
-2,0 0,307 0,777 0,895 0,959 0,990 0,990 0,995 1,000
-2,2 0,330 0,751 0,844 0,888 0,905 0,905 0,907 0,910
-2,5 0,360 0,711 0,771 0,793 0,799 0,799 0,800 0,802
-3,0 0,396 0,636 0,661 0,666 0,666 0,667 0,667 0,668
(Sumber: Suripin, 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan)

3. Metoda Gumbell
Tujuan teori statistic nilai-nilai ekstrim adalah untuk
menganalisis hasil pengamatan nilai-nilai ekstrim tersebut untuk
memperkirakan nilai-nilai ekstrim berikutnya.
Gumbel menggunakan harga ekstrim untuk menunjukkan
bahwa dalam deret harga-harga ekstrim X1, X2, X3,….Xn
mempunyai fungsi distribusi eksponial ganda.
−a ( X −b )
P( X )=e−e
Jika diambil Y = a (X-b), maka rumus…….
−y
P( X )=e−e
Dengan :
e = bilangan alam = 2.7182818
Y = reduced variate

Kalau diambil nilai logaritmanya dua kali berurutan dengan bilangan


dasar e terhadap rumus
1
X = [ ab−ln {− ln P ( X ) }]
a

Waktu balik merupakan nilai rata-rata banyaknya tahun (karena Xn


merupakan data debit maksimum dalam tahun), dengan suatu variate
disamai atau dilampaui oleh suatu nilai, sebanyak satu kali. Jika interval

1
T r ( X )=
1−P( X ) 35
antara dua pengamatan konstan, maka waktu baliknya dapat dinyatakan
sebagai berikut :

Deret hidrologi acak dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :


X =μ +σK
Dengan:

µ = Nilai tengah (mean) populasi

σ = Standar deviasi populasi

K = Faktor frekuensi
Rumus :

X =X +S. K
Dengan:

X = Nilai tengah sampel

S = Standar deviasi

Faktor frekuensi K untuk niali-nilai ekstrim “Gumbell” ditulis dengan


rumus berikut ini
Y T −Y n
K=
Sn

Dengan :

YT = reduced variable

Yn = reduced mean yang tergantung dari besarnya sampel n, dapat


dilihat pada tabel 2.9

Sn = reduced standard deviation yang tergantung dari besarnya sampel n,


dapat dilihat pada tabel 2.10

Standar deviasi merupakan akar pangkat dua dari varian :

36

n
∑ ( X i −X )2
i=1
s=
n−1

Tabel 2.8 Reduced Variate Sebagai Fungsi Waktu Balik

T Reduced
(Sumber: Suripin, (Tahun) Variate 2004. Sistem Drainase
Perkotaan yang 2 0,36651 Berkelanjutan)

5 1,99400
Tabel 2.9 Hubungan 10 2,25037 Reduced Mean (Yn)

N Yn N 20 Yn 2,97019
N Yn N Yn

10 0.4952 34 50
0.5296 3,90194
58 0.5515 82 0.5572

11 0.4996 35 100
0.5402 4,60015
59 0.5518 83 0.5574

12 0.5053 36 200
0.5410 5,29561
60 0.5521 84 0.5576

13 0.5070 37 0.5418
500 61
6,21361 0.5524 85 0.5578

14 0.5100 38 1000
0.5424 62
6,90726 0.5527 86 0.5580

15 0.5157 39 2000
0.5430 63
7,60065 0.5530 87 0.5581

16 0.5128 40 5000
0.5436 64
8,51709 0.5533 88 0.5583

17 0.5181 41 0.5442 65 0.5535 89 0.5585


10000 9,21029
18 0.5202 42 0.5448 66 0.5538 90 0.5585
20000 9,90346
19 0.5220 43 0.5453 67 0.5540 91 0.5587
50000 10,81977
20 0.5236 44 0.5458 68 0.5543 92 0.5591
100000 11,51292
21 0.5252 45 0.5463 69 0.5545 93 0.5591

22 0.5268 46 0.5468 70 0.5548 94 0.5592

23 0.5283 47 0.5473 71 0.5550 95 0.5593

24 0.5296 48 0.5477 72 0.5552 96 0.5595

25 0.5309 49 0.5481 73 0.5555 97 0.5596

26 0.5320 50 0.5485 74 0.5557 98 0.5598

27 0.5332 51 0.5489 75 0.5559 99 0.5599

28 0.5343 52 0.5493 76 0.5561 100 0.5600

37
29 0.5353 53 0.5497 77 0.5563

30 0.5363 54 0.5501 78 0.5565

31 0.5371 55 0.5504 79 0.5567

32 0.5380 56 0.5508 80 0.5569

33 0.5388 57 0.5511 81 0.5570

(Sumber: Suripin, 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan)

Tabel 2.10 Hubungan Reduced Standard Deviation (Sn)

N Sn N Sn N Sn N Sn
10 0,9496 34 1,1255 58 1,1721 82 1,1953

11 0,9676 35 1,1286 59 1,1734 83 1,1959

12 0,9833 36 1,1313 60 1,1747 84 1,1967

13 0,9971 37 1,1339 61 1,1759 85 1,1973

14 1,0095 38 1,1363 62 1,177 86 1,87

15 1,0206 39 1,1388 63 1,1782 87 1,1987

16 1,0316 40 1,1413 64 1,1793 88 1,1994

17 1,0411 41 1,1436 65 1,1803 89 1,2001

18 1,0493 42 1,1458 66 1,1814 90 1,2007

19 1,0565 43 1,148 67 1,1824 91 1,2013

20 1,0628 44 1,1499 68 1,1834 92 1,202

21 1,0696 45 1,1519 69 1,1844 93 1,2026

22 1,0754 46 1,1538 70 1,1854 94 1,2032

23 1,0811 47 1,1557 71 1,1854 95 1,2038

24 1,0864 48 1,1574 72 1,1873 96 1,2044

25 1,0915 49 1,159 73 1,1881 97 1,2049

26 1,0861 50 1,1607 74 1,189 98 1,2055

27 1,1004 51 1,1623 75 1,1898 99 1,206

28 1,1047 52 1,1638 76 1,1906 100 1,2065

29 1,0860 53 1,1658 77 1,1915    

30 1,1124 54 1,1667 78 1,1923    

31 1,1159 55 1,1681 79 1,193    

32 1,1193 56 1,1696 80 1,1938    


38
33 1,1226 57 1,1708 81 1,1945  
(Sumber: Suripin, 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan)

Prosedur perhitungan curah hujan maksimum dengan metoda Gumbell :

1. Tentukan X rata-rata dari semua nilai variat X

X=
∑X
n
2. Tentukan Standar deviasinya

S=
√ ∑ ( x 1−x )2
n−1
3. Dengan banyak data seharga n, maka didapat harga Sn dari table 3.4
dan harga Yn dari table 3.3
4. Menentukan nilai K Y T −Y n
K=
Sn
5. Curah hujan harian maksimum untuk berbagai periode

X =X +S. K

1.7.7 Waktu Konsentrasi


Waktu konsentrasi (tc) adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan
untuk mengalir dari titik terjauh menuju suatu titik yang ditinjau pada daerah
pengaliran (titik pengamatan) atau diperoleh debit maksimum. Waktu
konsentrasi terdiri dari waktu yang dibutuhkan oleh air hujan untuk mengalir
diatas permukaan tanah ke saluran yang terdekat (to), dan waktu yang
diperlukan air hujan untuk mengalir didalam saluran (td). Jadi waktu
konsentrasi dapat dihitung dengan rumus:
tc = to + td

Sket gambar PEMUKIMAN


Td
to to
T0

tc

td

39
Lamanya waktu melimpah dipermukaan tanah, didekati dengan persamaan:

( )
1 /6
2 nd
¿= × 3,28× L×
3 √ So
Dimana:
to = Waktu limpasan (menit)
L = Panjang limpasan
So = Kemiringan daerah limpasan (%)
nd = Nilai kekasaran permukaan tanah, terdapat pada tabel 2.11
Untuk besarnya time off flow (td) dihitung berdasarkan karakteristik hidrolis
didalam saluran. Rumus pemdekatan untuk menghitung td adalah:

Dimana:
td = Waktu yang diperlukan air untuk mengalir dalam saluran (menit)
60 = Angka konversi, 1 menit = 60 detik
Ld = Panjang saluran (m)
Vd = Kecepatan rata-rata dalam saluran (m/detik).

Tabel 2.11 Harga Kekasaran Permukaan Berdasarkan Keadaan Permukaan Tanah

No
Keadaan Permukaan Tanah Nd
.

1. Lapisan Semen dan aspal beton 0,013

2. Permukaan halus dan kedap air 0,02

3 Permukaan halus dan padat 0,10

40
Lapangan dengan rumput jarang, ladang dan tanah
4. 0.20
lapang kosong dengan permukaan cukup besar

5. Ladang dan lapangan rumput 0,40

6. Hutan 0,60

7. Hutan dan Rimba 0,80

(Sumber: Dari tabel 2.9, JICA, Text Book Series no.54,1977)

Kecepatan rata-rata dalam saluran, Vd sering dicari dengan cara coba-


coba dengan menentukan sembarang nilai yang kira-kira mendekati,
kemudian dicari to.
Rumus Manning dianjurkan untuk dipakai dalam saluran buatan
dengan atau tanpa pengerasan (linning). Untuk menghitung besarnya td pada
saluran alami dimana karakteristik hidrolis didalam saluran tidak mudah
ditetapkan, maka digunakan kecepatan pendekatan seperti pada tabel 2.12
berikut:

Tabel 2.12 Perkiraan Kecepatan Rata-rata di Dalam Saluran Alami

Kecepatan aliran
Kemiringan rata-rata dasar
rata-rata ( V)
saluran ( S ) ( % )
( m/detik )

0–1 0.4

1–2 0.6

2–4 0.9

4–6 1.2

6 – 10 1.5

10 – 15 2.4

(Sumber : Drainase Perkotaan, 1997)

41
1.7.8 Analisis Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi
hujan atau volume hujan setiap satuan waktu. Besarnya intensitas hujan
berbeda-beda, tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi
kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisis data
hujan baik secara statistik maupun secara empiris. Intensitas hujan dapat
juga diartikan sebagai ketinggian hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu
air hujan terkosentrasi. Biasanya intensitas hujan dihubungkan dengan durasi
hujan jangka pendek, misalnya 5 menit, 30 menit, 60 menit, dll. Data curah
hujan jangka pendek ini habya dapat diperoleh dengan menggunakan alat
pencatat hujan otomatis.
Di Indonesia alat ini sangat sedikit dan jarang. Alat yang banyak
digunakan adalah pencatat hujan biasa yang mengukur hujan 24 jam atau
disebut hujan harian. Apabila yang tersedia hanya data hujan harian, maka
intensitas hujan dapat diestimasi dengan rumus mononobe yang telah
dimodifikasi seperti berikut:

Mononobe :

( )
2 /3
R 24 24
I=
24 t

Dimana:
I = Intensitas hujan (mm/jam)
Rt = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
t = Waktu konsentrasi (jam)
Karena intensitas hujan tidak dapat kita tentukan atau kita atur karena
hujan terjadi secara alamiah, namun kita dapat melakukan perkiraan
berdasarkan pencatatan data-data hujan sebelumnya, maka dalam mendesain
bangunan-bangunan air, kita dapat memperkirakan hujan rencana
berdasarkan periode ulangnya.
Penentuan intensitas hujan untuk perencanaan saluran, termasuk dalam
suatu pemikiran terhadap faktor:

42
1. Periode ulang hujan rata-rata yang diperoleh
2. Karakteristik intensitas durasi pada frekuensi terpilih
3. Waktu konsentrasi.

1.7.9 Koefisien Pengaliran

Koefisien pengaliran merupakan perbandingan antara besarnya aliran


terhadap besarnya hujan yang menyebabkan limpasan tersebut. Besarnya
koefisien pengaliran tersebut dipengaruhi beberapa faktor :

1. Tata guna lahan


Yaitu semakin banyak bangunan di atas tanah asli maka semakin besar air
hujan yang melimpah karena sedikit yang berinfiltrasi sehingga koefisien
pengaliran ( C ) semakin besar.

2. Kemiringan tanah
Yaitu semakin besar kemiringan tanah, aliran akan semakin cepat
sehingga kesempatan berinfiltrasi lebih sedikit di banding limpasan dan
koefisien aliran ( C ) semakin besar.

3. Struktur tanah
Yaitu berhubungan dengan porisitas tanah yang dipengaruhi ukuran
butirnya, dimana semakin besar porisitas tanahnya maka semakin banyak
yang dapat berinfiltrasi sehingga koefisien aliran semakin kecil.

4. Kelembaban tanah
Jika kadar kelembapan lapisan teratas tinggi maka kemampuan
berinfiltrasi kecil karena kejenuhan tanah meningkat dan koefisien aliran
semakin besar.

Harga C berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan faktor


– faktor yang berhubungan denga aliran permukaan (seperti keadaan di atas).
Pada tabel 2.13 dapat dilihat besarnya koefisien pengaliran untuk berbagai
tata guna lahan dan pada tabel 2.14 tentang nilai koefisien pengaliran
berdasarkan kondisi permukaan tanah . Pada suatu daerah dengan tata lahan

43
yang berbeda – beda, maka koefisien pengaliran ditetapkan dengan
mengambil rata – rata berdasarkan bobot luas.

Cr=
∑ ( Ci× Ai )
∑ Ai
Dimana : Cr = harga rata – rata koefisien pengaliran

Ci = harga koefisien pengaliran pada masing daerah

Ai = luas masing – masing daerah (ha)

Tabel 2.13 Koefisien Pengaliran Berdasarkan Tata Guna Lahan.

No Untuk daerah / permukaan C


1 Perdagangan
- Pusat kota,terbangun penuh pertokoan 0,70-0,95
- Sekeliling kota 0,50-0,70

2 Pemukiman
- Keluarga tunggal 0,30-0,50

- Keluarga ganda (tidak kopel) / aneka ragam 0,40-0,60

- Keluarga ganda (kopel) / aneka ragam 0,60-0,75

- Pinggiran kota (suburban) 0,25-0,40

- Apartemen (rumah susun) 0,50-0,70

- Perumahan,dengan kerapatan bangunan z rumah / ha


10 rumah / ha 0,45-0,55
15 rumah / ha 0,50-0,65
20 rumah / ha 0,60-0,70

25 rumah / ha 0,65-0,75

30 rumah / ha 0,75-0,85

3 Industry

- Ringan 0,50-0,80

- Berat 0,60-0,90

44
No Untuk daerah / permukaan C
4 Taman,kuburan,hutan lindung 0,10-0,30

5 Lapangan bermain 0,20-0,35

6 Pekarangan rel kereta api 0,20-0,40

7 Daerah tak terbangun / terbengkalai 0,10-0,30

8 Jalan

- Aspal 0,70-0,95

- Beton 0,80-0,95

- Bata 0,70-0,85

9 Halaman parkir dan pejalan kaki / trotoir 0,75-0,85

10 Atap 0,75-0,95

11 Pekarangan dengan tanah pasiran


- Datar 2 % 0,05-0,10
- Rerata (2-7)% 0,10-0,15
0,15-0,20
- Terjal 7 %
12 Pekarangan dengan tanah keras
- Datar 2 % 0,13-0,17
- Rerata (2-7)% 0,18-0,22
0,25-0,35
- Terjal 7 %
13 Tanah gundul 0,70-0,80

14 Lahan galian pasir 0,05-0,15

Tabel 2.14 Koefisien Pengaliran Berdasarkan Kondisi Permukaan Tanah.

No Untuk daerah / permukaan C

45
1 Jalur Lalu Lintas
- Jalan Aspal 0,70-0,95
- Jalan Kerikil 0,50-0,70

2 Bahu Jalan dan Lereng


- Tanah Berbutir Halus 0,40-0,65
- Tanah Berbutir Kasar 0,10-0,30
- Lapisan Batuan Keras 0,70-0,85
- Lapisan Batuan Lunak 0,50-0,75

3 Tanah Pasir Tertutup Rumput


- Kelandaian 0 – 2 % 0,05-0,10
- Kelandaian 2 – 7 % 0,10-0,15
- Kelandaian > 7 % 0,15-0,20

4 Tanah Kohesif Tertutup Rumput


- Kelandaian 0 – 2 % 0,13-0,17
- Kelandaian 2 – 7 % 0,18-0,22
- Kelandaian > 7 % 0,23-0-35

5 Atap 0,75-0,95
Tanah Lapangan 0,20-0,40
Taman dipenuhi rumput dan pepohonan 0,10-0,25
Daerah Pegunungan Datar 0,30
Daerah Pegunungan Curam 0,50

6 Sawah 0,70-0,80
Ladang 0,10-0,30
(Sumber: Dari JICA, Text Book Series no.54,177)

1.7.10 Luas Daerah Pengaliran


Luas daerah pengaliran harus diperhitungkan secara teliti karena
merupakan salah satu elemen dalam perhitungan besarnya limpasan.

Informasi luas daerah pengalian meliputi :

1. Tata guna tanah pada masa kini dan pengembangan pada masa
mendatang.
2. Karakteristik tanah dan bangunan di atasnya.
3. Kemiringan tanah dan bentuk daerah pengaliran.

46
1.7.11 Kapasitas Pengaliran
Besarnya kapasitas pengaliran air hujan diatas permukaan tanah
kesaluran ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Luas permukaan daerah aliran
2. Jenis/karakteristik permukaan tanah
3. Durasi/intensitas hujan yang terjadi
4. Nilai koefisien pengaliran dan sebagainya.
Kapasitas pengaliran tersebut diperkirakan dengan metode rasional
dan metode rasional yang dimodifikasi. Untuk luas daerah pengaliran yang
lebih kecil dari 13 km2 digunakan metode rasional biasa, sedangkan untuk
daerah pengaliran yang lebih besar dari 13 km2 digunakan metode rasional
yang dimodifikasi dengan perhitungan efek penampungan saluran (Storage
Coefficient).
Rumus metode rasional yang digunakan untuk luas daerah pengaliran
yang lebih kecil dari 13 km2 adalah sebagai berikut:

Q = F.C.I.A

Dimana:
Q = Kapasitas pengaliran (m3/detik)
F = 1/360
C = Koefisien pengaliran
I = Intensitas hujan (mm/jam)
A = Luas daerah aliran (ha)

1.8 Kriteria Hidrolis / Hidrolika


2.8.1 Kecepatan Pengaliran
Penentuan kecepatan aliran air dalam saluran yang direncanakan
didasarkan pada kecepatan maksimum yang diperbolehkan, agar tetap self

47
deansing dan kecepatanan maksimum yang diperbolehkan agar konstruksi
saluran tetap aman. Besarnya kecepatan aliran dalam saluran tergantung
pada bahan saluran yang digunakan, kondisi fisik dan sifat – sifat hidrolis.

Kecepatan minimum yang diijinkan atau kecepatan tanpa pengendapan


( nonsliting velocity ) merupakan kecepatan terendah yang tidak
menimbulkan sedimentasi dan mendorong pertumbuhan tanaman air dan
ganggang. Kecepatan ini sangat tidak menentu dan nilainya yang tepat tidak
dapat ditentukan dengan mudah. Bagi air yang tidak mengandung lanau ( silt
), hal ini tidak membawa pengaruh besar kecuali terhadap pertumbuhan
tanaman.

Kecepatan maksimum yang diijinkan atau kecepatan tahan erosi


(noneriduble velocity) adalah kecepatan rata – rata terbesar yang tidak akan
menimbulkan erosi pada badan saluran sesuai dengan bentuk dan tipenya
saluran yang direncanakan untuk kota, maka batasan kecepatan aliran di
dalam saluran terdapat pada tabel 2.15 berikut :

Tabel 2.15 Tipe Saluran dan Kecepatan Aliran

Tipe Saluran Variasi Kecepatan( m/dtk )

Bentuk bulat dengan dilapisi beton 0,75 – 3,00

Bentuk persegi, pasangan batu kali 1,00 – 3,00

Bentuk trapezoidal tanpa


pengerasan
0,60 – 1,50

(Sumber : DPU, Bahan Training untuk Sistem Drainase, Cipta Karya, 1985)

Harga kecepatan untuk kedalaman air lebih besar dari 1 meter besar
kecepatan dapat diperbesar dengan factor koreksi, sedangkan bila terjadi
belokan harus diperkecil. Untuk kedalaman yang lebih kecil dari 1 meter
kecepatan harus diperkecil. Faktor koreksi dari kecepatan maksimum yang

48
diizinkan untuk berbagai kedalaman air terdapat pada tabel 2.16 dan untuk
saluran lengkung terdapat pada tabel 2.17.

Tabel 2.16 Faktor Koreksi dari Kecepatan Maksimum yang Diperbolehkan untuk
Berbagai Kedalaman Air.

Kedalaman ( m ) Faktor Koreksi

0,30 0,80

0,50 0,90

0,75 0,95

1,00 1,00

1,50 1,10

2,00 1,15

2,50 1,20

3,00 1,25

(Sumber: Chow, 1992)

Tabel 2.17 Faktor Koreksi untuk Kecepatan Maksimum yang Diizinkan pada
Saluran Lengkungan / Belokan

No Saluran Faktor Koreksi

1 Lurus 1,00

49
2 Sedikit berbelok α < 22,5º 0,95

3 Berbelok sedang 22,5º < α < 35º 0,87

4 Berbelok besar 35º < α < 60º 0,78

5 Berbelok besar sekali 60º < α < 80º 0,68

6 Berbelok hampir siku 80º < α < 90º 0,57

(Sumber: Chow, 1992)

2.8.2 Kemiringan Saluran dan Talud Saluran


Kemiringan saluran yang dimaksud adalah kemiringan dasar saluran,
sedangkan talud saluran adalah kemiringan dinding saluran.

Kemiringan memanjang dasar saluran biasanya diatur oleh keadaan


topografi dan tinggi energi yang diperlukan untuk mengalirakan air. Dalam
berbagai hal, kemeringan ini dapat pula tergantung pada kegunaan saluran
misalnya saluran yang digunakan sebagai pembagi air dalam irigasi,
persediaan air minum dan proyek pembangkit dengan tenaga air, dan lain –
lain.

Saluran direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan


pengaliran secara gravitasi dengan batas kecepatan maksimum dan minimum
yang diijinkan. Besarnya kemiringan saluran dapat juga diperkirakan dengan
rumus Manning sehingga :

( )
2
nV
S=
R

Dimana : S = kemiringan saluran

V = kecepatan rata – rata dalam saluran ( m/dtk )

R = Jari – jari hidrolis ( m )

n = koefisien Manning

50
Besarnya kemiringan yang dianjurkan sesuai dengan bahan saluran. Hal ini
dapat dilihat dari tabel 2.18 berikut:

Tabel 2.18 Kemiringan Dinding Saluran yang Dianjurkan Sesuai Dengan Bahan
yang Digunakan

No Bahan Saluran Kemiringan


1 Batu Mendekati vertical

2 Tanah Lumpur dan rumput 0,25 – 1,00

3 Lempung keras / tanah dengan lapisan beton 0,50 : 1,00 – 1,00 : 1,00

4 Tanah dengan pasangan batu atau tanah untuk 1,00 : 1,00

Saluran besar

5 Lempung kaku atau tanah untuk saluran kecil 1,50 : 1,00

6 Tanah berpasir lepas 2,00: 1,00

7 Lempung berpasir atau lempung berpori 3,00: 1,00


(porous)

(Sumber: ISBN: 979 – 8382 – 49 – 8)

2.8.3 Ambang Bebas ( Free Board )


Ambang bebas pada saluran adalah jarak vertical dari puncak saluran
ke permukaan air pada kondisi rencana. Jarak ini harus cukup untuk
mencegah gelombang atau kenaikan muka air melimpah ke tepi.

Besarnya ambang bebas yang umumnya yang dipakai pada


perencanaan sebesar 5 % - 30 % dari kedalaman saluran.Ambang bebas
untuk saluran tanpa pelapisan biasanya dibuat dengan pertimbangan ukuran
dan lokasi, aliran air masuk, sifat – sifat tanah, gradient perlokasi dan
pemanfaatan jalan.

51
US Bureau of Reclamation menyarankan suatu taksiran awal bagi
ambang bebas yang diperlukan pada keadaan biasa dapat dilakukan dengan
pendekatan persamaan:

F=( C×h )0,5

Dimana : F = tinggi ambang bebas ( m )

C= koefisien untuk :

Q < 0,6 m³/dtk C = 0,17

0,6 ≤ Q ≤ 8 m³/dtk 0,17 < C < 0,23

Q > 8 m³/dtk C = 0,24

h = kedalaman air dalam keadaan normal ( m )

2.8.4 Penampang Saluran


Bentuk saluran yang dapat direncanakan untuk dipergunakan pada
umumnya adalah persegi empat, trapesium dan setengah lingkaran.

1. Persegi empat
Saluran persegi empat berguna untuk menyalurkan limbah air hujan
dengan Q besar yang sifat alirannya terus menerus dengan fluktuasi kecil
dan biasanya digunakan pada daearah yang tidak/kurang tersedia lahan.
Rumus untuk saluran dengan penampang berbentuk persegi panjang
yang ekonomis adalah :

Q=V.A

2 1
1
V = x R 3 x S2
n

A = b .h

R = h/2

b = 2h

52
P = 4h

Dimana: - Q = Debit (m3/dtk)

- V = Kecepatan aliran (m/dtk)

- A = Luas (m2)

- R = Jari jari hidrolis (m)

- b = Lebar (m)

- P = Keliling basah (m)

- F = Tinggi jagaan (m)

Saluran segi empat paling efisien kalau :

b = 2.h atau h = b/2

A = 2.h2 ; P = 2h + b = 4 h ; R = h/2

Gambar 2.14 Penampang saluran persegi empat


2. Trapesium
Saluran trapesium berguna untuk menyalurkan limhan air hujan
dengan Q besar yang sifat alirannya terus menerus dengan fluktuasi kecil
dan biasanya dipakai pada daerah yang cukup lahan.
Rumus untuk saluran dengan penampang berbentuk trapesium yang
ekonomis adalah :

Q=V.A

53
2 1
1
V = x R 3 x S2
n
A = h2√3
R = h/2
b = 2/3 h√3
P = 2h√3

Penampang trapesium paling efisien bila m=1/√3


Dimana: - Q = Debit (m3/dtk)
- V = Kecepatan aliran (m/dtk)
- A = Luas (m2)
- R = Jari jari hidrolis (m)
- b = Lebar (m)
- P = Keliling basah (m)
- F = Tinggi jagaan (m)

Gambar 2.15 Penampang saluran


trapesium
3. Setengah lingkaran

Saluran setengah lingkaran berguna untuk menyalurkan limbah air


hujan dengan Q kecil

Rumus untuk saluran dengan penampang berbentuk setengah lingkaran


yang ekonomis adalah :

Q=V.A

54
2 1
1
V = x R 3 x S2
n

A = ½ π.h2

R = h/2

b = 2h

P = πh

Dimana: - Q = Debit (m3/dtk)

- V = Kecepatan aliran (m/dtk)

- A = Luas (m2)

- R = Jari jari hidrolis (m)

- b = Lebar (m)

- P = Keliling basah (m)

- F = Tinggi Jagaan (m)

Gambar 2.16 Penampang saluran setengah lingkaran

2.8.5 Penampang Curb Inlet


Curb Inlet adalah lubang/bukaan di sisi-sisi jalan yang berfungsi
untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan yang berada
disepanjang jalan menuju ke saluran. Curb inlet biasanya berada pada trotoar
dengan posisi melintang. Kapasitas curb inlet dapat dihitung dengan rumus
empiris sebagai berikut :

55
3
2
Q=Cw L h

Dimana :

Q = kapasitas curb inlet


L = lebar bukaan curb
Cw = 3,1 (konstanta)
h = kedalaman total air hujan air di dalam curb (m).
Jarak antar curb inlet dapat dihitung sebagai berikut :

280
D= √S
W

Dimana :

W = lebar jalan (m)


S = Kemiringan jalan (%)
D = jarak antara street inlet (m), D < 50 m.

Apabila kedalaman genangan melebihi 2 x ketinggian lubang bukaan


dari curb inlet, debit = debit melalui orifis yaitu :

0. 5
Q=5 , 62 . L b h ( Satuan Inggris )
0 .5
Q=3,1 . L b h ( Satuan Metrik )
Dimana :
b = tinggi lubang bangunan sadap
h = kedalaman air diatas pertengahan tinggi lubang bangunan sadap

Untuk kemiringan jalan yang kecil (landai), curb inlet mempunyai


kapasitas memasukan debit yang menyamai kapasitas gutter inlet, apabila
panjang lubang inlet ditambah dengan 20-30 cm.

Lubang curb inlet adalah lubang yang diletakan pada bidang depan
batu tepi dengan arah masuk yang tegak lurus pada arah aliran got tepi,
sehingga curb inlet bekerja seperti suatu pelimpah samping.

56
Lubang curb inlet hanya dapat bekerja, apabila bidang depan batu
tepi betul-betul vertikal. Air yang memasuki lubang curb inlet harus
merubah arahnya, tegak lurus pada arah semula (arah aliran got tepi).

Apabila kemiringan melintang perkerasan jalan sangat kecil, maka


aliran got tepi akan menyebar sepanjang lebar jalan yang sangat besar,
sehingga lubang curb inlet harus sangat panjang pula agar perubahan arah
aliran dapat terlaksana.

Oleh karena itu, lubang curb inlet hanya dapat bekerja dengan baik,
apabila kemiringan melintang perkerasan jalan cukup besar. Kurva dibawah
ini menunjukan kapasitas lubang curb inlet dinyatakan dalam debit persatuan
panjang hasil eksperimen.

Perkerasan Jalan trotoar

s
a
Besi cor

Gambar 2.17 Contoh Gambar Curb


Inlet
2.8.6 Penampang Gutter Inlet

Gutter inlet adalah lubang bukaan (atau lubang pemasukan) yang


terletak mendatar secara melintang pada dasar got tepi, berbatasan dengan
batu tepi. Lubang ini dilindungi oleh penutup berkisi (berjeruji).

Pemasangan gutter inlet tidak bergantung pada kemiringan memanjang


jalan dan dapat dipasang pada semua jalan dengan menyesuaikan bentuk
penutup lubang gutter.

57
Kapasitas drainase dari gutter inlet bergantung pada bentuk penutup
gutter inlet, yang terdiri dari beberapa type :

(a) Type sekat vertikal (b) Type sekat horizontal

(c) Type sekat campuran (d) Type sekat berkisi

Gambar 2.18 Penutup Gutter Inlet

Penutup gutter inlet harus memenuhi dua syarat :

 Harus memenuhi kapasitas drainase yang besar.


 Harus mampu menahan gaya-gaya luar yang bekerja pada penutup,
termasuk beban lalu lintas.

Debit dalam dari got tergantung pada bentuk, kemiringan memanjang


dan kekasaran got tepi. Rumus manning dapat dipakai, karena aliran
dianggap seragam, meskipun sebenarnya tidak sepenuhnya seragam dan
koefisien kekasaran n dari Manning harus dimodifikasi karena ada pengaruh
aliran samping dari permukaan jalan (pola aliran tidak semitris)
2 1
1 Q
Q= x A x R 3 x s 2 V =
n A
1
1
X= xV x y2
2

58
dimana :

Q = Kapasitas gutter inlet (m3/detik)

s = Kemiringan potongan memanjang jalan (m/m)

n = Koefisien kekasaran Manning = 0.013

y = tinggi gutter (m)

V = kecepatan aliran (m3/dtk)

X = Panjang kisi-kisi (cm)

Besi

Pip
a

Gambar 2.19 Penampang Gutter Inlet

59
2.9 Kriteria Masyarakat yang dilayani

2.9.1. Standar Kebutuhan Air Bersih Rumah Tangga


Air merupakan kebutuhan pokok manusia dalam menuang seluruh
aktivitas kehidupanya. Air diperlukan manusia harus cukup untuk seluruh
kebutuhan hidup khususnya kebutuhan air minum. Dalam lingkungan rumah
tangga peranan air mencakup tiga hal, yaitu konsumsi untuk air minum yang
dibutuhkan untuk kelangsungan hidup secara fisik, higienis, dan
kenyamanan.Untuk memperkirakan jumlah kebutuhan air untuk rumah
tangga dilakukan standar kebutuhan minimum penduduk yang meliputi
kebutuhan air untuk makan, minum, mandi, kebersihan rumah dan menyiram
tanaman (Suhandri, 1996:19).

Tabel 2.19 Standar Kebutuhan Air Bersih Departemen Kesehatan (liter/orang/hari)

Keperluan Air yang Dipakai


Minum 2,0
Memasak, kebersihan dapur 14,5
Mandi, kakus 20,0
Cuci pakaian 13,0
Air wudhu 15,0
Air untuk kebersihan rumah 32,0
Air untuk menyiram tanam-tanaman 11,0
Air untuk mencuci kendaraan 22,5
Air untuk keperluan lain 20,0
Jumlah 150,0
Sumber : Wardhana, 1995:136

Jumlah air minum yang dibutuhkan manusia berdasarkan beberapa


penelitian dan standar berbeda-beda. Standar yang diterapkan oleh
Departemen Kesehatan dapat dilihat pada Tabel. 2.19. Standar yang
digunakan dalam penyusunan rencana tata ruang mengenai kebutuhan sarana
prasarana termasuk kebutuhan akan air bersih dan saluran pembuangan limbah

60
domestik adalah standar yang ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.
Adapun standar kebutuhan air bersih yang telah ditetapkan oleh PU
ditunjukkan oleh tabel 2.20

Tabel 2.20 Standar Kebutuhan Air Departemen Pekerjaan Umum


Keperluan Konsumsi (liter/orang/hari)
Mandi, cuci, kakus 12,0
Minum 2,0
Cuci pakaian 10,7
Kebersihan rumah 31,4
Taman 11,8
Cuci kendaraan 21,1
Wudhu 16,2
Lain-lain 21,7
Jumlah 126,9
Sumber : Slamet, 1994:89

2.9.2. Timbulan Air Limbah dari Kebutuhan


Untuk produksi limbah, faktor yang menentukan kekuatan air limbah
domestik adalah BOD yang diproduksi perorang per hari. Dengan variasi
pada setiap negara adalah berbeda. Perbedaan yang terbesar adalah pada
kuantitas dan kualitas di badan pelimbahan adalah dari variasi makanannya.
Dengan variasi pada setiap negara adalah berbeda. Perbedaan yang terbesar
adalah pada kuantitas dan kualitas di badan pelimbahan adalah dari variasi
makanannya (Mara, 2004).
Timbulan air limbah menurut Mara (2004) dapat diasumsikan 80%
dari kebutuhan. Sehingga didapatkan data timbulan air limbah sesuai
kebutuhan perencanaan saluran drainase :

61
Tabel 2.21 Standar Kebutuhan Air Untuk Perumahan

Keperluan Konsumsi (liter/orang/hari)

Mandi, cuci, kakus 12,0


Minum 2,0
Cuci pakaian 10,7
Kebersihan rumah 31,4
Taman 11,8
Cuci kendaraan 21,1
Wudhu 16,2
Lain-lain 21,7

Jumlah 126,9

Sumber : Slamet, 1994:89

Timbulan air limbah = Kebutuhan air x 80%


= 126,9 x 80%
=101,52 liter/orang/hari

62
Tabel 2.22 Pengunaan Air 8 Jam Per Hari

63

Anda mungkin juga menyukai