Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam teknik sipil terdapat beberapa bahan materi yang dipelajari. Salah
satunya adalah pengetahuan tentang aspal, dimana ilmu aspal digunakan dalam
melaksanakan proyek pembuatan jalan raya. Dalam teknik sipil, aspal hanya
digunakan untuk pembuatan jalan. Berbeda dengan beton, beton hampir digunakan
dalam semua aspek ilmu teknik sipil. Artinya, semua struktur dalam teknik sipil akan
menggunakan beton, minimal dalam pekerjaan pondasi. Struktur aspal sangat
dipengaruhi oleh komposisi dan kualitas bahan-bahan pencampur aspal seperti yang
tercantum dalam perencanaan. Hal tersebut bergantung juga pada suhu, serta
kekuatan menumbuk/ menekan aspal untuk bercampur dengan agregat lainnya.

1.2 TUJUAN
Setelah melakukan percobaan ini, praktikan dapat:
1. Merencanakan suatu campuran dengan menggunakan metode perencanaan
campuran yang yang memenuhi standart
2. Menguji suatu campuran uji menjelaskan prosedur-prosedur untuk
penyesuaian dan koreksi proporsi campuran aspal
3. Menggunakan peralatan pengujian dengan terampil

BAB II
DASAR TEORI

2.1 SEJARAH

Dari sejarah dapat diketahui bahwa aspal, atau asphalt (USA) atau bitumen
(Inggris) telah digunakan untuk beberapa keperluan, contoh:
1. Babilonia : aspal digunakan sebagai perekat pada pembuatan tembok
2. Kerajaan Roma : aspal digunakan sebagai bahan pada pekerjaan lantai
3. Mesir : aspal digunakan untuk bahan pengawet jenazah para raja
Data perkembangan penggunaan aspal di beberapa kota atau negara adalah sebagai
berikut:
300 B.C : Egypte, aspal untuk bahan pengawet jenazah raja
1802 : France, aspal untuk bahan lantai, jenazah
1838 : Philadelphia, rock asphalt mulai digunakan
1870 : New York dan New Jersey, aspal untuk pengerasan jalan
1876 : Washington, aspal untuk perkerasan jalan
1902 : USA, mulai digunakan aspa minyak
1926 : produksi aspal minyak mulai meningkat, karena
penggunaannya juga meningkat

2.2 BAHAN PENYUSUN

Aspal merupakan senyawa hydrogen (H) dan carbon (C) yang terdiri dari
parafins, naphtene, dan aromatics. Bahan-bahan tersebut membentuk kelompok yang
disebut:
a. Asphaltenese
Kelompok ini membentuk butiran halus berdasarkan aromatic/benzene structure
serta mempunyai berat molekul tinggi.
b. Oils
Kelompok ini berbentuk cairan yang melarutkan asphaltenese, tersusun dari
paraffins (waxy), cyclo paraffins (wax-free), dan aromatics serta mempunyai berat
molekul rendah.
c. Resins
Kelompok ini berbentuk cairan menyelubungi asphatenese dan mempunyai berat
molekul sedang. Selanjutnya gabungan oils dan resins sering juga disebut maltenese.

2.3 JENIS ASPAL


2.3.1 Aspal Alam
Aspal jenis ini banyak terdapat di alam, contohnya:
1. Lake Aspal, terdapat di Trinidad Bermuda. Aspal dari Trinidad ini
jika diurai akan didapatkan bahan-bahan dengan komposisi
kurang lebih sbb:
40 % bitumen
30 % bahan eteris
25 % bahan mineral
5 % bahan organik
2. Batu aspal (rock asphalt) di Pulau Buton (Sulawesi Tenggara),
Aspal ini yang juga dikenal dengan Butas (Buton Asphalt) atau
Asbuton (aspal Batu Buton), terdapat di dalam karang, sehingga
aspalnya bercampur dengan batu kapur (CaCO3). Asbuton pada
umumnya tersusun dari :
30 % bahan bitumen
65 % bahan mineral
5 % bahan lain
Proses terjadinya:
Di daerah yang mengandung minyak bumi (beserta aspal) terjadi gerakan kulit
bumi. Gerakan kulit bumi menyebabkan terjadinya penurunan dan retak-retak pada
kulit bumi. Adanya tekanan di dalam kulit bumi, menyebabkan minyak bumi keluar.
Jika tekanan cukup kuat, minyak bumi dapat keluar bersama aspal yang keluar
melalui retak-retak pada kulit bumi, sehingga aspalnya tertinggal di dalam batuan
yang dilewatinya.
Untuk kondisi di Pulau Buton ini dalam perjalananya, minyak bumi ini keluar
melalui batuan yang porous, sehingga minyak bumi bersama aspal akan menguap ke
lapisan batu yang porous dan terjadilah rock asphalt. Mengingat proses terjadinya
batu aspal ini, maka kadar bitumen yang ada dalam batu aspal tidak merata, dan ini
terbukti bahwa pada suatu daerah kadar bitumennya sangat sedikit sedang pada
daerah yang lain kadar bitumen yang didapat sangat tinggi.
Klasifikasi
Batu aspal di pulau Buton ini di dalam eksplotiasinya dikelompokkan menurut
kadar bitumennya, hal ini dimaksudkan untuk memudahkan penggunaanya dalam
pekerjaan jalan. Pengelompokkan tersebut sbb :
Kelompok Kadar Bitumen (%)
Asbuton 10 (B 10) 9-11
Asbuton 13 (B 13) 11.5-14.5
Asbuton 16 (B 16) 15-17
Asbuton 20 (B 20) 17.5-22.5
Asbuton 25 (B 25) 23-27
Asbuton 30 (B 30) 27.5-32.5

Pada asbuton ini jumlah bahan serta bitumen dapat mencapai lebih dari 80
%yang berupa pasir dan kapur. Mineral yang terkandung dalam kapur dan pasir
tersebut antara lain :

Mineral Kandungan
(%)
Kalsium karbonat 81,62-85,27
Magnesium Karbonat 1,98-2,25
Kalsium Sulfat 1,25-1,70
Kalsium Sulfida 0,17-0,33
Air Kablen/kristal 1,3-2,15
Silikat Oksida 6,95-8,25
Aluminium Oksida dan Feri Oksida 2,15-2,84
Sisa 0,83-1,12

Bahan susun asbuton terdiri dari:


1. Asphaltenese : 68,42%
2. Maltenense : 31,58%, meliputi : nitrogen bases 17 %, acidaffins I 5,48%,
acidafins II 4%, parafins 4,88%
Sifatnya :
1. Mudah menyerap air, unuk pekerjaan jalan kadar air yang dianjurkan maksimum
10%.
2. Pengaruh panas
Seperti halnya pada aspal, batu ini jika dipanasi akan berubah sifatnya, yaitu dari
keadaan keras menjadi plastis. Sampai pada suhu 30o C, batu aspal masih bersifat
rapuh dan mudah dipecah., sehingga jika diinginkan batu aspal yang lebih kecil
pemecahan bongkah batu aspal harus dilakukan pada suhu rendah.Sedangkan
pada suhu 60o-100oC, batu aspal sudah akan bersifat agal plastis dan sukar pecah.
Bila suhu mencapai 100o-150oC, batu aspal akan hancur.
3. Sebagai bahan jalan

Bahan Pelunak
Untuk mengeluarkan bitumen dari dalam butiran asbuton, perlu ditambahkan
bahn pelunak/pengencer. Bahan pelunak ini dapat berupa :
1. flux oil (dianggap mengandung bitumen 35%)
2. bunker oil/minyak bakar (dianggap mengandung bitumen 45%)
3. campuran solar dan aspal semen (1:1)
4. aspal cair, Slow Curing (SC 70)
Jumlah berat bahan pelunak yang dibutuhkan sebanyak 3-5% berat asbuton kering.

Usaha Pemanfaatan
Pemanfaatan asbuton selama ini telah diusahakan semaksimal mungkin.
Usaha tersebut antara lain berupa perbaikan atas karakteristik bitumen dan atau bahan
pengisinya. Beberapa contoh isaha pemanfaatan asbuton:
a. Asbuton mikro
b. Buton Epuro(BE)
c. Butonic Mastic Aspal (BMA)
d. Refined Asbuton (Retona)

2.3.2 Aspal Minyak


Aspal yang diperoleh dan minvak bumi soring juga disebut aspal ininyak
( asmin ). aspal murni iiiau petroleum asphalt.
Di dalam proses penyanngaii crude oil. ticlak sauna crude oil dapat iiienghasilkan
aspal. Hal ini tergantung joins crude oil-nya. scpcrli ditunjukkan dalam label
beriKut:

Tabel 3.3
Jenis Keterangan

Asphaltic base cruel oil dapat menghasilkan aspal


Pamffinjc base crude oil dapat menghasilkan parafin
Mixed base crude oil Dapat menghasilkan aspal dan parafin
(karena kadar yang dikandununva sama )

Jenis Pengolahan
untuk mendapatkann aspal. jenis pengolahan ini yang sering dipakai adalah :
1. vacum and steam refining process
Proses mi menggunakan pnnsip ponguapan dan distilasi. Minyak tanah kasar
dipaiiasi terus menerus selungga tcrjadi penguapan. Dcngan
niembedakan atas berat jenisnya, uap ynng timbul didinginkan sehiiigga
tcrjadilah bahan minyak. Sisa material yang ada adalah merupakan
bahan aspal. dan dcngan proses tertentu ( vacuni lower bahan aspal
dialiri uap suhu 2700F) akan menghasilkan aspal asli yang berupa cairan
dan selanjutnya akan memibki kekerasan tertentu yang nantinya disebut
aspal semen ( asphallic cement).
2. Solvent diaspalthing process.
Dan sisa material vane ada. pada pclaksanaan proses tertentu ( vacuni tower )
diberikan tambahan propana ( C-,HS ). sehingga terjadilah aspal semen.
Proses ini sering disebut propone diaspalthing process.

Jenis Aspal Semen


Ada beberapa jenis, yaitu dibedakan menurut kerjasama
tabel 3.4
Jenis Keterangan

AC 40-50 AC menunjukkan Asphallic Ccmcni dan


AC 60-70 angka yang ada di belakangi ivneimsi
AC 85- 100 yaitu masuknya jarum penetrasi (dalani
AC 200 - 300 tes penctrasi) dengan beban100 g pada
Dan lain-lain suhu 250 Celeius sclama 5
Persyaratan utama aspal semen adalah :
1. AC berasal dari basil minyak bumi.
2. Aspal hams memiliki sifat yang sejenis.
3. Kadar parafin dalani aspal tidak melebihi 2 %.
4. Tidak menganrlung air dan tidak berbusa jika dipanaskan sampai 175 C.

Penggunaan
Karena keadaan yang solid tersebut, maka di dalam penggunaannya aspal
perlu
dipanaskan terlebih dahulu, contoh : pada pembuatan beton aspal campuran panas
( hot mixDengan pemanasan maka tingkat kekerasan ( koiisistensi ) aspal akan
berubah. Bahan yang konsistennya berubah dengan berubahnya suhu disebut bahan
thermoplastic, dan aspal termasuk ke dalam kelompok ini.

Proses Tambah
Dengan adanva aspal semen, untuk memenulii kebutuhan pelaksanaan konstruksi
tertentukadang-kadang masih mengalami kesulitan. Makn untuk it.i diusahakan
adanva ienis aspal baruyang dapat mengatasi kesulitan serta dapat memenuhi
kebutuhan. Jenis aspal tersebut dapat diwujudkan dengan eara memberikan prose?
"imbali terhadap aspal semen. Secara skematis adalah sebagai berikut :
aspal semen (asli) jenis aspal baru dengan sifat dan ujud yang
berbeda
Proses tambah yang dapat dibenkan ada beberapa macam :
1. Dipanasi
Proses lanibah ini dilakukan denuan cara aspa! asli di: anaskan dengan temperatur
tinggi, dan dalani keadaan ini aspal juga dihernbusi udara dengan suhu tinggi. Proses
ini disebut proses hemousan udara panas fair hhiw mg process ) dan menghasilkan
aspal yang disebut air blown aspal
Sifat aspal
Kepekaan aspal terhadap temperatur agak berkurar.g L'ntuk meningkatkan
kekurangpekaan aspal Japal diusahakan dengan menambah jumlah udara yang
dihembuskan. Hal ini terjadi karena rangkaian Carbon ( C ) menjadi scmakin panjang
akibat lepasnya unsur Hidrogen ( H ) yang selanjutnya terubah menjadi air ( H rO )
karena adanya O2. Penggunaannya sebagai pelapis atap
2. Ditambah bahan kimia
Setelali aspal dipanasi seperti pada butir 1, kemudian ditambah dengan bahan kimia
dan terbentuklah epoxy asphalt.
3. Ditambah pengenoer
Aspai ash akan !arut dalam m nyak yang berasai dari minyak tanah
kasar. Sifat ini dimanfaaikan untuk mcngubah aspa: ash yang solid menjadi aspal
cair ( cutback asphalt). Contoli
a AC + gasoline --------- rapid curing liquid asphalt (RC)
b AC + karosene----------- medium curing liquidasphalt (MC)
c. AC + diesel oil---------> slim vi/ring liquid asphalt (SC)

Jenis
Aspal cair uibedakan menurut kekentalannya Cara mengukur kekentlan ada 2 cara,
yaitu :
1. Cara lama
Kekentalan aspal dinyatakan dengan Say hull l-'urol Viscosity, diukur pada suhu 140
Farenheit dengan saiuan detik yaitu menvatakan waktu yang diperlukan untuk
mengisi botol 60 ml dengan pipa diameter 1/8 inch Jems aspal dibedakan dengan
memberikan indeks dari 0-5.
BIRO PEXERBIT KMTS FT UGM
Tabel.5
indek Kekentalan (delik )
0 15-30
1 45-90
2 100-200
3 250-500
4 500-1200
5 1500-3000

Dengan demikian akan didapat aspal cair :


RCO RC1 RC2 RC3 RC4 RC5
MCO MCI MC2 MC3 MC4 MC5
SCO SCI SC2 SO SC4 SC5
2. Cara baru
KekentaJan aspal dinyatakan dengan kekentalan kinemaiik ( k'nematic viscosity) yang
diukur dengan viscosimeter pada suhu 140 Farenheit dengan satuan cennstoke. Jems
aspal dibedakan dengan cara memberikan indeks sesuai dengan kekentaJannya

Tabel 5.6
ludtk Kekentalan ( cst)
30 30 -60
70 70-140
250 250 - 500
800 800 - 1000
3000 3000-6000

Dengan demikian akan didapat aspal cair sbb :


RC30 RC70 RC250 RC800 RC3000
MC30 MC70 MC250 MC800 MC3000
SC30 SC70 SC250 SC800 SC3000

2.3.3 Aspal Emulsi


Proses Terjadinya:
Pada dasarnya aspal dan air tidak mau bercampur.jika keduanya bahan itu akan
dicampur maka bahan yang satu (aspal) didispersikan dalam bahan-bahan kedua
(cairan/air), dalam bentuk butiran butiran halus agar bahan yang telah dicampur itu
dapat bertahan lama yaitu butiran aspal tidak berkumpul dan menggumpal maka perlu
ditambah bahan lain yaitu surface actif agent (bahan pengemulsi).
Adanya bahan tersebut, dapat ditunjukan sebagai berikut :

I : butiran bitumen
III II I II : bahan tambah
III : air

Bahan tambah itu berada dibagian II yaitu memisahkan bitumen dengan air.
Jenis :
Dengan duberikannya bahan tambah maka pada butiran bitumen akan bermuatan
listrik.sehingga untuk bahan tambah ada dua jenis, yaitu :
1. Yang member muatan listrik negative, disebut emulsi negative atau
anionic.contoh bahan tambah natrium oleat.
2. Yang bermuatan positif disebut emulsi positif atau cationic, contoh bahan
tambah yaitu memberikan amine.

Dan bahan tambah tersebut, maka jenis aspal emulsi dapat dibedakan :
aspal emulsi anionic
aspal emulsi cationic
table 3.7
jenis Sifat
RS CRS AL KL Rapid breaking (bentuk
disperse cepat hilang bila
menyentuh batu) bersifat
labil (RS/CRS type)
MS CMS A2 A2 Medium breaking, bersifat
semi stbil (MS/CMS type)
SS CSS A3 K3 A4 K4 Slow breaking, bersifat
stabil (SS/CSS type)

Penggunaan :

Daya lekat antar aspal emulsi dan permukaan batu/jalan.sangat tergantung


pada proses penguapan air dan reaksi kimia antara kedua permukaan yang
bersentuhan tersebut.

1. Aspal emulsi enionik


Reaksi kimia pada dua permukaan akan berjalan apbila batunya bermuatan positif
(contoh batu :limestone, dolomites, laterik gravels).dan proses coating dapat berjalan
setelah proses penguapan air berjalan.

2. Aspal emulsi cationic


Mengingat adanya aliran listrik positif pada bitumen, maka daya ikat dengan batu
yang bermuatan negative sangat besar walawpun masih ada selaput air.kenytaan
menunjukan bahwa ikatan kedua permukaan itu tidak tergantung adanya selaput air.
Secara teoritis aspal emulsi cationic sangat cocok dengan batu yang bermuatan
negative, namun kenyataannya aspal emulsi cationic sangat cocok untuk kedua jenis
batu tersebut yang bermuatan positif maupun yang bermuatan negative ).
Hal ini dapat dijelaskan sbb :
Adanya energi yang tinggi (Vander Walls Force) pada aspal emulsi cationic,
dan mampu mengusir sulaput air yang mengelilingi batu.
Aspal emulsi cationic diproduksi cairan agak asam yaitu HCL atau acetic acid,
sehingga ada bagian netral yaitu CO3.yang membantu dalam membentuk
ikatan kuat

CA + 2HCl CO3 + H2 +CaCl3


bagian netral
1. Clay mineral yang diagregat + bagian cairan dalam a.e.k yang acid base
secara relative menambah daya afinitas.
Mengingat asifat aspal cationic tersebut, maka tingkat labilitas emulsi (rate of break)
dapat dinaikan dengan cara :
menambah kadar bitumen pada aspal emulsi
menurunkan kadar bahan tambah
membrikan bahan tambah yang lebih baik /kuat
a. dituangkan pada batu yang mempunyai permukaan kasar
b. dituangkan pada batu yang bersih
c. dituangkan pada batu yangbermuatan negative
d. menurunkan pH aspal emulsi
Sebaliknya bila ingin memmperlambat proses ikatan (rate of break) dapat dapat
dilakukan dengan menambah CaCl2.
Kelebihan dan kekurangan aspal emulsi :
KELEBIHAN.
a. tidak ada bahaya kebakaran
b. tidak ada polusi
c. stif bitumen (bitumen keras) dapat diperoleh dalam bentuk cair.
d. cocok untuk pekerjaan yang relative lebih kecil dengan unskilled labour
e. dan lain-lain.
.KEKURANGAN.
a. fungsi aspal baru bekerja dengan baik setelah air yang ada menguap.
b. cocok untuk agregat yang open grading.
c. dan lain-lain.

2.3.4 Aspal Karet


Aspal karet ini diperoleh dengan cara menambahkan karet pada aspal minyak.aspal
yang dapat digunakan berupa aspal semen, aspal cair atau aspal emulsi, sedangkan
karetnya bias berupa karet butiran, karet padat maupun karet cair.

Proses pencampurannya :
a. langsung yaitu antara aspal cair dan karet cair pada suhu 160c
b. masterbatch, aspal cair dan karet padat diairkan pada suhu 160c

Sifat asret
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat asret dari beberapa unsur pengamatan
lebih baik disbanding aspal semula.
2.4 BAHAN TAMBAH (ADDITIVE)
Semakin meningkatnya beban perkerasan, dituntut bahan lapis keras
yang lebih baik dalam arti lebih mampu meneruskan dan menyebarkan beban lapis
yang di bawahnya.untuk itu salah satu usahanya untuk meningkatkan kualitas aspal
daengan menambahkan additive.denngan menambahkan additive karakteristik aspal
sebagai bahan ikat akan lebih baik, antara lain :
a. elastisitas meningkat
b. tingkat keplastisan meningkat (rentang antara titik lembek traas breaking point)
c. kohesi bitumen meningkat
d. ketahanan terhdap deformasi permanen meningkat
e. ketahanan terhadap kelelehan pada suhu rendah meningkat
f. kerentanan bitumen terhadap panas menurun
g. proses oksidasi terhadap bitumen lebih lambat.

Bahan additive yang ada dewasa ini antara lain :


a. serat selulosa
b. latex dan polyolefin
c. styreme butadiene styrene
d. enthylene vinyl acetate
e. active poly propylene.

2.5 KLASIFIKASI ASPAL

1. DASAR
a) Penetrasi dari uji penetrasi yaitu jarum penetrasi dengan beban 100
gr, selama 5 detik pada suhu 25C masuk kedalam aspal diukur dalam
satuan 0,1 mm.

b) Kekentalan dari uji kekentalan


1) Sabolit Furol (SF)
Aspal suhu 60 mengalir melalui pipa untuk mengisi, labu
dengan volume 60 ml. Waktu pengisian menunjukkan kekentalan
SF (detik).
2) Kinematis dengan satuan Centi Stokes (cst)
3) Satuan cgs 1 gr/ch-sec, atau 1 dyne-sec/cm3, disebut poise (P).
S 1 unit 1 pa-s (1N-s/m2) disebut 10 P
4) Thin Film Oven Test - Kehilangan berat aspal dalam % berat
Rolling Thin Film Oven Karakteristik
aspal setelah RTFO test untuk
menetukan grading aspal semula dalam
AR (age residue) viscosity graded
series.

2. KLASIFIKASI ASPAL
a. Penetrasi AC 40 50 Angka menunjukkkan masuknya jarum
AC 60 70 penetrasi. (100gr/5detik/0,1mm)
AC 85 100
AC 120 150
AC 200 300

BS 3690
pen. 15 5
pen. 25 5
pen. 35 7
pen. 40 10
pen. 50 10
pen. 70 10
pen. 100 20
pen. 200 30
pen. 300 45
pen. 450 65
b. Kekentalan AC 2,5 Asphalt Cement angka menunjukkan
kekntalan pada 60 c (140 F) dalam satuan
AC 5 100-an poises.
AC 10
AC 20
AC 40

AR 1000
Age Reidue angka menunjukkan
AR 2000 kekntalan setelah uji RTFO pada suhu
AR 4000 60 C (140 F) dalam satuan poises.
(toleransi 25%)
AR 8000
AR 16000

c. Aspal Cair
Angka menunjukkan
Rapid Curing (RC) 30 0 kekentalan dalam satuan cst
Medium Curing (MC) 70 1 pada suhu 60 C.
250 2
Slow Curing (SC) 800 3
3000 4
5
d. Aspal Emulsi
Aspal Emulsi Anionic (-)
Aspal Emulsi Kationik (+)
Aspal Non Ionic (Netral)
Anionic Kationic BM Keterangan
RS 1 CRS 1 MC 1 MCK 1 C = cationic/cepat
RS 2 CRS 2 MC 2 MCK 2 R = rapid
MS 1 - MC 1 MSK 1 M = medium/mengendap
MS 2 CMS 2 MC 2 MSK 2 S = slow/sedang
MS 2h CMS 2h MS 2K MSK 2h S = setting
CMS 2s h = harder base asphalt
HF MS 1 - - -
HF = hot float (diukur
HF MS 2 - - -
dengan float test,
HF MS 2h - - -
dimungkinkan penggunaan
HF MS 2s - - -
film aspal tebal)
SS 1 CSS 1 ML 1 MLK -1
s = solvent (more solvent
SS 1h CSS 1h ML 1K MLK 1h
than the others)
K = kationok/kental

2.6 PEMERIKSAAN ASPAL

1. P. Penetrasi bitumen (100gr, 25C, 5 detik, o,1 mm)


2. P. Titik nyala (COC)
3. P. Titik baker
4. P. Titik lembek
5. P. Kehilangan berat/LOH (163C, 5 jam)
6. P. Kelarutan dalam CCL4
7. P. Daktilitas
8. P. Frass Breaking Point
9. P. Berat Jenis
10. P. Kekentalan (Kinematik dan Saybolt furol)
11. P. Distilasi aspal cair
12. P. Kelekatan aspal
13. P. Rolling Thin Film Oven (RTFO)
14. P. Pressure Aging Vessel (PAV)
15. Dynamic Shear Rheometer (DSR)
16. Rotational Viscometer (VR)
17. Bending Beam Rheometer (BBR)
18. Direct Tension Tester (DDT)
19. Dan lain-lain

2.7 Persyaratan Aspal Sebagai Bahan Jalan

Beberapa persyaratan aspal sebagai bahan jalan adalah sebagai berikut:


a. Kekakuan/kekerasan/stiffness
b. Sifat mudah dikerjakan/workability
Aspal yang dipilih haruslah mempunyai workability yang cukup dalam
pelaksanaan program pengaspalan. Hal ini akan memudahkan pelaksanaan
penggelaran bahan tersebut dan juga memudahkan dalam memadatkan
untuk memperoleh lapis yang padat kompak.
Dari sudut workabiltity ini usaha yang dapat dilakukan adalah:
1. Pemanasan/heating
2. ditambah pengencer
3. ditambah bahan pengemulsi
Untuk menggunakan aspal cair dan aspal pengemulsi perlu
memperhatikan waktu dan cuaca yang tepat, campuran cukup permeable,
lapis penggelaran yang tidak terlalu tebal, sehingga proses volatilisation
dan evaporation masih dapat berlangsungmasih dapat berlangsung Oleh
karena itu untuk kedua aspal ini umumnya digunakan pada kondisi
lalulintas ringan atau juga untuk pekerjaan surface dressing, tack coat, dan
slurry seals.
1. Kuat tarik/tensile strength dan adhesi/adhesion.
Aspal yang digunakan harus memiliki kuat tarik dan adesi yang cukup.
Sifat ini sangat diperlukan agar lapis perkerasan yang dibuat akan tahan
terhadap:
1. retak/cracking (ditambah oleh kuat tarik),
2. pengulitan/freeting stripping (ditahan oleh adesi),
3. goyah/ravelling (ditahan oleh kuat tarik adesi).
d. Tahan terhadap cuaca
Sifat ini diperlukan agar aspal tetap memiliki tahanan terhadap perubahan
cuaca, misalnya konsistensi tidak banyak berubah akibat cuaca, sehingga
kondisi permukaan jalan, misalnya koefisien gesek/skid resistance, dapat
memenuhi kebutuhan lalulintas serta tahan lama/durable.

2.8 Sifat Kimia dan Fisik Aspal


2.8.1 Kekentalan/viscosity

Kekentalan aspal akan dipengaruhi oleh:


1. Temperatur.
Dengan naiknya temperatur maka kekentalan aspal akan menurun.
Hal ini disebabkan oleh energi termal/thermal energy meningkat
dan melarutkan asphaltenese-nya ke dalam oils. Aromatic mineral
oils mempunyai daya pelarut asphaltenese yang lebih besar
disbanding dengan paraffinic minerals oil, sehingga aspal yang
berasal dari aromatic based bitumen cenderung bersifat lebh peka
terhadap perubahan suhu (higher temperatue suscepability) bila
dibandingkan dengan paraffinic based bitumen.

Tabel 3.12
aromatic based bitumen paraffinic based bitumen
Asphaltenese asphaltenese
aromatic mineral oils paraffinic mineral oils
resins resins

2. Lama Pembebanan
Jika dikaitkan dengan lalu lintas maka pembebanan yang lama
akan terjadi pada lalu lintas dengan kecepatan rendah atau
sebaliknya. Menurut Shell, dengan semakin lama pembebanannya
maka aspal yang semula bersifat elastic akan bersifat lebih
viscous.
3. Waktu (effect of time)
Hal ini berkaitan dengan sifat tahan lama aspal sebagi bahan jalan.
Apabila asapl dibiarkan dalam keadaan yang tidak/jarang sekali
mendapat beban, ternyata kekentalan aspal akan naik. Perubahan
kekentalan ini sebanding dengan waktu dan terjadi pada komposisi
kimia yang tetap (thixotropy). Thixotropy ini dapat dihilangkan
dengan cara memberikan tegangan/beban atau pemanasan pada
aspal tersebut.
Kekentalan bitumen umunya diukur dengan :
a. Penetrasi (penetration test)
b. Titik embek/softening point (ring and ball test)
c. Uji kekntalan

2.8.2 Kuat Tarik (tensile strength)


Kuat tarik aspal juga dipengaruhi oleh temperature dan lama
pembebanan. Kuat tarik aspal ini akan lebih nampak nyata pada suhu
rendah. Untuk mengetahui kuat tarik aspal dapat dilakukan percobaan
titik pecah Fraass (fraass breaking test)
2.8.3 Adesi (adhesion)

Adanya daya adesi ini dapat dijelaskan dengan mengacu pada


aspal emulsi kationik, yaitu aspal yang diberi tambahan amine.
Tambahan bahan (amine) yang semakin bertambah banyak akan
berakibat :
1. Perkembangan daya adesi dari adesi biasa, adesi pasif dan adesi
aktif.
2. Perkembangan gaya luar yang timbul dari tidak ada, kecil, sedang
dan besar.
Sedangkan besarnya daya adesi juga dipengaruhi oleh jenis bahan
tambahnya.

Kadar bahan tambah


Adesi biasa Adesi pasif Adesi aktif
1 2 3 4 5

Keterangan :
1. Daya adesi lemah sehingga air mampu mengusir film aspal tanpa
perlu bantuan gaya dari luar.
2. Ada daya adesi, tetapi daya ini akan hilang bila ada gaya luar
walaupun gaya luar itu cukup lemah.
3. Daya adesi sedang, dan aspal mampu menahan air walaupun
disertai adanya gaya luar yang cukup besar.
4. Daya adesi besar, dan aspal mampu menahan air walaupun disertai
adanya gaya luar yang kuat
5. Daya adesi sangat besar sehingga aspal mampu mengusir air yang
ada di agregat.
Contoh :
1. Campuran dingin dan kering (cold mixes) akan mengalami adesi
tipe 1, tetapi dengan berjalannya waktu maka adesi akan membaik
ke tipe 2 atau ke tipe 3. Sehingga 24 jam pertama penggelaran
bahan, adesi yang ada sangat peka terhadap air (misalnya hujan)
2. Campuran hot mix , akan segera mengalami tipe 2, selanjutnya ke
tipe 3 dan ke tipe 4.
3. Campuran akan segera mengalami tipe 5, bila padatnya
ditambahkan bahan tambah yang jenis dan kadarnya tepat.

2.8.4 Pengaruh Cuaca

Karena aspal merupakan senyawa hydrogen dan karbon yang mungkin


dalam kondisi unsaturated, perubahan sifat yang sangat perlu
diperhatikan yaitu reaktivitas terhadap O2. hal ini mengingat, bahwa
aspal untuk perkerasan akan selalu berhubungan dengan
udara/oksigen.

1. Oksidasi pada suhu tinggi


aspal suhu + udara suhu terjadi asphaltenese + H2O
tinggi tinggi lebih banyak
Proses dehidrogenesis

2. Oksidasi pada suhu rendah


Aspal didiamkan pada suhu ruangan yang tidak kena sinar
matahari, lama kelamaan terjadi selaput tipis yang keras. Selaput keras
ini efektif untuk menghalangi proses oksidasi lebih lanjut. Pada
kondisi di luar (terkena sinar matahari) prose terbentuknya selaput
tipis lebih cepat.
Selaput tipis ini bila terkena tekanan mekanis dapat pecah, sehingga
membuka kesempatan oksidasi bagi lapisan yang ada di bawahnya.
pada oksidasi ini selalu timbul lapisan yang getas (brittle) yang
terdapat komponen baru yang larut dalam air.

2.9 Percobaan Pembuatan Campuran Aspal dengan Cara Marshall

Setelah didapatkan perbandingan komposisi masing-masing jenis


batuan (kasar-sedang-halus), maka selanjutnya adalah merencanakan untuk
menentukan berapa kadar aspal (jumlah pemakaian bahan pengikat aspal)
yang cukup untuk mengikat komposisi batuan tersebut. Hal ini dikarenakan
jumlah pemakaian aspal haruslah pas, tidak boleh kurang atau terlalu banyak.
Ada anggapan bahwa aspal jalan lebih kuat, ini adalah salah. Karena
terlalu banyak aspal akan mengakibatkan kekuatannya malah berkurang dan
banyak lagi akibat lainnya, sebaliknya aspal yang kurang dapat
mengakibatkan batuannya akan mudah lepas-lepas dan terbongkar kembali.
Untuk itulah Bruce Marshal mengembangkan satu metoda untuk menentukan
jumlah pemakaian aspal yang tepat hingga dapat menghasilkan campuran
yang baik sesuai persyaratan teknis perkerasan jalan yang ditentukan, metode
perencanaan yang dikembangkan oleh Bruce Marshal inilah yang akhirnya
terkenal dengan istilah cara MARSHAL, dan dijadikan standart internasional
untuk pembuatan perkerasan jalan campuran panas (hotmix).
Tahapan pembuatan contoh aspal campuran panas secara lengkap
adalah sebagaimana digambarkan pada skema percobaan Marshal,
sedangkan lengkap prosedur pelaksanaannya adalah sesuai dengan prosedur
yang telah dibakukan pada Marshal mix design AASHTO T-245 atau pada
ASTM T-1559.
Adapun inti dari prosedur perencananan campuran cara Marshal,
urutannya adalah
1. pembuatan campuran panas dari satu perbandingan komposisi batuan
yang sama dengan penggunaan kadar aspal yang bervariasi. (sebaiknya
7 variasi kadar aspal).
2. pembuatan briket contoh campuran (tiga contoh untuk satu variasi
kadar aspal) dengan cara dicetak dan dipadatkan dengan alat
penumbuk khusus dengan jumlah tumbukan sesuai dengan peruntukan
perkerasan jalan yang akan dibuat tersebut, dan penumbukan
dilakukan terhadap kedua permukaan (atas dan bawah).
3. pemeriksaan briket campuran yang meliputi :
kepdatan campuran
berat isi campuran
besaran pori dalam campuran
besaran pori yang terisi aspal
kekuatan atau stabilitas campuran
pengukuran besaran kelelahan (flow) campuran.
4. penentuan kadar aspal yang terbaik bagi perencanaan campuran
tersebut

BAB III
PROSEDUR PELAKSANAAN DAN HASIL PENGAMATAN
Subjek : Pengujian Aspal
Topik : Titik Lembek Aspal dan Ter

I. REFERENSI
a.AASHTO T 53 74
b. ASTM D 36 70
c.PEDC. Bandung. Pengujian Bahan. Edisi 1983

II. PERALATAN DAN BAHAN


1. Peralatan
a. Termometer sesuai dengan tabel 1.2.
b. Cincin kuningan.
c. Bola baja, diameter 9,53 mm dengan berat 3,45 sampai 3,55 gram.
d. Alat pengarah bola.
e. Bejana gelas diameter 8,5 cm, tinggi 12 cm (tahan terhadap pemanasan
mendadak).
f. Dudukan menda uji.
g. Pengukur waktu (stop watch).
h. Pemanas (hot plate).
2. Benda Uji
a. Panaskan contoh perlahan-lahan sambil diaduk terus menerus hingga cair
merata. Pemanasan dan pengadukan dilakukan perlahan-lahan agar
gelembung-gelembung udara tidak masuk. Suhu pemanasan untuk TER
tidak boleh meebihi 56C diatas titik lembek, untuk aspal tidak lebih dari
111C diatas titik lembek.
b. Panaskan 2 buah cincin sampai mencapai suhu tuang contoh dan letakkan
kedua cincin tersebut di atas pelat kuningan yang telah diberi lapisan
campuran tak dan sabun.
c. Tuangkan contoh ke dalam 2 buah cincin, diamkan pada suhu sekurng-
kurangnya selama 30 menit.
d. Setelah dingin ratakan permukaan contoh dalam cincin dengan pisau atau
spatula yang telah dipanaskan.

III. PROSEUR PELAKSANAAN


a.Pasang dan aturlah kedua benda uji di atas dudukannya dan letakkan pengarah
bola di atasnya. Kemudian masukkan satu set peralatan tersebut kedalam
bejana gelas yang telah berisi air suling dengan suhu (5 1)C sehingga
tinggi permukaan air antara 101,6 mm sampai 108 mm. Letakkan
termometer yang sesuai untuk pengujian ini diantara dua benda uji (12,7
mm) dari tiap-tiap cincin. Atur jarak antara permukaan pelat dasar dengan
dasar benda uji sehingga menjadi 25,4 mm.
b. Letakkan bola baja yang bersuhu 5C di atas dan di tengah-tengah
permukaanmasing-masing benda uji dengan memakai penjepit.
c.Panaskan bejana dengan kenaikan suhu 5C per-menit. Kecepatan pemanasan
ini tidak boleh diambl dari kecepatan pemanasan rata-rata dari awal
sampai akhir pekerjaan ini. Untuk 3 menit pertama perbedaan kecepatan
pemanasan tidak boleh melebihi 0,5C.

IV. PELAPORAN
a.Laporkan suhu pada saat masing-masing bola baja menyentuh plat dasar.
b. Kesimpulan dari hasil pengujian yang anda peroleh.
Catatan :
1. Apabila kecepatan pemanasan melebihi ketentuan di atas, maka pekerjaan
diulangi.
2. Apabila dari suatu pekerjaan duplo, perbedaan suhu untuk perbedaan dua
benda uji melebihi 1C maka pekerjaan diulangi.
Tabel 1.2 Spesifikasi Termometer

Nama ASTM ASTM High


Softening Point Softening Point
Termometer ASTM No. 15C 15F 16C 16C
Terendah Seluruh Seluruh Seluruh Seluruh
Daerah Pengukuran 2 s/d 30 s/d 30 s/d 85 s/d
80C 180F 200C 392 F
Sakala Terkecil 0,2C 0,5F 0,5C 1F
Sakala Terbesar 1C 1F 5C 10F
Kesalahan karena 0,2C 0,4F 0,3C 0,5F
pembacaan skala (maksimum)
Standarisasi Es dan Es dan Setiap Setiap
tiap 20C tiap 40C 20C 70F
Panjang seluruhnya 397 mm 397 mm
Diameter batang 6,0 s/d 7,0 mm 6,0 s/d 7,0 mm
Diameter bagian ujumg 4,5 s/d 5,5 mm 4,5 s/d 5,5 mm
Pnjang bagian cairan 9,0 s/d 14 mm 9,0 s/d 14 mm
Jarak ujung bawah 0C 32F 30C 86F
75 s/d 90 mm 75 s/d 90 mm
tempat cairan kegaris
Derajat pada jarak 80C 175F 200C 392F
333 s/d 354 mm 333 s/d 354 mm
Ruang penampung cairan Cincin gelas Cincin gelas

V. HASIL PENGAMATAN

No. Suhu yang Waktu (detik) Titik lembek


diamati (C) (C)
I II I II
1 5 0 0
2 10 300 300
3 15 480 480
4 20 720 720
5 25 960 960
6 30 1200 1200
7 35 1440 1440
8 40 1663 1680 40 39,9
9 45
10 50

gambar saat pengujian


titik lembek

VI. ANALISIS DATA


Yang dimaksud titik lembek adalah suhu pada saat bola baja dengan berat
tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal atau ter yang tertahan dalam cincin
berukuran tertentu sehingga aspal atau ter tersebut menyentuh plat dasar. Penentuan
titik lembek dilakukan antara lain untuk mengetahui sampai suhu berapa aspal dapat
dihamparkan dan bertahan dari pengaruh suhu tanpa menjadi leleh.
Dari hasil pengujian, didapatkan nilai titik-titik lembek untuk dua benda uji
yaitu suhu 40C dan suhu 39,9C dimana selisih untuk perbedaan dua benda uji
kurang dari 1C. Dan apabila dirata-rata maka titik lembek yang dicapai adalah
39,95C. Berarti, aspal tersebut dapat dihamparkan dan bertahan dari pengaruh suhu
tanpa menjadi leleh sampai suhu 48C. Angka tersebut sudah memenuhi standar
menurut Petunjuk Lapis Aspal Beton (LASTON) Untuk jalan Raya 1987, persyaratan
titik lembek untuk aspal keras yaitu pada penetrasi 60 adalah sekitar 48C-58C dan
pada penetrasi 80 adalah sekitar 46C-54C.

Subjek : Pengujian Aspal


Topik : Penetrasi Bahan-Bahan Bitumen

I. REFERENSI
a. AASHTO T - 49 68
b. ASTM D - 5 71
II. PERALATAN DAN BAHAN
1. Peralatan
a. Termometer
b. Alat penetrasi yang dapat menggerakkan jarum naik-turun tanpa gesekan
dan dapat mengukur penetrasi ampai 0,1.
c. Pemegang jarum seberat (47,5 0,05) gram, yang dapat dilepas dengan
mudah dari alat untuk peneraan.
d. Pemberat (50 0,05) gram dan (100 0,05) gram, masing-masing
dipergunakan untuk pngukuran penetrasi dengan beban 100 gram dan 200
gram.
e. Jarum penetrasi terbuat dari stainless mutu 440C atau HRC 54 sampai 60.
Ujung jarum harus berbentuk kerucut terpancung.
f. Cawan contoh terbuat dari logam atau gelas berbentuk silinder dengan
dasar rata dengan ukuran sebagai berikut :

Penetrasi Diameter (mm) Dalam (mm)


Dibawah 200 55 35
200 s/d 300 75 45
g. Bak perendam (water bath), terdiri dari bejana dengan isi tidak kurang dari
10 liter dan apat menahan suhu tertentu dengan ketekitian kurang lebih
0,1C. Bejana dilengkapi dengan plat dasar berlubang-lubang, terketak 50
mm diats dasar bejana dan tidak kurang dari 100 mm di bawah permukaan
air daam bejana.
h. Nampan air tidak merendam benda uji, dengan isi tidak kurang dari 350ml
dan tingga yang cukup untuk merendam benda uji tanpa bergerak.
i. Pengukur waktu (stop watch) dengan skala pembagian terkecil 0,1 detik
atau kurang dari kesalahan tertinggi 0,1 detik per-60 detik.
2. Benda Uji
a. Panaskan contoh perlahan-lahan samvil diadul terus-menerus hingga cair
merata. Pemanasan dan pengadukan dilakukan perlahan-lahan agar
gelembung-gelembung udara tidak masuk. Suhu pemanasan untuk TER
tidak bleh melebihi 60C diatas titik lembek, untuk aspal tidak lebih dari
90C diatas titik lembek. Waktu pemanasan tidak melebihi 30 menit.
b. Setelah contoh cair merata, tuangkan contoh ke dalam cawan dan diamkan
hingga dingin. Tinggi contoh dalam cawan tersebut tidak kurang dari
angka penetrasi ditambah 10 mm.
c. Tutuplah benda uji agar bebas dari debu dan diamkan dalam suhu ruang
selama 1 sampai 1,5 jam untuk benda uji kecil dan 1,5 sampai 2 jam untuk
benda uji besar.

III. PROSEDUR PELAKSANAAN


a. Letakkan benda uji dalam nampan dan masukan kedalam bak perendam
yang telah berada pada suhu yang ditentukan. Diamkan dalam bak tersebut
selama 1 sampai 1,5 jam untuk benda uji kecil dan 1,5 sampai 2 jam untuk
nebda uji besar.
b. Periksalah pemegang jarum pada plat penetrometer agar jarum dapat
dipasang dengan baik dan bersihkan jarum penetrasi dengan pelarut /
minyak kemudian kerigkan jarum tersebut dengan lap / kain bersih dan
pasanglah jarum pasa pemegang jarum.
c. Pasanglah pembert 50 gram di aas jarum untuk memperoleh beban sebear
100 0,1 gram.
d. Pindahkan nampan air yang berisi benda uji dari bak perendam ke bawah
alat penetrasi.
e. Turunkan jarum perlahan-lahan sehingga jarum tersebut menyentuh
permukaan benda uj. Kemudian aturlah arloji (jarum penunjuk penetrasi)
penetrometer pada angka 0(nol).
f. Lepaskan pemegang jarum dan secara bersamaan jalankan stop watch elama
jangka waktu (5 0,1) detik.
g. Putarlah arloji penetrometer dan bacalah angka penetrasi yang berimpit /
ditunjukan dengan jarum penunjuk.
h. Lepaskan jarum dari pemegang jarum pada alat penetrometer, bersihkan dan
siapkan alat penetrasi untuk pembacaan berikutya.
i. Lakukan pembacaan penetrasi di atas tidak kurang dari 5 kali pada benda uji
yang sama, dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan berjarak satu ama lai
dan dari tepi dinding cawan tidak kurang dari 10 mm.

IV. PELAPORAN
a. Laporkan angka penetrasi rata-rata sekurang-kurangnya 3 pembacaan dalam
bilangan bulat.
b. Kesimpulan dari hasil uji yang anda peroleh.

Catatan :
a. Hasil-hasil pembacaan tidak boleh melampaui toleransi di bawah ini :
Hasil Penetrasi 0 - 49 50 - 149 150 - 249 200
Toleransi 2 4 6 8
b. Apabila perbedaan antara masingg-masing pembacaan melebihi toleransi,
maka pemeriksaan harus diulangi.
c. Termometer untuk bak perendam harus dtera secara teratur.
d. Bitumen dan toleransi kurang dari 150 dapat diuji dengan alat-alat dan cara
pemeriksaan ini, sedangkan bitumen dengan penetrasi antara 350 500
harus dilakukan dengan alat lain.
e. Apabila pembacaan stop wath lebih dari (5 0,1) detik, hasil terseebut tidak
berlaku / diabaikan.

V. HASIL PENGAMATAN

Pembacaan Penetrasi Benda Uji


NO. (mm)

I II
1 60 66.5
2 60.5 67
3 58.5 66.5
4 58 70
5 62 73
6 64 77
7 67 79.5
8 71 80
9 75 80
10 74 81
65 74.05
Rata-Rata 69.525

VI. ANALISIS DATA


Penentuan penetrasi adalh suatu cara untuk mengetahui konsistensi aspal.
Konsistensi aspal merupakan derajat kekentalan aspal yang sangat dipengaruhi oleh
suhu. Untuk aspal keras atau lembek penentuan konsistensi dilakukan penetrometer.
Konsistensi dinyatakan dengan angka penetrasi, yaitu masuknya jerum penetrasi
dengan beban terentu ke dalam benda uji aspal pada suhu 25C selama 5 detik.
Semakin tinggi angka penetrasi semakin lembek aspal tersebut.
Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan, rata-rata penetrasi aspal dari dua
benda uji adalah sebesar 92,8. Jadi, nilai tersebut dimasukkan dalam kelompok aspal
jenis AC penetrasi 80-100 sehingga aspal ini dapat digunakan sebagai perkerasan
jalan raya.
Subjek : Pengujian Aspal
Topik : Berat Jemis Bitumen Keras Dan Ter

I. REFERENSI
a. AASHTO T 228 68
b. ASTM D - 70 72
c. PEDC. Bandung. Pengujian Bahan. Edisi 1983

II. PERALATAN DAN BAHAN


1. Peralatan
a. Termometer.
b. Bak perendam yang dilengkapi dengan pengatur suhu dengan ketelitian
(25 0,1) C.
c. Piknometer.
d. Air suling sebanyak 1000 cm.
e. Nampan.
f. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram.
2. Benda Uji
a. Panaskan contoh bitumen keras atau ter sebanyak 50 gram sampai
menjadi cair dan aduklah untuk mencegah pemanasan setempat. Duhu
pemanasan tidak boleh melebihi 56C di atas titik lembek dan dalam
waktu 30 menit.
b. Tuangkan contoh tersebut ke dalam piknometer yang telah kering hingga
terisi bagian dan diamkan pada suhu ruang dingin.

III. PROSEDUR PELAKSANAAN


a. Isilah nampan dengan air suling sehingga diperkirakan bagian atas
piknometer ke dalam namapan sehingga terendam sekurang-kurangnya
100 mm dan maskkan nampan ke dalam bak perendam serta atur suhu bak
perendam pada 25C.
b. Bersihkan, keringkan dan timbanglah piknometer dan penutupnya dengan
ketelitian 1 mg (A).
c. Angkatlah nampan dari bak perendam. Isilah picknometer dengan air
suling, kemdian tutuplah picknometer tanpa ditekan.
d. Letakkan picknometer ke dalam nampan dan tekanlah penutup hingga
rapat, kemudian masukkan nampan dan picknometer ke dalam bak
perendam. Diamkan dalam bak perendam sekurang-kurangnya 30 menit.,
kemudian angkatlah piknometer dan keringkan dengan lap / kain.
Timbanglah piknometer berisi air suling dan penutup dengan ketelitian 1
mg (B).
e. Keringkan piknometer dengan penutupnya, kemudian tuangkan contoh uji
bitumen ke dalam piknometer sehingga terisi bagian.
f. Biarkan piknometer sampai dingin, waktu pandinginan tidak kurang dari
40 menit dan timbanglah iknometer yang berisi benda uji dan penutupnya
dengan ketelitian 1 mg (C).
g. Isilah piknometer yang berisi benda uji degan air suling dan tutuplah
tanpa ditekan, diamkan agar gelembun-gelembung udara keluar.
h. Msukan piknometer ke dalam nampan dan tekanlah penutup biar rapat,
kemudian rendamlah dalam bak perendam sekurang-kurangnya 30 menit.
i. Ankat, keringkan dan timbanglah piknometer dengan benda uuji, air
suling dan penutupnya dengan ketelitian 1 mg (D).

IV. PERHITUNGAN
Hitingkah berat jenis dengan rumus :

(C A)
Berat jenis ASPAL =
( B A) ( D C )

dimana : A = Berat piknometer + penutup


B = Berat piknometer + air + penutup
C = Berat piknometer + bitumen + penutup
D = Berat piknometer + bitumen + air + penutup
V. PELAPORAN
a. Laporkan nilai berat jenis rata-rata, minimal dari dua benda uji dengan 3
desimal.
b. Kesimpulan dari hasil uji yang anda peroleh.

VI. HASIL PENGAMATAN


Pemeriksaan Benda Uji
I II
Berat piknometer + penutup A 29,1 26,9
Berat piknometer + air + penutup B 78,9 76,9
Berat piknometer + bitumen + penutup C 67,4 61,5
Berat piknometer + bitumen + air + penutup D 80,3 78,1
Berat jenis aspal = (C-A) / { (B-A)-(D-C) } 1,038 1,036
Berat jenis rata-rata 1,037

gambar saat pengujian


berat jenis aspal

VII. ANALISIS DATA

Berat jenis aspal tanpa campuran biasanya berkisar antara 1,025-1,035 pada
suhu 25C. Makin keras aspal umumnya berat jenisnya semakin tinggi. Berat jenis
dapat dipengaruhi perubahan suhu dan pemuaian yang dapat menyebabkan terjadinya
perubahan volume. Nilai berat jenis aspal dibutuhkan untuk membuat bermacam-
macam variasi campuran aspal atau untuk membuat bermacam-macam variasi
campuran aspal atau untuk jenis-jenis pengujian aspal lainnya.
Dari praktikum yang telah kami lakukan, berat jenis rata-rata yang didapat
adalah 1,037. Berat jenis pada benda uji I adalah 1,038 dan berat jenis pada benda uji
II adalah 1,036. Nilai rata-rata yang dicapai selisih sedikit dengan nilai kisarannya.
Seperti yang telah dikatakan di atas, hal ini mungkin dikarenakan adanya pengaruh
perubahan suhu dan pemuaian yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan
volume.

Anda mungkin juga menyukai