Anda di halaman 1dari 34

BAB V

BALOK DAN TORSI BALOK

A. Pendahuluan
1. Balok
Balok adalah gabungan dari elemen tarik dan elemen tekan.
Elemen tekan (sayap/flange tekan) yang ditopang (braced) secara integral
dalam arah tegak lurus bidangnya oleh bagian badan/web (yang
menghubungkan ke sayap tarik yang stabil) juga dianggap memiliki
sokongan samping (lateral) dalam arah tegak lurus bidang badan. Jadi
tekuk keseluruhan sayap tekan sebagai kolom tidak dapat terjadi sebelum
kapasitas momen batas penampang tercapai. Walaupun
kebanyakan balok dalam praktek memiliki sokongan samping yang
memadai sehingga stabilitas lateral tidak perlu ditinjau, persentasi
keadaan yang stabil mungkin tidak sebesar yang diperkirakan.
2. Torsi Balok
Torsi (twist) atau momen puntir adalah momen yang bekerja
terhadap sumbu longitudinal balok/elemen struktur.Torsi dapat terjadi
karena adanya beban eksentrik yang bekerja pada balok tersebut.Selain
itu,pada umumnya torsi dijumpai pada balok lengkung atau elemen
struktur portal pada ruang.
Beban lateral dapat mengakibatkan torsi pada bangunan ketika
beban lateral tersebut cenderung memutar bangunan tersebut dengan arah
vertikal. Torsi merupakan efek momen termasuk putaran/ puntiran yang
terjadi pada penampang tegak lurus terhadap sumbu utama dari elemen.
Hal ini terjadi ketika pusat beban tidak tepat dengan pusat kekakuan
elemen vertikal beban lateral – sistem ketahanan struktur tersebut.
Eksentrisitas diantara pusat kekakuan dan massa bangunan dapat
menyebabkan gerakan torsi selama terjadinya gempa. Torsi ini dapat
meningkatkan displacement pada titik ekstrim bangunan dan
menimbulkan masalah pada elemen penahan lateral yang berlokasi pada
tepi gedung. Torsi yang timbul pada bangunan dapat disebabkan oleh
beberapa hal yaitu : bentuk bangunan, efek gangguan bangunan lain, dan
pengaruh dinamis, namun para perancang sering melalaikan pengaruh
tersebut. Torsi tidak dapat dihapuskan tetapi dapat mungkin diperkecil
atau paling sedikit merancang untuk dikenali.

Gambar 5.1 Torsi Pada Balok Bulat

Gambar 5.2 Torsi Pada Kantilever

Gambar 5.3 Torsi Pada Balok Lengkung


Gambar 5.4 Torsi Pada Kanopi
Pada kasus-kasus tertentu, pengaruh torsi lebih menentukan dalam
perencanaan elemen struktur jika dibandingkan dengan pengaruh beban-
beban yang lain, misalnya : torsi pada kantilever (Gambar 5.2) atau torsi
pada kanopi (Gambar 5.4).
Secara kualitatif kita dapat memandang sayap tekan balok sebagai
kolo, dengan semua pertimbangan yang dibahas sebelumnya. Sayap
segiempat yang berlaku sebagai kolom biasanya akan tertekuk dalam
arah lemah akibat lentur terhadap sumbu seperti 1-1 pada Gambar 9.1.1b;
namun badan memberi sokongan terus menerus untuk mencegah tekuk
ini. Sayap tekan tidak hanya ditopang (braced) dalam arah lemah leh
badan yang menghubungkannya ke sayap tarik yang stabil, tetapi badan
juga memberikan pengekangan momen dan geser menerus sepanjang
pertemuan sayap dan badan. Jadi, kekakuan lentur badan menyebabkan
seluruh penampang ikut bekerja bila pergerakan lateral (ke samping) ikut
terjadi.
3. Pembebanan
Secara umum dalam struktur, pembebanan yang terjadi pada balok
adalah beban terpusat dan beban mearata yang terdiri atas berat sendiri
balok. Desain ini menjadi dasar untuk menentukan kondisi balok yang
akan didesain, masingmasing kondisi balok saat terbebani tergantung dari
profil yang dipilih. Analisis yang dilakukan adalah pengecekan
kelangsingan profilnya, apakah profilnya kompak, tak kompak atau profil
terlalu kuat sehingga kurang ekonomis dan dapat diganti dengan profil
lain yang lebih sesuai. Setelah terpenuhi kondisi lenturnya maka
berikutnya adalah tahanan gesernya, tahanan geser akan lebih menentukan
pada bentang yang lebih pendek.
a. TINJAUAN BEBAN
Dalam melakukan analisis desain suatu struktur bangunan,
perlu adanya gambaran yang jelas mengenai perilaku dan besar
beban yang bekerja pada struktur. Hal penting yang mendasar adalah
pemisahan antara beban-beban yang bersifat statis dan dinamis.
1) Beban statis
Beban statis adalah beban yang memiliki perubahan
intensitas beban terhadap waktu berjalan lambat atau konstan.
Jenis-jenis beban statis menurut Peraturan Pembebanan Indonesia
untuk Rumah dan Gedung 1983 adalah sebagai berikut:
a. Beban mati (dead load/ DL)
 berat sendiri balok
 kolom
 pelat lantai
 dinding
b. Beban Hidup ( Live Load/LL)
2) Beban Dinamik
Beban dinamik adalah beban dengan variasi perubahan
intensitas beban terhadap waktu yang cepat. Beban dinamis ini
terdiri dari beban gempa dan beban angin.
b. Contoh Prinsip dalam Penentuan Pembebanan pada Balok.
Sebelum menghitung dimensi balok pada lantai 2, perlu untuk
menghitung beban-beban yang bekerja pada balok tersebut. Beban
yang diterima oleh balok, ( seperti pada ilustrasi dibawah ini ) adalah :
 beban plat lantai ( q1 )
 beban balok anak ( berat sendiri balok anak + q2 )
Ilustrasi pembebanan pada balok B1
Langkah-langkah perhitungan:
 Menentukan beban yang bekerja pada plat lantai



 Menghitung tebal plat lantai ( dianggap sudah hitung
 Menghitung beban merata pada balok.

 Menghitung beban plat pada balok B1


Beban merata pada balok B1
 Menghitung beban terpusat pada balok.

 Beban P1 ( beban plat lantai pada balok B2 dan berat sendiri balok
B2 ; dipakai untuk perhitungan kolom pada portal struktur )
 Beban P2 ( beban plat lantai pada balok anak dan berat sendiri
balok anak )

Beban terpusat pada balok B1


 Menghitung beban angin dan beban gempa
 Input data pada portal ( sap ; etabs ; staadpro ; etc )
 perhitungan balok B1 sesuai hasil analisis program.

B. Penampang
1. Analisa
Ada tiga regangan batas (strain state) yang telah diidentifikasi dan
dijadikan peraturan dalam desain struktur baja, yaitu dibedakan atas
penampang kompak, tak kompak, dan langsing. Batasan suatu penampang
dikatakan kompak dan tak-kompak terletak pada rasio lebar-tebal λp.
Penampang yang memiliki rasio lebar-tebal kurang dari λp (penampang
kompak) memiliki kemampuan untuk berotasi setelah pada kondisi pasca
leleh (inelastis). Batasan lainnya λr, menunjukkan batas yang jelas antara
penampang tak-kompak dan penampang langsing. Selama berada di
bawah λr, maka tekuk lokal elastis tidak akan mempengaruhi kekuatan
elemen tersebut, namun apabila yang terjadi adalah sebaliknya maka
tekuk lokal terjadi sebelum tegangan lelehnya tercapai. Selain itu ada juga
yang dimaksud dengan tekuk global. Tekuk global berkaitan dengan
panjang bentang tak terkekang dari elemen struktur tersebut. Bentang tak
terkekang suatu elemen juga terbagi atas tiga yaitu bentang pendek,
bentang menengah, dan bentang panjang.
𝜆 adalah parameter kelangsingan, λp adalah parameter batas
kelangsingan untuk elemen kompak, λr adalah parameter batas
kelangsingan untuk elemen tak kompak. 𝑀𝑛 adalah kekuatan lentur
nominal (kip-in atau N-mm). 𝑀𝑝 adalah momen lentur plastis atau
momen sehubungan dengan distribusi tegangan plastis di atas penampang
komposit (kip-in atau N-mm). 𝑀𝑟 adalah kekakuan lentur orde-kedua
atau kekuatan lentur perlu yang diperlukan akibat kombinasi beban
DFBK- atau DKI (SNI-1729-2015). Parameter kelangsingan dapat dicari
bf
menggunakan persamaan λ = , sedangkan λp dan λr dapat dicari
2tf

menggunakan persamaan yang ada di tabel berikut ini: (SNI-1729-2015)


Tabel Rasio Tebal-terhadap-Lebar: Elemen Tekan Komponen Struktur
Menahan Lentur
Rasio Batasan Rasio Tebal-Lebar
Deskripsi Ketebalan-
Kasus
Elemen
λp λr Contoh
terhadap-
Lebar (Kompak) (Nonkompak)

Sayap
dari
profil I
𝐸 𝐸
10 canai b/t 0,38√ 1,0√
𝐹𝑦 𝐹𝑦
panas,
kanal
dan T
Sayap
dari
profil
tersusun [𝑎][𝑏]
𝐸
11 bentuk I b/t 0,38√ 𝑘𝑐 𝐸
𝐹𝑦 0,95√
simetris 𝐹𝑙
Elemen tanpa pengaku

ganda
dan
Tunggal

Kaki
𝐸 𝐸
12 dari siku b/t 0,54√ 0,91√
𝐹𝑦 𝐹𝑦
tunggal

Sayap
dari
semua
profil I
dank
𝐸 𝐸
13 anal b/t 0,38√ 1,0√
𝐹𝑦 𝐹𝑦
dalam
lentur
pada
sumbu
lemah

Badan 𝐸 𝐸
14 d/t 0,84√ 1,03√
dari T 𝐹𝑦 𝐹𝑦
Batasan Rasio Tebal-Lebar

Rasio Ketebalan-terhadap-Lebar
Kasus
Deskripsi
λp λr Contoh
Elemen
(Nonkompa
(Kompak)
k)

Badan
dari
profil I
𝐸 𝐸
15 simetris h/tw 3,76√ 5,70√
𝐹𝑦 𝐹 𝑦
ganda
dan
kanal
[𝑐]
Badan
dari
ℎ𝑐 𝐸
Elemen yang diperkaku

16 profil I hc/tw ℎ𝑝 √𝐹𝑦 𝐸


5,70√
𝐹 𝑦
simetris
𝑀𝑝
tunggal 0,54 − 0,0
𝑀𝑦

Kaki
𝐸 𝐸
17 dari siku b/t 1,12√ 1,40√
𝐹𝑦 𝐹 𝑦
tunggal

Sayap
dari
PSB
persegi 𝐸 𝐸
18 b/t 1,12√ 1,40√
dan 𝐹𝑦 𝐹 𝑦

boks
ketebala
n merata
Pelat
penutup
sayap
𝐸 𝐸
19 dan h/t 2,42√ 5,70√
𝐹𝑦 𝐹 𝑦
pelat
diafrag
ma
anatara
deretan
sarana
penyam
bung
atau las

PSB 𝐸 𝐸
20 D/t 0,07 0,31
bulat 𝐹𝑦 𝐹𝑦

Keterangan:
4
[𝑎] adalah 𝑘𝑐 = , tetapi tidak boleh diambil kurang dari 0,35
√ℎ/𝑡𝑤

maupun lebih besar dari 0,76 untuk tujuan perhitungan


[𝑏] adalah 𝐹𝑙 = 0,7 𝐹𝑦 , untuk lentur sumbu major dari badan kompak
dan nonkompak komponen struktur profil I tersusun
Sxt/Sxc ≥ 0,7 ; FL = FySxt/ Sxc ≥ 0,5 Fy untuk lentur sumbu major
dari badan kompak dan nonkompak komponen struktur profil I
tersusun dengan Sxt/Sxc ≥ 0,7
[𝑐] My = momen pada leleh serat terluar, My = momen lentur plastis,
kip-in (N-mm)
E = Modulus elastisitas baja = 29.000 ksi = 200.000MPa
Fy = tegangan leleh minimum yang disyaratkan, ksi (MPa)

a. Penampang
1) Penampang Kompak
Untuk penampang-penampang yang memenuhi λ ≤ λp maka kuat
lentur nominal penampang adalah :
𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 = Z.fy ........( 2.5-1)
dengan :
Mp = tahanan momen plastis
Z = modulus plastis
f y = kuat leleh
2) Penampang Tak Kompak
Untuk penampang yang memenuhi λp < λ ≤ λr maka kuat lentur
nominal penampang ditentukan sebagai berikut :
𝜆−𝜆𝑝
𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 − (𝑀𝑝 − 𝑀𝑟 ) . .......( 2.5-2)
𝜆𝑟 −𝜆𝑝

Mn = Mr = ( fy  fr ).S
dengan :
f y = tahanan leleh
f r = tegangan sisa
S = modulus penampang
Besarnya tegangan sisa f r = 70 MPa untuk penampang gilas panas,
dan 115 MPa untuk penampang yang dilas.
3) Penampang Langsing
Untuk pelat sayap yang memenuhi λr ≤ λ maka lentur nominal
penampang adalah :
𝜆 2
𝑀𝑛 = 𝑀𝑟 ( 𝜆𝑟 ) .......( 2.5-3)

b. Lentur Sederhana Profil Simetris


𝑀𝑐
Rumus Lentur adalah 𝑓 = berlaku pada keadaan
𝐼

biasa/sederhana yaitu bila beban bekerja dalam salah satu arah utama.
Bila suatu penampang dengan minimal satu sumbu simetri dibebani
melalui pusat geser sehingga mengalami momen lentur dalam arah
sembarang, maka komponen Mxx dan Myy (dalam arah utama)
ditentukan dengan rumus:
M𝑥𝑥 M𝑦𝑦
𝑓= +
𝑆𝑥 𝑆𝑦

Dengan S adalah modulus penampang (momen perlawanan) yaitu:


𝐼
jarak c dari titik berat ke serat terluar

dengan :
f = tegangan lentur
Mx , My = momen lentur arah x dan y
Sx , Sy = Modulus penampang arah x dan y
Ix , Iy = Momen Inersia arah x dan y
cx , cy = jarak dari titik berat ke tepi serat arah x dan y
c. Perilaku Balok Terkekang Lateral

Mn = Myx = Sx .fy Mp = f y .Zx


Z dikenal sebagai modulus plastis
Selanjutnya diperkenalkan istilah faktor bentuk ( shape factor, SF ),
yang merupakan perbandingan antara modulus plastis dengan
modulus tampang, yaitu:
𝑀𝑝 𝑍
SF = 𝜀 = =
𝑀𝑦 𝑆
Untuk profil WF dalam lentur arah sumbu kuat (sumbu x), faktor
bentuk berkisar antara 1,09 sampai 1,18 (umumnya 1,12). Dalam arah
sumbu lemah (sumbu y) nilai faktor bentuk bisa mencapai 1,5.
d. Desain Balok Terkekang Lateral
Tahanan balok dalam desain LRFD harus memenuhi persyaratan :
b .Mn > Mu
dengan :
b = 0,90 Mn = tahanan momen nominal Mu = momen lentur akibat
beban terfaktor.
e. Sistem Struktur Komposit
Struktur komposit (Composite) merupakan struktur yang terdiri
dari dua material atau lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan
membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan sifat gabungan yang
lebih baik. Umumnya struktur komposit berupa:
 Kolom baja terbungkus beton / balok baja terbungkus beton
(Gambar 1.a/d).
 Kolom baja berisi beton/tiang pancang (Gambar 1.b/c).
 Balok baja yang menahan slab beton (Gambar 1.e)

1) Momen Inersia Area Bidang


Momen inersia suatu area bidang terhadap sumbu x dan y
didefinisikan dengan integral sebagai berikut :
Ix = ∫ y2dA
Iy = ∫ x2dA
dimana x dan y adalah koordinat elemen luas diferensial d A.
karena elemen d A dikalikan dengan kuadrat jarak dari sumbu
refrensi, maka momen inersia disebut juga momen kedua dari
suatu area.

Karena semua bagian strip mempunyai jarak sama dari sumbu x,


maka kita dapat menyatakan momen inersia Ix terhadap sumbu x.
Ix = ∫ 𝑦 2 𝑑𝐴
0,5
Ix = ∫−0,5ℎ 𝑦 2 𝑏 𝑑𝑦

𝑦 0,5ℎ
Ix = b [ ]
3 −0,5ℎ

𝑏 ℎ3 ℎ3
Ix = . [( ) − (− )]
3 8 8
𝑏 ℎ3 𝑏ℎ3
Ix = .[ ]→
3 4 12
Momen Inersia suatu area komposit terhadap sumbu manapun
merupakan jumlah dari momen inersia bagian-bagiannya terhadap
sumbu yang sama.
2) Tegangan Lentur
Balok adalah batang yang dominan memikul beban-beban
yang bekerja arah transversal. Akibat beban ini, balok akan
mengalami deformasi yang berupa lengkungan atau kenturan yang
menimbulkan tegangan. Apabila ukuran balok bertambah, maka
tegangan pada suatu titik pada balok akan berkurang untuk suatu
harga momen. Besaran ini disebut dengan momen inersia (I).
Tegangan lentur sangat berpengaruh dari faktor-faktor diatas.
Persamaan tegangan lentur adalah:
M.y
σx =
I
Jika momen lentur disuatu balok adalah positif, maka
tegangan lentur akan positif (tarik) dibagian penampang dimana y
adalah negatif, artinya dibagian bawah balok. Tegangan dibagian
atas balok akan negatif (tekan), jika momen lentur adalah negatif
juga.
3) Tegangan Geser
Persamaan tegangan geser adalah :
𝑉.𝑄
𝜏=
𝐼.𝑏

4) Rumus Kapasitas Balok Jepit-Jepit


Persamaan Momen
𝑤.𝐿2 1 𝑥 𝑥2
M=- (6 − 𝐿 + 𝐿2 )
2
𝑤.𝐿2
Mmax = (tengah bentang)
24
𝑤.𝐿2
MA = MB = - (daerah perletakkan)
12
Persamaan Gaya Geser
𝑤.𝐿2
Q= – wx
12
Persamaan Lendutan
𝑤.𝐿2 𝑥2 𝑥3 𝑥4
f=
24 𝐸𝐼
( 𝐿2 − 2 𝐿3 + 𝐿4
)
𝑤.𝐿2
fmax = (tengah bentang)
384 𝐸𝐼
5) Penghubung Geser (Shear Connector)
Gaya geser yang terjadi antara pelat beton dan profil baja
harus dipikul oleh sejumlah penghubung geser, sehingga tidak
terjadi slip pada masa layan. Adapun jenis-jenis alat penghubung
geser yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:

Jika besarnya Vh ditentukan oleh As fy atau 0,85 f’c Ac maka


yang terjadi adalah perilaku aksi komposit penuh, dan jumlah
penghubung geser yang diperlukan antara tiap momen nol dan
momen maksimum adalah :
𝑉ℎ
NI =
𝑄𝑛

Kuat nominal penghubung geser jenis paku yang ditanam dalam


pelat beton masih ditentukan sesuai pasal 12.6.3 , yaitu:
Qn = 0,5 Asc √𝑓′𝐸𝑐 ≤ Ascfu
6) Perhitungan Penghubung Geser
Kekuatan penghubung geser dipengaruhi oleh beberapa hal
seperti:
 Jumlah Penghubung geser,
 Tegangan longitudinal rata-rata dalam pelat beton
disekeliling penghubung
 Ukuran, penataan dan kekuatan tulangan pelat disekitar
penghubung
 Ketebalan beton disekeliling penghubung
 Derajat kebebasan dari setiap dasar pelat untuk bergerak
secara lateral dan kemungkinan terjadinya gaya tarik ke atas
(up lift force) pada penghubung
 Daya lekat pada antar muka beton-baja
 Kekuatan pelat beton
 Tingkat kepadatan pada beton disekeliling pada setiap dasar
penghubung
Kuat geser rencana peghubung geser diambil dari nilai terendah
yang didapat dari hubungan berikut :
∅𝑣 0,8 𝑓𝑢 𝜋𝑑 2
PRd =
4
dan
PRd = ∅v 0,29 d2 √𝑓′𝑐 𝐸𝑐𝑚
f. Perbedaan ASD da LRFD
Perbedaan ASD LRFD
Kuat rencana setiap
komponen struktur tidak
boleh kurang dari kekuatan
yang dibutuhkan, yang
Kuat ijin setiap komponen struktur tidak ditentukan berdasarkan
boleh kurang dari kekuatan yang dibutuhkan kombinasi pembebanan
𝑅𝑛 LRFD
Rn ≤ Ω
Rumusan
Ru = Kekuatan yang dibutuhkan (ASD)
Ru ≤ ᵠ. Rn
Rn = Kekuatan Nominal
Ru = Kekuatan yang
Ω = Faktor tahanan/ reduksi (≤ 1)
dibutuhkan (LRFD)
Rn /Ω = Kuat Ijin
Rn = Kekuatan nominal
ᵠ = Faktor tahanan/
reduksi (≤ 1)

Faktor Diterapkan hanya pada sisi tahanan Diterapkan hanya pada


Keamanan kedua sisi, beban dan
tahanan.
Menggunakan beban kerja
terfaktor yang berbeda
berdasarkan derajat
ketidakpastian, dengan
kombinasi pembebanan
sebagai berikut :
Beban Tidak diterapkan, langsung beban kerja tak  1,4 D
Terfaktor terfaktor  1,2D + 1,6 + 0,5 (La
atau H)
 1,2D + 1,6 (La atau
H) + (γL. L atau 0,8 W)
 1,2D + 1,3W + γL.
L + 0,5 (La atau H)
 1,2D ± 1,0E + γL.L
 0,9D ± (1,3W atau
1,0E)
Menggunakan analisis orde
Analisis Menggunakan analisis elastis orde pertama pertama dan orde kedua
Elastis pada kondisi beban kerja untuk (efek P-delta) yang
mendapatkan gaya dalam pada komponen diperhitungkan dengan
struktur. menggunakan faktor
pembesar momen B1 B2.

C. Kegagalan Struktur
Dalam perancangan atau analisis balok, tegangan yang terjadi dapat
ditentukan dari sifat penampang dan beban-beban luar. Pada prinsipnya
tegangan pada balok akibat beban luar dapat direncanakan tidak melampaui
suatu nilai tertentu, misalnya tegangan ijin. Perancangan yang berdasarkan
batasan tegangan ini dinamakan perancangan berdasarkan kekuatan (design
for strength). Pada umumnya lendutan/defleksi balok perlu ditinjau agar tidak
melampaui nilai tertentu, karena dapat terjadi dalam perancangan ditinjau dari
segi kekuatan balok masih mampu menahan beban, namun Iendutannya
cukup besar sehingga tidak nyaman lagi. Perancangan yang
mempertimbangkan batasan lendutan dinamakan perancangan berdasarkan
kekakuan (design for stiffness). Selain didesain untuk menahan beban yang
bekerja, suatu struktur juga dituntut untuk tidak mengalami lendutan yang
berlebihan (over deflection) agar mempunyai kemampuan layan
(serviceability) yang baik. Lendutan yang terjadi harus masih dalam batas
yang diijinkan (permissible deflection). Pembatasan ini ditujukan untuk
mencegah terjadinya retak atau kerusakan serta menjamin supaya gerak suatu
peralatan.

1. Defleksi
Semua balok akan terdefleksi (atau melendut) dari posisi awalnya apabila
terbebani (paling tidak disebabkan oleh berat sendirinya). Dalam struktur
bangunan, seperti : balok dan plat lantai tidak boleh melendut terlalu
berlebihan (over deflection) untuk mengurangi kemampuan layan
(serviceability) dan keamanannya (safety) yang akan mempengaruhi
psikologis (ketakutan) pengguna. Deformasi adalah salah satu kontrol
kestabilan suatu elemen balok terhadap kekuatannya. Biasanya deformasi
dinyatakan sebagai perubahan bentuk elemen struktur dalam bentuk
lengkungan () dan perpindahan posisi dari titik di bentang balok ke titik
lain, yaitu defleksi () akibat beban di sepanjang bentang balok tersebut.
Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan
persoalanpersoalan defleksi pada balok. Di sini hanya akan dibahas 4
(empat) metode, yaitu :
a. Metode integrasi ganda (double integrations method)
b. Metode luas bidang momen (moment area method)
c. Metode balok padanan (conjugate beam method)
d. Metode beban satuan (unit load method)
Asumsi yang dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan tersebut
adalah hanyalah defleksi yang diakibatkan oleh gaya-gaya yang bekerja
tegak-lurus terhadap sumbu balok, defleksi yang terjadi relatif kecil
dibandingkan dengan panjang baloknya, dan irisan yang berbentuk bidang
datar akan tetap berupa bidang datar walaupun terdeformasi (Prinsip
Bernoulli).
a. Metode Integrasi Ganda (Double Integration)
Suatu struktur balok sedehana yang mengalami lentur seperti pada
Gambar 2.1, dengan y adalah defleksi pada jarak yang ditinjau x,
adalah sudut kelengkungan (curvature angle), dan r adalah jari-jari
kelengkungan (curvature radius).
b. Metode luas bidang momen (moment area method)
Pada metode dobel integrasi telah dijelaskan dan dihasilkan
persamaan lendutan dan rotasi untuk beberapa contoh kasus. Hasil
tersebut masih bersifat umum, namun mempunyai kelemahan apabila
diterapkan pada struktur dengan pembebanan yang lebih kompleks
dan dirasa kurang praktis karena harus melalui penjabaran secara
matematis. Metode luas bidang momen inipun sebenarnya juga
mempunyai kelemahan yang sama apabila dipakai pada konstruksi
dengan pembebanan yang lebih kompleks. Namun Demikian, metode
ini sedikit lebih praktis karena proses hitungan dilakukan tidak secara
matematis tetapi bersifat numeris (untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 3.1)
c. Metode balok padanan (conjugate beam method)
Dua metode yang sudah dibahas sebelumnya mempunyai kekurangan
yang sama, yaitu apabila konstruksi dan pembebanan cukup
kompleks. Metode balok padanan (conjugate beam method) yang
menganggap bidang momen sebagai beban dirasa lebih praktis untuk
digunakan. Metode ini pada pada prinsipnya sama dengan metode luas
bidang (moment area method), hanya sedikit terdapat modifikasi.
Untuk penjelasannya dapat dilihat pada Gambar 4.1, sebuah
konstruksi balok sederhana dengan beban titik P, kemudian bidang
momen yang terjadi dianggap sebagai beban.
d. Metode beban satuan (unit load method)
Metode Energi Regangan (Strain Energy Method) adalah metode yang
sangat baik (powerful) untuk memformulasi hubungan gaya dan
perpindahan pada suatu struktur. Pembahasan metode energi regangan
(strain energy method) termasuk didalamnya adalah kekekalan energi
dan metode beban satuan (unit load method) atau yang juga dikenal
dengan metode kerja maya (virtual work method). Sebagai ilustrasi
dari kekekalan energi, misal sebuah elemen struktur dibebani gaya P
dan Q, maka pada struktur akan terdapat :
 Kerja luar (external work) : produk gaya luar (KL)
 Kerja dalam (internal work) : produk gaya dalam (KD)
 KL = KD → kondisi keseimbangan (equilibrium)
Kerja dalam (internal work) merupakan respon terhadap kerja luar
(external work) akibat adanya beban yang diaplikasikan pada struktur
dan deformasinya. KD mempunyai kapasitas untuk menghasilkan
kerja dan menjaga struktur pada konfigurasi asalnya, karena perilaku
dari struktur masih dalam batas kondisi elastis. Untuk lebih dapat
memahami tentang KD yang juga sering disebut dengan energi
regangan (strain energy) dan dinotasikan dengan U dapat dilihat pada
Gambar 5.1

D. Contoh Soal
Contoh Soal 1
Suatu balok diatas dua tumpuan yang terbuat dari WF 582 x 300 x 12 x 17 BJ 37
menerima beban :
qD = 150 kg/m’ (belum termasuk berat sendiri balok
PD = 2.000 kg
qL = 550 kg/m’
PL = 5.500 kg
Periksalah apakah profil balok tersebut mampu menahan beban !

Jawab :

1. Data profil baja


Berat profil : qp = 137 kg/m’ A = 174,5 cm2
Ix = 103.000 cm4 Iy = 7.670 cm4
Sx = 3.530 cm3 Zx = 3.782 cm3
ry = 6,63 cm r = 28
2. Kontrol Lendutan
Lendutan ijin = yi = L/360 = 1.200/360 = 3,33 cm
5 (1,5+1,37+5,5)(1200)^4 23 (2.000+5.500)(1200)^3
Ymax = +
384 2 .106 . 103.000 648 2 . 106 . 103.000
= 1,097 + 2,233 = 3,33 cm ≤ yi = 3,33 cm

3. Perhitungan gaya dalam


qu = 1,2 . (150 + 137) + 1,6 . 550 = 1.224,4 kg/m’
Pu = 1,2 . 2.000 + 1,6 . 5.500 = 11.200 kg
Vumax = ½ . qu . L + 2 . Pu = ½ . 1.224,4 . 12 + 2.11.200= 29.746,4 kg
Mumax = Ra . 6 – Pu . 6 – Pu . 2 – ½ . qu 62
= 29.746,4 . 6 – 11.200 . 6 – 11.200 . 2 – ½ . 1.224,4 . 62 =
66.839,2 kg-m
Momen di ¼ bentang = momen di ¾ bentang :
Ma = Mc = Ra . 3 – Pu . 3 – ½ . qu . 32
= 29.746,4 . 3 – 11.200 . 3 – ½ . 1.224,4 . 32 = 60.219,4 kg-m

5. Kontrol kuat momen lentur

a. Tekuk lokal sayap


bf/(2 . tf) = 300 / (2 . 17) = 8,82
p = 170/√fy =
170/√240 = 10,97
bf/(2 . tf) < p

b. Tekuk lokal badan h/tw = 492/12 = 41

p = 1680/√fy =
1680/√240 = 108,44
h/tw < p
Dari kedua syarat tekuk lokal diatas diketahui bahwa profil adalah
penampang kompak
Mp = Zx . fy = 3.782 . 2.400 = 9.076.800 kg-cm
1,5 My = 1,5 . Sx . fy = 1,5 . 3.530 . 2.400 = 12.798.000 kg-cm
Jadi : Mn = 9.076.800 kg-cm
6. Solusi permasalahan diatas adalah dengan memberikan pengaku lateral
dibawah beban terpusat P

Dengan demikian maka : Lb = 4 m Lp = 337 cm < Lb = 400 cm < Lr
= 982 cm

Mb = Mumax = 66.839,2 kg-m


Ma = Mc = Ra . 5 – Pu . 5 – Pu . 1 – ½ . qu . 52
= 29.746,4 . 5 – 11.200 . 5 – 11.200 . 1 – ½ . 1.224,4 . 52 = 66.227
kg-m
Mn = 88.114,79 kg-m < Mp = 90.768 kg-m Mumax = 66.839,2 kg-m < Ø
Mn = 0,9 . 88.114,79 = 79.303,3 kg-m (ok)

7. Kesimpulan :balok sanggup menahan beban yang ada jika diberi pengaku
lateral setiap jarak 4 m

Contoh Soal 2
Balok
a. Lantai 1
Sloof
Berat jenis = 2400 Kg/m3

b. Lantai 2, 3 dan 4
Digunakan IWF 200x200
d = 200 mm
bf = 200 mm
tf = 12 mm
tw = 8 mm
r = 13 mm

H = d – 2tf -2r

= 150 mm

Zx = bf. tf (d-tf) + tw (𝑑 – tf)2 Zy = 1 . tf . bf2 + 1 (d-2tf).tw2


2 2 4

= 513152 mm3 = 242816 mm3


Mp = Zx . Fy

= 513152 x 410

= 210392320 N.mm

= 210.4 KN.m

Pemeriksaan penampang kompak


 Faktor kelangsingan berdasarkan tebal pelat sayap
𝞴 𝑏𝑓 200
= 2𝑡𝑓 = 2 . 12
= 8.33

𝞴p 170 170
= = = 8.4
√𝑓𝑦 √410

Untuk penampang yang memenuhi (𝞴 ≤ 𝞴p) => Kompak


Jadi momen nominal tekuk local sayap (MTLS)
MTLS = Mp

= 210.4 KN.m

 Faktor kelangsingan berdasarkan tebal pelat badan


𝞴 ℎ 150
= = = 18.75
𝑡𝑤 8

𝞴p 1680 1680
= = = 82.96
√𝑓𝑦 √410

𝞴p 2550 2550
= = = 125.94
√𝑓𝑦 √410

Untuk penampang yang memenuhi (𝞴 ≤ 𝞴p) => Kompak


Jadi momen nominal tekuk local sayap (MTLB)
MTLB = Mp

= 210.4 KN.m

Maka penampang kompak

c. Balok Dak
Digunakan IWF 150x150
d = 150 mm
bf = 150 mm
tf = 10 mm
tw = 7 mm
r = 11 mm
H = d – 2tf -2r

= 108 mm

Zx = bf. tf (d-tf) + tw (𝑑 – tf)2 Zy = 1 . tf . bf2 + 1 (d-2tf).tw2


2 2 4

= 239575 mm3 = 114092.5 mm3

Mp = Zx . Fy

= 239575 x 410

= 98225750 N.mm

= 98.23 KN.m

Pemeriksaan penampang kompak


 Faktor kelangsingan berdasarkan tebal pelat sayap
𝞴 𝑏𝑓 150
= = = 7.5
2𝑡𝑓 2 . 10

𝞴p 170 170
= = = 8.4
√𝑓𝑦 √410

Untuk penampang yang memenuhi (𝞴 ≤ 𝞴p) => Kompak


Jadi momen nominal tekuk local sayap (MTLS)
MTLS = Mp

= 98.23 KN.m

 Faktor kelangsingan berdasarkan tebal pelat badan


𝞴 ℎ 108
= 𝑡𝑤 = 7
= 15.43

𝞴p 1680 1680
= = = 82.96
√𝑓𝑦 √410
𝞴p 2550 2550
= = = 125.94
√𝑓𝑦 √410

Untuk penampang yang memenuhi (𝞴 ≤ 𝞴p) => Kompak


Jadi momen nominal tekuk local sayap (MTLB)
MTLB = Mp

= 210.4 KN.m

Maka penampang kompak

1. Contoh Soal 3
Balok I berpenampang Kompak, lentur terhadap sumbu X
Data Penampang Profil: WF 250x250x9x14
Ix = 108000000 mm4
Iy = 36500000 mm4
A = 9218 mm2
d = 250 mm
tf = 14 mm
tw = 9 mm
bf = 250 mm
r = 16 mm
Data material: Bj.41
E = 200000 Mpa
G = 77200 Mpa
Fy = 250 Mpa
Panjang Tak Tertumpu: Lb = 3000 mm
Data Momen untuk mendukun Cb :
MA = 70 kN/m
MB = 120 kN/m
Mc = 80 kN/m
Mmax = Mu= 180 kN/m
Diminta : Apakah balok ini mempunyai kuat lentur rencana yang memadai?
Jawab :
Cek apakah penampang ini kompak:
b/(2 tf) = 8:93 harus ≤ 0.38 @sqrt (E/Fy) = 10.748023 (OK.
Flens kompak)
h = d – 2tf – 2 r = 190 mm
h / tw = 21.111111 harus ≤ 3.76 @sqrt (E/Fy) = 106.34886 (OK.
Web kompak)

1. Leleh
Zx = bf*ff* (d-tf) + ¼ * tw * (d-2tf)2
Zx = 936889 mm3
Mp = Zx . Fy = 234.22 kNm

2. Tekuk torsi lateral


ry = @sqrt (Iy / A) = 62.9257 mm
Lp = 1.76 ry @sqrt (E/Fy) = 3132.461 mm < Lb = 3000 mm

Jika Lb < Lp (tidak ada tekuk torsi lateral) maka Mbltb = MP =234.22 kNm
ᴓb. Mn = 0.9* Mp = 210.8 kNm > Mu (kuat lentur balok cukup kuat).

2. Contoh Soal 4
Balok I berpenampang Tidak Kompak, lentur terhadap sumbu X
Data Penampang Profil: WF 250x250x9x14
Ix = 108000000 mm4
Iy = 36500000 mm4
A = 9218 mm2
d = 250 mm
tf = 14 mm
tw = 9 mm
bf = 250 mm
r = 16 mm
Data material: Bj.41
E = 200000 Mpa
G = 77200 Mpa
Fy = 250 Mpa
Panjang Tak Tertumpu: Lb = 3000 mm
Data Momen untuk mendukun Cb :
MA = 70 kN/m
MB = 120 kN/m
Mc = 80 kN/m
Mmax = Mu= 180 kN/m

Diminta : Apakah balok ini mempunyai kuat lentur rencana yang memadai?
Jawab :

Cek apakah penampang ini kompak:


b/(2 tf) = 8:93 harus ≤ 0.38 @sqrt (E/Fy) = 8.39279598
(OK.Flens kompak)
h = d – 2tf – 2 r = 190 mm
h / tw = 21.11111 harus ≤ 3.76 @sqrt (E/Fy) = 83.0445076(OK.
Web kompak)
3. 1. Leleh
Zx = bf*ff* (d-tf) + ¼ * tw * (d-2tf)2
Zx = 936889 mm3
Mp = Zx . Fy = 234.22 kNm

2. Tekuk torsi lateral


ry = @sqrt (Iy / A) = 62.9257 mm
Lp = 1.76 ry @sqrt (E/Fy) = 2446.041 mm < Lb = 3000 mm

Jika Lb < Lp (tidak ada tekuk torsi lateral) maka Mbltb = MP =234.22 kNm
3. Tekuk lokal di Flens tekan (Flens tidak kompak – FLB)
λ = bf / (2tf) = 8.93
λPf = 0.38 @sqrt(E/Fy) = 8.392796
λRf = 1 @ sqrt (E/Fy) = 22.08631
Sx = Ix/(d/2) = 864000 mm3
λPf < λ < λRf
MnFLB = MP – (MP = 0,7 Fy.Sx) (λ – λPf )= 378.797199 (Menentukan)
ᴓb . Mb = ᴓb . min [MnLTB . MnFLB] = 340.9175 kNm > Mu (OK).

Anda mungkin juga menyukai