Anda di halaman 1dari 12

1

BATAS – BATAS KONSISTENSI TANAH

Batas – batas konsistensi tanah / batas – batas Atterberg mengambarkan


batas – batas konsistensi dari tanah dengan mempertimbangkan kandungan airnya,
batas-batas tersebut adalah batas cair, batas plastis dan batas susut.
Kedudukan batas konsistensi dari tanah tersebut disajikan dalam gambar
berikut.

Batas Susut Batas Plastis Batas Cair

Padat Semi Padat Plastis Cair

Penambahan Kadar Air

Gambar 1. Batas – batas Atterberg

1. Batas Cair ( Liquid Limit )


Kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis atau
persentase kadar air yang dibutuhkan untuk menutup celah sepanjang 12,7 mm
sesudah 25 kali pukulan

2. Batas Plastis ( Plastic Limit )


Kadar air pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat atau
persentase kadar air dimana tanah dengan diameter silinder 3,2 mm mulai retak-
retak ketika digulung

3. Batas Susut ( Shrinkage Limit )


Kadar air pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat atau
persentase kadar air dimana pengurangan kadar air selanjutnya tidak
mengakibatkan volume tanah.
Batas susut dinyatakan dalam persamaan :

( m1 – m2 ) ( v1 – v2 ). γw
SL = { m2
-
m2
}x 100 %

Keterangan :
m1 = berat tanah basah dalam cawan ( gr )
m2 = berat tanah kering oven ( gr )
v1 = volume tanah basah ( cm3 )
v2 = volume tanah kering ( cm3 )
γw = berat jenis air

4. Indeks Plastisitas ( Plasticity Index )


Indeks Plastis ( IP ) adalah selisih batas cair dan batas plastis
2

PI = LL - PL
Batasan mengenai indeks plastis, sifat, macam tanah dan kohesi diberikan
oleh Atterberg dalam tabel berikut.
Tabel 1. Nilai Indeks Plastisitas dan Macam Tanah

PI Sifat Macam Tanah Kohesi

0 Nonplastis Pasir Non kohesif


<7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian
7 – 17 Plastisitas Sedang Lempung Berlanau Kohesif
>17 Plastisitas Tinggi lempung Kohesif

5. Indeks Cair ( Liquidity Index )


Kadar air tanah asli relative pada kedudukan batas plastis dan cair, indeks
cair ( LI ) dinyatakan dalam persamaan :

WN - PL WN - PL
LI = =
LL - PL PI

WN adalah kadar air asli. Jika W N = LL, maka indeks cair akan = 1, sedangkan jika
WN = PL indeks cair = 0. Jadi untuk tanah asli yang dalam kedudukan plastis, nilai
LL > W N > PL, nilai ini bervariasi antara 0 dan 1.

PERCOBAAN – PERCOBAAN DALAM LABORATORIUM

1 Pengambilan Contoh Tanah Dengan Bor Tangan (Handbor)


Pekerjaan pengeboran dilakukan untuk mengambil contoh tanah dari
berbagai kedalaman. Biasanya dilakukan di samping lubang sondir agar didapatkan
korelasi antara kekuatan tanah dan jenis tanah yang dikandungnya
2. Pemeriksaan Kekuatan Tanah Dengan Sondir
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus
dan hambatan lekat tanah, untuk mengetahui kedalaman lapisan tanah keras serta
sifat daya dukung tanah keras serta sifat daya dukung maupun daya lekat setiap
kedalaman.
3. Pemeriksaan Kadar Air Tanah
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan kadar air tanah. Kadar air
tanah adalah perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan
berat kering tersebut yang dinyatakan dalam persen
4. Pemeriksaan Kadar Lumpur Tanah
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan kadar Lumpur tanah. Kadar
Lumpur tanah adalah perbandingan antara berat Lumpur yang terkandung dalam
tanah dengan berat kering tersebut yang dinyatakan dalam persen.
5. Pemeriksaan Berat Isi Tanah
Secara umum pemeriksaan ini bertujuan untuk mendapatkan berat isi tanah
yang merupakan perbandingan berat tanah dengan volumenya dalam gr/cm³
6. Pemeriksaan Berat Jenis Tanah
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis tanah yang
mempunyai butiran lewat saringan No. 4 dengan piknometer.
3

Berat jenis tanah adalah perbandingan antara berat butir tanah dan berat air
suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu.
7. Pemeriksaan Konsistensi Atterberg
- Batas Cair (Liquid Limit)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kadar air suatu tanah pada
keadaan batas cair. Batas cair adalah kadar air batas dimana suatu tanah
berubah dari keadaan cair menjadi keadaan plastis
- Batas Plastis (Plastic Limit)
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan kadar air suatu tanah pada
keadaan batas plastis. Batas plastis adalah kadar air minimum dimana suatu
tanah masih dalam keadaan plastis.
8. Pemeriksaan Analisa Saringan Tanah
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir (gradasi)
tanah dengan menggunakan saringan.
9. Pemeriksaan Kepadatan Standar
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk menentukan hubungan antara
kadar air dan kepadatan tanah dengan memadatkan di dalam cetakan silinder
berukuran tertentu dengan menggunakan alat penumbuk 2,5 kg (5,5 lbs) dan tinggi
jatuh 30 cm (12").
Pemeriksaan kepadatan dibagi dalam 4 cara sebagai berikut :
Cara A : Cetakan Ǿ 102 mm (4") bahan lewat saringan 4,75 mm (No. 4).
Cara B : Cetakan Ǿ 152 mm (6") bahan lewat saringan 4,75 mm (No. 4).
Cara C : Cetakan Ǿ 102 mm (4") bahan lewat saringan 19 mm (3/4").
Cara D : Cetakan Ǿ 152 mm (6") bahan lewat saringan 19 mm (3/4").
Bila tidak ditentukan cara yang harus dilakukan maka ditetapkan cara A atau D.
10. Pemeriksaan CBR Laboratorium
Untuk menentukan CBR (California Bearing Ratio) tanah dan campuran
tanah agregat yang dipadatkan di laboratorium pada kadar air tertentu.
CBR (California Bearing Ratio) adalah perbandingan antara beban penetrasi
suatu bahan terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi
yang sama.
11. Pemeriksaan Kekuatan Tekanan Bebas(Unconfined Compressive Strength)
Menentukan besarnya kekuatan tekan bebas contoh tanah dan batuan yang
bersifat kohesif dalam keadaan asli maupun buatan (remoulded).
Yang dimaksud dengan kekuatan tekan bebas adalah besarnya beban aksial
per satuan luas pada saat benda uji mengalami keruntuhan atau pada saat
regangan mencapai 20 %.
12. Pemeriksaan Kekuatan Geser Langsung (Direct Shear)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kohesi ( c ) dan sudut
geser tanah ( Ǿ ).
13. Pemeriksaan k o n s o l i d a s i
Diharapkan dapat melakukan pengujian konsolidasi yang maksudnya untuk
menentukan sifat pemampatan suatu jenis tanah, yaitu sifat-sifat perubahan isi dan
proses keluarnya air dari dalam pori tanah yang diakibatkan adanya perubahan
tekanan vertical yang bekerja pada tanah tersebut.
4

KLASIFIKASI TANAH

Klasifikasi tanah umumnya menggunakan dua system yaitu Unified Soil


Clasifikation System dan AASHTO. Kedua system ini menggunakan indeks – indeks
tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan indeks
plastis.
A. Sistem Klasifikasi Unified.
Suatu tanah diklasifikasikan kedalam tanah berbutir kasar ( kerikil dan pasir )
jika lebih dari 50% tertahan pada saringan no 200 dan sebagai tanah berbutir halus (
lanau dan lempung ) jika lebih dari 50% lewat dari saringan no 200, selanjutnya
tanah diklasifikasikan kedalam sejumlah kelompok dan subkelompok seperti dalam
tabel klasifikasi tanah Unified. Simbol –simbol yang digunakan dalam klasifikasi
tanah adalah :
G = Kerikil ( Gravel )
S = Pasir ( Sand )
C = Lempung ( Clay )
M = Lanau ( Silt )
O = Lanau atau Lempung Organik ( Organic Silt Or Clay )
Pt = Tanah Gambut dan Tanah Organik Tinggi ( Peat And Highly Organic
Soil ).
W = Gradasi Baik ( Well Graded )
P = Gradasi Buruk ( Pooryl Graded )
H = Plastisitas Tinggi ( High Plasticity )
L = Plastisitas Rendah ( Low Plasticity )
5

Tabel 2. Klasifikasi Tanah Sistem Unified


6
7

Cara penggunaan tabel Klasifikasi Tanah Sistem Unified misalnya dari hasil
pengujian laboratorium diperoleh data PL = 16%, LL = 42%, sedang dari analisa
saringan diperoleh :

Saringan No % Lolos

4 100
10 93,2
40 81,0
200 61,5

Karena persentase lolos saringan no 200 adalah 61,5%, berarti lebih besar
dari 50 % maka dalam tabel harus digunakan kolom bawah yaitu butiran halus.
Karena nilai LL = 42% maka termaksud CL atau ML. selanjutnya dicari nilai indeks
plastis sebesar 26%. Nilai PI dan LL selanjutnya diplot pada diagram plastisitas,
sehingga ditemukan letak titik diataas garis A, yang menempati zone CL. Jadi jenis
tanah tersebut diklasifikasikan sebagai CL.
Prosedur menentukan klasifikasi tanah sisten Unified adalah sebagai berikut :
1. Tentukan apakah tanah berupa butiran halus atau kasar secara visual atau
dengan cara menyaringnya dengan saringan no.200.
2. Jika tanah berupa butiran kasar :
a) Saring tanah dan gambarkan grafik distribusi butirannya.
b) Tentukan persen lolos saringan no.4 jika butiran yang lolos kurang dari 50%,
tanah tersebut sebagai kerikil, bila yang lolos lebih dari 50% diklasifikasikan
sebagai pasir.
c) Tentukan jumlah butiran yang lolos saringan no.200. jika persentase butiran
yang lolos kurang dari 5%, pertimbangkan bentuk grafik distribusi butiran
dengan menghitung Cu dan Cc, jika bergradasi baik maka klasifikasikan
sebagai GW ( bila kerikil ) dan SW ( bila pasir ), jika bergradsi buruk
klasifikasikan sebagai GP ( bila kerikil ) dan SP ( bila pasir ).
d) Jika persentase butiran yang lolos saringan no.200 diantara 5% – 12% tanah
mempunyai simbol dobel dan mempunyai sifat keplastisan ( GW - GM, SW –
SM, dsb ).
e) Jika persentase butiran yang lolos saringan no.200 > 12%, harus diadakan
pengujian batas – batas Atterberg dengan menyingkirkan tanah yang
tertinggal dalam saringan no.40, kemudian dengan menggunakan diagram
plastisitas tentukan klasifikasinya ( GM, GC, SM, SC, GM-GC ATAU SM-SC )
3. Jika tanah berupa butiran Halus :
a) Lakukan pengujian batas – batas Atterberg dengan menyingkirkan tanah
yang tertinggal dalam saringan no.40. jika batas cair lebih dari 50,
klasifikasikan sebagai H ( plastisitas tinggi ) dan jika kurang dari 50
klasifikasikan sebagai L ( plastisitas rendah ).
b) Untuk H, jika plot batas – batas Atterberg pada grafik plastisitas di bawah
garis A, tentukan apakh tanah organik ( OH ) atau anorganik ( MH ), jika
plotnya jatuh digaris A klasifikasikan sebagai CH.
c) Untuk L, jika plot batas – batas Atterberg pada grafik plastisitas di bawah
garis A dan area yang diarsir, tentukan apakh tanah organik ( OL ) atau
anorganik ( ML ), berdasarkan warna, bau atau perubahan batas cair dan
batas plastisnya dengan mengeringkan di dalam oven.
d) Jika plot batas – batas Atterberg pada grafik plastisitas jatuh pada area yang
diarsir dekat garis A atau nilai LL sekitar 50 maka gunakan simbol dobel.
8

B. Sistem Klasifikasi AASHTO ( American association of state highway and


transportation officials ).
Sistem ini berguna untuk menentukan kualitas tanah guna perencanaan
timbunan jalan. Base, Subbase dan subgrade.
AASHTO membagi tanah kedalam 8 kelompok, A – 1 sampai A – 8
termaksud sub-subkelompok. Tanah – tanah dalam tiap kelompoknya dievaluasi
terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dengan rumus – rumus empiris.
Pengujian yang digunakan hanyalah analisa saringan dan batas – batas Atterberg.
Sistem klasifikasi dapat dilihat dalam tabel 3.
Indeks kelompok ( group index ) digunakan untuk mengevaluasi tanah –
tanah dalam kelompoknya. Indeks kelompok dihitung dengan persamaan :
GI = ( F – 35)[ 0,2 + 0,005(LL – 40)] + 0,01(F – 15)(PI – 10)
Keterangan :
GI = indeks kelompok ( group index )
F = persen material lolos saringan no.200
LL = batas cair
PI = indeks plastisitas

Tanah granular diklasifikasikan dalam klasifikasi A-1 sampai A-3. Tanah A-1
granular yang bergradasi baik, A-3 tanah pasir yang bergradasi buruk. Tanah A-2
termaksud tanah granular ( kurang dari 35% lewat saringan no.200) tetapi masih
terdiri atas lanau dan lempung tanah berbutir halus diklasifikasikan dari A-4 sampai
A-7, yaitu tanah lempung-lanau perbedaan keduanya didasarkan pada batas –
batas Atterberg.

Gambar 2. Nilai batas – batas atterberg untuk subkelompok


A-4, A-5, A-6,dan A-7
9

2
10

Tabel 3. Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO

Contoh soal 1 :
Analisa saringan dan plastisitas pada 2 sampel tanah ditunjukan pada tabel berikut :

Diameter Butiran Tanah I Tanah II


No. Srgn
( mm ) ( % lolos ) ( % lolos )

4 4,75 100 96
10 2,00 92 89
40 0,425 87 41
100 0,15 78 8
200 0,075 61 5
LL 21 -
PL 15 -
PI 6 Nonplastis

Klafikasikan kedua jenis tanah tersebut.


Penyelesaian :
Gambar kurva distribusi butiran untuk kedua jenis tanah tersebut. Dapat dilihat
dalam gambar 3.
11

Gambar 3. Distribusi Butiran


Tanah 1.
Dari gambar 3 terlihat > 50% lolos saringan no.200 ( 61% ), jadi tanah
tersebut berupa tanah butiran halus. Olehnya itu batas – batas Atterbrg dibutuhkan
untuk klasifikasinya. Dari nilai LL = 21 dan PI = 6, menurut diagram plastisitas tanah
tersebut termaksud tanah CL – ML.
Tanah 2.
Termaksud tanah berbutir kasar sebab hanya 5% lolos saringan no.200 (
61% ). Dari tabel 2 dapat dibaca bahwa tanah memiliki dobel symbol yakni SP-SM
tergantung dai nilai Cu dan Cc – nya.
Dari grafik distribusi butiran diperoleh D60 = 0,73 mm, D30 = 0,34 mm, D10 =
0,15 mm.
Koefisien Keseragaman :
D60 0,73
Cu = = = 4,87 < 6
D10 0,15
Koefisien gradasi :
( D30 )2 ( 0,34 )2
Cc = = = 1,06 < 1
( D10 ).( D60 ) 0,15 x 0,73
Tanah bergradasi baik jika Cc diantara 1 dan 3, sedang Cu > 6, karena tanah ini
tidak masuk dalam kriteria tersebut sehingga dikatakan bergradasi buruk. Karena
butiran halus lanau ( nonplastis ), klassifikasi tanah tersebut adalah SM.
Contoh soal 2 :
Dua jenis tanah kohesif diuji menurut standar pengujian batas cair dan batas
plastis. Batas plastis dari tanah X adalah 22% dan tanah Y adalah 32%. Jelaskan
tanah – tanah ini dan kemungkinan klasifikasinya. Data hasil pengujian batas
cairnya terdapat dalam tabel berikut.

Kadar Air ( w )
Jumlah Pukulan
Tanah X Tanah Y
7 0,52
9 0,49
14 0,47
12

16 0,78
19 0,75
21 0,73

28 0,35
30 0,33
31 0,66
34 0,32
38 0,62
45 0,60

Penyelesaian :
Plot data pada tabel kedalam diagram batas cair seperti dalam gambar berikut.

Dari gambar di atas dapt dilihat bahwa tanah X mempunyai batas cair LL = 37%
sedang tanah Y , LL = 69%.
Tanah X.
PI = LL – PL = ( 37 – 22 )% = 15%
PI = 15% dan LL = 37%. Dari diagram plastisitas tanah adalah lempung inorganic
dengan plastisitas rendah ( CL ).
Tanah Y.
PI = ( 69 – 32 )% = 37%
PI = 37% dan LL = 32%. Dari diagram plastisitas tanah adalah lempung inorganic
dengan plastisitas tinggi ( CL ).

Anda mungkin juga menyukai