Anda di halaman 1dari 21

BAB II

KOMPOSISI TANAH DAN KLASIFIKASI TANAH


1. KOMPONEN TANAH
Tanah terdiri atas kumpulan mineral dan partikel-partikel batuan yang memiliki
bentuk dan ukuran yang berbeda yang bergantung pada kepadatannya.
Ruang diantara dikenal dengan sebutan void atau pores (pori). Pori ini terdiri
atas udara, air atau keduanya. Gambar 1.1 di bawah ini menunjukkan
komponen-komponen tanah, dimana kombinasinya disebut dengan kerangka
tanah (the soil skeleton).

Jika pori terisi penuh dengan air maka keadaan ini disebut jenuh (saturated).
Sebaliknya jika pori terisi dengan udara maka kondisinya dapat dikatakan tak
jenuh (unsaturated) atau jenuh sebagian (partially saturated). Setiap
tanah paling tidak mengandung sedikit kandungan air di permukaan
partikelnya.
2. FASE HUBUNGAN TANAH
Butir tanah, air dan udara merupakan 3 fase dasar tanah. Agar lebih
dimengerti sifat teknisnya, maka kita harus mampu mengukur berat dan
volume dari ketiga fase ini, dimana dipresentasikan secara sistematik pada
Gambar 2.1 di bawah ini yang dikenal juga sebagai diagram fase.

Dimana :

2.1

Pemahaman Dasar
Bulk Unit Weight atau total unit weight
Berat material (termasuk berat tanah dan air yang terkandung di
dalamnya) per unit volume termasuk pori.
(2.1)
Dry Unit Weight
(2.2)
Berat material setelah dalam kondisi kering sampai massanya konstan
pada suhu 105 0C per unit volume pada undried material

Unit Weight of
(2.3)
Saturated Unit

Water
Weight

(2.4)

Submerged Unit
Weight (2.5)
Moisture
Content
(2.6)
(atau kadar
air) , merupakan massa
(atau berat) air yang dapat dikurangi dari kandungan tanah melalui
proses pengeringan hingga massanya konstan pada suhu 105-110 0C,
ditunjukkan melalui persentase dari dry mass (berat kering tanah)
Void ratio (2.7)
Perbandingan antara volume pori (terdiri atas
udara
dan/atau air) dengan volume solid tanah , void
ratio
biasa juga disebut angka pori.

Porosity
(2.8)
Perbandingan antara volume pori (terdiri atas
udara
dan/atau air) dengan volume total tanah
Degree of saturation (2.9)
Volume air dalam
pori , digambarkan melalui
persentasi total
volume pori pada
undried soil.
Spesific gravity
of solids (2.10)
Rasio perbandingan antara berat isi padat dengan berat isi air
(umumnya berkisar 2.60 2.80)
Jika kita telah mengetahui 3 dari sifat tanah ini, maka kita pun dapat menaksir
sifat lainnya melalui persamaan dari hubungan fase-fase tersebut.
2

2.2 Prosedur Laboraorium


Standar Australia yang berjudul Methodes of Testing Soils for Engineering
Purposes (AS 1289), menjelaskan secara detai mengenai prosedur
pengukuran parameter dalam rekayasa geoteknik. Parameter dasar yang
telah dijelaskan pada sesi sebelumnya hanya penting untuk menentukan :
water content (w), Bulk Unit Weight (), Dry Unit Weight (d)dan Spesific
gravity of solids (Gs). Sesi
berikutnya akan menjelaskan metode tes yang dilakukan untuk memperoleh
parameter-parameter tersebut.
2.2.1 Moisture Content (Kadar Air)
Kadar air di dalam tanah, dijelaskan pada AS 1289.2.1.1, dimana disini
ditentukan dengan mamilih sampel tanah yang mewakili, timbang beratnya
dan beri simbol mT . Sampel ini kemudian disimpan selama satu malam
penuh, dimana temperature oven di set hingga 105 0C, atau untuk waktu
yang singkat dapat disimpan di dalam microwave oven. Setelah itu timbang
kembali sampel tanah yang telah dioven, lalu beri simbol mS. Berat air mw ,
dapat ditentukan melalui pengurangan mT dengan mS. Kadar air (w) dapat
dihitung melalui persamaan (2.6). Alternatif lain, microwave oven dapat
digunakan untuk mengeringkan tanah. Prosedur ini dijelaskan pada AS
1289.2.1.4.
2.2.2 Bulk Unit Weight
Bulk Unit Weight (berat isi tanah) dapat ditentukan dengan mengambil
sampel tanah yang mewakili, timbang beratnya dan beri simbol mT . Volume
tanah , VT, dapat ditentukan melalui beberapa cara. Salah satu teknik yang
dapat digunakan yaitu dengan metode sand replacement. Metode ini
melibatkan pasir sebagai material galian dimana berat isinya telah diketahui
lebih dahulu. Figure 2.2 menunjukkan detail alat yang digunakan saat
penggantian pasir. Jika mT dan VT diketahui, maka dapat ditentukan melalui
persamaan (2.1).

2.2.3 Dry Unit Weight


Dry unit weight (berat isi kering) pada suatu tanah ditentukan dengan cara
yang sama dengan menentukan bulk unit weight , kecuali jika tanahnya di
simpan pada oven, maka cara penentuan kadar airnya sama. Sampel tanah
ditimbang pengurangan beratnya setelah ms di oven. Volume VT, dapat
ditentukan melalui cara yang sama dengan yang digambarkan pada poin
2.2.2 di atas, Jika ms dan VT diketahui, maka dapat ditentukan melalui
persamaan (2.2).
2.2.4 Spesific Gravity of Solids
Spesific Gravity of Solids pada umumnya ditentukan dengan mengetahui
berat kering oven tanah, ms, dalam kadar air pada sebuah labu ukur bernama
pycnometer yang memberikan nilai Vs. Gs dapat ditentukan melalui
persamaan (2.10). Prosedur pengujiannya dijelaskan dalam AS 1289.3.5.1.

2.3 Contoh Hubungan Fase


Sebuah sampel tanah dibawa ke Laboratorium untuk di uji, diketahui tanah
tersebut berjenis lempung dengan kadar air tanah (w) aslinya adalah 23.2 %.
Berat jenis (Gs) diketahui 2.70 dan berat isi () adalah 20 kN/m 3. Tentukan d ,
e dan Sr dari tanah tersebut !
Penyelesaian :
a)
b)
c)
d)

Hitung n
Tentukan kadar air (w), pada tanah jenuh
Berapa volume air yang dibutuhkan untuk menjenuhkan tanah
Tentukan sat dan

3. DESKRIPSI TANAH DAN KLASIFIKASINYA


Sebagaimana telah didiskusikan pada bab Asal-Usul dan Komposisi Tanah ,
tanah dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu tanah berbutir kasar (coarsegrained) dan tanah berbutir halus (fine-granined). Analisa butiran tanah (Grain
Size Analysis) untuk tanah berbutir kasar dan batas-batas Atterberg
(Atterberg Limit) untuk tanah berbutir halus, merupakan alat yang dapat
digunakan untuk para rekayasawan geoteknik dalam mengklasifiasikan tanah.

3.1 Ukuran Butiran dan Distribusi Ukuran Butiran

Sebagaimana telah didiskusikan sebelumnya bahwa perilaku tanah berbutir


kasar ditentukan oleh bentuk, ukuran, distribusi dan relative density
partikelnya.
3.1.1 Ukuran Butiran
Kemungkinan range yang dimiliki partikel tanah bisa saja sangat besar. Range
ukuran suatu partikel dapat berupa boulder hingga cobbles yang berukuran
jutaan millimeter, dapat pula seukuran butiran lempung yang berukuran
ribuan millimeter. Tabel 3.1 menunjukkan klasifikasi nama yang diberikan
kepada partikel berdasarkan ukuran butirannya.

3.1.2 Bentuk Butiran


Rekayasawan geoteknik banyak mengandalkan deskripsi kualitatif mengenai
bentuk butiran. Figure 3.1 menunjukkan klasifikasi bentuk butiran yang biasa
digunakan oleh rekayasawan geoteknik.

3.1.3 Distribusi Ukuran Butiran


Distribusi ukuran butiran diperoleh dengan melaksanakan tes standar
distribusi ukuran partikel yang berdasarkan AS 1928.3.6.1. Tes ini melibatkan
uji analisa saringan/guncangan mekanis (mechanically shaking) pada tanah
kering oven, dimana butiran tanah harus melewati saringan dengan ukuran
yang berturut-turut menjadi semakin kecil. Karena total massa telah diketahui,
maka persentase tertahan dan lolosnya dapat ditentukan melalui
penimbangan massa tanah yang tertahan di setiap saringannya.
Distribusi ukuran butiran tanah dapat diplot pada grafik yang ditunjukkan
pada Figure 3.2 . Sebagai perbandingan yang kontras, dibidang geologi,
defenisi dari gradasi butiran (grading) dimana tanag bergrdasi baik (wellgraded soil) merupakan tanah yang memiliki range yang besar terhadap
ukuran partikelnya, sedangkan tanah bergradasi buruk (poor-graded soil)
merupakan tanah yang memiliki ukuran butiran yang kekurangan atau
berlebihan. Tanah seragam (uniform) merupakan tanah yang memiliki ukuran
partikel dengan range yang kecil, dan tanah bergradasi renggang (gapgraded soil) merupakan tanah dimana range butiran kecilnya tidak terhitung
dalam massa tanahnya, merupakan contoh dari tanah bergradasi buruk.
Beberapa koefisien tersedia untuk mengukur distribusi ukuran butiran.
Beberapa diantaranya :

Koefisien keseragaman (Coefficient of


Uniformity)
Dimana : D60 adalah diameter ukuran
butiran yang 60%
beratnya lolos saringan sedangkan D10 adalah 10%
Cu merupakan koefisien yang mengukur tingkat keseragaman
tanah. Jika Cu = 1 maka tanah hanya memiliki 1 ukuran
butiran. Jika Cu 15 maka tanah termasuk tanah bergradasi
baik.
6

Koefisien kecekungan (Coefficient of


Curvature)
Jika Cc berada diantara 1 dan 3, maka tanah tersebut dipertimbangkan
sebagai tanah bergradasi baik. Demikian pula dimana C c > 4 untuk
kerikil dan Cc > 6 untuk pasir.

Pada umumnya ditemukan bahwa 10% dari butiran halusnya mengontrol


tingkat permeabilitas, dimana D10 biasanya dikenal dengan effective size.
Ini tidak berlaku pada saringan buatan dibawah 0.075 mm atau 0.005 mm.
Sebagai hasilnya, uji hydrometer digunakan untuk menentukan ukuran butiran
bagi lanau dan lempung.
3.2 Batas-Batas Atterberg
Secara luas, melalui penelitian yang dikembangkan oleh A.Atterber (1911) dan
A. Cassagrande (1932), batas-batas Atterberg berkaitan dengan indeks
konsistensi yang sangat berguna bagi karakteristik partike tanah. Batasnya
berdasarkan konsep dimana suatu tanah berbutir halus dapat barada dalam
empat tahap bergantung pada kadar air yang dimilikinya. Sehingga, tanah
menjadi solid ketika kering dan seiring dengan bertambahnya kadar air
maka akan memasuki kondisi semisolid, plastic dan liquid sebagaimana
ditunjukkan pada Figure 3.3. Kadar air/kelembaban yang merupakan batas
7

dari tahap batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit) dan batas
susut (shrinkage limit).

3.2.1 Batas Cair (liquid limit)


Batas cair, WL atau LL merupakan kadar air pada saat tanah telah melewati
keadaan plastis menuju keadaan cair sedagaimana ditentukan melalui
pengujian batas cair (liquid limit) (AS 1289.3.1.1) . Pengujian batas cair
ditentukan oleh satu dari dua metode tes laboratorium yang diterima.
Standar Australia untuk pengujian tanah dalam bidang teknik sipil, AS 1289,
menjelaskan satu metode pengujian yang digunakan sekarang ini, yang
dikembangkan oleh Cassagrande pada tahun 1958. Pengujian ini melibatkan
pengambilan sampel tanah kira-kira 250 gram yang lolos saringan 0.425 mm
dan direndam dalam air selama semalam (curing). Tanah yang telah di curing
ini kemudian sepenuhnya dicampur kemudian sebagian diletakkan kea lat
pengujian batas cair (Cassagrande liquid limit device), sebagaimana
ditunjukkan pada Figure 3.4.

Alat ini terdiri atas mangkok kuningan yang terhubung dengan sebuah
pegangan dan engkol mekanik sehingga pada saat pegangan diputar,
mangkok dapat terangkat sejarak 10 mm dan jatuh dengan keras di atas
dasar karet. Cassagrande menetapkan batas cair pada saat tanah yang telah
dibelah oleh standard grooving tool sejarak 13 mm dalam 25 ketukan menjadi
bersatu, sebagaimana ditunjukkan pada Figure 3.4. Pada prakteknya, memang
akan sulit untuk menambahkan kadar air ekstra pada tanah untuk mencapai
syarat ini, namun Cassagrande menemukan bahwa kadar air dan logaritma
jumlah pukulan dapat diplot ke dalam grafik sehingga diperoleh flow curve
sebagaimana ditunjukkan pada Figure 3.5.

Batas cair yang dijelaskan sebelumnya merupakan kadar air yang


diindikasikan setelah pukulan ke-25.
Fall-cone penetration test (AS 1289.3.9) merupakan pengujian yang sekarang
ini sedang popular untuk menentukan batas cair pada suatu tanah, dimana
alat ini relatif dapat beroperasi secara mandiri. Alat ini ditunjukkan oleh Figure
3.6, terdiri atas stainless steel cone 360 , panjangnya 35 mm dan beratnya 80
gram.

Tanah disiapkan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kemudian dicuring,


setelah itu diisikan ke dalam mangkok silinder (cylindrical metal cup) , dengan
diameter dalam 55 mm dan kedalaman 44 mm, kemudian diratakan. Kerucut
dibuat rendah sehingga menyentuh permuakaan tanah di dalam mangkok,
kemudian kerucut dilepaskan. Kedalaman penetrasi diukur dan pengujian ini
lalu diulangi paling sedikit 4 kali. Flow curve akan tampak pula seperti Figure
3.5, yang didapatkan dengan mem-plot hubungan penetrasi kerucut (cone
penetration) terhadap kadar air. Batas cair dinyatakan dimana kadar air pada
tiap penetrasi cone sedalam 20 mm.
3.2.2 Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas plastis, Wp atau PL merupakan kadar air pada saat tanah menjadi
teramat kering untuk berada dalam kondisi plastis sedagaimana ditentukan
melalui pengujian batas plastis (plastic limit) (AS 1289.3.2.1) . Pengujian ini
melibatkan proses persiapan dan curing yang sama dengan pengujian batas
cair. Beberapa porsi tanah kemudian digulung-gulung hingga menyerupai
benang dan diletakkan pada piringan. Batas plastis didefenisikan sebagai
kadar air pada tanah yang telah digulung hingga menyerupai benang setebal
3 mm, sebagaimana ditujukkan pada Figure 3.7. Jika keretakan ini terjadi
kurang dari 3 mm maka tanah tersebut dikatakan terlalu basah, sebaliknya
jika tanah tersebut retak sebelum 3 mm maka tanah tersebut dikatakan
terlalu kering. Prosedur pengujian ini tidak bergantung pada standar apapun
dan dibutuhkan pengalaman/pengujian berulang-ulang untuk memperoleh
hasil yang konsisten.

10

3.2.3 Batas Susut (Shrinkage Limit)


Batas susut, Ws atau SL merupakan keadaan tanah diantara kondisi semi solid
dan solid. Batas susut sendiri didefenisikan sebagai kadar air suatu tanah
dimana volumenya mencapai batas terendah seperti telah dikeringkan. AS
1289 menjelaskan secara detil prosedur penentuan linear shrinkage pada
suatu tanah. Linear shrinkage , LS, dianalogikan sebagai batas susut yang
merupakan pengurangan panjang dimana ini digambarkan sebagai persentase
panjang tanah asli ketika sampel tanah dalam keadaan kering oven dari kadar
air yang sama dengan batas cairnya, sebagaimana ditentukan dalam
pengujian batas susut (AS 1289.3.4.1).
Pengujian ini melibatkan penyiapan berdasarkan detail yang dijelaskan pada
poin 3.1.1 dan ditempatkan pada shrinkage mould seperti pada Figure 3.8.
Mould kemudian diisi penuh oleh tanah, diratakan, lalu dimasukkan kedalam
oven hingga kering. Panjang sampel kemudian diukur setelah dikeluarkan dari
oven. Dan LS, digambarkan sebagai persentasenya, dimana ditentukan :

LS=1

panjang setelah di oven


100
panjang mulamula
(3.3)

11

3.2.4 Indeks Konsistensi


Atterberg juga mendefinisikan indeks konsistensi sebagai bantuan untuk
membandingkan berbagai jenis tanah. Berikutnya kita akan melihat bahwa
indeks-indeks ini akan diperlukan untuk melengkapi keseragaman klasifikasi
yang dipakai sekarang ini dalam praktek rekayasa geoteknik.

Yang terpenting dalam indeks-indeks ini adalah plastic index (Indeks Plastis),
PI atau IP sebagaimana dirimuskan sebagai :
PI = W L - WP
(3.4)
Liquid index (Indeks Cair), LI atai IL sebagaimana dirumuskan sebagai :

LI =

W W P
PI

(3.5)
dimana w adalah kadar air pada suatu jenis tanah.
Jika LI < 0
maka tanah akan berlaku rapuh saat terjadi geser
Jika 0<LI<1
maka tanah akan berlaku plastis ketika terjadi geser
Jika LI 1 maka tanah akan berlaku seperti sebuah cairan kental ketika terjadi
geser.
Batas-batas Atterberg biasanya menunjukkan index properties (sifat indeks)
sedangkan pengujian untuk mendapatkannya disebut index test.
3.2.5 Aktivitas Lempung
Batas-batas Atterberg pada suatu jenis lempung berhubungan dengan jumlah
air yang menarik permukaan partikel-partikelnya. Sebagai detail yang telah
diajarkan sebelumnya, ketebalan dari lapisan air yang terserap pada
12

permukaan partikel lempung kira-kira adalah konstan dan bebas pada mineral
lempung. Karena lapisan air yang terserap berhubungan dengan derajat keekspasif-an tanah, maka dapat diperkirakan batas-batas Atterberg-nya dan
ukuran partikelnya untuk menentukan reaktivitas suatu jenis tanah. Skempton
(1953) menyatakan (activity)aktivitas ,A , sebagai lempung :

A=

PI
dari berat butiran yang lebih halus dari 2 m

(3.6)
jika A < 0.75
jika 0.75<A<1.25
jika A 1.25

lempung dikatakan tidak aktif (inactive)


lempung dinyatakan normal
lempung dikatakan aktif (active)

4. SISTEM KLASIFIKASI SOIL UNIFIED


Dalam rekayasa geoteknik sangat penting adanya standard klasifikasi bahasa
yang mampu mendeskripsikan sifat-sifat teknis dari suatu jenis tanah. Sistem
klasifikasi menggabungkan analisa ukuran butiran tanah dengan batas-batas
Atterberg dan menjadikan rekayasawan geoteknik memiliki pengetahuan
umum mengenai tingkah laku suatu jenis tanah. walaupun terdapat beberapa
sistem klasifikasi, USCS (Unified Soil Classification System) merupakan
klasifikasi yang paling banyak digunakan dalam rekayasa geoteknik. Bentuk
USCS ini juga dijelaskan dalam Australian Standard for Geotechnical Site
Investigations, AS 1726.
USCS menggunakan 4 kategori tanah : coarse-grained soil (tanah berbutir
kasar) boulders (berangkal), cobbles(kerakal), gravels (kerikil) dan sand
(pasir); fine-grained soil ( tanah berbutir halus) silts (lanau) dan clays
(lempung); organic soils (tanah organik) dan peat (gambut). Tiap jenis tanah
diberikan dua huruf sebagai kode, huruf pertama menyatakan tipe tanah yang
paling dominan, dan huruf kedua menyatakan karakteristik gradasi atau
kandungan halusnya, dalam kasus tanah berbutir kasar; sedangkan dalam
kasus tanah berbutir halus atau tanah organik, huruf kedua ini menyatakan
plastisitasnya. Kode huruf ini dijelaskan pada Table 4.1 di bawah ini :

13

Kode sekunder yaitu W,P,M dan C digunakan untuk tanah berbutir kasar
( kerikil dan pasir), sedangkan L dan H digunakan pada tanah berbutir halus
(lanau dan lempung) dan tanah organik. Kode Pt tidak digunakan pada
konjungsi dengan huruf lain dan menjelaskan bahwa huruf kedua setelahnya
merupakan kasus yang jarang terjadi.

Sebagai contoh; GW adalah well-graded GRAVEL (kerikil bergradasi baik), SP


adalah poorly-graded SAND (pasir bergradasi buruk), GM adalah silty GRAVEL (
kerikil berlanau), SC adalah clayey SAND (pasir berlempung), ML adalah low
placsticity SILT (lanau berplastisitas rendah), CH adalah high plasticity CLAY
( Lempung berplastisitas tinggi), OL adalah low plasticity ORGANIC (tanah
organik berplastisitas rendah), dan Pt adalah PEAT (gambut).
Tiap jenis tanah diklasifikasikan kedalam beberapa kategori ini, dalam USCS
dijelaskan pada Table 4.2 dan pada sebuah flow chart proses klasifikasi yang
ditunjukkan pada Figure 4.1 . Selanjutnya, analisa ukuran butiran tanah dan
batas-batas Atterberg juga memiliki tiga field identification techniques yang
juga membantu dalam proses klasifikasi. Adapun teknik-teknik tersebut yaitu
dilatancy, dry strength dan toughness test. Prosedur dari ketiga pengujian ini
dijelaskan pada Table 4.2
4.1 Plasticity Chart (Diagram Plastisitas)
Suatu jenis tanah didefenisikan sebagai tanah berplastisitas rendah jika wL
35%, berplastisitas menengah jika 35% < wL < 50%, dan berplastisitas tinggi
jika wL > 50%.
Untuk menentukan tanah berbutir halus merupakan lempung, lanau atau
tanah organik, maka harus batas-batas Atterberg dari tanah berbutir halus
tersebut perlu di-plot kedalam Cassagrande Plasticitys Chart sebagaimana
ditunjukkan pada Figure 4.2. dan Table 4.2. Jika tanah yang di-plot berada di
atas garis-A, maka tanah tersebut merupakan lempung. Jika tanah yang diplot berada di bawah garis-A , maka tanah tersebut dapat merupakan lanau
ataupun tanah organik. Hal perbedaab lanau dan tanah organik biasanya
14

berdasarkan baud an warnanya. Suatu tanah organik pada umumnya memiliki


bau yang agak busuk dan berwarna gelap.
Garis-U atau garis batas atas, mengindikasikan range teratas dari indeks
plastisitas dan batas cair sebagai koordinat dari suatu jenis tanah. Dimana
batas-batas Atterberg dari suatu jenis tanah diperoleh untuk di-plot di atas
garis-U . Disarankan agar hasil pengujian atau tes ini kembali dicek.

4.2 Borderline dan Secondary Classifications Untuk Tanah


Jika antara 45% dan 55% butiran tanah tertahan pada saringan 0.075 mm
atau 2.36 mm maka jenis tanah tersebut memiliki klasifikasi rangkap, yaitu
dimana tanah berbutir halus dan berbutir kasar memiliki kode SC/CL.
Jika tanah berbutir kasar memiliki kandungan butiran halus yang lebih dari
12%, maka huruf kedua dari kode adalah M atau C. Pemberian M atau C
tergantung pada letak batas-batas Atterberg yang di-plot kedalam diagram
plastisitas. Contohnya, suatu kerikil dengan kandungan lempung > 12% akan
diberikan kode GC dan dideskripsikan sebagai kerikil berlempung.

15

Jika kurang dari 5% butiran halus maka tanah akan kembali diberikan W atau P
sebagai huruf kedua kode klasifikasinya bergantung pada distribusi ukuran
butiran tanah dan koefisien yang menyertainya, maka tanah tersebut
dideskripsikan sebagai tanah yang mengandung a trace of fines (memiliki
jejak/meniru adanya butiran halus). Contohnya, suatu kerikil bergradasi baik
dengan kandungan lempung < 5% maka akan diberi kode GW dan
dideskripsikan sebagai kerikil bergradasi baik dengan trace of clay (memiliki
kandungan dengan jejak/meniru adanya lempung).

Konvensi yang sama juga terjadi pada tanah berbutir halus. Contohnya, lanau
berplastisitas tinggi dengan > 12% dan < 50% pasir akan diberikan kode MH,
dan dideskripsikan sebagai lanau kepasiran. Sebaliknya jika memiliki 3% pasir,
maka akan diberikan kode MH dan dideskripsikan sebagai lanau berplastisitas
tinggi dengan trace of sand (memiliki kandungan dengan jejak/meniru adanya
pasir).
Jika terdapat kandungan > 12% dari komponen mana saja maka modifying
adjective dibutuhkan, selanjutnya untuk pemberian nama dasarnya maka
komponen dengan kandungan yang paling sedikit ditempatkan di depan.
Misalnya. 35% kerikil, 45% pasir
(Pasir-kerikil berlanau)

dan 20% lanauSilty Gravelly SAND

4.3 Contoh Klasifikasi Tanah USCS


a) Suatu jenis tanah disaring dengan menggunakan saringan 0.075 mm
dan ditemukan 20% dari tanah ini tertahan pada saringan. 20% tanah
ini kemudian disaring melalui saringan 2.36 mm dimana pada akhir
penyaringan tidak ditemukan sama sekali yang tertahan. Melaui
pengujian batas-batas Atterberg menyatakan tanah ini sebagai fraksi
halus dan hasil yang diperoleh adalah : wL = 30% , wP = 15%.
Klasifiksikan jenis tanah ini dengan menggunakan USCS.
b) Suatu jenis tanah disaring dengan menggunakan saringan 0.075 mm
dan ditemukan 95% dari tanah ini tertahan pada saringan. 96% tanah
ini kemudian disaring melalui saringan 2.36 mm dimana kemudian
ditemukan lagi 18% dari tanah ini tertahan. Melalui pengujian batasbatas Atterberg menyatakan tanah ini sebagai fraksi halus dan hasil
yang diperolah adalah : wL = 60% , wP = 45%. Tanah ini tidak memiliki
bau organik. Klasifikasikan tanah ini dengan menggunakan USCS.
Table 4.2 USCS System

16

17

c) Suatu jenis tanah disaring dengan menggunakan saringan 0.075 mm


dan ditemukan 47% dari tanah ini tertahan pada saringan. 47 % tanah
ini kemudian disaring melalui saringan 2.36 mm dimana kemudian
ditemukan lagi 21% dari tanah ini tertahan. Melalui pengujian batas18

batas Atterberg menyatakan tanah ini sebagai fraksi halus dan hasil
yang diperolah adalah : wL = 70% , wP = 30%. Klasifikasikan tanah ini
dengan menggunakan USCS.

PROBLEM SET NO.1 HUBUNGAN FASE


TANAH

1. Sebuah tabung silinder berisikan spesimen tanah lempung yang diambil


dari investigasi lapangan sebuah bangunan gedung berlantai di kota
Adelaide. Spesimen ini berukuran 50 mm untuk diameternya dan 100 mm
untuk tingginya, saat dibawa ke laboratorium diketahui beratnya adalah
380 gram. Setelah dimasukkan kedalam oven dengan control suhu 105 0C,
sampel ditempatkan kedalam container metal dengan berat 52.3 gram.
Pada hari berikutnya, sampel tanah dikeluarkan dari oven dan setelah
ditimbang beratnya menjadi 362 gram )termasuk berat container). GS
tanah yang telah diperiksa sebelumnya adalah 2.74.
a) Hitung w, , d, e, n, dan Sr dari tanah lempung tersebut.
b) Verifikasi hasil yang diperoleh dengan menggunakan CATIGE untuk
program Wiindows.
2. Pada lokasi yang akan dibangun gedung berlantai dalam pertanyaan no.1,
penggalian diteruskan hingga mencapai kedalaman 6 meter dimana
kemudian penggalian dihentikan setelah terdapat bedrock. Hitung hujan
yang dibutuhkan, dalam millimeter, untuk menjadikan tanah lempung
tersebut menjadi jenuh, asumsikan bahwa 20% dari hujan yang jatuj pada
tanah mengalami perkolasi di dalam tanah.
PETUNJUK : menggunakan prism of soil kedalaman 1m x 1m x 6 m
3. Nyatakan hubungan dari parameter berikut :
a) n = f(e)
b) d = f(,w)
c) w = f(e, Sr dan Gs)
19

Cek hubungan-hubungan tersebut dengan mensubstitusikan nilai yang


diperoleh melalui No.1

PROBLEM SET NO.2 DISTRIBUSI UKURAN


BUTIRAN DAN USCS
1. Berikut ini merupakan hasil perolehan dari pengujian sampel tanah,
dimana 216 gram tanah ini telah disaring :

a) Plot distribusi ukuran butiran tanah kedalam grafik semi logaritma.


b) Tentukan koefisien keseragaman dan kecekungannya, kemudian
berikan komentar mengenai gradasi tanahnya.
c) Batas-batas Atterberg menyatakan ini sebagai fraksi halus. Batas
cair dan plastisnya berturut-turut adalah 425% dan 38%.
Klasifikasikan dan deskripsikan tanah tersebut dengan
menggunakan metode USCS.
2. Pengujian analisa saringan dan batas-batas Atterberg menyatakan bahwa
hasil pemeriksaan beberapa jenis tanah adalah sebagai berikut di bawah
ini. Klasifikasikan dan deskripsikan tiap jenis tanah tersebut berdasrkan
USCS
a) 60% lolos saringan 2.36 mm dan 20% lolos saringan 0.075 mm.
Untuk praksi halus wL = 30% dan wP = 12%
b) Berwarna abu-abu terang, berbutir halus, termasuk tanah kohesif
dengan wL = 45% dan wP = 24%
c) Berwarna kecokelatan, berbutir kasar, 40% lolos saringan 2.36
mm , 20% lolos saringan 0.425 mm dan 4% lolos saringan 0.075
mm. Untuk fraksi halus, wL = 10%
d) Berwarna abu-abu gelap hingga hitam, merupakan tanah yang
lembab/lengket, dengan serabut fiber, memiliki bau hidrogen sulfide
yang kuat. wL = 62% dan wP = 48%.

20

e) Berwarna cokelat gelap, lempung keras, dengan wL = 83% dan wP =


31%
f) Tidak tertahan pada saringan 2.36 mm dan 52% lolos saringan
0.075 mm. Untuk fraksi halus, wL = 57% dan wP = 35%
g) Berwarna cokelat gelap, sangat berserat, bersifat seperti spons
dengan kadar air alami 420%.
h) Tanah berbutir halus dengan wL = 52% dan wP = 4%. Tanah ini diuji
oleh teknisi laboratorium yang tidak berpengalaman. Dapatkah
Anda mempercayai hasilnya ? Mengapa ? Dan apa yang akan Anda
lakukan ?

21

Anda mungkin juga menyukai