Anda di halaman 1dari 50

1

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut asma Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah I tentang beton ringan, beton geopolimer, beton memadat
mandiri/ self compacting concrete (SCC) dan beton bubuk rekatif/ reactive powder
concrete (RPC).

Makalah ke dua ini kami susun dengan usaha yang maksimal serta
bantuan dari berbagai pihak sehingga pembuatan makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih


terdapat kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan


manfaat ilmu pengetahuan maupun inspirasi bagi kita semua. Semoga bermanfaat.

Palu, 31 Maret 2019

Penyusun

ISTI HARYANTO

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beton Ringan
2.1.1 Pengertian Beton Ringan
2.1.2 Proses Pembuatan Beton Ringan
2.1.3 Jenis-jenis Beton Ringan
2.1.4. Kelebihan dan Kekurangan Beton Ringan

2.2 Beton Geopolimer


2.2.1 Pengertian Beton Geopolimer
2.2.2 Proses Pembuatan Beton Geopolimer
2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Beton Geopolimer

2.3 Beton Memadat Mandiri/ Self Compacting Concrete (SCC)


2.3.1 Pengertian Beton Memadat Mandiri
2.3.2 Proses Pembuatan Beton Memadat Mandiri
2.3.3 Metode Pengujian Beton Segar SCC
2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Beton Memadat Mandiri

2.4 Beton Serbuk Reaktif/ Reactive Powder Concrete (RPC)


2.4.1 Pengertian Reactive Powder Concrete (RPC)
2.4.2 Komposisi Pembuatan Reactive Powder Concrete (RPC)
2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Reactive Powder Concrete (RPC)

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Aplikasi Beton Ringan
3.2 Aplikasi Beton Geopolimer
3.3 Aplikasi Self Compacting Concrete (SCC)
3.4 Aplikasi Reactive Powder Concrete (RPC)

BAB IV KESIMPULAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN

3
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Beton adalah element yang digunakan sebagai struktur dalam konstruksi teknik sipil
yang dapat dimanfaatkan untuk banyak hal. Dalam teknik sipil struktur beton digunakan
untuk bangunan pondasi, kolom, balok, plat/plat cangkang. Semakin meluasnya
penggunaan beton dan makin meningkatnya skala pembangunan menunjukkan
semakin banyak kebutuhan beton dimasa yang akan datang, sehingga mempengaruhi
perkembangan teknologi beton dimana akanmenuntut inovasi-inovasi baru mengenai
beton itu sendiri. Kriteria beton mulai berubah seiring perkembangan jaman dan
kemajuan tingkat mutu yang berhasil dicapai sesuai dengan perkembangan
teknologi beton yang sedemikian pesatnya. Pada tahun 1950, beton dikategorikan
mempunyai mutu tinggi jika kuat tekannya 30 Mpa. Pada tahun 1960-1970, kriterianya
naik menjadi 40 Mpa.

Banyak parameter yang mempengaruhi kekuatan tekan beton, Kekuatan tekan


adalah kapasitas dari suatu bahan atau struktur dalam menahan beban yang akan
mengurangi ukurannya. Kekuatan tekan dapat diukur dengan memasukkannya ke
dalam kurva tegangan-regangan daridata yang didapatkan dari mesin uji. Diantaranya
adalah kualitas bahan-bahan penyusunnya, rasio air semen yang rendah dan kepadatan
yang tinggi. Kekuatan tekan akhir sebuah beton kerasakan ditentukan oleh konstituen
yang terlemah. Konstituen utama beton padat terdiri dari agregat kasar yang biasanya
berbentuk batu dan matriks semen-pasir. Struktur beton bertulang bangunan
atau gedung biasanya menggunakan mutu beton yang berbeda-beda,
disesuaikan dengan perencanaan struktur masing-masing. Semakin berat beban (gaya
normal, gaya lintang, momen) yang akan dipikul oleh suatu beton bertulang, maka
sebaiknya menggunakan mutu beton yang semakin tinggi juga.

4
I.2. Rumusan Masalah

Penulis telah menyusun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai
batasan dalam pembahasan bab ini. Beberapa masalah tersebut antara lain:

a. Apa defenisi beton ringan, beton geopolimer, beton memadat sendiri/ self
compacting concrete (SCC) dan beton serbuk reaktif/ reaktif powder concrete
(RPC) ?
b. Apa jenis-jenis dan kandungan/komposisi beton ringan, beton geopolimer, beton
memadat sendiri/ self compacting concrete (SCC) dan beton serbuk reaktif/ reaktif
powder concrete (RPC)?
c. Apa kelebihan dan kekurangan beton ringan, beton geopolimer, beton memadat
sendiri/ self compacting concrete (SCC) dan beton serbuk reaktif/ reaktif powder
concrete (RPC)?

I.3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam penulisan makalah ini
sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui defenisi beton ringan, beton geopolimer, beton memadat


sendiri/ self compacting concrete (SCC) dan beton serbuk reaktif/ reaktif powder
concrete (RPC);
b. Untuk mengetahui campuran beton ringan, beton geopolimer, beton memadat
sendiri/ self compacting concrete (SCC) dan beton serbuk reaktif/ reaktif powder
concrete (RPC);
c. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan beton ringan, beton geopolimer,
beton memadat sendiri/ self compacting concrete (SCC) dan beton serbuk reaktif/
reaktif powder concrete (RPC).

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Beton Ringan (Lightweight Concrete)

2.1.1. Pengertian Beton Ringan

Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain,
agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang
membentuk masa padat (Surya Sebayang, 2000). Beton normal merupakan bahan
bangunan yang relatif cukup berat dengan berat jenis berkisar 2,4 atau berat 2400
kg/m3. Untuk mengurangi beban mati suatu struktur beton, maka telah banyak
dipakai beton ringan. Berdasarkan SNI 03 - 2847 - 2002, beton ringan adalah beton
yang mengandung agregat ringan dan mempunyai berat satuan tidak lebih dari 1900
kg/m3. Pada dasarnya beton ringan diperoleh dengan cara penambahan pori-pori
udara ke dalam campuran betonnya.

Beton Non-pasir
Beton non-pasir (“no-fines concrete”) ialah suatu bentuk sederhana dari jenis beton
ringan yang dalam pembuatannya tidak menggunakan agregat halus. Tidak adanya
agregat halus dalam campuran menghasilkan beton yang berpori (yang semula diisi
agregat halus) sehingga beratnya berkurang (Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007). Beton
non-pasir juga dapat disebut permeconcrete atau pervious concrete yaitu beton yang
dibentuk dari campuran semen, agregat kasar, air dengan atau tanpa bahan
tambahan. Beton non-pasir dibuat dengan menghilangkan penggunaan agregat halus.
Tidak adanya agregat halus pada campuran menghasilkan suatu sistem berupa
keseragaman rongga yang terdistribusi di dalam massa beton, serta berkurangnya
berat jenis beton.
Pada umumnya agregat kasar yang dipakai pada pembuatan beton non-pasir
berukuran 10 sampai 20 mm, walaupun ukuran yang lain juga dapat dipakai. Berat
jenis beton non-pasir dipengaruhi oleh berat jenis dan gradasi yang dipakai, dan pada

6
umumnya berkisar antara 60-70 persen dari beton biasa. Beton non-pasir sendiri
memiliki kuat tekan yang relatif kecil dibandingkan beton normal, menjadikan beton
non-pasir memiliki aplikasi yang terbatas. Menurut ACI (American Concrete Institut)
522R-10 mengenai Pervious Concrete biasanya beton berpori memiliki kuat tekan
sebesar 400 sampai 4000 psi (2,8 Mpa sampai dengan 28 Mpa).
Menurut Dwi Kusuma (2012) kuat tekan dari beton non-pasir dipengaruhi oleh
sejumlah faktor, antara lain :
1. Faktor Air Semen
Faktor air semen pada beton non-pasir berkisar 0,36 - 0,46, sedangkan nilai faktor
air semen optimum sekitar 0,40. Perkiraan faktor air semen tidak dapat terlalu
besar karena jika faktor air semen terlalu besar maka pasta semen akan terlalu
encer, sehingga pada waktu pemadatan pasta semen akan mengalir ke bawah dan
tidak menyelimuti permukaan agregat. Sedangkan, jika faktor air semen terlalu
rendah maka pasta semennya tidak cukup menyelimuti butir butir agregat kasar
penyusun beton. Dengan nilai faktor air semen optimum akan dihasilkan pula kuat
tekan maksimum suatu beton non-pasir.
2. Rasio Volume Agregat dengan Semen
Rasio volume agregat dengan semen merupakan proporsi penggunaan agregat
berbanding semen. Pada nilai faktor air semen yang tetap, pengaruh besar rasio
agregat dengan semen akan berakibat terhadap pasta yang terbentuk. Semakin
besar rasio agregat-semen, maka semakin sedikit pasta semennya, sehingga bahan
pengikat antar aggregat akan sedikit pula dan kuat tekan beton non pasir yang
terbentuk akan semakin rendah.
Dalam penggunaannya sendiri beton non-pasir ini dapat dicetak sebagai bata beton
atau langsung dicetak menjadi dinding tembok atau kolom Aplikasi lain yang sering
diantaranya sebagai tempat parkir, trotoar serta area taman. Selain itu, karena beton
non-pasir sangan berpori, maka sangat meloloskan air sehingga baik untuk bagian
bangunan yang tidak boleh menahan air, misalnya struktur penahan tanah (turap) dan
buis beton.

7
2.1.2 Proses Pembuatan Beton Ringan

Menurut Tjokrodimuljo (2007) pembuatan beton ringan dapat dilakukan dengan cara :
1. Membuat gelembung-gelembung gas udara dalam adukan semen. Dengan
demikian akan terjadi banyak pori-pori udara di dalam betonnya. Bahan Tambahan
Khusus (pembentuk gelembung udara dalam beton) ditambahkan ke dalam
semen dan akan terbentuk gelembung udara.
2. Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar dan batu apung.
Dengan demikian beton yang terjadi pun akan lebih ringan daripada beton normal.
3. Pembuatan beton tidak dengan butir-butir agregat halus. Dengan demikian beton
ini disebut “beton non-pasir” dan hanya dibuat dari semen dan agregat kasar saja
(dengan butir maksimun agregat kasar sebesar 20 mm atau 10 mm). Beton ini
mempunyai pori-pori yang hanya berisi udara (yang semula terisi oleh butir-butir
agregat halus).
4. Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar dan batu apung.
Dengan demikian beton yang terjadi pun akan lebih ringan daripada beton normal.
5. Pembuatan beton tidak dengan butir-butir agregat halus. Dengan demikian beton
ini disebut “beton non-pasir” dan hanya dibuat dari semen dan agregat kasar saja
(dengan butir maksimun agregat kasar sebesar 20 mm atau 10 mm). Beton ini
mempunyai pori-pori yang hanya berisi udara (yang semula terisi oleh butir-butir
agregat halus).
Mix Design (SNI 03-3449-2002)
Berikut adalah perencanaan secara umum untuk beton ringan dengan subtitusi
fly ash dan bottom ash.
1. Kuat tekan rencana f’c = 10 MPa = 120,48 kg/cm2
2. Standart Deviasi, S= 55 kg/cm2
3. Nilai tambah = 1,64 x 55 = 90,2 kg/cm2
4. Kuat tekan rata-rata : Umur 28 hari = 120,48 + 90,2 = 210,68 kg/cm2
5. Jenis kerikil : batu pecah diameter 1 cm
6. Jenis pasir : Alami

8
7. FAS yang digunakan 0,57, FAS maksimum 0,60
8. Jenis semen yang digunakan adalah semen portland tipe I
9. Berat isi beton rencana = 1600 kg/m3
10. Kebutuhan air per meter kubik = 233,33 liter
11. Kebutuhan semen per meter kubik
= 233,33 : 0,57 = 409,350 kg/m3
12. Persentase pasir terhadap campuran adalah 60%.
13. Kebutuhan agregat campuran
= 1600 – (233,33 + 409,356) = 957,314 kg/m3
14. Kebutuhan agregat halus per meter kubik
= 60 x 957,314 = 574,391 kg/m3
15. Kebutuhan agregat kasar per meter kubik
= 957,314 – 574,391 = 382,927 kg/m3
16. Maka untuk 1 m3 beton diperlukan
Semen = 409,350 kg/m3
Air = 233,33 kg/m3
Pasir = 574,391 kg/m3
Kerikil = 382,927 kg/m3
17. Perbandingan campuran
Semen : Air : Pasir : Kerikil
1 : 0,57 : 1,4 : 0,94
18. Volume 1 benda uji silinder = 3,14 x 7,52 x 30 = 5298,75 cm3= 0,0053 m3
19. Jadi kebutuhan bahan untuk 9 benda uji adalah :
Semen = 409,350 x 0,0053 x 9 x 1,2 (FS) = 23,431 kg
Air = 233,33 x 0,0053 x 9 x 1,2 (FS) = 13,355 liter
Pasir = 574,391 x 0,0053 x 9 x 1,2 (FS) = 32,878 kg
Kerikil = 382,927 x 0,0053 x 9 x 1,2 (FS) = 21,918 kg
Catatan : berat semen, dan pasir untuk setiap variasi akan berubah karena
ada penggantian sebagian semen dan pasir dengan fly ash dan bottom ash

9
untuk setiap varian 10%, 20%, dan 30% terhadap berat semen dan pasir
Tabel A. Kebutuhan bahan susun beton tiap 1 m3

20. Superplasticizer digunakan 0,8% dari berat semen yang dipakai.


21. Foaming agent digunakan dengan perbandingan terhadap air pengecoran 1:25

2.1.3. Jenis-jenis Beton Ringan

Macam-macam beton ringan berdasarkan bahan pembuatnya


1. Beton non pasir
Beton ini disebut juga dengan non-fines concrete, merupakan beton yang dibuat dari
semen, air, serta kerikil tanpa material pasir. Ketiadaan pasir ini membuat beton
berongga karena antara butir kerikil tidak berisi pasir seperti pada beton normal. Hal
inilah yang membuat jenis beton ini memiliki berat jenis yang lebih ringan.
Penggunaannya banyak diaplikasikan untuk:
 Pagar beton
 batako
 Rabat beton
Salah satu ciri khas lainnya ialah penggunaan sedikit semen sehingga
permukaannya cenderung kasar. Berat jenisnya sendiri berkisar antara 1963,04
kg/m3 hingga 2047,34 kg/m3.
2. Beton dengan agregat ringan
Beton ringan dapat dibuat dengan agregat kasar ringan dengan berat isi kering
gembur. Berat jenisnya ialah 1100 kg/m3 (sesuai standar SNI 03-3449-2002). Jenis

10
agregat kasar ringan ini cukup unik yakni bisa dibuat dengan 2 cara, yakni agregat
buatan dari tanah liat yang sudah dicampur dengan berbagai material tambahan, ada
juga agregat alami seperti batu apung skoria.
3. Beton kertas
Seperti namanya, beton ini dibuat dari kertas daur ulang dengan tambahan material
semen, pasir, dan air. Sebelum dicampur dengan semua bahan, material kertas ini
dibentuk menjadi bubur terlebih dahulu dan dijadikan sebagai pengganti agregat kasar.
Disebutkan dalam penelitian Gunarto (2008), bahwa limbah kertas koran bisa
menghasilkan panel papercrete yang masuk kategori beton ringan dengan berat jenis
antara 840 hingga 933 kg/m3. Kuat tekan terendah 1,23 MPa pada campuran 1 semen 4.

Jenis beton ringan menurut Dobrowolski (1987)


Menurut Dobrowolski (1987), beton ringan merupakan jenis beton yang memiliki berat jenis
di bawah 1900 kg/m3. Lebih rincinya, berikut ini jenis beton ringan menurut Dobrowolski:
1. Beton ringan dengan berat bersih rendah atau Low Density Concretes
Berat jenis: 240-800 kg/m3
Kuat tekan: 0,35-6,9 MPa
2. Beton ringan dengan kekuatan menengah atau Moderates-Strength Lighweight
Concretes
Berat jenis: 800-1440 kg/m3
Kuat tekan: 6,9-17,3 MPa
3. Beton ringan struktur atau structural Lightweight Concretes
Berat jenis: 1440-1900
Kuat tekan: lebih dari 17,3 MPa

Jenis beton ringan berdasarkan kuat tekan beton


Pembentukan beton ringan maupun beton normal pada umumnya memiliki standar tertentu
hingga kualitas beton akan tetap bermutu dan berfungsi maksimal sesuai kebutuhan
kosntruksi. Salah satu yang harus dipenuhi dalam standar tersebut ialah kuat tekan beton
yang ditulis dengan satuan MPa.

11
Menurut SK SNI 03-3449-2002 beton yang memakai agregat ringan, campuran agregat kasar
ringan dan pasir alami yang digunakan sebagai pengganti agregat halus ringan, memiliki
ketentuan yakni harus memenuhi berat jenis di <1850 kg/m3. Selain itu, harus sesuai standar
kuat tekan minimum 17,24 MPa dan maksimum 41,36 MPa.
Lebih rincinya, berikut ini ada penjabaran tentang beton ringan disertai dengan angka kuat
tekan standartnya:
1. Konstruksi beton ringan untuk struktural
Kuat tekan minimum: 17,24 Mpa
Kuat tekan maksimum: 41,36 MPa
Berat isi minimum: 1400 kg/m3
Berat isi maksimum: 1850 kg/m3
Jenis agregat ringan ini melalui proses pemanasan batu serpih, sabak, apung, abu terbang
serta terak besi.
2. Konstruksi beton ringan untuk struktural ringan
Kuat tekan minimum: 6,89 Mpa
Kuat tekan maksimum: 17,24 Mpa
Berat isi minimum: 800 kg/m3
Berat isi maksimum: 1400 kg/m3
Jenis agregat ringan yakni agregat mangan alami (scoria dan batu apung)
3. Konstruksi beton ringan untuk struktural sangat ringan yang digunakan sebagai isolasi
Berat bersih maksimumnya ialah: 800 kg/m3
Jenis agregat ringan ini ialah pendit atau vermikulit.

2.1.4. Kelebihan dan Kekurangan Beton Ringan

Menurut Dwi Kusuma (2012) beton non-pasir mempunyai kelebihan, diantaranya


adalah :
1. Low Shrinkage
Penyusutan total beton non-pasir saat mengeras/kering adalah sekitar setengah
dari beton padat yang dibuat dengan agregat yang sama. Tingkat penyusutan juga

12
jauh lebih cepat. Gerakan penyusutan total, telah ditemukan bahwa 50% sampai
80% terjadi dalam 10 hari pertama, dimana untuk beton padat hanya 20 sampai 30
persen akan terjadi pada periode yang sama. Ini berarti bahwa bahaya retak jauh
lebih kecil terjadi jika dibandingkan dengan beton normal.
2. Light Weight
Karena penggunaan agregat ringan maka dihasilkan beton dengan bobot yang
ringan.
3. Thermal Insulation
Kebaikannya sebagai bahan isolasi panas.
4. Eliminated Segregation
Tidak ada kecenderungan untuk bersegregasi, sehingga dapat dijatuhkan dengan
tinggi jatuh yang lebih tinggi.
5. Reduce Cement Demand
Kebutuhan semen sedikit (karena tidak ada pasir maka luas permukaan butir
agregat berkurang sehingga kebutuhan pasta semen yang dipakai untuk
menyelimuti butir pasir tidak diperlukan lagi, sehingga kebutuhan semen hanya
sedikit) dan harganya lebih murah.
6. Simple yaitu berarti cara pembuatannya sederhana dan lebih cepat.

7. Sound Insulation
Kebaikan sebagai bahan isolasi suara/kebisingan (meredam suara).
8. Environment Friendly,
mudah meloloskan air dapat digunakan sebagai bahan pembuat sumur resapan,
sehingga meningkatkan resapan ke dalam tanah.

Ada beberapa kelebihan yang dimiliki oleh beton ringan ini, antara lain :
1. Balok-balok beton ringan mudah sekali dibentuk. Proses pemotongannya pun bisa
dilakukan secara cepat dan akurat untuk memenuhi kebutuhan pembangunan.
Tidak perlu menggunakan alat potong khusus, sebab balok beton ringan ini bisa
dipotong dengan gampang cukup memakai gergaji.

13
2. Kebutuhan beton ringan dalam suatu proyek pembangunan dapat dihitung
dengan tepat karena ukurannya yang akurat. Bentuknya yang mudah disesuaikan
dengan kebutuhan pun memungkinkan pemakaiannya bisa dilakukan semaksimal
mungkin. Sehingga kemungkinan balok-balok beton yang tersisa di akhir
pembangunan dapat diminamilisir.
3. Pemakaian beton ringan dapat meminimalisir penggunaan material-material yang
lainnya. Contohnya dalam pembuatan dak lantai menggunakan bahan ini, maka
tidak diperlukan lagi bahan tambahan berupa batu atau kerikil untuk mengisi
lantai beton. Biaya pembangunan struktur sloof dan pondasi juga bisa dikurangi.
Dengan demikian proses pengerjaan konstruksi pun menjadi lebih sederhana.
4. Karena mempunyai bobot yang tidak terlalu berat, biaya transportasi yang
diperlukan untuk mengangkut beton ringan dari pabrik ke lokasi pembangunan
pun bisa dihemat. Keuntungan ini akan semakin bertambah apabila jarak antara
pabrik dengan lokasi proyek semakin berdekatan.
5. Ringannya bobot yang dimiliki oleh material ini juga dapat dirasakan oleh
para tukang bangunanyang memasangnya. Mereka akan merasa tidak cepat lelah,
jauh berbeda saat mendirikan beton konvensional. Jadi waktu pengerjaan proyek
pun bisa lebih singkat.
6. Beton ringan tidak membutuhkan ikatan semen yang terlampau tebal untuk
menjaga posisinya. Anda cukup menggunakan adonan semen setebal 3 mm di
antara balok-balok beton ringan ini.
7. Beton ringan juga bersifat tahan terhadap panas dan api sebab memiliki berat jenis
yang rendah, kedap suara, tahan lama, kuat tapi ringan, serta tahan gempa. Selain
itu beton juga aman dan nyaman karena memiliki beberapa sifat lain yaitu anti
serangga, anti jamur, serta tidak mengalami rapuh, bengkok, berkarat, ataupun
korosi.
Kekurangan beton ringan :
1. Ukuran beton ringan yang besar menyebabkan pemakaian ruang yang cukup besar
ketika diaplikasikan di bangunan yang berukuran menengah. Tukang bangunan

14
yang akan memasangnya juga harus memiliki keahlian yang tinggi karena jika salah
dampaknya bakal terasa langsung bagi waste dan kualitas pemasangannya.
2. Beton ringan mempunyai nilai kuat tekan yang terbatas (compressive strength).
Jadi tidak disarankan memanfaatkan material ini sebagai bahan perkuatan
bangunan.
3. Harga beton ringan relatif lebih mahal dibandingkan dengan harga balok-balok
beton kebanyakan. Di pasaran Indonesia, harga rata-rata beton ringan adalah Rp 6-
8 ribu/balok, di mana setiap 1 m2 membutuhkan 8-9 balok. Sehingga harga balok
beton ini per 1 m2 adalah Rp 48-72 ribu.
4. Dibutuhkan bahan perekat khusus untuk menyusun balok-balok ini menjadi beton.
Kebanyakan para pekerja menggunakan mortar atau semen instan. Bahan ini
sengaja dipilih karena memiliki komposisi yang terkontrol dengan baik.

2.2 Beton Geopolimer


2.2.1 Pengertian Beton Geopolimer
Geopolimer merupakan material ramah lingkungan yang biasa dikembangkan sebagai
alternatif pengganti beton semen di masa mendatang. Sebagai terobosan baru, kini berhasil
ditemukan jenis material beton baru “Geopolimer” yang konon lebih ramah lingkungan. Karena,
material ini tersusun dari sintesa bahan-bahan alam non organik melalui proses polimerisasi,
proses pembuatan beton geopolymer tidak terlalu memerlukan energi. Dengan pemanasan lebih
kurang 60° C selama satu hari penuh sudah dapat dihasilkan beton yang berkekuatan tinggi.
Karenanya, pembuatan beton geopolymer mampu menurunkan emisi gas rumah kaca yang
diakibatkan oleh proses produksi semen hingga tinggal 20 persen saja.

Beton geopolimer adalah sebuah senyawa silikat alumino anorganik yang


disintesiskan dari bahan – bahan produk sampingan seperti abu terbang (fly ash) abu
sekam padi (risk husk ash) dan lain – lain, yang banyak mengandung silikon dan aluminium
(Davidovits, 1997) Geopolimer merupakan produk beton geosintetik dimana reaksi
pengikatan yang terjadi adalah reaksi polimerisasi. Dalam reaksi polimerisasi ini

15
Alumunium (Al) dan Silika (Si) mempunyai peranan penting dalam ikatan polimerisasi
(Davidovits, 1994) Reaksi Al dan Si dengan alkaline akan menghasilkan AlO4 dan SiO4.
Skema pembentukkan beton geopolimer dapat dilihat pada persamaan (2 – 1) dan (2 – 2)
(van Jaarsveld dkk, 1997 ; Davidovits,1999) :

2.2.2 Proses Pembuatan Beton Geopolimer

Bahan dasar utama pembuatan beton geopolimer, adalah bahan yang banyak mengandung silikon
dan alumunium. Unsur-unsur ini, diantaranya banyak terdapat pada material buangan hasil sampingan
industri, seperti abu terbang (fly ash) sisa pembakaran batu bara. Selama ini, karena ukuran
partikelnya yang kecil dan mudah berterbangan di udara, abu terbang lebih banyak
dimanfaatkan sebagai bahan timbunan. Kalau penimbunannya dilakukan sembarangan, akan
berpotensi mengancam kelestarian lingkungan. Karena, partikel partikel logam berat yang
dikandungnya dengan mudah larut mencemari sumber-sumber air. Proses pembentukan
beton geopolimer disebut dengan proses polimerisasi kondensasi, yaitu reaksi gugus fungsi
banyak (molekul yang mengandung dua gugus fungsi atau lebih yang dapat bereaksi) yang
menghasilkan satu molekul besar bergugus fungsi banyak pula dan diikuti oleh pelepasan
molekul kecil.

Untuk melarutkan unsur-unsur silikon dan alumunium, serta memungkinkan terjadinya


reaksi kimiawi, digunakan larutan bersifat alkalis. Material geopolimer ini jika digabungkan
dengan agregat batuan, akan menghasilkan beton geopolimer tanpa perlu semen lagi.
Geopolimer lebih ramah lingkungan, karena selain dapat menggunakan bahan pembuangan
industri, proses pembuatannya juga tidak perlu energi, seperti pada proses pembuatan semen

16
hingga suhu 800°C. Cukup dengan pemanasan 60° C selama sehari penuh, maka bisa dihasilkan
beton berkualitas tinggi.

Pembuatan beton geopolimer dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Gambar. 1 Flowchart GPC Mix Design

17
Gambar 2. Kekuatan vs rasio abu terbang-cair-alkali

Contoh perhitungan mix desain beton geopolimer :

Langkah 1: Persyaratan untuk Berat Abu Terbang dan Cairan Basa


Dalam desain ini, faktor utama pertama adalah jumlah kadar fly ash. Sebagai bahan yang
paling mahal dalam campuran beton geopolimer adalah cairan alkali, untuk desain beton
yang ekonomis, perancang harus mencoba menggunakannya jumlah minimum itu dalam
campuran mereka. Gambar 2 menunjukkan bahwa, untuk beton 45 MPa, cairan alkali
persyaratan lebih rendah ketika kadar abu terbang adalah 320 kg / m3 dan abu-ke-abu
basa cair yang sesuai rasio adalah 0,76. Untuk meningkatkan kemampuan kerja campuran
(berdasarkan percobaan sebelumnya), super-plasticiser dan air, masing-masing dalam
jumlah 1% dari jumlah total berat abu terbang, ditambahkan. Meski abu basa cair untuk
terbang Rasio tidak tergantung pada penambahan super-plasticiser, dapat meningkat
dengan penambahan air kemampuan kerja. Desain dimulai dengan mengambil rasio abu
terbang-cair basa 0,74 yang dapat ditingkatkan menjadi 0,76 dan disebut rasio sebenarnya
pada akhir desain campuran. Karena itu, untuk 320 kg / m3 fly ash, diperlukan basa cairan
akan 237 kg / m3.

18
Langkah 2: Penambahan Bahan Kimia Campuran atau Air untuk Pengerjaan (Jika Diperlukan)
Dosis super-plasticizer adalah mengambil 1% dari berat abu terbang yang jumlahnya 3,2
kg / m3. Kemudian tingkat perkiraan penambahan super-plasticiser datang 924 ml / 100kg
fly ash yang berada di kisaran 400 hingga 1200 ml / 100kg direkomendasikan oleh pabrikan.
Untuk meningkatkan kemampuan kerja, jika air tambahan ditambahkan 1% dari berat abu
terbang maka jumlah air tambahan yang dibutuhkan 3,2 kg / m3.

Langkah 3: Perhitungan dan Persiapan Cairan Alkaline


Mengambil, 2,5 sebagai rasio dari solusi Na2SiO3 untuk solusi NaOH (dari pengalaman
Lloyd dan Rangan 2010),
Oleh karena itu, larutan NaOH dan larutan Na2SiO3 masing-masing membutuhkan 68 kg /
m3 dan 169 kg / m3. Mengambil 16 Molar dari larutan NaOH, ini dapat dibuat dengan
mencampur 44,4% padatan NaOH dengan 55,6% air. Spesifik Gravitasi (Sp.G) dari larutan
16M NaOH datang 1,44. Oleh karena itu, padatan NaOH dan air membutuhkan 30 kg / m3
dan 38 kg / m3 masing-masing. Dalam desain ini, karena 3,2 kg air tambahan diperlukan
untuk meningkatkan kemampuan kerja, totalnya jumlah air dalam larutan mencapai 41 kg/
m3. Untuk menjaga konsentrasi (16M) larutan NaOH konstan, maka diperlukan padatan
NaOH sekarang dihitung ulang sebagai 33 kg / m3.

Langkah 4: Bobot atau Volume Agregat yang Diperlukan atau Volume yang Diperlukan
Volume yang ditempati oleh fly ash, larutan NaOH, larutan Na2SiO3 dan udara yang
terperangkap adalah 0,1553, 0,0510, 0,1113 dan 0,0329 m3 masing-masing. Total volume
yang ditempati oleh konstituen ini adalah 0,3505 m3 yang mengindikasikan. Diperlukan
agregat 0,6495 m3 untuk mendapatkan kekuatan yang diinginkan. Untuk memenuhi
persyaratan penilaian agregat, perlu untuk mencampur oven kering 14 mm, 10 mm, 7 mm
dan agregat halus sebesar 15%, 35%, 20% dan 30% masing-masing. Kemudian gabungan
Sp.G dari agregat kasar diperoleh 2,62. Sekarang mempertimbangkan spesifik gravitasi
agregat, faktor volume agregat kasar dan halus datang 0,02669 (% volume / Sp.G / 1000)

19
dan 0,01167 masing-masing. Oleh karena itu, volume aktual oven kering (OD) dari agregat
kasar dan halus adalah 69,57% dan 30,43% masing-masing bukannya 70% dan 30%.
Sekarang, volume sebenarnya kasar dan halus agregat adalah 0,4519 m3 dan 0,1976 m3
yang menghitung berat 1185 kg / m3 dan 508 kg / m3.
Secara luas, agregat kasar oven kering ukuran 14 mm, 10 mm, 7 mm dan agregat halus
diperlukan 254, 593, 339 dan 508 kg / m3 masing-masing.

Langkah 5: Penyesuaian Kapasitas Penyerapan dan Kandungan Kelembaban Agregat


Penyerapan dan kelembaban agregat tidak dapat dihindari karena memiliki efek pada
cairan campuran. Jumlah air yang dibutuhkan untuk penyerapan agregat kering-oven
dihitung sebagai 17 kg per kubik meteran beton.
Tabel. Total volume bahan per meter kubik beton

Total volume bahan dihitung pada Tabel 3. Karena total volume yang dihasilkan 0,3% lebih
dari 1 m3 untuk penggunaan super-plasticiser, diperlukan untuk menyesuaikan volume.

Langkah 6: Penyesuaian Volume (Hanya Saat Menggunakan Super-plasticiser)


Volume dapat disesuaikan dengan membagi jumlah masing-masing bahan dengan 1,0030,
seperti yang ditunjukkan pada Tabel di bawah ini.

Tabel . Volume bahan beton yang disesuaikan

20
Langkah 7: Detail Pencampuran untuk Agregat Oven-Kering (1 m3 Beton)
Oleh karena itu, jumlah agregat kasar 14 mm, 10 mm, dan 7 mm yang perlu disesuaikan
adalah 253, 591 dan 338 kg masing-masing seperti yang ditunjukkan pada Tabel di bawah
ini. Karena sulit untuk mendapatkan agregat kering-oven pada saat pencampuran, lebih
baik prosedur adalah menyiapkan bagan detail campuran dengan mempertimbangkan
agregat seperti yang ditemukan di lapangan ‘apa adanya’ kondisi.
Tabel. Campur Proporsi Bahan

Langkah 8: Detail Pencampuran untuk Agregat di Kondisi Lapangan (1 m3 Beton)


Mengingat kadar air dalam contoh ini, jumlah yang diperlukan untuk 14 mm 10 mm, 7 mm
dan denda agregat masing-masing adalah 254, 593, 339, dan 507 kg. Oleh karena itu, untuk
kondisi lapangan dalam contoh ini, jumlah air yang dibutuhkan untuk penyerapan agregat
berkurang menjadi 12 kg dari 17 kg. Proporsi campuran dari bahan-bahan dalam kondisi
lapangan juga diberikan dalam Tabel Campur Proporsi Bahan di atas.

21
Sekarang rasio sebenarnya dari abu terbang-cair alkali adalah 0,76 (seperti yang disebutkan
sebelumnya) dan bahwa dari Na2SiO3-to-Solusi NaOH 2.3. Kepadatan beton kemudian
2.269 kg / m3. Rasio relatif Fly ash: Agregat halus: Agregat kasar adalah 1: 1.59: 3.71 di
mana agregat dipertimbangkan dalam kondisi kering oven.

Langkah 9: Perhitungan Rasio Padatan Air-Ke-Geopolimer


Total padatan geopolimer dalam campuran ini dapat diperoleh dari larutan Na2SiO3
(44,1%), larutan NaOH (44,4%) dan Terbang abu. Di sisi lain, air hanya menyediakan solusi
Na2SiO3 (55,9%) dan NaOH (55,6%). Ini persentase diperoleh dari sifat-sifat cairan alkali.
Oleh karena itu, rasio padatan air terhadap geopolimer dari campuran ini diperoleh 0,32.

2.2.3. Sifat-sifat Beton Geopolimer

Geopolimer memiliki sifat-sifat yang membedakannya dengan material lain, baik sifat fisik
maupun kimia. Sifat fisik merupakan sifat yang dimiliki material tanpa bereaksi dengan
bahan lain, termasuk sifat mekanik. Sedangkan sifat kimia adalah perilaku material apabila
bereaksi secara kimia dengan bahan lain.
a. Sifat fisik
Data di bawah ini merupakan sifat fisik yang umumnya dimiliki geopolimer (Davidovit,
2008)
Binder Geopolimer
o Ekspansi linier: < 5.10-6/K
o Konduktivitas panas: 0.2 samapai 0.4 W/K.m
o Specific heat : 0.7-1.0 KJ/kg
o Densitas bulk 1 samapi 1.9 g/mL
o Porositas terbuka 15-30 %
o Penyusutan geopolimerisasi 0.2 – 0.4 %
o D.T.A : endotermik pada 250oC (air zeolitik)
o dan lain-lain

22
b. Sifat kimia
Data di bawah ini merupakan sifat kimia yang umumnya dimiliki geopolimer (Davidovit,
2008)
o Ketahanan kimia geopolimer
Geopolimer yang direndam asam sulfat 10% hanya mengalami penyusutan massa 0.1
% perhari dan asam klorida 5% hanya menyebabkan penyusutan 1% perhari.
Perendaman dengan KOH 50% hanya menyusut 0.02% per hari, larutan sulfat
menyebabkan penyusutan 0.02% pada 28 hari, sedangkan larutan amonia tidak
menyebabkan penyusutan massa pada geopolimer. Reaksi alkali agregat tidak terjadi
pada geopolimer.
o Nilai pH antara 11,5-12,5.
Bandingkan dengan pasta semen Portland yang memiliki pH antara 12-13.
o Pelarutan (leaching) dalam air, setelah 180 hari: K2O <0.015 %
o Absorbsi air: <3%, tidak terkait pada permeabilitas

2.2.4. Kelebihan dan Kekurangan Beton Geopolimer

Kelebihan-kelebihan beton geopolymer (Frantisek Skvara,dkk, 2006) :


o Tahan terhadap api,
o Tahan terhadap lingkungan korosif,
o Tahan terhadap reaksi alkali silica.
o Tidak menggunakan semen sebagai bahan perekatnya, maka dapat mengurangi polusi
udara.
o Mempunyai rangkak susut yang kecil.

Kekurangan-kekurangan beton geopolimer :


o Pembuatan beton geopolymer lebih rumit dibandingkan beton semen, karena
membutuhkan alkaline activator,
o Belum ada rancang campuran yang pasti,
o Memiliki water absorption kurang dari 3%.

23
2.3 Beton Memadat Mandiri/ Self Compacting Concrete (SCC)
2.3.1. Pengertian Beton Memadat Mandiri
Self Compacting Concrete atau yang umum disingkat dengan istilah SCC adalah beton segar yang
sangat plastis dan mudah mengalir karena berat sendirinya mengisi keseluruh cetakan yang
dikarenakan beton tersebut memiliki sifat-sifat untuk memadatkan sendiri, tanpa adanya
bantuan alat penggetar untuk pemadatan. Beton SCC yang baik harus tetap homogen, kohesif,
tidak segregasi, tidak terjadi blocking, dan tidak bleeding.

Self-compacting concrete (SCC), pertama kali dikembangkan di Jepang pada tahun 1986.
Pemakaian beton SCC sebagai material repair dapat meningkatkan kualitas beton repair oleh
karena dapat menghindari sebagian dari potensi kesalahan manusia akibat manual compaction.
Pemadatan yang kurang sempurna pada saat proses pengecoran dapat mengakibatkan
berkurangnya durabilitas beton. Sebaliknya dengan beton SCC, struktur beton repair menjadi
lebih padat terutama pada daerah pembesian yang sangat rapat, dan waktu pelaksanaan
pengecoran juga lebih cepat.

2.3.2 Proses Pembuatan Beton Memadat Mandiri

Mix desain untuk Self Compacting Concrete (SCC) dipengaruhi oleh pemilihan material yang
sesuai agar karakteristiknya dapat terpenuhi.

Adapun tahap-tahap pembuatan mix design adalah sebagai berikut :

1. Menentukan berat aggregat kasar dan aggregat halus.

………….…………(1)

………….…………(2)

Dimana ;

24
Wg : Kandungan aggregat kasar (kg/m3)
Ws : Kandungan aggregat halus (kg/m3)
WgL : Volume agregat kasar pada kondisi SSD (kg/m3)
WsL : Volume agregat kasar pada kondisi SSD (kg/m3)
PF : Packing factor, yaitu perbandingan Antara agregat pada kondisi padat dan
agregat pada kondisi tidak dipadatkan, biasanya diasumsikan 1.12 s/d 1.18
S/a : Ratio aggregate halus terhadap total aggregate, biasanya antara 50% s/d 57%.

2. Menentukan berat semen.

……………………….…………(3)

Dimana ;

C : Berat semen (kg/m3);

f′c : Kuat tekan beton rencana (psi).

3. Menentukan faktor air semen.


𝑊
𝑊𝑤𝑐 = …………………….…………(4)
𝐶
Dimana ;

Wwc : Berat air yang dibutuhkan untuk fas (kg/m3)

W/C : fas yang ikut menentukan kuat tekan.

4. Menentukan berat jenis dan berat bahan aditif.

……(5)

Berat pasta FA (VPf) dan pasta GGBS (VPB) dapat dihitung dengan rumus di atas, dimana ;

Gg : Berat Jenis Agregat Kasar

Gs : Berat Jenis Agregat Halus

25
Gc : Berat Jenis Semen

Gw : Berat Jenis Air

Va : Berat Udara dalam SCC (%).

……(6)

Dimana ;

Gf, GB, Gc, W/F and W/S dapat diperoleh dari percobaan-percobaan, A% dan B% ditentukan, dan
VPf+VPB dapat diperoleh dari Persamaan (5). Sementara Wpm dapat dihitung dengan Persamaan
(6). Juga, Wf (Berat FA dalam SCC, Kg/m3) dan WB (Berat GGBS dalam SCC, Kg/m3) dapat dihitung
(Persamaan(7) dan Persamaan(8)),

Wf = A% × Wpm ……………………………..…..….…(7)

WB = B% × Wpm ……………………………..…..….…(8)

Berat air yang dibutuhkan untuk membuat FA pasta, Persamaan (9)

……………………………..…(9)

Berat air yang dibutuhkan untuk membuat FA pasta, Persamaan (10)

………………………………(10)

5. Menentukan berat air.


Ww = Wwc + Wwf + WwB ………………………… ……(11)

Menurut Japanese Architecture Society, Ww=160–185 kg/m3

26
Berikut ini beberapa contoh mix desain untuk Self Compacting Concrete (SCC)

Tabel 4. Contoh mix desain untuk house building

Tabel 5. Contoh mix desain untuk Civil Engineering

Tabel 6. Mix Desing SCC (kg/m3)

27
2.3.3 Metode Pengujian Beton Segar SCC
Metode Test Self Compacting Concrete
Workability

Berdasarkan spesifikasi SCC dari EFNARC, workabilitas atau kelecakan campuran beton segar
dapat dikatakan sebagai beton SCC apabila memenuhi kriteria sebagai berikut yaitu :

 Filling ability
 Passing ability
 Segregation resistance
Filling ability, adalah kemampuan beton SCC untuk mengalir dan mengisi keseluruh bagian
cetakan melalui berat sendirinya.
Passing ability, adalah kemampuan beton SCC untuk mengalir melalui celah-celah antar besi
tulangan atau bagian celah yang sempit dari cetakan tanpa terjadi adanya segregasi atau
blocking.
Segregation resistance, adalah kemampuan beton SCC untuk menjaga tetap dalam keadaan
komposisi yang homogen selama waktu transportasi sampai pada saat pengecoran.

METODE TEST
Metoda test pengukuran workability telah dikembangkan untuk menentukan karakteristik
beton SCC dan sampai saat ini belum ada satu jenis metoda test yang bisa mewakili ketiga
syarat karakteristik beton SCC seperti tersebut di atas. Dari beberapa metoda test yang telah
dikembangkan akan dibahas hanya tiga macam metoda yang dianggap dapat mewakili ketiga
kriteria workability tersebut di atas.

1. SLUMP-FLOW

Slump-flow test dapat dipakai untuk menentukan ‘filling ability’ baik di laboratorium maupun
di lapangan; dan dengan memakai alat ini dapat diperoleh kondisi workabilitas beton
berdasarkan kemampuan penyebaran beton segar yang dinyatakan dengan besaran diameter
yaitu antara 60 cm – 75 cm.

28
Kebutuhan nilai slump flow untuk pengecoran konstruksi bidang vertikal berbeda dengan
bidang horisontal. Kriteria yang umum dipakai untuk penentuan awal workabilitas beton SCC
berdasarkan tipe konstruksi adalah sebagai berikut :

 Untuk konstruksi vertikal, disarankan menggunakan slump-flow antara 65 cm sampai 70 cm.


 Untuk konstruksi horisontal disarankan menggunakan slump-flow antara 60 cm sampai 65 cm.

Gambar Baseplate untuk Slump-Flow Test

Gambar Slump-Flow Test

Gambar Pengukuran Slump-Flow Test

29
2. L-SHAPE-BOX

Dipakai untuk mengetahui kriteria ‘passing ability’ dari beton SCC. Dengan menggunakan L-
Shape Box, dapat diketahui kemungkinan adanya blocking beton segar saat mengalir, dan
juga dapat dilihat viskositas beton segar yang bersangkutan. Selanjutnya dengan L-Shape-
Box test akan didapat nilai blocking ratio yaitu nilai yang didapat dari perbandingan antara
H2 / H1. Semakin besar nilai blocking ratio, semakin baik beton segar mengalir dengan
viskositas tertentu. Untuk test ini kriteria yang umum dipakai baik untuk tipe konstruksi
vertikal maupun untuk konstruksi horisontal disarankan mencapai nilai blocking ratio antara
0.8 sampai 1.0

Gambar Dimensi cetakan L-Shape-Box

30
Gambar Dimensi cetakan L-Shape-Box

Gambar L-Shape-Box Test

Selain L-Shape Box Shape, passing ability juga dapat diukur dengan U-flow Test.

Gambar Alat U-flow Test

31
3. V - FUNNEL

Dipakai untuk mengukur viskositas beton SCC dan sekaligus mengetahui ‘segregation
resistance’ . Kemampuan beton segar untuk segera mengalir melalui mulut di ujung bawah alat
ukur V-funnel diukur dengan besaran waktu antara 6 detik sampai maksimal 12 detik.

Gambar 11. Dimensi V - FUNNEL

Gambar 12. V - FUNNEL Test

32
4. J-RING TEST

Gambar Peralatan J-Ring Test

Tes ini dugunakan untuk menentukan passing ability SCC. Peralatan uji terdiri dari lingkaran
tulangan baja terbuka dengan tulangan baja vertikal. Model ini dapat dianggap sebagai
model tulangan baja sesungguhnya. Diameter ukuran baja dan jarak anatar tulangan dapat
disesuaikan sesuai kondisi aktual yang ingin dimodelkan. Peralatan tes ini dapat
dikombinasikan penggunaan dengan peralatan slump flow test sejingga dalam satu alat
dapat digunakan untuk mengukur filling ability dan passing ability. Peralatan J-Ring test
seperti pada slump flow test dimana campuran SCC dimasukkan hingga penuh dalam kerucut
tanpa pemadatan dan penggetaran. Kemudian kerucut diangkat vertikal sehingga campuran
akan mengalir ke luar lingkaran baja dan ada sebagian material yang tertahan di dalam
lingkaran. Passing ability tes diukur dengan cara menghitung beda tinggi antara campuran
di dalam lingkaran dengan di luar lingkaran. Ukur diamater akhir setelah campuran mengalir
dalam 2 arah. Kriteria yang dipakai untuk nilai passing ability antara 0-10 mm

5. FILL-BOX TEST

Peralatan Fill-Box test terdiri dari bejana transparan yang datar dan halus permukaannya. Di
dalam bejana diletakkan 35 rintangan terbuat dari PVC ¾” dan berjarak 2”. Pada bagian atas
diletakkan pipa pengisi dengan diameter 4” tinggi 20” dengan corong sepanjang 4”.
Masukkan adukan melalui pipa pengisi dan adukan mengalir dalam bejana. Ukur perbedaan

33
tinggi adukan antara sisi kiri PVC dan kanan PVC. Nilai diijinkan berkisar antara 90-100%

Gambar Alat Fill Box Test

6. GTM SCREEN STABILITY TEST

Tes ini dikembangkan oleh kontraktor perancis GTM untuk mengukur segregation resistance
( stability). Peralatan terdiri dari sampel 10 liter SCC kemudian tuang sebagian adukan dalam
susunan ayakan mulai ukuran 5mm hingga 350mm pada bagian bawah siapkan wadah.
Setelah 2 menit timbang berat masing-masing material yang tertahan pada tiap tahapanan
saringan. Hitung prosentase lolos saringan yang disebut segregation ratio. Nilai yang
diijinkan berkisar antara 0-15%

Gambar Peralatan GTM Screen Stability Test

34
7. ORIMET TEST

Gambar Peralatan Orimet Test

Orimet test dikembangkan oleh universitas Paisley sebagai metode untuk mengukur
ketinggian workabilitas dan daya alir beton segar saat dilakukan pengecoran di lapangan.
Ters menggunakan prinsip orifice rheometer. Peralatan orimet test terdiri dari pipa vertikal
tetap dan kerucut yang dapat disetel kemiringannya, pintu pada bagian ujung yang dapat
dibuka tutup. Biasanya orifice memiliki diameter dalam 80 mm dimana menyesuaikan ukuran
max agregat kasar 20 mm. Pengoperasian peralatan orimet cukup sederhana yaitu dengan
menuangkan adukan SCC dalam orimet kemudian membuka pintu dan ukur waktu yang
diperlukan untuk meluncur hingga bagian bawah pipa. Waktu yang diijinkan berkisar antara
0-5 sec

Berikut ikhtisar untuk kegunaan masing-masing test tersebut di atas :

35
Tabel Fungsi Pengujian SCC

No. Metode Pengujian Fungsi

1 Slump-Flow Test Filling Ability

2 T50 Slump Flow Test Filling Ability

3 J-Ring Test Passing Ability

4 V-Tunnel Test Filling Ability

Segregation
5 V-Tunnel at T5min Test Resistance

6 L-Box Test Passing Ability

7 U-Box Test Passing Ability

8 Fill-Box Test Passing Ability

Segregation
9 GTM Screen Stability Test Resistance

10 Orimet Test Filling Ability

POURING DAN FORMWORK

Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum pengecoran dengan beton SCC adalah sebagai
berikut:

 Durasi waktu pengecoran disesuaikan dengan waktu ikat awal beton untuk
menghindari terjadinya cold joint.
 Cara terbaik untuk pengecoran beton SCC adalah dari bawah cetakan/formwork untuk
menghindari udara terjebak (dengan eksternal hose adalah sangat efektif).
 Beton SCC dapat mengalir sampai jarak 10 meter tanpa hambatan.
 Elemen tipis 5 – 7 cm dapat diisi oleh beton SCC tanpa hambatan.

36
 Tidak memerlukan keahlian yang spesifik saat pelaksanaan pengecoran.

Gambar Pouring dan formwork

37
Gambar Pouring

Gambar Proses perataan SCC dengan Skip Float

38
Gambar Tempat penyimpanan sementara SCC

Gambar Pelaksanaan pengecoran dengan SCC

Gambar Penuangan SCC dari Mixer Truck

39
Gambar 19. Kehalusan permukaan SCC

40
2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Beton Memadat Mandiri
Kelebihan dari SCC diantaranya :

- Sangat encer, bahkan dengan bahan aditif tertentu bisa menahan slump tinggi dalam
jangka waktu lama (slump keeping admixture).
- Tidak memerlukan pemadatan manual.
- Lebih homogen dan stabil.
- Kuat tekan beton bisa dibuat untuk mutu tinggi atau sangat tinggi.
- Lebih kedap, porositas lebih kecil.
- Susut lebih rendah.
- Dalam jangka panjang struktur lebih awet (durable).
- Tampilan permukaan beton lebih baik dan halus karena agregatnya biasanya berukuran
kecil sehingga nilai estetis bangunan menjadi lebih tinggi.
- Karena tidak menggunakan penggetaran manual, lebih rendah polusi suara saat
pelaksanaan pengecoran.
- Tenaga kerja yang dibutuhkan juga lebih sedikit karena beton dapat mengalir dengan
sendirinya sehingga dapat menghemat biaya sekitar 50 % dari upah buruh.

Kelemahan SCC :
- Persyaratan lebih ketat pada pemilihan material.
- Kurangnya standar uji dan desain campuran yang diterima secara global.
- Lebih mahal daripada beton konvensional (kecuali biaya penempatan)
- Membutuhkan lebih banyak batch percobaan di laboratorium serta di pabrik RMC.
- Pengukuran dan pemantauan konstituen bahan yang lebih tepat
- Beton SCC lebih mahal dari segi biaya dibandingkan dengan beton konvensional
- Pembuatan bekisting beton harus benar-benar diperhatikan karena mudah terjadi
kebocoran campuran beton SCC
- Beton tidak boleh mengalami segregasi namun tetap harus memenuhi syarat flowabilitas.

41
2.4 Beton Serbuk Reaktif/ Reactive Powder Concrete (RPC)
2.4.1 Pengertian Reactive Powder Concrete (RPC)
o RPC adalah komposit semen yang sangat kuat dan sangat ulet dengan sifat mekanik dan kimia yang
canggih.
o Campuran serat yang diperkuat, super plasticized, silica fume, semen & pasir kuarsa dengan rasio
semen air sangat rendah.
o Pertama kali dikembangkan oleh P. Richard dan M. Cheyrezy dan RPC pertama kali diproduksi pada
awal 1990-an oleh para peneliti di laboratorium Bouygues di Prancis.

2.4.2 Komposisi Pembuatan Reactive Powder Concrete (RPC)


o RPC terdiri dari bubuk yang sangat halus (semen, pasir, bubuk kuarsa dan asap silika), serat
baja (opsional), dan superplasticizer. Superplasticizer, digunakan pada dosis optimal,
mengurangi rasio air terhadap semen (b / c) sambil meningkatkan kemampuan kerja beton.
Matriks yang sangat padat dicapai dengan mengoptimalkan pengepakan granular serbuk halus
kering. Kekompakan ini memberi RPC kekuatan dan daya tahan sangat tinggi.
o Beton bubuk reaktif (RPC) beton mutu sangat tinggi yang dibuat dengan mengganti agregat
beton normal dengan bubuk kuarsa, asap silika, serat baja, dll. RPC tidak hanya memiliki
kekuatan tinggi tetapi juga memiliki keuletan yang tinggi. Kekuatan tekannya berkisar dari 200
Mpa hingga 800 Mpa.
o Beton bubuk reaktif mengandung bubuk yang sangat halus seperti semen, pasir halus, bubuk
kuarsa ukuran kurang dari 300 mikron, asap silika, serat baja panjang 1 cm ukuran 180 mikron
dan super plasticizer.

2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Reactive Powder Concrete (RPC)


Kelebihan RPC :
o Karena sifat daktilitasnya yang tinggi, ia selalu bersaing dengan baja.
o Bahan-bahan halus membuat bukti beton batal dan tidak ada kebocoran gas atau
cairan terjadi.

42
o Ada pengurangan beban mati struktur karena kapasitas geser yang lebih tinggi
bersama dengan kekuatan superior.
o Anggota RPC memiliki resistensi besar terhadap kekuatan seismik.

Beton bubuk reaktif juga memiliki beberapa batasan yaitu:


o Agregat mengganti bahan yang digunakan dalam RPC sedikit mahal yang meningkatkan
biaya proyek.
o Optimalisasi mineral utama dalam beton juga meningkatkan biaya beton.
o Sifat jangka panjang dari beton bubuk reaktif tidak diketahui karena masih dalam tahap
pengembangan.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Aplikasi Beton Ringan


Konstruksi Bangunan Gedung
Penggunaaan beton non pasir di dunia internasional sudah cukup lama dikenal. Salah satunya
adalah gedung apartement 4 (empat) lantai yang didirikan di London, Inggris pada tahun 1961.
Kontraktor lokal asal inggris mengerjakan proyek tersebut dengan menggunakan imajinatif
tekstur yang berbeda, rendering atau menghaluskan semua cor menggunakan agregat kasar
berwarna lokal ada juga beberapa diimpor dalam bentuk keping batu alam, apabila hujan panel
akan bersih dengan bantuan percikan air hujan (dapat dilihat pada sumber terlampir).

43
Sumber : The Aberdeen Group, 1961

Gambar 3. Aplikasi Beton Non Pasir pada Bangunan Apartemen

Penggunaan beton non pasir di Indonesia belum populer, tetapi pada perkembangannya
sudah pernah diaplikasikan untuk struktur ringan yaitu kolom dan dinding bangunan
sederhana, bata beton dari beton non pasir, dan buis beton dari beton non pasir.

Konstruksi Perkerasan Jalan Raya

44
Aplikasi beton non pasir sebagai perkerasan jalan raya dikenal
istilah permeconcrete atau pervious concrete dengan pertimbangan ramah lingkungan maka
perkerasan jalan menggunakan beton non pasir supaya air hujan dapat meresap ke dalam
tanah. Dibawah ini adalah skema potongan melintang aplikasi beton non pasir pada konstruksi
perkerasan jalan raya.

Design perkerasan jalan raya menyediakan jaringan untuk pengangkutan sumber daya dan
limbah, drainase, rute untuk semua layanan, air, saluran air, listrik, gas dan telepon dibawah
perkerasan jalan. Sangat rumit sehingga dibutuhkan koordinasi dengan para ahli terkait.
Perkerasan permeable adalah permukaan perkerasan jalan raya permeabel atau dapat
ditembus air dengan reservoir bawah batu. Reservoir sementara menyimpan limpasan
permukaan sebelum menyusup ke dalam drainase bawah tanah atau sub-permukaan dan
diharapkan dapat berproses meningkatkan kualitas air tanah. Bahan berpori yang digunakan
adalah beton nonpasir.

Konstruksi Dinding Penahan Tanah/ Retaining Wall

Aplikasi beton non pasir pada dinding penahan tanah (retaining wall). Selain pertimbangan
ramah yang digunakan, pada konstruksi dinding penahan tanah, pemilihan jenis beton non
pasir untuk alasan stabilisasi tanah dibelakang struktur dinding penahan tanah. Teksturnya
yang berpori meloloskan air membuat dinding penahan tanah sehingga takanan air dibelakang
dinding penahan tanah dapat diminimalisir sehingga konstruksi dinding penahan tanah lebih
tabil terhadap gaya geser maupun gaya guling yang dipengaruhi oleh tekanan air tanah.

Dengan berbagai kelebihan dari beton ringan yang telah disebutkan di atas, saat ini beton
ringan banyak diaplikasi dalam pelbagai proyek dalam bentuk :
1. Blok (bata)
Contohnya Bata Celcon, yang dapat digunakan pada dinding dan atap.
2. Panel
Contohnya Panel beton ringan yang digunakan sebagai pengganti tembok.
3. Bentuk Khusus
Contohnya bentuk-bentuk dekorasi, sebagai ornamen bangunan.

45
4. Ready Mix
Contohnya pada ready mix sebagai material pengisi.

3.2 Aplikasi Beton Geopolimer


Di dunia material konstruksi, hingga saat ini fokus penelitian-penelitian yang dilakukan
terhadap beton geopolimer ini lebih ditekankan pada aplikasinya sebagai beton pracetak. Dari
hasil riset yang telah dilakukan selama ini menunjukkan, bahwa beton geopolimer memiliki
sifat-sifat teknis, seperti kekuatan dan keawetan yang tinggi. Sebuah perusahaan beton
pracetak di Australia, bahkan sudah mulai memproduksi prototipe beton geopolimer pra-cetak
dalam bentuk bantalan rel kereta, pipa beton untuk saluran pembuangan air kotor dan lainnya.

3.3 Aplikasi Self Compacting Concrete (SCC)

SCC cocok untuk struktur-struktur yang sangat sulit untuk dilakukan pemadatan manual
misalnya karena tulangan yang sangat rapat ataupun karena bentuk bekisting tidak
memungkinkan, sehingga dikhawatirkan akan terjadi keropos apabila dipadatkan secara
manual.
Selain itu bisa juga diaplikasikan untuk :
o lantai,
o dinding,
o tunel,
o box girder segmental,
o pylon jembatan,
o pilar jembatan,
o kolom bangunan,
o beton precast, dan lain-lain.

3.4 Aplikasi Reactive Powder Concrete (RPC)

Contoh aplikasi bangunan adalah jembatan Sherbrooke yang menggunakan material RPC yg didapat
dari sumber : https://www.researchgate.net/figure/Pedestrian-and-bicycle-bridge-in-Sherbrooke-

46
Canada-1997-Blais-and-Couture-1999_fig1_272489102 (Links to an external site.)Links to an
external site.

Di situ terlihat ada joint bagian bawah terdapat lubang2, kemungkinan elemen2 truss ini memakai
sambungan. Disebutkan dari sumber : https://structurae.net/structures/sherbrooke-footbridge (Links to
an external site.)Links to an external site. bahwa material yang dipakai adalah presetressed
concrete. Presetressed concrete yang menggunakanreactive powder. Kalau disebut di situ
beton presetressed berarti meskipun tidak ada tulangan, tapi memakai kabel tendon yang diberi
tegangan.

47
BAB IV
KESIMPULAN

1. Beton ringan lebih mudah diperoleh karena jumlah produksi yang cukup banyak dalam sehari.
o Beton ringan lebih ramah lingkungan dan ekonomis, karena bahan – bahan yang digunakan
merupakan bahan yang tidak bermanfaat untuk lingkungan dan jumlahnya sangat banyak.
o Proses pembuatan beton ringan atau Autoclaved Aerated Concrete secara kimiawi lebih
sering digunakan.
o Secara totalitas pengunaan beton ringan lebih mudah dan efektif dibandingkan beton pada
umumnya (dalam hal tertentu).
Saran
o Tidak menggunakan beton ringan sebagai perkuatan (struktural).
o Dalam pemasangan beton ringan, sebaiknya menggunakan tukang yang memiliki keahlian
tambahan.
o Gunakan Autoclave Chamber dalam proses pengeringan.

2. Beton Geopolimer adalah sebuah senyawa silikat alumino anorganik yang disintesiskan dari
bahan – bahan produk sampingan seperti abu terbang (fly ash) abu sekam padi (risk husk
ash) dan lain – lain, yang banyak mengandung silicon dan aluminium.
3. Beton memadat mandiri
Self Compacting Concrete atau yang umum disingkat dengan istilah SCC adalah campuran beton
segar yang sangat plastis yang mampu mengalir karena berat sendirinya, mengisi ke seluruh
cetakan walaupun pada tulangan yang sangat rapat, memiliki sifat-sifat untuk memadatkan
sendiri tanpa adanya bantuan alat penggetar untuk pemadatan.
Beton SCC yang baik harus tetap homogen, kohesif, tidak segregasi, tidak terjadi blocking, dan
tidak bleeding.
Saran
Agar campuran beton dapat dikatagorikan sebagai Self Compacting Concrete perlu diperhatikan
pemilihan material yang sesuai yang disyaratkan dan Water Binder Ratio dijaga pada level kurang

48
lebih 0.3 serta mix design yang mampu memenuhi kriteria filling ability, passing ability dan
ketahanan terhadap segregasi.

Penggunaan Silica Fume sebesar 2 % dan Glenium Ace–80 sebesar 2,5 % mampu memenuhi
SCC dengan kekuatan awal yang tinggi yang biasa disebut High Early Strength Self Compacting
Concrete (HESSCC).

4. Beton serbuk reaktif


Reactive powder concrete( beton bubuk reaktif) adalah jenis beton baru yang memiliki kuat
tekan ultra tinggi. Komponen penyusunnya adalah bubuk sangat halus yang memiliki kandungan
silika tinggi. Material Penyusun Reactive Powder Concrete Pasir silica / pasir kuarsa Pasir silica
atau pasir kuarsa merupakan jenis pasir yang memiliki struktur heksagonal yang terkristalisasi

49
DAFTAR PUSTAKA

1. http://arafuru.com/material/kelebihan-dan-kekurangan-beton-ringan.html
2. https://solusikonstruksi.com/macam-macam-beton-ringan-untuk-berbagai-
keperluan-konstruksi/
3. http://pustaka-ts.blogspot.com/2010/08/beton-ringan-lightweight-
concrete.html
4. A Detailed Procedure Of Mix Design For Fly Ash Based Geopolymer Concrete
M.W. Ferdous*, O. Kayali and A. Khennane School of Eng. and Info Tech., University of New
South Wales @ ADFA, Northcott Dr, ACT 2600, Australia
Fourth Asia-Pacific Conference on FRP in Structures (APFIS 2013)
11-13 December 2013, Melbourne, Australia
5. SNI-83482017 Metode uji passing ability beton memadat sendiri dengan L-Box
6. Spesifikasi Khusus Beton Memadat Sendiri (Self Compacting Concrete) Dirjen Bina
Marga, 2017.
7. The European Guidelines for Self-Compacting Concrete Specification,
Production and Use, 2005.
8. Specification and Guidelines for Self-Compacting Concrete, EFNARC 2002.

50

Anda mungkin juga menyukai